Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Penentuan Peta Kurva Residu Campuran Terner Aseton-Butanol-Etanol Dengan Menggunakan Rektifikasi Batch Ni Ketut Sari, Kuswandi, Nonot Sowarno, Gede Wibawa, Renanto Handogo* *Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya 60111, Telp. 031-5946240, Fax. 031-599-9282, Email:
[email protected]. Abstrak Suatu simulasi pemisahan campuran terner Aseton-Butanol-Etanol pada tekanan atmosfer dengan menggunakan rektifikasi batch telah dilakukan untuk menentukan peta kurva residu. Peta kurva residu ini untuk campuran ABE belum banyak didapat dalam literature, padahal campuran ABE sangat penting sebagai hasil fermentasi dari tetes. Dengan mempunyai peta kurva residu, seseorang akan dapat mengetahui apakah campuran ABE membentuk campuran azeotrop atau zeotrop. Untuk menghitung komposisi kesetimbangan dalam fasa cair dan uap, digunakan persamaan Antoine, sedangkan koefisien aktifitas dihitung dengan menggunakan persamaan UNIQUAC, dimana data volume molekul, luas permukaan molekul dan parameter interaksi biner dicapai dari DECHEMA. Stage-by-stage digunakan untuk menghitung nilai komposisi cairan bawah pada saat tertentu, dimulai dari komposisi awal campuran terner ABE. Beberapa nilai awal dari campuran ABE dipilih untuk mendapatkan gambaran penuh peta kurva residu. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa campuran terner ABE adalah campuran zeotrop, tanpa mempunyai campuran biner azeotrop dari komponen-komponennya. Pembuktian dari hasil penelitian ini dilakukan juga dengan melihat hubungan topologi antara jumlah noda stabil dan tidak stabil dan jumlah sadel yang terbentuk. Kata kunci : rektifikasi batch, campuran terner, peta kurva residu, azeotrop, zeotrop Abstract A simulation on separating Acetone-Butanol-Ethanol (ABE) ternary mixture at atmospheric pressure using batch rectification has been studied to determine a residue curve map. Such a map for ABE was little exposed in the literature, while that ternary mixture was important as the primary product of fermentation of molasses. By having the residue curve map, one can find whether the ternary mixture forms zeotropic or azeotropic mixtures. One can also design the distillation column with product purity based on the residue curve map. To calculate the equilibrium compositions in liquid and vapour phases, Antoine equation was used assuming ideal gas behaviour was valid for atmospheric pressure. The activity coefficient was calculated using UNIQUAC, where the data of molecular volume , molecular surface area, and binary interaction parameters were obtained from DECHEMA. Stage-by-stage was used to get the calculated value of the bottom still composition at a given time starting from a given initial composition of ABE. Several initial values of the composition of ABE had been chosen to complete the residue curve maps. The results showed that the ABE ternary mixture was zeotropic mixture, without having any binary azeotropic mixtures of its components. The validation of the results was obtained using topological relationship among the number of stable and unstable nodes and the number of saddles. Keyword : batch rectification , ternary mixture, residue curve map, Azeotropic, zeotropic 1.
Pendahuluan
Mulai awal tahun 1960-an, dengan adanya komputer cara perhitungan untuk menyelesaikan model rigorous terus dikembangkan. Untuk campuran biner, Huckaba dan Danly (1960) telah mengembangkan program komputer dengan asumsi constant mass tray holdup, adiabatic tray operation dan hubungan linear enthalpy namun tidak termasuk energy balance pada setiap tray dan tidak menggunakan kesetimbangan antara tray. Kemudian Meadows (1963) mengembangkan metoda rigorous multi komponen distilasi batch pertama kali, didasarkan pada asumsi kesetimbangan stage, campuran fase uap dan fase liquida pada
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 masing-masing stage sempurna, molar liquid holdup (M) pada stage dan sistem kondensor konstan, kondisi stage adalah adiabatic dalam kolom. Sedangkan Distefano (1968) memperluas model dan mengembangkan prosedur penyelesaian yang didasarkan pada komputer dan telah digunakan untuk menyelesaikan beberapa kolom distilasi batch komersial. Sementara Boston dkk. (1981), memperluas lagi model, utamanya untuk menyelesaikan masalah yang stiff. Pemisahan rektifikasi batch dengan metoda stage-by-stage, dimana penyelesaian modelnya menggunakan Hysys. Dari analisa peta kurva residu untuk campuran ideal metanoletanol- 2-propanol digunakan refluks minimum membentuk campuran zeotropic, sedangkan untuk campuran terner nonideal aseton-metanol-etanol digunakan refluks konstan membentuk campuran azeotropic (Espinosa dan Salomone, 1999). 2.
Model Stage-by-Stage
Gambar 1 terdiri dari reboiler, kolom dengan sejumlah N tray teoritis atau setara dengan packing dan sebuah kondensor yang berhubungan dengan drum refluks. Campuran yang akan didistilasi dimasukkan kedalam reboiler, dimana panas disuplai. Uap yang meninggalkan bagian atas tray seluruhnya dikondensasikan dan ditampung dalam drum refluks. Pada awalnya tidak ada distilat yang dikeluarkan dari sistem, sampai kondisi total refluks stabil pada laju uap yang tetap. Kemudian pada t = 0 distilat mulai dikeluarkan pada laju mol yang tetap dan sebagai produk distilat. Secara berurutan, refluks rasio dengan tidak mengubah laju uap pada overhead. Karena panas yang masuk ke reboiler dijaga pada keadaan konstan dan laju distilat bervariasi. Qo V1
V1
Mo 1 2 3 Vn
Mn
D Overhead product
Lo Section I Overhead
Ln-1
Section II Typical plate
n Vn+1 Ln
Section III Reboiler system
N-2 N-1
VN+1
N
Steam LN
MN+1
Gambar 1. Operasi multikomponen rektifikasi batch (Distefano, 1968). Dari gambar 1 neraca massa total dan neraca massa komponen dan phase kesetimbangan adalah : Bagian overhead : dM 0 V −L −D= 1 0 dt d(M x ) 0 i,0 V y − L x − D x = 1 i,1 0 i,0 i, D dt
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
(1)
(2)
2
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 y
i,1
= K
x
i,1
(3)
i,1
dM o ⎤ ⎡ L + D + ⎥ ⎢ o ⎡ V1 K i,1 ⎤ i,o dt = -⎢ ⎥ x i,o + ⎢ ⎥ x i,1 dt Mo ⎥ ⎢ ⎢⎣ M o ⎥⎦ ⎥⎦ ⎢⎣
dx
(4)
; i = 1-C Bagian stage kolom : V
V
y
n+1 n + 1
n +1
− L
−L
− Vn − Ln = n- 1
dM n dt
− Vn y − L n x = n-1 n - 1 n n x
y
i, j
= K
x
i, j
(5)
d(M n x ) n dt
(6)
(7)
i, j
dM ⎤ ⎡ j ⎥ ⎢ ⎡K L +K V + V ⎡L ⎤ dx i, j j i, j + 1 j + 1 i, j j -1⎥ ⎢ j dt ⎥ ⎢ ⎢ x = ⎥ xi, j + ⎢ ⎢ M j ⎥ i, j-1 ⎢ M M dt ⎥ ⎢ j j ⎣ ⎦ ⎣⎢ ⎥⎦ ⎢⎣
⎤ ⎥x ⎥ i, j +1 ⎦⎥
(8)
i=1-C ; j=1–N Bagian reboiler : L N − V N +1 =
dM
N +1 dt
V y − L x −V y = n +1 n +1 N i,N N +1 i,N +1 y
i,N + 1
= K
i,N + 1
(9)
d(M x ) N +1 i,N +1 dt
(10)
x
(11)
i,N + 1
dM ⎡ ⎤ N +1 ⎥ ⎢ + K V L ⎤ ⎡ i, N + 1 N + 1 i,N +1 dt ⎥ x ; i =1- C (12) = ⎢ N ⎥ xi,N - ⎢ ⎢ ⎥ i,N +1 dt M ⎢⎣ M N +1 ⎥⎦ N +1 ⎢ ⎥ ⎢⎣ ⎥⎦ dimana i menunjukkan komponen ke-i pada campuran dan j menunjukkan plate N teoritis,dengan Lo = R D Untuk total kondensor drum refluks dan tray, persamaan neraca total adalah : dM 0 V = D(R + 1) + (13) 1 dt dx
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 dM j L j = V j +1 + L j -1 − V j − ; j =1- N (14) dt Energi balance disekitar tray ke-j : dhL ⎤ ⎡ 1 j⎥ ⎢V (hV − hL ) − L (hL − hL ) + M = ; j =1- N (15) V j + 1 (hV − − j j j j 1 j 1 j j ⎢ − hL ) dt ⎥ ⎦ J +1 j ⎣ dengan hV dan hL merupakan enthalpy molar uap dan liquida. Kesetimbangan fase : (16) yi,j = Ki,j xi,j ; i =1- C ; j = 1 – N+1 Penjumlahan fraksi mol : = ∑ K x = 1 ; j = 0 –N+1 (17) ∑y i, j i, j i, j i i Molar holdup dalam refluks kondensor drum, tray kolom, reboiler didasarkan pada volume holdup konstan, Gj.: M o = Go ρo (18) M j = Gj ρj , j = 1- N + 1 dengan G adalah konstan volume holdup, dimana MoN+1 adalah mol awal yang masuk ke reboiler, dan ρ adalah densitas liquid molar. t N (19) = M o N + 1 − ∑ M j − ∫ D dt M N +1 j =o o Energi balance disekitar kondensor dan reboiler adalah : dhL o (20) Qo = V (hV − hL ) − Mo 1 1 o dt dhL N +1 Q =V (hV − hL )-L (hL − hL )+M (21) N +1 N +1 N +1 N +1 N N N +1 N + 1 dt Pembuktian Hasil Simulasi Menurut Foucher dkk. (1991) pola aliran komposisi liquida, digambarkan sebagai berikut :
Noda tidak stabil
Sadel
Noda stabil
Sadel
Gambar 2. Pola Aliran Komposisi Liquida.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Untuk pembuktian hasil simulasi secara topologi dalam bentuk peta kurva residu menggunakan persamaan berikut : N 1 + S1 = 3 (22) (23) N2 + S2 = B ⊆ 3 (24) N3 + S3 = 1 atau 0 Menurut Doherty dan Perkins (1979) : 2N3 - 2S3 + 2 N2 – B + N1 = 2 (25) Dimana, N1 merupakan jumlah noda stabil atau noda tidak stabil, S1 merupakan jumlah sadel. S3 merupakan jumlah biner azeotropic, N3 merupakan jumlah terner azeotropic. B merupakan biner azeotropic. N2 dan S2 diperoleh dari persamaan (25) dan (23). apabila persamaan (22) sampai (25) terpenuhi, maka simulasi bisa diterima (memenuhi syarat).
3. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Data komposisi umpan ABE Run 1 2 3 4 5 6 7
Komposisi Umpan (fraksi mol) Aseton Butanol Etanol 0.8 0.1 0.1 0.7 0.2 0.1 0.7 0.1 0.2 0.6 0.3 0.1 0.6 0.1 0.3 0.5 0.1 0.4 0.4 0.1 0.5
Volume campuran terner ABE di still pot ditetapkan 2600 ml, pengambilan distilat dicatat setiap 100 ml. Data diambil dari DECHEMA 1977. Tabel 2. Parameter Antoine Parameter Antoine (mm Hg) Aseton (1) Butanol (2) Etanol (3) A 16.6513 17.216 18.9119 B 2940.46 3137.02 3803.098 C -35.93 -94.43 -41.68 Tabel 3. Parameter UNIQUAC Parameter UNIQUAC Aseton (1) Butanol (2) Etanol (3) r 2.5735 3.4542 2.1054 q 2.3359 3.0520 1.9720 Diasumsi harga z = 10, harga parameter interaksi biner UNIQUAC : u11 = 0 ; u12 = -198,659 ; u13 = 98,752 u21 = 453,669 ; u22 = 0 ; u23 = -38,707 u31 = 94.242 ; u32 = 75,355 ; u33 = 0 Profil Suhu di setiap Stage Pada Kondisi Total Refluks : Gambar 3 menunjukkan profil pergerakan suhu pada stage ke-1 sampai stage ke-6 menunjukkan penurunan suhu yang signifikan, hal ini karena penurunan komposisi aseton dan kenaikan komposisi butanol pada still pot menyebabkan kenaikan suhu di reboiler. Pada stage ke-3 sampai stage ke-15 suhu cenderung konstan, hal ini disebabkan suhu pada stage-stage ini mengikuti profil pergerakan komposisi pada saat kesetimbangan uap liquida terjadi.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 70
Komposisi Umpan (fraksi mol) Suhu ( C)
67
Run1 Run2 Run3 Run4 Run5 Run6 Run7
Aseton Butanol Etanol
64 61
0.8
0.7
0.7
0.6
0.6
0.5
0.4
0.1
0.2
0.1
0.3
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.3
0.4
0.5
Legend
58 55 1
3
5
7
9
11
13
Stage ke-
15
17
Gambar 3. Profil pergerakan suhu di setiap stage.
Komposisi (fraksi mol)
Profil Komposisi Liquida di setiap Stage Pada Kondisi Total Refluks: 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
Aseton Butanol Etanol 1
3
5
7
9
11
13
15
Komposisi Umpan (fraksi mol) Run 1 0.8 0.1 0.1
Legend
17
Stage ke-
Gambar 4. Profil komposisi ABE di setiap stage untuk Run 1. Dari gambar 4. menunjukkan bahwa pada komposisi umpan masuk yang sama, komposisi aseton di reboiler cenderung naik sedangkan butanol dan etanol cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan komponen dengan titik didih yang relatif rendah cenderung memiliki komposisi uap yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen dengan titik didih yang relatif tinggi. Makin besar komposisi etanol dan makin kecil komposisi aseton pada umpan masuk, maka profil pergerakan komposisi liquida cenderung konstan pada stage yang lebih besar. Kurva Residu Campuran ABE Pada Kondisi Operasi : Butanol
Komposisi Umpan (fraksi mol) Run1 Run2 Run3 Run4 Run5 Run6 Run7
Aseton Butanol Etanol Legend
0.8
0.7
0.7
0.6
0.6
0.5
0.4
0.1
0.2
0.1
0.3
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.3
0.4
0.5
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
Etanol
Aseton
Gambar 5. Profil pergerakan komposisi ABE di bottom fungsi % distilat
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Gambar 5 menunjukkan bahwa profil pergerakan komposisi di bottom rektifikasi membentuk campuran zeotropic. Semakin besar komposisi etanol dan komposisi butanol tetap pada umpan masuk, maka profil pergerakan komposisi etanol fungsi % distilat untuk rektifikasi batch lebih besar dibandingkan distilasi diferensial, hal ini disebabkan pada rektifikasi batch sebagian distilat yang mengandung komposisi etanol dikembalikan pada kolom, semakin besar % distilat maka profil pergerakan komposisi etanol semakin besar, disebabkan karena suhu makin tinggi sehingga makin banyak etanol yang menjadi produk distilat dan semakin banyak yang dikembalikan ke kolom.
Komposisi (fraksi mol)
Profil Komposisi Liquida Fungsi % Distilat Pada Kondisi Operasi: 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
Komposisi Umpan (fraksi mol) Run 1 Legend Aseton 0.8 Butanol 0.1 Etanol 0.1
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
% Distilat
Gambar 6. Profil pergerakan komposisi liquida ABE fungsi % distilat pada Run 1. Gambar 6 menunjukkan bahwa untuk rektifikasi batch profil pergerakan komposisi etanol lebih besar dibanding distilasi diferensial, hal ini disebabkan pada rektifikasi batch komposisi etanol yang terkandung dalam distilat dikembalikan ke kolom. Untuk Run 2 sampai Run 7 menunjukkan profil pergerakan komposisi ABE fungsi % distilat yang berbeda, semakin besar komposisi etanol pada umpan masuk maka profil pergerakan komposisi etanol lebih besar atau maksimum. Profil Suhu Fungsi % Distilat Pada Kondisi Operasi: Gambar 7 menunjukan profil pergerakan suhu fungsi % distilat untuk rektifikasi batch cenderung sama dengan distilasi diferensial kecuaLi Run 5 sampai Run 7, hal ini disebabkan komposisi etanol pada umpan masuk besar dan komposisi butanol tetap, maka komposisi campuran besar sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi.
Suhu di Bottom ( C)
110
Komposisi Umpan (fraksi mol)
100
Run1 Run2 Run3 Run4 Run5 Run6 Run7
Aseton Butanol Etanol
90 80
0.8
0.7
0.7
0.6
0.6
0.5
0.4
0.1
0.2
0.1
0.3
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.3
0.4
0.5
Legend
70 60 50 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
% Distilat
Gambar 7. Profil suhu fungsi % distilat
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Pembuktian Hasil Simulasi : Salah satu gambar yang mewakili untuk validasi yaitu gambar 5, secara hubungan topologi kemudian diperoleh : Dari pola aliran komposisi pada gambar 5, N1 = 2 membentuk noda stabil untuk butanol dan noda tidak stabil untuk aseton, S1 = 1 membentuk sadel untuk etanol. Dilihat dari gambar 5, N3 = 0 karena tidak ada terner azeotropic, S3 = 0 karena tidak ada biner azeotropic sehingga B = 0. Dari persamaan (25) diperoleh N2 = 0, kemudian dari persamaan (23) diperoleh S2 = 2. Setelah itu dimasukkan dalam persamaan (22) sampai (25). N1 + S1 = 3 N2 + S2 = 2 N3 + S3 = 0 2N3 – 2S3 + 2N2 – B + N1 = 2 Dari persamaan (22) sampai (25) semua terpenuhi sehingga gambar 5 memenuhi syarat, sehingga simulasi rektifikasi batch dengan model stage-by-stage memenuhi syarat. 4.
Kesimpulan
• Profil pergerakan komposisi ABE dilihat dari peta kurva residu menunjukkan bahwa campuran sistem terner ABE jika dipisahkan menggunakan distilasi batch jenis rektifikasi batch membentuk campuran zeotropic tanpa mempunyai campuran biner azeotrop dari komponen-komponennya. • Karena campuran sistem terner ABE membentuk campuran zeotropic, maka dibutuhkan paling sedikit dua kolom distilasi untuk memperoleh komponen murni dari campuran sistem terner ABE. • Pembuktian secara hubungan topologi memenuhi syarat, sehingga simulasi distilasi batch dengan model stage-by-stage bisa digunakan untuk campuran ABE. • Makin besar komposisi etanol pada umpan masuk, maka profil pergerakan komposisi etanol pada peta kurva residu makin besar. • Hold up dan refluks dapat memperbesar profil pergerakan komposisi etanol pada peta kurva residu. • Penurunan komposisi aseton dan kenaikan komposisi butanol pada umpan masuk menyebabkan profil pergerakan suhu makin besar. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Tim Pascasarjana-HPTP (Hibah Pasca) Angkatan II Daftar Pustaka 1. Boston, J. F. dkk. (1981), “Foundations of Computer-Aided Chemical Process Design”, AIChE J., Vol II, hal. 203-237. 2. Distefano, G. P. (1968), AIChE J., 14, hal. 190-199. 3. Foucher, E. R., Doherty dan M.F. Malone (1991), Ind. Eng. Chem. Res., 30, hal. 2364. 4. Gmehling, J., dan U. Onken (1977), “Vapor-Liquid Equilibrium Data Collection”, DECHEMA Chemistry Data Series, I, DECHEMA, Frankfurt. 5. Henley, E.J. dan J.D. Seader, (1998), “Separation Process Principle”s, pp. 586-712, John Wiley & Sons, Inc., New York. 6. Huckaba, C. E. dan Danly, D. E. (1960), “Calculation Procedure for Binary Batch Rectification”, AIChE J. 6, hal. 335. 7. Jose Espinosa dan Enrique Salomone (1999), “Minimum Reflux for Batch Distillation of Ideal and Nonideal Mixtures at Constant Reflux”, Ind. Eng. Chem. Res., 38, hal. 2732-2746. 8. Meadows, E. L. (1963), “Chem. Eng. Progr. Symp. Ser”. 59, no. 46, hal. 48-55. 9. Smith, J.M. dan H.C. Van Ness, (1996), “Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics”, ed.6, hal. 366-469, Mc. Graw-Hill, Singapore. 10. Soemantri Widagdo, Warren D. Seider, (1996), “Journal Review Azeotropic Distillation”, AIChE J., 42, No.1, 96-130.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8