J. Hort. Vol. 20 No. 2, 2010 J. Hort. 20(2):120-129, 2010
Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pada Tanaman Mangga dengan Metode Diagnosis and Recommendation Integrated System Juliati, S.
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok 27301 Naskah diterima tanggal 24 Agustus 2009 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 20 Mei 2010 ABSTRAK. Mangga merupakan komoditas buah yang memiliki nilai strategis untuk peningkatan ekspor dan pengembangan agroindustri buah-buahan di Indonesia. Pemupukan pada tanaman mangga selama ini didasarkan pada pengalaman dan kebiasaan petani, belum mengacu pada kebutuhan tanaman. Diagnosis and Recommendation Integrated System (DRIS) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mendiagnosis kebutuhan hara tanaman dengan memperhitungkan perbandingan sepasang hara yang terkandung dalam jaringan tanaman. Untuk efisiensi pemupukan, metode ini dinilai lebih baik dibanding beberapa metode lainnya. Tujuan penelitian ialah mendapatkan indeks hara dan nilai keseimbangan hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg) pada tanaman mangga. Penelitian dilaksanakan di perkebunan mangga Arumanis umur 10 tahun milik PT Trigatra Rajasa, Situbondo, Jawa Timur mulai Januari 2004 hingga Desember 2005. Pemilihan lokasi sampel didasarkan atas perbedaan kedalaman solum, yakni solum dangkal (<75 cm), solum sedang (75-150 cm), dan solum dalam (>150 cm). Penetapan sampel dilakukan secara purposive random sampling sebanyak 12 tanaman untuk masing-masing kriteria kedalaman solum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara P merupakan hara dominan yang dibutuhkan tanaman, diikuti oleh hara Mg dan N untuk solum sedang dan dalam, sedangkan untuk solum dangkal diperlukan hara P diikuti hara N. Sementara hara K dan Ca terdapat dalam jumlah yang cukup untuk semua lokasi. Rasio N/P untuk solum dalam (6,85) dan solum sedang (6,90) berada pada kisaran seimbang/normal (nilai N/P seimbang: 6,29-6,92), sementara untuk solum dangkal (6,07) berada pada kisaran kekahatan ringan (nilai N/P : 5,99–6,29). Rasio nilai N/K (solum dalam = 3,23, solum sedang = 3,38, dan solum dangkal = 3,02), berada pada kisaran normal/cukup (nilai N/K seimbang: 3,09-3,33). Demikian juga rasio K/P (solum dalam = 2,15, solum sedang = 2,06, dan solum dangkal = 2,03), berada pada kisaran normal/ cukup (kisaran K/P seimbang: 2,04-2,12). Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa unsur P merupakan unsur paling dominan yang dibutuhkan tanaman mangga di lokasi tersebut, menyusul unsur N dan K. Terdapat hubungan antara nisbah hara N/P, N/K, dan K/P terhadap pertumbuhan, produksi, dan produktivitas tanaman, di mana bila masing-masing nisbah hara tersebut berada dalam kisaran seimbang, maka pertumbuhan dan produksi tanaman juga menjadi lebih baik. Model DRIS dapat direkomendasikan untuk membantu pengelolaan pemberian hara yang efisien sesuai kebutuhan tanaman. Katakunci: Mangifera indica; Model DRIS; Indeks hara; Rasio keseimbangan hara. ABSTRACT. Juliati, S. 2010. Determination Macro Nutrient Index on Mango by DRIS Method. Mango is priority commodity to increase export and as fruit agroindustry in Indonesia. Up till now fertilization on mango has been done based on farmer’s pratices. Diagnosis and Recommendation Integrated System (DRIS) is a method to determine nutrient requirement by analyzing nutrient ratio in pairs whitin plant tissue. To obtain the efficiency in fertilization this method was better than other method. The experiment was carried out in 10 years age of mango orchard of cv. Arumanis at PT Trigatra Rajasa Situbondo, East Java, from January 2004 until December 2005. Selection of sample location was based on soil solum depth that were shallow solum (<75 cm), intermediate solum (75-150 cm), and deep solum (>150 cm). Twelve trees at each soil solum depth were chosen as sample units determined by purposive random sampling. The results showed that P was the most dominant nutrient element required by the plant in all location, followed by Mg and N for intermediate and deep solum, while for shallow solum the dominant nutrient was P followed by N. Kalium and Ca nutrient in were efficient all location. N/P nutrient balanced ratio for deep solum was 6.85, 6.90 for intermediate solum and the normal range was N/P value : 6.29-6.92. For shallow solum the N/P nutrient balanced ratio was 6.07 at low deficiency range (N/P value: 5.99–6.29). For N/K ratio value (deep solum = 3.23, intermediate solum = 3.38, and shallow solum = 3.02), all solums had balance range (N/K balanced value : 3.09-3.33). Similarly for K/P ratio (deep solum = 2.15, intermediate solum = 2.06 and shallow solum = 2.03), all solums had balanced range (K/P balanced ratio : 2.04-2.12). Results of this study described that P was the most dominant nutrient required by the plant in the location. There was relationship between N/P, N/K, and K/P ratio on growth, production, and productivity. If each nutrient ratio was at balance condition it would be obtained the optimum growth and production of the plant. Diagnosis and Recommendation Integrated System model could be used to issue recommendation of efficient soil fertilization as it is matched with plant requirement. Keywords: Mangifera indica; DRIS model; Nutrient index; Nutrient balanced ratio.
120
Juliati, S.: Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pd Tanaman Mangga dengan Metode ... Mangga mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat ditinjau dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Di Indonesia, mangga merupakan salah satu komoditas buah yang strategis untuk peningkatan ekspor dan pengembangan agroindustri buah-buahan. Sejak tahun 2001 buah mangga ditetapkan sebagai salah satu dari lima buah prioritas nasional. Indonesia merupakan penghasil mangga urutan ke-6 dunia setelah negara produsen India, Israel, Thailand, Filipina, dan Meksiko (Departemen Pertanian 2008). Sejak tahun 2000 hingga 2007 total produksi dan luas panen mangga selalu meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan luas panen yang terjadi sejak tahun 2000 hingga 2007 bila dibanding tahun sebelumnya berturut-turut sebesar 0, 1, 3,17, 7,70, 13,95, 16,91, 11,8, dan 4,34%. Tercatat hingga tahun 2007 luas panen mangga sebesar 203.997 ha dengan total produksi 1.818.619 t dan produktivitas sebesar 8,9 t/ha (Departemen Pertanian 2008). Walaupun volume panen dan luas areal mangga meningkat, tetapi hal ini tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas per satuan luas. Produktivitas rerata per hektar masih rendah, yaitu sekitar 8,91 t, sementara di negara lain seperti India produktivitas dapat mencapai 12 t/ha. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan karena belum diaplikasikannya teknik budidaya secara optimal. Teknik budidaya khususnya aplikasi pupuk masih dilakukan secara tradisional. Petani melakukan pemupukan umumnya belum memperhatikan kondisi tanaman dan lingkungan terutama kesuburan tanah. Pemupukan dilakukan hanya berdasarkan pengalaman dan mengikuti anjuran secara umum (Departemen Pertanian 2008). Padahal setiap kondisi dan fase pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kebutuhan unsur hara tanaman pada setiap fase pertumbuhan tanaman (Menzel et al. 1992). Analisis hara dalam jaringan tanaman yang dikombinasikan dengan evaluasi visual gejala kekurangan hara dapat melengkapi program uji tanah. Hal ini merupakan tambahan informasi untuk perbaikan rekomendasi pemupukan yang dianjurkan. Analisis daun memberikan gambaran status hara tanaman pada saat pengambilan sampel, sementara uji tanah memberikan informasi tentang
kesinambungan suplai hara dari dalam tanah (Mc Cray et al. 2008). Analisis unsur hara tanah dan jaringan tanaman merupakan teknik untuk menentukan kebutuhan pupuk pada tanaman. Pada mulanya analisis tanaman merupakan teknik diagnostik untuk melihat status hara dalam jaringan tanaman. Akhir-akhir ini analisis tanaman digunakan untuk menetapkan kebutuhan pupuk yang dikombinasikan dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman (Jones et al. 1991 dalam Sutandi 1995). Analisis tanaman sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan tersebut, apabila metode yang digunakan memadai. Beberapa metode diagnosis hara menggunakan analisis jaringan tanaman yang sering digunakan ialah nilai kritis, pendekatan kisaran kecukupan hara, dan sistem diagnosis serta rekomendasi pemupukan terpadu (the diagnosis and recommendation integrated system = DRIS) (Hallmark dan Beverly 1991, Mourao Filho 2004). Metode diagnosis batas kritis dan kisaran kecukupan hara merupakan penilaian hara tunggal, sehingga relatif sulit untuk mengetahui interaksi dengan hara lainnya. Metode tersebut digunakan melalui pembandingan analisis contoh tanaman dengan standar referensi baku yang sudah ditetapkan. Penggunaan metode ini harus disesuaikan dengan umur ataupun bagian morfologi tanaman yang diambil dan dibandingkan dengan standar baku. Kelemahan pendekatan ini ialah adanya variasi kadar hara pada umur tanaman yang berbeda dan kurangnya keakuratan dalam mendiagnosis kebutuhan hara pada tanaman berumur relatif muda, mengetahui jenis hara yang paling membatasi produksi, serta mengetahui urutan kebutuhan dan keseimbangan hara tanaman. Ketepatan metode diagnosis meningkat, apabila cara sampling dilakukan dengan kisaran waktu yang ketat. Namun hal itu tidak selalu dapat dilaksanakan di lapangan. Apabila kedua metode tersebut dijadikan metode yang fleksibel, maka hasil diagnosis menjadi kesalahan yang sangat serius (Walworth dan Sumner 1987). S i s t e m d i a g n o s i s y a n g a k h i r- a k h i r ini berkembang ialah sistem diagnosis dan rekomendasi pemupukan terpadu atau DRIS. Teknik DRIS merupakan suatu metode untuk 121
J. Hort. Vol. 20 No. 2, 2010 mengevaluasi status hara tanaman menggunakan perbandingan rasio konsentrasi jaringan daun tanaman dari sepasang hara yang dikenal dengan nilai norms (Soultanpour et al. 1995). Tahap pertama dalam implementasi metode DRIS atau sistem diagnosis daun lainnya yaitu penentuan nilai norms (Walworth dan Sumner 1987, Bailey et al. 1997). Konsep ini dikembangkan oleh Beaufils (1957-1973 dalam Beaufils dan Sumner 1976). Konsep DRIS pada prinsipnya menilai hara tanaman secara holistik untuk mendapatkan komposisi hara yang paling berimbang, serta diperoleh produksi dan kualitas hasil yang tinggi. Hal ini didasarkan pada nisbah hara satu terhadap lainnya dan berasosiasi dengan produksi tinggi. Dalam keadaan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, hubungan unsur hara N, P2O5, dan K2O merupakan unsur hara utama dominan yang menentukan tingginya hasil. Menurut cara DRIS, nilai nisbah N/P, N/K, dan K/P lebih menunjukkan kaitan keseimbangan antara hara-hara tersebut (Pawirosemadi 1980). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berupa aplikasi beberapa tingkat pemberian pupuk dan bersifat spesifik lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode DRIS mempunyai kelebihan dibanding metode batas kritis dan standar kecukupan hara. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian pada tanaman tebu, di mana keakuratan diagnosis meningkat dengan nyata bila rekomendasi didasarkan pada metode DRIS (Elwali dan Gascho 1984, Reis Junior dan Monnerat 2003). Begitu pula pada tanaman kentang, tebu, dan jagung (Sumner 1979 dalam Sutandi 1995), tanaman kedelai (Beverly et al. 1986), dan tanaman tomat (Hartz et al. 1998). Pada tanaman buah-buahan, metode ini pernah diterapkan pada tanaman jeruk varietas Valencia. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metode DRIS memiliki beberapa kelebihan dibanding metode batas kritis atau kecukupan hara dalam mendiagnosis analisis daun. Metode DRIS lebih mampu melihat urutan hara yang paling membatasi produksi (dapat menetapkan urutan kebutuhan hara tanaman dan keseimbangan hara tanaman), lebih efektif dalam mengoreksi kekurangan hara, mampu mendiagnosis adanya kekurangan hara pada umur tanaman masih relatif muda (umur tanaman <5 minggu), serta dapat menjelaskan respons tanaman (Beverly et 122
al. 1984, Elwali dan Gascho 1984, Mourao Filho dan Azevedo 2003). Tujuan penelitian ialah mengetahui indeks kebutuhan hara makro pada tanaman mangga, sehingga diketahui urutan jenis hara yang paling dibutuhkan dan posisi keseimbangan untuk masing-masing hara tersebut guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Diduga terdapat perbedaan dalam urutan kebutuhan hara dan rasio keseimbangan hara pada tanaman mangga Arumanis yang ditanam pada kedalaman solum yang berbeda. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di hamparan pertanaman mangga milik PT Trigatra Rajasa, Situbondo, Jawa Timur, mulai Januari 2004 hingga Desember 2005. Bahan penelitian yang digunakan ialah mangga varietas Arumanis luasan 1 ha (populasi 400 tanaman) yang ditanam pada tiga kedalaman solum yang berbeda, dengan kondisi umur tanaman dan pengelolaan tanaman sama (berumur 10 tahun) untuk setiap kedalaman solum. Rancangan yang digunakan ialah acak kelompok dengan tiga ulangan dengan tipe kedalaman solum sebagai perlakuan. Penetapan sampel dilakukan secara purposive random sampling sebanyak 12 tanaman dari populasi sebanyak 120 tanaman pada setiap tipe kedalaman solum (K1: solum dangkal = <75 cm, K2 : solum sedang = 75-150 cm, dan K3 : solum dalam = >150 cm). Pemeliharaan dilakukan secara optimal meliputi pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama/ penyakit. Untuk analisis indeks kebutuhan hara, pengambilan sampel daun dilakukan pada daun yang terletak di ujung ranting yang tidak mendukung bunga ataupun buah masing-masing di setiap lokasi kedalaman solum. Daun sampel ialah daun yang telah berkembang penuh, sehat, dan tidak cacat (umur 5-7 bulan) sejumlah 20 helai untuk masing-masing tanaman dan diambil pada empat arah mata angin. Penentuan umur daun dihitung sejak munculnya flush. Pada awal penelitian tidak dilakukan pengamatan karena penelitian hanya bertujuan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan tanaman, menetapkan jenis hara yang paling dibutuhkan, dan keseimbangan masing-masing hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg)
Juliati, S.: Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pd Tanaman Mangga dengan Metode ... pada saat pengamatan yang sama untuk setiap kedalaman solum. Parameter yang diamati terdiri atas pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter batang, dan lebar kanopi) yang diamati pada akhir penelitian, produksi total tanaman (jumlah buah per pohon) pada setiap kedalaman solum, serta indeks kebutuhan dan keseimbangan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg. Analisis hara di laboratorium dilakukan dengan metode destruksi basah (pengabuan basah) dengan larutan H2SO4 (pekat) dan H2O2. Dari ekstrak yang diperoleh setelah destruksi basah dilakukan pengukuran hara N dengan cara destilasi (N-Kjeldahl), pengukuran P dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm, pengukuran K dengan fotometer nyala, serta pengukuran Ca dan Mg dengan alat spektrofotometer serapan atom (Balai Penelitian Tanah 2005). Adapun analisis data untuk pertumbuhan dan produksi tanaman dilakukan analisis sidik ragam dan untuk uji lanjut BNT pada taraf 5%, karena perbedaan kedalaman solum <6 perlakuan (Gomez dan Gomez 1984). Penetapan indeks kebutuhan dan keseimbangan hara digunakan diagnosis DRIS. Sebagai langkah awal dilakukan penetapan norms untuk semua nisbah hara (pasangan seluruh hara) yang digunakan untuk menghitung indeks hara. Perhitungan indeks hara menggunakan rumus berikut (Walworth dan Sumner 1987): Misalkan hara yang akan didiagnosis ialah dari A sampai N, maka: indeks A =
indeks B =
indeks M =
indeks N =
f (A/B) + f (A/C) + ….+ f(A/M) + f (A/N) Z -f (A/B) + f (B/C) + ….+ f(B/M) + f (B/N) Z -f (A/M) - f (B/M) - ….- f(L/M) + f (M/N) Z -f (A/N) - f (B/N) - ….- f(L/N) - f (M/N) Z
Bila A/B > a/b, maka f (A/B) = ( A/B -1) 100 10 , atau a/b CV Bila A/B > a/b, maka f (A/B) = (1 -
10 A/B ) 100 CV a/b
di mana : a/b = norms A/B = nisbah hara A dan B dari contoh yang diteliti CV = koefisien keragaman dari norms a/b Z
= jumlah fungsi
M
= contoh jenis hara M
N
= contoh jenis hara N
Dalam penelitian ini jenis hara yang ingin diketahui nilai indeks kebutuhan atau keseimbangannya ialah hara makro N, P, K, Ca, dan Mg, sehingga berdasarkan rumus dan persamaan di atas, penetapan indeks kebutuhan hara makro tersebut digunakan rumus berikut: f (N/P) + f (N/K) + f(N/Ca) + f (N/Mg) indeks N = 4
-f (N/P) + f (P/K) + f(P/Ca) + f (P/Mg) indeks P = 4 -f (N/K) - f (P/K) + f(K/Ca) + f (K/Mg) indeks K = 4 -f (N/Ca) - f (P/Ca) - f(K/Ca) + f (Ca/Mg) indeks Ca = 4 -f (N/Mg) - f (P/Mg) - f(K/Mg) - f (Ca/Mg) indeks Mg = 4
Untuk menentukan nilai fungsi masing-masing perbandingan hara tersebut digunakan rumus berikut: Contoh perhitungan untuk hara N dan P. Bila N/P > a/b, maka f (N/P) = (
N/P 10 - 1) 100 , atau a/b CV
Bila N/P > a/b, maka f (N/P) = (1-
N/P 10 ) 100 a/b CV
di mana : a/b = norms N/P = nisbah hara N dan P dari contoh yang diteliti CV = koefisien keragaman dari norms a/b. 123
J. Hort. Vol. 20 No. 2, 2010 Semakin negatif nilai indeks suatu hara, maka semakin rendah status hara tersebut secara relatif terhadap unsur yang lain. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai negatif suatu indeks hara, maka semakin tinggi hara tersebut dibutuhkan tanaman karena hara tersebut berada dalam kondisi kekurangan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Sebaliknya semakin positif indeks hara, maka unsur tersebut relatif berlebih, sehingga tidak diperlukan penambahan hara pada tanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedalaman solum tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan lebar kanopi (Tabel 1). Secara umum pertumbuhan tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman yang ditanam pada solum sedang dan dalam kecuali diameter batang, sedangkan yang terendah diperoleh pada tanaman yang ditanam pada solum dangkal (tinggi tanaman 3,085 m, diameter batang 13,20 cm, dan lebar kanopi 233,75 cm). Pada tanah dengan solum dangkal pertumbuhan tanaman mengalami hambatan terutama solum tanah <75 cm. Hal ini disebabkan karena tanaman mangga merupakan tanaman tahunan berumur lebih dari 5 tahun, memiliki sistem perakaran dalam, dan memerlukan kondisi solum tanah dalam. Solum tanah merupakan bagian tanah lapisan atas dari profil tanah yang biasanya mengandung bahan organik tinggi dan tempat akumulasi hasil pencucian sesquioksida
dan basa-basa yang dapat dipertukarkan, serta tempat tumbuh akar. Pada solum tanah dangkal pergerakan akar dalam menyerap hara terbatas, sehingga proses penyerapan hara oleh tanaman juga terbatas (Havlin et al. 1999). Produksi Buah Terdapat perbedaan yang nyata antara produksi yang dihasilkan tanaman yang berada pada solum dalam dan sedang dengan tanaman yang berada pada solum dangkal (Tabel 1). Semakin meningkat kedalaman solum tanah, semakin tinggi produksi yang dihasilkan per tanaman. Produksi (jumlah buah) tertinggi diperoleh dari tanaman yang ditanam pada solum dalam yaitu sebanyak 249,04 buah, selanjutnya diikuti oleh tanaman pada solum sedang sebanyak 229,12 buah dan terendah dari tanaman pada lokasi solum dangkal, yaitu sebanyak 134,43 buah. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah turut memengaruhi produksi tanaman, karena di samping adanya input budidaya yang perlu diaplikasikan pada tanaman sesuai kebutuhan, juga bergantung kondisi tanah tempat tumbuh tanaman. Solum tanah merupakan lapisan tanah yang mengandung kation-kation basa hasil pelapukan yang dapat menjadi sumber hara bagi tanaman dan merupakan wilayah yang masih dapat ditembus akar tanaman dalam upaya memenuhi kebutuhannya (Havlin et al. 1999). Semakin dalam solum tanah, maka semakin luas bidang/areal serapan yang dapat dijangkau akar tanaman untuk menyerap hara. Hara yang diserap tanaman semakin banyak sesuai kebutuhan, sehingga kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dapat terpenuhi yang menyebabkan tanaman dapat berproduksi secara baik (Havlin et al. 1999).
Tabel 1. Tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, serta produksi tanaman mangga (jumlah buah/pohon) pada tiga tingkat kedalaman solum tanah (Plant height, thrunk diameter, canopy width, and mango production (number fruit/plant) on three levels of soil solum depth) Kedalaman solum tanah (Soil solum depth) cm Dangkal (Shallow) (0 - < 75) Sedang (Intermediate) (75 -150) Dalam (Deep) (> 150)
124
Tinggi tanaman (Plant height) cm 308,5b
Diameter batang (Thrunk diameter) cm
Lebar kanopi (Canopy width) cm
13,20b
233,75b
Produksi tanaman/jumlah buah (Plant yield/fruit number) 134,43b
343,5a
13,21b
340,15ab
229,12a
371,5a
15,51a
347,33a
249,04a
Juliati, S.: Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pd Tanaman Mangga dengan Metode ... Indeks Kebutuhan dan Keseimbangan Hara Penentuan indeks hara merupakan diagnosis kuantitatif yang menggambarkan urutan prioritas jenis hara yang diberikan pada tanaman guna memperbaiki keseimbangan hara. Dalam hal ini analisis daun merupakan alat yang sangat berguna untuk diagnosis hara. Indeks hara tersebut digambarkan dengan nilai positif atau negatif, yang mengindikasikan bahwa kondisi hara berada pada level kelebihan atau kekurangan (Silveira et al. 2005). Dari hasil analisis jaringan tanaman terlihat bahwa urutan kebutuhan hara pada solum dangkal berbeda dengan solum sedang dan dalam. Sementara untuk solum sedang dan dalam memiliki urutan kebutuhan hara yang hampir sama (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa pada solum dangkal kebutuhan hara P lebih dominan diikuti hara N. Sementara pada solum sedang dan dalam, kebutuhan hara P dominan dan diikuti dengan hara Mg dan N, sedangkan hara K dan Ca tidak dibutuhkan karena sudah mencukupi (memiliki nilai positif). Kondisi ini terjadi karena aktivitas perakaran untuk menyerap hara pada solum dangkal lebih terbatas dibanding solum sedang atau dalam. Di samping itu pada solum sedang dan dalam, unsur Mg merupakan unsur kedua yang mengalami defisiensi setelah unsur P. Hal ini terjadi karena pada kedua solum tersebut memiliki kandungan Ca yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa defisiensi Mg dapat terjadi pada tanah-tanah dengan nisbah Ca/Mg yang tinggi (Mortvedt dan Fox 1985). Pada Tabel 2 terlihat rasio hara Ca/Mg pada solum sedang (3,19) dan solum dalam (3,38) lebih tinggi dibanding solum dangkal (1,73). Nilai P yang diperoleh dari analisis jaringan tanaman dapat digunakan sebagai indikator untuk mencapai hasil tinggi. Secara relatif hal ini berguna bagi pelaku budidaya untuk mengembangkan norms hara pada biaya rendah dengan penggunaan database yang representatif dari produksi tinggi (Khiary et al. 2001). Oleh karena standar DRIS diperoleh dari serangkaian data lapangan yang terbatas, maka dapat direkomendasikan jumlah pupuk yang harus ditambahkan untuk hara-hara yang memiliki nilai indeks negatif (kekurangan). Dengan demikian untuk meyakinkan validitas dan ketepatannya, maka standar atau norms tersebut harus diuji lebih lanjut. Untuk itu pengujian diagnosis dilakukan
pada percobaan pemupukan dengan rancangan faktorial terpilih, tidak semua kombinasi faktor didiagnosis (Walworth dan Sumner 1987). Dengan demikian, rekomendasi berdasarkan DRIS menjadi pedoman dalam menentukan urutan hara yang paling membatasi produksi dan urutan kebutuhan hara tanaman, sekaligus mampu mendiagnosis ketidakseimbangan hara pada berbagai fase pertumbuhan. Dengan metode DRIS urutan kebutuhan hara relatif konstan pada setiap fase pertumbuhan, artinya walaupun pengambilan sampel dilakukan pada fase pertumbuhan yang berbeda pada satu periode (umur sama), indeks DRIS yang diperoleh relatif konstan. Selain diagnosis secara kuantitatif, dikenal pula diagnosis kualitatif yang menggambarkan kisaran keseimbangan hara untuk masing-masing nisbah hara yang dapat dikategorikan dalam kondisi kahat, normal, dan kelebihan (Baldoct dan Schulte 1996, Mourao Filho 2004). Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada solum dangkal nisbah hara N/P, N/K, dan K/P termasuk dalam kategori kekahatan ringan. Hal ini terjadi karena rendahnya kadar unsur N pada solum tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan indeks hara, diketahui unsur tersebut termasuk hara prioritas setelah P yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal tanaman perlu dilakukan penambahan hara N setelah hara P pada solum dangkal. Sementara untuk solum sedang, kisaran nisbah hara N/P dan K/P termasuk kategori cukup/normal, sementara untuk nisbah hara N/K termasuk kategori kelebihan ringan. Hal ini berarti bila dilihat dari aspek keseimbangan hara pada kedua solum tersebut termasuk seimbang. Selanjutnya untuk lokasi solum dalam nisbah hara N/P, N/K, dan K/P termasuk dalam kategori cukup/normal. Untuk lebih memudahkan dalam menginterpretasikan dan membaca nilai keseimbangan hara, maka dibuat diagram dalam bentuk peta DRIS (khusus hara makro N, P, K) seperti tertera pada Gambar 1. Cara penggunaan diagram tersebut, yaitu bila hasil analisis tanaman mempunyai komposisi atau rasio nilai keseimbangan hara pada lingkaran dalam, maka kedua hara tersebut dinyatakan berimbang dan diberi tanda panah . Jika menjauh dari titik pusat, maka ketidakseimbangan antarkedua 125
J. Hort. Vol. 20 No. 2, 2010 Tabel 2. Indeks hara untuk masing-masing lokasi (Nutrient index value for each location)
Solum dangkal (Shallow solum) A/B
N/P
N/K
K/P
N/Ca
N/Mg
P/K
P/Ca
P/Mg
K/Ca
K/Mg
Ca/Mg
6,07
3,02
2,03
3,51
5,77
0,53
0,6
1,01
1,2
1,93
1,73
a/b
6,61
3,21
2,08
3,11
8,09
0,5
1,48
1,24
0,99
2,53
2,77
cv
7,04
5,63
3
11,25
24,95
4,97
20,92
16,33
18,05
21,3
32,63
A/B/a/b
1,08
1,06
1,02
1,13
1,40
0,94
2,47
1,23
1,21
1,31
1,61
1000/cv
142,04
177,62
333,33
88,89
40,08
201,20
47,80
61,24
55,40
46,95
30,65
f (A/B)
-12,64
-11,17
-8,21
11,43
-16,11
-11,39
-70,11
-13,95
11,75
-14,59
-18,42
Indeks N
-7,12
Indeks P
-20,70
Indeks K
4,93
Indeks Ca 7,13 Urutan kebutuhan hara : P > N Indeks Mg 15,76 (Nutrient requirement sequentially) Pada solum dangkal tanaman lebih membutuhkan tambahan hara P dan N karena memiliki nilai negatif (On shallow depth solum, the plants more add P and N requirement because of negative value) Solum sedang (Intermediate solum)
N/P
N/K
K/P
N/Ca
N/Mg
P/K
A/B
6,9
3,38
2,06
2,96
9,03
0,5
a/b
6,61
3,21
2,08
3,11
8,09
0,5
Cv
7,04
5,63
3
11,25
24,95
A/B/a/b
1,04
1,05
1,01
1,05
1,11
1
1000/cv
142,04
177,61
88,88
40,08
6,23
9,40
4,50
4,65
f (A/B) Indeks N
-0,75
Indeks P
-29,50
Indeks K
1,40
Indeks Ca
33,20
333,3 3,23
P/Mg
K/Ca
K/Mg
0,43
1,34
0,88
2,7
1,48
1,24
0,99
2,53
2,77
20,92
16,33
18,05
21,3
32,63
3,44
1,08
1,12
1,07
1,15
201,2
47,80
61,23
55,40
46,94
30,65
0
116,72
4,93
-6,92
3,15
4,65
4,97
P/Ca
Ca/Mg 3,19
Urutan kebutuhan hara : P > Mg > N
Indeks Mg -4,34 (Nutrient requirement sequentially) Pada solum sedang tanaman lebih membutuhkan tambahan hara P, Mg, dan N karena memiliki nilai negatif (On intermediate depth solum, the plants more add P and Mg, and N requirement because of negative value) Solum dalam (Deep solum)
N/P
N/K
K/P
N/Ca
A/B
6,85
3,23
2,15
a/b
6,61
3,21
2,08
Cv
7,04
5,63
3
N/Mg
P/K
P/Ca
2,86
9,46
0,48
0,42
1,38
0,9
2,97
3,38
3,11
8,09
0,5
1,48
1,24
0,99
2,53
2,77
11,25
24,95
4,97
20,92
16,33
18,05
1,17
1,04
3,52
1,11
A/B/a/b
1,03
1,01
1,03
1000/cv
142,04
177,61
333,33
88,888
f (A/B)
5,15
1,10
11,21
-7,77
Indeks N
1,32
Indeks P
-31,81
Indeks K Indeks Ca
2,47 35,17
1,09
40,080 201,20 6,78
-8,38
P/Mg
47,801 61,236 -120,6
6,91
K/Ca
K/Mg
21,3
Ca/Mg
32,63
1,1
1,17
1,22
55,40
46,95
30,64
-5,54
8,16
6,75
Urutan kebutuhan hara : P > Mg (Nutrient requirement sequentially)
Indeks Mg -7,15 Pada solum dalam tanaman lebih membutuhkan tambahan hara P dan Mg karena memiliki nilai negatif (On deep depth solum, the plants more add P and Mg requirement because of negative value)
126
Juliati, S.: Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pd Tanaman Mangga dengan Metode ... Tabel 3. Nilai keseimbangan hara dari semua lokasi (Nutrient balanced values for each location) Kedalaman solum (Solum depth) Solum dangkal (Shallow solum) Solum sedang (Intermediate solum) Solum dalam (Deep solum) x Std CV(%) Peta DRIS
Ling. dlm x ± 2/3 std Ling. luar x ± 4/3 std
Kisaran nisbah hara seimbang
Kelebihan berat (Heavy excessive) Kelebihan ringan (Slightly excessive) Normal/cukup (Balance) Kekahatan ringan (Slightly deficient) Kekahatan berat (Heavy deficient)
Kandungan hara daun berimbang dan optimal (Balanced and optimum of nutrient value) N/P N/K K/P 6,07 6,90 6,85 6,61 0,47 7,04
3,02 3,38 3,23 3,21 0,18 5,63
2,03 2,06 2,10 2,08 0,06 3,00
6,29-6,92 5,99-7,23
3,08-3,33 2,97-3,45
2,04-2,12 1,99-2,16
>7,23 6,92 -7,23 6,29 - <6,92 5,99 - <6,29 <5,99
>3,45 3,33 - 3,45 3,09 - <3,33 2,97 - <3,09 <2,97
>2,16 2,12 - 2,16 2,04 - <2,12 1,99 - <2,04 <1,99
Gambar 1. Peta DRIS untuk diagnosis kebutuhan hara makro N, P, K tanaman mangga pada tiga kedalaman solum (The DRIS chart for diagnosis macro nutrient N, P, K required by mango in the three solum depths) Keterangan gambar: Angka-angka yang terdapat pada peta lingkaran DRIS di atas ditetapkan dengan rumus seperti tertera pada Tabel 3. Dan beberapa bentuk tanda panah menggambarkan status/kondisi keseimbangan hara tersebut dibanding hara lainnya, sebagai berikut : : Defisiensi ringan (Slightly deficient) → : Normal (Balance) ↓ : Defisiensi (Deficiency) : Kelebihan ringan (Slightly excessive) ↑ : Kelebihan (Excess) 127
J. Hort. Vol. 20 No. 2, 2010 hara tersebut meningkat. Daerah yang tidak berimbang dibagi dua, pertama daerah agak berimbang yang dinyatakan dengan tanda panah miring atau , yang berada pada lingkaran luar. Di luar lingkaran luar komposisi atau rasio nilai kedua hara dinyatakan tidak berimbang dan ditandai dengan tanda panah atau . Penilaian dilakukan dengan memproyeksikan setiap rasio hara contoh pada diagram dan diperoleh tanda panah. Hara yang dinilai adalah yang kurang saja ( atau ). Kesimpulan penilaian dapat dibuat dengan mengurutkan tanda panah tersebut dan dibuat susunan kebutuhan hara tanaman. Misal tanda panah yang diperoleh K , N , dan P , maka kesimpulan secara relatif urutan kebutuhan hara ialah P > N> K. Apabila jumlah hara yang dinilai lebih dari tiga, maka diagram DRIS yang dibutuhkan lebih dari satu (Beaufils dan Sumner 1976). Dari peta DRIS kebutuhan hara dominan tanaman juga dapat diprediksi, khususnya apabila dibutuhkan perbaikan kualitas tanaman dalam kaitannya dengan target pencapaian hasil. Pada kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, keberadaan hara N, P, dan K merupakan unsur hara utama dominan yang menentukan tingginya hasil. Dari peta DRIS juga dapat diketahui bahwa untuk pencapaian produksi maksimal, maka pengelolaan hara sebaiknya diupayakan agar dapat mencapai nilai rasio keseimbangan hara N, P, dan K berada pada lingkaran dalam (Hartz et al. 1998, Silveira et al. 2005). KESIMPULAN 1. Secara umum lokasi pertanaman pada solum dalam memiliki pertumbuhan dan produksi tanaman tertinggi. 2. Terdapat urutan kebutuhan dan keseimbangan hara yang berbeda untuk masing-masing kedalaman solum. 3. Unsur P merupakan unsur prioritas yang paling dibutuhkan untuk ketiga kriteria kedalaman solum. Unsur Mg merupakan hara urutan kedua yang dibutuhkan baik pada solum sedang maupun solum dalam, diikuti oleh hara N, sedangkan pada solum dangkal urutan kedua ialah hara N, diikuti oleh hara 128
Mg. Sementara unsur K dan Ca berada dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman di semua lokasi. 4. Pada solum dangkal, nisbah hara N/P(6,07), N/K (3,02), dan K/P (2,03) yang termasuk kategori defisiensi/kekahatan ringan. Lokasi solum sedang nisbah hara N/P (6,90), dan K/P (2,06) termasuk kategori cukup/normal, sedangkan nisbah N/K (3,38) termasuk kategori kelebihan ringan. Pada solum dalam diperoleh nisbah hara N/P (6,85), N/K (3,23), dan K/P (2,10) yang termasuk kategori cukup/normal. 5. Model DRIS dapat direkomendasikan untuk membantu dalam pengelolaan pemberian hara sesuai kebutuhan tanaman. PUSTAKA 1. Bailey, J.S., J.A. Beattie., and D.J. Kilpatrick. 1997. The Diagnosis and Recommendation Integrated System (DRIS) for Diagnosing the Nutrient Status of Grassland Swards: I. Model Establishment. Plant and Soil. Dordrecht. 197:127135. 2. Baldoct, J.O and E.E. Schulte. 1996. Plant Analysis with Standardized Scores Combines DRIA Sufficiency Range Approaches for Corn. Agronomy J. M. 88:448-456. 3. Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm. 56-59. 4. Beufils, E.R. and M.E. Sumner. 1976. Application of the DRIS Approach for Calibrating Soil and Plant Factors in Their Effects on Yield of Sugarcane. Dalam: Haslan, R.J., J.C.S. Allison, and R. Jerry. (Eds.) Proceeding The South African Sugarcane Tecnologist’ Association. 5. Beverly, R.B., J.C. Strack, J.C. Ojala, and T.W. Embleton. 1984. Nutrient Diagnosis of Valencia Oranges by DRIS. J. Am. Soc. Hort. Sci.109(5):649-654. 6. ____________________, W.S. Letzch, and C.O. Plank. 1986. Foliar Diagnosis of Soybeans by DRIS. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 17(3):237-256. 7. Departemen Pertanian. 2008. Data Statistik Komoditas Buah-buahan Indonesia. 54 Hlm. 8. Elwali, A.M.O. and G.J. Gascho. 1984. Soil Testing, Foliar Analysis, and DRIS as Guides for Sugercane Fertilization. Agron. J. 76:466-470. 9. Gomez, K. A and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Wiley & Sons, New York. p 188-200. 10. Hartz, T.K., E. M. Miyao., and J.G. Valencia. 1998. DRIS Evaluation of the Nutritional Status of Processing Tomato. HortSci. 33:830-832.
Juliati, S.: Penentuan Indeks Kebutuhan Hara Makro pd Tanaman Mangga dengan Metode ... 11. Hallmark, W. B. and R.B. Beverly. 1991. Review : An Update in the Use of the Diagnosis and Recommendation Integrated System. J. Fertilizer Issues. 8:74-88. 12. H avlin, J. L., J. D. Beaton., S. L. Tisdale, and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition. Macmillan Publishing Company. p : 406-417. 13. Khiary, L., L. E. Parent, and N.Tremblay. 2001. The Phosphorus Compositional Nutrient Diagnosis Range for Potato. Agron. J. 93:815-819. 14. Mc. Cray J. M., I. V. Ezenwa, R. W. Rice, and T. A. Lang. 2008. Sugarcane Plant Nutrient Diagnosis. http ://edis. ifas.ufl.edu/SC076. [12 Oktober 2009] 15. Menzel, C.M., M.L. Carseldine, G.F. Haydon, and D.R. Simpson. 1992. A Review of Existing and Proposed New Leaf Nutrient Standard Lychee. Sci.Hort. 49:33‑53. 16. Mourao Filho, F.A. A. and J. C. Azevedo. 2003. DRIS Norms for ‘Valencia’ Sweet Orange on Three Rootstocks. Pesq. Agropec.bras, 38(1):85-93. 17. ______________. 2004. DRIS : Concepts and Applications on Nutritional Diagnosis in Fruit Crops. Sci. Agric. Brasilia. 61(5):75-84.
19. Pawirosemadi, M. 1980. Metode Hara Berimbang Optimum dalam Analisis Daun untuk Petunjuk SaranSaran Pemupukan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Indonesia. Berita BP3G Pas. 1:89-107. 20. Reis Junior R.A and P. H. Monnerat. 2003. Norms Establishment of the Diagnosis and Recommendation Integrated System (DRIS) for Nutritional Diagnosis of Sugarcane. Pesquisa Agropecuaria Brasileira. 38(2):115123. 21. Silveira, C. P., G.R. Nachtigall, and F. A. Monteiro. 2005. Testing and Validation of Methods for the Diagnosis and Recommendation Integrated System for Sifnal Grass. Sci. Agric. 62(6):520-527. 22. Soultanpour, P. N., M. J Malakouti, and A. Ronaghi. 1995. Comparison of DRIS and Nutrient Sufficient Range of Corn. Soil Sci. Soc. Am. J. 59:133-139. 23. Sutandi, A. 1995. Interpretasi Hasil Analisis Tanaman dengan DRIS. Jurusan Tanah Fak. Pertanian IPB. Bogor. 125 Hlm. 24. Walworth J. L. and M. E. Sumner. 1987. The Diagnosis and Recommendation Integrated System (DRIS). Advances in Soil Sci. 6:149-188.
18. Morvedt J.J. and F.R. Fox. 1985. Production, Marketing, and Use of Calcium, Magnesium, and Micronutrient Fertilizers. In O.P. Engelstad (Ed.). Fertilizer Technol. and Use. Soil Sci. Soc. Am. p:455-482.
129