PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)
Oleh Arifani Wulandari A34403040
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ARIFANI WULANDARI. Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007. Terdapat tiga percobaan dalam penelitian ini. Percobaan pertama bertujuan untuk memperoleh beberapa macam kriteria kecambah normal yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan menggunakan 6 aksesi benih, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Kriteria kecambah normal diperoleh berdasarkan kriteria kualitatifnya. Penilaian dilakukan terhadap panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria, yaitu kriteria A, B, C, dan D. Percobaan kedua bertujuan untuk memilih salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu lot benih dengan 4 ulangan. Percobaan ini menggunakan 5 lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo. Pemilihan dilakukan berdasarkan uji F dan uji lanjut Duncan dengan melihat nyata atau tidaknya serta jumlah nilai tengah yang menunjukkan beda nyata antar perlakuan. Berdasarkan hasil percobaan kedua diperoleh hasil bahwa DB yang ditentukan oleh kriteria kecambah normal A, B, C, dan D menunjukkan beda yang nyata antar beberapa lot benih yang digunakan. Selanjutnya dari tabulasi tingkat kepekaan DB antar lot benih yang diperoleh dari jumlah notasi yang menunjukkan beda nyata, kriteria
kecambah normal B, C, dan D memiliki tingkat kepekaan yang lebih besar dibandingkan kriteria A. Percobaan ketiga bertujuan untuk menentukan salah satu kriteria B, C, dan D yang dapat digunakan untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit. Penentuan ini dilakukan dengan melihat koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit. Hasil percobaan ketiga menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal D memiliki hubungan linier nyata dan positif dengan tolok ukur vigor bibit terbanyak dibandingkan kriteria B dan C, yaitu jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tanaman.
PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Arifani Wulandari A34403040
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)
Nama
: Arifani Wulandari
NRP
: A34403040
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Endang Murniati, MS NIP. 130 813 796
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Slamet Riyadi dan Ibu Ain Nur Rochmiati. Penulis lulus SDN Sukodadi 1, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Probolinggo, kemudian penulis lulus dari SMUN 1 Probolinggo pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2003/2004 – 2004/2005 penulis aktif di organisasi UKM Pramuka Institut Pertanian Bogor. Tahun 2004/2005 penulis aktif di organisasi Himpunan Profesi Agronomi (HIMAGRON). Kemudian tahun 2005 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian. Pada tahun 2005 penulis mendapatkan pengalaman magang dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur selama satu bulan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkorelasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan, motivasi, inspirasi, dan bantuan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini diucapkan kepada: 1. Dr Ir Endang Murniati, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini. 2. Ir. Abdul Qadir, MSt dan Dr Dra Tatiek Kartika S, MS yang bersedia untuk menguji dan memberikan masukan pada skripsi ini. 3. Bapak dan Ibu tercinta, Irma, Tomi, serta saudara-saudaraku di Probolinggo yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil, terima kasih untuk semuanya. 4. Ajax, Dia Yoga, dan semua sahabat-sahabat di Probolinggo yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan semuanya dengan baik. 5. Hidayati, Rischa, Ninik, Vindha, Cita, Purwanti, Fauzi, dan Firin, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. 6. Dona, Silvia, Dara, Ayu, Resti, dan semua teman-teman di wisma Edelweiss atas kebersamaan dan kekeluargaannya. 7. Ginting, Adit, Andari, Roni, Sita, Habib, Toni, Saipulloh, dan teman-teman PMTTB 40 atas bantuan dan dukungan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Februari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan........................................................................................................ 3 Hipotesis .................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar ( Jatropha curcas Linn.) Secara Umum ............................... 4 Pengujian Mutu Fisiologis Benih ............................................................ 6 Kriteria Bibit Tanaman Tahunan.............................................................. 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu................................................................................... 11 Bahan dan Alat ........................................................................................ 11 Metode Penelitian .................................................................................... 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ........................................................................................ 16 Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal... 17 Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih ........ 18 Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit............ 20 Evaluasi Lot Benih yang Digunakan ........................................................ 28 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 35 Saran ....................................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36 LAMPIRAN..................................................................................................... 40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Teks 1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal ........................................ 18 2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal.................................... 19 3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih ............................... 20 4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal antar Lot Benih ............................................................ 20 5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit.............................. 21 6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit......................................................................................... 23 7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit......................................................................................... 25 8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit......................................................................................... 26 9. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan ................................................... 29 10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 30 11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 31 12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih.......... 32 13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................................... 32 14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih .................................................................................... 33
Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal A................................41 2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal B ................................41 3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal C ................................41 4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal D................................41 5. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 6 MST (JD1) .............................................................................................. 41 6. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 8 MST (JD2) .............................................................................................. 41 7. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 10 MST (JD3) .............................................................................................42 8. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 6 MST (JT1)............................................................................................... 42 9. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 8 MST (JT2)............................................................................................... 42 10. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 10 MST (JT3)..............................................................................................42 11. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 12 MST (JT4)..............................................................................................42 12. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 8 MST (TT2) ......................................................................................42 13. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Diameter Batang pada 8 MST (D2) ........................................................................................43 14. Analisis Ragam Model Regresi Y=28.10+7.67 JD2...................................43 15. Analisis Ragam Model Regresi Y=16.10+2.23 TT2 ..................................43 16. Analisis Ragam Model Regresi Y=35.31 + 7.33 JD2.................................43 17. Analisis Ragam Model Regresi Y=1.93 + 3.32 TT1 ..................................43 18. Analisis Ragam Model Regresi Y= 18.81 + 2.29 TT2 ...............................43
19. Analisis Ragam Model Regresi Y=38.03 + 7.06 JD2.................................43 20. Analisis Ragam Model Regresi Y =65.71 + 20.25 JT2 ..............................44 21. Analisis Ragam Model Regresi Y =76.86 + 9.57 JT3 ................................44 22. Analisis Ragam Model Regresi Y= 6.74 + 3.16 TT1 .................................44 23. Analisis Ragam Model Regresi Y = 22.55 + 2.19 TT2 ..............................44 24. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B .........................45 25. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C .........................47 26. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D.........................49
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D................................................ 17
Lampiran 1. Perkecambahan Benih pada Umur 14 HST ............................................... 51 2. Perkecambahan Benih pada Umur 21 HST (Terserang Hama Ulat) ........ 51 3. Daun yang Terserang Hama Kutu ............................................................. 52 4. Tanaman Terserang Virus Witche’s Broom............................................... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya lahan, agroklimat, dan sumberdaya manusia yang memadai serta iklim yang mendukung dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pengembangan usaha agribisnis. Krisis energi yang terjadi di negara ini terutama pada bahan bakar minyak (BBM), menyebabkan perlunya pengembangan sumber-sumber bahan bakar alternatif. Sumber tanaman penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup banyak, yaitu jagung, kedelai, kelapa sawit, jarak pagar, dan lain sebagainya. Tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linn), karena tanaman ini tidak bersaing dengan kebutuhan pangan dan produkproduk penting lainnya (Hambali, 2006). Jarak pagar selain sebagai sumber bahan bakar alternatif, juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan dapat memperbaiki lingkungan. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006), tanaman ini potensial untuk dikembangkan pada daerah yang marginal atau kering. Tanaman pada umumnya akan mengalami stress ketika dihadapkan pada lahan yang ekstrim, dimana sistem perakaran belum berkembang, sehingga air dan hara yang diserap sangat sedikit. Hal ini menuntut tersedianya benih jarak pagar dengan mutu yang baik, sehingga dapat dihasilkan bibit yang sehat dan vigor. Lingkungan memiliki pengaruh yang cukup berarti, oleh karena itu perlu adanya pengujian benih di lapang dan di laboratorium. Menurut Copeland dan McDonald (2001), daya adaptasi benih yang baik pada kedua lingkungan tersebut menunjukkan bahwa benih tersebut vigor. Pengujian perkecambahan di laboratorium dapat digunakan untuk memperkirakan daya tumbuh tanaman di lapang. Hal ini sesuai dengan temuan Wang dalam Iriantono et al. (1998) yaitu persentase daya berkecambah hasil uji laboratorium benih Pinus resinosa
berkorelasi positif dengan persen jadi bibit di lapangan, apabila kecambah dievaluasi berdasarkan pertumbuhan struktur hipokotil, akar, dan kotiledonnya. Uji daya berkecambah bertujuan untuk mengetahui mutu fisiologis benih. Uji ini dapat dipergunakan untuk menilai mutu bibit di lapang. Umumnya pengujian dilakukan di laboratorium dengan menggunakan media standar, dan lingkungan yang optimum, sehingga seringkali dihasilkan data yang over estimate dan tidak sesuai dengan daya tumbuh di lapang. Menurut Kamil (1980) salah satu kesukaran pokok yang timbul dan sering diabaikan terutama oleh mahasiswa atau analis benih pada pengujian perkecambahan benih (seed germination test) ialah menentukan bibit atau kecambah yang termasuk normal (identification of normal seedling). Kriteria kecambah normal bervariasi antar jenis tanaman, untuk itu pada setiap tanaman diperlukan adanya penelitian yang nantinya menghasilkan suatu kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit di lapang. Kriteria ini nantinya dapat digunakan sebagai pedoman analis benih, sebagai metode pengujian rutin di laboratorium benih dalam proses sertifikasi benih, dan untuk menduga performa pertumbuhan benih di lapang, sehingga perhitungan kebutuhan benih dapat lebih tepat. Pada penelitian Aisyah (2003) dihasilkan kriteria kecambah normal pada benih Pinus merkusii yaitu kecambah yang telah memiliki struktur penting antara lain kulit benih telah terbuka sempurna dan radikula mulai dewasa yang terlihat berbeda dengan hipokotil dan berwarna merah kecoklatan. Kriteria pada pinus ini menurut Aisyah (2003) berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit yaitu tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar serta rasio tunas dan akar. Penentuan standar kriteria kecambah normal pada jarak pagar sangat penting dilakukan, untuk membantu para konsumen benih dalam mendapatkan informasi tentang mutu benih yang akan digunakan. Berkembangnya usaha budidaya jarak pagar di masyarakat, menuntut adanya informasi tentang mutu benih yang lengkap. Jarak pagar adalah tanaman tahunan, apabila benih yang digunakan tidak sesuai dengan persyaratan mutu dapat mengakibatkan kegagalan dan kerugian yang besar dikemudian hari. Untuk itu penelitian tentang penentuan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan vigor bibit jarak pagar perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan beberapa tolok ukur vigor bibit.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat suatu kriteria kecambah normal untuk menentukan daya berkecambah (DB) dan berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit.
TINJAUAN PUSTAKA
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Secara Umum Menurut
Prihandana dan Hendroko (2006) jarak pagar (Jatropha curcas
Linn.) masih satu keluarga dengan tanaman karet dan kemiri. Adapun klasifikasi jarak pagar adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas Linn.
Jarak pagar berbentuk pohon perdu dengan tinggi tanaman 1 - 7 m dan bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka akan mengeluarkan getah. Daunnya berwarna hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas. Bunga berwarna kuning kehijauan yang berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu, dan bunga uniseksual. Buah berbentuk bulat telur dengan diameter 2 - 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda, dan berwarna kuning jika masak. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, yang masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman (Prihandana dan Hendroko, 2006). Menurut Bramasto (2006), produktivitas biji jarak berkisar antara 3,5 - 4,5 kg biji/pohon/tahun dan produksinya akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun, sedangkan menurut Hambali (2006) produksinya stabil setelah berumur lebih dari 5 tahun. Selanjutnya Hambali (2006) menyatakan bahwa produktivitasnya akan mencapai 5 - 10 ton biji/ha, apabila tingkat populasi tanaman 2500 pohon/ha. Biji jarak pagar yang baik untuk dijadikan benih harus memiliki kriteria, yaitu diambil dari kapsul yang berwarna kuning dan biji yang diambil adalah yang berwarna hitam dengan fisik utuh, tidak cacat dan tidak tergores, tidak berjamur
ataupun mengandung patogen. Benih harus berasal dari induk yang memiliki produktivitas tinggi dan telah berumur minimal 4 tahun. Kadar air yang baik untuk benih yang diedarkan yaitu 5 - 7% dan tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung (Prawitasari, 2006a) Tanaman ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan dibawa ke Indonesia pada saat pemerintahan Jepang untuk dijadikan bahan bakar minyak oleh tentara Jepang. Menurut Prawitasari (2006b), jarak pagar di Indonesia sudah beradaptasi secara alami dengan rentang penyebaran yang luas, mulai kawasan barat sampai dengan timur (Aceh sampai dengan Papua). Banyak masyarakat yang belum mengetahui potensi jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel. Selama ini masyarakat hanya mengetahui manfaat jarak pagar sebagai tanaman obat tradisional dan dapat dimanfaatkan sebagai pagar hidup, sehingga penanamannya belum dilakukan secara komersial dalam skala besar. Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada lahan kritis atau marjinal dan beriklim panas, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 800 m dpl dan dengan tingkat keasaman tanah berkisar 5 - 7. Curah hujan optimal untuk daerah penanaman jarak berkisar antara 700 - 1200 mm/tahun dan kisaran suhu yang cocok untuk tanaman jarak adalah 20 - 26 oC (Heyne, 1987). Berdasarkan daerah tempat tumbuhnya, tanaman jarak pagar dapat dijadikan salah satu jenis tanaman pada kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan kritis (Bramasto, 2006). Salah satu aspek yang kurang mendapatkan perhatian serius pada tanaman jarak pagar adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Banyak orang menganggap bahwa tanaman ini adalah tanaman yang beracun, sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya serangan OPT, namun dari hasil laporan diketahui adanya beberapa hama dan penyakit yang menimbulkan kerusakan, yang secara ekonomi merugikan bagi perkebunan jarak pagar (Anonimous, 2007).
Penyakit pada tanaman adalah suatu kondisi dimana tanaman tidak dapat melakukan fungsinya akibat adanya serangan patogen dan ini berlangsung terus menerus. Ada beberapa patogen yang sudah diketahui menyerang tanaman jarak pagar diantaranya menyebabkan penyakit embun tepung, busuk Botrytis, busuk Rhizoctonia, busuk fusarium, Witche’s Broom, dan bercak daun bakteri (Suastika, 2006). Pengujian Mutu Fisiologi Benih
Perkecambahan benih merupakan proses pertumbuhan yang dimulai dari benih sampai menjadi kecambah. Kamil (1980) menyatakan bahwa secara visual dan morfologi suatu benih yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar atau daun yang menonjol keluar dari benih. Byrd (1983), mendefinisikan perkecambahan sebagai mekar dan berkembangnya stukturstruktur penting dari embrio benih yang menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal pada keadaan yang menguntungkan. Menurut Schmidt (2000) perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam proses penanganan benih. Hal ini didasari dari pengertian bahwa perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara. Tipe perkecambahan pada jarak pagar merupakan tipe epigeal. Ciri-ciri perkecambahan epigeal, yaitu hipokotil berkembang dan kemudian mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah, kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih dan sisa endosperma (Schmidt, 2000). Sutopo (2002) mengemukakan bahwa sebelum daun dapat berfungsi sebagai organ fotosintesis, maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada kotiledon (bagian dari benih yang merupakan jaringan penyimpanan cadangan makanan). Umumnya perkecambahan tanaman memerlukan beberapa syarat khusus untuk memulai proses ini. Menurut Schmidt (2000) perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya, dan bebas dari hama penyakit. Mutu
fisiologis
benih
dapat
diketahui
dengan
melakukan
uji
perkecambahan (Kurniaty et al., 2005). Tujuan utama uji perkecambahan adalah untuk mendapatkan informasi perkiraan daya tumbuh benih di lapangan dan menyediakan nilai relatif suatu lot terhadap lot benih lainnya (Anonimous, 2005). Menurut Copeland dan McDonald (2001) uji ini memiliki keterbatasan dalam menentukan mutu benih. Iriantono et al. (2000) menambahkan bahwa kemampuan benih untuk tumbuh di lapangan lebih kecil dibandingkan apabila dikecambahkan di laboratorium. Hal ini disebabkan karena perkecambahan di laboratorium berlangsung dalam kondisi terkontrol baik dalam suhu, kelembaban, dan media
tumbuh, sedangkan kondisi di lapangan, banyak dipengaruhi oleh faktor luar yang sulit dikendalikan. Faktor luar ini merupakan faktor pembatas bagi benih untuk melakukan aktivitas metabolisme dengan sempurna dan membentuk kecambah yang normal. Kurniaty et al. (2005) menyatakan bahwa ciri/kriteria terpenting yang harus ada dan diketahui dalam pengujian perkecambahan adalah batasan tentang kecambah normal dan kecambah abnormal. Batasan yang jelas akan mempermudah penguji untuk menentukan mutu fisiologis benih, karena kecambah yang memiliki mutu fisiologis yang baik akan berpotensi untuk tumbuh menjadi tanaman sempurna jika ditanam di lapang. Struktur penting kecambah seperti struktur perakaran (radikula), daun (plumula), hipokotil, dan kotiledon merupakan suatu hal yang mutlak digunakan untuk menilai kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di lapangan. Menurut Kamil (1980) pertumbuhan akar adalah sangat penting, semakin cepat semakin baik untuk pertumbuhan bibit atau tanaman tersebut. Bramasto et al. (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana pembentukan struktur penting itu sempurna dan mampu berkembang menjadi semai bibit dan anakan yang vigor di lapangan, perlu adanya suatu penelitian yang nantinya dapat menghasilkan suatu kriteria kecambah normal yang juga bisa diuji pada tingkat semai atau bibit, hingga ditanam di lapangan. Penelitian Bramasto et al. (2006) memperoleh hasil bahwa penyapihan benih suren dapat dilakukan pada saat semua struktur penting kecambah telah berkembang dan bentuknya telah sempurna, yaitu adanya tunas, kotiledon yang telah terbuka, perakaran yang berkembang sempurna, serta telah munculnya daun primer. Perkembangan seluruh stuktur kecambah tersebut akan mendukung pertumbuhan bibit selanjutnya. Kriteria kecambah/bibit normal adalah kecambah yang memperlihatkan kemampuan berkembang terus hingga menjadi tanaman normal jika ditumbuhkan dalam kondisi yang optimum; perakaran berkembang baik dan diikuti perkembangan hipokotil, plumula (daun), epikotil, dan kotiledon yang tumbuh sehat; atau ada kerusakan sedikit pada struktur tumbuhnya tetapi secara umum masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat dan seimbang antara pertumbuhan
struktur satu dengan yang lainnya (Sadjad, 1980). Kecambah yang akan menghasilkan bibit yang vigor adalah kecambah yang memiliki panjang hipokotil dan akar primer tiga sampai empat kali panjang benih (Anonimous, 1986). Menurut Iriantono dan Nurhasybi (1996) pengujian mutu fisiologis benih dilaksanakan untuk menentukan kriteria kuantitatif dan kualitatif kecambah normal. Kriteria kuantitatif didasarkan pada panjang hipokotil, epikotil, dan radikula, sedangkan kriteria kualitatif didasarkan pada klasifikasi struktur tumbuh kecambah. Penelitian Iriantono dan Nurhasybi (1996) pada tanaman tusam menghasilkan 9 kelas kecambah, yaitu kulit benih telah terbuka sempurna, kulit benih hampir lepas dari kotiledon, kotiledon telah muncul hingga setengahnya, batas antara hipokotil dan kotiledon mulai terlihat, kotiledon belum muncul, radikula mulai tumbuh, benih tidak berkecambah, kulit benih telah retak tetapi gagal berkecambah, dan kecambah abnormal. Kelas kecambah ini diperoleh berdasarkan kriteria kualitatif dan diamati pada hari ke-10 sampai hari ke-14. Chen dan Chen (1989) dalam menguji vigor kecambah Chinese fir pada wadah vertikal, memperoleh 5 kelas kecambah, yaitu kecambah dengan kulit benih telah terbuka sempurna, kecambah dengan kulit benih hampir terlepas, munculnya radikula dan hipokotil dengan kulit benih masih melekat, radikula dan hipokotil muncul dengan kulit benih yang masih melekat dan kotiledon belum terlihat, dan radikula muncul lebih panjang dari setengah ukuran benih. Pengujian klasifikasi tanaman Chinese fir ini berakhir pada hari ke-20, karena lebih dari hari ke-20, kelima kelas kecambah sudah tidak berkorelasi dengan penampilan tanaman di persemaian. Kriteria Bibit Tanaman Tahunan Menurut Salisbury dan Ross (1995), pertumbuhan adalah pertambahan sel yang pada tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu, yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses pembelahan sel meristem. Pembelahan sel itu sendiri tidak menyebabkan pertambahan ukuran, namun produk pembelahan sel itulah yang tumbuh dan menyebabkan pertumbuhan. Ujung akar dan ujung tajuk (apeks) adalah bagian tanaman yang memiliki meristem. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi oleh faktor dalam
(genetik) dan faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Bibit adalah bahan tanaman vegetatif yang bukan benih atau benih yang sudah tumbuh, namun belum mencapai stadium kemandirian tanaman (Sadjad, 1999). Mutu bibit dapat dievaluasi oleh ciri fisik, fisiologi, dan genetikanya. Ciri fisik yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi mutu bibit diantaranya tinggi total, diameter pangkal batang, nisbah tinggi/diameter, nisbah bagian tunas/akar, kelurusan dan jumlah batang, pangkal batang berkayu, keadaan tajuk dan kekompakan akar. Ciri fisiologi bibit dapat dievaluasi dengan mengukur kandungan unsur hara pada tanaman, karbohidrat, ketahanan terhadap stres, potensi pertumbuhan akar dan kesehatan bibit (Hendromono, 2003). Mutu genetika bibit dapat dilihat dari keseragaman genotipe dan wujud fenotipenya (Sadjad, 1993). Duryea dalam Kartika (1994) berpendapat bahwa karakteristik morfologi yang merupakan salah satu kriteria kualitas bibit adalah bentuk fisik atau penampilan bibit yang dapat dilihat. Umumnya di Indonesia untuk pengujian bibit dilakukan dengan uji morfologi, namun menurut Hawkins dalam Nurhasybi dan Sudrajat (2006), uji ini tidak selalu berhasil dalam memprediksi penampilan bibit setelah penanaman, karena morfologi tidak mengindikasikan vitalitas saat itu, sehingga diperlukan uji fisiologis untuk menilai keseluruhan pengaruh perlakuan di persemaian terhadap kesehatan dan vigor bibit. Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2006) beberapa parameter yang menentukan kriteria mutu bibit sebaiknya distandarisasi dengan metode pengujian mutu bibit yang merupakan kombinasi dari beberapa uji agar standar mutu bibit yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk jenis tertentu yang ditanam pada tempat tertentu. Kartika (1994) menyatakan bahwa bibit yang normal kuat jika dipelihara selama sebulan di pembibitan akan tumbuh dengan kuat sehingga tetap normal kuat dan yang berkembangnya agak lambat akan menjadi bibit normal kurang kuat pula. Pada bibit normal kuat tidak ada yang berubah menjadi abnormal, karena bibit sudah vigor, sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Hawkins dalam Nurhasybi dan Sudrajat (2006) menambahkan bahwa penanaman dengan bibit yang sehat dan vigor akan menjamin tanaman memiliki kemampuan
terbaik untuk membentuk perakaran baru secara cepat dan membangun akses yang baik terhadap tanah, air, dan cadangan hara, sehingga mampu bertahan pada tekanan lingkungan tempat tumbuh. Mutu bibit tanaman untuk siap ditanam di lapang berbeda-beda, selain itu kondisi lingkungan juga mempengaruhi. Ukuran bibit dalam wadah yang umumnya dianggap siap tanam, yaitu bibit dengan tinggi total 25 - 50 cm, diameter pangkal batang 3 - 5 mm, nisbah bagian tunas/akar 2 - 5, nisbah tinggi/diameter 6.5 - 10, kecuali jenis tertentu lebih rendah (Hendromono, 2003). Prawitasari (2006a) menyatakan bahwa bibit jarak pagar yang bermutu baik memiliki ciri-ciri antara lain pertumbuhan bibit seragam, bibit tidak terserang hama dan penyakit, dan bibit tumbuh vigor dan baik dengan ukuran daun yang lebar berwarna hijau dan memiliki tunas yang besar dan kokoh.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2007.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.), pasir, tanah, pupuk kandang, dan air. Pada percobaan pertama benih berasal dari enam aksesi, yaitu aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C. Pada percobaan kedua dan ketiga menggunakan lima lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo. Alat-alat yang digunakan adalah boks plastik untuk mengecambahkan benih, polibag, penggaris, meteran, jangka sorong, timbangan, oven, dan alat ukur yang lain.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan yang dilaksanakan secara bertahap.
Percobaan 1: Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal Percobaan pertama bertujuan untuk memperoleh beberapa macam kriteria kecambah normal yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya, dengan menggunakan benih dari aksesi Karanganyar, Lampung, Bengkulu, Indramayu grade A, Indramayu grade B, dan Indramayu grade C.
Pada percobaan ini masing-masing aksesi terdiri dari 4 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 25 benih. Total keseluruhan benih yang digunakan adalah 600. Benih direndam selama satu malam sebelum ditanam, selanjutnya benih dikecambahkan dalam boks plastik dengan media pasir dan diletakkan di rumah kaca selama 21 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan struktur penting kecambah. Struktur perkecambahan yang dihasilkan hingga hari ke-21 dikelompokkan berdasarkan morfologi kecambah. Hal ini dilakukan berdasarkan sifat kualitatif yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Benih yang dikecambahkan diharapkan mampu memberikan keragaman struktur kecambah normal sehingga bisa diperoleh beberapa kelompok yang menunjukkan kriteria kualitatif kecambah normal. Kriteria tersebut nantinya dapat dijadikan panduan sementara untuk menentukan daya berkecambah pada lot benih yang akan diuji. Percobaan 2: Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih Tujuan dari percobaan kedua adalah untuk memilih salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama. Hal ini dilakukan dengan mengaplikasikan beberapa kriteria kecambah normal yang telah diperoleh pada percobaan pertama pada beberapa lot benih. Percobaan ini menggunakan 5 lot benih, yaitu IP-1P (Improved Population-1 dari Pakuwon), IP-1A (Improved Population-1 dari Asembagus), IP-1M (Improved Population-1 dari Muktiharjo), aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo. Kelima lot benih tersebut direndam selama satu malam sebelum ditanam, seperti pada percobaan pertama. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu lot benih dengan 4 ulangan. Pemilihan salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama dilakukan berdasarkan uji F dan uji lanjut Duncan dengan melihat nyata atau tidaknya serta jumlah nilai tengah yang menunjukkan beda nyata antar perlakuan.
Bentuk umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor : Yij = µ + τi + εij Dimana: i = 1, 2, 3, ………. j = 1, 2, 3, 4 Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pelaksanaan Pada percobaan kedua ini, kelima lot benih dikecambahkan di polibag yang sudah berisi campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Masing-masing lot terdiri dari 4 ulangan dan tiap ulangan menggunakan 20 benih. Proses perkecambahan dilakukan selama 21 hari dengan menghitung daya berkecambah. Percobaan ini di laksanakan di rumah kaca. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap semua lot benih yang digunakan dengan menghitung persen DB berdasarkan kriteria kecambah normal yang diperoleh pada percobaan pertama. Hitungan pertama daya berkecambah dilakukan pada hari ke-14 dan hitungan kedua pada hari ke-21. Rumus perhitungan daya berkecambah: DB =
Σ (KN I) + (KN II) x 100% Σ Benih yang ditanam
KN I = Kecambah Normal pada Hitungan I KN II = Kecambah Normal pada Hitungan II Percobaan 3: Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Percobaan ketiga bertujuan untuk menentukan kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit. Penentuan ini dilakukan dengan melihat koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal yang terpilih pada percobaan kedua beberapa tolok ukur vigor bibit.
Rancangan Percobaan Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Hubungan antara peubah-peubah dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan : Yi = α + β Xi Keterangan:
Yi = Peubah tak bebas α
= Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
β
= Kemiringan/gradien
Xi = Peubah bebas (i = 1, 2, ....) Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran kesesuaian garis regresi yang dicocokkan terhadap sekumpulan data yaitu untuk mengetahui sejauh mana satu peubah berhubungan dengan beberapa peubah yang lainnya. Kisaran nilai R2 mulai dari 0% sampai 100%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) semakin besar nilai R2 berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y. Koefisien korelasi (r) adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Nilainya berkisar antara -1 dan 1, semakin mendekati -1 atau 1, maka semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Nilai r mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Semakin tinggi nilai koefisien korelasi suatu tolok ukur (mendekati -1 atau 1), maka tolok ukur tersebut layak digunakan untuk menentukan adanya korelasi antara vigor bibit dan kriteria kecambah normal yang diperoleh. Pelaksanaan Kelima lot yang telah dikecambahkan pada percobaan kedua dilanjutkan hingga stadia bibit. Pembibitan dilakukan sampai 12 MST dan dilakukan di rumah kaca untuk menghindari faktor lingkungan yang berbeda-beda. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur vigor bibit yaitu jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang, bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, dan rasio tunas dan akar. Tolok ukur
jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang diamati empat kali, yaitu pada saat bibit berumur 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST. Pengukuran bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, dan rasio tunas dan akar dilakukan pada akhir penelitian. Tajuk dan akar dipisahkan dan ditimbang satu persatu, kemudian dimasukkan ke dalam katong kertas. Tanaman yang telah ditimbang bobot basah tajuk dan akar selanjutnya di oven selama tiga hari dengan suhu sebesar 60 oC. Hal ini dilakukan agar tanaman kering dengan sempurna dan tidak terbakar. Bobot kering tajuk dan akar diperoleh dengan menimbang kembali tanaman yang telah di oven.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Enam aksesi yang digunakan dalam percobaan pertama memiliki rata-rata daya berkecambah (DB) sekitar 60%. Perhitungan DB ini berdasarkan kriteria kecambah normal secara umum, yaitu hipokotil dan radikula memiliki panjang dua sampai empat kali panjang benih dan semua struktur tumbuh menunjukkan pertumbuhan yang baik (Sadjad, 1980). Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam (HST), karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya. Daya berkecambah pada percobaan kedua sekitar 80%. Pada 14 HST tanaman tidak terserang hama ataupun penyakit (Gambar Lampiran 1), namun pada 21 HST tanaman terserang hama ulat yang memakan jaringan daun bagian dalam, sehingga terdapat bercak transparan (Gambar Lampiran 2). Tanaman yang terserang hama kurang lebih 30%, namun serangan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karena serangan dapat dikendalikan. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida kontak dan sistemik. Pertumbuhan bibit pada percobaan ketiga secara garis besar baik. Namun pada 8 MST kutu bertepung putih (Ferrisia virgata Cockerell (Famili Pscudococcidae : Ordo Homoptera)) menyerang tanaman (Gambar Lampiran 3). Pada 10 MST tanaman terserang penyakit Witche’s Broom yang disebabkan oleh fitoplasma (Gambar Lampiran 4). Penyakit ini dapat menyebar ke tanaman lain dengan vektor serangga Orosius argentatus (sejenis wereng) (Suastika, 2006). Sebagian besar tanaman terserang penyakit ini (sekitar 80%) pada 11 MST dengan gejala yaitu pertumbuhan tunas-tunas lateral yang tidak diinginkan, daun berkeriput, dan kerdil. Menurut Suastika (2006) serangan penyakit ini mengganggu pertumbuhan tanaman dan cara paling efektif untuk menekan penyebaran penyakit ini adalah pemangkasan atau pencabutan tanaman yang sakit kemudian dibakar. Pada percobaan ketiga ini pengendalian tidak dilakukan karena masih ada beberapa pengamatan.
Percobaan 1 Penentuan Berbagai Macam Kriteria Kecambah Normal Penilaian kriteria kecambah normal dilakukan berdasarkan kriteria kualitatifnya, yaitu panjang hipokotil, endosperma yang menutupi kotiledon, struktur perakaran, dan munculnya plumula. Berdasarkan pengamatan terhadap penilaian tersebut, diperoleh 4 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria A, B, C, dan D (Gambar 1), sedangkan ciri-ciri morfologi kecambah normalnya ditunjukkan pada Tabel 1.
A
B
C
D
Gambar 1. Kriteria Kecambah Normal A, B, C dan D Struktur kecambah yang umum diamati yaitu panjang hipokotil dan radikula, seperti kriteria kecambah normal pada tanaman damar yaitu panjang hipokotil dan akar primer 2 kali atau lebih panjang dari benih (Suita dan Sudrajad, 2003). Pada tanaman jarak pagar diamati struktur kecambah khusus yaitu kotiledon yang ditutupi oleh endosperma, karena diduga endosperma ini akan mengganggu pertumbuhan kecambah secara keseluruhan. Pengamatan terhadap struktur khusus ini diharapkan bisa memperoleh kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan DB dan berkorelasi dengan tolok ukur vigor bibit.
Tabel 1. Ciri-Ciri Morfologi Kriteria Kecambah Normal Kriteria A
B
C
D
Keterangan Endosperma sudah terlepas Kotiledon membuka sempurna (100%) dan berjumlah dua Muncul satu plumula Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih Akar adventif minimal ada 4 Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang banyak Kriteria kecambah normal A termasuk dalam kriteria kecambah normal B b. Minimal kriteria kecambah normal B memiliki ciri-ciri : • Endosperma masih menempel pada salah satu kotiledon, sehingga hanya satu kotiledon yang telah membuka sempurna (50%) • Plumula sudah mulai muncul, tetapi belum terbuka • Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih • Akar adventif minimal ada 4 • Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang cukup banyak a. Kriteria kecambah normal A dan B termasuk dalam kriteria kecambah normal C b. Minimal kriteria kecambah normal C memiliki ciri-ciri : • Endosperma masih belum terlepas dari kotiledon, sehingga kotiledon membuka sebagian (30%) • Plumula belum muncul • Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih • Akar adventif minimal ada 4 • Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang sedikit a. b. c. d. e. f. a.
a. Kriteria kecambah normal A, B, dan C termasuk dalam kriteria kecambah normal D b. Minimal kriteria kecambah normal D memiliki ciri-ciri : • Endosperma masih belum terlepas, sehingga kotiledon belum terlihat (0%) • Plumula belum muncul • Panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih • Akar adventif minimal ada 4 • Akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar sedikit Percobaan 2 Pengujian Perkecambahan pada Beberapa Lot Benih Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai F pengaruh lot benih terhadap DB
menggunakan kriteria kecambah normal A, B, C, dan D, diperoleh hasil bahwa
semua kriteria yang telah diperoleh pada percobaan pertama mampu memberikan pengaruh yang sangat nyata antar lot benih yang digunakan (Tabel 2). Analisis sidik ragam pengaruh lot benih terhadap daya berkecambah (DB) berdasarkan beberapa kriteria kecambah normal A, B, C, dan D disajikan pada Tabel Lampiran 1 - 4. Pada percobaan ini digunakan 5 lot benih yang diasumsikan telah mewakili mutu fisiologis benih. Lot benih yang berasal dari Improved Polulation1 (IP-1P, IP-1A, dan IP-1M) diasumsikan memiliki mutu yang tinggi, sedangkan lot benih dari aksesi (aksesi dari Karanganyar dan Probolinggo) diasumsikan memiliki mutu yang lebih rendah. Tabel 2. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal Kriteria Kecambah Normal A B C D
F Hitung 11.5 ** 5.51 ** 5.17 ** 5.35 **
KK % 13.12993 9.027233 8.937468 8.774092
Ket: ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %
Pada tahap selanjutnya untuk mengetahui kriteria kecambah normal yang akan dipilih, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rata-rata DB menggunakan kriteria kecambah normal A, B, C, dan D pada beberapa lot benih, beserta hasil uji lanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terlihat bahwa semua kriteria menunjukkan beda yang nyata antar beberapa lot benih yang digunakan. Selanjutnya dilakukan tabulasi jumlah nilai tengah yang berbeda sebagai akibat adanya perlakuan dengan menggunakan hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tabulasi ini diperoleh 3 kriteria kecambah normal, yaitu kriteria B, C, dan D. Hal ini disebabkan karena kriteria B, C, dan D menunjukkan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria A (Tabel 4). Kriteria kecambah normal yang dipilih harus dapat diaplikasikan untuk membedakan perkecambahan pada berbagai lot benih. Pada tahap selanjutnya untuk memilih salah satu kriteria yang telah diperoleh pada percobaan kedua,
dilakukan uji korelasi antara DB berdasarkan kriteria B, C, dan D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit.
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah Menggunakan Beberapa Kriteria Kecambah Normal pada Beberapa Lot Benih Lot L4 L5 L1 L2 L3
Rata-rata (DB %) B C 71.25c 76.25c 80.00bc 82.50bc 87.50ab 92.50ab ab 86.25 95.00ab 95.00a 97.50a
A 43.75b 75.00a 77.50a 78.75a 83.75a
D 77.50c 82.50bc 92.50ab 97.50a 97.50a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Tabel 4. Jumlah Nilai Tengah Perlakuan Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal antar Lot Benih Kriteria Kecambah Normal A B C D *)
Tingkat Kepekaan ( *) ) 2 3 3 3
Tabulasi tingkat kepekaan DB antar lot benih diperoleh dari jumlah notasi yang menunjukkan beda nyata pada uji Duncan pada Tabel 3
Percobaan 3 Uji Korelasi antara DB Kriteria Kecambah Normal Terpilih dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Analisis korelasi antara tolok ukur vigor bibit dengan daya berkecambah (DB) berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D disajikan pada Tabel Lampiran 24 - 26. Nilai koefisien korelasi akan menggambarkan keeratan hubungan antar peubah, yaitu tolok ukur vigor bibit dan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D. Rekapitulasi nilai koefisien korelasinya (r) terdapat pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal B memiliki hubungan dengan tolok ukur vigor bibit yaitu, jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat bibit berumur 8 MST. Kedua tolok ukur ini memiliki keeratan yang tidak jauh berbeda. Masing-masing secara berurutan memiliki keeratan sebesar 0.53931 dan 0.57325. Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi (r) antara DB Kriteria Kecambah Normal B, C, dan D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Tolok Ukur JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT Ket : JD 1-4 JT 1-4 TT 1-4 D 1-4 BBB
B Pr < F 0.0542 0.0141 0.0621 0.1699 0.2323 0.2546 0.2952 0.4562 0.0723 0.0082 0.1500 0.1326 0.0569 0.1322 0.7530 0.5401 0.4096 0.6898 0.6131 0.7751 0.7558
DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C D r Pr < F r Pr < F r 0.43677 0.1170 0.36179 0.1514 0.33300 0.53931 0.0240 0.50238 0.0307 0.48371 0.42450 0.0745 0.40754 0.0995 0.37885 0.31935 0.2444 0.27289 0.3309 0.22928 0.27973 0.3257 0.23166 0.1255 0.35421 0.26730 0.1045 0.37378 0.0376 0.46770 0.24629 0.0819 0.39840 0.0411 0.46034 0.17667 0.1278 0.35216 0.0692 0.41444 0.41033 0.0289 0.48835 0.0387 0.46536 0.57325 0.0080 0.57529 0.0119 0.55057 0.33403 0.0577 0.43122 0.0745 0.40747 0.34807 0.0769 0.40446 0.1070 0.37133 0.43244 0.1837 0.30986 0.2757 0.25613 0.34839 0.2028 0.29744 0.3047 0.24166 0.07510 0.5517 0.14152 0.7003 0.09179 -0.14564 0.5517 0.14152 0.5481 -0.14280 0.19518 0.3059 0.24105 0.3561 0.21789 -0.09517 0.6259 -0.11613 0.5396 -0.14583 -0.12041 0.9495 0.01515 0.8541 -0.04393 -0.06820 0.6231 0.11704 0.7285 0.08281 0.07424 0.5303 -0.14915 0.5734 -0.13396
: Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Bobot Basah Batang
BKB BBA BKA RT
: Bobot Kering Batang : Bobot Basah Akar : Bobot Kering Akar : Rasio Tunas/Akar
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal C memiliki hubungan dengan tolok ukur tinggi tanaman. Koefisien korelasi tertinggi dicapai saat bibit berumur 8 MST yaitu 0.57529. Daya berkecambah berdasarkan kriteria ini juga memiliki hubungan dengan tolok ukur
jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST dan memiliki keeratan sebesar 0.50238. Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D memiliki hubungan terbanyak dengan tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST, jumlah tunas pada saat bibit berumur 8 dan 10 MST, dan tinggi tanaman pada saat bibit berumur 6 dan 8 MST. Tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST memiliki keeratan sebesar 0.48371. Hubungan DB berdasarkan kriteria D dengan tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 8 dan 10 MST memiliki nilai koefisien korelasi yang tidak jauh berbeda, yaitu 0.46770 dan 0.46034. Koefisien korelasi tertinggi pada hubungan antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal D dan tolok ukur tinggi tanaman ditunjukkan saat bibit berumur 8 MST, yaitu 0.55057. Hubungan antara DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit juga dianalisis dengan regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peubah tak bebas dalam percobaan ini adalah DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D, sedangkan peubah bebasnya adalah beberapa tolok ukur vigor bibit. Analisis regresi, hubungan antara DB yang ditentukan menggunakan kriteria kecambah normal B, C, D dengan beberapa tolok ukur vigor bibit disajikan pada Tabel Lampiran 14 - 23. Rekapitulasi nilai koefisien determinasi (R2) berdasarkan analisis regresinya dapat dilihat pada Tabel 6, 7, dan 8. Nilai koefisien determinasi akan menggambarkan seberapa besar peubah tak bebas dapat diterangkan oleh model yang digunakan, sedangkan besarnya koefisien regresi akan menunjukkan jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, dan D (Y) untuk setiap perubahan satu satuan tolok ukur vigor bibit (X). Tolok ukur diameter batang saat bibit berumur 6 MST merupakan tolok ukur yang terbesar memberikan pengaruh pada jumlah perubahan DB berdasarkan
kriteria kecambah normal B, C, dan D. Hal ini karena masing-masing memiliki koefisien regresi yang lebih tinggi dibandingkan tolok ukur vigor yang lain, yaitu 74.87 (Tabel 6), 55.06 (Tabel 7), dan 45.53 (Tabel 8). Tabel 6. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal B dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Tolok Ukur JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT Ket : Y JD 1-4 JT 1-4 TT 1-4 D 1-4 BBB
DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B Model Regresi Prob > |T| R2 Y=48.26+6.56 JD1 0.0542 19.08 tn Y=28.10+7.67 JD2 0.0141 29.09 * Y=28.31+3.94 JD3 0.0621 18.02 tn Y=55.84+1.67 JD4 0.1699 10.20 tn Y=49.00+33.33 JT1 0.2323 7.82 tn Y=70.75+11.27 JT2 0.2546 7.15 tn Y=77.41+4.98 JT3 0.2952 6.07 tn Y=80.73+2.22 JT4 0.4562 3.12 tn Y=12.92+2.71 TT1 0.0723 16.84 tn Y=16.10+2.23 TT2 0.0082 32.86 ** Y=42.73+0.84 TT3 0.1500 11.16 tn Y=42.76+0.72 TT4 0.1326 12.12 tn Y=16.73+74.87 D1 0.0569 18.70 tn Y=28.77+52.23 D2 0.1322 12.14 tn Y=67.02+11.33 D3 0.7530 0.56 tn Y=117.56-19.90D4 0.5401 2.12 tn Y=72.37+0.09 BBB 0.4096 3.81 tn Y=91.75-0.48 BKB 0.6131 0.91 tn Y=88.19-0.04 BBA 0.6898 1.45 tn Y=85.46-0.12 BKA 0.7751 0.47 tn Y=81.42+0.30RT 0.7558 0.55 tn : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Bobot Basah Batang
BKB BBA BKA RT
: Bobot Kering Batang : Bobot Basah Akar : Bobot Kering Akar : Rasio Tunas/Akar
tn
berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%
Besarnya koefisien regresi pada model belum tentu berpengaruh nyata pada jumlah perubahan DB berdasarkan kriteria kecambah normal B, C, ataupun D, hal ini dapat dilihat dari nilai Prob > |T|. Pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal B memiliki nilai R2 yang memberikan
model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun dan tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST. Koefisien regresi terbesar yang nyata ditunjukkan oleh jumlah daun saat bibit berumur 8 MST, yaitu 7.67, dengan nilai R2 sebesar 29.09%. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB berdasarkan kriteria B dapat diterangkan 29.09% oleh tolok ukur jumlah daun pada saat bibit berumur 8 MST. Daya berkecambah berdasarkan kriteria B juga memiliki koefisien determinasi yang memberikan model persamaan regresi yang nyata pada taraf 1% yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST, yaitu 32.86%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman pada DB berdasarkan kriteria B dapat diterangkan 32.86% oleh tolok ukur tersebut. Tabel 7 menunjukkan bahwa DB berdasarkan kriteria kecambah normal C memiliki nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST dan tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST, dan nilai R2 yang memberikan model regresi yang nyata pada taraf 1% yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST. Berdasarkan model regresi yang nyata pada Tabel 7, dapat dilihat koefisien regresi yang terbesar ditunjukkan oleh tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST (7.33). Besarnya nilai koefisien determinasi pada tolok ukur ini menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria C dapat diterangkan 25.24% oleh tolok ukur jumlah daun saat berumur 8 MST. Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang kecil (2.29) pada tolok ukur tinggi tanaman saat berumur 8 MST dapat menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal C sebesar 33.10%. Tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST yang memiliki koefisien regresi 3.32 dapat menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria C sebesar 23.85%. Tabel 8 menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal D memiliki nilai R2 yang memberikan model persamaan regresi yang nyata pada taraf 5% yaitu pada tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST, jumlah tunas saat bibit berumur 8 dan 10 MST, dan tinggi tanaman saat bibit berumur 6 dan 8 MST. Nilai koefisien regresi tertinggi ditunjukkan oleh tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 8 MST, yaitu 20.25, dengan kemampuan menjelaskan keragaman DB
berdasarkan kriteria kecambah normal D sebesar 21.87%. Tolok ukur jumlah tunas saat bibit berumur 10 MST memiliki nilai koefisien regresi sebesar 9.57 dan koefisien determinasi sebesar 21.19%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun saat bibit berumur 10 MST dapat menjelaskan 21.19% keragaman pada DB berdasarkan kriteria kecambah normal D. Jumlah daun saat bibit berumur 8 MST memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi, yaitu 23.40%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D dapat dijelaskan 23.40% oleh tolok ukur jumlah daun tersebut. Tabel 7. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal C dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Tolok Ukur JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT Ket : Y JD 1-4 JT 1-4 TT 1-4 D 1-4 BBB tn
DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C Model Regresi Prob > |T| R2 Y=58.36+ 5.58 JD1 0.1170 13.09 tn Y=35.31 + 7.33 JD2 0.0240 25.24 * Y= 33.88 + 3.89 JD3 0.0745 16.61 tn Y= 64.05 +1.47 JD4 0.2444 7.45 tn Y=59.00 + 28.33 JT1 0.3257 5.37 tn Y= 69.74 +16.18 JT2 0.1045 13.97 tn Y= 77.82 + 8.28 JT3 0.0819 15.87 tn Y=82.06 + 4.53 JT4 0.1278 12.40 tn Y=1.93 + 3.32 TT1 0.0289 23.85 * Y= 18.81 + 2.29 TT2 0.0080 33.10 ** Y= 34.07 + 1.11 TT3 0.0577 18.60 tn Y=39.57 + 0.86 TT4 0.0769 16.36 tn Y= 39.28 + 55.06 D1 0.1837 9.6 tn Y=40.35 + 45.77 D2 0.2028 8.85 tn Y= 55.91 + 21.92 D3 0.5517 2 tn Y=115.18 - 15.67 D4 0.6391 1.25 tn Y= 74.01 + 0.11 BBB 0.3059 5.81 tn Y= 93.99 - 0.06 BKB 0.6259 1.35 tn Y= 87.75 + 0.06 BBA 0.9495 0.02 tn Y= 86.17 + 0.23 BKA 0.6231 1.37 tn Y= 94.07 - 0.63 RT 0.5303 2.22 tn : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Bobot Basah Batang
berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%
BKB BBA BKA RT
: Bobot Kering Batang : Bobot Basah Akar : Bobot Kering Akar : Rasio Tunas/Akar
Tolok ukur lain yang juga memiliki nilai R2 yang nyata yaitu pada tolok ukur tinggi tanaman. Keragaman DB berdasarkan kriteria D dapat dijelaskan 21.66% oleh tinggi tanaman saat bibit berumur 6 MST dan 30.31% saat bibit berumur 8 MST (Tabel 8). Koefisien regresi pada tolok ukur tinggi tanaman saat bibit berumur 8 MST memang kecil, namun persentase kemampuannya dalam menerangkan keragaman DB berdasarkan kriteria kecambah normal D cukup tinggi jika dibandingkan dengan tolok ukur vigor yang lain. Tabel 8. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan Analisis Regresi antara DB Kriteria Kecambah Normal D dengan Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit Tolok Ukur JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT Ket : Y JD 1-4 JT 1-4 TT 1-4 D 1-4 BBB tn
DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D Model Regresi Prob > |T| R2 Y= 61.52 + 5.14 JD1 0.1514 11.09 tn Y=38.03 + 7.06 JD2 0.0307 23.40 * Y= 38.48 + 3.61 JD3 0.0995 14.35 tn Y=68.75 + 1.23 JD4 0.3309 5.26 tn Y = 44.00 + 43.33 JT1 0.1255 12.55 tn Y =65.71 + 20.25 JT2 0.0376 21.87 * Y =76.86 + 9.57 JT3 0.0411 21.19 * Y = 81.63 + 5.34 JT4 0.0692 17.18 tn Y= 6.74 + 3.16 TT1 0.0387 21.66 * Y = 22.55 + 2.19 TT2 0.0119 30.31 * Y =37.81 + 1.05 TT3 0.0745 16.60 tn Y = 44.33 + 0.79 TT4 0.1070 13.79 tn Y =48.59 + 45.53 D1 0.2757 6.56 tn Y =50.17 + 37.19 D2 0.3047 5.84 tn Y = 68.2 + 14.22 D3 0.7003 0.84 tn Y = 123.29 - 20.03 D4 0.5481 2.04 tn Y = 76.17 + 0.10 BBB 0.3561 4.75 tn Y =96.09 - 0.08 BKB 0.5396 2.13 tn Y =92.40 - 0.18 BBA 0.8541 0.19 tn Y = 87.67 + 0.16 BKA 0.7285 0.69 tn Y = 94.28 - 0.56 RT 0.5734 1.79 tn : DB Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D : Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Bobot Basah Batang
berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5%
BKB BBA BKA RT
: Bobot Kering Batang : Bobot Basah Akar : Bobot Kering Akar : Rasio Tunas/Akar
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kriteria kecambah normal D memiliki hubungan dan nilai R2 yang memberikan model persamaan regresi yang nyata terbanyak dibandingkan kriteria yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal D lebih dapat diaplikasikan untuk membedakan perkecambahan pada berbagai lot benih. Menurut Schmidt (2000) dalam perkecambahan epigeal, hipokotil memanjang dan kemudian mendorong kotiledon ke atas permukaan tanah, kadang-kadang bersamaan dengan kulit benih dan sisa endosperma. Hal yang sama terjadi pada kecambah jarak pagar, dimana endospermanya masih menutupi atau sudah hampir terlepas dari kotiledon. Pada kriteria kecambah normal D, endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul, panjang hipokotil lebih dari empat kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak. Berdasarkan percobaan kedua, kriteria D adalah kriteria terpilih yang dapat digunakan untuk menentukan DB. Pada perkecambahan benih jarak pagar, endosperma tidak menjadi faktor pembatas. Kriteria ini juga digunakan oleh Bramasto et al. (2006) pada benih merbau (Instia bijuga) untuk menentukan kriteria kecambah normal, namun tidak demikian halnya pada benih suren (Toona sp). Tanaman suren memiliki kriteria kecambah normal yaitu kotiledon telah berkembang dan muncul sepasang daun dengan panjang < 0.5 cm atau kotiledon masih ada dan sepasang daun dengan panjang > 1 cm (Bramasto et al., 2006). Semua kriteria kecambah normal memiliki hubungan yang nyata dengan tolok ukur jumlah daun saat bibit berumur 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun dapat dijadikan tolok ukur pada awal pengamatan. Seperti pada Lakitan (2004) dimana kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan daun, tetapi kemudian mulai turun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh (fully developed). Tolok ukur tinggi tanaman juga memiliki hubungan yang nyata dengan DB berdasarkan kriteria B, C, dan D. Hal ini menunjukkan bahwa tolok ukur tinggi tanaman dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan. Seperti halnya
Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan.
Evaluasi Lot Benih yang Digunakan Evaluasi lot benih ini bertujuan untuk mengetahui variasi antar lot benih yang digunakan. Lot benih yang digunakan pada penelitian ini sebagian ada yang berasal dari hasil Improved Population-1 yaitu IP-1A (dari Asembagus), IP-1M (dari Muktiharjo), dan IP-1P (dari Pakuwon). Sebagian lot benih yang lain merupakan benih yang berasal dari aksesi yaitu aksesi Karanganyar dan Probolinggo. Benih yang berasal dari Improved Polulation-1 merupakan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, dimana benihnya lebih vigor dibandingkan benih dari aksesi. Pemilihan benih Improved Polulation-1 ini dilakukan dengan eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut di tiga kebun induk, yaitu Kebun Percobaan (K.P.) Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mewakili wilayah iklim basah. Para ahli benih Puslitbang Perkebunan melakukan seleksi massa untuk memilih individu terbaik yang akan menghasilkan benih populasi berikutnya. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai benih sumber (Anonimous, 2006). Benih aksesi diperoleh dari berbagai daerah dan belum dilakukan seleksi ataupun penyeragaman. Benih hasil perbaikan populasi (Improved Polulation-1) secara garis besar memiliki vigor yang lebih baik karena telah diseleksi, sedangkan benih aksesi belum diseleksi. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat mengetahui variasi dari lot benih yang digunakan. Evaluasi ini menggunakan beberapa tolok ukur vigor bibit yaitu jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tanaman, diameter batang pada saat tanaman berumur 6 - 12 MST, bobot basah tajuk dan akar, bobot kering tajuk dan akar, rasio tunas dan akar. Rekapitulasi nilai F pengaruh lot benih terhadap beberapa tolok ukur vigor bibit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9. Sidik ragam untuk masingmasing tolok ukur yang berpengaruh nyata ditampilkan pada Tabel Lampiran 5 - 13.
Berdasarkan hasil uji F, diperoleh hasil bahwa ada beberapa tolok ukur yang dipengaruhi secara nyata oleh lot benih yang digunakan. Tolok ukur tersebut adalah jumlah daun pada saat bibit berumur 6, 8, dan 10 MST, jumlah tunas pada saat tanaman berumur 6, 8, 10, dan 12 MST, tinggi tanaman pada 8 MST, dan diameter batang pada 8 MST.
Tabel 9.
Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Lot Benih terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Bibit yang Digunakan
Tolok Ukur JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT Ket : JD 1-4 JT 1-4 TT 1-4 D 1-4 BB-B
F hit 6.48 ** 6.57 ** 3.90 * 1.53 tn 4.9 ** 40.06 ** 38.12 ** 20.34 ** 2.53 tn 4.54 * 2.36 tn 1.39 tn 2.87 tn 6.35 ** 1.27 tn 1.21 tn 0.84 tn 0.45 tn 0.13 tn 0.30 tn 0.31 tn
: Jumlah Daun pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Jumlah Tunas pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Tinggi Tanaman pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Diameter Batang pada 6, 8, 10, dan 12 MST : Bobot Basah Batang
KK (%) 8.82 6.93 6.36 11.39 8.82 6.27 13.34 25.41 5.32 6.77 7.55 8.59 5.76 4.58 4.55 4.50 18.07 25.58 18.20 53.33 32.97 BK-B BB-A BK-A RT
: Bobot Kering Batang : Bobot Basah Akar : Bobot Kering Akar : Rasio Tunas/Akar
tn
berpengaruh tidak nyata ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * berpengaruh nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat rata-rata pertambahan jumlah daun pada 6 - 12 MST. Pada saat bibit berumur 6 MST lot benih IP-1A menunjukkan rata-rata jumlah daun yang paling banyak dibandingkan lot benih yang lain. Pada
saat bibit berumur 8 MST, rata-rata jumlah daun lot benih IP-1M hampir menyamai rata-rata jumlah daun IP-1A. Pada 10 MST semua lot benih hasil Improved Population-1 menunjukkan rata-rata jumlah daun yang lebih tinggi dari pada lot benih yang berasal dari aksesi. Namun pada 12 MST rata-rata jumlah daun pada lot benih hasil Improved Population-1 maupun dari aksesi tidak berbeda nyata. Tabel 10. Nilai Rata-Rata Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih Lot L1 L2 L3 L4 L5
Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST b b ab 4.975 7.050 14.125 17.300 a b ab ab 5.400 7.550 14.325 16.125 a 6.500 a 8.300 a 15.475 a 18.650 a b b b 6.750 13.350 15.700 a 5.100 5.250 b 6.800 b 13.300 b 16.275 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan sangat di pengaruhi oleh lingkungan. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh sifat genotipe tumbuhan dan faktor lingkungan. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh adalah kesuburan tanah tempat tumbuh tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Maharani (2006) yang memperoleh hasil bahwa semua parameter vegetatif tanaman jarak pagar yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah daun meningkat karena adanya perlakuan pupuk nitrogen. Pada Tabel 11 dapat dilihat nilai rata-rata jumlah tunas pada setiap waktu pengamatan. Pada saat bibit berumur 6 MST dapat dilihat bahwa lot benih IP-1M memiliki rata-rata jumlah tunas tertinggi. Pada 8 MST lot benih IP-1A dan benih dari aksesi karanganyar mengalami peningkatan jumlah tunas, namun tidak sebanyak IP-1M. Rata-rata jumlah tunas IP-1M pada pengamatan selanjutnya memiliki jumlah yang tertinggi dibandingkan lot benih yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas antara lot benih hasil Improved Population-1 maupun dari aksesi tidak berbeda nyata. Tabel 11. Nilai Rata-Rata Jumlah Tunas Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih Lot L1 L2 L3 L4 L5
Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b 1.175 a 1.625 a 2.275 a 2.975 a 1.050 b 1.175 b 1.250 b 1.250 b 1.025 b 1.075 bc 1.075 b 1.150 b 1.000 b 1.000 c 1.000 b 1.000 b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa tinggi bibit saat berumur 8 MST menunjukkan beda yang nyata antar lot benih yang digunakan. Lot benih dari IP-1A memiliki rata-rata tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan lot yang lain. Hal ini diduga merupakan faktor genetik dari tanaman, namun pada pengamatan selanjutnya tinggi tanaman semua lot benih tidak menunjukkan beda yang nyata. Rata-rata tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 12 MST yaitu antara 53.770 - 59.875 cm. Rata-rata diameter batang bibit jarak pagar menunjukkan beda yang nyata antar lot benih yang digunakan pada saat bibit berumur 8 MST, dimana lot benih IP-1A memiliki rata-rata diameter paling besar dibandingkan lot benih yang lain. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa setelah bibit berumur 8 MST, rata-rata diameter batang antar lot benih yang digunakan menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Besar diameter batang pada akhir pengamatan berkisar antara 1.6325 1.7275 cm.
Tabel 12. Nilai Rata-Rata Tinggi Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih Lot L1 L2 L3 L4 L5
Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST ab bc a 25.6075 29.618 51.025 59.275 a a ab a 27.2425 31.895 51.463 58.063 a a a a 27.3075 33.450 51.313 59.875 a 24.7375 b 27.930 c 46.938 a 53.770 a ab bc a 25.8875 29.378 45.375 54.100 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Sudrajat et al. (2005) menyatakan bahwa berat kering total tanaman merupakan cermin dari akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik (unsur hara, air, dan karbondioksida). Menurut Lakitan (2004), unsur hara yang diserap akar tanaman, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang masih tetap dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman tetap akan memberikan konstribusi terhadap berat kering tanaman. Tabel 13. Nilai Rata-Rata Diameter Batang Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih Lot L1 L2 L3 L4 L5
Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam/MST) 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST b b a 0.8550 0.9975 1.4775 1.6550 a 0.9075 ab 1.0525 b 1.5075 a 1.6950 a a a a 0.9675 1.1525 1.5575 1.7225 a 0.8675 b 1.0125 b 1.4925 a 1.7275 a ab b a 0.8950 1.0725 1.4550 1.6325 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Aminah et al. (2006) menyatakan bahwa semakin banyak akar maka makin banyak unsur hara yang bisa diserap tanaman, sehingga bibit akan berdaya hidup tinggi di lapangan. Pertumbuhan akar yang cepat akan merangsang pertumbuhan bibit yang cepat pula. Tabel 14. Nilai Rata-Rata Rasio Tunas/Akar Bibit Jarak Pagar pada Beberapa Lot Benih Lot L1 L2 L3 L4 L5
RT 8.005 a 7.475 a 8.670 a 8.640 a 9.523 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5% Ket: L1 : IP-1P (dari Pakuwon) L2 : IP-1M (dari Muktiharjo) L3 : IP-1A (dari Asembagus) L4 : Aksesi dari Karanganyar L5 : Aksesi dari Probolinggo
Rasio tunas dan akar merupakan perbandingan antara bobot kering bagian bibit di atas dan di dalam medium. Alrasjid dalam Hendromono (2003) menyatakan
bahwa
bibit-bibit
Cryptomeria
japonica,
Pinus
densiflora,
Chamaecyparis obtosa dan Picea sp di Jepang telah siap ditanam di lapangan apabila rasio tunas dan akar antara 2 sampai 5. Menurut Hendromono (2003) bibit yang mempunyai rasio tunas dan akar mendekati angka 5 lebih baik daripada yang mendekati 2, namun menurut Sudrajad et al. (2005) rasio tunas dan akar yang tinggi belum bisa menjamin mutu suatu bibit. Hal ini disebabkan karena rasio tunas dan akar merupakan cermin dari keseimbangan bibit dalam menyerap unsur hara dan air pada bagian akar dengan proses fotosinstesis pada bagian atas bibit atau pucuk. Pada Tabel 14 dapat dilihat rata-rata rasio tunas dan akar bibit jarak pagar pada saat bibit berumur 12 MST adalah antara 7.475 - 9.523. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat dilihat bahwa lot benih yang digunakan memiliki variasi/keragaman yang cukup baik. Benih hasil Improved Population-1 menunjukkan penampilan yang lebih baik pada awal pertumbuhan dibandingkan benih yang berasal dari aksesi, namun tidak berbeda nyata pada
pertumbuhan selanjutnya. Benih Improved Population-1 telah mewakili tiap daerah, yaitu kering (IP-1A), sedang (IP-1M), dan basah (IP-1P), sedangkan benih dari aksesi telah mewakili benih-benih yang belum diseleksi.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kriteria kecambah normal yang dapat digunakan untuk menentukan daya berkecambah (DB) jarak pagar adalah kriteria D, dengan ciri sebagai berikut: endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak. Daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal D berkorelasi linier positif dan nyata dengan beberapa tolok ukur vigor bibit, yaitu jumlah daun (r = 0.48371), jumlah tunas (r = 0.46770), dan tinggi tanaman (r = 0.55057).
SARAN Kriteria kecambah normal yang disarankan untuk pengujian daya berkecambah benih jarak pagar yaitu pada saat endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan kriteria kecambah normal D untuk menentukan DB pada lot benih yang lebih banyak, untuk melihat variasi yang ditimbulkan. Perlu dilakukan peninjauan kembali pada periode pengamatan daya berkecambah (DB) jarak pagar.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, PS. 2003. Penentuan kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit tusam (Pinus merkursii Jungh et de Vriese) di persemaian. Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal. Aminah, A, B Budiman, M Suartana, R Kurniaty. 2006. Kriteria kecambah dalam penyapihan semai untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor, 14 Februari 2006. Hal 87 – 91. Anonimous. 1986. Penentuan saat perhitungan kecambah normal dan kriteria efektif secara kuantitatif untuk jenis Acacia mangium Willd. LUC no 7, Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 74 hal. Anonimous. 2005. Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 57 hal. Anonimous. 2006. Peluncuran perdana benih unggul jarak pagar (Jatropha curcas L). InfoTek Jarak Pagar 1(7): 25-28. Anonimous. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. http://ditjenbun. deptan.go.id/web/tahunan. [September 2007]. Bramasto, Y. 2006. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan : Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. 24 hal. Bramasto, Y, T Suharti, R Kurniaty, Samuel RS dan B Budiman. 2006. Klasifikasi kecambah normal untuk semai siap sapih hingga bibit siap tanam. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 461: 1 - 32. Byrd, H. W. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa. Bandung. Chen, Y, Chen, Z. 1989. Testing chinese fir seeds by seedling vigour classification on vertical plates, p. 58-62. In: J. W. Turnbull (Ed). Tropical Tree Seed Research: proceedings of an international workshop held at the forestry training centre, Gympie, Old, Australia, 21-24 August 1989. Camberra: ACIAR Proceedings No. 28. Copeland, LO, MB McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Fourth edition. Kluwer Academic Publishers. London. 425 p.
Fauzi, AS. 1997. Pengaruh berat bibit dan urine sapi terhadap perkecambahan dan pertumbuhan semai Pericopsis mooniana Thw pada berbagai campuran media. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 50 hal. Hambali, E. 2006. Prospek pengembangan tanaman jarak pagar untuk biodiesel dan produk turunan lainnya. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 6-20. Hendromono. 2003. Kriteria penilaian mutu bibit dalam wadah yang siap tanam untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 4(1):11-20. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Iriantono, D, Nurhasybi. 1996. Berat 1000 butir, kadar air, dan kriteria kecambah normal benih tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 195: 1-34. Iriantono, D, ER Kartiana, E Ismiyati, M Sanusi, A Muharam. 1998. Standar metode pengujian mutu benih untuk jenis Pinus merkusii, Paraserianthes falcataria, Swietenia macrophylla, dan Gmelina arborea. Bul. Tek. Perbenihan. 5(2): 1-24. Iriantono, D, DJ Sudrajat, I Ismawati. 2000. Mutu fisik, fisiologis dan keragaman genetik benih Acacia mangium Willd. Asal Kebun Benih Parungpanjang, Bogor. Bul. Tek. Perbenihan. 7(2): 42-57. Kamil, J. 1980. Teknologi Benih I. Universitas Andalas. Angkasa Raya. Padang. 224 hal. Kartika, E. 1994. Penentuan kriteria vigor bibit serta pengaruh tingkat devigorasi dan densitas benih terhadap keberhasilan persemaian Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen dan Acacia mangium Willd. Tesis. Program Pascasarjana IPB. 138 hal. Kurniaty, R, B Budiman, Suartana IM, ER Kartina. 2005. Klasifikasi kecambah normal untuk semai siap sapih. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. 438: 1 - 42. Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 206 hal.
Maharani, G. 2006. Pertumbuhan vegetatif tanaman jarak (Jatropha curcas Linn.) pada berbagai taraf dosis pupuk N dan P. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 57 hal. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. IPB Press. Bogor. 326 hal. Nurhasybi, DJ Sudrajad. 2006. Bagaimana mutu bibit tanaman hutan yang ideal?. Tinjauan singkat untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor, 14 Februari 2006. Hal 179 – 183. Prawitasari, T. 2006a. Teknik seleksi dan sortasi biji untuk bibit jarak pagar yang berkualitas. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 21 - 33. Prawitasari, T. 2006b. Teknologi perbanyakan bibit jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) secara konvensional dan kultur jaringan. Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 54 - 60. Prihandana, R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. Agro Media Pustaka. Jakarta. 83 hal. Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. IPB. Bogor. 301 hal. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Sadjad, S, E Murniati, S Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal. Salisbury, FB, CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. 241 hal. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat RLPS dan Danida Forest Seed Centre. Jakarta. Sitompul, SM, B Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hal. Suastika, G. 2006. Penyakit utama dan potensial serta praktek pengendalian penyakit pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.). Prosiding Seminar Nasional Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. Bogor. Hal 23-28. Sudrajad, DJ, A Rohandi, N Widyani, A Aminah. 2005. Penentuan tinggi kecambah optimal pada penyapihan bibit Sonobritz di persemaian. Jurnal Penelitian Tanaman Hutan. 2(02): 217-225.
Suita, E, DJ Sudrajad. 2003. Uji mutu fisik dan fisiologis benih Agathis Loranthifolia Salibs. Info Benih. 8(1): 1-12. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hal.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Sumber Lot Benih Galat Total
db 4 15 19
Tabel Lampiran 2. Sumber Lot Benih Galat Total
db 4 15 19
Tabel Lampiran 3. Sumber Lot Benih Galat Total
db 4 15 19
Tabel Lampiran 4. Sumber Lot Benih Galat Total
db 4 15 19
Tabel Lampiran 5. Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
Tabel Lampiran 6. Sumber Lot Benih Galat Total ** * KK %
Db 4 15 19
Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal A JK 4082.5 1331.25 5413.75
KT 1020.625 88.75
F hitung 11.5 **
KK% 13.13
Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal B JK 1267.5 862.5 2130
KT 316.875 57.5
F hitung 5.51 **
KK% 9.03
Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal C JK 1300 943.75 2243.75
KT 325 62.917
F hitung 5.17 **
KK% 8.94
Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap DB Berdasarkan Beberapa Kriteria Kecambah Normal D JK 1320 925 2245
KT 330 61.67
F hitung 5.35 **
KK% 8.77
Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 6 MST (JD1) JK 5.972 3.458 9.43
KT 1.493 0.231
F hitung 6.48 **
KK% 8.817
Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 8 MST (JD2) JK 6.708 3.83 10.538
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% berpengaruh nyata pada taraf 5 % Koefisien Keragaman
KT 1.677 0.255
F hitung 6.57 **
KK% 6.931
Tabel Lampiran 7. Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
Tabel Lampiran 8. Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
Tabel Lampiran 9. Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Daun pada 10 MST (JD3) JK 12.573 12.093 24.666
KT 3.143 0.806
F hitung 3.90 *
KK% 6.361
Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 6 MST (JT1) JK 0.085 0.065 0.15
KT 0.021 0.004
F hitung 4.90 **
KK% 6.269
Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 8 MST (JT2) JK 1.095 0.103 1.198
KT 0.274 0.007
F hitung 40.06 **
KK% 7.035
Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 10 MST (JT3) Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
JK 4.727 0.465 5.192
KT 1.18175 0.031
F hitung 38.12 **
KK% 13.339
Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Jumlah Tunas pada 12 MST (JT4) Sumber Lot Benih Galat Total
Db 4 15 19
JK 11.43 2.108 13.538
KT 2.858 0.141
F hitung 20.34 **
KK% 25.412
Tabel Lampiran 12. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 8 MST (TT2) Sumber Lot Benih Galat Total ** * KK %
Db 4 15 19
JK 77.127 63.67 140.796
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% berpengaruh nyata pada taraf 5 % Koefisien Keragaman
KT 19.282 4.245
F hitung 4.54 *
KK% 6.765
Tabel Lampiran 13. Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Diameter Batang pada 8 MST (D2) Sumber Lot Benih Galat Total
db 4 15 19
JK 0.059 0.035 0.095
KT 0.015 0.002
F hitung 6.35 **
KK% 4.579
Tabel Lampiran 14. Analisis Ragam Model Regresi Y=28.10+7.67 JD2 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 619.53 1510.47 2130
KT 619.53 83.91
F hitung 7.383*
KK% 10.91
Tabel Lampiran 15. Analisis Ragam Model Regresi Y=16.10+2.23 TT2 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 699.96 1430.04 2130
KT 699.96 79.45
F hitung 8.810**
KK% 10.61
Tabel Lampiran 16. Analisis Ragam Model Regresi Y=35.31 + 7.33 JD2 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 566.29 1677.46 2243.75
KT 566.29 93.19
F hitung 6.077*
KK% 10.87731
Tabel Lampiran 17. Analisis Ragam Model Regresi Y=1.93 + 3.32 TT1 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 535.10 1708.65 2243.75
KT 535.10 94.92
F hitung 5.637*
KK% 10.98
Tabel Lampiran 18. Analisis Ragam Model Regresi Y= 18.81 + 2.29 TT2 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 742.59 1501.15 2243.75
KT 742.59 83.39
F hitung 8.904
KK% 10.29
Tabel Lampiran 19. Analisis Ragam Model Regresi Y=38.03 + 7.06 JD2 Sumber Lot Benih Galat Total ** * KK %
db 1 18 19
JK 525.276 1719.724 2245
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% berpengaruh nyata pada taraf 5 % Koefisien Keragaman
KT 525.276 95.54
F hitung 5.498 *
KK% 10.921
Tabel Lampiran 20. Analisis Ragam Model Regresi Y =65.71 + 20.25 JT2 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 491.075 1753.925 2245
KT 491.075 97.44
F hitung 5.04 *
KK% 11.029
Tabel Lampiran 21. Analisis Ragam Model Regresi Y =76.86 + 9.57 JT3 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 475.749 1769.25 2245
KT 475.749 98.29
F hitung 4.84 *
KK% 11.077
Tabel Lampiran 22. Analisis Ragam Model Regresi Y= 6.74 + 3.16 TT1 Sumber Lot Benih Galat Total
db 1 18 19
JK 486.172 1758.827 2245
KT 486.172 97.712
F hitung 4.976 *
KK% 11.045
Tabel Lampiran 23. Analisis Ragam Model Regresi Y = 22.55 + 2.19 TT2 Sumber Lot Benih Galat Total ** * KK %
db 1 18 19
JK 680.521 1564.478 2245
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% berpengaruh nyata pada taraf 5 % Koefisien Keragaman
KT 680.521 86.915
F hitung 7.83 *
KK% 10.41659
Tabel Lampiran 24. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBB
JD1 1 0 0.90175 0.0001 0.80236 0.0001 0.32384 0.1637 0.09670 0.6851 0.17037 0.4727 0.17893 0.4504 0.10732 0.6525 0.60896 0.0044 0.80560 0.0001 0.42897 0.0591 0.39793 0.0823 0.72733 0.0003 0.87719 0.0001 0.63872 0.0024 0.38875 0.0903 0.54494 0.0130 0.23534 0.3179 0.18702 0.4298 0.21610 0.3602 -0.01447 0.9517 0.43677 0.0542
JD2 1 0 0.84933 0.0001 0.31197 0.1805 0.24657 0.2946 0.37581 0.1025 0.38178 0.0967 0.30015 0.1985 0.62224 0.0034 0.90438 0.0001 0.60968 0.0043 0.52538 0.0174 0.71500 0.0004 0.79200 0.0001 0.69566 0.0007 0.44084 0.0517 0.67104 0.0012 0.25850 0.2711 0.32875 0.1570 0.28392 0.2251 -0.14909 0.5304 0.53931 0.0141
JD3
JD4
JT1
JT2
JT3
JT4
1 0 0.48867 0.0288 0.13257 0.5774 0.16882 0.4768 0.20271 0.3914 0.12135 0.6103 0.71152 0.0004 0.88802 0.0001 0.83917 0.0001 0.76622 0.0001 0.68923 0.0008 0.75199 0.0001 0.77733 0.0001 0.55093 0.0118 0.77619 0.0001 0.39700 0.0831 0.24550 0.2968 0.25509 0.2777 -0.02879 0.9041 0.42450 0.0621
1 0 -0.13790 0.5621 -0.11371 0.6331 -0.07850 0.7422 -0.08046 0.7360 0.30333 0.1936 0.36022 0.1187 0.52031 0.0187 0.76658 0.0001 0.39873 0.0816 0.29807 0.2018 0.10271 0.6665 0.03557 0.8817 0.43534 0.0550 0.18119 0.4446 -0.05061 0.8322 0.19334 0.4141 -0.07605 0.7500 0.31935 0.1699
1 0 0.83762 0.0001 0.65723 0.0016 0.55789 0.0106 0.13097 0.5821 0.28375 0.2254 0.12112 0.6110 0.01784 0.9405 0.10171 0.6696 -0.04613 0.8469 -0.06754 0.7772 0.00382 0.9872 0.15170 0.5232 -0.27905 0.2335 -0.09144 0.7014 -0.28394 0.2250 0.10099 0.6718 0.27973 0.2323
1 0 0.94647 0.0001 0.89847 0.0001 0.26805 0.2532 0.36489 0.1137 0.22446 0.3414 0.07613 0.7497 0.14827 0.5327 0.05566 0.8157 0.06275 0.7927 0.02774 0.9076 0.20388 0.3886 -0.14478 0.5425 0.10196 0.6688 0.12607 0.5964 -0.20207 0.3929 0.26730 0.2546
1 0 0.98286 0.0001 0.39915 0.0813 0.39706 0.0830 0.31271 0.1795 0.14923 0.5300 0.21996 0.3514 0.12545 0.5982 0.14609 0.5388 0.07589 0.7505 0.24388 0.3001 -0.03398 0.8869 0.16990 0.4739 0.26954 0.2505 -0.26351 0.2616 0.24629 0.2952
1 0 0.36102 0.1179 0.29997 0.1988 0.26706 0.2550 0.11737 0.6221 0.14402 0.5447 0.06246 0.7936 0.08265 0.7290 0.01791 0.9403 0.17818 0.4523 0.00323 0.9892 0.12674 0.5944 0.33975 0.1428 -0.29929 0.1999 0.17667 0.4562
TT1
1 0 0.78827 0.0001 0.63927 0.0024 0.59110 0.0061 0.76696 0.0001 0.72078 0.0003 0.59550 0.0056 0.43093 0.0578 0.57371 0.0082 0.20252 0.3918 0.14312 0.5472 0.22953 0.3303 0.01113 0.9629 0.41033 0.0723
TT2
1 0 0.75041 0.0001 0.68753 0.0008 0.76401 0.0001 0.80708 0.0001 0.72422 0.0003 0.51306 0.0207 0.75896 0.0001 0.30499 0.1910 0.36255 0.1162 0.20366 0.3891 -0.05775 0.8089 0.57325 0.0082
Tabel Lampiran 24. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal B TT3
TT4
D1
D2
1 0 0.83991 0.0001 0.60282 0.0049 0.49870 0.0252 0.63897 0.0024 0.26639 0.2563 0.23027 0.3287 0.13050 0.5834 0.14185 0.5508 0.43244 0.0569
1 0 0.72441 0.0003 0.48308 0.0310 0.55111 0.0118 0.26895 0.2515 0.31923 0.1701 0.21131 0.3711 0.04649 0.8457 0.34839 0.1322
D3
D4
BBB
BKB
BBA
BKA
RT
1 0 0.47284 0.0353 0.27939 0.2329 0.09218 0.6991 0.11806 0.6201 0.19518 0.4096
1 0 0.20601 0.3835 0.46672 0.0380 0.01491 0.9502 -0.09517 0.6898
1 0 0.50681 0.0226 -0.64487 0.0021 -0.12041 0.6131
1 0 -0.78657 0.0001 -0.06820 0.7751
1 0 0.07424 0.7558
DBB
JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBB
1 0 0.91721 0.0001 0.51400 0.0204 0.45689 0.0429 0.68862 0.0008 0.57607 0.0079 0.85046 0.0001 0.44493 0.0493 0.28914 0.2163 0.25113 0.2855 -0.07018 0.7688 0.33403 0.1500
1 0 0.52345 0.0179 0.42393 0.0625 0.48865 0.0288 0.40231 0.0787 0.80310 0.0001 0.41706 0.0673 0.20246 0.3920 0.25760 0.2729 -0.09638 0.6861 0.34807 0.1326
1 0 0.86717 0.0001 0.70854 0.0005 0.51143 0.0212 0.50091 0.0245 0.25401 0.2799 -0.00157 0.9948 0.07510 0.7530
1 0 0.64506 0.0021 0.48300 0.0310 0.49469 0.0266 0.10249 0.6672 0.08390 0.7251 -0.14564 0.5401
1 0
Tabel Lampiran 25. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBC
JD1 1 0 0.90175 0.0001 0.80236 0.0001 0.32384 0.1637 0.09670 0.6851 0.17037 0.4727 0.17893 0.4504 0.10732 0.6525 0.60896 0.0044 0.80560 0.0001 0.42897 0.0591 0.39793 0.0823 0.72733 0.0003 0.87719 0.0001 0.63872 0.0024 0.38875 0.0903 0.54494 0.0130 0.23534 0.3179 0.18702 0.4298 0.21610 0.3602 -0.01447 0.9517 -0.15372 0.5176
JD2 1 0 0.84933 0.0001 0.31197 0.1805 0.24657 0.2946 0.37581 0.1025 0.38178 0.0967 0.30015 0.1985 0.62224 0.0034 0.90438 0.0001 0.60968 0.0043 0.52538 0.0174 0.71500 0.0004 0.79200 0.0001 0.69566 0.0007 0.44084 0.0517 0.67104 0.0012 0.25850 0.2711 0.32875 0.1570 0.28392 0.2251 -0.14909 0.5304 -0.16494 0.4871
JD3
JD4
JT1
JT2
JT3
JT4
TT1
TT2
1 0 0.48867 0.0288 0.13257 0.5774 0.16882 0.4768 0.20271 0.3914 0.12135 0.6103 0.71152 0.0004 0.88802 0.0001 0.83917 0.0001 0.76622 0.0001 0.68923 0.0008 0.75199 0.0001 0.77733 0.0001 0.55093 0.0118 0.77619 0.0001 0.39700 0.0831 0.24550 0.2968 0.25509 0.2777 -0.02879 0.9041 0.01541 0.9486
1 0 -0.13790 0.5621 -0.11371 0.6331 -0.07850 0.7422 -0.08046 0.7360 0.30333 0.1936 0.36022 0.1187 0.52031 0.0187 0.76658 0.0001 0.39873 0.0816 0.29807 0.2018 0.10271 0.6665 0.03557 0.8817 0.43534 0.0550 0.18119 0.4446 -0.05061 0.8322 0.19334 0.4141 -0.07605 0.7500 -0.22915 0.3311
1 0 0.83762 0.0001 0.65723 0.0016 0.55789 0.0106 0.13097 0.5821 0.28375 0.2254 0.12112 0.6110 0.01784 0.9405 0.10171 0.6696 -0.04613 0.8469 -0.06754 0.7772 0.00382 0.9872 0.15170 0.5232 -0.27905 0.2335 -0.09144 0.7014 -0.28394 0.2250 0.10099 0.6718 0.17418 0.4627
1 0 0.94647 0.0001 0.89847 0.0001 0.26805 0.2532 0.36489 0.1137 0.22446 0.3414 0.07613 0.7497 0.14827 0.5327 0.05566 0.8157 0.06275 0.7927 0.02774 0.9076 0.20388 0.3886 -0.14478 0.5425 0.10196 0.6688 0.12607 0.5964 -0.20207 0.3929 -0.10128 0.6709
1 0 0.98286 0.0001 0.39915 0.0813 0.39706 0.0830 0.31271 0.1795 0.14923 0.5300 0.21996 0.3514 0.12545 0.5982 0.14609 0.5388 0.07589 0.7505 0.24388 0.3001 -0.03398 0.8869 0.16990 0.4739 0.26954 0.2505 -0.26351 0.2616 -0.20166 0.3939
1 0 0.36102 0.1179 0.29997 0.1988 0.26706 0.2550 0.11737 0.6221 0.14402 0.5447 0.06246 0.7936 0.08265 0.7290 0.01791 0.9403 0.17818 0.4523 0.00323 0.9892 0.12674 0.5944 0.33975 0.1428 -0.29929 0.1999 -0.26271 0.2631
1 0 0.78827 0.0001 0.63927 0.0024 0.59110 0.0061 0.76696 0.0001 0.72078 0.0003 0.59550 0.0056 0.43093 0.0578 0.57371 0.0082 0.20252 0.3918 0.14312 0.5472 0.22953 0.3303 0.01113 0.9629 -0.14230 0.5495
1 0 0.75041 0.0001 0.68753 0.0008 0.76401 0.0001 0.80708 0.0001 0.72422 0.0003 0.51306 0.0207 0.75896 0.0001 0.30499 0.1910 0.36255 0.1162 0.20366 0.3891 -0.05775 0.8089 -0.03188 0.8938
Tabel Lampiran 25. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal C TT3
TT4
D1
D2
D3
D4
BBB
BKB
BBA
BKA
1 0 0.47284 0.0353 0.27939 0.2329 0.09218 0.6991 0.11806 0.6201 -0.01228 0.9590
1 0 0.20601 0.3835 0.46672 0.0380 0.01491 0.9502 0.02903 0.9033
1 0 0.50681 0.0226 -0.64487 0.0021 0.07484 0.7538
1 0 -0.78657 0.0001 -0.08558 0.7198
RT
DBC
JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBC
1 0 0.91721 0.0001 0.51400 0.0204 0.45689 0.0429 0.68862 0.0008 0.57607 0.0079 0.85046 0.0001 0.44493 0.0493 0.28914 0.2163 0.25113 0.2855 -0.07018 0.7688 -0.01734 0.9421
1 0 0.52345 0.0179 0.42393 0.0625 0.48865 0.0288 0.40231 0.0787 0.80310 0.0001 0.41706 0.0673 0.20246 0.3920 0.25760 0.2729 -0.09638 0.6861 0.01179 0.9607
1 0 0.83991 0.0001 0.60282 0.0049 0.49870 0.0252 0.63897 0.0024 0.26639 0.2563 0.23027 0.3287 0.13050 0.5834 0.14185 0.5508 -0.23695 0.3145
1 0 0.72441 0.0003 0.48308 0.0310 0.55111 0.0118 0.26895 0.2515 0.31923 0.1701 0.21131 0.3711 0.04649 0.8457 -0.26890 0.2516
1 0 0.86717 0.0001 0.70854 0.0005 0.51143 0.0212 0.50091 0.0245 0.25401 0.2799 -0.00157 0.9948 -0.16614 0.4839
1 0 0.64506 0.0021 0.48300 0.0310 0.49469 0.0266 0.10249 0.6672 0.08390 0.7251 -0.16511 0.4867
1 0 -0.08241 0.7298
1 0
Tabel Lampiran 26. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBD
JD1 1 0 0.90175 0.0001 0.80236 0.0001 0.32384 0.1637 0.09670 0.6851 0.17037 0.4727 0.17893 0.4504 0.10732 0.6525 0.60896 0.0044 0.80560 0.0001 0.42897 0.0591 0.39793 0.0823 0.72733 0.0003 0.87719 0.0001 0.63872 0.0024 0.38875 0.0903 0.54494 0.0130 0.23534 0.3179 0.18702 0.4298 0.21610 0.3602 -0.01447 0.9517 0.42718 0.0603
JD2 1 0 0.84933 0.0001 0.31197 0.1805 0.24657 0.2946 0.37581 0.1025 0.38178 0.0967 0.30015 0.1985 0.62224 0.0034 0.90438 0.0001 0.60968 0.0043 0.52538 0.0174 0.71500 0.0004 0.79200 0.0001 0.69566 0.0007 0.44084 0.0517 0.67104 0.0012 0.25850 0.2711 0.32875 0.1570 0.28392 0.2251 -0.14909 0.5304 0.42931 0.0589
JD3
JD4
JT1
JT2
JT3
JT4
TT1
TT2
1 0 0.48867 0.0288 0.13257 0.5774 0.16882 0.4768 0.20271 0.3914 0.12135 0.6103 0.71152 0.0004 0.88802 0.0001 0.83917 0.0001 0.76622 0.0001 0.68923 0.0008 0.75199 0.0001 0.77733 0.0001 0.55093 0.0118 0.77619 0.0001 0.39700 0.0831 0.24550 0.2968 0.25509 0.2777 -0.02879 0.9041 0.44032 0.0520
1 0 -0.13790 0.5621 -0.11371 0.6331 -0.07850 0.7422 -0.08046 0.7360 0.30333 0.1936 0.36022 0.1187 0.52031 0.0187 0.76658 0.0001 0.39873 0.0816 0.29807 0.2018 0.10271 0.6665 0.03557 0.8817 0.43534 0.0550 0.18119 0.4446 -0.05061 0.8322 0.19334 0.4141 -0.07605 0.7500 -0.04175 0.8613
1 0 0.83762 0.0001 0.65723 0.0016 0.55789 0.0106 0.13097 0.5821 0.28375 0.2254 0.12112 0.6110 0.01784 0.9405 0.10171 0.6696 -0.04613 0.8469 -0.06754 0.7772 0.00382 0.9872 0.15170 0.5232 -0.27905 0.2335 -0.09144 0.7014 -0.28394 0.2250 0.10099 0.6718 0.01011 0.9662
1 0 0.94647 0.0001 0.89847 0.0001 0.26805 0.2532 0.36489 0.1137 0.22446 0.3414 0.07613 0.7497 0.14827 0.5327 0.05566 0.8157 0.06275 0.7927 0.02774 0.9076 0.20388 0.3886 -0.14478 0.5425 0.10196 0.6688 0.12607 0.5964 -0.20207 0.3929 -0.02327 0.9224
1 0 0.98286 0.0001 0.39915 0.0813 0.39706 0.0830 0.31271 0.1795 0.14923 0.5300 0.21996 0.3514 0.12545 0.5982 0.14609 0.5388 0.07589 0.7505 0.24388 0.3001 -0.03398 0.8869 0.16990 0.4739 0.26954 0.2505 -0.26351 0.2616 -0.03713 0.8765
1 0 0.36102 0.1179 0.29997 0.1988 0.26706 0.2550 0.11737 0.6221 0.14402 0.5447 0.06246 0.7936 0.08265 0.7290 0.01791 0.9403 0.17818 0.4523 0.00323 0.9892 0.12674 0.5944 0.33975 0.1428 -0.29929 0.1999 -0.08570 0.7194
1 0 0.78827 0.0001 0.63927 0.0024 0.59110 0.0061 0.76696 0.0001 0.72078 0.0003 0.59550 0.0056 0.43093 0.0578 0.57371 0.0082 0.20252 0.3918 0.14312 0.5472 0.22953 0.3303 0.01113 0.9629 -0.02005 0.9331
1 0 0.75041 0.0001 0.68753 0.0008 0.76401 0.0001 0.80708 0.0001 0.72422 0.0003 0.51306 0.0207 0.75896 0.0001 0.30499 0.1910 0.36255 0.1162 0.20366 0.3891 -0.05775 0.8089 0.37152 0.1068
Tabel Lampiran 26. Kolerasi antara Tolok Ukur Vigor Bibit dengan Daya Berkecambah Berdasarkan Kriteria Kecambah Normal D TT3
TT4
D1
D2
1 0 0.83991 0.0001 0.60282 0.0049 0.49870 0.0252 0.63897 0.0024 0.26639 0.2563 0.23027 0.3287 0.13050 0.5834 0.14185 0.5508 0.03776 0.8744
1 0 0.72441 0.0003 0.48308 0.0310 0.55111 0.0118 0.26895 0.2515 0.31923 0.1701 0.21131 0.3711 0.04649 0.8457 0.21311 0.3670
D3
D4
BBB
BKB
BBA
BKA
RT
1 0 0.64506 0.0021 0.48300 0.0310 0.49469 0.0266 0.10249 0.6672 0.08390 0.7251 0.16156 0.4962
1 0 0.47284 0.0353 0.27939 0.2329 0.09218 0.6991 0.11806 0.6201 0.18917 0.4244
1 0 0.20601 0.3835 0.46672 0.0380 0.01491 0.9502 0.41221 0.0709
1 0 0.50681 0.0226 -0.64487 0.0021 -0.00221 0.9926
1 0 -0.78657 0.0001 0.01067 0.9644
1 0 0.14530 0.5410
DB
JD1 JD2 JD3 JD4 JT1 JT2 JT3 JT4 TT1 TT2 TT3 TT4 D1 D2 D3 D4 BBB BKB BBA BKA RT DBD
1 0 0.91721 0.0001 0.51400 0.0204 0.45689 0.0429 0.68862 0.0008 0.57607 0.0079 0.85046 0.0001 0.44493 0.0493 0.28914 0.2163 0.25113 0.2855 -0.07018 0.7688 0.25723 0.2736
1 0 0.52345 0.0179 0.42393 0.0625 0.48865 0.0288 0.40231 0.0787 0.80310 0.0001 0.41706 0.0673 0.20246 0.3920 0.25760 0.2729 -0.09638 0.6861 0.13222 0.5784
1 0 0.86717 0.0001 0.70854 0.0005 0.51143 0.0212 0.50091 0.0245 0.25401 0.2799 -0.00157 0.9948 0.34531 0.1359
1 0
Gambar Lampiran 1. Perkecambahan Benih pada Umur 14 HST
Gambar Lampiran 2. Perkecambahan Benih pada Umur 21 HST (Terserang Hama Ulat)
Gambar Lampiran 4. Daun yang Terserang Hama Kutu
Gambar Lampiran 3. Tanaman Terserang Virus Witche’s Broom