PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW
PENENTUAN MODEL PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DENGAN METODE ARIMA Leopoldus Ricky Sasongko1, Lydia Ninuk Rahayu2, dan Alberth Roy Kota3 1,2,3 Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 1
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Indeks harga saham memberikan kontribusi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham. Salah satunya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indikator untuk menggambarkan situasi pasar saham di Indonesia. Teknik peramalan merupakan suatu alat yang sering digunakan dalam analisis prediksi IHSG yang paling murah dan mudah dalam hal data yang digunakan. Makalah ini bertujuan menentukan model peramalan pergerakan IHSG pada periode tahun 2009-2010 menggunakan metode ARIMA dan apakah model ARIMA untuk IHSG penelitian terdahulu tetap eksis dalam memprediksi pergerakan IHSG pada periode tahun 2009-2010. Hasil penelitian menunjukkan model ARIMA penelitian sebelumnya masih tetap eksis untuk meramalkan pergerakan IHSG pada periode tahun 2009-2010. Namun setelah dilakukan kajian lebih lanjut diperoleh model ARIMA lainnya yang relatif lebih baik untuk meramalkan data IHSG pada periode tahun 20092010. Kata kunci : investasi saham, IHSG, teknik peramalan, ARIMA.
PENDAHULUAN Faktor penting dalam mengenal dunia investasi saham adalah suatu indikator yang dinamakan Indeks Harga Saham. Indeks Harga Saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham [1]. Pergerakan indeks harga saham berfungsi sebagai indikator tren pasar (kecenderungan naik, stabil, atau turun keadaan pasar), artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar saham pada suatu saat apakah sedang aktif atau lesu [1]. Ringkasnya, indeks harga saham adalah suatu nilai atau indikator yang menggambarkan keseluruhan kondisi atau keadaan atau situasi pasar atau suatu harga saham. Indeks harga saham memberikan kontribusi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham. Banyak studi yang telah dilakukan investor saham dalam studi tentang perilaku atau kondisi atau situasi suatu pasar saham yang digambarkan melalui grafik untuk memprediksi kecenderungan harga di masa mendatang. Hal tersebut dilakukan karena situasi pasar saham mempunyai hubungan kausalitas terhadap pengembalian harga saham individual (harga saham suatu perusahaan) [1]. Saat pasar saham sedang aktif, kebanyakan harga saham individual akan naik. Begitu pula sebaliknya, saat pasar saham lesu, kebanyakan harga saham individual akan turun. Sehingga hal tersebut menyebabkan indeks harga saham mempunyai kontribusi penting dalam membantu para invesror saham dalam mengambil keputusan investasi saham. Di Indonesia, pasar saham berada dalam suatu lembaga bernamakan Bursa Efek Indonesia yang disingkat BEI. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan situasi pasar saham di Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ada banyak analisis yang dilakukan para investor saham dalam memprediksi IHSG dan teknik peramalan merupakan suatu alat yang sering digunakan dalam analisis prediksi IHSG yang
786
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW paling murah dan mudah dalam hal data yang digunakan. Teknik peramalan hanya membutuhkan data lampau yang berada dalam urutan waktu atau sering disebut data time series itulah sebabnya teknik peramalan merupakan alat yang murah dan mudah. Data lalu diolah menggunakan berbagai macam teknik guna meramalkan keadaan pasar saham yang tercermin dalam IHSG. Ada banyak macam teknik peramalan yang banyak dilakukan investor saat ini, seperti metode GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity), VAR (Vector Autoregressive), CAPM (Capital Asset Pricing Model), dan ARIMA (Autoreggressive Integrated Moving Average). Metode ARIMA memiliki karakteristik yang paling sesuai dengan karakteristik data pasar saham yang bersifat time series dan salah satunya adalah data IHSG [2]. Ahmad Sadeq dalam tesisnya berjudul ’Analisis Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan Dengan Metode Arima’ memberikan hasil IHSG mempunyai model ARIMA(1,1,1). Data yang digunakan Ahmad Sadeq merupakan data penutupan IHSG terhitung 2 januari 2006 sampai 28 desember 2006. Sesuai dengan perkembangan zaman, IHSG juga akan mengalami perubahan. Apakah data penutupan IHSG tahun 2006 yang telah diolah Ahmad Sadeq hingga diperoleh model ARIMA(1,1,1) masih tetap berlaku atau tidak. Oleh karena itu, perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model tersebut tetap eksis untuk data tahun berikutnya. Penelitian ini akan mencoba membuktikan keakuratan metode ARIMA dalam memprediksi pergerakan IHSG pada periode tahun yang berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya dengan mengambil data penutupan IHSG selama 1 tahun mulai tanggal 1 september 2009 sampai 31 agustus 2010 (246 data pengamatan). Bagaimanakah model ARIMA untuk memprediksi IHSG periode harian mulai 1 september 2009 sampai dengan 31 agustus 2010? Apakah model ARIMA untuk IHSG penelitian terdahulu tetap eksis dalam memprediksikan IHSG pada tahun sekarang? Tujuan dari penelitian ini berdasarkan perumusan masalah adalah memperoleh model ARIMA untuk memprediksi IHSG periode harian mulai 1 september 2009 sampai dengan 31 agustus 2010 dan mengetahui model ARIMA penelitian sebelumnya apakah tetap sama pada tahun sekarang ini. ARIMA (AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE) [2] ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis [3]. ARIMA ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Menurut Arsyad metode Box-Jenkins untuk data runtut waktu (time series) yang stasioner adalah ARIMA. ARIMA ini merupakan uji linear yang istimewa. Dalam membuat peramalan model ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu kesalahan atau error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average.
787
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW 1. Model Autoregressive Jika series stasioner adalah fungsi linier dari nilai-nilai lampaunya yang berurutan atau nilai sekarang series merupakan rata-rata tertimbang nilai-nilai lampaunya bersama dengan kesalahan sekarang, maka persamaan itu dinamakan model autoregressive. Bentuk umum model ini adalah [4] : Yt ...... pYt p et untuk proses autoregressive orde ke-p, Model 1Yt 1 2Yt 2 autoregressive sering disingkat AR(p) dengan p menunjukkan orde atau tingkat ke-p artinya banyak data series lampau yang digunakan sebanyak p. 2. Model Moving Average Jika series stasioner adalah fungsi linier dari nilai-nilai kesalahan data lampaunya yang berurutan merupakan rata-rata tertimbang nilai-nilai kesalahan lampaunya bersama dengan kesalahan sekarang, maka persamaan itu dinamakan model moving average. Bentuk umum model ini adalah [4] : Yt et ...... q et q untuk moving average orde ke-q. 1et 1 2 et 2 Model moving average sering disingkat MA(q) dengan q menunjukkan orde atau tingkat keq artinya banyaknya kesalahan data lampau yang digunakan sebanyak q. 3. Model ARMA (Autoregressive-Moving Average) Merupakan penggabungan model autoregressive dan moving average. Sehingga model ARMA merupakan penjumlahan kedua model AR(p) dan MA(q). Bentuk umum model ini adalah [4] :
Yt
Y
1 t 1
Y
2 t 2
......
Y
p t p
et
e
1 t 1
e
2 t 2
......
e
q t q
untuk autoregressive orde ke-p dan moving average orde ke-q. Model autoregressive-moving average sering disingkat ARMA(p,q) dengan p menyatakan banyak data series lampau yang digunakan sebanyak p dan q menunjukkan banyaknya kesalahan data lampau yang digunakan sebanyak q. Model Integrated. Model time series yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa data time series tersebut stasioner, artinya rata-rata variansi 2 suatu data time series konstan. Tapi seperti kita ketahui bahwa banyak data time series belum tentu stasioner, melainkan integrated. Jika data time series integrated dengan orde 1 disebut d(1) artinya differencing pertama. Jika series itu melalui proses differencing sebanyak d kali dapat djadikan stasioner, maka series itu dikatakan nonstasioner homogen tingkat d. 4. Model ARI (Autoregressive Integrated) ARI adalah model AR(p) dengan nilai series stasioner setelah dilakukan differencing tingkat d ( d Yt ). Bentuk umum model ini hampir sama dengan AR(p) yaitu [4] : Wt ...... pWt p et dengan Wt diperoleh dari differencing orde d dari 1Wt 1 2Wt 2
Yt yaitu Wt
d
Yt . Model ARI dinotasikan ARI(p,d).
5. Model IMA (Integrated Moving Average) IMA adalah model MA(q) dengan nilai series stasioner setelah dilakukan differencing tingkat d ( d Yt )Pada model gabungan ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya serta nilai sekarang dan kesalahan lampaunya. Bentuk umum model ini hampir sama dengan MA(q) yaitu [4] : Wt et 1et 1 2 et 2 ...... q et q dengan Wt diperoleh dari differencing orde d dari
Yt yaitu Wt
d
Yt . Model IMA dinotasikan IMA(d,q).
6. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) ARIMA adalah model ARMA(p,q) dengan nilai series stasioner setelah dilakukan differencing tingkat d ( d Yt ). Bentuk umum model ini hampir sama dengan ARMA(p,q) yaitu [4] :
788
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW
Wt
Wt
1
1
Wt
2
2
......
Wt
p
p
et
e
1 t 1
diperoleh dari differencing orde d dari Yt yaitu Wt ARIMA(p,d,q). Keterangan : Yt = nilai series yang stasioner,
Yt 1 ,Yt 2 ,Yt 1
, 2,
et
,
2
,
p
...... d
e
q t q
dengan
Wt
Yt . Model ARIMA dinotasikan
= nilai series lampau yang bersangkutan bersesuaian dengan lag, = parameter atau koefisien model autoregressive,
p
et 1 , et 2 , et 1
p
e
2 t 2
q
= variabel bebas yang merupakan lag dari residual, = parameter atau koefisien model moving average, = residual atau kesalahan.
METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penutupan IHSG harian dari tanggal 1 september 2009 sampai dengan 31 Agustus 2010. Data ini dapat diperoleh dan diunduh di finance.yahoo.com. Teknik Analisa Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA. Sebelum dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ARIMA, terlebih dahulu dilakukan serangkaian uji-uji seperti kestasioneran data, proses spesifikasi model, dan teknik differencing. langkah I : Uji Kestasioneran Data Sebagaimana telah dikemukakan bahwa data yang dianalisis dalam ARIMA adalah data yang bersifat stasioner. Hal ini dapat dilihat dari grafik data jika data tersebut stasioner nilai rata-rata dan variansinya relatif konstan dari periode ke periode [5]. Apabila koefisien autocorrelation berbeda secara signifikan dari 0 (nol) dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, sedangkan semua koefisien partial autocorrelation mendekati nol setelah lag pertama. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa data bersifat tidak stasioner. Suatu series dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autocorrelation untuk semua lag secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol untuk beberapa lag yang didepan [3]. langkah 2 : Teknik Differencing Proses ini dilakukan apabila data tidak stasioner yaitu dengan data asli ( Yt ) diganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut untuk orde d atau dirumuskan sebagai berikut untuk contoh differencing orde 1: d(1) = Yt – Yt 1 [5] dan orde 2 : d(2) = Yt – Yt 1 = Yt – 2Yt 1 + Yt 2 . langkah 3 : Spesifikasi Model ARIMA untuk Penentuan nilai p, d, dan q Proses Autoreggressive Integrated Moving Average yang dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q) dimana : p menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR), d adalah tingkat proses differencing, dan q menunjukkan orde/derajat moving average (MA). jika dimungkinkan suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya mengandung proses autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses Integrated autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0).sementara yang hanya mengandung proses moving average, seriesnya dikatakan mengikuti proses Integrated moving average dan dituliskan ARIMA(0,d,q). Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya menetapkan berapa p, d, dan q. jika
789
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation dari series yang dipelajari, dengan acuan seperti yang tertera pada Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Pola Autocorrelation (ACF) dan Partial Autocorrelation (PACF)
ACF Menuju nol setelah lag q
PACF Menurun secara bertahap/bergelombang
Model ARIMA MA(q) atau IMA(d,q)
Menurun secara Menuju nol setelah lag p AR(p) atau ARI(p,d) bertahap/bergelombang Menurun secara Menurun secara bertahap/bergelombang bertahap/bergelombang ARMA(p,q) atau sampai lag q masih berbeda sampai lag p masih berbeda ARIMA(p,d,q) dari 0 dari 0 Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi sampling. Kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan dimengerti setelah tahap diagnostic checking atau analisa residu. langkah 4 : Estimasi Parameter Model ARIMA Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menduga parameternya. Langkah ini dibantu dengan software R 2. 12. 0. langkah 5 : Analisis Residu Harapan dari parameter yang telah diestimasi untuk model peramalan adalah bahwa residu atau kesalahan atau error memenuhi distribusi normal dengan rata-rata dan variansi dari data residu. Pengujian residu berdistribusi normal mengunakan uji Kolmogorov-Smirnov. langkah 6 : Peramalan (Forecasting) Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk peramalan. Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk peramalan. Perhatikan untuk series homogen nonstasioner, karena yang diperlukan adalah ramalan series asli atau kenyataannya, maka bentuknya harus dikembalikan pada bentuk variabel asli. Secara garis besar penelitian dilakukan dengan dibantu program atau software statistik yaitu R 2. 12. 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Grafik dari Data IHSG Berikut ini adalah grafik data IHSG yaitu data penutupan IHSG harian mulai tanggal 1 september 2009-31 agustus 2010.
Gambar 1. Grafik IHSG
Perhatikan Gambar 1, data IHSG terlihat tidak stasioner. Pergerakan IHSG tidak terlihat pada persekitaran rata-rata yaitu 2691.216.
790
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW
Analisa Data Uji Kestasioneran Data Hasil studi grafik data IHSG pada Gambar 1, diperkuat dengan pengujian terhadap autocorrelation (ACF) dan partial autocorrelation (PACF).
Gambar 2. ACF dan PACF data IHSG
Terlihat bahwa ACF (Gambar 2 kiri) berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk seperti tangga. Sedangkan semua koefisien partial autocorrelation mendekati nol setelah lag 0. Hal tersebut menunjukkan bahwa data IHSG tidak stasioner. Oleh karena itu perlu dilakukan teknik differencing. Differencing dilakukan untuk pertama kali dengan differencing orde d = 1.
Gambar 3. Data IHSG Differencing Orde 1
Dari Gambar 3, memberikan gambaran bahwa data hasil differencing berada pada persekitaran nilai yang relatif konstan yaitu pada nilai rata-rata 3.08151 dan variansi serta standar deviasi relatif konstan. Selanjutnya dengan pengujian ACF dan PACF pada Gambar 4, memberikan gambaran nilai pada setiap lag ACF maupun PACF berada pada interval confidence limit atau dekat dengan 0 sehingga data setelah differencing bersifat stasioner.
Gambar 4. ACF dan PACF data IHSG Differencing Orde 1
Spesifikasi Model ARIMA Tanpa memperhatikan lag 0 pada Gambar 4, ternyata hasil dari differencing orde d = 1 memberikan hasil yang hampir sama dengan hasil penelitian Ahmad Sadeq, namun pada hasil penelitian Ahmad Sadeq hanya lag 11 yang berbeda signifikan dengan 0 maka Ahmad Sadeq mengambil keputusan ARIMA(1,1,1) dengan mengambil lag 11 untuk model.
791
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW Namun kali ini, lag 3 berbeda signifikan terhadap 0 sehingga dengan mengasumsikan lag 11 menuju 0 atau tidak berpengaruh terhadap model ARIMA dengan p = 1, d = 1, dan q = 1. Model alternatif pertama adalah ARIMA(1,1,1) dengan lag 1 (data Yt 1 ) yang digunakan dalam model ARIMA(1,1,1). Hal tersebut sedikit bertentangan dengan Tabel 1. bahwa model ARIMA(p,d,q) memberikan ACF dan PACF adalah menurun secara bertahap/bergelombang sampai lag q dan p masih berbeda dari 0. Sehingga perlu kajian lebih lanjut untuk data differencing orde d = 2.
Gambar 5. Data IHSG Differencing Orde 2
Gambar 6. ACF dan PACF data IHSG Differencing Orde 2
Tanpa memperhatikan lag 0 pada Gambar 6, maka diperoleh pada ACF (Gambar 6 kiri) menuju 0 setelah lag 1 dan pada PACF (Gambar 6 kanan) turun secara bertahap atau bergelombang sampai lag 5 masih berbeda signifikan dari 0. Sehingga untuk data differencing orde d = 2 diperoleh model ARIMA(0,2,1) atau IMA(2,1) untuk alternatif kedua. Dari hasil pembahasan Spesifikasi Model ARIMA, diperoleh 2 alternatif model yang akan digunakan yaitu ARIMA(1,1,1) dan IMA(2,1). Pengambilan keputusan diperhatikan dari hasil pembahasan bagian Analisa Residu. Estimasi Parameter Model ARIMA Dua alternatif yang diperoleh sebelumnya yaitu ARIMA(1,1,1) dan IMA(2,1) akan diestimasi parameter untuk kedua alternatif model menggunakan software R 2. 12. 0. md1<-arima(IHSG,c(1,1,1)) md2<-arima(IHSG,c(0,2,1)) md1 md2 > md1 Call: arima(x = IHSG, order = c(1, 1, 1)) Coefficients: ar1 ma1 0.7673 0.7100 s.e. 0.1728 0.1856 sigma^2 estimated as 1149: log likelihood = -1210.84, aic = 2427.67 > md2
792
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW Call: arima(x = IHSG, order = c(0, 2, 1)) Coefficients: ma1 -1.0000 s.e. 0.0109 sigma^2 estimated as 1153: log likelihood = -1209.1, aic = 2422.21
Jadi untuk masing-masing model alternatif diperoleh persamaan ARIMA(1,1,1) dan IMA(2,1) yaitu : Wt 1 et 1et 1 , md1 : Wt
Wt md2
: Wt
0,7673 Wt et
1
et
0,7100 et
1
dengan Wt
Yt
Yt
Yt 1 .
e
1 t 1,
2 dengan Wt Yt Yt 2Yt 1 Yt 2 . Dari hasil estimasi parameter kedua model diketahui nilai aic md1>md2, sehingga model md2 saat ini lebih cocok untuk memodelkan peramalan IHSG dan sedikit lebih mudah memodelkannya. Hal tersebut akan lebih didukung saat pembahasan di Analisa Residu.
Wt
et
1,0000 et
1
et
et
1
Analisa Residu model md1 r1<-residuals(md1) par(mfrow=c(2,2)) plot(r1,type='o') acf(r1) hist(r1) qqnorm(r1);qqline(r1) ks.test(r1,mean(r1),sqrt(var(r1)))
Two-sample Kolmogorov-Smirnov test data: r1 and mean(r1) D = 0.5407, p-value = 0.923 alternative hypothesis: two-sided
model md2 r2<-residuals(md2) par(mfrow=c(2,2));plot(r2,type='o') acf(r2) hist(r2) qqnorm(r2);qqline(r2)
793
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW
ks.test(r2,mean(r2),sqrt(var(r2))) Two-sample Kolmogorov-Smirnov test data: r2 and mean(r2) D = 0.5325, p-value = 0.9393 alternative hypothesis: two-sided
Ljung-Box test tsdiag(md1)
tsdiag(md2)
Untuk hasil kedua tes yaitu tes Kolmogorov-Smirnov dan Ljung-Box Test diperoleh bahwa 1. Untuk model md2 atau IMA(2,1) memiliki grafik linear qqnorm relatif lebih lurus daripada md1 atau ARIMA(1,1,1). 2. Test Kolmogorov-Smirnov memberikan p-value md2 atau IMA(2,1) lebih besar daripada p-value md1 atau ARIMA(1,1,1). 3. Sedangkan Ljung-Box Test memberikan bahwa p-value model md1 atau ARIMA(1,1,1) relatif lebih baik dari model md2 atau IMA(2,1). Dari apa yang diperoleh dari Analisa Residu, model IMA(2,1) relatif lebih baik dari model ARIMA(1,1,1) untuk meramalkan IHSG. Peramalan Dari hasil Analisa Residu, model IMA(2,1) menjadi model yang akan digunakan dalam peramalan IHSG nantinya. Dengan 38 data tambahan sampai 29 oktober 2010, akan diteliti apakah IHSG ada pada estimasi interval dari model IMA(2,1). Program untuk peramalan ditampilkan sebagai berikut :
794
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW prediksi38<-predict(md2,n.ahead=38) prediksi38 lines(247:284,prediksi38[[1]]-1.96*prediksi38[[2]],lty=2) lines(247:284,prediksi38[[1]]+1.96*prediksi38[[2]],lty=2) $pred Time Series: Start = 247 End = 284 Frequency = 1 [1] 3084.962 3088.043 3091.125 3094.206 3097.288 3100.369 3103.451 3106.532 3109.614 3112.695 3115.777 3118.858 3121.940 3125.022 3128.103 3131.185 3134.266 3137.348 [19] 3140.429 3143.511 3146.592 3149.674 3152.755 3155.837 3158.918 3162.000 3165.082 3168.163 3171.245 3174.326 3177.408 3180.489 3183.571 3186.652 3189.734 3192.815 [37] 3195.897 3198.978 $se Time Series: Start = 247 End = 284 Frequency = 1 [1] 34.02746 48.21980 59.17638 68.46862 76.70381 84.19270 91.11948 97.60390 103.72896 109.55495 115.12728 120.48115 125.64449 130.63990 135.48594 140.19811 [17] 144.78949 149.27121 153.65288 157.94281 162.14830 166.27574 170.33082 174.31858 178.24355 182.10977 185.92092 189.68032 193.39098 197.05565 200.67687 204.25693 [33] 207.79797 211.30194 214.77067 218.20582 221.60897 224.98157
Gambar 7 merupakan gambar data IHSG ditambahkan data hasil peramalan IHSG menggunakan IMA(2,1).
Gambar 7. Estimasi Titik dan Interval Peramalan Menggunakan IMA(2,1)
Untuk tambahan 38 data IHSG ke depan menggunakan IMA(2,1) diperoleh gambar seperti berikut
Gambar 8. Estimasi Interval Peramalan Menggunakan IMA(2,1) beserta Data Tambahan IHSG
Sebagai perbandingan dengan model IMA(2,1) yaitu peramalan menggunakan model ARIMA(1,1,1) dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
795
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS UKSW
Gambar 9. Estimasi Titik dan Interval Peramalan Menggunakan ARIMA(1,1,1)
Gambar 10. Estimasi Interval Peramalan Menggunakan ARIMA(1,1,1) beserta Data Tambahan IHSG
Dapat diambil kesimpulan bahwa peramalan dengan IMA(2,1) relatif lebih baik daripada dengan ARIMA(1,1,1) untuk meramalkan data IHSG dengan diketahui data tanggal 1 september 2009 sampai 31 agustus 2010. Terlihat pada gambar 8 dan gambar 10, bahwa 38 data IHSG hari selanjutnya untuk estimasi interval menggunakan IMA(2,1) lebih banyak berada di dalam interval daripada pada estimasi interval ARIMA(1,1,1) KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa model ARIMA(1,1,1) untuk meramalkan data IHSG masih tetap eksis untuk data IHSG tahun selanjutnya yaitu sejak tanggal 1 september 2009 sampai 31 agustus 2010. Namun setelah dilakukan kajian lebih lanjut model IMA(2,1) relatif baik untuk meramalkan data IHSG dari tahun selanjutnya yaitu sejak tanggal 1 september 2009 sampai 31 agustus 2010. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5]
Muis, Saludin. 2008. Meramal Pergerakan Harga Saham. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sadeq, Ahmad. 2008. Analisis Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan Dengan Metode Arima. Tesis. Program Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Diponegoro. Arsyad, Lincolin, 1995, Peramalan Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta. Cryer, D. Jonathan. 2008. Time Series Analysis With Applications in R Second Edition. USA : Springer. Aritonang, Lerbin R., 2002, Peramalan Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta.
796