• • • • •
• •
• • • • • • •
•
•
Lampiran 1 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal RS Wawancara Pertama Peneliti : Halo nantulang, aku kawan “J” yang janji kemarin. Ibu RS : oh, iyaa masuk nang. Lagi jualan nantulang, cemanalah ya. Duduk disini nang, ada apa kemarin nang? Peneliti : mau tanya-tanya nantulang, mau tanya soal perempuan sebagai orangtua tunggal dalam adat batak nantulang. Nantulang tahu dalihan na tolu ? Ibu RS : tau nang, itu yang somba marhula-hula itu kan nang. Kan orang batak, tau lah nantulang. Peneliti : iya nantulang jadi aku mau wawancara tentang subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal di adat batak dalihan na tolu Ibu RS : oiyaa yaa Peneliti : kapan tulang itu pergi menghadap Tuhan nantulang? Ibu RS : dia bulan 5 tahun 2011, udah 3 tahun lah dia pergi Peneliti : berapa jarak umur nantulang ke tulang itu ? Ibu RS : kami sama umur kami, tahun 1964. Udah kau rekam ? rekam lah … hehe.. Peneliti : iya nantulang ini sudah direkam dari tadi nantulang , hehe.. Ibu RS : jadi dia itu sudah lama nya sakit jantung, tahun 2008 sudah pernah dia opname di tembakau deli itu.Cuma sekali itu kambuh lagi, sempat dia kemarin mau pasang ring tapi takut dia jadi tidak jadi. Tapi sebenarnya kalau kambuh-kambuh itu sudah sering. Dia kalau kekamar mandi pun harus sudah minum obat di bawah lidahnya. Mau mandi dan mau makan juga harus minum itu. Semenjak tahun 2008 itu lah dia mengkonsumsi obat itu (suara tegas tapi air mata keluar). Peneliti : oh begitu ya nantulang, kalau gitu kita bahas tentang “Dalihan Na Tolu” itu ya nantulang. Tahu nya nantulang tentang “Dalihan Na Tolu” itu dan bagaimana pandangan nantulang terhadap “Dalihan Na Tolu” itu ? kental nggak nantulang dengan adat ? Ibu RS : aku mau nya ngga jualan kalau aku ke pesta, paradatnya aku. Keluarga dekat, tetangga datangnya aku ke acara-acara adat itu. Tapi kalau nggak kukenal, ya tidak datanglah. Kumpulan marga sihombing atau sitanggang pasti datanglah. Kalau “Dalihan Na Tolu” itu pastilah kita harus seperti itu. Itu nya yang buat kita mengerti adat. Tapi kalau somba marhula-hula itu kurang sesuai, contohnya hula-hula punya salah samaku, tapi apapun katanya harus somba aku sama dia. Jadi kayak tahun baru, harus akulah tetap yang menyalam dia, padahal logikanya dia yang salah.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• • •
•
Hula-hula tidak bisa salah. Itulah sebagai contohnya nang. Itulah kelemahan dari “Dalihan Na Tolu” ini menurut ku ya nang. Peneliti : Menurut nantulang bagaimana peran ibu di adat batak ini ? Ibu RS : yah kalau sudah janda, dalam acara adat mana ada lagi ditanyatanya. Nggak dianggapnya kadang. Kalau pun ada kita paling duduk dibelakang, dibelakang lah tempat kita. Pendapat kita tidak ditanya, pokoknya udah diiyakan aja. Tapi itu kalau di adat ya dek, soalnya kalau dipunguan berbeda dek. Dipunguan pasti ditanya nya pendapat kita bagaimana karena kalau dipunguan tidak ada hubungan saudara hanya karena semarga ajanya. Contohnya gimana menurut isteri sihombing padahal nggak ada lagi suami kita. Tapi kalau di keluarga, misalnya meninggal mertuaku , tidak mungkin lagi aku dipanggil kedepan pasti aku didalam rumah tapi kalau suamiku masih ada, pasti dipanggil lagian anak ku yang dipanggil bukan aku. Gitulah seorang janda, pokoknya semua janda itu sakitlah.. Peneliti : ada nggak merasa berat ngejalani semua sendiri nantulang ? kebanyakan janda kan sering mengeluh dengan keadaannya ? Ibu RS : sebenarnya itu tergantung orangnya, kalau orangnya pintar nggak akan dibodohi orang. Kalau janda itu pintar, maksudku bukan aku pintar ya. Kita harus terima kalau posisi kita itu seorang janda. Karena apa? Mau siapa lagi yang kita harapkan membantu kita ? kayak nantulang sendirilah, pagi jam 5 bangun, nyuci sendiri, antar anak sekolah, langsung jualan sendiri. Kita kan nggak bisa mengenlu, itulah kondisi kita. Harus kita terima. Karena bukan manusi yang mencabut nyawanya, kan Tuhan yang mengambil kembali. Gitu maksudnya dek. Peneliti : apa perbedaan yang paling besar yang nantulang rasakan sebelum tulang itu pergi dan sesudah tulang itu pergi ? Ibu RS : perbedaannya sih gininya, kalau ada masalah tidak ada lagi kawan kita diskusi. Masalah anak, masalah keluargalah pasti ga ada kawan kita tukar pikiran. Kita simpan dihati aja (Meneteskan air mata). Peneliti : Sering tidak teringat tulang itu terus nangis sendiri, kadang merasaka campur aduk nantulang ? Ibu RS : yah seringlah… sering kali pun. Peneliti : Kadang kan ada rasa ingin berbagi, dulu ke suami, nah sekarang kemana nantulang ? apakah ke anak sekarang berbaginya nantulang ? Ibu RS : iyalah berbagi, tapi itupun tidak semulah. Kalau ke suami kita nya kita harus semua saling terbuka. Tapi kalau ke anak tidaklah, aku nggak mau membebani anakku. Aku sifatku kayak gitu. Karena aku seperti inikan, harus kubahagiakan anakku.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
•
Peneliti : Jadi dengan posisi seperti ini, nantulang sendirilah yang cari nafkah ya nantulang ? atau dibantu anak pertama ? Ibu RS : kalau anakku nggak kubebani, misalnya ngepelpun dia, hanya sekedar itunya karena aku memang gak suka rumah itu kotor. Kubilang sama anakku, “jangan kalian susahi lagi, mamak udah capek cari duit”. Untunglah anaknya bisa diatur,tapi kalau ada pikiran kita sikit, itulah kita nangis sendiri dek,kita kan nggak bisa cerita ke orang. Karena kalau kita cerita belum tentu orang itu bantu kita, kayak akulah cerita samamu dek, belum tentu kau bisa bantu aku kan ? segala perjalanan hidup ini, kita nya yang memegang peranan penting dek. Jadi aku nggak mau cerita sama orang, tertutup ajalah aku. Jadi aku sendirinya yang cari nafkah, berjuang aku asal anakku bahagia. Tapi bagaimana pun buruknya anakku, nggak pernah kuceritakan sama orang, biarpun sama kakakku sendiri nggak mau aku ceritakan. Peneliti : Kalau anak nantulang ada nggak terkadang mengeluh ? atau rasa ingin sendiri aja, pokoknya merasa minder atau sedih ? Ibu RS : nggakkkk, kalau misalnyalah kayak ada acara-acara ajalah. Seperti natal, tahun baru, barulah disitu merasakan rindu, sedih lah. Disitu lah kita betul-betul terasa tidak ada lagi. Peneliti : sering nantulang kunjungi makam suami ? Ibu RS : dulunya sering, kalau sekarang tidak. Dulunya 2 kali seminggu, ada setahun gitu terus kami. Kalau sekarang, kan ada yang bilang, aduuuuh, kau doa ajalah dirumah. Kan Tuhan yang ambil, jadi sama Tuhan aja kau berdoa. Ngapailah kau selalu kesitu, kayak tidak punya Tuhan kau, Cuma raganya aja nya disitu. Kan Tuhan yang menjemput bukan manusia. Dia itu hanya nisannya aja disana. Kayak anakku, kadang dia rindu bapak, terus aku mimpi bapak katanya, nah barulah dikunjungi itupun sekedar ajanya. Kalau sekarang terakhir desemberlah. Kalau yang paling kecil itu untunglah udah dewasa pemikirannya walaupun masih kecil. Aku sedih lah, sekarangpun aku sering dibecak itu sedih sendiri, kadang mau nangis kalau ingat. Tapi kusimpan semua dalam hati dek (menangis). Peneliti : Nantulang ajari adat nggak ke anak nantulang atau beradat ? Ibu RS : pastilah, sering anakku ini kuajak ke pesta. Atau kalau ada acaraacara, semua orang ini pasti kuajak, biar tau mereka. Kalau orang datang kerumahpun, kukenali nya mereka, ini boruku, inilah boruku walaupun bukan keluargaku. Kerumah opungnya pun kuajaknya, kalau dalihan na tolu itu paling penting itu nang. Peneliti : kalau dengan keluarga suami bagaimana nantulang ?
Universitas Sumatera Utara
•
•
•
• •
Ibu RS : gak ada, yah biasa ajalah. Kayaknya kayak nggak ada hubungan sama mereka lagi. Sedangkan bapaknya aja masih hidup, kami agak kurang karena mereka jauh sama kami. Bukan aku sombong ya, anakanakku nggak ada yang jelek. Tapiitulah sifat mertuaku, nggak tau lah ntah dimana salahnya. Aku mungkin orang nya kan, aku to the point orangnya. Misalnya dibilang mertuaku salah aku langsung kulawan, langsung kubilang mana yang benar. Tapi kalau acara adat, aku datang aku walaupun aku dibelakang-belakang. Sekarangpun nggak ada suamiku, aku datang tetap. Aku memang gitu, kemarin mertuaku ulangtahun pun aku datang. Iyalah,misalnya keluarga suami ada pesta ya datanglah sampai keporsea atau ketarutungpun, aku pergi kok. Kalau aku berbuat baik itu nggak ada ruginya. Karena bukan sama manusia aku meminta berkat, tapi sama Tuhan, jadi mau gimana dia, itu urusannya. Yang penting aku berbuat baik terus. Aku sering bilang sama anakku ingat patik ke lima nak. Walaupun jahat orang sama kita, tetap aja kita baik nak, minimal jangan kau balas nak. Sedangkan kita buat baikpun,lihatlah masih ada yang merampok. Lihatlah tanganku ini bekas rampokan (Tangan luka-luka). Tapi Tuhan punya rencana kok apapun itu. Aku cepat tegar waktu aku janda, seminggu kematiannya aku langsung cepat urus akte kematiannya, urus surat-surat, seminggu kemudiannya aku udah kerja, orang bilang cepat bangkitnya. Tapi ada juga yang bilang, “udah jualan kau?” banyak yang bilang bermaksud kok cepat kali aku jualan, kok nggak dirumah dulu. Padahal kan, kalau nggak kerja aku, makan apa kami ? gimana anakku? Apalagi aku sendiri, aku yang mencari nafkah sendiri. Bukan aku meninggikan hatiku, tapi berdoa aku, banyak janda-janda ini setahun dulu baru bangkit. Ada juganya yang bilang, “nggak mau kau nikah lagi mak j?” kujawab lah tidak soalnya kan ngapain aku nikah lagi, anakku udah tiga, lagian kalau orang batak ini , kita nikah sama marga x misalnya, pasti keluarga suami kita dipanggil. Buat apa coba ? lagian aku nggak mau lagilah menikah. Yah biarkan ajalah, inipun udah jalan Tuhannya. Peneliti : yaa, yaa nantulang. Kalau acara adat gitu dari keluarga suami, nantulang masih dipanggilkan sebagai istri suami, atau dari adatnya dipanggilkah ? Ibu RS : masih nya tetap dipanggil, namun kayak kubilang tadi ,udah nggak bisa kita duduk didepan. Duduknya dibelakang-belakanglah, tapi kalau suamiku masih hidup duduk didepanlah. Yah gitunya bedanya. Peneliti : Kalau keluarga tulang itu, seperti opungnya, masih member perhatian kepada anak-anak nantulang tidak ? Ibu RS : ah ga ada itu, gaknya ada kayak gitu. Sedangkan suamiku ada pun gaknya peduli. Aku aja yang suka mendekatkan diri sama mereka. Sebenarnya panggorannya bapaknya ini, makanya nama opungnya pun, opung J nya. Nama anakku nya. Mereka bilang biasa aja sama kami,
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
kamipun gitu. Tapikan orang bisa lihat perlakuan mereka bagaimana. Banyak orang bilang, kalau kayak gini kali mertuamu itu ? tapi yasudahlah, biarlah mereka itu. Peneliti : ada nggak sebenarnya tekanan sendiri ? Ibu RS : awalnya iya, kadangpun kalau dipikiri iyanya tertekan, stress. Tapi lama kelamaan, yaudahlah sukanya situ. Teserah dialah, aku enjoy aja lama-kelamaan. Bawa santai ajalah, aku yang penting anakku baik-baik aja. Peneliti : kalau keluarga dari nantulang sendiri bagaimana ? masihkah peduli ? Ibu RS : oh,kalau keluargaku masihnya. Kayak kemarin lah dilihat aku langsung pas aku luka ini, cerita cerita disitu, bukan karena dikasih uang dia baik, tapi karena perhatiaannya lah walaupun Cuma cerita-cerita aja. Kawan ngomong aja udah senang kita. Kalau dari keluargaku, perhatiannya terus. Dari keluarga suamiku pun gitunya, tapi keluarga yang jauh-jauh bukan keluarga kandung suami ku. Sama nya dulu sama sekarang dek, nggak ada itu pengaruh nggak ada suami atau masih ada suami. Tapi memang kayak STM aja pun masih pedulinya, tapi pas meninggal suami-suami STM agak kurang lah karena kan takut orang menilai apa padahal nggak nya ada apa-apa. Tapi nantulang kalau naik becak nggak pernah nantulang bilang nantulang janda. Kalau ditanya kerja dimana suami, ya nantulang bilang. Tapi nggak mau nantulang bilang bilang ke orang kalau nantulang janda. Soalnya kita kalau janda ini gak pernah dihargai, sebagai contohlah, nantulang pernah diajak ke hotel, itu masih punya suami. Kan gila tukang becak gitu, apalagi janda, oh habislah nantulang ga dihargai. Karena banyak sekarang janda yang gatal, genit. Jadi semua orang kira sama janda. Ditanyapun masih hidup, kujawabnya langsung masih hidup supaya ga dilecehkan aku. Dalam hati sedih nya, tapi kalau kita bilang dia masih hidup ada perasaan kita kalau dia masih disamping kita, jadi jernih otak kita ini, jadi ga ada niat kita cari yang lain. Karena kita harus menjaganya, karena kita berharga. Pokoknya kalau udah janda jangan mau disepelekan. Peneliti : Ada nggak perasaan risih ketika menghadapi seperti ini atau menjadi orangtua tunggal nantulang ? Ibu RS : nggak risih aku, Cuma yaaahhh (berjualan sebentar). Waktu bapaknya meninggal, malunya kita awalnya. Tapi karena aku naik motor, jadikan pakai helm jadi nggak kelihatan. Tapi itulah pernah kan ditanya, “yah, mak J udah kerja?” aduh kalau sekali gak masalah, tapi udah sering kali bertanya kayak gitu aku jadi kesal. Kubilanglah, kalau aku nangis terus mau kalian kasih makan anakku? Mau makan apa anakku ? senang kalian lihat orang susah ? duduk-duduk nanti aku diteras, lalap aku ditanya. Aturan nya kan ngomongnya, syukur ya mak J bisa cepat pulih,
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• • •
harusnya gitunya omongan. Ada memang 2 orang tetangga kayak gitu, lalap merecoki. Kalau jalan ku lurusnya ngapain aku harus gitu. Janda itu ngeri, kalau ada suami kalian nanti, kalian jagalah, soalnya janda ini ngeri kali. Bayangi ajalah sendiri menghadapi semua. Makanya aku heran kalau ada yang bilang sama suaminya, “mati aja kau dijalan itu, biar tau rasa kau”. Dalam hatiku yah yang nggak ngertinya dia bagaimana jadi janda. Yang merasa gimana kalinya dia, aku memang dr dulu sampe sekarang nggak pernah aku ngomong gitu sama suamiku. Kami nggak pernah berantam dulu, dia pendiam. Kalau aku marah, ngomel, dia langsung keluar, kalau udah siap aku marah-marah baru dia masuk. Makanya kami nggak pernah kuat-kuat suara kami, ngomong pun pelannya kami. Tapi memang nggak ada buruknya kulihat dan kuingat buruknya pun gak ada. Bayangilah dulu pas hidup, dia mau masak, mau nyuci. Aku yaaah, nggak pernah aku nyuci selama kami menikah, bayangkan tahun 1993 kami menikah sampai tahun 2011 nggak ada aku mencuci dibuatnya. Bahkan buat tehnya pun gak pernah disuruhnya anak-anak. Makanya anakku yang pertama buat teh pun dia tidak tau. Mengepel nanti suamiku itu, ah kalau aku ngelihat dia nggaknya ada buruknya dia. Itulah (mau nangis). (berbicara dengan kawan penjual) Peneliti : tanggapan nantulang sama tetangga atau orang sekitar bagaimana nantulang ? Ibu RS : aku ya gak peduli aku, teserah mereka situ. Dipikikarnku, yah berarti kau orang nya memang gitu sifatnya. Karena kalaupun aku sakit hati pun ga ada gunanya. Kurang mau berkomunikasi, ya kayak kurang ada harganya. Tapi aku carenya.. Peneliti : mulai terbiasa nggak dengan kehidupan yang begini ? Ibu RS : ya udahlah, udah terbiasa aku hidup begini. Soalnya pun pas bapak nya hidup, aku jarang sama dia, diakan kerja di Belawan, dilabolatorium. Jadi kadang maunya dia nginap disitu, akulah yang bawa bajunya kesana. Sama-sama sibuknya kami nang. Tapi kalau dia masuk jam 8 pagi pulang jam 6 sore, baru kami ketemu. Tapi kalau lembur, ya tidak ketemulah. Apalagi kalau misalnya salah, kan dia yang kena, itulah yang buat diayang lembur. Dia itu ga pernah marah , makanya aku udah mandiri. Cuma namanya suami selalunya dikenang dihati. Selalunya awak ingat dia tapi kalau terbiasa, ya beginilah biasanya. Wawancara Kedua Peneliti : Selamat sore nantulang, maaf ya nantulang kalau kelamaan datangnya. Macet tadi di juanda nantulang, hehehe. RS :Oiya nang, nggak apa-apa nang. Nantulang juga baru saja sampai di rumah nang. Mau lanjut yang kemarin nang ? (tertawa sambil merapikan bawaan dari pasar ke dalam rumah)
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• • • •
•
• • •
•
•
Peneliti: wah, lagi repot ini ya nantulang ? nggak mengganggu aku ini kan nantulang ? aduh, tidak enak ini.. RS : Ah, sama sekali nggak lah nang. Nantulang juga nggak direpotkan loh, tapi maklum lah kau ya nang. Masih berantakan nantulang, ini juga mau masaknya sebenarnya untuk malam. Tapi cerita aja dulu kita ya.. Peneliti: tidak usah nantulang, sambil masak aja ngobrolnya nantulang. Nggak apa-apakan nantulang ? RS : (tertawa) tapi gimana rekamannya ntar? Nanti kau rekam pula suara gorengan ini, tapi nggak apa-apalah ya nang ? maklumlah mamakmamak repot.. Peneliti: ya nantulang, mana tau aku juga bisa bantu nantulang motongmotong, atau apalah nantulang.. RS : ayoklah, nantulang malah merasa dibantu kali… (sambil berjalan kedapur dan mempersiapkan seluruh persiapan masakan) Peneliti: nantulang sering masak ? RS : iyalah nang, apalagi yang paling kecil itu. Senang kali kalau nantulang masak sambel, enak katanya. Taulah kau kan, siapa yang masak ? Cuma aku nya yang masak, kalau si “J” mana bisa masak itu. (tertawa sambil memotong tempe) Peneliti: habis pulang jualan langsung masak, wah hebat kali nantulang ya. Nggak capek begini terus nantulang ? kan nggak ada henti-hentinya dari pagi nantulang… RS : tidaklah nang, aku kan udah terbiasa. Dari bapak masih ada sampai sekarang masih tetap nya sama kan nang… Peneliti: wahh, kalau semua nantulang bisa berarti tinggi dong sinamot nantulang dulu ya. (tertawa sambil tersenyum) RS : haduh, nggak juga ah nang. Biasa aja nya sinamot nantulang, lagian udah berapa tahun lalu, ada kali 21 tahun yang lalu nang. Aduhh, gitulah nang. Tapi ya sinamot nantulang berapa ya, udah lupa juga nantulang. Udah lama kali itu nang, tapi tulang mu memang baik kali orangnya. Kayak yang nantulang certain kemarinlah nang, jadi berapapun dulu sinamotku, lebih senangnya aku dengan pernikahanku disbanding mikiri sinamot. (tertawa terbahak) Peneliti: iya ya nantulang, memang kalau suami ninggali kesan baik pasti susah kali ingat jahat nya ya nantulang. Apalagi jarang dapat laki-laki kayak tulang itu, wah sampai sekarang masih terasa semua dong nantulang ? RS : iyalah, iya nang. Semua terasa jelas dihati nantulang, nantulang lagi senang kali hari ini loh makanya kayak centil gitu ya nang. Nantulang tadi sibuk kali di pusat pasar itu, banyak kali yang beli pakaian, mungkin
Universitas Sumatera Utara
•
•
•
•
lagi banyak yang lahiran di Medan ini ya. Oh rame kalilah nang, maunya disitu tadi sekalian kau bantukan. Tapi nggak siap lah wawancara mu ini, udah gimana rupanya skripsimu ini nang ? Peneliti: aduuh, masih begini aja skripsinya nantulang. Banyakan malasnya sih nantulang, tapi gitulah nantulang harus cepat semangatnya kayak nantulang kan. (tertawa) RS : ya lah nang, semangat lah nang. Si “J” juga terus nantulang motivasi, biar cepat kan. Bisalah dibantunya adeknya ini kan nanti. Oiya, mau tanya apa nang ? apa yang kurang jelas itu nang ?? Peneliti: oh, iya nantulang mau tanya-tanya tentang kemarin nantulang. Hehe, menurut nantulang apa aja peminggiran atau penomerduaan di adat batak ini nantulang ? RS : wah, ya kayak yang kubilang kemarinlah. Kau simpulkan lah nang, kalau udah janda pastilah ada peminggiran nang, sedangakan tidak jandapun sudahnya ada penomerduaan nang, tapi ingat nang, di nomerduakan pun kita bukan nggak ada sebab kan nang, baiknya maksudnya nang. Beginilah contohnya ya nang, kalau kasih keputusan itukan laki-lakinya kan nang ? karena perempuan itu identik dengan emosi nang, belum stabil emosinya nang. Perempuan kan banyak pakai perasaan, maksudnya suara pria mungkin lebih dapat berfikir dan ambil keputusan secara jernih. Tapi bukan itu aja, di dunia ini kan Adamnya duluan nang jadi begitulah nang. Adam dulu baru Hawa, iyakan ? dari situ aja sebenarnya udah ada penomerduaan. Tapi kayak kubilang kemarin, semua membawa kebaikan, nggak ada adat buruk. Adat itu bagian kebudayaan kan nang ? soalnya si tengah kami ini belajar itu di sekolah, baru semalam kami cerita-cerita nang. Ada 7 unsur kebudayaan kan nang ? kepercayaan dan adat istiadat masuk kan ? itu budaya kan baiknya maksudnya kan ? terus apalagi ya nang, kalau perempuan itu di dapur namanya juga boru, itulah nang tapi kan bukan nomer dua itu menurutku karena semua punya andil nang. Ada semua bagiannya nang, makanya kalau “Dalihan Na Tolu” itu semua bisa kita rasakan yang tiga-tiga itu. Tapi kembali lagi ke orangnya nang, kalau nggaknya dia suka sama kita, semua salahnya sama kita nang. Banyak orang batak ini hanya pas adat aja terasa “Dalihan Na Tolu” itu. Pas lagi pesta, disitulah terasa ada hula-hula, yang mana boru, yang mana kawan kita. Kalau pas hari biasa, lingkungan biasa, nggaknya ada apa-apa nang. Disitu terasa peminggiran kita yang perempuan ini, selebihnya yang kayak ku ceritakan kemarin lah nang. Kau simpulkan sendirilah nang yang kemarin itu, karena nggak di adat pun memang perempuan posisinya nomer dua kurasa nang. Di islam aja, imam itu lakilaki kan ? nah semua agama nya mengajarkan itu kurasa nang, semua umat nya melihat kalau perempuan ada di posisi nomer dua. Nggak ada yang
Universitas Sumatera Utara
•
•
•
•
•
•
•
jahat maksudnya, baiknya maksudnya. (menjelaskan serius dan terhenti sejenak menyiapkan masakan) Peneliti: iya nantulang, wah enak ini sepertinya nantulang. Terasa menggebu-gebu ya nantulang, apalagi sambil masak ya nantulang. Padahal tadi aku itu sempat mikir kecapekan kali nantulang, rupanya semangat kali bahas adat ini ya nantulang. Wahh, salut kali memang sama nantulang ini. Oiya nantulang, jadi penomerduaan itu baik menurut nantulang ? sepertinya pro sekali ini ya nantulang dengan ajaran di adat ini ? RS : hahaha, ah bisa aja kau. Nggaknya, pro lah nantulang. Gini ya elin, sedihnya kita jadi urutan kedua, siapa yang nggak mau jadi yang pertama? terkadang adanya rasa kesal, kan belum tentu semua laki-laki itu keputusannya benar. Cuma mungkin sudah itulah jalannya dari zaman dulu, ya nantulang pun bingungnya kadang. Nggaknya sesuai dengan hati tapi ya mau gimana nang ? kayak kubilanglah, dulu duduk didepan aku karena ada suamiku, tapi setelah meninggal dimana coba ? di belakang kan nang ? itu nomer dua kurasa, karena aku dihargai kalau ada suamiku, kalau tidak ada suamiku ya tidak dihargai aku. Kenapa duduk dibelakang ? karena nggak ada suara kita, tapi sebenarnya kalau di adat setauku tetapnya duduk didepan karena aku kan ditinggal karena meninggalnya bukan karena orang atau karena cerai. Aku masih istrinya, tapi ya itulah, mungkin ada nggak enak dihatinya jadi ditunjukkinnya lah mungkin. Gitulah nang, makanya stresnya kalau dipikiri tapi aku masa bodo ajalah nang. Peneliti: oiya nantulang, begitu ya nantulang. Jadi semua pada dasarnya itu baik ya nantulang. Positif sekali nantulang menanggapinya ya. Ini udah masak ya nantulang ? RS : iya, ini sudah masak. Ya begini ajalah nang, yang penting ada ikan orang ini. Karena nggak ada bapaknya, jadi ya harus nantulang semua yang merangkap. Kayak nantulang bilang kalau nantulang harus siap jadi ayah dan jadi ibu buat anak nantulang. Peneliti: hem, tapi ini saja sudah sempurna bagi mereka ya nantulang. Kata “J” saudara dari tulang di Medan semua ya nantulang ? sering mereka berkunjung atau main kesini nantulang ? RS : yah begitulah, di Medannya orang itu semua tinggal. Tapi nggak pernah nang, sedikit pun tidak. Lihatlah ya, mereka itu sebelum tulang pergi, nggaknya baik. Apalagi tulang sudah menghadap ke Surga, pastilah mereka tidak menganggap lagi, karena kayak yang nantulang bilang. Kalaupun ada pesta nantulang hanya seperti tamu. Mungkin itu semua karena nantulang tidak begitu dekat dan memang karena ada masalah yang dipendam. Jadi, ya seperti ini lah keluarga kami nang… Peneliti: wah, jadi kalau saudara tulang itu bagaimana bersikap dengan nantulang?
Universitas Sumatera Utara
•
• •
•
•
• •
• •
RS : yah, membatasi dirilah nang. Dari awal berumah tanggah sudah membatasi diri mereka sama kami, nantulang nggak tau kenapa tapi mungkin karena nantulang bersikap tegas. Kalau nantulang tidak suka ya tidak suka, itulah nantulang. Kalau nggak enak di hati ya nantulang bilang daripada nantulang simpan-simpan. Peneliti: pernah tidak sampai berantam nantulang ? RS : oh, nggaklah nang. Gini, mereka kalau tidak senang hanya dalam hati baru diceritakan ke orang lain. Nantulang mana bisa begitu nang, jadi kalau di depan orang ya baiknya kami. Cuma di dalam hati ini perangnya nang. Karena nantulang pun nggak tau kenapa mereka bisa begitu nang. Seringnya nantulang mikir, kenapa lah bisa gitu ? tapi daripada stres, ya nantulang buang jauh-jauh pemikiran itu. Apalagi sekarang janda, yah mana mau nantulang pikiri kali itu. Kasihan anakku, mending mereka kuperhatikan nang. Peneliti: jadi dari saudara tulang perlakuannya hanya begitu aja nantulang ? tidak ada menunjukkan rasa tidak sukanya atau hanya sekedar berpendapat bahkan menyapa aja nggak ada nantulang ? RS : ya iya lah nang, Cuma “uda”nya si “J” baik nya sama kami. Si “J” sering dikasih tas dari “uda”nya itu. Makanya kalau aku, tetap nya sama ku buat semua kan nang, padahal bapak si “J” kan laki-laki tertua, nah jadi opung “J” nya namanya. Itupun sebenarnya penomerduaan juga menurutku, karena anak pertama perempuan, anak ketiganya bapak si “J” kan ? tapi itulah karena ikut marga bapak kan, karena perempuan ini kan ikut marga suami kelak. Ya itupun opungnya nggaknya di urusi kami, ya ibarat kayak saudara, hanya sekedar saudara aja nang. Padahal kan keluarga dekatnya kami, bahkan cucunya tapi ya begitulah nang. Itulah tergantung kita nya adat ini, samaku yaudahlah sama nya semua. Capek loh nang mikiri masalah, kurasa kaupun nggaknya mau punya masalah kan nang ? hahahah. Ah, ayoklah duduk di depan kita, masak didapur cerita. (serius bercerita) Peneliti: hahahah, iya nantulang. (duduk di samping ibu RS) RS : itulah ceritaku nang, tanya aja si “J” taunya dia nang. Ini satu gang ini, keluarganya kami. Keluarga dari ku ya, jadi gang ini saudara nang. Sitanggang lah nang, kakakku di depan tinggal. Itulah nang, tetapnya keluarga darah kita yang lebih memperhatikan kita nang. Aku kan baru dekorasi rumah, di tempat kakakku nya kami tinggal pas lagi di renovasi, ehe dekorasi pula kubilang tadi ya ? itulah nang, udah tua nang.. Peneliti: oh, begitu ya nantulang. Jadi mereka tidak keberatan nantulang ? soalnya ada juga nya keluarga sendiri jadi musuh kan nantulang ? RS : itulah ku bilang itu nang, semua tergantung ke orangnya nang. Semua yang kita miliki, yang kita punya bertahan karena kita. Apapun
Universitas Sumatera Utara
• •
•
•
• • • • • •
yang kita perbuat itukan karena kita, mana ada campur tangan orang lain. Kan diri kita yang menentukan kita kemana nang,itulah nang nggak nya mereka keberatan. Tapi tau diri juga lah kita nang, hahaha. Semua ergantung kita nya bawakkan diri kita nang. Kalau orang lihat mana yakin hidup sendiri bisa biayai anak, didik anak, bahkan jadi kawan sama anak. Nggak terpikirkan ku aku bisa begini, tapi apa ? bisa nya kan nang ? kita nya itu yang bawakkan diri kita bagaimana nang. Jadi mungkin adanya diluar sana tapi kalau kami, masih bisalah ku atasi dan ku kasih jarak nang. Peneliti: jadi begitulah ya nantulang. Jadi sewaktu tulang meninggal, bagaimana sikap mereka nang ? RS : itulah nang, sebenarnya kami “hula-hula” mereka kan ? tapi adakah kami dianggap ? tidakkan, jadi sama aja itu tergantung orangnya. Waktu meninggal, ya gimana ninggal lah. berbelasungkawa nya mereka, tapi standar aja. Pastilah sedih, namanya saudara mereka. Tapi setelah pergi tulang, merekapun pergi. Kalau ada ninggali sepatah dua kata kan nggak apa-apa, ini sekarang seperti perang dingin kami termasuk mertuaku. Sikap mereka ya biasa aja, gimana lah keluarga biasa aja nang. Itulah nggak tertebak kita orang kan ? Peneliti: oh, ya nantulang. Tadi kan nantulang bilang orang nantulang hula-hula mereka, seharusnya “somba marhula-hula” kan nantulang ? itu gimana pandangan nantulang ? RS : itu dia nang, harusnya “somba”. Harusnya dihormati tapi kenyataannya tidak demikian, setelah bapa meninggal kami tidak di anggap. Itu lah kenapa aku bilang kembali ke orangnya. Seharusnya hulahula itu di hormati, di segani, tapi malah kami yang segan sama kakaknya, adeknya. Itu yang buat aku, yaudahlah. Jadi seperti tidak peduli lah, karena ketika aku peduli mungkin aku yang seperti orang gila. Berat jadi janda karena sendiri aja sekalipun memiliki anak, sedih sekali dek. Peneliti:iya nantulang, sabar ya nantulang. Tapi kalau begitu, makasih ya nantulang buat waktunya. RS : iya nang, ayoklah makan disini.. (wawancara berakhir) Wawancara Ketiga Melalui Telepon Seluler Peneliti : bagaimana menurut nantulang mengenai sinamot di kalangan batak ? RS : sinamot itu bentuk penghargaan ke orangtua perempuan, jadi perempuan itu akan ikut marga suami sehingga pihak dari suami memberi tanda penghormatan atau tanda terimakasih. Kalau sinamot tidak di beri ya tidak ada masalah kalau pihak perempuan menerima. Itu kan kembali ke kita lagi nya lin.
Universitas Sumatera Utara
• •
•
•
• • • • • • • • • • • • •
Peneliti : jadi kalau sinamot tidak ada bagaimana ? apa mempengaruhi harga diri ? RS : tergantung manusianya, pasti lah ada yang mempengaruhi harga diri tapi ya balik ke orangnya bagaimana menanggapi sinamot. Sinamot itu bisa juga sekalian uang pestanya atau hanya sekedar untuk baju dan sebagainya. Tapi sebenarnya aku belum pernah mendengar tidak ada sinamotnya, karena sinamot itu kan hanya simbol penghargaan. Kalau masalah banyaknya uang berapa itu tergantung kita, tergantung yang bersangkutan. Kalau sinamotnya kecil, ada dek, sering aku dengar itu. Tapi kan karena kemampuan yang kita miliki itu semua. Peneliti : hubungan sinamot dengan pendidikan ada nggak nantulang ? orang sering bilang, makin tinggi pendidikan, sinamot juga tinggi. Bagaimana maksudnya ya nantulang ? RS : maksudnya itu, kan nggak mungkin lah professor tapi gajinya anak baru tamat SMA. Jadi begininya itu, kalau pendidikan tinggi, kerjaan juga nggak akan sama dengan yang pendidikannya tidak tinggi, jadi uang yang dia miliki juga pasti berbeda. Bukan hanya uang tapi pengetahuannya juga tinggi, jadi nggak akan pernah sama yang pendidikan tinggi dan pendidikan rendah. Kemampuannya juga akan berbeda, sehingga dikatakan makin tinggi pendidikan, sinamot juga makin tinggi. Tapi itu hanya sekedar aja nya nang, tidak begitu ada itu di adat. Intinya besarnya sinamot tergantung kepada dua belah pihak. Sebenarnya kan sinamot itu hanya rasa terimakasih aja sudah menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, jadi kan mau diambil pihak laki-laki menjadi bagian keluarga sehingga di beri lah rasa terimakasih.
Lampiran 2 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal YS Wawancara Pertama Peneliti : ibu, nama ibu siapa ? Ibu Y.S : ibu silalahi nak, kalau nama lengkapnya y****** silalahi nak. Kalau bapak simamora. Peneliti : ibu sama bapak berapa jarak umurnya ? Ibu Y.S : Kalau kami 2 tahun nak, kalau bapak tahun 1960 lahir, ibukan tahun 1962nya nak.
Universitas Sumatera Utara
• • • •
• •
• •
• •
• • • •
Peneliti : sejak kapan ibu tidak memiliki suami ? Ibu Y.S : tanggal 1 mei 2007 yang lalu nak. Peneliti : kalau boleh tau kenapa ibu tidak memiliki suami lagi ? Ibu Y.S : Bapak punya penyakit jantung nak, itulah yang kukesalkan nak, nggak pernah bapak cerita nak, selalu diam. Akupun tahu pas 4 bulan sebelum bapak pergi nak. Sifatnya pendiam kali nak, makanya yaudahlah mau gimana lagi nak. Peneliti : Oiya, Ibu kental tidak dengan adat ? tau nggak “Dalihan Na Tolu” ibu? Ibu Y.S : Semenjak berumahtangga ininya aku belajar tentang adat nak, namanya sudah jadi istri nak. Ya, sedikit banyaknya aku mengertilah tentang adat. Tapi aku bukan paradat ya nak. Peneliti : oh haha, iya ibu. Ibu tau tidak “Dalihan Na Tolu” ? Ibu Y.S : ehe, masak orang batak tidak tau itu. Tahu lah aku , itu kan apanya orang batak. Kalau kita orang batak ini harus taulah itu, makanya kita tau beradat, tau menghormati, gitu nak. Elek marboru, somba marhula-hula, manat mardongan tubu. Udah semua dicakup disitu, kalau tau kita itu, ya bisalah kita paham tentang batak ini. Peneliti : ya yaa ibu, kalau gitu gimana pandangan ibu tentang “Dalihan Na Tolu” itu ? Ibu Y.S : ya, kalau akunya yang kayak kubilang tadilah, itu kan adat, budaya batak. Jadi harus taunya kita yang ketiga itu , dan itunya pedoman orang batak. Makanya aku tetap nya menghormati hula-hulaku sekalipun dia marah-marah atau apalah. Tapi menghormatipun ada batasbatasnya, jahatpun dia contohnya tetap kuhormati tapikan banyak cara untuk menghormati. Tapi apapun itu gak nya ada yang salah menurutku dari “Dalihan Na Tolu” itu, itukan hal yang baik, kadang kita bilang “Dalihan Na Tolu” itu tidak benar, tapikan kembali ke orangnya nya nak. Positif ajalah hidup ini, soalnya ya gak pun kita jahat, banyaknya yang jahat sama kita nak. Ah, gitunya hidup. Peneliti : iyaa bu, namanya hidup ya bu. Terus gimananya menurut ibu peran perempuan di adat batak atau di keluarga batak ini ? Ibu Y.S : yah, kalau aku kurangnya mengerti adat dan kenyataannya. (tertawa dan mata berkaca-kaca). Peneliti : loh, kenapa gitu ibu ? Ibu Y.S : yaa gitu dek. Peran perempuan di batak ini, kalau sudah nikah, kayak saya istrilah, seharusnya ada tidak adanya suami, saya adalah bagian mereka, seharusnya saya dilindungi. Kan di “Dalihan Na Tolu” pun kan diajarkan nya kayak gitu. Namanya saya sudah dikeluarga suami, sayakan sudah nyonya simamora, harusnya saya bagian lah, tapi kenyataannya yah beginilah dek. Setelah meninggal , saya malah ditinggal,
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
•
baru saja satu setengah bulan suami saya meninggal, kami sudah dicekcokin sama harta gono gini, rumah kamipun dikunci mereka. Sedih kalinya dek, aku dulu dikampung dek sama suamiku, di merek itu nya kami tinggal, tapi pas meninggal suamiku, anakku pun udah gedek, makanya aku dimedan ini. Tahun 2009 nya aku dimedan ini, tapi itupun nggaknya enak hidupku dek. Lalap diganggu sama mereka, makanya kubilang adat itu tidak salah, orangnya yang salah mengartikan. Suamiku itu anak bontotnya sebenarnya, tapi pas hidup, dianya abang, dianya yang dihargai mereka. Banyak suamiku ini bantu keluarganya, hormat kali keluarganya tapi sekarang tidak lagi. Gitulah dek, mungkin dipertanyaan adek selanjutnyalah bisa kulanjuti cerita ku ini. (tertawa menghibur diri) Peneliti : yaa, ya bu. Saya pun tidak tahu mau ngomong gimana. Ibu seringnya ikut acara adat gitu ? Ibu Y.S : kalau dari keluarga pihak saya, ikutnya aku. Aktifpun aku, di acara masyrakat gitupun hadirnya saya. Saya senang ikut gitu, karena buat saya banyak teman, hidup saya pun jadi gak gitu-gitu aja. Kalau anak saya bilang yang perempuan baru tamat itu, biar gak flat gitu. Tapi ya nak kalau dikeluarga suami, aduhhh, tidak dianggap saya nak, tapi tetap saya baik nak. Teserah mereka mau bagaimana, yang penting saya baik aja. Tapi kalau kayak di punguan simamora, datangnya saya. Saya mau datang nak, tapi kalau dikeluarga suami, datangpun saya, tidak nya mereka anggap. Saya dibelakangpun mereka tau itu, dan malah tidak dipedulikan. Kadang mikirnya saya, sudah kayak sinetron hidup saya in, tapi itulah kalau tau kita arti serakah dek. Peneliti : bagaimananya menurut ibu adat batak toba ini ? Ibu Y.S : Adat batak ini kan sifatnya baik. Sebenarnya kan untuk menjaga kerukunan, semua diatur supaya harmonis kan. Tapi ya pada kenyataannya yang saya lihat, hanya setengah nya dijalani orang batak ini, hanya simbol aja nya. Bahkan ya dek, orang zaman sekarang mana pala mau tahu tentang adat. Coba adek tanya “Dalihan Na Tolu” sama mahasiswa kedokteran itu, pasti jawaban mereka itukan orang tua-tua dulu yang tau. Kenapa kubilang gitu, pernah kutanya sama anak abangku yang dikedokteran, gitu jawabannya. Anakkupun yang ketiga itunya yang Cuma tau “Dalihan Na Tolu”, itupun karena anak panggoran laki-laki nya dia.makanya zaman sekarang mulai tercerminnya kalau adat itu hamper terlewatkan. Peneliti : yaa ibu, ibu mengajarkan adat ke anak-anak juga ? Ibu Y.S : yaaa, gimananya adek ini. Ya diajarkan loh, saya bimbing, saya tekankan tentang adat, biar mereka tau jati diri mereka sebagai orang batak nak ku. Peneliti : Gimana ibu sekarang mengurus anak ?
Universitas Sumatera Utara
•
• •
Ibu Y.S : yah saya kalau mengrurus anak ya seperti biasalah nak, tapi ya kalau anak-anak ada masalah, hanya saya sendiri yang berfikir nak. Kadang saya mengurus anak ini kan nggak bisa hanya sendiri aja, apapun katanya ya harus ada nya suami, dibiasakanpun gaknya biasa sepenuhnya nak. Dulu saya mengurus anak kan biasanya saya kasih bontot, suamiku yang ngasih jajan lagi, ngantar , gitu lah nak. Sekarang saya sendiri semuanya, apa-apa sendiri. Untunglah anak saya mengerti nak, jadi orang ini memang saya sekolahkan udah disiantar mulai SMP nak, jadi mereka pun mandirinya semua. Cuma hanya masalah-masalah sedikit tidak bisa saya diskusikan lagi. Kalau urus anak, dulu anak saya SMA kelas 1 dikalam kudus siantar, langsung saya pindahkan ke kampong semenjak suamiku nggak ada lagi. Itulah saya bersyukurnya ke Tuhan nak, mereka mengerti nak ku. Mereka baik-baik, walaupun mereka nggak ngerti masalah besar. Menurutku berhasilnya aku mengurus anak ini walaupun sendiri, soalnya anakku yang pertama udah tamat kuliahnya, udah kerja di banknya, kalau anakku yang kedua baru tamatnya dari polmed ini, sekarang cari kerja dia. Baru bulan 10 kalau tidak salah wisudanya , kalau yang ketiga ini masih kuliahnya di usu ini, kenalnya kau nak, orang satu kuliahnya kalian. Kalau yang ke empat bentar lagi tamat SMA nya nak, kalau si pudan kami itu ya itulah perjuangan sekarang, apalagi masih kecilnya dia suamiku meninggal. Emang susah nak menjalani sendiri, semua sendiri, tapi anakku tinggal yang bisa kuperjuangkan. Suamiku itu sayang kali sama semua anaknya, tapi mau gimanalah , kalau kata orang nak, orang baik ini cepatnya dipanggil Tuhan. Aku sering nya nangis sendiri, makanya pas anakku yang pertama sarjana, nangis bahagia kali aku nak. Berhasil aku kuliahkan anakku, dulu aku sempat kuliah nak, tapi gitulah nak nggak bisa melanjutkan lagi. Makanya aku biasakan begini karena aku tau anakku mampu untuk jadi orang yang berhasil. Gitu nakku. Peneliti : iya ibu, Bagaimananya perasaan ibu saat menjadi orangtua tunggal ini? Ibu Y.S : yah itulah yang ibu bilang barusan tadi. Udah biasa nak tapi tetapnya ada susahnya.kaulah coba ,kau bayangkan dulu kau didunia ini sendiri, nggak ada kawanmu hidup untuk berbagi pikiran, untuk berbagi rasa, capek, dan lainnya lah nak. Kan sakit ? itulah yang kurasakan nak. Sedihnya tapi harus berjuang, karena kalau udah janda ini, anaknya tinggal perjuangan. Campur aduknya perasaan itu nak, apalagi dulu cukupnya hidup kami, semua baiknya nak, semuanya senang dr awal nak. Tapi tiba-tiba kami merasakan susah nak, tanya lah satu kampong itu,taunya siapa suami ku ini. Baiknya nak tapi inilah yang diajalani. Setiap istri mana ada yang mau kehilangan suami nak. Pastinya merasa tidak mampu, tapi kan dimampukan Tuhannya nak. Banyaknya tantangan janda ini nak, apalagi maunya kotor otak orang mandang kita nak. Kalau
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
janda ini baiknya tapi negative nanti pandangan orang,karena orang lalapnya lihat negatifnya. Kalau aku suka mu situ, urus urusku sendiri, ngapain urusi orang. Peneliti : perbedaan yang paling ibu rasakan itu apa ? Ibu Y.S : yah, dulu apa-apa suaminya walaupun dia pendiam kali. Sekarang sendiri, apalagi yaa, dulu adanya kawan kita nangis, sekarang kan nggak mungkin anak kawan nangis kita ? (tertawa). Aku ya nak, gak nya pala kupikiri kali hidup ini lagi, udah susah kali kurasa kalau kupikiri, mendingan senang-senanglah aku, tertutupi sedih itu. Memang dulu aku dekat sama Tuhan nak, sekarangpun dekatnya tapi ada rasa marah kadang, tapi itu salah yaa nak. Masak Tuhan kita marahi. Haha. Dulukan kami dua yang kerja nak, sekarang akulah sendiri. Aku nya yang kerja sendiri, walaupun anakku udah kerja di Jakarta sana, aku nggak mau repoti dia, apalagi meminta uangnya sepeserpun. Karena biarlah dia disana baik-baik. Gitu aku nak, aku sekarang ceritanya sama anakku yang laki-laki itulah, jadi itulah bedanya nak. Hahaha Peneliti : berarti ibu saat ini sendiri aja menafkahi anak-anak ibu ? Ibu Y.S : ya iyalah nak, jadi siapa lagi. Iya nak saya yang cari nafkah sendiri,dulu saya ada toko pupuk, tapikan sekarang tinggal di medan nak, jadi jeruk itu yang dikampung saya olah. Dulu ada kopi juga nak, tapi karena banyak masalah keluarga, saya juallah nak. Kerja keras kalilah nak, karena keluarga pihak suami ini nya nak. Kami itu tidaknya ada kenapa-kenapa. Kami pernah nya gak makan karena tertutup kayaknya berkat itu dibuat orang itu nak. Taulah dikampung kan nak. Masih kentalnya dukun-dukunnya, tapi terserahlah nak, Tuhan aja kupercayai, buktinya bisanya aku hidupi anak-anakku. Peneliti : ibu sering tidak menangis ingat zaman dulu, ingat suami ? Ibu Y.S : hahahaha, bagaimananya ya.. ya nangislah nak, sering aku dikuburan itu nangis nak, malampun mau aku nangis,karena kan disebelah rumah kaminya kuburan nya. Sering aku nangis nak, tapi bangkit lagilah aku. Aku gak mau terpuruk lama-lama nak. Kalau lagi sedih, aku nonton aja life channel itu nak. Taukan nak ? tv rohani itu ? aku dulu kalau ingat dia, mau marah-marah, karena pastinya ada tidak terimanya, karena pendiamnya itu buat aku jadi bingung nak. Aduh, kalau kuingat dia nanonano nya nak (airmata bercucuran). Peneliti : Jadi bagaimananya hubungan ibu dengan keluarga suami ? Ibu Y.S : wah, hahahahaha. Aduh nak terkejut badannya aku nak, dulu memang tidaknya mereka pala senang samaku. Aku memang pendiam nak, diamnya aku terus tapi kalau nggak pas dihatiku, keras aku nak. Kan ngga bisa kita luruskan yang bengkok. Jahatnya mereka samaku sebenarnya nak, tapi nggak boleh kita balas nak. Biarlah Tuhan yang bertindak nak, mereka dulu menurutku bermuka duanya nak, pas suamiku
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
meninggal adanya masalah, mau dibuat kuburannya dikampung lebih kampung dalam sana tapi aku nggak maulah. Apalagi baru satu setengah bulannya suamiku meninggal, udah dikunci orang itu rumah kami, mau diambil alih mereka. Makanya lah tamat SMA anakku, langsung kujualkan itu, makanya lah aku dimenteng ini. Kalau kuceritakan semua, muak nanti kau nak. Aku pun agak malasnya bahas mereka. Tapi nak udah adalah satu dua orang yang berubah mereka, itulah kalau kita baik, adanya nanti dikasih Tuhan sama kita. Inilah minta maafnya mereka, tapi aku nggak maulah kayak dulu lagi, pastinya ada jarak, bukan karena apa tapi takut terulang nak, daripada terulang lagi mendingan jaga jarak biar nyaman aja yak an nak? Peneliti : iyaa ibu yaa, benarnya itu ibu. Kalau dengan keluarga dari pihak ibu bagaimana ? Ibu Y.S : kalau itu tetapnya baik, tapi ada satu itu memang nggak dekat kami sekarang. Abangku ada disitu, di tanjung balai. Kalau dia memang gak nak, itulah mau dijodohkan pula anakku sama anaknya, kalau aku ya terserah anakku aja tapi akupun masih adanya rasa sakit nak. Tapi semua keluargaku mendukungku nya nak. Kembali keorangnya nak, kalau jahat awalnya jahatnya terus, pastinya ada jahatnya nak. kalau acara-acara adat, aku pastinya datang nak, aku nya nanti yang aktif pun. Peneliti : Kalau sikap keluarga ke anak bagaimana bu ? Ibu Y.S : kalau anak sih sama ajanya perlakuan mereka. Tapi aku jahat pun mereka kan kembali lagi keanaknya, gimana pandangan mereka , karena aku kubebaskannya anak-anakku sama mereka. Tapi sikap mereka adanya kurang baiknya, karena kulihat keluarga suamiku ini sama aja nya gimana aku dan gimana anakku. Bayangi aja dulu mereka sempatnya mau ngapain anakku, tapi aku nggak terimalah, ngerinya keluarga kami nak, suamiku nya baik kali jadi manusia nak. tapi gitulah nak. Peneliti : kalau keluarga pihak ibu bagaimana ? Ibu Y.S : yah, keluarga ku ya baiknya sama mereka. Tengoklah kuliahpun samanya anakku sama anak kakakku. Baik-baik ajanya, tapi keluarga suami ininya yang buat aku bingung, ntah apa salahku, tapi begini terus nak. tetanggapun taunya nak bagaimana perlakuan mereka. Kasihan pun tetangga melihat kami, katanya yang terlalu kuat kali kami menghadapi mereka. Masak jadi mereka yang menolong aku, harusnya kan keluargaku sendirilah yakan nak ? Peneliti : oh yaa lah bu, jadi tetangga atau orang sekitar gimana pendapatnya tentang ibu? Ibu Y.S : kalau mereka yah kayak kubilang tadi, kasihannya nak. tapi tetanggaku yang disini hanya sedikitnya tau nya nak, kalau di menteng ini positifnya tanggapan mereka. Karena kan akupun nggak mungkin cerita-cerita sama orang kan, aku nya yang tahan ini sendiri semuanya nak.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• • • •
• • •
•
•
makanya yaudahlah, tapi pasti adanya tanggapan orang negatif, tapi karena udah kerja anakku, ya udah tualah menurut mereka, kan nggak mungkin lagi direcoki nak. adanya yang tanya, kok nggak menikah lagi ? tapi apalah mau kubilang, kalau tadi aku nggak punya anak bisalah nak, ini anakku pun ada, akupun masihnya selalu sayang dan ingat sama suamiku, masak kucari orang lain. Aduh kalau tadi mamak-mamak genit itu bisalah gitu, ini aku urus pula lagi nanti orang lain ? aduh nggak kerjaanku kali itu nak, lagian buat apa kawin lagi yakan nak ? tapikan mereka nanya gitupun karena nggak mengertinya nak. memang kalau janda ini negatifnya pandangan orang terus tapi tergantung kita buat jadi positif nak. Peneliti : iyaa ibu, tepat nya itu. Oiya, kalau peninggalan suami adanya sama keluarga ibu? maksudnya adakah yang tidak ibu terima ? Ibu Y.S : iya nak, dulu pas suami ibu meninggal mobilpun ditarik mereka, dijual mereka. Katanya itu hak mereka, ibu malas sebenarnya cerita yang beginian nak. tapi yaudahlah nak, mau kata apa lagi dek. Peneliti : Ada nggak bu perbedaan sikap ibu terhadap anak sewaktu masih memiliki suami dan tidak ? Ibu Y.S : adalah nak, ibu lebih giat lagi bekerja untuk anak. Lebih berjuang nak, tapi kalau sikap ibu ya biasalah nak, gimana buat anak-anak ibu tidak sedih. Karena mereka tertekannya pasti kalau nggak punya bapak apalagi sikap keluarga suami yang tidak mendukung nak. Peneliti : Bagaimana menurut ibu posisi ibu di keluarga ? Ibu Y.S : keluarga mana nak ? keluarga ibu yang inti ini ? Peneliti : iya ibu, bagaimana posisi ibu sekarang ? Ibu Y.S : saya sih nak tentu berbedalah nak, dulu saya sebagai ibu sekarang sebagai ayah juga. Merangkap lah nak, Cuma sekarang ibu lebih tegas lah nak, tapi harus seimbang juganya nak, kadang kayak ayah kadang kayak ibu, gitunya nak. Wawancara Kedua Peneliti: Selamat siang ibu, nggak mengganggu kan ibu ? YS : ah, nggak lah nak. kemarin kurang ya wawancara nya ? ibu kira udah semua ibu bilang dengan jelas lah. (senyum sambil mengarahkan duduk di ruang tamu) Peneliti: iya ibu, ada yang kurang pertanyaan kemarin ibu. Ada beberapa yang ingin di tanya lagi ibu, sudah lengkap kok yang ibu kasih, hanya mau lebih dekat lagi ibu. Saya penasaran dengan kehidupan orangtua yang mandiri ibu. YS : penasaran nak? ah apa yang mau dipenasarin kayak gini hidup. Tapi nggak apa-apa nak, biar kamu bisa belajar dari kisah ibu. Ambil positifnya ya nak, kalau negatif yang di ambil nggak akan pernah muat kantongmu. Hehehe
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• • • •
• •
Peneliti: loh, kenapa tidak muat ibu ? hahaha, ibu ini bisa aja. YS : ya iyalah, soalnya banyak hal negatif yang akan kau dapat, banyak yang menyakitkan nak jadi maksud ibu kamu ambil saja hikmahnya nak. Peneliti: makasih ya ibu, oh ya. Ibu kemarin bilang semenjak berumah tangga baru tau adat, emang sebelumnya ibu tidak tau ya ? YS : oh, ya nak. ibukan di Medan, di Menteng ini nya ibu kecil. Kalau di Medan, ayah ibu itu juga hanya sekedar tau nak. anaknya juga kan banyak nak, jadi nggak semua lah bisa diperhatikan. Ibu juga dulu nggak begitu paham tentang adat, ibu abaikan lah nak karena ibu belum begitu paham. Setelah menikah sama bapak dan tinggal di kampong, yaudah sering bapak ajak ibu ke pesta adat, apalagi kalau dikampung kan kita harus ikut nak. masih dekat sama tetangga kan nak, baru semua itu sama. Pasti ada aja hubungan keluarganya, semarga aja udah saudara. Ibukan orang batak, bapak juga orang batak, tinggal di kampong ada lagi yang semarga nak, kayak ibu kan kalau ke simalungun sipayung, jadi semua orang sipayung itu saudara ibu. Dekat lah dengan sipayung, kalau ke karo sembiring kan jadi sembiring juga saudara ibu. Apalagi dulu ibu di Merek kan, jadi becampur itu toba, simalungun dan karo. Itu sih enaknya beradat ini, tapi yah pasti adanya gak enaknya nak. Peneliti: wah, banyak sekali dong keluarga ya ibu. Kalau tersesat hanya dengan marga aja dong ibu ? YS : hahahahahhah, pas yang kamu bilang nak. tinggal jual marga aja kan nak.. Peneliti: iya iya ibu, oiya anak ibu yang terakhir kalau tidak salah masih kecil ya ditinggal bapak ? itu gimana perasaan ibu menrawatnya ? YS : mirip sekali kan nak mereka ? udah kamu lihat foto bapak dan si pudan kami itu kan ? jadi setulus hati kali aku merawatnya, ada sosok suamiku disitu. Itulah yang sering buat aku nangis, apalagi dia cepat ditinggal. Sedih kali nya nak, dia belum tau apa-apa nak. masih SD atau SMP dia itu, ibu lupa tapi kasihan lah nak, sangat disayangkan sekali nak. ibu merawat dia setulus hati kali, ibu memang beda kan dia dari yang lain. Dia harus di double kan kasih sayangnya nak. dulu memang sering sekali bapak memberi dia hadiah, tapi itu masih kecil jadi ingatannya juga tidak akan sekuat orang dewasa kan, maksudnya tidak begitu di ingatnya atau hanya sekdar. Taulah gimana perasaan anak kan? Masih labilnya nak. Peneliti: wah, tapi kemarin cerita-cerita kecil sama kakak, katanya sempat ya si kecil mau diangkat pak tuanya ya ibu ? YS :iya nak, itulah pak tua nya mau angkat si kecil kami ini. Tapi nggak jadi, nggak ku kasih lah. itupun pas masih hidup bapak, dalam hati ku kan nak hidupnya pun kadang suamiku yang biayai ini anakku pula
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
mau dibiayai nya. Makanya herannya aku tapi yaudahlah nak, untung gak jadi nak. ih jahat nya mereka nak, syukur udah nyamannya hidupku di Menteng ini sekarang nak. Peneliti: oh begitu ya ibu, jadi sekarang bagaimana keluarga dari suami ibu ? apa pendapat mereka tentang keluarga ibu yang sekarang ? YS : wah, itu lah nak. awalnya mungkin mereka pikir kami akan hancur karena keadaan, tapi aku sama anakku bekerja sama kami. Kerja keras kami untuk dapatkan yang lebih baik lagi nak. adalah kakaknya sudah berubah samaku, minta maaf mereka tapi jahatnya itu masih membekas loh nak.makanya udahlah memaafkan tapi bukan berarti lupa aku dengan perbuatan mereka. Ada juga paktua orang ini udah skaitsakitan , samaku nya datangnya. Bukan karena uang ya nak tapi mungkin dilihatnya kalau aku nggak nya jahat Cuma kalau nggak enak ya kita bilang lah. hehehe. Tapi abangnya juga ada satu yang udah meninggal, istrinya baik samaku skerang. Cuma abangnya ada satu, itulah otak dari kehancuran kami. Dia yang jahat, dia sampai sekarang di kampung nak. pendapat mereka sama kami ya nggak tau lah nak, kalau masih di suduti, ya disudutinya. Ibu itu udah malas kali bahas tentang mereka nak, ibu tau jahat dari mereka lah nak. ibu juga dulu awalnya yang dilarikan bapaknya nak untuk menikah.. Peneliti: iya ibu, oiya kenapa ibu bilang waktu masih hidup sangat di hormati keluarga suami ? YS : ya nak, walaupun paling kecil tapi bapak lebih berwibawa nak. Bapak diam tapi tegas, jadi hormat mereka. Bapak juga baik, bapak sangat baik sama keluarga bahkan lebih perhatian dengan keluarganya dibanding keluarga intinya. Bapak dulu sangat rela berkorban nak, tapi bapak tidak terbuka dengan ibu kalau masalah keluarga nak. Menurut ibu, salahnya bapak ini karena nggak tau dia apa arti pernikahan, seharusnya kan kami satu. Seharusnya tidak adalagi yang harus kami tutupi, bahkan aku nya orang terdekatnya bukan lagi keluarga. Yah, tapi mau gimana lagi nak. Nasi sudah menjadi bubur sekarang, jadi karena bapak terlalu pemberi lah sehingga kami disegani dulu. Asal kami berantam, tidak pernah satu orang pun yang tahu nak. Bapak tidak suka mengumbar-umbarkan kebobrokan kami. Orang tau keluarga kami ya akur aja, tapi itulah nak semua sudah terbalik. Apapun tidak adalagi kami di anggap. Peneliti: Dari awal ibu sudah tau kalau bapak orangnya pendiam dan emang begitu sifatnya ? YS : Ya tau seluruhnya juga tidak lah nak. Ibu hanya tahu sedikit saja nak, lagian bapak orangnya pendiam kali. Ibu bingung dulu kenapa bisa sama bapak ini, herannya ibu. Apalagi, ibu heran dan terkejut nya dengan keadaaan kampung yang masih percaya dengan gaib-gaib. Yah, bapak itu dulu kalau makan aja di rumah, hidupnya asik-asik di mobil. Itulah nak,
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
sewaktu bapak sakit keras yang mau dibawa ke Medan bertukar mobil dia sama abangnya. Di Kabanjahe tukar mobilnya, ibu lupa kalau semua suratsurat bapak buat di mobil. Semua surat disitu nak, surat tanah, surat-surat mobil, truk, semua ada di dalam nak. Pokoknya lengkap semua di dalam nak, tapi sudah terlanjur nak soalnya tidak kesitu pikiran ibu, pasti suamilah yang ibu pikiri nak, setelah itu sampai di Herna itu lah ibu baru keingat. Yah, pikiran ibu masih positif nak. Belum ada mencurigai, rupanya itulah semua awalnya nak. Ibu heran nak, kenapa bisa abang buat seperti itu ke adiknya sendiri. Memang bapak anak dari istri kedua nak, tapi kan masih mengalir darah itu kan nak ? Sakitnya hati ibu, tapi yaudah ibu jalani ajalah semua sekarang. Jadi kalau kupikir-pikir nak, uang itu penghancur nak. Satu hal yang buat aku terkejut, ada ya keluarga begini kejamnya. Ah, sinetronpun kalah nya sama nasib ku ini. Sedihnya tapi mau apa? Awalnya mereka baik, kakak-kakaknya juga baik samaku nak. Apalagi abangnya yang paling jahat itu, baiknya sama kami nak. Suaraku sebagai perempuan pun diutamakan, seharusnya aku sebagai perempuan kan tidak wajib di batak kan nak? Tapi suaraku berpengaruh kali, rupanya yang topengnya semua. Makanya dulu, harusnya perempuan itu tidak ada suaranya tapi mereka buat aku sama kayak laki-laki. Kan kalau di batak ini, laki-laki itu nya yang nomer satu kan? Kalau tidak ada laki-laki keluarga juga tidak pas kan ? Darimana pun jadi, asal ada anak laki-laki yang bermarga atau yang meneruskan. Itulah makanya abang yang jahat itu juga akhirnya adopsi anak laki-laki, karena tidak ada marga keturunannya. Untung saja kemarin si pudan ini nggak jadi kan ? Sempatlah jadi, mungkin habislah anakku itu karena jahatnya kan. Aduh, inilah kalau udah tua ini nak, bawaannya mau cerita aja terus. Semua udah sibuk anak-anakku dengan urusannya masing-masing, dirumah pun jarang. Inilah si pudan ini pun nanti kalau kuliah pasti jauh lebih sibuk dari sekarang kan? Ah, kalau sepi gini aku sedih kali karena nggak tau apa yang mau dikerjakan nak. Peneliti: Jadi kalau biasanya nggak ada kerjaan dan sepi gini, apa yang ibu lakukan ? YS : yah, apalah ya. Nontonlah, ingat masa lalu, kubongkar foto-foto yang masih ada. Terkadang ibu tetidur lah di depan TV itu, bosan juga kalau sudah tua begini nak. Peneliti: Masih kelihatan muda kok ibu, masih tetap cantik loh ibu. Mukanya belum terlihat tua loh bu, masih segar kok. YS : (tersipu malu) ah, bisa aja kamu. Ya iyalah nak, masak udah keriput tidak di rawat. Ibu ya merawat kulit lah nak, biar langsing ibu minum susu WRP itu. (tertawa terbahak-bahak sambil merapikan rambut gelombang sebahu)
Universitas Sumatera Utara
•
•
• • • •
• •
• •
• •
Peneliti: hahah, harus itu ibu. Harus di rawat bu, kalau bukan kita yang buat diri kita cantik siapa lagi ? jadi bagaimana pendapat keluarga ibu dengan keluarga suami ibu ? YS : Akukan anak yang paling kecilnya nak, gini lah aku mereka bilang, bodoh kali kau mau mikiri itu. Pikiri aja kesehatanmu, kalau orang gila dilawan kan gila juga kita nak ? (ketawa dan pandangan mengarah keluar sambil menghela nafas). Keluarga ibu itu yah nggak bisa juga ibu bilang membela ibu, karena mereka pun punya urusan juga. Jadi seadanya aja lah nak bantu ibu, dukung ibu. Ibu tidak menuntut juga, kayak anakku yang kuliah di Nomensen kemarin ya tetapnya kukasih kakakku itu tanggungan anakku. Aku kasih uang, aku kasih beras, karena tidak ada yang gratis menurutku nak. Sekalipun keluarga pastilah ada suatu saat bebannya nak, kita juga tidak boleh utang budi. Peneliti: gitu ya bu, jadi menurut ibu apa aja penomerduaan di adat batak ini ? YS : adat atau masyarakatnya nak ? Peneliti: Adat ibu.. YS : Kalau di adat ya ibu kurang paham nak, tapi biasanya yang ibu lihat di nomer duakan itu seperti marga ayah bukan marga ibu, terus kalau di batak anak laki-laki itu nomer satu nak. Kalau di adat ya itu ajalah nak. Peneliti: Sinamot penomerduaan nggak menurut ibu ? YS : oh, itu nggak lah nak. Sinamot itu memang di beli kata kasarnya, tetapi baguslah soalnya kan walaupun di beli tapi mereka memberikan rasa terimakasih nak. Menurut ibu sih tidak ya, tapi nggak taulah orang bagaimana beranggapan nak. Susah juga ibu jelaskan, soalnya takut tidak sesuai nak. Peneliti: Nggak bu, itukan pendapat ibu. Ibu berhak menjelaskan apa saja yang menurut ibu tepat. YS : Hm, apa ya nak… Sinamot itu kan diberikan oleh pihak laki-laki ke perempuan untuk melamar si perempuan. Adalah pembicaraan berapa resminya, ada juga sinamot itu sekalian pesta atau ada juga yang tidak. Itu tergantung pembicaraan kedua belah pihak, sinamot itu gunanya ya untuk itu kan. Jadi rasa syukurnya sudah membesarkan si gadis dan sekarang si gadis sudah tidak sendiri lagi. Gitu lah nak, jadi sinamot itu bukan berarti perempuan di nomerduakan menurut ibu ya. Tapi beda-beda pendapat orang nak. (serius menjelaskan dan memastikan jawaban yang diberikan sudah tepat) Peneliti: oh begitu ya bu, tapi kan perempuannya yang di beli bu ? di beli loh bu, itu kan seperti barang bu ? YS : Kalau menurut ibu, itukan bahasa zaman dulu. Janganlah patokannya ke arti yang begitu nak, kan bahasa zaman dulu banyak yang
Universitas Sumatera Utara
• •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
beda arti sebenarnya nak. Jadi bukan di beli seperti barang nak, melainkan tanda syukur, tanda terimakasih. Itu arti yang sebenarnya ya nak, kalau di adat itu maksudnya nak, cuma orang sering menganggap itu di beli. Kalau di beli berarti perempuan bukan sebagai istri lah nak, tapi pembantu nak. itu menurut ibu ya nak.. Peneliti: Tapi tadi ibu bilang, di beli itu kata kasarnya? YS : ya, zaman sekarang orang bilang kan di beli. Itu maksud ibu, tapi kalau dari segi adatnya tidak itu artinya nak. Orang beranggapan itu di beli, tapi di adat artinya itu rasa terimakasih kita nak, kau bayangkan ya nak, kau menikah kan harus dihargai bapakmu ? si laki-laki itu tidak boleh asal main kawini saja kan ? pasti dihargai, bertanggung jawab. Jadi bentuk tanggung jawabnya itu ya ditunjukkannya melalui sinamot itu. Artinya ini aku, aku sudah bisa membiayai anak bapak. Akulah yang menghidupi anak bapak sekarang. Jadi itu bukan nomer dua kan nak ? tapi nomer satu karena sinamot itu kan nak ? Makanya ibu bilang beda-beda pendapat orang nak. Peneliti: oya ibu, saya paham maksud ibu. Jadi, ibu setuju dengan adanya sinamot itu ? YS : setuju nak, karena memang harus begitu lah nak. Karena memang sudah dari sana seperti itu.
Lampiran 3 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal SM Wawancara Pertama Peneliti : begini bu, saya mau nanya-naya ini bu, ibu tau tentang adat batak toba “ Dalihan Na Tolu ?”
Universitas Sumatera Utara
•
• • • • • •
• •
• •
S.M : Bah, kurang tau aku soal itu dek. Pernahnya kudengar tapi gak tau aku apa artinya itu. Akukan udah nggak pala tau lagilah tentang itu, orang dulunya tahu tentang itu. Kalau adat hanya tau sekedar ajanya dek. Panggil kakak ajalah, kalau ibu terlalu tua kali dek. Peneliti : oh iya kak, kalau gitu aku tanya soal “janda” aja ya kak. Sudah berapa lama kakak jadi janda? S.M : sudah sekitar kapan ya dek, hampir tujuh tahun yang lalu lah dek, soalnya anakku yang sekarang itu udah TK, udah 5 tahun umurnya dek. Peneliti : oh, itu anak kakak sama suami terdahulu kak ? S.M : Kalau yang cewek ini sama “bojo”ku setelah yang pertama dek. ini dari mantan suamiku yang kedua dek. Peneliti : jadi bagaimana dengan anak kakak yang pertama ? S.M : anakku yang laki-laki sama suamiku yang pertama itu dek. soalnya akunya dulu yang buat salah, padahal mertuaku sayang kali samaku dek. sampai sekarang pun hubungan kami masih baiknya. Makanya merasa bersalah kali aku . dulu aku yang salah, karena aku pacaran sama suamiku yang kedua ini, rupanya kandas juganya dek hubungan kami, padahal karena dianya makanya kutinggalkan suamiku ini. Dulu aku sama suamiku yang pertama kawin karena hamil dulu aku, itupun karena satu pabriknya kami. Kenal dipabrik, akukan orang sibolga, suamiku itu orang medan, di namorambenya dulu aku tinggal. Terus yaudahlah nikah kami kan, mulai nikah aku buka “kede” kecil-kecillah dek, terus si juntak itu jadi makin lalap kerjaannya di pabrik itu aja. Palaklah aku, katanya sih untuk anak, mau makan apa nanti kita, taulah dek gimana kerja dipabrik. Akupun memang pemalasnya orangnya, kuakui aku emang kurangnya beres, sekarang lah aku menyesalnya dek (meneteskan air mata). Peneliti : jadi bagaimana dengan suami kedua kak? S.M : kalau itu, nggak adanya otaknya itu. Udah nikah lagi dia di kabanjahe sana. Udah duda kiannya dia tapi pas nikah samaku, main gila lagi dia sama orang. Memang pas sama kami, taunya aku dia ada istrinya, tapi ngakunya udah duda rupanya istrinya masih ada. Tapi nggak taulah aku sekarang gimana, masih dibiayainya anakku yang cewek ini, TKkan dia. Tapi gitulah dek, tertipu aku karena supir truk itu mungkin dia makanya nggak tahan sama satu wanita. Kalau aku mau bilang apalagilah ? sakitnya hatiku, tapi itulah imbalanku, kutinggalkan suamiku karena dia rupanya aku yang ditinggalkannya. Peneliti : oh begitu ya kak, jadi gimana hubungan kakak dengan anak kakak yang pertama? S.M : aku sama anakku jarang ketemu. Hampir nggak pernah lagi, nggak mau anakku ketemu samaku. Opungnya yang laki-laki tidak suka
Universitas Sumatera Utara
• •
•
kali samaku, opungnya itu benci kali kurasa samaku. Pernah dibilangnya samaku, aku wanita tapi nggak kayak wanita. Kejam aku katanya, karena suamiku kerja keras tapi aku malah main gila sama laki-laki lain. Padahalkan aku pun butuhnya disayang dek, bukan uangnya kubutuhkan. Ginilah ya dek, untuk apa kita hanya dapat uang tapi batin kita nggak? Kosong kurasa gitu, namanya wanita apalagi sudah punya suami. Kalau uang untuk apaku? Akupun bisanya cari uang sendiri. Tapi kami belumnya “diadati” memang, sementara orangtuanya kental adat. Tapi orangtuaku pun peduli nggak pedulinya dikampung sana samaku, jadi ngapain diadati pikirku. Digereja aja udah cukuplah, itupun nggak digereja kami dek, dirumahnya diberkati, gitu peraturan gereja. Soalnya aku sudah mengandung, jadi hanya disahkan. Tapi karena baik kali inang itu samaku, makin nggak ada jalan pikirku kutengokpun. Pasnya memang amang itu tidak suka samaku, cemanalah dari kampungnya aku dek, datang kemedan masih belumnya tau apa-apa, keluargakupun nggaknya ajari adat samaku. Bapakku itu pemabuk, mamakku sama nya kek aku, berwarungnya kerjanya dek. adekku masih kecilnya, jadi aku datang kemedan ini masih kosongnya tahuku. Makanya dek, penyesalan itu memang datangnya lambat memang. Itulah sekarang, nggak mungkin lagi aku bisa kembali kan. Cuman, masih berfikirnya , terus apalagi yang mau ditanya ya dek ? aku sampe sekarang kekmana cara supaya sayang lagi anakku itu samaku. Kekgitulah dek. (mata memerah menahan air mata). Peneliti : ooh, begitu ya kak. Jadi gimana kakak dengan anak kakak yang perempuan ? S.M : kalo aku sama anakku yang perempuan ini, kuurusnya dia baikbaik. Nggak mau lagi buat kesalahan. Gak ada pun lagi uangku kuusahakannya untuk anakku itu. Kubelinya bajunya yang bagus. Pokoknya harus cantik lah dia di depan orang. Soalnya kan dek, kekginilah kubilang samamu. Udah banyaknya borok kita, kan gaknya mungkin kita tambahi lagi. Memang ya, aku sama yang kedua itu, gaknya ada orang yang tau. Cuman itulah, sakit hatinya aku, karma itu. Jadi aku ngurus anakku ini yaa, kayak mamak-mamak normal lah. Nggak pernah aku buat anakku ini biar susah, selalu yang baik. Kusuruhnya dia kegereja, sekarang seringnya PA di rumah kami ini. PA anak-anak itu dek. Kan kau tengoknya tadi anakku itu cantik kan ? tapi ya, kalo kubilang samamu, karna dari kecil aku gak pernah diajari orang tuaku apa-apa. Mantan suamiku yang pertama itupun masih lajangnya dia. Bawahannya nya aku di pabrik itu. Di kasih Tuhan aku suami yang baik, tapi kusia-siakan. Pokoknya gak mau lagi aku terus kayak gini dalam penyesalan. Pokoknya gitulah dek, anakku yang perempuan itu bagusnya. Peneliti : oh iya ya kak, jadi “e” (anak perempuannya) kakak ajari juga adat?
Universitas Sumatera Utara
•
• •
•
•
S.M : yaaah, apa yang kutahu ya diajarkan dong. Tapikan masih TK juga, akupun belajarnya jadi mamak yang baik. Sekarang belajar juganya tentang adat, karenakan adat itu penting juga sama kita. Menikahkan anak kan? Kan perlu adat, jangan sampai anakku ini merasakan kayak yang kurasakan dek. Kalau beradat, tau kita siapa keluarga kita, dimanapun ngerti kita. Ini apa-apa juga nggak tau aku, adat itu pentingya sama kita dek, baru kusadari pas berumah tangga itulah. Karena kayak kubilang tadi, kalau tau kita adat pasti sedikit banyaknya adanya keluarga kita, ada yang mendukung kita. Peneliti : Maksudnya bagaimana kak, sedikit kurang mengerti dengan adat yang kakak bilang ? S.M : gimana lah dibilang ya dek, maksudku itu kalau seandainya kita beradat atau paradat, pasti kita itu punya saudara, punya teman yang semarga, kalau semarga itukan pastinya ada rasa tolong menolongnya. Taulah orang batak ini, ke ujung sana pun kau tinggal, kalau ada dapatmu semarga pasti beda yang kau rasakan. Pasti ada dibenak kita berfikir kalau itu lah saudaraku disini. Apalagi perantauan itu, pasti kompaknya dek. Itulah untungnya kita tau adat, tapi kalau kita nggak tau, pasti terasing kita. Memang tidak diasingkan tapi ada rasa akuka sendiri. Gitu dek, itunya yang tangkap dari belajar adat ini dek. Tapi kalau orang lain pasti bedabedanya pemikirannya. Oiya dek, kalau orang batak ini kan lebih senangnya dia kawin dengan satu sukunya. Itukan yang memperkenalkanpun karena adatnya. Gitu menurutku dek, maklumlah kau dek, “parhuta”nya aku. Mana ngerti aku kayak anak kuliahan gitu. Anak kuliahan itukan pintar-pintarnya semua, apalagi di USU. Kan hebatnya anak USU, kalau masih muda kian aku pasti maunya aku kuliah, tapi mamakkupun nggak adanya uangnya kuliahkan dulu. Makanya jadi beginilah dek (tertawa). Peneliti : ah, semua kan udah di atur Tuhan kak. Semua tujuannya baik kok kak, oiya kak, jadi gimana perasaan kakak setelah tidak memiliki suami ? S.M : perasaanku ? aduh itupun sampe kau tanya ya, kalau perasaanku sekarang hanya tinggal penyesalan. Kalau dulu aku tidak main-main, masih kupakai otakku berfikir jernih, aku gak akan seperti ini. Suami baik, mertua baik, apa yang kurang dek? Mereka tidak melihat aku siapa, nggak dilihatnya bapakku siapa, tapi mau gimana lagi dek, semua sudah terlambat. Berbekas kali memang lakikku itu samaku, memang adanya hasutan kawan-kawan dek, karena lebih gantengnya lakik ku yang kedua itu, terus baik pula dia, perhatian dek, rupanya kurangajar juga dek. Disiasiakan aku, itulah kubilang samamu, kalau kau pintar-pintarlah pilih pasangan, jangan mau lebih atau jangan mau sempurna. Nggak akan pernah kau dapat sempurna, harus kita lihat kita siapa, kalau udahnya kita
Universitas Sumatera Utara
“pesak” jangan pula kita mau yang hebat. Akhirnya apapun tidak dapatkan? Siapa yang rugi ? diri sendiri kan ? tinggal gigit jari lah yang ada. Kacaunya kalau sendiri itu, apalagi orangtua ada tapi nggak peduli sama kita. Mamakku itupun harus kukirimi uang tiap bulan, kau liatnya kedekukan ? nggaknya kayak kelontong itu kan ? itupun harus bisa kukirim minimal tiga ratus ribu perbulan dek. Itulah sempat anakku ini tadi tidak dibiayai bapaknya, aduh mungkin habislah aku. Di Bharlind itu mahalnya menurutku dek sekolah, makanya kalau SD nanti, di negeri aja dia. Yang penting kuurus dia nanti baik-baik, udahlah. Mana tau nanti bisa masuk USU dia kayak kaukan dek. Tapi ini nggak kau kasih tau siapasiapakan ? langsung nanti kau hapus rekaman ini ya, nggak enak kok tau orang. Apalagi misalnya kenal pulak dia samaku kan ? jangan tau orang kalau aku itu tidak beres dek. Tetanggaku mana ada yang tau aku gimana dulu, taunya aku janda punya anak satu. Suamiku dulu jarang pulang, itunya yang tau orang. Karena orang sini taunya suamiku yang nggak beres. Aku pun jarangnya bergaul apalagi lihat laki-laki mana pernah aku. Tau aku anakku perempuan, dilihatnya mamaknya, kan jadi contoh yang nggak baik. Lagian akupun nggak ada lagi niat untuk nikah lagi, sudah cukup aku gagal dek. Aku gagal jadi istri yang baik, sayang suami, istri yang setia. Gagal kali kurasa aku, jadi sampai kapanpun nggak mau aku. Yang kuperjuangkan anakku yang laki-laki itunya, sama yang cewek ini dek. Udah itu aja, walaupun kadang sedihnya, apalagi kalau ngantar anakkan kadang ada nanti suami istri dia, aku cuma sendiri ngantar terus naik angkotnya. Kadang nangis dalam hati dek, Cuma bisa bilang sama Tuhan, “mau tobat aku Tuhan, terima tobatku, lupakan lah salahku Tuhan, kasih aku kesempatan”. Itu aja lah dek, sekarangpun kan udah dekatnya aku sama Tuhan, aku udah terima Tuhan dek, udah percaya aku sama Tuhan. Imanku memang tidak seperti ayub, tapi dek yakin aku semua indahnya. Bayangilah “attong” kalau nggak susah aku mungkin sekarang masih liar aku. Nggak malu aku bilang samamu kalau aku liar dulu, tapi dek Tuhan itu tidak pernah cobai kita, iblisnya yang cobai kita. Tuhan itu setia, itu lah dek. Jadi ngapain aku cari laki-laki setia ? untuk apa aku cari orang yang bisa sayang samaku? Kan kasih Tuhan itu lebih dari segalanya, tidak berkesudahan. Tuhanpun Allah yang setia dan adil, jadi aku terima apa yang terjadi sekarang, menyesalpun aku tapi aku nggak mau lagi jatuh di tempat yang sama. Semua ada baik buruknya dek, aduh banyak kali sudah aku bercerita ya, itulah kalau sendiri dek, nggak ada memang kawan kita cerita. Makanya aku mau di wawancarai, karena kan akupun mikir, sama siapa aku bisa cerita, kalau sama kawan, kan nggak terpegang mulutnya. Beda sama kek kau, lagian dek, kaukan mahasiswa, pasti bedanya pemikiran itu. Aku nggak perrnah bisa jadi mahasiswa jadi setidaknya kubantulah mahasiswa (tertawa).
Universitas Sumatera Utara
•
•
•
•
• •
•
•
Peneliti : (tertawa) aduh kak, makasih banyak ya kak. Tapi masih ada yang mau aku tanya kak, nggak apa-apakan kak ? mungkin lebih rahasia kak? S.M : nggaknya apa-apa lah, asal nggak tau aja orang kalau itu aku. Tanya ajalah, tapi jangan pula kau ceritakan sama orang kayak tetanggaku dek, soalnya malulah. Itu kusimpan kali dek, malu jadi janda apalagi janda nggak beres dek. Hanya sama pendetakunya aku terbuka dek, ngertilah kau ya dek. Peneliti : iya kak, kalau sekarang ada nggak bedanya dengan dulu kak ? sebelum dan sesudah menjadi janda kak ? kalau ada, apa bedanya kak ? S.M : apalah ya, tunggu kupikirkanlah dulu ya. Karena akupun bingung, sudah dua kali menjadi janda soalnya dek. Aku bingung karena sama ajanya kuanggap, oh.. bedanya dulu aku jahat sekarang aku sudah berubah, dulu aku egois sekali, tidak peduli sama orang tapi sekarang aku peduli, dulu kerjaku hanya laki-laki, senang-senang aja, sekarang aku mendekatkan diri ke Tuhan. Kalau dulu aku tidak ingin suamiku tapi sekarang aku inginnya kembali sama dia, apalagi dia belum memiliki istrinya. Tapi bukan yang kedua itu ya, kalau itu kesalah besar itu. Itulah karena keinginan daging kita kuat kali, jadi lupa diri kita. Kalau si “e” sering bilang, “galau mamak? Kenapa mak?”. Ya gitu memang dek, galau nya aku mikiri semua, kayak anak kecil pun cinta-cintaan lalap bukannya masa depan dipikiri. Itu lah bedanya dek.. Peneliti : waduh, gitu pula ya kak. Jadi kakak nggak merasa sedih sama keadaan sekarang? S.M : sedih pastinya ada, meyesalpun ada. Tapi kupandang keatas, setiap mulai nangis aku stres langsung kulihat Tuhanku, berdoa aku dek, semuanya campur aduk dek, tapi ingatlah Tuhan itu nggak akan lepaskan kita, nggak dibiarinya kita terpuruk. Apa katanya di alkitab itu ? pencobaan itu pencobaan biasa, Tuhan bisa kok kembalikan apa yang kumau, masalahnya Tuhan percaya tidak samaku ? hanya dua dek, Tuhan percaya memberikannya samaku atau aku yang tidak percaya Tuhan bisa ? jadi menurutku Tuhan belum percaya samaku, karena mungkin tidak sesuai kehendaknya ketika dikasihnya samaku. Itu saja kupegang sekarang dek, jadi kuserahkan sama Tuhan semuanya dek. Nggak ada yang mustahil dek, walaupun kita nggak tau apa yang jadi nantikan ? Peneliti : ya kak, benar yang kakak bilang itu, masalahnya Tuhan percaya nggak sama kita. Aduh, bagus sekali pemikiran kakak, aku tertegur dengan yang kakak bilang itu. Aduh kak, hampir lupa, kakak kapan berpisah sama abang supir itu kak ? S.M : oh simamora itu udah dua tahun dek, umur si “e” ini enam tahunnya kami pisah, karena disitu nya aku baru dekat sama Tuhan. Itupun
Universitas Sumatera Utara
• •
• • •
• •
taunya kau dulu gimana caranya kasih uang padahal udah pisahnya kami ? dikasihnya dulu amplop sama tukang jahit sebelah itu, kan suka aku minta dibuatnya baju sama si “e” dari bahan sisa itu, tapi kalau cantik ya. Jadi dikasihnya lewat kakak itu, oh awalnya nggak kuterima, kesal aku. Tapi selama tiga bulan lalap dikasihnya, kan jadi terkumpul uang itu sama tukang jahit, yaudahlah jadi ada uang si “e” dek, setidaknya bisa kuajak dia jalan-jalan. Karena susahpun aku, harus normal dan bahagia anakku. Itupun pas jalan kami dua, ketemu aku sama inang itu, opung si “a”, inang suamiku pertama, tapi dia sama “eda”ku lah dek, makan kami sama di tempat makan di medan plaza itu dek. Baiknya walaupun ada segannya, sama si “e” pun dibelinya makanan. Itulah nggak tau-tau kita memang kan ? Peneliti : begitu ya kak, (tertawa). Luar biasa baiknya ya kak, aku nggak nyangka loh gitu baiknya kak. S.M : itulah dek, itukan karena Tuhan dek. Inang itu memang baiknya luar biasa karena berTuhan juga dia dek. Tunggu dulu ya dek, biar mandi dulu si “e” ini. Dia kalau malam mandi bisa sakit nanti, kan nggaknya kau buru-buru kan ? sini ajalah dulu kita, kakak pun jarangnya mau cerita panjang lebar gini, sendiri soalnya, adanya bibi si “e” ini disini biasanya, tapi kerja pula dia. Di Indomaret simpang kuala itu dek, nanti malam jam 10.00 baru pulang itu. Peneliti : oh, iya kak. Hehehe... (Setelah selesai beres-beres) S.M : jadi sampe mana tadi ? apa yang mau ditanya lagi dek? Tapikan kalau adatnya, kurang bisa kujawab apalagi “Dalihan Na Tolu” nggak ngerti aku, kan nggak mungkin sok ngerti pula padahal nggaknya ngertikan dek ? Peneliti : iya kak, jadi bagaimana dengan keluarga suami kakak yang kedua ? bagaimana sikap mereka ? S.M : itulah bibinya ini kan adek si simamora itu, tapi karena dikabanjahe juga tinggal adeknya itu makanya bibi bukan bou. Padahal bataknya kan dek ? itulah udah kebiasaan katanya, kalau yang lain kurang dek, Cuma bibinya ini nya yang baik samaku. Bibinya ini baik karena memang nggak ada dipikirinya, kamipun nggak nya ada berurusan dengan keluarga, ibaratnya kami kawanlah tapi kalau masalah “pamili” nggak kami campurkan. Jadi kami hanya karena berkawan aja dek, soalnya dia juga nggak cocok sama istri pertama si mora itu, cerewet kali katanya. Gitulah dek, kalau suamiku yang kedua ini, keluarganya nggak suka samaku, namanya aku janda, janda karena cerai pulanya kan, lagian dek mereka itu hanya tau istrinya yang pertama istrinya. Kalau aku nggak dianggapnya, apalagi anakku perempuan kan? Kalau perempuan ini dek, dipinggirkannya. Nggak nya kita dianggap sama orang batak ini padahal
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
ya kalau di adat aja pun adanya boru, apalagi aku “boru panggoaran”nya. Udah aku wanita, janda karena bercerai, suami pun udah, lengkaplah sudah dek. Kalau di batak itu sebenarnya perempuan itu harus disayang, dihormati, karena mereka yang ada untuk keluarga, taulah kau peran ibu kan ? dianya semua, tapi sebenarnya tengok-tengok orangnya juganya “attong”. Kayak mertuaku yang pertama itukan baik dia, mengerti dia, apalagi mungkin karena paradat juga diakan dek. Kalau sama suamiku pertama, anakku itu lah cucu laki-laki pertama dek, dikeluargaku dia cucu pertama. Peneliti : oh, begitu ya kak, kakak sering nggak ke acara-acar adat ? S.M : (tertawa). Nggak taunya aku adat dek, kan udah kubilangnya samamu dari awal. Tapi pernahlah sekali duakali ku ikuti adat-adat itu, itupun aku ikut karena suamiku pertama. Keluarganya kan beradat kali. Gitu lah dek, maaf ya dek kalau nggak bisa kujawab tentang adat ini. Apalah kubilang samamu ? kan nggak mungkin kubilangi padahal apapun tidak. Peneliti : iya kak, setidaknya yang kakak tau aja lah kak. Hehehe... S.M : iyaa dek, kalau adat batak toba ini dek, pasnya kan. Cobalah tengok, kita menikahpun harusnya diadati, ceraipun sebenarnya diadati juga dek, dikembalikan istilahnya. Jadi kalau udah dikambilikan kita jadi orang lain, asing kita. Dan kita sudah berhak dengan yang lain selama kita udah dikembalikan. Tapi kalau kita nggak diadati nikahnya, bagaimana dikembalikan ? hanya negara ajalah dek, kalau orang batak ini ada tiga sistem nikahnya, pertama ke acara ke gereja kan, disahkan pendeta, baru dibuatlah di sipil itu kalau nggak salah ya, barulah diadati, kalau banyak uangnya di resepsikan lah dek. Tapi kadang kek sekaranglah, lebih senang orang diresepsi daripada diadati, margondang kan. Padahal kan kalau nikah itu bukan keluarga kita aja, keluarga besar loh itu dek. Akupun tau gini dari inang itu nya, karenakan dulu setelah aku nikah, setahun lagi nikah adeknya si juntak itu, “eda”ku itu. Kalau dia rame acara nikahnya, lengkaplah dek. Kaminya yang paling prihatin, itulah kalau hamil duluan dek. Malu keluarga, gitulah dek.. Peneliti : Iya ya kak, jadi kalau keluarga kakak sendiri bagaimana ? S.M : Kalau keluargaku biasa aja dek, nggak ngertinya dia itu. Ngapainpun aku kan udah dewasa katanya dek. Jadi nggak pala ditanggapinya, apapun itu dia biasa aja dek. Bapakku pun nggaknya tautau dia itu. Pedulipun tidaknya pala, karena sebelum menikahpun aku gitu juga dek. Biasa aja lah dek. Peneliti : Risih nggak sih kak semenjak jadi janda ini? S.M : Risihlah, tapi apa mau dikata ? risihnya awalnya, mulut tetanggakan. Mulut orangnya yang gak bisa kita jaga. Nanti diam kita, tapi muncungnya itu “marbadai” lalap. Itulah susahnya jadi janda ini, semua
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• • • •
•
negatif sama kita. Kita ini ibaratkan sampah dek, itulah kalau cerai tadi. Lain cerita ketika meninggal, iba orang. Ini apapun nggak ada dipikirkan yang baik sama kita. Kalau janda, kita harus jaga sikap ngomong sama laki-laki, apalagi kalau ada istrinya. Ada juganya janda tetanggaku dek, yang diujung itu, kau tanya aja nanti dia, tapi kurasa nggak mau dia. Itulah dia nggak beres, jadi adanya janda ini yang gatal kali “tit”nya, suami orangpun diembatnya. Bayangilah ada isri orang, beda tiga rumahnya pulak, masih bisa dia main gila sama suaminya. Sudah edan lah dek, haha. Jadikan orangnya yang berbuat begitu, tapi karena kita janda juga jadi sama pikirnya dek. Nggak enaklah jadi janda, penyesalan semua dek. Lebih bagus kurasa pun aku ditinggal mati daripada hidup gini, susahnya dek. Ditinggal matipun belum tentu kita dihargai kan? Apalagi cerai dek. Aku sempatnya diam-diam aja dirumah pas cerai itu, malu tunjukkan muka didepan orang dek. Apalagikan nggaknya jelek badanku ? kurusnya aku, nggak pula nampak udah tua kan ? makin ngeri pandangan orang dek. Kalau gemuk tadi, ada dipikiran orang nggak lakunya nanti. Bukan kubilang aku laku dek, tapi itulah pandangan orang... Peneliti : kalau anak kakak sering tidak berkunjung kak ke keluarga suami atau keluarga kakak ? S.M : kalau keluarga suami nggak pernah dek, sekalipun tidak pernah dek. Karena nggaknya pala dianggap kami, kalau di keluargakupun nggak nya dek, biasa aja. Itulah karena gak tau adat, nggak punya keluarga rasanya dek.. Peneliti : gimana pandangan kakak dengan tetangga ? S.M : biasa aja dek, itu kan hak mereka gitu loh. Jadi “baenma” itu aja dipikiranku, suka mereka aja. Terserahlah gitu dek, karena hidupku pun udah susah kan dek. Peneliti : bagaimana posisi kakak dikeluarga ? S.M : posisiku ? ya biasa aja dek, nggak ada bedanya. Kan udah kubilangnya dari awalkan ? hehehe. Nggak ada yang berbeda sama sekali dek.. Peneliti : ada nggak keluarga kakak pengen agar kakak menikah lagi ? S.M : nggak dek. Nggak dicampuri mereka, itu lah mereka pun nggak mau aku gagal ketiga kalinya juga dek, tapi semua tergantung akunya dek. Peneliti : kakak tertekan nggak dengan keadaan yang sekarang ? S.M : Pastilah dek, pastinya tertekan. Semua janda didunia inipun pasti bilang tertekan dek. Karena janda ini buruk dimata orang dek. Udah kujelasinya buruknya gimana dek. Peneliti : Oh, iyaa kak. Ada nggak perbedaan sikap kakak sebelum dan sesudah menjadi janda terhadap anak ?
Universitas Sumatera Utara
• • • • • •
• •
• •
• •
•
•
S.M : Nggaklah, biasa aja dek. Kalau anak, kan aku ibunya. Masih kecil pula, jadi mana mungkinlah berbeda dek... Wawancara Ketiga Peneliti : Kak, aku mau nanyak beberapa hal. Soalnya kemarin masih kurang jelas. SM : oh iyalah, apa yang mau ditanya itu dek. Peneliti : Sudah berapa tahun kakak menjanda? Umur kakak berapa sekarang? SM : Kukira pertanyaan mu entah apalah, 7 tahun kayaknya aku menjanda,pokoknya umur anak ku yang pertama 6 tahun kami pisah,sekarang umurnya udah 11 tahun.anak ku yang kedua sekarang umurnya udah 5 tahub, kami pisah 3 tahun yang lalu. Paslah 7 tahun dek. kalau umur ku 35 tahun sekarang, lahir aku di Sibolga, pokonya aku lahir tahun 1979. Peneliti : Oh, begitu ya kak. Kalau keluarga dari suami pertama ada berapa kak ? hehehe SM :Oh, sebenarnya kalau yang pertama begini. Dia anak laki-laki pertama, saudaranya ada berapa ya, kakak juga lupa. Oh, kakaknya ada, adeknya juga ada. Tapi kakak gak begitu ingat… Peneliti : Loh tapi kakak udah menikah selama enam tahun dan kakak ga tau ? emang dulu jarang ketemu ya kak ? SM : Seringnya ketemu dek, mungkin karena aku tidak dekat denga keluarganya jadi aku gak begitu tau. Cuman yang kutau dia itu anak lakilaki yang pertama, sementara kakaknya ada, anak nomor satu adeknya pun ada dua entah tiga adeknya. Solanya ada dulu dirumahnya satu dibilang itu adeknya, tapi aku gak tau itu sepupu atau adek kandung.kayak gitulah dulu dek, lagiankan suamiku yang pertama selalu kerja, jarang ketemu, aku pun disitu masih belum dewasa jadi gak pernah kutanya – tanya namnya masih bandal. Peneliti : Oh begitu ya kak,jadi kalu suami kedua berapa bersaudara kak? SM : Kalau suami kedua dia anak ketiga,abanya anak pertama, kakaknya anak kedua simamora itu anak ketiga yang dirumahku ini anak keempat itupun gak begitu kenal aku sama mereka. Kerena tau lah kau masalahku gimana dibilang duda padahal masih adanya istrinya di Kabanjahe sana begitulah hidupku dek. Peneliti :Jadi kalo kakak ditanya, apabentuk penomor duaan dihidup kakak sebagai perempuan,maksudku ada gak peminggiran yang kakak rasakan? Contonya laki – laki lebih diutamakan. SM : Ah, beda- bedanya semua orang.ada yang baik sama ku ada yang jahat samaku. Kayak ku bilang samamu tergantung apanya aku
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
•
•
• •
•
dianggap,kalo kayak aku ini janda karena cerai,ah aneh –aneh nya perilaku orang. Aku dianggap murahan, dianggap tidak beres tapi itu sewaktu aku di Namorambe sering kali merea memperlakukan aku tidak adil. Anak – anak ku saja sama bapaknya, bapaknya dianggap lebih pantas padahal kan sebenarnyakan aku ibunya sekalipun aku tidak beres. Apalagi ya dek? Peneliti : Terus kakak kan orang batak, perlakuan orang batak itu sendiri gimana kak? SM : Apalah maui kubilang dek akugak dianggap,namanya acara adat pernikahan pun gak ada, kalo gak diadati mana bisa kita menuntut untuk dihargai, kecuali kalo aku sudah dekat denganmereka sebelum suami istri. Apalagi dilihatnya orang tuaku manalah pulak diterima mereka. Peneliti : kalau suami kedua giaman kak ? SM : itulah karna perempuan anakku makanya aku tidak dianggap tapi itu menurutku yah. Coba kalo anak ku laki – laki kayak suamiku yang pertama lah kan sama dia anakku, sedih kan. Peneliti : oh begitu ya kak, jadi menurut kakak bagaimana kedepannya hidup kakak kalau begini? SM : yah aku nggak tahu gimana pastinya, yang pasti aku sama anakku akan baik-baik saja dek. aku nggak mau berfikiran aneh-aneh dek. tapi yasudalah, kan udah panjang aku juga aku cerita samamu dek. tahunya kau semua ceritaku. Peneliti : oh, iya kak.. ini ada lagi yang mau aku tanya kak. Kemarin kan kakak bilang suami kakak sudah menikah lagi itu gimana kak , bagaimana perasaan kakak ? berarti sudah tiga istrinya kak ? SM : Hahahahaha biarlah situ ,iya udah tiga istrinya tapi yang pertama itu cuman dianggap orangtuanya , akusih biasa ajalah sekarang terserah dialah situ mau kek mana ya gitulah, dianya yang tahu dirinya. Aku udah gak peduli lagi dek walaupun mungkin masihnya ada bekas tapi yasudahlah teserah dia gak ngerti dek. Peneliti : Oh begitu ya kak , trus dikampung kan kentalnya orang dengan adat masak orang tua kakak tidak ? SM : Kayak manalah kubilang yah, kek gitulah aku kan tinggal di Sibolganya udah kota itu dek ,lagian disana bukan cuman orang batak aja, campur – campurnya apalagi mamak ku enggaknya bergaul yang macam mana kali jadi ya begitu dek apalagi bapakkumungkin tau adat tapi karena sikapnya tingkahnya yang tidak dekat denga anaknya yang buat aku gak mengerti. Sekalipunaku punya kawan mereka pun tidaknya paham kali. Tapi mungkin kalo di Tarutung sana masihlah tau. Peneliti : oh begitu ya kak. Jadi niat kakak untuk anak kakak yang pertama gimana?
Universitas Sumatera Utara
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
SM : kalo sama anak yang pertama sekalipun dia tidak suka dengan ku aku tetap berjuang karena gak ada ibu yang mau kehilangan anaknya. Peneliti : jadi kakak akan tetap berjuang sekalipun sulit. SM : ya iyalah dek , mana ada inu yang rela kehilangan anaknya , nangisnya tiap hari aku cuman aku sok kuat itu aja dek.
Lampiran 4 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal MP Wawancara Pertama Peneliti : Selamat malam bou Ibu M.P : yaa, yaa selamat malam. Peneliti : saya mau tanya bou kenapa bisa hidup sendiri tanpa memiliki suami ? Ibu M.P : gimana ya, saya malunya certain ini, inikan aib saya waktu zaman dulu, sebenarnya kalau dibahas tidak enak. Tapi saya ceritakan pun ini, jangan lah kamu bilang sama orang ya, kalaupun ini penting, jangan orang banyak yang tau ya, sayakan malu.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
Peneliti : iya bou, pastilah saya tidak akan memberitahu tentang cerita ibu. Ibu M.P : Dulu itu sayakan masih anak abg lah kok dibilang, masih remaja gitu, kan biasanya suka sama laki-laki, jadi aku suka sama dia, diapun suka, marhalet lah akhirnya kami. Dia baiknya tapi namanya nafsu ini, ngertilah kita kalau nafsu ini kan gimana, semua campur-campur lah. Apalagi dulu saya dikampung, daerah sidikalang kedalamnya lah. Udahnya tidak setuju bapakku, oh aku dulu sering dikejar bapakku, dulu bapakku kepalanya, camat dulu bapakku, jadi halet ku ini dulu nggaknya ganteng tapi yaudah namanya cinta-cinta monyet. Jalanlah kami malam, nggak tau bapakku itu, pas lah ada dulu didekat semak-semak itu rumah kosong, yahhh… (Terdiam sejenak). Ciuman lah kamikan, akupun baru itu pula, dibilangnya kalau cinta apa yang kau kasih samaku, kubilanglah apapun kukasih kalau aku bisa, yaudahlah dimintanya, karena itu pula aku ciuman kukasih aja. Darisitu seringlah kami melakukan hal yang nggak pantas, akhirnya taulah bapakku kalau aku hamil, awalnya nggaknya ada yang tau. Minta dipindahkanlah aku, akhirnya aku kemedanlah, karena ada mamak tiriku dimedan, inangku ini baik kali samaku, lalapnya aku dibelanya. Bapakku ini dikejarnya laki-laki itu, pas dapat adalah usulan biar kami menikah karena akukan sudah mengandung, tidak mungkin anakku ini tidak punya bapak kan. Habis itu yaudah, udahlah semua siap mau nikahlah kami, rupanya kabur dia, disuruh mamaknya dia lari, pergilah dia, sekarang dia kalau nggak disulawesi dikalimantan. Kalau aku yaudahlah, stres kalipun aku. Dia yang ajak, dianya bodoh-bodohi aku, dia pula yang buang aku. Dirasanya apa nggak sakit kali ngurus anak kayak gini, tinggalkannya, kan nggak mungkin aku gugurkan anakku ini. Ih, akupun tambah dosanya kurasa gitu. Akhirnya putus sekolah aku, udah mau kiamat kurasa. Adapun bapakku tapi akukan cuma tamat SMPnya, jadi percumalah. Akhirnya nggak usahlah panjang aku cerita, intinya sekarang aku beginilah, tukang cuci. Ada nggak ada suami atau siapapun itu, aku harus kasih makan anakku. Ah, banyaknya nggak suka saya tengok hidup ini. Kalau kuingat itu, maupun aku bunuh diri, kuantukkan kepalaku itu kedinding. Pengen kalipun aku mati, dia disana udah ada anaknya, istrinya. Apalah aku dianggapnya ? Cuma mau badankku aja kurasa. Geram kali aku kalau kuingat dia, hancur hidupku karena dia, benci kali aku lin… (Air mata mengalir). Peneliti : Sabar ya bou, semua udah diatur Tuhannya. Aku juga nggak bisa ngomong bou.. Ibu M.P : ih, janganlah sampai kamu begitu. Menderita lin, menderita kali pun kurasa. Kerjaku ntah apa saja sekarang, cuci baju dirumah orang, sedih kali kurasa, Cuma sampai SMA anakku bisa kusekolahkan, udah gitu bandal pulanya dia, perempuannya tapi bandalnya
Universitas Sumatera Utara
• •
• • • •
• • •
• •
• • • •
nggak ngertilah aku, suka kali melawan. Makanya stress nya aku hidup lin, jenuh kurasa, seringnya aku minta mati aja sama Tuhan. Aku kan tinggal sama mamakku sama adekku dan abangku, bayangi ajalah serumah ada tiga keluarga, akupun nggak mungkin tenang-tenang ajakan ? Peneliti : iyaa bou, tabah ya bou, udah berapa lama kejadian itu berlalu bou? Ibu M.P : kamu hitung ajalah dek, anakku sekarang sebesar kamunya mungkin, ada kurasa 24 tahun umurnya sekarang. Udah berapa lamalah itu ? tahun 90 nya anakku lahir. Ah, malas kali aku ingat itu dek, dulu sempatnya aku nggak suka sama anakku, apalagi dia mirip kayak laki-laki itu. Mau aku cakap kotor ingat dia, jijik kali aku. Dia kurasa kuliahnya disana, tapi nggak taulah bagaimana sebenarnya. Wawancara Kedua Peneliti : Selamat malam bou, ini mau wawancara yang kurang kemarin bou.. MP : Loh, kurang ya kemarin ? Peneliti : Iya bou, kemarin tidak ke save hasilnya. Rekamannya juga terformat bou, jadi mau wawancara ulang. Hehe, masih ada waktu kan bou ? MP : Oh oke dek, ayoklah kita mulai wawancaranya. Untung kau telepon dulu tadi, kalau tidak mau ke sidikalang kian aku dek. Peneliti : Aduh, maaf ya bou merepotkan jadinya. Ngapain ke sidikalang bou ? MP : Iya, mau ambil kopi dek. Ada yang minta kopi kemarin, enak katanya tapi rabu ini nya mau kukasih, jadi besok aja kesana dek. Cemanalah, mana tau dapat uang tambahan kan. Peneliti : Oh, begitu ya bou. Darimana kopinya itu ? MP : Ada kawanku disana, masih saudara juga. Ada di olahnya kopi dek, enak memang. Nantilah kalau ada ku bawa untuk mu, mana tau bapak mau kan ? Peneliti : Oh, ya bou. Makasih ya bou, ini bou aku mau tanya-tanya lagi. Cerita-cerita lah kita bou, hehehe.. MP : Oiya dek, jadi aku ceritakan lah dari awal lagi tentang hidupku ? Peneliti : Em, iya bou. Tapi sebelum itu aku mau nanya bou, bagaimana menurut bou janda di kalangan batak ? MP : Janda… (berfikir sejenak sambil mengangguk-anggukan kepala dengan mengerutkan dahi, dan tiba-tiba senyum sinis terpancar dari wajah yang tadinya terlihat tenang). Janda di orang batak ini anehnya dek, sangat menyedihkan. Tapi ini janda atau wanita ? Tapi sama saja itu, hanya saja janda ini lebih kejam dek.
Universitas Sumatera Utara
• •
• • • •
•
•
Peneliti : Kejam ? kejam yang seperti apa ini bou ? MP : Ya iya kejam, apalagi contohnya seperti aku lah dulu. aku itu tidak punya suami, aku tidak di anggap oleh keluargaku awalnya. Bayangkan saja keluarga ku saja sudah tidak menganggap aku, apalagi orang lain? Biasanya janda seperti aku, janda yang hamil di luar nikah itu seumuran anak SMA, masih tidak dewasa pemikirannya. Seharusnya di tolong, sejahat apapun tetap aja butuh pertolongan bukan cacian. Itu kalau perempuan, tetapi laki-lakinya ? kalau cowok itu mereka anggap biasa saja, bahkan merasa hebat bisa melakukan itu. Padahal yang dilakukan sangat tercela, harusnya ada sanksi dari masyarakat tapi hanya perempuan yang dikucilkan. Yang dianggap murahan itu siapa ? si ceweknya kan? jadi sangat menyakitkan, kejam perbuatan orang sama kita. Belum lagi kita sering dikucilkan keluarga, di sindir oleh keluarga. Apapun yang kita bilang, semua salah karena mereka berfikir kalau kaupun tidak beres tapi sok ngomong kau. Padahal kan kalau buat baik, siapapun bisa kan ? apalagi kalau janda ini kerjaannya seperti aku, pasti makin diremehkan kita. Kejam kan ? Peneliti : tidak dihargai lagi ya bou ? gimana perasaan bou gitu ? MP : aku ? kalau aku ya sedihlah. Lagian namanya nggak dihargai, siapa yang tidak mau dihargai. Semua manusia di dunia ini ingin dihargai. Peneliti : jadi sejak kapan keluarga bou mulai kembali menerima bou ? MP : Awalnya tidak menerima, tapi mereka lihat aku menderita. Namanya keluarga sedarah pasti darah mereka bunyilah dek, disitulah mereka datang membantu lagi. Tapi kalau di adat tetap aku tidak di anggap. Karena aku kan sudah mempermalukan keluarga, jadi mungkin itu hukumannya kali dek. Soalnya yang aku tahu, bukan hanya perempuan aja, cowokpun tidak akan di anggap lagi ketika memalukan keluarga. Tapi itukan kejadiannya sudah berapa puluh tahun yang lalu, jadi sekarang pasti ketika ngomong di dengar walaupun mungkin hanya sebagai orangtua. Kan harus hormat dengan orangtua, itu aja yang membuat. Tapi itulah keluargaku mulai memaafkan ketika aku itu sudah mau melahirkan. Ini lah anakku itu, sudah tau kan ? Peneliti : iya bou, setelah menikah ada tidak berkomunikasi atau berhubungan dengan bapak anak bou ? misalnya hanya sekedar membahas tentang kondisi anak bou ? MP : Nggak pernah kami berkomunikasi, aku juga tidak mengharap kedatangannya dek (mata yang tadinya cerah sekarang berubah menjadi mendung dan mulai menjatuhkan air mata). Kalau aku bisa sendiri dek, lagian sampai sekarang aku bisa besarkan anakku walaupun inilah keadaannya. Aku yang paling menyesal, kenapa ? karena anakku hanya bisa sampai SMA dan kerjanya pun bersihkan toilet di RS.Adam Malik.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
• •
• •
Penyakit loh semua di situ dek, itulah yang dibersihkan anakku tiap hari. Sementara si *TIT* itu ada dipikirinya kami ? Jadi aku tidak ada pikiran untuk hubungi dia, biarlah dia dengan dirinya, dan biarlah dia menanggung dosanya disitu. Peneliti : jadi anak ibu marga nya apa ? kan harus ada di akte lahir nama ayah ? MP :Ya haruslah bermarga, sinaga dek. Sinaga dari samosir, tapi di sidikalang jadi berutu dia. Itulah dulu sempat ada permainan lah dek. Pokoknya di atur lah supaya akte lahir anakku ada. Peneliti : Anak ibu tau kejadian itu ? MP : Abu-abu, kurang jelas yang di tahu. Aku diam aja, ngapain ku tambahi bebannya. Apalagi bandelnya anakku ini, persis kali gatalnya kayak bapaknya. Tapi yaudahlah, sudah besar dia. Asal tidak dilakukannya aja kesalahanku dulu. Peneliti : Loh, jadi bagaimana bou membesarkan anak bou ? MP : Biasa aja dek, itulah gimana layaknya orang dewasa ya begitulah membesarkannya. Sebelum ada akte lahirnya akukan bingung dek, gimanalah besarkan anak ini ya. Setelah surat-surat jelas, ya mulai tenang dan mulai hidup baru lah dek. Karena sudah tua, ya hanya tukang cuci lah dek. Peneliti : Jadi bagaimana di adat bou ? anak bou bagaimana di anggap ? MP : Beda-bedalah nak, ada yang suka dan ada yang tidak. Tapi keluargaku ya di anggapnya lah, anakkan tidaknya ada dosa. Kita yang berdosa, ngapain kita limpahkan ke si anak. Peneliti : Kalau di adat itu kan ada hula-hula, boru, jadi posisi bou masih tetap ? MP : Iya, itu tidak bisa di ganggu. Tetapi orang kan beda-beda, kalau dulu aku tidak begitu di anggap. Tapi sekarang ya itulah, mungkin karena sudah tua jadi di anggap walaupun hanya sekedar aja. Tapi tetapnya kita di adat. Peneliti : Bou masih ada hubungan dengan keluarga bapak ? MP : Nggak, pernah ketemu ya biasa aja. Namanya sekampung, pastilah ketemu dan pastinya ada di hati iss itu mamaknya. Adanya rasa gitu dek tapi ya biasa aja, toh karena dianya makanya anaknya kabur kemarin. Lagian aku nggak ada lagi lah hubungan, mereka pun malu kurasa sama aib mereka. Karena mereka tidak bertanggung jawab makanya bapakku mulai sakit-sakitan kemarin. Jadi aku juga nggak mau ada hubungan apa-apa dengan mereka, ada adeknya cewek dibawahku 4 tahun. Udah ada juga anaknya, ya aku memang baiklah tetap menyapa.
Universitas Sumatera Utara
• •
• • •
• • •
• •
Tapi dia pun sampai sekarang sinis nya melihat aku. Jadi udahlah kupikir, lebih baik tidak usah kenal lah. itu aja di hatiku dek. Peneliti : Memang tidak berat membesarkan atau hidup sendiri bou ? MP : Tidak dek, aku kan tinggal sama mamakku. Lagian kenapa aku haru khawatir sendiri ? aku tidak sendiri. Bahkan mungkin ketika aku sama mereka, aku yang akan tertekan batin dengan keadaan yang begini. Lagian sudah ada istri bapaknya anakku, ngapain kuurusi kan ? Dalam hatiku, mungkin aku belum pantas jadi istri ya mungkin hanya jadi ibu aja aku di kasih kesempatan sama Tuhan. Peneliti : Kalau dengan istri bapak, bou pernah tidak ketemu ? MP : Pernah, biasa aja aku. Nggak kupedulikan, biarkan situ dalam hatiku. Dia juga tahu tapi aku lihat seakan tidak tahu. Peneliti : Jadi menurut bou, apa aja perbedaan perempuan dan lakilaki di masyarakat batak ini ? apa saja peminggiran atau penomerduaan menurut bou ? MP : Yah, ini gimana maksudnya ? ku contohkan ke diriku ? Peneliti : iya bou, yang bou rasakan bagaimana ? MP : Kalau tadi udahnya ada beberapa yang aku bilang, terus apalagi ya.. (berfikir dan terdiam sambil mengerutkan alis). Ooh, menurutku aku itu kan perempuan jadi seringkali penda[atku kurang di anggap. Hula-hula harus kita hormati karena aku kan boru, jadi hula-hulaku pasti benar. Apa yang kubilang tetap dia yang benar, gondokpun harus tetap di tahan. Baru kalau tidak ada suami, tidak ada harga diri kita karena suami atau kepala keluarga itu yang buat kita berharga dan yang melindungi kita jadi kalau seperti aku ya tidak berhargalah. Itukan membuat laki-laki menjadi nomer satu dek. Terus harta warisan juga harus ijin suami, harus untuk anak lakilaki juga kan? Banyaklah perempuan tidak di anggap sebenarnya dek. baru perempuan selalu di dapur, kalau mau tinggi pendidikannya ya dibilanglah toh nanti di dapur juga. Jadi kalau laki-laki itu bekerja, kalau perempuan bekerja di bilang sok-sokan. Banyaklah dek.. Peneliti : oh begitu ya bou, jadi gimana dengan anak bou ? menurut bou bagaimana perkembangan anak bou tanpa seorang ayah ? MP : yah, kalau anak gimana ya dek. Anak ini nya korbannya ibu lihat. Ibu kasihan dek, seperti wawancara sebelumnya lah ya…. (menghela nafas seakan ingin mengeluarkan keluh kesah tetapi tidak yakin) Intinya aku tidak berhasil mengurus anakku, aku tidak sukses lah mengurus anakku. Diapun adanya bandel-bandelnya itu dek. makanya aku kadang mau menangisnya kalau ingat itu, ingat gimana dia dan tingkah-tingkahnya. Awalnya aku kira biasanya anak remaja begitu, rupanya kebawa sampai udah tua gini. “Jontik” kali anaknya dek, ah sakitnya kepala. (wajah
Universitas Sumatera Utara
• •
•
•
• •
• • • •
seakan mau marah tetapi dengan cepat raut wajah berubah menjadi kusam dan datar) ginilah ya dek, aku pun kerjanya dari pagi sampai malam. Kerumah orang cuci baju tiap hari, anakku ku percayakan gitu aja tanpa tahu bagaimana nasibnya. Dari kecil nggaknya dia bahagia, keluaraga bapaknya pun tidak menganggap dia. Aku nggak tau apa salahku tapi yaudahlah, bapaknya ini kan memang di luar sumatera ini nya. Udah kuceritakan kemarin kan ? menjadi seorang ibu yang tidak memiliki suami itu jauh lebih sakit dari pada orangtua yang suaminya meninggal, karena ada beban berat yang kita tanggung dek. Ada rasa ketakutan, rasa malu, rasa tidak di anggap, itulah yang kurasakan. Karena aku malu dengan kesalahan, untunglah ini bukan di TV itu kan. Di TV sangat dikucilkan, kayak film yang di TPI itu lah ya, sering kulihat itu dek. banyak yang nggak beres kan ? sedihkan kalau kita dulunya jahat ? Peneliti : Nah, jadi menurut ibu bagaimana dengan keadaan anak bou ? apa pernah bicara dari hati ke hati ? MP : Sudah, sudah nak. waktu mulai besar, sekarang kan 24 kalau tidak salah umurnya. Udah bisa kian menikah kan ? Tapi pacaran aja dia tanpa mikiri kawinnya. Pernah dulu kami cerita dari hati ke hati, seringlah nak kalau kupikir-pikir karena sudah dewasa kan ? pastilah cerita kami nak… Peneliti : Begitu ya bou, jadi bagaimana menurut bou tentang sinamot ? sinamot itu termasuk nggak peminggiran terhadap perempuan atau sinamot itu merendahkan perempuan tidak ? MP : Aih, malu nya aku. Aku kan belum pernah menikah, jadi belum pernah aku bersinamot. Aduh aku nggak bisa menilai itu dek,soalnya kan malulah sok menilai padahal kitapun bobrok. Peneliti : Loh, pandangan bou saja bagaimana ? menurut bou menilai sinamot itu bagaimana ? MP : Ah, okelah kalau gitu nak. Menurutku sinamot itu harga untuk mengambil kita, kalau jaman dulu pake ulos atau barang-barang zaman dulu lah nak. Soalnya belum ada dulu uang rupiah kan? Terus apa ya nak, sinamot itu kayak apalah kubilang ya (mengguman serta berfikir sejenak). Menurutku ya hanya uang di beri ke pihak wanita. Itu aja lah dek… Peneliti : bou kental dengan adat kan ? MP : ya biasa ajalah nak, kalau orang batak harus tahu adat. Malulah kalau nggak tau adat, orang itukan dari kita nya. Peneliti : kenapa malu bou ? MP : yah, adat itu kan butuh nak. Malunya karena kalau kita tidak tau dengan adat ya sama aja kita nggak punya siapa-siapa. Semua orang batak pastilah tau adat menurutku, karena itu paling penting itu. Apalagi yang kau bilang kemarin tentang “dalihan na tolu” kan penting itu. Itu lah dasar orang batak kalau kurasa ya nak, apalagi aku dari lahir di kampung. Di
Universitas Sumatera Utara
• •
• • • •
• •
kampung kan beradat nya semua orang, kita pun harus tau bahas batak. Contohnya kau ke pajak beli sayur, pasti dikuranginya kalau sesame orang batak apalagi semarga. Jadi pentinglah adat itu nak. Peneliti : ada tidak menurut bou adat bertolak belakang dengan sikap masyarakat batak ? MP : Cemanalah ya, adanya nak. Contohnya kan tidak selamanya kita jadi boru kan, tapi maunya nanti kayak sama aja semua gitu. Contohnya gini, kemarin ada meninggal suami kakakku, tapi dia orang melayu nya dek masuklah dia ke marga simamora karena kalau di batak ini kan harus ikut lah gitu, soalnya mamakku kan simamora dek. Terus abangku ini kan kurang bergaul jadi tidak ada saudara nya lah, jadi abangkulah yang jadi boru padahal kan hula-hulanya dia ? itulah nggak kita ikutin pun adat ini kan salah nya, tapi dari pada nggak ada yang membantu kan. Saudaranya pun melayunya kan nak. itulah bertolak belakang nya kadang, baru kalau kita nggak ada adat malu nak,ginilah ya ada misalnya orang meninggal terus hanya di gereja aja di buat tapi tidak di adati. Tidak ada pestanya lah, tidak ada gondang, jadi hambar pesta keamtiannya. Karena tidak ada rasa kekeluargaan, hanya dia dan keluarga semamaknya aja yang mempergikan dia. Mungkin dia sudah meninggalkan adat, tapi kan apapun penilaiannya tentang adat, adat ini lah yang buat kekeluargaan. Kalau ada pesta adat, itulah baru Nampak rasa kerja sama keluarga itu dek. Zaman sekarang banyaknya orang meninggalkan adat, dikiranya kampungan adat padahal di adat itu lah kita tahu semua. Kayak dari kampung, tersesat di Medan ini, terus dapatnya kawan semarganya di jalan itu pasti di tolong. Itu kalau orang batak dek. Itulah rasaku tolak belakangnya dek… (antusias menjelaskan tentang adat serta diwarnai wajah yang bersemangat) Peneliti : oh, jadi kalau adat tidak ada maka kekeluargaan itu pun berkurang ya bou ? MP : ya iyalah dek, cemana lah ya perlunya adat ini kulihat. (mengangguk-angguk seakan meyakinkan bahwa adat sangatlah penting) Peneliti : oh begitu ya bou, jadi apa yang menurut ibu tidak pas di adat ini atau yang tidak sesuai dengan ibu ? MP : apa ya nak, banyak juga nya sebenarnya. Sebenarnya sinamot itupun tidaknya pas kurasa nak, menurutku memang sih uang itu untuk pihak perempuan tapi kan itu kasarnya, nah uang ini samamu, anakmu samaku. Kenapa bukan cowok aja ? itu rasaku bertolak belakang dengan adat nak. itulah dulu kayaknya dek… Peneliti : Kalau yang di adat tepat tapi tidak dilakukan ada nggak bou ? MP : Maksudmu adat itu benar tapi kita yang salah menggunkan ?
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
Peneliti : Iya bou, begitu maksudku. Pokoknya bagaimana pandangan bou lah tapi membahas tentang perempuan ya bou? MP : Oh, kayak sinamot itu mungkin. Maksud di adat kan baik nya, hanya untuk rasa terimakasih tapi masyarakat atau orang batak ini kan menganggap kalau perempuan itu di beli. Makanya kalau nggak bersinamot, perempuan macam apanya itu. Pasti gitu pandangan orang dek. Kalau di adat, boru itu di manja juga sebenarnya apalagi boru panggoaran. Tapi kenyataannya mana ada gitu, di dapur nya terus padahal di adat boru itu lah sumber hula-hula. Kalau tidak ada boru siapa yang bekerja ? Kalau tidak ada boru bagaimana hidup Hula-Hula ? ngerti kau maksudku ? Peneliti : Kurang paham bou, hehehe MP : Eheee, maksudku itu kayak contoh tadi lah. Harusnya boru yang menerima tamu pas meninggal suami kakakku itu kan ? tapi karena tidak ada borunya, jadi hula-hulanya yang bekerja kan ? jadi abangku yang bekerja padahal abangku itu hula-hula yang meninggal itu. Jadi di adat itu bukan bodoh buat boru sumber hula-hula katanya, boru juga hal yang paling penting. Itu lah maksudku, paham kau dek ? Peneliti : Oh, iya. Paham bou, jadi kalau dalam contoh lain bou ? misalnya dalam memberikan pendapat atau memberikan suara ? MP : Kalau pendapat, ya itulah nak. misalnya ada rapat keluarga, kayak ada yang mau menikah atau buat pesta lah dulu ya. Boru itu tadi kan di dapur, jadi dia yang siapkan semua kan. Maka, suaranya pun tidak adalah di rapat itu, karena sibuk dia buat teh manis mungkinkan. Kesempatanya untuk ngomong pun tidak ada, itu karena dia sibuk karena gelarnya dia. Aku anak boru, mungkin itu dipikirinya kan. Terus nggak usah dulu berpendapat, tau kau tikar putih itu ? lupa pula aku namanya itu, itukan kalau hula-hula duduk ada dua lapis itu dibuat kan ? itulah tandanya hulahula itu sangat dihormati, putih tikarnya, bersih maksudnya. Dulu bapakku kalau makan sekeluarga kami, kan di tikarnya bentuk membulat gitu, itulah dia khusus duduk disitu sama anak laki-laki, kami yang perempuan termasuk mamakku duduk di tikar biasa, padahal kan hari biasa nya, bukan ada acara kan ? yang paling ngeri masalah warisanlah dek, kalau di adat apa katanya ? kalau penghasilan orangtua di bagi ratanya sama semua anak. Itu nya kecuali harta yang lain ya dek, maksudnya adanya kebagian anak cewek tapi apa kenyataannya tidak begitu. Semua untuk laki-laki, menurutku gitu ya dek. Peneliti : Banyak sepertinya yang tidak sesuai dengan hati ya bou ? MP : Mau gimanalah dek, akukan punya keluarga taulah sikit-sikit dek. Memang kalau mencari kesalahan di adat banyak kali dek tapi kebenarannya ? tapi kalau kau pelajari lagi, adat itu banyak kali kebenaran didalamnya, kita yang salah mengartikan. Positif nanti tapi jadi negatif.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• • • • • • • • • • • • • • • • •
Kayak akulah dulu ya, ada aku nyuci di rumah sinaga, di simalingkar B itu nya dia. Istrinya sinaga, kalau di adat kan harusnya tunduk sama ku dia kan? Setidaknya menghormatilah dek, soalnya bapak si “U” kan sinaga. Tapi apa ? nggaknya ada dek, kan salah itu kalau di adat. Gitu dek, jadi akupun tidaknya paham dek. Peneliti : Jadi kalau kayak bou sebagai orangtua tunggal, gimana pandangan orang ? MP : Kalau aku ? pastilah mereka negatif semua, karena kalau udah janda pasti nya dikira orang murahan. Aku pun adanya dulu mau kadang pacaran, namanya kan butuh nya kita dek. Tapi yang kuceritakan ini jangan orang tahu ya. Kalau sebatas apa tadi bisalah, tapi kalau udah menyangkut rahasia jangan ya dek. itulah pokoknya, banyaknya yang dilihat orang jelek-jeleknya janda. Apalagi yang kayak aku, tidak punya suami tapi punya anak, sempat dulu aku nyanyi di kafe. Di pasar 8 itu banyak kafe kan ? oh, tapi nggak jadi lah dek. untuk apa ya kan dek ? Peneliti : Oh, begitu ya bou. Janganlah sampai orang memandang kita jelek ya bou. MP : Ya, walaupun jelek janganlah ah. Makanya ini aku sendirian yang cari uang untuk anakku, tapi sekarang uang itu hanya untuk tambahan ajalah. Soalnya tidak ada lagi tanggunganku, Cuma satu ini aja nya tanggungan itupun udah kerja dia. Udah mulai bebas lah dek, udah mulai bisa lah ku nikmati hidup berdua aja tanpa ada laki-laki ini dek.
Lampiran 5 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua Tunggal LM Wawancara Pertama Peneliti: Selamat sore ibu, lagi ngapain ibu ?
Universitas Sumatera Utara
•
L.M
: Selamat sore dek, ayo masuk ke rumah ! ini lagi santai sambil
nonton TV. •
Peneliti: iya bu,makasih. Langsung kita mulai aja wawancaranya ya bu.
•
L.M
•
Peneliti: Begini bu, saya sedang melakukan penelitian mengenai filosofi
: boleh-boleh dek, mau wawancara tentang apa rupanya dek ?
adat batak “Dalihan
Na Tolu”, dan membahas tentang subordinasi
perempuan sebagai orang tua tunggal menurut filosofi adat batak tersebut bu. •
L.M
: oh, iya-iya. Kalo ditanya pendapat saya mengenai filosofi
Dalihan Na Tolu, memang betul-betul itulah identitas masyarakat batak sesungguhnya, itulah nilai adat batak yang menciptakan kekeluargaan yang sangat erat bagi sesama suku batak. Tapi bagi yang mengerti dan memang paham betul ya dengan arti fisolofi itu. Soalnya kalo sekarang ini, mungkin kamu pun, kalo bukan karena tugas kamu ini, pasti kamu tidak mau tau dengan budayamu kan? (tertawa kecil). Jadi apalah yang mau kamu tanyakan tentang filosofi itu ? •
Peneliti: saya ingin tau sejauh mana ibu mengetahui tentang filosofi Dalihan Na Tolu, dan apakah di dalam keluarga ibu, filosofi itu dijadikan pedoman dalam menjalin hubungan di dalam keluarga ibu?
•
L.M
: ya, kalo ditanya sejauh mana? tidak paham secara keseluruhan
lah, tapi saya tahu, dan di keluarga kami, norma-norma adat itu kental kalilah,makanya biarpun Bapak udah gak ada lagi, rukun-rukun ajanya keluarga kami. Semua keluarga dari mendiang bapak pun perhatiannya samaku, sayang samaku dan anak-anakku. Karena, mertuaku dan semua keluarga dari pihak mendiang, paradat semua. •
Peneliti: oh, begitu ya bu. Kalau saya boleh tahu, udah berapa lama bapak meninggal bu?
•
L.M
•
Peneliti: kalau begitu saya mau tanya bu, bagaimana pendapat ibu
: udah adalah sekitar 6 tahun, mau menjalani 7 tahun lah.
mengenai perempuan di dalam adat batak ataupun di keluarga batak ini bu ?
Universitas Sumatera Utara
•
L.M
: Kalau menurut saya ya, apalagi saya udah mengalami dan
menjalaninya sendiri, tempat perempuan ini dalam keuarga, kaya akulah kan, walaupun suamiku udah meninggal, keluarga dari suamiku itu, tetap sayang samaku, sering mereka datang-datang kerumah ini. Kadang menginap di sini. Memang kalo kita liat secara luas ya, apalagi sekarang ini, jarangnya orang batak apalagi seperti saya ini, kalo uda meninggal suaminya, diapun bisa gak dianggap lagi di keluarga suaminya itu. Dan kalo kuperhatikan, orang batak ini, kebanyakan gila-gila harta semua. Gara-gara harta, gak dipedulikannya lagi adatnya. Begitulah kebanyakan orang batak ini. Itulah makanya saya bersyukur kalilah sama Tuhan, dikasih aku Suami yang baik dan keluarga yang baik-baik semua, meskipun suamiku duluan pergi menghadap Tuhan. Tapi sebenarnya tergantung ke diri sendiri sih, soalnya ya kalau kita baik pasti dapat baik juga. Saya nggak pernah bertingkah dikeluarga saya ataupun keluarga bapak, makanya saya merasa perempuan di batak ini ya dihargai, saya masih dipanggil ke rapat keluarga, anak saya yang pertama juga sering main, terus ya panggoaran sering ditanya pendapatnya, meskipun perempuan. Tapi memanglah tetap anak laki-laki saya juga harus dampingi sayalah. •
Peneliti
: begitu ya bu. Jadi sekarang ibu berjuang sendiri untuk
menafkahi keluarga ya bu? Apakah ibu pernah berfikir untuk menikah lagi ? •
L.M
: Iyalah, sekarang uda dualah statusku dalam keluarga. Pertama
sebagai ibu rumah tangga, dan merangkap menjadi bapak rumah tangga pula(tertawa). Habis bagaimana lah, adekmu masih pada sekolahnya semua. Yang paling besar inilah si Eva masi kelas 3 SMA, trus adeknya ada 2. Si roy kelas 3 smp, satu lagi si rio masih kelas 1 smp. Memang terlalu cepatnya bapak kita itu pergi, beginilah, masih kecil-kecil semua. Tapi mau gimana lagi, uda diatur Tuhan semuanya itu. Karena Tuhan yakin nya ibu pasti bisa kalau nggak bisa pasti masih ada.
Universitas Sumatera Utara
•
Peneliti
: jadi, ibu tidak merasa kesulitan untuk membiayai
kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak-anak ibu ? apakah ibu pernah berfikiran untuk menikah lagi? •
L.M
: Kalo jujur ya, terasa sekali perbedaan itu, waktu masih ada suami
dan sendiri. Kalo masih ada suami kan, kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak-anak bisa dicari sama-sama. Soalnya dulu bapak itu kerja keras kali, jadi lumayan bisalah terpenuhi semuanya. Tapi kalo sekarang, harus sendirilah berjibaku sendiri untuk membiayai semuanya. Memang adalah kesulitan-kesulitan itu, tapi masih bisa saya atasi. Apalagi dari keluarga bapak, mau memberikan bantuan-bantuan. Memang kalo ngasi uang gitu kan, sama si Evanya di salamkannya, tapi kan tujuannya samaku. Soalnya kurang baiklah mungkin kalo dikasi langsung yakan(tertawa kecil). •
Peneliti
: oh, begitu ya bu. Terus bu, pertanyaan saya tadikan belum
ibu jawab? Apakah ibu pernah tidak berfikiran untuk menikah lagi ? •
L.M
: oiya, lupa saya. Saya tidak pernah berfikiran untuk menikah lagi.
Karena saya itu dulu sama suami saya, bisalah di bilang pasangan yang harmonis (tertawa). Karena kami dulu jarang sekali berantam. Apalagi keluarga pun dekatnya semua sama kami, rukunlah pokoknya keluarga kami itu. Jadi nggak ada niat saya untuk menikah lagi, waduh sudah tua juga loh saya. •
Peneliti
: begitu ya bu, keluarga yang bahagia lah ya bu (tertawa
kecil). Jadi, jalo ibu lagi santai-santai seperti tadi, ibu sering tidak teringat dengan suami ibu dan teringat waktu bapak masih hidup ? •
L.M
: jangankan santai terkadang lagi kerjapun ataupun lagi adalah
kegiatan saya begitu, saya sering tiba-tiba teringat dengan suami saya. Karena bagaimanala saya bilang ya, waktu dulu itu ya, walaupun tempat kerja kami berbeda, kadang-kadang kalo pas jam makan siang, maunya kami makan siang sama. Terus kalo ada hari libur begitu, ada aja tempattempat yang mau kami datangi, ntahpun itu mau jalan-jalan, dan berkunjung ke rumah keluarga. Oiya, kalo mau jalan-jalan gitu, kami
Universitas Sumatera Utara
sering ajak-ajak keluarga. Kadang orang tua bapak kami ajak, kadang keluargaku lagi yang kami ajak. (menahan air mata) •
Peneliti
: berarti bahagia kalilah keluarga ibu ya. Jadi kalo adalah
misalnya acara-acara adat ataupun acara-acara keluarga begitu bu, apakah masih sama perlakuan dari pihak keluarga bapak ketika bapak masih ada dengan keadaan sekarang ini ? •
L.M
: ya jelas adalah perbedaanya, dulu kalo ada pesta-pesta, perginya
sama suami, kalo sekarang ya perginya sendirilah (tertawa). Kalo ada acara-acara keluarga gitu kan, contohnya lah perkumpulan keluargalah, yang saya rasakan tidak ada perbedaan perlakuan dari keluarga bapak sama saya. Asal saya ikut acara-acara keluarga seperti itu, sambuatan dari keluarga pabak itu baik selalu, gak ada bedanya dengan yang dulu. Bahkan saya dianggap seperti anak mereka, mereka sering bilang mewakili bapak eva, mak eva lah yang ngomong. Jadi seakan pendapat saya itu dari keluarga kami. Memang banyak yang bilang jarang seperti ini berkeluarga, itu sangat kusyukuri loh dek. •
Peneliti
: Begitu ya bu, trus saya mau tanya lagi bu, sekalipun
keluarga dari suami itu baik, ada tidak tekanan-tekanan yang ibu rasakan? •
L.M
: Kalo dibilang tekanan menurut saya tidak adalah. Tapi, walaupun
keluarga bapak itu baik kali sama saya dan anak-anak saya, saya tidak mau bergantung sama mereka, misalnya saya lagi kesusahan, saya tidak pernah mau mengadu ke mereka. Saya berusaha untuk menjalaninya sendiri. Kalo mereka mau memberikan bantuan atau apapun itu, saya terbuka aja. Tapi tetaplah saya mengambil langkah yang aman, jaga batas-batasnya. Karena gini kubilang ya, walaupun ntah bagaimana lah baiknya keluarga itu, susahnya kalo terlalu dekat kali. Maksudnya bagus dekat tapi jangan terlalu kali. Apalagi seperti saya inilah, uda meninggal suami saya, payahnya kalau terlalu dekat kali. Bisa nanti gara-gara dikit, jadi rusak hubungan yang baik itu. Kan hanya menjaga aja, kita nggak tau kan apa yang terjadi. Jadi, daripada saya buat susah mending saya buat bahagia kan ?
Universitas Sumatera Utara
•
Peneliti
: begitu ya bu. Jadi setelah bapak meninggal, ada tidak dari
pihak keluarga bapak yang membahas tentang hak-hak begitu bu? •
L.M
: Oh, gak ada. Itulah bersyukurnya saya sama Tuhan. Keluarga
saya tidak ada yang rakus dengan harta. Seperti rumah inilah. Inikan rumah warisan, tapi gak ada diributi sama sekali. Bahkan mereka bilang kalo rumah ini nanti untuk si rio. Jadi gak ada keluarga kami rebut-ribut soal hrata atau apapun itu. Hak anak pun tidak pernah mereka debatkan, karena kata mereka itu hak saya, saat saya menikah itu semua milik saya dan suami, dan lagian ya dek, mereka tekankan sama saya, kalau saya dan suami adalah satu, apapun yang terjadi. Tapi memang ya dek, mereka menjaga saya, ada sih dibilang edaku sekitar lima tahun yang lalu, janganlah eda menikah lagi ya, gitu katanya sama saya dek. Jadi mereka itu sayang kali dan susah mereka kalau saya pergi, nanti jadi ada batasan dek, dan merekapun harus putus hubungan kan dek ? apalagi si rio kami itu mirip dengan bapak dek. Tingkahnya pun sama, minum teh manis nggak pernah mau, air putih aja terus. Si rio ini suka nabung, walaupun hanya beli kue-kue tapi untuk opung katanya. Jadi, ya mau gimana lagi dek, itu aja udah syukur kali kan dek ? •
Peneliti
: wah, nyaman sekali ya ibu, oiya, jadi ibu sendiri yang
bekerja ini ? •
L.M
: ya lah dek, apalagi taulah PNS nya aku, seberapalah gajinya,
itulah dek, tahun ini si eva harus kuliah, adanya stresnya aku dek. Kuliah itu nggak sedikit, kalau seklahkan perbulan, ini harus persemester. Makanya ada kerja sampinganku dek, akukan senin sama jumat aja ke kantor dek, jadi aku buka ajalah di simpang itu toko baju sama tas, celana juga ada. Setidaknya terbantu sedikit lah dek, si eva inipun jual pulsa dia untuk jajan. Aduh jarang dia minta jajan dek. Aku juga heran, udah kubilang belajar aja, nggak usah pikiri, mama masih bisa kok kasih kakak jajan, tapi Cuma di iya-iyain aja. (tertawa) •
Peneliti
: luar biasa ibu ya, seperti tidak ada masalah sama sekali ya
ibu. Bagaimana ibu merawat anak-anak sendiri ?
Universitas Sumatera Utara
•
L.M
: yah nggak semua mulus dek, harus pintar aja menstabilkan, harus
tau kita siapa, mereka siapa. Gitu dek, aduhhhhhh. Saya nggak bisa cerita lah kalau merawat anak ini, susah dek, aduh, dulu sama bapak berdua saling bantu , ini saya sendiri. Punya anak dua pula laki-laki. Mana bisa dijaga kalau gitu aja, harus jadi kayak cowok bicara sama mereka, harus diajak curhat, kalau ada bapaknya kan, pasti mereka lebih lah dek. Mereka bisa berbagi, bapak juga kan pasti lebih paham soal laki-laki dek. Tapi saya dekat kali sama eva, kawan kali lah dek. Saya sering tegaskan sama eva, “va, mama ini teman, sahabat eva. Eva buat mama sebagai teman, kita nggak punya siapa-siapa yang bisa dipercaya didunia. Eva Cuma punya mama, roy, dan rio. Kita Cuma berempat, eva harus bisa jaga adek dan jaga mama. Tanggung jawab eva besar, tapi eva ada mama. Eva harus anggap mama teman, cerita apa aja ya kak. Kakak harus sukses, jangan mau sama dengan orang lain, eva harus beda.” Udah itu aja dek, karena dia harus tau dia punya mama walaupun papa nggak ada. Lagian ya dek, harus gitu buat anak perempuan, soalnya banyak kali yang jahat, apalagi anak cowok. Saya nggak mau dia nggak sukses atau hancur karena laki-laki. Semua janda dek, pasti harapin anaknya aja. Cuma anak yang dia perjuangkan, itu kalau sudah janda dek, sedangakan belum janda aja gitu apalagi janda. Dan janda ini harus dekat sama anak biar nggak liar dek, udah tuapun kita pasti ada teman yang mau menjerumuskan. Wah, saya dulu di kantor, mau kok bapak-bapak itu menggoda, saya kan nggaknya ber- make up. Jadi mereka bilang saya itu cantik dari dalam, tapi taulah laki-laki kan, udah tua tetap aja ngerasa muda. Haduhhh, ibu gelenggeleng aja nak. •
Peneliti
: ada nggak perbedaan sikap sama anak sebelum dan
sesudah bapak pergi ? •
L.M
: adalah dek, sekarang lebih intens lagi untuk sama-sama. Sekarang
lebih banyak berkorban waktu, tenaga, semua ibu keluarkan demi anak, semuanya ibu kerahkan dek. Jangan lah sampai mereka kehilangan sosok seorang bapak dek, ibu juga tegaskan sama mereka kalau papanya lihat mereka dari atas dek. Walaupun agak-agak mendongeng dek, yang penting
Universitas Sumatera Utara
mereka tau, didunia ini nggak ada yang bisa gantikan papanya. Saya lebih tegaskan sosok papanya, kan masih kecil dulu ditinggal dek. Itulah bedanya dek... •
Peneliti
•
L.M
: iya ibu, kalau sama keluarga ibu bagaimana ?
: wah, keluarga ibu sama aja lah dek. Tetap sayang lah namanya
anak dek, kakak-kakakkku juga masih sama kok. Mereka dekat juga kok samaku, mereka juga sayang kali sama bapak dulu. Bapak ini orangnya nggak banyak tingkah, makanya ibu nggak bisa lupakan bapak dek, bapak kalau marah selalu waktu kami berdua, itu yang dilihat keluargaku, makanya sayang kali mereka. Tapi si eva nya yang lebih dekat sama keluarga ibu, soalnya seumuran dek sama sepupunya. Kalau yang dua itu sama keluarga bapak karena masih kecil-kecil semua. Makanya senang ibu, nggak ada yang beda. Kalau orang ini tiga sayang kali sama opungnya, mau nanti tidur sama opung borunya, minta suap pun. Makanya yah gak ada beda dek, tapi dimataku, kusamakan keluarga ku dan keluarga bapak, jadi nggak ada yang berbeda dek. Semenjak menikah, mereka sama di hati dan di mataku, kalau salah ya salah, lagian keluarga kami nggak ada yang jahat dek, lurus aja hidupnya.mereka semua selalu dukung aku dek, selalu itu. (tertawa) •
Peneliti
•
L.M
: bagaimana perasaan ibu dengan keadaan sekarang ?
: Apa yang mau dibilang, campur aduk dek, sedih dan senang. Yah
dijalani aja loh, namanya juga udah jalan Tuhan. • • •
• •
Wawancara Kedua Peneliti : Bu, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan. Langsung aja bu ? LM :Iya nak, langsung aja di tanya. Kalau ibu bisa jawab, ibu jawab tetapi kalau tidak ya maklum ya nak. (menjawab dengan tenang dan wajah ramah tampak dari ibu LM) Peneliti : Begini bu, saya tanya seputar keluarga ibu. Bapak anak keberapa ya ibu ? LM : Oh, keberapa ya. Anak ke empat sepertinya, abang bapak ada satu anak kedua, perempuan anak pertama dan ketiga, adeknya cewek anak kelima dan paling kecil laki-laki. Itu seingat ibu nak, soalnya udah tua jadi suka terbalik-balik ibu bilangnya. (tertawa dengan kepala digoyang-goyangkan)
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
• •
• •
• •
Peneliti : Wah, karena sudah semakin tua ya biasa itu ibu.. LM : Iya nak, pikun ibu ini karena sudah berumur itu ya. Panggil tante aja atau bou ajalah nak biar lebih dekat. Akukan manik sama itu dengan pasaribu nak, makanya aku bou mu. Pasaribu apa kamu nak ? (tersenyum semangat) Peneliti : Hahaha, iya bou. Saya pasaribu habeahan bou. Oh Ini kedua kali kita bertemu ya bou, banyak ini yang masih mau di tanya bou. LM : Oh, iyalah nak, ayok kita lanjutkan wawancara kita tadi nak. Tapi tidak apa-apa kalau cuma sebentar ya nak, ini nggak tahu bou ada arisan dari kantor, ntah sore ini atau sore besok. Jauh lagi, di Marindal sana. Padahal bou tadi mau santai aja ini, maklum kalau sudah tua ya begini lah nak. Peneliti : Hahaha, tidak masalah bou. Oiya jadi orang bapak asalnya dari mana ya bou ? LM : Asal bapak ya dari tarutung, tapi ke dalamnya lagi nak. Garoga, tahu garoga ? tapi setelah bapak dewasa tinggal di Medan nak, keluarganya di Medan sekarang nak. Karena agak susah kalau di Garoga itu nak, tapi abangnya bapak di tarutung kalau adek bapak yang laki-laki di Medan juga cuma sering ke Tarutung karena ibu bapak, “inang” itu lebih sering di Tarutung. Rumah “inang” itu ada di Simalingkar juga nang, tapi jauh kan di Simalingkar, kami di sini, adek yang laki-laki itu di Aksara ini terus yang cewek di Jakarta, kakaknya bapak yang pertama, yang ketiga juga di Jakarta cuma sering juga ke Medan, tapi kalau yang paling kecil cewek itu di Medannya nak. Sudah berkeluarga semua, yang cowok adek bapak baru aja berkeluarga itu nak, baru 2 tahunan kalau tidak salah. Peneliti : Itu semua masih dekat dengan bou sekarang ? LM :Iya nak, masih dekat. Ya masih seperti dulu nak, masih dekat kok nak, sering juga bou kesana, tapi lebih sering ke Tarutung nak. Kalau di Tarutung, kami semua mau kumpul disana, tapi ya pasti tidak terlalu samalah nak dengan kemarin-kemarin. Bou tidak mau susahi mereka, kalau dulu pasti adalah bapak atau bou cerita ke mertua kan nak, sekarang agak jarang lah nak. Soalnya bagaimana ya nak, bou nggak mau susahi mertua bou juga kan. Tapi kalau kami semua ya nggak ada masalah lah nak, kami sama aja semuanya nak. Mertua bou baik kali, nggak bawel mertua bou dan mertua bou juga sayang sekali sama kami semua nak. Peneliti : Kalau dari keluarga bou bagaimana ? LM : Sama saja nak, bou bilang kan tidak ada yang berubah nak. Masih sama aja sama mereka nak, tapi bou merasa dua keluarga bou sudah seperti jadi satu nak. Setelah bapak meninggal, mereka memberi “spirit” ke bou. Bou bersyukur nak tidak ada yang berubah tetapi mereka semakin dekat dengan bou.
Universitas Sumatera Utara
• •
• •
•
•
• • •
Peneliti : iya ya bou. Walaupun demikian, bou ngerasa ada nggak peminggiran setelah sendiri dan menjadi orangtua tunggal ? LM : yah pastilah ada nak, bou dekat sama keluarga bou nak tapi yah istri adek bapak yang kecil itu kurang suka sepertinya dengan bou. Tapi keluarga bou semua senang kok, hanya saja ada beberapa hal yang bou rasa kurang cocok dengan eda itu nak. Peneliti : loh, kenapa bou ? kenapa bisa begitu ? LM : tidak tahu nak, hanya saja bou merasa ada yang berbeda nak. bou juga bingung, mungkin karena itu tadi. Seharusnya bou tidak begitu dekat kan nak setelah tidak memiliki suami, tapi bou tetap jadi kakak untuk mereka. Bou jadi teman buat kakak ipar, abang ipar sayang dengan bou. Peneliti : oh, begitu ya bou. Jadi menurut bou, peminggiran apa saja yang bisa kita lihat di kenyataan yang terkadang bertolak belakang dengan filosofi “Dalihan Na Tolu”? LM : sebenarnya tidak begitu ya nak, begini bou bilang ya. “Dalihan Na Tolu” itu kan sebagai tuntunan kita, pegangan kita sebagai orang batak nak. “Dalihan Na Tolu” juga mengajarkan untuk menyayangi perempuan, menyayangi boru, menghormati keluarga istri, jadi itu yang terkadang tidak begitu di tanggapi masyarakat ketika sudah menjadi janda. Janda dikalangan masyarakat batak ini kan pandangannya negatif nak, karena wanita yang dulunya memiliki pasangan dan sekarang sendiri. Orang pasti merasa bahwa si wanita ini akan membutuhkan sosok pria disampingnya. Jadi itu hal yang membuat seorang wanita ketika menjadi janda terlihat negatif, apalagi kalau wanita itu akrab dengan laki-laki. Pasti orang ngerasa itu anaknya mau di buat kemana ? loh, kok genit ya jadi cewek udah janda aja pun. Itu pasti di ungkapkan orang nak. jadi bou sih rasa perbedaannya ya sebenarnya wanita itu dihargai layaknya seorang wanita walaupun harta, yang punya kekuasaan laki-laki, itu makanya “Dalihan Na Tolu” itu sebagai dasar orang batak nak. “Dalihan Na Tolu” ini kan baik adanya, adat pasti lah membuat yang baik dan untuk kebaikan, dan untuk membuat orang batak hidup dengan rukun. jadi ketika masyarakat terbiasa dengan pola pikir yang mengatakan bahwa perempuan bukan layak untuk di utamakan karena sistem patrilineal, yah maka perempuan tersebut itu awalnya termarginalkan. Itu semua pola pikir masyarakat yang mempengaruhi nak. Bou rasa itu aja sih nak, soalnya nggak ada juga yang bisa bou bagikan. (menjelaskan dengan serius sembari tangan naik dan bergerak-gerak seakan menekankan pembicaraannya) Peneliti : Kalau pandangan bou terhadap sinamot ? LM : Wah, sinamot itu artinya mahar ya kan nak ? Tanda jadi, tanda terimakasih kepada keluarga perempuan. Ada apa dengan sinamot nak? Peneliti : Bagaimana pandangan bou tentang sinamot?
Universitas Sumatera Utara
•
• •
•
•
LM :oh, sinamot itu butuh ya di adat nak. Sinamot itu untuk melamar si wanita, terkadang bisa juga uang sinamot sekalian pesta adatnya, maksudnya dibuat untuk biaya pesta adat juga. Uang sinamot biasanya untuk kebaya si wanita dan sebagainya lah nak. Sinamot itu emang perlu di dalam adat pokoknya nak. Kalau pandangan ibu tentang sinamot, ya sinamot itu dibutuhkan nak. Sinamot itu perlu dan kalau kasarnya artinya kita sebagai wanita di beli. Kita sudah menjadi keluarga suami, maksud bou keluarga suami sudah menjadi keluarga kita juga. Begitu lah nak… Peneliti : oh, begitu ya bou. Jadi menurut bou bagaimana pandangan bou terhadap orang yang tidak bersinamot ? LM : Oh, sinamot itu artinya harga juga nak. lupa bou, itu harga kita dan bagaimana menghargai orangtua kita, itu lah nak. Oh, kalau yang tidak bersinamot jarang ibu dengar. Tapi biasanya kalau dia sudah hamil duluan dan di pasu-pasu, jarang membicarakan sinamot. Ada saudara ibu, masih baru tamat SMA si cowok ini terus pacaran sama cewek di Batam sana eh kebobol, akhirnya dinikahi dong tapi akhirnya jadi nikah cepat dan tidak ada membicarakan sinamot karena sudah kebablasan. Lagian untuk apa juga membahas sinamot ? toh mau tidak mau harus dinikahi kan ? Tapi ada juga keluarga kadang tidak setuju dengan besarnya sinamot, itu lah yang membuat pernikahan terkadang di tunda. Peneliti :oh iya bou, aku mau tanya. Keadaan bou setelah menjadi orangtua tunggal kan tetap sama dengan sebelumnya, jadi bagaimana tanggapan bou dengan janda yang sama sekali tidakada hubungan dengan keluarga suami ? LM : pandangan bou ada dua, yang mana di antara mereka yang salah ? Pasti ada salah satunya yang salah, mertua kah ? atau menantu kah ? atau terkadang saudara suami sendiri yang iri atau yang tidak suka sehingga hubungan antara mertua dan menantu retak. Pokoknya intinya di dua itu, menantu apa mertua ? yang mana yang mengulah di antara kedua itu, tapi itu semua didasari hubungan yang awalnya tidak beres loh. Misalnya ada menyimpan sesuatu makanya tertanam akhirnya jadi dendam. Kenapa bou bilang seperti itu, karena bou merasakan. Bou mengalah dan menghormati mertua bou sekalipun terkadang bou tidak suka, karena itu kan sama dengan orangtua kandung kita. Jadi bou rasa tidak ada yang harus ditutupi nak, kalau bou salah bou langsung minta maaf. Begitu juga anak-anak, makanya mereka menghormati opungnya. Jadi itu penting nak, dari kecil sudah harus kita tanamkan nak. Si rio kan bou tanamkan kali, harus hormat dengan orangtua, demikian dengan si Eva, dia boru panggoaran kan. Kalau panggoaran, suaranya harus ada di keluarga jadi kalau dia tidak hormat, bagaimana dia bersikap ? apalagi kalau sama anak, jangan ajarkan dendam soalnya bisa aja kalau sudah menikah anak ini nanti dia bakalan jahat juga loh. Awalnya bou adanya ngerasa susah, bagaimana ya nanti
Universitas Sumatera Utara
hidupku setelah bapak udah nggakada. Bagaimana keluarga bapak ? apa sama nya, karena kebanyakan memang tidak beres kan hubungan keluarga menantu dan mertua. Setelah bou jalani, disitu baru bou temukan nak. semua tergantung di diri kita nak, semua tergantung sifat kita. Pokoknya semua tergantung kita sih nak… (menjelaskan dengan tenang dan senyum ceria menghiasi wajah lembut)
Universitas Sumatera Utara
BIODATA PENELITI
Nama
: Nora Evangeline Pasaribu / 100904102
Tempat/tanggal lahir
: Medan, 19 Desember 1992
Departemen
: Ilmu Komunikasi FISIP USU
Alamat
: Jl. Dahlia 4 No.226 KOMPLEK PEMDA TK.I Tj.Sari
Email
:
[email protected]
Orangtua Ayah
: Pdt. Dr . Sampitmo Habeahan M.th, M.Pdk, D.THh
Ibu
: Pdt. Dra. Delilitnaria Tarigan M.th
Anak
: 1 dari 4 bersudara
Saudara kandung
: 1. Blessy gratiela Habeahan 2. Glory Rosanna Pasaribu 3. Paul Charismo Habeahan
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: 1997 – 2004 TK Kristen KAISAREA Medan 1998 – 2004 SD Kristen KAISAREA Medan 2004 – 2007 SMP Khatolik Budi Murni Medan 2007 – 2010 SMA HARAPAN MANDIRI Medan 2010 – 2014 Ilmu Komunikasi FISIP USU
Universitas Sumatera Utara