PENDIDIKAN SENI TARI SEBAGAI SARANA AKTUALISASI DIRI DAN APRESIASI Hartono 1
Abstrak Seni tari sebagaimana seni-seni yang lain memiliki fungsi sebagai media untuk mengomunikasikan ide-ide dan keyakinan. Oleh karena itu untuk kepentingan pendidikan seni, perlu dipelajari dan diapresiasi. Melalui aktivitas berkesenian akan diperoleh banyak hal yang berkait dengan nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan, di antaranya sebagai pemenuhan kebutuhan akan rasa keindahan dan ungkapan sosial. Insan pendidikan yang menggunakan media seni termasuk seni tari, selain akan terpenuhi rasa keindahan dan ungkapan sosialnya, juga akan terpenuhi segala hasrat untuk mengaktualisasikan diri dalam wujud yang lebih halus dan bernilai. Kata Kunci : seni tari, pendidikan, komunikasi, ekspresi, aktualisasi diri.
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, saat ini merupakan tantangan yang harus dihadapi bangsa-bangsa di dunia tak terkecuali bangsa Indonesia. Manusia atau bangsa yang unggul atau kreatif adalah bangsa yang mampu bersaing dan dapat mengantisipasi segala macam perubahan dan persaingan yang muncul. Lester Thurow (dalam Nopirin, 1999:1) menyatakan bahwa hanya manusia atau bangsa yang unggul / kreatif yang dapat mengambil manfaat besar dari globalisasi karena ia dapat menyesuaikan diri, dan mengantisipasi gejala-gejala yang dihadapinya. Untuk mengahadapi perubahan dan persaingan yang semakin ketat, dan agar tidak tertinggal dengan negara-negara lain di dunia, serta mampu menghadapi masa depan yang lebih baik penguasan IPTEKS. Untuk menguasai IPTEKS tidak ada cara lain kecuali dengan pendidikan. Masalah pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, di antaranya karena lamanya sistem sentralisasi pendidikan dan kurikulum yang tidak memihak pada peserta didik. Melalui perubahan kurikulum sekarang, diharapkan hasilnya nanti bagi anak dapat berguna untuk menghadapi tuntutan hidup yang lebih realistik. Oleh karena itu semestinya keberhasilan pendidikan harus dilihat dari tumbuh kembang dewasanya peserta didik yang mampu menghadapi dan mempertahankan eksistensinya di masyarakat. Pendidikan mampu mengintervensi anak ke arah perubahan integral, bahwa anak didik bertambah pengetahuan dan kemampuannya dalam memandang dan memecahkan masalah, wawasan dan kemampuan sosialnya, kemampuan mengendalikan emosi, serta berkembang moralnya. Dengan demikian semakin tinggi jenjang 1
Penulis adalah Magister Pendidikan dan dosen pada Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang.
2 pendidikan anak didik akan semakin kreatif dalam menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya (Djohar 1999:4). Pendidikan seni (termasuk pendidikan seni tari) hakikat tujuan pembelajarannya adalah pengembangan kreativitas peserta didik. Kurang berkembangnya kreativitas ini menjadi kendala dalam pembelajaran seni tari saat ini. Hal ini di antaranya karena kurangnya kemampuan guru dalam hal menari, berkarya tari, wawasan tentang materi, tujuan, dan hakikat pendidikan seni tari, selain karena minim dan kurangnya prasarana seperti gedung dan peralatan untuk melakukan kegiatan kesenitarian. Lingkungan sosial budaya pada umumnya, juga sering menjadi kendala pelaksanaan pendidikan seni tari itu.
Selain hal tersebut juga masih sering diperburuk oleh rendahnya
pemahaman masyarakat tentang seni tari, serta minimnya sosialisasi yang berkaitan dengan kesenitarian. Bertolak dari urain tersebut di atas melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan sumbangan pemikiran yang berkait dengan hakikat pendidikan seni tari dan peranannya terhadap pemenuhan aktualisasi diri dan komunikasi.
Hakikat Seni Menurut The Liang Gie (1976:61) seni sebagai kegiatan manusia, yakni kegiatan menciptakan sesuatu karya apa pun. Sebagaimana dikemukakan oleh Leo Tolstoy, “art is human activity, consisting in this that one man consciously,by means of certain external signs, hands on to others feelings he has lived through, and that other people are infected by these feelings and also experience them” (seni adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar dengan perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayati oleh orangorang lain sehingga mereka kejangkitan perasaan-perasaan ini dan juga mengalaminya). Erich Kahler menyatakan “art is human activity which explores, and hereby creates, new reality in a suprarational, visional manner microcosmic whole signifying a macrocosmic whole” (seni adalah suatu kegiatan manusia yang menjelajahi dan dengan ini menciptakan realita baru dalam suatu cara yang di luar akal dan berdasarkan penglihatan serta menyajikan realita itu secara perlambang atau kiyasan sebagai sebuah kebulatan dunia kecil yang mencerminkan sebuah kebulatan dunia besar). Masih dalam The Liang Gie, yaitu Raymond Piper, menyatakan “any activity thus designed to transform natural material into objects that are useful or beautiful, or both, is art. The produc of this orderly intervention of the human hand spirit is a work of art” (jadi suatu kegiatan yang dirancang untuk mengubah alamiah menjadi benda-benda yang berguna atau indah ataupun kedua-duanya adalah seni. Hasil dari intervensi tangan dan roh manusia yang teratur ini adalah sebuah karya seni).
3 Dalam seni rupa, pengertian seni dari sudut etimologi art dapat diartikan sebagai suatu kemahiran dalam membikin barang-barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni kemahiran ditegaskan oleh William Flemming (dalam The Liang Gie 1976:60) “art, in its most basic meaning, signifies a skill or ability. This definition holds true for its Latin antecedent, ars, as well as its German equivalent, kunst” (Seni, dalam artinya yang paling dasar berarti suatu kemahiran atau kemampuan. Batasan ini memang benar untuk kata asalnya Latin ars maupun kata padannya Jerman kunst). Seni diartikan pula karya seni (work of art atau artwork). Sebenarnya lebih tepat seni sebagai kegiatan manusia, sedang hasil aktivitas disebut kaya seni. John Hospers dalam The Liang Gie (1976:62) menyatakan bahwa “in its broadest sense, art includes everything that is mode by man, as opposed to the workings of nature” (dalam arti yang seluas-luasnya, seni meliputi setiap benda yang dibikin oleh manusia untuk dilawankan dengan benda-benda dari alam). Pengertian seni yang lain yaitu seni indah (fine art). Yervan dalam The Liang Gie (1976:63) menyatakan “that art which is principlly concerned with the production of works of aesthetic significance as distinct from useful or applied art which is utilitarian in intention” (seni yang terutama bertalian dengan pembikinan benda-benda dengan kepentingan estetis sebagaimana benda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk kefaedahan). Termasuk seni indah yaitu rupa/lukis, musik, tari, dan drama/teater. Pengertian seni yang lebih pesifik yaitu seni indah yang khusus untuk dilihat. Eugene Johnson dalam The Liang Gie (1976:63) “however, as most commoly used today, art means the visual arts, those areas of artistic creativity that seek to communicate primarlly though the eye” (tapi sebagaimana paling umum dipergunakan dewasa ini, seni berarti seni-seni penglihatan, yaitu bidang-bidang kreativitas seni yang bermaksud mengadakan tata hubungan pertama-tama melalui mata). Herbert Read dalam The Meaning of Art menyatakan bahwa kata seni paling lazim dihubungkan dengan seni-seni yang bercorak dengan penglihatan. Bertolak dari penjelasan tentang seni tersebut dapat dikemukakan bahwa, yang dimaksud dengan seni di sini adalah sebagai kemampuan manusia dalam melakukan sesuatu yang indah untuk dilihat. Meskipun demikian, seni tentu tidak hanya dilihat melainkan juga didengar, dibaca, dan lain-lain. Pendidikan Seni Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan manusia dalam rangka mencapai kedewasaan subjek didik. Pendidikan mencakup seluruh perkembangan pribadi anak, baik segi intelektual, jasmani dan rokhani, sosial maupun emosional. Pendidikan mempunyai peranan yang penting atau strategis untuk mengembangkan rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif, serta kreatif (Rohidi 1994).
4 Pendidikan seni dalam konteks seni sebagai media pendidikan (education throught art), memberi makna bahwa seni dengan manusia tak dapat dipisahkan, bahkan sampai saat ini tak pernah ditemukan bukti dalam sejarah kehidupan manusia, adanya masyarakat yang tumbuh dan berkembang tanpa seni (Sutopo 2003:1). Mengingat pentingnya seni maka tidaklah berlebihan jika dalam kehidupan manusia, seni dapat dipakai sebagai pertanda/cerminan dari masyarakat. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang seni dapat dicapai melalui pendidikan seni baik secara formal maupun nonformal (jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah – red). Dengan menganut pandangan pendidikan melalui seni maka seni berfungsi sebagai media atau sarana pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan seni dapat dilakukan melalui berbagai cabang seni, termasuk di dalamnya seni tari. Pendidikan Seni dipakai sebagai mata pelajaran pada pendidikan sekolah didasarkan pada pemikiran bahwa, pertama, pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual berarti melalui pendidikan seni dikembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan berbagai bahasa rupa, bunyi, gerak, dan paduannya. Multidimensional berarti dengan seni
dapat dikembangkan kompetensi dasar anak yang
mencakup persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika dan estetika. Multikultural berarti pendidikan seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, toleran, demokratis, beradab, dan hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk (Depdiknas 2001:7). Pendidikan seni meliputi semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik dan nonfisik yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan berapresiasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran. (Rohidi 2000:7). Melalui pendidikan seni anak dilatih untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman mencipta yang disesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya setempat serta untuk memahami, menganalisis, dan menghargai karya seni. Tegasnya pendidikan seni di sekolah dapat menjadi media yang efektif dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan sensitivitas anak. Tujuan pendidikan seni juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mengembangkan sikap agar anak mampu berkreasi dan peka terhadap seni atau memberikan kemampuan dalam berkarya dan berapresiasi seni. Kedua jenis kemampuan ini menjadi penting artinya karena dinamika kehidupan sosial manusia dan nilai-nilai estetis mempunyai sumbangan terhadap kebahagiaan manusia di samping mencerdaskannya. Pendidikan seni, dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam membentuk jiwa dan kepribadian anak. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Plato (dalam Rohidi 2000:79) bahwa pendidikan seni dapat dijadikan dasar untuk membentuk kepribadian.
5 Konsep pendidikan seni di sini merupakan satu kesatuan pemikiran yang juga menggambarkan justifikasi, asumsi, serta metode pembelajaran yang dianggap tepat dan efektif. Konsep pendidikan seni dikelompokkan atas tiga orientasi utama (Salam 2002:7) yaitu : (1) konsep pendidikan seni yang berorientasi pada subject matter/isi pelajaran (seni). Orientasi pada subject matter mengembangkan konsep yang mengarahkan peserta didik untuk mempelajari secara intensif bidang seni. Dalam hubungan ini seni merupakan bidang ilmu yang perlu dipelajari dan diapresiasi oleh peserta didik karena mengandung nili-nilai dan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya diperlukan rancangan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran seni, baik kurikulum, metode, sarana maupun alat penunjangnya, dan juga tidak meninggalkan lingkungan sosial budaya setempat; (2) konsep pendidikan seni yang berorientasi pada peserta didik. Alasan dilakukannya pendidikan seni adalah untuk memenuhi kebutuhan yang mendasar anak dalam mengaktualisasikan dirinya. Di sini, anak merupakan faktor utama, seni tidak lebih dari alat. Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada anak ini sangat menekankan bahwa guru harus berhati-hati dalam memperlakukan anak. Seorang guru haruslah mengenal anak didiknya dengan baik agar guru dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi minat dan bakat seninya. Kelompok ini lebih memfokuskan pada kebutuhan peserta didik. Istilah lain pada konsep ini yaitu “pendidikan seni berbasis pada peserta didik”. Pendidikan seni berbasis pada peserta didik membawa misi yaitu suatu proses yang bersifat kreatif, ekspresif, dan estetis pada peserta didik. Artinya pendidikan seni memberikan andil untuk mengoptimalkan perkembangan potensi seni yang ada pada peserta didik, yang sesuai dengan kebutuhan individu, yang hasilnya tercermin dalam cara berpikir, bersikap, dan bertindak; (3) konsep pendidikan seni yang berbasis pada kebutuhan masyarakat. Konsep ini memandang bahwa pendidikan seni bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan menyiapkan tenaga terampil yang dapat bekerja pada bidang tertentu khususnya kesenian. Bertolak dari tiga konsep pendidikan seni tersebut, kiranya keterkaitan antara subject matter, peserta didik, dan kebutuhan masyarakat, dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut: Pendidikan Seni
Subject Matter Kesenian
Peserta Didik
Masyarakat
Kreatif Estetis Ekspresif
Metode Lingkungan Sarana dan Alat
6
Pembelajaran Seni Tari
Seni tari merupakan salah satu bidang seni yang menggunakan tubuh manusia sebagai media ungkap. Unsur tari adalah gerak, sikap, dan ekspresi. Lewat unsur-unsur ini tari terbentuk sebagai penyampaian pesan dari pencipta baik secara individu maupun kelompok. Soedarsono (1992:4) menjelaskan bahwa tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat dilihat melalui gerakgerak yang indah. Menurut Joann Kealinohomoku (dalam Sedyawati 1981:26) tari adalah suatu ekspresi yang tak dapat dipegang, yang disajikan dalam bentuk dan gaya tertentu oleh tubuh manusia yang bergerak dalam ruang, berirama, dan mempunyai tujuan tertentu. Pengertian tari lainnya menurut Judith (dalam Sulistyowati 1989:11)
adalah perilaku
manusia yang terdiri atas urutan gerak tubuh dan anggota badan yang nonverbal yang dipolakan secara berirama dan bertujuan sebagai ekspresi yang penuh makna melalui manipulasi gerak secara artistik. Sebagai ekspresi, tari dibentuk oleh nilai-nilai, sikap-sikap serta kepercayaan dari suatu bangsa. Itu semua bertautan dengan perasaan, pikiran, dan pola-pola tingkah laku mereka. Untuk itu unsur-unsur ruang, irama, dan dinamika dalam perpaduannya serta dalam bentuk gayanya yang konsekwen tidak terpisah dari proses-proses perilaku yang menghasilkannya. Oleh sebab itu tari dapat dinikmati, dapat pula diamati, dianalisis serta dilaporkan dengan cara obyektif dan sistimatis, seperti halnya bentuk-bentuk tingkah laku lainnya. Jadi terbentuknya tari merupakan ungkapan jiwa manusia yang dituangkan lewat gerak yang telah disusun dan memiliki keindahan serta mempunyai maksud tertentu. Materi pembelajaran seni tari di sekolah seharusnya meliputi apresiasi seni tari, berkarya seni tari, dan penyajian/pagelaran seni tari. Apresiasi seni tari berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan atau tanggapan estetis (respon estetis) terhadap karya seni tari. Materi apresiasi seni tari pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni tari. Apresiasi seni tari meliputi pengenalan terhadap konteks segala sesuatu yang ada pada diri dan yang ada di sekitar anak. Selain pengenalan bentuk-bentuk seni tari, materi apresiasi seni tari juga meliputi pengenalan tentang alam latar belakang sosial, budaya, serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni tari tersebut. Konteks alam adalah sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, gunung dan lain sebagainya. Faktor budaya menentukan makna dan peranan yang ditimbulkan pada seni tari. Pengetahuan tentang budi pekerti dapat dimengerti sebagai rasa kasih sayang dan kebutuhan tolong-menolong. Anak juga dapat mengetahui, bahwa seni tari memiliki beragam gerak dan setiap gerak memiliki makna tertentu. Dalam membuat koreografi anak dilatih melakukan/praktik menari dengan materi gerak yang sudah ada. Penciptaan tari melibatkan aktivitas dengan beberapa tahapan yaitu eksplorasi,
7 observasi, improvisasi, eksperimentasi sebelum latihan, membentuk, memilih, dan menilai gerakan yang mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan gambaran. Penciptaan tari didukung oleh perkembangan fisik dan kemampuan berekspresi dengan dukungan kecermatan penginderaan dan kepekaan rasa. Koreografi dapat melibatkan anak dalam eksplorasi diri. Secara bertahap ia dapat mengembangkan kesadarannya terhadap gerak dan potensi ekspresifnya serta belajar mengorganisasikan gerak murni untuk menyampaikan pikiran dan perasaan. Kemampuan mencipta tari berkembang sejalan dengan perkembangan kesadaran dan pemahamanya tentang unsur-unsur dan proses pembentukan koreografi. Pembelajaran koregrafi meliputi: (1) pengenalan bagian tubuh, gerak tubuh, dan posisi tubuh; (2)pengenalan terhadap ruang yang mencakup ketinggian, arah, hubungan, penonjolan, pengelompokan, dan pola lantai; (3) pengenalan terhadap waktu, yakni penggunaan aksen pola ritmis, durasi, dan tempo, atau cepat lambatnya gerak; (4) pengenalan terhadap tenaga, yakni kualitas gerak yang mengungkapkan perasaan, seperti bersemangat atau lembut (Sayuti 2002:16). Dalam mengorganisasikan dan membentuk struktur tari, unsur-unsur koreografi yakni tubuh, ruang, waktu, dan tenaga ditentukan oleh proses pembentukan. Perangkat “pengorganisasian” tari antara lain repetisi, simetri/asimetri, keserempakan, kontras, dan pakem (kaidah). Perangkat “pembentukan” tari adalah motif, naratif, pola repetisi, klimaks, dan improvisasi. Makin banyak anak memperoleh pengalaman berkarya, ia semakin mampu mengolah unsur-unsur koreografi untuk mengekspresikan gagasannya. Dengan mengenali citarasa pribadi dan preferensi, mengembangkan kemampuan mengobservasi, dan melakukan penilaian, anak mampu menghargai karya seni tari dari sudut estetika. Di sini anak juga diajak memahami karya seni tari dan aspek-aspek kualitaif dari bentuk koreografi dan pertunjukan. Apresiasi seni tari anak tergantung pada fokus karya yang telah diciptakan dan disajikannya. Dalam pengertian ini berarti anak diharapkan dapat memahami makna, mempertimbangkan, dan menghargai seni tari dalam berbagai konteks sosial dan budaya, serta mengerti fungsi seni tari sebagai bagian dari kehidupan manusia. Pergelaran tari merupakan pertunjukan tari atau penyajian yang ditujukan kepada orang lain. Bagi anak, pergelaran merupakan suatu proses belajar untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Di sini termasuk mengembangkan keterampilan dalam berbagai bentuk untuk memproyeksikan dirinya kepada penonton. Simpulan Melalui pengalaman kegiatan seni tari akan diperoleh beberapa keuntungan. Di antaranya anak memiliki kemampuan mengkomuni-kasikan diri lewat gerak,
mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan melalui kebiasaan berpikir dan bertindak. Dampak dari ini semua akan terjadi keseimbangan antara unsur-unsur logika, etika, dan estetika. Selain hal tersebut akan diperoleh pula kesadaran dan kemampuan berapresiasi
8 terhadap kesenian-kesenian yang lain sehingga terpupuk sikap menghargai, toleran, demokratis, dan menjauhkan diri dari konflik dalam kehidupan bermasyarakat. Daftar Pustaka
Djohar MS. 1999. Menuju Otonomi Pendidikan. Makalah dalam seminar Mencari Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional, menghadapi Milenium Ketiga. Yogyakarta. ISP. Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Seni Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas. Nopirin. 1999. “Organisasi Universitas” Makalah dalam Seminar Nasional Manajemen Pendidikan Tinggi. Universitas Gajah Mada. Rohidi, T.R., 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan, Bandung:STSI Bandung. Rohidi, T.R., 1994. “Pendekatan Sistem Budaya dalam Penelitian Seni dan Pendidikan Seni (Sapuan Kuas Besar dalam Kerangka Ilmu Sosial)”, makalah Seminar Nasional Pendekatan-pendekatan dalam Penelitian Seni dan Pendidikan Seni, dalam rangka Dies Natalis XXIX IKIP Semarang, Semarang, Tanggal 11 April Salam, S. 2002. Paradigma dan Masalah Pendidikan Seni. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Sedyawati, E.1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono, R.M. 1992. Pengantar Apresisi Seni. Jakarta: Balai Pustaka. Sulistyowati, B. 1989. Fungsi Bedhaya Anglir Mendung Sebagai Legitimasi Kekuasaan di Mangkunegaran. Skripsi untuk Gelar Sarjana Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Suminto A. S. dan Affandi. 2002. Pedoman khusus Model 3 Pendidikan Kesenian. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Sutopo, H.B. 2003. Seni dalam Kehidupan dan Perkembangan demokrasi. Bungarampai Kajian Seni Rupa. Semarang: FBS Universitas Negeri Semarang. The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Karya.