PENDUGAAN UMUR SIMPAN FLAKES YANG DIPERKAYA KONSENTRAT PROTEIN IKAN DAN Spirulina platensis MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI
RIZKY IKHWANUSHAFA ASHIDDIQY
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Umur Simpan Flakes yang Diperkaya Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Menggunakan Metode Akselerasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Rizky Ikhwanushafa Ashiddiqy NIM C34100073
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ii
ABSTRAK RIZKY IKHWANUSHAFA ASHIDDIQY. Pendugaan Umur Simpan Flakes yang Diperkaya Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Menggunakan Metode Akselerasi. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan WINI TRILAKSANI. Penambahan bahan kaya gizi pada sereal flakes bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk, diantaranya penambahan konsentrat protein ikan (KPI) dan Spirulina platensis. Produk flakes rentan terhadap penurunan mutu akibat perubahan lingkungan terutama kelembaban udara, oleh karenanya perlu upaya penghambatan salah satunya adalah dengan menggunakan kemasan untuk melindungi produk. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk flakes dengan beberapa jenis bahan kemasan yang berbeda dan menentukan kemasan yang terbaik. Penelitian meliputi empat tahapan penelitian, yaitu penentuan kadar air awal, kadar air kritis, model kurva sorpsi isotermis dan perhitungan umur simpan dengan menggunakan model Labuza. Kadar air awal flakes yaitu 0,0159 gH2O/g solid. Kadar air kritis produk yaitu 0,0504 gH2O/g solid pada skor organoleptik 3. Model kurva sorpsi isotermis yang diperoleh yaitu model Caurie dengan persamaan Ln Me = -3,1919 + 2,7739aw. Umur simpan terbaik diperoleh pada kemasan retort pouch yaitu 28,3 bulan pada RH 70%. Kata kunci: Flakes, kemasan, konsentrat protein ikan, sorpsi isotermis, Spirulina platensis, umur simpan.
ABSTRACT RIZKY IKHWANUSHAFA ASHIDDIQY. Flake Enriched by Fish Protein Concentrate and Spirulina platensis Shelf life Prediction Using Accelerated Method. Supervised by WINI TRILAKSANI and JOKO SANTOSO. Nutrient material enrichment in flakes cereal has purpose to increase the added value of flakes, such as addition of fish protein concentrate (FPC) and Spirulina platensis. Flakes is susceptible on quality reduction with evironmental changes especially air humidity, for that reason need an effort to inhibit that, such as using package to cover product. This research aims to predict the flakes shelflife with acceleration method in several different packaging materials and to determine the most suitable packaging for flakes. The research was included in 4 steps, which were initial moisture content determination, critical moisture content determination, sorption isotherm curve determination and shelf-life calculation with Labuza method. The initial moisture of flakes was 0,0159 g H2O/g solid. The critical moisture content was 0,0504 g H2O/g solid with organoleptic score 3. The chosen sorption isotherm curve model was Caurie model with equation of Ln Me = -3,1919 + 2,7739aw. The best shelf-life reached by retort pouch packaging, which was equal 28,3 months in RH 70%. Keywords: Flakes, fish protein concentrate, package, shelf-life, sorption isotherm, Spirulina platensis.
© HAK CIPTA MILIK IPB, TAHUN 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENDUGAAN UMUR SIMPAN FLAKES YANG DIPERKAYA KONSENTRAT PROTEIN IKAN DAN Spirulina platensis MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI
RIZKY IKHWANUSHAFA ASHIDDIQY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
: Pendugaan Umur Simpan Flakes yang Diperkaya Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Menggunakan Metode Akselerasi Nama : Rizky Ikhwanushafa Ashiddiqy NIM : C34100073 Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, Msi Pembimbing I
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendugaan Umur Simpan Flakes yang Diperkaya Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Menggunakan Metode Akselerasi.” Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada : 1 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi dan Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan sekaligus dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan. 3 Dra Ella Salamah, MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan dan ilmu yang diberikan kepada penulis. 4 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor yang telah melibatkan penulis dalam penelitian ini. 5 Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dan doanya kepada penulis. 6 Susan, Ismail, Ajeng, Vitha, dan Ade selaku rekan satu tim penelitian, serta teman-teman THP 47, 48, 49 dan Wisma Sawit atas kebersamaan dalam suka dan duka serta memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. 7 Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Mei 2015
Rizky Ikhwanushafa Ashiddiqy
iv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... PENDAHULUAN .............................................................................................. Latar Belakang ................................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................................ Tujuan Penelitian ............................................................................................ Manfaat Penelitian .......................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. METODE PENELITIAN ................................................................................... Waktu dan Tempat .......................................................................................... Bahan .............................................................................................................. Alat.................................................................................................................. Tahap Penelitian ............................................................................................. Prosedur Penentuan Variabel Pendugaan Umur Simpan ................................ Prosedur Analisis ............................................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... Karakteristik Konsentrat Protein Ikan ............................................................ Karakteristik Awal Flakes .............................................................................. Parameter Utama Kerusakan Flakes ............................................................... Karakteristik Produk Flakes ........................................................................... Kadar Air Kritis (Mc) .................................................................................. Tekstur Kritis............................................................................................... Kadar Air Kesetimbangan (Me) .................................................................. Perhitungan Umur Simpan Flakes .................................................................. Kurva Sorpsi Isotermis ................................................................................ Model Persamaan Kurva Sorpsi Isotermis .................................................. Variabel Pendukung Pendugaan Umur Simpan .......................................... Umur Simpan Flakes ................................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... Kesimpulan ..................................................................................................... Saran ............................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................... RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
vii vi v 1 1 2 3 3 3 3 3 3 4 4 8 12 15 15 15 16 17 17 18 20 22 22 23 24 25 27 27 27 27 28 32 38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Beberapa larutan garam jenuh dan nilai RH pada suhu 30 °C ..................... Karakteristik konsentrat protein ikan (KPI) ................................................. Karakteristik awal flakes .............................................................................. Kadar air kesetimbangan flakes ................................................................... Persamaan linier dari model kurva sorpsi isotermis ................................... Hasil pengujian permeabilitas uap air kemasan flakes ................................ Hasil perhitungan parameter-parameter penentuan umur simpan flakes .....
9 15 15 21 23 24 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan (KPI) .............................. Diagram alir pembuatan flakes .................................................................... Diagram alir perhitungan umur simpan flakes ............................................. Diagram batang persentase parameter utama kerusakan produk flakes ...... Grafik hubungan skor organoleptik flakes yang disimpan pada suhu ruang dengan lama penyimpanan. ................................................................ Kurva penentuan kadar air kritis berdasarkan nilai organoleptik ................ Kurva hubungan antara nilai kerenyahan dan lama penyimpanan............... Grafik nilai kerenyahan hasil pengukuran alat TA-XT2i; (a) 0 menit; (b) 20 menit; (c) 40 menit; (d) 60 menit; (e) 80 menit; (f) 100 menit; (g) 120 menit; (h); 140 menit; (i) 160 menit; (j) 180 menit. .................................... Kurva hubungan nilai kerenyahan dengan kadar air ................................... Pengkondisian kelembaban penyimpanan flakes. ........................................ Kurva sorpsi isotermis produk flakes ........................................................... Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model terpilih, model terpilih, model Caurie ........................................................................................
5 6 8 16 17 18 18
19 20 21 22 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Lembar kuisioner penilaian parameter utama kerusakan flakes (modifikasi Hutasoit (2009)) ........................................................................ 2 Lembar pengujian organoleptik flakes (modifikasi Hutasoit (2009)) .......... 3 Parameter utama kerusakan flakes berdasarkan hasil survei terhadap 30 orang konsumen ...................................................................................... 4 Hasil uji organoleptik flakes ....................................................................... 5 Tekanan uap air jenuh pada suhu 0-35 °C (mmHg) (Labuza 1982) ............
33 34 35 36 37
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi perikanan budidaya Indonesia untuk komoditi ikan nila (Oreochromis niloticus) sangatlah tinggi. Hal ini dapat dilihat pada data kenaikan produksi ikan nila yang pada tahun 2007 yaitu 206.906 ton meningkat menjadi 684.400 pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2013). Pemanfaatan ikan nila sejauh ini masih sebatas konsumsi dalam bentuk segar atau dibuat fillet beku. Upaya pemanfaatan ikan nila agar memiliki nilai tambah yang tinggi salah satunya adalah pembuatan konsentrat protein ikan (KPI). Konsentrat protein ikan (KPI) merupakan bahan pangan untuk konsumsi manusia, dengan jumlah protein yang dihasilkan lebih banyak dari kondisi awalnya karena terkonsentrasi (Windsor 2008). KPI memiliki kadar protein tinggi dengan daya cerna yang tinggi pula. KPI terbagi pada tiga tipe, yaitu tipe A (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 0,75%), tipe B (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 3%) dan tipe C (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 10%) (Buckle et al. 1985). Penelitian mengenai KPI sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian Murueta et al. (2005) tentang karakterisasi KPI pada spesies ikan hasil tangkapan samping di perairan Meksiko yang melaporkan hasil penelitian KPI ikan dengan tipe B yaitu KPI ikan Synodus scituliceps dan Xenistius californiensis. Penelitian lainnya tentang KPI dilakukan oleh Tirtajaya et al. (2008) tentang pemanfaatan tepung KPI untuk pembuatan cookies coklat yang menghasilkan tepung KPI ikan patin (Pangasius pangasius) tipe C dengan pengulangan ekstraksi 4 kali. Spirulina platensis adalah ganggang renik (mikroalga) berwarna hijau kebiruan yang hidupnya tersebar luas dalam semua ekosistem alam. Penelitian yang dilakukan oleh Spolaore et al. (2006) menunjukkan bahwa Spirulina platensis memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu protein 60-71% dan lemak 67%. Yudiati et al. (2011) melaporkan kandungan IC50 Spirulina dari ekstrak kasar metanol, ekstrak pigmen kasar metanol/aseton dan eter berturut-turut adalah 323,7; 51,0 dan 34,85 ppm. Penambahan KPI dan Spirulina platensis pada produk pangan akan meningkatkan nilai gizi maupun nilai ekonomis dari produk tersebut. Salah satu produk pangan yang bisa difortifikasi oleh KPI dan Spirulina platensis adalah flakes. Flakes merupakan produk pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sarapan dan umumnya terbuat dari bahan serealia seperti jagung, gandum, dengan proses pembuatan menggunakan metode pengepresan dan pengeringan (Guy 2001). Flakes menjadi alternatif makanan sarapan bagi masyarakat yang memiliki aktivitas yang padat dengan tingkat mobilitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan flakes dapat dengan mudah disajikan dan praktis. Hal ini sesuai kebutuhan manusia yang dituntut mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Flakes adalah produk pangan kering yang mudah mengalami perubahan mutu karena kondisi lingkungan terutama kelembaban udara yang tinggi. Perubahan mutu produk pangan kering ini menyebabkan tingkat penerimaan konsumen menurun. Produk kering mengalami perubahan mutu dengan cepat
2
terutama pada karakteristik fisiknya, yaitu tekstur atau kerenyahan. Perubahan tekstur pada produk kering disebabkan oleh peningkatan kadar air yang berpengaruh pada kerenyahan produk (Robertson 2006). Salah satu solusi untuk memperlambat perubahan mutu produk kering yaitu dengan pengemasan yang tertutup. Pengemasan yaitu proses menutupi produk dengan kemasan agar terlindung dari kerusakan akibat pengaruh lingkungan dan memperlambat perubahan mutu produk pangan. Kemasan melindungi produk dari kerusakan fisik maupun kimia selama distribusi ke tangan konsumen (Robertson 2006). Pengemasan yang tidak tepat dapat menyebabkan perubahan mutu produk pangan menjadi lebih cepat dan tidak layak konsumsi. Perubahan mutu produk pangan dapat diukur dengan perhitungan umur simpan. Umur simpan yaitu rentang waktu antara produk yang baru selesai diproses sampai saat konsumsi dengan kualitas produk masuk pada kategori memuaskan (Kilcast dan Subramaniam 2011). Umur simpan produk juga didefinisikan sebagai waktu selama produk aman, diterima secara sensori dan sesuai dengan pelabelan produknya. Pendugaan umur simpan produk dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu konvensional dan akselerasi. Metode akselerasi memiliki keunggulan dalam efesiensi waktu karena waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan waktu normal (Arpah 2007). Penggunaan metode akselerasi telah berkembang pada periode ini, salah satunya adalah dengan adanya pendekatan pada kadar air kritis. Metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis cocok digunakan untuk produk pangan kering dengan faktor kritis kadar air. Penelitian terdahulu mengenai umur simpan produk kering diantaranya dikerjakan Azanha dan Faria (2005) tentang model umur simpan corn flakes yang menggunakan kemasan high density polyethylene (HDPE) dengan berbagai ketebalan yang menunjukkan bahwa model Guggenheim, Anderson, dan De Boer (GAB) adalah model terbaik dengan ketebalan kemasan terpilih adalah 20 µm. Penelitian lain tentang umur simpan produk kering diantaranya penelitian Budijanto et al. (2010) tentang umur simpan produk tortilla dengan menggunakan kemasan OPP 20/VMPET/LLDPE 25 pada RH 60% disimpan pada suhu 38 °C yaitu 56 hari. Penelitian umur simpan flakes dengan penambahan konsentrat protein ikan dan Spirulina sp perlu dilakukan karena mempunyai komposisi bahan yang berbeda dan sebagai kajian awal untuk pelabelan pangan yang informatif bagi masyarakat. Perumusan Masalah Flakes merupakan produk pangan kering yang rentan terhadap perubahan mutu akibat pengaruh lingkungan. Produk flakes dengan penambahan KPI dan Spirulina platensis mempunyai karakteristik yang berbeda dari flakes yang beredar di pasaran sehingga perlu dilihat dengan pendugaan umur simpan dan perubahan mutu produk tersebut. Pendugaan umur simpan perlu dilakukan agar bisa memperhitungkan waktu produk layak dan aman untuk dikonsumsi. Pendugaan umur simpan dapat menentukan kemasan yang tepat untuk produk sehingga produk akhir yang dihasilkan memiliki umur simpan yang paling lama.
3
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menduga umur simpan produk flakes yang difortifikasi dengan konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis. Tujuan khusus penelitian ini meliputi: 1) Menentukan model kurva sorpsi isotermis terbaik untuk produk flakes. 2) Menentukan umur simpan terbaik flakes dengan kemasan yang tepat berdasarkan RH lingkungan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk membantu produsen flakes untuk proses pelabelan pangan yang informatif dan membantu konsumen dalam mengetahui umur simpan produk flakes. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi pembuatan konsentrat protein ikan, pembuatan flakes yang difortifikasi KPI dan Spirulina platensis, penentuan parameter utama kerusakan flakes dan perhitungan umur simpan flakes.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST), Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pengujian Kemasan Pusat Pengujian Mutu Barang Kementerian Perdagangan Ciracas Jakarta. Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan konsentrat ikan (KPI) meliputi ikan nila hitam (Oreochromis niloticus), dan etanol food grade. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan flakes meliputi Spirulina, KPI, ubi jalar, tepung kedelai, tepung tapioka, gula, garam. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis umur simpan produk yaitu garam K2CO3, KI, NaCl, KCl, K2SO4, NaCl, KOH, MgCl2, NaBr, BaCl2, KNO3, kemasan plastik polypropylene (PP), high density polyethylene (HDPE), retort pouch, vaselin, aquades, parafin, dan silika gel.
4
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis konsentrat protein ikan meliputi pelarut heksana, K2SO4, HgO, tablet kjeldahl, H3BO3 2%, indikator Brom Cresol Green-Methyl Red, H2SO4 pekat, aquades, HCl 6 N, NaOH 6 N. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fish flakes meliputi pelarut heksana, K2SO4, HgO, tablet Kjeldahl, H3BO3 2%, indikator Brom Cresol Green-Methyl Red, HCl 0,1 N, H2SO4 pekat, aquades, DPPH, etanol. Alat Peralatan yang digunakan untuk pembuatan konsentrat protein ikan nila yaitu grinder, magnetic stirer, stopwatch, cabinet dryer, disk mill, termometer, erlenmeyer, corong, dan ayakan ukuran 60 mesh. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan fish flakes yaitu loyang, grinder merk Alexanderwerk, flaking roll, oven merk Memmert. Peralatan yang digunakan untuk analisis umur simpan yaitu desikator modifikasi sebagai alat pengkondisian RH, cawan porselen, erlenmeyer 250 ml, corong, timbangan merk Sartorius, oven, desikator, moisture previous cup merk Odawa Seiki, dan Texture Analyzer merk TA-XT2i. Alat-alat digunakan untuk analisis konsentrat protein ikan meliputi cawan porselen, oven, desikator, soxlet, labu lemak, labu kjeldahl, gelas ukur, gelas piala. Tahap Penelitian Penelitian dibagi menjadi empat tahap yaitu pembuatan konsentrat protein ikan, pembuatan flakes, penentuan parameter utama kerusakan flakes dan perhitungan umur simpan flakes. Pembuatan Konsentrat Protein Ikan (KPI) (modifikasi Santoso et al. 2008) Pembuatan KPI diawali dengan pemfilletan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus), yang selanjutnya dilakukan penggilingan dengan menggunakan grinder. Daging ikan yang sudah digiling diekstrak menggunakan etanol food grade dengan perbandingan (P:I = 3:1) pada suhu 5 °C selama 20 menit. Tahap berikutnya dilakukan penyaringan daging ikan yang sudah diekstrak dengan menggunakan kain belacu. Pengulangan ekstraksi dilakukan terhadap minced fish sebanyak tiga kali. Tahapan selanjutnya yaitu pengeringan daging ikan yang sudah diekstrak dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 40 °C selama 4 jam. Tahap terakhir dilakukan penghancuran menggunakan blender. Hasil pemblenderan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh sehingga diperoleh tepung konsentrat protein ikan (KPI). Tepung KPI yang diperoleh dianalisis kadar air, lemak dan proteinnya untuk mengetahui karakteristik dan tipe dari tepung KPI yang digunakan pada penelitian. Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Ikan Nila (O. niloticus)
Pemfilletan
Fillet
Penggilingan menggunakan Grinder
Minced fish Ekstraksi dengan etanol 96% (Food Grade) dengan perbandingan (P:I = 3:1), suhu 5°C, selama 20 menit
Penyaringan dengan kain saring
Pengulangan ekstraksi 3 kali
KPI
Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 40°C, selama 4 jam
Penghancuran dengan blender
Pengayakan dengan ayakan ukuran 60 mesh
Tepung KPI
Analisis kadar air, lemak, protein
Gambar 1 Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan (KPI) (modifikasi Santoso et al. 2008) Pembuatan Flakes (modifikasi Iriawan 2012) Pembuatan fish flakes diawali dengan pencampuran 55% tepung ubi, 25% tepung kedelai, 20% tepung tapioka. Tahap selanjutnya yaitu penambahan 10% tepung KPI dan 0,8% Spirulina platensis. Persentase penambahan tepung KPI dan S. platensis berdasarkan persentase total bahan tepung yang digunakan. Penambahan 10% gula dan 5% garam dilakukan sebelumnya dengan melarutkan bahan tersebut ke dalam 30% air. Tahap berikutnya dilakukan pengadonan sampai
6
semua bahan telah tercampur rata dan dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan grinder. Tahap terakhir dilakukan pencetakan dan pemasakan dengan oven pada suhu 150 °C selama ± 20 menit sehingga diperoleh flakes. Flakes yang dihasilkan dianalisis proksimat dan antioksidannya untuk mengetahui karakteristik produknya. Diagram alir pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 2. 55% tepung ubi jalar, 20% tepung tapioka, 25% tepung kedelai
Pencampuran
Pelarutan 10% gula dan 5% garam kedalam 30% air
Penambahan 10% tepung KPI dan 0,8% Spirulina platensis
Pengadonan Pengecilan ukuran dengan grinder
Pemotongan menjadi seukuran panjang 2 cm
Pemipihan dengan menggunakan flaking roll
Pemanggangan dengan oven 150 °C selama 15 menit
Flakes
Analisis kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, aktivitas antioksidan
Gambar 2 Diagram alir pembuatan flakes (modifikasi Iriawan 2012) Penentuan Parameter Utama Kerusakan Flakes (Hutasoit 2009) Penentuan parameter utama flakes dilakukan dengan menggunakan metode kuisioner terhadap 30 orang responden melalui pemberian kuisioner mengenai parameter utama kerusakan flakes (Lampiran 1). Responden diminta
7
untuk mengurutkan lima parameter kerusakan produk flakes yang telah ditentukan dari yang paling penting (skor 1) sampai yang paling tidak penting (skor 5) dengan menggunakan uji perankingan. Responden juga harus memilih salah satu dari lima parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan produk flakes sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi. Perhitungan Umur Simpan Flakes Perhitungan umur simpan flakes dilakukan dengan menggunakan metode akselerasi pendekatan kadar air kritis. Produk flakes yang sudah diketahui parameter kritis hasil kuisioner kemudian dianalisis karakteristik awalnya. Produk kemudian dianalisis kadar air kritis, tekstur kritis dengan mencari hubungan antara kadar air, skor organoleptik dan nilai kerenyahan. Tahapan selanjutnya yaitu penentuan kadar air kesetimbangan untuk menentukan kurva sorpsi isotermis dari flakes. Kurva sorpsi isotermis yang diperoleh ditentukan modelnya menggunakan model Hasley, Henderson, Caurie, Chen Clayton dan Oswin kemudian dilakukan evaluasi nilai Mean Relative Deviation (MRD). Model terpilih digunakan untuk perhitungan umur simpan. Variabel lain ditentukan untuk perhitungan umur simpan seperti karakteristik kemasan (luas permukaan, konstanta permeabilitas uap air dan bobot padatan per kemasan), kemiringan kurva, dan tekanan uap air pada ruang penyimpanan. Umur simpan berdasarkan model pendekatan kadar air kritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza. Umur simpan yang dihitung adalah umur simpan flakes pada RH penyimpanan 70% dan 90%. Persamaan Labuza (1982) yang digunakan untuk menentukan umur simpan tersebut adalah:
Keterangan: t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = bobot padatan per kemasan (g) Po = tekanan uap air pada ruang penyimpanan (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis
Prinsip utama dari model pendekatan kadar air kritis adalah menentukan kadar air kesetimbangan (Me) flakes yang disimpan pada berbagai RH. Hubungan data kadar air kesetimbangan flakes dengan RH tempat penyimpanan flakes akan dihasilkan kurva sorpsi isotermis produk flakes. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air flakes dari lingkungan, sehingga umur simpan flakes dapat ditentukan. Diagram alir perhitungan umur simpan flakes dapat dilihat pada Gambar 3.
8
Flakes dengan fortifikasi konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis
Penyimpanan produk pada suhu ruang pada rentang waktu 20 menit selama 180 menit Pengujian organoleptik, kadar air dan tekstur
Penentuan parameter utama kerusakan produk
Penyimpanan di desikator modifikasi dengan modifikasi RH
Pengujian kadar air ketika kondisi setimbang
Kadar air kesetimbangan
Kadar air kritis dan tekstur kritis
Pembuatan kurva sorpsi isotermis
Penentuan model sorpsi isotermis dan nilai MRD Penentuan permeabilitas, luas dan bobot padatan per kemasan, slope dan tekanan uap air jenuh
Perhitungan umur simpan flakes
Perlakuan jenis kemasan: • Retort pouch (PET 12/aluvo 7/LLDPE 40) • PP • HDPE
•
Kemasan terbaik dan umur simpan flakes
Gambar 3 Diagram alir perhitungan umur simpan flakes Prosedur Penentuan Variabel Pendugaan Umur Simpan Penentuan Kadar Air Kritis (Mc) (modifikasi Arpah 2007) Penentuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan produk fish flakes tanpa kemasan pada suhu ruang atau kamar (30 ± 1 °C) selama 180 menit atau 3 jam. Setiap 20 menit dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian
9
organoleptik dan pengujian kadar air dengan metode AOAC (2005). Pengujian organoleptik dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih dengan pengujian rating pada parameter tekstur (kerenyahan). Uji rating yang dilakukan menggunakan skala 1 (amat sangat tidak renyah) sampai dengan 9 (amat sangat renyah). Kuisioner pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2. Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel diplotkan dengan hasil uji organoleptik masing-masing sampel pada setiap perlakuan penyimpanan, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air dan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linier. Kadar air kritis dapat diperoleh dari persamaan regresi linier yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air, kadar air kritis ditentukan pada saat nilai uji organoleptik bernilai 3, yaitu pada skala tidak renyah. Selain itu, nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai juga ditentukan dari persamaan regresi yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan yaitu pada saat nilai uji organoleptik bernilai 3. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan (Me) Penentuan kadar air kesetimbangan diawali dengan melarutkan garam tertentu hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang digunakan adalah NaOH, NaCl, BaCl2, NaNO2, K2CO3, K2SO4, KI, NaBr, KNO3, MgCl2 dan KCl. Sebanyak 100 ml larutan garam jenuh dimasukkan kedalam desikator yang dimodifikasi untuk mengatur RH ruangan (desikator modifikasi). Sekitar 2-5 g sampel fish flakes diletakkan pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut diletakkan di dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh. Desikator kemudian disimpan pada suhu ruang (30 ± 1 °C) dan sampel ditimbang secara periodik setiap 24 jam hingga mencapai bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai (Arpah 2007). Beberapa larutan garam jenuh yang biasanya digunakan disajikan pada Tabel 1.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 1 Beberapa larutan garam jenuh dan nilai RH pada suhu 30 °C Larutan Garam Jenuh RH Natrium Hidroksida (NaOH) 6,9 Magnesium Klorida (MgCl2) 32,4 Potassium Karbonat (K2CO3) 43,0 Natrium Bromida (NaBr) 57,5 Natrium Nitrit (NaNO2) 64,0 Potassium Iodida (KI) 69,0 Natrium Klorida (NaCl) 75,5 Potassium Klorida (KCl) 84,0 Barium Klorida (BaCl2) 90,3 Potassium Nitrat (KNO3) 93,0 Potassium Sulfat (K2SO4) 97,0
Sumber: Julianti et al. (2005)
Bobot yang konstan ditandai dengan selisih bobot antara tiga kali penimbangan tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di
10
atas 90% (Lievonen dan Ross 2002). Sampel yang telah mencapai bobot konstan kemudian diukur kadar airnya berdasarkan metode AOAC (2005). Penentuan Kurva Sorpsi Isotermis (Labuza 1982) Penentuan kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw). Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Rumus aw tersebut sebagai berikut:
aw = Keterangan: aw = aktivitas air P = tekanan uap air bahan (mmHg) Po = tekanan uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) ERH = kelembaban relatif seimbang Penentuan Model Persamaan Sorpsi Isotermis (Arpah 2007) Penentuan model persamaan ini dilakukan untuk memperoleh kemulusan kurva yang terbaik. Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 0 - 95% sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isotermis. Ada beberapa model matematika yang umumnya digunakan untuk menentukan kurva sorpsi isotermis bahan pangan dan digunakan dalam penelitian ini, yaitu model Hasley, Caurie, Handerson, Chen Clayton, dan Oswin. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0 - 0,85. Model persamaan Henderson menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan dalah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan kering. Model persamaan Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Model persamaan Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 0 - 85%. Model Hasley dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif 10 - 81% (Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007). Persamaan dari model-model tersebut adalah: Model persamaan Hasley : aw = exp[-P1/(Me)P2] Model persamaan Caurie : ln Me = ln P1-P2*aw Model persamaan Handerson : 1-aw = exp(-Kmen) Model persamaan Oswin : Me = P1[aw/(1-aw)] P2 Model persamaan Chen Clayton : aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] Keterangan: Me = kadar air kesetimbangan aw = aktivitas air K dan n = konstanta P1 dan P2 = konstanta
11
Evaluasi Model (Cassini et al. 2006) Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih untuk menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Evaluasi model dilakukan dengan menghitung nilai Mean Relative Deviation (MRD) dari masing-masing model. Rumus MRD adalah sebagai berikut: ∑|
|
Keterangan : Mi = kadar air percobaan Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data
Model sorpsi isotermis dengan nilai MRD < 5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan sebenarnya atau sangat tepat. Model r rm d ga 5 ≤ ≤ ma a m d r u aga a menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Model isotermis dengan MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya. Penentuan Permeabilitas Uap Air Kemasan (American Society for Testing Material E.96 1995) Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan menggunakan cawan moisture previous cup. Prosedur dimulai ketika dilakukan pembersihan pada cawan. Kemudian dilakukan pemasukan silika gel ke dalam cawan secara merata sampai tingginya kurang lebih 0,25 inchi atau 6 mm. Pemotongan kemasan dilakukan mengikuti bentuk dari cawan. Kemasan diletakkan di atas permukaan cawan dan direkatkan bagian sisinya dengan menggunakan parafin agar tidak ada celah udara yang masuk ke dalam cawan. Kemudian cawan ditimbang perubahan bobotnya selama 5 hari. Setelah 5 hari dilakukan perhitungan nilai laju transmisi uap air (WVTR). Laju transmisi uap air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: WVTR G t A
= Laju transmisi uap air (g/m2/hari) = Perubahan bobot cawan (g) = Waktu pengukuran (hari) = Luas cawan (m2)
Nilai permeabilitas uap air kemasan (k/x) ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH. Penentuan Bobot Padatan per Kemasan dan Luas Permukaan Kemasan Bobot produk awal (Wo) dalam suatu kemasan ditimbang dan dikoreksi kadar air awalnya (Mo) yang merupakan berat padatan per kemasan (Ws). Luas kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan dalam satuan m2.
12
A = P (panjang) x L (lebar) Keterangan: A = Luas kemasan (m2) P = Panjang kemasan (m) L = Lebar kemasan (m)
Penentuan Nilai Kemiringan (b) Kurva Sorpsi Isotermis (Labuza 1982) Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linier (Arpah 2007). Menurut Labuza (1982), daerah linier untuk menentukan kemiringan kurva sorpsi isotermis diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Titik-titik hubungan antara aktivitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis. Nilai b ditentukan dari model persamaan terpilih (kemiringan kurva sorpsi isotermis yang diasumsikan linier antara Mi dan Mc untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan Labuza. Penentuan nilai kemiringan (b) dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap umur simpan produk melalui persamaan Labuza. Prosedur Analisis Analisis Kadar Air (AOAC 2005) Analisis kadar air diawali dengan pengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5-8 jam atau hingga beratnya konstan. Selanjutnya, cawan tersebut diletakkan pada desikator ± 30 menit dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Presentasi kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus: adar a r Keterangan : A = Berat cawan kosong (g) B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g) C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005) Tahap awal analisis kadar abu yaitu cawan pengabuan terlebih dulu dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC sampai pengabuan sempurna, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus: adar a u
13
Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (g) B = Berat cawan dengan sampel (g) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005) Sebanyak 5 g sampel (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 ºC dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus: ma Keterangan : W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat labu lemak kosong (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Analisis Kadar Protein (AOAC 2005) Analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi diawali dengan penimbangan sampel sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410oC sampai larutan jernih lalu didinginkan. Tahap selanjutnya yaitu destilasi, larutan yang telah jernih ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% kemudian dilakukan proses destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 25 mL asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung indikator bromcresol green 0,1 % dan methyl red 0,1 % dengan perbandingan 2 : 1 dan hasil destilat berwarna hijau kebiruan. Tahap terakhir yaitu titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus: r g
(m
m r
a mg
) am 5
Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 2005) Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein, sehingga
14
kadar karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus : adar ar
dra
adar a r
adar a u
adar ma
adar r
Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011) Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan DPPH diawali dengan melarutkan sampel dengan menggunakan etanol sebanyak 1 mg/ml dengan konsentrasi yang berbeda-beda (10, 20, 40, 60, 80 dan 100 µg/ml). Sampel hasil ekstraksi sebanyak 500 µl dan DPPH sebanyak 500 µl (125 µM dalam etanol) kemudian dikocok dan diamkan pada suhu kamar selama 30 menit dalam keadaan gelap. Absorbansi kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH dapat dihitung dengan menggunakan rumus : a r a a a r a am a r a a Analisis tekstur kerenyahan (Faridah et al. 2006) Tekstur flakes diukur pada setiap perlakuan penyimpanan dengan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2i. Sampel ditekan oleh probe silinder yang terdapat pada alat tersebut dengan ukuran yang disesuaikan dengan produk. Ukuran probe silinder yang digunakan adalah 5 mm. Setiap tekanan yang diberikan akan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai keliatan (toughness) dari tekstur produk yang diuji. Nilai keliatan tersebut dinyatakan dalam satuan gram force (gf). Semakin kecil nilai keliatan (gram force) yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya, dan sebaliknya semakin tinggi nilai keliatan (gram force) yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kerenyahannya. Analisis data umur simpan Data lama penyimpanan dengan kadar air dan aktivitas air dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana (satu peubah bebas). Peubah bebas adalah peubah yang nilainya tidak tergantung pada peubah lain. Lama penyimpanan merupakan peubah bebas, sedangkan kadar air dan aktivitas air merupakan peubah terikat. Persamaan regresi linier yang digunakan adalah: y = a + bx Keterangan: y = Nilai peubah terikat a = Konstanta b = Kemiringan kurva x = Nilai peubah bebas
Nilai kadar air kritis dapat ditentukan dari persamaan regresi linier yang menghubungkan aktivitas air dengan nilai kadar air. Nilai kadar air kritis dan nilai aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai ditentukan ketika skor organoleptik dari produk sudah mencapai angka di bawah 3.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Konsentrat Protein Ikan Konsentrat protein ikan (KPI) yang ditambahkan pada produk flakes ditujukan untuk penambahan nilai gizi pada flakes. Parameter konsentrat protein ikan yang dianalisis yaitu kadar air, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil analisis karakteristik KPI dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik konsentrat protein ikan (KPI) Parameter Nilai Kadar air (%) 7,27 ± 0,06 Kadar protein (%) 79,10 ± 1,06 Kadar lemak (%) 0,31 ± 0,14 Karakteristik KPI meliputi nilai persentase kadar air yaitu 7,27%, kadar protein 79,10%, dan kadar lemak 0,31%. Kadar protein dan kadar lemak KPI yang diperoleh menunjukkan bahwa KPI masuk pada kategori A (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 0,75%). Proses ekstraksi yang menggunakan etanol menyebabkan lemak terpecah karena tingkat polaritas etanol yang tinggi. Proses ini menyebabkan adanya interaksi hidrofobik antara molekul nonpolar etanol sehingga lemak yang bersifat nonpolar akan ikut larut dalam ethanol (Winarni 2007). Karakteristik Awal Flakes Produk flakes yang diperkaya KPI dan Spirulina platensis dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik awalnya. Analisis yang dilakukan yaitu analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat) dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis karakteristik awal flakes dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik awal flakes Parameter Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Kadar karbohidrat (%) Aktivitas antioksidan (IC50) (ppm)
Nilai 1,59 ± 0,40 14,03 ± 0,13 2,38 ± 0,23 6,44 ± 0,08 76,48 ± 0,70 206,86
Karakteristik flakes meliputi nilai persentase kadar air yaitu 1,59%, kadar protein 14,03%, kadar lemak 2,38%, kadar abu 6,44%, kadar karbohidrat 76,48% dan aktivitas antioksidan 206,86 ppm. Kadar air memiliki nilai yang rendah. Hal ini dikarenakan proses pemanggangan yang menyebabkan kandungan air pada bahan menguap. Penambahan KPI dan Spirulina platensis juga berpengaruh pada rendahnya kadar air flakes. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara
16
protein dengan pati. Kadar protein pada flakes disebabkan oleh penambahan KPI pada flakes. Pratama et al. (2014) pada penelitiannya mengenai penambahan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus sp.) pada produk biskuit menunjukkan bahwa tingginya atau rendahnya nilai protein yang terukur dapat dipengaruhi oleh besarnya kandungan air yang hilang (dehidrasi) dari bahan. Nilai protein akan semakin tinggi jika jumlah air yang hilang semakin tinggi. Kadar lemak pada flakes disebabkan penambahan KPI dan Spirulina platensis. Kadar abu dari flakes yang tinggi dikarenakan adanya tambahan mineral dari penambahan KPI dan Spirulina platensis. Simsek et al. (2009) menyatakan bahwa Spirulina platensis kaya akan beberapa mineral seperti selenium, magnesium, mangan, dan vitamin termasuk alpha tochopherol, alpha lopoic acid, dan riboflavin. Aktivitas antioksidan (IC50) yang dimiliki flakes tergolong rendah. Molyneux (2004) dalam penelitiannya mengenai penggunaan diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) untuk mengukur aktivitas antioksidan menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dikatakan rendah apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm dan dikatakan tinggi apabila memiliki nilai IC50 lebih dari 200 ppm. Parameter Utama Kerusakan Flakes Parameter utama kerusakan produk ditentukan untuk mengetahui parameter kerusakan yang pertama kali muncul ketika produk disimpan. Parameter utama kerusakan produk flakes ditentukan dengan metode kuisioner pada 30 panelis secara acak. Gambar 4 menyajikan parameter utama kerusakan produk flakes.
Persentase (%)
100
80
80 60 40 20
16,67 3,33
0
0 Kenampakan
Tekstur
Aroma
Rasa
Parameter
Gambar 4 Diagram batang persentase parameter utama kerusakan produk flakes Persentase tertinggi yang dipilih oleh konsumen yaitu parameter tekstur dengan nilai 80%. Nilai persentase konsumen yang memilih parameter aroma sebagai parameter utama kerusakan flakes yaitu 16,67% dan 3,33% memilih parameter rasa sebagai parameter utama kerusakan flakes. Konsumen sama sekali tidak memilih kenampakan sebagai parameter utama kerusakan flakes. Hasil kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil kuisioner mengindikasikan bahwa tekstur menjadi parameter kritis terhadap kerusakan mutu flakes. Herawati (2008) menyatakan bahwa titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi hingga konsumsi. Titik kritis akan menunjukkan parameter yang mengalami perubahan mutu pertama kali. Pada
17
produk flakes yang merupakan produk kering, tekstur mengalami perubahan mutu yang pertama kali ketika flakes selesai diproduksi. Perubahan mutu dari tekstur ini diakibatkan oleh kondisi lingkungan yaitu kelembaban udara yang menyebabkan produk kehilangan kerenyahannya. Roman-Guttierez et al. (2002) menyatakan bahwa proses penyerapan uap air yang disebut adsorpsi ini mengakibatkan masuknya komponen air ke dalam bahan sehingga menyebabkan peningkatan kadar air pada bahan. Karakteristik Produk Flakes
Skor organoleptik
Kadar Air Kritis (Mc) Informasi mengenai kadar air kritis dari produk kering sangat diperlukan dalam penentuan umur simpan dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis. Hasil kuisioner konsumen menyatakan bahwa tekstur (kerenyahan) merupakan parameter utama dari perubahan mutu flakes. Kerenyahan dinyatakan sebagai parameter kritis kerusakan flakes. Perubahan tekstur menjadi melempem (sogginess) disebabkan oleh penyerapan uap air pada produk. Kondisi ini menyebabkan produk tidak lagi diterima oleh konsumen. Penyerapan uap air ini mengakibatkan kadar air dari produk meningkat. Kadar air saat kerenyahan produk sudah tidak dapat lagi diterima oleh konsumen diasumsikan sebagai kadar air kritis. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan persamaan linier yang diperoleh dari kurva hubungan antara nilai logaritmik kadar air dengan skor organoleptik panelis. Skor 3 ditetapkan sebagai batas penolakan konsumen terhadap produk pangan kering misal flakes pada skala 9 (Lawless dan Heyman 2010). Skor 3 menunjukkan keterangan tidak renyah pada score sheet organoleptik. Hasil organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4. Grafik hubungan skor organoleptik dengan lama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 5. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
6,6
0
6,6
20
6,13 5,8
40
60
5,27
80
4,53
100
4,07 3,77
120
140
3,23 2,97
160
180
Lama penyimpanan (menit)
Gambar 5 Grafik hubungan skor organoleptik flakes yang disimpan pada suhu ruang dengan lama penyimpanan Penurunan nilai organoleptik terjadi seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Skor organoleptik sudah mencapai skor penolakan produk pada waktu penyimpanan 180 menit yaitu 2,97. Penurunan skor organoleptik ini disebabkan adanya migrasi uap air dari lingkungan ke dalam produk akibat
18
perbedaan tekanan dalam dan luar kemasan. Proses ini dinamakan adsorpsi (Brooker et al. 1992). Gambar 6 menunjukkan hubungan linier antara nilai logaritmik kadar air dengan skor organoleptik. Persamaan linier yang diperoleh adalah y = -0,1039x – 0,9862 dengan nilai R2 = 0,96. Kadar air kritis diperoleh dengan memplotkan x = 3 pada persamaan. Hasil persamaan kemudian dikonversi ke bentuk antilogaritma untuk mendapatkan nilai kadar air kritis. Kadar air kritis yang diperoleh dari persamaan yaitu 0,0504 g H2O/g solid. Nilai organoleptik 0 Log kadar air (g H2O/g padatan)
-1 -0,2
1
3
5
7
9
-0,4 -0,6 -0,8
y = -0,1039x - 0,9862 R² = 0,96
-1 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8
Time (s)
Gambar 6 Kurva penentuan kadar air kritis berdasarkan nilai organoleptik Tekstur Kritis Pengukuran tekstur pada tingkat kerenyahan dilakukan dengan menggunakan Texture analyzer. Hubungan nilai kerenyahan pada flakes dengan kadar air ditentukan untuk melihat pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air dan nilai kerenyahan (Gambar 7). Skor Kerenyahan (gF)
300 250 200
y = -0,1381x + 270,07 R² = 0,9794
150 100 50 0
-20
0
20
40 60 80 100 120 140 Waktu Penyimpanan (menit)
160
180
200
Gambar 7 Kurva hubungan antara nilai kerenyahan dan lama penyimpanan Persamaan linier yang diperoleh y = -0,1381x + 270,07 dengan nilai R2 = 0,9794. Nilai R2 menunjukkan nilai ketepatan grafik dengan kondisi sebenarnya di alam. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan penurunan nilai kerenyahan dengan kondisi sebenarnya di alam yaitu 97,94%. Grafik yang diperoleh dari alat Texture Analyzer TA-XT2i dapat dilihat pada Gambar 8.
19
a
c
b
Time (s)
Time (s)
d
e
Time (s)
Time (s)
g
Time (s)
Time (s)
f
Time (s)
h
i
Time (s)
Time (s)
j
Time (s)
Gambar 8 Grafik nilai kerenyahan hasil pengukuran alat TA-XT2i; (a) 0 menit; (b) 20 menit; (c) 40 menit; (d) 60 menit; (e) 80 menit; (f) 100 menit; (g) 120 menit; (h); 140 menit; (i) 160 menit; (j) 180 menit. Nilai kerenyahan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. Nilai kerenyahan pada grafik ditunjukkan oleh puncak pertama yang muncul dari grafik tersebut. Penurunan ini disebabkan oleh penyerapan uap air oleh produk flakes. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnandar et al. (2010) dalam penelitiannya mengenai pendugaan umur simpan biskuit dengan metode akselerasi bahwa nilai kerenyahan produk kering seperti biskuit akan menurun seiring lamanya penyimpanan akibat penyerapan uap air oleh produk. Chen dan Stokes (2012) menyatakan kerenyahan produk dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein dan kandungan karbohidrat struktural seperti selulosa dan pati yang terkandung pada produk. Chaunier et al. (2005) dalam penelitiannya mengenai kerenyahan
20
corn flakes menyatakan bahwa protein dapat meningkatkan kemampuan gelasi sehingga dapat membentuk fleksibilitas atau kemampuan protein untuk terdenaturasi dan membentuk jaringan dengan ikatan silang. Hubungan antara nilai kerenyahan dengan kadar air ditentukan dengan memplotkan nilai tersebut pada grafik. Kurva hubungan nilai kerenyahan dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 9. 0,1
Kadar air (g H2O/g solid)
0,09 0,08
y = -0,0028x + 0,7782 R² = 0,9427
0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 240
245
250
255
260
265
270
275
Kerenyahan (gF)
Gambar 9 Kurva hubungan nilai kerenyahan dengan kadar air Persamaan linier yang diperoleh dari Gambar 9 yaitu y = -0,0028x + 0,7782 dengan nilai R2 = 0,9427. Hal ini menunjukkan bahwa grafik mendekati keadaan sebenarnya di alam sebesar 94,27%. Nilai kadar air akan menurun seiring dengan meningkatnya kekerasan. Heidenreich et al. (2004) dalam penelitiannya mengenai hubungan aw dengan kerenyahan dari keripik beras menyatakan bahwa nilai aw berpengaruh terhadap tekstur dari produk kering. Nilai aw produk yang semakin tinggi menyebabkan indeks kerenyahan semakin menurun dan mengakibatkan menurunnya penerimaan panelis terhadap produk. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air dari produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu, kelembaban dan periode waktu tertentu (Fellows 1990). Kadar air kesetimbangan digunakan untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis sehingga dapat diketahui bertambahnya dan berkurangnya kadar air bahan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan menyimpan produk flakes pada desikator modifikasi yang berisi larutan garam jenuh dengan RH tertentu pada suhu ruang. Produk disimpan pada kondisi RH yang ekstrim dan bervariasi dari kondisi RH umumnya saat penyimpanan. Desikator modifikasi yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.
21
Gambar 10 Pengkondisian kelembaban penyimpanan flakes Penggunaan nilai RH yang bervariasi bertujuan untuk menciptakan kurva sorpsi isotermis yang halus dan tepat merepresentasikan umur simpan produk. Interaksi molekul air antara produk dan lingkungan terjadi pada selang RH saat uap air akan berpindah dari lingkungan yang bertekanan tinggi ke produk yang bertekanan rendah sampai tercapai kondisi aw yang setimbang. Kesetimbangan terjadi setelah adanya proses adsorpsi dan desorpsi pada bahan.
Jenis Garam NaOH MgCl2 K2CO3 NaBr NaNO2 KI NaCl KCl BaCl2 KNO3 K2SO4
Tabel 4 Kadar air kesetimbangan flakes Kadar air kesetimbangan RH Kesetimbangan (%) (g H2O/g solid) 6,90 0,0552 ± 0,0041 32,40 0,1181 ± 0,0051 43,00 0,0903 ± 0,0647 57,50 0,1890 ± 0,0043 64,00 0,2036 ± 0,0040 69,00 0,2741 ± 0,0530 75,50 0,2994 ± 0,0827 84,00 0,3691 ± 0,0192 90,30 0,5843 ± 0,0601 93,00 0,4562 ± 0,0070 97,00 0,5806 ± 0,0207
Kadar air produk yang disimpan pada RH yang bervariasi sampai keadaan setimbang disajikan pada Tabel 4. Kondisi setimbang dalam penyimpanan ditandai oleh kenaikan atau penurunan bobot sampel yang konstan. Selisih bobot sampel harus kurang dari 2 mg/g selama 3 kali penimbangan berturut-turut pada RH di bawah 90% dan kurang dari 10 mg/g selama 3 kali penimbangan berturut-
22
turut pada RH di atas 90% (Arpah 2007). Kadar air kesetimbangan pada setiap RH mengalami perbedaan karena perbedaan pola penyerapan uap air. Pada RH 43-90,3% terjadi proses adsorpsi selama penyimpanan. Hal ini ditandai oleh meningkatnya kadar air produk saat mencapai kondisi setimbang. Proses adsorpsi terjadi ketika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari aw bahan sehingga bahan akan menyerap uap air dari lingkungan (Brooker et al. 1992). Szulc dan Lenart (2012) menyatakan bahwa perbedaan ukuran partikel juga mempengaruhi pola penyerapan uap air pada bahan. Semakin kecil ukuran partikel maka adsorbsi uap air akan semakin baik.
Perhitungan Umur Simpan Flakes Kurva Sorpsi Isotermis Kurva sorpsi isotermis adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Labuza 1982). Kurva sorpsi isotermis produk flakes dapat dilihat pada Gambar 11. 1
Kadar air (g H2O/g padatan)
0,9 0,8 0,7 0,6 y = 0,5992x - 0,0955 R² = 0,818
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
Aktivitas air (aw)
Gambar 11 Kurva sorpsi isotermis produk flakes Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari percobaan diplotkan dengan nilai aktivitas air atau RH lingkungannya untuk mendapatkan kurva sorpsi isotermis. Secara umum kurva sorpsi isotermis berbentuk huruf S (sigmoid) dan khas untuk setiap bahan pangan. Keunikan dari setiap kurva sorpsi isotermis dari setiap bahan pangan disebabkan oleh perbedaan struktur fisik, komposisi kimia, dan kondisi pengikatan air pada bahan pangan (Aguilera dan Stanley 1999). Kurva sorpsi isotermis juga menunjukkan aktivitas penyerapan air (adsorpsi) dan pelepasan kandungan air (desorpsi) pada bahan pangan. Kurva ini menggambarkan proses hidrasi yang terjadi dalam hubungannya dengan interaksi
23
kimiawi air pada molekul permukaan, pelepasan struktur molekul dalam mempercepat perpindahan, dan perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballesteros dan Walters 2007). Kurva sorpsi isotermis produk flakes memiliki bentuk yang tidak sigmoid (berbentuk S). Hal ini dikarenakan pola penyerapan air pada produk flakes pada masing-masing rentang aw yang berbeda. Pola kurva sorpsi isotermis ini khas pada setiap bahan pangan tergantung oleh jenis bahan makanan (Iglesias dan Chirife 1982). Model Persamaan Kurva Sorpsi Isotermis Pemodelan dilakukan untuk mendapatkan kemulusan dari kurva sorpsi isotermis. Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak mengembangkan modelmodel kurva sorpsi isotermis. Penelitian ini hanya menggunakan lima model persamaan yaitu model Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model tersebut menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas. Model-model persamaan yang digunakan dibuat ke dalam persamaan linier (y = a + bx) untuk mempermudah proses perhitungan. Nilai-nilai tetapan dihitung berdasarkan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil digunakan untuk memilih regresi terbaik pada garis lurus yang terbentuk pada diagram pencar. Persamaan linier dari model kurva sorpsi isotermis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Persamaan linier dari model kurva sorpsi isotermis Persamaan Linier (y = a + bx) Model Hasley log Me=(log(ln(1/aw))+0,4976)/-0,1676 Chen Clayton Me=(ln(ln(1/aw))-0,7761/-6,648 Henderson log Me=((log(ln(1/(1-aw)))-0,8499)/1,347 Caurie ln Me = -3,1919 + 2,7739 aw Oswin ln Me = -1,8233 + 0,4378 ln (aw/(1-aw))
MRD 3,357 7,774 3,053 1,258 2,116
Model persamaan linier yang diperoleh diuji ketepatannya dengan menghitung nilai Mean Relative Determination (MRD). Nilai MRD yang diperoleh bervariasi dengan rentang yang cukup sempit (1,258 – 7,774). Model persamaan yang dipilih yaitu model dengan nilai MRD paling kecil yaitu model Caurie. Hal ini menunjukkan bahwa model Caurie dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dengan sangat tepat. Park et al. (2002) menyatakan bahwa model kurva sorpsi isotermis yang menggambarkan keadaan sebenarnya dengan sangat tepat yaitu model yang memiliki nilai MRD dibawah 5%. Persamaan kurva sorpsi isotermis untuk flakes adalah ln Me = -3,1919 + 2,7739 aw. Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model terpilih dapat dilihat pada Gambar 12.
24
1,000 Kadar air (g H2O/g Padatan)
0,900 0,800 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
Aktivitas Air
Gambar 12 Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model terpilih, model Caurie
model terpilih,
Variabel Pendukung Pendugaan Umur Simpan Permeabilitas uap air kemasan, luas permukaan kemasan, bobot padatan produk perkemasan dan tekanan uap air murni pada ruang penyimpanan merupakan variabel yang juga mendukung pendugaan umur simpan produk flakes. Nilai permeabilitas uap air kemasan perlu diketahui untuk menduga umur simpan produk yang dihitung melalui persamaan Labuza. Setiap jenis kemasan memiliki nilai permeabilitas uap air yang berbeda. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 2006). Kemasan pada flakes digunakan untuk menjaga agar suatu produk terhindar dari kontaminasi luar dan kerusakan fisik (Man dan Jones 1994). Permeabilitas uap air kemasan diukur untuk melihat laju transmisi uap air pada kemasan akibat perbedaan tekanan luar dan dalam produk dengan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan tiga tipe kemasan, yaitu Retort pouch, Polypropilene (PP), dan High Density Polypropilene (HDPE). Hasil pengujian permeabilitas uap air kemasan flakes disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengujian permeabilitas uap air kemasan flakes Jenis Kemasan k/x (g/m2.mmHg.hari) Retort pouch 0,0133 ± 0,0023 Polypropilene (PP) 0,1111 ± 0,0209 High Density Polyethylene (HDPE) 0,0602 ± 0,0061 Kemasan retort pouch memiliki nilai permeabilitas kemasan paling rendah yaitu 0,0133 g/m2.mmHg.hari; kemasan PP memiliki nilai k/x 0,1111 g/m2.mmHg.hari dan kemasan HDPE memiliki nilai k/x 0,0602 g/m2.mmHg.hari.
25
Nilai k/x yang semakin rendah menunjukkan bahwa kemasan berdifusi semakin sedikit. Hal ini menyebabkan kemasan semakin baik dalam menjaga agar aw produk tetap rendah. Flakes yang disimpan pada kemasan dengan nilai k/x paling rendah lebih lama mempertahankan tingkat kerenyahannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lange dan Wysder (2003) dikarenakan kemasan dengan nilai k/x yang rendah mampu menghalangi uap air masuk ke produk dengan lebih baik. Plastik polypropylene (PP) adalah kemasan thermoplastic yang banyak digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Plastik PP memiliki karakteristik yaitu transparan dan tahan terhadap suhu tinggi. Dumont et al. (2007) menyatakan bahwa plastik PP memiliki pengaruh yang rendah terhadap suhu rendah dan permeabilitas gas yang tinggi. Plastik high density polyethylene (HDPE) merupakan jenis plastik turunan polyester dengan kenampakan transparan, lemas, dan meleleh pada suhu 130 °C. Retort pouch merupakan kemasan multilayer antara polyester, nylon, alumunium foil dan polypropylene. Jun et al. (2006) melaporkan bahwa retort pouch memiliki kelebihan diantaranya tahan terhadap suhu lebih dari 121 °C, fleksibel dan ekonomis. Penentuan nilai kemiringan (slope) dilakukan untuk menentukan umur simpan dari flakes. Slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linier dari kurva sorpsi isotermis (Arpah 2007). Daerah linier untuk menentukan slope diambil pada daerah yang melewati kadar air awal pada kurva model sorpsi isotermis. Nilai slope pada kurva sorpsi isotermis model Caurie yaitu 0,5592. Variabel lainnya seperti luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30 ºC juga dianalisis dalam pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Luas kemasan PP, HDPE dan retort pouch yang diperoleh dari hasil percobaan adalah 0,045 m2. Kemasan dengan luas permukaan yang lebih besar dapat memperlambat laju difusi uap air sehingga untuk mencapai kadar air kritisnya menjadi lebih lama dan umur simpan produk menjadi lebih panjang. Bobot padatan per kemasan pada flakes yaitu 196,82 g. Tekanan uap murni pada suhu 30 ºC diperoleh dari pembacaan pada tabel uap air Labuza dan Bilge (2007) (Lampiran 5) yaitu sebesar 31,824 mmHg. Umur Simpan Flakes Umur simpan produk flakes dihitung menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis. Penentuan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis dilakukan dengan menyimpan flakes pada RH yang umumnya yang digunakan pada pada penyimpanan produk pangan, yaitu RH 70%, dan 90%. Nilai RH yang tinggi akan mengandung lebih banyak uap air sehingga terjadi penyerapan uap air ke dalam bahan pangan yang lebih banyak dibandingkan dengan RH yang lebih rendah. Semakin banyak uap air yang diserap bahan pangan akan mempercepat kerusakan sehingga umur simpan produk lebih singkat (Rahayu et al. 2005). Hasil perhitungan parameter-parameter penentuan umur simpan flakes dapat dilihat pada Tabel 7.
26
Tabel 7 Hasil perhitungan parameter-parameter penentuan umur simpan flakes Retort pouch RH RH 70% 90% KA awal (Mi) (gH2O/g solid) 0,0159 0,0159 KA kritis (Mc) (gH2O/ g solid) 0,0504 0,0504 Model persamaan Caurie ln Me = -3,1919 + 2,6739 aw Slope kurva sorpsi isotermis 0,5592 0,5592 KA kesetimbangan (Me) (gH2O/g 0,2670 0,4559 solid) Permeabilitas kemasan (k/x) 0,0133 0,0133 (g/m2.hari. mmHg) Luas kemasan (A) (m2) 0,045 0,045 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 196,82 196,82 Tekanan uap jenuh suhu 30 °C (Po) 31,824 31,824 (mmHg) Ln (Me-Mi)/(Me-Mc) 0,1476 0,0816 A/Ws 0,0002 0,0002 Po/b 56,91 56,91 Umur simpan (hari) 850 470 Umur simpan (bulan) 28,3 15,7 Parameter
PP RH 70% 0,0159 0,0504
RH 90% 0,0159 0,0504
HDPE RH 70% 0,0159 0,0504
RH 90% 0,0159 0,0504
0,5592
0,5592
0,5592
0,5592
0,2670
0,4559
0,2670
0,4559
0,1111
0,1111
0,0602
0,0602
0,045 196,82
0,045 196,82
0,045 196,82
0,045 196,82
31,824
31,824
31,824
31,824
0,1476 0,0002 56,91 102 3,4
0,0816 0,0002 56,91 56 1,9
0,1476 0,0002 56,91 188 6,3
0,0816 0,0002 56,91 104 3,5
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kondisi penyimpanan dengan RH 70% merupakan kondisi penyimpanan yang cocok untuk flakes karena umur simpan flakes akan lebih panjang. Umur simpan flakes juga dipengaruhi oleh kadar air awal, kadar air kritis, dan kadar air kesetimbangan, aw dan RH penyimpanan. Singh et al. (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa makanan kering akan lebih cepat mengalami kenaikan kadar air dan menjadi tidak renyah jika disimpan pada kondisi lingkungan yang memiliki RH tinggi. Hal ini terjadi akibat dari laju difusi uap air dari lingkungan ke produk yang semakin meningkat sebanding dengan semakin meningkatnya RH lingkungan. Umur simpan flakes pada kemasan retort pouch menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan dengan kemasan lainnya, yaitu 28,3 bulan untuk RH 70% dan 15,7 bulan untuk RH 90%. Umur simpan yang lebih panjang ini menunjukkan bahwa kemasan retort pouch memiliki efektivitas paling tinggi dalam menghambat penyerapan uap air dari lingkungan ke dalam flakes. Kemasan PP dan HDPE tidak memiliki umur simpan yang lebih panjang dari kemasan retort pouch. Kemasan PP dan HDPE memiliki permeabilitas uap air kemasan yang lebih tinggi dibandingkan kemasan retort pouch. Permeabilitas uap air kemasan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa laju uap air yang berdifusi ke dalam kemasan semakin tinggi sehingga produk kering akan cepat berubah teksturnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayati et al. (2004) yang menghasilkan ikan tongkol kering yang dikemas dengan alumunium memiliki umur simpan yang lebih lama (91 bulan) dibandingkan dengan ikan tongkol kering yang dikemas dengan HDPE hanya memiliki umur simpan selama 40 bulan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kusnandar et al. (2010) menunjukkan bahwa umur simpan biskuit adonan lunak dengan kemasan metallized plastic lebih lama pada RH 75% (17,4 bulan) dibandingkan pada RH 85% (9,9 bulan).
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model kurva sorpsi isotermis terpilih yaitu model Caurie dengan persamaan ln Me = -3,1919 + 2,7739 aw. Hasil perhitungan umur simpan flakes menunjukkan bahwa umur simpan flakes yang terbaik diperoleh dengan menggunakan kemasan Retort pouch pada RH penyimpanan 70% yaitu 28,3 bulan.
Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh suhu terhadap umur simpan dari flakes dan umur simpan flakes yang dikemas secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) yang banyak dilakukan pada kemasan komersial.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat – Institut Pertanian Bogor yang telah melibatkan penulis dalam penelitian melalui Riset Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi No. 335/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/IX/2013 yang dibiayai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – m ra d d a da udayaa d ga judu “ aya a r r du Instan Kaya Protein dan Fitonutrien Berbasis Spirulina, Konsentrat Protein Ikan da Sum r ar dra a u u du u g ma d r a a ga ”. U a a terima kasih juga disampaikan kepada tim peneliti Prof. Dr. Joko Santoso, M.Si, Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr. Iriani Setyaningsih, MS atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan.
28
DAFTAR PUSTAKA Aguilera JM, Stanley DW. 1999. Microstructural Principles Food Processing and Engineering. 2nd ed. Maryland (US): An Aspen Publ. Inc. Gainthersburg. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. American Society for Testing and Materials. 1995. ASTM E96: Standard Test Methods for Water Vapor Transmission of Materials. Washington DC (US): The Executive Director Office of the Federal Register Washington DC. Azanha AB, Faria JA. 2005. Use of mathematical models for estimating the shelf life of cornflakes in flexible packaging. Packag Technol Sci. 18: 171-178. Ballesteros D, Walters C. 2007. Water properties in fern spores: sorption characteristics relating to water affinity, glassy states, and storage stability. J Exp Bot. 58(5):1185-1196. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW. 1992. Drying Cereal Grains. Connecticut (US): AVI Publishing Company. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Poernomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Pr. Terjemahan dari: Food Science. Budijanto S, Sitanggang AB, Kartika YD. 2010. Penentuan umur simpan tortilla dengan metode akselerasi berdasarkan kadar air kritis serta pemodelan ketepatan sorpsi isotherminya. J. Teknol Indust Pangan. 21(2): 165 - 170 Cassini AS, Marczak LDF, Norena CPZ. 2006. Water adsorption isotherms of texturized soy protein. J Food Eng. 77(1):194-199. Chaunier L, Courcoux P, Valle G, & Lourdin D. 2005. Physical and sensory evaluation of corn flakes crispness. J Texture Stud. 36(10): 93 - 118. Chen J & Stokes J. 2012. Rheology and tribology: two distinctive regimes of food texture sensation. Food Sci Tech. 25(1): 4 - 12. [DJPB] Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2013. Statistik Menakar Target Ikan Air Tawar Tahun 2013 [Internet]. [diunduh 2015 Mar 10]. Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=847. Dumont MJ, Reyna-Valencia A, Emond JP, Bousmina M. 2007. Barrier properties of polypropylene/organoclay nanocomposites. J Appl Polym Sci. 103: 18-25. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Modul Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
29
Fellows PJ. 1990. Food Processing Principle and Practise. New York (US): Ellies Horwood Limited. Guy R. 2001. Extrusion Cooking Technologies and Applications. Cambridge (UK) : Woodhead Publishing Limited. Hayati R, Abdullah A, Ayob MK, Soekarto ST. 2004. Isotermi sorpsi air dan analisis umur simpan ikan kayu tongkol (Euthynnus affinis) dari Aceh. J Teknol Indust Pangan. 15(3): 207-213. Heidenreich S, Jaros D, Rohm H, Ziems A. 2004. Relationship beetwen water activity and crispness of extruded rice crisps. J. Texture Stud. 35: 621-633. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. J Litbang Pertan. 27(4): 124-130. Hutasoit N. 2009. Penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis dan metode konvensional [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Iglesias H, Chirife J. 1982. Handbook of Food Isotherms Water Sorption Parameters for Food and Food Components. London (UK): Academic Press Inc. Iriawan F. 2012. Pembuatan fish flake dari ikan lele (Clarias sp.) sebagai makanan siap saji [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Julianti E, Soekarto ST, Hariyadi P, Syarief AM. 2005. Karakteristik isotermi sorpsi air benih cabai merah. Bearing 1(2): 62-69. Jun S, Cox L, Huang A. 2006. Using the flexible retort pouch to add value to agricultural products. Food Safety and Tech.18: 1-6. Kilcast D, Subramaniam P. 2011. The Stability and Shelf-life of Food. Cambridge (UK): Woodhead Publishing. Kusnandar F, Adawiyah DR, Fitria M. 2010. Pendugaan umur simpan produk biskuit dengan menggunakan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis. J Teknol Indust Pangan. 21(2): 117-122. Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Connecticut (US): Food and Nutrition Press Inc. Labuza TP, Bilge A. 2007. Water Activity in Foods: Fundamental and Applications. State Avenue (US): Blackwell Publishing and IFT Press. Lange J, Wyser Y. 2003. Recent innovations in barrier technologies for plastic packaging – a review. Packag Technol Sci. 16: 149-158. Lawless HT dan Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food. London (UK): Springer Science + Business LLC. Man CMD, Jones AA. 1994. Shelf Life Evaluation of Foods. Wiltshire (UK): Springer Science+Business Media Dordecht.
30
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Tech. 26(2):211-219. Murueta JHC, Toro MDLAND, Carreno FG. 2005. Concentrates of fish protein from bycatch produced by various drying processes. Food Chem. 100: 705711 Park KJ, Vohnikova Z, Brod FPR. 2002. Evaluation of drying parameters and desorption isotherms of garden mint leaves. J Food Eng. 51: 193–199. Pratama RI, Rostini I, Liviawaty E. 2014. Karakteristik biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus sp.). J Akuatika. 5(1):30-39. Rahayu WP, Arpah, Diah E. 2005. Penentuan waktu kadaluwarsa dan model sorpsi isotermis biji dan bubuk lada hitam (Piper ningrum L). J Teknol Indust Pangan. 16(1): 31-38. Robertson GL. 2006. Food Packaging and Shelf Life A Practical Guide. Boca Ranton (US): CRC Press. Roman-Guttierez AD, Guilbert S, Cuq B. 2002. Distribution of water between wheat flour components: a dynamic water vapour adsorption study. J Cereal Sci. 36: 347-355. Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, Lopez-Arroyo J, Alanis-Garza BA, Torres NWD. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from northeast of mexico. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2011:1-6. Santoso J, Hendra E, dan Siregar TM. 2008. Pengaruh lama dan pengulangan ekstraksi terhadap karakteristik fisiko-kimia konsentrat protein ikan nila hitam (Oreochoromis niloticus). J Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(2): 67-85. Simsek N, Karadeniz A, Kalkan Y, Keles ON, Unal B. 2009. Spirulina platensis feedinginhibited the anemia and leucopenia-induced lead and cadmium in rats. J Haz Mat. 164:1304-1309. Singh J, Narpinder S, Sharma TR, Saxena SK. 2003. Physicochemical, rheological and cookie making properties of corn and potato flours. Food Chem. 83: 387-393. Spolaore P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial application of microalgae review. J Biosci Bioeng. 101(2): 87-96. Susanti E. 2015. Formulasi fish flakes kaya protein dan fitonutrien berbasis konsentrat protein ikan (KPI), Spirulina platensis, dan sumber karbohidrat lokal [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Szulc K, Lenart A. 2012. Water vapour adsorption properties of agglomerated baby food powders. J. Food Eng. 109: 135-141. Tirtajaya I, Santoso J, Dewi K. 2008. Pemanfaatan konsentrat protein ikan patin (Pangasius pangasius) pada pembuatan cookies coklat. J Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(2): 87-103.
31
Yudiati E, Sedjati S, Sunarsih, Agustian R. 2011. Aktivitas antioksidan dan toksisitas ekstrak metanol dan pigmen kasar Spirulina sp. Ilmu Kelautan 16 (4): 187 – 192. Winarni O. 2007. Kinetika desorps isotermal beta karoten olein sawit kasar dari atapulgit dengan menggunakan methanol [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Windsor ML. 2008. Fish Protein Concentrate [Internet]. [diunduh 2014 Jun 1]. Tersedia pada: http://www.fao.org/wairdocs/tan/x5917e/x5917e01.htm.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Lembar kuisioner penilaian parameter utama kerusakan flakes (modifikasi Hutasoit 2009) KUISIONER Berilah tanda (√) pada kolom pilihan anda 1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk flakes (sereal)? ( ) ya ( ) tidak 2. Apakah Anda menyukai produk flakes (sereal) yang ada di pasaran saat ini? ( ) ya ( ) netral ( ) tidak 3. Bagaimana tingkat kesukaan Anda terhadap produk flakes (sereal). (pilih salah satu) ( ) sangat suka ( ) agak suka ( ) suka ( ) biasa saja 4. Seberapa sering Anda mengkonsumsi produk flakes (sereal) dalam seminggu? r g ≥ a ( ) biasa saja (3-5 kali) ( ) jarang (< 2 kali) 5. Urutkan parameter-parameter flakes (sereal) berikut dari yang paling penting menurut anda. (1 = sangat penting, 2 = penting, 3 = biasa, 4 = tidak penting, 5 = sangat tidak penting) ( ) warna ( ) rasa ( ) aroma ( )tekstur ( ) kenampakan 6. Menurut Anda, kapan produk flakes (sereal) dianggap sudah tidak layak dikonsumsi? (pilih salah satu) ( ) warna berubah ( ) aroma berubah ( ) tidak renyah ( ) lainnya : ...................... Deskripsikan alasan anda: ............................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
Terima kasih
34
Lampiran 2 Lembar pengujian organoleptik flakes (modifikasi Hutasoit 2009) Nama panelis
:
Tgl pengujian : Instruksi : Nyatakan penilaian tekstur flakes dengan angka Kode
0
20
40
Kerenyahan Keterangan : 9 : amat sangat renyah 8 : sangan renyah 7 : renyah 6 : agak renyah 5 : netral 4 : agak tidak renyah 3 : tidak renyah 2 : sangat tidak renyah 1 : amat sangat tidak renyah
60
80
100
120
140
160
180
35
Lampiran 3 Parameter utama kerusakan flakes berdasarkan hasil survei terhadap 30 orang konsumen n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Persentase (%)
Rasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3,33
Aroma 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 16,67
Tekstur 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25 80
Kenampakan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36
Lampiran 4 Hasil uji organoleptik flakes N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata2
0 8 6 7 8 6 7 6 8 9 6 8 8 8 4 7 3 8 7 7 6 4 7 3 8 6 7 6 8 4 8 6,6
20 8 6 7 8 7 7 6 8 8 6 7 8 8 4 7 3 8 7 7 6 4 7 3 8 7 7 6 8 4 8 6,6
40 8 4 6 8 7 6 6 7 8 6 6 6 7 4 7 3 8 7 6 4 4 7 3 8 7 6 6 8 4 7 6,13
Lama Penyimpanan 60 80 100 120 8 7 7 6 4 4 3 3 6 6 4 4 8 7 7 7 8 7 4 4 6 6 6 4 4 4 3 2 6 6 4 4 7 7 7 6 6 6 4 4 6 4 4 3 5 3 3 3 6 6 4 4 4 3 3 3 7 6 6 5 3 3 2 2 8 7 7 7 4 4 4 4 6 6 6 4 4 4 3 3 4 3 3 3 7 6 6 5 3 3 2 2 8 7 7 7 8 7 4 4 6 6 6 4 4 4 3 2 8 7 7 6 4 3 3 3 6 6 4 4 5,8 5,27 4,53 4,07
140 4 3 3 7 4 4 2 4 6 4 3 3 3 3 5 2 6 3 4 3 3 5 2 7 4 4 2 4 3 3 3,77
160 3 3 3 6 4 3 2 3 5 3 3 3 2 2 5 2 6 3 3 2 2 5 2 6 4 3 2 3 2 2 3,23
180 3 2 3 6 4 2 2 3 4 3 2 3 2 2 5 2 4 2 3 2 2 5 2 6 4 2 2 3 2 2 2,97
37
Lampiran 5 Tekanan uap air jenuh pada suhu 0-35 °C (mmHg) (Labuza 1982) Suhu (oC) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
0.0 4,579 4,926 5,294 5,685 6,101 6,543 7,013 7,513 8,045 8,609 9,209 9,844 10,518 11,231 11,987 12,788 13,634 14,530 15,477 16,477 17,535 18,650 19,827 21,068 22,377 23,756 25,209 26,739 28,349 30,043 31,824 33,694 35,663 37,729 39,898 42,175
0.2 4,647 4,998 5,370 5,766 6,187 6,350 7,111 7,617 8,155 8,727 9,333 9,976 10,658 11,379 12,144 12,953 13,809 14,715 15,673 16,683 17,753 18,800 20,070 21,324 22,658 24,039 25,509 27,055 28,680 30,392 32,191 34,082 36,068 38,155 40,344 42,644
0.4 4,715 5,070 5,447 5,848 6,274 6,728 7,209 7,722 8,267 8,845 9,458 10,109 10,799 11,528 12,302 13,121 13,987 14,903 15,871 16,894 17,974 19,113 20,316 21,583 22,922 24,326 25,812 27,374 29,015 30,745 32,561 34,471 36,477 38,584 40,796 43,117
0.6 4,785 5,144 5,525 5,931 6,363 6,822 7,309 7,828 8,380 8,965 9,585 10,244 10,941 11,680 12,462 13,290 14,166 15,092 16,071 17,105 18,197 19,349 20,565 21,845 23,198 24,617 26,117 27,696 29,354 31,102 32,934 34,864 36,891 39,018 41,251 43,595
0.8 4,855 5,219 5,605 6,015 6,453 6,917 7,411 7,936 8,494 9,086 9,714 10,380 11,085 11,833 12,624 13,461 14,347 15,284 16,272 17,319 18,422 19,587 20,815 22,110 23,476 24,912 26,426 28,021 29,697 31,461 33,312 35,261 37,308 39,457 41,710 44,078
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 6 November 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Tamami dan Eha Sholihah. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai di SD Negeri Tapos 3 Ciampea Bogor pada tahun 1998 hingga tahun 2002 dan SD Negeri Mekarwangi Cileunyi pada tahun 2002 hingga 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya pada tahun yang sama di SMP Negeri 2 Cileunyi hingga tahun 2007. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 24 Bandung hingga lulus pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) pada tahun 2010. Selama perkuliahan, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa Center of Enterpreneurship for Youth (CENTURY) pada tahun 2011, IPB Political School pada tahun 2010-2012, Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) pada tahun 2012, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEMC) pada tahun 2012-1013. Penulis juga pernah berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan seperti Open House IPB angatan 48 pada tahun 2011, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) pada tahun 2011, Orientasi Mahasiswa Baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (OMBAK) pada tahun 2012, International Scholarship and Education Expo (ISEE) pada tahun 2012 dan IPB Dedication for Education (IDEA) pada tahun 2013. Penulis melaksanakan praktik lapangan dan menyelesaikan laporan yang berjudul “Studi Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada Produksi Chirimen di PT Insan Citra Prima Sejahtera Rembang Jawa Tengah”. u m yu u r d ga judu “Pendugaan Umur Simpan Flakes dengan Penambahan Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis dengan Metode Akselerasi Berbasis Kadar Air Kritis” d awa m ga Prof Dr Ir Joko Santoso MSi dan Dr Ir Wini Trilaksani MSc.