REKAYASA PENINGKATAN KINERJA PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Performance Improvement Imitating of Natural Rubber Marketing in Jambi Province
PENELITI: Dr. Ir. DMT. Napitupulu, M.Sc Prof. Dr. Ir. Zulkifli, M.Sc Ir. Elwamendri, M.Si
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2012
REKAYASA PENINGKATAN KINERJA PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Performance Improvement Imitating of Natural Rubber Marketing in Jambi Province Oleh: Dompak MT Napitupulu, Zulkifli, Elwamendri1 Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi Abstract This paper is written to discuss the best way to improve house hold natural rubber farm family income in Jambi Province. It was known that aproximately 99,75 % natural rubber farm is grown under house hold farmer. Never the less, it is also well recogniced that most of natural rubber farmer life are under poverty line. Base on the research found, it could be said that in fact there is still opportunity to improve the natural rubber farm income through constructing an eficient rubber marketing sistem. The opportunity was mainly due to the farmer motivation to earn more money from their rubber bjussiness, the farmer human resources, the farm hold status, and the government policy to replanting old unproductive rubber tree. Key words: natural rubber,farmer income, marketing, Ringkasan Penulisan makalah ini ditujukan untuk mendiskusikan upaya peningkatan kinerja pemasaran bahan olah karet rakyat di Provinsi Jambi. Mayoritas (99,75 %) areal perkebunan karet alam Provinsi Jambi dikelola oleh petani rakyat, namun dengan tingkat produktivitas yang masih rendah dan sistem pemasaran yang monopolistik, pendapatan petani karet rakyat di Provinsi Jambi masih rendah. Peluang peningkatan pendapatan petani karet rakyat di lokasi penelitian pada dasarnya masih cukup terbuka. Hal ini ditunjukkan oleh potensi yang dapat dimanipulasi seperti: motivasi petani, kemampuan berusahatani, status kepemilikan kebun, dukungan sumberdaya alam, keinginan untuk melepaskan ketergantungan kepada pedagang pengumpul, serta berbagai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan usahatani karet rakyat. Kata kunci: Karet rakyat, sistem pemasaran, kemitraan, rekayasa PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Jambi adalah salah satu daerah produsen karet alam yang memiliki kontribusi cukup besar dalam produksi karet alam nasional. Daerah ini memproduksi karet alam sebesar 146475 ton atau sekitar 13.32 % dari total produksi nasional pada 1
Dosen pada Fakultas Pertanian – Universitas Jambi
1
tahun 1987.
Sejalan dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, angka
produksi ini tercatat meningkat hampir dua kali lipat menjadi 244267 ton pada tahun 1996 dengan luas areal tanam 549966 Ha suatu luasan yang cukup besar untuk memperoleh perhatian. Statistik perkebunan menunjukkan bahwa keseluruhan luas areal kebun karet tersebut diusahakan oleh 84615 petani pemilik dan sekitar 183000 petani penyadap yang menggantungkan hidup mereka dari usahatani karet. Dengan asumsi rata tara anggota rumahtangga petani sejumlah 5 orang maka jumlah penduduk Provinsi Jambi yang tergantung pada usahatani karet adalah 1338075 orang atau sekitar 56.46 % dari total penduduk daerah ini. Lemahnya agribisnis karet dalam menunjang kesejahteraan petani erat kaitannya dengan system tataniaga komoditas tersebut.
Pemasaran bokar masih
sangat diwarnai oleh keterikatan yang kuat antara petani dengan tengkulak. Tengkulak bagi petani kecil merupakan “dewa penyelamat” yang sewaktu-waktu dapat memberikan bantuan modal maupun kebutuhan keluarga lainnya tanpa melalui prosedur yang berbelit.
Rasa “hutang budi” ini menyebabkan petani cenderung
terikat secara moral sehingga dalam pemasaran bokar petani tidak memiliki kekuatan tawar dan selalu menjadi price take ( Zulkifli dkk, 2006). Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mendiskusikan upaya peningkatan kinerja pemasaran bahan olah karet rakyat antara petani yang tergabung dalam kelompok tani dengan industri karet remah (crumb rubber) di Provinsi Jambi..
TATANIAGA KARET ALAM PROVINSI JAMBI Potensi Penawaran Bahan Olahan Karet Provinsi Jambi Mayoritas karet alam Provinsi Jambi dihasilkan oleh petani rakyat dan hanya sebahagian kecil dihasilkan oleh perkebunan negara dan swasta besar, sementara orientasi pasar dari industri ini adalah pasar internasional.
Data
statistik
menunjukkan bahwa sejumlah 246.380 KK petani rakyat mengusahakan 643.338 Ha. Luas arel usahatani karet rakyat tersebut adalah sekitar 99,75 persen dari total kebun karet di Provinsi Jambi.
2
Berdasarkan status penguasaan lahan perkebunan karet, petani karet rakyat dalam penelitian ini dapat dibedakan kedalam petani pemilik dan petani penyadap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71,66 persen petani mengusahakan tanaman karet dengan status milik sendiri, sementara 21,33 persen lainnya mengusahakan tanaman karet dengan sistem bagi hasil. Produktivitas tanaman karet dengan status milik sendiri hanya mencapai 13,84 Kg/Ha/Minggu lebih rendah dibanding produktivitas tanaman karet dengan status bagi hasil yang bisa mencapai 14,55 Kg/Ha/Minggu. Dengan asumsi kegiatan panen dilakukan selama 48 minggu, maka rata rata produktivitas karet alam yang dihasilkan oleh petani karet rakyat di Provinsi Jambi adalah 673,98 Kg/Ha/Tahun lebih rendah dari rata rata produksi karet alam nasional yakni 714 kg/ha/th (Disbun, 2007). Rendahnya produktivitas usahatani karet rakyat di lokasi penelitian salah satunya disebabkan oleh perilaku sadap yang dilakukan.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah 29 (48,33 %) petani karet rakyat menggunakan sistem sadap model huruf “V”. Sistem sadap anjuran yang diintroduksikan oleh pemerintah melalui dinas perkebunan adalah sistem S2/d3. Selain tidak mengikuti sistem sadap yang dianjurkan, dalam pengolahan lateks atau pasca panenpun terdapat sejumlah petani tidak melakukan sesuai dengan cara-cara pasca panen yang dianjurkan.
Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat 15
(25,00 %) petani yang menggunakan bahan lain berupa tatal dan benda asing dalam pengolahan bokar. Pada dasarnya sejumlah petani sudah mengakui mengetahui cara menghasilkan karet kering berkualitas baik. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah petani (25,00 %) masih memasukkan benda asing kedalam bongkahan karet kering yang dihasilkan serta penggunaan bahan koagulum selain cuka getah yang dianjurkan. Alasan lain bagi petani untuk enggan menghasilkan karet kering mutu baik adalah masih kurangnya penghargaan pedagang terhadap upaya petani untuk menghasilkan karet berkualitas. Minimnya sarana pengukuran mutu serta bentuk komoditas yang diperdagangkan menyebabkan sulitnya menentukan mutu yang sebenarnya dari bokar yang diperdagangkan. Guna menghindari resiko rugi, pedagang kemudian dengan sengaja menetapkan mutu bokar lebih rendah dari yang semestinya. Penetapan harga bokar yang dijual oleh petani didasarkan atas kadar
3
basi dan Kadar Karet Kering (KKK) yang semata-mata ditentukan secara sepihak oleh pembeli bokar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71,67 persen petani tidak mengetahui secara pasti perhitungan kadar basi yang ditetapkan pedagang dalam pembelian bokar sementara itu sebanyak 96,67 persen petani tidak mengetahui penetapan KKK bokar yang dilakukan oleh pihak pembeli. Penentuan mutu bokar secara sepihak tersebut menghasilkan mutu bokar yanhg diperdagangkan ditengarai lebih rendah dari mutu yang semestinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata kadar karet kering (KKK) yang dihasilkan petani adalah 57,6 persen dengan kisaran KKK antara 40 sampai 70 persen. MODEL KEMITRAAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET PROVINSI JAMBI Berbagai hasil penelitian terdahulu dibidang agribisnis karet di Provinsi Jambi menunjukkan bahwa ternyata ekses permintaan pada pasar bokar di Provinsi Jambi tidak serta merta maningkatkan daya tawar petani produsen di daerah ini. Guna meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Jambi dari perdagangan luar negeri sekaligus peningkatkan pendapatan petani karet rakyat, pemerintah kini secara intensif melakukan sosialisasi Gerakan Mutu Karet Bersih. Namun demikian, Gerakan Mutu Bokar Bersih belum mampu melepaskan ekspor karet Indonesia termasuk karet alam Jambi dari kualitas SIR-20. Potensi Kemitraan Pemasaran Bahan Olahan Karet Provinsi Jambi Kekuatan Peluang peningkatan kesejahteraan petani karet rakyat di lokasi penelitian masih cukup terbuka. Hal ini ditunjukkan oleh terdapatnya sejumlah potensi yang dapat dimanipulasi guna meningkatkan pendapatan petani dari usahatani karet yang mereka kelola yakni: a.
Motivasi Petani Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan emosional petani dengan usahatani karet yang dikelola petani responden telah terjalin dengan baik. Umumnya petani telah mewariskan usaha perkebunan karet yang dikelola dari orang tuanya dan telah menjadikannya sebagai mata pencaharian utama keluarga
4
petani. Petani responden pada umumnya sudah enggan mengalihkan usahatani karet yang dikelola ke bentuk usaha perkebunan lainnya. b.
Status kepemilikan kebun. Faktor
lainnya
yang
dapat
dikategorikan
sebagai
factor
pendukung
pembangunan pola kemitraan pemasaran karet antara petani rakyat denga perusahaan industry crumb rubber adalah status kepemilikan lahan yang diusahakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 71,67 persen petani responden adalah petani pemilik yang menyadap sendiri tanaman karet yang diusahakannya. c.
Sumberdaya Alam, Potensi lainnya yang dapat menjadi peluang terwujudnya kemitraan pemasaran bokar antara petani dengan perusahaan industry crumb rubber adalah asset lahan kebun
yang diusahakan oleh petani.
Khususnya di Desa Sungai Merah
Kabupaten Sarolangun yang merupakan bekas pemukiman transmigrasi, rata rata petani memiliki areal usahatani karet seluas 5 (lima) hektar. Hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki ruang otoritas yang cukup besar untuk dapat berusahatani secara mandiri. d.
Keinginan untuk melepaskan lilitan hutang dengan toke karet Kemajuan
teknologi
kosmopolitannya.
informasi
telah
membantu
petani
meningkatkan
Berbagai terpaan informasi yang masuk ke petani
menyebabkan keinginan petani untuk lepas dari keterikatan yang dibangun oleh toke karet di desa semakin besar. Umumnya petani responden sangat berharap dapat memperoleh pendapatan yang adil dari usaha yang mereka kerjakan dan dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan mereka dari usahatani karet yang mereka kelola. Petani mengetahui bahwa keterikatan mereka kepada toke telah menyebabkan mereka kehilangan daya tawar pemasaran karet mereka. Peluang a.
Selisih harga bokar Margin pemasaran yang cukup besar dapat ditemui pada saat penelitian dilakukan. Harga rata rata karet alam (FOB) pada bulan Juli 2010 adalah US $.
5
3,15, dengan asumsi nilai tukar rupiah adalah Rp. 9000/US $, maka harga dasar bokar di gerbang industri crumb rubber mestinya adalah Rp. 24097,5 per kilogram. Temuan di lokasi penelitian Kecamatan Pelawan Singkut pada waktu yang sama adalah berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 13.000 per Kilogram. Hal ini berarti bahwa apabila petani karet dari Desa Sungai Merah melakukan pemasaran bokar secara langsung ke Pabrik Crumb Rubber terdekat maka tambahan penerimaan sekitar Rp 2600/Kg hingga Rp 3500/Kg dapat diperoleh. b.
Program replanting Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan perlunya kemitraan pemasaran antara petani produsen dengan perusahaan crumb rubber di bangun adalah program replanting karet alam yang telah dilakukan sejak tiga tahun terakhir di wilayah Provinsi Jambi.
Kelemahan a.
Permodalan lemah Keterikatan petani karet rakyat kepada pedagang tengkulak (toke) di wilayah perkebunan karet rakyat di Provinsi Jambi lebih disebabkan lemahnya penguasaan sumberdaya modal yang dimiliki oleh petani. Pada musim track dan bulan puasa, praktis produktivitas usaha tani karet rakyat mengalami penurunan yang drastis. Kebun karet yang diusahakan menjadi tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani karet.
Kehadiran toke yang bersedia
meminjamkan dana kepada petani pemilik modal rendah menjadi sangat dibutuhkan dan diterima dengan senang hati. b.
System pembayaran non cash Faktor lainnya yang dapat muncul menjadi kelemaahan dalam pola kemitraan pemasaran bokar secara langsung ke pabrik adalah masalah pembayaran. Untuk menjaga efisiensi pemasaran, transaksi hendaknya dilakukan dalam partai besar. Guna pertimbangan praktis pembayaran dan keamanan pelaku pemasaran, perusahaan umumnya melakukan pembayaran dengan menggunakan “cek tunai”. Petani dengan demikian dituntut untuk memiliki akses ke bank agar system pembayaran tersebut dapat dilaksanakan.
6
Ancaman a.
Hubungan orang-perorangan (patron-klien) dengan kelompok. Salah satu factor penghambat yang dapat menggangu kelanggengan hubungan pola kemitraan pemasaran bokar di lokasi penelitian adalah hubungan emosional antara petani yang berperan sebagai klien dan pedagang local (toke) sebagai patron.
Terbangunnya kemitraan antara petani produsen dengan perusahaan
crumb rubber dapat mengurangi pendapatan pedagang dan hal tersebut sulit untuk ditolerir oleh toke di tingkat desa. b.
Mutu bokar yang bervariasi Ancaman bagi keberlanjutan pola kemitraan lainnya adalah mutu bokar setiap anggota kelompok yang cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Pola kemitraan pemasaran yang dibangun mengarahkan petani memasarkan produk mereka secara berkelompok. Artinya bokar mutu baik dan mutu kurang baik di timbang secara bersama sama.
c.
Pasar bagi Bokar Mutu Rendah. Faktor lainnya yang dapat menjadi ancaman atas kelanggengan kemitraan pemasaran yang dibentuk adalah masih adanya pembeli bokar mutu rendah.
Model Pemasaran Bahan Olahan Karet Provinsi Jambi Fenomena yang mengemuka dewasa ini dalam agribisnis karet alam di Provinsi Jambi adalah daya tawar petani yang semakin hilang dan direspon dengan perilaku tidak positip dengan menurunkan mutu bokar yang dihasilkan dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan melalui manipulasi berat serta mengurangi biaya melalui penggunaan bahan penolong berkualitas rendah dan menekan penggunaan biaya. Permasalahan kedua dalam agribisnis karet rakyat adalah masih rendahnya bagian harga yang diterima petani. Dua permasalahan besar tersebut pada dasarnya dapat diantisipasi dengan memperpendek saluran pemasaran bokar yang selama ini dapat ditemui di wilayah Provinsi Jambi. Salah satu cara efektif dalam memperpendek saluran pemasaran bokar adalah dengan membangun pola kemitraan pemasaran bokar antara petani produsen dengan perusahaan crumb rubber. Selanjutnya berdasarkan kinerja agribisnis/tataniaga karet maka model kemitraan
7
pemasaran bahan olahan karet rakyat di Provinsi Jambi dapat disajikan sebagai berikut: Pemerintah
Perbankan
LKD/KUD
Infrastruktur
Bimbingan Teknis
Teknologi Legalitas
P e t a n i
Kelompok Pemasaran Bersama
Bantuan Program Bintek
Mutu Bokar Tinggi
Farmer Share tinggi
Gambar 1.
Transparansi
Hak dan Kewajiban
Crumb Rubber
Modal
Komitmen
Efisiensi Biaya
Model Kemitraan Pemasaran Bahan Olah Karet (Bokar) Rakyat di Provinsi Jambi
Pelaku utama dalam Model Kemitraan Pemasaran Bahan Olah Karet (Bokar) Rakyat di Provinsi Jambi sebagaimana disajikan pada Gambar 1 diatas adalah kelompok tani yang mewadahi petani produsen bokar dan Perusahaan Crumb Rubber sebagai konsumen. Sesuai dengan tujuan yang hendak diraih oleh masing masing pelaku dalam model tersebut maka petani berkewajiban menghasilkan bahan olahan karet kering (bokar) bersih bermutu baik, sementara perusahaan sebagai konsumer wajib memberikan informasi harga secara periodik serta membeli bokar yang dihasilkan petani sesuai dengan mutu, bobot, dan harga pasar secara transparan. Kelanggengan hubungan kemitraan tersebut juga sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan crumb rubber dalam membayar bokar yang dihasilkan petani secara kontan sehingga ketergantungan mereka kepada pedagang tengkulak dapat diatasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Chamidun (2003) mengenai pentingnya dukungan pendanaan dalam pengembangan kemitraan di bidang perkebunan. Secara lebih
8
terperinci, kewajiban dan hak masing masing partai yang bermitra adalah sebagai berikut: A.
Kewajiban dan Hak Petani
A.1. Kewajiban Petani 1. 2. 3.
Menggunakan koagulum asam semut (cuka gentong) dan atau deorub yang tidak mengikat air Penimbunan bahan olah karet dilakukan ditempat bersih untuk menghindari kontaminasi Petani tidak merendam bokar dalam air selama proses penyimpanan
Selain sejumlah kewajiban tersebut, Petani diharapkan menghasilkan bokar dengan ketebalan seragam, dengan tujuan untuk memudahkan penilaian mutu A2. Hak Petani 1.
Transaksi atau penimbangan dilakukan pada hari dan jam kerja
2.
Menyaksikan proses penentuan berat dan mutu (KKK) bokar yang diperjual belikan
3.
Memperoleh harga indikasi bahan olah karet ( Kadar karet kering 100 %) minimal sebesar 85 persen dari harga fob,
4. B.
Memperoleh pembayaran dengan “Cek Tunai”
Kewajiban dan Hak Perusahaan
B.1. Kewajiban Perusahaan 1.
Menjaga transparansi timbangan bahan olah karet,
2.
Menjaga transparansi dalam penetapan mutu bahan olah karet,
3.
Menentukan harga indikasi bahan olah karet ( Kadar karet kering 100 %) minimal sebesar 85 persen dari harga fob,
4.
Transaksi atau penimbangan dilakukan pada hari dan jam kerja
5.
Melakukan pembayaran dengan “Cek Tunai”
B2. Hak Perusahaan 1.
Memperoleh bahan olahan karet yang bersih (tidak mengandung kotoran, baik terlarut dan tidak terlarut) untuk dibeli dengan KKK minimal 60 %
Selanjutnya agar kemitraan pemasaran bahan olahan karet rakyat dapat berjalan dengan baik maka keterlibatan pemerintah sebagai pembina sangat diharapkan.
Sesuai dengan tupoksinya maka Satuan Kerja Pemerintah Daerah
9
(SKPD) yang sangat dibutuhkan untuk secara aktif turut melakukan pembinaan adalah:
Dinas Perkebunan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Dinas Koperasi.
Badan/Kantor Koordinasi Penyuluhan.
Perbankan.
Infra struktur.
KESIMPULAN 1. Secara umum dapat dikatakan bahwa umur tanaman karet petani , 72,09 persen petani pemilik dan 76,47 persen petani penyadap, adalah umur produktif yakni antara 7 – 18 tahun diusahakan oleh (bagi hasil) 2. Produktivitas tanaman karet dengan status milik sendiri adalah 664,32 Kg/Ha/Tahun, lebih rendah dibanding produktivitas tanaman karet dengan status bagi hasil yakni 673,98 Kg/Ha/Tahun 3. Dengan memperhatikan Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi maka kemitraan pemasaran karet rakyat di lokasi penelitian masih memungkinkan untuk direkayasa. SARAN 1. Jaringan kemitraan sebaiknya dibangun dengan dasar interdependensi yang simetris, diarahkan untuk menghasilkan produk bokar yang bernilai tambah tinggi, kemajuan teknologi pengolahan bokar sehingga secara sistematis mutu bokar yang dihasilkan dapat semakin tinggi dan dengan demikian daya saing petani anggota kelompok tani yang bermitra dapat semakin tinggi 2. Sistem manajemen yang digunakan dalam pengorganisasian kemitraan sebaiknya
mengacu
pada kaidah pertanggungjawaban yang jelas
(accountable), keterbukaan (transparant), dan pengambilan keputusan yang bersifat partisipatif serta demokratif. 3. Diperlukan keterlibatan pemerintah agar model kemitraan pemasaran bokar yang direkayasa dapat berkelanjutan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petndapatan Petani Pola Kemitraan dan Non-Kemitran di Kabupaten Muaro Jambi. Skripsi Fakultas Pertanian (tidak dipublikasikan). Bappenas, 2007. Bappenas tak Pakai Data BPS - Target pengentasan kemiskinan MDGs tercapai. www.jurnal.ekonomi.org. Chamidun. Daim, 2003. Pengembangan Kemitraan Dan Dukungan Pendanaannya Di Bidang Perkebunan. Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pascasarjana IPB Bogor. Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian RI, 2007. Lokakarya Kajian Manajemen Kemitraan Revitalisasi Perkebunan, 19-20 April 2007, Yogyakarta. Susilowati, Sri Heri; Sinaga, Bonar M.; Limbong, Wilson H, Erwidodo, 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia: Analisis Simulasi Dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi, 25 (01): 11 – 36. Zulkifli, Napitupulu dan Elwamendri, 2006. Analisis Pemasaran Bokar: Suatu Kajian terhadap Peningkatan Kesejahteraan Petani Karet Melalui Pembenahan Tataniaga Bokar. Fakultas Pertanian - Kantor Bank Indonesia Jambi, Jambi.
11