Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEBAGAI SARANA PEMBENTUKAN KARAKTER PADA KURIKULUM 20131 Nyai Cintang2 Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Pendidikan merupakan salah satu dimensi pembangunan manusia. Salah satu sasaran program revolusi mental adalah membentuk manusia Indonesia berkepribadian secara sosial budaya. Disinilah peran pendidikan seni dalam membentuk manusia berkepribadian sosial budaya. Pendidikan seni dapat membentuk mental individu yang berkarakter, berkepribadian sosial budaya, kreatif dan memiliki kecerdasan intelektual. Sayangnya, pendidikan seni masih dimarginalkan dan dititikberatkan pada keterampilan dan pengetahuan. Oleh karena itu, desain kurikulum 2013 menyempurkan konsep pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) menjadi Seni budaya dan prakarya (SBdP) yang merupakan integrasi dari seni, budaya, keterampilan dan bahasa daerah. SBdP tidak hanya sebagai sarana pengembangan pengetahuan dan keterampilan melainkan sebagai sarana pengemangan karakter pribadi yang berlandaskan sosial budaya. Pendidikan SBdP di berikan di sekolah dasar, karena memiliki keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan melalui aktivitas berkreasi, berapresiasi dan berekspresi, sehingga siswa dapat berperan dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan tingkat lokal hingga global. Kata Kunci : Seni Budaya dan Prakarya, Karakter, Kurikulum 2013
1
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016. 2 Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui:
[email protected]
91
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDAHULUAN PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan seni budaya tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi berbagai aspek kehidupan. Pada mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas tersendiri tetapi tergabung dengan seni. Oleh karena itu, mata pelajaran seni budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni berbasis budaya. Konsep pendidikan seni berbasis budaya untuk SD/MI telah disempurnakan dalam bentuk desain Kurikulum 2013. Peraturan Menteri nomor 57 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SD/MI bahwa kompetensi dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni, budaya, keterampilan, dan bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP). Landasan filosofis Kurikulum 2013 yaitu membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu. Pendidikan memposisikan siswa sebagai pewaris budaya bangsa yang kreatif sekaligus memiliki kecerdasan intelektual. Paparan Kemendikbud tentang Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013, menegaskan bahwa tujuan Kurikulum 2013 berujung pada terciptanya Generasi Emas 2045. Generasi Emas 2045 merupakan 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang dalam kurun waktu tersebut, diharapkan Bangsa Indonesia dapat kembali mendulang kejayaan. Sugiyanto menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia mengalami Siklus Kejayaan Indonesia (7 century cycle). Oleh karena itu, siklus kejayaan akan kembali terjadi pada abad ke 21 M dimana Indonesia akan kembali Berjaya. (Prasetyo, 2014: 5) Sejarah terulangnya siklus ketujuhtahunan ini hanya akan menjadi impian belaka jika tanpa usaha mewujudkannya. Indonesia diharapkan mampu mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan meningkatkan potensi melalui pengembangan dengan jalan pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan menyiapkan potensi SDM melalui penyempurnaan kurikulum yang mampu membekali manusia di era globalisasi. Kurikulum 2013 berusaha menyiapkan manusia, menjadi manusia yang berkompeten agar tercapai Generasi Emas 2045. Subandi Sardjoko Deputi Mentri Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan memaparkan tentang Pembangunan Pendidikan dalam RPJMN 2015-2019 menurut Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015 bahwa salah satu dimensi pembangunan manusia adalah pendidikan. Pendidikan berperan penting dan strategis untuk menuju Indonesia emas. Melalui pendidikan maka kecerdasan, karakter, dan sikap dapat dibentuk. Agenda Nawacita pembangunan nasional diantaranya adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan pendidikan karakter untuk mendukung revolusi mental. Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran. Pengembangan karakter menjadi inti dari imlementasi Kurikulum 2013. Di sisi lain, Joko Widodo mencanangkan kembali program revolusi mental. Salah
92
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
satu sasarannya adalah membentuk Indonesia yang berkepribadian secara sosial budaya. Ardipal (2015: 17) menyatakan bahwa disinilah peran pendidikan seni dalam membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian secara sosial budaya terutama sejak pendidikan dasar. Djohan (2003: 141) menambahkan bahwa pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan bangsa. Istilah pendidikan seni berarti pemanfaatan seni sebagai alat pendidikan untuk menyiapkan anak menjadi seorang yang mandiri dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Jadi, pendidikan seni tidak semata-mata hanya mencetak anak agar meraih nilai tinggi, tetapi merupakan pembentukan revolusi mental individu yang berkarakter, berkepribadian sosial budaya, kreatif, dan memiliki kecerdasan intelektual. Pembelajaran seni di tingkat pendidikan dasar bertujuan untuk mengembangkan kesadaran seni dan keindahan dalam arti umum, baik dalam domain konsepsi, apresiasi, kreasi, penyajian, maupun tujuan-tujuan psikologisedukatif untuk pengembangan kepribadian peserta didik secara positif, sehingga individu lebih memahami budaya sebagai salah satu tujuan dari pendidikan (Permen No. 57 Tahun 2014). Tujuan pembelajaran seni dapat tercapai jika pendidik memiliki kompetensi dan persepsi yang baik dalam pelaksanaan pembelajaran seni. Pemahaman pendidik terhadap konsep pendidikan seni budaya dan keterampilan di sekolah dasar masih berbeda-beda. Hasil penelitian Ardipal (2015: 19) ditemukan bahwa sebagian besar pendidik masih memandang pendidikan seni ditunjukkan untuk menciptakan peserta didik yang mampu menyanyi, menggambar, menari dan membuat prakarya. Ardipal (2013:115) menegaskan bahwa kecenderung-an sebagian pendidik yang menempatkan pendidikan seni di sekolah dasar sebagai pendidikan yang dititikberatkan pada pendidikan keterampilan merupakan suatu kesalahpahaman yang bisa berakibat fatal. Ironisnya, pendidikan seni budaya dan ketrampilan masih dimarginalkan. Hasil penelitian Ardipal (2015: 19) sekolah berlomba-lomba mendidik peserta didiknya agar pandai dan mendapat nilai tinggi dalam mata pelajaran yang dianggap penting seperti Matematika, Sains, Bahasa Indonesia, atau IPS. Diperkuat pendapat Sujito, Haryanto dan Lestari, (2015:29) pelajaran seni budaya di sekolah dasar masih menjadi mata pelajaran yang terkesampingkan. Alokasi waktu jelas dicantumkan, namun pada saat tertentu dialihkan untuk mata pelajaran lain. Seni dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting dan tidak menjadi bekal untuk siswa, baik pengetahuan maupun keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar. Ardipal (2015: 18) Kontribusi pendidikan seni sering diabaikan dan dipandang sebelah mata. Tentunya, hal ini bukan tanpa sebab. Artinya, terdapat suatu masalah sehingga peran pendidikan seni “belum mampu” menciptakan perubahan karakter. Peraturan Menteri No. 57 tahun 2014 lampiran III tentang Kurikulum 2013 menyatakan bahwa seni budaya dan prakarya sangat
93
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
kontektual dan diajarkan secara kongkret, utuh, serta menyeluruh mencakup empat aspek yaitu seni tari, seni rupa, seni musik, dan seni prakarya. Sementara itu, Sujito, Haryanto, dan Lestari (2015: 19) menyatakan bahwa alokasi waktu 4 jam pelajaran yang diberikan pada setiap minggunya untuk mencapai semua aspek yang terdapat pada pendidikan seni akan berdampak pada tidak optimalnya pembelajaran seni di sekolah dasar. Oleh karena itu, Permen No. 57 tahun 2014 menyebutkan satuan pendidikan wajib menyelenggarakan minimal dua dari empat aspek yang disediakan. Temuan penelitian Ardipal (2015: 17) menunjukkan bahwa perbedaan pemahaman pendidik terhadap konsep pendidikan seni di sekolah dasar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di sekolah dasar. Isjoni (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar menjadi pondasi dasar dalam pembentukan karakter peserta didik. Jenjang pendidikan dasar merupakan tahap awal penanaman nilai-nilai karakter dan ilmu pengetahuan yang menjadi bekal peserta didik dalam melanjutkan pendidikan. Agar konsep pendidikan SBdP yang merupakan pembaruan konsep dari Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan sebagai sarana pewarisan nilai sosial budaya dan karakter dapat berjalan lebih optimal, maka diperlukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap SBdP pada kurikulum 2013. Sesuai dengan rancangan awal perubahan kurikulum yakni mengamanahkan perubahan konsep dan pola pembelajaran untuk melahirkan generasi mandiri, berkarakter, kreatif, berkepribadian sosial budaya, dan siap menghadapi perkembangan zaman dalam mempersiapkan generasi emas untuk Indonesia emas. PEMBAHASAN Seni merupakan suatu penampilan yang bersifat halus ditampilkan dalam bentuk nyata dari kreativitas manusia dalam ber-karsa, ber-rasa, dan bercipta. Seni dituangkan dalam bentuk ciptaan yang bernilai tinggi sebagai salah satu bentuk budaya dan peradaban manusia. Kemampuan untuk mengungkapkan keindahan, di samping minat, bakat, dan pengalaman, juga dapat diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan luar sekolah, seperti sanggarsanggar atau pendidikan keluarga. (Lestari, 2009: 215) The Liang Gie (1976: 61) menyebut-kan seni adalah suatu kegiatan manusia yang menjelajahi dan menciptakan realita baru dalam suatu cara yang di luar akal dan berdasarkan penglihatan serta menyajikan realita itu secara perlambang atau kiasan sebagai sebuah kebulatan dunia kecil yang mencerminkan sebuah kebulatan dunia besar. Sumindar dan Lestari (2012: 18) seni ber-kembang secara dinamis mengikuti alur perkembangan zaman dan kebutuhan manusia, terutama kebutuhan akan keindahan yang senantiasa melekat dalam kehidupannya untuk menghiasi dan memberikan variasi dalam
94
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
suasana hidup yang semakin kompleks. Kuswarsantyo (2009: 3) seni adalah ekspresi jiwa manusia yang tertuang dalam berbagai bentuk karya seni. Tari dengan ekspresi gerak, musik dengan suara dan vokal, teater dengan ungkapan ekspresi dan vokal, rupa dengan berbagai media, aliran dan gaya, merupakan ungkapan ekspresi yang di dalamnya sarat dengan simbol. Peraturan Menteri No. 57 tahun 2014 memuat bahwa SBdP merupakan aktivitas belajar yang menampilkan karya seni estetis, artistik, dan kreatif yang berkarakter pada norma, nilai, perilaku, dan produk seni budaya bangsa. Secara umum, muatan pelajaran SBdP bertujuan mengembangkan kompetensi peserta didik dalam memahami seni yang didasarkan pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, sehingga siswa dapat berperan dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan dari tingkat lokal hingga global. Ardipal (2015: 18) menyatakan bahwa SBdP diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaat-an terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain, Sholeh (2015 : 49) menambahkan bahwa students and learning are two different dimensions that need to be synchronized in a holistic and integrated procedure. The alignment between aspects of learning with the development of the students will encourage learning motivation and passion. Hal ini diperkuat oleh pendapat Retnowati dan Prihadi (2010: 8) bahwa pembelajaran seni seharusnya tidak terpisahkan dari bidang-bidang pelajaran yang lain, seperti ilmu pengetahuan alam, matematika, ilmu pengetahuan sosial, atau pun bahasa. Oleh karena itu, pembelajaran seni pada Kurikulum 2013 diberikan dan diitegrasikan dengan tema. Goldberg (1997: 4), terdapat tiga cara mengintegrasikan seni dalam pembelajaran, yaitu belajar tentang seni (learning about the arts), belajar dengan seni (learning with the arts), dan belajar melalui seni (learning through the arts). Retnowati dan Prihadi (2010: 29) menguraikan belajar dengan seni artinya, dengan mempelajari seni peserta didik dapat mengembangkan pengetahuannya di luar bidang seni. Belajar melalui seni artinya, peserta didik dapat mengembangkan pengetahuannya, mempelajari dan meng-ekspresikan pemahamannya tentang seni melalui bentuk-bentuk karya seni, sehingga siswa dapat berpikir imajinatif dan kreatif dalam mengkontruksi makna. Belajar tentang seni artinya, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pengetahuannya tentang seni itu sendiri. Selain itu, pendidikan seni budaya dan keterampilan juga memiliki sifat multi-lingual, multikultural, dan multi-dimensional. Depdiknas (2006: 611) Multilingual berarti pengembangan kemampuan mengekspresi-kan diri secara kreatif melalui berbagai media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Retnowati dan Prihadi (2010: 29) Multidimensional berarti pengembangan berbagai kompetensi meliputi konsepsi (aspek kognitif), apresiasi (aspek afektif), dan kreasi (aspek psikomotor) dengan memadukan
95
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Depdiknas (2006: 611) mendefinisikan multikultural sebagai pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya nusantara dan mancanegara. Hal ini merupkan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk. Depdiknas (2006: 611) Pendidikan seni budaya juga dipandang memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang mencakup kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logika matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional. Retnowati dan Prihadi (2010: 12) mengemukakan bahwa kecerdasan tersebut merupakan landasan bagi seni rupa, seni musik, seni tari, dan prakarya. Melalui seni, siswa tidak hanya menemukan cara untuk berkomunikasi dan ekspresi diri, tetapi juga alat untuk mengkonstruksi makna dan belajar hampir setiap mata pelajaran secara efektif. Hal ini sangat nyata jika seni tidak hanya diajarkan sebagai mata pelajaran tetapi juga diintegrasikan kedalam seluruh kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Utomo (2009: 235) mengemukakan pendidikan seni di sekolah memiliki fungsi dan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan agar siswa mampu berkreasi dan peka dalam berkesenian, atau memberikan kemampuan dalam berkarya dan berapresiasi seni. Kedua jenis kemampuan ini menjadi penting artinya karena dinamika kehidupan sosial manusia dan nilai estetis mempunyai sumbangan terhadap kebahagiaan manusia dan mencerdaskan. Apresiasi dan kreasi seni merupakan bentuk ekspresi seni yang dituangkan dalam bentuk karya. Kuswarsantyo (2009: 7) apresiasi adalah upaya untuk pengenalan terhadap objek seni kepada masyarakat luas. Sobandi (2008: 104) apresiasi merupakan kegiatan mental individu dalam proses penilaian. Apresiasi seni berarti mengerti seluruhnya tentang seluk-beluk sesuatu hasil karya seni serta menjadi sensitif terhadap segisegi estetika. Proses kegiatan mengapresiasi karya seni dapat mengembangkan kemampuan estetik terhadap karya seni. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui kegiatan menganalisis karya melalui pendekatan ekspresif, emosional, struktural/formal, serta memahami isi karya yang berhubungan dengan elemenelemen atau bagian-bagian yang bersifat eksternal dan membentuk kesatuan. Tabrani (1998: 20-23) menguraikan tingkatan apresiasi sebagai berikut: 1. Kejutan (surprise). Kejutan akan terjadi ketika kita berhadapan dengan sesuatu karya pada “pandangan pertama” sehingga jatuh cinta. 2. Empati. Apresiasi seni terjadi pula proses empati, yaitu si pengamat turut serta merasakan ungkapan, curahan hati penciptanya. Turut serta merasakan suka duka, pikiran, perasaan, pandangan hidup dan watak yang tercermin
96
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
dalam karya seni tersebut. Empati merupakan proses intuitif diiringi rasaindah-estetis (feeling in to form) yang berada dalam ambang sadar. Dengan demikian, empati berhubungan dengan estetik dan bentuk. 3. Rasa-Betul-Estetis. Mereka yang terlalu rasionil akan mendapat kesulitan mencapai empati, tapi mereka masih dapat mencapai Rasa-Betul-Estetis melalui proses rasionil. Bagi apresiator umum sudah cukup sudah cukup sampai pada Rasa-Betul-Estetis, tapi bagi siswa seni diikuti dengan intuitif dan kreatif. 4. Simpati. Simpati berhubungan dengan etika dan isi pesan/content/fungsi suatu karya. Simpati berarti “feeling with”. Ini merupakan penjabaran intuisi yang sudah mulai merasakan meningkatnya perasaan-hanyut. jika kita memusatkan diri pada suatu hasil seni, maka kita mem-proyeksikan diri kita ke dalam bentuk hasil seni, dan perasaan kita ditentukan oleh apa yang kita ketemukan di sana oleh dimensi yang kita dapatkan. 5. Rasa-Benar-Estetis. Orang yang terlalu rasional akan mendapat kesulitan mencapai simpati, tapi mereka masih dapat mencapai Rasa-Benar-Estetis karena etika bisa didekati dengan ilmu pengetahuan. 6. Terpesona. Umumnya empati lebih dulu dari simpati. Suatu karya mampu membawa apresiator menjadi empati dan simpati hingga terjadi integrasi rasa-indah-estetis dengan rasa-hanyut maka karya tersebut akan segera membawa apresiator tersebut mencapai rasa apresiasi terpesona. Transformasi suatu karya yaitu suatu perasaan yang timbul bila berhadapan dengan suatu karya yang integral dan jujur. 7. Terharu. Proses ini terjadi ditandai proses penghayatan yang merupakan peleburan ambang sadar menjadi suatu kesatuan. Kuswarsantyo (2009: 7) Apresiasi aktif adalah melibatkan apresian dalam kegiatan tertentu. Misalnya seorang terlibat dalam sebuah pementasan teater. Apresiasi aktif dapat pula ditempuh dengan memberi komentar atau kritikan terhadap satu objek pameran seni. Retnowati dan Prihadi (2010) untuk melaksanaan pembelajaran apresiasi seni rupa, guru dapat melakukan kegiatankegiatan antara lain sebagai berikut: 1. mempelajari seni melalui sumber-sumber tertulis atau elektronik (buku, majalah, ensiklopedia, VCD, internet, dan sebagainya) dan membuat laporan; 2. mengunjungi pameran seni, galeri seni, museum seni, pasar seni, pusat-pusat kerajinan, dan sebagainya serta membuat laporan; 3. mengunjungi atau mengundang seniman untuk melakukan wawancara tentang pandangan dan karyanya serta membuat laporan; 4. membuat sajian apresiasi seni rupa berdasarkan berbagai sumber dalam bentuk berbagai media, misalnya artikel untuk majalah dinding atau blog internet, VCD, video untuk diunggah di internet, dan sebagai; 5. Membuat kliping seni. Retnowati dan Prihadi (2010: 48) Pembelajaran berkreasi seni pada dasarnya berbentuk tugas praktik membuat karya seni rupa, yang dilengkapi
97
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
dengan pameran seni rupa, baik di kelas, sekolah, atau masyarakat. Guru juga perlu memberikan tugas individual maupun kelompok. Tugas individual berguna untuk mengembangkan nilai-nilai seperti mandiri, percaya diri, tanggung jawab, kreatif, inovatif, tangguh, dan sebagainya. Tugas kelompok berguna bagi pengembang-an nilai-nilai seperti kerja sama, demokratis, peduli, menghargai karya orang lain, dan sebagainya. Upaya mengefektifkan pengembangan karakter dalam pembelajaran praktik berkarya seni rupa, guru perlu berupaya mendorong siswa melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. mengembangkan konsep atau gagasannya sendiri dalam mengerjakan tugas individual untuk mengembangkan nilai-nilai seperti percaya diri, jujur, dan mandiri; 2. mengerjakan karyanya dengan usahanya sendiri untuk mengembangkan nilai-nilai seperti percaya diri, tanggung jawab, jujur, dan mandiri; 3. melakukan eksplorasi dan eksperimen dalam mengembangkan karyanya untuk mengembangkan nilai-nilai seperti ingin tahu, kreatif, dan inovatif; 4. menangani bahan dan alat sesuai prosedur, untuk mengembangkan nilai-nilai seperti disiplin, peduli lingkungan, dan tanggung jawab; 5. melibatkan diri secara aktif dalam melaksanakan tugas kelompok, untuk mengembangkan nilai-nilai demokratis, kerja sama, tanggung jawab, kerja sama dan menghargai karya orang lain; 6. menghasilkan karya seni rupa yang berguna bagi dirinya dan orang lain; 7. menghasilkan karya seni rupa yang berkualitas, untuk mengembangkan nilainilai seperti tanggung kreatif, tangguh, dan tanggung jawab; 8. memperlakukan dengan sebaik-baiknya karya sendiri maupun karya orang lain, untuk mengembangkan nilai-nilai menghargai karya dan prestasi sendiri/ orang lain, tanggung jawab, dan peduli. Retnowati dan Prihadi (2010: 47) guru perlu mempertimbangkan kelayakan tugas sebagai kegiatan individu atau kegiatan kelompok.kegiatan individu, karena setiap siswa mampu mengerjakannya dan hasilnya juga merupakan koleksi pribadi. Sebaliknya untuk tugas yang cukup kompleks cocok untuk kegiatan kelompok. Seni dengan ekspresi memang tidak bisa dipisahkan. Keduanya akan saling mendukung, di dalam seni ada ekspresi. Sebaliknya dalam membicarakan ekspresi tidak terlepas dari cabang seni tertentu. PENUTUP SBdP pada sekolah dasar sangat kontekstual dan diajarkan secara konkret, utuh, serta menyeluruh serta terintegrasi pada satu tema yang dikaitkan dengan mata pelajaran lain. Pada konteks ini, kedudukan guru sekolah dasar harus memiliki wawasan yang baik tentang eksistensi seni budaya yang hidup dalam konteks lingkungan sehari-hari di mana siswa tinggal, sehingga guru dapat melakukan proses enkulturasi maupun pengenalan budaya lokal, agar peserta didik mengenal, menyenangi dan mempelajari budaya daerahnya. Oleh
98
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
karena itu, pembelajaran seni budaya dan prakarya di SD harus dapat memanfaatkan lingkungan sebagai kegiatan apresiasi dan kreasi seni. Perubahan persepsi guru mengenai pembelajaran SBdP sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. SBdP tidak hanya berfungsi sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan, melainkan menjadi sarana dalam pengembangan karakter pribadi yang berlandaskan sosial budaya. Demikianlah bahwa pendidikan SBdP memiliki keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan. Keunikan terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekpresi, berkreasi, dan berapresiasi. Kebermaknaan bahwa pendidikan SBdP memiliki makna dapat ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam bentuk pengetahuan (konsepsi) dan keterampilan (ekspresi), melainkan memiliki makna yang dalam berupa sikap (apresiasi). Kebermanfaatan yang dapat diperoleh hingga peserta didik dapat memanfaatkan linkungan sebagai kegiatan apresiasi dan kreasi seni, sehingga siswa dapat berperan dalam sejarah peradban dan kebudayaan dalam tingkat lokal hingga global. DAFTAR PUSTAKA Ardipal. 2009. Pendidikan Seni yang Humanis dengan Pembaharuan Pendidikan dan Pembelajaran Melalui Penanaman Empat Pilar Pendidikan. Makalah disajikan dalam Workshop Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Guru dalam pembelajaran Seni dan Budaya. 21-22 Februari 2009. Ardipal. 2013. Revolusi Pendidikan Seni di Sekolah Dasar. Proceeding of the International Seminar on Languages and Arts. Padang: FBS Universitas Negeri Padang. Ardipal. 2015. Model Pengembangan Karaker Melalui Pendidikan Seni di Sekolah Dasar. Jurnal Humanis. Vol. XIV (1), pp 17-23 Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BSNP Djohan. 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buu Baik Yogyakarta. Goldberg, M. 1997. Arts and Learnig : An Integrated Approach to Teaching and Learning in Multicultural Settings. New York: Longman Isjoni. 2006. Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kuswarsantyo. 2009. Materi Dasar Apresiasi Seni. Yogyakarta : UNY Lestari, W. 2009. Internalisasi Pengajaran Seni Tari Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Vol. 7, No. 2, pp. 215-228. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Prasetyo, Zuhdan.2014. Generasi Emas 2045 Sebagai Fondasi Mewujudkan Siklus Peradapan Bangsa Melalui Implementasi Kurikulum 2013di Sekolah Dasar.
99
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Seminar Nasional Kurikulum 2013. Universitas Tanjungpura Kalimantan. Indonesia. Tersedia [Online] staff.uny.ac.id/semnas-pgsd-tanjungpurapontianak-160414. Diakses 1 Maret 2016 Pukul 22:26 WIB. Retnowati,T.H. dan Prihadi, B. 2010. Pembelajaran Seni Rupa. Kemendiknas : Universitas Negeri Yogyakarta. Sardjoko, S. 2015. Pembangunan Pendidikan Dalam RPJMN 2015-2019 Perpres No. 2 Tahun 2015. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Kuliah Umum Pascasarjana “Mewujudkan Mutu Riset dan Perilaku Berkarakter Untuk Membangun Rumah Ilmu”. 28 September 2015 Sholeh, K. 2015. The Implementation of Multiple Intelligence Learning Model Which is Oriented to Students’ participation on academic writing. The Journal of Educational Development. Jed 3 (1) Sujito, S.W., Haryanto, W., dan Lestari, W., 2015. Pengembangan Model Pembelajaran Seni Lukis Berbantuan Aplikasi Tux Paint Guna Meningkatkan Kemampuan Mengambbar Alam Di Sekolah Dasar. Journal of Educational Research and Evaluation., 4, (1), [Online]. Tersedia : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere) Tabrani, P. 1998. Proses Kreasi Apresiasi Belajar. Bandung: ITB Untomo, Udi. 2009. Model Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Musik Berbasis Seni Budaya Berkonteks Kreatif, Kecakapan Hidup, dan Menyenangkan Bagi SIswa SD/MI. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Pp. 231-248
100