PENDIDIKAN KARAKTER Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh : FITRI NUR CHASANAH NIM : 11112250
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN) SALATIGA 2017 i
ii
PENDIDIKAN KARAKTER Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh : FITRI NUR CHASANAH NIM: 11112250
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN) SALATIGA 2017 iii
iv
v
vi
MOTTO Menuntut ilmu adalah taqwa, Menyampaikan ilmu adalah ibadah, Mengulang-ulamg ilmu adalah zikir, Mencari ilmu adalah jihad (Imam Al-Ghazali)
vii
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada : 1. Almamaterku tercinta, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Ayahanda (Sulasno) dan Ibunda (Istikomah) tercinta yang tak pernah henti-hentinya memberikan do‟a dan jalan petunjuk untuk meraih kesuksesan hidup. 3. KH. Nasafi dan Ibu Nyai Hj.Asfiyah selaku pengasuh pesantren Nurul Asna Pulutan Salatiga. 4. Kakakku tercinta Wahid Fatoni, S.Pdi yang senantiasa mencurahkan kasih sayang memberikan doa dan dukungan yang tiada henti kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Kakak ipar tercinta Alfiah, S.Pdi yang selalu mendukungku. 6. Keponakan-keponakanku tersayang “Nezza Farra Putri Wahid & M. Haikal alWahid” yang selalu menghibur hatiku. 7. Para guru terhormat yang telah memberikan ilmu dan jembatan hati. 8. Teman-teman PAI G angkatan 2012 9. Sahabat-sahabatku di pondok Nurul Asna 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Salam dan sholawat selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, dan para pengikutnya. Skripsi ini berjudul: “PENDIDIKAN KARAKTER KAJIAN PEMIKIRAN ALGHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD” ini, disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga. Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari banyak pihak yang ikut serta dalam memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih tiada terhingga pada : 1. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 2. Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 4. Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku pembimbing yang penuh kesabaran membimbing penulis sehingga terwujudlah skripsi ini. 5. Dr. Mukti Ali, S.Ag, M.Hum selaku dosen pembimbing akedemik selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga yang telah memberikan pengarahan dalam melaksanakan kuliah selama ini. 6. Kedua orang tua dan keluarga besar penulis yang telah mendoakannku, pengorbananmu yang penuh keikhlasan sehingga berdampak luar biasa bagi penulis. 7. Bapak dan ibu dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yang telah memberikan bekal ilmu dalam menuntut ilmu. 8. Staf Perpustakaan dan staf Akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang telah berpartisipasi dalam penyususnan skripsi ini. 9. KH. Nasafi dan Ibu Hj. Nyai Asfiyah yang selalu mendorong dan mendoakan terselesainya skripsi ini.
ix
10. Teman-teman PAI G angkatan 2012, teman-teman pondok pesantren Nurul Asna Pulutan Salatiga. 11. Semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung membatu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demkian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Salatiga, 14Maret 2017
x
ABSTRAK FITRI NUR CHASANAH, 2017, Pendidikan Karakter Kajian Pemkiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Imam Al-Ghazali, Kitab Ayyuhal Walad. Penelitian ini membahas pendidikan karakter dalam kitab Ayyuhal Walad. Kajiannya dilatarbelakangi karya Imam Al-Ghazali yang sangat signifikan dengan tuntutan pendidikan karakter era modern. Dunia pendidikan sekarang mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik, pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang lebih tinggi. Keberadaan nila-nilai moral mulai dipertanyakan lagi. Padahal karakter merupakan kunci perubahan individu, sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Penelitian.ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan : (1) Bagaimana Pemikiran Imam AlGhazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (2)Bagaimana Muatan Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (3) Bagaimana Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan Pendidikan Islam di Indonesia kontemporer. Skripsi ini merupakan jenis penelitian library research atau studi kepustakaan dengan mengambil objek kitab Ayyuhal Walad berkaitan dengan pendidiian karakter. sumber data primer dan sekunder diperolah melalui penelitian kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa metode dokumentasi. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis. Adapun analisisnya dengan data kualitatif dengan dua langkah yaitu metode deduktif dan induktif. Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali, didalamnya antara lain berisi : tentang akidah yaitu beriman kepada Allah SWT, anjuran beribadah kepada Allah, dan nasihatnasihat yang edukatif terhadap anak. Khusus dengan pendidikan meliputi : materi (subject matter) tentang akhlak, metode dan tujuan pendidikan. Pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad mencakup dua nilai yakni : nilai individu yang meliputi karakter religius dan nilai kolektif atau sosial yang meliputi karakter peduli sosial, tanggung jawab, kerja keras, menghargai prestasi. Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad sangat relevan dengan Pendidikan Agama Islam seperti materi, metode dan tujuan. Terkait dengan materi, yang paling relevan adalah bahasan tentang akhlak, untuk membentuk manusia yang berkarakter. Adapun metode yang ditawarkan Imam Al-Ghazali memiliki kesamaan dalam konteks penyesuaian metode terhadap perkembangan anak. Tujuan pendidikan yang dikemukakan Imam Al-Ghazali memiliki relevansi dengan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu tumbuhnya nilai-nilai moral dalam pribadi anak.
xi
DAFTAR ISI
Sampul .............................................................................................................................
i
Lembar Berlogo ....................................................................................................... ........
ii
Judul .................................................................................................................................
iii
Persetujuan Pembimbing .................................................................................................. iv Pengesahan ............................................................................................................... .........
v
Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................................... .........
vi
Halaman Motto
...................................................................................................... ......... vii
Halaman Persembahan ............................................................................................ .........
viii
Kata Pengantar .......................................................................................................... ......... ix Abstrak ..................................................................................................................... ......... xi Daftar Isi ........................................................................................................................... xii Daftar Lampiran ................................................................................................................ xiv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... ......... 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4 E. Penegasan Istilah .......................................................................................... 5 F. Telaah Kepustakaan ....................................................................................... 7 G. Metode Penelitian ........................................................................................ 9 H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 11 BAB II : BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali ........................................................ ......... 12 B. Latar Belakang Pendidikan Imam Al-Ghazali ............................................ 14
xii
C. Kondisi Sosio Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali.................................... 16 D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali ....................................... 18 E. Hasil Karya-karya Imam Al-Ghazali ............................................................ 19 BAB III : MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD A. Penulisan Sistematika Kitab Ayyuhal Walad ............................................ 24 B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad ....................................... 24 C. Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad ........................................................ 26 D. Metode Pendidikan dalam kiitab Ayyuhal Walad ....................................
31
E. Tujuan pendidikan menurut Imam Al-Ghazali .......................................... 33 BAB VI : ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad ..............................................................
34
B. Muatan Pendidikan Karakter dalam Kitab Ayyuhal Walad ...................
54
C. Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali ....
59
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................................
61
B. Saran-saran ............................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Halaman Judul Kitab Ayyuhal Walad
Lampiran 2
Lembar Kunsultasi Skripsi
Lampiran 3
Nilai SKK Mahasiswa
Lampiran 4
Daftar Riwayat Hidup
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena itu merupakan kebutuhan manusia yang sangat esensial. Pendidikan dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, baik potensi jasmani/rohani. Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Ramayulis (2002: 69) bahwa tujuan umum pendidikan harus diarahkan untuk mencapai pertumbuhan, keseimbangan, kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan jiwa intelektual, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan lahir . Pendidikan juga merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik terutama pada akhlaknya. Anak yang masih kecil perlu adanya penekanan pada pendidikan karakter, karena pendidikan karakter merupakan hal penting untuk menanamkan nilai-nilai perilaku (karakter). Pendidikan karakter pada anak meliputi pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhannya, dirinya, sesama manusia maupun lingkungannya. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, berbudi pekerti luhur, berkepribadian yang mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani, serta bertanggung jawab pada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut terkait dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu 1
bersaing, beretikat baik, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Tetapi dunia pendidikan mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik, pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang tinggi. Keberadaan pembelajaran nilai-nilai moral dan karakter mulai dipertanyakan lagi. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter (Muslih,2011: 1). Sebagai contoh antara lain: terjadinya tawuran antar pelajar, antar warga, penggunaan obat-obat terlarang, pencurian dan tindakan asusila. Hal tersebut mengintimidasikan bahwa anak bangsa sudah kehilangan rasa malu. Sekolah menjadi kambing hitam atas kemerosotan watak karakter bangsa. Sekolah hanya menjadi ajang transfer of knowledge bukan character building. Pendidikan karakter dalam perspektif Islam secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya para Nabi untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Penggagas pendidikan karakter dalam masyarakat Muslim sekarang adalah Nabi Muhammad Saw, yang merupakan teladan bagi umat manusia. Tidak ada satu orang pun di dunia yang berkarakter semulia Nabi Muhammad Saw. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan sikap urusan manusia, salah satunya yaitu tata cara dalam mempelajari kehidupan ini. Banyak tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan menyumbangkan pemikirannya tentang aktivitas belajar dan pembelajarannya, di antaranya adalah Imam Al-Ghazali. Tokoh ini telah banyak mewarnai pendidikan masyarakat Islam Indonesia. Imam Al-Ghazali adalah ulama besar yang terkemuka dan menyejarah hingga kini dalam bidang agama. Imam Al-Ghazali termasuk salah seorang terpenting dalam
2
sejarah pemikiran agama secara keseluruhan. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali yang bergelar Syaikh Al Ajal Al Imam Al Zahid, Al Said Al Muwafaq Hujjatul Islami (Nata, 2001: 55). Imam Al-Ghazali merupakan ulama yang produktif dalam menulis. Secara garis besar karangan Imam Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang : Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tassawuf. Dari sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali yang terkenal diantaranya adalah : Muqisdul Falasifah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh Dhalal dan Ihya‟ Ulumudin (Munir, 1991: 114). Salah satu kitab karangan Imam Al-Ghazali yang tak kalah fenomenal di dunia pendidikan adalah kitab Ayyuhal Walad. Kitab tersebut membahas beberapa pokok bahasan tentang beragama. Salah satu yang menarik dalam pembahasan kitab ini adalah tentang konsep pendidikan akhlak untuk menjadikan manusia yang berkarakter. Kitab Ayyuhal Walad berisikan tentang adab dalam belajar. Sehingga dalam pembahasan kitab Ayyuhal Walad dapat membantu dalam memperbaiki pendidikan karakter saat ini yang mulai mengalami kemerosotan. Serta dapat memberikan sumbangsih dalam Pendidikan Agama Islam. Dengan latar belakang yang telah terpapar di atas penulis termotivasi untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan nilai karakter dalam penelitian ini dengan judul “Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis mengemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas, supaya dapat mempermudah penelitian ini, antara lain yaitu :
3
1. Bagaimana pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad ? 2. Bagaimana muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad ? 3. Bagaimana relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia kontemporer? C. Tujuan Penelitian Dalam setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapaun dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad 2. Untuk mengetahui muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad 3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam AlGhazali dalam kitab Ayyuhal Walad
dengan pendidikan Islam di Indonesia
kontemporer D. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat dijadikan referensi dalam upaya pengembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya. 2. Dapat dijadikan rujukan yang tepat untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik. 3. Memberikan informasi dan memperkaya wacana mengenai pemikiran tentang cendekiawan muslim Imam Al-Ghazali. 4. Bagi pendidikan Islam, penelitian ini menjadi salah satu sumbangan pemikiran bagi perbaikan pendidikan Islam di masa yang akan datang untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya (insan kamil) dengan mempertahankan konsep hidup
4
yang selalu berdasarkan ilmu yang sekaligus menjadi pikiran dalam kehidupan di dunia dan bimbingan menuju Illahi Rabbi. 5. Memberikan manfaat bagi guru Pendidikan Agama Islam. E. Penegasan Istilah Penegasan istilah adalah untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi di atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu memberikan batasanbatasan dan penegasan secukupnya terhadap istilah-istilah yang ada, yaitu : 1. Tinjauan dari Pendidikan Karakter Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingannnya, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Mansur,2004: 57). Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentuan dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradapan umat manusia (Mansur, 2001: 1). Jadi pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan berarti proses bimbingan oleh pendidik (guru, orang tua, masyarakat ataupun lingkungan) kepada anak didik baik jasmani maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan sengaja agar terbentuk kepribadian yang sempurna serta untuk memperbaiki kualitas hidup manusia. Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter juga bisa dipahami tabiat atau watak. Dengan demikian orang yang memiliki karakter adalah orang yang memiliki kepribadian atau watak. Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimnsi hati, pikir, raga,
5
serta rasa dan karsa. Pandidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk untuk memberikan keputusan yang baik maupun yang buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu alam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang terncana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan nilai karakter yang menjadi kunci keberhasilan dalam mencetak generasi bangsa yang berkarakter baik adalah sifat utama Rasullulah SAW yaitu shidiq, amanah, fathonah dan tabligh. 2.
Imam Al Ghazali Nama Imam Al-Ghazali yang dimaksud adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at Tusi Al Ghazali, Imam Al-Ghazali termasuk seorang pemikir Islam, teolog, filsuf dan sufi yang termasyhur. Imam Al-Ghazali dilahirkan di kota Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus di Khurasan, yang pada waktu itu sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Imam Al-Ghazali meninggal di kota Tus setelah perjalanan mencari ilmu dan ketenangan batin, kemudian nama Al-Ghazali dan at Tusi itu dinitsbatkan kepada tempat kelahirannya (Ensiklopedi Islam, 1994 : 25).
3. Kitab Ayyuhal Walad Kitab Ayyuhal Walad adalah kitab kecil berbahasa Arab dan termasuk salah satu karya Hujjatul Islam Al-Ghazali. Di dalam kitab ini dari segi isinya menggunakan metode mauziah atau pemberian nasehat dengan memberikan arahan-arahan kepada anak meliputi teori-teori yang disandarkan pada al-Qur‟an
6
maupun hadist juga dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali itu sendiri dengan pengalamannya sebagai seorang pendidik yang profesional. Kitab ini muncul karena permintaan dari salah satu siswa zaman dahulu, yang meminta kepada Imam Al-Ghazali untuk menulis kitab yang didalamnya memuat ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di akhirat. F. Telaah Kepustakaan Untuk mencapai hasil penelitian ilmiah diharapkan data-data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini dan menghindari tumpang tindih dari pembahasan penelitian. Dalam kajian pustaka yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang temanya hampir sama dan dari pengarang yang sama dengan judul penelitian ini, yaitu tokoh “Imam Al-Ghazali”. Diantara hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut : 1) Skripsi Paryono, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2014, yang mengangkat tema dengan pendididkan akhlak dengan judul “ Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)” ( Paryono, 2014). Kesimpulan dari skripsi ini konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya‟ Ulumudin antara lain : Pengajaran Keteladan dan Kognifistik, Mengolaborasi Behavioristik dengan pendekatan Humanistik serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dam membentuk akhlak yang mulia. 2) Skripsi Muhammmad 'Athoillah, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, 2015, yang mengangkat tema pendidikan karakter sufistik dengan judul “Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin
7
Bab Riyadlatun al-Nafs)” („Athoillah, 2015). Kesimpulan dari skripsi ini pendidikan karakter sufistik dalam kitab Ihya‟ Ulumudin bab Riyadlatun al-Nafs antara lain: pentingnya akhlak dan dengan hati bersih yang didalamnya terdapat keimanan yang kuat akan menghasailkan karakter yang baik yang religius, humanis, sosialis, tidak sombong yang bisa menjaga hawa nafsu amarah serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dalam memebentuk manusia yang berkarakter. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentunya berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaanya yaitu : 1) Paryono mengangkat tema tentang pendidikan akhlak, sedang penelitian yang dilakukan penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi Paryono berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)”. Fokus penelitian skripsi Paryono adalah mengenai konsep pendidikan akhlak, sedang fokus penelitian penulis adalah menenai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya dengan pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya. 2) Muhammmad 'Athoillah, mengangkat tema tentang pendidikan karakter sufistik, sedaang penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi Muhammmad 'Athoillah berjudul “ Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin Bab Riyadlatun alNafs)”. Fokus penelitian skripsi Muhammmad 'Athoillah adalah menganai Pendidikan Karakter Sufistik, sedang fokus penelitian penulis adalah menenai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya
8
dengan pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada skripsi yang mengkaji tentang pemikiran Imam Al-Ghazali. Namun judul dan fokus pembahasannya berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Skripsi ini mengkaji tentang pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam. G. Metode Penelitian Proses dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah, diantaranya yaitu : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bibliografi, karena dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interprestasi serta generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dan mencakup hasil-hasil para pemikir dan ahli-ahli
(Nasir,1995:
62).
Penelitian
literer
lebih
dimaksudkan
studi
“kepustakaan” dan bukan studi “perpustakaan” (Arifin, 1990 : 135). Jadi penelitian ini menggali datanya dari bahan-bahan tertulis (khususnya berupa teori-teori). Penelitian didasarkan pada studi literer dari buku-buku yang ada hubungannnya langsung dengan penelitian ini. 2. Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari riset kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian sebagai buku dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan permasalahan, terutama buku-buku tentang pendidikan karakter baik itu karya Imam Al-Ghazali maupun lainnya. Adapun sumber data dibagi menjadi dua : 9
a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang secara langsung berkaitan dengan obyek riset (Dharaha, 1985 : 60). Dalam penelitien ini sumber data primernya adalah kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al Ghazali. a. Sumber Data Sekunder Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data primer dalam penelitian ini dan merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian. 3. Teknik Pengelolaan Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca bahan dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3) dari berbagai buku dan karya ilmiah yang ada hubungannnya dengan permasalahan dengan mengutamakan data pokoknya yaitu Kitab Ayyuhal Walad kemudian data ari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan. 4. Analisis Data Melihat obyek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan library reseacrh. Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara : a. Deduktif Maksudnya adalah dari hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam arti pengambilan kesimpulan yang berawal dari suatu pernyataan tentang pendidikan karakter secara umum kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari pendidikan nilai
10
karakter menurut Imam Al Ghazali sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus. b. Induktif Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat ke dalam berangkat dari uraian-uraian khusus Imam Al-Ghazali, kemudian diformulasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum. a. Sistematika Penulisan Skripsi Penulisan ini dibagi lima bab yang perinciannnya sebagai berikut : Bab 1
Pendahuluan membahas tentang latar belakang dan dasar-dasar aktivitas pokok penelitian.
Bab II
Berisi tentang pengenalan tokoh yang diteliti.
Bab III
Mengenal kitab Ayyuhal Walad, yang membahas tentang latar belakang penulisan Ayyuhal Walad dan isi pokok kitab Ayyuhal Walad.
Bab IV
Analisis karya Imam Al-Ghazali yang secara khusus membahas pendidikan karakter.
Bab V
Penutup yang berisi tentang kesimpulan serta saran.
11
BAB II BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI
A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi Al-Ghazali. Versi lain menyebutkan bahwa nama lengkap Imam Al-Ghazali dengan gelarnya adalah Syaikh al-Ajal al-Iman al-Zahid, al-Said alMawafaq Hujjatul Islam. Zainul Syaraf mengatakan bahwa nama lengkap Imam AlGhazali adalah al-Ummah bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali al-Tusi (Nata,2001: 55). Imam Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 (1058) dibesarkan di kota Tus, sekarang dekat Masyhad, sebuah kota kecil di Khurasan yang sekarang adalah Iran. Imam Al-Ghazali lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya Muhammad adalah seorang pengusaha yang bekerja memintal wol dan menjual di tokonya sendiri. Muhammad seorang yeng mempunyai tipe pecinta ilmu, sehingga disamping menekuni pekerja‟anya, juga sering mengunjungi mejelis-majelis pengajian untuk menuntut ilmu agama. Disinilah Muhammad berkeinginan dan berdoa supaya dikaruniai anak yang kelak menjadi orang besar dan berpengetahuan luas seperti ulama-ulama tempat ia mengambil ilmu (Ghofur, 2006: 25-26). Imam Al-Ghazali memiliki saudara laki-laki yang bernama Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali, dengan gelar Majdudin, keduanya menjadi ulama besar. Hanya saja, Majdudin lebih berprofesi pada kegiatan dakwah sedangkan Imam Al-Ghazali lebih berkonsentrasi menjadi penulis dan pemikir. Pendidikan Imam Al-Ghazali pada masa kecil berlangsung di kampung halamannya. Setelah ayahnya meninggal dunia, Imam Al-Ghazai dan saudaranya dididik oleh salah seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayah keduanya 12
untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad ar Razikani at Tusi, ahli tasawuf dan fiqh dati Tus. Mula-mula sufi ini mendidik keduanya secara langsung. Tatapi, setelah harta keduanya habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di Tus (Ensiklopedia Hukum Islam, 1997 : 404). Setelah itu Imam Al-Ghazali pindah ke Naisabur, Imam Al-Ghazali belajar kepada al Juwaini yang terkenal dengan sebutan Imam Al Haramin, seorang teolog Asy‟ariyah. Imam Al Ghazali belajar ilmu fiqih dan ilmu kalam kepada gurunya. Dari Naisabur Imam Al-Ghazali pindah ke Mu‟skar kemudian ia berkenalan dengan Nizamul Mulk, perdana Mentri bani Saljuk. Nizamul Mulk menjadikan Imam AlGhazali sebagai guru pada tahun 1091 m di madrasah al Nizamiyah Baghdad yang telah didirikan Nizamul Mulk sendiri. Di kota Baghdad ini Imam Al-Ghazali menjadi terkenal. Pengajian halaqahnya semakin ramai. Imam Al-Ghazali pun telah menulis banyak karya ilmiah. Pada tahun 1095 M, Imam Al-Ghazali meninggalkan jabatan terhormat di Baghdad, kemudian menuju kota Makkah (Zuhri, 1997 : 31), guna menunaikan ibadah haji. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam dan tinggal sementara di kota Baitul Maqdis. Selanjutnya Imam Al-Ghazali pergi ke Damaskus dan ber‟uzlah di sebuah Zawwiyah di dalam masjid raya Al Umawi Zawiyah tempat Imam Al-Ghazali uslah tersebut dengan sebutan Az Zawiyat Al Ghazaliyah. Di tempat inilah Imam Al-Ghazali menggunakan waktunya untuk menulis kitab Ihya‟ Ulumuddin (An Nadwi, 1418 H : 11). Akhirnya Imam Al-Ghazali kembali ke Tus. Sampai di sana Imam Al-Ghazali mendirikan lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan tersebut Imam Al-Ghazali mengajar dan beribadah. Kemudian di akhir kehidupannya tepatnya pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H, setelah selesai berwudhu dengan sempurna, lalu
13
berbaring meluruskan badan dan tidak lama setelah itu Imam Al-Ghazali meninggal dunia (Ibrohim, 1987 : 192). Demikianlah sekelumit sejarah hidup dari ulama besar ini, dimana Imam AlGhazali memiliki saham yang tidak kecil baik dalam bidang pendidikan, tasawuf, fiqh dan lain-lain. Semoga pusaka ilmiah yang titinggalkan Imam Al-Ghazali dapat kiranya diambil faidahnya oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. B. Latar Belakang Pendidikan Imam Al-Ghazali Latar belakang pendidikan Imam Al-Ghazali dimulai dari belajar al- Qur‟an pada ayahnya sendiri Muhammad. Sepeninggal ayahnya Imam Al-Ghazali dan saudaranya (Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali) dititipkan kepada teman ayahnya, Ahmad bin Muhammad al-Rizkani, seorang sufi besar. Imam Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual mereka, selain itu Imam Al-Ghazali belajar tentang syairsyair tentang mahabbah (cinta) kepada Tuhan, belajar al-Qur‟an dan sunnah (Nata,2001: 58). Kerena harta peninggalan ayah Imam Al-Ghazali cepat habis, maka Imam AlGhazali dimasukkan ke sebuah sekolah yang menyediakan beasiswa bagi para muridnya, gurunya adalah Yusuf al-Nassj juga seorang sufi. Setelah tamat Imam AlGhazali melanjutkan sekolah ke kota Jurjan yang ketika itu juga menjadi pusat kegiatan ilmiah. Disini Imam Al-Ghazali mempelajari ilmu bahasa Arab dan Persia, disamping mempelajari pejaran agama. Di antara gurunya adalah Imam Abu Nasr alIsmaili. Guna memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya Imam Al-Ghazali pergi ke Nahipur dan disana memasuki Madrasah Nidzamiyah yang dipimpin ulama besar Imam al-Haramain al-Juwaini seorang tokoh aliran Asy‟ariyah (Nata, 2001: 5).
14
Di Baghdad Imam Al-Ghazali mulai menekuni kehidupan formal sebagai seorang tenaga pengajar di Universitas an-Nizdamiyah, Baghdad ketika itu merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan sejak Dinasti Abbasiyah masih jaya, serta aliran ang beraneka ragam, sangat pesat, sebagaimana yang digambarkan oleh Imam Al-Ghazali sendiri. Melalui al-Juwaini inilah Imam Al-Ghazali memperoleh ilmu fiqh, ilmu mantiq dan ilmu kalam, karena Imam Al-Ghazali dinilai berbakat dan berprestasi kemudian diangkat sebagai asistennya al-Juwaini sebagai gurunya merasa kagum dan sering memuji-muji Imam Al-Ghazali. Dalam menempuh pendidikan itu Imam Al-Ghazali selalu memohon kepada Allah SWT agar diberi pengetahuan yang berguna dan berbuah selama hidupnya. Ia kemudian memperdalam pengetahuannya di Tus selama tiga tahun, yaitu memperdalam ilmu yang diperolehnya dengan jalan muzakarah dan muthala‟ah sehingga hafal semua apa yang ada di benaknya. Dalam bidang tasawuf Imam Al-Ghazali belajar kepada Imam Yusuf al-Nassj dan Imam al-Zahid Abi Alial Fadhlu bin Muhammad bin Ali al-Farmudzi al-Thusi, yaitu sebagian murid Abi al-Qasimal-Qusyairi. Selanjutnya dalam bidang hadist Imam Al-Ghazali belajar kepada Abi Sahl Muhammad bin Ahmad al-Hifsi alMaruzis. Kepadanya Imam Al-Ghazali belajar kitab Shahih Bukhari. Guru lainnnya dalam bidang hadist adalah Abu al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad al-Hakimi al-Thusi, Abu Muhammad bin Muhammad al-Khuri, Muhammad bin Yahya bin Muhammad al-Suja‟i al-Zu‟zini, al-Hafidz Abu al-Fiyan Umar bin abi-hasan al-Ruaisi alDahastani dan nasr bin Ibrahim al-Maqdisi (Nata, 2001: 60). Dengan demikian tuntaslah studi yang Imam Al-Ghazali lakukan, termasuk bidang kepemimpinan politik, dan berhak mendapatkan gelar kebesaran dan guruguru, orang-orang yang hidup sezaman dengannya dan yang datang kemudian,
15
sehingga
seorang muridnya
bernama Muhammad bin
Yahya
al-Naisaburi
menyatakan, tidaklah dikenal Imam Al-Ghazali menilai seorang yang telah mendekati mencapai kesempurnaan akalnya. Sementara gurunya Imam al-Haramain menyatakan kekagumannya dan menyimpatinya sebagai Bahrun Mudghah (lautan yang tidak bertepi). Hal ini tidak lain karena banyaknya bidang pengetahuan yang dikuasai Imam Al-Ghazali, baik tentang aliran-aliran, perbedaan-perbedaan, pokok-pokok agama, fiqh, mantiq, hikmah, filasafat, dan semua itu dupahami secara benar, menguasai semuanya, sangat cerdas, tajam daya analisisnya, kuat hafalanya dan argumentasinya (Nata,2001: 59). C. Kondisi Sosio-Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali Imam Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang hidup pada zaman raja-raja Daulat Saljuk Raya (Turki) yang telah menguasai daerah Khurasan, Ray, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz. Kemudian yang mendirikan Daulat Saljuk Raya tersebut adalah Rukunuddin Abu Thalib Thughrul Bek, dan Imam Al-Ghazali sendiri pada waktu itu telah menyaksikan masa Adududdin Abu Syuja‟ Alp Arsalan, jalaludin Abil Fatah Malik Syah, Nasiruddin Mahmud, Rukunuddin Abul Muzafar Barkiaruk, Rukunuddin Malik Syah (11) dan Muhammad bin Malik Syah. Kelahiran Imam AlGhazali bertepatan pada akhir pemerintahan Thughrul Bek yang telah mengusai kota Baghdad (Bahreis, 1981: 17). Imam Al-Ghazali, secara politik hidup dan bekerja pada zaman kekacauan. Menurut sejarawan Abu Al Fida‟, pemerintahan Abbasiyah tengah mengalami posisi kemerosotan, kekuasaan Arab di daerah kota Baghdad telah hilang atau hampir hilang, Spanyol tengah melakukan pemberontakan melawan para pejabat muslimnya. Peter Sang Pertapa menyeru Eropa ke dalam Perang Salib. Pada masa itu pula masyarakat (umum) terbagi menjadi kelompok Syiah dan Sunnah berdasarkan
16
perbadaan-perbedaan keagamaan dan politik. Sementara aliran Asy‟ariyah dan filsafat Skolastik Islam, dengan mendapatkan dukungan orang-orang Seljuk, guna menentang terhadap orang-orang Mu‟tazilah. Rezim politik di daerah Baghdad sangat rumit dan membingungkan. Satu sisi di dalamnya terdapat Khalifah, yang luas kekuasaannya sebatas perebutan namanya pada shalat Jum‟at, dan di sisi yang lain terdapat Sultan Seljuk, yang telah menguasai pasukan dan politik . Imam Al-Ghazali mendengar tentang peristiwa kehancuran dan menimpa dunia Islam pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, yaitu peristiwa serangan yang dilakukan oleh tentara salib yang mengarah ke Raha (di lembah Eufrat) pada tahun 490 H dan di Antioch pada tahun 491 H dan Tripoli (Lebanon) pada tahun 595 H. Peristiwa-peristiwa ini tidak tercatat pada karya-karya Imam Al-Ghazali berada di Khusaran, yang letaknya jauh dari tempat pertempuran, dan pada saat itu kawasankawasan Islam semuanya terlibat dalam permusuhan dan pertikaian. Sedangkan perebutan kekuasaan antara para penguasa tidak kunjung usai dan peristiwa ini yang telah memisahkan orang-orang muslim di satu negeri dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di negeri-negeri muslim yang lain. Dalam masa hal ini juga muncul ancaman teror kelompok Bathiniyah yang telah merajalela, yang ujung-ujungnya berpuncak pada pembunuhan terhadap Nizam al Mulk pada 485 H dan putranya. Fakhr al Dawla pada tahun 500 H juga terhadap Wazir dari Sultan Barkyaruq pada tahun 495 H. Masa Imam Al-Ghazali hidup, banyak sekali para pemimpin negara dan ulamaulama sebagai penjilat yang menipu masyarakat guna memperoleh keuntungankeuntungan dunia. Adapun bukti nyata peristiwa ini yaitu munculnya kitab Imam AlGhazali yang berjudul “ Al Munqidz Minandh Dhalal” (Pembebasan Kesesatan) yang telah berusaha membebaskan masyarakat dari kesesatan yang telah terjadi pada waktu
17
itu. Hal ini diakibatkan banyaknya ulama pada masa itu yang saling mengadu kekuatan dengan perdebatan untuk memamerkan ilmu dan agamanya, dibalik semua itu sebenarnya berkeinginan meminta sanjungan dari masyarakat, karena mereka termasuk ulama-ulama yang mencari harta semata. Sehingga Imam Al-Ghazali menggambarkan masyarakat pada waktu itu sebagai orang-orang yang takwa tapi palsu, juga sebagai orang-orang sufi palsu yang menipu manusia dengan ketakwaannya, kedudukan menteri-menteri dan raja-raja Islam pada masa itu kebanyakan berusaha memperalat rakyat guna berperang atas nama agama, sehingga terjadi perang saudara dalam Islam yang dipimpin oleh rajanya masing-masing, yang sebenarnya keadaan masyarakat Islam cukup baik, tetapi fitnah yang sengaja dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin mereka baik di Mesir, Siria, Irak, Khurasan dan lain-lain telah dikuasai oleh pemimpin-pemimpin tercela (Bahreis, 1881: 18-19). D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali Abu Hamid Al-Ghazali hidup pada masa Nizamul Mulk, seorang wazir besar dari kalangan Bani Saljuk, pada waktu itu wazir telah berhasil mendirikan sekolahsekolah tinggi yang disediakan untuk memperdalam penyelidikan tentang agama dan perkembangannya. Ini membuktikan bahwa kondisi pendidikan pada masanya mengalami kemajuan (Hamka, 1993: 120). Abad ke 5/11 merupakan masa terjadinya konflik antara kelompok-kelompok beragama dalam Islam, seperti halnya Mu‟tazilah, Syi‟ah, Asy‟ariyah, Hanafiyah, dan Syafi‟iyah. Wazir Saljik sebelum Nizham Al Mulk yaitu Al Kunduri salah seorang yang menganut mazhab Hanafi dan pendukung Mu‟tazilah, termasuk dalam kebijakannya sebagai wazir adalah mengusir dan menganiaya para penganut Asy‟ariyah yang sering kali juga berarti penganut madzhab Syafi‟i. Al Kunduri selanjutnya digantikan posisinya sebagai wazir oleh Nizham Al Mulk, salah seorang
18
yang menganut madzhab Syafi‟i Asy‟ariyah, oleh karena itu secara alamiah berhadapan dengan kelompok yang bermadzhab Mu‟tazilah, Hambaliyah dan Hanafiyah. Tidak atau bukti bahwa Nidzam Al Mulk sebagai seorang Syafi‟iyah, seluruh sekolah yang ia bangun diperuntukan secara khusus bagi penganut madzhab yang sama. Jelas bahwa hal ini posisi madzhab Syafi‟iyah Asy‟ariyah menjadi semakin kuat dan secara tidak langsung melemahkan. Walaupun para pengkaji yang dahulu menyimpulkan bahwa pembangunan sekolah atau madrasah oleh Nidzam Al Mulk guna menghancurkan madzhab-madzhab yang lain terutama Mu‟tazilah dan Syi‟ah. Hal ini tidak didasari alasan dan bukti yang kuat. Bahwa dirinya menginginkan kuatnya posisi Syafi‟iyah Asy‟ariyah yang sebelumnya telah dianiaya, tetapi hal ini tidak berarti Nidzam Al Mulk menghancurkan yang lain. Jadi pada dasarnya, percecokan kelompok inilah yang melatarbelakangi usahanya lewat pembangunan sekolah, guna memperbaiki keadaan kelompok yang bermadzhab Syafi‟iyah Asy‟ariyah guna mencapai stabilitas yang diinginkan dengan jalan pendidikan (Asari, 1994: 51-52). Teladan yang dilakukan oleh Nizham Al Mulk segera menjadi terkenal. Para penguasa, bangsawan juga para hartawan lainnya segera mengikuti tindakannya dengan mendirikan berbagai sekolah. Jika Nizham Al Mulk membangun sekolahnya untuk golongan Syafi‟iyah maka pada waktu selanjutnya para mazhab lainya masingmasing juga membangun jaringan sekolahnya sendiri guna mendukung penyebaran ajarannya (Asari, 1994: 55). E. Hasil Karya-Karya Imam Al-Ghazali Imam Al-Ghazali adalah ulama yang produktif dalam menyampaikan pemikirannya lewat tulisan-tulisan (karya ilmiah) yang banyak jumlahnya mencapai 300 buah karangan. Betapa rajinnya Imam Al-Ghazali menulis (selama 30 tahun,
19
diselingi 10 tahun pengembaraan). Sejak umur 25 sampai 55 tahun telah menulis sebanyak 300 buah karya, dapat dibayangkan betapa kesanggupan dan kesungguhan hatinya, kekerasan dan kemampuannya dalam berkarya (Munir, 1991: 114). Secara garis besar Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang: Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tasawuf. Sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali, yang terkenal di antaranya adalah : Muqisdul Falsafah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh Dhalal dan yang terakhir adalah Ikhya‟ Ulumuddin (Munir, 1991: 114). Sebagaian para peneliti menerangkan bahwa Imam Al-Ghazali menulis hampir 100 buku yang meliputi berbagai pengetahuan, seperti ilmu kalam (Theologi Islam), Fiqih (Hukum Islam), Tasawuf, Filsafat, Akhlaq dan Otobiografi, karangannya itu ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, sebagaian pendapat lain mengatakan bahwa karangan Al-Ghazali mencapai kira-kira 70 buku. Sementara buku yang benar-benar dapat disebut sebagai karangan Al-Ghazali 69 buah yaitu : 1.
Kitab al-ta‟liqat fi furu alz fi madzhabab
2.
Al-Mausbul fi al-Ushul
3.
Al-Basith fi al-ushul
4.
Al-Basith
5.
Al-Wajiz
6.
Khulashah al-Mutakhatashar wa Nuqawh al-Mutakhashar
7.
Al-Mantabul fi Ilm al-Jadal
8.
Ma‟akhidz al-khilaf
9.
Lubab al-Nadzar
10.
Tahsin al-ma‟akhidz fi ilm khilaf
11.
Kitab al-mabadi wa al-ghayah
20
12.
Syifa‟al-ghalil i al-qiyas wa al-ta‟lil
13.
Fatwa al-ghazali
14.
Fatwa
15.
Ghayah al-Ghaur fi dirayah al-Dur
16.
Muqhasid al-filsafah
17.
Talsafut al-falsifah
18.
Miyar al-amfi fann al-mantiq
19.
Miyar al-ma‟qul
20.
Mibak al-nazrfi al-mantiq
21.
Mizan al-amal
22.
Al-mustadzhiri fi al radd ala al-batiniyah
23.
Hujjat al-haq
24.
Qawashim al-batiniyah
25.
Al aqtisbad fi al-ittiqad
26.
Al-risalah al-qudsiyah fi qawaid al-aqaid
27.
Al-mu‟arif al-aqliyah
28.
Ikhya‟ ulum al-din
29.
Fi mas‟alah kulli mujtahid masib
30.
Jawab li al-Ghazali „an da‟wah al-ma ayyad al-mulklabu li muawwidah altadris bi al-mudzamiyah
31.
Jawab mufassal al-khilaf
32.
Jawab al-masail
33.
Jawab al-masail al-arba‟a alhu al-batiniyah bil hamdan min al ayaikh li ajl Abi Hamid Muhammad bin Mukammad al-Ghazali
34.
Al-Maqsud al-asnasyarh asma Allah Al Husna
21
35.
Risalah fi raju asma Allah swt. Ila zat wahidah ala ra‟yi al-mu‟tazilah wa alfalsafah
36.
Bidayah al-bidayah
37.
Al-Wajiz fi al-fiqh
38.
Jawabil al-Qur‟an
39.
Al-arbain fi usul ad-din
40.
Al-madlnun bihi ala ghair ahlihi
41.
Al-madlnun bihi al-jawadil
42.
Al-Darj al-marqum bin al-jawadil
43.
Al-Qisthas al-mustaqim
44.
Faisal al-taeriqiyah bain al-Islam wa al-zindiqiyah
45.
Al-qannun al-qulli fa al-ta‟wil
46.
Kimiya sa‟adah
47.
Ayyuhal al-walad
48.
Nasihat al-mulk
49.
Zad akhirat
50.
Al-risalah
51.
Risalah ala ba‟di ahl al-dzikir
52.
Misykatul anwar
53.
Tafsir yaqut al-ta‟wil
54.
Al-kasyfa al-tabyin fi gharur al-khalaq ajmain
55.
Tablis iblis
56.
Al munqidz min al-Dialal wa al-mufhasa
57.
Khutub fi sirh wa al khasawaah wa al kimiya
58.
Ghur al-Dur fi al-mas‟alah al-syari‟iyah
22
59.
Tahzib al-ushul
60.
Hakikat Al-Qur‟an
61.
Asas al-Qiyas
62.
Hakikat al-Qoulain
63.
Al-Mushtasbfa min iml usul
64.
Al-amla‟ ala musykil al ikhya
65.
Al-Istidraj
66.
Al-Dhurrah al-Faqhirrah fi kasyf ulum al-Akhitah
67.
Sir al-Alamin wakasyf ma fi al-darain
68.
Asrary al-Muamalat al-Din
69.
Jawab al-masail saula anha finashah (Nata, 2001 : 64-65). Karya-karya Imam Al-Ghazali dapat dibaca sebagai khazanah ilmu
pengetahuan dan dijadikan rujukan kegiatan ilmiah. Hal ini menujukkan bahwa karya Imam Al Ghazali punya arti besar pada perkembangan dunia ilmu dan pengetahuan. Buku-buku yang dan risalah-risalah Imam Al-Ghazali mencapai ratusan, bahkan sulit di hitung , tidak mudah orang yang ingin mengenal nama-nama kitabnya. Pada urutan nomor 46 (empat puluh enam) itulah karya imam Al-Ghazali yang berkaitan dengan pendidikan akhlak. Salah satu yang terkenal adalah kitab Ayyuhal Walad yang mengulas akhlak. Di kitab tersebut membahas bagaimana berakhlak yang baik dengan penjelasan secara komprehensif dan luas dalam semua bidang, baik secara vertical maupun horizontal.
23
BAB III MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD
A. Sistematika Penulisan Kitab Ayyuhal Wallad Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali memiliki sistematika penulisan pertama-tama adalah halaman judul yang diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Halaman berikutnya adalah tentang latar belakang penulisan kitab Ayyuhal Walad. Dengan gaya bahasa yang halus dan sopan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah dan hamdalah kemudian diikuti dengan penjelasan tentang permulaan kejadian yang mendorong untuk penulisan kitab Ayyuhal Walad tersebut. Pembahasan berikutnya tentang materi yang berhubungan dengan akhlak anak didik yang diakhiri dengan materi doa. Kitab tersebut menjelaskan sistem pergantian antara pembahasan masalah yang satu dengan pembahasan masalah yang lain tidak ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah, tetapi ditandai dengan kalimat “Ayyuhal Walad” (wahai anakku) kemudian baru menyampaikan materi yang disampaikan. Sistematika penulisan kitab Ayyuhal Walad dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Halaman judul 2. Latar belakang penulisan kitab 3. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad Kitab Ayyuhal Walad yang ditulis oleh seorang yang sangat berkompeten dalam berbagai bidang keilmuan. Seorang yang mendapat gelar Hujjatul Islam (Pembela
24
Kebenaran Ajaran Islam), dilatar belakangi dari salah satu siswa (yang tidak disebutkan namanya) yang selalu memberikan pelayanan kepada Syeikh Al Imam Zamuddin Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali, ia telah sibuk dengan menghasilkan dan membaca ilmu di hadapan Imam Al-Ghazali. Sehingga ia berhasil mengumpulkan berbagai macam ilmu yang lembut serta telah berhasil menyempurnakan beberapa keutamaan jiwanya. Siswa tersebut pada suatu hari merenung dan berfikir tentang keadaan jiwanya serta berkata-kata dalam hati dan mengucapkan : “Saya telah membaca berbagai macam ilmu, dan mengarahkan keutamaan umurku untuk mempelajari dan mengumpulkannya. Sekarang sebaiknya bagiku mengetahui manakah ilmu yang bermanfaat bagiku dikemudian hari serta menjadikanku tentram di dalam kuburku ? dan apakah ilmu yang tidak memberikan manfaat bagiku, sehingga aku meninggalkannya”, sebagimana sabda Rasullulah SAW: (Al-Ghazali,1420 H: 2-4).
ََكَ ًَم ٍَنَ ًَعٍَل وَمَىَليىَػٍنَػ ىَف يَع ََاىلَلٌ يَهمَََاى َعي ٍَوَذيََبً ى Artinya : “ Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat”. Renungan fikiran tersebut terus-menerus pada jiwanya, sehingga pada akhirnya ia mengirim sepucuk surat kepada gurunya yaitu Hujattul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al Ghazali, isi surat tersebut yaitu : Meskipun kitab-kitab Syeikh seperti Ihya‟ dan lain sebagainya telah memuat jawaban masalah-masalah saya, tetapi saya berkeinginan agar Syeikh menuliskan kebutuhan-kebutuhan saya pada beberapa lembaran-lembaran yang ada bersamaku selama hidup ”. Maka kemudian Syeikh Imam AlGhazali menulis kitab Ayyuhal Walad sebagai jawaban dari surat yang telah dikirimkan oleh salah satu siswa beliau tersebut (Al-Ghazali, 1420 H: 4-5).
25
C. Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad Imam Al-Ghazali dengan pemikirannya dalam kitab Ayyuhal Walad lebih menekankan pada aspek akhlak yang harus ditanamkan pada anak didik supaya memiliki jiwa yang tenang dan tidak khawatir untuk menghadapi kehidupan selanjutnya di akhirat. Dua jalur komunikasi yang sangat penting untuk dihadapi manusia dalam kehidupannya yaitu jalur vertikal dan horisontal. Jalur vertikal adalah jalur komunikasi antara manusia dengan Tuhannya, sedangkan jalur horisontal adalah jalur komunikasi antara manusia dengan alam sekitarnya, terutama dengan manusia itu sendiri (Tatapangarsa: 181), Begitu pula dengan pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad yang memuat jalur vertikal dan jalur horisontal, sebagaimana yang akan disajikan berikut ini : 1. Akhlak Anak Didik Kepada Tuhan a. Beriman kepada Allah
ً افَكعملَبً ٍالىرىك ً اْلنى ً الٍّيىا يفَقىػوهؿَبًالِّس ًٍ ك ًص ًديٍ هقَب ََالى ٍع ىم ًاؿ ت َك اف ٍ ٍ اف ىَكىدلًٍي يل ى ى ٍ ى ٍ ى ى ى ٍ ى ىه ًَُيصىَكا ً ض ًل ً ً َاىلَكىكىر ًَم ًو ع ػ ت َ َاهلل ف ب ة ن َاْل غ ل ػ ب ػ ي َ د ب ع ل َا ف ا ك َ ف ٍ ٍ ي ٍ ى ى ى ى ى ٍ ي ي ى ٍ ىٍ ى اى ٍكثىػيرم ٍن َاى ٍف يٍ ى ى ى ى ً ً ًً ً ً ً لكنَبػع ىداى ٍفَيستىعًدبًطى ً َب ًَم ىنَالٍ يم ٍح ًسنً ٍ ى ي ى ٍ ىٍ ى اعتو ىَكعبى ىادتوَِلىفََ ىر ٍْحىةىَاهللَقى وريٍ ه (Al-Ghazali, 1420 H: 15-16) Artinya : “Iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkannya dengan anggota badan dalil-dalilnya amal itu lebih banyak daripada sesuatu yang dibatasi, walaupun hamba itu bisa masuk surga dengan anugerah dan kemulyaan Allah tetapi setelah mempersiapkan dengan ketaatan kepada Allah dan beribadah kepadaNya karena sesungguhnya rahmat Allah itu sangat dekat dengan orang-orang yang berniat baik”.
26
b. Taat dan Beribadah kepada Allah
ً ً خ ىَلصةَالٍعًٍل ًمَاى ٍفَتػعلىمَالطاعةَكالٍعًباد ىة،َََاىَيػُّهاَالٍوَلىد َاعةى ى ى ي ي ىي َماى ىىَا ٍعلى ٍمَاىفَالط ى ىٍ ى ىى ى ى ى ى ً َالىك ًام ًرَكالنػو ً ً َ يك ُّل ىَكتىػ ٍف ىَع يل:َيىػ ٍع ً ٍِن.بًالٍ ىق ٍوًؿ ىَكالٍ ًف ٍعل,اَى ٍى ىكالٍعبى ىاد ىة ي َمتىابىػ ىعةيَالشا ًرًعَِف ٍ ى ى ى ً ً ََـَالٍعًٍي ًد ىكَاىي ىاـَالت ٍش ًرَيٍ ًقَتى يك ٍو يف ىكتىػٍتػير ي ص ٍم ى تَيػى ٍو ى َؾَيى يك ٍو يفَبًاقٍت ىداَءالشٍرًعَ ىك ىماَلىٍو ي ًَكا,َب ً و و ََََ.َََثي ت ن ا ك َ ف َص ٍوىرىةَعًبى ىادةوَتىأٍ ى ٍ ى ى ٍ صلٍي ى َم ٍغ ي ي َاىٍك ى,ىعاصينا ت ًَِفَثػى ٍوب ى ص ٍو ى (Al-Ghazali, 1420 H: 35-36) Artinya : “wahai anak, inti sari ilmu yaitu apabila engkau mengetahui apa itu taat dan ibadah, ketahuilah bahwa taat dan ibadah itu adalah mengikuti terhadap yang membuat syariat (aturan agama) baik itu perintah-perintahNya maupun larangan-larangaNya, dengan ucapan maupun perbuatan serta apa yang kamu tinggalkan itu semua mengikuti syariat (aturan agama). Seperti halnya kamu berpuasa di hari tasriq maka kamu termasuk maksiat, atau apabila kamu melaksanakan sholat memakai pakaian yang kamu ghasab walaupun bebtuknya ibadah tetapi engkau berdosa”. c. Menambah Ketaatan kepada Allah dengan ibadah Shalat Tahajud, Membaca Al-Qur‟an dan Beristighfar.
ً يافيىَل يف ىَلتي ٍكثً ًرالنػوـَبًاللي ًلَفىافَ ىكثٍػرىةالنػوًـَبًاللي ًلَي ىدعَص َ.َحبىويَفىًقٍيػنرايىػ ٍوىـَالٍ ًقيى ىام ًَة ٍ ٍى ى ى ٍ ٍ ى ي ى ً ََكبً ٍالى ٍس ىحا ًريى ٍمَيى ٍستىػ ٍغ ًفيرٍك ىف, ََكًمنىاللٍي ًلَفىػتىػ ىهج ٍدَبًًوَنىاَفلىةنَلى ى, َاىٍمهر ى,ك اىَيػُّ ىهاَالٍ ىوَلى يد ى ً ً ً اؿَعلىي ًوَاص ىَلةيَكالس ىَلـَثىىَلثىةيَاىصو َات ٍى ٍ َقى ى ى,ذ ٍكهر,ىاس ىحا ًر ٍ كالٍ يم ٍستىػ ٍغفريٍ ىنَبً ٍاِل, ى ي يش ٍكهر ى ً تَالدِّي َتَاٍمل ٍستىػ ٍغ ًف ًرَيٍ ىن ص ٍو تَال ًذ ٍمَيػى ٍقىرأيالٍ يقٍرانىػ ىو ص ٍو ك ىَك َََص ٍو, َاىل ى يًُيبُّػ ىهااهلليَتىػ ىع ى ي ي ي ٍ ى ى ي ََ.َس ىحا ًر ٍ بً ٍالى (Al-Ghazali, 1420 H: 31-32) Artinya : “Wahai fulan, janganlah engkau memperbanyak tidur di waktu malam, karena sesungguhnya banyaknya tidur di malam hari akan menyebabkan pelakunya menjadi fakir di hari kiamat yang akan datang. Wahai anak, ingatlah firman Allah yang artinya “ di 27
sebagian malam, sholatlah tahajud sebagai tambahan bagimu, ini adalah perintah, dan di waktu sahur orang-orang sama-sama memohon ampun, ini adalah syukur, dan orang-orang yang membaca istighfar adalah zikir. Nabi saw bersabda : ada tiga suara yang disukai Allah, yakni suara ayam jago, suara orang yang membaca Al-Qur‟an, dan orang yang membaca istighfar di waktu sahur”. 2. Akhlak Anak Didik kepada Sesama Manusia.
ًاًًٍلست.اَف ً َؼَلىوَخصلىتى ََاْلىٍل ًق ع ػ ت ََاهلل ع َم ة ام ق ٍ َع ًن ُّ َك،لى ى ى ي الس يك ٍو ىف ى ٍ ص ُّو ى ي ى يَثَاى ٍعلى ٍمَاىفَالت ى ٍ ى ىى ى ى ًٍ ًاسَكعاَمليهمَب ً ً َعزكجلَكاى ٍحسن ي ََص ٍو ِِّفه اَْل ٍل ًمَفىػ يه ىو ي فى ىم ٍنَاستىػ ىق ىاـ ى ٍ َخليىقويَباَلنى ً ى ى ى ي َم ىعَاهلل ى ى ى ى ى ى ً ًً ً ً ً َم ىعاَلن َاسَاىل ٍ اىل ىَك يح ٍس ىن َعلىىَاىٍم ًرَاهللًَتىػ ىع ى َحظَنىػ ٍفسو ى َاْليلي ًق ى َل ى ىك ٍال ٍست ىق ىامةيََاى ٍفَيىػ ٍفد ى ً اَد ًىمَماَ ىَل ي ً ىَت ًملَالناسَعلىىَمر ًادَنػى ٍف ًسكَبلَنىػ ٍفسكَعلى َ.َع َِيىاَل يف ٍواالشٍر ى ٍ َمىر ٍ ى ى ىٍ ى ى ى ى ي ى ى ى يى (Al-Ghazali, 1420 H: 65-66) Artinya : “Kemudian ketahuilah bahwa ilmu tasawuf itu memilki dua tingkah laku yaitu istiqamah (selalu) beribadah kepada Allah dan tenang menghadapi masyarakat, maka barang siapa yang beristiqamah beribadah keapada Allah baik budi pekertinya terhadap masyarkat dan mempergauli dengan lemah lembut, orang itulah ahli tasawuf, yang dinamakan istiqamah yaitu apabila orang menebus bagian nafsunya terhadap perintah Allah SWT dan baik budi pekertinya dengan sesama manusia, itu apabila kamu tidak membebani manusia untuk menuruti keinginanmu, tetapi dirimulah yang menuruti kehendak masyarakat selagi tidak melanggar syariat (aturan agama)”. 3. Akhlak Guru terhadap Anak Didik
ًً ً ً َشيخ ً ٍ بَلًيخرًج ًً ً ً َََي ىع يَل ٍَالى ٍخ ىَلؽَالسيِّئىةىَمٍنويَبًتىػٍرَبًيىتو ىَك ى يىػٍنبىع ٍىَللسالك ى ٍ ه ي َمٍرش هد يمىر ٍّ ي ٍ ى
ََ.اَح ىسننا ىم ىكاَنىػ ىه ي اخلينق ى
(Al-Ghazali, 1420 H: 57) Artinya :
“Sebaiknya bagi orang yang belajar memiliki guru yang mampu mendidik dan menunjukkan untuk mengeluarkan budi pekerti yang buruk darinya dengan proses pendidikan, serta menjadikan tempat akhlak buruk tersebut dengan akhlak yang baik”. 28
4. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya
ً اىمااًحًَتاـَالظ.اطنا ً ً اَى ًرَفىػهواى ٍف ىَل يَي ً ًً ً َاَدلىَوي اَكبى ً ن ى ٍ ىي ىكقىبلىوَالشٍي يخَيىػٍنبىغ ٍىَاىنٍػيى ٍح ىَتىمويَظىاىنر ى يى ًكاً ٍفَعل،ََِفََ يكلَمسئػلى وة ًاَلًَحت ًكىلَي ىشتىغًلَب ً َم ىعوى ً ٍ ىَقَكىلَيػيٍل ًقىَبىػ َي أ ط َخ م َ اج ج ً ٍ ى ِّ ى ى ي ى ٍ ى ى ى ى ٍ ى ى ى ى ي ى ً يدي ًوَسجاَدتىوَاًلكقٍتَاىد ًََكىليي ٍكثًىرنػى ىوافً ىلَاَلصَلىة،ا اَءَالصَلىَةًَفىاً ىذاَفىػىر ى ىى ٍ ى ى ي ى ى ى غَيىػٍرفىػعي ىه ى ًََكيػعملَماَي ٍأَمرهَالشيخ ًَمنَالٍعم ًلَبًىَق ٍد ًركسعً ًوَكطىاقىت،ضرتًًو ً ََكاىماَاً ٍحً ىَتا،َهؤ ى يٍ ى ِبى ٍ ى ى ى ٍ ى ي ى ى ي يي ٍ ي ى ى ى ً َط ًنَفىػهوَاىفَ يكلَمايسمعَكيػ ٍقبل ًَمٍنو ًَِفَالظ ً اى ًر ىَلَيػٍن ًكرَقَفًىالٍب ً ـَالٍب َاَط ًن ى ى ٍ ى ي ىى ى ي ي ي ي ي ى ي ى يى ًَكاً ٍفَ ىَلَيست ًطعَيػتػرٍؾَصحبتو ََا،اؽ ً ً ً ً ً َىلَاى ٍفَيػي ىوافً ىق لئىَلَيىػتس ىمَباَلنِّػ ىف ى ٍ ى ٍ ى ٍ ىٍ ي ي ٍ ىى ي ى،لىف ٍعَلنىكىلقىػ ٍولن ً ُّ احب ً اَطنوَظى ً ً َُماَلىستً ًوَص ً ب ًَُي ى َي ن َع ز َت َك َق ر اَى ى ي ي ي ى ى صىرَ ًكىلَيىةى ىشياىََط ٍ ى ٍ ي ي َالس ٍوءلىيىػ ٍق ي ى ى ٍ ى ى ى ى ً ىَمنَلىو ً ً ًٍ اْل ِّنَك ً ٍالن ََ،َثَالشٍيطىنً ًة س ى َص ٍح ًنَقىػ ٍلبًوَفىػيي ى َع ٍن ى ٍ ٍ صف ٍ ى (Al-Ghazali, 1420 H: 62-63) Artinya : “Dan guru menerima murid, sebaiknya murid memuliakan guru baik secara lahir maupun secara batin. Adapun memuliakan lahir yaitu murid dengan tidak berdebat dengan gurunya pada tiap-tiap masalah walaupun mengetahui bahwa gurunya adalah salah. Tidak membentangkan sajadah gurunya dihadapannya kecuali pada waktu melaksanakan sholat, apabila selesai shalat maka ia mengangkat sajadah gurunya. Tidak memperbanyak sholat sunah disanping gurunya. Mengerjakan apa yang diperintahkan gurunya dengan sekedar waktu luang dan kemampuannya. Sedangkan memuliakan secara batin yaitu setiap sesuatu yang didengar atau diterima dari gurunya tidak diingkarinya dengan batinnya baik berupa perbuatan maupun ucapan, supaya tidak membuat tanda munafik apabila tidak kuat melaksanakan perintah gurunya supaya ia meninggalkan diri menemani gurunya sehibgga batinnya cocok denga zahirnya. Dan menjaga dan berteman dengan orang yang buruk untuk mempersempit kekuasaan setan, jin, manusia dan lubuk hatinya. Kemudian dibersihkan dari jiratan kotoran setan”. 5. Ahklak Terhadap Ilmu a. Giat dalam Belajar
29
ً َ ىكم ًَم ٍنَلىيى واؿَاى ٍحيىػٍيتىػ ىهاَبًتى ٍكراَ ًرَالٍعًٍل ًمَكيمطىاَلى ىع ًةَالٍ يكتي:َاىَيػُّ ىهاَالٍوَلى يد َت ب ىَك ىحىرٍم ى ى ٍ ى ى .كَالنػ ٍوىـ لىَنىػ ٍف ًس ى ىع ى (Al-Ghazali, 1420 H: 21). Artinya : “Wahai anak, berapa banyak kamu menghidupkan malam dengan mengulang-ulang ilmu, muthalaah beberapa kitab dan jagalah dirimu dari tidur Mengamalkan Ilmu”. b. Mengamalkan Ilmu
ً ىَعم ًاؿَم ٍفلًس ً َلَتى يكن،َ ً َالى َخاَلًينا َاِل ن َم ى ٍ َحىَواَؿ ى ٍ ٍ اَكلىَم ىن ي ن ى ى اىَيػُّ ىهاَالٍ ىوَلى يد ى ٍ ى (Al-Ghazali, 1420 H: 10-11) Artinya: “Wahai anak, janganlah kamu menjadi orang yang rugi amal (tidak memiliki amal) dan janganlah kamu menjadi ornga yang sepi dari tingkah (gerak hati)”. 6. Akhlak yang Baik dan Akhlak yang Tercela a. Akhlak yang baik (mahmudah)
ًَسيػرةنَ ىكالص ًْبَكالصَلىة ً َالىخلى ًقَلىو ً يُم ً ٍ َك ولَكالٍيى ًق ً ُّ َاَع ًة و ػ ت اَل َك ر ك الش َك ن اس ُّ ٍ ٍ ي ىَكالٍ ىقنى ى ٍ ٍ ي ٍ ى ى ى ى ى ى ى ى ًٍ سَك ً ً ً الص ٍد َاْلىيى ًاء ىَكالٍ ىوفى ًاء ىَكاَلٍ ىوَقىا ًر ٍ َؽ ىَك ِّ اَض ًع ىَكالٍعًٍل ًم ىَك اْل ٍل ًم ىَكالتػ ىو ي ىكطي ىمأٍَنٍيػنىةَالنػ ٍف ً ى ً ُّ ك ََىِّن ى ٍِّ الس يك ٍوف ىَكالتأ (Al-Ghazali, 1420 H: 61). Artinya : “Contoh akhlak yang baik : sabar, sholat, syukur, tawakal yakin, qanaah, tenag jiwanya, santun, tawadhu, mengetahui, benar, malu, menepati, sopan, tenang, dan tidak tergesa-gesa”. a. Akhlak yang tercela (mazmumah)
ًَاَىاة َاَلرَيى ًاء ىَكا ٍْلى ىس ًد ىَكالٍ ًك ًٍْب ىَكاْلًًٍق ًد ىَكالٍ ىع ىد ىاكةً ىَكالٍ يمبى ى ِّ يخلي وقَ ىذ ًمٍي ومَ ىك 30
(Al-Ghazali, 1420: 74) Artinya : “Ahklak yang tercela seperti riya, permusuhan, dan bermegah-megahan”.
dengki,
sombong,
iri,
D. Metode Pendidikan dalam Kitab Ayyuhal Walad Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Metode untuk membentuk akhlak yang terpuji terhadap anak didik dalam proses pendidikan anatara lain: 1. Metode Keteladanan
َاَيىوَة ىَسَنىوَةََ ىَك ىَماَ ىَكاَ ىَفََىر يَس ٍَو يَؿَاهللَ ىعلىٍي ًوَاىلصََلىَةي َ الدنٍَػَيى ىَااَ ٍَكثىَػَىرًَم ٍَنَ ىَك ىَف َُّ َََ ىَم ىَعَ ًَم ىَن ٍََاىَلَ ى اؿَ يَُمىمَ وَد ًَ َت َََاىَلَلٌ يَه ىَمََاى ٍَج ىَع ٍَلَقيَػ ٍَو ى:َاؿ َجَىرَاىََتًًَوَ ىَكَقى ى َضَ يَح ي ًَ كََلوبىَػ ٍَع ََـََييَعًدََذََلً ى ىكالسَلى ي .ىَك ىَفاََفنا (Al-Ghazali, 1420 H: 105). Artinya: “Janganlah engkau mengumpulkan harta dunia lebih banyak dari kecukupan satu tahun, sebagaimana yang dilaksanakan Rasullulah SAW yaitu mempersiapkan kebutuhan dalam jangka satu tahun untuk beberapa istrinya, dan beliau bersabda berdo‟a : ya Allah, jadikanlah baham makanan keluarga Nabi Muhammad secukupnya”. 2. Metode Pemberian Nasehat
ََك َّنََلًَئىَلَََيى يَك ٍَو ىَفَ ًَعٍَل يَم ى ٍَِّ اَم ًَ ََاىقٍَػبىَػٍَل ىَه:َاَءى َ اَنًَيىًَةََاىَ ٍَشَيى َ كََبًَثى ىَم َح ى َص ي َنََاىََنٍ ى ٌَ ًَا, َ ََاىَيَػُّ ىَهاَاَلٍ ىَوََلى يَد .اَم ًَة َيىَػ ٍَوىَـَاََلٍ ًَقَيى ى
(Al-Ghazali, 1420 H: 72-73). Artinya :
“Wahai anak, sesungguhnya saya menasehatimu dengan delapan perkara, terimalah dariku supaya ilmumu tidak memusuhimu di hari kiamat".
31
3. Metode Pemberian Wasiat
َََلَيى يَك ٍَوََنىن: َاؿَ ى َاَيىاََليٍَق ىَماَ ىَفَا ٍَْلى ًَكٍَي ًَمًَََل ََبٍَنًًَوََاىنَ َويََقى ى َص َفَ ىَكَ ى ٍَ ًَل َ يَرَ ًَكَ ى,َاىَيَػُّ ىَهاَاَلٍ ىَوََلى يَد َ.َتََنىاَئً هم َحا ًَرَىَكَاىََنٍ ى َالى ٍَس ى ٍَ ًاَدَلََب ًَ كَيَػيَنى َسَ ًَمٍَن ى َكَىَاَ ىَكٍَي ى َالدَيٍ ي َِّ
(Al-Ghazali, 1420 H: 34) Artinya:
“Wahai anak, diceritakan dalam wasiatnya Luqman Al Hakim kepada putranya, ia berkata:” janganlah anak ayam jantan itu lebih pandai daripada dirimu. Ayam jantan itu berkokok di waktu sahur sedang engkau nyenyak tidur”. 4. Metode Cerita
َؼ ًَ َتََاىٍَربىَػ ىَعةَا َلى ََقىَػَىرَأٍ ي:َاذَ ىَكقَاى ىَؿ َهللَخ ىَد ىَـََاىٍَرََبىَعً ىَماََئىًَةََاي ٍَسَتى و َْحىَويَ ى َ ًالشٍَبَلًيَََىر ًَ ََيَح ًَك ىَيََاىف ََن َتَ ىَم ى َتََبًًَوَ ىَكَ ىَخلٍََي ي َاَك ىَع ًَملٍَ ي َاح نَد ى ًَ َاك َاح ًَدَيٍَػَثن ى َتَ ًَمٍنَػ ىَه ى َثَ يََثَا ٍَختىَػٍَرَ ي َىَح ًَدََيٍ و ٍِّ اسَىواَ يَقًََلى َ.ص ٍَىَىَكىَنى َاتً ٍَىََفًٍَي ًَو ًَ َلى َ تَ ىَخ ََتىَأىمٍََلَتيَويَفىَػ ىَوَ ىَج ٍَدَ ي
(Al-Ghazali, 1420 H: 42-43). Artinya:
“Diceritakan bahwa Imam Al-Syibli rahimatulullah itu telah membantu empat ratus guru. Ia berkata: saya telah membaca empat ribu hadist kemudian saya memilih satu hadist dari empat ribu hadist tersebut dan mengamalkannya serta meninggalkan lainnaya karena saya berfikiran dan yakin bahwa lulusku dan keslamatanku itu ada pada satu hadist tersebut”. 5.
Metode Perintah dan Larangan
.َصا ََل ن َََ ىَدَ ىَخ ى ًَاَاَخىَرَ ىَكَتىَػ ىَفكَىَرََفًٍَي ًَوَ ىَحّتَ ى ََلىَ نَم ى َ سى ٍَعَ ًَم ًٌِنََ ىَك ٍَ ًَََا,َاىَيَػُّ ىَهاَاَلٍ ىَوََلى يَد
(Al-Ghazali,1420 H: 102-103) Artinya:
“Wahai anak, dengarkanlah perkataanku yang lain dan berfikirlah di dalamnya sehingga ia menemukan keselamatan”.
.اَاْلًبىاَ ًَف ٍَ َاَف ًَ س َكََاًَلَََبًَلً ى َِنَ ىَماََاي ٍَس ًَك ىَلَ ىَعَلىٍَي ى ٍَ ً ٍسَأىََل ٍَ َىَلََتى،ََاىَيَػُّ ىَهاَاَلٍ ىَوََلى يَد¸بىَػ ٍَع ىَدَاََلٍيىَػ ٍَوًََـ
(Al-Ghazali, 142- H: 70).
32
Artinya: "Wahai anak, setelah hari ini kamu jangan tanya kepadaku tentang apa yang kamu anggap sulit untukmu kecuali dengan ucapan hati". E. Tujuan Pendidikan menurut Imam Al-Ghazali Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pendidikan. Setelah melihat materi pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuhal Walad maka penulis merumuskan tujuan pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan: 1.
Membentuk manusia purna sehingga pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.
Membentuk manusia purna untuk mendapatkan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Melihat dua tujuan pendidikan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan
menurut Imam Al-Ghazali tidak hanya bersifat ukhrawi saja (mendekatkan diri kepada Allah), tetapi juga mengandung tujuan yang mengandung duniawi. Imam AlGhazali memberikan tempat yang luas dalam sistem pendidikannya bagi perkembangan duniawi tetapi dunia yang dimaksudkan hanya untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih utama dan kekal di dalamnya. Pemaparan isi kitab Ayyuhal Walad yang tersebut di atas, merupakan beberapa pokok pesan yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali kepada murid kesayangannya agar lebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan. Dapat dipahami bahwa Imam AlGhazali dalam memberi nasihat kepada muridnya lebih mengorientasikan berbagai hal yang harus dilaksanakan oleh seorang peserta didik dalam proses belajarnya sehingga dapat tercapai sesuai dengan tujuannya
33
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN
A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad Kitab Ayyuhal Walad yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali merupakan kitab yang lebih menekankan pada pendidikan akhlak terhadap anak didik yang bertujuan untuk menyempurnakan akhlak, dan mengandung makna yang tinggi. 1. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Materi a. Akhlak Anak Kepada Allah SWT 1) Beriman kepada Allah SWT Beriman kepada Allah SWT adalah merupakan suatu hal yang paling pokok dan mendasar dari seluruh ajaran agama Islam yang harus diyakini dengan ilmu yang pasti. Al-Qur‟an adalah sebagai pokok dan sumber ajaran Islam. Iman kepada Allah yaitu dengan cara memepercayai keesaan zat, sifat dan faalNya. Artinya hanya Allah sajalah yang pantas dan berhak disembah, karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan berbeda dengan sifat yang ada pada makhluknya. Segala apa yang diciptakan oleh Allah itu merupakan ciptaanNya sendiri tanpa campur tangan lainnya, dan tidak ada seorangpun dapat meniru dan menyerupainya (Depag RI, 2002: 63). Bagi bangsa Indonesia bukan masalah lagi untuk mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini jelas telah tercantum di dalam bunyi Pancasila pada sila pertama. Bangsa Indonesia percaya bahwa kita
34
adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai akan kekuasaaNya . Bagi umat Islam percaya kepada Tuhan Allah SWT adalah merupakan rukun iman yang pertama dan mutlak harus dipercayai dan tidak bisa ditawar . Kepercayaan secara mutlak kepada Allah SWT ialah membenarkan dan
mengakui
adanya
(eksistensi)
Allah
SWT,
sifat-sifatNya,
kekuasaanNya, pereturan-peraturanNya dan lain sebagainya. Kepercayaan yang mutlak itu harus mengandung tiga unsur, yaitu : a) Diikrarkan dengan lisan b) Dipatrikan dalam hati c) Dilaksanakan dengan anggota badan Upaya penanaman nilai-nilai iman kepada peserta didik, maka perlu dilakukan sejak usia lebih dini sehingga peserta didik akan selalu punya ingatan yang senantiasa membekas dalam hatinya. Adapun metode yang bisa diterapkan dalam penanaman iman tersebut bisa menggunakan metode pembiasaan. Misalnya peserta didik dibiasakan untuk senantiasa berdo‟a dalam setiap akan melakukan suatu perbuatan. Selain itu juga, metode kisah juga bisa diterapkan dengan memberikan kisah-kisah tentang penciptaan manusia, penciptaan alam dan penciptaan makhluk-makhluk seperti hewan, tumbuhan dan benda-benda langit. Sebagai contoh kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Pendidik juga bisa menerapkan nilai keimanan dengan menggunakan metode targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut) semisal dengan memberi penjelasan akan karunia akan diperoleh oleh seseorang
35
jika ia beriman kepada Allah secara sungguh maka Allah akan memasukannya ke surga. Sedangkan orang yang tidak mau beriman kepada Allah maka orang tersebut adalah orang akan celaka karena ia akan dimasukan kedalam neraka jahanam yang mana tidak terkira siksaannya. Dengan begitu maka nilai-nilai keimanan dalam diri peserta didik akan semakin tertanam dan akan mengantarkannya sebagai insan yang telah mampu mengimani bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan-Nya. Sehingga manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah akan selalu beribadah kepada-Nya. 2) Taat dan Beribadah kepada Allah Taat kepada Allah SWT berarti melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, apabila seseorang yang beriman dan taat kepada Allah SWT itu dinamakan hamba Allah, sedangkan beribadah adalah melaksanakan sesuatu untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Taat dan beribadah tentu saja tidak meninggalkan konsep syari‟at, syariat menurut bahasa berarti “ jalan yang lurus”. Para ahli dalam bidang fiqih memaknai kata syari‟at ini sebagai nama hukum yang telah ditetapkan Allah SWT untuk para hambaNya dengan perantara Rasullulah SAW supaya hamba tersebut melaksanakan dengan dasar iman. Syari‟at merupakan dasar dari ajaran maupun hukum Islam sebagai ketetapan yang harus dijalani oleh umat manusia yang meliputi semua aspek ajaran, termasuk aspek akidah atau keyakinan agama. Tetapi kemudian mengalami penyempitan arti yang hanya mengenai hukum Islam yang bersumber pada al-Qur‟an dan Sunnah Rasul, kemudian diwajibkan untuk ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya (Su‟ud, 2003: 163).
36
3) Menambah Ketaatan dengan Ibadah Shalat Tahajud, Membaca al-Qur‟an dan Beristighfar Bagi orang muslim sudah selayaknya meraih kenikmatan munajat kepada Allah SWT. Di saat ia bangun malam
dan melakukan shalat
malam. Shalat tahajud merupakan shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu malam. Yang lebih baik lagi jika dilaksanakan sesudah shalat malam, di saat suasana sunyi sepi hingga bisa tenang melakukannya hingga, dan menambah kekhusyukan. Sedang bilangan raka‟atnya tidak terbatas (Faruoq: 152). Allah SWT menjadikan waktu menjadi siang dan malam. Waktu siang adalah waktu yang digunakan manusia untuk bekerja mencari nafkah dengan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya di dunia dan aktivitas lainnya. Sedangkan waktu malam adalah waktu untuk beribadah dan berdo‟a memohon pengampunan dan keridhaan-Nya. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa waktu siang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan waktu malam untuk kebutuhan rohaninya. Keutamaan malam dalam beribadah ataupun berdo‟a kepada Allah karena pada waktu malam menjelang pagi atau waktu menjelang sahur Allah SWT turun ke langit dunia dan berseru kepada umat manusia untuk beribadah dan berdo‟a memohon ampunan kepada-Nya. Dan hal tersebut dilakukan Allah SWT terus menerus hingga fajar menyingsing. Oleh karena itu, setiap manusia yang berdo‟a pada waktu tersebut akan dikabulkan do‟anya dan orang yang melewatkan waktu tersebut termasuk dari orang-orang yang rugi.
37
Upaya orang tua agar anak mau menggunakan waktu malam untuk perbuatan yang baik maka perlu keteladanan dari orang tua agar dalam menggunakan waktu malam hari untuk belajar. Semisal dengan menemani anaknya belajar atau dengan sama-sama melakukan tugasnya masingmasing, semisal orang tua menyelesaikan tugas kantornya maka anaknya mengerjakan tugas sekolahnya. Selain itu juga, setiap mau melakukan sholat malam hendaknya dilakukan dengan berjamaah sehingga anakpun akan selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Sementara itu, anak juga dibiasakan dengan melakukan sholat malam ketika orang tua akan melakukan sholat-sholat sunnah, semisal sholat hajat dan tahajud. Dengan pembiasaan tersebut maka anak akan terbiasa bangun malam walaupun tanpa dibangunkan oleh orang tuanya. Selain shalat tahajud, bentuk-bentuk ibadah itu bisa dengan membaca al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan sumber kehidupan bagi orang yang beriman, oleh karena itu hendaknya selalu dobaca, ditelaah kemudian amalkan isi kandungannya yang luar biasa. Dengan membacanya akan mendapatkan pahala. Bagi orang-orang yang beriman, al-Qur‟an berfungsi sebagai obat, penentram hati. Al-Qur‟an juga sebagai rahmat. Sedangkan bagi orang zalim, al-Qur‟an hanya menembah penyakit baginya (Takariawan, 2005: 50). Manusia hidup di dunia, tentu saja tidak lepas dari suatu kesalahan. Baik itu kesalahan dengan sesama manusia ataupun dengan Allah. Pernyataan penyesalan terhadap kesalahan yang telah dilakukan atau pernyataan permohonan ampun kepada Allah SWT yang disebut dengan istighfar sebagai pernyataan taubat kepadaNya.
38
Kebiasaan mengucap istighfar akan lebih sempurna bila diikuti kebiasaan meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain. Karena dengan kesadaran sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Membaca istighfar hendaknya diikuti dengan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. b. Akhlak Anak terhadap Sesama Manusia Manusia adalak makhluk yang hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dalam Islam terdapat hak-hak bertetangga yaitu berbuat baik kepadanya dan menjauhkan diri dari mengganggunya walaupun berbeda. Tetangga adalah orang yang mendiami rumah berdampingan dengan rumah kita dan mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan kita, sebagaimana yang kita rasakan selama ini. Karena sangat pentingnya, kadangkadang peranannya melebihi peranan keluarga dan saudara yang tempatnya jauh. Jar atau tetangga itu meliputi semua orang yang berdekatan tempatnya. Termasuk di dalamnya orang muslim atau kafir, abid atau fasik, teman, seteru, pribumi, orang asing baik kerabat maupun bukan, baik dekat maupun jauh rumahnya. Sedangkan mememuliakan tetangga itu merupakan sebagian dari iman itu merupakan upaya dalam pembinaan iman (Depag RI, 2001: 201). Kewajiban kita terhadap tetangga antara lain : 1) Hendaklah memulai perjumpaan dengan mengucapkan salam 2) Tidak memeperpanjang percakapan dengan tetengga dan tidak banyak bertanya kepadanya 3) Menjenguk den mendoakannya ketika sakit
39
4) Berduka cita ketika tertimpa musibah 5) Menegurnya dengan ramah tamah ketika melakukan kekeliruan 6) Menundukkan pandangan 7) Menolongnya ketika membutuhkan pertolongan 8) Tidak membiasakan memandangi pelayan perempuannnya (Al-Ghazali, 1997: 40) Dalam kehidupan bertetangga ada beberapa tingkatan tetangga. Yang pertama adalah tetangga yang memeiliki satu hak saja (hak ketetanggaan saja) yaitu tetangga yang musyrik, yang kedua adalah tetangga yang memiliki dua hak yaitu hak ketetanggaan dan hak keislaman, yang ketiga yaitu memiliki tiga hak yaitu hak ketetanggaa, hak keislaman dan hak kekerabatan. Berbuat baik kepada tetangga (jar) adalah dengan cara menyampaikan bermacam-macam kebijakan sesuai dengan kesanggupannya, seperti memberi hadiah, memberi salam, bermanis muka dikala berjumpa dan lain sebagainya (Depag RI, 2001: 202). Bertetangga atau bersosialaisasi sejak dini sangat penting diajarkan pendidik kepada anak didik guna menjadikan anak didik yang mempunyai jiwa sosial dan mampu hidup bermasyarakat kelak. c. Akhlak Guru terhadap Anak Didik Guru ataupun pendidik menurut Islam adalah siapa saja yang memilki tanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Orang yang pertama-tama kali bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik disebabkan karena qadrat yaitu ditakdirkan sebagai orang tua anak dan karena kemajuan perkembangan yaitu suksesnya seorang anak berarti juga suksesnya orang tua 40
tersebut. menurut teori pendidikan Barat, tugas pendidikan menurut pandangan islam secara umum yaitu dengan mendidik dengan selalu mengembangkan potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif maupun afektif secara seimbang sampai ke tingkat setinggi-tingginya (an Nahlawi, 1992: 74). Seorang guru yang lebih mengetahui tentang ilmu pengetahuan akan lebih efektif dalam proses transfer nilai pengetahuan terhadap anak didiknya. Kemudian lebih wara‟ akan lebih mendorong untuk mengajarkan akhlak yang mulia dengan cara memberikan contoh yang baik. Sedangkan guru yang lebih tua umurnya akan lebih dihormati oleh anak didiknya, karena berwibawa daripada guru yang lebih muda dihadapan anak didik. Sehingga akan mudah untuk mengajarkan ilmu pengetahuan. Syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki oleh guru antara lain : 1) Tentang umur sudah dewasa Tugas mendidik sanagtlah penting, karena berhubungan dengan perkembangan anak didik dalam menentukan nasibnya. Maka tanggung jawab harus dilaksanakan, dan yang dapat bertanggung jawab adalah orang dewasa sedang anak-anak belum bisa dimintai pertanggung jawaban. 2) Tentang kesehatan harus sehat jasmani dan sehat rohani Jasmani yang mengalami sakit dan tidak sehat akan menghambat pelaksanaan proses pendidikan, dan dapat membahayakan dengan menularnya penyakit pada peserta didik, sedang orang yang tidak sehat rohaninya (gila) akan membahayakan bagi anak didik, dan orang yang ediot tidak dapat bertanggung jawab dalam mendidik anak.
41
3) Tentang kemampuan mengajar ia harus ahli Ahli dalam mengajar sangat penting bagi pendidik ataupun guru orang tua di lingkungan keluarga perlu mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapkan supaya orang tua lebih mampu menyelenggarakan pendidikan bagi anak didik di lingkungan keluarga. 4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi Seorang guru atau pengajar harus baik peragainya. Sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya , dedikasi (pengorbanan) tinggi diperlukan dalam mendidik serta dalam meningkatkan mutu mengajar. Seorang pendidik merupakan orang yang selalu menjadi panutan bagi peserta didiknya atau bagi masyarakat pada umumnya. Oleh karena sudah sepatutnya seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang baik sehingga dia bisa menjadi contoh bagi peserta didik dan lingkungannya. Pendidik merupakan unsur pokok dalam proses belajar mengajar. Sedangkan proses belajar mengajar merupakan penterjemahan dan tranformasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi. Hal ini menunjukan bahwa ketercapaiannya tujuan pendidikan berdasar dari kompetensi guru dalam menyampaikannya. Oleh karena itu pendidikan yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan saja melainkan juga bagaimana seorang pendidik bisa mengolah rasa dan melatihnya sehingga peserta didik juga mempunyai kepribadian sesuai yang diharapkan oleh pendidiknya. Seorang pendidik atau guru haruslah seorang yang mempunyai budi pekerti yang mulia sehingga pendidik atau guru yang sudah mencapai
42
tingkatan akhlak tersebut pantas dijadikan panutan dan pantas juga untuk diikuti. Hal ini dimaksudkan agar seorang pendidik yang mempunyai gelar pewaris para Nabi senantiasa memberikan cahaya-cahaya kenabian kepada peserta didiknya. Cahaya-cahaya kenabian inilah yang merupakan pokok dari suatu pengajaran atau pendidikan yakni pembentukan pribadi peserta didik yang baik dan mulia. Dalam hal ini menunjukan bahwa kepribadian seorang pendidik harus senantiasa melekat dalam dirinya sehingga tingkah laku dan budi yang luhur akan selalu tampak pada dirinya. Dalam pandangan umum, pribadi seseorang sering digambarkan seperti layaknya sebuah baju. Baju adalah penutup bagian tubuh manusia sehingga ia dikatakan sebagai seorang manusia. Jika seorang manusia tidak memakai baju dalam suatu keramaian maka harkat dan martabatnya sebagai manusia akan hilang. Begitu halnya dengan kepribadian seorang pendidik yang tentu ia akan selalu menjadi bahan pengamatan dan contoh bagi peserta didiknya. Jika seorang pendidik tidak memiliki kepribadian yang baik maka wibawa dan kelayakannya akan hilang dimata peserta didik dan orang lain. Oleh karena itu, pendidik sebagai figur yang tentu saja menjadi panutan dan teladan bagi peserta didiknya maka ia pun harus memiliki kepribadian yang baik sehingga ia mampu menjadi seorang yang yang dicontoh dan ditauladani baik bagi peserta didik, teman sejawatnya maupun masyarakat secara umum. d. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya Seorang murid yang sudah diterima oleh seorang guru untuk belajar kepadanya maka dia harus menghormati guru baik secara lahir maupun secara batin. Menghormati secara lahir berarti murid tidak mendebat dan beradu
43
argument dengannya dalam persoalan apapun, sungguh pun kau telah tahu bahwa dia telah salah menurutmu dan melakukan setiap perintah-perintahnya sebisa mungkin dan sekuat tenaga. Sedangkan menghormati secara batin berarti sang murid tidak menyangkal dalam hati terhadap setiap hal yang dia dengar dan terima darinya baik berupa tindakan maupun ucapan, sehingga hati murid tidak bercampur dengan kemunafikan. Menghormati guru adalah kewajiban bagi seorang murid. Hal ini tidak lain karena guru adalah orang yang mengarahkan, membimbing dan mendidik murid sehingga menuju cita-cita yang ingin dicapainya. Selain itu juga, seorang guru adalah seorang pemilik ilmu yang mana berarti orang tersebut mempunyai kehormatam yang agung dan kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT. Oleh karena Allah mewajibkan mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah SWT. Seorang anak didik yang sedang mencari ilmu haruslah bersikap sopan santun atau tata krama terhadap pembimbingnya sebagai wujud penghormatan terhadap gurunya. Sebab hal itu merupakan suatu perkara yang sangat penting. Bagi para anak didik sendiri, jika hati seorang pembimbing atau guru terusik oleh akhlak atau budi pekerti seorang anak didik yang menyimpang dari kemulyaan, atau tata krama yang tercela, maka hal tersebut bisa menghambat jalannya pendidikan, dalam arti ilmu yang disampaikan oleh pembimbing atau guru itu akan terasa sulit diterimanya. Islam pun menyuruh murid untuk menghormati dan memuliakan guru. Seorang guru dimuliakan karena guru adalah orang yang sangat mulia. guru adalah orang yang sangat banyak jasanya, kemudian dari segi usia guru pada
44
umumnya usianya lebih tua, sedang orang yang lebih muda wajib menghormati gurunya (Tatapangarsa: 118). Adap anak didik terhadap gurunya, antara lain: 1) Patuh Terhadap perintahnya Patuh atau taat terhadap guru di sini adalah selama apa yang diperintahkan itu tidak bertentangan dengan syara‟ dan prinsip-prinsip akidah Islam. 2) Menjauhi apa yang dibencinya Menjauhi apa yang dibenci tersebut dengan syarat tidak bertentangan dengan syara‟. 3) Sabar dalam menjalani pendidikan Kaitannya sabar dalam belajar maka seseorang yang belajar dia harus mau melalui proses dan tidak terburu-buru dalam belajar karena setiap pelajaran ada waktu yang tepat kapan diajarkan oleh gurunya. 4) Memelihara Ilmu yang diberikan Memilahara ilmu yang dimaksud adalah dengan mengamalkan ilmu yang diperoleh. e. Akhlak terhadap Ilmu 1) Giat dalam Belajar Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, maka proses belajar itu hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah sebagai penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Sedangkan proses belajar itu terjadi berkat siswa telah memperoleh sesuatu yang ada di sekitarnya. Sehingga kemudian dapat dipelajarinya (Dimyati & Mudjiono, 2002: 7).
45
Belajar merupakan salah satu sarana untuk mempermudah penerimaan materi pembelajaraan dari guru terhadap anak didik, sehingga anak didik mampu menerima, memahami, dan menghayati materi yang diterima. Oleh sebab itu belajar juga efektif untuk dilaksanakan di masa sekarang ini, dan sangat dianjurkan belajar sejak dini sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Imam Al-Ghazali dalam mendidik akhlak anak. 2) Mengamalkan Ilmu Ilmu dalam Islam, harus selalu berkaitan dengan kegunaan ilmu itu sendiri, yaitu amal. Amal dapat dimaknai dengan perilaku, perbuatan, pekerjaan, dan produktivitas. Lebih sempurnanya lagi amal dapat berarti perbuatan, tindakan, aktivitas, pekerjaan, prestasi, kemajuan, produktivitas dan semacamnya. Suatu amal menjadi tuntutan, dan ilmu pada hakikatnya adalah untuk mewujudkan amal perbuatan. Lebih jelasnya lagi bahwa ilmu itu haruslah diamalkan dan amal harus berlandaskan ilmu. Di dalam Islam, ajaran mengenai amal saleh sangat fundamental, sehingga ilmu bukan untuk ilmu tetapi ilmu untuk amal (Azizi, 2003: 97). Mengamalkan ilmu sejak dini sangat penting diajarkan pendidik kepada anak didik guna menjadikan anak didik yang mempunyai jiwa sosial untuk berinteraksi dengan saling bertukar pikiran tentang ilmu yang didapat atau membantu orang yang membutuhkan. f. Akhlak mahmudah (baik) dan akhlak madzmumah (tercela) Akhlak mahmudah adalah akhlak terpuji yang harus dimilki oleh semua orang. Sedangkan akhlak madzmumah adalah akhlak tercela yang harus dujauhi oleh semua orang.
46
Pada masa Rasuluulah, keluarganya dan para sahabatnya, akhlak menunjuk pada suatu konsep yang mengandung arti kehidupan yang mulia sebagai jalan menuju kebahagiaan manusia. Apabila akhlak terpuji tertanam dalan jiwa setiap orang pasti akan tercipta sesuatu kehidupan yang aman, tentram dan damai. Bahwa Rasullulah saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib antara lain berbunyi : “hendaklah engkau berakhlak yang baik dan terapkanlah, dan jauhkanlah dirimu dari perangai buruk dan jangan engkau terapkan hal itu. Kemudian, jika engkau tidak melakukan itu, maka janganlah engkau mencela, kecuali dirimu sendiri” (Subaiti, 2002: 22). Akhlak yang baik sebagai jiwa agama, yang merupakan bentuk keindahan yang dijadikan bentuk dan pakaian manusia sekaligus sebagai hiasan bagi dirinya maka akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutkan apabila dipakai oleh orang, maka orang itu menjadi sosok yang menakutkan pula. Sedangkan ciri-ciri orang yang berakhlak buruk antara lain bila bergaul dengan orang lain ia bertindak zalim, apabila melakukan perjanjian maka ia mengingkari, bila berkata ia berbohong, jika dipercaya ia berkhianat, bila ada kesempatan ia menyimpang dan jauh dengan kebaikan dan dekat dengan keburukan, cepat menyebar fitnah dan tidak mempu menciptakan persatuan. Maka dari itu seorang pendidik membutuhkan materi tentang akhlak yang baik dan akhlak yang buruk dalam mendidik anak didik. Hal tersebut dipergunakan supaya bisa memilah manakah hal-hal yang baik dan manakan hal-hal yang buruk.
47
2. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Metode Metode pendidikan yaitu prosedur dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan yang didasarkan atas asumsi tertentu. Dapat dipahami bahwa metode adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya, suasana alam sekitarnya, dengan maksud menolong murid-muridnya mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Seorang pendidik harus tahu bagaimana cara mengajar yang baik dan bagaimana menggunakan metode yang pas untuk menyampaikan suatu pelajaran sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Dalam pendidikan Islam ada banyak metode yang bisa digunakan sehingga setiap pendidik berbeda-beda dalam penggunaan metode pembelajaran. Berkaitan dengan penggunan metode dalam pendidikan Islam, Imam AlGhazali sendiri dalam kitab Ayyuhal Walad menggunakan beberapa metode yang digunakannya, antara lain: a. Metode Keteladanan Keteladanan berarti perbuatan atau barang yang patut ditiru atau di contoh. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai pendidikan islam, yaitu pendidikan yang baik (Arief, 2002: 117). Metode keteladan merupakan metode yang paling ampuh membentuk kepribadian peserta didik baik secara moral, sosial maupun spiritual. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang pendidik sebagai tokoh figur dalam
48
pendidikan sehingga sikap dan tingkah laku harus sesuai apa yang dikatakannya. Metode keteladaan sangat aplikatif apabila diterapkan dalam pendidikan Islam. Pendidikan yang ada di sekolah tentu tidak lepas dari peran pendidik sebagai orang yang akan selalu menjadi sorotan oleh peserta didiknya. Keteladanan harus dilakukan oleh pendidik setiap saat dan sepanjang waktu. Hal ini, bisa dilakukan memberikan peraturan-peraturan yang wajid diteladani oleh semua pendidik atau peserta didik. Oleh karena itu, metode keteladanan sangat efektif sekali jika digunakan dalam pendidikan terutama pada masa sekarang. Hal tersebut tidak lain karena keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya peserta didik. Jika seorang pendidik seorang yang jujur dan dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani dan tidak berbuat maksiat maka kemungkinan besar peserta didik akan tumbuh dengan sifat-sifat mulia tersebut. b. Metode Pemberian Nasehat Pemberian nasihat terhadap anak mengenai kebaikan sering juga disebut dengan al mau‟izhah al hasanah (nasihat yang baik). Bahwa sesungguhnya nasihat yang baik adalah menasihati seseorang dengan tujuan tercapainya suatu manfaat atau kemaslahatan baginya. Menurut Qosim (1997: 48) nasihat yang baik adalah nasihat yang dapat masuk ke dalam hati disertai dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan yang penuh kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau membongkar suatu kesalahan. Karena lemah lembut dalam memberi nasihat sering kali dapat
49
meluluhkan hati yang keras dan mampu menjinakkan hati yang liar serta lebih mudah melahirkan kemudahan. Metode nasihat yang merupakan bagian dari beberapa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam. Metode ini sangat penting digunakan oleh para pendidik bagi masa dulu sekarang maupun masa depan. Pentingnya metode ini, dikarenakan pendidikan Islam yang merupakan proses transformasi nilai-nilai pendidikan, baik itu bersifat keagamaan, alam dan sosial. Sehingga seorang pendidik bisa menggunakan metode ini untuk memberi penjelasan kepada peserta didik mengenai perbuatan-perbuatan terkait ibadah, muamalah, pergaulan dan perbuatan-perbuatan yang lainnya. Pendidikan Islam dari jaman dahulu sampai saat ini masih menggunakan metode nasihat. Di mulai dari Nabi Muhammad Saw, sahabat, tabiin dan hingga saat ini metode ini dipakai dalam merespon semua perubahan yang terjadi pada manusia. Perubahan tersebut, bisa terjadi karena dampak dari pertemanan, perkembangan industri dan Intelektual. Dengan demikian maka metode nasihat menjadi sangat aplikatif bila diterapkan dan digunakan dalam pendidikan Islam, karena anak didik sangat membutuhkan kasih sayang. c. Metode Pemberian Wasiat Pendidikan
terhadap
anak
didik
dapat
dilaksanakan
dengan
menggunakan metode wasiat. Sebagaimana telah dikisahkan dalam al-Qur‟an tentang wasiat Luqman terhadap anaknya dalam surat Luqman ayat 13 Yang artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia membaeri pelajaran kepadanya: “Hei anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
50
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Depag RI, 2001: 654). Dari arti surat diatas, diterangkan tentang salah satu cara memberikan pendidikan yaitu dengan metode wasiat, dengan metode ini seorang pendidik memberikan suatu pelajaran yang diharapkan tetap dilaksanakan walaupun yang mendidik telah meninggal dunia karena wasiat merupakan pesan tentang suatu kebaikan
yang akan dijalankan setelah seseorang yang berwasiat
meninggal dunia (Rasjid, 1996: 371). Melihat keterangan tersebut, maka pendidikan akhlak anak dengan menggunakan metode wasiat sanagtlah penting dilaksanakan, karena anak secara umum bertmbah dewasa sedangakan pendidik membutuhkan metode sabaimana yang dilakukan Imam Al-Ghazali. d. Metode Cerita atau kisah Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Metode ini digunakan untuk mengambil hikmah dalam pesan yang terdapat kisah. Metode kisah merupakan salah satu dari metode lain yang digunakan oleh Imam Al-Ghazali. Hal ini dapat diterapkan dalam sebuah pendidikan lantaran pada hakikatnya secara alamiah setiap manusia pasti menyukai cerita. Dan sebuah cerita atau kisah bisa mempunyai daya tarik dalam menyentuh perasaan orang yang mendengarnya. Oleh karena itulah, dalam pendidikan Islam cerita atau kisah dieksploitasi untuk dijadikan teknik pendidikan. Kisah yang bisa dibawa dalam sebuah pendidikan adalah kisah yang banyak mengandung nilai-nilai Islam sehingga nilai-nilai pendidikan Islam tersebut dapat diterima oleh peserta didik menggunakan sebuah cerita yang 51
menarik. Adapun kisah tersebut bisa diambil dari Al-Qur‟an, hadist atau dari kisah-kisah para sahabat, tabi‟in dan ulama-ulama yang yang bisa diambil nilai-nilai pendidikan Islam. Jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang, maka metode inipun masih sangat relevan bila diterapkan dalam pendidikan terlebih lagi pendidikan Islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pesan-pesan yang terkandung dalam cerita atau kisah, terlebih jika kisah itu diambil dari alQur‟an atau hadist Nabi yang banyak mengandung nilai-nilai pendidikan Islam untuk ditransformasikan kepada peserta didik. Setelah suatu kisah disampaikan kepada anak didik, maka seorang guru bertanya kepada peserta didiknya tentang berbagai manfaat dan hikmah yang dapat diambil dari kisah yang telah disampaikan. Hal yang demikian memiliki pengaruh yang besar demi terserapnya hikmah atas kisah yang disampaikan ke dalam pikiran dan terlukis dalam pemahaman (Syaikhah, 2007: 77). Guru diharuskan untuk menjauhkan anak didiknya dari kisah-kisah yang tidak bermanfaat, seperti kisah-kisah yang menakutkan tentang syaitan, jin dan hantu. Karena kisah-kisah yang demikian akan menimbulkan rasa pengecut pada diri anak didik (Syaikhah, 2007: 78). Melihat uraian diatas menunjukkan bahwa metode cerita sangat dibutuhkan dalam mendidik anak, dan sangat efektif untuk dipergunakan dalam mendidik anak. e. Metode Perintah dan Larangan Memberi perintah kepada anak didik untuk melaksanakan kewajiban dan melarang anak didik untuk meninggalkan kejelekan harus dilakukan oleh seorang pendidik. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Luqman ayat 17 Yang artinya :
52
“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (Depag RI, 2001: 655).
Bersumber dari arti ayat di atas, dapat dipahami bahwa memberikan perintah kepada seseorang untuk melaksanakan kebaikan dan melarang melaksanakan keburukan merupakan suatu keharusan, karena kebaikan merupakan perintah dari Allah dan keburukan adalah larangan dari Allah 3. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Tujuan Tujuan adalah suatu yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selesai dilaksanakan. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang bersifat tetap atau statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berhubungan dengan seluruh aspek kehidupannya. Tujuan pendidikan dilaksanakan oleh seseorang adalah sebagai wujud untuk beribadah kepada Allah, melatih akhlak sehingga berakhlak yang baik dan mencari kebahagian dunia dan akhirat. Beribadah kepada Allah dilakukan oleh orang Islam dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan menghidupkan syari‟at Nabi Muhammad Saw. Manusia yang melakukan ibadah kepada Allah maka berarti ia telah menjalin hubungan yang baik dengan Allah (habluminallah). Sedangkan akhlak yang baik berupa kesempurnaan kepribadian manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan interaksi tersebut maka ia telah menjalin hubungan dengan sesama manusia dengan baik (habluminannas). Adapun konsekuensi dari terciptanya hubungan yang baik kepada Allah maupun sesama manusia berarti ia telah menjadi orang bahagia baik didunia dan akhirat. Islam pun mengatur kehidupan manusia agar seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. Akhlak Islam tidak mengorbankan kepentingan jasmani untuk rohani, begitu juga 53
sebaliknya.
Islam
memberikan
kebebasan
manusia
untuk
memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akherat. B. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Ayyuhal Walad Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003: 16). Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1980: 19). Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diambil kesimpulan pendidikan yaitu memberi,
menjaga
dan
memelihara
fitrah
anak
hingga
dewasa
(baligh),
mengembangkan seluruh potensi, dan mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan. Secara etimologi (bahasa), kata karakter (inggris: character) berasal dari bahasa dari bahasa yunani, charassein yang berarti “to engrave” dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis, memenggoreskan (Suyadi,2013: 5). Menurut terminologi (istilah), karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, persoalan, sifat, tabiat, tempramen, watak. Berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak (Zubaedi, 2012: 8). Doni Koesoma (2007: 80) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap “ ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil atau sifat yang dibawa seseorang sejak kecil”. Karakter yang dimiliki manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa dirubah atau dibentuk. Karakter manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain
54
sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kondisi lingkungannya, sosial budaya, pendidikan dan alam. Karakter atau kualitas diri seseorang tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengarui oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nuture). Seorang anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa kebijakan berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan kata lain, bila dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak usia dini, maka ia akan menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Usia dua tahun pertama adalah usia kritis bagi pembentukan pola penyesuaian dan sosial. Nilai-nilai dalam pengembangan karakter menurut kemendiknas (Kemendiknas, 2010: 9-10). Seluruh tingkat pendidikan seharusnya menyelipkan pendidikan karakter tersebut dalam proses pendidikannya, diantaranya : 1. Religius
10. Semangat Kebangsaan
2. Jujur
11. Cinta tanah air
3. Toleransi
12. Menghargai prestasi
4. Disiplin
13. Bersahabat / komunikatif
5. Kerja keras
14. Cinta damai
6. Kreatif
15. Gemar membaca
7. Mandiri
16. Peduli lingkungan
8. Demokratis
17. Peduli sosial
9. Rasa ingin tahu
18. Tanggung jawab
Dari ke-18 nilai karakter menurut kemendiknas diatas, maka pendidikan nilai karakter menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 55
1. Nilai Individu a. Religius Religius yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Religius berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang Adi Kodrati, hubungan antara makhluk dengan Sang Kholik. Hubungan ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam kesehariannya (Shihab, 1992: 210). Semua yang religius tidak bisa dipungkiri keluar dari seseorang yang sudah mahir mamaknai agama yaitu dengan teori-teori tentng iman, islam dan ihsan. Berikut ungkapan Imam Al-Ghazali : “Iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkannya dengan anggota badan dalil-dalilnya amal itu lebih banyak daripada sesuatu yang dibatasi, walaupun hamba itu bisa masuk surga dengan anugerah dan kemulyaan Allah tetapi setelah mempersiapkan dengan ketaan kepada Allah dan beribadah kepadaNya karena sesungguhnya rahmat Allah itu sangat dekat dengan orang-orang yang berniat baik” (Al Ghazali, 1420 H: 15-16). “Wahai anak, inti sari ilmu yaitu apabila engkau mengetahui apa itu taat dan ibadah, ketahuilah bahwa taat dan ibadah itu adalah mengikuti terhadap yang membuat syariat (aturan agama) baik itu perintah-perintahNya maupun larangan-larangaNya, dengan ucapan maupun perbuatan serta apa yang kamu tinggalkan itu semua mengikuti syariat (aturan agama). Seperti halnya kamu berpuasa di hari tasriq maka kamu termasuk maksiat, atau apabila kamu melaksanakan sholat memakai pakaian yang kamu ghasab walaupun bebtuknya ibadah tetapi engkau berdosa” (Al-Ghazali, 1420 H: 3536). “Wahai fulan, janganlah engakau memperbanyak tidur di waktu malam, karena sesungguhnya banyaknya tidur di malam hari akan menyebabkan pelakunya menjadi fakir di hari kiamat yang akan datang. Wahai anak, ingatlah firman Allah yang artinya “ di sebagian malam, sholatlah tahajut sebagai tambahan bagimu, ini adalah perintah, dan di waktu sahur orang-orang sama-sama memohon ampun, ini adalah syukur, dan orang-orang yang membaca isytighfar adalag zikir. Nabi saw bersabda : ada tiga suara yang disukai Allah, 56
yakni suara ayam jago, suara orang yang membaca Al-Qur‟an, dan orang yang membaca isytighfar diwaktu sahur” (Al-Ghazali, 1420 H :31-32). Uraian diatas menunjukkan bahwa Imam Al-Ghazali menegaskan untuk memperkuat dan menjaga keimanan karena iman yang terletak dihati merupakan sumber dari semua akhlak. Dengan iman yang kuat diharapkan menjadi solusi kebobrokan di zaman sekarang. Disamping tentang iman, Imam Al-Ghazali juga menegaskan tentang keharusan ketaatan kepada Allah sebagai pencipta alam semesta untuk senantiasa beribadah kepadaNya karena manusia diciptakan untuk senantiasa beribadah kepada Allah, dan menambah ketaatan kita dengan ibadah shalat tahajud untuk mermunajat dengan Allah, membaca al-Qur‟an dan beristighfar memohon ampun kepada Allah atas kesalahan kita baik terhadap Allah maupun sesama manusia. 2. Nilai Kolektif / Sosial a. Peduli sosial Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin berinteraksi antar sesama, tidak menutup diri dan berusaha memberi bantuan pada siapapun yang membutuhkan (Zubaedi, 2012: 76). Imam Al-Ghazli mengatakan : “Kemudian ketahuilah bahwa ilmu tasawuf itu memilki dua tingkah laku yaitu istiqamah (selalu) beribadah kepada Allah dan tenang menghadapi masyatakat, maka barang siapa yang beristiqamah beribadah keapada Allah baik budi pekertinya terhadap masyarkat dan mempergauli dengan lemah lembut, orang itulah ahli tasawuf, yang dinamakan istiqamah yaitu apabila orang menebus bagian nafsunya terhadap perintah Allah SWT dan baik budi pekertinya dengan sesama manusia, itu apabila kamu tidak membebani manusia untuk menuruti keinginanmu, tetapi dirimulah yang menuruti kehendak
57
masyarakat selagi tidak melanggar syareat (aturan agama)” (AlGhazali, 1420 H: 65-66) Melihat uraian diatas dapat dipahami dengan bersosialisasi diharapkan seseorang peduli terhadap masyarakat sekitar. Sikap peduli terhadap siapapun merupakan hal yang sangat diidamkan oleh seseorang, di zaman sekarang dimana sifat egois, menang sendiri dan menutup diri sudah merajalela dikarenakan sikap peduli tersebut sudah menghilang. Dengan ini maka perlulah untuk menghadirkan kembali sikap peduli agar tercipta masyarakat yang ramah tamah, saling tolong menolong dan sebagainya. b. Tanggung jawab Tanggung jawab yaitu sikap dan tindakan untuk melaksanakan tugas dan kwajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,. masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Zubaedi, 2012: 76). Imam Al-Ghazali mengatakan : “Sebaiknya bagi orang yang belajar memiliki guru yang mampu mendidik dan menunjukkan untuk mengeluarkan budi pekerti yang buruk darinya dengan proses pendidikan, serta menjadikan tempat akhlak buruk tersebut dengan akhlak yang baik” (Al-Ghazali, 1420 H: 57). Melihat uraian di atas menunjukkan nilai tanggung jawab yang tinggi dengan mengajar anak dengan sebaik-baiknya agar anak mempunyai kepribadian yang baik disamping nilai kognitif yang baik. c. Kerja keras Kerja keras adalah tindakan atau perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi sesuatu dan menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya, semua itu didasari niat keberhasilan yang tinggi, profesional dan pantang menyerah (Zubaedi, 2012: 75). Seorang muslim seharusnya mempunyai upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan
semua
aset,
pikir,
dan
dzikirnya
untuk
mengktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang 58
harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagia bagian dari masyarakat yang terbaik. Berikut ungkapan Imam Al-Ghazali tentang bersungguh-sungguh (kerja keras) dalam belajar : “Wahai anak, berapa banyak kamu menghidupkan malam dengan mengulang-ulang ilmu, muthalaah beberap kitab dan jagalah dirimu dari tidur Mengamalkan Ilmu” (Al-Ghazali, 1420 H: 21). Menurut ungkapan diatas bahwa dengan kerja keras akan memperoleh hasil yang maksimal terhadap apa yang diinginkan. d. Menghargai prestasi Mengargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain (Zubaedi, 2012: 75). Ungkapan Imam Al-Ghazali tentang menghargai ilmu : “Wahai anak, janganlah kamu menjadi orang yang rugi amal (tidak memiliki amal) dan janganlah kamu menjadi ornga yang sepi dari tingkah (gerak hati)” (Al-Ghazali, 1420 H: 10-11) Menurut uraian diatas pentingnya mengamalkan ilmu adalah disamping untuk mengajarkan kepada orang lain juga sebagai mengingat-ingat ilmu yang kita punya. C. Analisis Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad dengan Pendidikan Islam di Indonesia Kontemporer Sosok ulama seperti Imam Al-Ghazali merupakan agamawan, ilmuan dan ahli filsafat sudah pasti ikut andil dalam peradaban manusia. Imam Al-Ghazali
59
mencurahkan ilmunya dalam kitab-kitabnya. Dalam kitab Ayyuhal
Walad
mengarahkan pentingnya pendidikan yang didasari keimanan. Konsep pendidikan karakter yang ditawarkan Imam Al-Ghazali adalah suatu usaha untuk memperkuat keimanan yang sangat berguna bagi manusia sebagai media pembinaan akhlak dan bimbungan moral yang positif. sehingga akan tercipta kehidupan yang agamis, sosialis dan humanis. Imam memiliki pengaruh yang signifikan alam meluruskan perbuatan manusia dan membersihkan diri dari kecenderungan pada kebejatan dan kekejian. Pendidikan karakter Imam Al-Ghazali didalamnya tedapat point sosial, seorang muslim yang menyadari dan melakukan ajaran-ajaran agamanya akan menjadi pribadi yang berjiwa sosial. Karena dalam ajaran Islam terdapat juga tata cara bermasyarakat, sopan santun, tolong menolong, saling mengingatkan dan sebagainya. Kepribadian muslim adalah kepribadian sosial yang berkualitas tinggi yang terdiri dari karakter mulia. Sehingga cukup relevan jika pendidikan karakter Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad diaplikasikan dalam pendidikan Islam di Indonesia sekarang. Walaupun pendidikan karakter memiliki proses panjang, namun ibarat pohon yang ditanam dengan kesabaran dan pelehiraan yang baik, maka pohon dan subur dan baik buahnya. Karena untuk mencapai dan mewujudkan kehidupan yang berkarakter baik bukanlah dengan cara instant, namun butuh kesabaran dan keseriusan.
60
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan dan analisis yang telah penulis paparkan tentang pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali, didalamnya antara lain berisi : tentang akidah yaitu beriman kepada Allah SWT, anjuran beribadah kepada Allah, dan nasihat-nasihat yang edukatif terhadap anak. Khusus dengan pendidikan meliputi : materi (subject matter) tentang akhlak, metode dan tujuan pendidikan. 2. Pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad mencakup dua nilai yakni : nilai individu yang meliputi karakter religius dan nilai kolektif atau sosial yang meliputi karakter peduli sosial, tanggung jawab, kerja keras, menghargai prestasi. 3. Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad sangat relevan dengan Pendidikan Agama Islam seperti materi, metode dan tujuan. Terkait dengan materi, yang paling relevan adalah bahasan tentang akhlak, untuk membentuk manusia yang berkarakter. Adapun relevansi metode yang ditawarkan Imam Al-Ghazali memiliki kesamaan dalam konteks penyesuaian metode terhadap perkembangan anak. Tujuan pendidikan yang dikemukakan Imam Al-Ghazali memiliki relevansi dengan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu tumbuhnya nilai-nilai moral dalam pribadi anak.
61
B. Saran-saran Pendidikan nilai karakter dalam kitab Ayyuhal Walad yang telah penulis paparkan diatas sangat relevan dengan Pendidikan Agama Islam baik materi, metode meupun tujuan yang digunakan dalam pembelajaran isi kitab tersebut. Dengan demikian kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali sangat cocok digunakan sebagai reverensi dalam mengajarkan pendidikan nilai karakter saat ini. Khusussnya pendidikan nilai karakter yang dilaksanakan di sekolah umum maupun pesentren guna penerapan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut.
62
63
64
65
66
67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama
: FITRI NUR CHASANAH
Tempat / Tanggl Lahir
: Temanggung, 19 April 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Warga Negara
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Dsn. Pongangan (04/05), Ds. Tegowanuh, Kec. Kaloran, Kab. Temanggung
Latar Belakang Pendidikan 1998 – 2000
: TK Mardi Rahayu Tegowanuh
2000 – 2006
: SD N 02 Tegowanuh
2006 – 2009
: SMP N 06 Temanaggung
2009 – 2012
: MAN Parakan Temanggung
2012 – sekarang
: IAIN Salatiga, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
68
DAFTAR PUSTAKA Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers. Arifin, Tatang. M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: CV. Rajawali. Asari, Hasan, 1994. Menyingkap Zaman Keemasan Islam Kajian Atas LembagalembagaPendidikan, Bandung: Mizan. „Athoillah, Muhammad. 2015. Pendidikan Karakter Sufistik Menurut Imam Al-Ghazali (Stusi Analisis dalam Kitab Ihya‟ Ulumudin Bab Riyadhatun al-Nafs), Fakultas Ushuluddin UIN Walosongo Semarang. Azizy, Qodry A. 2003. Pendidikann Agama untuk Membangun Etika Sosial, Semarang: Aneka Ilmu. Bahreis, Hussein, 1981. Ajaran-ajaran Akhlak Imam Al-Ghazali, Surabaya: Al Ikhlas. Dharaha, Tahzidulum. 1985. Research Teory, Metodologi Administrasi, Jakart: Bina Aksara. Departemen Agama RI. 2001. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjend Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. ____________. 2002. Kapita Selekta Pengetahuan Agama Islam, Jakarta: Dirdjen Kelembagaan Agama Islam. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Doni, Koesoma A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo. Ensiklopedia Hukum Islam. 1997. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Ensiklopedi Islam. 1994, Jakarta: PT. Ictiahar Baru Van Hoeve. Farouq, Umar. Kunci Ibadah, Surabaya: Mahkota. Al-Ghazali. Abu Hamid Muhammad . Ayyuhal Walad, (Penyadur dalam bahasa Jawa Abi Kamali Khalil Mustafa Kamali), Surabaya: Al Hidayah. _____________ . 1997. Risalah-risalah Al-Ghazali, Bandung: Pustaka Hidayah. Ghofur, Waryono Abdul. 2006. Kristologi Islam Telaah Kritis Kitab Rad al Jamil Karya AlGhazali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Permuniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas. Ibrohim, Mahyudin. 1987. Nasehat 125 Ulama Besar, Jakarta: Darul Ulum Press.
69
Kememndiknas. 2010. Membangun Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Puskur. Kurniawan, Syamsul & Mahrus, Erwin. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______. 2004. Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Munir, Mulham, Abdul. 1991.Mencari Tahun dan Tujuh Jalan Kebenaran, Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, Mansur. 2011. Pendidikan Karakter Manjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: PT. Bumi Aksara. An Nad‟wi, H.M. Fadlil Sa‟d. 1418 H. Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi, Surabaya: Al Hidayah. An Nahlawi. Abdurrahman. 1992. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung: CV Diponegoro. Nasir, Muh, 1995. Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Nata, Abbudin. 2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid StudiPemikiran Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Paryono. 2014. Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali (Studi Analisis Kitab Ihya‟ Ulumudin), Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Qosim, Tarmana Ahmad. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur‟an, Jakarta: PT. Lentera Baristama. Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia. Rasjid, Sulaiman. 1996. Fikih Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensinda. Shihab, Quraish. 1992. Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan. Subaiti, Musa. 2002. Akhlak Keluarga Muhammad Saw, Jakarta: Lentera Basritama. Su‟ud, Abu. 2003. Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta. Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdaya. Syaikhah binti Abdillah. 2007. Mencetak Generasi Berkualitas, Surakarta: Aulia Press Solo. Takariawan, Cahyadi. 2005. Prinsip-prinsip Dakwah, Yogyakarta: Izzan Pustaka. Tatapangarsa, Humaidi, Akhlak yang Mulia, Surabaya: PT. Bina Ilmu. 70
Undang-undang Nomor. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Yogyakarta: Media Wacana Perss. Zed, Mestika, 2004. Metode Penelitiaan Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor. Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana. Zuhri, Muh. 1997. Hukum Islam dalam Lintas Sejarah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
71
72