PENENTUAN WAKTU STANDAR DAN BIAYA PRODUKSI MINYAK NYAMPLUNG (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap)
MIRWAN SATRIANTO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Waktu Standar dan Biaya Produksi Minyak Nyamplung (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Mirwan Satrianto NIM E14100125
ABSTRAK MIRWAN SATRIANTO. Penentuan Waktu Standar dan Biaya Produksi Minyak Nyamplung (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap). Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA. Minyak nyamplung merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel yang ditujukan sebagai pengganti bahan bakar solar yang ketersediannya semakin berkurang. Aspek yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan energi alternatif ini adalah peningkatan produktivitas dan penekanan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu standar produksi dan menghitung biaya produksi minyak nyamplung berdasarkan waktu standar. Waktu standar yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung adalah 179.06 menit dengan biaya produksi sebesar Rp 11 917. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak nyamplung yang diproses lebih lanjut menjadi biodiesel belum bisa menggantikan solar karena biaya produksinya lebih tinggi. Oleh karena itu, minyak nyamplung sejauh ini hanya digunakan untuk kebutuhan penelitian dan bahan baku kosmetik. Kata kunci: minyak nyamplung, waktu standar, biaya produksi, biodiesel
ABSTRACT MIRWAN SATRIANTO. Determining Standard Time and Production Cost Crude Calophyllum Oil (Case Study in Koperasi Jarak Lestari, Cilacap). Supervised by GUNAWAN SANTOSA Crude calophyllum oil is one of the raw materials for producing biodiesel that is aimed to replace diesel fuel thats supply has decrease. One of the aspect that must be concern in developing alternative energy is increasing productivity and supressing production cost. The aim of this study to determine standard time of production and production cost of crude calophyllum oil based on the standard time. The standard time that is needed to produce 1 liter of crude calophyllum oil is 179.06 minutes with a production cost as much as Rp 11 917. The results of this study shows crude calophyllum oil that is further processed to biodiesel not yet replace diesel fuel because of higher production cost. Therefore, crude calophyllum oil until now only be used for research and cosmetics ingredients. Keywords: crude calophyllum oil, standard time, production cost, biodiesel
PENENTUAN WAKTU STANDAR DAN BIAYA PRODUKSI MINYAK NYAMPLUNG (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap)
MIRWAN SATRIANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Penentuan Waktu Standar dan Biaya Produksi Minyak Nyamplung (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap) Nama : Mirwan Satrianto NIM : E14100125
Disetujui oleh
Dr Ir Gunawan Santosa, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya dan segala kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Waktu Standar dan Biaya Produksi Minyak Nyamplung (Studi Kasus di Koperasi Jarak Lestari, Cilacap)” dengan baik. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Gunawan Santosa, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar mendidik hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penghargaan sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Samino selaku Pemilik Koperasi Jarak Lestari yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian di pabrik pengolahan minyak nyamplung. Bapak Muslimin yang telah mendukung dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Papa dan Mama, serta seluruh Keluarga, atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman DMNH angkatan 47 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan ataupun penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Bogor, Desember 2014 Mirwan Satrianto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pengumpulan Data
2
Pengolahan Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Nyamplung
5
Minyak Nyamplung
5
Pelaksanaan Produksi Minyak Nyamplung
6
Waktu Standar
6
Produktivitas
8
Waktu Produksi
9
Biaya Produksi
11
Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu standar untuk menghasilkan minyak nyamplung Perhitungan waktu tetap per siklus produksi Perhitungan waktu variabel per siklus produksi Perhitungan biaya tetap Perhitungan biaya variabel Perhitungan biaya mesin Perhitungan biaya tetap per siklus produksi Perhitungan biaya variabel per siklus produksi Perhitungan biaya produksi
7 10 10 11 12 12 13 13 13
DAFTAR GAMBAR 1 Buah nyamplung dan biji nyamplung 2 Produktivitas setiap kegiatan pada proses produksi minyak nyamplung
5 8
DAFTAR LAMPIRAN 1
Tahapan proses produksi minyak nyamplung
18
PENDAHULUAN Latar Belakang Kenaikan harga bahan bakar minyak yang baru ini direncanakan oleh pemerintah tentu memberikan dampak positif dan negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu dampak positif dari kebijakan ini adalah terpacunya pengembangan energi alternatif terbarukan, sehingga dapat menggantikan dan menekan penggunaan bahan bakar fosil yang jumlahnya terus berkurang. Salah satu industri yang mengembangkan energi alternatif terbarukan adalah Koperasi Jarak Lestari, Kabupaten Cilacap. Koperasi Jarak Lestari telah mengolah beberapa jenis tanaman menjadi biodiesel. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang dapat diolah menjadi bahan baku biodiesel. Kajian yang dilakukan Balitbang Kehutanan (2008) mengungkapkan bahwa bagian tanaman nyamplung yang dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak adalah biji. Kuswantoro et al. (2010) menyatakan bahwa tanaman nyamplung di Kabupaten Cilacap dapat dengan mudah ditemui di kebun dan pekarangan milik petani bahkan menjadi salah satu jenis tanaman penyusun hutan rakyat. Industri pengolahan biji nyamplung tentu perlu didorong pengembangannya dari berbagai aspek untuk mendukung kemandirian energi. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah peningkatkan produktivitas dan penekanan biaya produksi. Pengukuran waktu kerja menjadi penting untuk dijadikan kerangka dasar dalam peningkatan produktivitas melalui penggunaan waktu yang efisien. Pengukuran waktu kerja merupakan salah satu metode untuk menetapkan waktu standar yang dibutuhkan pekerja dalam menyelesaikan setiap unsur kegiatan produksi, sehingga dapat dicapai efisensi kerja yang lebih tinggi. Penekanan biaya produksi dapat dilakukan dengan menganalisis biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi sehingga diharapkan pelaku industri dapat mengalokasikan sumberdaya ekonomi secara efisien dan efektif.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Menentukan waktu standar produksi minyak nyamplung. 2. Menghitung biaya produksi minyak nyamplung berdasarkan waktu standar.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak pengelola Koperasi Jarak Lestari mengenai waktu standar dan biaya produksi pengolahan minyak nyamplung.
2
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Jarak Lestari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap pada bulan Juni 2014.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tally sheet, meteran, timbangan, stopwatch, papan pencatat, alat tulis, Software Microsoft Excel 2007, Microsoft Word 2007, recorder, dan kamera digital. Bahan yang digunakan yaitu informasi waktu kerja kegiatan produksi dan jumlah hasil produksi minyak nyamplung, tingkat keterampilan pekerja, kondisi lingkungan di sekitar tempat kerja, umur dan harga alat produksi, harga dan kebutuhan bahan baku, upah pekerja, biaya pemakaian bahan bakar dan pelumas.
Pengumpulan Data Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai berikut : 1. Pengukuran waktu kerja setiap tahapan pekerjaan. Pengukuran waktu untuk setiap tahapan kegiatan diuraikan, meliputi : a. Pengupasan Pengukuran waktu dimulai saat pekerja mengisikan solar ke tangki mesin diesel dan berakhir saat pekerja mengatur mur putaran mesin diesel ke posisi off. b. Pemisahan biji dan cangkang Pengukuran waktu dimulai saat pekerja memindahkan biji bercampur cangkang dari keranjang ke tampah dan berakhir saat pekerja memindahkan biji hasil pengayakan ke keranjang. c. Pengukusan Pengukuran waktu dimulai saat pekerja memasukan cangkang ke dalam tungku dan berakhir saat api pada tungku sudah padam. d. Pencucian Pengukuran waktu dimulai saat pekerja memasang selang air dan berakhir saat semua biji hasil pencucian sudah diletakkan di terpal dan pekerja menaruh keranjang di tempat pencucian. e. Pengeringan Pengukuran waktu dimulai saat pekerja meratakan biji l pencucian di terpal dan berakhir saat karung berisi biji kering diangkat ke tempat pengepresan. f. Pengepresan biji Pengukuran waktu dimulai saat pekerja mengisikan solar ke tangki mesin diesel dan berakhir saat pekerja mengatur mur putaran mesin diesel ke posisi off.
3
2. 3. 4. 5. 6.
g. Penyaringan Pengukuran waktu dimulai saat pekerja mengatur posisi box dan berakhir saat seluruh minyak sudah dituang ke alat penyaringan h. Pengepresan ampas basah Pengukuran waktu dimulai saat pekerja memasukkan karung ke alat press dan berakhir saat pekerja mengambil karung sisa pengepresan. Penentuan jumlah siklus kerja yang diamati berdasarkan lamanya waktu kerja per siklus yang mengacu pada kriteria Niebel dan Freivalds (1999). Penentuan tingkat keterampilan dalam setiap tahapan kegiatan dengan mengamati laju gerak dan kecepatan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Penentuan persentase kelonggaran untuk melepaskan lelah dengan mengamati beban kerja serta kondisi lingkungan sekitar tempat kerja. Perhitungan hasil produksi dari setiap tahapan kegiatan produksi dengan menimbang berat biji dan minyak menggunakan timbangan duduk. Wawancara untuk mendapatkan informasi alat dan mesin produksi, bahan baku, serta penggunaan bahan bakar dan pelumas.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui perhitungan berikut : 1. Penentuan waktu standar (Niebel dan Freivalds 1999) a. Waktu dasar Waktu dasar (menit) = waktu pengamatan x b. Kelonggaran melepas lelah Kelonggaran (menit) = waktu dasar x persen kelonggaran c. Waktu standar Waktu standar (menit) = waktu dasar + kelonggaran 2. Produktivitas
3. Perhitungan biaya (Nugroho 2002) 3.1.Biaya tetap a. Penyusutan metode garis lurus
b. Bunga modal yang dihitung menggunakan rumus : [
]
4 c. Biaya tetap Bt = D + B Keterangan : D = penyusutan atau depresiasi (Rp/menit) B = bunga modal (Rp/menit) Bt = biaya tetap (Rp/menit) M = harga alat (Rp) R = harga sisa atau rongsokan (Rp) N = umur pakai alat (menit) 0,0p = suku bunga per tahun (%) 3.2.Perhitungan biaya variabel Biaya-biaya variabel terdiri dari biaya-biaya langsung yang sifatnya berubah-ubah dengan perubahan tingkat produksi, seperti: a. Biaya penggunaan bahan bakar (Rp/menit) b. Biaya penggunaan oli (Rp/menit) c. Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/menit) 3.3.Perhitungan biaya mesin BM = BT + BV Keterangan : BM = biaya mesin (Rp/menit) BT = biaya tetap (Rp/menit) BV = biaya variabel (Rp/menit) 3.4.Perhitungan biaya tetap per siklus produksi FT = WF x F Keterangan : FT = biaya tetap per siklus produksi (Rp/siklus) WF = waktu tetap per siklus produksi (menit/siklus) F = biaya tetap per jam (Rp/menit) 3.5.Perhitungan biaya variabel per siklus produksi CT = WV x BM Keterangan : CT = biaya variabel per siklus produksi (Rp/siklus) WV = waktu variabel per siklus produksi (menit/siklus) 3.6.Perhitungan biaya produksi BP = FT + CT + U + Bb Keterangan : BP = biaya produksi (Rp/siklus) U = upah pekerja (Rp/siklus) Bb = biaya bahan baku (Rp/siklus)
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Nyamplung Nyamplung (Calophyllum inophyllum) tumbuh pada tanah berawa dekat pantai sampai tanah kering ketinggian 800 meter dari permukaan laut dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Daerah Penyebaran Nyamplung di Indonesia terdapat di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Permudaan alam banyak terdapat di hutan sekunder, terutama di dekat pohon induk (Martawijaya et al. 2005).
Gambar 1 Buah nyamplung dan biji nyamplung Nyamplung relatif mudah dibudidayakan dan dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Nyamplung mulai berbuah pada umur 7 tahun, berbuah sepanjang tahun dan dapat dipanen 3 kali dalam setahun, biasanya pada bulan Juli hingga Desember. Buahnya berbentuk bulat berwarna hijau hingga kekuningan dengan diameter 2.5–3 cm, menggantung pada tangkai buah. Produksi biji per pohon minimal 50 kg/tahun atau potensi produksi tiap hektar antara 10– 20 ton. Tanaman nyamplung bermanfaat sebagai tanaman pemecah angin dan konservasi sempadan pantai (Pusat Humas Kehutanan 2011).
Minyak Nyamplung Kajian yang dilakukan Balitbang Kehutanan (2008) mengungkapkan bagian tanaman nyamplung yang dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak adalah bagian biji, biji kering kandungan minyaknya mencapai 70–73%. Hambali et al. (2008) mengungkapkan ekstraksi minyak dari biji dapat dilakukan dengan dua cara ekstraksi mekanis yang umum dilakukan, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (screw press). Minyak hasil ekstraksi dengan cara pengepresan disebut Crude Vegetable Oil (CVO), CVO yang dimurnikan melalui proses degumming disebut Pure Plant Oil (PPO), dan PPO yang diolah lebih lanjut melalui proses transesterifikasi disebut biodiesel. Hartati (2012) mengungkapkan bahwa hasil ekstraksi minyak biji nyamplung menggunakan alat pres mengandung kadar minyak 46.75%. Menurut Baltibang Kehutanan (2008), minyak nyamplung digunakan sebagai bahan bakar pencampur minyak tanah dan sebagai bahan baku biodiesel.
6 Pelaksanaan Produksi Minyak Nyamplung Proses pembuatan minyak nyamplung membutuhkan beberapa tahapan kegiatan, untuk mengubah buah nyamplung menjadi minyak yang siap untuk dipasarkan. Kegiatan yang terdapat dalam proses produksi minyak nyamplung meliputi pengupasan, pemisahan, pengukusan, pencucian, pengeringan, pengepresan biji, penyaringan dan pengepresan ampas basah. Pengupasan merupakan kegiatan awal dalam proses produksi minyak nyamplung. Pengupasan adalah proses memasukkan buah nyamplung ke dalam alat pengupas hingga cangkang terpisah dari biji nyamplung. Selama kegiatan pengupasan berlangsung, pekerja memasukkan buah nyamplung ke bak penampung alat pengupas dan menambahkan air pendingin ke mesin diesel. Pemisahan adalah proses memisahkan cangkang buah yang masih bercampur dengan biji hasil pengupasan. Kegiatan pemisahan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh biji yang lebih bersih, sehingga dapat diperoleh minyak yang lebih jernih pada saat kegiatan pengepresan biji. Pengukusan adalah proses yang dilakukan setelah kegiatan pemisahan. Sumber panas yang terdapat dalam proses pengukusan berasal dari cangkang nyamplung dan bungkil yang dibakar di dalam tungku. Tujuan dari pengukusan adalah mengurangi kadar getah yang terkandung di dalam biji. Pencucian bertujuan membersihkan biji dari kotoran maupun sisa getah yang masih menempel pada biji dan untuk mengambil cangkang yang masih bercampur dengan biji. Pengeringan dimulai dari proses meletakkan biji yang telah dikukus secara merata di atas terpal, kemudian biji tersebut dijemur dibawah sinar matahari. Pengeringan dilakukan hingga biji berubah warna menjadi cokelat kehitaman. Kegiatan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada biji. Pengepresan biji merupakan salah satu kegiatan yang menggunakan mesin diesel untuk menggerakkan alat screw press, dimana biji yang sudah kering dimasukkan dalam alat screw press hingga biji mengeluarkan minyak. Pengepresan biji menghasilkan ampas kering dan minyak nyamplung yang bercampur dengan ampas basah. Ampas kering yang masih mengandung sedikit minyak dimasukkan kembali ke dalam mesin screw press hingga kandungan minyak dalam ampas habis. Selanjutnya, ampas basah yang masih bercampur dengan minyak nyamplung akan diproses lebih lanjut dalam pengepresan ampas basah. Penyaringan merupakan kegiatan yang bertujuan memisahkan minyak nyamplung dengan ampas basah hingga diperoleh minyak nyamplung yang murni. Kegiatan terakhir yang dilakukan dalam proses produksi minyak nyamplung adalah pengepresan ampas basah, dimana ampas basah masih memiliki kandungan minyak yang tinggi. Ampas basah dipress dengan alat pres manual hingga menghasilkan minyak nyamplung murni dan bungkil.
Waktu Standar Berdasarkan Niebel dan Freivalds (1999), waktu standar merupakan jumlah waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam prestasi tertentu. Sebelum menentukan waktu standar, terlebih dahulu menentukan waktu dasar rata-rata dari
7 keseluruhan pengulangan pengamatan pada setiap kegiatan. Waktu dasar rata-rata diperoleh dari waktu pengamatan pada setiap pengulangan yang mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja dibagi dengan jumlah pengulangan pengamatan. Tingkat keterampilan ditentukan sebelum melakukan pengamatan waktu kerja. Menurut kriteria yang ditentukan, angka 100 merupakan tingkat keterampilan yang standar dimana pekerja melakukan pekerjaannya dengan cekatan dan tenang. Keterampilan standar digunakan sebagai acuan nilai normal pada tingkat keterampilan kerja. Nilai tertinggi pada tingkat keterampilan kerja sebesar 120 dengan kriteria luar biasa cekatan dan tenang, yakni pekerja melakukan pekerjaannya secara terstruktur dalam waktu yang singkat. Nilai terendah sebesar 80 dengan kriteria sangat lamban dan canggung, yakni pekerja melakukan pekerjaannya dengan gerakan yang canggung dan ragu-ragu sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hasil observasi didapat bahwa nilai tingkat keterampilan yang banyak digunakan yaitu 90 dan 100. Nilai sebesar 90 termasuk dalam kriteria yang lamban dan canggung, sedangkan nilai tingkat keterampilan sebesar 100 termasuk dalam kriteria cekatan dan tenang. Waktu dasar dapat ditentukan dengan menggunakan nilai tingkat keterampilan dan waktu pengamatan. Tahapan selanjutnya adalah menghitung waktu kelonggaran melepas lelah pada setiap unsur kerja. Berdasarkan Niebel dan Freivalds (1999), kelonggaran dibagi menjadi 2 yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan kelonggaran keletihan. Kelonggaran kebutuhan pribadi sebesar 5% dan kelonggaran keletihan dasar sebesar 4 % untuk pekerja pria. Tambahan variabel untuk kelonggaran keletihan diberikan tergantung dari kondisi lingkungan kerja dan beban kerja di setiap pekerjaan. Waktu standar ditentukan dengan mempertimbangkan waktu dasar rata-rata pada setiap kegiatan dan kelonggaran untuk melepas lelah. Informasi tentang waktu standar yang dibutuhkan untuk menghasilkan minyak nyamplung disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Waktu standar untuk menghasilkan minyak nyamplung No
Kegiatan
1
Pengupasan
2
Pemisahan
3
Pengukusan
4
Pencucian
5
Pengeringan
6
Pengepresan biji
7 8 Total
Waktu dasar rata-rata (menit) (1)
Kelonggaran melepas lelah (menit) (2)
Waktu standar (menit) (1)+(2)
Hasil kegiatan rata-rata (kg)
Bentuk fisik
327.41
69.11
396.52
61.23
biji
9.14
1.18
10.32
0.98
biji
269.71
3.75
273.46
55.00
biji basah
22.51
2.71
25.22
48.17
biji basah
1622.81
2.30
1625.12
34.63
biji kering
131.70
28.05
159.75
138.80
minyak
Penyaringan
8.11
1.05
9.17
24.05
minyak
Pengeresan ampas basah
396.66
2.83
399.50
16.79
minyak
2788.06
110.99
2899.05
8 Waktu standar yang ditentukan pada setiap kegiatan merupakan waktu standar yang dibutuhkan untuk menghasilkan output rata-rata baik itu dalam bentuk biji maupun minyak. Waktu standar yang berbeda-beda dipengaruhi dari cara produksi dan penggunaan alat produksi yang berbeda-beda di setiap tahapan kegiatan produksi. Dari berbagai kegiatan produksi yang dilaksanakan, pengeringan merupakan kegiatan yang membutuhkan waktu standar paling tinggi sebesar 1625.12 menit untuk menghasilkan 34.63 kg biji kering, hal ini dikarenakan pengeringan biji masih memanfaatkan panas matahari. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan, maka semakin tinggi pula waktu standar pada kegiatan tersebut (Hidayah 2010). Penyaringan merupakan kegiatan yang memiliki waktu standar paling rendah yaitu sebesar 9.17 menit untuk menghasilkan 24.05 kg minyak murni. Kegiatan penyaringan termasuk kegiatan yang paling ringan dan mudah dibanding kegiatan yang lain, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan penyaringan lebih singkat.
Produktivitas Produktivitas merupakan suatu perbandingan antara perbandingan antara keluaran dan masukan. Masukan berupa suatu kemampuan potensial kerja (dalam jumlah, biaya dan waktu), sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Sinungan 2008). Gambar 2 menyajikan produktivitas pada masingmasing kegiatan dalam proses produksi minyak nyamplung dengan masukan berupa waktu kerja yang dinyatakan dalam menit dan keluaran berupa hasil fisik (biji ataupun minyak) dari setiap tahapan kegiatan yang dinyatakan dalam kg. pengepresan ampas basah
0.04
penyaringan
2.62
pengepresan biji
Kegiatan
pengeringan
0.87 0.02
pencucian pengukusan pemisahan pengupasan 0.00
1.91 0.20 0.09 0.15 0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Produktivitas (kg/menit)
Gambar 2 Produktivitas setiap kegiatan pada proses produksi minyak nyamplung Hasil diatas menunjukkan produktivitas tertinggi terdapat pada kegiatan penyaringan sebesar 2.62 kg/menit. Penyaringan memiliki produktivitas yang
9 paling tinggi karena hanya memiliki 3 unsur kerja yaitu pekerja mengatur posisi box, menyiapkan alat penyaringan, dan pekerja menuang minyak dari box berisi minyak yang masih tercampur dengan ampas ke box kosong. Selain itu, beban kerja yang terdapat pada kegiatan penyaringan termasuk ringan dibandingkan dengan kegiatan lain dan tidak membutuhkan keterampilan khusus untuk melaksanakan kegiatan penyaringan. Simanjuntak (2001) menjelaskan bahwa keterampilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerjaan. Semakin tinggi tingkat keterampilan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, maka produktivitas kerja yang dihasilkan cenderung semakin rendah. Namun semua itu tergantung dari keterampilan yang dimiliki oleh pekerja. Kegiatan pengeringan memiliki produktivitas terendah jika dibandingkan dengan kegiatan lain yaitu sebesar 0.02 kg/menit. Hal ini disebabkan proses pengeringan biji bergantung dengan sinar matahari dan masih menggunakan terpal sebagai alas penjemuran sehingga kurang baik dalam menghantarkan panas.
Waktu Produksi Waktu 1 siklus produksi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung yang dihitung berdasarkan waktu standar rata-rata dikalikan dengan massa yang dibutuhkan dari setiap tahapan kegiatan baik itu dalam bentuk buah, biji maupun minyak. Massa yang dibutuhkan pada setiap tahapan kegiatan ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang menjelaskan pada kegiatan pengupasan, buah nyamplung dengan massa 5.4 kg menghasilkan rendemen yang berupa biji dengan massa 2.7 kg. Pada tahapan pengukusan terjadi peningkatan kadar air sehingga biji mengalami peningkatan massa menjadi 3.08 kg. Biji yang dihasilkan pada kegiatan pengukusan tersebut selanjutnya dikeringkan hingga dihasilkan biji kering dengan massa 2.22 kg. Setelah itu, biji kering di press dengan mesin screw press hingga menghasilkan minyak kasar dengan volume massa 1.01 kg atau setara dengan 1.06 liter. Selanjutnya, minyak kasar yang dihasilkan pada tahapan kegiatan sebelumnya disaring hingga menghasilkan minyak murni dengan massa 0.9 kg atau setara dengan 1 liter (Kraftiadi 2011). Perhitungan waktu untuk produksi dibedakan karena tidak semua tahapan kegiatan produksi dilaksanakan pada saat mesin beroperasi serta penggunaan waktu ini juga memiliki pengaruh terhadap penentuan biaya tetap dan variabel per siklus produksi. Hal ini mengacu pada Nugroho (2002) yang menyatakan bahwa sifat pengopersian mesin yang intermittent (kadang hidup, kadang dimatikan) akan berpengaruh terhadap waktu dan metode perhitungan biaya. Menurut Nugroho (2002), waktu tetap per siklus produksi didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pada saat mesin tidak beroperasi, sedangkan waktu variabel per siklus produksi didefiniskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pada saat mesin beroperasi. Informasi tentang hasil perhitungan waktu tetap per siklus produksi dan waktu variabel per siklus produksi disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
10 Tabel 2 Perhitungan waktu tetap per siklus produksi Kegiatan
Waktu standar (menit) (1)
Hasil kegiatan rata-rata (kg) (2)
Waktu standar rata-rata (menit/kg)
Massa yang dibutuhkana (kg/siklus)
Waktu tetap per siklus produksi (menit/siklus)
(3) = (1) : (2)
(4)
(3) x (4)
Pengupasan
1.34
61.23
0.022
2.70
0.06
Pemisahan
10.32
0.98
10.531
2.70
28.43
Pengukusan
273.46
55.00
4.972
3.08
15.31
Pencucian
25.22
48.17
0.524
3.08
1.61
Pengeringan
1625.12
34.63
46.923
2.22
104.17
Pengepresan biji
1.37
138.80
0.010
1.01
0.01
Penyaringan
9.17
24.05
0.381
0.45
0.17
Pengeresan ampas basah
399.50
16.79
23.794
0.45
10.71
160.48 Total a Angka pada kolom berdasarkan penelitian neraca massa minyak nyamplung (Kraftiadi 2011)
Tabel 3 Perhitungan waktu variabel per siklus produksi Kegiatan
Pengupasan
Waktu standar (menit) (1) 395.18
Hasil kegiatan rata-rata (kg) (2) 61.23
Waktu standar rata-rata (menit/kg)
Massa yang dibutuhkana (kg/siklus)
Waktu variabel per siklus produksi (menit/siklus)
(3) = (1) : (2) 6.45
(4) 2.70
(3) x (4) 17.42
Pengepresan 158.38 138.80 1.14 1.01 1.15 biji 18.58 Total a Angka pada kolom berdasarkan penelitian neraca massa minyak nyamplung (Kraftiadi 2011)
Hasil yang terdapat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kegiatan pengeringan membutuhkan waktu tetap per siklus produksi yang paling tinggi sebesar 104.17 menit/siklus. Proses pengeringan yang masih bergantung dengan sinar matahari menyebabkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama. Pengeringan dilakukan hingga menghasilkan biji dengan kadar air rendah yang ditandai dengan perubahan fisik biji menjadi keras dan berwarna cokelat kehitaman. Pengepresan biji dan pengupasan merupakan kegiatan yang memiliki waktu tetap per siklus produksi paling rendah yang berturut-turut sebesar 0.01 menit/siklus dan 0.06 menit/siklus. Hal ini dikarenakan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk melaksanakan kegiatan ini lebih singkat. Unsur kerja yang dilakukan pada setiap kegiatan ini merupakan pekerjaan awal sebelum mesin menyala. Hasil yang terdapat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari keseluruhan proses produksi minyak nyamplung terdapat dua kegiatan yang menggunakan mesin yaitu pengupasan dan pengepresan biji. Waktu produksi untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung sebesar 179.06 menit. Waktu produksi
11 diperoleh dari penjumlahan keseluruhan waktu tetap per siklus produksi dan waktu variabel per siklus produksi dari seluruh tahapan kegiatan.
Biaya Produksi Menurut Nugroho (2002), biaya didefinisikan sebagai korbanan sumberdaya ekonomi yang dinyatakan dalam satuan moneter (uang). Analisis biaya yang dilakukan pada penelitian ini merupakan biaya yang diperlukan dalam 1 siklus proses produksi untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung. Analisis biaya memperhitungkan biaya tetap, biaya variabel, upah pekerja serta biaya bahan baku. Perhitungan biaya tetap pada setiap kegiatan produksi minyak nyamplung ditentukan dengan mempertimbangkan penyusutan dan bunga modal. Nilai penyusutan dan bunga modal tergantung pada masa pakai masing-masing alat dan suku bunga kredit sebesar 7.5% yang mengacu pada Suku Bunga Dasar Kredit Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah 2014. Biaya tetap pada masing-masing kegiatan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Perhitungan biaya tetap Kegiatan
Penyusutan (Rp/menit) (1)
Bunga Modal (Rp/menit) (2)
Biaya tetap (Rp/menit) (1) + (2)
Pengupasan
5.63
3.32
9.03
Pemisahan
0.07
0.02
0.13
Pengukusan
0.14
0.06
0.20
Pencucian
0.08
0.02
0.15
Pengeringan
0.09
0.01
0.20
Pengepresan biji
28.04
14.45
42.60
Penyaringan
0.13
0.05
0.36
Pengepresan ampas basah
2.16
2.00
4.16
Total
56.82
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kegiatan yang menggunakan mesin memiliki biaya tetap yang tinggi karena dipengaruhi oleh harga mesin yang mahal. Pengepresan biji merupakan kegiatan dengan biaya tetap yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 42.60/menit. Kegiatan dengan biaya tetap paling rendah yaitu pemisahan, karena kegiatan pemisahan masih dilakukan secara manual dengan menggunakan alat sederhana yang berupa tampah. Biaya tetap yang dibutuhkan pada kegiatan pemisahan sebesar Rp 0.13/menit. Biaya variabel hanya dibutuhkan pada kegiatan pengupasan dan pengepresan biji karena kedua kegiatan ini menggunakan mesin, dimana kegiatan pengupasan menggunakan mesin pengupas yang digerakan oleh mesin diesel dan kegiatan pengepresan biji menggunakan mesin screw press yang juga digerakkan oleh mesin diesel. Tabel 5 menyajikan perhitungan biaya variabel pada masingmasing kegiatan.
12 Tabel 5 Perhitungan biaya variabel Kegiatan
Bahan bakar (Rp/menit)
Oli (Rp/menit)
Biaya pemeliharaan dan perbaikan (Rp/menit)
Biaya variabel (Rp/menit)
Pengupasan
(1) 68.75
(2) 1.25
(3) 1.06
(1)+(2)+(3) 71.06
Pengepresan biji
68.75
2.17
1.06
71.98 143.04
Total
Setiap mesin diesel membutuhkan oli eceran sebanyak 3 liter yang dapat digunakan dalam waktu empat bulan. Mesin screw press membutuhkan oli pertamina rored EPA SAE 140 sebanyak 1 botol yang dapat digunakan dalam waktu 1 tahun. Solar juga merupakan salah satu komponen biaya variabel yang dibutuhkan pada kegiatan pengupasan dan pengepresan biji. Kedua kegiatan tersebut membutuhkan bahan bakar solar 6 liter per hari. Biaya pemeliharaan dan perbaikan yang terdapat pada proses produksi minyak nyamplung adalah penggantian belt penghubung antara mesin diesel dengan alat pengupas maupun belt yang terdapat pada mesin screw press. Setiap mesin diesel membutuhkan 3 belt dengan masa pakai selama 1 tahun. Biaya mesin merupakan penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Hasil perhitungan biaya mesin disajikan pada Tabel 6. Perhitungan biaya tetap per siklus produksi dihasilkan dari perkalian antara biaya tetap yang dicantumkan pada Tabel 5 dengan waktu tetap per siklus produksi yang dicantumkan pada Tabel 2, sedangkan biaya variabel per siklus produksi merupakan perkalian antara biaya mesin yang dicantumkan pada Tabel 6 dengan waktu variabel per siklus produksi yang dicantumkan pada Tabel 3. Informasi tentang biaya tetap per siklus produksi disajikan dalam Tabel 7 dan biaya variabel per siklus produksi disajikan dalam Tabel 8. Tabel 6 Perhitungan biaya mesin Kegiatan
Biaya tetap (Rp/menit) (1)
Biaya variabel (Rp/menit) (2)
Biaya mesin (Rp/menit) (1) + (2)
Pengupasan
9.03
71.06
80.09
Pemisahan
0.13
-
0.13
Pengukusan
0.20
-
0.20
Pencucian
0.15
-
0.15
Pengeringan
0.20
-
0.20
Pengepresan biji
42.60
71.98
114.58
Penyaringan Pengepresan ampas basah
0.36
-
0.36
4.16
-
4.16
Total
199.86
13 Tabel 7 Perhitungan biaya tetap per siklus produksi Kegiatan
Biaya tetap (Rp/menit) (1)
Waktu tetap per siklus produksi (menit/liter) (2)
Biaya tetap per siklus produksi (Rp/liter) (1) x (2)
Pengupasan
9.03
0.06
0.53
Pemisahan
0.13
28.43
3.77
Pengukusan
0.20
15.31
3.01
Pencucian
0.15
1.61
0.23
Pengeringan
0.20
104.17
20.78
Pengepresan biji
42.60
0.01
0.43
Penyaringan
0.36
0.17
0.06
Pengepresan ampas basah
4.16
10.71
44.54
Total
73.34
Tabel 8 Perhitungan biaya variabel per siklus produksi Kegiatan
Biaya mesin (Rp/menit) (1)
Waktu variabel per siklus produksi (menit/liter) (2)
Biaya variabel per siklus produksi (Rp/liter) (1) x (2)
Pengupasan
80.09
17.42
1395.50
Pengepresan biji
114.58
1.15
132.06
Total
1527.56
Upah kerja merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam menghitung biaya produksi. Pada industri produksi minyak nyamplung, upah kerja yang diberikan kepada pekerja sebesar Rp 45 000 per hari dengan jam kerja 8 jam per hari atau setara dengan Rp 93.75 per menit. Upah pekerja untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung diperoleh dari perkalian antara upah Rp 93.75 per menit dengan waktu total kerja. Biaya produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 liter minyak nyamplung merupakan penjumlahan seluruh komponen biaya. Tabel 9 menyajikan informasi tentang perhitungan biaya produksi. Tabel 9 Perhitungan biaya produksi Komponen biaya Biaya tetap per siklus produksi
Biaya (Rp/liter) 73.34
Biaya variabel per siklus produksi
1527.56
Upah pekerja
4916.32
Bahan baku
5400.00
Total
11 917.23
Tabel 9 menunjukkan bahwa biaya produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 liter minyak nyamplung adalah Rp 11 917.23. Hasil ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual minyak nyamplung.
14 Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar Minyak nyamplung hasil ekstraksi dengan menggunakan mesin press dapat diolah lebih lanjut menjadi biodiesel melalui beberapa proses kimiawi yaitu degumming dan esterifikasi. Proses degumming dilakukan dengan menambahkan asam fosfat pada minyak nyamplung dan kemudian dipanaskan agar minyak terpisah dari getah. Proses degumming membutuhkan biaya produksi tambahan sebesar Rp 1000/liter. Minyak yang dihasilkan dari proses degumming disebut sebagai biokerosin yang dapat digunakan secara langsung sebagai pengganti minyak tanah. Selanjutnya dalam proses esterifikasi, setiap 1 liter minyak hasil degumming dicampur dengan 1.75 ml etanol dan asam fosfat sebagai katalis yang dipanaskan dalam wadah stainless steel yang tertutup agar asam lemak bebas yang menyatu dengan gliserol terpisahkan dari biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan dari alat semi manual dijual dengan harga Rp 30 000/liter. Unit produksi minyak nyamplung di Cilacap masih terus berjalan meskipun biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi minyak nyamplung relatif tinggi. Minyak nyamplung dijual dengan harga Rp 20 000/liter, dari penjualan tersebut dapat diperoleh keuntungan yang mampu mempertahankan kelangsungan proses produksi. Minyak nyamplung biasanya dijual di kalangan peneliti dan pihak swasta baik itu di dalam negeri maupun luar negeri yang sebagian besar dari mereka merupakan konsumen tetap. Minyak nyamplung biasanya digunakan sebagai bahan penelitian, bahan baku pembuatan kerajinan batik dan bahan campuran kosmetik maupun obat-obatan. Bahan baku berupa biji nyamplung yang sangat melimpah juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan unit produksi minyak nyamplung masih terus berjalan. Minyak nyamplung sebagai salah satu energi alternatif yang sedang dikembangkan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar kedepannya. Salah satu kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan energi alternatif adalah Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013. Peraturan tersebut menegaskan bahwa mulai Januari 2015 pemanfaatan biodiesel sebagai campuran bahan bakar solar sebesar 10% untuk sektor transportasi dan industri sedangkan untuk sektor pembangkit listrik sebesar 25% dari kebutuhan total solar di Indonesia (Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013). Kondisi bahan bakar fosil yang semakin berkurang turut mendorong pengembangan minyak nyamplung sebagai energi alternatif. Menurut Balitbang Kehutanan (2008), konsumsi bahan bakar solar yang dicampur dengan biodiesel nyamplung sebesar 20 – 30% relatif lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar 100%. Munculnya berbagai produk yang ramah lingkungan di pasar dunia menjadi salah satu faktor yang mampu mendorong pengembangan biodiesel, karena biodiesel merupakan salah satu produk bahan bakar yang ramah lingkungan. Menurut Reksowardojo (2006), biodiesel sebagai bahan bakar menghasilkan C02 yang netral, efek rumah kaca yang rendah, renewable, dan berasal dari komoditas kehutanan. Apabila ditinjau lebih lanjut, persediaan buah nyamplung yang melimpah di Indonesia seharusnya bisa terus mendorong pengembangan biodiesel. Namun sejauh ini bahan baku yang melimpah tidak diiringi pemanfaatan yang maksimal, karena kapasitas produksi yang tersedia tidak mampu menampung bahan baku yang melimpah. Koperasi Jarak Lestari membutuhkan bahan baku buah
15 nyamplung sebanyak 72 ton per tahun atau dengan kata lain luas tanaman nyamplung yang termanfaatkan hanya sekitar 7.2 ha dengan asumsi jarak tanam 5m x 10m dan produktivitas buah per pohon 50 kg per tahun. Kapasitas produksi yang rendah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan biaya produksi biodiesel cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan solar, sehingga harga biodiesel yang tinggi menjadi kendala tersendiri dalam pemasaran biodiesel. Dalam hal ini, peranan pemerintah sangat diperlukan dalam menyediakan peralatan mesin pengolahan biodiesel dengan kapasitas produksi yang lebih besar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengolahan minyak nyamplung di Koperasi Jarak Lestari dilakukan melalui 8 tahapan kegiatan yaitu pengupasan, pemisahan, pengukusan, pencucian, pengeringan, pengepresan biji, penyaringan dan pengepresan ampas basah. Waktu standar yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung adalah 179,06 menit dengan biaya produksi sebesar Rp 11 917. Sejauh ini minyak nyamplung belum dapat menggantikan bahan bakar minyak karena biaya produksi minyak nyamplung lebih tinggi dibandingkan harga jual bahan bakar minyak non subsidi.
Saran Perlu diteliti lebih lanjut terkait kapasitas dan penggunaan alat produksi minyak nyamplung yang lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA Balitbang Kehutanan. 2008. Nyamplung Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Seminar Nasional 23 September 2008. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan. Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2008.Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agro Media Hartati TM. 2012. Study Content Nutrient Waste Plant Seeds Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) After Made As Biofuel. Jurnal Perkebunan & Lahan Tropika (2)1: 23-26. Hidayah A. 2010. Penentuan waktu standar penyadapan kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2013 tentang
16 Perubahan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Jakarta (ID): Kementerian ESDM Kuswantoro DP, Rostiwati T, Effendi R. 2010. Pengembangan Hutan Rakyat Agroforestri Nyamplung Sebagai Sumber Bahan Baku Biofuel. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan Kraftiadi S. 2011. Analisis Energi pada Proses Pembuatan Minyak Nyamplung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Niebel B and Freivalds A. 1999. Methods, standards, and work design 10th edition. Singapore (SG): McGraw-Hill. Nugroho B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan.Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Pusat Humas Kehutanan. 2011. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial.Jakarta (ID): Pusat Hubungan Masyarakat, Kementrian Kehutanan. Reksowardojo IK. 2006. Pemanfaatan Biodiesel dan Bioetanol untuk Transportasi. Di dalam: Hambali E, Suryani A, Setyaningsih D, Soerawidjaja TH, Brojonegoro TP, Prawita T, Mujdalipah S, editor. Simposium Biodiesel Indonesia;2006 Sep 5-6; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): SBRC. Hlm115134. Simanjuntak PJ. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sinungan M. 2008. Produktivitas: apa dan bagaimana. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
17
LAMPIRAN
18 Lampiran 1 Tahapan proses produksi minyak nyamplung Keterangan Pengupasan biji nyamplung
Pemisahan biji dan cangkang
Pengukusan biji
Pencucian biji
Gambar
19 Pengeringan biji
Pengepresan biji
Penyaringan minyak
Pengeresan ampas basah
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palopo pada tanggal 22 September 1992 dari Ayah bernama Djarot Sugiharto dan Ibu Yuhdin Ni’mah, anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh adalah SD Negeri Buluh Kasab Dumai pada tahun 1998-1999, SD Negeri 3 Purwodadi pada tahun 1999-2003, SD Negeri 2 Brebes pada tahun 2003-2004, SMP Negeri 2 Brebes 2004-2007, SMA Negeri 1 Brebes pada tahun 2007-2008, dan SMA Negeri 1 Cibinong pada tahun 2008-2010. Pada tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dibeberapa organisasi diantaranya, Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB (PCSI IPB), dan Forest Management Student Club (FMSC). Penulis ikut serta dalam berbagai kepanitiaan di IPB. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Banyumas Barat Gunung Slamet-Pantai Nusakambangan, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sari Bumi Kusuma Camp Nanga Nuak, Kabupaten Melawi-Sintang, Kalimantan Tengah pada bulan Februari-April 2014.