ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
SIGMA Journal
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Meningkatkan Wawasan Nasionalisme di Kalangan Mahasiswa A. Dirwan Universitas Suryadarma Jakarta
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan nilai-nilai dasar yang perlu dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan nasionalisme di kalangan mahasiswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian merupakan pendekatan kualitatif dengan metode grounded theory. Data diperoleh dari sumber kepustakaan dan responden yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling.Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Analisis data menggunakan analisis induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar yang perlu dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan nasionalisme mahasiswa dalam konteks Indonesia antara lain adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, kompetisi, dan menghormati orang lain. Kata Kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Nasionalisme, Mahasiswa
1. Pendahuluan Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional dan negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antara negara maju dan berkembang, antara negara berkembang dan lembaga internasional, maupun antar negara berkembang. Di samping itu isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi kondisi nasional suatu negara. Globalisasi yang juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan transportasi, membuat dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa batas negara
(borderless). Kondisi ini menciptakan struktur global, dengan informasi yang cepat mengalir ke berbagai belahan dunia dengan bantuan teknologi internet. Penggunaan teknologi tersebut memudahkan semua orang untuk mengakses informasi tanpa mengenal batas waktu dan wilayah. Internet dapat berperan dalam pertukaran informasi dan ide-ide antara pemerintah dan warga negara (Kim dkk, 2011). Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat menurunkan rasa nasionalisme suatu bangsa. Nasional dapat diartikan sebagai kebangsaan atau hal-hal yang berhubungan dengan bangsa (Ali, 1969). Bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Dengan kata lain bangsa adalah masyarakat yang sudah bernegara © A. Dirwan
42
SIGMA Journal
dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan. Bangsa juga diikat oleh sebuah organisasi kekuasaan atau politik (negara dan pemerintahnya), satu kesatuan wilayah nasional, hukum, dan perundangan-undangan yang berlaku. Ikatan tersebut adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai yang dianut. Informasi yang datang terusmenerus memiliki dampak terhadap kehidupan warga di suatu negara. Ideologi, gaya hidup, dan keyakinan atau kepercayaan yang berkembang di suatu negara dapat mempengaruhi kebiasaan dan pola-pola kehidupan yang sudah mapan di negara lain. Nilai-nilai dasar dalam bentuk ideologi bangsa yang telah lama dijadikan sebagai landasan bagi kehidupan warga negara perlahan mulai ditinggalkan. Gejala mulai menurunnya nilai-nilai dasar ini sangat kentara dari perilaku yang ditunjukkan generasi ke generasi. Perilaku yang menjadi kecenderungan global, seperti gaya hidup yang konsumtif sangat mudah ditiru oleh anak bangsa. Apabila perilaku imitatif berlebihan terhadap kecenderungan global tidak diantisipasi, tidak menutup kemungkinan nilai-nilai dasar itu dapat luntur dan diganti dengan nilai-nilai lain.
2. Kajian Pustaka Kecenderungan dan gaya hidup seperti konsumerisme dan individualisme yang berkembang di negara maju akan diikuti oleh negara-negara yang sedang berkembang. Menurut Banks (2008) globalisasi yang terus berkembang di abad ke-21 memengaruhi setiap aspek © A. Dirwan
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
kehidupan masyarakat, termasuk keyakinan, norma-norma, nilai-nilai, dan perilaku, serta ekonomi dan perdagangan. Salah satu cara sebagai jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan penguatan nilai-nilai luhur bangsa yang dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa melalui jalur pendidikan. Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik). Generasi penerus tersebut diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasional. Pendidikan tidak dapat mengabaikan realita kehidupan global yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoks dan ketakterdugaan. Karena itu, pendidikan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air. Untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depan, suatu negara sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan nilai-nilai bangsa, nilai-nilai keagamaan, dan nilainilai perjuangan bangsa. Nilai-nilai dasar negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhir-akhir ini nilai-nilai luhur tersebut belum cukup mampu mempersatukan bangsa Indonesia, karena negara masih mudah terpecah belah. Suatu daerah atau kelompok masyarakat akan memisahkan diri
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
apabila tidak mendapat perhatian dari negara. Pembangunan yang tidak merata dapat memicu disintegrasi. Masalahnya antara lain, disebabkan oleh semakin lunturnya pemahaman mengenai semangat kebangsaan, menipisnya rasa nasionalisme dan patriotisme komponen bangsa, yang berpotensi menciptakan perpecahan dan pada akhirnya luntur persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi bangsa Indonesia, konsep wawasan kebangsaan telah dirumuskan dalam konsep Wawasan Nusantara yang merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945, bertolak dari pemahaman kesadaran dan keyakinan tentang diri dan lingkungannya yang dinamis dan bhineka, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan wilayah yang utuh menyeluruh serta tanggung jawab terhadap lingkungan kehidupan (Kemenko Polhukam, 2008). Indonesia sebagai bangsa yang berpenduduk besar dan majemuk, reputasi dan martabat bangsanya semakin menurun, akibat degradasi dalam berbagai bidang kehidupan yang bersifat kompleks. Di antara kompleksitas tersebut yang paling berpengaruh, adalah kurang kemampuan dalam memberantas korupsi dan menurunnya disiplin bangsa secara menyeluruh. Dengan demikian Indonesia sebagai negara berdaulat, belum sepenuhnya dapat meningkatkan rasa nasionalismenya untuk keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara. Nasionalisme merupakan manifestasi kepedulian dan rasa tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap keselamatan dan keutuhan NKRI, yang bertolak dari keyakinan idiologis yang kokoh, didukung oleh upaya kesiapan dan kesiapsiagaan secara terus menerus (Lemhannas RI, 2006). Belum meningkatnya rasa Nasionalisme, antara lain disebabkan oleh manusianya yang
SIGMA Journal
kurang integritas, kurang bertanggung jawab, kurang jujur, kurang profesional dan tidak berdisiplin, termasuk melakukan korupsi. Setiap warga negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang merupakan misi dan tanggung jawab pendidikan untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antar bangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, serta sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan, dan berorientasi ke masa depan. Jiwa patriotik, rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan di kalangan mahasiswa hendak dipupuk melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Kehidupan kampus pendidikan tinggi dikembangkan sebagai lingkungan ilmiah serta dinamis, berwawasan budaya bangsa, bermoral keagamaan, dan berkepribadian Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan untuk membangun wawasan bangsa sangat diperlukan bagi peserta didik sebagai warga negara. Semua anak bangsa, tanpa memandang tempat kelahiran, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Namun mereka yang berhasil menyelesaikan pendidikan (lulusan) harus dilengkapi dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi warga negara yang kompeten, bertanggung jawab dan manusiawi. Pendidikan kewarganegaraan harus dikembangkan agar mampu membekali warga negara © A. Dirwan
43
44
SIGMA Journal
termasuk mahasiswa dengan pemahaman nilai-nilai kebangsaan yang memadai. Sesuai pendapat Banks (2008) perlu ada konsepsi ulang terhadap pendidikan kewarganegaraan di abad ke-21 agar mampu secara efektif mendidik mahasiswa menjadi warga negara yang berfungsi. Agar reformulasi berhasil, pengetahuan yang mendasari konstruksi harus bergeser dari mainstream pengetahuan akademik menuju pengetahuan akademik transformatif. Bourke (2012) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa peserta didik yang memiliki kesadaran tinggi cenderung dapat diandalkan, lebih hati-hati, teliti, bertanggung jawab, terorganisasi, berorientasi pada prestasi dan selalu siap sebagai warga negara. Di samping itu mereka yang memiliki keramahan tinggi pada umumnya dianggap baik hati, fleksibel, kooperatif, peduli, sopan, percaya diri dan toleran. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh peserta didik dapat menjadi bekal mereka untuk membentuk kepribadian sebagai warga. Penelitian lain yang dilakukan Gainous dan Martens (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan terbukti efektif untuk membangun kompetensi politik dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan utama Pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuwan. Kualitas warga negara akan ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidup berbangsa, di samping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya. Menurut Bourke (2012) pendidikan kewarganegaraan mencerminkan © A. Dirwan
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
pendekatan maksimal yang bertujuan untuk memastikan peserta didik siap untuk mengambil peran sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Dengan uraian dari berbagai permasalahan di atas, penulis termotivasi untuk melakukan analisis melalui penelitian tentang nilai-nilai dasar apa saja yang perlu dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk membangun wawasan nasionalisme mahasiswa. Mengembangkan kerangka konseptualfilosofis tentang pendidikan kewarganegaraan merupakan langkah penting dan strategis sebagai bagian dari pengembangan kebijakan pendidikan berwawasan kebangsaan secara lebih luas. Hasil analisis melalui penelitian diharapkan akan memperkaya, baik secara teoritis maupun praktis dalam mengembangkan pendidikan kewarganegaraan berwawasan kebangsaan.
3. Metode Penelitian Analisis yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan kualitatif dengan metode grounded theory. Pendekatan kualitatif menekankan pada hakikat realitas sosial yang dibangun berdasarkan keadaan yang sebenarnya terjadi. Dalam penelitian kualitatif, peneliti dan objek yang diteliti memiliki hubungan yang sangat dekat (Denzin dan Lincoln, 2005). Penelitian kualitatif sering juga disebut sebagai penelitian naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi atau diatur dengan eksperimen atau tes. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh adalah peristiwa dari situasi yang alamiah tentang nilai-nilai dasar yang perlu dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk membangun rasa nasionalisme mahasiswa.
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
Penggunaan metode grounded theory dalam penelitian ini dikarenakan datanya bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan realitas, dan berupaya untuk menemukan teori yang dibangun dari data. Peneliti yang menggunakan metode ini berharap bahwa teori yang ditemukan berkaitan dengan teori lain dalam bidang mereka masing-masing secara kumulatif, sehingga implikasi dari teori tersebut akan membawa manfaat (Strauss dan Corbin, 2009). Untuk analisis data penelitian, sumber data diperoleh dari: pertama, sumber bahan cetak (kepustakaan), meliputi buku teks, jurnal, makalah, surat kabar, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan. Kedua, sumber responden (human resources), dipilih menggunakan metode purposive sampling, yang terdiri dari pakar pendidikan kewarganegaraan, pakar politik, pakar TNI, dan pakar sejarah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: studi dokumentasi, wawacara, dan observasi. Penelitian ini menggunakan analisis induktif, dengan proses pembahasannya dalam kategori-kategori yang berasal dari data, bukan ditentukan sebelum pengumpulan dan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992) yang terdiri atas tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
4. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa nilai dasar dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan rasa nasionalisme mahasiswa. Nilai-
SIGMA Journal
nilai dasar inilah yang dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Nilainilai dasar yang dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan, bertujuan untuk membentuk warga negara yang memiliki berbagai karakteristik yang diperlukan di era globalisasi. Dari temuan penelitian tentang rasa kebangsaan dan nasionalisme warga negara diperoleh beberapa hal, sebagai berikut: pertama, perlakuan persamaan hak bagi semua dan setiap warga negara. Ini berarti bahwa integrasi bangsa hanya akan terlaksana dengan baik selama ada jaminan bahwa hak-hak dasar serta martabat warga negara dihormati dan tidak diingkari, diperkosa ataupun dilecehkan. Artinya tanpa jaminan itu rasa nasionalisme menjadi lemah. Kedua, jaminan keadilan bagi semua dan setiap warga negara dan berlaku baik secara vertikal maupun horizontal. Adanya fairness bisa menjadi kunci utama dalam usaha merealisasikan keadilan dalam kehidupan sosial, baik dalam bentuk keadilan komutatif maupun distributif. Ketiga, dukungan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan negara. Prinsip demokrasi yang dirumuskan sebagai kedaulatan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat perlu dihidupkan kembali secara nyata dengan harapan munculnya komitmen sosial setiap warga dalam karya bersama demi terwujudnya citacita. Keempat, setiap keterbukaan yang memberikan perspektif luas dan mampu membuka jalan untuk kesempatan belajar lebih banyak, serta mengembangkan potensi dan kekuatan bangsa. Sikap keterbukaan akan semakin bermakna terutama bagi masyarakat yang pluralistik, khususnya dalam rangka menumbuhkan saling pengertian, saling menghormati, dialog dan kerjasama. Dukungan masyarakat © A. Dirwan
45
46
SIGMA Journal
terhadap negara akan menguat apabila konsep nasionalisme, bukan saja memberikan harapan hidup yang lebih baik dimasa depan tetapi juga secara nyata lebih memperbaiki taraf hidup masyarakat sehari-hari betapapun kecilnya. Sedangkan penolakan terhadap paham nasionalisme akan semakin keras, apabila kehidupan berbangsa dan bernegara bukan saja tidak memperbaiki taraf hidup rakyat tetapi justru menyengsarakan dan menghina identitas sosial kultural, adat serta kehidupannya. Menurut sejarah bangsa Indonesia nasionalisme adalah counter ideology terhadap kolonialisme, konter terhadap konservatisme serta status quoisme kolonialisme. Maka tidaklah heran apabila pada awalnya nasionalisme kita sering bersifat radikalistik bahkan revolusioner. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia sulit dipahami tanpa pendalaman dan pembekalan pengetahuan tentang latar belakang sejarah kolonialisme di bumi Nusantara. Kurangnya pemahaman tentang nasionalisme ini, akan memberi peluang kolonialisme bentuk baru menggunakan baju baru globalisme-bercokol kembali di bumi Indonesia. Membangun nasionalisme Indonesia menurut cara pandang konstruktivis adalah membangun nasionalisme dengan cara mengurangi dan atau menghilangkan berbagai label identitas etnis secara terukur. Secara institusional, negara yang diwakili pemerintahannya harus bisa mengatur dirinya dalam berbagai peraturan perundangan yang mampu meredam semangat primordialisme etnis sempit, serta meningkatkan semangat untuk melakukan transfer of loyality sesama bangsa Indonesia. Hal ini penting, karena disinilah letak titik lemah bangsa Indonesia yang menjadi incaran aktor-aktor internasional dalam rangka melanjutkan kolonialisasinya di Indonesia. Isu-isu domestik yang © A. Dirwan
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
membola salju menjadi isu global dan memberi akses kekuatan internasional untuk mencampurinya. Biasanya di awali dari konflik kepentingan lokal yang menggunakan etnis sebagai driving force-nya. Selanjutnya semangat untuk berkompetisi perlu dikembangkan karena di era global persaingan, terutama di bidang ekonomi akan semakin ketat. Setiap warga negara harus memiliki semangat dan kemampuan untuk berkompetisi dalam berbagai bidang. Di bidang ekonomi, globalisasi ditandai dengan pasar terbuka (open market), termasuk MEA 2015, yang dapat dimasuki oleh siapa saja. Pasar yang semakin terbuka memudahkan setiap orang atau negara terlibat dalam persaingan ekonomi. Dalam mengembangkan semangat berkompetisi di era global, kita harus tetap bersandar pada Pancasila sebagai filosofi bangsa. Temuan penelitian yang lain menunjukkan bahwa dalam konteks pendidikan kewarganegaraan yang dianut di Indonesia, nilai-nilai yang dikembangkan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Semua nilai yang ada dalam Pancasila dapat dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pergaulan internasional. Nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan sebagai jangkar transendental bagi warga negara Indonesia yang dijadikan sebagai pegangan dalam meningkatkan nasionalisme. Nasionalisme yang berlandaskan nilainilai Pancasila, antara lain: pertama, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 tujuan negara adalah membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Perumusan ini dilatarbelakangi oleh sebuah pemahaman tentang perlunya Pemerintahan Negara Indonesia yang kuat. Pemerintahan yang kuat, mampu melindungi segenap bangsa Indonesia yang besar dan sangat pluralistis dari segi agama, etnis dan budaya, mampu melindungi seluruh tumpah darah Indonesia yang luas terdiri atas ribuan pulau yang dihubungkan oleh lautan luas, mampu menggali dan melestarikan potensi sumber daya alam yang melimpah ruah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, serta berperan aktif melaksanakan ketertiban dunia. Kedua, nilai-nilai nasionalisme Indonesia yang tertuang dalam Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia Garuda Pancasila, yaitu Bhineka tunggal Ika. Nilai-nilai ini akan mengejawantah ketika pemimpin dan seluruh bangsa Indonesia mampu memahami dan mengamalkan nilai-nilai jatidiri bangsa secara baik dan benar. Bhineka Tunggal Ika mengandung arti berbeda-beda tetapi tetap satu, seluruh potensi nasional diabdikan untuk satu tujuan, yaitu kesejahteraan rakyat secara menyeluruh dijiwai semangat kesetaraan, keadilan, kebersamaan dan kepentingan nasional. Fakta membuktikan bahwa nilainilai nasionalisme ini memiliki kekuatan yang maha dahsyat sehingga mampu mempersatukan bangsa yang ber-bhineka, mengusir penjajah dan memproklamasikan diri menjadi negara-bangsa yang merdeka. Keempat, kompetensi global (global competence) yang diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang terbuka dan secara aktif berusaha memahami norma-norma budaya orang lain dan memanfaatkan
SIGMA Journal
pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bekerja secara efektif. Menghadapi dunia global yang berubah dengan cepat, mahasiswa perlu memiliki kompetensi yang tinggi. Sebagai warga negara, mahasiswa memiliki kesempatan yang luas untuk belajar dan berlatih mengembangkan pemahaman nasionalisme. Dimensi kompetensi dapat dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan berpikir kritis. Dimensi kompetensi juga dapat dipahami mahasiswa dengan mempelajari beberapa permasalahan penting, antara lain kesadaran diri (selfawareness), komunikasi antarbudaya (intercultural communication), dan pengetahuan global (global knowledge). Temuan penelitian ini juga telah mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Morais dan Ogden (2011) yang menemukan dimensidimensi kewarganegaraan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Keterampilan-keterampilan hidup yang didapatkan mahasiswa melalui pendidikan kewarganegaraan sangat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan seperti tanggung jawab sosial, kompetensi sebagai warga negara, dan keterlibatan dalam aktivitas politik merupakan bagian penting yang harus dikembangkan. Strategi pembelajaran kewarganegaraan yang dapat diterapkan untuk mengembangkan keterampilan hidup mahasiswa sebagai warga negara antara lain melalui strategi dialogis-kritis. Di sisi lain dalam pergaulan internasional bangsa Indonesia harus berani memposisikan diri sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dan bermartabat untuk mencapai © A. Dirwan
47
48
SIGMA Journal
kepentingan nasional, seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian kita harus aktif secara terus menerus memonitor perkembangan kondisi dan situasi internasional, sehingga dapat memilih apa yang harus dilakukan untuk kepentingan nasional. Upaya terus menerus dengan memposisikan diri, merupakan menifestasi kepedulian, serta tanggung jawab komponen bangsa terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara. Kemelut dan krisis yang di alami pada era reformasi ini, tidak dapat terlepas dari akibat kurang pekanya Indonesia dalam memposisikan diri di fora internasional, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai potensi ancaman. Menurunnya perasaan satu komunitas nasional harus diantisipasi dengan menggunakan kesepakatan nasional, sesuai idiologi Pancasila. Antisipasi secara terus menerus, harus selalu diupayakan oleh setiap warga negara, baik secara perorangan, kelompok, golongan ataupun seluruh komponen bangsa, tentang berbagai masalah aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan serta hukum yang berpotensi mengancam lunturnya perasaan kesatuan dan persatuan bangsa. Kesenjangan di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat membuat lunturnya perasaan kesatuan dan persatuan bangsa. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut harus ditanggapi oleh warga negara Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara. © A. Dirwan
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
Dari temuan penelitian tampak bahwa dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi pengaruh global, setiap warga negara kesatuan Republik Indonesia pada umumnya dan mahasiswa calon sarjana/ilmuwan pada khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriot dan cinta tanah air. Dalam perjuangan non fisik, mereka harus tetap memegang teguh nilai-nilai di semua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan korupsi. Di sisi lain harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing yang kompetitif, memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta berpikir obyektif rasional dan mandiri. Hal ini telah sejalan dengan pendapat Oxfam (2006), yang menyatakan, untuk mengembangkan pendidikan kewarganegaraan diperlukan pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, serta nilai dan sikap. Ke tiga hal tersebut dalam pendidikan kewarganegaraan dikembangkan ke dalam topik-topik yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan warga negara. Keterampilan yang dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan antara lain, berpikir kritis, kemampuan untuk mengemukakan pendapat secara efektif, kemampuan untuk melawan ketidakadilan, memiliki rasa hormat terhadap orang dan lingkungan, dan kerjasama serta resolusi konflik. Pengembangan mulai dari keterampilan yang sederhana sampai pada keterampilan yang lebih kompleks. Sedangkan nilai dan sikap nasionalisme yang dikembangkan, antara lain, rasa identitas dan harga diri, empati, komitmen terhadap keadilan sosial dan kejujuran, menghormati keragaman, kepedulian terhadap lingkungan dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan,
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014
dan keyakinan bahwa orang dapat mempunyai perbedaan. Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar utama dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan nasionalisme mahasiswa dalam konteks Indonesia antara lain, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, kompetisi, dan menghormati orang lain. Seluruh nilai-nilai dasar dalam pendidikan kewarganegaraan dalam konteks Indonesia merupakan nilai utama yang dimuat dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
5. Penutup Berdasarkan hasil analisis hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai-nilai dasar yang perlu dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan nasionalisme mahasiswa. Nilai-nilai dasar tersebut dalam konteks Indonesia antara lain ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, kompetisi, dan menghormati orang lain. Nilai-nilai dasar ini penting untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan nasionalisme dan wawasan global, agar dapat berperan secara efektif dalam kancah nasional dan internasional, tanpa meninggalkan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai saran, bahwa pendidikan kewarganegaraan seyogianya menjadi pendidikan wajib di seluruh strata pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan rasa nasionalisme komponen bangsa, sehingga siap menghadapi serbuan pengaruh asing dan kita tidak menjadi kuli di negeri sendiri.
SIGMA Journal
6. Daftar Pustaka Ali,
Muhammad. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani. Banks, J.A. (2008). Diversity, Group Identity, and Citizenship Education in A Global Age. dalam Educational Researcher, 37 (3), hlm. 129-139. Bourke, L., Bamber, P., dan Lyons, M. (2012). Global Citizens: Who Are They? dalam Education, Citizenship and Social Justice, 7 (2), hlm. 161-174. Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. (2005). The Sage Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publications. Gainous, J. dan Martens, M. (2012). The Effectiveness of Civic Education: Are “Good” Teachers Actually Good For “All” Students? dalam American Politics Research, 40 (2), hlm. 232-266. Kemenko Polhukam. (2008). Wawasan Kebangsaan. Jakarta. Kim, B. J., Kavanaugh, A. L., & Hult, K.M. (2011). Civic Engagement and Internet Use in Local Governance: Hierarchial Linear Models for Understanding The Role of Local Community Groups. dalam Administration & Society, 43 (7), hlm. 807-835. Lemhannas RI. (2008). Modul 1: Kewaspadaan Nasional. Jakarta. Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metodemetode Baru, alih bahasa T.R. Rohidi. Jakarta: UI Press. Morais, D.B. dan Ogden, A.C. (2011). Initial Development and Validation of The Global Citizenship Scale, dalam Journal of Studies in International Education, 15 (5), hlm. 445-446. © A. Dirwan
49
50
SIGMA Journal
Oxfam. (2006). Education for Global Citizenship: A Guide for Schools. Oxford: Oxfam Development Education. Straus, A. dan Corbin, J. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data, alih bahasa M. Shodiq dan I. Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
© A. Dirwan
ISSN: 1411-5166 No. 02, Volume VI, Desember 2014