Pendokumentasian Kekerasan Terhadap Perempuan Dengan HIV
IKATAN PEREMPUAN POSTIF INDONESIA 2012 1
Kata Pengantar: Sujud syukur kita panjatkan pada Sang Rahim, ketika stigmatisasi masih sedemikian kuatnya bagi perempuan dengan HIV, ternyata tidak menjadi keterbatasan kami dalam menyelesaikan pendokumentasian ini. Mengacu pada Strategi dan Rencana Aksi organisasi tahun 2011 – 2014, dimana Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang mencakup kesetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan menjadi thema besar bagi IPPI untuk melakukan kerja-kerja organisasi, maka IPPI mengambil inisiatif melakukan “Survey Kekerasan Pada Perempuan Terinfeksi HIV” di 8 (delapan) propinsi di Indonesia untuk mulai mendokumentasikan kekerasan yang dialami anggota IPPI dan ditindak lanjuti kedalam rencana advokasi IPPI kedepan. Apresiasi setinggi-tingginya dipersembahkan kepada seluruh perempuan dengan HIV di Indonesia, doa, kritikan, semangat, pengalaman dan harapan menjadi sumber dasar mengapa pendokumentasian ini dilakukan. Tak lupa terima kasih yang tulus kepada sahabatsahabat IPPI yang telah mendukung dan membantu kami dalam menganalisa dan memperkaya pengetahuan kami. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada HIVOS dan UN WOMEN Indonesia yang telah memberikan dukungan dan kesempatan sehingga kontribusi kami semakin bermakna, menghapus perlahan tokenisme yang kerap terjadi pada perempuan dengan HIV. Hanya Tuhan yang memiliki kesempurnaan, namun kami meyakini, kekurangan-kekurangan dalam laporan ini akan terisi dengan tanggapan positif dan kritikan membangun sehingga ia menjadi utuh dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
Salam Sayang,
Ikatan Perempuan Positif Indonesia
2
Daftar Singkatan: AIDS
Acquired Immuno Deficiency Syndrom
ARV
Anti Retro Viral
ART
Anti Retroviral Therapy (Terapi obat ARV)
CD4
Cluster of Differentiation 4 = T helper cells
CEDAW
The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
CST
Care, Support and Treatment
HAM
Hak Asasi Manusia
HCPI
HIV Cooperation Program for Indonesia
HIV
Human Immunodeficiency Virus
HR
Harm Reduction
ICPD
International Conference on Population and Develompent
IMS
Infeksi Menular Seksual
IO
Infeksi Oportunistik
ISR
Infeksi Saluran Reproduksi
IPPI
Ikatan Perempuan Positif Indonesia
KB
Keluarga Berencana
KIE
Komunikasi Informasi dan Edukasi
KPAN
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
KRR
Kesehatan Reproduksi Remaja
NAPZA
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
ODHA
Orang Dengan HIV dan AIDS, orang yang telah terinfeksi HIV
OHIDA
Orang Hidup dengan pasien AIDS, umumnya anggota keluarga
PBB
Persatuan Bangsa-Bangsa 3
Penasun
Pengguna NAPZA suntik
PITC
Provider Initiated Testing and Counseling
PMTCT
Preventing Mother to Child Transmission
PPTCT
Preventing Parent to Child Transmission
SMP
Sekolah Menengah Pertama
SMU
Sekolah Menengah Umum
SRH&R
Sexual and Reproductive Health and Rights
UN
United Nations
VCT
Voluntary Counseling and Testing
WHO
World Health Organization
4
Daftar Isi:
Kata Pengantar: ................................................................................................. 2 Daftar Singkatan ............................................................................................. 3 I.
Pendahuluan ......................................................................................... 6 Latar Belakang .................................................................................... 6 Gambaran Masalah ............................................................................ 9 Rancangan Studi dan Pelaksanaan.................................................... 11
II. Temuan ............................................................................................... 13 Data Demografi Responden .............................................................. 13 Gambaran Situasi Kekerasan ............................................................ 14 Pengalaman Perempuan Dengan HIV dan Yang Terdampak Oleh AIDS akan Kekerasan....................................................................................... 16 III.
Kesimpulan ....................................................................................... 18
IV.
Rekomendasi .................................................................................... 19 Daftar Pustaka ..................................................................................... 20
5
I. Pendahuluan Latar Belakang 1. Komitmen Global dan Nasional Berbagai Negara menyatakan sejumlah komitmen global dan regional untuk menangani hak-hak, kebutuhan serta perlindungan bagi perempuan dan remaja perempuan serta menjunjung tinggi kesetaraan bagi kaum perempuan sebagai manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB tahun 1948 menegaskan bahwa : “Kehidupan, kebebasan, keamanan manusia, upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, standar hidup cukup untuk kesehatan dan kesejahteraan jiwa, pendidikan, bebas dari perbudakan, dan perlindungan hukum yang sama” Dalam Deklarasi ini ini juga ditekankan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk hidup bersama-sama dengan orang lain, hak untuk mendapatkan perlakuan serta perlindungan hokum yang sama, dan hak untuk mendapatkan pekerjaan. Secara khusus perjanjian internasional yang menangani permasalahan terkait perempuan, kesetaraan gender, kesehatan dan HAM mencakup Deklarasi Wina dan Program Aksi (Konferensi Dunia tentang HAM, 1993), Program Aksi dari Konferensi Internasional tentang Populasi dan Pembangunan (1994) dan Deklarasi Beijing berikut Landasan Aksi (1995). Begitu pula dengan berbagai instrumen HAM internasional serta kovenan dan konvensi HAM regional seperti Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW, 1979). CEDAW (The Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) tahun 1979 adalah perjanjian pertama yang secara khusus merangkum dan menegaskan tentang hak-hak perempuan. CEDAW melarang diskriminasi yang didasarkan pada gender dan memastikan hak perempuan atas akses setara terhadap layanan perawatan kesehatan. Hak-hak yang dicantumkan di dalam CEDAW meliputi : Hak atas pendidikan (Pasal 10)), Hak atas pekerjaan (Pasal 11), Hak atas kesehatan (Pasal 12), Hak untuk memilih pasangan dan untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah dan jarak kelahiran anak 6
dan untuk memiliki akses terhadap informasi, pendidikan, dan cara-cara untuk memungkinkan perempuan menjalankan hak-hak tersebut (Pasal 16), Hak untuk memperoleh kredit keuangan (Pasal 13), Hak untuk memiliki dan mengelola properti (Pasal 16). Selain itu, negara-negara bertekad untuk meningkatkan respon terhadap masalah AIDS dan perempuan melalui Deklarasi Komitmen tentang HIV/AIDS (2001),Deklarasi Milenium PBB dan Tujuan Pembangunan Milenium (2000) dan Deklarasi Politik tentang HIV/AIDS (2011). Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya dalam menangani hak-hak, kebutuhan serta perlindungan bagi perempuan melalui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan. Indonesia telah meratifikasi CEDAW ke dalam UU No.7 tahun 1984, UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangangan Orang, dan UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Turunan dari masing-masing undang-undang tersebut salah satunya mengamanatkan kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menyusun suatu standard pelayanan minimal dan standard operasional prosedur (SOP) yang akan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan oleh kementrian dan lembaga terkait dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT).1 Menyadari akan pentingnya upaya peningkatan alokasi sumberdaya dan penguatan kapasitas, berbagai komitmen ini menyediakan landasan yang kuat untuk melakukan respon multisektoral yang lebih baik bagi perempuan, remaja perempuan dan kesetaraan gender dengan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk menegakkan hak-hak perempuan dan menjawab kebutuhan perempuan yang hidup dengan HIV, serta memberikan fokus yang kukuh pada pendekatan pencegahan yang menyeluruh terhadap HIV, kesehatan seksual dan reproduksi dan masalah kekerasan terhadap perempuan.
1
MONITORING THE INCLUSION OF VAW AT THE NATIONAL LEVEL OF THE AIDS RESPONSE AND THEIMPLEMENTATION OF THE UNAIDS AGENDA FOR WOMEN AND GIRLS (IAC, 2012)
7
2. HIV&AIDS dan Perempuan Indonesia termasuk salah satu Negara di Asia yang pertumbuhan kasus HIV & AIDS relative cepat, hal ini diungkapkan oleh UNAIDS dalam laporannya. Kementrian Kesehatan RI melaporkan, dalam kurun waktu 13 tahun, jumlah kasus AIDS sebesar 30.430 kasus dengan kasus kematian 5.484 kasus yang dilaporkan secara kumulatif antara 1 Januari sampai dengan 31 Maret 2012. Kasus AIDS yang dilaporkan tahun 2006 oleh Kementrian Kesehatan RI yang telah diagregasikan berdasarkan jenis kelamin, 6.604 kasus pada laki-laki dan 1.529 pada perempuan. Data tersebut apabila dibandingkan dengan data jumlah kasus AIDS yang dilaporkan periode 31 Maret 2012 berdasarkan jenis kelamin, 20.665 kasus pada laki-laki dan 8.339 kasus pada perempuan. 2Dari data ini jelas tergambar prevalansi penularan HIV pada perempuan mengalami kenaikkan yang sangat signifikan dalam periode 6 tahun terkahir. Kerentanan perempuan terhadap HIV disebabkan oleh berbagai factor diantaranya ketimpangan gender yang berakibat pada ketidakmampuan perempuan untuk mengontrol perilaku seksual suami atau pasangan seksualnya serta kurangnya pengetahuan serta akses untuk mendapatkan informasi dan pelayanan pengobatan Kesehatan Seksual, Kesehatan Reproduksi serta HIV & AIDS. Secara biologis perempuan lebih rentan dibanding laki-laki. Bentuk alat reproduksi perempuan (vagina) yang berbentuk seperti mangkok membuat perempuan lebih rentan tertular HIV ketika berhubungan seks dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan juga menghadapi resiko lebih besar berkaitan dengan kekerasan, seperti pemerkosaan. Faktor ekonomi juga mempengaruhi kerentanan perempuan akan HIV & AIDS. Ketergantungan ekonomi perempuan menyebabkan perempuan sulit untuk mengontrol agar dirinya tidak terinfeksi, karena dirinya tidak bisa menolak atau meminta suaminya untuk menggunakan kondom ketika berhubungan seks. Kemiskinan seringkali menyeret perempuan untuk melakukan pekerjaan beresiko, bahkan terpaksa bekerja sebagai perempuan pekerja seks untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Ketika sumber daya ekonomi terputus dari lakilaki yang dalam konstruksi social adalah kepala keluarga, membuat semakin banyak perempuan yang terpaksa melakukan transaksi seks untuk mempertahankan hidup keluargannya. Situasi budaya dan lingkungan social membuat perempuan tanpa akses ekonomi yang kuat akan semakin terpuruk. 2
DIRJEN PP&PL KEMENKES RI (Data Kasus 2011, non DKI Jakarta)
8
Faktor social budaya yang mempengaruhi relasi timbal balik antara laki-laki dan perempuan yang tidak setara mengakibatkan perempuan dirugikan secara social. Faktor budaya yang menyebabkan perempuan patuh pada “fungsi social” yang merupakan hasil dari budaya yang tidak berpihak pada perempuan, seperti halhal lain yang berkaitan misalnya seks dianggap tabu untuk dibicarakan.
Gambaran Masalah Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Pada Perempuan (Komnas Perempuan) yang di publikasikan tahun 2011 telah memberikan gambaran umum tentang kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama tahun 2010. Dari dokumentasi yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan diperoleh jumlah perempuan korban sebanyak 105.103 orang. Dari jumlah perempuan korban diatas diidentifikasi pola kekerasan terhadap perempuan masih didominasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Ranah Pacaran (KRP) yang mencapai 96% (yaitu 101.128). Kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas tercatat 3.530 kasus, dan ranah Negara 445 kasus – jumlah ini meningkat 8 kali lipat dibandingkan tahun 2009. Pada tahun 2010 ini secara khusus tercatat tindak kekerasan seksual baik di ranah domestic (864) maupun ranah komunitas (1.781). 3Kekerasan seksual yang dicatat oleh lembaga mitra mencakup seksual, pencabulan, percobaan perkosaan, perkosaan. Komnas Perempuan pada tahun ini juga mencatat sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan atas nama agama dan moralitas. Kekerasan terhadap perempuan apabila dikaitkan dengan penularan HIV/AIDS salah satunya dikarenakan oleh kuatnya patriarkisme dalam kehidupan bernegara senantiasa melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak sensitif perempuan, lalai akan perlindungan terhadap kaum yang dilemahkan dalam dunia lelaki, bahkan potensial untuk terjadinya kekerasan – verbal dan nonverbal. Semakin banyaknya perempuan yang dilaporkan tertular HIV dari pasangannya bahkan kepada bayi-bayi yang dikandungnya dalam lima tahun terakhir, merupakan fenomena yang tidak bisa dinafikkan saling kait-mengkait dengan kekerasan terhadap perempuan. Semakin dipahami pula bahwa persoalan penyebaran HIV dan AIDS di berbagai belahan dunia tidak dapat ditanggulangi melalui upaya-upaya medis semata. Persoalan ini tidak terlepas dari berbagai macam kepentingan sehingga untuk 3
CATAHU KOMNAS PEREMPUAN, 2011
9
mengurainya, diperlukan cara pandang terhadap persoalan yang luas mencakup ekonomi, politik, sosial, serta budaya. Keterkaitan antara kekerasan terhadap perempuan dan penularan HIV merupakan sebuah pangkal dari satu ujung jawaban atas persoalan yang perlu terus-menerus dikaji dan menjalani siklus aksi-refleksi. Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) adalah sebuah jaringan nasional perempuan yang hidup dengan HIV dan terdampak oleh AIDS berdiri tahun 2007 di Indonesia. IPPI memiliki perhatian khusus terhadap kekerasan pada perempuan di Indonesia khususnya yang dialami oleh perempuan dengan HIV dan yang terdampak oleh AIDS sebagai upaya melindungi dan meningkatkan mutu hidup mereka. Mengacu pada Strategi dan Rencana Aksi organisasi tahun 2011 – 2014, dimana Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang mencakup kesetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan menjadi thema besar bagi IPPI untuk melakukan kerja-kerja organisasi, maka IPPI mengambil inisiatif melakukan “Survey Kekerasan Pada Perempuan Terinfeksi HIV” di 8 (delapan) propinsi di Indonesia untuk mulai mendokumentasikan kekerasan yang dialami anggota IPPI dan ditindak lanjuti kedalam rencana advokasi IPPI kedepan. Tujuan diadakannya survey ini untuk menyediakan informasi yang berbasiskan bukti terkait kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan HIV dan yang terdampak oleh AIDS serta adanya rekomendasi perbaikan program dalam menangani kekerasan terhadap perempuan dalam kaitannya dengan HIV & AIDS. Manfaat dari survey ini diharapkan dapat mendorong respond penanggulangan AIDS untuk mengakomodir dan mengintegrasikan isu Kekerasan Terhadap Perempuan kedalam program AIDS yang telah berjalan di Indonesia. Hasil survey ini juga akan menjadi dasar advokasi bagi IPPI kedepan.
10
Rancangan Studi dan Pelaksanaan 1. Rancangan Studi Survey dilakukan kepada anggota IPPI yang tersebar di 8 propinsi dengan tidak adanya kriteria khusus dalam penentuan kharakteristik responden. Responden survey berjumlah 122 orang yang terdiri dari perempuan dengan HIV dan perempuan yang terdampak oleh AIDS. Dalam pelaksanaannya, jumlah responden per kota terlampir dalam table 1. Tabel 1. Jumlah Responden Berdasarkan Propinsi Kota Pengambilan Sample Responden DKI Jakarta 12 Jambi 18 Banten 11 Bali 20 Sumatera Utara 16 Sulawesi Utara 10 NTB 15 Yogyakarta 20 Total 122 *sumber: Pengolahan data survey kekerasan terhadap perempuan IPPI, 2012 Sebelum pelaksanaan survey, Koordinator Propinsi IPPI di 8 (delapan) propinsi yang adalah penanggung jawab pemerolehan data yang disebut sebagai coordinator lapangan telah diberikan informasi terlebih dahulu tentang metode pengambilan data, pertanyaan dalam kuisioner serta tekhnis pengumpulan data ke secretariat nasional. Dalam pelaksanaannya, coordinator lapangan dibekali panduan lapangan dan panduan penggunaan kusioner untuk membantu dalam proses pemerolehan data. Proses studi dilakukan dengan memakan waktu 3 bulan untuk proses pemerolehan data dan tabulasi. Hasil pengolahan data kemudian dianalisa secara kualitatif.
11
2. Keterbatasan Studi Terdapat keterbatasan dalam pelaksanaan survey kekerasan terhadap perempuan ini, dimana keterbatasan ini setidaknya berpengaruh pada hasil akhir yang dibuat. Tidak ada alokasi waktu yang khusus diberikan untuk melatih coordinator lapangan sebagai pengambil data dalam memahami panduan lapangan, kuisioner serta tekhnik pengambilan data. Hal ini mengakibatkan ketidak sesuaian jawaban yang diberikan responden dengan tujuan pertanyaan.Pengambilan data juga hanya dilakukan secara kuantitatif dengan menambahkan pertanyaan terbuka dengan tujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam pengalaman responden terkait kekerasan. Pertanyaan terbuka yang disusun dalam kuisioner dirasa tidak cukup menggali lebih pengalaman responden serta factor-faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan berdasarkan kharakteristik budaya daerah setempat.
12
II. Temuan Data Demografi Responden Survei melibatkan 122 anggota IPPI dimana 110 orang perempuan dengan HIV dan 12 orang perempuan yang terdampak oleh AIDS. Berdasarkan hasil pengolahan data, rata-rata usia responden adalah 31 – 40 tahun (45.08%) dimana sekitar setengah dari responden berstatus menikah (59.02%) dan tidak memiliki pekerjaan (58.20%). Presentase pendidikan terbesar adalah SMA/sederajat (62.30%).
Tabel 2. Data Demografi Responden Responden n= 122
Variabel Status Kesehatan ODHA OHIDHA Usia 18 - 25 tahun 26 - 30 tahun 31 - 40 tahun >41 tahun Tidak disebutkan Status Hubungan Menikah Tidak Menikah* Cerai Hidup Cerai Mati Tidak disebutkan Pendidikan SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi/ Sederajat Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja 13
freq
%
110 12
90.16 9.84
26 28 55 5 8
21.31 22.95 45.08 4.10 6.56
72 8 6 23 13
59.02 6.56 4.92 18.85 10.66
1 23 76 22
0.82 18.85 62.30 18.03
51 71
41.80 58.20
*sumber: Pengolahan Data Survei Kekerasan Terhadap Perempuan IPPI, 2012
Gambaran Situasi Kekerasan Merujuk pada Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Diskriminasi terhadap perempuan” berarti segala pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai dampak atau tujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, social, budaya, sipil atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender. 4 Dalam studi ini, IPPI mencoba mengidentifikasi kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan HIV dan yang terdampak oleh AIDS dengan terlebih dahulu mengkategorikan jenis-jenis kekerasan kedalam 4 (empat) kategori yaitu Kekerasan Fisik, Kekerasan Seksual, Kekerasan Psikis dan Kekerasan Ekonomi. Untuk memperkaya hasil studi, terdapat penambahan 2 (dua) kategori tambahan yaitu Diskriminasi dikarenakan status HIV dan Kasus Sterilisasi Paksa. Dasar penambahan kategori ini dikarenakan pengalaman perempuan yang hidup dengan HIV kerap kali mengalami perlakuan tidak adil saat mengakses layanan kesehatan, dikucilkan dalam lingkungan social dikarenakan status HIV-nya. Data yang ditampilkan dalam grafik 3 menunjukkan bahwa sebanyak 30.24% respondent mengalami kekerasan ekonomi diikuti dengan 29.7% mengalami kekerasan psikis. Respondent juga menjawab pernah mengalami kekerasan seksual (28.98%) serta kekerasan fisik (24.8%). Apabila melihat pada 2 (dua) kategori tambahan, 28.7% respondent pernah mengalami diskriminasi dikarenakan status HIV yang dideritanya serta 13.58% respondent mengalami sterilisasi paksa pada saat bersalin. Proses pengolahan data juga menunjukkan beberapa responden mengalami lebih dari 1 (satu) kekerasan sekaligus.
4
http://www.kesrepro.info/?q=node/278
14
Grafik 1. Gambaran Situasi Kekerasan
*sumber: Pengolahan Data Survei Kekerasan Terhadap Perempuan IPPI, 2012
15
Pengalaman Perempuan Dengan HIV dan Yang Terdampak Oleh AIDS akan Kekerasan Dalam kuisioner, responden diminta untuk menuliskan pengalaman mereka akan kekerasan yang telah dikategorikan dan dituangkan kedalam bentuk pertanyaan. 1. Apakah anda pernah mengalami Kekerasan Fisik seperti dipukuli, ditampar, atau dicekik? Jika Ya, bagaimana ceritanya? “Saya mengalaminya saat anak sakit. Suami pulang dalam keadaan mabuk padahal paginya sudah janji, sore mau antar ke dokter. Tapi suami malah pulang malam, terus terjadilah keributan yang menyebabkan kaki saya jadi pincang, di cekik, di pukul bahkan saya di injak – injak” 2. Apakah anda pernah mengalami Kekerasan Seksual ? (Contoh; Anda dipaksa berhubungan seks tanpa persetujuan anda) Jika Ya, bagaimana ceritanya? “Saya pernah disuruh suami untuk berhubungan seks dengan teman tempat suami membeli narkoba” “Saat sedang menstruasi, suami mengajak hubungan seks, tapi saat ditolak, suami marah.”
3. Apakah anda pernah mengalami Kekerasan Psikologis (Non-Fisik) ? (Contoh; Anda dilecehkan, diteriaki, disumpahi, dll) Jika Ya, bagaimana ceritanya?
“Saya sering kali di sumpahi "Mati Kafir", "Anjing" dan penyebabnya karena saya tidak memberi tahu berapa uang tabungan hasil keringat saya bahkan apabila saya memberi uang diam-diam sama anak saya.” “Karena saya seorang pekerja seks, saya sering disebut perempuan murahan/pelacur.”
4. Apakah anda pernah mengalami Kekerasan Financial atau Ekonomi? (Contoh; Anda dibebankan menanggung seluruh biaya kebutuhan Rumah Tangga) Jika Ya, bagaimana ceritanya? 16
“Saya menanggung beban ekonomi sudah hampir 2 tahun, karena suami tidak mau bekerja. Alasannya saya sudah ada anak dari almarhum suami yang dulu, jadi harus saya urus.” “Saat suami pengangguran, saya harus memenuhi semua kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan suami membeli narkoba.” 5. Apakah anda pernah mengalami diskriminasi dikarenakan status HIV anda? (Contoh; Anda di usir di lingkungan tempat anda tinggal atau anda ditolak pada saat dirawat di Rumah Sakit) Jika Ya, bagaimana ceritanya? “Pada saat saya konsultasi kehamilan, dokter dan perawat bilang "kamu dan suamimu kan HIV, jelas2 tidak boleh hamil, kok masih pengen punya anak?" “Saat melakukan persalinan saya di tolak dan di suruh pergi oleh pihak RS, ini terkait dengan status HIV saya.” “Saya pernah diusir di lingkungan saya karena status HIV dari suami saya yang sudah meninggal” 6. Apakah anda pernah mengalami sterilisasi atau di aborsi pada saat anda hamil atau melahirkan dikarenakan status HIV anda? (Contoh: Saat anda mengakses layanan PMTCT, setelah melahirkan anda di sterilisasi yang mengakibatkan anda tidak bisa hamil lagi) Jika Ya, bagaimana ceritanya? “Saya melahirkan pada tahun 2009, setelah proses operasi saya langsung disuruh tanda tangan untuk sterilisasi, saya mengiyakan karena ketidak tahuan saya” “Saya di sterilisasikan di atas meja operasi dan di suruh untuk tanda tangan tanpa melalui konseling”
17
III. Kesimpulan Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani hak-hak, kebutuhan serta perlindungan bagi perempuan melalui kebijakankebijakan yang telah dikeluarkan. Indonesia telah meratifikasi CEDAW ke dalam UU No.7 tahun 1984, UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangangan Orang, dan UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Apabila melihat upaya pemerintah terkait pengintegrasian permasalahan kekerasan pada perempuan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi epidemi AIDS belum dianggap sebagai sebuah faktor yang perlu diperhatikan dan diatasi. Di kalangan pemerintah dan bahkan LSM yang bergerak di layanan AIDS, isu kekerasan masih dilihat terpisah. Di tataran kebijakan program penanggulangan AIDS sendiri, yaitu Strategi Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan AIDS 2010-2014, permasalahan perempuan, remaja perempuan dan anak belum mendapatkan perhatian khusus sehingga ketika SRAN ini diturunkan dalam tataran implementasi, ditemukan kesenjangan yang besar dalam mengatasi isu perempuan termasuk kekerasan pada perempuan. Dalam studi ini, IPPI menemukan bahwa perempuan dengan HIV dan yang terdampak mengaku memiliki pengalaman terkait kekerasan. Jenis-jenis kekerasan yang telah teridentifikasi dalam studi ini yaitu Kekerasan Fisik, Kekerasan Seksual, Kekerasan Psikis dan Kekerasan Ekonomi. Perempuan dengan HIV dalam studi ini juga ditemukan mengalami perlakuan tidak adil saat mengakses layanan kesehatan, dikucilkan dalam lingkungan social dikarenakan status HIV-nya.
18
IV. Rekomendasi 1. Mendorong pemerintah untuk membuat rencana strategi dan aksi nasional beserta pengalokasian anggaran untuk merespon kebutuhan perempuan dalam kerentanannya akan HIV&AIDS serta melibatkan masyarakat sipil termasuk kelompok perempuan dalam perencanaaan, implementasi dan monitoring evaluasi. 2. Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan suatu komitmen kebijakan bersama antara Kementrian Kesehatan, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dalam mengintegrasikan Kekerasan Terhadap Perempuan dan HIV&AIDS. 3. Mendorong pemerintah, Mitra Pembangunan Internasional serta Lembaga PBB untuk membuat skema pendanaan bagi organisasi perempuan dan jaringan perempuan dengan HIV untuk membangun kesadaran masyarakat akan kerentanan perempuan terhadap Kekerasan dan HIV&AIDS. 4. Perlu adanya mekanisme system rujukan layanan kekerasan terhadap perempuan dan layanan HIV&AIDS termasuk layanan bantuan hukum bagi perempuan dengan HIV yang menjadi korban kekerasan serta proses re-integrasi. 5. Perlu adanya peningkatan kapasitas pada perempuan dengan HIV dan yang terdampak oleh AIDS terkait Kekerasan Terhadap Perempuan dan relevansinya dengan HIV&AIDS. 6. Perlu dilakukan studi terkait kekerasan terhadap perempuan dengan HIV untuk menggali lebih dalam factor-factor yang mempengaruhi kerentanan dengan jumlah responden yang lebih banya dan didukung dengan metodologi yang lebih tepat.
19
Daftar Pustaka IAC (2012), MONITORING THE INCLUSION OF VAW AT THE NATIONAL LEVEL OF THE AIDS RESPONSE AND THEIMPLEMENTATION OF THE UNAIDS AGENDA FOR WOMEN AND GIRLS (IAC, 2012) Laporan Triwulan HIV&AIDS, DIRJEN PP&PL KEMENKES RI Burnet Institute, “Perempuan dan kerentanannya terhadap HIV" BPS (2009). A socio-economic impact study of HIV and AIDS on Households. Draft report. FHI-ARC (2010). Perilaku dan jaringan seksual pengguna napza suntik. Jakarta: ARC-FHI. Indonesia UNGASS-AIDS Forum. (2010). Monitoring UNGASS-AIDS Goals on Sexual and Reproductive Health. Indonesia UNGASS-AIDS Forum (2010), Civil Society Report for UNGASS on AIDS. KOMNAS Perempuan (March, 2009). Atas Nama Otonomi Daerah; Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia. NAC (2008). Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS pada Anak dan Remaja 2007-2010. Jakarta: NAC. Ministry of Health (2007), Integrated Surveillance on HIV and Behavior (STHP). Solidaritas Perempuan (2009). Mandatory testing on Indonesian migrant workers: 2007 report. Jakarta: Solidaritas perempuan, CARAM Asia, UNIFEM. STIGMA (2010). Pengalaman Perempuan Penasun dalam Mengakses Pelayanan harm Reduction: Sebuah kajian cepat. Draft report. Komnas Perempuan (2011), Catatan Tahunan
20