PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI STRATEGI PENGUATAN WAWASAN KEBANGSAAN MAHASISWA 1. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., 2. Moses Glorino Rumambo Pandin, M.Si., M.Phil., Psikolog. Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
[email protected] Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
[email protected],
[email protected]
abstrak National character is an important aspect in the quality of human resources due to its contribution to the nation’s progress. As a set of values, character is not taught, but instead it arises through nurturing and constructing of behavior. Therefore, character education has gained significance in building the character of the future generation. This paper proposes a model of character building for students Universities. University has 3 (three) responsibilities that include building, empowering and constructing an exceptional character in daily life. The process of designing the model for character education was initiated with a Focus Group Discussion (FGD) and a workshop to specify the valued culture and its cultivation in students’ activities, both curricular and extracurricular. Through these activities, the model for character education proposed is designed within the grand scenario of education in University.
Keywords: character, values, students activities.
1. Pendahuluan Sejak beberapa tahun terakhir, negara Indonesia dilanda berbagai krisis. Tidak hanya menyangkut persoalan ekonomi, tetapi juga hampir semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita dilanda krisis tersebut, dari soal krisis ekonomi, krisis politik hingga krisis budaya. Jeratan krisis telah mendegradasikan secara menyeluruh kualitas hidup bangsa, tanpa ada kepastian kapan akan berakhir. Ironisnya, jeratan itu makin kencang, karena ternyata negeri ini sampai sekarang tetap didera oleh berbagai potensi konflik kekerasan antar kelompok dan etnis dan juga ‘agama’ (dimensi SARA; Suku, Agama, Ras, Antar-Golongan), yang meminta korban sangat besar, baik harta, nyawa, harga diri maupun semangat hidup. Belum lagi itu selesai, kita dihadapkan pada kenyataan konflik-konflik politik oleh elite-elite politik yang nyaris tanpa keteladanan berpolitik, perilaku kekuasaan yang cenderung korup yang seringkali menempatkan bangsa ini sebagai bangsa dengan tingkat korupsinya cukup tinggi di dunia. Banyak pihak menengarai bahwa muara dari semua itu tidak lain, negeri ini sedang dilanda problema yang lebih akut daripada krisis ekonomi maupun krisis politik yakni krisis karakter, utamanya karakter bangsa. 1
Krisis karakter bangsa seolah menjadi pintu awal dari penataan kehidupan berbangsa yang salah. Berbagai kekerasan yang melanda negeri ini karena kita kehilangan trust (kepercayaan) untuk berhidupan secara damai dengan orang lain. Korupsi yang tidak henti-hentinya juga berawal dari minimnya moral dan kejujuran dalam pengelolaan kekuasaan. Belum lagi fakta kehidupan sosial yang menghadirkan krisis kepercayaan diri bangsa Indonesia, khususnya para generasi mudanya, juga sudah cukup memprihatinkan. Berbagai tindakan yang banyak terjadi di berbagai daerah, mulai dari perilaku seks bebas, tawuran pelajar dan mahasiswa, hingga aksi bunuh diri, merupakan fenomena yang membuat semua rakyat Indonesia pantas prihatin. Perilaku hidup yang bermewah-mewah hingga hadirnya makelar kasus di lembaga penyidik hingga makelar pajak, merupakan fakta bahwa negeri ini memang sedang dilanda krisis karakter yang parah, utamanya krisis karakter bangsa. Dalam konteks yang lebih luas, krisis karakter bangsa itu berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Akibat krisis karakter bangsa ini, berbagai tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami situasi yang memprihatinkan. Kehidupan publik menurut Yudi Latif (2009: 80) akhirnya hanya merefleksikan nilai-nilai buruk, dan kurang mengaktualisasikan nilai luhur masyarakat. Dalam kehidupan politik di negeri misalnya, telah direduksi sekedar menjadi perjuangan kuasa daripada sebagai proses pencapaian kebajikan bersama. Seolah antara politik dan etika terpisah satu sama lainnya. Akibatnya, kebajikan dasar kehidupan bangsa seperli civilitas, responsibilitas, keadilan dan integritas menjadi runtuh. Karakter Bangsa merupakan sistem nilai yang memberikan dorongan bagi peradaban sebuah bangsa menjadi maju atau mundur. Karakter bangsa merupakan identitas yang melekat dalam diri pribadi sebuah bangsa, yang terimplementasikan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari warga bangsanya. Setiap bangsa pada dasarnya memiliki volkgeist (jiwa bangsa) yang membedakan antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya. Yang membedakan antara in group dengan out group. Karakter bangsa dengan demikian harus bersumberkan dari suasana kebatinan masyarakat itu sendiri yang bermakna positif dan mengarahkan pada sebuah kemajuan peradaban bangsa. 2. Revitalisasi Karakter Bangsa Hal yang belakangan penting dilakukan adalah pembangunan bangsa dan revitalisasi karakter bangsa. Menurut Dasim Budimansyah (2010: 1-5), pembangunan bangsa dan pembangunan karakter (nation and 2
character building) merupakan dua hal yang perlu dilakukan bangsa Indonesia agar eksistensinya sebagai sebuah bangsa dapat dipertahankan. Keduanya adalah dua sisi mata uang, yang saling berhubungan. Pembangunan bangsa sesungguhnya terselip di dalamnya adalah pembangunan karakter bagi pelaku-pelaku pembangunan. Pembangunan bangsa bukanlah sekedar membangun aspek-aspek fisik dari bangsa dan negara ini, melainkan yang lebih penting lagi adalah subyek pembangunan haruslah memiliki karakter yang baik dan positif. Pembangunan bangsa tanpa dibarengi dengan pembangunan karakter bangsa niscaya kegagalan pembangunan yang diperolehnya. Pembangunan karakter bangsa justru akan memberikan ‘spirit kebangsaan’ dalam pembangunan wawasan kebangsaan, bahwa kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Manusia Indonesia yang berkarakter bangsa adalah subjek pembangunan yang selalu menjadikan kepentingan bangsa sebagai hal utama. Setiap bentuk aktivitasnya sebagai warga bangsa haruslah diletakkan sebagai wujud tanggungjawab sosial kepada pembangunan bangsa. Tanpa karakter bangsa, setiap bentuk pembangunan bangsa tidak lagi memiliki orientasi kebangsaan, karena yang penting seolah adalah membangun fisik dan menumpuk keuntungan materi. Setiap keberhasilan pembangunan bangsa dengan demikian sangat terkait erat dengan karakter yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Sebagai contoh, mengapa nilai karakter menjadi penting dalam membentuk kemajuan peradaban kebangsaan? Lawrence E. Harrison and Samuel P. Hutington (2000) dalam Culture Matter: How Values Shape Human Progress mengatakan bahwa nilai dalam setiap budaya memiliki andil yang menentukan keberhasilan perubahan yang hendak ditentukan. Hutington, dkk (2000: xv) mendefinisikan budaya sebagai istilah yang subjektif seperti nilai-nilai, sikap, kepercayaan, orientasi, dan praduga mendasar yang lazim di antara orang-orang dalam suatu masyarakat. Mereka memberi contoh dua Negara Ghana dan Korea Selatan yang pada tahun 1960an awal menyebutkan betapa miripnya ekonomi keduanya. Mereka memiliki Produk Domestik Bruto per kapita yang setara, porsi ekonomi mereka yang serupa di antara produk manufacturing dan jasa primer, serta berlimpahnya ekspor produk primer. Pada`tahun yang sama keduanya menerima bantuan ekonomi dalam jumlah yang seimbang. 30 tahun kemudian, Korea Selatan menjadi raksasa industry dengan ekonomi terbesar ke-14 di dunia, sementara Ghana tidak ada perubahan sama sekali, bahkan PDBnya seperlimabelas dari Korea Selatan. 3
Bagaimana menjelaskan perbedaan yang luar biasa dalam perkembangan ini? Tahun 90an, Hutington dkk meneliti keduanya. Ditemukan fakta mengejutkan bahwa tidak diragukan lagi ternyata budaya memainkan peran besar dalam membentuk peradaban masing-masing. Orang Korea Selatan menghargai hidup hemat, investasi, kerja keras, pendidikan, organisasi, dan disiplin, sebaliknya Ghana mempunyai nilai yang berbeda yang justru menghambat terjadinya kemajuan bagi negara tersebut.Apa yang bisa diambil dari penjelasan tersebut adalah bahwa kemajuan dan kemunduruan sebuah bangsa sangat tergantung dari bagaimana karakter yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, mudah dimengerti mengapa bangsa Indonesia belum berhasil menjadi bangsa dengan peradaban maju, baik dalam soal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya maupun peradaban bangsa yang berkarakter. Bangsa yang sangat dikenal dengan religiusitasnya ini, ternyata juga perilaku korupsi masih berjalan beriringan. Bangsa yang memiliki ajaran normatif tentang kedisiplinan, kebersihan, penghormatan pada sesama dan sebagainya, justru malah tercipta masyarakat yang jauh dari ajaran normatif tersebut. Ada tiga (3) tahapan membangun karakter positif anak bangsa yang seharusnya menjadi tanggungjawab institusi pendidikan, yakni (1) sebagai pembangun kembali karakter bangsa (character builder). Di tengah tengah derasnya arus globalisasi, kemudian ditambah dengan sejumlah erosi karakter positif bangsa dan adanya gejala amplifikasi atau penguatan mentalitas negatif, seperti malas, koruptif dan sebagainya. Peran character builder ini tentunya sangat berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen untuk menjunjung nilai-nilai moral dan berupaya menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitas sehari-hari. (2) Sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Peran ini pun juga tidak kalah beratnya dengan peran yang pertama, karena dibutuhkan adanya kekuatan untuk terlibat dalam suatu ajang konflik etika dengan entitas lain di masyarakat, bagaimana civitas akademika mampu menjadi role model dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi role model bagi masyarakat. (3) Sebagai perekayasa karakter (character engineer). Peran yang terakhir ini menuntut untuk terus menerus melakukan pembelajaran. Harus diakui bahwa pengembangan karakter positif bangsa, bagaimanapun juga, menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan 4
perkembangan jaman. Lembaga pendidikan tinggi harus menjadi sumber perekayasa karakter agar hasil rekayasa sejalan dengan nilai-nilai positif yang ditumbuhkembangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sebuah rubriknya, harian Kompas (9/7/2010) menyebutkan bahwa dari sudut pandang pendidikan, persoalan jati diri dan karekter bangsa sesungguhnya bagian yang melekat dalam jiwa dan semangat pendidikan nasional. Tidak heran jika sejak tingkat dini hingga pendidikan tinggi, ada banyak mata pelajaran yang sesungguhnya memiliki muatan penting dalam membangun karakter bangsa sudah mulai diajarkan, seperti pelajaran sejarah, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan agama, dan sebagainya. Itulah sebabnya, mengapa dalam sistem pendidikan nasional kita, terutama di pendidikan tinggi, masih tetap mewajibkan tiga muatan kurikulum sebagai misi nasional seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama dan bahasa. Universitas Airlangga sebagai sampel model, sudah mulai serius menata kurikulum bagi mahasiswa pada tingkat pertama. Melalui Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU) seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Ilmu Alamiah Dasar, Etika hingga Bahasa Indonesia, mahasiswa pada tahun pertama mendapatkan perkuliahan tersebut sebelum memasuki perkuliahan sesuai dengan kompetensi keilmuannya. Tujuannya MKWU tidak lain adalah menanamkan nilai-nilai keilmuan dan kebangsaan yang sama bagi mahasiswa Universitas Airlangga meskipun mereka berada dalam prodi yang berbeda-beda. Mahasiswa diberikan pemahaman tentang pentingnya sikap hidup yang positif dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti kebersamaan, saling menghargai antar sesama, nasionalisme, kejujuran, tanggungjawab hingga kasih sayang. Slogan Universitas Airlangga dengan excellence with morality sesungguhnya menjadi bukti kuat bahwa excellence haruslah bersinergi dengan morality. Tanpa morality dikhawatirkan kita hanya menghasilan luaran pendidikan yang excellence tapi tidak memiliki karakter positif, baik sebagai individu, sebagai masyarakat, maupun sebagai anak bangsa. Begitu juga, morality haruslah tetap dibarengi dengan keluaran pendidikan yang excellence. Ada banyak warga bangsa yang memiliki kejujuran, tetapi karena tidak memiliki kapasitas intelektual dan akademik, maka mereka tidak ikut serta dalam setiap proses-proses pembangunan dan pengambilan kebijakan, demikian juga ada banyak warga bangsa yang excellence dalam hal kapasitas intelektual dan kompetensi akademiknya, tetapi karena tidak bermoral, maka dikhawatirkan hanya tercipta kecerdasan tanpa hati nurani. 5
Terminologi karakter bangsa, pada dasarnya menunjuk pada sistem nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai orientasi nilai bagi warga bangsa di dalamnya. Sebagaimana diketahui, bangsa Indonesia sebagai sebuah negara berdiri atas pilar yang menjadi fondasi bagi kokohnya bangunan kebangsaan di atasnya. Realitas empiris dari kemajemukan bangsa, beragamnya budaya dan agama, luasnya wilayah geografi dengan etnisitas masing-masing, tetapi memiliki kesamaan nasib dan sejarah sebagai bagian dari bumi pertiwi, telah memberikan alasan mengapa foundhing fathers menjadikan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI sebagai pilihannya. Dengan demikian, pendidikan karakter harus tetap diarahkan sebagai sistem nilai yang membangun wawasan bangsa bagi warga bangsa. Universitas Airlangga sejak tahun 2009, melalui Peraturan Rektor UA Nomor 7228/JO3/PP/2008 tentang Mata Kuliah Wajib Universitas dalam Kurikulum Program Studi Vokasi dan Program Studi Sarjana di Lingkungan Universitas Airlangga mengeluarkan grandscenario pendidikan yang salah satunya menjadikan mata kuliah wajib universitas sebagai mata kuliah yang berkepentingan dalam pembentukan karakter bangsa dan wawasan kebangsaan. Berikut skema grandscenario pendidikan yang dirancang di Universitas Airlangga.
Figure 1: Grand Scenario Pendidikan
Melalui grandscenario ini diharapkan MKWU dapat memberikan dasar keagamaan dan wawasan kebangsaan yang kuat bagi mahasiswa. Itulah sebabnya, pendidikan kebanggsan ini menemukan signifikansi untuk diselenggarakan. Memperhatikan skema pembelajaran di atas, terlihat jelas komitmen kebangsaan Universitas Airlangga dalam rangka 6
membentuk mahasiswa yang berkarakter. Artinya, Universitas Airlangga sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak hanya berkepentingan menghasilkan lulusan yang kompeten secara akademik, tapi juga berkarakter yang baik dan kuat. Grand scenario pendidikan ini menjadi tahapan bagi setiap mahasiswa di Universitas Airlangga dalam proses-proses pembelajaran yang dilaluinya. Pada tingkatan awal, semua mahasiswa Universitas Airlangga wajib mengikuti kegiatan yang disebut dengan PPKMB (Pekan Pembinaan Kebersamaan Mahasiswa Baru). Pada kegiatan ini, mahasiswa mendapatkan berbagai materi yang berisi tentang berbagai persiapan yang harus dimiliki setiap mahasiswa yang menjadi bagian dari civitas akademik. Materi-materi yang disampaikan seperti, Etika Akademik, Perilaku Berprestasi, Paradigma Belajar di Perguruan Tinggi, Satuan Kredit Prestasi, Mapanza, dan terdapat materi yang terkait dengan penguatan karakter bangsa yakni Jati Diri Ke-Universitas Airlangga-an, Karakter Bangsa dan Penguatan empat (4) pilar Bangsa. Pada tiga tahun terakhir, Universitas Airlangga mulai merencanakan berbagai kegiatan yang diorientasikan pada pembentukan karakter unggul dari mahasiswa. Kegiatan itu dimulai sejak mahasiswa baru sampai mahasiswa semester akhir, dimulai dari program PPKMB (Program Pembinaan Kebersamaan Mahasiswa Baru) hingga pengelolaan KKN-BBM. Semua kegiatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam empat (4) kuadran pembelajaran, intrakurikuler, non kurikuler, ekstrakurikuler dan ko kurikuler. Melalui berbagai kegiatan yang dilakukan, maka terlihat jelas komitmen Universitas Airlangga dalam rangka menciptakan mahasiswa yang memiliki karakter bangsa unggul, tidak hanya terkait dengan karakter individual, karakter publik, hingga karakter bangsa. 3. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter Sebagai sistem nilai, maka nilai-nilai utama karakter bangsa yang hendak dibentuk di Universitas Airlangga harus memiliki nilai praksis dalam kehidupan kampus dan mewarnai perilaku kehidupan sehari-hari. Agar nilai-nilai tersebut terimplementasi, maka perlu ada strategi pembentukan karakter bangsa tidak hanya dalam kegiatan intra kurikuler, melainkan juga ekstra kurikuler. Mengacu pada Undang Undang Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembanghkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, 7
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulian, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Mengacu pada isi UU tersebut, pada hakikatnya mahasiswa adalah insan akademik yang sedang mengembangkan kepribadian (aspek kognitif, afektif, dan perilaku) melalui beragam kegiatan yang dapat diikutinya sebagai mahasiswa (Zainuddin, dkk, 2009: 26-27). Kegiatan pendidikan karakter dalam grandscenario pendidikan di Universitas Airlangga diharapkan bersifat berkelanjutan sesuai dengan tahap-tahapnya. Kegiatan ini diselenggarakan tidak hanya pada saat mahasiswa baru, tetapi terus berlanjut sampai pada semester akhir. Ranah pertama, Kegiatan ini bersifat ekstrakurikuler tapi diselenggarakan intrakampus, agar pencapaian keberhasilan mudah dipantau. Kegiatan pendidikan karakter yang bertujuan untuk menguatkan wawasan kebangsaan bagi mahasiswa ini bersinergi dengan kegiatan lainnya, yang selama ini sudah diselenggarakan di lingkungan Universitas Airlangga, antara lain, 1) Penguatan kebersamaan mahasiswa dalam kehidupan di kampus melalui kegiatan PPKMB, 2) Peningkatan kualitas karakter diri melalui kegiatan Emotional Spritual Quession (ESQ), 3) Pembiasaan kehidupan berkarakter unggul melalui Satuan Kredit Prestasi (SKP), dimana setiap mahasiswa Universitas Airlangg memiliki kewajiban untuk terlibat dalam salah satu kegiatan kemahasiswa yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga. Ranah kedua dalam strategi implementasi pendidikan karakter adalah melalui pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran kurikuler, utamanya melalui pembelajaran Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU). Pembelajaran MKWU memang merupakan program yang sama bagi setiap perguruan tinggi, yang berbeda hanyalah metode pelaksanaannya. MKWU di Universitas Airlangga masih mempertahankan content perkuliahan dalam dua arus utama, yakni (1) Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa, dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan (2) Mata kuliah Berkehidupan Bersama (MBB) yakni Ilmu Sosial dan budaya Dasar (ISBD) dan Ilmu Alamiah Dasar (IAD). Misalnya dilakukan melalui penguataan kesadaran keragaman melalui study excursy mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) yang berada dalam pengelolaan Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU).
8
Gambar 2: Dialog tentang Pengelolaan Kebhinekaan
Pelaksanaan Studium Generale Multikulturalisme di Blitar
Gambar-gambar di atas, menunjukkan bahwa perkuliahan MKWU tidak hanya diselenggarakan dalam ruang-ruang kelas, melainkan juga dilakukan dengan memberikan mahasiswa pengalaman empiris terkait dengan kebhinekaan yang ada di Indonesia, sekaligus bagaimana warga masyarakat Indonesia sesungguhnya adalah warga yang begitu toleran satu sama lain. Sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian, MPK dan MBB yang masuk dalam lingkup MKWU memberikan dasar kebangsaan yang kuat bagi setiap mahasiswa, bahwa 9
meskipun mereka pada akhirnya nanti menjadi orang yang kompeten dengan keilmuannya masing-masing, tidaklah mengabaikan posisi sentralnya sebagai warga masyarakat dan warga bangsa. Itulah sebabnya, kegiatan study excursie ini pada dasarnya memberikan penguatan wawasan kebangsaan bagi warga Universitas Airlangga. Ranah ketiga strategi implementasi karakter melalui kegiatan ekstra akademik yakni adalah didirkannya Nation Building Corner (NBC) yang dikelola dibawah koordinasi perpustakaan Universitas Airlangga, awalnya merupakan ruang baca yang menyediakan buku-buku yang terkait dengan nasionalisme, sejarah perjuangan, biografi tokoh bangsa, dan sebagainya, saat ini ditingkatkan aktivitasnya menjadi ruang melakukan interaksi aktif anggota NBC terkait problema kebangsaan. Pelaksanaan kegiatan NBC banyak dimotori oleh mahasiswa yang masuk dalam komunitas NBC yang terdiri dari mahasiswa dari berbagai fakultas yang memiliki kepedulian terhadap persoalan kebangsaan.
Gambar Sosialisasi NBC ke SMP 22 Surabaya
Gambar salah satu dialog kebangsaan yang menghadirkan pakar sejarah dari Universitas Airlangga 4. Kesimpulan 10
Pendidikan karakter yang diarahkan pada pengembangan wawasan kebangsaan memberikan fondasi dasar bagi setiap warga bangsa, dalam hal ini mahasiswa Universitas Airlangga dalam rangka memberikan orientasi pengembangan kompetensi kepribadian unggulnya. Setiap mahasiswa Universitas Airlangga diharapkan memiliki kesadaran tinggi terhadap nasib dan masa depan bangsa Indonesia, memiliki rasa nasionalisme, serta mengembangkan inovasi keilmuan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Mahasiswa merupakan bagian integral dari generasi muda yang menjadi miniatur masa depan bangsa. Pertaruhan nasib masa depan bangsa Indonesia terletak pada kualitas kepribadian mahasiswa, baik sebagai individu, sebagai warga sosial, maupun sebagai warga bangsa. Itulah sebabnya, kesadaran atas nasib bangsa ini sangat tergantung pada kompetensi yang dimiliki sebagai warga negara, yakni pengetahuan kewargaan (civic knowledge), kecakapan kewargaan (civic skill), dan watak kewargaan (civic disposition). Dalam rangka membangun kompetensi yang demikian, perguruan tinggi memikul tanggung jawab moral untuk membentuk kualitas mahasiswa yang berkepribadian kebangsaan tinggi. Jika inti karakter adalah kebajikan (goodness), dalam arti berpikir baik (thinking good), berperasaan baik (feeling good), dan berperilaku baik (behaving good), maka karakter bangsa yang kemudian muncul adalah terdapat satunya pikiran, perasaan, dan perbuatan yang baik dari manusia-manusia Indonesia demi kepentingan peradaban kebangsaan Indonesia. Karakter bangsa ini dimaknai sebagai seperangkat sistem nilai (value’s) yang bersifat idea-normatif, bukan sekedar ketrampilan (skills) yang bersifat teknis-empiris, tetapi memberikan landasan idealis bagi mahasiswa Universitas Airlangga dalam menjalankan fungsinya sebagai warga bangsa. Kompetensi keilmuan dibentuk oleh setiap program studi masing-masing, tetapi kompetensi kepribadian sebagai warga masyarakat dan warga bangsa berada pada tanggungjawab universitas. Universitas Airlangga sebagai bagian dari perguruan tinggi, memiliki tanggung jawab dalam membentuk karakter mahasiswa yang baik, sebagai individu, sebagai warga sosial dan sebagai warga bangsa. Intinya, setiap institusi perguruan tinggi bertanggungjawab membentuk watak baik dengan berpikir baik, berperasaan baik dan berperilaku baik mahasiswa sebagai manusia Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA Bashori, Khoiruddin. (2010). Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta: Harian Kompas, Senin, 15 Maret 2010. Budimansyah, Dasim. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press Direktorat Pendidikan Universitas Airlangga. (2009). Melejitkan Sotf Skills Mahasiswa, Surabaya: Airlangga University Press. Frankena, W.K. (1986). The Ethics of Respect for Persons. Philosophical Topics, 14, 149-167. Hidayatullah, Furwon. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: UNS Press. Isnaeni. (2009). Excellent with Morality dalam Pendidikan. Surabaya: Airlangga University Press. Kansil dan Cristine S.T. Kansil. (2011). Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Bandung: Rineka Cipta. Latif, Yudi. (2009). Menyemai Karakter Bangsa. Jakarta: Kompas. Sujana, I Nyoman Naya Sujana, dkk. (2010). Excellence with Morality. Malang: Bayu Media. Waruwu, Fidelis E. (2010). Membangun Budaya Berbasis Nilai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
12