PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SEBUAH PERENUNGAN)
CHARLIE D. HEATUBUN
Orasi Ilmiah Diucapkan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Papua Dalam Rangka Wisuda Lulusan Program Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Tahun Ajaran 2015/2016 Manokwari, Rabu 24 Agustus 2016
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SEBUAH PERENUNGAN) PROF. DR. CHARLIE D. HEATUBUN, S.HUT, M.SI, FLS
Yang saya hormati Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat, Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Yang saya hormati Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Provinsi Papua Barat, Yang saya hormati Bupati Kabupaten Manokwari, Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Manokwari, Yang saya hormati Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Manokwari, Yang saya hormati Bupati Kabupaten Sorong Selatan, Yang saya hormati Rektor Universitas Papua selaku Ketua Senat, Para Anggota Senat, Para Wakil Rektor, Dekan, Ketua Lembaga, Para Pejabat Struktural di lingkungan Universitas Papua dan seluruh Civitas Akademika Universitas Papua yang berbahagia, Para Wisudawan/i, tamu undangan, dan Hadirin sekalian yang saya muliakan. Syallom! Assalamu ‘alaikum wa rakhmatullahi wa barakatuh, Salam Sejahtera bagi Kita Semua, Sebagai umat percaya pertama-tama, saya mengajak kita semua untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenaanNya sehingga pada hari ini kita bisa berkumpul di sini untuk mengikuti Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam rangka mewisuda lulusan Program Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Tahun Ajaran 2015/2016. Pada kesempatan ini juga, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rektor selaku Ketua dan seluruh Anggota Senat Universitas Papua yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk menyampaikan pidato ilmiah di dalam acara yang sangat bersejarah ini. Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan Hadirin yang saya hormati, Sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok Universitas Papua, yaitu Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Alam maka pada kesempatan ini izinkan saya untuk menyampaikan sebuah Pidato Ilmiah berjudul “Penelitian dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan” yang merupakan sebuah perenungan atau review terhadap kondisi kekinian penelitian dan pengembangan keanekaragaman hayati di negara kita, baik dalam konteks nasional, regional Tanah Papua, maupun lokal di Provinsi Papua Barat, dan juga seharusnya bagaimana peran Universitas Papua sebagai lembaga pendidikan tinggi terkemuka di Tanah Papua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan penelitian dan pengembangan keanekaragaman hayati dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Keanekaragaman hayati (biological diversty) disingkat kehati (biodiversity) atau biodiversitas diartikan sebagai semua bentuk kehidupan (makhluk hidup) yang ada di bumi, yang meliputi semua tumbuhan, hewan dan mikroba. Kehati dikenal dalam tiga Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
2
tingkatan keanekaragaman, yaitu keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies atau jenis dan keanekaragaman genetika. Sementara pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diartikan sebagai proses pembangunan yang berprinsip pada “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”, dimana proses pembangunan bertumpu pada tiga pilar utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan adalah mendesak dan telah menjadi komitmen secara global dalam menyikapi perubahan dunia saat ini. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (Transforming our world: The 2030 Agenda for Sustainable Development) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisi 17 tujuan (goals) dan 169 sasaran (targets), dimana kehati mendapat perhatian serius terutama di tujuan 14 dan 15. Kehati begitu penting dan menjadi sentra bagi pembangunan berkelanjutan karena keberadaan kehati saling berhubungan dan membutuhkan satu dengan lainnya sehingga menciptakan sistem kehidupan yang tentunya merupakan komponen penting dalam keberlangsungan Bumi dan isinya, termasuk eksistensi kita umat manusia. Sebagai suatu kesatuan dari masyarakat global yang telah bersama-sama berkomitmen untuk melestarikan dan mengelola kehati, negara kita Indonesia telah meratifikasi beberapa kesepakatan global seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena mengenai Keamanan Hayati atas Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Protocol Cartagena on Biosafety to the Convention on Biological Diversity) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya mengenai Akses Pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul Dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati (Nagoya Protocol On Access To Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their Utilization To The Convention On Biological Diversity). Sementara itu, untuk lebih mengarahkan dan mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran pelestarian dan pengelolaan kehati telah ditetapkan rencana strategis kehati global tahun 2011–2020 dan The Aichi Biodiversity Targets yang berisi 5 tujuan strategis dan 20 sasaran, diharapkan dapat dicapai pada akhir tahun 2020. Dan secara nasional, telah disusun sebuah Rencana Strategis dan Rencana Aksi yang dikenal dengan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP 2003–2020), yang kemudian direvisi menjadi IBSAP 2015–2020. Dan ini semua, kemudian menjadi amanah regulasi yang harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa dan negara Republik Indonesia dalam berkontribusi dalam pembangunan menuju kemakmuran bersama. Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan Hadirin yang saya hormati, Status kekinian kehati Indonesia seperti yang dilaporkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2014, bahwa keanekaragaman ekosistem dibagi menjadi 19 tipe ekosistem alami yang tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera sampai ke Tanah Papua dan dari tipe ekosistem alami tersebut dijumpai 74 tipe vegetasi. Keanekaragaman jenis, untuk biota laut; mikroba 406 jenis, flora 143 jenis, alga 971 jenis, fauna laut (Echinodermata 557 jenis, Polychaeta 527 jenis, Krustacea 309 jenis, karang 450 jenis, ikan 3.476 jenis, Mamalia 30 jenis), untuk biota terestrial; mikroba 401 jenis, flora (jamur 36.000 jenis, Lichens 595 jenis, lumut 949 jenis, paku-pakuan 2.197 jenis, Gymnospermae 120 jenis, Angiospermae 19.112 jenis teridentifikasi dari 30.000– 40.000 jenis yang ada), alga 18 jenis, fauna (serangga 232 jenis, laba-laba 2.096 jenis, Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
3
ekor pegas 1.500 jenis/300 jenis belum teridentifikasi, udang air tawar 122 jenis, kepiting bakau 99 jenis, kepiting air tawar 120 jenis, Krustacea 3.200 jenis, Nematoda 90 jenis, Moluska 5.170 jenis, ikan air tawar 1.248 jenis, Reptilia 723 jenis, Amfibia 385 jenis, burung 1.605 jenis, Mamalia 720 jenis). Sementara untuk data sumberdaya genetik tentunya sangat beragam karena terkandung di setiap individu makhluk hidup yang ada dan berkaitan dengan kepentingan pemenuhan kebutuhan manusia seperti sumberdaya genetik peternakan dan perikanan, sumberdaya genetik tanaman pertanian dan perkebunan, kehutanan dan sumberdaya mikroba. Dari gambaran informasi ini mengukuhkan kita sebagai negara mega biodiversity di dunia dengan kisaran DZ (diversity zone) 7–10 yaitu kisaran 2.000 sampai lebih dari 5.000 jenis per 10.000 km2 (Kleidon & Mooney 2000). Dari informasi tersebut sebenarnya masih saja ada yang belum diketahui terutama pada tingkatan keanekaragaman tipe vegetasi dan jumlah jenis yang menunggu untuk ditemukan terutama di daerah-daerah yang belum pernah dijelajahi, seperti di Tanah Papua. Namun, kinerja penemuan dan publikasi jenis baru (tumbuhan) dalam sepuluh tahun terakhir (2006–2015) dari Indonesia hanya 602 jenis, masih di bawah Brazil (2.220 jenis), Australia (1.648 jenis) dan China (1.537 jenis) sebagai tiga besar negara di dunia dalam penemuan jenis baru tumbuhan (RBG Kew 2016). Sebenarnya, kalau kita membandingkan potensi keberadaan kehati kita dan capaian yang seharusnya bisa kita hasilkan sebagai sebuah bangsa, dengan apa yang dicapai saat ini adalah masih jauh dari yang seharusnya. Dan bila melihat apa yang harus kita capai dalam kurun waktu empat tahun ke depan (tahun 2020), sesuai dengan Aichi targets terasa akan sangat berat, walaupun dengan implementasi IBSAP 2015–2020 yang telah ada. Apalagi dengan melihat trend perubahan lingkungan hidup yang terjadi pada akhir-akhir ini, secara global, nasional, regional dan lokal. Kerusakan habitat akibat perubahan iklim dan pemanasan global (climate change and global warming), bencana alam, kebakaran hutan dan pencemaran lingkungan adalah ancaman serius bagi kehati, disamping kehilangan habitat akibat konversi lahan/areal habitat kehati menjadi lahan/areal pertanian, perkebunan, pertambangan, industri atau pemukiman dan pemanfaatan berlebihan (over exploitation) dari kehati tersebut. Fakta dan kenyataan tersebut, memperlihatkan bahwa penelitian dan pengembangan (research and development – R&D) kehati di Indonesia masih sangat rendah dan belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah terutama sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Kebutuhan akan informasi kehati yang akurat berupa database, peningkatan kapasitas kelembagaan dan pendanaan menjadi kebutuhan utama, baik secara nasional, regional, maupun lokal. Walaupun telah menjadi tema penting dan pengarusutamaan (mainstreaming) dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, kehati masih belum dipandang sebagai sesuatu yang mendesak (urgent) dan urusan mengenai kehati masih tersebar dibeberapa Kementerian dan Lembaga setingkat yang terkesan duplikasi, sulit koordinasi dan miskin dari struktur anggaran. Adalah sebuah pemikiran untuk membentuk suatu lembaga setingkat kementerian atau Badan Nasional Keanekaragaman Hayati yang akan memainkan peran lebih efektif dan efisien. Atau dengan menambahkan terminologi keanekaragaman hayati pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Keanekaragaman Hayati, sesuai dengan semangat pembangunan berkelanjutan (SDG’s) dan Aichi targets yang menyoroti bidang kelautan dan kehati. Peran LIPI sebagai “otoritas keilmuan (scientific authority)” dalam bidang kehati juga perlu dikaji sesuai dengan perkembangan terkini berkaitan dengan struktur Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Saat ini, justru banyak sumberdaya terutama sumberdaya manusia (pakar) dan infrastruktur kehati yang berada di universitasPidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
4
universitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Kalau memang ingin mempertahankan status tersebut, LIPI harus direorientasi, revitalisasi dan restrukturisasi sehingga lebih terasa keindonesiaannya dan hadir minimal di setiap pulau-pulau besar di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Tanah Papua) yang tentunya mewakili setiap ekoregion/bioregion. Pendirian pusatpusat penelitian dan pengembangan kehati berupa Museum Sejarah Alam (Natural History Museum), kebun botani dan penangkaran satwa serta plot-plot permanen yang mewakili masing-masing tipe hutan dengan bekerjasama pemerintah daerah dan universitas dalam sebuah konsorsium sangat diharapkan. Kehadiran museum sejarah alam sebagai lembaga pembinaan kehati dan sebagai tempat koleksi acuan di daerah akan membawa efek ganda terhadap peningkatan kesadaran nilai kehati, berkontribusi pada ilmu pengetahuan lewat penelitian dan pengembangan, pendidikan dan nilai ekonomi serta akan segera membantu penyelesaian masalah pembangunan di daerah yang berkaitan dengan kehati. Upaya percepatan penelitian dasar kehati yang berupa eksplorasi di Kepulauan Nusantara perlu dilakukan dengan kecepatan tinggi, mengingat perubahan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini. Kita sedang berlomba dengan pengurangan areal hutan (deforestation) dan degradasi hutan (forest degradation), banyak potensi jenis tumbuhan dan hewan kita yang keburu punah sebelum diketahui hanya karena kita mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengkonversi areal hutan hujan tropis menjadi areal perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya. Secara global, satu dari lima tumbuhan terancam punah atau resiko kepunahan (extinction risk) tumbuhan 21% (Brummit, dkk. 2015; Royal Botanic Gardens Kew 2016). Sehingga menjadi sebuah ironi bagi kita bahwa ada makhluk hidup lain yang mewakili sebuah bentuk kehidupan harus hilang lenyap dari muka bumi ini, karena ulah keserakahan kita atas nama “kesejahteraan dan kemakmuran”, bahkan kita belum mengetahui/mengenalnya sudah keburu punah. Bayangkan kalau ada makhluk hidup lain yang lebih berkuasa dari manusia dan kemudian melenyapkan seluruh umat manusia dari muka bumi ini. Janganlah sampai ikon flora Pulau Biak, Manjekia maturbongsii (W.J.Baker & Heatubun) W.J.Baker & Heatubun atau palem Manjek dan ikon Kepulauan Raja Ampat, Wallaceodoxa raja-ampat Heatubun & W.J.Baker atau palem Raja Ampat yang keduanya merupakan marga monotipik (monotypic genera) – satu marga hanya memiliki satu jenis saja – akan juga hilang musnah karena tidak ada kepedulian kita (Heatubun, dkk. 2014). Salah satu upaya dalam mempercepat perekaman data kehati melalui eksplorasi adalah yang dilakukan oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sebagai inisiator dengan menggandeng Kementerian Koordinator Pembangunan Sumberdaya Manusia dan Kebudayaan dan Pemerintah Daerah lewat Ekspedisi NKRI, yang tahun ini dilakukan di Papua Barat (Ekspedisi NKRI Koridor Papua Barat 2016). Kegiatan seperti ini sangat dibutuhkan, namun perlu dipersiapkan dengan baik sehingga akan membawa kontribusi yang signifikan secara ilmiah dan tidak terkesan hanya sekedar seremonial belaka. Kerjasama yang erat perlu dirumuskan dengan segenap para pihak sehingga speeding up perekaman dan pengoleksian kehati dapat berjalan sesuai harapan. Memang kita harus melupakan cara-cara konvensional yang serba “lamban dan terbatas” dan beralih dengan menggunakan tehnik “komando” yang sigap, cepat dan masif dalam eksplorasi dan koleksi sehingga kita bisa memenangkan “pertempuran” melawan laju kepunahan jenis kehati di Tanah Papua dan di Indonesia. Pada kesempatan yang akan datang, Ekspedisi NKRI kemungkinan masih akan dilakukan di Tanah Papua, sehingga dukungan dan peran aktif semua pihak terutama Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi di Tanah Papua harus dilibatkan. Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
5
Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan Hadirin yang saya hormati, Menurut hemat saya, negara kita Indonesia, bisa menjadi negara terdepan atau termuka di dunia dalam bidang penelitian dan pengembangan IPTEKS kehati bila mulai saat ini segera mengambil langkah-langkah strategis dan revolusioner. Pertama, segera membangun dan menyiapkan sarana-prasarana (infrastruktur) penelitian dan pengembangan kehati termasuk menyediakan peralatan dan instrumentasi penelitian yang paling mutakhir (cuting edge) pada institusi-institusi yang sudah ditunjuk. Penunjukan institusi bisa pada LIPI, lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan, dan universitas-universitas yang paling tidak dapat mewakili masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia. Dan selanjutnya, menyatukan semua institusi-institusi ini ke dalam satu simpul jaringan kehati nasional. Kedua, melaksanakan program “Repatriasi Kehati Indonesia (Indonesian Biodiversity Repatriation)” yaitu dengan mendokumentasi secara digital (foto resolusi tinggi) semua spesimen-spesimen tumbuhan, hewan dan mikroba beserta publikasi-publikasi ilmiahnya di semua museum-museum, herbaria dan lembaga penelitian di seluruh dunia dan memasukan informasi tersebut ke dalam sistem informasi kehati nasional Indonesia yang dibagikan ke masing-masing institusi tersebut. Dengan database kehati semua sudah kembali ke Indonesia kita tidak perlu lagi membuang banyak energi dan ketergantungan terhadap pihak asing akan kebutuhan informasi dan pengetahuan kehati kita di masa depan. Ketiga, membuka kesempatan untuk melakukan transfer pengetahuan di dalam negeri (transfer knowledge within the country), yaitu dengan merekrut para pakar dalam bidang kehati baik para profesor dari perguruan tinggi atau peneliti senior dari lembaga penelitian untuk dipekerjakan di institusi-institusi kehati yang telah ditunjuk di atas selama kurun waktu tertentu (5–10 tahun), yang tugas pokoknya adalah membina dan menjadikan kader-kader muda kita sebagai pakar sekelas mereka yang nantinya siap untuk mengambil alih tugas dan peran mereka. Dengan cara ini akan lebih efisien dan efektif dibandingkan kita mengirim orang kita belajar ke luar negeri yang tanpa kita sadari, malah kita berandil besar dalam memperkuat eksistensi dan dominansi institusi mereka. Data informasi, spesimen dan hasil penelitian orang kita (mahasiswa atau peneliti) akan tersimpan dan menjadi hak milik institusi di sana. Juga dengan memberikan kesempatan bagi institusi-institusi kita menerima mahasiswa (sarjana, master dan doktor), pasca doktoral dan peneliti tamu atau peneliti kehormatan yang akan berperan besar dalam penguatan kapasitas kelembagaan dan menaikan reputasi institusi kita lewat publikasi ilmiah pada jurnal-jurnal internasional yang high impact factor. Keempat, secara terus menerus memberikan perhatian terhadap upaya pemeliharaan dan perawatan koleksi kehati dan fasilitas pendukungnya karena merupakan aset berharga yang tidak ternilai harganya bukan hanya milik bangsa Indonesia tapi juga merupakan milik dunia. Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan Hadirin yang saya hormati, Inisiatif menjadikan Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi di Indonesia perlu diapresiasi dengan tinggi, karena visi menghadirkan sebuah provinsi konservasi adalah sangat strategis dan telah jauh ke depan. Ibarat “bagaikan sehari hujan di musim kemarau yang berkepanjangan” memberikan suatu optimisme dan semangat baru dalam upaya pelestarian dan pengelolaan kehati. Sebagai provinsi konservasi pertama di Indonesia tentunya akan mendapat banyak tantangan dan hambatan, namun pasti akan dapat diatasi dengan baik karena hal ini sejalan dengan komitmen global tentang pembangunan berkelanjutan (SDG’s) dan Aichi targets. Saat ini proses legal drafting Perdasus Provinsi Konservasi sedang berlangsung dan diharapkan akan segera bisa Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
6
ditetapkan sebagai dasar regulasi implementasi kebijakan pembangunan di Provinsi Papua Barat. Memang sampai saat ini, terlihat bahwa upaya yang dilakukan untuk Provinsi Konservasi lebih diutamakan pada tataran kebijakan yang sifatnya abstrak dan umumnya masih diawang-awang bagi sebagian besar orang dan menjadi pertanyaan yang serius apa sih sebenarnya isi dari provinsi konservasi itu? Hal ini yang seharusnya dipersiapkan dengan baik oleh semua para pihak (stake holders) yang ada di provinsi ini dan pimpin langsung oleh Pemerintah Provinsi. Penyiapan data base kehati yang meliputi informasi detail dan menggunakan teknologi geospatial tentang keanekaragaman ekosistem (termasuk tipe vegetasi dan komunitas tumbuhan serta habitat satwa), keanekaragaman jenis (jenis endemik, jenis terancam, jenis bernilai ekonomis, jenis bernilai sosial budaya) dan kawasan kaya sumberdaya genetik berkaitan dengan kerabat tanaman budidaya (crop wild relative). Hasil penyiapan database itu yang kemudian akan dituangkan dalam wujud peta kawasan penting kehati (important biodiversity area) dan akan dengan jelas menunjukan daerah-daerah mana di Provinsi Papua Barat harus tetap dilindungi dan dilestarikan untuk generasi mendatang. Luaran peta kawasan penting kehati tersebut yang kemudian akan diharmonisasi dan disinkronisasi dengan peta Tata Ruang Provinsi pada kesempatan pertama direview tanpa melupakan peta kepemilikan hak adat (peta batas-batas wilayah adat). Di sini terlihat dengan jelas dan nyata bahwa penelitian dan pengembangan kehati langsung bersentuhan dengan penetapan kebijakan pembangunan terutama dalam penetapan tata ruang wilayah. Peluang ini semakin terbuka dengan ditetapkannya Provinsi Papua Barat dan Papua sebagai salah satu (dan pertama di Indonesia) kawasan penting tumbuhan tropis di dunia (Tropical Important Plants Area - TIPA) oleh Plantlife International dan Royal Botanic Gardens Kew, dimana UNIPA sebagai mitra kerjasama. Pemetaan para pihak juga harus dilakukan untuk menentukan peran dan kontribusi masing-masing sehingga akan lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan dari terbentuknya provinsi konservasi. Jangan kita berlombalomba “menamcapkan bendera kita masing-masing” agar terlihat bahwa kita yang paling berjasa dalam terbentuknya provinsi konservasi ini. Kebersamaan adalah kunci dalam mencapai tujuan kita yang mulia ini. Menyikapi perkembangan politik lokal dan administrasi pemerintahan terutama dengan kehadiran Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat memang membawa perubahan signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan daerah. Namun sisi lain membawa permasalahan pengelolaan kawasan pelestarian alam, seperti kehadiran Kabupaten Tamrau dan Kabupaten Pegunungan Arfak yang wilayah kedua DOB ini masing-masing masuk dalam kawasan Cagar Alam Pegunungan Tamrau Utara dan Cagar Alam Pegunungan Arfak. Sesuai dengan ketentuan regulasi bahwa pada kawasan cagar alam tidak diperbolehkan adanya aktivitas apapun kecuali penelitian. Dan memang pada saat penetapan kawasan suaka/pelestarian alam di masa lalu hanya dilakukan “di atas kertas”, dengan mengabaikan adanya komunitaskomunitas masyarakat lokal yang telah hidup turun-temurun membentuk kampungkampung yang tersebar di dalam kawasan tersebut. Dengan kondisi saat ini, perlu segera diusulkan untuk perubahan status kawasan dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional sehingga membuka peluang dan kesempatan untuk Pemerintah Daerah masing-masing dapat melakukan aktivitas pembangunan dan pembinaan masyarakatnya tanpa harus takut melanggar aturan hukum status kawasan hutan dan lahan. Taman nasional dengan konsep zonasi dan adanya manajemen yang mengelola kawasan dengan profesional akan memberikan kepastian dalam menjalankan fungsi kawasan. Di sini terlihat bagaimana peran penelitian dan pengembangan kehati sangat dibutuhkan terutama untuk membantu menetapkan daerah/kawasan yang tepat untuk dilestarikan dan bagaimana Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
7
membantu pemerintah daerah dalam mengatasi pembangunan berkaitan dengan tata ruang wilayah.
permasalahan
perencanaan
Keberpihakan terhadap upaya perlindungan dan pelestarian kehati atau lingkungan hidup secara umum juga harus ditunjukkan dengan komitmen pemerintah dalam penyediaan anggaran pembangunan. Struktur anggaran pembangunan, terutama di daerah harus lebih besar dialokasikan kepada upaya-upaya peningkatan kapasitas kelembagaan institusi pemerintah maupun institusi lainnya dan program pembangunan yang langsung menyentuh dengan upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dan kehati. Masih ada kesan SKPD teknis seperti BLH atau Bapedalda yang “dianaktirikan” karena dianggap sebagai SKPD yang tidak bisa menghasilkan keuntungan dan hanya mendapat alokasi anggaran pembangunan yang sangat minim, sehingga hanya untuk menjalankan fungsi koordinasi saja sudah susah apalagi fungsi yang lain. Memang dibutuhkan perubahan paradigma, dari yang hanya menjalankan fungsi rutinitas kegiatan pembangunan menjadi lebih berkreasi dan berinovasi terutama memanfaatkan potensi daerah khususnya kehati. Berkaitan dengan penerapan pembangunan berkelanjutan; instrumen perencanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi lingkungan seperti AMDAL dan UPL/UKL muatan kajian kehati yang ada di dalamnya masih sangat dangkal dan belum dapat memberikan gambaran yang utuh tentang peranan kehati dalam ekosistem atau kawasan tersebut. Dan berdasarkan pengalaman selama ini, bahwa banyak dokumen lingkungan hidup yang dicopy paste dari dokumen lingkungan hidup sebelumnya dan terkesan tidak serius dikerjakan kajiannya atau hanya formalitas belaka, sehingga sering ditemui dalam daftar satwa ada Gajah dan Harimau di Tanah Papua atau Red Sequoia (Sequioadendron giganteum) yaitu pohon raksasa yang hanya ada Amerika Serikat juga ditemukan di Tanah Papua. Hal ini harus menjadi perhatian serius dalam mengkaji ulang format dokumen lingkungan dengan menambahkan parameter kehati yang benar-benar mencerminkan peranannya dalam sebuah ekosistem. Atau dalam kerangka Provinsi Konservasi (Papua Barat) dan Provinsi Papua lewat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) mewajibkan setiap usaha/kegiatan terutama yang berpotensi merubah bentang alam atau ekosistem wajib melaksanakan kajian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau High Conservation Value (HCV) disamping AMDAL atau UPL/UKL, yang kemudian pengelolaannya harus mengikuti hasil rekomendasi dokumen-dokumen tersebut. Mulai sekarang kita harus lebih memanfaatkan potensi kehati kita yang terkenal kaya dan unik, di dalam pembangunan berkelanjutan ke depan. Usaha-usaha jasa lingkungan atau jasa ekosistem (ecosystem services) termasuk pariwisata alam (eco-tourism), juga memanfaatkan potensi kerabat tanaman bididaya (wild crop relative) sebagai sumberdaya genetik kita dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan ekonomi dengan berinovasi dan berkreasi lewat pengembangan ekonomi kreatif dan industri rumah tangga berbasis sumberdaya lokal. Buah merah, tumbuhan sarang semut, ubiubian, pisang dan sagu adalah komoditas lokal yang telah mendapat tempat dalam peningkatan ekonomi masyarakat lewat usaha kreativitas, sementara masih banyak lagi menunggu untuk dikembangkan karena kita sebagai pusat keanekaragaman. Namun kembali lagi bahwa kita harus memulai menyusun database kehati yang mumpuni sebagai informasi dasar dan mampu melayani kebutuhan dalam membantu menentukan keputusan pada semua tingkatan (level) dari organisasi tingkat rumah tangga, pengusaha, sampai pada pemerintah.
Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
8
Tentunya penyiapan database tidak serta merta, namun harus dimulai dengan investasi besar penelitian dan pengembangan. Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan museum sejarah alam sebagai lembaga binaan kehati dan tempat koleksi acuan yang representatif, sistem jaringan database kehati yang terkoneksi dengan semua para pihak, dan program peningkatan kapasitas kelembagaan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta program penelitian lapangan (eksplorasi) ke daerah-daerah yang masih belum terekam kehatinya. Hal ini bisa dilakukan bersama antara kedua pemerintah daerah di Tanah Papua, Provinsi Papua dan Papua Barat dalam pendirian Museum Sejarah Alam A. R. Wallace di Manokwari yang naskah akademiknya telah disiapkan. Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan Hadirin yang saya hormati, Secara khusus keberadaan Universitas Papua, sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok, maka peran sebagai institusi pendidikan tinggi dan pengembangan IPTEKS di bidang kehati harus lebih ditingkatkan terutama yang berhubungan dengan keunikan dan kekhasan Tanah Papua dan akan menjadi keunggulan kita di masa depan. Sudah waktunya untuk mengembangkan pendidikan pascasarjana (program magister dan doktor) di bidang kehati, seperti sistematika dan evolusi hewan dan tumbuhan. Juga dengan pendirian pusat-pusat penelitian baru yang secara khusus mengkaji keunikan ekosistem dan takson tertentu untuk melengkapi pusat-pusat penelitian yang sudah ada. Pusat Penelitian Ekosistem Alpin terasa begitu mendesak begitu kita mengetahui telah berkurangnya luasan salju abadi di Puncak Jaya. Pusat Penelitian Reklamasi Tambang (khususnya tambang dataran tinggi) terutama bila mendengar akan adanya perencanaan pasca penutupan tambang PT. Freeport Indonesia. Demikian juga dengan Pusat Penelitian Marsupilia dalam rangka upaya domestikasi satwa harapan menjadi ternak di masa depan. Diharapkan bahwa dengan menjalinkan kemitraan dan kerjasama yang seimbang antara Universitas Papua dan pihak-pihak terkait baik pemerintah (pusat dan daerah), lembaga non pemerintah, perguruan tinggi lainnya, swasta dan perorangan akan mewujudkan impian kita bersama “menjadi tuan di rumah sendiri di bidang kehati”. Salah satu bagian terpenting dalam penelitian dan pengembangan kehati di Tanah Papua adalah peran dari profesional peneliti kehati. Sudah waktunya juga kita membentuk sebuah Asosiasi Peneliti Kehati Papua yang akan menjadi wadah berkumpulnya para peneliti kehati yang tertarik dengan penelitian dan pengembangan kehati di Tanah Papua. Wadah ini akan turut membantu meningkatkan pemahaman kita akan kehati Tanah Papua, memanfaatkannya dan melestarikan untuk generasi mendatang. Disamping peningkatan kapasitas baik sumberdaya manusia peneliti maupun kelembagaan secara organisasi. Sebelum saya mengakhiri pidato ilmiah saya ini, saya ingin menyampaikan pesan bagi para rekan sejawat, para dosen dan terutama sesama Guru Besar di Kampus Universitas Papua tercinta ini, marilah kita bersama-sama untuk mengembangkan IPTEKS sesuai dengan kepakaran kita masing-masing sehigga universitas kita akan semakin jaya...kalau bukan sekarang kapan lagi, kita bukan kita siapa lagi, kalau bukan di UNIPA di mana lagi...... Akhirnya kepada Ibu Wakil Gubernur, Bapak Rektor, Bapak Bupati dan hadirin sekalian yang telah meluangkan waktu menghadiri dan mengikuti dengan sabar dan tekun acara ini saya menyampaikan terima kasih. Dan mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kata-kata yang kurang berkenan. TUHAN Memberkati kita! Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
9
Sekian dan Terima Kasih, Wassalamu ‘alaikum wa rakhmatullahi wa barakatuh, Manokwari, 24 Agustus 2016 Tertanda Prof. Dr. Charlie D. Heatubun,S.Hut, M.Si, FLS
Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
10
Rujukan Pustaka: Heatubun C. D., Baker W.J. & Zona S. 2014. The Three New Genera of Arecoid Palm (Arecaceae) from East Malesia. Kew Bulletin 69: 9525. DOI 10.1007/512225-0149525-X. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS. 2016. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2015–2020. Kerjasama Kementerian PPN/BAPPENAS, KLHK dan LIPI. Kementerian PPN/BAPPENAS. Jakarta. Kleidon, A. & Mooney, H. A. 2000. A Global Distribution of Biodiversity Inferred from Climatic Constraints: Results from A Process-Based Modeling Study. Global Change Biology 6: 507–523. LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia]. 2014. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia. Kerjasama Kementerian PPN/Bappenas, KLH dan LIPI. LIPI Press. Bogor. RBG Kew. 2016. State of the World Plants Report – 2016. Royal Botanic Gardens, Kew.
Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
11
Biodata Singkat: Nama Lengkap Tempat dan Tanggal Lahir Jabatan Fungsional Jabatan Struktural Pendidikan Pencapaian
Aktivitas Akademik dan Profesional
Jabatan Lain
: Prof. Dr. Charlie Danny Heatubun, S.Hut., M.Si., FLS : Manokwari, 06 Desember 1974 : Guru Besar Botani Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Papua (sejak 2012). : Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Papua (sejak 2013). : Sarjana Kehutanan (S.Hut) – Faperta UNCEN (1996). Magister Sains (M.Si) – SPs IPB (2006). Doktor (Dr) – SPs IPB dan RBG Kew (2009). : 1. Menemukan dan mempublikasi 4 Marga (genus) baru dan 32 Jenis (species) baru tumbuhan terutama pada kelompok Palem-paleman (Arecaceae). 2. Mempublikasikan lebih dari 20 publikasi ilmiah pada jurnal internasional. 3. Pada tahun 2012 sebagai Profesor Termuda di Indonesia untuk bidang Kehutanan, Biologi dan Sistematika (Taksonomi) Tumbuhan; juga di Tanah Papua dan di Universitas Papua. : 1. Fellow of the Linnean Society of London. 2. Saat ini aktif sebagai editor tamu dan reviewer pada beberapa jurnal nasional dan internasional. 3. Anggota aktif IUCN Species Survival Commision – Palm Specialist Group dan Fresh Water Plants Specialist Group. 4. Anggota Board of Flora Malesiana Foundation. 5. Tergabung dalam beberapa organisasi profesi keilmuan dalam dan luar negeri. : Staf Peneliti Kehormatan (Honorary Research Associate) di Royal Botanic Gardens, Kew, UK.
Pidato Ilmiah - Rapat Terbuka Senat Universitas Papua dalam Rangka Wisuda Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Papua Rabu, 24 Agustus 2016
12