PENDUGAAN DAN PEMETAAN VOLUME TEGAKAN HUTAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
TRI WAHYU LEGAWA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan dan Pemetaan Volume Tegakan Hutan Menggunakan Penginderaan Jauh di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Tri Wahyu Legawa NIM E14120028
ABSTRAK TRI WAHYU LEGAWA. Pendugaan dan Pemetaan Volume Tegakan Hutan Menggunakan Penginderaan Jauh di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH. Volume tegakan hutan merupakan komponen penting yang digunakan sebagai acuan perencanaan pengelolaan hutan. Penelitian ini menjelaskan tentang pendugaan volume tegakan hutan dengan pendekatan penginderaan jauh di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menduga volume tegakan hutan dan memetakan sebaran volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua dan pada kawasan hutan di Kecamatan Cisarua. Pendugaan volume tegakan hutan dilakukan dengan metode klasifikasi visual menggunakan citra Landsat 8 OLI. Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa total volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua yaitu 678 497.56 m³ (91.18 m³/ha), kawasan hutan produksi yaitu 31 919.98 m³ (144.89 m³/ha), dan APL yaitu 421 118.63 m³ (69.41 m³/ha). Kata kunci: klasifikasi visual, Landsat 8 OLI, volume tegakan hutan
ABSTRACT TRI WAHYU LEGAWA. Estimation and Mapping Forest Stands Volume Using Remote Sensing in Cisarua District Bogor Regency. Supervised by Nining PUSPANINGSIH. The forest stand volume is an important component that use as a reference for forest management plan. This research was described the forest stand volume estimation using remote sensing approaches in District Cisarua, Bogor Regency. This study aimed to estimate the forest stand volume and to produce a forest stand volume distribution map in Cisarua District and at forest area in the Cisarua District. The forest stand volume estimation was done by visual classification method using Landsat 8 OLI. The result showed that the total of forest stand volume in Cisarua District was 678 497.56 m³ (91.18 m³/ha), in the area of production forest was 31 919.98 m³ (144.89 m³/ha), and APL was 421 118.63 m³ (69.41 m³/ha). Keyword: forest stand volume, Landsat 8 OLI, visual classification
PENDUGAAN DAN PEMETAAN VOLUME TEGAKAN HUTAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
TRI WAHYU LEGAWA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 ini ialah penginderaan jauh, dengan judul Pendugaan dan Pemetaan Volume Tegakan Hutan Menggunakan Penginderaan Jauh di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nining Puspaningsih, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan semangat. Di samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Iman Tochid, Annisa Saputri, Hotmaida dan Satria Kurnia yang telah membantu selama pengambilan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga, dan teman-teman Manajemen Hutan angkatan 49 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2017 Tri Wahyu Legawa
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODOLOGI
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Data
2
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum
9
Klasifikasi Tutupan Lahan Secara Visual
9
Akurasi Pemetaan
10
Vegetasi
10
Volume Tegakan Hutan
11
Pemetaan Volume Tegakan Hutan
13
Pemetaan Potensi Volume Tegakan di Kawasan Hutan
14
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL Tabel 1 Karakteristik citra Landsat 8
3
Tabel 2 Nilai penutupan tajuk tegakan melalui citra Quickbird
5
Tabel 3 Nilai persentase penutupan tajuk tegakan hutan (C%) melalui citra Quickbird
7
Tabel 4 Matriks kesalahan (confussion matrix)
8
Tabel 5 Klasifikasi tutupan lahan pada citra Landsat 8 di Kecamatan Cisarua tahun 2016
10
Tabel 6 Rata-rata dbh, tbc, kerapatan tiang dan pohon, dan persentase tutupan tajuk di Kecamatan Cisarua tahun 2016 Tabel 7 Volume pohon dan tiang pada masing-masing plot contoh
11 12
Tabel 8 Volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua tahun 2016
13
Tabel 9 Luas masing-masing tutupan lahan pada kawasan hutan di Kecamatan Cisarua Tahun 2016
15
Tabel 10 Total volume pada kawasan Hutan Produksi dan APL di Kecamatan Cisarua tahun 2016
16
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cisarua
2
Gambar 2 Peta klasifikasi tutupan lahan Kecamatan Cisarua tahun 2016
5
Gambar 3 Desain plot contoh
6
Gambar 4 Perhitungan persentase penutupan tajuk menggunakan tree cramming melalui citra Quickbird
6
Gambar 5 Peta sebaran volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua tahun 2016
14
Gambar 6 Peta volume pada kawasan Hutan Produksi dan APL di Kecamatan Cisarua tahun 2016
16
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan terhadap lahan untuk berbagai kepentingan juga meningkat. Kebutuhan terhadap lahan termasuk areal hutan ini menyebabkan terjadinya perubahan hutan menjadi berbagai bentuk pemanfaaatan lain. Kondisi ini harus ditangani dengan tepat agar kelestarian hutan terjaga dengan baik. Sutahardja (1999) dalam Noronhae (2007) menyatakan bahwa dalam kegiatan pengelolaan hutan salah satu bahan dasar untuk penyusunan rencana pengusahaan hutan yang cermat adalah data potensi hutan, baik secara kuantitas maupun secara kualitas dalam kawasan hutan yang dikelola. Data potensi hutan dapat diperoleh dari kegiatan inventarisasi hutan. Masalah yang dihadapi dalam pengambilan data yaitu menyangkut tenaga, waktu dan biaya yang dibutuhkan. Bahkan untuk negara berkembang seperti Indonesia pengambilan data lapangan menjadi sulit karena luasnya areal hutan dan aksesibilitasnya yang rendah. Penginderaan jauh menjadi salah satu alternatif memperoleh informasi yang cepat, tepat dan murah. Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi fenomena alam pada objek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan objek permukaan bumi, tetapi melalui pengukuran pantulan (reflection) ataupun pancaran (emission) oleh media gelombang elektromagnetik (Suwargana 2013). Menurut Jaya (2010), penginderaan jarak jauh khususnya satellite remote sensing dengan citra landsat merupakan sarana yang banyak digunakan untuk kegiatan pemetaan. Salah satu contohnya yaitu pemetaan tutupan lahan. Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor merupakan bagian dari sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga kawasan hutan. Selain fungsi ekologi, Kecamatan Cisarua juga memiliki fungsi produksi pada areal hutan produksi dan areal budidaya. Areal budidaya di Cisarua sebaiknya tidak ditanami tanaman pangan saja, tetapi juga ditanami tanaman tahunan atau dijadikan hutan. Keberadaan hutan tersebut sangat penting karena Kecamatan Cisarua ada di hulu DAS Ciliwung. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi terbaru mengenai volume tegakan hutan yang ada di Cisarua. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menduga dan melakukan pemetaan volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua dan pada kawasan hutan di Kecamatan Cisarua.
2 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi terbaru mengenai potensi volume tegakan hutan dan sebarannya di Kecamatan Cisarua, dan dapat digunakan untuk perencanaan pengelolaan hutan.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Juni sampai November 2016. Tahap prapengolahan citra dilaksanakan bulan Juni sampai Agustus 2016 di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tahap pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2016 di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Tahap akhir yaitu pengolahan data dan penyusunan akhir dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2016 di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cisarua Alat dan Data Alat yang digunakan pada penelitian yaitu pita ukur, phi band, haga hypsometer, kompas, kamera, receiver GPS, tally sheet, dan alat tulis. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer yang dilengkapi software pengolahan citra (Erdas Imagine 9.1 dan ArcMap 10.1) serta Microsoft office 2016.
3 Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dihasilkan dari pengukuran langsung di lapangan berupa diameter pohon setinggi dada (dbh), tinggi bebas cabang pohon (tbc) dan koordinat plot contoh. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber berupa Citra Quickbird wilayah Cisarua, Citra Landsat 8 path/raw 122/065 perekaman 17 Agustus 2016, batas dan kondisi umum Kecamatan Cisarua. Prosedur Analisis Data Persiapan Persiapan dilakukan dengan studi pustaka tentang penelitian dan pengumpulan data sekunder. Pra-pengolahan Citra Pra-pengolahan citra merupakan tahap awal sebelum melakukan pengolahan citra. 1. Perubahan format Citra satelit Landsat 8 OLI memiliki format data dalam bentuk GeoTiff/.TIFF, sehingga perlu dilakukan perubahan format data menjadi Image/.img menggunakan software Erdas Imagine 9.1. 2. Penggabungan citra (Layer stack) Citra Landsat 8 terdiri dari sembilan band (saluran) Operational Land Imager (OLI) dan dua band Thermal Infrared Sensor (TIRS), penggabungan band dimaksudkan untuk memperoleh suatu data citra multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak (visible), Near Infrared (NIR), Shortwave Infrared (SWIR), dan Cirrus pada citra Landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya menggunakan satu band yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi objek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna. Karakteristik dari citra Landsat 8 akan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik citra Landsat 8 Band Band 1 - Coastal aerosol Band 2 – Blue Band 3 – Green Band 4 – Red Band 5 - Near Infrared (NIR) Band 6 - Shortwave Infrared (SWIR) 1 Band 7 - Shortwave Infrared (SWIR) 2 Band 8 – Panchromatic Band 9 – Cirrus Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 Band 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2 Sumber : USGS (2015)
Panjang gelombang (µm) 0.43 – 0.45 0.45 – 0.51 0.53 – 0.59 0.64 – 0.67 0.85 – 0.88 1.57 – 1.65 2.11 – 2.29 0.50 – 0.68 1.36 – 1.38 10.6 – 11.19 11.5 – 12.52
Resolusi spasial (m) 30 30 30 30 30 30 30 15 30 100 100
4 3. Transformasi koordinat citra Tahapan ini mempunyai tujuan yaitu melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis, registrasi posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra mulltispektral atau citra multitemporal, registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu (Jaya 2010). Penentuan sistem koordinat, proyeksi dan datum sistem koordinat sesuai dengan lokasi penelitian yaitu Universal Transverse Mercator (UTM) zona 48S dengan datum yang digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84). 4. Fusi citra (Image Fusion or Pan-Sharpening) Fusi citra merupakan proses menggabungkan dua citra untuk menghasilkan suatu citra yang lebih baik. Detail spasial dari resolusi tinggi citra pankromatik diintegrasikan dengan informasi warna dari gambar resolusi rendah multispektral untuk menghasilkan gambar resolusi tinggi multispektral. Menurut Wenbo et al. (2008), tujuan yang hendak dicapai dalam tahapan ini adalah didapatkannya tepian objek yang semakin jelas serta didapatkannya informasi warna yang paling tajam dan representatif dengan mengacu pada citra multispektral awal. Proses PanSharpening pada citra Landsat 8 OLI dilakukan oleh band 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m (pankromatik) dengan band multispektral lainnya (band 1,2,3,4,5,6,7, dan 9). Berdasarkan hasil fusi tersebut akan diperoleh citra yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m. Hasil ini akan memberikan interpretasi yang lebih mudah dan hasil yang dapat diandalkan. 5. Pemotongan citra (Cropping) Pemotongan citra (cropping) bertujuan untuk mengetahui secara jelas lokasi penelitian yang akan digunakan sesuai dengan lokasi penelitian. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong citra yang sudah terkoreksi pada lokasi penelitian menggunakan Erdas Imagine 9.1. 6. Koreksi radiometrik (Radiometric enhancement) Perbaikan radiometrik adalah teknik perbaikan atau penajaman kontras citra dengan memperbaiki nilai dari individu-individu piksel pada citra, ini berbeda dengan perbaikan spasial yang memperbaiki nilai suatu piksel berdasarkan pikselpiksel di sekitarnya. Koreksi radiometrik ini tidak otomatis memperbaiki kontras semua piksel, ada kalanya sebagian piksel bertambah besar kontrasnya, tetapi di bagian lain ada yang hilang (Jaya 2010). Interpretasi Visual Citra Interpretasi visual citra dilakukan sebelum pengambilan data lapang untuk mendapatkan gambaran umum lokasi penelitian dan mengidentifikasi tutupan lahan yang terlihat di citra. Interpretasi visual dapat dilakukan pada citra hardcopy ataupun citra yang tertayang pada layar komputer (Soemantri 2008). Klasifikasi visual dilakukan karena ingin mengoptimalkan resolusi spasial dan resolusi spektral dari citra Landsat 8 OLI. Kombinasi band yang digunakan yaitu 7-5-4. Prinsip pengenalan objek pada citra secara visual bergantung pada karakteristik atau atribut yang tergambar pada citra. Karakteristik citra digunakan sebagai unsur
5 pengenalan objek yang disebut unsur-unsur interpretasi. Pada penelitian ini, klasifikasi tutupan lahan dilakukan pada monitor komputer (digitasi on screen) di citra Landsat 8 OLI liputan 17 Agustus 2016. Klasifikasi yang diperoleh yaitu hutan alam rapat, hutan alam jarang, hutan tanaman rapat, hutan tanaman jarang, kebun campuran, kebun teh, sawah, semak, dan pemukiman. Klasifikasi tutupan lahan di Cisarua disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta klasifikasi tutupan lahan Kecamatan Cisarua tahun 2016 Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data di lapangan untuk kegiatan pendugaan potensi volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua menggunakan metode purposive sampling. Jumlah plot contoh yang diambil sebanyak 26 plot contoh. Penentuan lokasi plot contoh dilakukan menggunakan hasil klasifikasi visual citra landsat 8 dan citra resolusi tinggi Quickbird. Jumlah plot contoh per kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah plot contoh per kelas tutupan lahan Tutupan lahan Jumlah plot Hutan alam jarang 4 Hutan alam rapat 2 Hutan tanaman jarang 8 Hutan tanaman rapat 8 Kebun campuran 4 Total 26
6 Jenis data yang diambil di lapangan yaitu koordinat plot contoh, nama jenis pohon, tinggi bebas cabang, dan diameter setinggi dada. Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan pada pohon (dbh > 20 cm) pada plot 20 x 20 m dan tiang (dbh 10-20 cm) pada sub plot 10 m x 10 m. Gambar 3 merupakan desain plot contoh yang dibuat di lapangan. 20 m
10 m
20 m
10 m Gambar 3 Desain plot contoh Penelitian ini menggunakan persentase penutupan tajuk hutan dalam klasifikasi visual kelas tutupan lahannya. Hutan dikelaskan sebagai hutan rapat yaitu bila terdapat lebih dari 70% penutupan tajuk dan hutan dikelaskan sebagai hutan jarang yaitu bila penutupan tajuk kurang dari 70%. Metode penghitungan persentase penutupan tajuk pada citra satelit yang digunakan adalah tree cramming (penjejalan pohon) yaitu pengukuran persentase penutupan tajuk dengan cara memvisualisasikan posisi dan ukuran masing-masing tajuk yang terlihat pada pengukuran, kemudian dikumpulkan menjadi satu kelompok (Jaya et al. 2010). Hasil pengelompokan tersebut dihitung persentasenya. Setiap plot dibagi menjadi 25 bagian agar lebih detail dalam menginterpretasi kerapatan tajuk. Setiap bagian tersebut diamati wilayah yang tertutup tajuk dengan yang tidak tertutup tajuk. Perbandingan (rasio) tersebut akan menghasilkan nilai kerapatan tajuknya. Dimana rasio kerapatan merupakan bagian yang tertutup tajuk dalam satu plot contoh yang diamati. Persentase penutupan tajuk dengan metode tree cramming disajikan pada Gambar 4 dan Tabel 3.
20 m
20 m Gambar 4 Perhitungan persentase penutupan tajuk menggunakan tree cramming melalui citra Quickbird
7 Tabel 3
Nilai persentase penutupan tajuk tegakan hutan (C%) melalui citra Quickbird No Rasio penutupan tajuk Nilai C% 1 1/25 4 2 2/25 8 3 3/25 12 4 4/25 16 5 5/25 20 6 6/25 24 7 7/25 28 8 8/25 32 9 9/25 36 10 10/25 40 11 11/25 44 12 12/25 48 13 13/25 52 14 14/25 56 15 15/25 60 16 16/25 64 17 17/25 68 18 18/25 72 19 19/25 76 20 20/25 82 21 21/25 84 22 22/25 88 23 23/25 92 24 24/25 96 25 25/25 100
Pengolahan Data 1. Pendugaan potensi Pendugaan potensi tegakan dihitung dengan menggunakan data diameter pohon setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas cabang pohon (Tbc) yang diukur di lapangan. Rumus yang digunakan untuk menduga volume pohon yaitu (Simon 2007): 1 𝑉 = 𝜋(𝐷𝑏ℎ)2 ×𝑇𝑏𝑐×𝑓 4 Keterangan: V = volume pohon (m3) Dbh = diameter pohon setinggi dada (m) Tbc = tinggi bebas cabang pohon (m) f = angka bentuk pohon 𝜋 = 3.14
8 Setelah diketahui volume pohon dalam satu plot, selanjutnya dilakukan perhitungan volume tegakan per plot, yaitu (Simon 2007): 𝑛
𝑉𝑡𝑒𝑔 = ∑ 𝑉𝐼 𝑖=1
Keterangan: 𝑉𝑡𝑒𝑔 = volume tegakan per plot (m3/plot) 𝑉𝐼 = volume pohon ke i (m3) 2. Pemetaan volume Pemetaan volume menggunakan klasifikasi tematik pada citra satelit, dimana volume diduga dan dipetakan berdasarkan kelas-kelas penutupan lahan, serta volumenya diukur menggunakan pengukuran pada plot-plot contoh di lapangan pada setiap kelas-kelas penutupan lahan tersebut. 3. Uji akurasi pemetaan Uji akurasi dilakukan untuk melihat tingkat ketepatan dan keabsahan pembuatan peta kelas tutupan lahan. Uji akurasi pemetaan dilakukan dengan membuat matriks kontingensi atau matriks kesalahan seperti yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks kesalahan (confussion matrix) Kelas referensi A B C Total piksel
A X11 X21 X31 X+1
Dikelaskan ke kelas B C X12 X13 X22 X23 X32 X33 X+2 X+3
Jumlah piksel X1+ X2+ X3+ N
Sumber: Jaya 2010
Informasi yang diperoleh dari matriks tersebut yaitu producer’s accuracy, user’s accuracy, overall accuracy dan Kappa accuracy. Menurut Jaya (2010), akurasi pembuat (producer’s accuracy) adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi piksel yang benar dengan jumlah total piksel training area per kelas. Sedangkan jumlah piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam kolom akan menghasilkan akurasi pengguna (user’s accuracy). Overall accuracy diperoleh dengan menjumlahkan piksel yang benar dibagi dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Akurasi ini umumnya bersifat over estimate sehingga jarang digunakan untuk indikator yang baik untuk mengukur keberhasilan suatu klasifikasi citra. Saat ini akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matriks. Jaya (2010) menjelaskan bahwa secara matematis jenis-jenis akurasi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖 𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100% 𝑁
9 𝑁 ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖 − ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖 𝐾𝑎𝑝𝑝𝑎 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100% 𝑁 2 − ∑ 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖 Keterangan: N : jumlah titik groundcheck yang diambil di lapangan R : jumlah baris atau kolom pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xi+ : jumlah titik groundcheck dalam baris ke-i X+i : jumlah titik groundcheck dalam kolom ke-i Xii : nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-I dan kolom ke-i.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kecamatan Cisarua adalah salah satu kecamatan yang terletak di selatan wilayah Kabupaten Bogor pada 06º38'47.65" - 6°46'13.22" LS dan 106º53'41.51" 107°0'23.85" BT, ketinggian dari permukaan laut antara 650 m – 1400 m dengan curah hujan rata- rata 3178 mm/tahun dan suhu udara antara 17.85º C – 23.91º C. Kondisi topografi perluasan areal kecamatan terdiri dari perbukitan sampai bergunung (25 %), berombak sampai berbukit (40 %) dan datar sampai berbukit (35 %). Secara administratif Kecamatan Cisarua terdiri atas 9 Desa dan 1 Kelurahan, 33 Dusun, 73 RW dan 260 RT, dengan jumlah penduduk sebanyak 117 459 jiwa pada tahun 2015. Batas wilayah kerja Kecamatan Cisarua sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Megamendung Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur Sebelah Barat : Kecamatan Megamendung Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk ke dalam kawasan Bogor – Puncak- Cianjur (Bopuncur) sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu. DAS Ciliwung Hulu merupakan wilayah khusus dalam penanganan erosi dan sedimentasi. Kecamatan Cisarua merupakan wilayah pertanian, perkebunan, pariwisata dan daerah penyangga kawasan hutan lindung (Kecamatan Cisarua 2015). Klasifikasi Tutupan Lahan Secara Visual Penafsiran citra Landsat 8 pada penelitian ini dilakukan dengan metode analisis visual. Kegiatan klasifikasi tutupan lahan secara visual merupakan kegiatan identifikasi citra melalui kemampuan interpreter berdasarkan elemen-elemen interpretasi citra untuk mengenali suatu obyek. Identifikasi tutupan lahan dilakukan dengan melihat kenampakan objek berdasarkan ciri-ciri terhadap gambar pada citra dan keadaan sebenarnya di lapangan. Menurut Sutanto (1999) dalam Somantri (2008) unsur-unsur interpretasi meliputi rona atau warna, bentuk, ukuran, kekasaran, pola, bayangan, situs dan asosiasi. Hasil klasifikasi tutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Cisarua yaitu hutan alam rapat, hutan alam jarang, hutan tanaman rapat, hutan tanaman jarang,
10 kebun campuran, kebun teh, sawah, pemukiman, dan tertutup awan. Kelas tutupan lahan berupa awan kemudian dikelaskan menjadi hutan rapat, hutan kurang rapat dan kebun teh berdasarkan pengamatan lapang dan analisis interpreter. Tutupan lahan tersebut memiliki luas yang berbeda, luasan areal terbesar adalah areal hutan alam rapat dengan luasan 2255.81 ha atau menempati 30.32% dari seluruh areal dan semak merupakan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu 119.82 ha atau 1.61% dari luas total. Tutupan lahan beserta luasannya yang terdapat di Kecamatan Cisarua disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi tutupan lahan pada citra Landsat 8 di Kecamatan Cisarua tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tutupan lahan Hutan alam jarang Hutan alam rapat Hutan tanaman jarang Hutan tanaman rapat Kebun campuran Kebun teh Sawah Semak Pemukiman Total
Luas (ha) 360.56 2255.81 292.38 186.87 289.78 1203.11 569.78 119.82 2162.94 7441.04
Persentase (%) 4.85 30.32 3.93 2.51 3.89 16.17 7.66 1.61 29.07 100.00
Sumber: Hasil pengolahan pada citra Landsat 8
Akurasi Pemetaan Analisis akurasi dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi interpreter dalam memetakan tutupan lahan. Analisis akurasi pada penelitian ini menggunakan matrik kesalahan (confusion matriks) atau matrik kontingensi. Nilai user’s accuracy dan producer’s accuracy tertinggi yaitu 100% pada tutupan lahan berupa hutan alam jarang, hutan alam rapat, kebun campuran, kebun teh, sawah, dan pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwa semua klasifikasi untuk kebun teh, sawah, dan pemukiman sudah benar. Nilai producer’s accuracy terendah terdapat pada hutan tanaman jarang dan semak yaitu 75 %. Titik groundcheck hutan tanaman jarang berjumlah 8, sementara yang terklasifikasi benar hanya 6 dan 2 lainnya terklasifikasi sebagai hutan tanaman rapat dan kebun campuan. Titik groundcheck semak berjumlah 4 titik, 3 diantaranya sudah terklasifikasi dengan benar dan 1 terklasifikasikan sebagai kebun campuran. Selain producer’s dan user’s accuracy, juga diperoleh Overall accuracy sebesar 92 % dan Kappa accuracy sebesar 90.74 %. Menurut Jaya (2010) jika akurasi yang diperoleh rendah (dibawah 85% untuk overall) maka klasifikasi harus diperbaiki. Hasil uji akurasi yang diperoleh lebih dari 85%, artinya hasil klasifikasi tutupan lahan dapat digunakan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Vegetasi Jenis yang paling banyak ditemukan di hutan alam jarang dan hutan alam rapat adalah jenis Puspa (Schima walichii), di hutan tanaman jarang adalah jenis
11 Jabon (Anthocephalus cadamba), di hutan tanaman rapat adalah jenis Pinus merkusi (Pinus merkusii), dan di kebun campuran adalah jenis Durian (Durio zibethinus). Jenis lain yang terdapat di Kecamatan Cisarua yaitu Gmelina (Gmelina arborea), Damar (Agathis dammara), Sengon (Paraserianthes falcataria), Rasamala (Altingia excelsa), Alpukat (Persea americana), Lamtoro (Leucaena leucocephala), dan lain-lain. Hutan di Cisarua terbagi menjadi hutan alam dan hutan tanaman. Pada penelitian ini hutan tanaman yang dimaksud yaitu hutan tanaman milik negara yang dikelola Perhutani dan hutan tanaman milik perorangan (hutan rakyat). Selain hutan alam dan tanaman, kebun campuran juga dihitung volumenya. Rata-rata diameter dan jumlah kerapatan (individu/ha) tiang dan pohon untuk areal tersebut disajikan pada tabel 6. Tabel 6 Rata-rata dbh, tbc, kerapatan tiang dan pohon, dan persentase tutupan tajuk di Kecamatan Cisarua tahun 2016 Tutupan lahan Hutan alam jarang Hutan alam rapat Hutan tanaman jarang Hutan tanaman rapat Kebun campuran
Rata-rata dbh (m)
Rata-rata tbc (m)
Kerapatan (individu/ha) Tiang Pohon
Persentase tutupan tajuk (%)
0.26
6.64
12.50
158.33
62.50
0.46
6.39
37.50
137.50
76.00
0.20
7.01
187.50
109.38
30.50
0.32
16.46
65.63
350.00
88.00
0.25
5.55
156.25
125.00
44.00
Variasi nilai diameter dan tinggi bebas cabang yang diperoleh dipengaruhi oleh jenis pohon, umur, dan kondisi tempat tumbuh. Rata-rata diameter pohon yang terbesar yaitu 0.46 m pada hutan alam rapat, sementara rata-rata diameter terkecil yaitu 0.20 m pada hutan tanaman jarang. Rata-rata tinggi bebas cabang dengan nilai terbesar yaitu pada hutan tanaman rapat 16.46 m dan terkecil pada kebun campuran 5.55 m. Menurut Samingan (1997) dalam Gunawan (2007) perkiraan kerapatan untuk hutan normal adalah 400 tiang per hektar dan 250 pohon per hektar. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hutan tanaman rapat memiliki kerapatan pohon yang tinggi yaitu 350 individu/ha, namun jumlah tiang hanya 65 individu/ha. Volume Tegakan Hutan Penaksiran volume pohon yang masih berdiri merupakan langkah awal untuk menghitung hasil akhir dalam inventarisasi hutan. Target yang lebih penting yaitu menaksir volume tegakan hutan yang ada. Volume tegakan merupakan jumlah volume pohon yang terdapat di suatu areal hutan (Simon 2007). Informasi volume tegakan hutan ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan hutan. Tabel 7 menyajikan volume hutan per plot contoh.
12 Tabel 7 Volume pohon dan tiang pada masing-masing plot contoh Tutupan lahan Hutan alam jarang
Hutan alam rapat Hutan tanaman jarang
Hutan tanaman rapat
Kebun campuran
No plot 1 2 3 4 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4
Dbh (m) 0.28 0.27 0.24 0.25 0.47 0.46 0.15 0.11 0.17 0.27 0.26 0.21 0.30 0.14 0.22 0.30 0.30 0.29 0.37 0.38 0.33 0.34 0.13 0.19 0.37 0.31
Rataan pohon dan tiang Tbc V (m³/plot) V (m³/ha) (m) 6.67 2.64 66.04 7.00 2.15 53.83 6.05 2.86 71.42 6.85 3.16 78.93 6.78 12.12 303.05 6.00 7.22 180.39 7.23 1.39 34.87 6.69 0.76 19.12 10.68 3.73 93.34 4.00 0.87 21.68 5.75 0.87 21.67 4.53 0.95 23.86 12.00 4.72 118.04 5.18 1.08 26.88 17.23 17.41 435.17 9.45 8.98 224.39 29.15 30.68 767.11 23.19 20.14 503.48 13.08 12.41 310.33 15.64 18.12 452.98 13.77 14.21 355.21 10.19 8.19 204.66 4.85 0.93 23.24 2.44 0.43 10.83 5.07 3.59 89.64 9.83 5.94 148.62
Rata - rata volume total pada setiap plot contoh berbeda-beda. Perbedaan tersebut dikarenakan bervariasinya jumlah pohon dan tiang, serta bervariasinya ukuran diameter dan tinggi bebas cabang pada masing-masing pohon dalam plot contoh. Arief (2001) juga menyatakan bahwa semua hutan mempunyai perbedaan dalam jumlah pohon dan volume setiap hektar, luas bidang dasar, dan lain-lain. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata volume per hektar yang paling tinggi yaitu pada plot contoh 3 hutan tanaman rapat. Plot tersebut merupakan hutan tanaman pinus seumur dengan rata-rata diameter 0.3 m dan Tinggi bebas cabang 29.15 m. Kerapatan penutupan tajuk mempengaruhi volume tegakan yang ada pada hutan. Penutupan tajuk yang rapat biasanya menandakan volume tegakannya juga besar. Namun kondisi tersebut tidak berlaku untuk semua tegakan. Tabel 7 memperlihatkan bahwa ada perbedaan antara plot contoh 3 dan 7 kelas hutan tanaman jarang serta plot contoh 4 pada kelas kebun campuran memiliki volume
13 yang tinggi dari plot lainnya. Hal ini disebabkan suatu hutan yang jarang dengan kondisi tertentu justru memberikan ruang yang optimal untuk tumbuhnya pohonpohon sehingga mampu memanfaatkan air, sinar matahari dan unsur hara dalam tanah (Arief 2001). Volume hutan yang ada di Kecamatan Cisarua dapat ditaksir dari perkalian rata-rata volume hutan dengan luasan hasil klasifikasi visual. Volume hutan ratarata beserta luasannya akan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua tahun 2016 No
Tutupan lahan
1 Hutan alam jarang 2 Hutan alam rapat 3 Hutan tanaman jarang 4 Hutan tanaman rapat 5 Kebun campuran 6 Kebun teh 7 Sawah 8 Semak 9 Pemukiman Total
Volume ratarata (m³/ha) 67.56 241.72 44.93 406.67 68.08 0 0 0 0
Luas (ha) 360.56 2255.81 292.38 186.87 289.78 1203.11 569.78 119.82 2162.94 7441.04
Volume (m³) 24 358.14 545 280.19 13 137.82 75 992.38 19 729.03 0 0 0 0 678 497.56
Volume hutan alam jarang di Kecamatan Cisarua yaitu 67.56 m³/ha dan pada hutan alam rapat yaitu 241.72 m³/ha. Wisnu et al. (2013) meneliti kawasan hutan di Provinsi Bali yang merupakan kawasan non budidaya dan memperoleh volume sebesar 135.19 m³/ha. Hutan tanaman di Cisarua memiliki volume rata-rata 44.93 m³/ha untuk hutan tanaman jarang dan 406.67 m³/ha untuk hutan tanaman rapat. Selviana (2012) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat memperoleh volume rata-rata 399.45 m³/ha. Nidyaningsih (2011) di hutan rakyat Desa Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang memperoleh volume rata-rata 22.83 m³/ha. Kebun campuran di Cisarua memiliki volume 68.08 m³/ha. Saputra (2007) menghitung potensi kebun campuran di Kabupaten Bogor bagian Barat memperoleh volume yaitu 7.31 m³/ha. Hasil pengukuran volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua dan di berbagai daerah yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa volume tegakan hutan Kecamatan Cisarua relatif tinggi. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 8 bahwa volume hutan alam rapat di Kecamatan Cisarua tinggi dan memiliki luasan paling besar, sementara hutan alam jarang, hutan tanaman jarang dan kebun campuran memiliki volume rendah tapi luasannya juga kecil. Pemetaan Volume Tegakan Hutan Pemetaan sebaran volume tegakan hutan dibuat berdasarkan hasil perhitungan volume. Dalam pembuatan peta, kombinasi band citra yang digunakan adalah 7-5-4 yang merupakan gabungan dari band 7 (SWIR-2), band 5 (NIR) dan band 4 (Red). Kombinasi band ini dipilih karena menghasilkan kenampakan visual
14 yang mendekati warna alam dan memudahkan interpreter dalam memperoleh informasi. Menurut Paraditya dan Purwanto (2012), kombinasi band 7-5-4 juga mampu mengidentifikasi batuan, bentuk lahan dengan pendekatan relief, pola aliran dan vegetasi. Peta potensi volume disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta sebaran volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua tahun 2016 Gambar 5 memperlihatkan bahwa hutan alam rapat berada pada daerah Selatan dan sebagian berada di pinggir Barat Kecamatan Cisarua dengan topografi yang berat. Hutan tanaman jarang berwarna kuning pada peta dan sebagian besar berada di daerah Timur Kecamatan Cisarua. Hutan alam jarang, hutan tanaman rapat dan kebun campuran menyebar di areal Kecamatan. Sementara areal terluas yang berwarna merah muda adalah non hutan. Areal non hutan ini terdiri dari pemukiman, sawah, semak dan kebun teh. Pemetaan Potensi Volume Tegakan di Kawasan Hutan UU No 41 tahun 1999 menjelaskan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan menurut fungsinya yaitu hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Salah satu bentuk kawasan konservasi adalah Taman Nasional, yaitu kawasan pelestarian alam yang didalamnya terdapat jenis tumbuhan, satwa atau ekosistem yang khas, yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
15 menunjang budidaya, dan pariwisata. Pada lokasi penelitian terdapat sebagian kecil kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), dan areal lainnya merupakan Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain. Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri, dan ekspor. Hutan Produksi yang terdapat di Kecamatan Cisarua dikelola oleh Perhutani. Sedangkan Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan kawasan hutan, walaupun didalamnya terdapat tegakan hutan, areal tersebut dapat dikonversi menjadi non hutan. Luas masing-masing tutupan lahan pada Taman Nasional, Hutan Produksi dan APL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Luas masing-masing tutupan lahan pada kawasan hutan di Kecamatan Cisarua Tahun 2016 *⁾Luas kawasan (ha) No Tutupan lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hutan alam jarang Hutan alam rapat Hutan tanaman jarang Hutan tanaman rapat Kebun campuran Kebun teh Semak Sawah Pemukiman Total
Taman Nasional 46.79 918.81 0 0 2.96 109.77 9.33 13.46 52.87 1153.99
Hutan Produksi 0 80.31 0 30.76 0 106.15 0 0 3.09 220.30
APL 313.77 1256.70 292.38 156.11 286.82 987.20 110.48 556.31 2106.98 6066.75
Sumber: *⁾BAPLAN 2010
Volume tegakan dalam kawasan hutan diperoleh dari perhitungan luasan dengan rata-rata volume per hektar tegakan hutan. Kebun teh, sawah dan pemukiman termasuk areal non hutan, sehingga tidak meyumbangkan volume tegakan hutan. APL memiliki total volume tegakan yaitu 421 118.63 m³ dan volume hutan produksi lebih kecil dari APL yaitu sebesar 31 919.98 m³. Total volume pada hutan produksi dan APL dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 6.
16 Tabel 10 Total volume pada kawasan hutan produksi dan APL di Kecamatan Cisarua tahun 2016 Total volume (m³) No
Tutupan lahan
1 2 3 4 5 6
Hutan alam rapat Hutan alam jarang Hutan tanaman rapat Hutan tanaman jarang Kebun campuran Non hutan Total
Hutan Produksi 0 19 411.76 0 12 508.22 0 0 31 919.98
Areal Penggunaan Lain 21 197.35 303 772.00 13 137.82 63 484.16 19 527.30 0 421 118.63
Gambar 6 Peta volume pada kawasan Hutan Produksi dan APL di Kecamatan Cisarua tahun 2016 Keppres RI No 114 tahun 1999 tentang penataan ruang kawasan BogorPuncak-Cianjur (Bopunjur) menyatakan bahwa fungsi utama kawasan Bopunjur sebagai konservasi air dan tanah kurang berfungsi sebagaimana mestinya akibat perkembangan pembangunan yang pesat dan kurang terkendali sehingga pemanfaatan ruangnya perlu ditertibkan kembali. Tabel 9 memperlihatkan pada Taman Nasional terdapat kebun campuran, kebun teh,sawah dan pemukiman, serta
17 pada areal Hutan Produksi juga terdapat kebun teh dan pemukiman. Perubahan hutan menjadi penggunaan lain dikarenakan faktor ekonomi. Alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan yaitu hutan rakyat. Keberadaan hutan rakyat mampu memberikan pendapatan bagi masyarakat dan fungsi ekologis hutan tetap terjaga.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, volume tegakan hutan di Kecamatan Cisarua relatif tinggi. Tutupan lahan di Kecamatan Cisarua yang memiliki luasan paling besar adalah hutan alam rapat dengan luasan 2255.81 ha (30.32 % luas total) dan memiliki volume 545 280.19 m³ (241.72 m³/ha). Penyebaran volumenya 31 919.98 m³ (144.89 m³/ha) di Hutan Produksi dan 421 118.63 m³ (69.41 m³/ha) di APL. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai volume tegakan hutan menggunakan citra resolusi tinggi. 2. Perlu adanya insentif dari pemerintah kepada masyarakat yang membangun maupun mempertahankan hutan tanaman yang berada di APL (hutan rakyat).
18
DAFTAR PUSTAKA Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Gunawan Hendra. 2007. Kondisi Pinggiran dan Implikasi Pengelolaannya di Taman Nasional Gunung Ciremai. Jurnal Info Hutan. 4 (5): 451-462 Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Jaya INS, Samsuri, Lastini T, Purnama ES. 2010. Panduan Inventarisasi Sediaan Ramin di Hutan Rawa Gambut. Bogor (ID): CV. Biografika. Kecamatan Cisarua. 2015. Laporan Tahunan Kinerja 2015 Kecamatan Cisarua. Bogor (ID): Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Paraditya R, Purwanto TH. 2012. Pemanfaatan citra Landsat 7 ETM+ untuk pemetaan potensi mineralisasi emas di Kawasan Gunung Dodo, Kabupaten Sumbawa, NTB. Jurnal Bumi Indonesia. 1(3). Nidyadiningsih P. 2011. Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noronhae MD. 2007. Studi Tehnik Pendugaan Potensi Tegakan Puspa Schima waliichi dengan Simple Systematic with Random Start dengan Unit Contoh Six Tree Sampling dan Circular Plot (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Saputra GR. 2007. Model Penduga Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Citra Aster dan Sistem Informasi Geografis di Beberapa Wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Selviana V. 2012. Pendugaan Potensi Volume, Biomassa, dan Cadangan Karbon Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simon H. 2007. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta (ID): Pustaka Belajar. Somantri L. 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi kerentanan dan risiko banjir.Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi 8 (2) Suwargana N. 2013. Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral pada Citra Satelit Landsat, Spot, dan Ikonos. Jrnal Ilmiah WIDYA. 1(2). [USGS] United States Geological Survey. 2014. Landsat 8 History [internet]. [diacu 2016 Oktober 30]. Tersedia dari http://landsat.usgs.gov/about_ldcm.php. Wenbo W, Jing Y, Tingjun K. 2008. Study of Remote Sensing Image Fusion and its Application in Image Classification. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Science. 37 (B7). Wisnu IGR, Ardhana IPG, Wijana G. 2013. Penghitungan nilai karbon pada kawasan hutan di Provinsi Bali. Jurnal AGROTROP. 3 (1): 43-53. TTO CITES PROJECT BEKERJASAMA DENGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BOGOR,
Lampiran 1 Uji akurasi pemetaan
Hutan alam jarang
Diklasifikasikan sebagai kelas
Hutan alam jarang Hutan alam rapat Hutan tanaman jarang Hutan tanaman rapat Kebun campuran Kebun teh Sawah Semak Pemukiman TOTAL PA PA%
Xkk xk+*X+k
Hutan alam rapat
Hutan tanaman jarang
data acuan groundcheck Hutan Kebun Kebun tanaman campuran teh rapat
Sawah
Semak
Pemukiman
Total
User accuracy (UA)
UA %
3
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
100
0
2
0
0
0
0
0
0
0
2
1
100
0
0
6
1
0
0
0
0
0
7
0.857143
85.71429
0
0
1
7
0
0
0
0
0
8
0.875
87.5
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
4 0 0 0 0
0 5 0 0 0
0 0 5 0 0
1 0 0 3 0
0 0 0 0 11
6 5 5 3 11
0.666667 1 1 1 1
66.66667 100 100 100 100
3
2
8
8
4
5
5
4
11
50
1 100
1 100
0.75 75
0.875 87.5
1 100
1 100
1 100
0.75 75
1 100
OVERRAL ACCURACY 92
46 340
KAPPA ACCURACY 90.74074074
19
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 4 Februari 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Djoharso Dwi Wahyu dan Kusmiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 10 Bukit Gombak tahun 2000-2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Batusangkar tahun 2006-2009, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Batusangkar tahun 2009-2012, dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2012 melalui jalur SNMPTN Undangan di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2015 sampai sekarang, asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun ajaran 2015-2016, asisten mata kuliah Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2016 sampai sekarang. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Profesi Forest Management Student’s Club (FMSC) sebagai anggota Divisi Keprofesian tahun 2013-2015, anggota Kelompok Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan tahun 20132015, Ketua Pelaksana Eksplorasi Hasil Hutan Bukan Kayu di Resort Cisoka tahun 2015, dan Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Imaserampag (Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung) tahun 2014-2015. Penulis melakukan kegiatan Magang Mandiri Departemen Manajemen Hutan di KPH Cepu (Jawa Tengah) pada tahun 2014, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal (Jawa Barat) pada tahun 2014, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2015 dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Erythrina Nugrahamegah Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2016. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul “Pendugaan dan Pemetaan Volume Tegakan Hutan Menggunakan Penginderaan Jauh di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor” dibawah bimbingan Dr Nining Puspaningsih, MSi.