19 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI BENTENG MORALITAS BANGSA Oleh Fathiyatul Haq Mai Al-Mawangir,M.Pd.I
[email protected] (Dosen UIN Raden Fatah Palembang)
ABSTRAKS Penanaman nilai-nilai moral dapat ditanamkan melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun informal. Nilai-nilai moral ini akan menjadikan panduan bagi manusia dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi. Karena kekosongon akan nilai-nilai moral, akan mengakibatkan manusia akan bebas kendali dan berbuat sekehendaknya. Oleh karena itu pendidikan harus mendidik peserta didik agar mempunyai nilai-nilai moral khususnya dalam pendidikan Islam. Upaya yang dilakukan dalam mengantisipasi berbagai tantangan modernitas dan mengatasi berbagai persoalan di atas, pendidikan Islam tidak mungkin dapat dengan baik sesuai dengan misi dan tujuannya bilamana hanya berkutat pada transfer ilmu pengetahuan agama sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, atau lebih menekankan aspek koginitif. Pendidikan Islam justru harus dikembangkan ke arah proses internalisasi nilai (afektif) yang tentunya diimbangi dengan aspek kognitif, sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan dan menaati ajaran dan nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta didik (psikomotorik). Sehingga Pendidikan Islam benar-benar menjadi benteng moralitas bangsa Indonesia bukan hanya sebatas teori saja. Key Word: Pendidikan Islam, Moralitas dan Bangsa A. PENDAHULUAN Majunya sebuah bangsa salah satu faktornya adalah baiknya moral atau akhlak bangsa itu sendiri. Moral merupakan suatu masalah yang menjadi perhatian orang di mana saja. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang sudah rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. Bahkan ada seorang penyair Arab yang bernama Syauqi mengatakan bahwa ukuran suatu bangsa adalah moral/akhlak.1
1
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994, hal. 63
19
20 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
ِ اِمَّنَا اْالُمم اْالَخال ُق ماب ِقي ت اَ ْخالَقَ ُه ْم ذَ َهبُ ْوا ْ َت َوا ْن ََهُْواذَ َهب ْ ََ َ َ ْ َُ
“Suatu bangsa itu akan tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka telah rusak maka sirnalah bangsa itu.”2 Pendidikan sebenarnya merupakan cara membentuk sikap dan moral masyarakat yang beradab. Dengan kata lain, pendidikan adalah moralisasi masyarakat, terutama untuk peserta didik sebagai generasi muda. Generasi muda kita harus dibekali nilai-nilai agama dan budaya yang tinggi agar moral dan mental mereka terhadap kecintaan kepada bangsa ini semakin kuat. Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang bermaksud membawa manusia menjadi
sosok yang potensial secara intelektual melalui proses transfer of knowledge yang kental, tetapi juga bermuara pada upaya pembentukan masyarakat yang berwatak dan bermoral melalui proses transfer of values yang terkandung di dalamnya. Bagi Bangsa Indonesia, sebagian tanggung jawab untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas berada di pundak lembaga pendidikan Islam, yang sekaligus merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional di negara ini. Secara operasional lembaga pendidikan Islam memang dikelola oleh departemen yang terpisah dengan lembaga pendidikan pada umumnya. Namun dari segi misi, pendidikan Islam juga menuju ke arah yang sama yaitu mencerdaskan bangsa agar menjadi manusia Indonesia yang berilmu, bertaqwa, dan berbudi pekerti. Sehingga keberadaannya memberikan kebaikan bagi umat manusia.3 Dengan penanaman nilainilai moral yang islami, akan menjadikan panduan bagi manusia dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi. Karena kekosongon akan nilai-nilai moral, akan mengakibatkan manusia akan bebas kendali dan berbuat sekehendaknya. Oleh karena
2
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Prinsip-Prnsip Dasar Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2003, hal. 114 3 Muslih Usa dan Aden Widjan, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997, hal. 9-10
20
21 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
itu pendidikan harus mendidik peserta didik agar mempunyai nilai-nilai moral yang islami. B. PEMBAHASAN 1.
Pendidikan Islam Pendidikan moral merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Islam telah
memberi kesimpulan bahwa pendidikan moral adalah ruh atau jiwa pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Menurut Hasan Langgulung,4 pendidikan Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Sementara Naquib al-Attas menekankan pendidikan Islam sebagai proses untuk membentuk kepribadian muslim. Dan Yusuf Qardhawi memaknai pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, nurani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.5 Inti ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW tidak lain adalah membentuk manusia yang berakhlak dan memiiki moralitas yang baik. 6 Sebagaimana haditsnya yang berbunyi:
انما بعثت التمم مکارم االخالق Artinya:”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.Bukhari).7
4
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992, hal. 94 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, Jogjakarta: Aruzz Media, 2012, hal. 21 6 Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Manajemen Berorientasi Link dan Match, Bengklulu: Pustaka Pelajar Offset, 2008, hal. 8 7 Shahih Bukhari Kitab Adab, Baihaqi dalam Kitab Syu’bil Iman dan Hakim, lihat juga AshShahihah no. 45 dan http://abuzuhriy.com/tiga-wasiat-nabi-shallallahu-%E2%80%98alayhi-wa-sallam33/ 5
21
22 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
Oleh karena itu Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, dimana akhlak merupakan ruh dari semua perbuatan, aktivitas, kreasi dan karya manusia. Kualitas perilaku seseorang diukur dari faktor moral/akhlak ini, sebagai cermin dari kebaikan hatinya.8 Al-Abrasyi menyatakan ada empat tujuan dari pendidikan Islam antara lain adalah pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan di akhirat, penguasaan ilmu dan penguasaan keterampilan bekerja dalam masyarakat.9 Sehingga pendidikan tidak hanya sampai memberikan pengetahuan kognitif saja. Tetapi pendidikan harus menjangkau sifat ihsan, afektif, dan psikomotoriknya yang akhlak al-karimah, sesuai dengan tujuan hidup manusia untuk memperoleh ridha Allah. Karena tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk moral yang tinggi serta akhlak yang mulia.10
2.
Moral Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa Latin, mores yaitu
jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan.11 Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.12 Berdasarkan pada uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai merupakan ukuran tertinggi dari perilaku manusia dan dijunjung tinggi oleh sekelompok masyarakat serta digunakan sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
8
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai…, hal. 8 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam … hal. 30 10 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyyah …, hal. 22 11 Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hal. 8 12 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 92 9
22
23 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
Bila dilihat dari segi normatif, nilai-nilai itu mengandung dua kategori, yaitu pertimbangan baik dan buruk; benar dan salah; haq dan bathil; diridhai dan dikutuk. Sedangkan apabila dilihat dari segi operatif, nilai tersebut mengandung 5 (lima) pengertian kategorial yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia, yaitu: (1). Wajib atau fardhu, bila dikerjakan mendapat pahala; dan mendapat dosa dan siksa bila ditinggalkan. (2) Sunnah, berpahala bila dikerjakan; tidak disiksa bila ditinggalkan. (3) Mubah, boleh memilih dikerjakan atau tidak. (4) Makruh, tidak disiksa mengerjakan; dan diberi pahala meninggalkan. (5) Haram, dikerjakan diberi dosa dan siksa; ditinggalkan mendapat pahala.13 Kemerosotan moral itu dapat terjadi di semua kalangan, baik pada orang tua, dewasa hingga menjalar sampai kepada tunas-tunas muda yang diharapkan menjadi penerus bangsa dan banyak sekali faktor-faktor yang menimbulkan gejala-gejala kemerosotan moral dalam masyarakat modern sekarang terlebih akses informasi sudah sangat mudah dijangkau. Contoh kemerosotan moral yang masih hangat di benak masyarakat yang terjadi baru-baru ini yaitu ditangkapnya Ketua Mahkamah Agung Akil Mukhtar, Ahmad Fathonah dari partai PKS dikarenakan korupsi. Kemudian dari tanah Bengkulu dikabarkan anak berusia 10 tahun nekat melakukan percobaan bunuh diri dengan memanjat tower karena cintanya ditolak perempuan seusianya.14 Kemerosotan moral tidak semata-mata terjadi begitu saja namun disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 15 1.
Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat
2.
Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, dan politik
3.
Pendidikan moral tidak terlaksana menurut semestinya 13
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, hal. 126 http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/22/bocah-10-tahun-mau-bunuh-diri-karenaditolak-cintanya-521861.html 15 Zakiyah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1971, hal. 13 14
23
24 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
4.
Suasana rumah tangga yang kurang baik
5.
Diperkenalkannya secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil
6.
Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
3. Pendidikan Islam sebagai Benteng Moralitas Bangsa Saat ini bangsa kita tengah mengalami bermacam-macam krisis yang membuat semakin terpuruk seperti krisis ekonomi, kepemimpinan, kepercayaan, kedamaian, kesejahteraan dan sebagainya yang semakin hari semakin menghimpit kita. Semua krisis itu sesungguhnya bersumber pada satu krisis saja yaitu krisis moral. Muhyidin mengatakan ada enam kerusakan umum yang diidap oleh bangsa kita, adalah sebagai berikut:16 a. Pertama, prestasi bangsa Indonesia di mata dunia. Menurut Mahyudin, bangsa Indonesia dalam banyak hal kini telah menjadi bangsa pecundang yang hampir selalu kalah di setiap kancah persaingan antar bangsa. Kalau dahulu bangsa ini adalah bangsa yang besar dan disegani, kini bahkan negera seperti Malaysia pun sama sekali tidak takut untuk terus menerus mengusik kedaulatan Indonesia. Kemudian dunia mengenal Bangsa Indonesia dengan prestasi yang amat memalukan yaitu korupsi. Mengutip hasil survei Political And Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010, Indonesia merupakan negara terkorup di Asia Pasifik, mengungguli 15 negara lain. Kemudian data lain dari World Economic Forum (WEF) menempatkan korupsi pada rangking 44 dari 139 negara di dunia. b. Kedua, pejabat publik yang tunamoral. Mereka yang sesungguhnya diberi amanat kekuasaan oleh rakytanya bertindak seolah-olah kekuasaan itu adalah pemberian Tuhan yang boleh dimanfaatkan untuk apa saja. Oleh karena itu
16
Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam … hal. 77-84
24
25 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
mereka tidak menggunakan kekuasaan itu untuk kepentingan rakyat banyak tetapi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. c. Ketiga, penegakkan hukum yang timpang. Di negeri ini keadailan sudah seperti barang mewah yang hanya bisa dibeli dengan harga mahal. Hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil dan miskin yang sebgaian mereka melakukan tindak kejahatan itu karena lapar. Tetapi hokuman untuk pelaku korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah tidak terlalu berat. d. Keempat, masyarakat yang kalap. Dalam artian mereka melakukan aksi brutal seperti tawuran, pembantaian, mutilasi, bunuh diri, pemerkosaan dan lain sebagainya. e. Kelima, guru yang tak patut ditiru. Guru adalah ujung tombak pendidikan yang kepadanya kita berharap banyak akan kemajuan bangsa. Dalam ungkapan Bahasa Jawa, guru adalah sosok yang digugu lan ditiru artinya diikuti omongannya dan diteladani perbuatannya. Kita sering mendengar guru menasehati bahkan mengancam agar murid tidak boleh bolos sekolah. Ironisnya pada kenyataan banyak guru yang membolos atau mangkir mengajar tanpa alasan yang jelas. Kemudian sikap guru yang tidak patut untuk diteladani seperi melakukan tindakan kekerasan kepada siswanya bahkan pemerkosaan kepada muridnya sendiri, bahkan gurupun melakukan pemalsuan dan jual beli ijazah, hingga persengkokolan dalam mencurangi ujian nasional. f. Keenam, generasi muda yang sakit. Dimana hal yang memprihatinkan dari mereka adalah moralitas yang sudah mencapai titik nadir. Seperti contek masal ketika ujian nasional, tawuran antar pelajar, penganiayaan sesama teman, narkoba, minum-minuman, dan bahkan melakukan aborsi akibat free seks. Keenam serpihan kisah miris bangsa Indonesia di atas merupakan problem yang dihadapi oleh Pendidikan Islam. Berbagai problem yang dihadapi umat Islam khususnya
membuktikan
bahwa
sesungguhnya
pendidikan
nasional
belum
sepenuhnya berhasil. Sebab hakikat pendidikan adalah mendidik manusia menjadi
25
26 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
lebih baik. Jika ada yang bertanya tentang apa manfaat pendidikan, jawabannya sederhana, pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berprilaku baik. Sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pancasila telah disepakati dan diterima, baik sebagai pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat, maupun sebagai dasar Negara. Dalam pancasila terdapat sila-sila yang berkaitan dengan moral salah satunya yaitu sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila pertama ini mempunyai makna bahwa bangsa Indonesia berpegang pada nilai-nilai agama selain pada nilai-nilai hukum. Sehingga pendidikan agama merupakan aspek integral dan tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.17 Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa”.18 Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan dari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. Tujuan pendidikan ini secara jelas telah menganut pendekatan intregatif antara ilmu pengetahuan dan agama. Fenomena yang kita saksikan bersama, pendidikan hingga kini masih belum sepenuhnya menunjukkan hasil yang diharapkan sesuai dengan landasan dan tujuan dari pendidikan itu. Yaitu membentuk manusia yang cerdas yang diimbangi dengan nilai keimanan, ketaqwaan dan berbudi pekerti luhur, belum dapat terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur
17
Ismail SM, Nurul Huda, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 2001, hal. 169 18 Drs. Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 163
26
27 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Ciri utama pendidikan Islam adalah berbasis tauhid dan berorientasi pada kesuksesan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan hidup muslim adalah mendapat keridhaan Allah dan ini menjadi sumber standar moral yang tinggi.19 Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya.20 Tanggung jawab pendidikan yang pertama menurut Fazlur Rahman adalah menanamkan pada pikiran-pikiran siswa mereka dengan nilai-nilai moral yang Islami.21 Abuddin Nata juga mengatakan bahwa menanamkan akhlak yang mulia dan membersihkan akhlak yang tercela dari diri seseorang adalah termasuk salah satu tugas dari utama dari pendidikan.22 Perlu disadari bahwa pendidikan akhlak itu terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik melalui penglihatan, pedengaran dan pengalaman atau perlakuan yang diterima atau melalui pendidikan dalam arti yang luas.23 Dengan didasari oleh moral yang Islami, peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan kemampuan untuk mengatur segala yang ada di alam ini untuk kemaslahatan kehidupan seluruh umat manusia. Oleh karena itu diharapkan semua ruang lingkup kehidupan peserta didik senantiasa ditegakkan di atas moral Islami, sehingga moralitas Islami berkuasa penuh atas segala urusan kehidupannya. Nabi Muhammad diutus ke dunia tak sebatas menyampaikan risalah ketauhidan semata, melainkan menyampaikan pesan-pesan moral yang hasanah, sebagaimana hadits nabi yang berbunyi: 19
Abu Ala al-Maududi, Toward Understanding Islam, Lahore Dacca: Islamic Publications LTD, 1966, hal. 39 20 Zakiah Daradjat, Peranan Agama …., hal. 66 21 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Op.Cit., hal. 321 22 Ibid., hal. 207 23 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, hal. 116
27
28 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
انما بعثت التمم مکارم االخالق Artinya: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.Bukhari)24 Sehingga pendidikan tidak hanya sampai memberikan pengetahuan kognitif saja. Tetapi pendidikan harus menjangkau sifat ihsan, afektif, dan psikomotoriknya yang akhlak al-karimah, sesuai dengan tujuan hidup manusia untuk memperoleh ridha Allah. Tema tentang pendidikan Islam sebagai benteng moralitas bangsa ternyata tidak hanya sebagai teori saja. Dengan pendidikan Islam, moral anak bangsa bisa dibentengi. Ini dimuat pada penelitian Rizki Muhammad Ramdan mahasiswa UPI, yang mengangkat topik ”Upaya Membentengi Moral Siswa dari Perilaku Menyimpang melalui Program Mentoring dan 10 Pembiasaan Akhlak Mulia”. Ia menyatakan situasi kehidupan pelajar saat ini mengalami tantangan akibat munculnya penyimpangan perilaku sosial yang diakibatkan oleh berbagai faktor baik itu faktor dari dalam diri pelajar sendiri maupun tantangan dari luar sebagai pengaruh dari paham sekularisme, kesenjangan keluarga dan arus informasi yang negatif. Menurutnya maka peran sekolah dalam berbagai program yang penuh dengan muatan agama sangat dibutuhkan kehadirannya. Ia melihat pihak sekolah menghadapi situasi dan tantangan yang demikian berat melalui pendekatan keagamaan. Menurut pihak sekolah tersebut hal itu dirasa tepat karena semuanya itu bermuara dari rendahnya nilai-nilai agama yang mereka miliki, sehingga tatkala hati/qolbu mereka jarang tersentuh oleh kalimat-kalimat ilahiyah, maka hati mereka akan bertambah keras. Rizki melihat bahwa untuk mewujudkan maksud tersebut, kegiatan pendidikan di sekolah sangat perlu dilengkapi dengan pembinaan yang penuh muatan Islam, salah satunya ialah melalui program mentoring dan 10 Pembiasaan Akhlak 24
Shahih Bukhari Kitab Adab, Baihaqi dalam Kitab Syu’bil Iman dan Hakim, lihat juga AshShahihah no. 45 dan http://abuzuhriy.com/tiga-wasiat-nabi-shallallahu-%E2%80%98alayhi-wa-sallam33/
28
29 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
Mulia sebagai langkah pembentukan moral atau karakter siswa yang lebih baik dan ternyata program mentoring di SMP Negeri 1 Pabuaran ini menjadi salah satu metode pendekatan pembinaan agama dan moral yang efektif dan signifikan, karena kegiatan ini terbukti dapat mencegah berbagai perilaku-perilaku yang dianggap telah menyimpang.25 Apabila peserta didik mampu menjalani kehidupannya dengan berpedoman pada kaidah-kaidah hukum mana yang baik dan mana yang buruk maka aktivitas kehidupannya tidak akan pernah tergelincir ke tempat nista dan tidak berharga, baik di dunia maupun di akhirat, karena yang halal dan yang haram itu telah jelas di dalam al-Qur’an. Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis moral di atas, maka cara untuk mengatasinya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal yang demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial.26 Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran. Hampir semua ahli pendidikan sepakat, bahwa pengajaran hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yang ditujukan untuk mencerdaskan akal dan memberikan keterampilan.27 Sedangkan pendidikan tertuju kepada upaya membantu kepribadian, sikap dan pola hidup yang berdasarkan nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pengajaran sesungguhnya terdapat pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi integrasi yang penting.28 Dengan integrasi antara
25
http://fpips.upi.edu/berita-764-bentengilah-moral-siswa-dari-perilaku-menyimpangmelalui-program-mentoring-dan-10-pembiasaan-akhlak-.html 26 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 374 27 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 224 28 Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 39.
29
30 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
pendidikan dan pengajaran diharapkan memberikan kontribusi bagi perubahan nilainilai akhlak yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yang lebih cerah. Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Guru bidang studi lainnya juga harus ikut serta dalam membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada seluruh bidang studi. Keempat, pendidikan akhlak harus didukung oleh kerjasama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah harus meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya dengan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua juga harus berupaya menciptakan rumah tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sehingga anak akan merasa tenang jiwanya dan dengan mudah dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif. Tiga pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama di antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersamasama.29 Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat serta dikontrol oleh masyarakat sebagai lingkungan sosial anak. Pendidikan keluarga adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran utama orang tua sebagai pendidik yang akan mendasari dan mengarahkan anak-anaknya
29
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal.
37
30
31 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
pada pendidikan selanjutya. Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam.30 Sesuai dengan tuntunan era globalisasi pendidikan Islam di lembaga persekolahan rasanya perlu diposisikan sebagai program andalan dan ruh bagi pembentukan moralitas warga negara yang berbasiskan nilai-nilai dasar keagamaan. Dengan demikian, bahwa pendidikan agama Islam adalah pembangun watak, pembinaan etika dan moral. Dalam konteks ini, agama Islam tentu saja lebih dimaknai sebagai sumber nilai dan pegangan hidup. Ukuran keberhasilannya terletak pada indeks perbaikan moral. Dengan begitu pendidikan agama Islam tidak hanya tampil dan berperan sebagai pemberi pegangan hidup di level masing-masing Individu, tetapi juga sebagai pemberi kesejukan dan keselamatan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan.
C. PENUTUP Dengan penanaman nilai-nilai moral yang islami, akan menjadikan panduan baginya dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi. Karena kekosongon akan nilai-nilai moral, akan mengakibatkan manusia lepas kendali dan berbuat sekehendaknya. Oleh karena itu pendidikan harus mendidik peserta didik agar mempunyai nilai-nilai moral yang islami. Dalam mengantisipasi berbagai tantangan modernitas dan mengatasi berbagai persoalan di atas, pendidikan Islam tidak mungkin dapat dengan baik sesuai dengan misi dan tujuannya bilamana hanya berkutat pada transfer ilmu pengetahuan agama sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, atau lebih menekankan aspek koginitif. Pendidikan Islam justru harus dikembangkan ke arah proses internalisasi 30
Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema InsaniPress, 1995, hal. 139.
31
32 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
nilai (afektif) yang tentunya diimbangi dengan aspek kognitif, sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan dan menaati ajaran dan nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta didik (psikomotorik). Sehingga Pendidikan Islam benar-benar menjadi benteng moralitas bangsa Indonesia bukan hanya sebatas teori saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi, Abu Ala Toward Understanding Islam, Lahore Dacca: Islamic Publications LTD, 1966 Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 As, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992 Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Prinsip-Prnsip Dasar Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2003 Daradjat, Zakiah, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994 32
33 Dinamika : Vol. II, No. 2, Juli - Desember 2017
---------, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1971 Http://abuzuhriy.com/tiga-wasiat-nabi-shallallahu-%E2%80%98alayhi-wa-sallam-33/ Http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/22/bocah-10-tahun-mau-bunuh-diri-karenaditolak-cintanya-521861.html Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004 Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 ---------, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012 Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992 SM, Ismail, Nurul Huda, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 2001 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, Jogjakarta: Aruzz Media, 2012 Usa, Muslih dan Aden Widjan, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997 Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Manajemen Berorientasi Link dan Match, Bengklulu: Pustaka Pelajar Offset, 2008
33