ISSN 2502-8723
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU 2016 MALANG, 07 MEI 2016
“PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DAN DOSEN INDONESIA”
DISELENGGARAKAN OLEH: FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 80148
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Copyright Notice ©Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang
Seluruh isi dalam Prosiding ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing penulis. Jika dikemudian hari ditemukan indikasi plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang dilakukan oleh para penulis maka pihak penyelenggara dan tim penyunting (editor) tidak bertanggungjawab atas segala bentuk plagiasi dan berbagai macam kecurangan akademik yang terdapat pada isi masing-masing naskah yang diterbitkan dalam Prosiding ini. Para penulis tetap mempunyai hak penuh atas isi tulisannya tetapi mengijinkan bagi setiap orang yang ingin mengutip isi tulisan dalam Prosiding ini sesuai dengan aturan akademik yang berlaku.
Terbitan pertama : Mei 2016 ISSN: 2502-8723
Editor: Arief Rahman Hakim Devi Permata Sari Romia Hari Susanti Sarrah Emmanuel Yuli Ifana Sari Rina Wijayanti Laily Tiarani
Diterbitkan oleh: Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Kanjuruhan Malang Jl.S Supriadi No.48, Malang, Jawa Timur 65148 (0341) 801488
© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
i
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
KATA PENGANTAR Seminar Nasional Pendidikan dan pembelajaran bagi guru & dosen tahun 2016 ini mengambil tema ―Pengembangan Profesionalisme Guru dan Dosen Indonesia‖ dan telah diselenggarakan pada tanggal 07 Mei 2016 di kota Malang, merupakan suatu kegiatan ilmiah tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Imu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang. Seminar ini merupakan tempat bertukar pikiran para pelaku, pemerhati, dan stakeholder pada bidang pendidikan, terapan, dan pembelajaran yang meliputi guru, mahasiswa, dosen, widyaiswara, dan peneliti. Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri atas tiga orang pembicara kunci yakni : 1) Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Ed. (Guru Besar TEP Pascasarjana Universitas Negeri Malang), 2) Dr. Syaiful Rachman, MM., M.Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur) dan 3) Prof. Laurens, M.A, Ph.D serta dari berbagai kalangan yang mengikuti presentasi paralel yang mencakup bidang kebijakan dan perencanaan penilaian pendidikan, inovasi dalam pembelajaran, penilaian berbasis sekolah, ujian nasional dan dampaknya terhadap pembelajaran, profesionalisme guru dan dosen, jaminan kualitas dalam pendidikan, pendidikan karakter, praktik terbaik dalam pembelajaran, dan pembelajaran anak usia dini dan sekolah dasar. Segenap upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik mungkin, tapi kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam proses penyuntingan, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang. Kami selaku panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu terselenggaranya Seminar ini serta terselesaikannya proses penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa juga kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan baik selama kegiatan Seminar berlangsung maupun masih adanya kesalahan dalam isi Prosiding ini. Semoga acara Seminar Pendidikan dan pembelajaran bagi guru dan dosen tahun 2016 dan penerbitan Prosiding ini bermanfaat bagi kita semua. Sampai jumpa pada Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran bagi Guru dan Dosen yang akan datang. Malang, Mei 2016 Panitia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ii
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI DOSEN DAN GURU TAHUN 2016 Ketua Tim
: Drs. F.I. Soekarman, M.Pd
Wakil Ketua Tim
: Agus Sholeh, S.Pd, M.Pd
Tim Reviewer
: 1. Dr. Suciati, SH, M.Hum 2. Prof. Dr. Soedjijono, M.Hum 3. Drs. Triwahyudianto, S.Pd, MSi 4. Drs. Edy Susilo, M.Pd 5. Dra. Sri Rahayu, M.Pd 6. Rina Wijayanti, M.Psi 7. Laily Tiarani, M.Psi
Dewan Redaksi
: 1. Drs. Iskandar Ladamay, M.Pd 2. Romia Hari Susanti, M.Psi 3. Devi Permatasari, M.Pd 4. Yuli Ifana Sari, M.Pd 5. Arif Rahman Hakim, M.Pd 6. Sarah Emmanuel, M.Psi 7. Ludovikus Boomans, M.Pd
Kesekretariatan
: 1. Ninik Setiowati, S.Pd 2. Dwi Ratna Asih, S.Pd
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
iii
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MAKALAH UTAMA
PENGEMBANGAN PROFESIONALISASI GURU DAN DOSEN INDONESIA Punaji Setyosari Guru Besar Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang
E-mail:
[email protected] .
Abstrak Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang kompleks, yang menuntut pikiran, keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya. Pengembangan profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Kajian tentang konteks pendidikan dan pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian sistem belajar secara formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3) pendidikan berbasis kompetensi penting dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru, pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya. Pengembangan profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan unjuk kerja individual; 2) memperbaiki praktik yang tidak efektif; 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan kebijakan; dan 4) membantu memudahkan perubahan (facilitate change). Pengembangan profesional (guru dan dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat penting untuk mendorong para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif. Tujuan dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran, 4) meningkatkan refleksi.
Kata-kata kunci: profesionalisme, pengembangan profesional, dan guru efektif Selama lebih kurang satu dekade, guru dan dosen di Indonesia khususnya telah diakui sebagai suatu profesi. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi ini sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005. Secara jelas bahwa guru dan dosen adalah pendidik profesional. Selanjutnya, dalam pasal 1 dinyatakan, ―Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.‖ Sebagai pendidik profesional, guru dan dosen perlu terus mengembangkan diri dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan. Berkenaan dengan pekerjaan guru, yang salah satunya adalah tugas mengajar, maka mengajar juga merupakan sebuah profesi. Profesi itu berkembang terus atau dinamis yang mengikuti tuntutan perubahan. Hal ini senada diungkapkan oleh Spalding (2003), ―The profession is dynamic and is constantly evolving in order to fulfil the demands made of it by government policy and technological innovation and it has risen to these demands as they occur.‖ Sebagai suatu profesi, pekerjaan mengajar itu menuntut standard yang tinggi. Guru, sebagai suatu profesi, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian peserta didik dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berkenaan dengan ungkapan di atas, MacBeath (2012) menyatakan, ―“Teaching is a profession that lies at the heart of both the learning of children and young people and their social, cultural and economic development. It is crucial to transmitting and implanting FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
iv
ISSN 2502-8723
social values, such as democracy equality,tolerance cultural understanding, and respect for each person‘s fundamental freedoms.‖ Ini berarti baik guru dan dosen secara terus menerus perlu mengembangkan diri secara berkelanjutan. Selaras dengan ungkapan tersebut, Freidson‘s (dalam Linda, 2008) menjelaskan, ―profession to refer to an occupation that controls its own work, organized by a special set of institutions sustained in part by a particular ideology of expertise and service. I use the word ‗professionalism‘ to refer to that ideology and special set of institutions.‖ Pengembangan profesional guru, termasuk dosen, di Indonesia telah lama dilakukan. Upaya pengembangan itu memang tidak bisa dihindari walaupun telah menghabiskan sejumlah dana, tenaga, waktu dan energi lainnya. Sekitar tahun 1970-an pemerintah telah melakukan berbagai pembaharuan dalam bidang pendidikan mulai dari pembaharuan kurikulum (kurikulum tahun 1975/1976) yang diikuti dengan pembaharuan sistem pembelajarannya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (namanya saat itu) telah melakukan berbagai kegiatan seminar dan lokakarya bagi para guru dan dosen. Jadi secara kronologi, sudah lebih dari empat dasa warsa kegiatan pengembangan profesional baik guru maupun dosen. Bahkan anggaran untuk keperluan peningkatan profesional guru dan dosen selalu tersedia untuk setiap tahun. Hasilnya, apakah kualitas pendidikan semakin baik? Apakah kualitas pembelajaran semakin baik? Apakah kualitas hasil belajar peserta didik atau mahasiswa semakin baik? dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul dan kita hadapi hampir setiap waktu, terutama yang berkaitan dengan kualitas hasil belajar yang disinyalir rendah. Isu-isu terkait dengan kualitas selalu kita dengan setiap saat. Di negara manapun di dunia ini, persoalan semacam ini selalu muncul. Tentu, kita sadar bahwa persoalan ini muncul karena peserta yang dihadapi berbeda-beda dengan tuntutan yang berbedabeda pula. Pengembangan profesional yang dilakukan oleh pemerintah biasanya sudah terencana dan terprogram yang biasanya berupa studi lanjut, lokakarya peningkatan profesional, dan pertemuan rutin. Di samping itu, pengembangan profesional bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan tak terprogram atau incidental, yang dilakukan melalui misalnya seminar, lokakarya, dan sebagainya. Bahkan saat ini dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi (ICT), aktivitas pengembangan profesional tidak lagi dilakukan melalui pertemuan tatap muka (face-to-face), tetapi dengan memanfaatkan ICT, para guru dan dosen dapat mengembangkan dirinya melalui bahan-bahan yang dapat diakses secara terbuka melalui media ceta dan elektronik (open source materials). Di Indonesia, pengakuan guru dan dosen secara resmi sebagi sebuah profesi memang belum lama, yaitu sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya yaitu sejak dikeluarkan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Di beberapa Negara, memang profesi guru telah lama mendapat pengakuan. Bahkan profesi mengajar ini ada ketika lahirnya sebuah lembaga yang namanya sekolah. Sehubungan dengan perihal ini, Fernandez (2013) menjelaskan bahwa profesionalisme mengajar itu sebenarnya bukanlah hal atau topik baru. Kajian tentang konteks pendidikan dan pelatihan profesionalme ini mencakup tiga perspektif ganda, yaitu meliputi: 1) pengintegrasian sistem belajar secara formal, informal dan nonformal, 3) belajar sepanjang hayat, dan 3) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
v
ISSN 2502-8723
pendidikan berbasis kompetensi penting dilakukan sejak memasuki pendidikan penyiapan guru, pendidikan lanjut, dan pengembangan profesionalnya. Pengembangan profesional merupakan sebuah proses yang terus menerus dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan guru dan dosen untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada para peserta didik, termasuk mahasiswa. Program pengembangan profesional guru dan dosen dapat dilakukan dalam bentuk program inservice training program sampai pada bentuk-bentuk pengembangan yang sifatnya tak terprogram. Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa selama ini pengembangan profesional masih bersifat fragmentalis, masih belum menyentuh kebutuhan guru dan dosen. Pengembangan profesional lebih bersifat kegiatan rutin, dan tidak didasarkan pada analisis kebutuhan nyata di lapangan. Di Negara-negara yang maju seperti Finlandia, Singapora, dan Korea Selatan pengembangan profesional ini merupakan sesuatu yang bersifat ongoing professional learning. Artinya, bahwa pengembangan profesional itu merupakan dan menjadi kebutuhan belajar seorang guru. Pengembangan profesional guru atau dosen perlu didasarkan pada permasalahan praktis yang ada di lapangan. Pada kesempatan ini, pemaparan tentang pengembangan profesional guru dan dosen Indonesia, kita kaji dari segi teoretik dan praktik di lapangan. Mengapa Pengembangan Profesional, Penting Profesionalisme merupakan sebuah istilah atau konsep yang selalu dikaitkan dengan suatu pekerjaan tertentu. Kita seringkali menjumpai ungkapan-ungkapan, misalnya dia berkeja secara profesional, dia melakukan pekerjaannya dengan sangat profesional, dia sangat profesional dalam menangani pekerjaannya dan ungkapan lain yang sejenis. Kita juga tidak memungkiri penggunaan istilah profesional itu untuk menyebut pekerjaan tertentu karena profesional itu erat dengan istilah profesi. Untuk menyebut pekerjaan tertentu, seseorang menggunakan istilah profesinya apa? Dengan mengunakan istilah ini seseorang tidak membedakan lagi mana pekerjaan teknis, yang hanya menuntut kerja otot dan sebaliknya mana pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Salah satu bidang pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi adalah guru. Berkaitan dengan profesionalisme tersebut, Hoyle (2001) menjelaskan bahwa istilah itu digunakan untuk mendeskripsikan peningkatan kualitas layanan, yang oleh Sockett (1996) dinyatakan bahwa professionalism itu berkenaan dengan kualitas praktik. Salah satu alasan mengapa perlu pengembangan profesional, sebagaimana dikemukakan oleh Murray (2010), ―One of the main reasons to pursue professional development is to be empowered—to have the opportunity and the confidence to act upon your ideas as well as to influence the way you perform in your profession. Empowerment is the process through which teachers become capable of engaging in, sharing control of, and influencing events and institutions that affect their lives. Pengembangan profesional guru dimaksudkan agar guru selalu menyadari bahwa pekerjaannya bukan hanya berkaitan dengan tugas-tugas mengara di dalam kelas, tetapi guru juga memiliki peran-peran dan tanggung jawab terkait dengan pekerjaan profesionalyan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hargreaves (1992: ix), yang menyatakan, ―We are also increasingly coming to understand that developing teachers and improving their teaching involves more than giving them new tricks. We are beginning to recognise that, for teachers, what FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
vi
ISSN 2502-8723
goes on inside the classroom is closely related to what goes on outside it. The quality, range and flexibility of teachers‘ work are closely tied up with their professional growth – and the way they develop as people and as professionals.‖ Guru dan dosen yang memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu dalam menjalankan bidang tugasnya dilandasi oleh kemampuan atau kompetensinya. Guru dan dosen merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kemajuan dan pengembangan pendidikan. Bahkan guru dan dosen ikut terlibat dalam perubahan system pendidikan itu sendiri karena guru dan dosen merupakan agen pembaharuan atau perubahan. Apa yang diketahui dan mampu dilakukan oleh guru merupakan salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi belajar peserta didik (Darling-Hammond & Sykes, 1999; Fullan, Hill & Crevola, 2006; Wilson, Floden & Ferrini-Mundy, 2001). Tidak mengherankan perhatian yang semakin meningkat terkait dengan posisi guru sebagai profesi, terutama yang berkenaan dengan pentingnya peranan pengembangan profesional. Pengembangan profesional tersebut perlu dilakukan secara terencana, terus menerus untuk peningkatan kualitas profesional dalam mendukung para guru agar mampu mengemban tugas dan tanggung jawab profesionalnya untuk menghadapi tuntutan perubahan yang serba kompleks dan menantang (Berliner, 2001; Darling-Hammond, 2000; Hawley & Valli, 1999; Joyce & Showers, 2002). Perubahan-perubahan yang terjadi dalam system pendidikan dan masyarakat menimbulkan tuntutan baru bagi profesi guru. Guru saat ini tidak hanya dituntut menyampaikan pengetahuan dasar saja tetapi juga untuk membantu peserta didik untuk belajar mandiri, misalnya untuk memperoleh keterampilan yang sangat dibutuhkan dan bukannya sekedar mengingat informasi, para guru didorong untuk menggunakan metode mengajar yang kooperatif dan konstruktif dan bertindak sebagai media fasilitator atau mediator dan tutor dalam kelas bukannya sebagai penguasa pembelajaran (RutkienÏ, ZuzevičiūtÏ, 2009). Perubahan-perubahan besar yang diimpikan akan menuntut system belajar atau pengembangan profesional para guru pada suatu tataran kualitas yang tinggi (Borco, 2004). Selanjutnya, Borco mengemukan bahwa system pengembangan profesional tersebut mencakup unsur-unsur, yaitu 1) program pengembangan profesional, 2) guru, 3) fasilitator, dan 4) konteks. Karakteristik Pekerjaan Profesional Pandangan bahwa guru adalah sebuah profesi, sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez (2013) yang menyatakan, ―the fact that teaching is regarded as a profession and teachers as professionals is nothing new.‖ Pekerjaan guru, sebagai suatu profesi, menuntut kecakapan pemegang profesi untuk melaksanakan tugas yang kompleks, yang menuntut pikiran, keterampilan, dan sikap tertentu sesuai dengan pekerjaan yang ditanganya. Hal ini sejalan dengan pandangan Le Boterf (1999) yang menyatakan bahwa seorang profesional adalah seseorang yang cakap atau mampu mengelola suatu pekerjaan yang kompleks. Selanjutnya, Le Boterf mengajukan beberapa karakteristik yang berkenaan dengan profesional tersebut, bahwa seseorang profesional: 1) mampu atau sanggup melaksanakan tugas dengan baik dalam siatuasi tertentu, bahkan di melebihi kewajibannya, 2) mampu menggabungkan sumber-sumber yang bersifat personal dan lingkungannya, dalam konteks tertentu, 3) mampu melakukan atau mengerahkan segala tenaganya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
vii
ISSN 2502-8723
secara memadai, 4) mampu menyampaikan sumber-sumber secara personal yang dituntut oleh keadaan, 5) mampu belajar dari pengalaman, dan belajar untuk belajar, 6) dan memiliki komitmen atas pekerjaannya dan melakukan komunikasi secara profesional dengan orang-orang atau pihakpihak lain. Padahal, jika dilacak lebih jauh profesi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan melalui pendidikan tertentu dan menuntut atau disertai keahlian tertentu. Apalagi menggunakan istilah profesional itu sarat dengan pekerjaan yang menuntut keahlian. Pekerjaan mengajar guru sebagai suatu profesi ditandai oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Shulman, dalam Cruz, 2006): (1) A duty of service to others with a certain ‗vocation‘; (2) An understanding of a corpus of theories or established knowledge; (3) A qualified mastery of practical actions: skills and strategies that underpin professional practice; (4) Exercising judgment under circumstances of inevitable uncertainty: not directly applying knowledge or skills, but exercising practical judgment under uncertain circumstances; (5) A need to learn from experience, construed as the interaction between theory and practice; dan (6) A professional community that develops quality and increases knowledge: being a professional means being a member of a profession that has certain public responsibilities in relation to individual practices. Guru dan dosen perlu mengembangkan diri agar kita memiliki keyakinan tentang apa yang kita lakukan dan hal itu juga dapat mempengaruhi cara-cara kita alam melaksanakan tugas profesional yang kita emban. Para guru termasuk juga dosen perlu diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dalam rangka peningkatan layanan dan sekaligus untuk melakukan perubahan-perubahan dan inovasi dalam cara-cara atau metode-metode pembelajaran. Pengembangan profesional (guru dan dosen) ini dapat dilakukan di tempat kerjanya dan melalui pengalaman-pengalaman nyata merupakan hal yang sangat penting untuk mendorong para guru untuk melakukan praktik-praktik pembelajaran yang efektif dan juga menumbuhkan suatu keinginan untuk melakukan perubahan kurikulum agar lebih bermakna (Darling-Hammond & McLaughlin, 1995, 2011; Joyce & Showers, 2002; Nolan & Hoover, 2004; Peery, 2004). Pembelajaran yang efektif itu merujuk pada pembelajaran yang dapat mencapai tujuannya secara tepat waktu, atau efisien, berdaya guna tinggi atau hasil yang dicapai maksimal, dan memiliki sasaran yang sangat memadai. Pembelajaran yang efektif hanya dapat dilakukan oleh guru yang efektif. Keefektifan guru memang didefinisikan dan diukur secara berbeda-beda di beberapa negara. Ada beberapa negara yang mendefinisikan guru yang efektif atau keefektifan guru itu berdasarkan asesmen terhadap keahlian guru dalam menjalankan tugas melalui suatu kerja tim sejawat untuk menjalankan praktik-praktik profesi untuk memperoleh manfaat melalui peningkatan belajar peserta didik (Darling-Hammond, 2010). Di samping itu, keefektifan guru dilihat berkenaan dengan pengaruh atau dampak yang diberikan oleh guru kepada peserta didik, utamanya prestasi akademik peserta didik, dan di pihak lain merupakan kombinasi pengetahuan, praktik, dan dampaknya terhadap unjuk kerja peserta didik (Learning Point Associates, 2010). Guru yang efektif itu ditandai oleh beberapa karakteristik. Ciri-ciri atau karakteristik guru yang efektif, menurut McBer (dalam Anderson, 2004) meliputi empat kategori, yaitu: 1) profesionalisme, yang mencakup ciri-ciri (a) komitment, (b) keyakinan, (c) dapat dipercaya, dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
viii
ISSN 2502-8723
(d) menghargai; 2) kemampuan berpikir/bernalar, yang mencakup ciri-ciri (a) berpikir analisis, (b) berpikir konseptual; 3) memiliki harapan, yang mencakup ciri-ciri (a) dorongan untuk maju, (b) berupaya mencari informasi, dan (c) inisiatif; 4) kepemimpinan, yang bercirikan (a) fleksibel, (b) memiliki akuntabilitas, dan (c) keinginan untuk belajar. Karakteristik-karakteristik atau ciri-ciri khusus guru yang efektif di atas, perlu kita miliki dan hayati untuk menjalankan tugas profesional dengan baik. Dengan demikian, pengembangan profesional yang diarahkan untuk menjadi guru yang efektif sangat urgen dimiliki oleh setiap insan guru, sebagai seorang profesional. Untuk menjadi guru yang efektif menuntut adanya kombinasi antara pengetahuan profesional dan keterampilan khusus serta pengalaman dan kualitas personal. Dan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan baru tersebut merupakan salah satu alasan utama guru-guru perlu terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengembangan profesional (Bailey, Curtis, and Nunan 2001). Tujuan dan Pendekatan Pengembangan Profesional Profesionalisasi pekerjaan guru dan dosen itu merujuk pada sebuah proses yang diartikulasikan sebagai suatu konstruksi identitas suatu profesi, kompetensi profesional, tuntutan akses, pelatihan yang relevan, pengembangan karir profesional, dan proses evaluasi unjuk kerja profesional (Tejada, dalam Fernandez, 2013).
Pengertian pengembangan profesional guru
sebagaimana diungkapkan oleh OECD (2009) sebagai berikut, ―Professional development among teachers is defined as the activities that develop an individual‘s skills, knowledge, expertise and other characteristics as a teacher.‖
Berdasarkan batasan tersebut bahwa pengembangan
profesional guru adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, keahlian dan karakteristik individual sebagai seorang guru. Pengembangan profesional guru, itu menurut Blandford (2005) memiliki empat fungsi, yaitu: 1) meningkatkan unjuk kerja individual (enhance individual performance); 2) memperbaiki praktik yang tidak efektif (rectify ineffective practice); 3) menetapkan landasan kerja untuk menjalankan kebijakan (establish the groundwork for the implementation of policy); dan 4) membantu memudahkan perubahan (facilitate change). Dengan mengikuti pengembangan profesional, berarti pula bahwa guru melaksanakan belajar secara terus menerus (lifelong learning) dan mengikuti tuntutan perubahan yang cepat. Pada gilirannya, guru mampu menjalankan dan mendedikasikan dirinya dalam pengabdian pada bidang tugasnya yaitu memberikan layanan yang lebih baik dan berkualitas kepada peserta didik. Berbicara tentang pengembangan profesional dapat dipahami sebagai suatu proses dimana melalui hal tersebut para guru dan dosen dididik atau dilatih guna meningkatkan diri untuk mencapai tingkat kompetensi profesional yang tinggi. Menurut Duke & Stiggins (Fernandez, 2013) pengembangan profesional ini dimaksudkan untuk, ―expand their understanding of self, role, context, and career.‖ Secara lebih khusus, dapat kita katakan, dengan merujuk bahwa pengembangan profesional itu sebagai suatu aktivitas belajar sepanjang hayat, pengembangan profesional itu sebagai suatu proses belajar yang dialami guru selama mengemban tugas profesional, mulai dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sejak awal, pendidikan selama FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ix
ISSN 2502-8723
terlibat dalam tugas profesional, dalam pendidikan penyiapan guru (in-service training). Dengan singkat kita ungkapkan bahwa pengembangan profesional itu dilakukan secara berjenjang untuk diarahkan pada unjuk kerja yang lebih baik. Profesionalisasi sebagai suatu proses bukanlah merupakan tujuan akhir dari pekerjaan, tetapi profesionalisasi ini merupakan proses yang berkelanjutan yang terus diupayakan untuk mengerjakan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan dan berdaya guna (Darling-Hammond, 2005). Pengembangan profesional ini oleh Fernandez (2013) dinyatakan sebagai suatu evolusi yang dibangun dengan maksud untuk menumbuhkan setiap aspek pribadi guru yang pertama dikaitkan dengan integrasi pengetahuan praktik dasar yang diperoleh melalui pengalaman selama mengajar dan praktik profesional, dan yang kedua untuk membantu pertumbuhan dan peningkatan profesional guru (termasuk dosen) yang diterimanya dalam berbagai bentuk pendidikan atau pelatihan. Tujuan dan pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesional guru mencakup tujuan 1) mengkonstruk pengetahuan, 2) mentransfer pengetahuan ke dalam praktik, 3) mempraktikkan sesuatu yang baru dalam pengajaran, 4) meningkatkan refleksi. Kaitan antara tujuan dan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan profesional tersebut sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel : Tujuan dan Pendekatan dalam Rangka Pengembangan Profesional Guru Tujuan Mengkonstruk Pengetahuan Guru-guru, dosen perlu mendalami tentang isi dan dan praktik mengajar practices
Pendekatan
Uraian
Dilakukan melalui Workshop, kelembagaan, kursus, dan seminar
Program imersi dan di dunia kerja da isi pendidikan
Program imersi dalam menemukan isi pendidikan
Menyampaikan Pengetahuan melalui Praktik Guru-guru, dosen menjabarkan pengetahuan atas dasar rancangan pembelajaran dan mengembangkan dalam pembelajaran
Pengembangan dan penyesuaian kurikulum
• Pendampingan atau Mentoring • Kerja sama dengan dunia bisnis industri, perguruan tinggi
Guru, dosen baik secara individu atau kolektif mengumpulkan, mereview, menganalisis, menginterpretasi, dan melaporkan data untuk menyampaikan keputusan yang dibuat, dan sebagainya. Kelompok guru, dosen secara sistematis melakukan kajian-kajian pembelajaran secara kolaboratif dalam hal rancangan pembelajaran, pengajaran, observasi, dan pemberian kritik terkait pelaksanaan pembelajaran, dan
• Pengambilan keputusan yang didasarkan pada data
• Lesson study
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Virtual or blended learning (combination of face-to-face and virtual), difokuskan pada pengalihan pengetahuan dan keterampilan khusus Pengembangan pengalaman secara intensif, dalam hal ini guru menerapkan pengetahuan dan mengembangkan keahlian melalui program imersi dalam situasi nyata misalnya internship, kerja sementara, dan lokakarya singkat Pengembangan pengalaman secara intersif, dalam hal ini guru dilibatkan dalam program imersi untuk mengembangkan isi dan ktereampilan yang berhubungan dengan isi pendidikan Tim guru, dosen mengembangkan dan mengadaptasi kurikulum yang ada untuk dipakai pada masa mendatang. Sebelum dipakai perlu ada uji coba semacam pilot project dan dilakukan revisi Para uru, dosen perlu memperoleh dukungan khusus dari sejawat terutama yang memiliki keahlian dan untuk melakukan kerjasama . Guru-guru, dosen perlu melakukan kegiatankegiatan atau program-program melalui kolaborasi dengan profesional lain.
x
ISSN 2502-8723
Tujuan Pelaksanaan Pengajaran Guru-gru, dosen belajar melalui penggunaan pendekatan, metode baru yang diterapkan di kelas.
Pendekatan
Uraian
Pelaksanaan kurikulum
• Satuan perbaikan kurikulum
• Pelatihan
• Belajaran individual
Melakukan Refleksi Guru-guru, dosen menilai dampak perubahan pada peserta didik, dan memikirkan bagaimana cara-cara untuk memperbaiki, melalui refleksi terkait dengan pelaksanaan cara-cara lain dan mengadapsikan ide-ide untuk keperluan guru.
Kelompok (groups) • Diskusi kasus
• Penelitian Tindakan Kelas
• mengkaji hasil kerja peserta didik
• Jaringan Profesional
melakukan pengulangan untuk perbaikan. Guru-guru, dosen mempelajari kurikulum baru dan melaksanakan secara kolaborasi dengan melalui kajian-kajian pelajaran untuk meningkatkan dan menjamin kualitas tinggi. Guru-guru, dosen mempelajari tentang satuansatuan kurikulum hasil perbaikan dan menerapkan secara kolaborasi ketika melaksanakan kurikulum baru untuk menjamin kualitas yang tinggi. Dukungan institusi, sekolah bagi guru, dosen ketikan mengimplementasikan keterampilan dan srtategi baru yang telah dipelajari melalui kegiatan pelatihan. Dengan menggunakan data peserta didik/mahasiswa untuk tujuan peningkatan, guru/dosen mengejawantahkan pengembangan profesionalnya untuk mengakomodasi kebutuhan, penjadwalan, dan minat-minat. Kelompok guru, dosen mengoragisasi dalam bidang minat umum, untuk meningkatkan belajar peserta didik. Para guru, dosen melakukan diskusi kolegial untuk menganalisis, menafsirkan, dan merefleksikan studi kasus, menerapkan aspekaspek pratis ke dalam situasi yang dihadapi. Para guru, dosen melakukan kajian-kajian dengan kelasnya untuk mengumpulkan data baseline, melihat dampak inovasi pada peserta didik, dan melaporkan hasil-hasilnya. Kelompok guru, dosen mereview hasil hasil kerja peserta didik, untuk meningkatkan keterampilan analisis berkenaan dengan standar, mengembangkan dan memperbaiki rubric, mendapatkan pemahaman secara umum tentang hasil beajar peserta didik yang diharapkan, dan meningkatkan pelajaran. Melakukan interaksi dengan para profesional sejenis untuk memperoleh pemahaman yang sama dan untuk menemukan solusi baru terhadap masalah-masalah praktis misalnyan melalui kelompok kerja sebidang, organisasi profesi, menggunakan kerjasama kolaborasi secara virtual, dan sebagainya.
Sumber: Diadaptasi dan didasarkan pada Dunne; Loucks-Horsley, Hewson, Love, and Stiles; and the Indiana Professional Development Committee for Learning and Technology & Metiri Group.
Penutup Pengembangan profesional guru sebagai suatu proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ditujukan untuk meningkatkan layanan dan praktik. Pekerjaan guru sebagai profesional dimaknai juga sebagai suatu vokasi yang menuntut keahlian, yang selalu dituntut melakukan peningkatan (upgrade) dalam memberikan layanannya.
Guru yang
profesional adalah guru dapat menjalankan bidang tugasnya secara efektif, yag ditandai oleh pemberian layanan dan dedikasi secara tulus ikhlas bagi kemaslahatan peserta didik, yang menjadi tanggung jawabnya.
Daftar Rujukan: FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xi
ISSN 2502-8723
Anderson, L.W. (2004). Increasing teacher effectiveness. (2nd edition) Paris: UNESCO, IIEP. Bailey, K., A. Curtis, and D. Nunan. 2001. Pursuing professional development: The self as source. Ontario, Canada: Heinle and Heinle. Beliner, D. (2001). Learning about learning from expert teachers. International Journal of Educational Research, 35(5), 463-483. Blandford, S (2005). Managing professional development in schools. New York: Taylor & Francis e-Library Borco, H. (2004) Professional development and teacher learning: Mapping the terrain. Educational Researcher, Vol. 33, No. 8, pp. 3-15. American Educational Research AssociationStable URL: http://www.jstor.org/stable/3699979 . Borko, H. (2004). Professional development and teacher learning: Mapping the terrain. Educational Researcher, 33, 3-15. Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.) (1999). Teaching as the learning profession. San Francisco: Jossey-Bass. Darling-Hammond, L. (2000). Teacher Quality and Student Achievement: A review of state policy evidence. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy, University of Washington. Darling-Hammond, L; Bransford, J (eds.) (2005). Preparing teachers for a changing world: whatteachers should learn and be able to do. Hoboken-New Jersey: Jossey-Bass/Wiley. Darling-Hammond, L. (2010). The flat world and education: How America's commitment to equity will determine our future. New York, NY: Teachers College Press. Darling-Hammond, L., & McLaughlin, M. W. (2011). Policies that support professional development in an era of reform. Phi Delta Kappan, 92(6), 81-92. Donaldson, G. (2013) The twenty-first century professional. Dalam, V. V., Vidović, Z. Velkovski (Eds). Teaching Profession for The 21st Century. Belgrade: Centre for Education Policy. Dromantienn, L., Indrašienn, V., Merfeldaitn, O., & Prakapas, R. (2013) Teachers‘ Professional Development: The Case of Lithuania. Dunne, K.A. (2002). Teachers as learners: Elements of effective professional development. Accessed on September 24, 2010 http://scholar.google.com/scholar?q=Dunne,+K.A.+%282002%29.+Teachers+as+learners:+ Elements+of+effective+professional+development&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholar t Evans, Linda (2008) Professionalism, professionality and the development of education professionals. British Journal of Educational Studies, 56 (1). pp. 20-38. Fernandez, J. T. (2013). Professionalisation of teaching in universities: Implications from a training prespective. RUSC, VOL. 10 No 1 | Universitat Oberta de Catalunya | Barcelona, January 2013 | ISSN 1698-580X. http://rusc.uoc.edu. Fullan, M., Hill, P., & Crevola, C. (2006). Breakthrough. Corwin Press. Hargreaves, A. (1992) ‗Foreword‘, in A. Hargreaves and M.G. Fullan (eds) Understanding Teacher Development. London: Cassell. Hawley, W. & Valli, L. (1999). The essentials of effective professional development: A new consensus. In Darling-Hammond, L. & Sykes, G. (Eds.)Teaching as the Learning Profession: Handbook of Policy and Practice.. San Francisco: Jossey-Bass. Hoyle, E. (2001) Teaching: prestige, status and esteem, Educational Management & Administration, 29 (2), 139–152. Indiana Department of Education. (2001). Eight steps to highly effective ―next generation‖ professional development for learning and technology – Public Law 221 and beyond. Indianapolis, IN: Indiana Department of Education. Retrieved on September 24, 2010, from http://www.metiri.com/8steps/. Joyce, B., & Showers, B. (2002). Student achievement through staff development (3rd ed.). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Learning Pointe Associates (2010). Evaluating teacher effectiveness: Emerging trends reflected in the state phase 1: Race to the Top applications. Naperville, IL: Author. Lemke, C. (2010). Professional Development: Ensuring a Return on Your Investment. Commissioned by Intel, Inc. Loucks-Horsley, S., Hewson, P. W., Love, N., & Stiles, K. E. (1998). Designing FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xii
ISSN 2502-8723
professional development for teachers of science and mathematics. Thousand Oaks, CA: Corwin Press, Inc. MacBeath, J. (2012). Future of teaching profession. Cambridge: Education International Research InstituteUniversity of Cambridge Murray, A. (2010). Empowering teachers through professional development. English Teachng Forum. No.1. Nolan, J., & Hoover, L. (2004). Teacher supervision and evaluation: Theory into practice. Hoboken, NJ: John Wiley. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating effective teaching and learning environments: First results from TALIS. Accessed on September 23, 2010 from www.oecd.org/edu/talis/firstresults . Peery, A. B. (2004). Deep change: Professional development from the inside out. Lanham, MD: Scarecrow Education. st
Sockett, H. T. (1996) Teachers for the 21 century: Redefining professionalism. NASSP Bulletin, May, 1996, 22-29. Spalding, M. (2003). Towards continuing education and professional development: Drivers for change in therapy radiography. Journal of Radiotherapy in Practice . Vol.3 No.3 ©GMM. Tejada, José (2013). ―Professionalisation of teaching in universities: Implications from a Training Perspective‖. In: ―Informalisation of Education‖ [online dossier]. Universities and Knowledge Society Journal (RUSC). Vol. 10, No 1, pp. 345-358. UOC. [Accessed: dd/mm/yy]. http://rusc.uoc.edu/ojs/index.php/rusc/article/view/v10n1-tejada/v10n1-tejada-en
ISSN 1698-580X. Wilson, S.M., Floden, R.E., Ferrini-Mundy, J. (2001). Teacher preparation research: current knowledge, gaps, and recommendations. A Research Report Prepared for the U.S. Department of Education. Seattle, WA: Center for the Study of Teaching and Policy. (February).
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xiii
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MAKALAH UTAMA
PROFESIONALISME GURU DAN TRADISI PENELITIAN PENDIDIKAN Laurens Kaluge Universitas Kanjuruhan Malang
Abstract: People regard teaching as a profession. The professional prerequisites, substances and activities are clear in certain instances. Nevertheless the teacher profession is so flexible that may open for everybody to join even neglecting the criteria as set before. Outside the various excesses, the research traditions consider teaching as a central position in educational life. At least in formal education, daily instructional practices in the classrooms are determinants for success in education. This paper presents the research territories covering such teacher professionalism in the area of curriculum implementation, grouping children, and teacher behaviour as taken place in the classrooms. Keywords: teacher professionalism, research tradition, instruction
Apakah menjadi profesional mencerminkan profesionalisme? Bergantung pada konteks, aneka konsep menghasilkan banyak gambaran dengan peluang bermakna jamak. Dalam dunia olahraga, para profesional menunjukkan tingkat kompetitif keterampilan yang berbeda dengan para
amatiran.
Dalam
bidang musik, para
profesional
memiliki
keterampilan
yang
memampukannya tampil melebih yang amatiran. Dalam bidang bisnis, profesional kerap diidentikan dengan ―keberhasilan‖ atau sekurang-kurangnya mengacu pada perilaku yang diharapkan dari orang tertentu dalam pekerjaan atau jabatan khusus. Dalam kancah pendidikan, menjadi seorang guru kelas tidak selalu berhubungan dengan dengan profesionalisasi. Acapkali guru dipandankan dengan para profesional lain tetapi ada pula pendapat yang menganggap ―siapa saja dapat mengajar‖ (Tichenor & Tichenor, 2005). Ciri-ciri keprofesionalan bidang pendidikan yang lazim di tanahair sampai saat ini terbuka pada sejumlah gagasan. Salah satu gagasan vokal yang sejak sekitar empat dekade terakhir dijadikan acuan yaitu yang pernah ditulis oleh Raka Joni (2008) berikut. Pertama, dilakukan dan diakui oleh masyarakat, layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. Ketentuan layanan bidang pendidikan sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, akan tetapi tidak demikian halnya dengan keunikan kualifikasi pemangkupemangku jabatannya; mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat ditemukan tenaga kependidikan yang sebenarnya tidak menunjukkan kualifikasi yang unik sebagai tenaga kependidikan. Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Profesi kedokteran misalnya, dapat menyebutkan sejumlah bidang ilmu yang mendasari teknik serta prosedur kedokteran seperti anatomi, bakteriologi, biokimia, patologi, farmakologi. Namun bagi profesi pendidikan atau katakanlah keguruan, bidang-bidang ilmu penyangganya tidaklah sejelas itu. Bahkan masih cukup banyak pihak yang berpendapat bahwa untuk menjadi guru cukup asal menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan demikian masalah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xiv
ISSN 2502-8723
pokok dalam hal ini adalah: perlukah seorang guru secara sengaja belajar teknik serta prosedur mengajar? Bidang-bidang ilmu mana sajakah yang merupakan landasan bagi teknik serta prosedur mengajar yang dimaksud? Ketiga, diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang dapat melaksanakan pekerjaan profesional. Terhadapnya seperangkat teknik dan prosedur yang dilandasi oleh sejumlah bidang ilmu memang logis mempersyaratkan ―pre-service.‖ Kalau kita perhatikan sejarah perkembangan sistem persekolahan, di Indonesia atau di negara lain, memang pada mulanya para guru yang mengajar bukanlah hasil didikan melainkan hasil ambilan saja: serdadu Belanda atau veteran perang saudara di Amerika Serikat dan sebagainya. Kini keadaan memang telah berubah meski telah tersirat dalam sejumlah kebijakan, belum tercapai tingkatan profesionalisasi yang dikehendaki di pihak lembaga pendidikan guru yang ada, tetapi juga masih cukup banyak praktisi yang ada tanpa melalui pendidikan guru. Bahkan, saking kurangnya persediaan, pemerintah sendiri melakukan pengadaan guru secara darurat. Keempat, dimilikinya mekanisme untuk menjaring sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja. Sebagaimana diutarakan, bidang inilah yang menunjukkan kelemahan paling menonjol dalam profesi keguruan di negara kita. Kelima, dimilikinya organisasi profesional yang di samping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan luar kelompok, terutama berfungsi untuk bukan hanya menjaga akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat termasuk tindak tanduk etis profesional para anggotanya. Bidang inipun menunjukkan kelemahan yang menonjol di negara kita; organisasi tenaga kependidikan yang telah ada belum sepenuhnya berfungsi sebagai suatu organisasi profesi sebagaimana yang belakangan ini lazimnya dikonsepsikan. Apakah yang demikian dalam pendidikan merupakan profesi di negara kita? Apabila kita hanya mencoba menerapkan kriteria di atas terhadap keadaan setting pendidikan di sini, maka jawabannya adalah jelas: pendidikan belum merupakan suatu profesi. Sebaliknya apabila kita mencoba menyelami kebutuhan masyarakat, penanganan usaha pendidikan, mulai dari perencanaannya sampai dengan implementasinya dari hari ke hari, jelas mempersyaratkan tenagatenaga profesional. Penyiapan para pemuda untuk mempersiapkan peranannya di masyarakat melalui sistem magang (anak petani ikut ayah ke sawah; anak nelayan ikut ayah ke laut) jelas sudah tidak memadai lagi di abad 21 ini. Penyiapan manusia di hari esok, sebagaimana hal ini telah dilukiskan, jelas membutuhkan tenaga-tenaga kependidikan yang benar-benar memiliki ―informed responsiveness‖ terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di waktu-waktu yang akan datang. Hanya pendidik macam inilah yang memiliki peluang untuk menyajikan pengalaman belajar yang bermakna bagi para siswa sehingga mereka sekaligus menghayati kebebasan dan tanggung jawab karena mereka diberi kesempatan menghayati peranannya dalam menyongsong hari esok. Profesi guru menempati posisi integral dalam proses homonisasi dan humanisasi insani. Driyarkara (2006) menjelaskan sebagai berikut. Hominisasi merupakan proses pemanusiaan secara umum, yakni memasukkan manusia dalam lingkup hidup manusiawi secara minimal. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xv
ISSN 2502-8723
Berbeda dari binatang, manusia tidak dengan sendirinya bersifat manusiawi sesudah kelahirannya. Itulah arti pentingnya pendidikan. Namun, sesudah masuk dalam lingkup manusiawi dengan memenuhi kodratnya yang niscaya, pendidikan selanjutnya memanusiakan makhluk kecil itu secara khusus dalam proses humanisasi. Humanisasi, menurut Driyarkara, adalah proses yang lebih jauh, kelanjutan dari hominisasi. Dalam proses ini, manusia bisa meraih perkembangan yang lebih tinggi, seperti tampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan. Pendidikan membutuhkan integrasi dari pendidik, begitu juga di zaman ini. Tanpa integrasi orang tidak mungkin menjadi pendidik. Terlepas dari berbagai artikulasi pemaknaan dan pembedahan profesi dan profesionalisme guru, yang pasti, pekerjaan guru diperlukan dan diakui sekurang-kurangnya di lingkungan pendidikan formal dari jenjang paling dasar sampai pada perguruan tinggi. Tradisi penelitian pendidikan telah mewariskan bukti kuat dan pengembangan praktek profesi guru yang pantas bagi dunia pendidikan. TRADISI DALAM PENELITIAN PEMBELAJARAN Dalam konteks yang paling sempit, penelitian tentang profesi guru menukik pada pembelajaran berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan pada jenjang kelas. Penelitian dengan pendekatan input-output umumnya kurang memperhatikan aspek proses yang terjadi di kelas. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan makro juga diperlukan memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus secara luas pada institusi sekolah yang berkenan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah, individu-individu yang terlihat di sekolah baik guru, siswa dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain (Creemers & Kyriakides, 2015; Stewart et al, 2015; Kennedy, 2016). Jenis studi yang banyak mengkaji keberadaan sekolah pada tingkat mikro adalah studi mengenai keefektifan sekolah, yang melihat faktor masukan, proses dan keluaran atau dampak sekolah secara keseluruhan serta bagaimana hubungan yang terjadi antara input dengan proses dan proses dengan output atau outcome sekolah. Salah satu objek penelitian keefektifan sekolah adalah ruang kelas. Kelas sebagai unit terkecil dari sekolah merupakan poros bagi roda pendidikan karena di situ merupakan tempat sentral kegiatan belajar mengajar. Sejumlah penelitian baik berskala nasional maupun internasional menemukan keefektifan pendidikan terutama berkaitan dengan proses pengajaran yang berlangsung di kelas. Penelitian tentang pembelajaran pun banyak mengambil objek di kelas. Menurut Creemers (1994), penelitian terhadap pembelajaran berhubungan dengan aspekaspek pendidikan pada level kelas. Aspek-aspek tersebut adalah Curricula (kurikulum), Classroom grouping (pengelompokan kelas) dan Teacher Behaviour (perilaku guru). Wake dan Bunn (2016) menegaskan bahwa ketiga aspek tersebut adalah variabel penting yang menentukan keefektifan pendidikan pada level kelas. Dalam penelitian pembelajaran, sejumlah tradisi dijadikan patokan. Tradisi ini bukan hanya memprihatinkan pada bagaimana penelitian itu dilakukan (proses atau produk) tetapi juga FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xvi
ISSN 2502-8723
isu-isu dominan dalam pengajaran. Misalnya, pada satu periode penelitian berfokus pada kurikulum dan buku-teks, pada periode yang lain berfokus pada pengelompokan kelas, dan pada yang lain lagi mengenai implementasi kurikulum. Bahkan sering penelitian baru muncul sebagai reaksi terhadap hasil penelitian sebelumnya. Pembahasan berikut akan memaparkan tinjauan singkat mengenai sejarah tiga tradisi penelitian dan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari tiga tradisi tersebut. Tinjauan penelitian ini sebagian besar dari Amerika Serikat dan ditambah dengan pendekatan empiris dari Eropa, pendekatan hermeneutik dan fenomenologi dari Jerman, Belanda dengan kombinasi Eropa dan pendekatan konstruktivis dari Rusia dan Inggris dengan tradisi kualitatif-sosiologisnya yang kental. Tradisi Dalam Penelitian Kurikulum Pemakaian istilah kurikulum dari waktu ke waktu berbeda-beda dalam dunia pendidikan, terutama di negara-negara Eropa. Taba (1962) menyatakan bahwa kurikulum adalah dokumen perencanaan pengajaran yang terdiri atas proses pendiagnosisan kebutuhan, perumusan tujuan, penyeleksian isi, pengorganisasian isi, penyeleksian pengalaman belajar, dan penentuan evaluasi dan alatnya. Ada tiga tahap penggunaan istilah kurikulum (Creemers, 1994): (1) pada mulanya kurikulum merupakan dokumen sekolah yang berisi informasi tentang jadwal pelajaran, tujuan, sasaran, dan metode, (2) selanjutnya istilah kurikulum dipakai untuk buku-teks, (3) dewasa ini kurikulum memuat dua dokumen utama di sekolah yaitu rencana pekerjaan sekolah (the school working plan) yang berisi informasi dalam kurikulum (tujuan, sasaran dan metode), dan rencana kegiatan sekolah (the school activity plan) yang berisi informasi tentang cara sekolah mencapai tujuannya. Tetapi Creemers sendiri menggunakan istilah kurikulum sebagai representasi dari bahan-bahan yang digunakan oleh guru dan siswa dan proses pembelajaran di kelas. Ada beberapa hasil penelitian yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan tradisi dalam penelitian kurikulum. Pertama, penelitian perbandingan terhadap kurikulum (misalnya Chall, 1967; dan Mueller, 1964) menunjukkan hasil yang berbeda dalam satu kurikulum yang sama. Kadang-kadang kurikulum menunjukkan hasil yang salah pada anak yang pintar tetapi kurikulum itu berhasil pada anak-anak yang kurang pandai. Hal ini menunjukkan bahwa guru dan kelas bagi setiap siswa itu berbeda sekali, walaupun digunakan kurikulum yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut akibat dari perbedaan karakteristik siswa seperti kemampuan, status-sosio-ekonomi dan jenis kelamin. Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan apakah guru ataukah kurikulum yang membuat perbedaan-perbedaan ini. Sebagai tambahan, penelitian pada perbedaan-perbedaan antara guru yang menggunakan kurikulum ketika dikembangkan materi ―Teacher Proof‖ (Coleman et al., 1966; dan Jencks et al., 1972) menyimpulkan bahwa guru-guru dan sekolah bermasalah. Porter dan Brophy (1988) menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum ―teacherproof‖ sebagai akibat dari rendahnya harapan sekolah dan guru.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xvii
ISSN 2502-8723
Kedua, studi yang dilakukan oleh Rand Corporation (Berman dan Mclaughlin, 1978; Hall dan Louck, 1977) dan analisis yang dilakukan oleh Fullan dan Pomfret, (1977) mengangkat faktor-faktor yang menghambat implementasi inovasi pendidikan (program kebijakan pemerintah federal, kurikulum atau buku-teks). Fullan dan Pomfret menyebut sejumlah faktor yang menentukan apakah sebuah inovasi akan diimplementasikan atau tidak. Faktor-faktor tersebut terdiri atas upaya yang diperlukan dalam implementasi (keeksplisitan, kompleksitas, strategi dan dukungan sumber daya) dan konteks inovasi (misalnya pengalaman inovasi, peranan kepala sekolah, hubungan antara anggota team). Ketiga, studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti di Belanda menunjukkan hasil implementasi yang mengejutkan (Creemers, 1994; Kaluge & Creemers, 2005). Mereka menyimpulkan bahwa pelatihan (training) tidak cocok dengan profesi guru. Studi yang dilakukan oleh Snippe (1991) menunjukkan bahwa sesi pelatihan dan konsultasi kelas semata menyita waktu pada presentasi. Perbandingan dengan pengaruhnya pada guru yang mengikuti sesi pelatihan tetapi tidak menerima konsultasi kelas, dan konsultasi itu sendiri tidak memiliki pengaruh pada tingkah laku guru. Intervensi terstruktur cenderung menjadikan implementasi positif. Keempat, penelitian terhadap variasi guru memberikan perhatian pada cara mengajar mata pelajaran. Van Batenburg
(1988) dalam penelitian terhadap penggunaan bahasa kurikulum,
menyimpulkan bahwa pembuat kurikulum memberikan petunjuk imperatif bagi praktek pendidikan. Harskamp (1988) yang meneliti variasi dalam kurikulum matematika menemukan guru yang menggunakan kurikulum tradisional dengan pembelajaran individual menunjukkan sedikit variasi pada presentasi materi, sementara guru yang menggunakan kurikulum yang lebih realistis atau yang lebih relevan dengan menekankan alasan matematis dalam tugas sehari-hari lebih meragamkan materi tetapi kurang pada pengajaran individual. Perbedaan-perbedaan dalam penggunaan ini tergantung pada variasi isi yang terkait (content-related variation) antara tradisional dan kurikulum yang lebih realistik. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan dalam kurikulum tidak menimbulkan perbedaan dalam prestasi. Kelima, penelitian kurikulum Bahasa Inggris pendidikan dasar di Belanda yang dilakukan oleh Edelenbos (1990). Penelitian ini secara spesifik melihat bagaimana Bahasa Inggris diajarkan di pendidikan dasar yang berbeda secara eksplisit. Ada yang menekankan pada pengajaran tata bahasa (grammar) sedangkan yang lain memberi perhatian pada komunikasi (communication) antara siswa. Dalam penelitian ini, sekelompok guru mengikuti kurikulum dengan kaku dan kelompok lain cenderung menuruti pendapat pribadi mereka pada cara bahasa Inggris diajarkan. Tetapi variasi prestasi aktual terbukti lebih rendah pada siswa yang diajar dengan kurikulum berorientasi pada tata bahasa (grammar-oriented curricula) daripada siswa yang berorientasi-ajar pada komunikasi. Data yang dipaparkan di atas tidak mengarah pada kesimpulan bahwa kurikulum sekolah (school curriculum) tidak penting dalam menentukan perolehan kemampuan kognitif siswa. Kyriakides et al (2002) dan Muijis et al (2014) mengungkapkan temuan bahwa variasi antara kurikulum tidak menimbulkan perbedaan yang signifikan dalam prestasi perilaku guru, intensitas
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xviii
ISSN 2502-8723
penggunaan kurikulum dan semua yang dilakukan oleh guru lebih penting daripada sekedar implementasi kurikulum. Penelitian perbandingan internasional terhadap kurikulum kadang-kadang muncul dalam penelitian pendidikan, mengungkapkan pentingnya kurikulum, ketika kurikulum memberikan tujuan dan isi yang jelas bagi pendidikan pada level kelas. Tetapi bagaimana cara guru menggunakan kurikulum adalah penting (Jones & Jones, 2013). Perspektif yang dipercaya pada implementasi kurikulum hanyalah sebuah ilusi yang tidak memberikan rasa keadilan pada guru yang profesional. Guru tidak hanya semata melaksanakan kurikulum, mereka juga harus membuat keputusan yang independen berdasarkan konteks kelas mereka, anak-anak mereka di dalam kelas, dan pendapat profesional mereka sendiri. Tradisi Dalam Penelitian Pengelompokan di Kelas Pengelompokkan siswa seringkali dilaksanakan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Sebagian besar sistem pendidikan Belanda, terutama pendidikan menengah, berdasarkan perbedaan-perbedaan siswa. Hal ini menyebabkan perbedaanperbedaan pula dalam sistem pendidikan menengah (secondary education) dengan jalur yang terpisah bagi pendidikan kejuruan dan pendidikan umum, dalam 3 jenjang yaitu rendah (lower), menengah (intermediate) dan tinggi (higher). Pada pendidikan dasar (primary education) variasi dalam prosedur pengelompokan dalam kelas (within-class grouping) dapat dijumpai sebagai pelengkap pengajaran secara keseluruhan. Pengelompokkan antara kelas (between-class grouping) sangat tidak umum dilakukan tetapi meningkat di pendidikan dasar, dengan penekanan baru pada kebutuhan siswa. ―Within-class grouping‖ terdiri atas pengelompokkan belajar tertentu (groupbased mastery grouping) dan pengajaran individual (individual instruction). ―Between-class ability grouping‖ yang juga dikenal sebagai penjurusan (streaming) atau penjaluran (tracking) dalam pendidikan dasar dan menengah di Inggris sejak lama (Barker-Lunn, 1970). Setelah tahun 1970-an, situasi seperti ini berubah ketika sekolah komprehensif (comprehensive schools) dibangun. Selama itu, sebagian besar bentuk ―between-class ability grouping‖ dianggap sebagai pencemaran kesakralan (Gregory, 1984). Pada masa ini di Inggris baik ―between-class‖ maupun ―within-class grouping‖ tidak dilaksanakan dengan baik sehingga hanya digunakan di sebagian tempat (Kerckhoff, 1986). Di Amerika Serikat, ―tracking‖ hampir masih universal dalam pendidikan menengah dan pendidikan dasar walaupun ada pergerakan ke arah ―de-streaming‖, terutama pada kelas menengah (middle grades) (Slavin, 1987a, 1987b). ―Within-class ability grouping‖ biasa dilakukan dalam pendidikan dasar terutama pada pengajaran membaca. Group-based mastery learning juga dipraktekkan dalam pendidikan dasar dan menengah untuk mengurangi jumlahnya. Penelitian literatur tentang pengelompokkan kelas juga ada baik nasional maupun internasional. Seperti halnya penelitian perbandingan terhadap kurikulum, implementasi pengelompokkan berbeda-beda bentuknya, baik pada mata pelajaran maupun cara guru mengaplikasikan pengelompokkan.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xix
ISSN 2502-8723
Dalam hal mata pelajaran (school subjects), Reezigt dan Weide (1989) menemukan perbedaan yang besar antara bahasa dan matematika misalnya 43% guru menggunakan pengajaran seluruh kelas (whole-class instruction) untuk bahasa dan 13% untuk matematika, mastery learning digunakan oleh 19% guru untuk bahasa dan 31% untuk matematika. Baik Reezigt et al. (1986) maupun Wolbert et al. (1986) menyimpulkan bahwa prosedur pengelompokkan seringkali tergantung pada kurikulum yang digunakan guru, dan sejauh mana guru dapat mengadopsi pengajaran pada kebutuhan individual di kelas tergantung beberapa faktor: (1) tersedianya materi pengajaran dan kemungkinan perbedaan (2) kemungkinan bagi pengelompokkan siswa dalam ruangan terpisah dalam ruang kelas, dan (3) kapasitas guru untuk mengevaluasi siswa (Janssens, 1986). Perilaku guru dan kapasitas guru membawa dampak yang diharapkan dari pengelompokkan seperti yang ditunjukkan oleh munculnya ―prosedur pengelompokkan campuran‖ (mixed-grouping procedures) dan faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi implementasi pengelompokkan. Penelitian terhadap pengelompokkan seperti halnya penelitian terhadap kurikulum, berangkat dari penelitian dampak yang dihubungkan dengan debat emosional tentang manfaat dan kerugian dari prosedur pengelompokkan tertentu, ke penelitian terhadap komponen-komponen pengelompokkan yang berhubungan dengan prestasi pada kelompokkan siswa yang berbeda. Penelitian Perilaku Guru Penelitian terhadap guru merupakan isu yang penting dalam penelitian pendidikan. Hal ini disebabkan karena guru merupakan salah satu unsur utama dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu, peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan di antara murid-murid suatu kelas‖ Karakteristik tersebut didasarkan pada penelitian tentang pengajaran dan keefektifan sekolah. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dikemukakan itu bukanlah satu-satunya pilihan yang didasarkan kepada bukti empiris dan teoritis. Getzels dan Jackson (1963) memulai penelitian terhadap guru dengan memfokuskan pada kepribadian dan karakteristik guru. Mereka mereviu 800 penelitian yang dipublikasikan setelah tahun 1950 yang berkaitan dengan domain guru seperti sikap, nilai, kepentingan, kebutuhan, faktor kepribadian, hasil penggunaan teknik proyektif, kognitif dan sebagainya. Tetapi menurut pendapat mereka, penelitian terhadap kepribadian dan karakteristik guru tidak bisa dihubungkan dengan penelitian tentang keefektifan guru (teacher effectiveness). Selain Getzels dan Jackson, Borich (1988) juga meneliti tentang kepribadian dan karakteristik guru dengan mempublikasikan sejumlah karakteristik guru yang telah diteliti secara umum. Adapun karakteristik tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik Guru Yang Umum Diteliti Personality Permissiveness Dogmatism Authoritarianism AchievementMotivation Introversionextraversion
Attitude Motivation to teach Attitude towards children Attitude towards teaching Attitude towards
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Experience Years of teaching experience Experience in subject taught Workshop attended
xx
Aptitude/achievement National teacher exam Graduate record exam Scholastic aptitude test (Verbal & quantitative) Special ability test (e.g. reasoning ability,
ISSN 2502-8723
Abstractnessconcreteness Directnessindirectness Locus of control Anxiety 1. general 2. teaching
authority Attitude towards self (Self-concept) Attitude towards subject taught Vocational interest
Graduate courses taken Degrees held Professional papers written
verbal fluency) Grade point average 1. Overall 2. In major subject Professional recommendations Students evaluation of teaching effectiveness Student teaching evaluations
Sumber : Borich, 1988. Kritik terhadap penelitian kepribadian dan karakteristik guru kemudian bermunculan. Creemers (1994) mengatakan bahwa penelitian seperti ini sudah terlalu jauh menyimpang dari kegiatan aktual dalam kelas sehingga tidak bisa menjadi prediktor yang baik bagi perilaku guru dalam kelas. Oleh karena itu, menurutnya diperlukan penelitian keefektifan guru yang mengarah pada peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Kemudian muncul paradigma baru mendominasi penelitian selama beberapa dekade yaitu ―process-product paradigm‖ (paradigma proses-produk) yang juga dikenal sebagai paradigma kriteria keefektifan (criterion for effectiveness paradigm) sejak tujuh dasawarsa lalu (Gage, 1963). Pendekatan ini mencari proses (perilaku guru seperti guru mengajar, teknik dan strategi) yang menyebabkan produk pendidikan berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Tetapi paradigma proses-produk dikritik oleh beberapa ahli. Misalnya, Doyle (1986) menyatakan bahwa paradigma berdasarkan hanya pada dua kelompok variabel (produk) : variabel guru (proses) dan variabel output (produk), tanpa memperhatikan hal lain yang muncul pada perilaku siswa. Misalnya alat-alat yang digunakan dalam kelas seperti kurikulum. Dengan membuat paradigma alternatif yang disebut dengan ―Mediating Paradigm‖ yang mencoba menghubungkan atau mempertemukan paradigma proses-produk, menekankan pada proses intermediasi antara mengajar dan belajar, ekologi kelas dan menemukan alasan mengapa siswa belajar. Jadi Doyle lebih condong pada pendekatan empiris (empirical approach). Kritik juga datang dari pendekatan kualitatif terhadap pendekatan empiris kuantitatif. Guba (1978) menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif tidak memberikan cukup informasi tentang kekayaan pendidikan dalam kelas. Kritik yang tak kalah menariknya dari penelitian Clark dan Yinger (1979), Shavelson (1983), dan Shulman (1986) yang berfokus pada penelitian perilaku yang tidak langsung dapat diobservasi yang berhubungan dengan faktor-faktor tersembunyi seperti pikiran dan keputusan. Penelitian mereka menggunakan pendekatan kognitif (cognitive approach) pada pengajaran, pikiran, proses kognitif dan membuat keputusan. Menurut Winne (1987) proses kognitif guru dan siswa merupakan ―kotak hitam‖ (black box) dalam proses penelitian produk. Menurutnya dalam metodologi mediasi kognitif, variabel proses tidak penting tetapi yang lebih penting adalah proses kognitif dari siswa. Perseteruan antar paradigma meningkat selama beberapa dekade terakhir. Akan lebih berguna apabila membiarkan perseturuan tersebut menkristal dan mengecek teori dan metodologi ide dan pandangan dari perseteruan tersebut. Tradisi yang tidak valid akan tenggelam atau hilang seperti halnya penelitian pada kepribadian dan karakteristik guru. Perkembangan wawasan selama FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxi
ISSN 2502-8723
dekade terakhir sedang terjadi dan membuahkan gagasan yang lebih komprehensif (Kyriakides, 2005; Creemers & Kyriakides, 2015) untuk membuktikan betapa penting dan saling berkaitan antara perilaku guru, pengelompokan peserta didik dan kurikulum. Ketiga aspek tersebut tidak terlepas dari konteks sekolah yang berciri multilevel serta tersubordinasi terhadap profesionalisme guru.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxii
ISSN 2502-8723
Prosedur pengelompokan Belajar tuntas Kemampuan pengelompokan Belajar kooperatif Tergantung pada : Materi yang berbeda Evaluasi Kurikulum Umpan-balik Pengajaran korektif Keluasan tujuan dan isi
Kualitas Pengajaran
Susunan dan kejelasan isi Pengelolaan yang memadai Evaluasi Umpan-balik Pengajaran korektif
Kurikulum Prosedur pengelompokan Perilaku guru
Perilaku Guru Manajemen kelas Pekerjaan Harapan yang tinggi Setting tujuan yang jelas Tujuan yang terbatas Penekanan pada kemamampuan dasar Penekanan pada belajar kognitif dan transfer Penyusunan bahan Kesesuaian tujuan dan isi Pengelolaan yang baik Prioritas pengetahuan Kejelasan penyajian Pertanyaan Pemberian pengalaman langsung Evaluasi Umpan balik Gambar 1 : Kerangka Penelitian Pembelajaran Pengajaran korektif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxiii
ISSN 2502-8723
PENUTUP Para peneliti, ahli dan praktisi pendidikan mengalihkan perhatiannya dari satu komponen ke komponen yang lain dalam menyikapi komponen guru dan kurikulum. Kurikulum diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan, jika hanya guru menggunakan materi seperti apa yang mereka inginkan. Pendekatan ini bertujuan untuk mencari kurikulum yang paling efektif walaupun tidak mungkin membuat pernyataan secara empiris tentang kurikulum, waktu, dan penelitian sekali lagi membuktikan bahwa guru bukanlah semata-mata eksekutor. Mereka tidak mengikuti kurikulum tetapi menggunakan kurikulum dengan cara mereka sendiri di dalam mendesain pendidikan di kelas. Oleh karena itu perbedaan di dalam perilaku guru dan prestasi siswa kadangkadang lebih luas di dalam kurikulum dibandingkan dengan antar kurikulum. Perubahan yang sama terjadi pada penelitian tentang pengaruh pengelompokkan di dalam praktek pendidikan di sekolah. Guru tidak selalu melakukan pengelompokkan sesuai dengan yang diharapkan. Perhatian lebih banyak diberikan sekarang pada komponen-komponen di dalam prosedur pengelompokkan yang memberikan kontribusi pada aneka faktor-faktor kelas lainnya yang mempengaruhi pengelompokkan. Penelitian terhadap pengajaran dikembangkan dari masa di mana kepribadian guru itu menjadi pusat perhatian, penelitian terhadap karakteristik guru yang baik, dan ke karakteristik proses. Penelitian terhadap karakteristik berfokus pada pertanyaan perilaku guru yang mana yang efektif, yaitu yang menimbulkan peningkatan pada pengetahuan dan keterampilan siswa. Perilaku guru yang efektif ini berhubungan dengan komponen yang lain dalam pendidikan di tingkat kelas yaitu kurikulum dan pengelompokkan kelas. Hasil dari berbagai tradisi penelitian menjadi interrelasi dan integrasi bagi perkembangan praktek pendidikan dan teori pendidikan yang memperkuat penjelasan teori dan memperbaiki praktek pendidikan. Tanggung jawab profesional, kompetensi guru dan seluruh perilaku pengajarannya sepertinya menjadi poin yang baik untuk melakukan pembahasan hasil-hasil penelitian saat ini.
DAFTAR PUSTAKA Barker-Lunn, J.C. 1970. Streaming in the Primary School. Slough: NFER. Batenburg, Th. A. Van (1988). Een evaluatie van taalmethoden (An Evaluation of language curricula). Groningen: RION. Berman, P., & Mclaughlin, M. 1978. Federal programs Supporting Educational Change; Vol. VIII, Implementing and Sustaining Innovations. Santa Monica, CA: Rand Corporation. Borich, G.D. 1988. Effective Teaching Methods. Columbus, Ohio: Merrill. Chall, J.S. 1967. Learning to Read: The Great Debate. New York: McGraw-Hill. Clark, C.M., & Yinger, R.J. 1979. ‗Teacher thinking‘. In P.L. Peterson and H.J. Walberg (eds), research on Teaching. Berkeley, CA: McCutchan. Coleman, J. S., Campbell, E., Hobson, C., McPartland, J., Mood, A., Weinfeld, F., & York, R. 1966. Equality of Educational Opportunity. Washington, DC: US Government Printing Office. Creemers, B.P.M. 1994. The Effective Classroom. London: Cassell. Creemers, B. & Kyriakides, L. 2005. Establishing links between Educational Effectiveness Research and improvement practices through the development of a dynamic model of educational effectiveness. Paper presented at the 86th Annual Meeting of the American Educational Research Association. Montreal, Canada. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxiv
ISSN 2502-8723
Creemers, B. & Kyriakides, L. 2015. Developing, testing, and using theoretical models for promoting quality in education. School Effectiveness and School Improvement, 26(1), 102-119. Doyle, W. 1986. ‗Classroom organizational and management‘. In M.C. Wittrock (ed), Handbook of Research on Teaching, 3rd edn, pp. 392-431. New York: Macmillan. Driyarkara, N. 2006. Hominisasi dan Humanisasi. Dalam A. Sudiarja et al. (Eds). Karya Lengkap Driyarkara – essai-esai filsafat pemikir yang terlibat penuh dalam perjuangan bangsanya. (pp 257-465). Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama. Edelenbos, P. 1990. Leergangen voor Engels in het basisonderwijs vergelekan (A comparison of courses for English in Dutch primary education). Groningen: RION. Fullan, M. & Pomfret, A. 1977. ‗Research on curriculum and instruction implementation‘. Review of Educational Research, 47, 335-97. Gage, N.L. 1963. ‗Paradigms for research on teaching‘. In N.L. Gage (ed). Handbook of Research on Teaching, pp. 94-141. Chicago: Rand McNally. Getzels, J.W., & Jackson, P.W. 1963. ‗The teacher‘s personality and characteristics‘. In N.L. Gage (ed), Handbook of Research on Teaching, pp. 506-82. Chicago: Rand McNally. Gregory, R.P. 1984. ‗Streaming, setting and mixed ability grouping in primary and secondary schools: some research findings‘. Education Studies,10 (3), 209-26. Guba, E.G. 1978. Toward a Methodology of naturalistic Inquiry in Educational Evaluation. Los Angeles: Center for Study of Evaluation. Hall, G., & Louck, S. 1977.‘A developmental model for determining whether the treatment is actually implemented‘. American educational Research Journal, 14, 263-76. Harskamp, E.G. 1988. Rekenmethodern op de proef gesteld (Arithmetic curricula put to the test). Groningen: RION. Janssens, F. J. G. 1986. De evaluatiepraktijken van leerkrachtern (Evaluation practices of teachers). Arnhem: CITO. Jencks, C., Smith, M., Acland, H., Bane, M.J., Cohen, D., Gintis, H.,Heyns, B., & Michelson, S. 1972. Inequality: A Reassessment of the Effects of Family and Schooling in America. New York: Basic Books. Jones, J.L., & Jones, K.A. 2013. Teaching Reflective Practice: Implementation in the TeacherEducation Setting. Teacher Educator, 48(1), 73-85. Kaluge, L., & Creemers, B.P.M. 2005. Teori dan Praktek Keefektifan Pendidikan: kelas, sekolah, dan kebijakan. Surabaya: UNESA Press. Kennedy, M. 2016. Parsing the Practice of Teaching. Journal of Teacher Education, 67 (1), 6-17. Kerckhoff, A.C. 1986. ‗Effects of ability grouping in British secondary schools‘. American Sociological Review, 51, 842-58. Kyriakides, L. 2005. Extending the comprehensive model of educational effectiveness by an empirical investigation. School Effectiveness and School Improvement, 16(2), 103-152. Kyriakides, L., Campbell, R.J., & Christofidou, E. 2002. Generating criteria for measuring teacher effectiveness through a self-evaluation approach: A complementary way of measuring teacher effectiveness. School Effectiveness and School Improvement, 13 (3), 291-325. Mueller, H. 1964. Methoden des Erstleseunterricicths und ihre Ergembnisse (Curricula for beginning reading instruction and their effects). Meisenheim am Glan: Verlag Anton Hain KG. Muijs, D., Kyriakides, L., Werf, G.v.d., Creemers, B., Timperley, H., & Earl, L. 2014. State of the art - teacher effectiveness and professional learning. School Effectiveness and School Improvement, 25(2), 231-256. Porter, A. C. and Brophy, J. (1988). ‗Synthesis of research on good teaching; insights from the work of the Institute fir Research on Teaching ‗. Educational Leadership, 46,74-85. Raka Joni, T. 2008. Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM dan Cakrawala Indonesia. Reezigt. G. J., & Weide, M.G. 1989. Effecten van defferentiatie: resultaten survey-onderzoek (Effects of grouping: a survey study). Groningen: RION. Reezigt. G. J., Dijk, M.H. van, & Bosveld, J. J.F. 1986. Differentiatie op de basisschool (Grouping in primary education). The Hague: SVO. Shavelson, R. J. 1983. ‗Review of research on teachers‘ pedagogical judgments, plans and decisions‘. Elementary School Journal, 83 (4), 392-413. Shulman, L.S. (1986). ‗Paradigms and research programs ini the study of teaching: a contemporary perspective‘. In M. C. Wittrock (ed.) , Handbook of Research on Teaching, 3rd edn, pp. 3-36. New York: Macmillan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxv
ISSN 2502-8723
Slavin, R. E. 1987a. ‗Mastery learning reconsidered‘. Review of Educational Research, 57 (2), 175-213. Slavin, R. E. 1987b. Cooperative Learning; Theory, Research and Practice. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Snippe, J. (1991). In-service training voor lerkrachten: een studie naar het effect van in-service training op de implementatie can een curriculum en op de leerprestaties (In-service for teachers: a study on the effectiveness of in-service training on the implementation of a curriculum and pupils‘ achievement). Groningen: RION. Stewart, A.R., Scalzo, J.N., Merino, N., & Nilsen, K. 2015. Beyond the Criteria: Evidence of Teacher Learning in a Performance Assessment. Teacher Education Quarterly, 42 (3), 3358. Taba, H. 1962. Curriculum Development, Theory and Practice. New York: Harcourt, Brace and World. Tichenor, M.S., & Tichenor, J.M. 2005. Understanding teachers‘ perspectives on professionalism. Professional Educator, 27(1), 89-95. Wake, D., & Bunn, G. 2016. Teacher Candidate Dispositions: Perspectives of Professional Expectations. Teacher Educator, 51 (1), 33-54. Winne, P. H. 1987. ‗Why process-product research cannot explain process-product findings and a proposed remedy; the cognitive mediational paradigm‘. Teaching and Teacher Education, 3(4), 333-56. Wolbert, R., Schaap, W., & Span, P. 1986. Individualisering en differentiatie in de basisscholl (Individualization and grouping in primary education). The Hague: SVO.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxvi
ISSN 2502-8723
ISSN 2502-8723 Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar .......................................................................................................................
ii
Susunan Panitia Penyelenggara ..............................................................................................
iii
Makalah Utama ......................................................................................................................
iv
Daftar Isi .................................................................................................................................
xxvi
PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI DAN SEKOLAH DASAR Ari Metalin Ika Puspita ...........................................................................................................
1
INOVASI DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ―COCOK‖ BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF Debrine Stefany .......................................................................................................................
7
PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SDMELALUI DONGENG TANTRIKAMANDAKA Endang Sri Maruti ...................................................................................................................
17
MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fina Dwi Rosita Dewi .............................................................................................................
31
PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DINI Anisa Fajriana Oktasari ...........................................................................................................
39
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PRE-SERVICE TRAINING BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMA UNTUK CALON GURU PROFESIONAL Eliasanti Agustina ....................................................................................................................
49
PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI MAHASISWA Fetty Nuritasari ........................................................................................................................
59
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Galuh Kartiko ..........................................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxvii
70
ISSN 2502-8723
PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS V Adipta ......................................................................................................................................
84
PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto ..........................................................................
90
―CHEMISTRY‖ ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE STUDENT‘S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT Ninik Suryatiningsih ................................................................................................................
102
BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER Nur Samsiyah ..........................................................................................................................
119
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd ......................................................................................
129
PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA MANIPULATY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi ..............................................................................
138
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG Riana Nurmalasari ...................................................................................................................
147
IMPROVING STUDENTS‘ READING COMPREHENSION USING QUESTION ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG Tri Wahyuni .............................................................................................................................
154
PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TERBUKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Supriyanto ................................................................................................................................
162
PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Ninik Indawati .........................................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxviii
176
ISSN 2502-8723
PENGGUNAAN ANIMASI KOMIK DARI PROGRAM MACROMEDIA FLASH UNTUK MEREDUKSI BURNOUT SISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN AKUNTANSI Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd. ................................................................................................
190
PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana ...............................................
196
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PROYEK Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara .............................................................
204
BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA BAGI KONSELOR PROFESIONAL Galang Surya Gumilang ..........................................................................................................
211
KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN KEBUTUHAN DU/DI Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari ..............................................
221
PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP DAN MTS YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER) Sri Panca Setyawati .................................................................................................................
229
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS SISWA KELAS X MAN MALANG I Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri .....................................
238
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA Siti halimatus ...........................................................................................................................
245
DESKRIPSI METAKOGNISI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM PEMECAHAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT DENGAN MENGGUNAKAN MAPPING MATHEMATICS Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara .......................................................................
252
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA EKONOMI Ema Surahmi ...........................................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxix
266
ISSN 2502-8723
KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN DOSEN DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KONTEKS SEKOLAH Adi Surya Irawan .....................................................................................................................
272
PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF PENGINDERAAN JAUH TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI Fitria Hanim, Sumarmi, Ach. Amirudin ..................................................................................
283
SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN Mety Toding Bua .....................................................................................................................
292
ANALISIS KEMAMPUAN SISWA DENGAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAHLANGKAH POLYA Tohir Zainuri, Abdur Rahman As‘ari, I Made Sulandra .........................................................
300
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PERCOBAAN SAINS SEDERHANA Veny Iswantiningtyas ..............................................................................................................
308
EMPOWERING EFL STUDENTS WITH METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING STRATEGIES: DOES IT WORK? Agus Sholeh.............................................................................................................................
314
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI Ifa Nurhayati ...........................................................................................................................
321
KERANGKA MAKRO PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI INDONESIA Sujito........................................................................................................................................
340
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERCIRIKAN PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA PADA MATERI PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT UNTUK KELAS X SMK NUR AINI Nur Aini, Indah Hermianty, Toto Nusantara, Abdul Qohar ....................................................
359
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI KALOR Muhammad Sayyadi, Arif Hidayat, Muhardjito ..................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxx
369
ISSN 2502-8723
ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERTINGKAT PADA PEMBELAJARAN IPA SMP MATERI INDRA PENGLIHATAN DAN ALAT OPTIK Titik Widyastuti, Markus Diantoro, Munzil ............................................................................
377
PROSES PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA SMK BERBASIS DARING KOMBINASI SEBAGAI PENDAMPING PRAKTIK KERJA LAPANGAN Sri Munarsih, Wartono dan Lia Yuliati ...................................................................................
386
PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN SAINS KELAS IV SDN KEDUNGKANDANG II MALANG Arief Rahman Hakim...............................................................................................................
391
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF KOLABORATIF SENI TARI SMP Gusyanti ...................................................................................................................................
396
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL (SOCIAL SKILLS) SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING Laila nur safitri ........................................................................................................................
401
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA Yusy Octaviana, Choirul Huda................................................................................................
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
xxxi
411
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL DI SEKOLAH DASAR Ari Metalin Ika Puspita Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected]
Abstrak Pembelajaran berbasis kontekstual merupakan proses dari belajar yang menghubungkan konsep yang dipelajari siswa dengan lingkungan terdekat siswa, sehingga menimbulkan sinergi antara penerapan pengetahuan yang telah didapat siswa dengan kehidupan nyata siswa. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pendekatan alamiah pengetahuan yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual di sekolah dasar mampu memberikan penekanan pada siswa tentang penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, pemodelan, informasi, dan data dari berbagai sumber yang mengaitkan dengan lingkungan sekitar siswa. Kata kunci : Pembelajaran kontekstual, sekolah dasar Abstract Contextual-based learning is a learning process that connect the concepts students learning and immediate students environment, it can make synergy between the application of knowledge that has been gained students with real-life students. Contextual learning can be regarded as a learning approach that emphasizes the natural approach to knowledge that will be studied. Contextual learning in primary school can give emphasis to the students about the use of higher-order thinking, knowledge transfer, modeling, information, and data from various sources that relates to the environment students. Key words: Contextual-based learning, primary school
pasif . Situasi pembelajaran yang demikian
PANDAHULUAN Pada usia sekolah dasar masih berada
tidak memberi kesempatan kepada siswa
pada tahap operasional konkret. Pemaknaan
untuk mengembangkan kompetensi yang
dalam materi pembelajaran pada usia ini
dimiliki. Sehingga untuk mencapai tujuan
masih secara utuh. Akan tetapi kenyataan di
pembelajaran yang diharapakan cenderung
lapangan peran siswa untuk aktif dalam
hanya sebagai tulisan semata tanpa hasil
proses
yang diperoleh pada saat pembelajaran.
pembelajaran
kurang
Pemecahan
dimaksimalakan, keterlibatan siswa untuk
yang
sesuai
untuk
memecahkan masalah terbatas. Guru masih
permasalahan tersebut adalah melibatkan
memiliki peran dominan sebagai pengatur,
siswa secara aktif untuk mengikuti proses
pelaksana, pembelajaran.
dan
penilai
Sedangkan
di
dalam
pembelajaran. Sehingga guru harus mampu
peran
siswa
mengolah
proses
merangsang
tanpa diberi kesempatan untuk menggali
menemukan, dan memecahkan permasalahan
pengetahuan yang mereka temui sendiri.
yang siswa temukan. Dalam
Permasalahan tersebut akan berakibat
pendekatan
siswa kurang kreatif, malas, konsumtif, dan 1
untuk
yang
mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
siswa
pembelajaran
sebuah
dalam
menggali,
pembelajaran,
pembelajaran
sangat
ISSN 2502-8723
dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan
pembelajaran yang memungkinkan siswa
dari proses pembelajaran. Faktor-faktor yang
belajar dalam konteks sebenarnya, yaitu
menjadi dasar agar pembelajaran dikatakan
kehidupannya
berhasil meliputi, kualitas pengajar, strategi
Pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu strategi
pembelajaran, penggunaan variasi mengajar,
pembelajaran yang berpola pada metode
sarana dan prasarana yang mendukung,
ilmiah,
bahan pembelajaran, dan teknik penilaian
ditemukan, dirumuskan hipotesis, kemudian
yang tepat. Hal yang terpenting selain
hipotesis diuji dengan eksperimen, sehingga
faktor-faktor tersebut
diperoleh kesimpulan. Pembelajaran berbasis
yang juga
harus
sehari-hari
observasi
dilakukan,
lives).
masalah
diperhatikan adalah penggunaan pendekatan
masalah,
pembelajaran. Penggunaan pendekatan yang
menggunakan masalah-masalah dunia nyata
sesuai
(real-world) sebagai konteks bagi siswa
akan
menjadikan
pembelajaran
bermakna.
untuk
Salah satu pendekatan yang sesuai dengan
prinsip
pembelajaran
yang
siswa
di
dalam
Pembelajaran
kehidupan
pembelajaran.
berbasis
kontekstual
membantu siswa mengembangkan aspek afektif,
kognitif,
Pembelajaran
dan
adalah
pembelajaran yang berusaha mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa mengubungkan pengetahuan
yang
dimiliki
dengan
kehidupan mereka sehari-hari (Blancard,
Pembelajaran dasar
2001 dan Johnson, 2002). Untuk
mewujudkan
pembelajaran
yang
making
harus
menekankan
meaningful
di
sekolah
merupakan konsep belajar yang membantu
pada:
guru
connection,
mengaitkan
antara
materi
yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
constructivism, inquiry, critical and creative
dan mendorong siswa membuat hubungan
thinking, learning community, dan using
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
authentic assessment.
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai
Menurut University of Washington,
anggota dan masyarakat (Trianto:2008).
beberapa strategi pembelajaran berikut ini
Pendekatan
menempatkan siswa dalam konteks berbasis
kontekstual
adalah
konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan
Kontekstual. Pembelajaran autentik, yaitu FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kontekstual
Pembelajaran berbasis kontekstual
memiliki karakteristik seperti di atas, proses pembelajaran
melatih
Langkah pembelajaran berbasis kontekstual pada sekolah dasar Pemaknaan pembelajaran berbasis kontekstual pada anak usia dini dan sekolah dasar.
2. Bagaiamana pembelajaran berbasis kontekstual dapat memberikan pembelajaran bermakna di sekolah dasar?
psikomotorik.
kontekstual
dan
1. Bagaimana pembelajaran berbasis kontekstual di sekolah dasar?
nyata
proses
kritis
yang
Berdasarkan permasalahan di atas memunculkan beberapa pertanyaan:
berbasis kontekstual. Pembelajaran berbasis membawa
berpikir
pembelajaran
keterampilan problem solving.
mengaktifkan siswa adalah pembelajaran
kontekstual
yakni
(daily
antara materi yang diajarkannya dengan 2
ISSN 2502-8723
situasi dunia nyata siswa dan mendorong
penilaian sebenarnya (Johnson:2002). Pada
siswa
pembelajaran
membuat
pengetahuan
yang
penerapannya
dalam
hubungan
antara
berbasis
dimilikinya
dengan
harus
kehidupan
mereka
pembelajaran yang mampu membekali siswa
mampu
kontekstual
merancang
sebuah
sehari-hari (Depdiknas:2002). Pembelajaran
untuk
berbasis kontekstual mengarahkan siswa
pengetahuan, materi pembelajaran, serta
untuk belajar dari pengetahuan yang siswa
aplikasi dari pembelajaran yang sudah
dapatkan
diperoleh
dan
kehidupan
dihubungkan
sehari-hari.
dengan
membuat
guru
hubungan
siswa.
antara
Pembelajaran
berbasis
Pembelajaran
kontekstual menekankan pada siswa bahwa
berbasis kontekstual menekankan siswa
selama proses pembelajaran, mulai dari awal
untuk belajar secara utuh sehingga informasi
pembelajaran
dan pengetahuan yang siswa temui dapat
diarahkan mampu membangun pengetahuan
diserap dengan baik dan bertahan lama.
secara
Permasalahan pembelajaran
tentang
berbasis
perlunya
utuh,
memecahkan
kontekstual
hingga
penilaian,
siswa
siswa
dituntut
permasalahan
aktif
berdasarkan
pengalaman siswa, serta diakhir proses
didasarkan adanya kenyataan yang ditemui
pembelajaran siswa dapat
di lapangan bahwa sebagian besar siswa
keproduktifan
sekolah dasar tidak mampu menghubungkan
melihat hasil pembelajaran yang siswa
antara apa yang mereka pelajari dengan
peroleh. Sehingga harapan dan tujuan akan
bagaimana
pembelajaran
pemanfaatannya
dalam
dan
menunjukkan
kekreatifan
dengan
bermakna
dapat
kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman
tercapai.Terdapat beberapa hal yang harus
konsep
peroleh
dipahami tentang belajar dalam konteks
hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak,
Kontekstual antara lain: (1) belajar bukanlah
belum
praktis
menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi
kehidupan siswa, baik di lingkungan sekolah
pengetahuan sesuai dengan pengalaman
maupun di masyarakat. Pembelajaran yang
yang mereka miliki. Oleh karena itulah,
selama ini siswa terima hanyalah penonjolan
semakin banyak pengalaman maka akan
tingkat hafalan dari sekian rentetan topik
semakin banyak pula pengetahuan yang
atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti
mereka peroleh,(2) belajar bukan sekadar
dengan pemahaman atau pengertian yang
mengumpulkan
mendalam, yang bisa diterapkan ketika siswa
lepas.Pengetahuan
berhadapan dengan situasi baru dalam
merupakan organisasi dari semua yang
kehidupan sehari-hari.
dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
akademik
yang
menyentuh
Pembelajaran
siswa
kebutuhan
itu
yang pada
lepasdasarnya
kontektual
dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-
mempunyai karakteristik yaitu: (1) membuat
pola perilaku manusia, seperti pola berpikir,
hubungan penuh makna, (2) melakukan
pola bertindak, kemampuan memecahkan
pekerjaan penting, (3) belajar mengatur
persoalan
sendiri, (4) kerjasama, (5) berpikir kritis dan
performance
kreatif,
(7)
pengetahuan seseorang luas dan mendalam,
mencapai standar tinggi, (8) penggunaan
maka akan semakin efektif dalam berpikir,
(6)
berbasis
fakta
memelihara
individu,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
3
termasuk
penampilan
seseorang.
atau
Semakin
ISSN 2502-8723
(3)
belajar
masalah,
adalah
sebab
proses
dengan
pemecahan
Langkah
memecahkan
pembelajaran
berbasis
kontekstual pada sekolah dasar
masalah anak akan berkembang secara utuh
Langkah yang perlu ditempuh guru
yang bukan hanya perkembangan intektual
dalam
akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar
kontekstual:
(1)
secara kontekstual adalah belajar bagaimana
pengetahuan
siswa
anak
belajar
prinsip belajar mandiri, (2) melakukan tanya
adalah proses pengalaman sendiri yang
jawab untuk menggali pengetahuan siswa
berkembang secara bertahap dari sederhana
tentang suatu topik permasalahan, (3) siswa
menuju yang kompleks. Oleh karena itu
diarahkan
belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi
memecahkan masalah, (4) membuat media
sesuai dengan irama kemampuan siswa. (5)
pembelajaran untuk mendekatkan siswa
belajar pada hakikatnya adalah menagkap
dengan apa yang siswa sedang pelajari, (5)
pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu,
refleksi di akhir pertemuan, (6) melakukan
pengetahuan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
menghadapi
persoalan,(4)
yang
diperoleh
adalah
pengetahuan yang memiliki makna untuk
melaksanakan
pembelajaran
guru
mengkonstruk
dengan
untuk
menerapkan
bekerjasama
cara.
kehidupan anak (Sanjaya:2005).
Menyusun
Sehubungan dengan hal itu, terdapat
berbasis
rencana
kontekstual:
(1)
Program
pembelajaran
setiap
kegiatan kelas yang dirancang guru,
manakala
pendekatan kontekstual
menggunakan
lebih
pembelajaran
beberapa hal yang harus diperhatikan bagi guru
dalam
merupakan
rencana
yakni: (1) Siswa
(2) langkah-langkah pembelajaran yang
dalam pembelajaran kontekstual dipandang
dilakukan oleh guru dan siswa tentang tema
sebagai individu yang sedang berkembang.
yang yang akan dipelajari, (3) tujuan
Kemampuan
pembelajaran
belajar
seseorang
akan
yang
ingin
dicapai,
(4)
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
menggunakan media pembelajaran yang
keleluasan pengalaman yang dimilikinya.
mampu
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
pembelajaran dengan menyenangkan, (5)
kecil, melainkan organisme yang sedang
materi pembelajaran disusun dengan runtut,
berada dalam tahap-tahap perkembangan.
sehingga
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan
penilaian proses dan hasil pembelajaran
oleh tingkat perkembangan dan pengalaman
untuk mengetahui ketercapaian siswa selama
mereka.
mengikuti pembelajaran.
bukanlah
Dengan
demikian
sebagai
peran
instruktur
guru atau
menarik
Di
mudah
dalam
siswa
dipahami
mengikuti
siswa,
pembelajaran
(6)
berbasis
‗‘penguasa‘‘ yang memaksakan kehendak,
kontekstual, komponen menemukan menjadi
melainkan guru adalah pembimbing siswa
inti dari kegiatan pembelajaran. Melalui
agar mereka dapat belajar sesuai dengan
proses menemukan sendiri, siswa tidak
tahap perkembangannya. (2) setiap anak
hanya
memiliki kecenderungan untuk belajar hal-
mereka menemukan sendiri konsep tersebut,
hal
sehingga pembelajaran kontekstual akan
menghafal
konsep-konsep
tetapi
memberikan kebermaknaan belajar pada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
4
ISSN 2502-8723
siswa. Nurhadi (2004) menyatakan bahwa
(3) guru menjadi penilai yang konstruktif
kegiatan menemukan sebenarnya adalah
yang dapat merefleksikan bagaimana siswa
sebuah siklus. Siklus ini terdiri dari beberapa
belajar, bagaimana siswa menghubungkan
langkah, yaitu: (1) merumuskan masalah, (2)
apa yang mereka ketahui dengan berbagai
mengumpulkam data melalui observasi, (3)
konteks,
menganalisis dan menyajikan data dalam
belajar siswa dalam berbagai konteks, (4)
tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan
penilaian autentik memberikan kesempatan
karya lainnya, dan (4) mengkomunikasikan
siswa
atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
penilaian sendiri atau self assessment dan
teman sekelas, atau audiens yang lain.
penilaian sesama atau peer assessment, dan
Penilaian
yang
sebenarnya
atau
digunakan
dalam
bagimana
untuk
dapat
perkembangan
mengembangkan
(5) penilaian dapat dimanfaatkan untuk
authentic assessment merupakan penilaian yang
dan
mendiagnosis kesulitan belajar.
pembelajaran
Kesimpulan yang dapat diambil dari
kontekstual. Authentic assessment adalah
penilaian
proses pengumpulan berbagai data yang bisa
kontekstual adalah sebagai patokan guru
memberikan
untuk
gambaran
atau
informasi
pada
pembelajaran
merancang
berbasis
suatu
rencana
tentang perkembangan pengalaman belajar
pembelajaran,
siswa. Gambaran perkembangan pengalaman
mengembangkan kompetensi siswa secara
siswa perlu diketahui guru setiap saat agar
utuh. Hal ini akan menentukan keberhasilan
bisa memastikan benar tidaknya proses
pembelajaran
belajar siswa. Dengan demikian, penilaian
penilaian
authentic diarahkan pada proses mengamati,
pembelajaran yang ditemui, kemudian guru
menganalisa, dan menafsirkan data yang
merancang pemecahan masalahan yang ada.
telah terkumpul ketika atau dalam proses
Pemaknaan
pembelajaran siswa berlangsung, bukan
kontekstual di sekolah dasar.
hanya pada hasil pembelajaran. Penilaian
kontekstual
untuk
mendalam.
apakah
mampu
selanjutnya.
Di
dalam
guru mampu melihat kesulitan
pembelajaran
berbasis
Penggunaan pembelajaran berbasis
hasil pembelajaran disini sebagai dasar menentukan
yang
proses
mempunyai
makna
Pembelajaran
yang berbasis
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan
kontekstual siswa benar-benar didekatkan
siswa berhasil atau tidak. Guna penilaian
dengan dunia nyata. Siswa melihat materi
juga sebagai acuan untuk remedial, jika hasil
yang dipelajari secara utuh bukan abstrak.
pembelajaran tidak sesuai yang diharapkan.
Ketika siswa mengamati, menalar, mencoba,
Istiqomah,
Lailatul
(2009)
serta menyimpulkan sendiri sesuatu yang
prinsip-prinsip
penilaian
ditemui sendiri, hal tersebut akan membuat
sebagai
pengetahuan yang tersimpak di otak akan
bukan
bertahan lama. Hal tersebut akan berbeda
menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui
jika siswa mempelajari sesuatu yang abstrak,
perkembangan pengalaman belajar siswa, (2)
siswa hanya mempu membayangkan tanpa
penilaian dilakukan secara komprehensif dan
melihat sendiri apa yang dipelajari, sehingga
seimbang antara penilaian proses dan hasil,
respon siswa terhadap materi tersebut kurang
menyebutukan autentik berikut:
dalam (1)
pembelajaran
penilaian
autentik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
5
ISSN 2502-8723
menarik dan tentu dari kurang menarik
keterampilan baru lewat fakta-fakta atau
tersebut akan membuat pengetahuan yang
proposisi
dipelajari siswa tidak akan bertahan lama.
kehidupannya.
Pembelajaran berbasis kontekstual
yang
mereka
Pembelajaran
alami
dengan
dalam
pendekatan
akan mampu merangsang siswa untuk
kontekstual melibatkan tujuh komponen
berfikir aktif, kreatif, dan produktif. Menurut
utama,
Johnson (2011), pembelajaran kontekstual
(konstruktivisme), Questioning (bertanya),
merupakan sebuah sistem belajar yang
Inquiry (menemukan), Learning community
didasarkan
(masyarakat belajar), Modeling (pemodelan),
pada
filosofi
bahwa
siswa
yaitu:
Contructivism
mampu menyerap pelajaran apabila mereka
Reflection
menangkap makna dalam materi akademis
Assessment (penilaian yang sebenarnya).
yang mereka terima, dan mereka menangkap
Setiap
makna dalam tugas-tugas sekolah jika
berbasis Kontekstual mempunyai prinsip-
mereka bisa mengaitkan informasi baru
prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika
dengan pengetahuan dan pengalaman yang
akan menerapkannya dalam pembelajaran
sudah mereka miliki sebelumnya. Hal ini
agar tujuan pembelajaran tercapai dengan
senadadengan
sebaik-baiknya.
pendapat
Center
for
(refleksi),
komponen
dan
utama
Authentic
pembelajaran
Occupational Research an Developmen (CORD)
(1999)
bermakna
itu
bahwa
harus
belajar
terjadinya
yang
DAFTAR PUSTAKA
saling Depdiknas. 2002.Pendekatan Kontekstual
keterkaitan antara pengetahuan lama siswa
(Contextual
dengan pengetahuan barunya, siswa harus
Learning/CTL).
mengalami sendiri dan membangun konsep baru
dengan
cara
pengalaman
dengan
Teaching and
Dirjen
Learning. Bandung:
MLC.
di dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian
Komalasari, Kokom. 2014. Pembelajaran
dan penemuan, menerapkan suatu konsep
Kontekstual.
ketika ia melakukan kegiatan pemecahan
Bandung:
PT
Refika
Aditama
masalah.
Sanjaya, Wina.2013.Strategi Pembelajaran.
KESIMPULAN
Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Pendekatan kontekstual merupakan
digunakan
Jakarta:
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual
cara
mengkonstruksikan pengalaman yang terjadi
pendekatan
and
Pendidikan Dasar dan Menengah.
mengkonsentrasikan
baru
Teaching
yang para
pembelajarannya
dianjurkan guru
di
dalam
dalam.
Trianto.2013.Desain Pengembangan
untuk
Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia
praktik
Dini TK/RA dan
Landasan
Anak Usia Awal
SD/MI.Jakarta:Prenada
filosofis pembelajaran berbasis kontekstual
Media Group
adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau
membangun
pengetahuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan 6
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
INOVASI DALAM PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “COCOK” BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF Debrine Stefany Dosen PGSD STKIP PGRI Sumenep [email protected]
Abstrak Dalam dunia pendidikan banyak upaya yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan atau inovasi pendidikan terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah pengembangan model pembelajaran yang mampu memberdayakan semua potensi mahasiswa untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Model pembelajaran merupakan acuan pembelajaran yang disusun secara sistematis berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu. Model pembelajaran yang diterapkan harus sesuai dengan karakteristik mahasiswa sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran ―COCOK‖ adalah akronim dari kata cari, orientasi, cek, otentik, dan kesimpulan. Tahap cari, mahasiswa diminta untuk mengumpulkan data atau segala informasi yang dibutuhkan sebagai perolehan pengetahuan. Tahap orientasi, mahasiswa diminta untuk mengkomunikasikan hasil yang telah ditemukan sebagai bahan peninjauan untuk menentukan sikap atau pandangan yang mendasari pikiran terkait dengan materi yang dipelajari. Tahap cek, mahasiswa diminta untuk mencocokkan kembali benar tidaknya informasi yang diperoleh. Tahap otentik, mahasiswa diminta untuk memberikan penilaian yang bersifat faktual sehingga dapat dipercaya. Tahap kesimpulan, mahasiswa diminta untuk mengambil keputusan berdasarkan pada uraian sebelumnya yang telah mereka lakukan atau alami melalui proses berpikir induktif maupun deduktif. Berdasarkan lima tahap pada pengembangan model pembelajaran di atas, diharapkan dosen mampu mengembangkan potensi mahasiswa PGSD untuk melakukan interaksi edukatif antara mahasiswa dengan dosen maupun antarmahasiswa. Interaksi edukatif berpangkal pada konsep komunikasi yang memberitahukan tentang pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau sikap. Hal ini yang menyebabkan seorang dosen harus mampu memberikan inovasi dalam pembelajaran di dalam kelas. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengembangkan sebuah model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mahasiswa untuk menciptakan suatu rangkaian perubahan dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu tercakup dalam suatu proses teknis selama pembelajaran berlangsung. Kata kunci: Model pembelajaran COCOK, Mahasiswa PGSD, Interaksi edukatif
Salah satu inovasi tersebut adalah
Pendahuluan Dalam dunia pendidikan banyak upaya
pengembangan model pembelajaran yang
yang telah dilakukan dan bersifat pembaruan
mampu
atau inovasi pendidikan terutama dalam
mahasiswa untuk menguasai kompetensi
pelaksanaan pembelajaran. Salah satu tugas
yang
dosen adalah memberikan pembelajaran
merupakan
kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan
disusun secara sistematis berdasarkan pola-
tertentu atau kompetensi sebagai pedoman
pola
pelaksanaan proses pembelajaran. Persoalan
pembelajaran yang diterapkan harus sesuai
yang banyak terjadi di lapangan adalah
dengan karakteristik mahasiswa sehingga
bagaimana
melaksanakan
mampu menciptakan lingkungan belajar
pembelajaran
yang
bermakna
proses bagi
yang
mahasiswa yang berada di program studi
diharapkan.
Model
acuan
untuk
potensi
pembelajaran
pembelajaran
pembelajaran
efisien
semua
tertentu.
mencapai
yang
Model
tujuan
pembelajaran.
PGSD sehingga tujuan pembelajaran dapat
Berbagai
tercapai secara maksimal. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
memberdayakan
macam
referensi
yang
memfasilitasi dosen untuk memilih dan 7
ISSN 2502-8723
menerapkan model pembelajaran yang tepat
Pendekatan behavioristik merupakan
bagi mahasiswa yang diajarkannya. Namun,
cara pandang mengembangkan perilaku
dosen juga bisa mengembangkan model
seseorang
pembelajaran yang dapat dilakukan untuk
(Akbar, 2013:45). Perubahan perilaku ini
membantu
persoalan-persoalan
yang
akan terjadi saat mahasiswa berusaha untuk
menghambat
proses
agar
belajar sehingga pendekatan behavioristik
pembelajaran
mahasiswa dapat mencapai tujuan dari
Aplikasi
Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan
adalah
kekuatan
eksternal
bersifat mekanistik.
pembelajaran yang telah dilakukan.
dapat
dengan
pendekatan
behavioristik
dalam pembelajaran ditekankan sebagai
model
aktivitas yang menuntut peserta didik untuk
pembelajaran ―COCOK‖ yang memiliki
mengungkapkan kembali pengetahuan yang
akronim dari kata cari, orientasi, cek,
sudah dipelajari (Budiningsih, 2005:30).
otentik, dan kesimpulan. Dengan demikian,
Jadi, melalui aktivitas pembelajaran yang
model pembelajaran ―COCOK‖ diharapkan
dilakukan mahasiswa akan mengantarkan
bisa membantu dalam inovasi pendidikan
mereka menuju hasil yang menunjukkan
sebagai proses interaksi edukatif antara
terselesaikannya
dosen dengan mahasiswa PGSD sehingga
mahasiswa yang ditandai oleh penyajian
mahasiswa dapat menguasai kompetensi
materi
yang diharapkan melalui pembelajaran yang
menghasilkan kebenaran.
yang
seluruh
utuh
tugas
dan
belajar
evaluasi
yang
dilakukan di dalam kelas maupun di luar
Kemudian, pendekatan kognitivistik
kelas melalui tahapan pembelajaran yang
merupakan pengembangan perilaku sehingga
disesuaikan
perilaku
dengan
sintaks
model
pembelajaran ―COCOK‖.
ditentukan
oleh
kekuatan
pengetahuan atau kekuatan pikiran (Akbar, 2013:46).
Setiap
mahasiswa
memiliki
TEKS TUBUH (CONTENT)
perilaku yang berbeda-beda dan tentunya
A. Pengembangan Model Pembelajaran
mereka
pun
Pendekatan pembelajaran merupakan
pendekatan
cara pandang untuk membelajarkan peserta
dilakukan
didik
pengetahuan
(Akbar,
pusat
2013:45).
perhatian Pembelajaran
seperangkat
pengetahuan yang berbeda pula sehingga
1. Pendekatan pembelajaran
melalui
memiliki
tertentu yang
kognitivistik dengan dari
cenderung
cara
mentransfer
mahasiswa
kepada
mahasiswa lainnya.
dimaksud adalah upaya yang dilakukan oleh
Hal ini sejalan dengan implikasi teori
dosen untuk memberikan fasilitas kepada
perkembangan kognitif Piaget bahwa di
mahasiswa agar mereka dapat belajar dengan
dalam pembelajaran dinyatakan:
mudah dan terarah. Dalam pengembangan
bahasa
model pembelajaran yang dikembangkan
dan
cara
berpikir
seseorang
berbeda
sehingga
mengacu pada pendekatan behavioristik,
pendidik
mengajar
pendekatan kognitivistik, dan pendekatan
menggunakan
konstruktivistik.
sesuai dengan cara berpikir
bahasa
dengan yang
peserta didik agar peserta didik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
8
ISSN 2502-8723
dapat belajar dengan baik dan
pengalaman mereka yang sebelumnya. Akan
melakukan
tetapi, lingkungan yang sangat berpengaruh
interaksi
lingkungannya,
dengan kemudian
karena bersifat dinamis.
mereka diberi peluang supaya belajar
sesuai
Hal ini sejalan dengan implikasi teori
tahap
konstruktivis
perkembangannya dan memiliki kesempatan
dalam
pembelajaran
dinyatakan bahwa:
untuk
peserta
didik
harus
mengungkapkan pendapat, serta
menemukan
mampu
diskusi
mentransformasikan informasi
(Amri,
yang mereka peroleh secara
melakukan
antarpeserta
didik
2013:44−45). Aplikasi dalam
kompleks
pendekatan
pembelajaran
kognitivistik
untuk
dan
mengecek
informasi baru dengan aturan-
pada
aturan lama dan merevisinya
aktif
apabila aturan-aturan itu tidak
(Budiningsih, 2005:51). Jadi, keterlibatan
lagi sesuai sehingga mereka
mahasiswa
untuk
mampu memecahkan masalah
menarik minat mereka agar proses belajar
dan menemukan segala solusi
mereka
untuk dirinya/menentukan ide-
keterlibatan
peserta
sangat
ditekankan
sendiri
didik
secara
penting
meningkat,
maka
dan
dosen
perlu
mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki
ide
berdasarkan
informasi
dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh
yang
diperoleh
(Trianto,
mahasiswa.
2009:28).
Dosen sebaiknya memberikan proses belajar pada mahasiswa untuk mencocokkan
Aplikasi pendekatan konstruktivistik
informasi yang baru mereka temui dengan
dalam
apa
pembelajaran
yang
telah
mahasiswa
mereka
diminta
untuk
ketahui
dan
membangun
pembelajaran yang
ditekankan bermakna
pada
sehingga
peserta didik memiliki pengalaman melalui
kembali semua informasi secara utuh dan
asimilasi
menyeluruh agar membentuk pengetahuan
pembentukan
secara individu.
(Budiningsih, 2005:64). Jadi, mahasiswa
Sedangkan,
pendekatan
akan
dan
akomodasi struktur
menerima
menuju kognitifnya
kesempatan
untuk
konstruktivistik memandang bahwa perilaku
mengembangkan ide-idenya secara luas
seseorang bisa berkembang atas kekuatan
kemudian
schemata yang ada pada dirinya dan
memformulasikan kembali ide-ide yang
kekuatan
dihasilkan untuk membuat kesimpulan yang
lingkungan
(Akbar,
2013:46).
Mahasiswa
akan
mengalami
pengalaman
belajar
kemudian
suatu
mereka
menghubungkan
dan
dibutuhkan.
mereka
Dosen
bukan
lagi
menyetir
membangun persepsi sehingga persepsi yang
pengetahuan mahasiswa namun sebaiknya
mereka bangun akan menentukan perilaku
berikan kemudahan pada mereka untuk
mereka dan schemata yang dimaksud adalah
mengembangkan pemahaman yang lebih
seperangkat
tinggi sehingga mahasiswa belajar dengan
nilai,
pengetahuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan 9
ISSN 2502-8723
menggunakan lingkungan di sekitarnya yang
melukiskan
menyebabkan
melainkan model pembelajaran memiliki
mencipta,
proses
berpikir
memperoleh
dan
untuk
mengubah
makna
prosedur
deskriptif
yang
dan
sistematik
kekinian,
serta
gambaran internal yang dialami melalui
bermakna prospektif dan berorientasi ke
lingkungan
masa depan (Sagala, 2008:176).
di
sekitar
dan
interaksi
antarmahasiswa.
Selain
2. Model pembelajaran Model pembelajaran memiliki empat
itu,
model
pembelajaran
merupakan
kerangka
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
sistematik
dalam
ciri khusus meliputi rasional teoritik logis
mengorganisasikan
yang disusun oleh para pencipta atau
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
pengembangnya, landasan pemikiran tentang
memiliki fungsi sebagai pedoman bagi
apa dan bagaimana peserta didik belajar,
perancang pembelajaran (Trianto, 2007:3).
tingkah laku mengajar yang diperlukan agar
pengalaman
belajar
Di sisi lain, model pembelajaran
model tersebut dapat dilaksanakan dengan
merupakan
berhasil,
penerapan suatu pendekatan, metode, dan
dan
lingkungan
belajar
yang
diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
bungkus
atau
bingkai
dari
teknik pembelajaran (Julianto, 2010:1).
dapat tercapai (Amri, 2013:34−35).
Oleh
Tidak ada model pembelajaran yang
model
karena
itu,
pembelajaran
pengembangan
mencakup
paling baik, atau model pembelajaran yang
spektrum
satu lebih baik dari model pembelajaran
aktivitas sehingga dosen diharapkan mampu
yang lain (Amri, 2013:3). Karena model
membuat
pembelajaran yang digunakan merupakan
mahasiswa kemudian melakukan kegiatan
sebuah pilihan yang dipilih untuk membantu
pengembangan yang telah dirancang untuk
dosen dalam mencapai tujuan pembelajaran
meneliti prosesnya pada waktu yang sama
yang disesuaikan dengan materi sehingga
mulai dari awal hingga akhir pembelajaran
mampu
yang
meningkatkan
perkembangan
mahasiswa untuk memberdayakan semua
yang luas
suatu
desain
disajikan
dalam melakukan
pembelajaran
oleh
dosen
bagi
kepada
mahasiswa.
aspek potensi yang dimiliki mahasiswa. Istilah model dapat diartikan sebagai
3. Prinsip dasar pengembangan model
tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur
pembelajaran
atau sistematis, serta mengandung pemikiran
Pembelajaran harus bersifat inovatif
bersifat uraian atau penjelasan berikut saran
dalam mengembangkan model pembelajaran
(Prawiradilaga, 2007:33).
yang dikembangkan agar pengembangan
Kemudian,
desain
model
model
pembelajaran
mengubah
teori belajar, psikologi pada sasaran yang
mahasiswa sehingga paradigma yang bersifat
dipilih maupun sistem komunikasi. Model
konvensional
dirancang untuk mewakili realitas yang
pembelajaran yang inovatif.
konseptual
bukan
yang
sekedar
kerangka
mendeskripsikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
bisa
dosen
dapat
pembelajaran dapat dibangun melalui teori-
sesungguhnya,
perilaku
tersebut
berubah
maupun
menjadi
Namun, hal itu tidak mudah karena
dan
ada beberapa prinsip yang mendasari dalam 10
ISSN 2502-8723
mengembangkan pembelajaran.
sebuah
model
Prinsip-prinsip
harus
tersebut,
memberikan
mahasiswa
dengan
kesempatan berbagai
bagi macam
antara lain berpusat pada peserta didik;
karakteristik dari segi potensi akademik,
berdasarkan
masalah;
terintegrasi;
gaya belajar, kecepatan belajar, kemampuan
berorientasi
masyarakat;
menawarkan
berkomunikasi, kondisi daerah, serta status
pilihan;
sistematis;
dan
berkelanjutan
sosial
(Yulianto, 2009:6-10).
mereka
sehingga
mahasiswa
ditawarkan banyak pilihan sesuai dengan
Berpusat pada peserta didik berarti
karakteristik dan kebutuhan belajarnya dan
mahasiswa sebagai subjek yang diposisikan
dosen harus mampu memberikan arahan dan
dalam pusat kegiatan pembelajaran sehingga
motivasi secara konstruktif agar pelaksanaan
mereka
pembelajaran menjadi bervariasi.
pemegang
sentral
kemudi
dosen
berposisi
Desain umum pembelajaran harus
menjadi motivator, fasilitator, pendukung,
dapat direalisasikan secara sistematis berarti
dan pendamping siswa dalam belajar.
kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan
pembelajaran.
Namun,
Selanjutnya,
mereka
perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan
dalam memecahkan masalah merupakan hal
yang terakhir penilaian. Akan tetapi, desain
penting yang bermakna bagi mahasiswa dan
pembelajaran yang dirancang secara inovatif
bukan
dapat direalisasikan secara berkelanjutan
sekedar
sehingga
teori
kemampuan
akumulasi yang
mengembangkan
pengetahuan
diperoleh
kemampuan
dapat
sesuai dengan tingkat kematangan kognitif,
dalam
afektif,
dan
psikomotorik
sehingga
menyikapi masalah secara fleksibel. Hal ini
mahasiswa dapat mengembangkan seluruh
yang dikatakan berdasarkan masalah.
potensinya untuk mencapai kompetensi yang
Kemudian, penggunaan pendekatan
ingin dicapai secara optimal.
terintegrasi memiliki peran sentral dalam perkembangan
itu,
pengembangan
model pembelajaran yang dibuat harus
dapat
memiliki prosedur bersifat sistematis, hasil
menunjang keberhasilan dalam mempelajari
belajar diterapkan secara khusus, penetapan
semua bidang studi.
lingkungan secara khusus, memiliki ukuran
mahasiswa
sosial,
samping
dan
emosional
intelektual,
Di
sehingga
Lalu, mahasiswa dikondisikan agar dapat
mengimplementasikan
apa
keberhasilan tertentu sehingga peserta didik
yang
melakukan interaksi dan bereaksi dengan
dipelajari di dalam kelas ke dalam konteks
lingkungan (Iru dan Arihi, 2012:8).
masyarakat atau sebaliknya untuk dijadikan
Dengan
demikian,
bahan diskusi saat pembelajaran sehingga
model
mahasiswa
terhadap mahasiswa maupun dosen yang
terbiasa
masalah-masalah
untuk
aktual
memecahkan
yang
ada
di
pembelajaran
pengembangan
dirancang
menghasilkan sintaks pembelajaran dengan
kehidupan mereka sehari-hari dengan kata
cara
lain berorientasi masyarakat.
maupun sistem pendukung lainnya.
Namun,
pembelajaran
fokus
menyesuaikan pada sistem sosial
tidak
dirancang dan direalisasikan berdasarkan keinginan dosen saja melainkan dosen juga FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
11
ISSN 2502-8723
B. Model Pembelajaran “COCOK”
dalam pembelajaran sebelumnya dengan
1. Sintaks model pembelajaran
yang akan dilakukan karena proses sintaks
Nama
model
pembelajaran
ini harus mahasiswa lakukan sebelum masuk
―COCOK‖ diambil dari singkatan kata kunci
pada pertemuan selanjutnya sehingga pada
pada
pertemuan
sintaks
pembelajaran
yang
akan
selanjutnya
dosen
menerima
digunakan, yaitu cari, orientasi, cek, otentik,
segala data/informasi yang telah disiapkan
dan kesimpulan. Model ini dirancang untuk
oleh mahasiswa untuk menjawab tugas-tugas
mahasiswa agar mereka melakukan interaksi
mereka pada sintaks berikutnya.
edukatif antara mahasiswa dengan dosen
b. Orientasi
maupun antarmahasiswa.
Sintaks
Model ―COCOK‖ ini didasarkan
ini
mengkomunikasikan
bertujuan hasil
untuk
yang
telah
pada interaksi edukatif yang berpangkal
ditemukan oleh mahasiswa sebagai bahan
pada
yang
peninjauan dalam menentukan sikap atau
pengetahuan,
pandangan yang mendasari pikiran atau
konsep
memberitahukan
komunikasi tentang
keterampilan, dan nilai atau sikap. Pengembangan
model
pengetahuan terkait dengan materi yang ―COCOK‖
dipelajari.
diharapkan mampu memberikan inovasi
Pada tahap ini, dosen memberikan
dalam pembelajaran di dalam kelas dan
kesempatan pada mahasiswa untuk berani
dapat diterapkan pada mahasiswa untuk
menyampaikan hasil temuannya berdasarkan
menciptakan suatu rangkaian perubahan
data yang diperoleh untuk bahan diskusi
dalam pertumbuhan watak, pertumbuhan
sehingga mahasiswa memiliki peluang untuk
intelek, dan pertumbuhan sosial. Semua itu
menjadi para ilmuwan yang mampu berpikir
tercakup dalam suatu proses teknis selama
secara mendalam berdasarkan hasil temuan
pembelajaran berlangsung.
yang akan ditindaklanjuti pada sintaks
Berikut ini adalah kerangka dari
selanjutnya.
setiap sintaks pada model pembelajaran yang
c. Cek
dikembangkan dan terdiri atas lima sintaks
Sintaks
ini
bertujuan
kembali
benar
untuk
yang diuraikan sebagai berikut.
mencocokkan
tidaknya
a. Cari
informasi yang diperoleh oleh mahasiswa.
Dalam sintaks ini yang dimaksud
Pada proses ini terjadilah proses interaksi
dengan cari adalah mahasiswa diminta untuk
edukatif antara mahasiswa dengan dosen
mengumpulkan data atau segala informasi
sehingga
yang
dilakukan secara optimal.
dibutuhkan
pengetahuan.
memberikan kesempatan pada mahasiswa
mengetahui suatu konsep yang sebelumnya
untuk menggali informasi yang mereka
tidak pernah/belum mereka ketahui melalui
butuhkan untuk mendukung tugas-tugas
diskusi yang dilakukan, kemudian mereka
mereka.
dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya ini
ini,
dapat
Pada sintaks ini, mahasiswa dapat
proses
tahap
perolehan
pembelajaran
dosen
Dalam
Pada
sebagai
proses
tentunya
ada
tidak dapat/belum pernah mereka lakukan
kesinambungan antarpertemuan tatap muka
(tingkah laku maupun keterampilan yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
12
ISSN 2502-8723
perlu dikembangkan) supaya mahasiswa
2. Tujuan model pembelajaran
mampu mengkombinasikan pengetahuan-
Pengembangan model pembelajaran
pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam
―COCOK‖ diharapkan memberikan inovasi
suatu
(keterampilan,
dalam pembelajaran di dalam kelas sehingga
pengetahuan/konsep, maupun sikap/tingkah
dosen dapat menerapkan pada mahasiswa
laku)
untuk
pengertian
agar
baru
dipahami/diterapkan
sebagai
menciptakan
proses belajar.
perubahan
d. Otentik
pertumbuhan
Dalam
sintaks
ini,
mahasiswa
dalam
suatu
rangkaian
pertumbuhan
intelek,
dan
watak,
pertumbuhan
sosial mereka.
diminta untuk memberikan penilaian yang
Di sisi lain, pengembangan model ini
bersifat faktual sehingga dapat dipercaya.
bertujuan untuk efektivitas dan efisien dari
Pada
memberikan
proses pembelajaran sehingga memotivasi
kesempatan pada mahasiswa untuk saling
mahasiswa untuk lebih aktif sebagai subjek
memberikan
belajar agar mampu melakukan proses
tahap
ini,
dosen
respon/tanggapan
apabila
ditemukan konsep yang salah sehingga
interaksi edukatif.
mahasiswa mampu memecahkan masalah berdasarkan referensi yang dapat dipercaya
C. Karakteristik Mahasiswa PGSD
kebenarannya tentunya hal ini tidak bisa
Mahasiswa
PGSD
pada
tahap
terlepas dari proses penemuan menuju
perkembangan berdasarkan psikologis dapat
penilaian otentik.
ditinjau
dari
segi
umur
dan
segi
Dalam memberikan penilaian ini
perkembangannya. Dari segi umur, kita
tentunya disiapkan rubrik penilaian sesuai
dapat melihat bahwa mahasiswa terdiri dari
dengan
kelompok
materi
yang
terkait
sehingga
pemuda
dan
pemudi
yang
mahasiswa tetap memiliki acuan/pedoman
memiliki umur 18 sampai 30 tahun (Piaget
dalam memberikan penilaian. Hal ini melatih
dalam Ahmadi dan Sholeh, 2005:45).
mahasiswa tidak hanya mampu berkomentar namun
mahasiswa
harus
Dapat kita ketahui bahwa masa umur
mampu
mahasiswa PGSD mayoritas adalah umur 18
memberikan penilaian secara otentik.
sampai 25 tahun sehingga mereka dapat
e. Kesimpulan
digolongkan pada masa remaja akhir menuju
Sintaks ini merupakan kegiatan akhir
masa dewasa awal/madya.
bagi mahasiswa untuk mengambil keputusan
Kemudian, dari segi perkembangan
berdasarkan pada uraian sebelumnya yang
dinyatakan bahwa tugas perkembangan pada
telah mereka lakukan atau alami melalui
usia mahasiswa merupakan pemantapan
proses berpikir induktif maupun deduktif.
pendirian hidup (Piaget dalam Ahmadi dan
Pada tahap ini, dosen mengajak mahasiswa
Sholeh, 2005:45).
untuk membuat kesimpulan dari pengalaman
Jika kita telaah kembali, mahasiswa
belajar mereka yang dimulai dari tahap cari,
PGSD harus memiliki pendirian hidup
orientasi, cek, dan otentik yang telah
sehingga bisa membuat acuan/pedoman
dilakukan secara klasikal maupun individual.
untuk mendidik calon siswa SD nantinya dan menyiapkan diri dengan berbagai macam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
13
ISSN 2502-8723
keterampilan,
serta
kemampuan
yang
komponen yang utuh sebagai manusia aktif
dibutuhkan untuk merealisasikan pendirian
dan kreatif yang bermoral baik tentunya.
hidup yang mereka pilih untuk masa
Adapun ciri-ciri interaksi edukatif
depannya.
harus
Namun, tercapainya pendirian hidup
memiliki
tujuan,
prosedur,
penggarapan materi yang khusus, pendidik
para mahasiswa ini sangatlah dipengaruhi
sebagai
pembimbing,
dibutuhkan
oleh faktor-faktor sosiokultural. Diharapkan
kedisiplinan, dan ada batasan waktu (Suardi
mahasiswa PGSD memiliki sikap hidup
dalam Sardiman, 2011:15-18).
yang lebih realistis. Selain itu, pada usia
Di dalam interaksi edukatif harus
mahasiswa juga berada dalam vitalitas
memiliki tujuan berarti dosen membantu
optimum dan perkembangan intelektualnya
mahasiswa untuk mencapai perkembangan
telah berada pada taraf operasional formal
tertentu yang membuat mahasiswa harus
yang
sadar dan dosen menjadikan mahasiswa
menyebabkan
kemampuan
berpikirnya/nalarnya tinggi.
sebagai pusat perhatian. Kemudian, dosen menyiapkan desain pembelajaran agar tujuan yang ditentukan dapat tercapai namun desain
D. Proses Interaksi Edukatif Interaksi edukatif adalah interaksi
pembelajaran tersebut harus sistematis.
yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan
pendidikan
yang
diberikan
kepada
pengajaran
mahasiswa juga harus sesuai dengan desain
Namun,
interaksi
pembelajaran yang telah dirancang dosen
dibedakan
sehingga
sehingga aktivitas mahasiswa sebagai syarat
interaksi edukatif yang dimaksud dalam hal
utama dalam proses interaksi edukatif dan
ini
peran mahasiswa harus lebih aktif. Pada saat
(Sardiman, edukatif
ini
2011:1). perlu
menitikberatkan
dan
Materi
pada
interaksi
pembelajaran yang dilakukan oleh dosen
pembelajaran
kepada mahasiswa.
membimbing untuk memberikan motivasi
Di dalam proses interaksi edukatif,
berlangsung,
dosen
dan nuansa pembelajaran yang kondusif bagi
terjadi kegiatan-kegiatan yang dilakukan
mahasiswa di dalam kelas.
untuk memberikan dan mengembangkan
Proses
interaksi
edukatif
juga
motivasi agar proses belajar yang dilakukan
memerlukan kedisiplinan untuk ditaati antara
dapat terlaksana secara optimal.
mahasiswa dan dosen sebagai kesepakatan
Tugas
dosen
melakukan
agar kegiatan pembelajaran yang telah
interaksi edukatif adalah mempermudah dan
dirancang dapat terlaksana dengan baik dan
memotivasi mahasiswa selama kegiatan
lancar. Jika salah satu pihak ada yang
pembelajaran,
dan
melanggar kesepakatan yang dibuat, maka
membimbing mahasiswa untuk mencapai
kegiatan pembelajaran menjadi terhambat.
tujuan yang ditentukan.
Faktor inilah yang akan memengaruhi
serta
dalam
memfasilitasi
Sedangkan tugas mahasiswa adalah
penggunaan waktu yang ditentukan dalam
subjek belajar, mengembangkan potensi dan
proses pembelajaran yang harus ditempuh.
kreativitas yang dimiliki sehingga menjadi
Di sisi lain, proses interaksi edukatif yang paling mendasar dapat dilakukan oleh
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
14
ISSN 2502-8723
pendidik terhadap peserta didik adalah
REFERENSI
adanya senyum dari pendidik di dalam kelas Ahmadi, Abu dan Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
dan keteladanan yang diberikan pada peserta didik (Suyanto dan Jihad, 2013:99-100). Senyum yang muncul dari dosen dan tulus
diberikan
pada
mahasiswa
Akbar, Sa‘dun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
akan
menyentuh hati para mahasiswa karena melalui
senyum
dapat
mengisyaratkan
Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
ekspresi cinta kasih dari dosen dan tentunya memberikan
sumber
kekuatan
bagi
mahasiswa untuk menyukai dosen mata
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
kuliah tertentu agar setiap materi yang diberikan mampu diserap dengan baik sehingga mahasiswa dapat mengungkapkan
Julianto. 2010. Kajian Teori dan Implementasi Model Pembelajaran Terpadu dalam Pembelajaran di Kelas. Surabaya: Unesa University Press.
pendapatnya tanpa rasa takut. Selain itu, dosen jangan sekedar menyuruh saja pada mahasiswa tetapi harus memberi teladan yang baik agar mahasiswa
Iru, La dan Arihi, La Ode Safiun. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo.
lebih termotivasi untuk menjadi subjek belajar dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, penulisan artikel konseptual
ini
diharapkan
Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007. Prinsip Disain Pembelajaran (Instructional Design Principles). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
mampu
melengkapi kajian mengenai pengembangan model pembelajaran bersifat inovasi dalam pembelajaran
yang
dapat
Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
diterapkan/diujicobakan oleh dosen pada mahasiswa
sebagai
upaya
memperbaiki
Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
praktik-praktik pembelajaran menjadi lebih efektif
dan
efisien
sehingga
kualitas
pembelajaran dan hasil belajar mahasiswa
Suyanto dan Jihad, Asep. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Esensi Erlangga Group.
meningkat. Selain
itu,
pengembangan
model
pembelajaran ―COCOK‖ dapat dijadikan motivasi untuk mengaktifkan mahasiswa
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
agar mengalami proses interaksi edukatif sebagai inovasi pembelajaran yang lebih baik dan bermakna.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
15
ISSN 2502-8723
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Yulianto, Bambang dkk. 2009. Model Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Surabaya:
Unesa
University
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Press.
16
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SD MELALUI DONGENG TANTRI KAMANDAKA DALAM PELAJARAN BAHASA JAWA Endang Sri Maruti IKIP PGRI Madiun Email: [email protected] Abstrak Dongeng-dongeng Tantri mengandung banyak simbol dan perlambang. Tingkah laku binatang dalam dongeng tersebut melambangkan perilaku manusia. Simbol dan perlambang itulah yang digunakan pendongeng untuk mengajarkan karakter pada pendengarnya. Dalam hal ini, guru sebagai pendongeng, baik secara langsung maupun tidak langsung ingin mengajarkan karakter pada siswanya melalui penggambaran perilaku binatang dalam dongeng tantri. Dongeng tantri terkenal sebagai dongeng yang ringan, baik alur ceritanya maupun pesan yang ingin disampaikan. Hal ini tentu sangat cocok bila diberikan pada siswa SD yang daya tangkapnya memang masih minim. Tulisan ini akan mengupas karakter dan pesan yang terkandung dalam dongeng tanri kamandaka yang nantinya akan diajarkan pada siswa SD.
Kata Kunci: pendidikan karakter, siswa SD, dongeng tantri masyarakat, dongeng merupakan sarana
PENDAHULUAN Dongeng berkembang
yang di
tumbuh
masyarakat,
merupakan
bagiana
masyarakat
itu
dari
sendiri,
yang cukup efektif dalam menyampaikan
dan
pesan dan amanat dari suatu generasi kepada
selain
generasi selanjutnya. Hal ini karena berbagai
kebudayaan
juga
pesan dan amanat yang ingin disampaikan
berfungsi
kepada masyarakat dilakukan dengan cara
sebagai sarana menyampaikan nilai budaya.
tidak
Dengan kata lain, lahirnya suatu serita rakyat
dongeng
itu sendiri yang pada akhirnya merupakan
Mendongeng
menyebar
di
kebiasaan
kekhususan waktu tertentu, misalnya dalam
yang
pembelajaran
kalangan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
merupakan
mengisi waktu luang) meupun dalam suatu
watak serta pengaturan ketertiban sosial.
dan
dongeng
yang dilakukan baik secara sambilan (di saat
artinya bagi pembentukan dan pembinaan
tumbuh
media
wajib dilaksanakan.
unsur kebudayaan yang sangat penting
penuturan
melalui
yang diucapkan guru adalah perintah yang
Dongeng adalah bagian dari salah satu
bentuk
tanpa
sekolah dasar, yang notabene segala hal
simbolik.
suatu
pesan
di benak penerimanya. Apalagi pada siswa
misi
tertentu yang biasanya disampaikan secara
Sebagai
menerima
meninggalkan kesan yang cukup mendalam
norma-norma, dan
dapat
ditinggalkan
pedoman oleh penduduknya. Karena ia
himbauan-himbauan,
oleh
merasakan adanya kebosanan. Pesan yang
objek kultural jugam sehingga dijadikan
pesan,
diselubingi
sehingga penerima pesan ataupun pendengar
rumit dari faktor sosial kultiral cerita rakyat
nilai-nilai,
serta
berbagai hal yang lebih mengasyikkan,
adalah hasil pengaruh timbal balik yang
mengandung
langsung
bahasa Jawa pada materi
dongeng. Tanpa disadari, sebenarnya bnayk 17
ISSN 2502-8723
sekali manfaat yang dapat diambil dari suatu
moral yang disimbolkan melalui tokoh
dongeng , legenda, mitos, dan fabel.
binatang dan segala perilakunya. Maka, bisa
Misalnya
suka
dikatakan bahwa penelitian ini merupakan
menolong, keberanian, kejujuran, keteguhan
lanjutan dan bersifat melengkapi sekaligus
hati, kehati-hatian, dan lain sebagainya.
memperkaya khasanah penelitian yang ada,
Itulah sebabnya mengapa dongeng perlu
khusunya
diinformasikan kepada anak-anak.
dengan simbol serta makna-maknanya.
tentang
kebaikan,
rasa
Salah satu dongeng hasil karya sastra
penelitian
Penelitian
yang
ini
berhubungan
bertujuan
untuk
Jawa adalah dongeng tantri. Dongeng-
mendeskripsikan simbol yang terdapat dalam
dongeng Tantri mengandung banyak simbol
serat Tantri Kāmandaka yang nantinya akan
dan perlambang. Tingkah laku binatang
diajarkan oleh guru SD kepada siswanya.
dalam dongeng tersebut melambangkan
Penelitian ini berguna untuk melestarikan,
perilaku manusia. Pengalaman tokoh-tokoh
membina, dan mengembangkan kebudayaan
dalam dongeng bisa menjadi jawaban atas
Jawa, sekaligus memberi pengetahuan guru
berbagai pertanyaan eksistensial mengenai
SD akan nilai-nilai yang bisa diajarkan pada
diri manusia (pendengar atau pembaca).
naskah dongeng tantri yang bisa ditanamkan
Itulah sebabnya, langsung atau tidak, karya
kepada siswanya.
sastra
KAJIAN PUSTAKA
termasuk
dongeng
Tantri
juga
mengandung sesuatu yang disebut amanat
Dalam bab ini akan dibahas tentang
atau moral yang mampu membangkitkan
kajian teori yang mendasari penelitian ini, di
pengalaman estetik manusia (pendengar atau
antaranya yaitu teori simbolik, simbolik
pembaca).
penelitian
dalam karya sastra, nilai-nilai moral dalam
simbolik terhadap naskah Tantri Kāmandaka
karya sastra, dan terakhir tentang serat Tantri
menjadi sangat penting dan perlu dilakukan.
Kāmandaka.
Penelitian itu dianggap penting karena selain
1. Teori Simbolik
Oleh
karena
itu,
alasan untuk mengungkap simbol-simbol
Simbolisme berasal dari kata simbolik,
dari setiap tokohnya dan untuk memperoleh
yang artinya majas perbandingan yang
pengetahuan tentang ajaran moral di dalam
melukiskan sesuatu dengan benda-benda dan
simbol itu, juga karena ajaran moral inilah
sebagainya (Ugafeman dalam Kamidjan,
yang
sarana
2001:23). Jadi, simbolisme ialah aliran yang
pembinaan moral manusia (pendengar atau
melukiskan maksud yang sebenarnya tetapi
pembaca) yang saat ini dinilai mengalami
tidak secara berterus terang. Pakar terkenal
reduksi.
yang sering disitir karena bukunya An Essay
dapat
digunakan
sebagai
Telah banyak penelitian terhadap cerita
on
Man
adalah
Ernst
mengatakan
oleh orang berkebangsaan asing. Namun
syimbolicum.
penelitian mereka hanya berkutat seputar
bentuk-bentuk simbolik itu ialah agama,
bahasa dan isi dari cerita-cerita Tantri saja.
filsafat, seni, ilmu, sejarah, mite dan bahasa
Sampai sekarang belum ada penelitian
(1956). Dan semua bentuk simbolik itu dapat
ataupun penulisan tentang amanat dan nilai
menjadi 18
Dia
bahan
sebagai
yang
Tantri dilakukan, dan kebanyakan dilakukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Manusia
Cassirer
menyebutkan
kajian
animal bahwa
humaniora
jika
ISSN 2502-8723
kajiannya berfokus sekitar masalah makna,
jenis, yaitu: legenda mitologi, simbolisme,
yaitu nilia-nilai instrinsik dari simbol.
sugesti dan hagiografi (Kamidjan, 2001:27).
Menurut etimologinya, simbol dan
Karya sastra sebagai simbol verbal sendiri
simbolisasi diambil dari bahasa Yunani
mempunyai beberapa peranan di antaranya
sumballo
artinya
sebagai cara pemahaman, cara perhubungan,
merenungkan,
dan cara penciptaan. Objek karya sastra
memperbandingkan, bertemu, melemparkan
adalah relitas (realitas pengarang). Karya
menjadi satu, menyatukan. Jadi bentuk
sastra mencoba menerjemahkan peristiwa
simbol adalah penyatuan dua hal yang luluh
dalam bahasa imajiner dengan maksud untuk
menjadi satu. Dalam hal ini ada dua
memahami
pemikiran, yaitu: (1) simbol sebagai suatu
kemampuan pengarang. Dan karya sastra
yang
dimensi
dapat menjadi sarana bagi pengarangnya
horisontal saja, dan (2) simbol dengan
untuk menyampaiakn pikiran, perasaan dan
tresenden dan dalam dialog dengan yang lain
tanggapan
ditemukan jawaban kalau simbol bersifat
(Kuntiwijoyo, 1987:127).
(sumballein),
yang
berwawancara,
imanen,
horisontal
dan
yaitu
juga
bersifat
vertikal
(Daeng,
peristiwa
menurut
mengenai
suatu
kadar
peristiwa
Hal ini hampir sama dengan teori
2008:80).
simbolik yang berpandangan bahwa dalam
Simbol adalah sesuatu yang dapat
menggambarkan
kenyataan
sosial,
mengekspresikan atau memberikan makna
pengarang menggunakan dua cara, yaitu: 1)
(Maran,
dengan
2000:43).
Menurutnya
banyak
menggunakan
simbol,
yaitu
simbol yang berupa objek-objek fisik yang
penolakan terhadap sesuatu yang alami atau
telah memperoleh makna kultural dan
wajar
dipergunakan untuk tujuan yang bersifat
diinginkan pengarang; 2) dengan mencari
simbolik ketimbang tujuan instrumennya.
tafsiran
Hal ini sejalan dengan pemikiran Victor
kekuatan yang mendalam, hal ini sebenarnya
Turner (1967) yang mengatakan kalau
secara tidak sadar sudah menjadi tugas dari
simbol itu menampakkan nilai-nilai dan
semua manusia (pendengar atau pembaca).
mengandung banyak arti.
untuk
atau
mencapai
pemahaman
maksud
atas
yang
sesuatu
Tujuan dari simbolik ini sendiri adalah
Dari uraian di atas, dapat diambil
pengarang ingin mengubah dan mengganti
kesimpulan kalau simbol merupakan sesuatu
kenyataan
yang
untuk
gambaran, yang mana gambaran ini akan
mengungkapkan makna yang sebenarnya
membangkitkan ingatan pembaca, bukan
namun tidak secara langsung, melainkan
untuk menganalisis seperti layaknya seorang
melalui sesuatu yang berbeda.
cendekiawan (Firth: 1975:30). Dengan kata
digunakan
manusia
menjadi
sebuah
ide
atau
lain, simbol merupakan pengrahasiaan atas suatu kebenaran, dalam hal ini adalah
2. Simbolik dalam Sastra Sastra sejarah memiliki 3 komponen,
kebenaran yang bersifat subyektif.
yaitu sejarah, estetis, dan fiktif. Unsur fiktif
Dalam
cerita
dongeng
biasanya
berkaitan erat dengan pandangan hidup dan
dipandang untuk kesenangan dan untuk
kepercayaan masyarakat yang meliputi 5
pengajaran moral bagi anak kecil. Dongeng-
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
19
ISSN 2502-8723
dongeng
menyenangkan,
menentramkan
dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain
hati, dan memberikan arah yang umum serta
tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka kitab
memberikan harapan bagi masa yang akan
tersebut dapat dianggap dalam kitab-kitab
datang.
sebagai
Jawa Kuno berbahasa prosa yang tergolong
pengembara yang digunakan oleh seorang
tua. Tetapi menurut bentuknya sekarang
yang tidak mempunyai fakta lagi. Cerita
dapat dimasukkan dalam golongan kitab
menyampaikan
bahasa Jawa Pertengahan‖.(Prof.Dr.R.M.Ng.
Cerita
sering
dilihat
informasi,
moral,
nilai.
Selain itu dongeng juga bersemangat dan meyakinkan,
sehingga
dongeng
Purbacaraka dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68)
itu
Maka tidaklah salah jika Pigeaud
memainkan suatu peranan yang penting dan
(1967) memasukkan Tantri Kāmandaka ini
hal itu tidak disadari oleh organisasi modern
ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam
(Arni, 2001:62). Jadi seorang pengarang
kelompok Religius and edifying poetry and
sastra, dalam menciptakan sebuah karya
fables. Bahasa dalam Tantri Kāmandaka
tidak bisa lepas dari simbolisasi, khusunya
tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita
simbolisme kolektif, yaitu perwakilan dari
mengenai kehidupan dan perilaku binatang,
pemikirannya yang kolektif.
dan penuh dengan perlambang dan fatwa. Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk
3. Serat Tantri Kāmandaka
pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang
Salah satu dongeng hasil karya sastra
telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita
Jawa adalah dongeng tantri. Menurut Dr.C.
dalam naskah ini sangat berkembang pesat
Hooykaas dalam Bibliotheca Javanica 2
dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa
(1931), di Indonesia terdapat 12 macam
maupun
naskah Tantri, yaitu: 3 dalam bahasa Jawa
mendunia.
Kuna; 2 dalam bahasa Jawa Baru; 2 dalam
di
Naskah
Indonesia
ini
bahkan
sampai
menceritakan
tentang
bahasa Madura; dan 5 dalam bahasa Bali.
dongeng binatang, sama halnya dengan serat
Sembilan naskah terakhir termasuk naskah
Kancil. Induk dari serat Tantri Kāmandaka
muda tetapi sudah dalam keadaan yang
yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi
sangat buruk. Yang termasuk dalam tantri
asli dari negeri India, tetapi masuknya ke
berbahasa
tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar
Jawa
Kuna,
yaitu:
Tantri
Kāmandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a
abad
Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan
Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15,
Tantri a Děmung karena buku tersebut dalam
naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa
bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung yang
dan
menunjukkan bentuk-bentuk puisi Jawa
Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri
Tengahan. Yang satu lainnya berbentuk
Kamandaka.
prosa, dan telah diterjemahkan oleh Dr. C.
berbentuk
namanya
prosa,
dalam
menjadi
namanya
naskah
yaitu
Tantri
Kamandaka tersebar hampir di seluruh
Dalam kitab Tantri Kāmandaka ada perkataan-perkataan
dan
Cerita-cerita
Hooykaas.
tersisip
ke-3
dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi
Sansekerta.
yang berbeda pada setiap generasi yang
Beberapa buah di antaranya masih dapat
berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
20
ISSN 2502-8723
lebih tinggi dari pada cerita Hikayat 1001
a. Karakter dalam cerita Hangśa-Kurma-
Malam yang beredar di tanah Melayu,
Sangsarga (Persahabatan Angsa dan
walaupun keduanya berasal dari induk yang
Kura-kura)
sama, yaitu Pancatantra.
Cerita ini mengisahkan persahabatan
Ada perbedaan sedikit antara Tantri
antara sepasang angsa yang baik hati dengan
Kāmandaka dengan serat Pancatantra, yaitu
sepasang kura-kura yang bodoh. Pada suatu
pada bagian awalnya. Jika serat Pancatantra
ketika, angsa berpamitan kepada kura-kura
itu yang menjadi permulaan cerita adalah
untuk pindah dari danau ke telaga untuk
mengisahkan seorang ratu yang mempunyai
mengantisipasi datangnya musim kemarau.
putra yang sangat bodoh semua, lalu disuruh
Tetapi kura-kura tidak mau ditinggal angsa,
berguru kepada seorang pendhita, dengan
dan merekapun akhirnya ikut pindah. Karena
cara diceritakan dongeng-dongeng tentang
kura-kura
binatang. Tetapi jika serat Tantri Kāmandaka
mempunyai akal yaitu menyuruh kura-kura
mengisahkan tentang seorang raja di sebuah
untuk memagut bagian tengah dari sebatang
negeri, setiap malam raja ini harus kawin
kayu, dan ujung-ujungnya dipagut oleh
dengan seorang gadis yang cantik dan murni.
angsa bersama istrinya. Si angsa memberi
Dalam beberapa waktu, negeri tersebut
saran agar kura-kura tidak boleh kendor
kehabisan gadis jelita dan hanya menyisakan
dalam
seorang putri anak sang patih yang bernama
berbicara. Ketika sampai di atas sebuah
Dewi Tantri. Dewi Tantri dengan rela
ladang, di sana ada sepasang anjing. Kedua
dipersembahkan kepada sang raja. Setelah
anjing bercakap-cakap kalau yang dibawa
acara perkawinan digelar, sebelum tidur
angsa itu adalah tinja kerbau. Mendengar
Dewi Tantri mengajukan permohonan akan
perkataan anjing, kura-kura marah dan
bercerita untuk menghilangkan kantuknya.
terbukalah mulutnya dan akhirnya jatuh ke
Sang raja setuju. Setelah cerita habis, sang
permukaan tanah, lalu dimakan oleh anjing-
raja ingin lanjutan cerita itu karena sangat
anjing itu.
indah.
Demikianlah
berlangsung
tidak
memagut
bisa
kayu
terbang,
apalagi
angsa
sambil
setiap
Ciri-ciri anatomi dari angsa adalah
malam, dan akhirnya sang raja terpengaruh
binatang berkaki dua, berbulu lembut, bisa
oleh dongeng-dongeng yang mengandung
berenang di air, berjalan di daratan, dan
kebijaksanaan, dan memutuskan untuk tidak
hebatnya lagi bisa terbang dengan sayapnya,
kawin lagi.
dan selalu bergerombol dengan binatang sebangsanya. Menurut ciri-ciri itu, binatang
4. Pendidikan Karakter melalui Dongeng
angsa menggambarkan sosok yang lengkap,
Tantri Kāmandaka
yaitu lembut hatinya selembut bulunya,
Berikut ini dijelaskan nilai-nilai yang
cerdik otaknya karena bisa bertahan hidup di
terkandung dalam dongeng tantri dan cara-
mana saja, dan setia kawan karena selalu
cara pengajarannya di SD.
menggerombol. Dan dalam cerita Tantri Kamandaka, angsa digambarkan sedemikian rupa sehingga bisa menyimbolkan seseorang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
21
ISSN 2502-8723
yang pintar dan selalu berfikir ke depan, hal
pindah bersamanya, angsa mempunyai akal
ini terbukti dalam petikan sebagai berikut.
agar kura-kura bisa ikut terbang. Hal itu
―Mitra,
nghulun
mamwit
seperti pada petikan di bawah ini.
awisata, ahyun ta ya mami
Sumahur ikang hangśa: ―Aum
sah-a
apan
sang pās, hana kira-kira ning
sangśayâsat tika mangke wai
hulun. Hanêki kayu, sahutěn
nikang talaga kumudawati,
denta, ri těngahnya; mami
tuwi mangharěpakěn lahrū-
sumahuta ring tung-tungnya
māsa. Tan kawaśa nghulun
sana-sini lawan swāmīn ning
yan madoha wai, nimittani
hulun‖.
saking
nghulun
ngke,
mahyun
umungsî
talaga
parwata
layata,
Terjemahan:
Himawān-
ngkana,
Angsa menjawab: ―Baiklah
ri
kura-kura, kami ada akal. Ini
ngaranya.
ada kayu, pagutlah olehmu
Mahāpawitra ika, wwainya
tengah-tengahnya, kami akan
mahěning adalěm, tan masat
memagut ujungnya dengan
yan lahrū-masā‖
istriku.‖
Mānasasāra
Terjemahan: ―Sahabat, kami minta diri
Sebaliknya anatomi kura-kura yang
akan pergi berjalan, kami
kecil,
bermaksud akan pergi dari
belakangnya yang keras, dalam cerita ini
sini,
karena
lamban
berjalan,
dan
tulang
air
danau
disimbolkan sebagai sosok yang tidak mau
ini
nanti
berpikir ke depan karena terlalu lambannya
apalagi
berjalan. Dan karena binatang ini kecil,
menjelang musim kemarau.
bisanya cuma ikut-ikutan saja. Sikap kura-
Kami tidak bisa jauh dari air,
kura yang hanya mau enaknya saja, dan
oleh
kami
tidak pernah kreatif karena hanya bisa ikut-
ke
ikutan saja. Sifat lain dari kura-kura yang
telaga di gunung Himawan,
jelek adalah dia tidak bisa mendengarkan
Manasasara namanya. Airnya
nasihat kawannya padahal nasihat itu demi
sangat jernih, bening lagi
kebaikannya sendiri, yaitu angsa menyuruh
dalam‖
kura-kura
Kumudawati semakin
kering,
sebab
bermaksud
itu
mengungsi
untuk
tidak
kendor
dalam
memagut kayu saat terbang. Nasihat ini tidak Kutipan di atas menggambarkan angsa
diindahkan oleh kura-kura hanya karena
yang selalu berfikir tentang masa depannya,
menuruti nafsu marahnya saat dikata-katai
tahu tentang banyak hal, dan setia kawan
oleh anjing, hasilnya dia-pun terjatuh dan
karena mau pergi dia pamit dulu kepada
mati dimakan anjing. Hal ini terbukti pada
sahabatnya.
petikan berikut.
Selain
itu,
angsa
juga
menyimbolkan sosok yang sangat pintar dan
Karěngő pwa wuwus ning
suka menolong. Saat kura-kura ingin ikut
śwana
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
22
dening
pās; ISSN 2502-8723
krodhâmběknya tutuknya tahi
kumědut
denya
ning
bisa menuruti nasihat sahabatnya, sang angsa
sinangguh
kěbw
yang baik hati.
aking,
b. Karakter dalam cerita Tuma mwang
parumahaning kutis. Wahu
Katitinggi (Kutu dengan Kepinding)
mangang tutuknya pwa ya
Cerita
ini
mengisahkan
tentang
ikang pās, huwa têka kayu
persahabatan
sinahutnya, tiba ikang pās
kepinding meminta bantuan kepada kutu
ring
ika
dalam hal mencari makanan. Suatu ketika
śrěgala
kepinding mendatangi kutu, dan berujar
ksītitala,
pinangan
linud
dening
salakistrīnya.
kutu
dan
kalau hidupnya kutu
Terjemahan:
kepinding
saat
itu enak sekali,
makanya bisa gemuk, sedangkan dirinya
Perkataan anjing itu terdengar
mencari makan saja susah, makanya dia
oleh
kurus
kura-kura;
marahlah
kering.
Kutu
menjawab
kalau
hatinya, mulutnya berdenyut-
hidupnya tidaklah enak seperti apa yang
denyut karena dianggap tinja
dipikirkan kepinding, dia hanya bisa makan
kerbau kering tempat tinggal
saat ada kesempatan, yaitu saat sang Seri
karu-karu. Maka terbukalah
raja sedang tertidur lelap, selain itu si kutu
mulut
itu,
tidak bisa makan sama sekali. Suatu ketika,
yang
saat sang Raja baru saja tertidur, kepinding
digigitnya, dan jatuhlah si
langsung menggigit darah sang raja, padahal
kura-kura
dia sudah diingatkan oleh kutu namun tidak
kura-kura
terlepaslah
tanah,
kayu
ke
lalu
permukaan
dimakan
oleh
didengar. Hasilnya, sang raja terbangun
anjing laki bini.
karena kaget dan langsung memerintahkan prajuritnya untuk membunuh kepinding.
Kutipan di atas menggambarkan nafsu
Tetapi yang ditemukan dulu hanya sepasang
marahnya yang sangat besar dan keras
kutu, maka kutu itu-pun langsung dibunuh
sekeras tulang belakangnya, maka kura-kura
karena melindungi kepinding. Tidak berapa
disimbolkan sebagai sosok yang pemarah
lama, kepinding juga berhasil ditemukan dan
dan kurang bisa menahan emosinya. Nilai
langsung di bunuh.
yang terkandung dalam cerita ini adalah bahwa
kita
senantiasa
tolong-
adalah kecil, hitam, bisa bertahan dalam
orang
yang
keadaan apapun, biasanya hidup di rambut
harus
kepala manusia untuk menghisap darah
mendengar dan mengikuti saran yang baik
sebagai makanan utamanya. Sebenarnya
dari
kutu bisa hidup di bagian tubuh manusia
menolong membutuhkan,
sahabat,
mengabaikan
harus
Menurut ciri-ciri biologis hewan kutu
terhadap selain
dan nasihat
itu
jangan itu
kita
sekali-kali karena
bisa
mana saja, tapi kebanyakan dia hanya
berakibat buruk bahkan bisa sangat fatal
bersarang di rambut kepala saja, dan tidak
seperti yang telah dialami oleh kura-kura
mau menghisap darah seenak perutnya
dalam cerita di atas, yaitu mati karena tidak
melainkan pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyimbolkan bahwa kutu meruapakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
23
ISSN 2502-8723
sosok yang tenang, sabar dan tidak serakah.
tidak ada kesempatan yang
Hal ini juga disiratkan dalam serat Tantri
baik....
Kamandaka seperti petikan di bawah ini. ....ri wruhanta, mami tuma, si
Dalam kutipan panjang di atas, jelaslah
Asada ngaran mami. Kunang
bahwa walaupun kutu bisa makan darahnya
sasabhā ni nghulun ring tilam
seri Raja, namun dia tidak bisa makan
sang
seenak
nātha...
pamangsa
Kunang
mami
hatinya
kecuali
setelah
ada
manganti
kesempatan yang baik, selain itu dia rela
kāladeśa; yan māsa sang
untuk tidak makan sampai berhari-hari.
nātha maguling, ika yan enak
Kesabaran kutu inilah yang patut kita
pagulingnira; ri samangkana
contoh, sabar dan juga tidak serakah
mami māngsa ring jěng sang
menuruti hawa nafsu. Berbeda dengan
nātha,
mami
hewan kepinding, walaupun sama kecilnya
sakahyun
mahuwus-huwus.
Yàn
tan
dengan kutu, dan makanannya-pun hampir
pamanggih
kāladeśa,
sama, namun kepinding tidak bisa sabar
manhlampu
mami
tan
menahan hawa nafsunya. Hal ini jelas
pamāngsa, těka ning sarātrī
menyimbolkan bahwa kepinding itu sebagai
rwang rātrī, liwat sangkêrika.
sosok yang serakah dan culas budinya. Hal
Mangkana
ini tersirat pada kutipan di bawah ini.
ulah
mami
mangāladeśa, mapan mami
Yan
tatkāla
tan manuhuki indriya dening
maguling
ring
êwěh ing kāladeśa....
amanggih
ri
iděpnya,
Terjemahan:
sang
prabhu
dina-kāla,
kala-deśa
ikang
ri
katitinggi.
....Ketahuilah olehmu, aku ini
Tinonya pupu sang prabhu
kutu,
maputih, yeka harsâmběknya,
si
Asada
namaku.
Tempatku mencari makan di
mayat
tilam Seri Baginda... Aku bisa
Tinanggehan denikang tuma...
makan hanya saat kesempatan
tan
yang baik, yakni jika waktu
dening gya nikang sāhasānya.
Seri
Kumědwa māngsa juga pwa
Raja
tidur
nyenyak,
waktu itulah aku makan pada kakinya
sesukaku
sehabis-
Jika
tidak
habisnya. mendapatkan
pwa
ya
mangiděp
suměsěpā. katitinggi,
ning lapanya... Terjemahan: Pada waktu Sang Raja beradu
kesempatan,
siang
hari,
si
kepinding
lebih baik aku tidak makan,
merasa mendapat kesempatan
sampai
baik. Dilihatnya paha sang
bermalam-malam.
Demikianlah
perihal
menunggu kesempatan
aku
Raja
keputih-putihan,
itu,
timbullah keinginan hatinya
dan aku tidak menuruti hawa
untuk
nafsu yang disebabkan karena
akan tetapi dicegah oleh si
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
24
memulai
mengisap,
ISSN 2502-8723
kutu... Si kepinding tidak
mandi lagi, dan seketika ia berubah kembali
mengindahkannya oleh sebab
menjadi seekor kera seperti sebelumnya.
kerasnya
nafsu
terburu-
Dalam cerita di atas, tokohnya adalah
burunya. Ia bersikeras pula
seekor kera. Menurut ciri-cirinya, kera
untuk
merupakan hewan yang anatomi tubuhnya
makan
karena
laparnya...
hampir
Begitulah kebaikan kutu yang sudah mengingatkan
kepinding
akan
sama
dengan
manusia,
yang
membedakan hanya volume otaknya saja
perilaku
yang lebih kecil. Dalam hal ini, kera
serakahnya, walaupun tidak didengar. Tetapi
menyimbolkan sosok yang kuat dan teguh
kebaikan ini tidak berbuah manis, karena dia
pendirian
telah berbuat baik pada sahabatnya yang
diinginkannya. Hal ini terbukti seperti
salah, akibatnya dia-pun ikut celaka bersama
petikan berikut.
untuk
mendapat
apa
yang
sahabatnya. Gambaran nasib kedua hewan
Ana ta wre manganakěn tapa...
pemakan darah manusia yang akhirnya
Tasak denya manganakěn tapa
semua harus mati. Hal ini menyimbolkan
tan mahangkāra driyanya: yan
bahwa sosok yang selalu melukai dan
raěng ikang woh ing jambu ri
merugikan orang lain, walaupun baik hatinya
sandingnya,
pasti akhirnya juga akan dibasmi. Selain itu,
denya,
tan
makêwěhnya,
pelajaran lain yang bisa dipetik dari cerita di
umulat
juga
swabhāwanya,
atas ialah bahwa barang siapa yang memberi
śakti ika denyanganakěn tapa...
perlindungan dan tidak mengetahui baik
ya
ta
rinuyu
Terjemahan:
buruknya yang dilindungi (yang minta
Ada seekor kera
perlindungan), maka pastilah dia akan selalu
tapanya telah matang, tidak
mendapat kesusahan, buah dari buruknya
berangkara lagi hawa nafsunya:
yang dilindungi itu.
apabila
3. Karakter dalam cerita Sang Wre
dekatnya masak, dirontokanlah
Si Murdasa Anti, Lobha Dahat
olehnya
(Kera Si Murdasa Anti yang Amat
perasaan
Serakah)
sekali, hanya melihatnya saja
Di sini menceritakan seekor kera betina yang
bertapa
dengan
tulus
hati
buah
dengan
bertapa...
jambu
di
tak
terganggu
ada sama
yang dilakukan. Sungguh kuat
agar
ia bertapa...
keinginannya menjadi cantik seperti bidadari bisa terkabul. Sang Bathara-pun akhirnya
Kutipan di atas jelas menggambarkan
terketuk hati, dan mengabulkan permintaan
bahwa kera itu kuat pendiriannya layaknya
kera. Lalu kera disuruh mandi tujuh kali di
manusia, yaitu akan berusaha sekuat tenaga
sebuah pemandian suci. Setelah mandi tujuh
agar mendapatkan apa yang diinginkan.
kali, berubahlah si kera menjadi cantik
Tetapi setelah apa yang diinginkan telah
mengalahkan bidadari. Saat itu juga kera
tercapai, si kera tidak puas dan dengan
berfikir jika ia mandi tujuh kali lagi, maka
serakahnya menginginkan hal yang lebih.
cantiknya akan seperti Bethari Uma. Lalu ia
Kutipan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
25
itu
jelas
menegaskan
bahwa
ISSN 2502-8723
keserakahan dan ketidakpuasan pada apa
menyimbolkan dua hal yang berbeda. Yang
yang telah didapatkan akhirnya tidak akan
pertama yaitu kura-kura. Telah dibahas pada
baik, bahkan bisa berakhir lebih buruk. Sifat
bagian 4.1 tentang bagian anatomi serta
kera dalam cerita ini menyimbolkan sifat
simbol-simbolnya. Namun dalam cerita ini,
manusia yang tak pernah puas dengan apa
kura-kura diceritakan sebagai hewan yang
yang
selalu
telah
didapatkannya,
dan
selalu
rukun
dan
selalu
kompak
dengan
menginginkan hal yang lebih, dan pada
saudaranya,
gotong-royong
demi
akhirnya malah mendapat keburukan buah
kebaikan bersama dengan cara mengakali
dari keserakahnnya itu.
musuhnya. Ini artinya bahwa kura-kura
4. Karakter dalam Cerita Garuda kalah
walaupun kecil, tetapi cerdik otaknya. Hal
denikang Pas (Garuda kalah dengan
ini terbukti pada kutipan berikut. ....Tělas karuhuna kita kabeh
Kura-kura) Penggalan
cerita
ini
maraêng sāgara, karya ana ta
mengisahkan
sebuah pemerintahan republik kura-kura
rwang
yang dipimpin oleh seekor kura-kura tua.
pasangketanta: yan maparěk
Kerajaan ini didatangi seekor burung garuda
pwa
yang mau
setiap
sumahura ikang ing arěp. Yan
harinya. Suatu ketika sang kura-kura tua
meh praptaha ring pinggir ing
mengusulkan
taruhan
samudra, rumuhana měntasa
dengan burung garuda, yaitu kura-kura
ikang ring těmbing. Mangkana
berlomba
kira-kiraranta,
memangsa
untuk
kura-kura
membuat
dengan
garuda
untuk
wiji. měne
Amaywakěna sang
Garuda,
wyakti
menyeberangi lautan, siapa yang sampai
aměnang kita, rahayu dahat
lebih dulu di pantai seberang, maka semua
upāyanta....
permintaannya harus dipenuhi. Jika kura-
Terjemahan:
kura yang menang, maka burung garuda
....akhirnya lebih dulu pergilah
tidak boleh memakan kura-kura lagi, dan jika
anda
garuda yang menang maka garuda boleh
tinggallah di sini dua ekor. Di
memakan kura-kura sampai tujuh turunan.
sana
Saat taruhan berlangsung, kura-kura yang
bersepakat, jika nanti Garuda
selalu rukun dengan sesamanya mempunyai
datang, di depannyalah yang
akal agar bisa mengalahkan garuda, yaitu
menyahut.
dengan menyuruh seekor kura-kura lainnya
sampai ke tepi laut, kura-kura-
untuk bersiap di tepi seberang. Dan, sebelum
kura yang berbeda dipinggir
garuda sampai, kura-kura itu sudah terlihat di
harus mendahului ke pantai.
pantai, maka menanglah kura-kura dan
Begitulah
garuda-pun harus mau menepati janjinya
kauperbuat, pasti anda akan
untuk tidak lagi makan kura-kura.
menang, karena upaya anada
Dalam cerita ini ada dua tokoh hewan
masing-masing
hewan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ke
anda
laut,
hendaknya
Jika
ia
yang
hampir
harus
itu sangat bagus...
yang berperan yaitu kura-kura dan burung garuda,
sekalian
Petikan
ini
bagaimana 26
di
atas
kecerdikan
menggambarkan kura-kura
dalam
ISSN 2502-8723
menghadapi musuhnya yang sangat besar
dijatuhkan tepat di atas naga. Marahlah hati
yaitu, garuda. Walaupun agak licik, tetapi hal
raja,
inilah yang seharusnya dilakukan untuk
mencari perhiasan dan membunuh siapa saja
mengakhiri suatu kedzoliman. Hal ini juga
yang telah merebutnya. Saat tentara itu
menyimbolkan kalau kura-kura yang selalu
bersorak-sorai, naga mengira kalau mereka
hidup rukun dengan keluarganya mampu
sedang memburunya, larilah naga ke dalam
mengalahkan suatu kejahatan yang besar,
lubangnya, tapi tetap saja ia berhasil di
yaitu seekor burung garuda yang besar. Hal
tangkap lalu dibunuh oleh tentara-tentara itu.
ini jelas membuktikan kalau kerukunan
Matilah dia, dan panjang umurlah hidup si
dengan saudara bisa mengalahkan musuhnya
gagak.
walaupun itu sebesar burung Garuda. Besar
lalu
menyuruh
Tokoh
prajuritnya
dalam
cerita
untuk
bisa
dan buasnya burung Garuda bisa dikalahkan
menyimbolkan banyak hal. Yang pertama
oleh hewan-hewan sekecil kura-kura. Hal ini
adalah
menyimbolkan
sebesar
merupakan hewan yang pintar, bisa terbang,
apapun, bisa dikalahkan oleh sesutu yang
dan juga hebatnya dia bisa membuat tempat
kecil, asalkan sesuatu yang kecil itu harus
tinggal (sarang), hal ini merupakan sebuah
bersatu padu dan bisa guyub rukun. Cerita
kemampuan yang luar biasa dari jenis non-
ini mengingatkan manusia, bahwa sesuatu
manusia. Gagak merupakan hewan yang
yang besar itu bisa dikalahkan dengan
pintar karena bisa membuat sarang di mana
kecerdikan dan juga kerukunan. Ini juga
saja termasuk di atas pohon randu. Selain
berarti bahwa masyarakat atau rakyat kecil
hewan
bisa
menyimbolkan
saja
kalau
kejahatan
mengalahkan
pejabat-pejabat
burung
gagak.
yang
Burung
pintar,
gagak
keagungan
gagak
juga dan
pemerintahan yang berkuasa dengan cara
kebijaksanaan. Hal ini terbukti saat ada
dilawan dengan kecerdikan dan juga dengan
musuh yaitu naga yang selalu memakan
kebersamaan.
anaknya,
5. Karakter dalam cerita Sarpa Sitara
menyusun
Pějah dening cidra Buddhinya (Naga
kejahatan si naga.
si
gagak
rencana
dengan untuk
bijaksana
menghentikan
Gagak sangat pintar, setelah anaknya
Sitara Mati Lantaran Culas Budinya) Ringkasan ceritanya yaitu ada seekor
habis dimakan naga, ia membuat rencana
burung gagak yang bersarang di atas pohon
untuk membunuh naga itu. rencananya ini
randu bersama keluarganya. Di akar pohon
lalu
itu ada naganya yang tinggal di dalam gua,
kecerdikannya dia membuat perangakap
Sitara namanya. Sitara ini culas hatinya, dan
untuk si naga. Kecerdikan gagak untuk
senantiasa
gagak.
mengalahkan si naga, walaupun perbuatan
Geramlah si gagak kepada Sitara lalu
gagak ini tidak benar, tetapi hal itu demi
menyusun rencana untuk membunuh naga
kebaikannya
itu. Suatu ketika, saat ada seorang raja
Begitulah kebijaksanaan sang gagak.
memakan
anak
si
beserta bala tentaranya sedang istirahat di
diwujudkan
dan
benar,
juga
dengan
keturunannya.
Tokoh selanjutnya yaitu si ular naga.
bawah pohon randu, si gagak dengan sengaja
Menurut
menyambar
tubuh yang lebih besar dari pada hewan
perhiasan
sang
Raja
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
lalu 27
anatominya,
naga
mempunyai
ISSN 2502-8723
reptil lainnya. Karena tubuhnya yang besar,
manahnya, apan walingnya
ia menjadi hewan yang buas, seenaknya saja
binuru...
memangsa hewan kecil lainnya sehingga
Terjemahan:
menjadi ditakuti. Menurut anatominya inilah,
...segenap tentara Rajaputra
naga
bersorak-sorai
menyimbolkan
ketakutan
karena
sebagai
sering
pembawa
dengan
mendatangkan
gembiranya, berebut dulu,
ancaman yang menakutkan. Hal ini juga
riuh bergemuruh bahananya.
tersurat dalam serat Tantri Kamandaka,
Si
sebagai berikut petikannya.
menyangka ia diburu...
.... ana ta nāga munggw ing wwad
ikang
hatinya
kecut,
Cerita di atas menggambarkan bahwa
ri
pendeknya pikiran si naga, sebelum ia
ikang
mengetahui apa yang terjadi, dia sudah
sarpa, Sitara ngaranya. Ya
gegabah dan kebingungan sendiri. Hal inilah
têka cidra buddhinya Sitara,
yang akhirnya mengakhiri hidupnya, seperti
nityâmāngsa
petikan berikut.
guwanya
rangrě,
ular
nggwan
anak
ikang
gagak...
...mijil
pwa
wiwaranya,
ya
sakêng
katon
dening
wadwa dyah Wīraparāna,
Terjemahan: Di akar pohon randu ada
binurunya
ikang
sarpa
naganya, tinggal dalam gua,
kinabehan,
pějah
ikang
Sitara namanya. Sitara ini
sarpa dening wadwa. Ikang
culas hatinya, tidak dapat
gagak dīrghâyusâ-swasthā.
dipercaya, suka memperdaya orang
dan
Terjemahan:
sebagainya,
...Keluarlah
ia
dari
senantiasa makan anak si
lubangnya,
tampak
oleh
gagak...
tentara Ular
Raden
Wiraprana.
dikejar,
dikeroyok
Petikan di atas jelas memperlihatkan
beramai-ramai, matilah ia
kebuasan, kejahatan dan kekejaman naga.
oleh tentara. Sedang si gagak
Tetapi di samping sifatnya yang kuat itu,
panjang
naga ternyata juga mempunyai kelemahan,
berbahagia.
yaitu dia tidak bisa berfikir jernih dan selalu
Petikan
usianya
di
dan
atas
jelas
gegabah. Hal ini seperti yang diceritakan
menggambarkan keculasan naga berakhir
pada petikan berikut.
hanya
...prasama
surak
karena
gegabahnya
yang telah
agirang
direncanakan oleh si gagak, dan akhirnya si
wadya sang rāja-putra. Yêka
ular mati, sedangkan si gagak bisa hidup
pada
lama
mangrěbut
matěri
dan
berbahagia.
Hal
ini
gumuruh swaranya kabeh.
menyimbolkan bahwa orang yang daif,
Ikang
hina, rendah dan sebagainya (seperti halnya
sarpa
sangśaya
si gagak) , apabila dia berhati baik, berbudi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
28
ISSN 2502-8723
pekerti yang luhur dan suka berbuat amal
moralnya. Dan tentunya mereka harus
(tolong-menolong), maka akan selamat.
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bisa
Dan sebaliknya sebesar apapun kekuasaan
merusak moral.
seseorang, apabila hatinya culas dan tidak
Penulisan
ini
jauh
dari
kata
berbudi pekerti luhur, maka akan mati
sempurna, ada baiknya jika ada yang mau
dengan
melengkapi dan meneruskan penelitian yang
mengenaskan
karena
sifatnya
culasnya sendiri.
lbeih mendetail dan mendalam sehingga bisa lebih bermanfaat bagi para pembacanya. Penelitian tindak lanjut yang bisa dikerjakan
PENUTUP Setiap karya sastra, baik itu berupa
misalnya tentang bagaimana cara membuat
sastra tulis maupun lisan seperti dongeng
bahasa dongeng Tantri Kamandaka agar
binatang pasti mempunyai kegunaan dan
lebih mudah dimengerti oleh para pembaca
banyak mengandung ajaran dan informasi.
dan penyimak setianya.
Ajaran-ajaran itu ada yang bersifat tersurat dan ada juga yang tersirat saja. Dalam
DAFTAR PUSTAKA
dongeng Tantri Kamandaka ini banyak sekali mengandung ajaran yang tersirat, yaitu pengarang menyampaikan maksudnya.
secara
tidak
apa
langsung
yang
Pengarang
Daeng, Hans, J. 2008. Manusia, Kebudayaan dan
menjadi di
Lingkungan
Antropologis). Yogyakarta: Pustaka
sini
Belajar
menyampaikan pesannya melalui simbol-
Firth, Raymond. 1975. Symbols, Public and
simbol, yaitu melalui watak dan tingkah laku
Private.
para tokohnya, para hewan yang bertingkah
University Press
laku seperti halnya manusia.
Hanafi,
Simbol-simbol ini banyak sekali nilai
kecerobohan,
keburukan, kerendahan
Abdillah.
York:
Cornell
1984.
Memahami
Antar
Manusia.
Surabaya: Usaha Nasional
kecerdikan, budi,
New
Komunikasi
dan maknanya. Ada yang menyimbolkan kebaikan,
(Tinjauan
Kuntowijoyo,
serta
DR.
1987.
Budaya
dan
Masyarakat. Yogjakarta: PT. Tiara
luhurnya budi pekerti. Semua nilai itu
Wacana Yogya
disimbolkan secara baik dalam wujud tokoh
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia &
para binatang dan seluruh tingkah lakunya
Budaya
dalam
Perspektif
Ilmu
dalam cerita yang dalam kenyatannya juga
Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Mardiwarsito, L. 1983. Tantri Kāmandaka,
dilakukan oleh manusia pada umumnya. Nilai-nilai ini jika sudah diketahui
Naskah
dan
Terjemahan
dengan
oleh para pembaca atau penyimak dongeng,
Glosarium. Flores: Nusa Indah
hendaknya mereka membuka pikiran dan
Pigeud, Th.G. 1967. Literature of Java,
sadar akan segala perbuatannya, dan lebih
Katalogus-Reisone
bagus lagi jika para manusia itu bisa
Manuscrift
mengambil dan meniru setiap pelajaran
Hague: Martinus Nijhoff
and
of
Javaansche
Suplement.
The
penting yang akan meningkatkan kualitas FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
29
ISSN 2502-8723
Poerbatjaraka. 1952. Kapustakan Djawi. Jakarta: Djambatan _______. Jakarta:
1957.
Kepustakaan
Djawa.
Djambatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
30
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fina Dwi Rosita Dewi Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak Model pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan jenis model pembelajaran kooperatif. Model TSTS ini digunakan bertujuan dalam upaya guru meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS. Model TSTS merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berfikir kritis dan mencari informasi dengan cara bertamu kekelompok lain, sehingga mampu memotivasi siswa untuk belajar. Motivasi belajar sangat perlu di miliki bagi semua siswa khususnya siswa sekolah dasar. Usia sekolah dasar merupakan tahapan awal anak dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui pembelajaran. Motivasi sangat penting dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan sistem pembelajaran salah satunya dengan penggunaan model-model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan melalui model pembelajaran TSTS. Kata Kunci : Model Pembelajaran, , TSTS (Two Stay Two Stray), Motivasi Belajar, IPS. Abstract TSTS learning model ( Two Stay Two Stray ) is a type of cooperative learning model . This TSTS models used in efforts aimed at improving teachers' motivation to learn the elementary school students in social studies . Model TSTS a learning model that requires students to think critically and look for information by other kekelompok visit , so as to motivate students to learn . Motivation to learn is necessary in for all our students, especially primary school students . The primary school age children in the early stages of obtaining knowledge through learning . Motivation is very important in learning activities, because their motivation to encourage the spirit of learning and conversely lack of motivation will weaken the spirit of learning. Therefore, it is necessary to the improvement of the system of learning one of them with the use of learning models that are innovative, creative and fun through learning model TSTS . Keywords : Learning Model, Learn Motivation, TSTS (Two Stay Two Stray), IPS
2009:14) menyatakan, ―Struktur Two Stay
PENDAHULUAN
Two Stray yaitu memberi kelompok untuk
Proses Belajar Mengajar (PBM) yang baik
tentu
banyak
faktor
membagikan hasil dan informasi dengan
yang
kelompok lain‘‘. Hasibuan (2006: 22-23)
mempengaruhinya dan diantaranya adalah
mengatakan ada beberapa manfaat dari
metode dan teknik yang digunakan guru dalam
melakukan
interaksinya
diskusi , yaitu sebagai berikut : (1)
dengan
memanfaatkan berbagai kemampuan yang
peserta didik agar bahan pembelajaran
ada pada siswa; (2) memberi kesempatan
sampai kepada peserta didik. Salah satu
kepada
model pembelajaran yang menyenangkan
saling
mendapatkan kelompok lain.
suatu
berdiskusi
untuk
informasi
kepada
menyalurkan
siswa, apakah tujuan telah dicapai; (4) membantu siswa belajar berpikir kritis; (5) membantu siswa belajar menilai kemampuan
Lie (dalam Yusritawati,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
untuk
kemampuannya; (3) mendapat balikan dari
adalah model TSTS. Model TSTS ini bersifat kerjasama,
siswa
dan peranan diri sendiri maupun teman31
ISSN 2502-8723
temannya (orang lain); (6) membantu siswa
usaha belajar bagi para siswa. Menurut
menyadari
merumuskan
Djamarah (2002 : 123) ada tiga fungsi
berbagai permasalahan yang dilihat, baik
motivasi: (a) Motivasi sebagai pendorong
dari
perbuatan.
dan
mampu
pengalaman
sendiri
maupun
dari
Motivasi
berfungsi
sebagai
pelajaran sekolah dan; (7) mengembangkan
pendorong untuk mempengaruhi sikap apa
motivasi untuk belajar lebih lanjut.
yang seharusnya anak didik ambil dalam
Salah
satu
faktor
yang
siswa
adalah
penggerak perbuatan. Dorongan psikologis
motivasi. Dengan adanya motivasi, siswa
melahirkan sikap terhadap anak didik itu
akan belajar lebih keras, ulet, tekundan
merupakan
memiliki dan memiliki konsentrasi penuh
terbendung,yang kemudian terjelma dalam
dalam
pembelajaran.
bentuk gerakan psikofisik; (c) Motivasi
Dorongan motivasi dalam belajar merupakan
sebagai pengarah perbuatan. Anak didik
salah satu hal yang perlu dibangkitkan dalam
yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi
upaya pembelajaran di sekolah. Biggs dan
mana perbuatan yang harus dilakukan dan
Tefler (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006)
mana perbuatan yang diabaikan.
mempengaruhi
prestasi
proses
mengungkapkan
belajar
motivasi
belajar
rangka
siswa
belajar;
suatu
Misalnya
(b)
Motivasi
kekuatan
dalam
sebagai
yang
pelajaran
tak
IPS
dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi
muatan yang terlalu banyak materi dan
atau
tiadanya
belajar
akan
bersifat menghafal, sehingga siswa enggan
sehingga
mutu
untuk belajar. Oleh karena itu motivasi
prestasi belajar akan rendah. Motivasi
belajar khususnya pada mata pelajaran IPS
belajar yang dimiliki siswa dalamsetiap
ditingkatkan dengan menggunakan salah
kegiatan pembelajaran sangat berperan untuk
satu model pembelajaran TSTS. Program
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
pendidikan IPS yang komprehensif adalah
mata pelajaran tertentu (Nashar, 2004:11).
program pendidika yang mencakup empat
Siswa yang bermotivasi tinggi dalam belajar
dimensi. Menurut Siradjudin (2012:45),
memungkinkan
empat dimensi itu meliputi: (1) Dimensi
melemahkan
motivasi kegiatan,
akan
memperoleh
hasil
belajar yang tinggi pula, artinya semakin
Pengetahuan
(knowledge),
secara
tinggi motivasinya, semakin intensitas usaha
konseptual, pengetahuan mencakup fakta,
dan upaya yang dilakukan, maka semakin
konsep, dan generalisasi yang dipahami oleh
tinggi prestasi belajar yang diperolehnya.
siswa; (2) Dimensi Keterampilan (skills)
Motivasi merupakan syarat mutlak
antara lain yaitu, Keterampilan meneliti/
dalam belajar. Tanpa motivasi (atau kurang
akademik dan keterampilan berpikir; (3)
motivasi)
dengan
Dimensi Nilai dan Sikap (vallues and
maksimal. Dalam proses belajar, motivasi
attitudes), antara lain nilai substantif adalah
memiliki peran yang sangat penting, sebab
keyakinan
seseorang yang tidak mempunyai motivasi
seseorang
dalam
mungkin
Sedangkan nilai prosedural secara eksplisit
melaksanakan aktivitas belajar. Motivasi
atau implisit hendaknya telah ada dalam
diperlukan dalam menentukan intensitas
langkah-langkah pembelajaran dan tidaklah
tidak
belajar,
akan
tidak
berhasil
akan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
32
yang
telah
umumnya
dipegang hasil
oleh
belajar.
ISSN 2502-8723
menjadi bagian dari konten tersendiri; (4)
to master material initially presented by the
Dimensi
teacher‖. Ini berarti bahwa cooperative
Tindakan
(action),
meliputi:
percontohan kegiatan dalam memecahkan
learning
masalah di kelas; berkomunikasi dengan
adalah suatu model pembelajaran dimana
anggota
sistem
masyarakat
yang
diciptakan;
atau
pembelajaran
belajar
dan
bekerja
kooperatif
kelompok-
pengambilan keputusan dan dapat menjadi
kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara
bagian kegiatan kelas khususnya pada saat
kolaboratif
siswa diajak melakukan inkuiri.
peserta didik lebih bergairah dalam belajar.
Model pembelajaran memiliki andil
sehingga
dapat
merangsang
Dari beberapa pengertian menurut para ahli
yang cukup besar dalam kegiatan belajar
dapat
mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran
kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan
kelompok-kelompok
model pembelajaran yang tepat, sehingga
bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk
tujuan
mencapai
pembelajaran
yang
diharapkan
tercapai. Terdapat berbagai macam model
guru
untuk
kecil
pembelajaran
yang
pembelajaran
saling
yang
Menurut Lie (2002:60-61) model
kegiatan
pembelajaran two stay two stray (Dua
pembelajaran di kelas berlangsung efektif
Tinggal Dua tamu) merupakan suatu model
dan optimal. Salah satu model pembelajaran
pembelajaran
yang dapat melibatkan atau mengaktifkan
memecahkan
siswa
model
kelompoknya, kemudian dua siswa dari
pembelajaran kooperatif tipe two stay two
kelompok tersebut bertukar informasi ke dua
stray (dua tinggal dua tamu). Dimana model
anggota kelompok lain yang tinggal. Dalam
TSTS ini mempunyai salah satu manfaat bagi
model pembelajaran two stay two stray (Dua
peserta didik yaitu meningkatkan motivasi
Tinggal Dua Tamu), siswa dituntut untuk
belajar siswa.
memiliki tanggungjawab dan aktif dalam
dalam
menjadikan
tujuan
bahwa
diharapkan‖.
pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi
disimpulkan
belajar
adalah
dimana masalah
siswa
belajar
bersama
anggota
setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Agus Suprijono (2012:93) strategi Two Stay Two
PEMBAHASAN A. MODEL
PEMBELAJARAN
Stray atau strategi dua tinggal dua tamu
TSTS
adalah strategi
(TWO STAY TWO STRAY) Model pembelajaran TSTS (Two Stay
anggota
yang dapat mendorong
kelompok
untuk
memperoleh
Two Stray) merupakan jenis pembelajaran
konsep secara mendalam melalui pemberian
kooperatif
peran pada siswa.
yang
sangat
menyenangkan,
dimana dua siswa menjadi tamu dan dua
B. LANGKAH-LANGKAH
siswa menjadi informan. TSTS yang sering disebut
―dua
tinggal
dua
PEMBELAJARAN
tamu‖
TWO STAY TWO STRAY
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun
1992.
Menurut
Slavin
KOOPERATIF
Model pembelajaran two stay two
(Isjoni,
stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer
2011:15) ―In cooperative learning methods,
Kagan pada tahun 1992. Model ini dapat
students work together in four member teams
digunakan pada semua materi pelajaran dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
33
ISSN 2502-8723
tingkatan usia siswa. Struktur dua tinggal
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu.
dua tamu memberi kesempatan kepada
Setelah
kelompok untuk membagikan hasil dan
anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan
informasi dengan kelompok lain. Hal ini
kembali ke kelompok masing-masing dan
dilakukan dengan cara saling mengunjungi
melaporkan temuannya serta mancocokkan
atau bertamu antar kelompok untuk berbagi
dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
informasi.
4.Formalisasi
memperoleh
informasi
dari
2
Pembelajaran kooperatif model TSTS
Setelah belajar dalam kelompok dan
terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
menyelesaikan permasalahan yang diberikan
1. Persiapan
salah satu kelompok mempresentasikan hasil
Pada tahap persiapan ini, hal yang
diskusi
kelompoknya
untuk
dilakukan guru adalah membuat silabus dan
dikomunikasikan atau didiskusikan dengan
sistem
kelompok
penilaian,
desain
pembelajaran,
lainnya.
Kemudian
guru
menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa
membahas dan mengarahkan siswa ke
menjadi beberapa kelompok dengan masing-
bentuk formal.
masing anggota 4 siswa.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
2. Presentasi Guru
Pada
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator
pembelajaran,
mengenal
tahap
evaluasi
ini
untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan
dan
siswa dalam memahami materi yang telah
menjelaskan materi sesuai dengan rencana
diperoleh
pembelajaran yang telah dibuat.
pembelajaran
3. Kegiatan Kelompok
Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi
Pada
kegiatan
ini
pembelajaran
dengan
menggunakan
kooperatif
model
pertanyaan-pertanyaan
model TSTS.
dari
hasil
menggunakan lembar kegiatan yang berisi
pembelajaran dengan model TSTS, yang
tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-
selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian
tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah
penghargaan
menerima lembar kegiatan yang berisi
mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
permasalahan-permasalahan yang berkaitan
kepada
Kelebihan
Dan
kelompok
Kekurangan
yang
Model
dengan konsep materi dan klasifikasinya,
TSTS
siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil
Adapun kelebihan dari model TSTS adalah
(4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah
sebagai berikut: (a) Dapat diterapkan pada
tersebut
anggota
semua kelas/tingkatan; (b) Kecenderungan
kelompok
belajar siswa menjadi lebih bermakna; (c)
bersama-sama
kelompoknya.
Masing-masing
menyelesaikan atau memecahkan masalah
Lebih
yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
Diharapkan
Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-
mengungkapkan
masing
meninggalkan
Menambah kekompakan dan rasa percaya
kelompoknya dan bertamu ke kelompok
diri siswa; (f) Kemampuan berbicara siswa
yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal
dapat
dalam kelompok bertugas menyampaikan
meningkatkan minat/motivasi dan prestasi
kelompok
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
34
berorientasi
pada keaktifan;
siswa
ditingkatka;
akan
berani
pendapatnya;
g)
(d)
(e)
Membantu
ISSN 2502-8723
belajar.
Sedangkan
model
melakukan kegiatan belajar yang didorong
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau
Stray antara lain, yaitu: (a) membutuhkan
hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi
waktu yang lama; (b) siswacenderung tidak
dipandang sebagai dorongan mental yang
mau belajar dalam kelompok; (c) bagi guru,
menggerakkan dan mengarahkan perilaku
membutuhkan banyak persiapan (materi,
manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam
dana dan tenaga); (d) guru cenderung
motivasi terkandung adanya keinginan yang
kesulitan dalam pengelolaan kelas. Untuk
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan
mengatasi
pembelajaran
dan mengarahkan sikap serta perilaku pada
kooperatif model TSTS, maka sebelum
individu belajar (Koeswara, 1989 ; Siagia,
pembelajara
dahulu
1989 ; Sehein, 1991 ; Biggs dan Tefler, 1987
mempersiapkan dan membentuk kelompok-
dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) Untuk
kelompok belajar yang heterogen ditinjau
peningkatan motivasi belajar menurut Abin
dari segi jenis kelamin dan kemampuan
Syamsudin M (1996) yang dapat kita lakukan
akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin,
adalah
dalam satu kelompk harus ada siswa laki-
indikatoryna dalam tahap-tahap tertentu.
laki dan perempuannya. Jika berdasarkan
Indikator motivasi antara lain: 1) Durasi
kemampuan akademis maka dalam satu
kegiatan;
kelompok
orang
Presistensinya pada tujuan kegiatan; 4)
berkemampuan akademis tinggi, dua orang
Ketabahan, keuletan dan kemampuannya
dengan kemampuan sedang dan satu lainnya
dalam menghadapi kegiatan dan kesulitan
dari
akademis
untuk mencapai tujuan; 5) Pengabdian dan
kurang. Pembentukan kelompok heterogen
pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6)
memberikan
untuksaling
Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai
mengajar dan saling mendukung sehingga
dengan kegiatan yang dilakukan; 7) Tingkat
memudahkan
kualifikasi
kekurangan
guru
terlebih
terdiri
kelompok
dengan
kelemahan
dari
kemampuan
kesempatan
pengelolaan
adanya
berkemampuan diharapkan
satu
satu akademis
bisa
mengidentifikasi
2)
Frekuensi
8)
kegiatan;
Arah
3)
kelas
karena
orang
yang
tinggi
yang
Motivasi adalah usaha yang didasari
anggota
untuk mengerahkan dan menjaga tingkah
membantu
prestasi;
beberapa
sikapnya
terhadap sasaran kegiatan.
kelompok yang lain.
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau
C. MOTIVASI BELAJAR Pada dasarnya motivasi adalah suatu
tujuan
tertentu.
Menurut
Santrok
(2008:510) bahwa motivasi adalah proses
usaha yang disadari untuk menggerakkan,
yang
menggarahkan dan menjaga tingkah laku
kegigihan
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak
menurut Sardiman (2007:73) adalah daya
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
penggerak dari dalam diri untuk melakukan
atau
Clayton
aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai
Alderfer (dalam Nashar,2004:42). Motivasi
suatu tujuan. Selanjutnya menurut Mc.
belajar adalah kecenderungan siswa dalam
Donald (dalam Sardiman:2007:73), motivasi
tujuan
tertentu.
Menurut
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
35
memberi
semangat,
perilaku.
Adapun
arah,
dan
pendapat
ISSN 2502-8723
adalah
perubahan
energi
dalam
diri
(kebutuhan)
dan
memperoleh
suatu
seseorang yang ditandai dengan munculnya
perubahan tingkah laku yang baru. Motivasi
―felling‖ dan didahului dengan tanggapan
juga bisa disebut sebagai penumbuh gairah,
terhadap
adanya
merasa senang, dan semangat untuk belajar.
beberapa
pendapat
tujuan.
tentang
Dengan motivasi yang kuat, siswa akan
disimpulkan
mempunyai banyak energi untuk melakukan
bahwa motivasi merupakan keseluruhan
kegiatan belajar dan mencapai prestasi yang
daya penggerak di dalam diri siswa yang
tinggi.
menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan
berprestasinyatinggi akan mencapai prestasi
yang memberikan arah dalam kegiatan
akademis yang tinggi apabila: a) Rasa
belajar. Sehingga tujuan yang diharapkan
takutnya
dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
daripada keinginannya untuk berhasil; b)
Menurut (Azwar, 1995) Perubahan motivasi
Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi
yang diperoleh berdasarkan pendekatan
tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga
komunikasi
tidak
pengertian
para
Berdasarkan
motivasi
juga
ahli
dapat
dapat
dilihat melalui
perubahan sikap yang ditimbulkan.
usia
seharihari
lanjut,
manusia
yang
motivasi
akan kegagalan lebih rendah
terlalu
sukar,
sehingga
memberi
kesempatan untuk berhasil.
Belajar ada sejak manusia dilahirkan sampai
Siswa
D.
MENINGKATKAN
MOTIVASI
dalam
kehidupan
BELAJAR IPS MELALUI MODEL
banyak
melakukan
TSTS
kegiatan yang sebenarnya merupakan suatu
Keberhasilan siswa dalam belajar
gejala belajar. Menurut Slameto (2010: 2),
bukan hanya dari penguasaan materi semata,
―belajar adalah suatu proses usaha yang
namun motivasi yang dimiliki siswa juga
dilakukan seseorang untuk memperoleh
sangat mempengaruhinya. Pada umunnya
suatu perubahan tingkah laku yang baru
setiap individu mempunyai keinginan dan
secara
hasil
kebutuhan belajar sendiri-sendiri. Setiap
interaksi
keinginan dan kebutuhan untuk belajar perlu
dengan lingkunganya.‖Hal ini menunjukkan
diarahkan agar mencapai prestasi belajar
bahwa jika seseorang melakukan gejala
yang optimal. Selain motivasi, kelompok
belajar dengan baik maka terjadi proses
teman sebaya juga sangat mempengaruhi
perubahan sebagai hasil belajar dan terjadi
aktivitas belajar siswa, untuk membantu
dalam jangka waktu tertentu.
keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam
keseluruhan,
pengalamanya
sendiri
sebagai dalam
Dari pengertian motivasi dan belajar
kenyataanya menunjukkan bahwa dalam
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
proses belajar yang berlangsung sesuai
merupakan keseluruhan daya penggerak
dengan
yang
yang terdapat dalam diri siswa
motivasi
dan
mendorong,
memantapkan,
yang dan
diharapkan. prestasi
Rendahnya
belajar
merupakan permasalahan yang harus segera
mengarahkan untuk melakukan aktivitas
diatasi,
pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil
pembaharuan dalam pembelajaran.
pengalamanya sendiri guna mencapai suatu
salah
Dalam
tujuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
siswa
pembelajaran, 36
satunya
menerapkan pasti
yaitu
suatu
terdapat
dengan
model
kelebihanISSN 2502-8723
kelebihan dan kelemahan. Menurut Trianto
PENUTUP
(2007), model pembelajaran kooperatif ini
KESIMPULAN
mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu: dapat
Model pembelajaran two stay two
meningkatkan motivasi belajar siswa; siswa
stray (Dua Tinggal Dua tamu) merupakan
dapat berkomunikasi dengan temannya dapat
suatu model pembelajaran dimana siswa
meningkatkan
belajar
keaktifan
pembelajaran,
memecahkan
masalah
bersama
meningkatkan
anggota kelompoknya, kemudian dua siswa
pemahaman dalam prestasi belajar. Seperti
dari kelompok tersebut bertukar informasi ke
pada
dua anggota kelompok lain yang tinggal.
model
dapat
dalam
kooperatif
menggunakan
model
TSTS.
TSTS
Dengan
pada
mata
Dalam model pembelajaran two stay two
pelajaran IPS masing-masing siswa dalam
stray (Dua Tinggal Dua Tamu), siswa
tiap –tiap kelompok akan termotivasi untuk
dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan
mengungkapkan
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
pendapatnya
dan
memberikan informasi kepada teman yang
Pengembangan
bertamu.
bermaksud agar dapat menghasilkan model
Sebaliknya
tugas
tamu
akan
model
baru
pembelajaran
temotivasi untuk bertanya secara langsung
pembelajaran
kepada kelompok lain seputar materi yang
menyenangkan bagi siswa dalam kegiatan
dibahas, misalnya pada materi meneladani
pembelajaran
kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh
motivasi siswa dalam belajar.
serta
yang
dapat
efektif
ini
dan
meningkatkan
dilingkungannya. Tujuan pembelajaran
penggunaan kooperatif
model
TSTS
SARAN
akan
Penggunaan
model
pembelajaran
mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam
TSTS sangat cocok digunakan oleh pengajar
berdiskusi, tanya jawab,mencari
jawaban,
untu meningkatkan motivasi belajar siswa
menjelaskan dan juga menyimak materi
sekolah dasar. Hal ini dikarenakan model
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu,
TSTS ini bersifat kerja kelompok dan
alasan menggunakan model pembelajaran
mencari informasi pada kelompok lain,
two stay two stray ini karena terdapat
sehingga mau tidak mau siswa termotivasi
pembagian kerja kelompok, siswa dapat
untuk mengutarakan pendapatnya dan aktif
bekerja sama
dalam
dengan temannya, dapat
proses
belajar
berlangsung.
mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit
Diharapkan siswa termotivasi dalam belajar
diatur saat proses pembelajaran. Adanya
untuk melatih dirinya berani tampil dalam
sifat kerjasama, serta pencarian informasi
rangka
pada
dapat
dimuka umum. Oleh sebab itu, agar dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
diperoleh pembelajaran yang efektif dan
upaya mengungkapkan ide yang mereka
hasil pembelajaran yang sesuai dengan
pikirkan serta memicu siswa untuk berfikir
tujuan yang diharapkan maka seyogyanya
kritis. Sehingga motivasi belajar siswa
guru memilih dan melaksanakan model
mampu meningkat.
pembelajaran dengan baik.
kelompok
lain,
sehingga
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
37
mengungkapkan
pendapatnya
ISSN 2502-8723
Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan
DAFTAR RUJUKAN
Kemampuan Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar Dan
Awal
dalam
Kegiatan
Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Pembelajaran.Jakarta:Depdikbud
Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning.
Eko. (2011). Model pembelajaran kooperatif
Jakarta: PT Grasindo
tipe
Isjoni, H. 2011. Pembelajaran Kooperatif
TSTS.(online).http://raseko.blogspot.co
Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
m/2011/05/model-pembelajaran-
Antara
kooperatif-tipe-two.html diakses Januari
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
2016
Peserta
Didik.
Djamarah, dan Aswan Zain. 2002. Strategi
Fadriani.
(2013).
Remediasi
Hukum
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Archimedes dengan Model Two Stay
Cipta.
Two Stray Berbantuan Lembar Kerja
Hasibuan, Malayu S.P, (2006). Manajemen
Bersrtuktur. Jurnal Pendidikan dan
Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi
Pembelajaran.
Revisi. Bumi Aksara: Jakarta.
(Online)(http://jurnal.untan.ac.id/index.p hp/jpdpb/article/view/3559,
Agus,
Diakses
Model-Model
April 2014). Huda,
Suprijono.
(2012).
Metode
Mengajar.
dan
Bandung:
Alfabet.
Miftahul.
(2011).
Cooperative
Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Nashar.Drs.2004.Peranan Kemampuan
awal
Motivasi dalam
dan
kegiatan
pembelajaran. Jakarta: Delia press. Sardiman,A.M.2000.Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar.Jakarta:
Grafindo
Persada. Slavin, R, E. (2008). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Sudjana,Nana. (1996). Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar.
Bandung:
Sinar
Baru. Isjoni.
(2011).
Efektivitas
Cooperative Pembelajaran
Learning Kelompok.
Bandung:ALFABETA Azwar, S. (1995). Sikap Manusia : Teori dan
Pengukurannya.
(Edisi
ke-2).
Yogyakarta : Pustaka Belajar. Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
38
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
PRAKTIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DINI ANISA FAJRIANA OKTASARI Universitas Madura ABSTRAK Seorang guru dituntut mampu menggunakan metode atau model pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir pembelajaran bisa tercapai dengan baik. Dalam pembelajaran Bercerita butuh perhatian khusus, karena bercerita merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak siswa belum mampu Bercerita dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Bercerita diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi dan menarik. Metode penelitian meliputi jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah variabel dengan memberikan suatu perlakuan atau pengkondisian terhadap sampel penelitian. Penelitian eksperimen ini termasuk kategori True Experimental (eksperimen sungguhan). Adapun rancangan (desain) penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-test Only Control Design. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Tingkat prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tergolong tinggi dengan nilai rata-rata: 77.25. Ada pengaruh yang signifikan peggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang. Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, nht (numbered head together), program belajar bercerita, anak usia dini
Sampang. Berdasarkan hasil wawancara
PENDAHULUAN Seorang guru menggunakan
dituntut
mampu
atau
model
metode
peneliti dengan guru bahwa penguasaan materi bercerita oleh siswa masih tergolong
pembelajaran yang tepat agar tujuan akhir
rendah. Banyak siswa yang kurang aktif
pembelajaran bisa tercapai dengan baik. Dalam perhatian
pembelajaran khusus,
bercerita karena
dalam mengaplikasikan atau memberikan
butuh
komentar ketika diberikan pertanyaan oleh
bercerita
guru. Hasil observasi awal yang dilakukan
merupakan salah satu mata pelajaran yang
oleh peneliti pada Pendidikan Anak Usia
masih dianggap sulit dipahami oleh siswa.
Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan
Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak
Sampang menunjukan bahwa pembelajaran
siswa belum mampu bercerita dengan baik
bercerita
dan benar. Oleh karena itu, dalam proses
mengajar
yang
bervariasi
yang
terjadi
dan
yang
adalah
penguasaan siswa terhadap materi Bercerita
model
masih
pembelajaran
banyak
didominasi
sementara
siswa
duduk
menerima
informasi
oleh
guru,
secara
pasif
pengetahuan
dan
keterampilan. Hal ini diduga merupakan
masih tergolong rendah jika dibanding
salah satu penyebab terhambatnya kreativitas
dengan mata pelajaran lain. Kondisi seperti
dan kemandirian siswa.
ini terjadi pula pada Pendidikan Anak Usia
Sejalan dengan hal tersebut, maka
Dini dan Taman Kanak-Kanak Kecamatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tersebut
konvesional yakni suatu model pembelajaran
menarik. Kenyataan
sekolah
menggunakan
pembelajaran bercerita diperlukan suatu metode
di
dalam pembelajaran bercerita perlu adanya 39
ISSN 2502-8723
perubahan dari pembelajaran berorientasi
Bagaimana Praktik Pembelajaran Kooperatif
pada
menjadi
Tipe NHT (Numbered Head Together)
pembelajaran yang berorientasi pada peserta
terhadap Program Belajar Bercerita pada
didik (student oriented). Kondisi seperti ini
Anak Usia Dini?‖
memposisikan guru hanya sebagai fasilitator
2.
guru
(teacher
oriented)
dalam pembelajaran, sehingga semua peserta didik
diajak
pembelajaran
terlibat yang
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas,
aktif
dalam
maka tujuan dari penelitian ini adalah: untuk
akhirnya
dapat
mengetahui
―Praktik
Pembelajaran
meningkatkan ketuntasan belajar. Salah satu
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
Together)
menerapkan model pembelajaran kooperatif
Bercerita pada Anak Usia Dini.‖
dalam
3.
proses
pembelajaran
belajar yang
mengajar,
dapat
yaitu
menanamkan
terhadap
Program
Belajar
Manfaat Penelitian
1. Bagi lembaga pendidikan (sekolah)
kesadaran dalam diri para peserta didik
Sebagai
bahwa mereka bersatu dalam suatu upaya
informasi
bersama dan akan berhasil atau gagal
keberadaan suatu model pembelajaran
sebagai sebuah tim.
demi mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang
pembelajaran
pembelajaran diterapkan
kooperatif.
kooperatif
pada
sangat
pembelajaran
pertimbangan
dalam
dan
memperhatikan
2. Bagi guru
melibatkan peran siswa secara aktif adalah model
bahan
a. Sebagai
informasi
mengenai
Model
pembelajaran bercerita serta bisa
cocok
dijadikan
bercerita
dalam
pertimbangan menentukan
guru model
karena dalam mempelajari bercerita tidak
pembelajaran, dan termotivasi
cukup hanya mengetahui dan menghafal
agar
konsep-konsep dibutuhkan
bercerita suatu
kemampuan
menerapkan
model
tetapi
juga
pembelajaran
pemahaman
serta
dengan materi, sehingga dapat
persoalan
menambah daya tarik peserta
menyelesaikan
yang
sesuai
dengan baik. Berdasarkan uraian di atas,
didik dalam belajar bercerita.
maka penulis termotivasi untuk mengadakan
b. Dapat dijadikan pedoman bagi
penelitian pada Pendidikan Anak Usia Dini
guru
dan
kegiatan
Taman
Kanak-Kanak
Kecamatan
dalam
mewujudkan
pembelajaran
yang
“Praktik
efektif
NHT
menumbuhkan
terhadap
minat belajar peserta didik serta
Program Belajar Bercerita pada Anak Usia
tujuan prestasi belajar bercerita
Dini.‖
bisa tercapai dengan optimal.
Sampang
dengan
Pembelajaran (Numbered
judul:
Kooperatif Head
Tipe
Together)
pengertian
efisien
sehingga
aktivitas
dan
3. Bagi siswa
1. Rumusan Masalah Berdasarkan
dan
dan
latar
Dapat
meningkatkan
ketuntasan
belakang masalah di atas, maka tersusun
belajar dan dapat membantu siswa menjadi
rumusan
peserta didik yang lebih aktif.
masalah
sebagai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
berikut: 40
ISSN 2502-8723
4. Bagi peneliti
Populasi adalah suatu kelompok besar
Sebagai wacana untuk meningkatkan
subyek penelitian. Menurut Arikunto (2006:
pengatahuan dan keterampilan mengajar
130), populasi adalah keseluruhan dari
serta mengembangkan wawasan berfikir.
subjek penelitian. Adapun populasi yang dijadikan objek
METODE PENELITIAN
penelitian adalah Siswa Taman Kanak-
1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian
Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang
eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap
sejumlah
memberikan
suatu
variabel
sejumlah 15 siswa.
dengan
perlakuan
Alasan
atau
memilih
populasi
tersebut
adalah sebagai berikut:
pengkondisian terhadap sampel penelitian.
a. Siswa
tersebut
perlu
Penelitian eksperimen ini termasuk kategori
mendapatkan
perhatian,
True Experimental (eksperimen sungguhan).
pembinaan, dan pendampingan.
Adapun rancangan (desain) penelitian yang
Penelitian
digunakan dalam penelitian ini adalah Post-
perhatian,
test Only Control Design.
pendampingan untuk kemajuan.
ini
sebagai
upaya
pembinaan,
dan
Dalam desain penelitian Post-test Only Control Design ini, terdapat dua kelompok
2. Penentuan Sampel
yang masing-masing dipilih secara random (R).
Kelompok
yang
diberi
Dalam suatu penelitian ilmiah, sampel
perlakuan
merupakan wakil sekelompok dari suatu
(treatment) disebut kelas eksperimen dan
populasi, artinya dalam menentukan sampel
kelompok yang tidak diberi perlakuan
harus mencerminkan wujud dari suatu
disebut kelas kontrol (Sugiyono, 2009: 76).
populasi.
Bentuk desain (rancangan) penelitian
Sugiyono
(2009:
81)
mengatakan
Post-test Only Control Design ini terlihat
bahwa: ‖sampel adalah sebagian dari jumlah
dari tabel berikut:
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
tersebut.‖
E
X
Untuk
O1
sampel,
maka
teknik yang digunakan dalam penelitian ini
R K
menentukan
adalah
O2
teknik
Proportional
Random
Sampling, yaitu pengambilan subyek dari Adaptasi dari Arikunto (2006: 87 ; Sugiyono (2009: 76) Keterangan:
setiap
strata
atau
wilayah
ditentukan
seimbang atau sebanding dengan banyaknya
O1
:
Post-test pada kelompok eksperimen
O2
:
Post-test pada kelompok kontrol
X
:
Perlakuan, yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
E
:
Kelompok eksperimen (kelas yang diberi perlakukan)
K
:
Kelompok kontrol (kelas yang tidak diberi perlakukan)
R
:
Randomisasi kelas sebagai sampel atas populasi
subyek dalam masing-masing strata atau wilayah (Arikunto, 2006: 139). Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa atau 20 % dari populasi yang dianggap dapat mewakili
A. Deskripsi Populasi dan Penentuan
keseluruhan siswa di salah satu Taman
Sampel
Kanak-Kanak (Nurul Amin) Kabupaten
1. Populasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
41
ISSN 2502-8723
Sampang yang berjumlah sebanyak 25
prestasi, notulen rapat, leger, agenda, dan
siswa.
sebagainya (Arikunto, 2006: 206). Metode dokumentasi dalam penelitian
3. Metode Pengumpulan Data Adapun metode yang dipakai adalah metode
tes,
yaitu
berupa
ini digunakan untuk mengumpulkan data
naskah
sekolah, baik yang bersifat umum maupun
soal/instrumen post test, metode interview
yang bersifat khusus.
(wawancara), dan dokumentasi.
4. Metode Analisis Data Untuk menjawab pertanyaan penelitian
1. Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau
dan menguji hipotesis yang diajukan yaitu
latihan atau alat lain yang digunakan untuk
menguji perbedaan mean kemampuan hasil
mengukur
belajar
keterampilan,
pengetahuan,
(post-test)
berupa
kemampuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang
motorik halus dari kelompok eksperimen
dimiliki oleh individu atau kelompok.
dan
Metode tes ini berupa post test (tes akhir
pelajaran)
digunakan
kelompok
kontrol
sehingga
akan
diketahui ada tidaknya pengaruh model
untuk
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
memperoleh informasi tentang kemampuan
prestasi belajar (hasil belajar) Bercerita
belajar siswa (perkembangan motorik halus)
maka akan mengunakan uji-t (t-test) dengan
baik di kelas eksperimen maupun di kelas
rumus sebagai berikut:
kontrol.
( x1
t
2. Interview (wawancara)
s1
x2 )
2
s2
n1
Wawancara dapat dilakukan secara
dk
n1 n2 2
2
(Sugiyono, 2009: 197)
n2
terstruktur maupun tidak terstruktur dan Keterangan: : x1
dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
Kanak di Kabupaten Sampang. Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti wawancara
:
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol
t
:
Nilai koefisien t-test
dk
:
Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel)
Setelah data yang diperoleh mulai dari pembukaan
catatan
sampai
penutupan,
langkah
berikutnya data tersebut disajikan dalam
sebagai alat wawancara.
bentuk tabel. Hal ini bertujuan untuk
3. Dokumentasi
memudahkan analisis.
Dokumentasi adalah mencari data
Tabel yang akan dipaparkan meliputi
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
tabel 4.1 adalah
catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2
1.1 Tahap Penyajian
catatan, tape recorder, dan kamera. Dalam buku
Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen
1. Penyajian Data
bantuan alat-alat wawancara, misalnya buku
digunakan
:
C. ANALISIS DATA
kepada
informan atau sumber data, maka diperlukan
pelaksanaan
2
s2 n1 n2
guru pengajar, dan siswa Taman Kanak-
melakukan
Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok kontrol
s1
dilakukan melalui tatap muka dengan kepala,
telah
:
x2
Dalam penelitian ini teknik wawancara
Nilai rata-rata hasil Post-test pada kelompok eksperimen
sampel 42
berupa hasil perolehan
penelitian
untuk
kelompok ISSN 2502-8723
eksperimen (X1) sebanyak 20 siswa Taman
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
B
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
B
11
AISYAH FAISOL
B
12
MOH. ILHAM
B
13
FATMATUS ZAHRAH
B
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
B
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
B
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
B
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
B
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
B
19
BERI ALFIAN
B
20
AMELIATUS SOLIHAH
B
Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan teknik proportional random sampling. Tabel 4.2 adalah berupa hasil perolehan sampel penelitian untuk kelompok kontrol (X2) sebanyak 20 siswa dari salah satu Taman Kanak-Kanak Sampang yang diacak dengan teknik proportional random sampling. Tabel 4.3 adalah Daftar Nama dan Nilai Hasil Post Tes (Prestasi Belajar) kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Tabel 4.4 adalah daftar nama dan nilai hasil post tes (prestasi belajar)
kelompok
menggunakan
kontrol
model
tanpa
pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Tabel 4.5 adalah kategori rata-rata nilai prestasi belajar siswa
Sumber: Dokumentasi Taman Kanak-Kanak AminKabupaten Sampang 2014, diacak
Taman
Tabel 4.2 Daftar Nama Sampel Kelompok Kontrol
Kanak-Kanak
Sampang.
Tabel
di
4.6
Kabupaten
adalah
NO.
daftar
perhitungan standar deviasi dan varians
KELOMPOK KONTROL (X2)
Nurul
KELAS
1
ACH. RIVAL SARYADI
B
2
FAISAL AKBAR
B
3
M. RIZAL SUHADA‘
B
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
B
5
INTAN NUR SAFITRI
B
6
MEGA NUR ADINDA NUFITASARI
B
7
NADYA NUR JIHAN
B
8
NAWAL ABIL PUTRI
B
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
B
10
ZAKIYA NABILA
B
11
AISYAH FAISOL
B
12
MOH. ILHAM
B
13
FATMATUS ZAHRAH
B
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
B
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
B
untuk kelompok eksprimen dan kelompok kontrol
siswa
Kabupaten
Taman
Sampang.
Kanak-Kanak Tabel
4.7
perbandingan nilai t hitung dengan nilai t tabel.Tabel-tabel tersebut akan dipaparkan sebagai berikut: Tabel 4.1 Daftar Nama Sampel Kelompok Eksperimen NO.
KELOMPOK EKSPERIMEN (X1)
KELAS
1
ACH. RIVAL SARYADI
B
2
FAISAL AKBAR
B
3
M. RIZAL SUHADA‘
B
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
B
5
INTAN NUR SAFITRI
B
6
MEGA NUR ADINDA NUFITASARI
B
7
NADYA NUR JIHAN
B
8
NAWAL ABIL PUTRI
B
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
43
ISSN 2502-8723
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
B
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
B
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
B
19
20
BERI ALFIAN
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
74
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
79
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
65
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
78
19
BERI ALFIAN
70
20
AMELIATUS SOLIHAH
70
B
AMELIATUS SOLIHAH
B
Sumber: Dokumentasi Taman KanakKanak Nurul Amin Kabupaten Sampang 2014, diacak Selanjutnya setelah penyajian tabel-
JUMLAH
1.545
NILAI RATA-RATA X1
77.25
Sumber: Dokumentasi hasil pot-test kelompok eksperimen
tabel di atas, maka akan disajikan tabel nilai post-test masing-masing kelompok, baik
Tabel 4.4 Daftar Nama dan Nilai Hasil Post Tes (Prestasi Belajar) Kelompok Kontrol Tanpa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
nilai kelompok eksperimen maupun nilai kelompok kontrol. Hal ini bertujuan agar bisa diketahui nilai prestasi masing-masing siswa dari kedua kelompok tersebut. Adapun
NO.
tabel-tabel yang akan disajikan tersebut
ACH. RIVAL SARYADI
65
2
FAISAL AKBAR
54
3
M. RIZAL SUHADA‘
70
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
60
SKOR X1
5
INTAN NUR SAFITRI
59
6
MEGA NUR ADINDA NUFITASARI
64
7
NADYA NUR JIHAN
83
8
NAWAL ABIL PUTRI
60
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
60
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
64
Tabel 4.3 Daftar Nilai Hasil Post Tes (Prestasi Belajar) Kelompok Eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT KELOMPOK EKSPERIMEN (X1)
SKOR X2
1
adalah sebagai berikut:
NO.
KELOMPOK KONTROL (X2)
1
ACH. RIVAL SARYADI
80
2
FAISAL AKBAR
82
3
M. RIZAL SUHADA‘
86
4
ZILFIATUS SHOLEHAH.
86
5
INTAN NUR SAFITRI
60
6
MEGA NUR ADINDA NUFITASARI
80
7
NADYA NUR JIHAN
74
11
AISYAH FAISOL
59
8
NAWAL ABIL PUTRI
84
12
MOH. ILHAM
60
9
BILAL EMIRALDI ISLAMI
86 13
FATMATUS ZAHRAH
70
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
54
15
MOH. INSAN NURIS DEWANGGA
73
10
ZAKIYA NABILAUL ANAM
84
11
AISYAH FAISOL
76
12
MOH. ILHAM
80
13
FATMATUS ZAHRAH
74
16
MOHAMMAD TIRMIDI EFENDI
60
14
ACH. ABDURRAHMAN AZIZ R.S.
77
17
ABDIL FITRA ARIFIN MAULANA
70
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
44
ISSN 2502-8723
data yang dianalisis bersifat kuantitatif yaitu
18
NURIS AMDITA PRATITASWARI
70
19
BERI ALFIAN
80
telah dipaparkan dalam beberapa tabel di
20
AMELIATUS SOLIHAH
60
atas.
data berbentuk angka-angka sebagaimana
Untuk menganalisis data tersebut digunakan
1.295
JUMLAH
rumus t-test sampel related 64.75
NILAI RATA-RATA X2
berikut:
Sumber: Dokumentasi hasil pot-test kelompok kontrol
t
(X1
X2)
2
dk
2
s1 n1
s2 n2
dapat diketahui bahwa nilai prestasi belajar
Keterangan:
Bercerita siswa dalam kelompok eksperimen
X1
tergolong dalam kategori tinggi dengan nilai
x2
rata-rata 77,25, sedangkan
s1
nilai prestasi
kontrol tergolong dalam kategori rendah dengan nilai rata-rata 64,75. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini:
:
Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok eksperimen
:
2
:
2
:
s2 n1 n2
belajar Bercerita siswa dalam kelompok
Nilai rata-rata hasilPost-test pada kelompok kontrol Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) eksperimen Jumlah kuadrat simpangan kelompok (kelas) kontrol
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) eksperimen
:
Jumlah sampel kelompok (kelas) kontrol
t
:
Nilai koefisien t-test
dk
:
Derajat kebebasan (kriteria pengujian hipotesis terhadap ttabel)
Tabel 4.6
Daftar Perhitungan Standar Deviasi dan Varians Untuk Kelompok Eksprimen dan Kelompok Kontrol Siswa Taman Kanak-Kanak Nurul Amin Kabupaten Sampang
Tabel 4.5 Kategori Rata-Rata Nilai Prestasi Belajar Siswa Kelas B Semester I Taman Kanak-Kanak di Kabupaten Sampang. FREKUENSI ( F )
x1
NILAI X1
X2
Skor No .
76 – 95
TINGGI
66 – 75
SEDANG
56 – 65
RENDAH
45 – 55
SANGAT RENDAH
14
5
1
5
JUMLAH
20
20
RATA-RATA NILAI
77.25
64.75
Sumber: Dokumentasi Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang. 2. Analisis Data digunakan
x2
(
X1 -
Skor
x1
2
X2
(
X2 -
X1
X2
)
)
x2
2
1
80
2.75
7.5625
65
0.25
0.0625
2
82
4.75
22.5625
54
10.75
115.562 5
3
86
8.75
76.5625
70
5.25
27.5625
4
86
8.75
76.5625
60
-4.75
22.5625
5
60
17.2 5
297.562 5
59
-5.75
33.0625
6
80
2.75
7.5625
64
-0.75
0.5625
7
74
-3.25
10.5625
83
18.25
333.062 5
8
84
6.75
45.5625
60
-4.75
22.5625
9
86
8.75
76.5625
60
-4.75
22.5625
11
2
data
X1
2
0
Analisis
n1 n2 2 (Sugiyono, 2009: 197)
Berdasarkan kedua tabel di atas, maka
PRESTASI BELAJAR (KATEGORI)
sebagaimana
untuk
mengetahui ada tidaknya dan seberapa besar pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap prestasi belajar Bercerita siswa Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang. Dalam penelitian ini, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
45
ISSN 2502-8723
Sebelum memasukkan nilai post10
84
6.75
45.5625
64
-0.75
0.5625
test ke dalam rumus t, terlebih dahulu 11
76
-1.25
1.5625
59
-5.75
33.0625
12
80
2.75
7.5625
60
-4.75
22.5625
13
74
-3.25
10.5625
70
5.25
27.5625
2
akan ditentukan nilai varians 1 ( S1 ) dan 2
varians 2 ( S 2 ) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2
14
77
-0.25
0.0625
54
10.75
115.562 5
15
74
-3.25
10.5625
73
8.25
68.0625
S1
Skor
X1
No.
x2 (
x1
Skor
2
X2
X1 )
X2
x2
-
2
X2 )
16
79
1.75
3.062 5
60
-4.75
22.5625
17
65
-12.25
150.0 625
70
5.25
27.5625
18
78
0.75
0.562 5
70
5.25
27.5625
19
70
-7.25
52.56 25
80
15.25
232.562 5
60
-4.75
22.5625
1.295
0
1.177,75
X1 )2
N 1
S2
(X2
2
X 2 )2
N 1
(Syah, 2009: 8182) 1.177,75 2 955 ,75 S2 2 S1 20 1 20 1 1.177,75 2 955 ,75 S2 2 S1 19 19 2 S = 2 S1 50 ,3026315789 2 61.9868421053 2 S 2 = 61.987 2 S1 50 ,303 (hasil (hasil pembulatan) pembulatan) Dari perhitungan di atas,
Lanjutan Tabel 4.6
x1 ( X 1
( X1
2
diperoleh nilai varians 1 ( S1 ) sebanyak 2
50,303, dan nilai varians 2 ( S 2 ) sebanyak 61.987. Jadi, perolehan angka
20
70
-7.25
52.56 25
Juml ah
1.545
0
955,7 5
bila dihitung brdasarkan rumus t (t-test) sebagai berikut: t
1. Jumlah kelompok eksprimen (X1) = 20
4. Jumlah
X1
=
N = 955.75
2
5. Jumlah kelompok kontrol (X2)
= 20
6. Jumlah deviasi ( x 2 ) 7. Mean X2 (M X2)
= 0
8. Jumlah
3.
x1
= 0
x2
=
2
X2 N
1.545 20
1.295 20
77,25
64,75
ke dalam rumus t (t-test), yaitu: s n1
2
s2 n2
dk
2
S2 n2
77,25 64,75 50,303 61,987 20 20 12 ,5
2,51515 3,09935 12 ,5 5,6145
12 ,5 2,3694936167 8 t 5,27538876301 t = 5,275 (hasil pembulatan) dengan dk = n1 + n 2 -2= 20+20-2=38
selanjutnya memasukkan nilai post-test
X2)
X2)
t
dari kedua kelompok, maka langkah
2 1
t t
Untuk mencari nilai distribusi t
( X1
t
= 1.177,75
Uji Hipotesis
t
2
S1 n1
Keterangan 2. Jumlah deviasi ( x1 ) 3. Mean X1 (M X1)
(X1
Nilai thitung yang diperoleh adalah
n1 n2 2
5,275, jika dibandingkan dengan nilai ttabel
(Sugiyono, 2009: 273)
dengan derajat bebas (dk.= n1 + n 2 -2= dk.= 20+20 – 2=38) pada taraf signifikansi 5%
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
46
ISSN 2502-8723
atau
diinterpretasikan bahwa ada pengaruh positif
= 0,05 adalah 1,684 dan pada taraf
signifikansi 1% atau
dan
= 0,01 adalah 2,423.
signifikan
atas
penerapan
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
Hal ini bisa di lihat dari tabel 4.6 berikut ini:
peningkatan prestasi belajar mata pelajaran Tabel 4.7 Perbandingan Nilai t Hitung dengan Nilai t Tabel
Bercerita.
Nilai ttabel dk. (n1+ n2 2)
Nilai t
Taraf Signifikansi
SIMPULAN DAN SARAN
hitung
5%
1%
1,684
2,423
1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas,
38
5,275
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Sumber: Dari hasil penghitungan Dengan demikian maka nilai thitung = 5,275
1. Tingkat prestasi belajar bercerita siswa Taman
lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
thitung > ttabel pada taraf signifikansi 5%. Hal ini ternyata juga thitung = 5,275 lebih besar
Kabupaten
Sampang
menggunakan
model
2. Ada
Hal tersebut berarti hipotesis nihil (Ho)
Kanak
Taman Kanak-Kanak Kabupaten Sampang‖,
pembelajaran
Nurul
Amin
Kabupaten
dengan t-test yang diperoleh nilai thitung =
model
5,275
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
thitung > ttabel lebih besar dari taraf signifikansi
Kabupaten
5%, dan ternyata thitung = 5,275 juga lebih
Sampang‖, diterima.
besar dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel
Interpretasi
lebih besar dari taraf signifikansi 1%.
Berdasarkan dari hasil analisis data
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
yang telah diuraikan di atas diperoleh hasil
hipotesis kerja (Ha) yang diajukan dalam
uji hipotesis dengan t-test bahwa nilai thitung
penelitian ini diterima dan hepotesis kerja
= 5,275 lebih besar dari ttabel = 1,684 atau
(Ho) ditolak.
thitung > ttabel lebih besar dari taraf signifikansi
Dengan
5%. Hal ini ternyata juga thitung = 5,275 lebih
digunakan
model
pembelajaran dalam proses pembelajaran
besar dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel
secara tepat, maka dapat diatasi sikap pasif
lebih besar dari taraf signifikansi 1%.
peserta
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
didik.
Dalam
hal
ini,
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT berguna
hipotesis kerja (Ha) yang diajukan dalam
untuk
penelitian ini diterima. Hal ini dapat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
model
signifikan
Hal ini berdasarkan hasil uji hipotesis
Sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang
4.
yang
Sampang.
ditolak.
Bercerita
pembelajaran
belajar Bercerita siswa Taman Kanak-
terhadap prestasi belajar Bercerita siswa
belajar
dengan
kooperatif tipe NHT terhadap prestasi
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT
praktik
pengaruh
peggunaan
yang berbunyi: ‖Tidak ada pengaruh model
pengaruh
Amin
dengan nilai rata-rata: 77.25.
signifikansi 1%.
‖Ada
Nurul
kooperatif tipe NHT tergolong tinggi
dari ttabel = 2,423 atau thitung > ttabel pada taraf
berbunyi:
Kanak-Kanak
47
menimbulkan kegairahan belajar, ISSN 2502-8723
memungkinkan interaksi yang lebih antar sesama
siswa
sehingga
membantu
meningkatkan prestasi siswa. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2012). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) (Online), http://blog.tp.ac.id. (diakses tanggal 19 Pebruari 2012) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. HS, Widjono. (2007). BERCERITA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo. Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Mulyasa, Enco. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 – Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta:Delia Press Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas Dirjen Dikwen LPMP. Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Purwanto. M. Ngalim. (2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Cara Efektif dan Menyenangkan Pacu Prestasi Seluruh Peserta Didik. Terjemahan oleh Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media. Sugiyanto. (2010). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Kadipiro Surakarta:Yuma Pustaka Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Syah, Darwyan Dkk. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
48
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE-SERVICE TRAINING” BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL Eliasanti Agustina Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, UniversitasNegeri Malang [email protected]
Ayunda Azalea Arham Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang [email protected]
Abstrak Dalam pasal 8 UU no 14 tahun 2005 disebutkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi personal, dan kompetensi social untuk dapat dinyatakan sebagai guru yang berkualifikasi. Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan kompetensi guru di bidang pedagogik dan profesional. Dua kompetensi lainnya seperti kompetensi kepribadian dan sosial sering diabaikan. Pada karya ilmiah ini,penulis menyajikan konseptual framework tentang pendidikan karakter untuk calon guru yang diramu dalam konsep asrama dimana didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti aktivitas rutin, seminar, workshop, ektrakurikuler, dan sebagainya untuk menggembleng calon guru sehingga mempunyai kompetensi kepribadian dan sosial yang baik. Kata Kunci:Pre-service training, pendidikan karakter, pendidikan asrama, guru profesional
ini
Pendahuluan
ketidakmerataan
Keprihatinan terhadap guru yang berkualitas
rendah
telah
dilakukan
Pendidikandan
oleh
berimbas kualitas
kepada
guru
yang
terbentuk dari keadaan tersebut.
menimbulkan
Lembaga
beberapa prasangka terhadap upaya yang telah
selanjutnya
Pendidikan
Tinggi,
di
Kementrian
bawah pengawasan Kementrian Pendidikan
dalam
dan Kebudayaan, mengelola peraturan untuk
Kebudayaan
mengatasi masalah ini. Pihak Kementrian
universitas
sebenarnya
dan
Kurikulum Pendidikan Tinggi (2014), yang
menyenggelarakanprogram pelatihan pre-
hanya menyediakan informasi tentang skema
service dan in-service bagi para guru untuk
pelaksanaan kurikulum, misalnya bagaimana
mempertahankan
mengembangkan
melakukan penilaian. Sebenarnya ini adalah
kompetensi mereka. Faktanya, kewenangan
hal yang sepele. Dengan hanya menyediakan
mengelola program pelatihan pre-service
panduan tentang bagaimana menerapkan
telah diserahkan ke perguruan tinggi yang
kurikulum
memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu
standar kompetensi dan kompetensi dasar
Pendidikan. Praktek ini sebenarnya dianggap
yang harus dicapai oleh calon guru masa
tidak efektif karena kurikulum, bersama
depan dari berbagai universitas. Dengan kata
dengan mata pelajaran, strategi pengajaran
lain, calon guru dari berbagai universitas
dan penilaian diatur oleh pertimbangan dari
mempelajari jenis course yang berbeda dan
masing-masing universitas, yang kemudian
memiliki
menghasilkan kualitas hasil belajar yang
walaupun mereka mengambil jurusan yang
berbeda antara universitas yang berbeda. Hal
sama.
telah
mengajukan
dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
49
yang
tidak
ditulis
dalam
menjamin
kompetensi
yang
Buku
kesetaraan
berbeda
ISSN 2502-8723
Sebelum
berbicara
lebih
lanjut
langsung
terhubung
siswa.
tentang kompetensi yang wajib dimiliki oleh
Kompetensinya
guru, perlu adanya pemahaman tentang
menjalankan tugasnya dengan baik untuk
makna kompetensi guru terlebih dahulu.
mendidik siswa.
Kompetensi
guru
didefinisikan
membuat
ke dia
mampu
sebagai
Namun, jika ditelaah lebih lanjut,
kemampuan guru dalam melakukan tugas-
diantara empat kompetensi yang wajib
tugas atau perannya dalam hal mengajar dan
dimiliki seorang guru, kompetensi pedagogi
mendidik. Tidak hanya itu, kompetensi juga
dan profesionallah yang lebih diutamakan
terintegrasi
baik dalam pembentukannya maupun upaya
dengan
keterampilan,
nilai
pengetahuan, pribadi.
pengembangannya. Pelatihan-pelatihan di
Kompetensi dibangun di atas pengetahuan
dalam program baik pre-service maupun in-
dan keterampilan dan diperoleh melalui
service
pengalaman
kerja
dengan
mengembangkan kompetensi pedagogi dan
melakukan.
Hal
dalam
profesional. Kekhawatiran semakin mencuat
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
dengan merebaknya berbagai fakta tentang
tentang
mana
tindakan kriminal yang dilakukan oleh guru
pendidik harus memiliki kualifikasi dan
membuat pertanyaan tentang bagaimana
sertifikasi
kompetensi sosial dan personal yang harus
sistem
dari
dan
dan ini
sikap
belajar
dinyatakan
pendidikan
pelajaran
yang
yang
mereka
ajarkan, kemampuan untuk mewujudkan
keduanya
difokuskan
untuk
dimiliki guru dibentuk semakin menguat.
tujuan pendidikan nasional, dan harus sehat
Sebagai catatan, karakter yang harus
jasmani dan rohani. Istilah 'kualifikasi'
tertanam oleh seorang guruseperti yang
adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk
tertera dalam Undang-Undang Nomor 14
melakukan sesuatu atau untuk mencapai
Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah
fungsi tertentu (Menteri Pendidikan, 2001).
karakteristik
yang
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
meliputi:
kemantapan,
tentang guru dan dosen menyatakan bahwa
kebijaksanaan dan martabat. Kepribadian
kualifikasi
melalui
guru juga mencakup sikap, nilai, dan
pendidikan
kepribadian sebagai unsur perilaku yang
tinggi atau program diploma empat; dan
dapat dijadikan panutan oleh siswanya. Hal
kompetensi
kompetensi
ini juga termasuk pengembangan spiritual;
kepribadian,
kepatuhan pada norma-norma, aturan, dan
kompetensi
sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat;
penyelesaian
akademik
diperoleh
program
guru
gelar
meliputi
pedagogik,
kompetensi
kompetensi
sosial,
profesional
yang
dan diperoleh
melalui
pengembangan
berbudi
kualitas
luhur
yang
kematangan,
terpuji;
pendidikan profesi. Selanjutnya, Peraturan
berdemokrasi dan pemikiran terbuka untuk
Menteri Pendidikan No 16 Tahun 2007
reformasi dan kritik. Sayangnya, tidak
menyatakan
semua
bahwa
setiap
guru
wajib
guru
memiliki
kompetensi
memenuhi standar kualifikasi akademik dan
kepribadian yang penyimpangannya dapat
kompetensi guru yang secara nasional
ditemukan secara langsung di lapangan.
diterapkan. Jelaslah bahwa seorang guru
Selain itu, karakter yang berkaitan dengan
harus memiliki kualifikasi tersebut karena ia
kompetensi sosial mencakup kemampuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
50
ISSN 2502-8723
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
bahwa harus ada suatu perwujudan dari
secara efektif dengan lingkungan sekolah
sistem
dan di luar lingkungan sekolah seperti siswa,
membenamkancalon
pihak lain yang terkait, orang tua dan
Indonesiadengan
masyarakat siswa. Seorang guru tidak akan
khususnya hanya bisa ditawarkan oleh
bisa melaksanakan perannya dengan baik
pendidikan
jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan
kompetensi
baik dan benar.
Engkoswara, et al. (2000) juga percaya
pendidikan
asrama
untuk
guru
di
program-program
asrama
dalam
kepribadian
yang
membentuk dan
sosial.
Ketiadaan pelatihan yang bertujuan
bahwa lebih baik untuk merancang sebuah
mengembangkan dua kompetensi tersebut
manajemen atau sistem yang mengharuskan
menggugah rasa keingin tahuan tentang apa
guru masa depan hidup di sebuah sekolah
yang sebetulnya bisa dilakukan pemerintah
yang berasrama setidaknya selama satu
untuk menutup celah ini.Anggapan tentang
tahun. Sekolah berasrma ini harus dilengkapi
bahwa
oleh
guru-guru
kesadaran
sudah
tentang
mempunyai
bagaimana
mereka
program
dan
kegiatan
yang
menciptakan lingkungan belajar yang baik
seharusnya bersikap ternyata tidak cukup
melalui
tanpa adanya penguatan dari aktivitas-
dirancang untuk membantu perkembangan
aktivitas
atau
perilaku guru.
diberikan
kepada
program-program guru
dalam
yang
kurikulum
tersembunyi,
yang
rangka
Tergugah oleh ide-ide ini, kami akan
pembentukan keprofesionalan guru. Dalam
mencoba untuk menguraikan gagasan sistem
hal ini, kami berpendapat bahwa penguatan
pendidikan asrama untuk calon guru yang
kompetensi kepribadian dan sosial lebih baik
mana
dikuatkan diawal sebelum calon guru terjun
menghindari
ke lapangan menjadi guru profesional.
memahami apa itu pendidikan asrama yang
elaborasi
bertujuan
untuk
kesalahan-kesalahan
dalam
Meskipun berbagai ide telah diajukan
kami
bahkan
untuk
sistem yang diusulkan dapat berjalan dengan
ada
baik kepadacalon guru, serta mengusulkan
beberapa yang mengusulkan pendidikan
sebuah model sistem pendidikan asrama
perumahan sebagai solusi prospektif. Ide ini
yang ideal untuk calon guru.
atau
diimplementasikan
mengembangkan
kompetensi
guru,
maksud,
in
menjelaskan
bagaimana
sebenarnya telah dikemukakan oleh Bedjo Susanto dalam artikelnya untuk sebuah buku
GAGASAN
berjudul 10 Windu Prof. Dr. HAR Tilaar,
PENDIDIKAN ASRAMA
M.Sc.Ed
Pendidikan
Kemana?".Ia
Indonesia:
Arah,
bahwa
sistem
menulis
pendidikan asrama untuk
guru
dilaksanakan
kemerdekaan
di
awal
SISTEM
Sistem pendidikan asrama mengacu pada sistem pendidikan yang mengharuskan
pernah
peserta didik untuk tinggal di asrama yang disediakan oleh sekolah, dan melibatkan
Indonesia. Namun, karena beberapa faktor,
mereka
sistem ini kemudian dihentikan. Meski
akademik
begitu, ide ini benar-benar sangat baik dan
dalam dan
serangkaian non
kegiatan
akademik
yang
membangun karakter mereka. Sistem asrama
layak dipertimbangkan. Kami sangat percaya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
KONSEP
51
ISSN 2502-8723
ini
dirancang
untuk
menciptakan
sistem seperti pondok pesantren. Namun,
pengalaman berasrama penuh di tingkat
jika di pondok pesantren yang dikuatkan
perguruan tinggi untuk semua mahasiswa
adalah ilmu agamanya, pendidikan asrama
selama waktu yang diperlukan. Tempat di
untuk para calon guru akan menempa calon-
mana siswa tinggal kemudian didefinisikan
calon guru dari segi karakter dan jiwa
sebagai pendidikan asrama .
sosialnya. Berbagai program yang diberikan
Secara historis, menurut Web-4, pendidikan asrama
akan
mengarah
kepada
pembentukan
pertama didirikan di
karakter yang sesuai dengan perumusan
tahun 1840-an di Amerika Serikat. Ada
karakter ideal yang harus dimiliki oleh
begitu banyak kritik terhadap pendidikan
seorang
asrama
karena peran utama pendidikan
sebelumnya oleh Kementrian Pendidikan
asrama
adalah untuk mengkonversi anak
dan
guru
yang
Kebuadayaan.
sudah
Selain
ditentukan
itu,
dalam
Adat Kristen dan "membudayakan mereka".
prakteknya, kegiatan dalam satu hari di
Pendidikan asrama
asrama untuk calon guru akan ditentukan
terakhir kemudian
ditutup pada tahun 1996. Di
dan diatur sedemikian rupa agar dapat
Indonesia,
keragaman
budaya,
negara
agama,
dan
dengan
disesuaikan dengan kebutuhan calon guru
etika,
dalam mencapai tujuan pendidikannya yaitu
keberadaan pendidikan asrama bukanlah hal
memiliki
yang baru lagi. Pada kenyataannya, ada
Pembahasan lebih lanjut tentang program-
beberapa jenis pendidikan asrama m seperti
program dalam pendidikan asrama akan
yang
disampaikan di bagian selanjutnya.
yang
keagamaan
didasarkan tertentu.
pada
Pondok
praktek
empat
kompetensi
guru.
Pesantren
sebagai contoh. jenispendidikan asrama ini
KEUNTUNGAN
DALAM
lebih berbasis pada nilai, doktrin dan praktik
MENERAPKAN
PENDIDIKAN
Islam. Dengan demikian siswa diwajibkan
BERBASIS ASRAMA
untuk tidak hanya membenamkan diri dalam
Sebelumnya
kegiatan akademis tetapi juga kegiatan nonakademik
akademis
yang
pendidikan
beralih
rutin kembali ke rumah selama liburan
beberapa
pekan,
tetapi
kebudayaan
pembahasan
tentang
asrama memberikan manfaat kepada siswa. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Octyavera, et.al (2009) menunjukkan
bervariasi dari setiap usia.
bahwa sebenarnya ada kontribusi yang
konsep
efektif dari sistem pendidikan asrama untuk
pendidikan asrama yang ingin kami ajukan
perkembangan adaptasi sosial siswa karena
adalah pendidkan asrama yang memiliki FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pada
menyelidiki bagaimana sistem pendidikan
mereka. Siswa dari pendidikan asrama dapat
gagasan
sistem
banyak peneliti yang meneliti topik ini untuk
mungkin
kehidupan remaja mereka jauh dari keluarga
itu,
dan
keuntungan dari pendidikan asrama. Ada
dalam
menghabiskan sebagian besar masa kecil dan
Sementara
asrama
pendidikannya, pada bagian ini kita akan
Siswa dari pendidikan asrama secara
danakhir
dipaparkan
beberapa pemahaman tentang definisi utama
berhubungan
dengan prinsip-prinsip Islam.
sekolah
telah
52
ISSN 2502-8723
kualitas kehidupan sekolah dianggap tinggi.
hal memberi tugas rumah diambil karena
Penelitian ini membuktikan bahwa sistem
siswa tidak akan pulang tapi mereka pergi ke
pendidikan
siswa
asrama mereka setelah sekolah. Bahkan,
memperoleh adaptasi sosial dengan cara
siswa akan melakukan proyek mereka di
mempromosikan pemahaman perkembangan
waktu sekolah (7 a.m - 12 p.m) untuk topik
diri serta pemahaman yang lebih besar
tertentu atau mereka bisa melakukan proyek
tentang bagaimana bertoleransi dan hidup
mereka di grup setelah waktu sekolah.
asrama
membantu
dengan orang lain
Sisi positif yang lain adalah bahwa
Penelitian lain yang dilakukan oleh
calon guru bahasa Inggrisakan merasa
Frazier (2012) juga membuktikan bahwa
bahwa mereka dapat berinteraksi lebih
siswa yang belajar di lingkungan asrama
banyak dengan rekan-rekan mereka yang
dengan keterlibatan langsung oleh bagian
menekuni subjek yang sama. Seperti yang
dari fakultas dan pengurus asrama memiliki
kita
tingkat kepuasan mahasiswa yang lebih
lingkungan berbahasa Inggris baik di kelas
tinggi secara keseluruhan daripada siswa di
dan di luar kelas. Ini akan membuat
asrama
keterampilan
yang fakultas
dan keterlibatan
stafnya kurang.
tahu
bahwa
mereka
bahasa
memerlukan
Inggris
mereka,
terutama keahlian berbicara, berkembang
Briggs (2012) juga menghadirkan
secara signifikan. Seperti yang dinyatakan
dua temuan utama yang diidentifikasi dari
oleh Dulay, et al. (1982), lingkungan bahasa
penelitian yang telah dilakukannya. Pertama,
adalah penentu keberhasilan peserta didik
program
asrama
dalam menguasai bahasa kedua. Semakin
perguruan tinggi untuk mahasiswa tahun
mereka mendapat banyak interaksi bahasa
pertama dalam menyesuaikan diri dengan
Inggris, semakin baik penguasaan bahasa
perguruan tinggi melalui identifikasi sumber
Inggris
pendukung mahasiswa. Kedua, tinggal di
menawarkan kesempatan ini.
yang
disediakan
di
mereka.
Pendidikan
asrama
kampus selama tahun pertama, dengan bantuan
mentor,
keberhasilan
bisa
akademis,
mempromosikan
PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER
dibandingkan
DALAM PENDIDIKAN ASRAMA
dengan tinggal di rumah.
Mempertimbangkan signifikansi dari
Menurut temuan ini, sangat jelas
sistem
bahwa sistem pendidikan asrama sangat bermanfaat meningkatkan
bagi
siswa
adaptasi
dengan
cara
sosial,
serta
asrama
disebutkan,
faktor
berkontribusi
kepada
yang
penentu
telah yang
model pendidikan
asrama layak untuk dibahas lebih lanjut.
menghubungkan akademisi ke kehidupan
Mari pertama kita melirik pada penelitian
siswa dengan memberikan wacana reflektif.
oleh Takahashi & Majima, berfokus pada
Kurikulum untuk pendidikan asrama
aspek sosial yang dijelaskan sebagai berikut.
dalam hal bagian pengetahuan dan substansi
Takahashi
pengetahuan tidak akan benar-benar berbeda
melakukan
dengan pendidikan reguler untuk calon guru.
&
penelitian
Majima yang
(1994) meneliti
bagaimana kerangka awal pembentukan
Apa yang membuatnya berbeda hanya dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pendidikan
53
ISSN 2502-8723
hubungan
sosial
dari
individu
siswa
didik. Oleh karena itu, guru harus memiliki
mempengaruhi penyesuaian transisi dari
kemampuan
rumah ke asrama kampus. Berdasarkan
berkomunikasi dengan siswa. Guru juga
pengukuran awal, 23 siswa yang dominan
harus mampu berkomunikasi dengan sesama
bersama dengan orang yang berusia sama
pendidik, staf, orang tua atau wali murid,
dan 14 siswa yang lebih cenderung bersama
dan
keluarga dipilih dan dibandingkan dalam hal
adalah apa yang sering disebut kompetensi
bagaimana hubungan sosial baru mereka
sosial guru. Sanusi (1991) mengungkapkan
terbentuk
bahwa
dan
bagaimana
penyesuaian
untuk
masyarakat.
berasosiasi
Kemampuan
"kompetensi
tersebut
mencakup
mereka didukung oleh pembentukan awal
kemampuan
dan atau hubungan baru. Seperti yang
tuntutan pekerjaan dan lingkungan sebagai
diperkirakan, siswa yang dominan bersama
guru". Menurut Permendiknas 16, 2007
orang
mudah
seorang guru yang memiliki kompetensi
mengembangkan hubungan dengan orang
sosial harus mampu; berkomunikasi secara
baru yang juga seumuran dan dilaporkan
lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan
bahwa mereka tidak terlalu mengalami
teknologi
kesulitan dalam membuat transisi daripada
fungsional,
rekan-rekan
dengan siswa, sesama guru, staf, dan orang
yang
seumuran
mereka
lebih
yang
cenderung
bersama keluarga.
lagi
beradaptasi
informasi
dan
berinteraksi
dengan
komunikasi
secara
efektif
tua atau wali siswa, berinteraksi dengan
Dari hasil penelitian, tidak dapat diragukan
untuk
sosial
atau
bahwa
sopan dengan masyarakat sekitarnya dan,
manajemen
dan bersimpati. Contoh aktivitas yang
pendidikan asrama merupakan suatu hal
membantu
calon
yang penting untuk membangun hubungan
kompetensi sosial mereka adalah out-bound
sosial antara siswa yang tinggal di satu
atau
asrama. Dengan kata lain,model pendidikan
membangun kerja sama tim dan kompetensi
asrama menunjukkan hubungan sosial di
sosial lainnya. Program lain adalah Asosiasi
antara peserta didik, yang bisa didapatkan
asrama, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan
dengan merancang kegiatan atau program
lain lain. Organisasi ini akan memberikan
untuk pelajar di mana mereka dapat terlibat
kesempatan
. Selain itu, program ini harus menuntut
mendapatkan jiwa kepemimpinan. Selain itu
peserta didik untuk memenuhi persyaratan
juga
ini: siswa saling mengenal satu sama lain,
bersosialisasi secara luas dan membantu
siswa belajar untuk saling menghormati,
dalam perencanaan acara kampus. Menjadi
warga belajar untuk berkomunikasi satu
bagian dari sebuah organisasi, mereka akan
sama lain dan berinteraksi secara positif.
bertemu
Dengan demikian, tujuan untuk membangun
karakter. Ini membantu mereka untuk belajar
komunitas yang positif akan terjadi.
bagaimana berkomunikasi secara efektif
mengikuti
guru
program
kepada
membuka
yang
mereka
peluang
orang-orang
memperoleh
untuk
mereka
dengan
dapat
untuk
berbagai
Proses pendidikan atau pembelajaran
dengan berbagai macam karakter orang.
tidak akan berfungsi dengan baik jika guru
Seorang guru yang baik harus mampu
tidak mampu berkomunikasi dengan peserta
berkomunikasi secara efektif kepada siswa ,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
54
ISSN 2502-8723
rekan-rekan , dan masyarakat . Di kelas ,
"Dengan lebih dari 400 organisasi
guru memiliki beberapa peran yaitu sebagai
mahasiswa resmi termasuk ekstrakurikuler,
motivator , pengorganisasi , fasilitator ,
ko-kurikuler
informatory , dan konselor . Mengenai
Harvard aktif di dalam dan di luar kampus.
peran-peran
penting
mempanyuai
cara
berkomunikasi Membangun
dan
olahraga,
mahasiswa
,
guru
harus
Apakah di bermain di lapangan stadion
yang
tepat
untuk
Harvard atau bersorak pada pertandingan
dengan
orang
keterampilan
lain
.
olahraga di
komunikasi
melalui
Harvard,
organisasi
seperti
relawan
PBHA
mendorong
. Disini , pendidikan berbasis asrama
laboratorium inovasi Harvard , menulis atau
menawarkan
diskusi
mengedit Harvard Crimson atau Harvard
mingguan , ekstrakurikuler debat bahasa
Lampoon , atau meneliti di salah satu dari
Inggris dan kompetisi skill berkomunikasi (
banyak laboratorium." (Web-5)
seperti
story telling , lomba pidato , debat ) antara ruang
dalam
Siswa Harvard terus belajar dan sibuk di sebagian besar waktu mereka.
memberikan
Kegiatan mereka pasti akan memberikan
pelatihan dan workshop untuk menjadi
kesempatan yang akan menantang dan
pembicara publik yang baik . pendidikan
mendukung pengembangan setiap siswa
asrama juga akan mengadakan program amal
karena mereka akan matang secara bertahap
setahun sekali . Dalam program ini , calon
di pikiran dan tindakanmereka. Terinspirasi
guru diminta untuk pergi ke sekolah di
oleh ini, pendidikan asrama di Indonesia
daerah terpencil , kemudian mengajar siswa ,
yang disiapkan untuk guru bahasa Inggris di
memberi mereka makanan dan peralatan
masa depan dapat mengatur setiap kegiatan
sekolah
untuk
yang membantu mereka mengembangkan
membangun sensitivitas mereka kepada
karakter, seperti: mengatur bazaar tahunan
orang lain .
yang
.
asrama
akan
Tindakan
Kedua,
Selanjutnya
di
,
pendidikan
asrama.
kewirausahaan
,
bukanlah hal yang mudah bagi semua orang
program
kegiatan
menjadi
ini
baik
mengarah
tentang
asrama
yang
bagaimana
menjadi individu yang inovatif .
harus
Ketiga, pendidikan berbasis asrama
memberikankegiatan yang padat, namun
harus memiliki ketua pengurus asrama dan
konstruktif,
staf pengajar. Peran mereka sangat penting
menantang,
baik
mereka
menjadi kreatif, berani mengambil risiko,dan
perkembangan kepribadian guru, sistem pendidikan
mengajarkan
menarik.
Sehinggacalon guru dapat membangun sikap
karena
kemandirian , tanggung jawab, berpikiran
pengawasan serta pemantauan. Sebagaimana
terbuka , kepemimpinan , dll.Salah satu
dinyatakan oleh Briggs (2012) dukungan
contoh
pengelola
yang
telah
diterapkan
oleh
siswa
asrama
asrama
bisa
membutuhkan
meningkatkan
Universitas Harvard, salah satu universitas
keberhasilan akademis siswa. Penulis juga
terbaik
keberhasilan
percaya bahwa dengan memberikan otoritas,
akademis dan keunggulan sistem asramanya
calon guru akan dapat mengembangkan
.
kedisiplinan,
di
dunia
untuk
kejujuran,
integritas,
pengalaman spiritual, dan lain sebagainya. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
55
ISSN 2502-8723
Keempat sebagai
Guru
seseorang
sering
dianggap
yang menetapkan jadwal yang ketat
yang
memiliki
dan aturan ketat bagi para siswa. •
kepribadian yang ideal. Oleh karena itu, guru
Menyediakan kantin tanpa penjual
sering dianggap sebagai model yang harus
yang membebaskan calon guru untuk
dipatuhi dan ditiru. Sebagai contoh, guru
mengambil dan membayar untuk
harus memiliki kompetensi yang terkait
kebutuhan mereka sendiri. Hal ini
dengan
disebut sebagai "kantin kejujuran".
pengembangan
(kompetensi
personal),
kepribadian (1)
Beberapa kantin di dalam sekolah di
kemampuan yang terkait dengan pengalaman
Indonesia telah mengadopsi cara ini
dalam
(2)
untuk melatih kejujuran siswa. Salah
dan
satu sekolah yang memiliki "kantin
(3)
kejujuran"
keyakinan
kemampuan
agama
untuk
menghargai
termasuk:
antar
mereka;
menghormati umat
beragama;
adalah
SMAN
29
kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan
Kebayoran Lama, Jakarta. Hal ini
norma-norma, aturan, dan sistem nilai yang
diterapkan sejak Januari 2015,Lebih-
berlaku
lebih lagi kepala sekolah mengatakan
dalam
mengembangkan
masyarakat;
(4)
kualitas terpuji sebagai
bahwa
kantin
ini
efektif
untuk
guru seperti sopan santun dan; (5) menjadi
membangun kejujuran siswa (Web-
demokratis dan terbuka untuk reformasi dan
6). •
kritik. Sayangnya, tidak semua guru di
Seorang guru yang baik adalah
Indonesia memiliki kompetensi personal
seseorang yang memiliki kecerdasan
yang
yang baik secara emotional
baik.
Salah
satu
kasus
adalah
kurangnya disiplin. Rendahnya kualitas guru
spiritual
juga disebabkan oleh disiplin kurangnya
agama dengan mengundang pemuka
guru. Misalnya, guru datang terlambat ke
agama seminggu sekali adalah cara
kelas, meninggalkan kelas sebelum waktu
yang
berakhir,
untuk
kecerdasan spiritual calon guru .
mengajar para siswa. kebiasaan buruk ini
Selain itu , rutinitas sehari-hari
dapat mempengaruhi hasil belajar dan secara
seperti
tidak sadar ia memberi contoh kepada siswa
dilakukan . Hal ini efektif untuk
menjadi orang yang tidak disiplin. Agar
membuat
calon
yang
berdoa bukan merupakan kewajiban
mempunyai kepribadian yang baik, penulis
tetapi kebutuhan mereka . Kemudian,
mengusulkan cara yang bisa dilakukan
mereka akan memiliki spiritual yang
seperti yang tercantum di bawah ini:
baik dan berperilaku baik secara
•
Membentuk ketepatan waktu dan
moral
disiplin pada calon guru dengan
mengatakan hal yang sama tentang
menetapkan
kebaikan.
bahkan
guru
tidak
menjadi
penghargaan.
datang
seseorang
hukuman Hal
ini
dan sudah
Kelima
diterapkan di pendidikan militer,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
.
Mengadakan
dan
baik
untuk
beribadah
mereka
karena
ceramah
meningkatkan
bersama
merasa
semua
pendidikan
akan
bahwa
agama
asrama
akanmenyediakan fasilitas yang membantu
56
ISSN 2502-8723
Briggs, Ronald. (2012). Increasing FirstSemester Student Engagement: A Residential Community Retention Study. Dissertation. Phoenix: Arizona State University. Dulay, Heidi, et al. (1982). Language Two. New York: Oxford University Press. Engkoswara, et al. Keefektifan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, jilid 7, nomor 2, 2000. Frazier, William and Eighmy, Myron. (2012). Themed Residential Learning Communities: The Importance of Purposeful Faculty and Staff Involvement and Student Engagement. Journal of College and University Student Housing, volume 38, no 2, page 10-31. Hunter, Phyllis S. 2005. Raising Students Who Want to Read. New York: Scholastic Professional Paper Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36/D/O/2001 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Dosen Octyavera, Ruri, et al. Hubungan Kualitas Kehidupan Sekolah dengan Penyesuaian Sosial pada Ssiwa SMA International Islamic Boarding School Republic of Indonesia. Jurnal Psychoidea. ISSN 1693-1076. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan Pendidikan: Strategi Pembaruan, Semangat Pengabdian, Manjemen Modern. Bandung: Nuansa Cendekia. Susanto, Bedjo. 2012. ―Mengemas Kembali Pendidikan Indonesia‖. Dalam Sutjipto (Ed), 10 Windu Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M.Sc.Ed Pendidikan Nasional: Arah Ke Mana? (hlm. 2435). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Takahashi, Keiko and Majima, Naomi. Transition from Home to College Dormitory: The Role of Preestablished Affective Relationships in Adjustment to a New Life. Journal of Research on Adolescence. Volume 4, Issue 3, page 367-384, 1994. Tim Kurikulum dan Pembelajaran, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi.
siswa mencapai tujuan mereka. Salah satu fasilitas yang diusulkan adalah perpustakaan. Guru harus memiliki wawasan yang luas. Salah
satu
cara
untuk
memperluas
pengetahuan calon guru adalah melalui membaca. Membentuk kebiasaan membaca pada calon guru dengan cara memberikan jadwal untuk membaca segala jenis buku yang mereka sukai setelah sarapan (30 menit) dan kemudian berbagi tentang apa yang telah mereka baca kepada teman mereka dalam kelompok kecil (15 menit). Ini tidak hanya akan membuat mereka lebih berwawasan tetapi juga membuat mereka tertarik pada bacaan. Adanya klub atau organisasi untuk pecinta buku dan dibagi berdasarkan ketertarikan mereka seperti sastra, ilmu pengetahuan,, fiksi, psikologi, dan sebagainya. Klub bacaan tersebutdapat memperluas pengetahuan mereka tentang hal yang mereka sukai. Dua kali dalam setahun, klub dapat mengundang penulis buku untuk memberikan informasi tentang apa yang ada dalam buku itu, apa yang menarik dari buku ini, bagaimana proses dalam menciptakan itu dan sebagainya. Asrama akan memfasilitasi calon guru untuk menjadi orang yang berpengetahuan perpustakaan
dengan online
menyediakan dan
offline.
Menyebarkan surat kabar di beberapa sudut sehingga calon guru tetap update dengan keadaan yang terjadi di Indonesia. Akses internet kecepatan tinggi dengan keamanan untuk konten negatif akan disediakan. Kuncinya adalah membuat mereka untuk menikmati membaca dan berpikir bahwa membaca adalah kegitan yang berharga (Hunter, 2005).
DAFTAR PUSTAKA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
57
ISSN 2502-8723
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
58
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMBELAJARAN KONSEP VEKTOR DENGAN STRATEGI ELABORASI BAGI MAHASISWA Fetty Nuritasari Pendidikan Matematika-Universitas Madura Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain pembelajaran dengan strategi elaborasi dan cara menerapkan pembelajaran dengan strategi elaborasi pada konsep vektor bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Madura. Pembelajaran dengan strategi elaborasi yang dapat membangun pemahaman konsep konsep vektor pada mahasiswa terdiri dari tahap: (1) memberikan orientasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, (2) menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran, (3) dengan tanya jawab memberi motivasi dan apersepsi mahasiswa, (4) dosen melakukan orientasi kepada mahasiswa dengan memberikan permasalahan yang terkait pengenalan konsep limit fungsi, (5) mahasiswa melakukan interpretasi dengan berdiskusi dengan temannya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, (6) mahasiswa mempresentasikan hasil kerja yang diperolehnya, (7) mahasiswa saling memberikan orientasi dengan melakukan tanya jawab berdasarkan hasil yang diperolehnya, (8) dosen memberikan orientasi kepada mahasiswa untuk mengklarifikasi masalah yang muncul, (9) mahasiswa membuat kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari, (10) mahasiswa mengerjakan tugas akhir yang diberikan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil sebagai bentuk pembelajaran yang dapat membangun kemampuan analisis matematika mahasiswa tentang vektor. Kata Kunci : Elaborasi, Konsep vektor
Pendahuluan
diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi
Matematika sebagai ilmu dasar yang
di
masa
depan
diperlukan
memegang peranan sangat penting dalam
penguasaan
pengembangan sains, teknologi, ilmu-ilmu
dini. Pelajaran Matematika perlu diberikan
alamiah,
maupun
kepada semua peserta didik mulai dari
manajemen, karena matematika merupakan
sekolah dasar sampai perguruan tinggi,
sarana
menumbuh
sehingga dapat membekali peserta didik agar
kembangkan daya nalar, cara berpikir logis,
mampu berpikir logis, analitis, sistematis,
sistematis, dan kritis. Penguasaan terhadap
kritis, dan kreatif.
ilmu-ilmu
berpikir
sosial,
untuk
matematika yang kuat sejak
sehingga
Mahasiswa pendidikan matematika
konsep-konsep matematika harus dipahami
merupakan calon tenaga pendidik dan
dengan benar.
profesional
matematika
sangat
diperlukan
dalam
bidang
matematika
ilmu
dituntut memiliki pengetahuan yang luas dan
universal yang mendasari perkembangan
mendalam pada bidang matematika. Selain
teknologi modern, mempunyai peran penting
itu,
dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan
mengetahui
daya pikir manusia. Perkembangan pesat di
teorema-teorema
bidang teknologi informasi dan komunikasi
menyelesaikan
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
tetapi harus mampu menerapkan definisi
matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
yang diketahuinya untuk dikembangkan dan
analisa, teori peluang, dan
disimpulkan menjadi sebuah teorema dan
Matematika
merupakan
matematika
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
59
mahasiswa
tidak
dan
hanya
dituntut
mampu
menggunakan
yang
ada
soal
atau
dalam
permasalahan,
ISSN 2502-8723
memanfaatkan
teorema
tersebut
dalam
menyelesaikan
menyelesaikan atau memecahkan soal. Salah mahasiswa
satu S1
teorema-teorema
matakuliah
pendidikan
soal
bagi
dan
membuktikan
yang
ada
dengan
menggunakan definisi.
matematika
Oleh
karena
itu,
dalam
upaya
adalah Analisa Vektor. Materi perkuliahan
mengatasi kesulitan dan permasalahan yang
Analisa
membahas
dihadapi mahasiswa dalam proses belajar
tentang deferensiasi vektor. Konsep tentang
mengajar, dosen sebagai seorang pendidik
deferensiasi vektor sebenarnya tidak asing
harus memiliki strategi agar mahasiswa
bagi mahasiswa, karena materi ini telah
dapat belajar secara efektif dan efisien,
dipelajari pada Kalkulus I. Namun tingkatan
mengenal pada tujuan pembelajaran yang
dan kedalaman konsep vektor dalam analisa
diharapkan.
vektor berbeda dengan kalkulus I. Konsep
memiliki strategi ini, guru dan dosen harus
vektor dalam kalkulus I lebih mengacu pada
menguasai teknik-teknik penyajian atau
siswa mengenal
biasa disebut dengan model pembelajaran.
Vektor
diantaranya
definisi
dan teorema-
teorema tentang turunan dan menerapkan
Model
Salah
satu
langkah
pembelajaran
untuk
yang
akan
teorema yang ada dalam menyelesaikan soal.
digunakan harus selalu diawali dari situasi
Namun
dalam
nyata di dalam kelas. Bila situasi didalam
mampu
kelas berubah maka cara mengajar pun juga
memahami dan mengkaji lebih mendalam
harus berubah. Karena itulah seorang dosen
tentang definisi dan teorema-teorema yang
sebagai
ada. Dengan kata lain mahasiswa harus
mengajar di dalam kelas harus menguasai
mampu membuktikan teorema-teorema dan
dan tahu kelebihan dan kekurangan beberapa
menyelesaikan soal dengan menggunakan
macam model pembelajaran dengan baik,
definisi-definisi tentang vektor.
sehingga
dalam
tujuannya
analisis
mahasiswa
vektor, harus
Namun kenyataan yang ada banyak mahasiswa
kesulitan
dalam
‖pengendali‖
dosen
menerapkan
mengikuti
paling
mampu
model
efektif
kegiatan
memilih
pembelajaran
yang
belajar
sesuai
dan yang
dengan
perkuliahan analisa vektor terutama pada
permasalahan yang dihadapinya dalam kelas
konsep vektor. Mahasiswa lebih cenderung
untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran
menghafal definisi maupun teorema tanpa
yang ditetapkan.
bisa
menjelaskan
bagaimana
teorema
Informasi pembina
atau
yang
tersebut
diperoleh
matakuliah
Universitas
membuktikan
Madura
analisa
Dalam pandangan konstruktivisme,
diperoleh. dari
dosen
vektor
menyatakan
pengetahuan
tumbuh
dan
berkembang
melalui pemahaman. Pemahaman semakin
di
dalam dan kuat apabila diuji dengan
bahwa
pengalaman baru (Nurhadi, 2004). Dalam
sekitar 34 dari 42 mahasiswa Universitas
pembelajaran
Madura mampu meyelesaikan soal tentang
diharapkan untuk mampu mengkonstruk atau
deferensiasi vektor dengan cara biasa atau
membangun
dengan menerapkan teorema yang ada.
diperolehnya untuk dihubungkan dengan
Namun jumlah ini jauh menurun menjadi
pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk
sekitar 6 dari 42
konstruktivistik
sendiri
ini
pengetahuan
siswa
yang
mahasiswa mampu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
60
ISSN 2502-8723
menyelesaikan persoalan atau permasalahan
sebelumnya yang telah dimiliki mahasiswa
baru dan mengkomunikasikannya.
dalam
Salah pendekatan
satu
implementasi
konstruktivistik
konsep
vektor
lebih
mendalam.
adalah
Wena (2008:172) mengemukakan
pembelajaran
bahwa pada tahap elaborasi ini, siswa
learning cycle. Menurut Lawson (Odom dan
menerapkan konsep dan keterampilan yang
Kelly, 2000) Learning Cycle adalah suatu
telah dipelajari dalam situasi baru atau
metode yang memungkinkan siswa untuk
konteks yang berbeda. Dengan demikian,
mengembangkan pengetahuan deklaratif dan
siswa akan dapat belajar secara bermakna,
pengetahuan prosedural melalui pengalaman
karena siswa telah dapat menerapkan konsep
belajar yang dialami dan berdasar pada teori
yang telah dipelajarinya dalam situasi baru.
perkembangan kognitif Piaget. Lorsbach
Kemudian Wena (2008:172) melanjutkan
(2002) mengemukakan ada lima tahap dalam
bahwa jika pembelajaran pada tahap ini
pembelajaran model learning cycle yang
dapat dirancang dengan baik oleh guru,
terdiri dari tahap engagement , exploration,
maka
explanation, elaborasi, evaluasi.
meningkat. Meningkatnya motivasi belajar
dikembangkannya
Pada
model
ini
dari
mengkaji
pembelajaran
elaborasi,
motivasi
Melalui
ketahui sebelumnya. Srategi belajar ini
strategi
efektif
kesempatan
ide
akan
hasil belajar siswa.
berdasarkan apa yang seseorang sudah
apabila
siswa
siswa tentu dapat mendorong peningkatan
mahasiswa menambahkan ide tambahan
digunakan
belajar
yang
pembelajaran
elaborasi, untuk
dengan
mahasiswa melakukan
diberi orientasi,
ditambahkan sesuai dengan penyimpulan.
interpretasi, dan melakukan penyimpulan
Implikasi dari pembelajaran ini adalah
dari pembelajaran yang telah dilakukan.
mendorong mahasiswa untuk menyelami informasi
untuk
tahap orientasi sangat penting dilakukan
berspekulasi
pada awal pembelajaran, karena dapat
tentang implikasi yang mungkin (Ormrod,
memberi arah dan petunjuk bagi siswa
2006).
tentang kegiatan pembelajaran yang akan
menarik
itu
sendiri,
kesimpulan
Pembelajaran
misalnya
Borich (1988) menyatakan bahwa
dan
dengan
strategi
dilakukan. Dalam hal ini guru atau dosen
elaborasi memungkinkan mahasiswa lebih
mengomunikasikan tujuan, materi, waktu,
mudah memahami konsep vektor secara
langkah-langkah pembelajaran serta hasil
mendalam karena pada dasarnya mahasiswa
akhir yang diharapkan dari siswa. Pada tahap
telah
memiliki
ini antara dosen dengan mahasiswa aktif
dasar
tentang
pengetahuan-pengetahuan deferensiasi
yang
telah
berkomunikasi
dalam
menentukan
arah
dipelajarinya saat menempuh mata kuliah
untuk menyelesaikan permasalahan yang
kalkuklus I. Hanya saja sekarang bagaimana
dihadapi.
seorang
dosen
dalam
merancang
Pada
tahap
interpretasi,
pembelajaran dengan pembelajaran elaborasi
siswa/mahasiswa mengkaji masalah yang
mampu memancing dan melahirkan ide-ide
diberikan melalui kegiatan analisis, diskusi,
atau pengetahuan baru dari pengetahuan
maupun tanya jawab. Tahap interpretasi ini
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
61
ISSN 2502-8723
sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
karena
melalui
METODE PENELITIAN Dalam penelitian yang dilakukan,
tahap
interpretasi siswa didorong untuk berpikir
penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran
tingkat tinggi, melakukan analisis terhadap konsep vektor dengan strategi elaborasi
masalah yang diberikan, sehingga terbiasa
untuk memahamkan mahasiswa semester VI
dalam menyelesaikan masalah, meninjau dari berbagai aspek (Brooks & Brooks,
Program
Studi
Pendidikan
Matematika
1993). Pada akhir pembelajaran, mahasiswa Universitas Madura. Data yang dikumpulkan
diminta membuat kesimpulan dari apa yang
bersifat deskriptif yaitu menjelaskan aktifitas
telah mereka dapatkan selama pembelajaran. Membuat kesimpulan perlu dilakukan, sebab dengan
membuat
kesimpulan
pembelajaran.
Penelitian
ini
lebih
atau menekankan proses pembelajaran daripada
rangkuman dari apa yang dipelajari perlu
hasil akhir pembelajaran. Data penelitian
dilakukan untuk mempertahankan retensi (Degeng, 1997:28).
berupa kata-kata yang dipaparkan sesuai
Melalui pembelajaran dengan strategi elaborasi,
peran
fasilitator
dan
dosen
adalah
pembimbing
dengan kejadian dalam penelitian, kemudian
sebagai
dianalisis
mahasiswa
dalam belajar matematika. Kegiatan belajar
secara
induktif.
Selain
itu
digunakan juga data kuantitatif yaitu skor
lebih banyak dilakukan mahasiswa dengan untuk kepentingan analisa.
berinteraksi dengan dosen, mahasiswa serta bahan ajar termasuk media pembelajaran
Untuk melengkapi analisa kualitatif,
yang digunakan. Kegiatan
pembelajaran
dimulai
penelitian ini juga menggunakan pendekatan
dengan bagi
kuantitatif yang sifatnya melengkapi. Hal ini
mahasiswa sesuai dengan pengalaman dan
sesuai dengan saran Moleong (2002:22),
mengajukan
masalah
yang
nyata
tingkat pengetahuannya. Permasalahan yang karena dalam penelitian ini membutuhkan
diajukan diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Dengan
data skor mahasiswa (data non verbal). Data
menerapkan
ini diperlukan untuk mengetahui apakah
strategi
elaborasi,
dosen
memberikan permasalahan dan
arahan pembelajaran dengan strategi elaborasi dapat
kepada mahasiswa bagaimana menggunakan definisi
vektor
dalam
memahamkan
membuktikan
deferensiasi vektor dalam bentuk soal. Dari
Program
Studi
mahasiswa Pendidikan
semester
VI
Matematika
permasalahan yang diberikan, mahasiswa melakukan
interpretasi
dengan
Universitas Madura yang menjadi subjek
mengkaji
masalah yang diberikan melalui kegiatan
penelitian tentang konsep vektor. Selain itu
analisis, diskusi, dan tanya jawab.
juga untuk melihat keberhasilan dosen dalam memahamkan konsep vektor.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
62
ISSN 2502-8723
Penelitian ini termasuk penelitian
strategi elaborasi. Setiap mahasiswa yang
tindakan kelas (Action Research). Penelitian
dijadikan
Tindakan
suatu
memperoleh data dari kegiatan observasi,
penelitian yang dilakukan oleh guru atau
tes, dan catatan lapangan. Sedangkan untuk
dosen di dalam kelas dengan tujuan untuk
kegiatan wawancara dilakukan terhadap 4
memperbaiki kinerja sebagai guru atau
mahasiswa
dosen, sehingga hasil belajar siswa atau
mahasiswa yang menjadi subjek wawancara
mahasiswa menjadi meningkat (Wardani,
dilakukan
2003:36).
pertimbangan dosen pembina mata kuliah.
kelas
Data
(PTK)
yang
adalah
dikumpulkan
subjek
yang
penelitian
ditentukan.
berdasarkan
tes
untuk
Penentuan
awal
dan
Mahasiswa yang menjadi subjek wawancara
dalam
penelitian ini merupakan hasil kegiatan yang
terdiri
berhubungan
berkemampuan tinggi, dua orang mahasiswa
pembelajaran
dengan
pelaksanaan
konsep
vektor
dari
seorang
berkemampuan
dengan
sedang,
mahasiswa
dan
seorang
menggunakan strategi elaborasi. Data yang
mahasiswa berkemampuan rendah.
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
HASIL & PEMBAHASAN
(1) hasil kegiatan mahasiswa dalam kegiatan
Analisa data yang dilakukan dalam
pembelajaran berupa penyelesaian soal-soal
penelitian ini adalah analisa data kualitatif
baik soal tes awal, latihan-latihan maupun
dan kuantitatif. Data ini dianalisa dengan
evaluasi akhir, (2) hasil wawancara dengan
langkah-langkah
subjek penelitian pada akhir setiap tindakan,
mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3)
(3) hasil observasi yang memuat catatan
menyimpulkan data.
sebagai
berikut:
(1)
tentang kegiatan pembelajaran, baik yang 1. Data berhubungan dengan mahasiswa maupun
Data
perangkat
validasi, skor hasil validasi dari masing-
yang
masing validator dijumlahkan kemudian
mengikuti pembelajaran dan tes tentang
diolah menjadi persentase skor rata-rata hasil
pembelajaran deferensiasi vektor dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
validasi
validator. Setelah validator mengisi lembar
Studi Pendidikan Matematika Universitas 2014/2015
hasil
validasi yang dilakukan oleh tiga orang
adalah mahasiswa semester VI Program
ajaran
Perangkat
pembelajaran diperoleh melalui kegiatan
Sumber data dalam penelitian ini
tahun
Validasi
Pembelajaran
berhubungan dengan dosen.
Madura
Hasil
63
ISSN 2502-8723
validasi.
Kesimpulan
analisis
data
atau sangat baik, maka hasil observasi langsung diambil, (2)
disesuaikan dengan kriteria persentase skor
penilaian kedua
pengamat tidak jauh berbeda, maka hasilnya rata-rata hasil validasi sebagai berikut. 75%
SR
100%
akan diambil salah satu kategori yang lebih tinggi, (3) penilaian kedua pengamat berbeda
: valid tanpa revisi
sama 50%
SR < 75%
: belum valid dengan sedikit
didiskusikan
revisi
25%
sekali,
maka
hasilnya
bersama-sama
akan dengan
pengamat. SR < 50%
3. Data Hasil Tes
:belum valid dengan banyak
Data tentang hasil belajar mahasiswa
revisi
SR < 25%
diperoleh dari hasil tes tertulis mahasiswa
: tidak valid
tiap Perangkat
pembelajaran
dan
akhir
tindakan
pembelajaran. ketuntasan
instrumen penelitian dikatakan valid jika
tes
Berdasarkan belajar,
pembelajaran
berdasarkan hasil analisis data hasil validasi
dan
hasil
dikatakan
akhir kriteria
tes
tuntas
akhir secara
klasikal apabila mahasiswa mendapat skor
diperoleh minimal dua dari tiga validator
65 (dari rentang skor 0 – 100) paling sedikit
menyatakan perangkat pembelajaran dan
80% dari jumlah mahasiswa yang mengikuti tes pada pembelajaran dengan strategi
instrumen penelitian telah valid.
elaborasi pada konsep limit fungsi.
Data hasil observasi aktivitas dosen
Pelaksanaan pembelajaran dikatakan
dan aktivitas mahasiswa diperoleh dari
berhasil jika hasil observasi aktivitas dosen
kegiatan observasi yang dilakukan observer
dan observasi aktivitas mahasiswa pada
selama pembelajaran berlangsung. Kriteria
masing-masing
persentase nilai rata-rata sebagai berikut:
kategori sangat baik atau baik, serta hasil tes
90%
NR
akhir pembelajaran tuntas secara klasikal.
80%
NR < 90%
: baik
70%
NR < 80%
: cukup
pertemuan kedua ditemukan bahwa masalah
60%
NR < 70%
: kurang
utama yang dihadapi mahasiswa adalah
0%
NR < 50%
: sangat kurang
bagaimana menentukan hubungan
2.
100%
: sangat baik
tindakan
Pelaksanaan
berada
pembelajaran
pada
pada
(delta)
dengan
(epsilon) dalam membuktikan soal
persentase nilai rata-rata (NR) aspek yang di
yang
diberikan.
nilai berada pada kategori baik dan sangat
permasalahan
baik. Dengan demikian, maka hasil analisis
memberikan
data yang tidak memenuhi dari salah satu
mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan
kategori tersebut akan dijadikan bahan
yang
pertimbangan
pada
melakukan tanya jawab dengan mahasiswa
tindakan berikutnya. Ada tiga kemungkinan
mengenai sifat nilai mutlak, ketaksamaan
hasil observasi dari pengamat: (1) penilaian
segitiga maupun tentang operasi-operasi
kedua pengamat berada pada kategori baik
fungsi aljabar, sehingga dengan cara ini
Aktivitas
dikatakan
untuk
baik
memperbaiki
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
jika
64
dimiliki
Untuk
ini, orientasi
dosen
mengatasi berupaya
dengan
mahasiswa,
yakni
cara
aktif
ISSN 2502-8723
mahasiswa
dapat
dan
dosen aktif melakukan tanya jawab untuk
membangun sendiri pemahamannya. Dengan
mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa.
memberikan
Dengan cara ini akan memaksa dan memberi
mudah
mengingat
orientasi,
mengetahui
menyelesaikan
masalah
mahasiswa
lebih
arah
dalam
yang
dihadapi,
ruang
kepada
mereka
mengembangkan
dalam
upaya
pengetahuan
dan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Borich
pemahamannya.
(1988) bahwa orientasi yang diberikan
mengemukakan bahwa dengan melakukan
kepada siswa dapat memberi arah dan
aktivitas bersama didalam pembelajaran
petunjuk
matematika, kesempatan dan ruang untuk
bagi
siswa
tentang
kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan.
memberikan
ilustrasi-ilustrasi
mahasiswa
sehingga
38-39)
pemahaman matematika akan lebih banyak bagi peserta didik.
sederhana untuk memberikan gambaran kepada
(2005:
dapat mengembangkan pengetahuan dan
Pada tahap interpretasi, dosen juga aktif
Hadi
Sebagai tahap akhir pembelajaran,
dapat
mahasiswa membuat kesimpulan dari apa
memberikan gambaran yang konkrit bagi
yang
mahasiswa
yang
pembelajaran. Membuat kesimpulan perlu
dihadapi. Sebagaimana yang diungkapkan
dilakukan, sebab dengan cara ini mahasiswa
Russefendi
dapat
tentang
permasalahan
(1980:135)
bahwa
konsep
telah
mereka
dapatkan
menganalisis
selama
permasalahan-
struktur matematika dapat dipelajari dengan
permasalahan dalam pembelajaran serta
baik oleh siswa bila representasinya dimulai
bagaimana pemecahannya, seperti
dengan hal-hal konkrit. Dengan cara ini
dikemukakan
membantu mahasiswa mampu melakukan
membuat rangkuman atau kesimpulan dari
analisis dan berfikir dalam meyelesaikan
apa yang dipelajari perlu dilakukan untuk
masalah yang diberikan. Hal ini seperti yang
mempertahankan retensi.
diungkapkan Brooks & Brooks (1993) yang
Pada
Degeng
(1997:28)
pembelajaran
yang bahwa
deferensiasi
menyatakan bahwa pada tahap interpretasi
vektor dengan strategi elaborasi, aktivitas
siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi,
mahasiswa dapat
menganalisis dan meninjau berbagai aspek.
efektif. Meskipun demikian pada awal
Selain itu, pada awal pertemuan juga ditemukan
bahwa
mahasiswa
dikategorikan cukup
pembelajaran banyak mahasiswa mengalami
masih
kesulitan
dan
ragu
dalam
menjawab
kesulitan dalam melakukan tanya jawab
pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh
dengan dosen. Mahasiswa masih kesulitan
dosen. Mahasiswa terlihat kesulitan dalam
menjawab
menentukan alur atau arah dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan secara lisan menyangkut hasil kerjanya. diupayakan
Namun secara
demikian,
soal-soal yang diberikan.
mahasiswa
bergantian
Untuk mengatasi permasalahan ini,
saling
dosen secara aktif melakukan tanya jawab
menyempaikan hasil kerja mereka dan
dengan
mahasiswa
membandingkan
tanya jawab ini, membantu mahasiswa
dengan hasil pekerjaannya serta memberikan
mengingat kembali materi-materi yang telah
komentar.Selama pembelajaran dilakukan,
dipeljari dan mengaitkannya denga materi
yang
lain
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
65
mahasiswa.
Dengan
melakukan
ISSN 2502-8723
yang sedang dipelajari. Hal ini senada
maupun ketika mahasiswa berdiskusi dengan
dengan pendapat Russefendi (1980:182)
temannya.
yang
menyatakan
bahwa
selain
dapat
Pada pertemuan pertama dan kedua,
menyebabkan siswa aktif, tanya jawab dapat
beberapa mahasiswa masih kesulitan dalam
mengaitkan pengajaran dengan topik-topik
belajar. Hal ini tampak dari hasil belajar
yang lampau bagi siswa dalam menerima
mahasiswa ketika mengerjakan LKM dan
materi baru.,
ketika
Pada pertemuan kedua dan ketiga,
dosen
mengajukan
beberapa
pertanyaan secara lisan terhadap beberapa
aktivitas mahasiswa dalam belajar tampak
mahasiswa.
Ketika
mulai meningkat. Ini disebabkan karena
pertanyaan,
mahasiswa
mahsiswa sudah mulai terbiasa dengan
menjawab secara langsung bahkan harus
pembelajaran yang dilakukan. Mahasiswa
membutuhkan waktu yang cukup lama
tampak mulai bisa menentukan alur dalam
dalam menjawab. Ketika ada mahasiswa
menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang kesulitan menjawab pertanyaan yang
yang diberikan. Aktivitas mereka dalam
diberikan,
menjawab dan mengajukan pertanyaan juga
ilustrasi
mulai meningkat.
mahasiswa
Agar aktifitas dalam
belajar mahasiswa dapat terus ditingkatkan,
dosen
dosen
mengajukan
belum
memberikan
sederhana
ilustrasi-
untuk
menjawab
mampu
membantu
pertanyaan
diberikan.
dosen juga mengkondisikan lingkungan
Secara
umum
hasil
belajar
belajar yang dapat mendorong mahasiswa
mahasiswa
selama
proses
aktif
mengorganisasikan
didukung
karena
pembelajaran
mahasiswa agar berdiskusi dengan teman
dilakukan
sebangkunya,
Pembelajaran
belajar,
yaitu
menumbuhkan
yang
motivasi
terstruktur yang
pembelajaran
dan
yang efisien.
dilakukan
dimulai
mahasiswa dan memfasilitasi mahasiswa
dengan mengajukan soal-soal sederhana
selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
yang
Pengelolaan lingkungan belajar yang baik
memberikan soal-soal yang mengarahkan
ternyata dapat menambah aktivitas dan
pada teorema-teorema limit dan akhirnya
pengalaman
mahasiswa.
mahasiswa diminta membuktikan teorema
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudojo
tersebut. Pembelajaran yang diawali dengan
(1988:109) bahwa pengalaman belajar dan
mengajukan soal-soal yang sederhana ini
aktivitas peserta didik juga dipengaruhi oleh
sangat
situasi lingkungan belajar yang diberikan.
memahami materi yang dipelajari.
belajar
Hasil
belajar
bagi
mahasiswa
kemudian
membantu
dilanjutkan
dengan
mahasiswa
dalam
dalam
memahami konsep vektor dilihat melalui
KESIMPULAN & SARAN
hasil tes akhir dan melalui evaluasi yang
Berdasarkan paparan data dan
dilakukan
selama
proses
pembelajaran.
pembahasan, dapat disimpulkan bebarapa
Evaluasi
ketika
proses
pembelajaran
hal sebagai berikut.
berlangsung
dilakukan
dosen
1. Pembelajaran melalui strategi elaborasi
melakukan tanya jawab dengan mahasiswa,
yang dapat memahamkan mahasiswa
ketika
semester
mahasiswa
ketika
mengerjakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
LKM, 66
VI
offering
A
angkatan ISSN 2502-8723
2014/2015 pada konsep vektor terdiri
pembelajaran
dari
persentase ketuntasan belajar secara
tiga
komponen
pokok,
yaitu
orientasi, interpretasi dan penyimpulan.
diketahui
bahawa
klasikal adalah sebesar 87%.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan
3. Pembelajaran dengan strategi elaborasi
adalah sebagai berikut: (1) memberikan
memungkinkan dosen dan mahasiswa
orientasi tentang pembelajaran yang akan
aktif melakukan aktivitas belajar dan
dilaksanakan, (2) menyampaikan topik
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
dan tujuan pembelajaran, (3) dengan
optimal.
tanya jawab memberi motivasi dan apersepsi
mahasiswa,
(4)
Saran yang dapat disampaikan
dosen
berdasarkan hasil penelitian ini adalah
melakukan orientasi kepada mahasiswa
sebagai berikut.
dengan memberikan permasalahan yang
1. Bagi pengajar, dalam mengajarkan
terkait pengenalan konsep limit fungsi,
mahasiswa membuktikan konsep vektor
(5) mahasiswa melakukan interpretasi
dengan definisi hendaknya jangan terlalu
dengan berdiskusi dengan temannya
fokus untuk langsung melakukan
dalam
pembuktian, tetapi hendaknya
menyelesaikan
diberikan,
masalah
(6)
mahasiswa
mempresentasikan
hasi
diperolehnya,
mahasiswa
(7)
yang
kerja
mengarahkan mahasiswa melakukan
yang
pengaitan-pengaitan antara pengetahuan
saling
yang telah dimilikinya dengan
memberikan orientasi dengan melakukan
permasalahan yang diberikan, karena hal
tanya jawab berdasarkan hasil yang
ini dapat mempermudah mahasiswa
diperolehnya, (8) dosen memberikan
untuk mendapatkan gambaran atau
orientasi
arahan dalam melakukan pembuktian
kepada
mahasiswa
untuk
mengklarifikasi masalah yang muncul,
2. Dalam proses pembelajaran, hendaknya
(9) mahasiswa membuat kesimpulan
mahasiswa diberikan lebih banyak
terhadap materi yang telah dipelajari, dan
kesempatan untuk bekerja, bila perlu
(10) mahasiswa mengerjakan tugas akhir
memberikan kesempatan kepada
yang diberikan.
mahasiswa untuk saling berdiskusi
Tahap (1), (2), dan (3) dilakukan pada
dengan temannya. Pengajar juga harus
kegiatan pendahuluan, tahap (4), (5), (6),
pandai mengajukan pertanyaan-
(7), dan (8) dilakukan pada tahap
pertanyaan yang sifatnya mengarahkan
kegiatan inti, dan tahap (9) dan (10)
tanpa harus memberikan jawaban
dilakukan pada kegiatan penutup.
langsung kepada mahasiswa.
2. Berdasarkan pengamatan peneliti dan
3. Bagi peneliti yang ingin meneliti kajian
dua pengamat (observer) pembelajaran
yang sama, hendaknya dapat melakukan
konsep vektor dengan strategi elaborasi
penelitian lebih lanjut dengan
ditemukan bahwa pada pertemuan I,
memperhatikan kelemahan-kelemahan
pertemuan II, dan pertemuan III aktivitas
penelitian ini, sehingga peningkatan
dosen dan aktivitas mahasiswa dalam
kualitas belajar matematika dapat
kriteria
terlaksana secara berkesinambungan.
baik.
Sedangkan
tes
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
akhir 67
ISSN 2502-8723
Komunikasi Kimia. No.2 (5) hal 112 Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA UM Lawson, A.E. 1995. Science Teaching and The Development of Thingking. California: International Thomson Publishing. Leithold, L. 1986. Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, Jilid 1 edisi kelima. Alih bahasa: Drs. E. Hutahaean. Erlangga. Jakarta. Lorsbach, A.W. 2002. The Learning Cycle as a tool for Planing Science Instruction. Online. http://www.Coe.ilstu.edu/scienceed/ lorsbach/257lrcy.html Machmud, T. 2001, Implementasi PAM untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Program Liniear, Tesis (tidak diterbitkan), Malang, PPS-UM. Moleong. 2005. Metodologi Peneltian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Musser, GL. & Bruger, W.F. 1994. Mathematics for Elementary Teachers: A Contemporary Approach, Third Edition. New York: MacMillan Publishing Company, Inc. Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bina Aksara NCTM,2000. Principles And Standards For School Mathematic, New York, the NCTM Inc. Nur, M. 2001. Realistic Mathematics Education (Makalah pada Pelatihan Calon Pelatih SLTP tanggal 21 Juni s.d 6 Juli di Surabaya). Direktorat SLTP, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, Jakarta. Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Orton, A. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory, and Practice. Great Britain: Redwood Books. Ormord. 2006. Strategi Pengajaran Pembelajaran Sains. http://www.bpkpenabur.or.id/jurnal/ 05/063-071.pdf, diakses 10 Mei 2014. Purcell,V. 1999. Kalkulus dan Geometri Analitis, Jilid 1 edisi keempat. Alih bahasa: Drs. I Nyoman Susila, M.Sc, dkk. Erlangga. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Aqib. Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Bogdan, R.C & Biken, S.K. 1998. Qualitatif Research in Education : An Intruduction to Theori and Methods. Third Edition. Boston: Allyn and Baccon. Borich, G.D. 1988. Effective Teaching Method. Columbus: Merril Publishing Company. Brooks, J.G & Brooks,M.G.1993. In Searchof Understanding: The Chase for Contructivist Classroom. Alexandria: ASCD. Budiningsih, C.A. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Dirjen DIKTI. Degeng. I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasikan Isi dan Model Elaborasi. Malang: IKIP Malang. Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin:Tulip Hamalik. O. 2009. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hopkins, D. 1985. A Teacher‘s Guide to Classroom Research. London: Open University Press Hudojo,
H. 1988. Mengajar BelajarMatematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK. Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press. Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas negeri Malang Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press. Iskandar, S.M. 2001. Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kimia di SMU. Media FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
68
ISSN 2502-8723
Ruseffendi.E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG, Bandung, Tarsito. Sagala,S. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung, Alfabeta Soebagio. 2001. Penggunaan Daur Belajar Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Sel Elektrolisis pada siswa Kelas II SMU Negeri 2 Jombang. Media Komunikasi Kimia. No.1 (5) hal (49-57) Sunardi. 2000. Hubungan Antara Usia, Tingkat Berfikir dan Kemampuan Siswa dalam Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika. Surabaya: Institut Tehnologi Sepuluh November Surabaya. Suparno,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta, Karnisius. Wardani, I.G.A.K., dkk. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat penerbitan Universitas Terbuka Wena, M. 2008. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Malang, Bumi Aksara.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
69
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Galuh Kartiko [email protected] ABSTRAK Pembinaan moral dan karakter bangsa sangat terkait erat dengan peningkatan kualitas pembangunan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, maka pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pendidikan menjadi landasan utama dalam pembinaan dan penumbuhkembangkan karakter positif bangsa. Model pendidikan kewarganegaraan pada saat ini harus menyesuaikan antara teori yang ada dan perkembangan masyarakat Indonesia. Sesuai dengan fungsinya, Pendidikan Kewarganegaraan menyelenggarakan pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, multikultural dan kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berkarakter sehingga dapat diandalkan untuk membangun bangsa dan negara berdasar Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya. Kata Kunci : Model Pendidikan Karakter, Kewarganegaraan, Perguruan Tinggi
Salah satu pilar yang harus menjalankan
Pendahuluan Konstitusi mengamanatkan
telah
pendidikan karakter adalah perguruan tinggi.
pendidikan
Secara umum istilah ―karakter‖ yang
Indonesia pentingnya
karakter, seperti bunyi pasal 31 ayat 3 yaitu
sering
―Pemerintah
―temperamen‖,
mengusahakan
dan
disamakan
dengan
‖tabiat‖,
istilah
―watak‖
atau
menyelenggarakan satu sistem pendidikan
―akhlak‖ yang memberinya sebuah definisi
nasional yang meningkatkan keimanan dan
sesuatu yang menekankan unsur psikososial
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
yang dikaitkan dengan pendidikan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
konteks lingkungan. Secara harfiah menurut
Untuk
beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai
menjalankan amanah itu maka UU No. 20
arti seperti : ―kharacter‖ (latin) berarti
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
instrument
Nasional menetapkan fungsi dan tujuan
(Prancis) berarti to engrove (mengukir),
pendidikan nasional yaitu mengembangkan
―watek‖ (Jawa) berarti ciri wanci; ―watak‖
kemampuan dan membentuk watak serta
(Indonesia) berarti sifat pembawaan yang
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti,
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang
berkembangnya potensi peserta didik agar
behavioral
menjadi
dan
somatopsikis yang dimiliki sejak lahir,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Sehingga Doni Kusuma (2007:80) istilah
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
karakter
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
karakteristik atau gaya atau sifat dari diri
yang demokratis dan bertanggungjawab.
seseorang yang bersumber dari bentukan-
dengan
undang-undang‖.
manusia
yang
beriman
of
marking,
yang
dianggap
―charessein‖
menekankan
sebagai
unsur
ciri
atau
bentukan yang diterima dari lingkungan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
70
ISSN 2502-8723
Dalam pengertian harfiah, sebagian para
ahli
berpendapat
bahwa
Secara
karakter
bahwa
definitif
karakter
dapat
dikatakan
merupakan
nilai-nilai
mempunyai makna psikologis atau sifat
perilaku manusia yang berhubungan dengan
kejiwaan
aspek
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
kepribadian (personality). Akhlak atau budi
manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
pekerti, tabiat, watak, atau sifat kualitas yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
membedakan seseorang dari yang lain atau
perkataan,
kekhasan (particular quality) yang dapat
norma-norma agama, hukum, tata krama,
menjadikan seseorang terpercaya dari orang
budaya dan adat istiadat. Pendidikan menjadi
lain.
salah
karena
Dari
terkait
konteks
dengan
inipun,
karakter
mengandung unsur moral, sikap bahkan
dan
satu
perbuatan
wahana
berdasarkan
utama
untuk
mengembangkan karakter tersebut.
perilaku karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti
B. Konsep
yang baik, hanya akan terungkap pada saat
karakter
bangsa
dalam
pendidikan kewarganegaraan
seseorang itu melakukan perbuatan atau
Pendidikan
perilaku tertentu.
Kewarganegaraan
pada
awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat
Mengamati
perkembangan
pada tahun 1790 dengan tujuan untuk meng-
pendidikan karakter di perguruan tinggi,
Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama
dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter
―Civics‖. Henry Randall Waite yang pada
di beberapa perguruan tinggi selama ini telah
saat itu merumuskan pengertian Civics
berjalan namun belum terprogram secara
dengan ―The science of citizenship, the
sistemik, sehingga tidak memiliki dampak
relation of man, the individual, to man in
signifikan
Berbagai
organized collection, the individual in his
pengalaman yang dimiliki oleh berbagai
relation to the state‖. Pengertian tersebut
perguruan
dapat
menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan
dijadikan acuan sebagai pengalaman baik
membicarakan hubungan antara manusia
(best
dapat
dengan
tinggi
perkumpulan yang terorganisasi (organisasi
secara
tinggi
nasional.
di
practice)
diimplementasikan
Indonesia
yang di
perguruan
masing-masing.
manusia
dalam
perkumpulan
social ekonomi, politik) dengan individu-
Era globalisasi semakin menuntut
individu dan dengan negara.
perlunya pendidikan karakter agar lulusan di
Sedangkan di Indonesia, istilah
berbagai jenjang dapat bersaing dengan
civics dan civics education telah muncul
rekan-rekannya di berbagai belahan dunia
pada
lain. Tatanan sumber daya manusia beberapa
Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961
tahun ke depan memerlukan good character.
dan pendidikan Kewargaan negara pada
Dalam hal ini, karakter merupakan kunci
tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam
keberhasilan individu. Karakter yang baik ini
Civicus,
dapat
pendidikan kewarganegaraan masuk dalam
dikembangkan
melalui
model
pendidikan yang tepat.
1957,
2005:320).
dengan
Mata
istilah
pelajaran
kurikulum sekolah pada tahun 1968, namun pada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tahun
71
tahun
1975
nama
pendidikan ISSN 2502-8723
kewarganegaraan
berubah
menjadi
didesain
sebagai
upaya
mempersiapkan
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada
warga negara agar mampu berpartisipasi
tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi
aktif
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
kebangsaan dan kenegaraan. Bahkan terkait
(PPKn).
dengan
karakter
demokratis,
Zamroni
(ICCE,
2003)
berpendapat
bahwa
kewarganegaraan
adalah
Pendidikan karakter berpijak dari
secara
politik
dalam
kehidupan
karakter dasar manusia, yang bersumber dari
pendidikan
nilai moral universal (bersifat absolut) yang
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
bersumber dari agama yang juga disebut
mempersiapkan warga masyarakat berpikir
sebagai the golden rule. Pendidikan karakter
kritis dan bertindak demokratis, melalui
dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila
aktivitas menanamkan kesadaran kepada
berpijak dari nilai-nilai
karakter
dasar
generasi baru bahwa demokrasi adalah
tersebut.
ahli
psikolog,
bentuk kehidupan masyarakat yang paling
beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah:
menjamin hak-hak warga masyarakat. Selain
cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam
itu, pendidikan kewarganegaraan adalah
dengan isinya), tanggung jawab, jujur,
suatu proses yang dilakukan oleh lembaga
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan
pendidikan dimana seseorang mempelajari
kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras,
orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga
dan
Menurut
pantang
para
menyerah,
kepemimpinan;
baik
dan
keadilan
dan
yang bersangkutan memiliki pengetahuan
rendah
hati,
politik
(poltical
knowledge),
kesadaran
toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.
politik (political awareness), sikap politik
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter
(political attitude), efikasi politik (political
dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya,
efficacy) dan partisipasi politik (political
rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
participation) serta kemampuan mengambil
tanggung
keputusan
jawab;
kewarganegaraan,
politik
secara
rasional
dan
ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner,
menguntungkan bagi dirinya, masyarakat,
adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan
dan bangsa.
pendidikan
karakter
di
sekolah
atau
Arti
penting
pendidikan
dikampus harus berpijak kepada nilai-nilai
kewarganegaraan
karakter
selanjutnya
menumbuhkan karakter demokratis warga
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih
negara sejalan dengan Laporan Komisi
banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak
Internasional UNESCO tentang Pendidikan
absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan
Abad 21 (Report to UNESCO of The
kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
International Commission on Education for
atau kampus itu sendiri.
the Twenty-first Century), yang diketuai
dasar,
yang
Menghubungkan kewarganegaraan
dengan
pendidikan
dalam
upaya
Jacques Delors, bertajuk Learning: The
pembentukan
Treasure
Within
(1996),
yang
karakter demokratis warga negara bukanlah
mengungkapkan bahwa ―…education for
sesuatu yang asing. Sejak kelahirannya,
citizenship and democracy is par excellence
pendidikan
an education that is not restricted to the
kewarganegaraan
memang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
72
ISSN 2502-8723
space and time of formal education, it is also
penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif
important for families and other members of
serta menumbuhkan kesadaran berbangsa
the community to be directly involved.‖
dan bernegara secara rasional dan untuk
(Delors,
itu
meyakini kebenaran serta ketetapan konsepsi
dimaknai Samsuri (2010) sebagai upaya
bela negara dalam aplikasi pandangan hidup
mengukuhkan
bangsa (Noor MS Bachry, 2004: iii).
et.al.,
1996:62).
arti
Laporan
penting
partisipasi
demokratis warga negara melalui pendidikan kewarganegaraan
dan
kewarganegaraan
dengan
Secara bahasa istilah Civic Education
praktik
oleh sebahagian pakar diterjemahkan ke
menekankan
dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan
perlunya sebuah hubungan sinergis antara
Kewargaan
pendidikan
Kewarganegaraan. Bagi Azyuimardi Azra
dan
praktik
demokrasi
partisipatori.
Education) menyebutnya dengan istilah Pendidikan Kewargaan. Sedangkan menurut
Model Pendidikan Karakter Mahasiswa Pendidikan
pakar yang lain seperti Zamroni, M. Nu‘man
Kewarganegaraan
telah
dilakukan
Soemantri, Marphin Panjaitan, TIM CICEO
dan
(Centre for Indonesian Civic Education),
dikembangkan di setiap negara di seluruh
Soedijarto, dll, menyebutkan dengan istilah
dunia. Mata kuliah tersebut dinamakan atau
Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut UU
diberi istilah dengan bermacam-macam di
no. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas pada
dunia, seperti Civic Education, Citizenship
pasal 39(2) dinyatakan bahwa setiap jenis,
Education, dan bahkan ada yang menyebut
jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat
dengan Democracy Education. Mata kuliah
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
ini memiliki peran yang strategis dalam
dan Pendidikan Kewarganegaraan.
mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung
jawab,
dan
Materi
berkadaban.
disepakati
bahwa
warga
pendidikan
nasional
materi
Pendidikan
PPBN juga ditambah dengan pembahasan
perguruan tinggi di Indonesia. Komponen
materi tentang hubungan antara warga
adalah
negara dengan negara. Sebutan Dikwir
pendidikan pancasila dan pendidikan agama.
kemudian
Dikwar menitikberatkan pada kemampuan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dimana
Kewiraan di samping membahas materi
wajib diberikan pada seluruh pada seluruh
MKPK
Negara
2000, diadakan penyempurnaan kurikulum
pengembangan kepribadian (MKPK) yang
kelompok
Bela
serta
menekankan pada aspek (PPBN). Pada tahun
satu
komponen dari kelompok mata kuliah
dalam
Pendahuluan
negara
Pendidikan Kewiraan (Dikwir) yang lebih
(Mansoer, 2006).
lain
dengan
Kewarganegaraan ini dikenal dengan nama
dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi
salah
Pendidikan
(PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan
Culture, untuk keberhasilan pengembangan
merupakan
negara
Pendidikan
demokrasi penting untuk pertumbuhan Civic
Dikwar
pokok
Kewarganegaraan adalah hubungan antara
Berdasarkan rumusan ―Civic International‖ (1995)
Pendidikan
dan tim ICCE (Indonesian Centre of Civic
C. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
sebenarnya
dan
73
diganti
dengan
Pendidikan
ISSN 2502-8723
kewarganegaraan
(Pendidikan
no.207/DIKTI/KEP/2000 mencakup: Tujuan
Kewarganegaraan).
utama, Tujuan ilmu dan khusus. Tujuan
Kemudian menurut SK Dirjen Dikti
Utamanya adalah : untuk menumbuhkan
No. 267/Dikti/2000, mata kuliah Pendidikan
wawasan dan kesadaran bernegara serta
Kewarganegaraan serta PPBN merupakan
membentuk sikap dan prilaku cita tanah air
salah satu komponen yang tidak dapat
yang bersendikan budaya bangsa. Sedangkan
dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah
secara ilmu Pendidikan Kewarganegaraan
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam
bertujuan memberikan pengetahuan dan
suasana kurikulum inti perguruan tinggi di
kemampuan
Indonesia.
mengenai hubungan yang berkenaan dengan
Dari paparan di atas dapat ditarik suatu
pengertian
bahwa
dasar
kepada
mahasiswa
hubungan antara warga negara dengan
pendidikan
negara serta pendidikan pendahuluan bela
kewarganegaraan pada hakikatnya adalah
negara (PPBN) sebagai bekal menjadi warga
merupakan mata kuliah (studi) tentang
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa
hubungan antara warga negara dengan
dan negara Republik Indonesia. Kemudian
negara dan sesama warga negara, sebagai
secara khusus Pendidikan Kewarganegaraan
bekal
bertujuan untuk :
mahasiswa/peserta
didik
menjadi
warga negara yang baik atau handal. Sebagai bidang
studi
ilmiah
1. Agar mahasiswa paham dan mampu
pendidikan
melaksanakan
hak
dan
kewajiban
kewarganegaraan bersifat inter disipliner
secara jujur, santun dan aktratis serta
(antar bidang) bukan mono disipliner karena
ikhlas.
dalam
Indonesia
Pendidikan
Kewarganegaraan
Sebagai
warga
yang
negara
terdidik
dan
dibangun dari kumpulan pengetahuan yang
bertanggung jawab pada bangsa dan
di ambil dari berbagai disiplin ilmu, oleh
negara RI;
karena
itu
upaya
pembahasan
dan
2. Agar mahasiswa dapat memahami dan
pengembangannya memerlukan sumbangan
menguasai beragam masalah dasar
dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi
dalam
ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu
berbangsa dan bernegara serta dapat
sosiologi, ilmu ekonomi pembangunan, ilmu
mengatasinya dengan pemikiran kritis
administrasi negara, ilmu sejarah bangsa dan
dan bertanggung jawab berdasarkan
ilmu budaya. (H. Kaelan: 2007:4).
pancasila ketahanan nasional (Tannas)
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
kehidupan
bermasyarakat
dan wawasan nusantara (Wasantara);
pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan
warga negara yang baik yang mampu
prilaku
sesuai
dengan
nilai-nilai
mendukung bangsa dan negara. Dengan kata
perjuangan, cinta tanah air, serta rela
lain bagaimana pendidikan kewarganegaraan
berkorban bagi nusa, bangsa dan
dalam ―mewarganegarakan‖ individu atau
negara.
orang-orang yang hidup dalam suatu negara. Tujuan menurut
Pendidikan SK
Kewarganegaraan DIRJEN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
DIKTI
seperti tersebut di atas diperbaharui lagi 74
ISSN 2502-8723
menurut
SK
DIRJEN
no.43/DIKTI/Kep/2006.
tentang
DIKTI
akademik sebagai kajian yang bersifat
rambu-
ilmiah.
rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah
Sejalan dengan pengembangan dan
pengembangan kepribadian di perguruan
penerapan
tinggi. Hal ini dirumuskan dalam visi dan
kompetensi di perguruan tinggi, maka
misi Pendidikan Kewarganegaraan. Visi
mahasiswa juga harus memiliki tiga ranah,
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
Tinggi adalah merupakan sumber nilai dan
dengan
pedoman
dan
dalam Pendidikan Kewarganegaraan lulusan
guna
yang telah menempuh mata kuliah ini
penyelenggaraan
pengembangan
program
studi
mengantarkan
mahasiswa
memantapkan
kurikulum
yang
mempertimbangkan
berbasis
ciri
khusus
diharapkan memiliki kompetensi:
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia
1) Civic Knowledge, yaitu kompetensi
seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu
yang berkaitan dengan pengetahuan
realitas
bahwa
yang berhubungan dengan keilmuan
mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa
kewarganegaraan, seperti teori tentang
yang
negara,
yang
harus
harus
dihadapi
memiliki
visi
intelektual,
terbentuknya
masyarakat,
religius, berkeadaban, berkemanusiaan, dan
identitas nasional, demokrasi, HAM,
cinta tanah air dan bangsanya, sedangkan
dan lain sebagainya.
Misi
Pendidikan
Perguruan
Kewarganegaraan
Tinggi
2) Civic Skill, yaitu kompetensi yang
membantu
menyangkut
kemampuan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya
keterampilan
untuk
agar secara konsisten mampu mewujudkan
masyarakat selaku warga negara yang
nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan
baik seperti keikutsertaannya dalam
dan cinta tanah air dalam menguasai,
kegiatan kemasyarakatan baik secara
menerapkan
intelektual atau prilaku (behaviour)
dan
adalah
di
mengembangkan
ilmu
atau
memasuki
pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS)
3) Civic Disposition, yaitu terbentuknya
dengan rasa tanggung jawab dan bermoral
watak mahasiswa yang bersumber
(Kaelan:2007:2).
pada kepribadian bangsa atau jati diri
Sebagai nomerklaturnya
mata
kuliah
didahului
―pendidikan‖,
maka
dengan
yang
bangsa (Majelis Dikti Litbang PP
kata
Muhamadiyah 2005:4)
Pendidikan
Kewarganegaraan senantiasa mementingkan terbentuknya
sikap
dan
atau
Dengan kata lain dapat dikatakan
prilaku.
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan yang
Sehingga fokus utama penerapan tujuan
berhasil adalah akan membuahkan sikap
pembelajarannya adalah pada dimensi afektif
mental yang cerdas penuh tanggung jawab
dan atau psikomotor. Oleh karena itu
dari peserta didik dengan sikap dan prilaku
Pendidikan Kewarganegaraan secara umum
yang bertaqwa kepda Tuhan Yang Maha
hendak
mengembangkan/membina
Esa, menghayati nilai falsafah bangsa,
mahasiswa menjadi warga negara Indonesia
berbudi luhur, berdisiplin, nasional, dinamis,
yang baik dengan tidak meninggalkan aspek
sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
75
ISSN 2502-8723
negara, profesional, sadar untuk bela negara,
alasan tersebut dapat dikatakan bahwa asas
serta cinta tanah air dalam melaksanakan
demokrasi hampir sepenuhnya disepakati
profesi masing-masing. Dengan demikian
sebagai
dapat disimpulkan bahwa dalam mengisi
penyelenggaraan suatu negara walaupun
kemerdekaan dan menghadapi pengaruh
secara
global,
diberbagai negara memberikan implikasi
setiap
warga
negara
RI
pada
umumnya dan mahsiswa sebagai calon
model
riil
terbaik
dalam
bagi
dasar
penyelenggaraannya
yang berbeda-beda.
sarjana/ilmuwan pada khususnya harus tetap
Penerapan Demokrasi dalam sistem
pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan
pemerintahan suatu negara yang berbeda –
cinta tanah air. Dalam perjuangan non fisik
beda akan melahirkan sistem berbeda-beda
mahasiswa harus tetap memegang teguh
pula seperti: (1). Sistem Presidensial yang
nilai-nilai tersebut di atas pada senua aspek
mensejajarkan antara parlemen dan Presiden
kehidupan.
dengan memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan
D. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
sebagai kepala pemerintahan. (2). Sistem
Pembinaan Kehidupan Demokrasi
Parlementer yang meletakkan pemerintahan
Menurut pengamatan dan telaah
dipimpin oleh Perdana Menteri yang hanya
para pakar politik dan negara paling tidak
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan,
ada dua alasan mengapa kajian tentang
dan bukan sebagai kepala negara. Sedangkan
demokrasi itu amat penting artinya bila
kepala negaranya bisa diduduki oleh seorang
dihubungkan
kehidupan
raja/ratu atau presiden yang hanya sebagai
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
simbol kedaulatan dan persatuan negara. (3)
Alasan pertama adalah bahwa hampir semua
Sistem
negara di dunia ini telah menjadikan
pemerintah sebagai bagian (badan pekerja)
demokrasi sebagai azas fondamental dalam
dari parlemen, di beberapa negara ada yang
kehidupan bernegara. Hal ini ditunjukkan
menggunakan sistem campuran antara sistem
dari hasil studi UNESCO pada awal tahun
presidensial
1950an yang mengumpulkan lebih dari 100
(Kaelan; 2007: 54). Pada masa-masa awal
sarjana Barat dan Timur. Sementara di
perkembangan demokrasi difahami sebagai
negara-negara
itu pemberian
salah satu bentuk pemerintahan. Namun
peranan pada negara dan masyarakat hidup
seiring dengan perkembangan zaman dan
dalam porsi yang berbeda-beda walaupun
pemikiran
sama-sama
Alasan
perkembangan ilmu dan teknologi demokrasi
kedua, demokrasi sebagai azas kenegaraan
difahami lebih luas lagi. Sekarang demokrasi
secara esensial telah memberikan arah bagi
bukan saja sebagai bentuk pemerintahan
peranan
tetapi sebagai sistem politik bahkan sebagai
dengan
demokrasi
berazas
demokrasi.
masyarakat
untuk
menyelenggarakan negara sebagai sebagai organisasi
tertingginya
demokrasi
berjalan
tetapi
dalam
umat
meletakkan
sistem
parlemen
manusia
serta
Pada masa sekarang tidak semata
yang
difahami sebagai suatu bentuk pemerintahan
berbeda-beda (Amin Rais, 1995:1). Dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dengan
yang
sistem ekonomi.
ternyata
jalur
Referandum
akan 76
tetapi
sebagai
sistem
politik
ISSN 2502-8723
pengertiannya
lebih
luas
dari
bentuk
dalam
pemerintahan. Bahkan luas lagi sampai pada sistem
ekonomi.
Menurut
membina
warga
negara
yang
demokratis.
Samuel
Untuk
dapat
berkembang
dan
Huntington (2001 : 30). Sistem politik yang
berjalannya demokrasi pada suatu negara
demokratis
pembuat
tidak hanya memerlukan institusi, hukum,
keputusan kolektif yang paling kuat adalah
aturan ataupun lembaga negara. Demokrasi
yang dipilih melalui Pemilu yang adil dan
sejati
jujur dan berkala yang para calonnya bebas
masyarakatnya di samping lembaganya.
bersaing untuk memperoleh suara dari rakyat
Tersedianya
yang berhak memberikan suara. Sistem
membutuhkan waktu yang lama, berat dan
politik demokrasi tidak datang tumbuh dan
sulit. Oleh karena itu secara substantif
berkembang dengan sendirinya. Namun
berdimensi
membutuhkan usaha nyata dari setiap warga
mewujudkan masyarakat atau kehidupan
negara maupun penyelenggara negara dalam
demokratis pendidikan demokrasi mutlak
bentuk prilaku yang demokratis. Untuk itu
diperlukan. Karena pendidikan demokrasi
diperlukan pendidikan tentang demokrasi
pada hakekatnya merupakan pengenalan dan
yang sungguh-sungguh. Demokrasi yang
mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi agar
telah menjadi prinsip dalam pemerintahan
dapat diterima dan dijalankan serta dapat
dan sistem pemerintahan Indonesia sangat
ditegakkan
penting dibina agar memasyarakat pada
bermasyarakat dan bernegara oleh warga
warga negara Indonesia melalui pendidikan.
negara.
adalah
dimana
Hal ini sesuai pula dengan pendapat Prof.
memerlukan
kondisi
jangka
dalam
bahwa
upaya
mempersiapkan
demokratis
harus
masyarakat
prilaku
seperti
ini
panjang
kehidupan
guna
berbangsa
yang
pendidikan
demokrasi warga
bertujuan masyarakat
dengan
berprilaku dan bertindak demokratis melalui
membangun struktur sosial politik dan kultur
penanaman pengetahuan, kesadaran untuk
yang demokratis. Untuk itu pendidikan
dapat melaksanakan nilai-nilai demokrasi.
kiranya merupakan suatu instrumen untuk
Hal ini sejalan dengan pendapat Zamroni
membangun
(2001
kultur
diiringi
dan
Dengan kata lain dapat dikatakan
Zamroni, PhD yang menyatakan bahwa membangun
sikap
demokrasi
dan
:
165)
menyatakan
bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai
tinggi merupakan salah satu bentuk untuk
demokrasi itu meliputi tiga hal yaitu : (1)
itu. (Asykuri Ibnu Chanim, 2003. VII).
kesadaran bahwa demokrasi adalah pola
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kehidupan yang paling menjamin hak-hak
demokrasi tidak hanya memerlukan institusi,
warga masyarakat itu sendiri dan merupakan
hukum aturan ataupun lembaga-lembaga
pilihan terbaik tentang pola hidup bernegara
negara
sejati
; (2) demokrasi adalah merupakan sebuah
memerlukan sikap dan prilaku hidup dari
learning proses yang lama dan tidak sekedar
masyarakat pendukungnya. Oleh karenanya
meniru
pendidikan merupakan bagian yang penting
kelangsungan demokrasi tergantung pada
yang
lain.
Demokrasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
77
dari
masyarakat
lain
;
(3)
ISSN 2502-8723
keberhasilan
mentranspormasikan
nilai–
a. Mengembangkan sikap dan perilaku
nilai demokrasi pada masyarakat.
kewarganegaraan yang mengapresiasi nilai-nilai moral-etika dan religius.
E. Tujuan
Pembelajaran
b. Menjadi warga negara yang cerdas
Pendidikan
berkarakter, menjunjung tinggi nilai
Kewarganegaraan Pendidikan
Kewarganegaraan
kemanusiaan
dilakukan oleh hampir seluruh bangsa di
c. Menumbuhkembangkan
jiwa
dan
dunia, dengan menggunakan nama seperti:
semangat nasionalisme, dan rasa cinta
civic
pada tanah air.
education,
citizenship
education,
democracy education. PKn memiliki peran strategis negara
dalam yang
mempersiapkan
cerdas,
d. Mengembangkan
warga
bertanggungjawab
International
(1995)
―pendidikan
demokrasi
serta
pertumbuhan
―civic
keberhasilan pemeliharaan
bagi
culture‖
untuk
pengembangan
dan
Pengembangan
satu
Multikultural
pemerintahan,
inilah
untuk
mengatasi
kemampuan
e. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
F. Pendidikan Kewarganegaraan dalam
tujuan penting pendidikan ―civic‖ maupun citizenship‖
mengembangkan
kompetitif bangsa di era globalisasi.
bahwa
penting
demokratik
berkeadaban dan bertanggungjawab,
jawab dan berkeadaban. Menurut rumusan Civic
sikap
Masyarakat
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
political
Education) merupakan salah satu bidang
apatism demokrasi (Azyumadi Azra, 2002 :
kajian yang mengemban misi nasional untuk
12 ). Semua negara yang formal menganut
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
demokrasi
melalui koridor ―value-based education‖.
menerapkan
Kewarganegaraan demokrasi,
rule
Pendidikan
dengan of
law,
muatan, HAM,
dan
Konfigurasi
atau
kerangka
sistemik
Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn)
perdamaian, dan selalu mengaitkan dengan
dibangun atas dasar paradigma sebagai
kondisi
negara dan bangsa
berikut. Pertama, PKn secara kurikuler
Pendidikan
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
Kewarganegaraan di Indonesia semestinya
bertujuan untuk mengembangkan potensi
menjadi tanggungjawab semua pihak atau
individu
komponen bangsa, pemerintah, lembaga
Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas,
masyarakat,
dan
partisipatif,
dan
Mansoer,
Pendidikan
Kewarganegaraan
situasional
masing-masing
masyarakat 2004: 4).
lembaga industri
Searah
keagamaan (Hamdan
menjadi
warga
bertanggung
negara
jawab. bertujuan
perubahan
membentuk peserta didik menjadi manusia
pendidikan ke masa depan dan dinamika
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
internal
program
tanah air. Pendidikan Kewarganegaraan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan pendidikan yang wajib diberikan
di Perguruan Tinggi harus mampu mencapai
di semua jenjang pendidikan termasuk
tujuan:
jenjang pendidikan tinggi. Kedua, PKn
bangsa
dengan
agar
Indonesia,
secara teoretik dirancang sebagai subjek FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
78
ISSN 2502-8723
pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi
for granted atau trial and error, sebaliknya
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
harus
bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan
programatis,
terintegrasi dalam konteks substansi ide,
berkesinambungan. Salah satu strategi dan
nilai,
wadahnya
konsep,
dan
moral
Pancasila,
diupayakan
secara
sistematis,
integrated
adalah
dan
melalui
pendidikan
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela
kewarganegaraan.
negara.
Kewarganegaraan yang dimaksudkan di sini
Ketiga,
PKn
secara
programatik
Pendidikan
adalah Pendidikan Kewarganegaraan dalam
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
arti
menekankan pada isi yang mengusung nilai-
memiliki perspektif kewarganegaraan dunia
nilai
dan
abad ke-21 yang terkenal dengan sebutan
pengalaman belajar (learning experiences)
kewarganegaraan multidimensi yang salah
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu
satu
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan
multikultural (Cogan, 1998:116).
(content
embedding
values)
merupakan tuntunan hidup bagi warga
luas
(citizenship
cirinya
education)
memiliki
Menurut
Winataputra
karakteristik
(2008:
Indonesia
bangsa, dan bernegara sebagai penjabaran
sebagai
lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral
konteks
Pancasila,
yang
modern, bukan sebagai monocultural nation
demokratis, dan bela negara (Winataputra
state. Hal itu dapat dicermati dari dinamika
dan
praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak
Budimansyah,
memperhatikan
uraian
2007).
Jika
tersebut,
maka
multicultural negara
Proklamasi
dan
30),
negara dalam kehidupan bermasyarakat, ber-
kewarganegaraan
dikonsepsikan
yang
dibangun
nationstate
kebangsaan
Kemerdekaan
dalam
Indonesia
Indonesia
17
tampak bahwa PKn merupakan program
Agustus 1945 sampai saat ini dengan
pendidikan yang sangat penting untuk upaya
mengacu pada konstitusi yang pernah dan
pembangunan karakter bangsa.
sedang berlaku, yakni UUD 1945, Konstitusi
Pengembangan multikultural
yang
masyarakat demokratis
RIS 1949, dan UUDS 1950, serta praksis
menjadi
kehidupan
bernegara
kebutuhan bagi bangsa Indonesia yang
jamannya
itu.
ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) dan
Winataputra
keanekaragaman
kewarganegaraan untuk Indonesia, secara
(heterogenitas),
karena
dan
Lebih
pada
lanjut
(2008:31)
menurut pendidikan
multikultural pada dasarnya menekankan
filosofis
pada kesederajatan kebudayaan yang ada
andragogis, merupakan pendidikan untuk
dalam sebuah masyarakat, dan mengusung
memfasilitasi perkembangan pribadi peserta
semangat untuk hidup berdampingan secara
didik agar menjadi warga negara Indonesia
damai
yang
(peaceful
coexistence)
dalam
dan
setiap
religius,
substantif-pedagogis
berkeadaban,
perbedaan kultur yang ada, baik secara
persatuan
individual maupun secara kelompok dalam
bertanggung jawab, dan berkeadilan, serta
sebuah
Masyarakat
mampu
multikultural yang demokratis di Indonesia
konteks
yang sehat tidak bisa dibangun secara taken
Tunggal Ika.
masyarakat.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
79
Indonesia,
berjiwa
hidup
secara
demokratis
harmonis
dan
dalam
multikul-turalisme-Bhinneka
ISSN 2502-8723
Dalam
demikian,
agama dan kepercayaan. Ketiga, kearifan
memiliki
lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas
peranan yang sangat penting dalam upaya
(top down), tetapi sebuah unsur kultural
mengembangkan masyarakat multikultural.
yang ada dan hidup dalam masyarakat.
Namun demikian kenyataan praksis di
Karena itu, daya ikatnya lebih mengena dan
lapangan Pendidikan Kewarganegaraan di
bertahan.
perguruan tinggi yang merupakan ujung
memberikan
tombak dan bagian dari proses membangun
sebuah komunitas. Kelima, local wisdom
cara hidup multikultural untuk memperkuat
akan mengubah pola pikir, dan hubungan
wawasan kebangsaan dan penghargaan akan
timbal balik individu dan kelompok, dengan
keragaman justru belum menggembirakan,
meletakkannya
mulai kehilangan dimensi multikulturalnya,
ground/kebudayaan yang dimiliki. Keenam,
bahkan kehilangan aktualisasinya karena
kearifan lokal dapat berfungsi mendorong
terjebak
terbangunnya
Pendidikan
konteks
yang
Kewarganegaraan
pada
penguasaan
pengetahuan
Keempat,
kearifan
lokal
warna
kebersamaan
bagi
di
atas
commond
kebersamaan,
apresiasi
(knowledge) belaka dengan membiarkan
sekaligus sebuah mekanisme bersama untuk
aspek
menepis
afeksi
(attitude)
pendidikannya.
berbagai
meredusir,
secara parsial dan tidak mengakomodir nilai-
komunal,
nilai multikulturalisme dan kearifan lokal
tumbuh di atas kesadaran bersama, dari
masyarakat setempat. Padahal seharusnya
sebuah komunitas terintegrasi.
sebagai
multikultural
wahana
dapat
yang dipercayai
solidaritas
berasal
dan
pendidikan
Keenam fungsi kearifan lokal yang
mengembangkannya
diuraikan di atas, menegaskan pentingnya
secara lebih sistematis dan komprehensif. Sementara
merusak,
yang
Pembelajaran PKn umumnya dilakukan
PKn
bahkan
kemungkinan
itu,
lokal
atau kearifan lokal (local wisdom), dimana
merupakan bagian dari konstruksi budaya.
sumber-sumber budaya menjadi penanda
Haba, (2007: 330) mengatakan bahwa
identitas bagi kelangsungan hidup sebuah
kearifan lokal mengacu pada berbagai
kelompok
kekayaan
dan
Konflik multikultural yang menyertainya
berkembang dalam sebuah masyarakat yang
pun juga akan mampu dikelola secara arif
dikenal, dipercayai dan diakui sebagai
dan
elemen-elemen
mampu
kekuasaan sebagaimana yang selama ini
mempertebal kohesi sosial di antara warga
dipraktikkan melalui hubungan agama dan
masyarakat. Berdasarkan inventarisasi Haba
negara di Indonesia. Menurut Abdullah
(2007:
enam
(2003: 8) dalam konteks ini perlu adanya
signifikansi serta fungsi kearifan lokal jika
transformasi ruang dari pendekatan ―dari
hendak dimanfaatkan sebagai salah satu
luar‖ (global) ke pendekatan ―dari dalam‖
bentuk pendekatan dalam menyelesaikan
(lokal) dimana dinamika konflik antara
sebuah konflik. Pertama, sebagai penanda
agama dan kepercayaan serupa, dengan
identitas sebuah komunitas. Kedua, elemen
menyandarkan pada nilai-nilai lokal (local
perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas
values).
budaya
yang
penting
kearifan
pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai
tumbuh
yang
334-335) setidaknya
ada
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
80
tidak
maupun
selalu
aliran
kepercayaan.
melibatkan
politik
ISSN 2502-8723
Motto
Ika
menghormati, saling membantu satu sama
sebenarnya mengakomodasi atas kera-gaman
lain. Kenyataan ini mesti disadari sebagai
dalam masyarakat bangsa Indonesia dalam
salah satu kekuatan alamiah yang tumbuh
suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan agama.
dari dan untuk masyarakat itu sendiri.
Ironisnnya
kesatuan
Karenanya, kekuatan ini sangat baik dan
perjalanan
penting untuk diperkuat kembali posisinya
kemerdekaan negara dan bangsa lebih
dalam rangka mewujudkan kedamaian dalam
ditekankan pada aspek kesamaan untuk
hubungan sosial, di samping penegakan
membentuk solidaritas bangsa. Implikasinya,
hukum
budaya lokal yang kaya dengan perbedaan
penyelenggaraan
banyak mengalami erosi atau pengikisan
Mengingat begitu penting dan strategisnya
baik secara kuantitas maupun kualitas
nilai kearifan lokal dalam pembangunan
terutama
daerah
bangsa, maka sangat wajar apabila dalam
mengalami kemunduran maupun kehilangan
penelitian ini pendidikan kewarganegaraan
daya
sebagai wahana pendidikan multikultural
budaya
Bhineka
keragaman bangsa
Tunggal
dalam
dalam
penggunaan
gunanya
bahasa
secara
pragmatik
(Wiriaatmadja, 2002: 221).
difokuskan
Pengembangan nilai-nilai budaya lokal dan
primordial
seperti
kearifan
stereotipe,
menimbulkan
perpecahan
managemen
pemerintahan
pada
lokal
dan
penggalian
yang
hidup
nasional.
nilai-nilai di
dalam
masyarakat dan budaya Indonesia yang
etnosentrisme dan sebagainya, memang dapat
positif
berbhinneka tunggal ika.
yang
Dilihat
dari
segi
Pendidikan
berbahaya. Tetapi konsep primordialisme itu
Kewarganegaraan di lingkungan perguruan
sendiri
tinggi, tantangan tersebut belum dapat
memerlukan
proporsional.
kajian
Adanya
yang lebih
ikatan
―lokal-
dijawab dengan kurikulum yang ada. Modus
tradisional‖, sering dirasakan sebagai suatu
dan
realitas sosial-kultural itu diperlukan sebagai
Kewarganegaraan yang ada di perguruan
pengisi identitas diri dan kelompoknya yang
tinggi selama ini menunjukkan fenomena
terasa hampa, memerlukan keakraban karena
yang
lebih
mengeksplorasi
bersifat
naturalistik
dan
bukan
isi
pembelajaran
kurang
Pendidikan
menghargai nilai-nilai
dan
multikultural
rekayasa. Apalagi akibat proses globalisasi,
berbasis kearifan lokal yang merupakan
kita sering terasa ―sepi‖ dan memerlukan
essensi kultur demokrasi di ruang-ruang
ikatan
kuliah dan di masyarakat secara sinergis.
komunitas
lama
yang
akrab
(Abdullah, 1999: 19).
Model Pendidikan Kewarganegaraan selama
Setiap komunitas (etnis, agama,
ini kecenderungannya hanya terjadi di kelas,
daerah) pasti memiliki nilai-nilai luhur
sedangkan
tertentu yang dipandang baik serta dijadikan
bertentangan atau bersifat paradoks. Isi
aturan dan norma sosial. Nilai-nilai ini
Pendidikan Kewarganegaraan juga hanya
selanjutnya mengikat masyarakat dalam
bersifat hafalan saja, kurang mengeksplor
sebuah komunitas dan menjamin mereka
aspek afektif dan psiko-motorik mahasiswa.
untuk
damai, harmonis,
Padahal
menghargai
sebagai bagian dari pendidikan nilai dan
hidup
bersahabat,
dengan saling
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan 81
di
masyarakat
Pendidikan
cenderung
Kewarganegaraan
ISSN 2502-8723
pendidikan karakter bangsa isinya bukan
mempunyai pedoman dasar yang sama (satu)
untuk dihapalkan tetapi untuk dipahami dan
agar mengarah pada target yang sama, yaitu
dilaksanakan. Berangkat dari kondisi di atas,
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
dirasa sangat urgen dan perlu pengembangan
seperti
watak
no. 20 tahun 2003.
kewarganegaraan
multikultural
tertera
dalam
Pasal
3
UU
berbasis kearifan lokal melalui pengkajian
Untuk dapat membina kehidupan
dan pengorganisasian kurikulum Pendidikan
demokrasi yang baik hubungan dosen dan
Kewarganegaraan
tinggi
mahasiswa tidak hanya tersusun dalam
kompetensi
satuan acara perkuliahan (SAP) semata,
kewarganegaraan (civic competency, civic
namun memerlukan hubungan sosial yang
skill and civic participation).
kohesif. Sehingga dapat memberikan sesuatu
melalui
di
perguruan
pengembangan
yang
lebih
mendalam
serta
mampu
berkembang secara positif dan demokratis
G. Penutup Pembelajaran
Pendidikan
dalam
membentuk
karakter
masyarakat
Kewarganegaraan dalam praktek di lapangan
Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum
tidak terlepas dari pengaruh baik yang
adanya
bersifat
dalam
kewarganegaraan secara terpadu sehingga
mencapai tujuannya. Pengaruh intern yaitu
belum adanya Grand Disgn Pendidikan
pengaruh
Demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD
intern
maupun
yang
ekstern
datang
dari
dalam
pembelajarannya sendiri seperti pengaruh
pembinaan
dosen
pendidikan
1945.
kurikulum yang dipahami, pengaruh sarana
Oleh karena itu bagi pendidikan di
dan prasarana belajar dan pengajar atau
Indonesia
dosennya.
ekstern
pembelajaran nilai dan moral Pancasila dan
adalah pengaruh yang datang dari luar
UUD 45 yang bermuara pada terbentuknya
pembelajaran sendiri seperti Globlalisasi,
watak,
Ideologi negara, politik dan sosial budaya
Indonesia. Dengan demikian pula kita dapat
yang
menegaskan kembali bahwa PKn merupakan
Sedangkan
berkembang
Berdasarkan
pengaruh
dalam
masyarakat.
pengaruh-pengaruh
tersebut
suatu
PKn
budaya
bentuk
merupakan
dan
mata
program
karakter
pelajaran
bangsa
yang
hasil pembelajaran secara kuantitatif bisa
mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa
berbeda namun secara substantif relatif sama
confluent
yaitu bagaimana menjadikan peserta didik
memusatkan perhatian pada pengembangan
menjadi warganegara yang baik yang faham
manusia Indonesia seutuhnya yang berwatak
dan menyadari hak dan kewajibannya.
dan bermartabat ke Indonesiaan.
education.
Pendidikan
yang
Sehingga dapat menempatkan diri atau memposisikan diri dalam pergaulan hidup
DAFTAR PUSTAKA
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa
Abdullah, Taufik. 1999. Nasionalisme dan Sejarah, Bandung: Satya Historika Abdullah, H.M. Amin. 2003. Agama dan Pluralitas Budaya Lokal, Surakarta: Muhammadiyah University Press.
dan bernegara. Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa.
Oleh
karena
itu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
harus 82
ISSN 2502-8723
Bakry, Noor MS, 2004, Pendidikan Kewarganegaran. Yogyakarta : Liberty Cogan, J.J. 1999. Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED. _______ dan Derricot, R. 1998. Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page. Delors, J, et.al. (1996). Learning: the Treasure Within, Report to UNESCO of The International Commission on Education for the Twenty-first Century, Paris: UNESCO Habba, John. 2007. Analisis SWOT Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Resolusi Konflik dalam Ammirachman, Alpha. Revitatalisasi Kearifan Lokal studiResolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku dan Poso, Jakarta: ICIP. ICCE UIN. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Prenada Media. Kaelan, dkk, 2007, Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta : Badan Pemerintahan Filsafat UGM Koesoema A, Doni (2007), Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta, Grasindo. Winataputra dan Budimansyah 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI. __________, U.S. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan. __________, U.S. 2008. Multikulturalisme – Bhinneka Tunggal Ika dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia Dalam Dialog Multikultural. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI. Wiriaatmadja, Rochiati 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global, Bandung: Historia Utama Press.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
83
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
PENGEMBANGAN MODUL MEMBACA BERBENTUK BUKU CERITA BERGAMBAR UNTUK SISWA KELAS V Hendra Adipta, Maryaeni, Muakibatul Hasanah Universitas Negeri Malang Email : [email protected]
ABSTRAK Pentingnya kegiatan membaca masih belum disadari oleh anak. Rahim (2011:1) mengungkapkan bahwa siswa yang kurang memahamipentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi membaca siswa kurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh OECD yaitu Program for International Student Assessment (PISA) yang di dalamnya mengukur kemampuan membaca siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang ikut berpartisipasi dalam PISA. Bercermin dari hasil PISA diketahui bahwa secara umum tingkat membaca yang dimiliki siswa di Indonesia masih kurang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut, berupa mengembangkan modul yang didalannya berisi cerita-cerita bergambar. Modul membaca berbentuk buku cerita bergambar dibuat dengan tujuan agar siswa lebih gemar membaca. Penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan menggunakan model pengembangan Borg & Gall (1983:775). Penelitian ini dilakukan di SDN Kendalrejo, Kabupaten Tuban dengan subjek penelitian siswa kelas III sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki, dan 14 perempuan. Hasil penelitian adalah (1) dihasilkan modul siswa berbentuk buku cerita bergambar dan pedoman bagi (2) tingkat validitas dari para ahli pada modul siswa menunjukan persentase 91,67% dengan criteria sangat valid, sedangkan untuk pedoman guru menunjukkan persentase 91% dengan kriteria sangat valid, (3) tingkat kemenarikan modul siswa mencapai 84,36% dengan kriteria cukup menarik. (4) tingkat keefektifan bahan ajar mencapai persentase 84,53%. dengan kategori tinggi dan layak digunakan. Dengan demikian bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengajar siswa kelas V. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan modul membaca berbentuk buku cerita bergambar ini siswa mampu mendorong siswa untuk lebih gemar membaca hal tersebut ditunjukkan melalui hasil yang memuaskan pada latihan dan tes madiri yang ada di dalam modul. Serta Pengembangan modul ini dapat dikatakan layak digunakan dari segi kevalidan,kemenarikan dan keefektifan. Saran untuk pemanfaatan modul lebih lanjut (1) lebih mempertimbangkan alokasi waktu dan menggunakan kurikulum terbaru, (2) memperbanyak soal-soal latihan yang besifat problem solving, (3) mampu mengintegrasikan seluruh aspek bahasa, (4) untuk uji coba evaluasi formatifnya menggunakan desain eksperimen semu. Kata Kunci: modul, membaca, buku cerita bergambar, kelas V
kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar
Pendahuluan
jika dibandingkan dengan siswa yang tidak
Membaca merupakan faktor penting dalam
kegiatan
pembelajaran
menemukan keuntungan dalam kegiatan
Bahasa
membaca.
Indonesia, serta termasuk kompetensi yang harus diajarkan dalam pembelajaran Bahasa
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Indonesia di Sekolah Dasar (SD). Siswa yang
suka
membaca
akan
OECD yaitu Program for International
memiliki
Student
pengetahuan yang lebih banyak dibanding
di
Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari
yang diungkapkan oleh (Burn dkk dalam Belajar
yang
siswa. Hasil PISA pada tahun 2012 negara
menjadi lebih giat dalam belajar, seperti
2011:1).
(PISA)
dalamnya mengukur kemampuan membaca
siswa yang tidak membaca serta anak akan
Rahim,
Assessment
65. Bercermin dari hasil PISA diketahui
membaca
bahwa secara umum tingkat membaca yang
merupakan usaha terus-menerus, dan siswa
dimiliki siswa di Indonesia masih kurang.
yang melihat tingginya nilai membaca dalam Solusi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
84
masalah
di
atas
dapat
ISSN 2502-8723
dilakukan mengembangkan bahan ajar yang
validasi para ahli, angket tanggapan guru,
sesuai secara teoritis. Bahan ajar yang
lembar
dikembangkan
digunakan
perlu
memperhatikan
penilaian.
Analisis
dalam
data
yang
penelitian
dan
karakteristik siswa, kebutuhan pembelajaran
pengembangan ini yaitu analisis deskriptif
dan taraf berfikir siswa, dan dapat dikerjakan
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
secara mandiri. Selain itu perlu menyajikan bahan-bahan bacaan yang berupa cerita-
Hasil Penelitian
cerita yang disertai gambar-gambar agar siswa
lebih
tertarik
untuk
Modul
melakukan
penelitian ini telah melalui proses validasi
kegiatan membaca,
ahli dengan hasil layak dan tidak perlu
Tujuan penelitian pengembangan ini
direvisi.
untuk, menghasilkan modul keterampilan
Hasil
siswa
kelas
V
dan
validasi
ahli
media
disajikan pada Tabel 1.
membaca berbentuk buku cerita bergambar untuk
yang dihasilkan dalam
Tabel 1. Validasi Ahli Media
pedoman
No
Bahan Ajar
Persentase Skor
1 2
Modul Siswa Panduan Guru
78% 71%
penggunaan modul untuk guru kelas V. Mengetahui kevalidan, Kemenarikan dan keefektivan modul keterampilan membaca berbentuk buku cerita bergambar untuk Berdasarkan
siswa kelas V SD.
Tabel
1
diatas
menunjukkan bahwa hasil dari validasi Metode Penelitian
modul siswa memperoleh skor 78% yang artinya tingkat kevalidan modul dari aspek
Pengembangan Bahan Ajar Tematik dengan
Pendekatan
Kontekstual
desain mendapat kriteria cukup valid, dan
ini
skor validasi pedoman guru adalah 71%
menggunakan model pengembangan Borg &
artinya kevalidan pedoman guru dari aspek
Gall (1983:775 ) yang prosesnya 10 langkah
desain
yakni: (1) penelitian dan pengumpulan data,
mendapat
valid.Validasi
(2) perencanaan, (3)pengembangan awal
ahli
kriteria
cukup
materi disajikan pada
Tabel 2. di bawah ini.
draf produk, (4) uji ahli, (5) uji coba terbatas, (6) revisi uji coba terbatas, (7) uji
Tabel 2. Validasi Ahli Materi
coba lapangan, (8) revisi uji coba lapangan,
No
Bahan Ajar
Persentase Skor
1 2
Modul Siswa Panduan Guru
90% 86%
(9) produk akhir, (10) distribusi. Uji coba kelayakan produk yang dilakukan meliputi: (1) uji validasi dari ahli materi /bahasa, ahli desain, (2) Guru, (3) uji
Berdasarkan perhitungan data angket
kelompok kecil dan (4) uji coba lapangan.
yang diperoleh dari validasi ahli materi
Subjek uji coba meliputi ahli isi/materi, ahli
menunjukkan perolehan modul siswa sebesar
desain dan ahli bahasa, guru dan siswa kelas
90 %. Sesuai dengan perhitungan tersebut,
V
maka dapat
SDN
Kendalrejo
Kecamatan
Soko
Kabupaten Tuban. Instrumen pengumpulan
kevalidan
dinyatakan bahwa
modul
dari
aspek
tingkat isi/materi
data yang digunakan antara lain lembar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
85
ISSN 2502-8723
mendapat kriteria sangat valid. Sedangkan No
Aspek Penilaian
Rata-rata
%
4
Kemenarikan huruf yang digunakan
3,67
91,67
5
Kemenarikan cerita yang disajikan
3,33
83,33
6
Pemahaman petunjuk dalam modul
3,22
80,56
7
Pemahaman materi dalam modul
3,44
86,11
Tabel 3. Validasi Praktisi Lapangan
8
Kemenarikan cerita yang disajikan
3,56
88,89
No
Bahan Ajar
Persentase Skor
9
Pemahaman rangkuman
3,22
80,56
10
Pemahaman contoh
2,33
83,33
1 2
Modul Siswa Panduan Guru
75% 81%
11
Kemudahan pengerjaan tugas dan tes
3,44
86,11
12
Semangat belajar menggunakan modul
3,56
88,89
3,45
86,34
untuk Pedoman guru memperoleh skor 86% dengan
kriteria
sangat
valid.
Validasi
praktisi lapangan disajikan pada Tabel 2. di bawah ini
Hasil perhitungan data angket yang diperoleh
dari
validasi
guru
Rata-rata Total
kelas
menunjukkan perolehan sebesar 75%. Sesuai Hasil uji lapangan pada 30 siswa kelas V tersaji pada Tabel 6.
dengan perhitungan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa tingkat kevalidan Modul
Tabel 6. Ringkakasan Nilai Tes Hasil Belajar
siswa dari aspek kemenarikan mendapat kriteria cukup menarik. Hasil untuk panduan
Rentang Nilai Hasil Belajar
f
Persentase
Tuntas
Tidak Tuntas
guru memperoleh skor 81% dengan kriteria
92-98
9
30%
9
-
sangat menarik
87-91
5
16%
5
-
82-86
5
16%
5
-
78-81
1
3%
1
-
73-77
6
20%
6
-
68-72
4
13%
1
3
jumlah
30
27
3
90%
10%
Tabel 4. Rekalpitulasi Hasil Validasi Ahli No
Subjek
Skor Perolehan Modul belajar siswa (%)
Panduan Untuk Guru (%)
Persentase
1
Ahli Isi/Materi
90
86
2
Ahli Media
78
71
3
Guru
75
81
81
79,33
Rata-rata
100%
Berdasarkan
hasil
belajar
siswa
menunjukkan rata-rata persenase sebesar 90% siswa mencapai skor ≥ 70 dari 100 dengan kriteria sangat efektif. Rata-rata nilai
Data hasil uji kelompok kecil diperoleh dari rata-rata penilaian oleh 9 orang siswa. Hasil uji kelompok kecil disajikan pada Tabel 5.
tertiggi siswa yaitu 98, sedangkan terendah memperoleh 68. siswa
Tabel 5. Data Hasil Angket Siswa
Rata-rata hasil belajar
memperoleh
persentase
sebesar
84,53%. Berdasarkan data tersebut, maka No
Aspek Penilaian
Rata-rata
%
1
Kemenarikan cover modul
3,67
91,67
2
Kemenarikan warna cover modul
3,33
83,33
3
Kemenarikan gambar dalam modul
3,67
91,67
dapat disimpulkan bahwa nilai tes hasil belajar mahasiswa hasil uji coba produk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dapat memenuhi harapan peneliti.
86
ISSN 2502-8723
Produk ini memiliki kelebihan dan
Pembahasan
kekurangan. Kelebihan yang terdapat dalam
Aspek kevalidan produk mendapat
modul
respon positif dari validator. Hal ini dapat
membaca
berbentuk
bukucerita
bergambar ini, yang tidak terdapat di dalam
dilihat produk yang dikembangkan, untuk
bahan ajar lainnya, yaitu: (1) didesain sesuai
modul siswa didapat hasil validasi total
dengan karakteristik siswa pengguna serta
dilihat dari isi dan penyajian, bahasa, dan
dapat digunakan secara mandiri. Sehingga
desain mendapat skor persentase rata-rata
dengan atau tanpa guru, siswa tetap bisa
sebesar 81% sangat valid. Sedangkan, untuk
menggunaakaan modul ini untuk belajar; (2)
pedoman guru validasi total mendapat skor
modul
persentase rata-rata sebesar 79,33%. dengan
ini
berorientasi
pada
tujuan
pembelajaran sesuai dengan kompetensi
kriteria cukup valid.
yang akan dicapai oleh siswa; (3) teks cerita
Kemenarikan
modul
sangatlah
syang disajikan dalam modul berbentuk
walaupun
sifatnya
subjektif.
cerita bergambar, (5) modul dikembangkan
Dikatakan demikian karena modul yang
dengan memperhatikan kemampuan pada
menarik dapat menjadi rangsangan bagi
aspek pengetahuan siswa; (6) mengunakan
siswa untuk membaca dan mempelajari
bentuk penilaian autentik.
penting
modul.
Kemenarikan
menentukan
Kekurangan
tersampaikannya isi modul kepada pembaca (siswa).
Aspek
kemenarikan
bergambar,
pembelajaran.
sebesar 84,36% dengan kriteria cukup
modul
ini
Kekurangan-kekurangan
dalam pembagian waktu sesuai dengan jam
Efektifitas artinya suatu ukuran yang pemahaman tercapai.
pengguna Semakin
belajar yang telah ditentukan pada saat
dari
penerapan di kelas, serta mengoptimalkan
besar
kondisi kelas.
persentase target yang dicapai, semakin
Kesimpulan
tinggi pula efektivitasnya. Efektifitas modul
Sebagaimana
dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan
dan
modul membaca berbentuk buku cerita
≥ 70 dari 100 dengan kriteria sangat efektif.
bergambar untuk siswa kelas V layak dan
Rata-rata nilai tertiggi siswa yaitu 98,
efektif dipergunakan dalam pembelajaran.
sedangkan terendah memperoleh 68. Ratasiswa
analisis
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
persenase sebesar 90% siswa mencapai skor
belajar
temuan,
pembahasan pada bab sebelumnya, maka
hasil belajar siswa menunjukkan rata-rata
hasil
(1)
tersebut ddikarenakan kekurangoptimalan
menarik.
rata
yaitu:
Dasar saja; (2). keterbatasan waktu dalam
siswa mendapat skor persentase rata-rata
telah
dalam
dikembangkan hanya pada 2 Kompetensi
dapat dilihat hasil kemenarikan modul dari
target
terdapat
modul membaca berbentuk buku cerita
modul
mendapat respon positif dari siswa. Hal ini
menyatakan
yang
Saran
memperoleh
persentase sebesar 84,53%.
A. Saran Pemanfaatan Kendala yang dialami saat pelaksanaan pada akhirnya menghasilkan rekomendasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
87
ISSN 2502-8723
saran kepada berbagai pihak seperti di
c. Modul
bawah ini. 1. Bagi
yang
kompetensi siswa,
hahan
ajar
dibuat,
yang
khususnya
digunakan
dapat
yang
disesuaikan dengan kompetensi inti
dikembangkan dapat dimanfaatkan oleh
pada kurikulum yang sedang berlaku
siswa sebagai bahan latihan mandiri dan
dan juga kebutuhan sekolah sesuai
juga dengan bimbingan guru. Siswa
dengan tema yang akan diajarkan
dianjurkan untuk belajar secara mandiri
d. Memperbanyak latihan atau kegiatan,
di luar jam KBM sehingga memiliki
seperti
skemata
yang
pembelajaran
cukup
tentang
mengalami,
problem
akan
dilakukan
disesuaikan
dengan
berbahasa
untuk
yang
keesokan harinya. 2. Bagi guru, Guru disarankan untuk menggunakan
produk
pengembangan pembelajaran
pedoman
kelas,
sehingga
oleh aktivitas membaca dan menulis, sehingga peran guru dalam menyajikan
konsentrasi
berpengaruh siswa
dalam
belajar. Jika guru kurang kreatif, maka perhatian siswa tidak akan terfokus.
B. Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut Dalam
pelaksanaannya,
pengembang
produk lebih lanjut diharapkan. a. Mempertimbangkan
alokasi
waktu
dengan seksama agar kuantitas, kualitas, dan waktu belajar dapat selaras dan seimbang. b. Penelitian
selanjutnya
dikembangkan evaluasi
lagi
formatifnya
uji
yang
keterampilan meningkatkan
Akbar, S., Sriwiyana, H. 2011. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: Cipta Media. Akbar, S. 2012. Panduan Praktik: Implementasi dan Pengembangan Model-Model Pembelajaran Aktif Rumpun Sosial. Malang: Diktat tidak diterbitkan Amin, M. 2006, Panduan Pengembangan Bahan Ajar IPA. Depdiknas Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar evaluasi pendidikan (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara. Bank, A. J. 1990. TeachingStrategies for The Social Studies-Inquiry, Valuing, and Decision Making. Longman New York and London Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O.2009. The Systematic Design of Instruction (seven edition). New Jersey: Pearson Education Inc Faizah, Umi. 2009. Keefektifan Cerita Bergambar Untuk Pendidikan Nilai Dan Keterampilan Berbahasa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Cakrawala Pendidikan, November 2009, Th. XXVIII, No. 3 Hasanah Dkk. Muakibatul. 2011. Membaca Ekstensif. Pustaka Kaiswaran Hobri. 2010. Metodologi Penenlitian Pengembangan (aplikasi pada penelitian pendidikan matematika). Jember: Pena Salsabila
Aktivitas dalam modul yang didominasi
terhadap
solving
Daftar Rujukan
membaca dan menulis lebih optimal.
sangat
bersifat
kemampuan siswa.
kemampuan berbahasa siswa dalam
pembelajaran
yang
hasil
sebagai di
kegiatan
dapat coba
atau
menggunakan
desain eksperimen semu dengan kelas kontrol dan analisis inferensialnya atau menguji perbedaan mean, baik pada skala terbatas maupun skala luas. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
88
ISSN 2502-8723
Khasanah, N. 2003. Studi Keterterapan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran untuk Pemahaman Konsep Koloid pada Siswa Kelas II SMU Negeri 1 Lawang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Liando, Mayske Rinny. 2008. Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar untuk Meningkatkan Minat dan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Mitchell, Diana. 2003. Children‘s Literature an Imitation to the Word. Michigan State University Miyatiwi. 2011. Pengembangan Modul Belajar Kimia Berorientasi Daur Belajar (LC 5-E) untuk SMK Teknik. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Prodi Pendidikan Kimia. Nurhadi. 2009. Dasar-Dasar Teori Membaca. Surabaya. JP BOOKS. OECD (2010) PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do Volume I.Canada: OECD. Permen Diknas No.22 Tahun 2006 tentang strandar isi. 2006. Jakarta: Depdiknas. Rahim, F. 2007. Pengajran Membaca di Sekolah Dasar (edisi 1). Jakarta: Bumi Aksara Setyosari dan Efendi. 1990. Pengajaran Modul. Jakarta: Depdikbud Dikjrn Dikti Sudarwati, N. 2012. Pengembangan Modul Pelatihan Kewirausahaan Pada Lembaga Kursus Keterampilan Jasa. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Prodi Pendidikan Ekonomi. Sudjana, Nana & Riva‘i, Ahmad. 2002. Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru Algensindo. Tomlinson, Carl M & Lynch-Brown, Carol. 2002. Essentials of Children‘s Literature.Boston: Allyn & Bacon A Pearson Education Company Widiyati, Evita. 2013. Peningkatan Minat dan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Buku Cerita Binatang dan Permainan Bahasa Siswa Kelas II SD Plus ALANWAR Pacul Gowang Jombang. Tesis UM tidak diterbitkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
89
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMIKIRAN FILSAFAT PERENIALISME TENTANG NILAI DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN Marianus Mantovanny Tapung & Sugiyanto (Mahasiswa S3 Pendidikan IPS UPI) ABSTRAK Pemikiran filsafat tentang bagaimana manusia mampu berhadapan dengan perubahan dunia yang begitu pesat sudah ada sejak lama, salah satunya adalah aliran perenialisme. Aliran filsafat ini menekankan tentang nilai baik yang ada dalam diri manusia, karena manusia dilahirkan selalu dalam kondisi ‗baik‘. Potensi baik inilah yang mengharuskan manusia untuk selalu berpikir, bersikap, dan berbuat secara baik pula. Oleh karena itu, dewasa ini berbagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas ‗baik‘ dalam diri manusia menjadi sangat penting. Salah satu di antaranya adalah dengan kegiatan pengembangan kreativitas. Kegiatan pengembangan kreativitas manusia didik dalam segala dimensinya menjadi hal yang mutlak untuk bisa eksis di abad 21. Pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk memampukannya menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kreativitas siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, generasi-generasi yang akan datang adalah generasi yang memiliki karakter kreatif, mandiri, tangguh dan unggul dalam dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah kehidupan.
Kata Kunci: Filsafat Perenialisme, Nilai, Kebaikan, Kreativitas mengarahkan dan memotivasi peserta didik
Pendahuluan
untuk
Pendidikan merupakan salah satu
maupun
praktis
yang
berfikir
di
informasi yang tersedia kapan dan di mana
diri
cara
mana
saja.
Era
juga
menuntut
pembelajaran pentingnya
yang kerjasama,
(networking) dalam menyelesaikan masalah. Untuk menjawab semua tuntutan di
observasi, bukan diberi tahu; Kedua, era
atas, maka upaya peningkatan kualitas
komputasi, dimana cara kerja lebih dari cara
sumber
ada
daya
manusia
menjadi
sangat
penting. Salah satu aspek penting untuk
pengembangan model pembelajaran yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
menghindari
mengambil
kolaborasi dan membangun jaringan kerja
untuk mencari tahu dari berbagai sumber
menuntut
dan
menekankan
mengarahkan dan mendorong peserta didik
ini
mampu
pengembangan
adanya
pengembangan model pembelajaran yang
Hal
menuntut
komunikasi yang dapat dilakukan kapan dan
ketinggalan zaman, yakni: Pertama, era
mesin.
jelas
bentuk
berpikir mekanistis (rutin); Keempat, era
pendidikan mengikutinya bila tidak dianggap
kerja
ini
semua
analitis,
keputusan;
kemudian juga menuntut kreativitas dunia
menuntut
Hal
pada
yang dapat melatih peserta didik untuk
Abad 21
memiliki karateristik sebagai berikut, yang
jelas
menyelesaikan
pengembangan dan praktek pembelajaran
termasuk pada era abad 21 yang memiliki
yang
merambah
pekerjaan.
beberapa bidang kehidupan pada setiap era,
saja,
masalah
masalah (menjawab); Ketiga, era otomasi
faktual,
mengakomodasi berbagai perubahan dalam
ciri dan karateristik tersendiri.
merumuskan
(menanya) bukan hanya
kegiatan yang selalu berupaya, baik secara konseptual
mampu
membentuk sumber daya manusia yang 90
ISSN 2502-8723
bermutu pada abad 21 adalah pengembangan
gagasan atau alternatif pemecahan masalah
kreativitas.
pengembangan
yang dihadapinya (Utami, 1999:21). Selain
dalam
segala
itu, ia juga dapat menentukan dan menilai
dimensinya menjadi hal yang mutlak untuk
tentang segala sesuatu yang melingkupi diri
bisa eksis di abad 21. Pengembangan
dan lingkungannnya, sehingga dia tidak
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
terjerembab dan lantas menjadi korban dari
dimaksudkan untuk membekali generasi
perubahan yang terjadi.
Kegiatan
kreativitas
peserta
didik
muda dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan
Keniscayaan
datang. Untuk itu pengembangan kreativitas
Kreativitas
siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu
kebutuhan
pembelajaran.
di
dalam
Jika
kreativitas
diabaikan
pendidikan
kita
Perubahan
Perubahan
Menuntut
menjadi
sebuah
proses
keniscayaan dewasa ini. Manusia dunia
pengembangan
sudah pasti tidak bisa melepaskan diri dari
oleh
lembaga
tuntutan perubahan tersebut. Secara alamiah,
dapat
perubahan selalu menuntut agar manusia
diperkirakan akan muncul generasi-generasi
dapat mengikuti perubahan tersebut dan
yang tumpul daya kreatifnya, mengalami
menjadi
kesulitan
darinya. Pada galibnuya, waktu berubah dan
sekarang
dalam
ini,
memecahkan
masalah-
masalah kehidupan yang dihadapinya.
bagian
yang
tak
terpisahkan
kita pun berubah karenanya (Tempora Muntantur et nos muntamur in illis).
TUNTUTAN
PERUBAHAN
Tepatnya manusia adalah aktor atau pelaku
DAN
perubahan (agent of Change). Sebagai
PENGEMBANGAN KREATIVITAS Perubahan
dalam
berbagai
saja
memberikan
keyakinan bahwa terdapat potensi dalam diri
kehidupan
untuk berubah dan berkembang ke arah yang
manusia, tetapi juga imemunculkan berbagai
lebih baik. Selain itu, perubahan selalu pasti
persoalan yang sulit dan rumit. Untuk itu,
memposisikan secara kritis seseorang pada
diperlukan sumber daya manusia yang
kutub positif dan negatif. Posisi ini sudah
berkualitas,
mengatasi
pasti menempatkan seseorang pada tegangan
tersebut.
atau tarik menariknya dua kutub tadi.
pengetahuan
Dengan demikian, tuntutan kepada setiap
teknologi diperkirakan akan timbul berbagai
individu adalah untuk mampu memiliki
masalah yang rumit dan sulit sehingga
pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif.
memerlukan imajimasi dan kreativitas dalam
Pikiran dan sikap rasional, kritis dan selektif
pemecahannya.
akan
manifestasinya berbagai
tidak
kemudahan
yang
masalah-masalah Dampak
mampu
dalam
mampu kehidupan
kemajuan
ilmu
Individu
menanggapi
yang masalah
pelaku
kreatif yang
perubahan
mengarahkan
perlu
ditanamkan
seseorang
pada
penentuan nilai-nilai yang akhirnya positif
dihadapinya dari berbagai sudut pandang
dan konstruktif bagi dirinya sendiri.
yang berbeda dari pandangan orang lain.
Memasuki abad 21 muncul berbagai
Dengan demikian, individu yang kreatif
ketegangan sebagai konsekuensi logis dari
cenderung
perubahan, yang tidak boleh tidak (condito
mampu
melahirkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
banyak 91
ISSN 2502-8723
sine qua non) menuntut pikiran dan sikap
modernitas, serta sebaliknya menyesuaikan
rasional, kritis dan selektif dari setiap
modernitas dengan dasar tradisi, agar tidak
manusia, bila tidak ingin terjerembab atau
dikatakan ketinggalan zaman (out of date),
menjadi korban dari perubahan tersebut.
melainkan mengikuti arus perkembangan
Menurut Delors (Tapung, 2013:150), adapun
zaman (up to date). Namun pada pihak lain
ketegangan-ketegangan tersebut, antara lain:
modernitas
Pertama, ketegangan antara globalisasi dan
tersendiri bagi manusia bila tanpa adanya
lokalisasi.
membawa
basis tradisi. Tradisi memberi penjelasan
manusia dunia pada tuntutan bergerak
bahwa manusia masing-masing memiliki
statusnya selain menjadi warga dunia tanpa
akar atau dasar yang sangat menentukan arah
kehilangan akar-akar kehidupannya, tetapi
perubahan dan perkembangannya di dunia.
tetap menegaskan secara aktif identitas dan
Keempat, ketegangan antara pertimbangan-
entitas konteks lokalnya.
Pada posisi ini
pertimbangan jangka panjang dan jangka
manusia dunia dituntut pada kemampuan
pendek. Perubahan tanpa persoalan adalah
untuk dapat berpikir secara global, tetapi
kemustahilan. Perubahan sering berakibat
tindakan dan perbuatan secara lokal (think
pada muncul berbagai persoalan. Manusia
globally, act locally). Kedua, ketegangan
dunia sekali lagi dituntut untuk mampu
antara
menghadapi dan menjawabi semua persoalan
Ketegangan
universalitas
ini
dan
individualitas.
akan
menjadi
Manusia yang berada dalam perubahan
tersebut.
tentunya harus menyadari diri sebagai
tersebut pasti memiliki konsekuensinya.
bagian dari masyarakat dunia. Karena itu,
Konsekuensi inilah yang menuntut manusia
standar budaya dan cara berpikir niscaya
memberi
mengikuti standar budaya dan cara berpikir
pertimbangan, seperti pertimbangan jangka
dunia. Namun pada saat yang sama, manusia
pendek dan pertimbangan jangka panjang.
menjadi individu yang memiliki budaya dan
Kelima, ketegangan antara kompetisi dan
cara berpikir yang otonom dan mandiri.
solidaritas. Perkembangan dunia saat ini
Manusia secara individual memiliki karakter
mengisyaratkan manusia pada
yang
yang bahkan dapat mengarah pada konflik
khas,
yang
tidak
dimiliki
dan
Jawaban
kegamangan
berbagai
terhadap
jenis
persoalan
dan
model
persaingan
disamakan dengan karakter orang lain.
atau perang.
Ketiga,
dan
(struggle), dia bisa bertahan (survive);
modernitas. Perubahan sering diidentikan
sebaliknya yang tidak bisa bersaing akan
dengan welcome to mordenity dan goodbye
tumbang dan punah. Kompetisi sudah pasti
for tradition. Jelasnya bahwa manusia dunia
menuntut
dituntut unttuk
kemampuan yang dapat menjadi kekuatan
ketegangan
antara
tradisi
menjadi manusia modern
Siapa yang dapat bersaing
kompetensi
atau
sejumlah
dengan segala pernak-perniknya, tetapi pada
dalam bersaing.
saat yang sama manusia dunia tidak berarti
sejumlah
harus meninggalkan tradisi yang menjadi
secara baru untuk memberi dukungan dan
basis dasar kehidupannya. Dalam hal ini,
berbagai
bentuk
manusia diarahkan pada kemampuan untuk
solidaritas
bagi
bisa mengadaptasikan tradisi pada arus
bersaing dalam kancah kehidupan dewasa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
92
Namun pada pihak lain,
gerakan
kemanusiaan
keprihatianan mereka
yang
muncul
serta ‗kalah‘
ISSN 2502-8723
ini. Muncul berbagai kegiatan kemanusiaan
kemudian dapat membedakan nilai-nilai
yang memberi penjelasan bahwa masih ada
yang perlu untuk diperjuangkan; entahkah
ruang lain di dunia ini selain ruang
itu nilai material ataukah nilai spiritual.
kompetisi, yaitu solidaritas. Berbagai bentuk solidaritas muncul akhir-akhir, menunjukkan
Imperatif untuk Memiliki Karakter
kepedulian terhadap sesama masih ada dan berkembang
di
dunia
ini.
Ketegangan-ketegangan ini menuntut
Keenam,
manusia
pada
suatu
imperatif
untuk
ketegangan antara akselerasi dan ekspansi
memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam
pengetahuan, dan
daya serap manusia.
menghadapinya. Sebab jika tidak, manusia
Salah satu faktor utama dari perkembangan
bisa saja terjerembab dalam kubangan
adalah maju-pesatnya perkembangan ilmu
kegamangan yang pada gilirannya membawa
pengetahuan dan teknologi. Hal ini jelas
dia pada suatu keadaan ‗mati sebelum
menuntut manusia untuk mampu memahami
meninggal‘, atau dengan kata lain kematian
dan
perkembangan
karakter diri atau kesejatian dirinya sebagai
Dalam hal ini, manusia dituntut
manusia. Oleh karena itu, upaya-upaya
untuk memiliki daya serap yang tinggi, bila
afirmasi karakter diri, menjadi kegiatan yang
tidak ingin menjadi korban dari ilmu
senantiasa
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena
kehidupan. Salah satu bentuk upaya afirmasi
peran pendidikan menjadi sentral untuk
diri yang mesti secara nyata dan eksplisit
membentuk dan membina manusia yang
dilakukan
memiliki daya serap yang tinggi. Ketujuh,
Kegiatan
ketegangan
antara
dan
kegiatan alih pengetahuan (transfer of
material.
Dalam perjalanan hidupnya
knowledge ) tetapi juga merupakan kegiatan
manusia tidak dapat menghindari diri dari
alih nilai (transfer of value); pendidikan
pengejaran akan hal-hal material seperti
selain
makanan,
pakaian dan rumah serta hal
informasi (on going information), tetapi juga
material lainnya. Namun di samping upaya
merupakan aktivitas pembentuk diri manusia
pengejaran hal-hal material tersebut, sering
(on going formation). Dalam konteks inilah
tanpa disadari, manusia memiliki suatu
maka upaya penegakan-penegakan kembali
kerinduan yang sering tidak terungkap, akan
nilai pada kehidupan manusia mesti dijaga
suatu cita-cita atau nilai spiritual. Nilai
secara
spiritual
realitas
pencapaian kemampuan pengetahuan. Nilai-
hanya ada pada suatu
nilai harus menjadi inheren dan terintegrasi
mengerti
tersebut.
ini
tentang
yang
tidak
manusiawi, tetapi
spiritual
ada
pada
Realitas yang lebih tinggi Mutlak. ada
adalah
melalui
pendidikan
merupakan
seimbang
derap
selain
aktivitas
selain
langkah
pendidikan. merupakan
pemberian
pencapaian-
atau Realitas
dalam kehidupan manusia; dimana nilai-nilai
Untuk mencapai nilai-nilai yang
ini akan membantu menjaga keseimbangan
pada
Realitas
Mutlak
ini
sangat
dalam
dibutuhkan motivasi dan keyakinan pada diri
dan
pendidikan.
dibina
melalui
kesejahteraan
dan
Tuntutan untuk memunculkan dan
proses
menegakkan kembali nilai dalam kehidupan
Dengan pendidikan, manusia
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mencapai
kebahagiaan di dunia ini.
manusia. Motivasi dan keyakinan ini dapat dipupuk
menggaungi
manusia dewasa 93
ini secara historis tidak ISSN 2502-8723
terlepas dari masukan pemikiran filosofis,
(materialistik). Dalam hal ini
salah satunya filsafat/aliran perenialisme
pendidikan dewasa ini perlu dievaluasi dan
(aliran yang langsung berkutat dengan nilai-
diarahkan kembali
nilai). Aliran ini mengetengahkan bahwa
Dengan mengembalikan sesuatu pada ‗apa
nilai sebagai tuntunan hidup manusia harus
adanya‘,
dicari dan diperjuangkan. Sebab tanpa nilai
seseorang untuk memahami secara lebih dan
kehidupan manusia akan kehilangan arah
dalam hakikat kehidupannya. Nilai-nilai
dan
perlu
mengalami
berbagai
kekaburan dalam
kemungkinan
maka
kepada masa lampau.
ada
dipahami
model
kesempatan
kembali
bagi
sebagaimana
pemaknaannya. Oleh
aslinya. Pemurnian kembali atau klarifikasi
karena itu, pendidikan sebagai aktivitas
nilai-nilai tersebut akan membantu manusia
penanaman nilai hendaknya berperan sentral,
menemukan inti atau hakekat terdalam dari
terutama dalam upaya menjadikan nilai
realitas kebenaran yang dicarinya (Diane,
sebagai bagian dari pembentukan karakter
2008:122).
kesejatian dirinya sebagai manusia.
upaya pengembalian makna yang sebenarnya
Menurut kaum Perenialisme,
dari nilai-nilai dapat dilakukan salah satunya BASIS
PEMIKIRAN
PERENIALISME DAN
TENTANG
DAMPAKNYA
PENGEMBANGAN
dengan aktivitas pendidikan. Pendidikan
FILSAFAT NILAI
merupakan jalan kembali untuk mereposisi
BAGI
nilai-nilai kehidupan yang sudah tergerus oleh
KREATIVITAS
modernistik.
DALAM PEMBELAJARAN Krisis
multi
dimensi
kecenderungan-kecenderungan
zaman
Krisis kebudayaan ini berimplikasi
modern ini merupakan dampak langsung
pada amburadulnya kehidupan manusia.
dari degradasi nilai-nilai dan keutamaan-
Manusia kehilangan arah dan salah kaprah
keutamaan
perenialis
dalam menentukan tujuan hidup. Hal ini
berpandangan bahwa dunia yang tidak
dikarenakan banyak nilai yang seharusnya
menentu
menjadi pegangan hidup tergerus oleh
manusia.
dan
Kaum
penuh
di
kekacauan
serta
membahayakan akhir-akhir ini ditimbulkan
berbagai
akibat terjadinya krisis di berbagai dimensi
merelativisasi
kehidupan manusia.
menentang pandangan progresivisme yang
Untuk kembali pada
perspektif
pribadi
ensensinya.
yang
Perenialisme
keseimbangan kehidupan manusia, jalan
menekankan
individualisme, di mana
keluar menurut Perenialisme adalah kembali
individu
kepada nilai (back to value) yang mendasari
perubahan dan serta merta tidak peduli pada
kehidupan manusia pada awalnya.
nilai-nilai
Perenialisme dan Revitalisasi Nilai-Nilai
pandangan hidup. Menurut kaum perenialis,
menjadi
atau
penentu
satu-satunya
prinsip-prinsip
umum
Dalam hal ini Perenialisme memiliki
perubahan apapun bentuknya harus tetap
pandangan yang berbeda dengan kaum
kembali pada fitrah nilai-nilai atau prinsip-
modernis yang sangat mengagungkan logika
prinsip umum yang menjadi landasan kokoh
dan rasio modernistik dari pada sumber
dalam membangun kehidupan seseorang.
pengetahuan
Tanpa nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum
lainnya
serta
terlalu
memandang sesuatu berdasarkan materi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
94
ISSN 2502-8723
hidup seseorang akan menjadi kehilangan
luas dan terbuka pada pemunculan hal-hal
arah dan berada dalam ketidakpastian.
yang baru, inovatif dan kreatif, akan
Menurut kegagalan
Kaum
kehidupan
dimensinya
dalam
perenialisme
dalam
abad
memungkinkan seseorang untuk menjadi
berbagai
modern
pribadi yang memiliki karakater. Kreativitas
dan
memungkinkan seseorang
dapat mampu
postmodern yang membidani lahir berbagai
bertahan dan mempertahankan hidupnya.
tragedi-tragedi yang mencelakakan manusia,
Dengan
justru
terlalu
seseorang bila merancang secara baik dan
mengagungkan kemampun pribadi dan lupa
benar kehidupan masa kini dan masa
pada hakikat realitas. Hakikat realitas tidak
depannya,
dipedulikan sebagai dasar fundamental bagi
hambatan dan tantangannya, serta berusaha
kehidupan manusia. Hakikat realitas ini
mencari solusi dari segala persoalan hidup
adalah sebuah kekekalan atau keabdiaan, dan
(Koesoema, 2010:124-125).
dari sanalah sumber pencitraan manusia di
Kreativitas
dunia ini dalam berbagai dimensinya. Oleh
Kecerdasan Hidup
karena itu, agar manusia dapat pulih kembali
Berdasarkan
terjadi
karena
manusia
kreativitas
mampu
yang
dimilikinya,
menghadapi
sebagai
segala
Gambaran
basis
pemikiran
untuk membangun kehidupannya secara baik
Perenialisme, dewasa ini kreativitas menjadi
dan benar, maka perlu adanya upaya
terminologi
mendalami dan memahami hakikat realitas
menggambarkan tentang bagian kecerdasan
tersebut.
yang dimiliki seseorang untuk mampu
Pendalaman
dan
pemahaman
yang
secara
terhadap hakikat realitas akan semakin kuat
mencipta
bila manusia memiliki keberpihakan pada
kehidupannya. Oleh karena itu, dalam kajian
nilai-nilai
kontemporer,
luhur
seperti
kebenaran,
dan
lugas
mengembangkan
secara
etimologis
kata
kebijaksanaan, keadilan, kemanusiaan, dan
kreativitas berasal dari "create" (latin) yang
lain-lain. Kebajikan-kebajikan ini menjadi
berarti mencipta, melahirkan, dan mencapai
inheren dan terintegrasi dalam kehidupan
(Bdk. Bagus, 2005:502). Menurut Cambell
manusia. Dengan demikian, apapun bentuk
(Semiawan, 2010: 31-32)., kreativitas adalah
perubahan
kebajikan-
kegiatan yang mendatangkan hasil yang
kebajikan ini menjadi tameng yang kuat
sifatnya 1) baru (novel): inovatif, belum ada
sehingga tidak membuat pribadi manusia
sebelumnya,
terdegradasi
mengejutkan. 2) berguna (useful): lebih
yang
dan
menerpa,
terjerembab
dalam
kekalahan dan kegagalan kehidupan (Bdk.
enak,
lebih
Tapung, 2013:159-164).
memperlancar,
segar
menarik,
praktis,
aneh,
mempermudah, mendorong,
Untuk membentuk manusia yang
mengembangkan, mendidik, memecahkan
memiliki karakter yang kuat dan memiliki
masalah, mengurangi hambatan, mengatasi
potensi-potensi untuk berkembang secara
kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik
baik
atau
dan
berkualitas,
kaum
Perenialis
banyak.
3)
dapat
dimengerti
berpandang bahwa sangat perlu membuka
(understandable) : hasil yang sama dapat
ruang kreatif dalam lingkungan-lingkungan
dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.
di mana manusia itu berada. Ruang yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
95
ISSN 2502-8723
De Francesco (Semiawan, 2010:32)
masalah,
istirahat,
waktu
mengendapkan
ditinjau dari empat sisi, yaitu 1) kepribadian
(illumination):
yang kreatif, 2) proses kreativitas, 3) produk
mendapatkan ide, pemecahan, penyelesaian,
kreativitas,
cara kerja dan jawaban baru, dan 5)
mendorong
4)
faktor-faktor
kreativitas.
yang
Pengertian
tahap
4)
atau
menandaskan tentang kreativitas yang dapat
dan
masalah,
santai
Iluminasi
menemukan
verifikasi/produksi
atau
(verification'
kreativitas sebagai kepribadian meliputi:
production): menghadapi dan memecahkan
kreativitas
(bakat),
masalah-masalah praktis sehubungan dengan
kreativitas sebagai cara berfikir, kreativitas
mewujudkan ide, pemecahan, penyelesaian,
sebagai sikap dan perilaku, dan kreativitas
cara kerja, dan jawaban baru. Dengan
sebagai ciri-ciri kepribadian. Selanjutnya,
demikian,
Francesco mengemukakan bahwa semua
kreativitas menunjuk pada dimensi-dimensi
siswa potensial menjadi
seperti:
sebagai
potensi
seorang
yang
dapat
disimpulkan
Pertama,
Originalitas
bahwa
dan
kreatif. Dalam berbagai tingkatan dan cara,
―kesegaran‖ pendekatan dalam berbagai
mereka mampu dan ingin mengungkapkan
masalah; kedua, ketajaman kecerdasan yang
dirinya jika diberi tuntunan, motivasi, dan
konstruktif;
suasana yang bersahabat. Ini berarti bahwa
menyingkirkan prosedur yang tidak perlu
dorongan kreatif merupakan faktor yang
atau dianggap konvensional dan dianggap
sangat kuat dalam seluruh perkembangan
tidak perlu.; Keempat, memiliki sikap dan
individu. Oleh karena itu, kepada individu
kesadaran sosial.
tersebut
perlu
diberikan
kebebasan
ketiga,
kemampuan
Pengembangan pendidikan tidak pernah
berekspresi dan diberi bantuan bagaimana
terjadi dalam
cara pemecahan masalah terutama untuk
konteks multikultur
menghadapi rasa takut, kurang percaya diri,
menisyaratkan bahwa setiap mikro kultur
dan kurangnya rasa kepribadian
memiliki
Proses berpikir kreatif harus terus menerus
dikembangkan
kehidupan
yang dikedepankan
kebudayaan
yang
berbeda yang mungkin tidak selaras dengan
diri
nilai dan norma dari masyarakat di mana
seseorang. Hal ini berarti setiap upaya untuk
pribadi berada. Kenyataan ini menuntut
mengoptimalkan kesempatan berpikir dalam
bahwa setiap anak sejak dini sudah harus
pengalaman
dilakukan.
belajar menerima orang lain yang berbeda,
Campbell (Semiawan, 2010:32) menjelaskan
mencoba memahaminya, menghargai, dan
bahwa
menerima perbedaan. Dengan demikian,
sangat
proses
dalam
keadaan vacuum. Artinya,
penting
berpikir
kreatif
dapat
dijalankan dengan melalui beberapa tahap:
untuk
1) persipan (preparation): meletakkan dasar,
pengembangan kreativitas tersebut sangat
mempelajari latar belakang masalah, seluk-
diperlukan
beluk
konsentrasi
berdiferensiasi, dalam arti pendidikan yang
(concentration): sepenuhnya memikirkan,
dikembangkan lebih pada upaya peningkatan
masuk luluh, terserap dalam permasalahan
mental yang bersifat dinamis
yang dihadapi, 3) inkubasi (incubation):
mengacu pada tindakan kreatif (creative
mengambil
action).
dan
problematiknya,
waktu
untuk
meninggalkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
96
mengakomodasi
praktek
kepentingan
pendidikan
yang
dengan
Konsep dan praktik pendidikan ISSN 2502-8723
perlu
menekankan
bagaimana
Menurut hasil penelitian Dyers, J.H.
merancang kegiatan belajar yang lebih dapat
et al (2011) Innovators DNA, Harvard
menstimulasi
Business Review (Bagir, 2013:5-6), dua
sebelah
tentang
(triggering)
kanan
pengalaman
dengan
otak
mengembangkan
dari
kemampuan
kreativitas
seseorang diperoleh melalui pendidikan,
belajar baru ini bersifat terbuka dalam
sementara sepertiga sisanya berasal dari
rangka member peluang pada pertumbuhan
genetik.
kreativitas
ini
sepertiganya diperoleh dari pendidikan, dan
yang
dua pertiganya dari genetika. Selanjutnya,
(hidden
pembelajaran berbasis kecerdasan tidak akan
excellence in personhood), muncul dan dapat
memberikan hasil siginifikan terhadap hasil
dikembangkan.
belajar siswa, di mana peningkatan hanya
anak agar
tersembunyi
di
baru.
pertiga
Pengalaman
bertujuan
belajar
fungsi
selanjutnya. potensi dalam
Hal
unggul dirinya
Dengan adanya pengembangan ide
Sementara
50%,
kecerdasaan,
dibandingkan
yang
berbasis
dan inspirasi dalam kreativitas, kemampuan
kreativitas peningkatan hasil belajar siswa
imajinasi dan keterlibatan emosi
yang
dapat mencapai 200%. Berdasarkan hasil
sebelum tidak diperhatikan, menjadi lebih
penelitian ini, bisa disimpulkan bahwa
mendapatkan perhatian. Keterlibatan emosi
kegiatan pendidikan lebih berperan untuk
yang dimaksudkan antara lain, aktualisasi,
membuat seseorang kreatif dibandingkan
ekspresi, kepekaan, intuisi, dalam berbagai
untuk
masalah, fakta, konsep, generaliasasi dan
Selanjutnya, menurut Dyers kemampuan
teori.
kreativitas
Dalam hal ini konten
konsep dan
menjadikan
seseorang
diperoleh
melalui
cerdas.
beberapa
praktek pendidikan beralih dari penekanan
kegiatan dalam pendidikan, antara lain:
tentang apa yang dipelajari,tetapi lebih
mengamati
menekankan
bagaimana
(questioning),
to
menalar,
mempelajarinya
tentang (learn
how
learn).
Dengan demikian, orientasi belajar pun pada
(associating),
(experimenting), dan
komunikasi
Hasil penelitian Dyers ini oleh
bagaimana
sejumlah pakar dan praktisi pendidikan
mempelajarinya, dan produk apa yang bisa
dijadikan sebagai salah satu kerangka acuan
dihasilkan dari proses belajar tersebut. Oleh
dalam
karena itu hasil belajar tidak hanya semata-
Untuk pengembangan kreativitas siswa, guru
mata pada pencapaian tujuan instruksional
hendaknya
(instructional
pembelajaran dengan prinsip pembelajaran
memperhatikan
proses
mencoba
menanya
(communication) (Bdk.Mulyasa, 2013:12).
memahami konten atau isi dari apa yang dipelajari,
(observing),
effect),
tetapi
dampak
juga
penggiring
yang
pengembangan kreativitas siswa.
menggunakan
berpusat
pada
siswa.
Proses
difokuskan
kepada
(nurturant effect), yang sebenarnya lebih
pembelajaran
memunculkan
kreatifnya.
aktivitas siswa yang dilatih berpikir untuk
Selanjutnya, pada anak-anak yang memiliki
menyelesaikan masalah, mengekplorasi, dan
kreativitas yang tinggi memiliki ―rasa ingin
menemukan sendiri (inkuiri). Siswa diminta
tahu yang besar‖ (curiosity).
bertanggungjawab
potensi-potensi
lebih
strategi
terhadap
apa
yang
dipelajarinya. la mempelajari alat-alat dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
97
ISSN 2502-8723
cara-cara
untuk
menemukan
atau
dihadapinya
dan
mereka
cenderung
menggunakan sesuatu. Siswa menentukan
menggunakan secara optimal semua potensi
tujuan belajarnya bersama guru dan siswa
yang
menilai
(Bdk.
banyaknya alternatif pemecahan masalah
prinsip
merupakan ciri penting kreativitas. Dan,
pembelajaran di atas diharapkan kreativitas
secara konseptual maupun praktis factual,
hasil
Suratno,
belajarnya
2005:10).
sendiri
Berdasarkan
siswa akan muncul kalau mereka selalu ditantang
dengan
permasalahan
dimilikinya.
pembelajaran
yang
masalah
Pengakuan
berbasis
(problem
solving
akan
pemecahan learning)
mungkin dapat mereka atasi. Menantang
cenderung memicu kreativitas. Siswa bisa
siswa
tersebut
diarahkan untuk secara terstruktur dan
kemampuan
sistematis mencari jalan keluar terhadap
sintesis dan analitisnya sebagai prasyarat
masalah kehidupan dengan langkah-langkah
munculnya kreativitas.
seperti: Mengidentidikasi masalah; membuat
dengan
cenderung
permasalahan
meningkatkan
Harus disadari bahwa tidak semua
prioritas masalah; membuat analisis terhadap
siswa memiliki kemampuan yang sama
dampak, penyebab, dan jalan keluar; serta
dalam mempersepsi masalah yang dialami
mampu membuat program kerja sebagai
dan menyelesaikannya. Namun, kepekaan
tindak lanjut.
terhadap keberadaan dan kesadaran akan
Sesuai dengan kondisi dan situasi,
masalah adalah hal pertama yang perlu
kemampuan berpikir, karateristik siswa dan
dimiliki anak. Guru perlu merangsang
karateristik
kepekaan dan kesadaran siswa melalui
pemecahan masalah di atas sangat fleksibel,
latihan mengenali dan menghadapi masalah.
dalam arti tidak mesti selalu sesuai dengan
Guru dapat melakukan hal tersebut secara
urutan sistematiknya. Oleh karena itu, guru
sederhana denganh melontarkan pertanyaan
hendaknya memberikan kebebasan yang
progresif (dari mudah ke yang sulit). Hal ini
kreatif kepada siswa untuk memilih dan
mungkin
dapat
dengan
menerapkan strategi dan langkah apa yang
mendalami
dan
pertanyaan-
akan dilakukan untuk mengatasi masalah
pertanyaannya seperti apa, di mana, kapan,
yang dihadapi. Pemberian kebebasan kepada
siapa, bagaimana dan mengapa. Pertanyaan-
siswa untuk
pertanyaan ini mengumpan dan memicu
strategi pemecahan masalah merupakan
rasa ingin tahu siswa dan merangsang untuk
wujud
bisa berpikir lebih kreatif dan mendalam
Dengan ruang kebebasan yang luas siswa
tentang masalah yang ingin dipecahkan.
akan lebih kreatif berpikir dan berani
difasilitasi menjawab
Salah satu kegiatan pembelajaran
lain
mengemukakan
materi,
memilih
tahapan-tahapan
dan menetapkan
pengembangan
pendapatnya
kreativitas.
sekalipun
yang bisa membina dan mengembangkan
berbeda dengan pendapat siswa lain. Dengan
kreativitas siswa adalah dengan membawa
demikian siswa akan terbiasa mencetuskan
siswa
idenya dalam memecahkan masalah secara
pada
masalah
memecahkannya.
Jika
dan
berusaha
pembelajaran
ini
sistematis dan kreatif.
dibiasakan, maka mereka akan berupaya menyelesaikan
permasalahan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Kreativitas
yang
dan
kebebasan
tidak
mungkin terlepas dari konteks sosial (Bdk. 98
ISSN 2502-8723
Freire, 1984:23). Dalam hal ini, kebebasan
berlebihan. Perlindungan yang berlebihan
yang diberikan bukan kebebasan yang
cenderung
mutlak.
siswa yang berlebihan pada semua orang. Di
Bagaimanapun
siswa
sebagai
menimbulkan,
makhluk sosial harus dapat menyesuaikan
samping
diri dengan lingkungannya dan dengan
kurangnya
rasa
aturan
demikian,
anak
yang
berlaku.
Siswa
mendapat
itu,
hal
itu
ketergantungan
juga
percaya relatif
berakibat
diri. sulit
Dengan mencapai.
kebebasan namun tidak merugikan orang
kemandirian. Upaya yang dapat dilakukan
lain. Untuk itu diusahakan kemungkinan
guru untuk mencapai kemandirian siswanya
cara-cara
antara lain memberikan tugas dan tanggung
lain
pemikiran
dan
untuk
mengungkapkan tidak
jawab yang sesuai dengan kemampuanya.
bertentangan dengan kehidupan masyarakat.
Jika tugas dan tanggungjawab tersebut dapat
Pengungkapan tersebut dapat dinyatakan
diselesaikan siswa secara baik dan mendapat
secara simbolis melalui melalui gambar atau
penghargaan yang wajar dari guru, rasa
tulisan atau media yang lain. Dalam proses
percaya diri siswa akan muncul. Upaya lain,
pembelajaran
pengembangan
guru memberikan kebebasan berinisiasi dan
kreativitas, guru berfungsi sebagai fasilitator
berbuat kepada siswa menurut kemauan si
dan memberikan arahan kepada siswa.
siswa dengan sedikit pengendalian. Hal ini
Penstrukturan kegiatan lebih longgar, namun
cenderung dapat mendorong siswa menjadi
tagihan yang harus dipenuhi telah ditetapkan
gesit, mandiri, dan kreatif.
sebelumnya
perasaan
untuk
secara
yang
eksplisit.
Proses
Selanjutnya,
pembelajaran
yang
pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan
bermakna dan bernuansa demokratik sangat
yang ditetapkan, mekanisme pemantauan
menunjang tercapainya kreativitas siswa
serta balikan yang relatif serta sistematis
(Bdk. Freire, 2004:84). Guru yang mengajar
sangat diperlukan. Sifat kemandirian yang
dengan suasana yang demokratis lebih
dialami siswa dalam pembelajaran lebih
banyak
banyak dilakukan di luar kontrol guru.
siswa
Pembiasaan (habituasi) siswa belajar secara
mandiri
daripada
kepentingan
kepentingannya.
Guru
cenderung memberikan kesempatan kepada
proses
siswa untuk berperan serta dalam mengambil
membentuk siswa menjadi dirinya sendiri
keputusan, menghargai pendapatnya, dan
dan itu berlangsung sepanjang hidup. Untuk
tidak cepat menyalahkan atau mencelanya.
mewujudkan kemandirian siswa, setahap
Guru tidak terlalu mengarahkan tingkah laku
demi
memberi
siswa dan tidak selalu menuntut siswa untuk
tanggungjawab kepada siswa dan sewaktu-
menerima pendapatnya. Kondisi seperti itu
waktu guru menarik diri apabila tanda-tanda
memungkinkan siswa belajar secara disiplin
kemandirian
diri sendiri, terbuka (inklusif), pluralis, dan
setahap
itu
merupakan
mempertimbangkan
guru
sudah
harus
mulai
tumbuh.
Pembiasaan anak mandiri merupakan salah
toleran.
satu usaha untuk inerealisasikan proses
Nilai dan Kreativitas dalam Konfigurasi
membentuk siswa menjadi dirinya sendiri.
Pengembangan Karakter
Kemandirian siswa akan terwujud apabila
Kreativitas adalah gambaran tentang
guru sejak awal tidak melindungi secara
kemampuan seseorang dalam berpikir dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
99
ISSN 2502-8723
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
atau hasil baru dari sesuatu yang telah
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
dimiliki.
keberhasilan
Olah rasa / karsa mencakup: ramah, saling
tersebut
menghargai, toleran, peduli, suka menolong,
Untuk
pendidikan
nilai,
mengukur kreativitas
digunakan sebagai indikator keberhasilan di
gotong
tingkat
kelas.
mengutamakan kepentingan umum, bangga
Indikator keberhasilan di tingkat sekolah
menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
adalah
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja
sekolah dan
menciptakan
di
tingkat
situasi
yang
royong,
nasionalis,
menumbuhkan daya berpikir dan bertindak
(Balitbang
kreatif. Adapun indikator keberhasilan di
2010:27, 2011: 9-10).
tingkat kelas ada dua, yaitu: 1) menciptakan
Kurikulum
Selanjutnya
Kemendikbud
ruang
pendidikan
kosmopolit,
lingkup karakter
dan
situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya
konfigurasi
dapat
pikir dan bertindak kreatif, 2) Pemberian
digambarkan dalam bagan di bawah ini.
tugas yang menantang munculnya karyakarya baru, baik yang autentik maupun modifikasi. Nilai kreatif merupakan salah satu dari delapan belas (18) nilai pendidikan karakter yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter dan budaya di Indonesia (Balitbang Kurikulum Kemendikbud 2010: Berdasarkan Bagan 3 tersebut di atas,
27). Proses
pendidikan
pengkategorian
karakter
nilai
didasarkan
didasarkan pada totalitas psikologis yang
pertimbangan
mencakup seluruh potensi individu manusia
perilaku
(kognitif, afektif, psikomotorik, konatif) dan
merupakan
fungsi totalitas sosiokultural pada konteks
psikologis yang mencakup seluruh potensi
interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan
individu
dan masyarakat. Totalitas psikologis dan
psikomotorik, konatif) dan fungsi totalitas
sosiokultural dapat dikelompokkan empat
sosial-kultural
dimensi yaitu: (1) olah hati ; (2) olah pikir;
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
(3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa
masyarakat) dan berlangsung sepanjang
dan karsa. Olah pikir mencakup: cerdas,
hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir
totalitas proses psikologis dan sosialkultural
terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan
dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ;
reflektif; Olah hati mencakup: beriman dan
(2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan
bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung
(4) olah rasa dan karsa. Proses itu secara
jawab, berempati, berani mengambil resiko,
holistik
pantang menyerah, rela berkorban, dan
keterkaitan dan saling melengkapi, serta
berjiwa patriotik; Olah raga mencakup:
masing-masingnya
bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh,
merupakan gugus nilai luhur yang di
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
100
bahwa
pada
seseorang
pada
hakekatnya
yang
berkarakter
perwujudan
manusia
dan
fungsi
(kognitif,
dalam
afektif,
konteks
koheren
interaksi
memiliki
secara
totalitas
saling
konseptual
ISSN 2502-8723
dalamnya
terkandung
sejumlah
Diane E, et.al., 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan), Jakarta: Prenada Media. Freire, Paulo, 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (diindonesiakan oleh Sindhunata), Gramedia: Jakarta. ____________, 2004. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan (diindonesiakan oleh Agung Prihantono & Fuad Fudiyarto), Yogyakarta: Pustaka Jaya. Koesoema, A. Doni, 2010. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, Jakarta: Grasindo. Semiawan,Conny R. 2010. Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa dan Bagaimana, Indeks, Jakarta. Mulyasa, T. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya: Bandung. Tapung, Marianus, 2013. Dialektika Filsafat dan Pendidikan: Penguatan Filosofis atas Konsep dan Praksis Pendidikan,Jakarta: Pharresia Institue. Munandar, Utami, 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Penerbit Rineka Cipta. Suratno. 2005. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
nilai
sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8- 9; Sumber Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011).
PENUTUP Kreativitas menjadi ranah yang mesti dikembangkan dalam diri setiap individu. Dengan kreativitas, nilai-nilai potensial yang ada
dalam
dikembangkan
diri
seseorang
dapat
dan
dimanfaatkan
bagi
kepentingan dalam menjalani hidupnya. Berbagai perkembangan, perubahan dan tantangan dapat dihadapai dan diselesaikan justru ketika seseorang memiliki daya kreatif dalam dirinya. Dalam hal ini, aktivitas pendidikan menjadi kegiatan yang memiliki peluang untuk
besar untuk menciptakan ruang mengeksplorasi
individu
pebelajar,
kreativitas misalnya
setiap dengan
menerapkan dan mengembangkan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat menstimulasi daya kreatif siswa secara efektif dan bermakna, seperti pembelajaran pemecahan masalah, pembelajaran yang memicu rasa ingin
tahu
yang tinggi,
pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa, pembelajaran yang membuat siswa mandiri, dan serta pembelajaran yang menciptakan suasana demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Latihan dan Pengembangan Kemendikbud 2010 & 2011 Bagir, Haidar, Perspektif Kurikulum 2013, Jakarta. (Bahan Sosialisasi) Bagus, Lorens, 2005. Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
101
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 “CHEMISTRY” ENGLISH PROGRAM AT RAMAPATI RADIO STATION FOR THE STUDENT’S SPEAKING SKILL IMPROVEMENT Ninik Suryatiningsih STKIP PGRI Pasuruan ABSTRACT Speaking is an important skill in learning a language. By speaking, students can express their ideas through words and sentences. To increase the speaking skill, the students need to practice to speak English. There are many activities that can be done to practice speaking. One of it, is by join and listen to ―CHEMISTRY‖ Radio English Program in Ramapati Pasuruan 93 FM. In this research, the researcher used descriptive study as the research design and used documentation and questionnaire as the research instrument. The researcher chose English department students on the second semester of STKIP PGRI Pasuruan. The researcher was interested in finding out the students‘ interest in ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. The researcher described the student‘s frequency of participation in this program, the reasons in listening and joins this program, the benefits they get when they join this program and the problems that the students face when they participate in this program. Finally, the students of English Department of STKIP PGRI Pasuruan, especially 2014 generation got so many advantages by listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio English Program. By joining this program, they got more score from their lecturer and increased their ability in speaking English. Key Words : ―CHEMISTRY‖, Speaking, Radio English Program, Ramapati
express their ideas freely in speaking. There
INTRODUCTION English language is
are several reasons why they have less
learned by the students to increase higher
motivation to speak. First, they are shy to
level in learning English. In Indonesia,
speak, it happens because they are not used
English is considered as a foreign language
to speak English in their daily life. Second,
(EFL). It has been introduced to educational
they are afraid of making mistakes and
institutions which is learnt from Junior High
worried if other laughs when they make a
School up to university level as a subject to
mistake. Some people stop speaking English
learn. To communicate well, student must
when they thought that it is showing off to
speak English fluently. That‘s why English
speak in good English (Pierson, 1996). Next,
Education
STKIP-PGRI
they are lack of vocabularies and they do not
Pasuruan has speaking as a subject of
know how to construct words become
materials. There are speaking I, speaking II,
meaningful phrases and sentences to show
speaking III, and speaking IV. Scoot (1992,
their ideas. www.talkenglish.com :2011: If
as quoted by Diah 2008:2) states that:
you know 1000 words, you might not be
Speaking is the most important part in
able to say one correct sentence. If you know
language. Through speaking, students are
100 phrases, you will be surprised at how
able to express their emotions, feelings and
many correct sentences you will be able to
communicate with others. Though it is
say. Finally, when you know only a 1000
important, students are still having problems
phrases, you will be almost a fluent English
in
speaker.
In education,
Department
speaking
English
of
due
to
limited
vocabularies. Most of the students cannot FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
102
ISSN 2502-8723
To increase the speaking ability,
why ―CHEMISTRY‖ can be a place for
the students need to practice to speak
them to practice their speaking and probably
English. There are many activities that
can increase their speaking ability.
can be done to practice speaking. For example
students
can
The researcher was interested in finding
have
out
the
students‘
interest
in
conversation with their classmate.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
―Practicing with a non native person
The researcher wants to know the existence
will give you practice. You can also
and
motivate each other and point out basic
Department second semester students of
mistake‖
(www.talkenglish.com
STKIP-PGRI Pasuruan in ―CHEMISTRY‖
:2011). Try to speak English with
Radio English Program. These includes the
someone whose English is better, and
students frequency of participation in this
try to speak as often as possible.
program, the reasons in listening and join
―Practice speaking out loud until your
this program, the benefits they get when they
mouth and brain can do it without any
join this program and the problems that the
effort, by doing so, you will be able to
students face when they participate in this
speak
program.
English
fluently‖
(www.talkenglish.com :2011).
the
The
involvement
of
researcher
the
choose
English
English
―CHEMISTRY‖ is Radio English
department students of STKIP to develop
Program in Ramapati 93 FM Pasuruan. It is
this study because as the students of English
one of English program that may help the
Department, they have to be able to speak
students to practice speaking. This program
English well and they need a specific place
is held every Sunday from 4 p.m up to 6
to practice their English. There are 580
p.m. This program is presented by the
students of English Department of STKIP-
English Department students of STKIP-
PGRI Pasuruan.
PGRI Pasuruan and Ramapati 93 Fm Pasuruan.
Through
the
researcher would like to formulate the
students of English department can practice
problem of the study as follows: (1) How
their
often
speaking
by
this
program,
Based on the background above, the
sharing
their
idea
do
the
students
participate
at
according to the topic that is discussed by
―CHEMISTRY‖ Radio English Program?
calling to the radio or just send their regard
(2) What is the student‘s intention in
to their friends by sending messages.
listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio
This program is held to encourage
English Program? (3) What are the benefits
the students of English Department of
of joining ―CHEMISTRY‖ Radio English
STKIP-PGRI Pasuruan, especially for the
Program?
student of English Department of STKIP-
students face in joining ―CHEMISTRY‖
PGRI Pasuruan to practice their speaking.
Radio English Program?
(4) What problems that the
The student of English Department of STKIP-PGRI Pasuruan need
to practice
their speaking outside the classroom. That‘s FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
103
ISSN 2502-8723
REVIEW OF RELATED LITERATURE
relationship in the form of activities which
The Theory of Speaking
are various in nature, interactive and
Speaking
is a tool to assist the
interesting.
identification and labeling of components of
Speaking is used to show our feeling,
linguistic interaction that was driven by his
to share information and to communicate
view that, in order to speak a language
with people around the world. When we are
correctly, one needs not only to learn its
learning
vocabulary and grammar, but also the
vocabularies then try to say it in correct
context in which words are used (Wikipedia:
grammatical words. Anna (2010) states that
2010). In learning a language, speaking is
Speaking is many things-it is thinking of
the most important part after listening. In
what one wishes to say, choosing the right
speaking, we not only learn to choose the
words from our vocabulary, putting the
right
correct
words in the proper grammatical framework,
grammar, but we also learn the context and
communicating the feelings we have, and so
words that we used.
on.
vocabulary and
use the
Although speaking is important in
speaking,
we
Based on the
choose
some
reasons above the
learning a language, Indonesian students still
researcher finds the conclusion that speaking
get difficulty in communicating in English.
is an important part of language learning. It
However, if the students can speak English
is used to communicate with others, to show
fluently and use the correct form of
our ideas through vocabularies that put in the
grammar, she/he will be very proud of
grammatical sentences. Through speaking
herself/himself and will be popular as an
we build our relationship with people around
intelligent students. Rini (2004:1) said that
the world.
for the students, speaking skill can boost
The Component of Speaking
their reputation as intelligent and attractive
In
students.
speaking
there
are
some
components that we should learn and master.
When we want to learn to speak
There
are
pronunciation,
English we must have many opportunities to
vocabulary, and fluency.
speak. We need to practice, practice and
Pronunciation
grammar,
practice (David:2004). It is true that practice
Pronunciation refers to the way a word
makes perfect. By practice to speak English
or a language is spoken, or the manner in
as much as possible, we will not be afraid of
which someone utters a word. If one is said
making mistakes when speaking. Besides, it
to have "correct pronunciation", then it refers
can reduce our nervous in speaking English
to
and increase our confidence to speak in
(Wikipedia: 2010).
public.
both
within
Charles
a
particular
(2011)
states
dialect
that
Depdiknas 2004 states that speaking
―Pronunciation is one of the most important
is the ability to speak effectively in different
aspects one has to master when learning
context to give information, to express ideas
English‖. In learning speaking pronunciation
and feeling as well as to build social
is a component that must be mastered.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
104
ISSN 2502-8723
Misspells words can be fatal and make
grammar and maybe just learn it half
people misunderstand about what we want to
heartily. But in the contrary, when students
tell. Sometimes students neglect the correct
start to think that grammar is easy to learn,
pronunciation, they just spells the words as
they will learn it happily and realize how
they think it is. It is very crucial, especially
important the grammar is.
when they try to speak with native speaker,
In order to be able to speak English,
the native speaker may misunderstand when
the students must start to learn grammar
we misspell the words. That‘s why, students
because it is the system of a language. The
must learn to mind their pronunciation in
englishclub.com (2011) states that ―When
speaking.
you understand the grammar (or system) of a
To pronounce well, some speech
language, you can understand many things
organs are needed. Pronunciation is a
yourself, without having to ask a teacher or
complex synchronization of many muscles,
look in a book‖.
primarily of those in the process of
Vocabulary
and
According to Rob (2002) ―A larger
diaphragm), muscles of jaw, face, larynx,
vocabularies allows learners to get to the
and of course – tongue (Mlinar: 2008). The
point where they understand most of a text‖.
sound is produced when all speech organs
Kurniasih (2006) as quoted in Pusparini
are in correct position and when air from
(2008:9) support this statement by stating
lungs makes vocal cords produce the sound
that
which then resonates.
understand a language without mastering the
Grammar
vocabulary well‖. By those statements the
expiration
and
inspiration
(lungs
―it
is
impossible
to
speak
and
In linguistic, grammar is the set of
students must realize the importance of
structural rules that govern the composition
vocabularies. It is impossible for them to
of sentences, phrases, and words in any
mastered
given natural language (Wikipedia: 2011).
vocabularies.
This statement is supported by McGuigan
memorize
(2011) who states that ―grammar is a field of
vocabularies to support their speaking
linguistics that involves syntax, phonetics,
ability.
morphology and semantics‖.
Fluency
a
language So,
and
try
the to
with
minimum
students
must
increase
their
Some students are afraid to speak
Fluency is the ability to produce
English when they start to think about
speech in the language and be understood by
grammar. They are afraid to speak because
its
they
grammar.
students may just keep silent and keep their
(www.hellowords.com : 2010) mention that
ideas when they are being asked. Their
―English grammar is easy to learn. Do not
reason to remain silent is maybe because
start learning grammar thinking the grammar
they are ashamed of not being fluent in
is difficult‖. When students think that
speaking English.
confused
with
the
speakers
(Wikipedia:2011).
Some
grammar is frightening and it is difficult to
According to Grace (2011) ―Fluency
learn, they will not seriously learn about
in English can be very important if you work
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
105
ISSN 2502-8723
in a predominately English-speaking area‖.
words. Sometimes they think that it is a
For example, if you want to be a police
show off to speak English in public places,
officer and you are moving to the United
that‘s why they prefer to use their native
States from a foreign country and you don‘t
language than practice their English.
speak English, you will need to become
Mitchell (2009)mention that Self-
fluent in English. Your fluency will allow
confidence refers to having a positive and
you to perform most effectively to help
realistic perception of ourselves and our
people in times of stress or trouble. You may
abilities. We have some abilities and skills
need
detailed
which are helpful. Thinking positively and
instructions to save a life and you will only
not allowing self-doubt to swamp ourselves
be able to do that if you commit to learning
with negative thoughts and feelings. So, try
English and becoming fluent.
to speak English as much as possible and
to
give
someone
very
You don‘t have to go anywhere to
don‘t be afraid of making mistake. By doing
become a fluent English speaker. You only
this, it might be make the students have
need to surround yourself with English
more confidence and get used to speak
(www.talkenglish.com
English in front of others.
:2011).
To become
fluent in English is not so difficult. We just
Nervous
need to be used to surround ourselves with
―It's very common for any foreign
English. For example by watching and
English speaker to get a bit nervous when
listening to the English News, listen to
speaking‖, Robby (2011). Students get
western songs, watch western movies, etc.
nervous when they are asked to speak in
When we used to be surrounded by English,
English. They are not used to use English to
it will not be difficult to be fluent in English.
speak. It is common that they feel nervous,
The Problems of Speaking
but it is not good if they do not try to
The problem that the students face during
learning
speaking
is
overcome it.
various.
Be calm and believe in your ability
Mastering the components of speaking does
when you try to speak English. Be
not mean that the students have no more
confidence when you speak English. By
problems in speaking English. Student‘s
doing so, it might reduce the nervous
lacks of confidence, nervous, lacks of
feeling.
opportunity to speak are also become some
Afraid of Making Mistakes
problems for them. However there are some
One thing that should be remembered
ways to overcome those psychological
is everybody makes mistakes when they are
problems. Here are some ways to overcome
learning a language. Pierson (1996) states,
those problems:
―People are listening to try to understand
Lack of Confidence
your meaning, not to check your grammar‖.
Students usually stop speaking in
The students have to start thinking that
English because they are lack of confidence.
―Making Mistake is Normal‖. By doing a
They are afraid of making mistake and being
mistake, it does not mean that we make a
laughed by their friend if they misspell
permanent mistake that can‘t be fixed.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
106
ISSN 2502-8723
Robby
(2011)
mention
that
―if
you
Since
April
2009,
the
English
constantly fear of making mistakes when
Department of STKIP-PGRI Pasuruan has a
speaking English with people, you will avoid
cooperation program with Ramapati 93 FM
real communication and therefore you will
Pasuruan in held an English Program called
find
your
―CHEMISTRY‖. ―CHEMISTRY‖ is CHat
communication skills‖. So, stop seeing
English Mania exIST eveRy SundaY. This
mistake as something that can‘t be changed.
program is held every Sunday from 4 p.m up
Practice to speak English more often can
to 5.30 p.m. This program is presented by
minimize the students‘ mistake in speaking
the English Department students of STKIP-
English.
PGRI Pasuruan and Ramapati 93 fm
it
very
hard
to
improve
Pasuruan. In this program, the students can share
Lack of Vocabularies
their
ideas,
opinion
and
their
Lack of vocabularies can make the
suggestion according to the topic that the
student afraid to show their ideas through
broadcaster‘s choose. The students also can
Speaking. They are lazy to look up in the
send their regards, say hello to their friends
dictionaries when they do not know the
and request their favorite western song to be
meaning of words. Their lack of vocabulary
played. This program can be a good place
makes them afraid to speak, they are afraid
for the students of English department to
of making mistakes. The more vocabulary
practice their speaking. ―CHEMISTRY‖
words students know, the better they are able
Radio
English
to comprehend. ―A large vocabulary opens
Program has joined with Kang Guru
students up to a wider range of reading
Indonesia, a program of Australia Indonesia
materials. A rich vocabulary also improves
Partnership
students' ability to communicate through
scholarship. The Kang Guru Indonesia
speaking‖, Vallery (2005).
program has 20 minutes duration and it is
“CHEMISTRY” Radio English Program
broadcasted before the main program of
deals
with
the
students‘
Radio English Program is a program
―CHEMISTRY‖. The Kang Guru Indonesia
which is broadcasted on radio and all the
program is broadcasted based on the cassette
conversation are spoken in English. In
and it has the script too.
Pasuruan there are still few radio stations
―CHEMISTRY‖
Radio
English
program.
Program has a half and an hour duration
STKIP-PGRI
which consist of 20 minutes Kang Guru
Pasuruan had ever made cooperation with
Indonesia and 70 minutes of the main
Suara Pasuruan 107FM in making a Radio
program.
English Program called ―The New Rest and
―CHEMISTRY‖ Radio English Program is
Relax‖. This program is presented by the
to discuss a certain different topic for every
English Department students of STKIP-
week. The listeners may join the program by
PGRI Pasuruan. This cooperation program
calling or sending a text message to the
started in 2001 and end in April 2009.
radio.
which English
broadcast
an
Department
English of
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
107
The
main
program
of
ISSN 2502-8723
The
topic
discussion
of
Here
are
some
definitions
of
―CHEMISTRY‖ Radio English Program can
descriptive research that can support the
be various. It can be about daily activities or
researcher‘ decision in taking a descriptive
hot events. The topic can be about hobby,
research in this study, which are:
movies, favorites music, tourism objects,
1. Descriptive research, also known as
sport, natural disaster, love, friendship even
statistical research, describes data
holidays. If there is a special days or events,
and
the topic discuss is about the events, for
population or phenomenon being
example in Kartini‘s Day, Independence
studied.
Day, New Years or Lebaran Day.
answers the questions who, what,
characteristics
about
Descriptive
the
research
where, when and how.(Wikipedia, 2011)
Previous Study There is one study that is related to
2. Descriptive research undertaken to
the study on Radio English Program.
describe a problem or issue and so
Pusparini (2008) write a thesis with the title
provide background or context for
―A Study on ‗The New Rest and Relax‘
persons unfamiliar with a situation
Radio English Program‖. In her research she
(Pusparini,2008).
concluded that ―The New Rest and Relax‖
3. Descriptive studies are design to
Radio English Program is a useful place for
obtain information concerning the
students to practice their speaking. At the
current status of phenomena and are
time, ―The News Rest and Relax‖ is the only
directed toward determining the
English radio program in Pasuruan. It is
nature of situation as it, exist at the
presented
time of the study (Shaffah, 2006).
by
the
English
Department
students of STKIP-PGRI Pasuruan and
From the definitions above we can
Suara Pasuruan 103 fm. The program was
conclude that descriptive research is aimed
held every Sunday from 8am up to 9am.
to answer the questions of who, what, where,
This program is aimed to encourage the
when and how. It also use to describes data
students to practice their speaking and also
or phenomenon that exist at the time of
to provide them with a specific space to
study.
practice English. ―The New Rest and Relax‖ Radio English Program has two hours
Subject of Study
duration which consist of 20 minutes Kang
The subjects of this study were the
Guru Indonesia and 100 minutes of the main
second
semester
students
of
English
program. The hosts of this program are from
Department in STKIP-PGRI Pasuruan which
English Department students of STKIP-
consisted of 178 students. In this research,
PGRI Pasuruan.
the researcher took all students of English Department second semester students of STKIP-PGRI Pasuruan as a subject of study.
RESEARCH METHODS
There were five classes in this
Research Design
semester. There were 36 students in class A, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
108
ISSN 2502-8723
33 students of class B, 38students of class C,
A
questionnaire
is
a
research
35students of class D and 36 students of
instrument consisting of a series of questions
class E. The reasons why the researcher
and other prompts for the purpose of
chose second semester as a sample was
gathering information from respondents.
because they are still fresh and they need to
Questionnaire also have advantages over
practice speaking more often.
some other types of surveys in that they are cheap, do not require as much effort from the questioner as verbal or telephone
Research Instrument The researcher used three kinds of
surveys,
and
often
have
standardized
instrument in doing the research. The
answers that make it simple to compile data
researcher
(Wikipedia, 2011). In this study, the
used
documentation,
tape
recorder and questionnaire.
researcher gives fifteen questions in the form of
closed
questionnaire.
The
students
directly chose the suitable answer according
Documentation Documentation is general term for a
to their experience. The questions deals with
multiplicity of document in a chosen mix of
the students‘ frequency of participation
media and with certain collection. The
toward
purpose of documentation is used to support
Program, the students‘ reason in joining and
a tool of a process (Wikipedia, 2011). In this
listening this program, the benefit that they
research, the researcher took the name list of
get in joining this program, and the problem
the callers and the messages‘ writer who join
that they may face in joining this program.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
Data Analysis
―CHEMISTRY‖
Radio
English
from the weekly agenda of ―CHEMISTRY‖.
The researcher documented the name
This is done to know the frequency of the
of the caller and the name of the messengers
students who join ―CHEMISTRY‖ every
from the weekly broadcasting agenda. The
week.
researcher also documented the messages from the listeners. The researcher would put it on the table of name list of caller and name
Tape Recorder Besides
the
list of messenger as the proof that the
researcher also used tape recorder to record
students really join ―CHEMISTRY‖ Radio
the
English Program.
callers‘
documentation, voices
who
called
to
―CHEMISTRY‖ Radio English Program at
After recorded the voices of the
Ramapati 93 FM Pasuruan. The researcher
callers, the writer typed the conversation
also recorded the messages from the
became the tape scripts. The researcher also
listeners‘ of ―CHEMISTRY‖. This is to
arranged the messages that written by the
know the frequency of the students who join
listeners.
this program and also to know which one the
questionnaire, the researcher analyzes the
students‘ prefer, to join online or join
data into the following step:
through SMS line.
The researcher measured and presented the
Questionnaire
result by using the following formula :
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
109
After getting the data from
ISSN 2502-8723
F Z= ________
they admitted to know nothing about this X 100%
program.
N Note:
Z= Present of the respondent
The second question was about how
F= Frequency of the students
they got to know to ―CHEMISTRY‖ Radio
N= Total number of the respondents
English Program in Ramapati 93 FM. This FINDING AND DISCUSSION
question affects the students in participating
Finding
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 52
The finding was analyzed based on
students (43%) said that they knew this
the documentation and questionnaire. The
program from their friends. There were 42
documentation was taken from the name list
students (35%) answered that they knew this
and the contents of the callers and the
program from their lecturer, 16 students
messages‘ writer who join ―CHEMISTRY‖
(13%) said that they knew from the radio
Radio English Program. The questionnaire
station. While the rest, 11 students (9%) did
was filled by the second year students of
not answer this question because they never
English
knew this program.
Department
of
STKIP
PGRI
Pasuruan. There were 178 students but only
The third question dealing with the
121 students who fill in the questionnaire.
students‘
This was happened because the students
―CHEMISTRY‖ Radio English Program in a
were absent in the lecture. Most of them
month. There were three option of answer in
were absent because of the bad weather and
this question. The first was 1-2 times in a
the others were absent because they were
month, 54 students (45%) chose this answer.
sick.
28 students (23%) chose the second answer
The
Frequency
of
The
frequency
in
listening
Students’
that was 3-4 times in a month. 39 students
Participation in “CHEMISTRY” Radio
(32%) chose the third option which admit
English Program
that they never listen this program.
To know the frequency of the
For the next question, that was the
students who participate in ―CHEMISTRY‖
fourth questions, the question was about the
Radio English Program, the researcher took
way in joining ―CHEMISTRY‖ Radio
the finding from the documentation and also
English Program. There are two ways of
from the questionnaire.
joining this program that was by calling to
The first question was asked whether
the radio and by sending message to this
the students know ―CHEMISTRY‖ Radio
program. I6 students (13%) chose the first
English Program in Ramapati 93 FM or not.
choice that was by calling to the radio. 94
This question aimed to knew how many
students (78%) chose the second option that
students of English Department of STKIP
was by sending message. The others 11
PGRI Pasuruan know about ―CHEMISTRY‖
students (9%) did not answer this question
Radio English Program. There were 110
because they never knew and never joined
students (91%) who answered ―yes‖ which
this program.
meant that they knew this program and 11
The fifth question was given to know
students (9%) said ―no‖ which meant that
why the students preferred to join this
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
110
ISSN 2502-8723
program by calling to the radio than sending
the English song. Another 15 students (13%)
message. Here, on the fifth question there
stated that they wanted to practice listening
were three options. The first option was
by listening to ―CHEMISTRY‖. There were
directly can chat with the broadcasters.
also
There were 4 students (3%) who chose this
―CHEMISTRY‖ because they wanted to
option. 9 students (8%) answered that they
send greeting. Another 14 students (12%)
preferred join by calling to the radio because
stated that they wanted to get more score in
they could directly practice speaking. 3
speaking and listening class. 2 students (1%)
students (2%) chose the third option that was
admitted that they joined ―CHEMISTRY‖
to increase their self confidence. For the
because they were the broadcaster. 2
students who preferred to join by sending
students
message, they who did not have to answer
interested in the topic that was discussed in
this question but directly answered number
―CHEMISTRY‖. The rest 11 students (9%)
6. There were 105 students (87%) did not
did
answer this question.
―CHEMISTRY‖.
The sixth question was given to
14
students
(1%)
not
have
stated
any
(12%)
that
reason
joined
they
were
in
join
The next question was aimed to
know why the students preferred to join this
know
the
students
favorite
topic
in
program by sending message than by calling
―CHEMISTRY‖. This question was given
to the radio. There were also three options
because the researcher wanted to know
answers to this question. 26 students (21%)
whether the topic was affecting the students
stated that they prefer join by sending
in participating in ―CHEMISTRY‖ Radio
message because they did not have self
English Program or not. 51 students (42%)
confidence in calling. 43 students (36%)
stated that their favorite topic was about
stated that they were afraid of making
love, while topic about friendship was being
mistake if call directly. 25 students (21%)
liked by 20 students (17%). 17 students
stated that they preferred join by sending
(14%) liked to discuss about teenagers‘
message because it was difficult to join
problem and 10 students (8%) liked to
online. 27 students (22%) did not answer this
discuss about related events such as Lebaran
question.
Day, Valentine Day, etc. 10 students (8%) preferred to discuss about tourism object
The Student’s Intention in Listening and
while 2 students (2%) preferred to discuss
Joining “CHEMISTRY” Radio English
about college. The rest 11 students (9%) did
Program
not answer this question
The question number seven was
The ninth question was about the
given to know the students intention in
reason why the students did not join
listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. 57
English Program. There were 36 students
students (47%) admitted that they could not
(30%)
to
listen and joined ―CHEMISTRY‖ because
practice speaking. 27 students (22%) stated
they had another activity on Sunday while
that they joined ―CHEMISTRY‖ to listen to
26 students (21%) stated that they forgot the
that
joined
―CHEMISTRY‖
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
111
ISSN 2502-8723
day and time of broadcaster. Other reasons
other people could listen to me-6 students
were divided into: could not reach the radio
(5%), 4 students (3%) who said that
wave-15 students (12%), lazy-10 students
―CHEMISTRY‖ was a good program but did
(8%), did not know the telephone number-4
not give reason.
students (3%), did not have radio-3 students
On the next question, 110 students
(3%), the topic was not interesting-3students
(91%) stated that ―CHEMISTRY‖ Radio
(3%) and 3 students (3%) said that they had
English Program could be a good place for
no reason in not joining ―CHEMISTRY‖.
them to practice speaking. The 110 students
The Benefits that The Students Get in
had different reasons, they were: the
Joining “CHEMISTRY” Radio English
communication was in English-58 students
Program
(48%),
The finding of the benefit that the
could
students
practice
(17%),
could
pronunciation-20 develop
self
students get in joining ―CHEMISTRY‖
confidence-16 students (13%), could add
Radio English Program was taken from the
vocabulary-6students (5%) and 10 students
questionnaire number 10 up to number 13.
(8%) who agreed that ‖CHEMISTRY‖
Question number 10 was asking
Radio English Program could be a good
about the benefit that the students get in join
place for them to practice speaking but did
this program. 68 students (56%) said that the
not state the reason. On the other hand, there
benefit was that they could practice speaking
were 11 students said that ―CHEMISTRY‖
and listening through ―CHEMISTRY‖. More
Radio English Program could not be a good
confident in speaking English was the
place for them to practice speaking. They
benefit that being gotten by 28 students
also had different reasons, which were: there
(23%). Other reasons were divided into: add
was no native speaker-5 students (4%), some
knowledge-10
add
broadcaster were unnatural in speaking-3
vocabulary 2 students (2%), and get more
students (2%), the caller already wrote their
score from listening and speaking class-2
opinion-1 student (1%) and 3 students who
students (2%). The rest 11 students admitted
said that ‖CHEMISTRY‖ Radio English
that they got no benefit from this program.
Program could not be a good place for them
students
(8%),
Talking about the benefit that the
to practice speaking but did not state the
students got, the researcher also needed to
reason.
know what the students‘ opinions about
The Problems that The Students Face in
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
Joining “CHEMISTRY” Radio English
Here, in question number 11, the researcher
Program
got various answers. 106 students (88%)
Question number 14 deals with the
admitted that ―CHEMISTRY‖ was good
problem that the students faced in joining
program with various reasons, that was: to
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
practice and increase listening and speaking
There were many problems that the students
skill-58 students (48%), to develop self
faced in joining this program. 58 students
confidence-21 students (17%), to promote
(41%) stated that they had other activity on
STKIP-PGRI Pasuruan-17 students (14%),
Sunday, so they could not join this program,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
112
ISSN 2502-8723
33 students (23%) stated that they had
vocabularies are the problem of speaking.
difficulty in joining online, 14 students
These problems made the students stop
(10%) stated that they could not reach the
speaking. Here, the researcher suggests the
radio wave, 12 students (9%) said that they
students to be more active in participating
were lack of vocabulary, 11 students (8%)
online to practice their speaking.
said that the topic was not interesting, 11
From the finding that was stated in
students (9%) said that they got difficulty in
the subchapter before, it was known that
hearing the broadcaster‘s voice and 2
most of the students in second semester have
students (1%) admitted that they had no
already known about ―CHEMISTRY‖ Radio
difficulty in joining this program.
English Program. However, there were also
The last question would be about the
small amount of students who still did not
students‘ suggestion toward this program.
know
There were many suggestions that the
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
students gave to this program. 36 students
Some of the students knew ―CHEMISTRY‖
(23%) said that ―CHEMISTRY‖ Radio
Radio English Program from their friends or
English Program should add quiz and prizes,
classmates, some knew from the lecturer and
31 students (20%) said that ―CHEMISTRY‖
the other knew from the radio.
about
the
existence
of
Radio English Program should make an
There are two ways for the students
English club, 25 students (16%) said that
to join this program, the first is by calling to
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
the radio and directly chat with the
should add newest song, 19 students (12%)
broadcaster and the second is by sending
wanted
English
message to the radio. The message can be
Program to invite native speakers, 18
their opinion about the topic that is being
students (11%) suggested to keep up the
discussed or it can be their regards to friends
quality of the show, 15 students (9%) wanted
or just request song.
―CHEMISTRY‖
Radio
longer duration and 15 students (9%)
Based on the questionnaire, there
suggested ―CHEMISTRY‖ Radio English
were only few students who preferred to join
Program to add some grammar and idiom.
online by calling to the radio than join
Discussion
through SMS line. Moreover, the weekly
The
students
preferred
to
join
broadcasting agenda also stated that most of
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
the students participated through SMS line
through SMS line better than online by
than to directly call to the radio and practice
calling to the radio. This condition happened
their speaking.
may be because the students had no
Those who preferred to join online
confidence in speaking in public, also
wanted to directly chat with the broadcasters
because
and practice their speaking. Also they said
they
were
afraid
of
making
mistakes, nervous and lack of vocabularies.
that by calling, they wanted to increase their
As the researcher had stated in
self confidence in speaking.
chapter II, lack of confidence, afraid of
In the contrary, there were many
making mistakes, nervous and lack of
students who were still afraid to join online
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
113
ISSN 2502-8723
and chose to join in SMS line. According to
the researcher suggests the students to spare
the questionnaire, the students chose to join
a few of their time to listen and join
by sending message because they were
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
afraid to make mistake if they joined online.
Although they have other activities, at least
The students were ashamed and did not have
they can listen to this program while doing
self confidence to speak in public.
other activities if it is possible. If it is
As stated in chapter II, afraid of
impossible to listen to this program while
making mistake is one of the problems in
doing another activity, they still can join this
speaking English. Students are afraid to be
program through SMS line. They may ask
laughed when they are making mistakes.
their friends what is topic then they can send
Here the researcher suggests the students
their opinion through SMS line.
have to start thinking that making mistake is normal.
So,
stop
seeing
mistake
Forget the broadcaster time and day
as
also became a reason why the students
something unchangeable, practice speaking
seldom joined the ―CHEMISTRY‖ Radio
more and more so the students can minimize
English
the mistakes that they make.
researcher suggests the broadcasters to
Program.
To
solve
this,
the
This lack of confidence syndrome
remind their friends about the program, it
must be gotten rid of as soon as possible. As
can be through SMS or Facebook. Also for
stated in chapter II, lack of self-confidence is
the students who already know this program
characterized by: self- doubt, passivity,
they also can remind their friends to join and
sensitivity to criticism, and distrust. Students
share their ideas, practice speaking and
stop speaking English because they do not
listening through ―CHEMISTRY‖ Radio
trust himself, afraid to be laughed and afraid
English Program.
to be criticized if they misspell words.
Other factors that made the students
According to the questionnaire, most
not joining this program was from the
of the students listened this program only
technical problem which was the radio wave
once up to twice a week. However, there
could not reach a certain place farther which
were some students who faithfully joined
could be the place where some students live.
this program. Many reasons made them join
Here, the researcher suggest the radio station
this program. Most students stated that they
to enlarge the radio wave throughout
wanted to practice speaking, some students
Pasuruan municipality and regencies in order
said they wanted to listen to the English
the students who lives in regencies can
song, and a few students admitted that they
participate this program.
wanted to
practice listening, to
send
The vital equipment to join the
greeting, to get more score in speaking and
―CHEMISTRY‖ Radio English Program is
listening class, and because the topic was
radio. If the students do not have the radio,
interesting.
they can be lazy and have no clue about
The students also stated their reasons
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
why they rarely joined this program. They
The researcher suggests the students to have
said they had other activity on Sunday. Here,
radio. If they do not have the radio, they
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
114
ISSN 2502-8723
cannot join this program, because they will
vocabularies. By starting to participate
not know the time duration of this program,
―CHEMISTRY‖ Radio English Program, the
when is the time to receive caller, to play the
students could add their vocabularies. A few
commercial and to play the songs.
students admitted that by joining this
Another factor in not joining this
program they could get more score from the
program was because the students who
lecturer in the speaking and listening class.
thought that the topic was not interesting.
The researcher also needed to know
According to the questionnaire, most of the
the
students interested when the topic discussed
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
of
the
students
about
teenager‘s
Their opinions about this program influence
problem. Other students also liked the topic
their participation in this program and the
when it talked about tourism object and
benefits that they got by joining this
college. So, the suggestion is directly
program. Most of the students agreed that
dedicated to the broadcaster in order to
this program was good but there were also
choose interesting topic for each week. By
some students that disagreed and said that
doing so, the students may interested in join
this program was less good.
about
love,
and
opinion
friendship
online or join through SMS line.
They, who were agree that this
There are many benefits that the students
could
joining
Most of them said that this program was
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
good to practice speaking and listening skill
Most students said that they could practice
so they could increase their speaking ability.
their speaking and listening. They could
They also said that this program was good to
practice
develop
listening
get
by
by
program was good, stated different reasons.
listen
to
the
their
self
confidence
in
broadcasters‘ conversation and listen to the
communicating in English. As stated in
English songs. They could practice speaking
chapter II, self confidence referred to having
if they join online. If the students joined this
a positive perception of our ability. By
program regularly, slow but sure they will
joining this program the students could
get used to speak English and it could
practice their English regularly and it could
increase their ability in speaking. They also
add their self confidence.
said that they could be more confident in
Other students said that this program
speaking English because this program
was
good
to
promote
STKIP
PGRI
asked them to communicate in English.
Pasuruan. Other people who listen to
Other benefits that they got from
Ramapati 93 FM would know that the
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
students of STKIP PGRI Pasuruan were able
were
adding
to communicate in English, and who knew
vocabularies. As stated in chapter II, our
they interested to send their son, daughter,
vocabularies could show our ability in
niece, nephew or maybe themselves to study
speaking.
in STKIP PGRI Pasuruan.
adding
So,
knowledge
when
the
and
students
got
difficulty in expressing their ideas by words,
There was a few students said that
it could be caused by their lack of
―CHEMISTRY‖ Radio English Program was
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
115
ISSN 2502-8723
less good. They said so because they never
place to practice speaking outside the
knew and never heard this program. Lack of
classroom.
promotion could be one of the problems that
Many problem faced by the students
made the students have no clue about
in joining ―CHEMISTRY‖ Radio English
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
Program, this could make them hard to get
The researcher suggests the students to help
the benefit to this program. The biggest
the promotion by inviting or asking their
problem was they have other activity on
friends to participate to this program. Some
Sunday. As stated in sub chapter before, the
students admitted that they started know and
solution to this problem was by spare a few
join ―CHEMISTRY‖ Radio English Program
of
because the lecturer asked them to do so, it
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
means that the lecturer also took a
Although they had other activities, at least
significant part in promoting this program.
they could listen to this program while doing
The
students
admitted
their
time
to
listen
and
join
that
other activities if it was possible. If it was
―CHEMISTRY‖ Radio English Program was
impossible for them for them to listen every
a good place to practice speaking and they
week, they may join at least once up to twice
also admitted that this program could
a month.
increase their speaking ability. They said so
The next problem was difficult to
because the communication in this program
join online. This condition might be happen
was in English which made them could
because the students did not listen to the
practice their pronunciation, develop self
radio, so they did not know the duration
confidence and add their vocabulary. They
time, when is the time to receive callers, to
also said this program could increase their
commercial break, to read a message or to
ability in speaking because they could
play the songs.
practice speaking so they could be more
Lack
fluent in speaking English.
of
vocabulary
was
also
significant problem for the students in joining
As stated in chapter II, to be able to
―CHEMISTRY‖
Radio
English
speak English, the students had to master
Program. Sometimes students were afraid to
some
The
show their ideas through speaking. Their
components of speaking are pronunciation,
lack of vocabularies made them think twice
fluency and vocabularies. So, when the
before they share their ideas. The researcher
students admitted that they could practice
suggests the students to add their vocabulary
their
by starting to listen to this program and try
component
pronunciation,
of
speaking.
vocabularies
and
fluency through ―CHEMISTRY‖ Radio
to speak words as many as they can.
English Program, they might continue
However, there were few students
participating this program to increase their
who did not have problem in joining
speaking ability. For they who had not
―CHEMISTRY‖ Radio English Program. In
joined, they may started to join and make
conclusion, the researcher felt that those
―CHEMISTRY‖ Radio English Program as a
entire problems could be solved if the
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
116
ISSN 2502-8723
students were willingly to join this program
because this program used English to
and hardly trying to solve the problems.
communicate with the listeners. The students
Add newest song and invite native
also got more confidence because they could
speakers are also the suggestion from the
practice their English here. By joining this
students. The next suggestions are keeping
program, they got more score from their
up the quality of ―CHEMISTRY‖ Radio
lecturer and increased their ability in
English Program and make longer duration.
speaking
In conclusion, the students care about
―CHEMISTRY‖ Radio English Program
―CHEMISTRY‖ Radio English Program and
also
they proofed it by giving their useful
Pasuruan, other people who listened to this
suggestion and it is hoped that the program
program would know that the students of
can fulfill the students‘ suggestion in order
STKIP PGRI Pasuruan could communicate
to have a better radio program.
in English well. On the other hand, there
good
English.
to
promote
Besides
that,
STKIP
PGRI
were a few students who could not get any advantages because they still did not know
Conclusion There were various reasons related to
about
students‘
joining
Program and never heard this program.
―CHEMISTRY‖ Radio English Program.
Some of the students felt that this program
The students could practice speaking and
could not be a place to practice speaking
listen to the English song. The students also
because there was no native speaker and
could practice listening, send greeting and
some of the broadcasters were unnatural in
even got more score for speaking and
speaking English.
the
intention
in
―CHEMISTRY‖
Radio
English
listening class. The choosing of the topic also influenced the student‘s intention in joining
―CHEMISTRY‖
Radio
Suggestions
English
For
the ―CHEMISTRY‖ Radio
Program. Love, friendship, teenage problem
English Program: they have to increase the
were some of the students‘ favorite topics.
broadcaster quality, the broadcaster should
Some students not always joined this
practice more to speak more fluently and
program due to several reasons, such as had
naturally, Choose an interesting topic every
another activity on Sunday, forgot the day
week, Make an English club, Invite native
and time, could not reach the radio wave,
speakers. And for the Students of English
lazy, did not have radio and because they did
Department of STKIP PGRI Pasuruan that
not interesting on the topic that was being
they have to Start to join ―CHEMISTRY‖
discussed.
Radio English Program to increase speaking ability, Don‘t be afraid to join online and
Students of English Department of STKIP PGRI Pasuruan, especially 2010
remember that making mistake is okay
generation got so many advantages by listening and joining ―CHEMISTRY‖ Radio English
Program.
The
students
could
practice their listening and speaking skill FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
117
ISSN 2502-8723
(http://www.stutteringhelp.org/defaul t.aspx?tabid=417, accessed on April 11th, 2011) Waring, Rob. 2002. Vocabulary, (Online), (http://www1.harenet.ne.jp/waring/vocab/principles/early.htm, accessed on April 11th,2011 )
REFERENCES Gebhard, Jerry G.2000. Teaching English as a Foreign or Second Language. The University of Michigan Press Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner‘s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press Kukurs, Robby.2011. Nervous when Speaking English, (Online), (http://helping-you-learnenglish.com/nervous-whenspeaking.html, accessed on April 11th, 2011) Mc Guigan, Brendan.2011. What Is Grammar?, (Online), (http://www.wisegeek.com, accessed on April, 11th, 2011) Mitchell, Sharon.2009. Self Confidence, (Online), (http://studentsaffair.com/selfconfidence.html, accessed on April, 17th, 2011) Mlinar.2008. Pronunciation Is a Physical Exercise, (Online), (http://www.languagebits.com/phone tics-english/pronunciation-is-aphysical-exercise/, accessed on April 22nd, 2011) Paul, David. 2004. Teaching English to Children in Asia.Pearson Education Asia Limited Hong Kong. Pusparini, Diah Anita. 2008. A Study on ―The New Rest And Relax‖Radio English Program. Unpublished S-1 Thesis. Pasuruan: Institute of Teacher Training and Education PGRI Pasuruan. Rimando, Grace.2010. How to Speak English Fluently, (Online), (http://www.buzzle.com/articles/how -to-speak-english-fluently-ideas-andtips-on-how-to-speak-english.html, accessed on March 28th,2011) Rini,Sulistiyo. 2008. A Study on The Teaching Speaking of The Second Year Students on SMA N 1 Pasuruan. Unpublished S-1 Thesis. Pasuruan: Institute of Teacher Taining and Education PGRI Pasuruan. Roring, Charles.2011. How to Improve your English Pronunciation Skill, (Online), (http://www.englishland.or.id/learnin g/04-reading/036-englishpronunciation.htm, accessed on April 11th, 2011) Smith, Anna.2011. Speaking is No Small Task, (Online), FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
118
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
BACAAN ANAK SEBAGAI MEDIA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MENYIAPKAN PESERTA DIDIK BERKARAKTER Nur Samsiyah IKIP PGRI MADIUN [email protected] Abstrak Pendidikan berupaya untuk mengembangkan pola pikir dan potensi siswa. Peran guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan teladan dalam berperilaku. Guru yang mampu mendidik karakter siswa adalah yang memiliki kemampuan mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik sebagai guru profesional. Guru dituntut untuk profesional baik dalam pembelajaran maupun dalam bersikap dan akan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran dengan disertai penerapannya. Salah satu penerapan dalam pembelajaran dengan menyediakan bacaan anak. Fungsi bacaan anak adalah untuk memenuhi kebutuhan anak akan informasi, memberikan kesenangan/hiburan dan pemahaman tentang kehidupan. Dengan menyediakan bacaan anak yang memiliki pesan dan amanat yang baik akan menciptakan karakter pada anak. Karakter anak akan muncul dengan melihat bacaan yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh sebagai bagian dari karakter yang perlu ditiru. Kata-kata kunci: pendidikan karakter, bacaan anak Abstrac Education should be able to change the learner towards goodness in accordance with national education goals. Education seeks to develop the mindset and potential students. The teacher's role is not only transfer of knowledge but also set an example in the act. Teacher capable of educating students is a character that has the ability is fundamental to the formation of a good personality as a professional teacher. Professional teachers are required for both in learning and in attitude and will integrate character education into subjects with accompanying application. One application of learning by providing children reading. Child reading function is to meet the child's needs for information, Leisure / entertainment and understanding of life. By providing children with reading the message and the message that will either create a character in children. Characters will appear with the child see that reading groove, making figures as part of the character that needs to be replicated.
Key words: professional teacher, character education multimedia (gabungan teks, gambar, animasi
PENDAHULUAN akan
dan suara dalam satu paket) yang dengan
pentingnya peranan bacaan anak dalam
mudah dapat diakses di internet.bahkan
mencerdaskan kehidupan bangsa akhir-akhir
berbagai buku-buku paket disajikan dalam
ini semakin meningkat. Hal ini tidak hanya
bentuk BSE. Melalui pembelajaran bahasa
ditandai dengan didirikannya taman bacaan
ditumbuhkan sikap bangga menggunakan
anak ataupun kelompok pecinta bacaan anak
bahasa
di berbagai tempat, tetapi juga tersedianya
penghargaan akan pentingnya nilai-nilai
pilihan bacaan anak yang semakin beragam
yang terkandung dalam bahasa Indonesia.
dan dengan kemasan yang semakin menarik.
(Masnur Muslich, 2012 : 4)
Perhatian
dan
kesadaran
Selain disajikan melalui media cetak, seperti
Melalui
buku, majalah, lembar anak surat kabar edisi
dapat
dinikmati
dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sehingga
bacaan
tumbuh
anak
berbagai
informasi pengetahuan, teknologi, budaya,
minggu, dalam perkembangan lebih lanjut juga
Indonesia
sejarah,
bentuk
maupun
mencerminkan 119
karya
sastra
keanekaragaman
yang budaya
ISSN 2502-8723
bangsa Indonesia dapat ditampilkan. Selain
materi pada peserta didik, sehingga hanya
itu, nilai-nilai kehidupan yang terkandung di
menitik
dalam
bagi
intelektual saja, tanpa memperhatikan nilai-
pengembangan identitas diri anak. Namun,
nilai kepribadian. Dengan kata lain aspek
tidak dapat dipungkiri bahwa bacaan anak di
dalam diri siswa terutama kebajikan moral
Indonesia masih didominasi karya-karya
kurang mendapat perhatian. Sejauh ini
terjemahan pengarang luar negeri yang
kekhawatiran
belum tentu sesuai dengan akar budaya
pendidikan adalah tindak kekerasan yang
bangsa Indonesia. Selain masih sering
dilakukan anak-anak muda.
bacaan
anak
bermanfaat
dijumpai bacaan anak yang berisi kurang
beratkan
pada
terbesar
Zubaedi
pengembangan
dalam
(2011:268)
mengatakan
baik, yang menonjolkan aspek negatif juga
bahwa
menyajikan gambar-gambar yang kurang
terintegrasi
pantas dilihat anak. Hal ini tentu saja akan
dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai,
mempengaruhi pembentukan identitas diri
memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan
dan
pentingnya
nilai-nilai,
khususnya dalam perkembangan bahasa dan
penginternalisasian
nilai-nilai
sastra Indonesia.
tingkah
perkembangan
kepribadian
anak,
pendidikan
dunia
di
laku
karakter
dalam
peserta
secara
pembelajaran,
dan ke
didik
dalam
sehari-hari
Masalah utama dalam pembelajaran
melalui proses pembelajaran, baik yang
pada pendidikan formal dewasa ini adalah
berlangsung di dalam maupun di luar kelas
masih rendahnya daya serap peserta didik.
pada semua mata pelajaran.
Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar peserta
didik
yang
sangat
mengajarkan peserta didik dengan ayat,
memprihatinkan. Belum lagi masalah sikap
dalil, ataupun teori-teori kebaikan. Guru
dan perilaku serta tindak kekerasan yang
sebagai
dilakukan remaja. Sehingga banyak kritik
pembelajaran harus mampu menerapkan dan
yang ditujukan oleh guru dalam menangani
member contoh pada setiap perilakunya.
peserta didik terutama bidang karakter, nilai-
Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai
nilai
karakter
model bagi peserta didik yang senantiasa
sekarang ini mulai ditanamkan sejak anak
dicontoh dan ditirukan, bukan hanya sekedar
usia dini, sehingga guru lebih mudah
metode
menanamkan
kebiasaan
dalam
cenderung monoton dan menganggap semua
kehidupan
sehari-hari
sekaligus
peserta didik itu sama, sehingga kegiatannya
moralnya.
mempersiapkan
senantiasa
Pendidikan karakter bukan sekedar
Pendidikan
generasi
baik
muda
ujung
terlaksananya
pembelajaran
kegiatan
tradisional
yang
bagi
didominasi oleh guru. Ngainum Naim
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan
(2012:18) mengemukakan bahwa ada begitu
bangsa yang lebih baik di masa depan.
banyak
Professional bagi guru merupakan
persoalan
yang
mencerminkan
lemahnya karakter positif
dalam dunia
tuntutan dalam pekerjaan, namun tidak
pendidikan. Kita bisa menyimak pada kasus
hanya professional dalam pembelajaran saja.
tawuran pelajar yang semakin hari semakin
Karena professional dalam pembelajaran
mengerikan, korupsi di kalangan birokasi
hanya memberikan kontribusi konsep dan
pendidikan, semakin banyaknya guru yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
120
ISSN 2502-8723
tidak bisa lagi menjadi teladan hingga
serupa dalam hidup para siswa, mengubah
mewabahnya demoralisasi pelajar.
hal-hal
negatif
menjadi
positif,
Undang-undang Republik Indonesia
mengungkapkan nila-nilai melalui diskusi
nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem
dan brainstorming, menggunakan cerita
Pendidikan Nasional merumuskan fungsi
untuk menemukan nilai-nilai, menceritakan
dan tujuan pendidikan nasional yang harus
kisah
digunakan dalam mengembangkan upaya
menggunakan lagu-lagu dan musik untuk
pendidikan
mengintegrasikan nilai-nilai, menggunakan
bahwa,
di Indonesia menyebutkan
pendidikan
orang-orang
besar,
berfungsi
drama untuk melukiskan kejadian yang
mengembangkan dan membentuk watak
berisikan nilai-nilai, menggunakan berbagai
serta peradaban bansa yang bermartabat
kegiatan seperti kegiatan amal, kunjungan
dalam
kehidupan
social, field trip/outbound, dan klub-klub
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai
potensi peserta didik agar menjadi manusia
kemanusiaan.
rangka
nasional
hidup
mencerdaskan
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Melalui pendidikan karakter anak-
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
dan mempunyai komitmen untuk melakukan
warga
berbagai hal yang terbaik dan melakukan
Negara
yang
demokratis
serta
bertanggung jawab.
segala sesuatu dengan benar dan cenderung
Tujuan pendidikan nasional tersebut
memiliki tujuan hidup. Sehingga pendidikan
sangatlah lengkap jika dikaji satu persatu.
karakter ditanamkan guru sejak usia dini
Namun yang paling utama tujuan tersebut
atau dikatakan sebagai tahap pembentukan
mengacu pada istilah karakter yang harus
karakter
dicapai. Menurut kementerian pendidikan
pembijaksanaan.
nasional Balitbang, (2010:3) menyebutkan
sampai
usia
tua
atau
tahap
Pendidikan harus mampu mengubah
karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau
dan mengembangkan
kepribadian seseorang yang terbentuk dari
Karena pendidikan yang mampu mendukung
hasil
kebijakan
pembangunan di masa mendatang adalah
(virtues) yang diyakini dan digunakan
pendidikan yang mampu mengembangkan
sebagai
potensi
internalisasi
landasan
berbagai
untuk
cara
pandang,
berfikir, bersikap, dan bertindak. Menurut Zubaedi (2011: 273) ada banyak
cara
mengintegrasi
nilai-nilai
mengungkapkan
mampu
memecahkan
masalah
sehingga
yang
menghadapi
dan
atau
problema
kehidupan yang dihadapinya. Bertolak dari realitas tersebut, perlu dilakukan
pendayagunaan
dikandung dalam setiap mata pelajaran,
sebagai
sarana
pengintegrasian nilai-nilai karakter secara
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
langsung
Bacaan anak yang digunakan tentunya yang
ke
dalam
nilai-nilai
didik,
bersangkutan
karakter ke dalam mata pelajaran, antara lain,
peserta
kearah perbaikan.
mata
yang
pelajaran,
pembinaan
perbandingan
karakteristik anak. Isah Cahyani dan Hodijah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
121
sesuai
dan
telah
kejadian-kejadian
dan
anak
menggunakan perumpamaan dan membuat dengan
disaring
bacaan
dengan
ISSN 2502-8723
(2007:98) menyatakan bahwa membaca
mudah diimajinasikan. Bacaan anak tidak
adalah suatu proses yang dilakukan serta
hany berisi dongeng anak, tetapi juga
dipergunakan
oleh
pembaca
untuk
kehidupan
memperoleh
pesan,
yang
hendak
tumbuhan atau makhluk hidup lain. Bahkan
disampaikan melalui media kata-kata/bahasa
bacaan anak yang berupa dongeng sering
tulis
menjadi
Dengan
menumbuhkembangkan
orang
cerita
dewasa,
yang
menarik
menakjubkan,
secara
dapat
masuk akal ataupun tidak. Sebagai bacaan
dan
anak, maka ragam bahasa yang digunakan
keterampilan berbahasa dan mengapresiasi
biasanya juga ragam bahasa anak, dengan
sastra Indonesia pada diri anak, juga
diksi, penalaran dan struktur bahasa yang
meningkatkan pemahaman antar budaya
masih
(understanding
pemahaman
langsung
meningkatkan
gilirannya
selain
pengetahuan
of
membentuk
yang
pada
tersebut
disesuaikan
tingkat
Kalimat
yang
anak.
kesadaran
dipergunakan lugas, tidak bertele-tele, meski
(sense of belonging) dalam ikatan (budaya)
tidak harus selalu menggunakan kalimat
keindonesiaan.
tunggal.
Pembahasan
2.
1.
akan
culture)
sederhana,
cerita
dan
kebiasaan membaca bacaan anak, maka tidak
meskipun
binatang,
Jenis Bacaan Anak
Pengertian Bacaan Anak
Bacaan
anak
amat
beragam,
Bacaan anak pada hakikatnya adalah
terbentang mulai dari bacaan yang berisi
bacaan yang ditujukan untuk dikonsumsi
informasi faktual sampai cerita/kisah-kisah
anak dengan cara pengungkapan baik dari
imajinatif yang semuanya dibutuhkan anak
segi isi maupun bentuk menggunakan sudut
dalam
pandang atau kacamata anak dan ragam
mengembangkan
bahasa
dalam
dirinya. Bacaan anak terdiri dari fiksi dan
Sumardi: 2003: 136; dan Lukens dalam
non fiksi. Bacaan fiksi anak juga mengenal
Nurgiyantoro, 2005: 8).
genre sastra dalam wujud novel, cerpen,
anak
(lihat
Huck,
dkk
Fungsi bacaan anak adalah untuk
masa
pertumbuhannya kepribadian
untuk
dan
jati
dongeng (fabel, legenda), cerita bergambar
memenuhi kebutuhan anak akan informasi,
(picture
memberikan
dan
Demikian pula bacaan non fiksi, beragam
pemahaman tentang kehidupan. Mengingat
bentuk dapat kita jumpai, seperti jurnal,
perkembangan emosional dan intelektual
repotase, biografi, atau berita. Semua jenis
anak
isi
bacaan anak tersebut dapat kita temukan
kandungan bacaan anak pun mempunyai
baik dalam bentuk cetak, seperti buku,
keterbatasan
isi,
majalah, lembar anak surat kabar edisi
disesuaikan dengan tingkat pemahaman yang
minggu maupun dalam bentuk multimedia.
dapat dijangkau oleh pikiran dan daya
Salah satu jenis fiksi yang sering dibaca
fantasi anak dalam memandang dunia dan
anak adalah sastra.
yang
kesenangan/hiburan
masih
dalam
terbatas,
bentuk
maka
dan
kehidupan yang dijalaninya. Bacaan
anak
biasanya
book),
puisi,
maupun
komik.
Sastra merupakan gambaran hidup berisi
dan kehidupan yang dituangkan dalam
informasi cerita atau teks bacaan yang
bentuk cerita yang dipoles sehingga menarik
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
122
ISSN 2502-8723
perhatian. Sastra merupakan kata yang
ayangg akrab dengan anak-anak. Sementara
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, Sas yang
itu, menurut Sarumpaet (Dalam Santoso,
berarti
atau
2003, 8.3), sastra anak adalah karya satra
memberi petunjuk dan -Tra yang berarti
yang dikonsumsi anak dan diurus serta
menunjukkan alat atau sarana. Jadi sastra
dikerjakan oleh orang tua. Artinya, sastra
berarti alat atau sarana yang digunakan
anak ditulis oleh orang tua yang ditujukan
untuk mengajar. Sementara dalam bahasa
kepada anak dan proses produksinya pun
Inggris sastra biasa dipadankan dengan kata
dikerjakan oleh orang tua.
mengarahkan,
mengajarkan
Literature, dalam bahasa Jerman Literatur.
Sastra dapat kita kategorikan sebagai
sastra Indonesia ―sastra yang aslinya ditulis
sastra lisan (foklor) atau sastra tulis. Sastra
dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra
lisan adalah jenis sastra yang diungkapkan
dan bahasa erat saling berjalin‖ (enre,
dari mulut ke mulut, seperti
1963:10).
mendongeng untuk anak dengan berbagai tokoh atau karakter. Seperti cerita binatang:
Sastra yang banyak digemari anak
si mencuri timun, semut dan merpati, dsb.
misalnya komik. Bentuknya yang kecil dan
Juga
deretan potongan gambar dalam kotak-kotak
semua toko buku. Tinggal bagaimana kita
dan tingkah lakunya khas atau mempunyai
mengolah sastra lisan dan tulisan dan
kekuatan luar biasa. Sebut saja tokoh
membuat anak-anak tertarik.
Doraemon, Crayon Sinchan, Donald Bebek,
Selain komik buku-buku cerita rakyat
Micky Mouse, atau Uzumaki Naruto, tentu
Indonesia, misalnya Timun Mas, Malin
lagi
Kundang, Cindelaras, Sangkuriang, Lutung
mendengarnya. Unsur suspense pada tokoh-
Kasarung, atau Joko Kendil yang menjadi
tokoh yang saling bertentangan, konflik yang
salah satu basis dari genre sastra anak,
seru dan mencekam, serta gambar-gambar
biasanya dikoleksi sekolah melalui program
aksi yang luar biasa, dan hanya sedikit waktu yang
dibutuhkan
untuk
pemerintah. Melalui buku cerita, selain
menyelesaikan
menjadi sarana menanamkan moral budi
pembacaan cerita membuat anak selalu ingin
pekerti kepada anak, juga mengangkat dan
membaca kembali komik bersangkutan pada
mewariskan khazanah sastra nusantara (yang
seri-seri berikutnya (Nurgiyantoro, 2005:
merupakan bagian dari sastra Indonesia) dari
407-440). Menurut Santoso (2003, 8.3)
generasi sebelumnya kepada anak.
sastra anak adalah karya seni yang imajinatif dengan
usur
estetisnya
dominan
3. Kontribusi Bacaan Anak
yang
Apabila kita cermati bacaan anak
bermediumkan bahasa baik lisa maupun
biasanya dikemas dengan sampul yang
tertulis yang secara khusus dapat dipahami
menarik dilengkapi ilustrasi gambar atau
oleh anak-anak dan eriidi tentang dunia FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kisah
sastra yang tertulis hampir kita dapatkan di
dalam bentuk fisik yang lucu, aneh, karakter
asing
seperti
yang ditulis. Barangkali pada masa sekarang
komik anak biasanya para tokoh ditampilkan
tidak
lain
ajaib, dsb. Sastra tulis adalah jenis sastra
bentuk komik buku atau komik strip. Pada
sudah
tokoh-tokoh
Cindrelela sang upik abu, Aladin dan lampu
dilengkapi teks, mudah ditemui dalam
anak-anak
saat kita
foto 123
warna-warni
dan
atraktif
yang
ISSN 2502-8723
merupakan modal awal untuk menarik minat
Dalam buku paket bahasa Indonesia
baca anak. Selain itu, bahasa merupakan
teks yang digunakan dalam bacaan lebih
salah satu komponen yang tak kalah penting
banyak mengandung unsur sastra sebagai
dalam bacaan anak. Ragam bahasa dalam
pembelajarannya. Misalnya cerpen, puisi,
bacaan anak akan sangat berpengaruh,
prosa, dan dongeng. Cerita yang sarat pesan
apakah bahasanya cukup mudah atau sulit
moral
dipahami anak sehingga anak akan berhenti
ditampilkan,
cukup
bacaan
mendorong atau mengajari anak pentingnya
tersebut atau terangsang dan tertarik untuk
berbagi perhatian dan kasih sayang kepada
membaca lebih lanjut.
sesama, semangat untuk terus belajar dan
sekedar
Kode
membuka-buka
jawab
tokoh-tokoh
secara
tidak
yang
sadar
telah
bagi
maju tanpa kenal lelah, persaingan yang
seorang penulis/pengarang bahwa karya
sehat, persahabatan, mengendalikan berbagai
tulisnya bermanfaat bagi pembacanya, yaitu
emosi, dan lain-lain. Dengan membaca
mengandung
informasi,
cerita, jiwa si anak akan mengawang ke alam
edukasi/pendidikan, dan unsur hiburan. Oleh
imajinasinya sendiri. Di sinilah akan terjadi
karena itu, bacaan anak diyakini mempunyai
pembebasan jiwa sebagai proses belajar anak
kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan
menuju pembentukan jati dirinya yang utuh.
perkembangan kepribadian anak. Melalui
Meskipun menulis puisi jarang diminati
bacaan anak, sejak dini dapat dilakukan
siswa, namun dalam mengekpresikan sering
penanaman nilai-nilai mulai dari contoh-
dijumpai
contoh kebiasaan, tingkah laku, adat-istiadat,
mendeklamasikan sebuah puisi.
dan
etik/tanggung
melalui
unsur
konvesi
yang
berlaku
di
dalam
perlombaan
Kepedulian
untuk
penerbit
masyarakat, yang berarti pula telah terjadi
buku/majalah/surat kabar baik terhadap anak
pewarisan nilai-nilai sehingga eksistensi
maupun para guru dan orangtua sebagai
suatu
bagian
masyarakat
dapat
dipertahankan.
penting
dalam
pembinaan
dan
Sehingga anak terhindar dari sikap buruk
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia,
yang meniru tokoh idola.
antara lain diwujudkan dengan membuka
Demikian pula, artikel-artikel pada
ruang bagi guru dan siapapun penulis yang
majalah anak yang berisi pengetahuan
peduli dan tertarik dengan bacaan anak
sejarah dan budaya, seperti candi, museum,
untuk
adat istiadat, atau tempat-tempat wisata yang
naskah novel, cerpen dan dongeng, atau
ada
puisi. Juga kegiatan sayembara penulisan
di
merupakan
berbagai salah
wilayah
mengirimkan
cerpen, dongeng, dan penulisan karya tulis
menginformasikan sekaligus membuka mata
anak yang rutin diadakan setiap tahun,
anak perihal budaya suatu daerah. Beberapa
misalnya oleh majalah Bobo dan Kreatif,
di
mengangkat
atau sayembara penulisan naskah buku
kebudayaan yang hampir punah dengan
pengayaan, baik buku-buku fiksi maupun
ajakan untuk memelihara budaya tersebut
non fiksi, oleh Pusat Perbukuan Departemen
(Khotimah, 2008).
Pendidikan Nasional.
bahkan
sarana
berpartisipasi
untuk
antaranya,
satu
Indonesia,
ikut
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
124
ISSN 2502-8723
Dari contoh sederhana di atas, secara
memiliki karakter dan jari diri yang kuat yang akan eksis‖.
kongkret melalui bacaan anak, anak telah diperkenalkan bentuk-bentuk ragam tulis dan
Selain mempunyai sikap professional
berbagai pola dan model penulisan, yang
guru harus mampu mengembangkan dan
semuanya akan sangat berpengaruh pada
memberikan pengalaman bagi peserta didik.
perkembangan
anak
Karena belajar tidak hanya interaksi antara
merangsang
guru dengan siswa, tetapi harus bisa
kreativitas anak. Guru yang kreatif akan
memberikan karakter yang baik yang dapat
memilih dan menyeleksi bacaan anak untuk
dilakukan setiap hari. Roestiyah (1994:41)
mengembangkan
menyatakan bahwa bentuk-bentuk interaksi
sekaligus
bahasa
mengasah
seorang dan
mengembangkan
kemampuan berbahasanya baik secara lisan
belajar mengajar sebagai berikut.
maupun tulisan. Hal ini terjadi karena
a. Pengajaran adalah transfer pengetahuan
sekarang banyak terbit buku-buku bacaan
kepada siswa, dalam bentuk ini guru di
anak yang tidak sesuai dengan tingkat
sekolah hanya menyuapi makanan kepada
perkembangan anak didik. Begitu pula,
anak. Siswa selalu menerima suapan itu
pewarisan sastra melalui karya-karya sastra
tanpa komentar, tanpa mau aktif berfikir.
yang ditampilkan, anak akan mendapatkan
Mereka mendengar tanpa kritik. Sehingga
pengalaman-pengalaman
dapat dikatakan hubungan guru-siswa
baru
dan
pengalaman universal yang berperan dalam
yang sepihak.
membentuk kepribadian lewat budi pekerti
b. Pengajaran
adalah
mengajar
siswa
dan pesan moral yang disampaikan melalui
bagaimana cara belajar. Dalam bentuk ini
bacaan tersebut. Dengan demikian, bacaan
guru hanya sumber belajar yang tugasnya
anak
sebagai
bermanfaat
dalam
menunjang
fasilitator
sehingga
kompetensi membaca, menulis, mendengar,
memungkinkan siswa dapat giat belajar.
menyimak, berbicara, menutur, mengamati,
c. Pengajaran adalah hubungan interaktif
mengkhayal, dan menghayati.
antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru menciptakan situasi dan kondisi agar tiap
4.
individu dapat aktif belajar.
Mendayagunakan Bacaan Anak
d. Mengajar adalah interaksi siswa dengan
Dalam Menyiapkan Peserta Didik
siswa dan konsultasi guru. Dalam hal ini
Berkarakter Eksistensi
suatu
bangsa
sangat
siswa
ditentukan oleh karakter yang dimiliki
memperoleh
pengalamannya
sendiri.
bangsa tersebut. Untuk membentuk bangsa
Dari tugas guru di atas, sudah
yang maju dan memiliki daya saing di era
menjadi hal umum yang dilakukan oleh guru
globalisasi
dalam membentuk kepribadian anak melalui
sekarang
ini
diperlukan
pembinaan karakter bangsa. Ida Zusnani
pembinaan dan pengembangan
(2012:147)
―secara
Indonesia sebagai generasi bangsa sejak dini.
filosofis, pembangunan karakter bangsa
Mengingat kontribusi bacaan anak dalam
merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam
memberi perhatian akan kebutuhan anak,
proses berbangsa karena hanya bangsa yang
maka
berpendapat
bahwa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
125
sangat
relevan
bahasa
dilakukan ISSN 2502-8723
pendayagunaan bacaan anak sebagai salah
ada di seluruh Indonesia. Anak didorong dan
satu media pembinaan dan pengembangan
dibiasakan membaca buku dan memberikan
bahasa dan sastra Indonesia.
tanggapan mengenai buku yang dibacanya,
Mendayagunakan bacaan anak sebagai media
pembinaan
membandingkan
ilustrasi
bahasa
dan
sastra
mendiskusikan
utama
yang
harus
pengarang, dan menggali pesan-pesan yang
disediakan adalah bacaan. Anak harus
ada dalam bacaan akan membuat anak
diperkenalkan
‗bergaul‘
kreatif, eksploratif, dan inovatif. Selain itu
dengan bacaan, baik di rumah maupun di
siswa didorong untuk memahami hikmah
perpustakaan
dan pesan moral yang ada dalam bacaan
Indonesia,
sarana
pendidikan
dan
dibiasakan
sekolah anak.
penyebarluasan
sebagai
basis
Pengadaan
dan
bacaan
anak
anak.
di
Pesan
bahasa
buku,
moral
yang
ditekankan
dipakai
untuk
dilakukan sebagai teladan yang baik.
perpustakaan-perpustakan sekolah, terlebih
Pihak sekolah dan orangtua dapat
di wilayah terpencil yang sangat terbatas
pula mengajak anak untuk memanfaatkan
untuk mendapatkan akses keluar, mutlak
peluang yang diberikan oleh pihak penerbit
diperlukan. Hal ini mengingat di Indonesia
buku bacaan anak, majalah, dan surat kabar
tidak semua Sekolah Dasar mempunyai
untuk aktif terlibat dengan mengirimkan
perpustakaan, kalau pun ada, sering tidak
naskah cerpen, dongeng, karikatur, cerita
dikelola secara baik. Selain itu penyeleksian
bergambar dan puisi. Anak dibimbing untuk
bacaan anak penting dilakukan agar tidak
mengmati lingkungan sekitar sebagai bahan
menimbulkan peniruan yang buruk dan
untuk menulis atau menggambar. Dengan
masuk dalam imajinasi anak. Bacaan anak
mengajak anak menulis, kreativitas anak
harus
usia,
dapat ditingkatkan. Ibarat membenamkan
perkembangan, minat, kecenderungan dn
diri dalam proses kreatif, ketika menulis
kebutuhan anak. Beberapa ciri buku atau
anak menciptakan sesuatu, yang juga berarti
bacaan yang baik, misalnya, memiliki tema
melontarkan
yang sesuai kehidupan anak, tokohnya dapat
mengalami
dikenali dan dipercaya, struktur kalimatnya
sampai akhirnya menemukan pemecahan.
sederhana, alur cerita tidak berbelit-belit dan
Apabila proses kreatif tersebut semakin
logis sehingga cerita mudah dimengerti dan
dilatih, maka anak akan semakin mudah
berkesan, juga unsur ilustrasi, kemasan dan
untuk
perwajahan harus menarik dan sesuai tema
bidang lain yang juga membutuhkan solusi
cerita (Thamrin, 2001).
kreatif.
sesuai
Menggali
dengan
pertanyaan-pertanyaan, keraguan
mengalihkan
dan
kebingungan,
keahliannya
kepada
mengembangkan
Selain itu, menggunakan kata-kata
meningkatkan
pujian adalah cara yang efektif untuk
pemahaman anak akan nilai-nilai kehidupan,
memotivasi anak dalam kegiatan membaca
dapat tercapai dengan baik bila di sekolah
dan menulis. Seperti halnya membaca, selera
maupun di perpustakaan, diadakan kegiatan
menulis anak bisa berbeda-beda. Oleh
rutin diskusi/kupas bacaan anak, misalnya,
karena itu, sebaiknya anak dibebaskan untuk
diskusi tentang buku-buku cerita rakyat yang
membaca dan menulis sesuatu yang mereka
potensi
anak
dan
tingkat
serta
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
126
ISSN 2502-8723
senangi, tetapi tetap perlu didorong dan
menyiapkan
diarahkan untuk menggali dan mencintai
pengembangan
khazanah budaya bangsa sendiri. Tidak
tetapi penerapan sikap yang nantinya akan
menjadi masalah apa jenis bacaan dan jenis
diajarkan
tulisan yang dibuat anak. Malahan, semakin
pendidikan
banyak jenis bacaan dan jenis tulisan yang
dalam semua mata pelajaran dan tingkah
dibuat, semakin terampil pula mereka dalam
lakunya.
berbahasa dan bersastra. Namun, tetap
Pendidikan karakter mengajarkan peserta didik bagaimana cara bertindak yang baik, tidak hanya dalil ataupun teori saja. Dalam pembelajaran pendidikan karakter terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Untuk itu peran guru menjadi penting dengan segala sikapnya, karena guru harus membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi peserta didik. Sehingga dalam penerapannya peserta didik mampu memecahkan masalah dan berfikir positif. Salah satu penerapannya dalam pelajaran bahasa Indonesia melalui bacaan anak. Pemahaman, penghayatan, dan
diusahakan
untuk
memberi
semangat,
dorongan, saran dan kritik dengan cara hatihati apabila bacaan mengarah pada hal-hal buruk. Dengan
mendayagunakan
bacaan
anak, maka budaya membaca dan menulis pada
anak
akan
semakin
meningkat.
Semakin tinggi tingkat budaya membaca dan menulis pada anak, akan semakin meningkat pula
keterampilan
berbahasa
calon
pada
di
dalam
terhadap
harus
perlu
usia
dintegrasikan
dan
arus
globalisasi,
kebanggaan
masyarakat
khususnya bahasa
dan
generasi sastra
muda,
Indonesia
dilakukan
pembinaan
dan
pada anak sebagai generasi bangsa sejak
yang baik. Tokoh-tokoh dalam bacaan anak karakteristik
melalui
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia
bacaan tersebut mengandung pesan moral
sesuai
saja,
semakin dipertanyakan. Oleh karena itu,
membangun
karakter yang positif pada anak, artinya
dipilih
didik
yang
derasnya
Indonesia,
ditiru.
kontribusi
peserta
karakter
tengah
kecintaan
sebagai bagian dari karakter yang perlu
memiliki
intelektualnya
secara maksimal dan proporsional. Apalagi,
yang disenangi, sehingga menjadikan tokoh
disediakan
bidang
bahasa dan sastra Indonesia belum dilakukan
anak akan muncul dengan melihat bacaan
yang
dan
dalam
penghargaan masyarakat Indonesia terhadap
dan
mengapresiasi sastra pada anak. Karakter
Bacaan
guru
dini. Mengingat kontribusi bacaan anak
anak.
dalam memberi perhatian akan kebutuhan
Dengan demikian secara tidak langsung anak
anak,
akan mudah mengidolakan tokoh
maka
sangat
relevan
dilakukan
pendayagunaan bacaan anak sebagai salah satu media pembinaan dan pengembangan
Penutup Pendidikan
diupayakan
bahasa dan sastra Indonesia.
untuk
Membina
mengembangkan potensi peserta didik secara
prinsip
kepribadian
juga diimbangi pula dengan kepedulian pemerintah, guru, dan orangtua, agar tercipta
mampu dan berkompetensi. Tugas lembaga pendidikan
tidak
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sastra
ketekunan. Peran bacaan anak hendaknya
sehingga
menghasilkan kualitas peserta didik yang
penyelenggara
dan
Indonesia diperlukan kemauan, disiplin, dan
optimal. Pendidikan tersebut harus dilandasi oleh
bahasa
suasana kondusif dalam mendayagunakan
hanya 127
ISSN 2502-8723
Thamrin. 2001. ―Buku Bacaan, Gizi Rohani, dan Suplemen Penting untuk Anak‖. Dalam Kompas Cyber Media. Senin 12 November 2001, 11:01 WIB. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Zusnani, I. 2012. Manajemen Pendidikan Berbasis Karakter Bangsa. Jakarta: Tugu Publisher
bacaan anak sebagai media pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. Jika langkah di atas dapat terwujud, maka tujuan
pembinaan
bahasa
dan
sastra
Indonesia bukan mustahil diraih, bahkan, mungkin pada gilirannya nanti bahasa Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan mempunyai prestise tersendiri di era globalisasi, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman. Daftar Pustaka Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur Enre, Fakhuruddin Ambo. 1963. Perkembangan puisi Indonesia dalam masa dua puluhan. Jakarta: Gunung Agung Isah Cahyani dan Hodijah. 2007. Kemampuaan Berbahasa Indonesia Di SD. Bandung: UPI Press Khotimah, Tarti Khusnul. 2008. ―Majalah Anak: Media Pembelajaran dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia‖. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia, 16-18 Mei 2008 di Yogyakarta. Kundharu Saddono dan Slamet, St. Y. 2014. Pembelajran Keterampilan Berbahasa Indonesia; Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Mansur Muslich. 2012. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Naim,N. 2012. Character Building. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Roestiyah. 1994. Masalah Pengajaran.Jakarta: Rineka Cipta Santoso, Puji. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Universitas Terbuka
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
128
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATEMATIKA MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA Rissa Prima Kurniawati, S.Pd., M.Pd. IKIP PGRI Madiun [email protected] Abstrak Matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh beberapa siswa. Akibatnya siswa tersebut kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu sekolah dasar, mereka seringkali mengalami kesulitan membilang, menjumlahkan, dan mengurangkan bilangan. Untuk itu, kita sebagai guru harus memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan menumbuhkan karakter positif yaitu dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, kemampuan, dan ketrampilan siswa, seperti permainan ular tangga. Melalui permainan ular tangga ini, guru dapat mengajarkan karakter positif dan menyampaikan pesan moral serta secara langsung atau tidak langsung akan melahirkan kepekaan terhadap semua input yang masuk pada siswa. Hal ini memiliki pengaruh yang besar untuk menumbuhkan karakter siswa agar mampu berfikir dan bersikap. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji tentang pendidikan karakter dan pesan moral pada pelajaran matematika melalui permainan ular tangga. Kata kunci : Pendidikan Karakter, Matematika Abstract Mathematics is often considered as subjects less attractive to some students. As a result, these students do not understand the material being taught by the teacher. As in the first grade students of elementary school, they often have difficulty counting, adding , and subtract numbers. For that, we as teachers need to provide a fun learning and to grow positive character by using interesting learning media, stimulate the mind, feelings, concerns, abilities, and skills of the students, like a game of snakes and ladders. Through these snakes and ladders game, the teacher can teach positive character and moral message, directly or indirectly, will give birth to a sensitivity to all of the inputs to the applicant. It has a great influence to foster students' character to be able to think and behave. Therefore, this paper will examine about character education and moral message to math instruction through the game of snakes and ladders. Keywords: Character Education, Mathematic
melahirkan
Pendahuluan
siswa-siswi
perkembangan
ilmu
karakter
pengetahuan
dan
teknologi
terus
membangun
berkembang
pesat.
Perkembangan
ilmu
Sehingga peningkatan kualitas di bidang
pengetahuan dan teknologi akan berdampak
pendidikan harus terus dilakukan oleh
pada
pemerintah, guru, dan masyarakat serta
masyarakat.
Dalam
rangka
elemen-elemen
memujudkan masyarakat yang berkualitas
sebagai
memiliki
ini
Dewasa
kuat
yang
peradaban
modal yang
dalam unggul.
pendidikan.
maka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
haruslah
diimbangi
dengan
peningkatan kualitas di bidang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu sarana untuk membangun masyarakat menjadi lebih baik lagi. Pendidikan juga
merupakan proses
yang paling bertanggung jawab dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
129
ISSN 2502-8723
Peningkatan
kualitas
pendidikan
oleh guru. Seperti pada siswa kelas satu
tidak hanya pada aspek kognitif tetapi juga
sekolah dasar, Pembelajaran matematika
pada aspek pendidikan karakter siswa.
yang dilakukan di sekolah, biasanya guru
Upaya ini dilakukan untuk mengurangi
hanya menerangkan materi dan memberikan
perilaku-perilaku yang menyimpang yang
soal, serta jarang menggunakan media
dilakukan oleh siswa. Banyak siswa sering
pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan
melakukan perilaku yang jelek seperti seks
pembelajaran matematika yang menarik dan
bebas, tawuran, membuat geng-geng seperti
menyenangkan, serta dapat memberikan
geng motor, narkoba, minuman keras, dan
karakter yang baik bagi siswa. Selain
lain-lain. Perilaku-perilaku yang jelek ini
memerlukan pembelajaran matematika yang
cenderung
menarik dan menyenangkan, guru dalam
merugikan
siswa
lain
dan
masyarakat. Kenyataan ini sudah cukup
mengajar
menjadi bukti untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran
pendidikan
Penanaman
pendidikan karakter yang lebih baik bagi
karakter yang baik pada diri siswa harus
siswa. Media pembelajaran ini berguna
dilakukan secara terus-menerus oleh semua
untuk
elemen sekolah seperti guru matematika.
memahami materi matematika. Untuk itu,
di
Indonesia.
Matematika memberikan kontribusi
memerlukan
yang
dapat
mempermudah
media
memberikan
siswa
guru
yang sangat besar terhadap kemajuan suatu
pembelajaran
yang
bangsa dan merupakan suatu sarana untuk
menumbuhkan karakter positif yaitu dengan
membangun karakter bangsa. Matematika
menggunakan media pembelajaran yang
penting bagi siapa saja. Setiap orang dari
menarik, merangsang pikiran, perasaan,
berbagai profesi memerlukan matematika,
perhatian, kemampuan, dan ketrampilan
karena bidang matematika berkaitan dengan
siswa,
bidang studi lain, misalnya ekonomi dan
Sehingga
fisika.
diharapkan
matematika
mengemukakan
merupakan
bahwa
memberikan
menyenangkan
permainan
ular
pembelajaran tidak
hanya
dan
tangga.
matematika mampu
ilmu
mengantarkan siswa untuk meningkatkan
pengetahuan yang eksak dan terorganisir
keberhasilan belajar matematika, tetapi juga
secara sistematik (Fathani, 2009:19). Selain
adanya perubahan sikap dan karakter siswa.
itu,
tentang
Oleh karena itu, penulis ingin mencoba
penalaran dan masalah yang berhubungan
mengkaji tentang pendidikan karakter dan
dengan bilangan serta ilmu tentang pola,
pesan moral pada pelajaran matematika
keteraturan pola, atau ide. Sehingga dapat
melalui permainan ular tangga.
matematika
adalah
cabang
seperti
harus
dalam
sebagai
Sujono
kita
juga
ilmu
disimpulkan bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan tentang penalaran
Pendidikan Karakter
dan berhubungan dengan bilangan. Matematika
seringkali
Pendidikan karakter sekarang ini dianggap
telah menjadi isu dalam bidang pendidikan.
sebagai pelajaran yang kurang diminati oleh
Dengan memberikan pendidikan karakter
beberapa siswa. Akibatnya siswa tersebut
diharapkan siswa mampu bersaing, beretika,
kurang memahami materi yang diajarkan
bermoral,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
130
memiliki
sopan santun,
dan
ISSN 2502-8723
berinteraksi dengan masyarakat. Karakter
mengaplikasikan
adalah
atau
kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka
kepribadian seseorang yang terbentuk dari
dapat memberikan nilai yang positif kepada
hasil
kebijakan
lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai karakter
(virtues) yang diyakini dan digunakan
yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah
sebagai
pandang,
nilai-nilai universal yang mana seluruh
berpikir, bersikap, dan bertindak (Hasan dkk,
agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung
2010:3). Dalam pandangan ini, karakter
tinggi
dapat
dasar
karakter adalah suatu sistem penanaman
pijakan dari segala hal sebagai pedoman dan
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
sumber dalam
yang
watak,
tabiat,
internalisasi
landasan
dikatakan
akhlak,
berbagai
untuk
sebagai
cara
cara
sebuah
berpikir, bersikap,
hal
nilai-nilai
meliputi
tersebut
tersebut.
komponen
dalam
Pendidikan
pengetahuan,
maupun bertindak dan melakukan keputusan
kesadaran, dan tindakan untuk melaksanakan
tertentu.
nilai-nilai
Zubaedi
(2011:11)
tersebut.
Sehingga
dapat
berpendapat
disimpulkan bahwa pendidikan karakter
bahwa Character is the sum of all the
adalah suatu usaha untuk mendidik dan
qualities that make you who you are. It‘s
menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa
your values, your thoughts, your words, your
yang
actions. Karakter juga bisa diartikan tabiat,
kesadaran, dan tindakan untuk melaksanakan
yaitu perangai atau perbuatan yang selalu
nilai-nilai tersebut.
dilakukan atau kebiasaan. Karakter juga
Pendidikan
meliputi
komponen
pengetahuan,
karakter
dimaknai
diartikan watak, yaitu sifat batin manusia
sebagai pendidikan yang mengembangkan
yang mempengaruhi segenap pikiran dan
nilai-nilai
tingkah laku atau kepribadian. Dengan
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
demikian, karakter dapat disebut sebagai
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-
tabiat atau watak seseorang yang telah
nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
terbentuk dalam proses kehidupan oleh
sebagai anggota masyarakat dan warga
sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa
negara yang relegius, nasionalis, produktif,
pola
dan kreatif. Pendidikan karakter merupakan
pikir,
sikap,
dan
perilakunya.
karakter
upaya
pada
untuk
peserta
didik
Pengembangan karakter dilakukan dengan
sebuah
mewujudkan
menanamkan nilai-nilai etika dasar (core
masyarakat Indonesia yang berkarakter kuat
ethical values) sebagai basis bagi karakter
Pekerti luhur dan berwatak bangsa yaitu
yang baik. Tujuannya adalah terbentuknya
sesuai dengan falsafah Pancasila.
karakter yang baik. Indikator karakter yang
Zuhriyah (2008: 19) mengatakan
baik terdiri dari pemahaman dan kepedulian
bahwa pendidikan karakter sama dengan
pada nilai-nilai etika dasar, serta tindakan
pendidikan budi pekerti. Dimana tujuan budi
atas dasar inti nilai etika yang murni.
pekerti adalah untuk mengembangkan watak
Menurut Megawangi (2007: 93),
atau tabi‘at siswa dengan cara menghayati
pendidikan karakter adalah sebuah usaha
nilai-nilai keyakinan masyarakat sebagai
untuk mendidik siswa agar dapat mengambil
kekuatan moral hidupnya melalui kejujuran,
keputusan
dapat
dengan
bijak
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan 131
dipercaya,
dan
kerjasama
yang
ISSN 2502-8723
menekankan ranah efektif (perasaan, sikap)
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tanpa meninggalkan ranah kognitif (berfikir
tindakan, dan pekerjaan.
rasional)
dan
(ketrampilan,
ranah
terampil
psikomotorik mengolah
c.
Toleransi
data,
Sikap dan tindakan yang menghargai
mengemukakan pendapat dan kerjasama).
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau
sikap, dan tindakan orang lain.
berwatak jika terlah berhasil menyerap nilai
d.
Disiplin
dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat
Tindakan yang menunjukkan perilaku
serta digunakan sebagai kekuatan dalam
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
hidupnya. Tujuan Pendidikan karakter yang
dan peraturan.
pertama adalah untuk meningkatkan mutu
e.
Kerja Keras
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
Tindakan yang menunjukkan perilaku
sekolah yang mengarah pada pencapaian
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
pembentukan karakter dan akhlak mulia
dan peraturan.
siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang,
f.
Kreatif
sesuai standar kompetensi lulusan. Tujuan
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
pendidikan karakter yang kedua adalah
menghasilkan cara atau hasil baru dari
mendorong lahirnya siswa yang baik. Begitu
sesuatu yang telah dimiliki.
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan
tumbuh
dengan
kapasitas
g.
Mandiri
dan
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
komitmennya untuk melakukan berbagai hal
tergantung pada orang lain dalam
yang terbaik dan melakukan segalanya
menyelesaikan tugas-tugas.
dengan benar, dan cenderung memiliki
h.
tujuan hidup.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak
Seluruh pendidikan di Indonesia
yang menilai sama hak dan kewajiban
harus menyisipkan nilai-nilai pendidikan
dirinya dan orang lain.
berkarakter kepada para siswa dalam proses pendidikannya.
Demokratis
Beberapa
i.
nilai-nilai
Rasa Ingin Tahu Sikap
dan
tindakan
selalu
pendidikan karakter (Syaifudien, 2014),
berupaya
yaitu:
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
a.
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
b.
ajaran
agama
j.
untuk
yang
mengetahui
lebih
Menghargai Prestasi
yang
Sikap dan tindakan yang mendorong
dianutnya, saling menghormati terhadap
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
pelaksanaan ibadah agama lain, dan
yang berguna bagi masyarakat, dan
hidup rukun dan damai dengan pemeluk
mengakui,
agama lain.
keberhasilan orang lain.
Jujur
k.
serta
menghormati
Bersahabat/Komunikatif
Perilaku yang didasarkan pada upaya
Sikap dan tindakan yang mendorong
menjadikan dirinya sebagai orang yang
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
132
ISSN 2502-8723
yang berguna bagi masyarakat, dan
melibatkan
mengakui,
terefleksi pada perubahan perilaku.
serta
menghormati
keberhasilan orang lain. l.
kognitif
yang
Belajar secara umum dapat diartikan
Gemar Membaca
sebagai proses perubahan perilaku yang
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
relatif
membaca
pengalaman
berbagai
bacaan
yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
Sikap
dan
sebagai
(Hitipeuw,
hasil
dari
2008:1).
Yang
dalam diri
seseorang adalah suatu proses menjadi lebih selalu
baik. Perubahan tersebut dapat diamati
berupaya mencegah kerusakan pada
hasilnya dalam bentuk aspek kognitif,
lingkungan alam di sekitarnya, dan
afektif, dan psikomotorik. Menurut Gagne
mengembangkan
(dalam Sagala, 2006:13), ―belajar adalah
memperbaiki
tindakan
menetap
dimaksud perubahan perilaku
m. Peduli Lingkungan dan Sosial
n.
perubahan
yang
upaya-upaya
kerusakan
alam
untuk yang
sebagai
suatu
proses
dimana
suatu
sudah terjadi, serta selalu ingin memberi
organisma yang berubah perilakunya sebagai
bantuan pada orang lain dan masyarakat
akibat
yang membutuhkan.
menurut Jersild (dalam Sagala, 2006:12),
Tanggung Jawab
―belajar adalah modification of behaviour
Sikap dan perilaku seseorang untuk
through experience and training yaitu
melaksanakan tugas dan kewajibannya,
perubahan atau membawa akibat perubahan
yang seharusnya dia lakukan, terhadap
tingkah laku dalam pendidikan karena
diri sendiri, masyarakat, lingkungan
pengalaman
(alam, sosial dan budaya), negara dan
mengalami latihan‖. Sehingga belajar dapat
Tuhan Yang Maha Esa.
dikatakan perubahan tingkah laku dalam
dari
pengalaman‖.
dan
latihan
Sedangkan
atau
karena
dirinya dan perubahan itu dapat diamati dan berlangsung lama. Perubahan tingkah laku
Pembelajaran Matematika Belajar merupakan kebutuhan bagi setiap
manusia.
mendapatkan
Dengan
berbagai
pengetahuan.
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama
belajar,
kita
itu disertai usaha siswa tersebut sehingga
informasi
dan
siswa tersebut dari yang tidak mampu
Slameto
(1991:2),
mengerjakan
sesuatu
menjadi
mampu
mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu
mengerjakannya. Kegiatan dan usaha untuk
proses usaha yang dilakukan individu untuk
mencapai
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
merupakan
proses
belajar,
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
perubahan
tingkah
laku
pengalaman individu sendiri dalam interaksi
merupakan hasil belajar. Dengan demikian
dengan lingkungannya. Belajar merupakan
belajar akan menyangkut proses belajar dan
perubahan
hasil belajar.
panjang.
dalam Belajar
jangka
waktu
melibatkan
yang
perubahan
perubahan
tingkah
laku
itu
sedangkan itu
sendiri
Sujono (dalam Fathani, 2009:19)
kognitif yang direfleksikan dalam perubahan
mengemukakan
tingkah laku. Belajar tidak hanya sekedar
matematika,
merupakan
diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan
proses
pertumbuhan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tetapi 133
beberapa
pengertian
diantaranya,
matematika
ISSN 2502-8723
yang
eksak
sistematik.
dan
terorganisir
Selain
merupakan
ilmu
itu,
secara
pengalaman
matematika
sifat-sifat
dari
sekumpulan objek. Siswa diberi pengalaman
tentang
menggunakan matematika sebagai alat untuk
penalaran yang logik dan masalah yang
memahami atau menyampaikan informasi
berhubungan dengan bilangan. Matematika
tentang
adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola
pelajaran matematika.
atau ide dan matematika itu keharmonisan.
Permainan Ular Tangga
Sehingga
pengetahuan
tentang
dapat
disimpulkan
bahwa
konsep
dan
pengertian
pada
Permainan ular tangga merupakan
matematika pada hakekatnya merupakan
bagian
ilmu
Indonesia. Permainan ini ringan, sederhana,
yang
berkenaan
dengan
ilmu
dari
permainan
tradisional
menghibur,
dan
di
pengetahuan eksak yang terorganisir secara
mendidik,
sangat
sistematik, ide-ide, aturan-aturan, struktur-
berinteraktif jika dimainkan bersama – sama.
struktur yang logik, serta penalaran logik.
Permainan ular tangga adalah permainan
Pembelajaran didefinisikan sebagai
anak-anak yang terbuat dari papan atau
suatu proses interaksi antara siswa dan guru,
karton yang dimainkan oleh 2 orang atau
yang berada dalam situasi pendidikan yang
lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-
terdiri dari beberapa unsur, yaitu tujuan
kotak kecil dan di beberapa kotak digambar
pembelajaran, guru yang mengajar, peserta
sejumlah
didik yang diajar, materi pembelajaran, dan
menghubungkannya
metode pembelajaran (Hamalik, 1993:104).
Untuk bermain ular tangga diperlukan
Pembelajaran
upaya
sebuah dadu. Setiap pemain mulai dengan
sistematis untuk membuat peserta didik
bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak
melaksanakan kegiatan belajar agar mereka
di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran
mengubah,
dan
melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai
baik.
dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila
bahwa
pemain mendarat di ujung bawah sebuah
pembelajaran adalah proses interaksi antara
tangga, mereka dapat langsung pergi ke
siswa dan guru, guru melaksanakan kegiatan
ujung tangga yang lain. Bila mendarat di
belajar-mengajar dengan mendorong dan
kotak dengan ular, mereka harus turun ke
memotivasi
kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah
juga
merupakan
mengembangkan
perilaku
mereka
Sehingga
dapat
menjadi
sikap, lebih
dikatakan juga
siswa,
serta
menyediakan
―tangga‖
atau dengan
―ular‖
yang
kotak
lain.
fasilitas dan lingkungan yang kondusif agar
pemain pertama
yang mencapai kotak
siswa lebih giat serta semangat dalam
terakhir. Biasanya bila seorang pemain
belajar.
mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka Pembelajaran matematika bagi para
mendapat giliran sekali lagi. Bila bukan
siswa merupakan pembentukan pola pikir
angka 6 yang didapat, maka giliran jatuh ke
dalam pemahaman dan penalaran tentang
pemain selanjutnya.
konsep
dan
matematika.
pengertian
pada
Dalam
pelajaran
Manfaat
pembelajaran
permainan
ular
tangga
adalah mengenal kalah dan menang, belajar
matematika, para siswa dibiasakan untuk
bekerja
memperoleh
mengembangkan imajinasi dan mengingat
pemahaman
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
melalui 134
sama
dan
menunggu
giliran,
ISSN 2502-8723
peraturan
permainan,
merangsang
anak
Siswa
belajar
untuk
membilang,
belajar matematika yaitu saat menghitung
penjumlahan, dan mengurangkan bilangan 1
langkah pada permainan ular tangga dan
hingga 50. Sebagian besar siswa tidak dapat
menghitung titik-titik yang terdapat pada
menjawab pertanyaan ini secara langsung
dadu, dan belajar memecahkan masalah.
karena masalah ini masih dalam bentuk yang
Keunggulan dari permainan ular tangga
abstrak. Guru harus mengubahnya menjadi
adalah media permainan ular tangga dapat
konteks nyata yang mudah bagi siswa untuk
dipergunakan
mengerti. Untuk itu diperlukan suatu media
di
belajar mengajar menyenangkan
dalam
karena sehingga
kegiatan
kegiatan anak
ini
pembelajaran yang nyata dan mengasyikkan,
tertarik
misalnya permainan ular tangga.
untuk belajar sambil bermain, anak dapat
Permainan
ular
tangga
adalah
berpartisipasi dalam proses pembelajaran
permainan yang dapat dimainkan oleh dua
secara langsung, permainan ular tangga
sampai empat orang siswa. Setiap siswa
dapat
memiliki
dipergunakan
mengembangkan
untuk
membantu
kecerdasan
logika
bidak,
kesempatan
dan
secara
dia
mendapatkan
bergiliran
untuk
metematika anak, permainan ular tangga
mengocok dadu. Setiap angka yang keluar
dapat merangsang anak belajar memecahkan
dari mata dadu, maka siswa diperbolehkan
masalah sederhana tanpa disadari oleh anak,
melangkah maju sejumlah angka tersebut.
permainan ular tangga dapat dilakukan baik
Jika bidak mereka berada di dasar tangga
di dalam kelas maupun di luar kelas, dan
maka bidak tersebut akan menaiki tangga
membantu siswa dalam belajar berhitung.
dan berhenti di posisi berakhirnya tangga
Adapun
lain
tersebut. Sebaliknya jika saat melangkah,
pnggunaan media permainan ular tangga
bidak tersebut berhenti di ekor ular maka
memerlukan
kurangnya
harus turun kebawah sampai di tempat
pemahaman aturan permainan oleh anak
kepala ular. Jadi mereka akan menggunakan
dapat menimbulkan kericuhan, dan untuk
proses matematika dalam permainan ini
anak yang kurang menguasai materi dengan
yaitu
baik
pengurangan. Berikut contoh permasalahan
akan
kelemahannya
banyak
antara
waktu,
mengalami
kesulitan dalam
bermain.
membilang,
penjumlahan,
dan
dalam permainan ular tangga 1. Bidak seorang siswa berada di angka
Pendidikan Karakter Pada Matematika
14, kemudian dia melempar dadu dan
Melalui Permainan Ular Tangga
mendapat
angka
4,
maka
ia
Matematika merupakan ilmu abstrak.
menggerakkan bidak maju 4 langkah.
Terkadang masih ada siswa yang merasa
Di angka berapa bidak tersebut akan
kesulitan dalam belajar matematika misalnya
berhenti?
dalam konsep penjumlahan bilangan dan
Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka
menjumlahkan
14 dan 4, sehingga bidak siswa tadi berada
bilangan.
Berkaitan
hal
tersebut, siswa mulai mengenal membilang
di angka 18.
dan konsep penjumlahan serta pengurangan
2. Bidak seorang siswa berada di angka
ketika berada di kelas 1 di sekolah dasar.
20, kemudian dia melempar dadu dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
135
ISSN 2502-8723
mendapat
anggka
3,
jadi
ia
pengalaman belajar siswa dan cocok dalam
menggerakkan bidak maju 3 langkah.
mengembangkan
Ternyata siswa tersebut berhenti pada
pertama nilai kejujuran, permainan ini
anak
melatih siswa untuk melakukan tindakan
tangga
sehingga
bidaknya
sportif
karakter
tanpa
siswa
yaitu
menaiki anak tangga hingga di angka
yang
memanipulasi
dan
44. Jadi berapa angka yang menjadi
menipu. Kedua disiplin, dalam permainan
bonus bagi siswa tersebut?
ular tangga melatih siswa untuk disiplin,
Maka siswa tadi akan menjumlahkan angka
taat, dan patuh pada tata tertib permainan.
20 dan 3, sehingga bidak siswa tadi berada
Ketiga kerja keras, untuk mendapatkan
di angka 23. Dari permasalahan tersebut
kemenangan pada permainan ular tangga ini,
siswa mendapatkan bidaknya berhenti pada
siswa harus bekerja keras dalam mengatasi
angka 23. Namun bidak tersebut berada pada
berbagai
anak tangga maka harus naik ke angka 44.
permainan ini melatih siswa untuk saling
Sehingga angka yang menjadi bonus bagi
menghormati dan menghargai antar siswa.
siswa tersebut adalah
Selain itu dapat melatih siswa dalam
.
hambatan.
menghadapi
3. Bidak seorang siswa berada di angka
Keempat
sebuah
toleransi,
kegagalan
dan
kemenangan.
34. Kemudian ia melepar dadu dan mendapatkan angka 4. Namun bidak
Kesimpulan
siswa tersebut berhenti pada ekor ular sehingga bidak tersebut harus
Pendidikan karakter sangat penting
kembali turun sampai angka 24. Jadi
dalam menciptakan generasi penerus yang
berapa banyak angka yang terbuang?
berbudi luhur. Dengan pendidikan karakter
Dari permasalahan tersebut, langkah pertama
diharapkan siswa mampu bersaing, beretika,
siswa akan menjumlahkan 34 dan 4, hasilnya
bermoral,
38. Kemudian bidaknya berhenti pada angka
berinteraksi dengan masyarakat. Dalam hal
38. Namun karena bidak tersebut berhenti
ini, peran seorang guru sangat penting dalam
pada ekor ular maka bidak tersebut harus
mengembangkan
turun kembali ke angka 24. Langkah kedua
terutama pada pelajaran matematika. Untuk
siswa akan mengurangkan angka 38 dengan
mempermudah
24, sehingga angka yang terbuang
matematika, maka diperlukan suatu media
memiliki
sopan santun,
karakter
dalam
pada
dan
siswa,
mempelajari
pembelajaran yang menyenangkan. Sebagai
. Permaian ular tangga diharapkan
contohnya permainan ular tangga. Pada
dapat membantu siswa memahami konsep
permainan ular tangga ini, siswa belajar
membilang, penjumlahan, dan pengurangan
membilang, menghitung, dan mengurangi
bilangan. Hal ini akan lebih menarik bagi
suatu bilangan.
siswa karena mereka dapat melakukan
pembelajaran
aktivitas matematika, selain itu semua siswa
pengalaman belajar siswa, permainan ular
akan aktif dalam aktivitas belajar. Permainan
tangga sangat tepat untuk dan cocok dalam
ular tangga sangat tepat untuk media
mengembangkan karakter siswa yaitu nilai
pembelajaran
kejujuran, disiplin, kerja keras, toleransi
dalam
mengkontruksi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
136
Selain sebagai media dalam
mengkontruksi
ISSN 2502-8723
antar pemain atau antar siswa, dan dapat melatih siswa dalam menghadapi sebuah kegagalan dan kemenangan.
DAFTAR PUSTAKA Fathani, A. H. 2009. Matematika Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hamalik, O. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju Hitipeuw, I. 2008. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Cet. II. Jakarta : Indonesia heritage Foundation. Sagala, S. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar). Cetakan Keempat. Bandung: CV Alfabeta. Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Syaifudien, Ahmad. 2014. Pengertian, Tujuan, dan 18 Nilai Pendidikan Karakter, (online), http://www.tipspendidikan.site/2014/ 07/pengertian-tujuan-dan-18nilai.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2016. Zubaedi. 2011. Disain Pendidikan Karakter: Konsep dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta. Kencana Zuhriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: PT Bumi Aksara.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
137
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2014/2015 di SDN Balonggemek 1 Kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang) Yoggy Febriawan, Subanji, Syamsul Hadi Universitas Negeri Malang Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dua siklus, dengan latar belakang kelas V SDN Balonggemek 1 Jombang. Tindakan pada siklus I yaitu pembelajaran inkuri terbimbing berbantuan media manipulatif dengan kompetensi penjumlahan pecahan dan pada siklus II yaitu pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bntuan media manipulatif dengan kompetensi pengurangan pecahan. Hasil penelitian menunjukkan penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah (1) melakukan tanya jawab, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis, (4) siswa berkelompok masing-masing kelompok beranggotakan 2-3 siswa, (5) mendiskusikan LKS yang telah dibagikan, (6) menuliskan hasil kerja kelompok di papan tulis, (7) kelompok lain menanggapi kelompok yang menuliskan hasil kerja kelompoknya. Kegiatan dapat dilakukan dengan sangat baik, terpusat pada siswa. Siswa dapat terlibat langsung, menjadi lebih bersemangat, lebih aktif dan mudah memhami materi. Kata kunci : inkuiri terbimbing dengan bntuan media manipulatif, hasil belajar
Belajar
Pendahulauan
anak diberi
merencanakan
Pembelajaran Matematika merupakan
dan
kesempatan untuk menggunakan
cara
suatu upaya untuk memfasilitasi,
belajar yang mereka senangi. Guru dalam
mendorong, dan mendukung siswa dalam
mengajarkan
belajar Matematika. Banyak orang yang
mengupayakan agar siswa dapat memahami
tidak menyukai Matematika, termasuk siswa
dengan baik materi yang sedang dipelajari.
Matematika
harus
yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Penelitian yang dilakukan di SDN
Mereka menganggap Matematika adalah
Balonggemek 1 Jombang diawali dengan
pelajaran
melakukan
yang
sulit
dan
menakutkan.
pengamatan
dan
didapat
Anggapan ini membuat mereka merasa
beberapa hal yang dialami oleh siswa kelas
malas untuk belajar Matematika.
V SDN Balonggemek I selama mengikuti
Menurut Kline (dalam Pitadjeng,
pelajaran matematika dikelas, diantaranya :
2006:1) belajar akan efektif jika dilakukan
1) Sekitar 20 % pembelajaran di kelas
dalam
menggunakan
suasana
yang
menyenangkan.
media
pembelajaran,
Sedangkan menurut Pitadjeng (2006: 3)
selebihnya
orang yang belajar akan merasa senang jika
Berdasarkan
memahami apa yang dipelajari. Pendapat
media di kelas untuk pembelajaran masih
keduanya juga berlaku bagi siswa Sekolah
kurang dan sangat terbatas. Keterbatasan ini
Dasar yang sedang belajar Matematika.
sangat
138
hal
guru
buku
tersebut,
berpengaruh
kelancaran FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
menggunakan
sekali
dalam
cetak.
penggunaan
terhadap
menyampaikan ISSN 2502-8723
materi pelajaran matematika. Keterbatasan
dan didapatkan solusi yang tepat untuk
ini disebabkan karena faktor biaya untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu penerapan
membeli media pembelajaran yang terlalu
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
mahal. Studi pendahuluan terdapat 60%
bantuan
kurang aktif dalam mengikuti pelajaran
meningkatkan hasil belajar siswa.
matematika sebagian siswa merasa takut
media
manipulatif
Pembelajaran
untuk
inkuiri
dapat
dengan pelajaran matematika, 2) Selama
dilaksanakan dengan cara inkuiri terbimbing
pembelajaran
dan inkuiri terbuka. Pembelajaran inkuiri
matematika
penggunaan
model pembelajaran hanya sekitar 40% dan
terbuka
dinilai sangat kurang hal ini disebabkan
kegiatan
karena peralatan yang ada disekolah tidak
merencanakan
menunjang
model
data, dan menyimpulkan data dilakukan oleh
pembelajaran tertentu, 3) sebanyak 65%
siswa. Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu
siswa
suatu pembelajaran penemuan yang dalam
untuk
kurang
menggunaan
berkonsentrasi
dalam
dalam
pelaksanaannya
seluruh
pemilihan
masalah,
seperti
eksperimen,
menganalisis
mengikuti pelajaran matematika, sehingga
pelaksanaannya
banyak siswa tidak memahami materi yang
bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
diajarkan oleh guru.
siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh
Berdasarkan
hasil
tes
diketahui
guru
menyediakan
guru, siswa tidak merumuskan problem atau
bahwa hasil belajar Matematika pada
masalah.
kompetensi penjumlahan dan pengurangan
Dalam
pembelajaran
inkuiri
pecahan sebagian besar siswa kelas V SDN
terbimbing guru tidak melepas begitu saja
Balonggemek
kegiatan-kegiatan
1
belum
memuaskan.
yang
dilakukan
oleh
Indikatornya diketahui hanya 3 siswa (18%)
siswa. Guru harus memberikan pengarahan
mendapat nilai 75-100, 7 siswa (41%)
dan
mendapat nilai 50-74, 5 siswa (29%)
melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa
mendapat nilai 25-50, dan 2 siswa (12%)
yang berpikir lambat atau siswa yang
mendapat nilai 0-24 dan. Ada 2 siswa yang
mempunyai intelegensi rendah tetap mampu
telah memenuhi standar ketuntasan belajar
mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang
dan ada 10 siswa yang belum tuntas.
dilaksanakan
dan
Artinya ketuntasan belajar secara klasikal
kemampuan
berpikir
belum tercapai, karena hanya 18% siswa
memonopoli kegiatan, oleh sebab itu guru
tuntas belajar dan yang belum tuntas
harus memiliki kemampuan mengelola kelas
mencapai 82%. Hal ini membuktikan bahwa
yang bagus.
bimbingan
kepada
siswa
siswa
dalam
mempunyai
tinggi
tidak
hasil belajar siswa belum memenuhi syarat
Penjelasan di atas dalam penelitian
ketuntasan kelas sesuai KTSP yaitu hasil
ini, lebih dipilih penggunaan pembelajaran
belajar siswa harus mencapai persentase
inkuiri terbimbing karena siswa sekolah
keberhasilan mendapat nilai ≥ 75 mencapai
dasar masih dalam perkembangan berfikir
75% dari banyaknya siswa.
kongkrit maka dari itu kontribusi guru masih
Berdasarkan paparan masalah yang
sangat dibutuhkan. Hal ini juga diperkuat
diungkapkan kemudian peneliti mengkaji
oleh Djamarah (2011:125) yaitu, sampai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
139
ISSN 2502-8723
kira-kira
umur
11
tahun
anak
masih
pembelajaran berupa media manipulatif.
membutuhkan guru atau orang dewasa.
Media
manipulatif
adalah
media
Hal ini juga didukung penelitian yang
pembelajaran atau alat bantu yang berperan
dilakukan oleh Mosik, dkk (2010), yang
sebagai alat peraga yang di manipulasi,
membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri
dirubah dan dibuat sendiri untuk membantu
terbimbing dapat mengatasi kesulitan belajar
siswa memahami materi yang diajarkan.
siswa yang berdampak pada peningkatan
Penggunaan media manipulatif pada
hasil belajar siswa. Selain itu penelitian yang
pecahan sangat membantu siswa dalam
dilakukan Wayan (2011) juga membuktikan
memahami penjumlahan dan pengurangan
bahwa
terbimbing
pecahan. Hal ini didukung oleh penelitian
berbasis asesmen portofolio lebih baik dari
Resty, dkk (2013) yang membuktikan bahwa
pada
media
pembelajaran
hasil
belajar
inkuiri
kimia
siswa
yang
manipulatif
jaring-jaring
dapat
mengikuti model pembelajaran konvensional
meningkatkan hasil belajar siswa pada
.
proses
pembelajaran matematika. Penelitian serupa
pembelajaran, peneliti juga menggunakan
juga pernah dilakukan oleh Astiningsih, dkk
media manipulatif.
(2014) yang membuktihkan bahwa model
Untuk
memaksimalkan
Interaksi siswa dengan lingkungan dapat
tercipta
suasana
belajar
pembelajaran
yang
manipulatif
menyenangkan dan sesuai dengan tingkat
core
berbantuan
berpengaruh
media
terhadap
hasil
belajar matematika.
kognitif siswa. Piaget berpendapat: bahwa
Tujuan penelitian ini yaitu agar siswa
ada 4 periode berpikir dari setiap individu,
lebih mudah belajar tentang matematika
yaitu (1) periode sensori motor, (2) periode
khusunya pada kompetensi penjumlahan dan
pra operasi, (3) periode operasi konkret, dan
pengurangan pecahan, dengan bagitu diikuti
(4) periode operasi formal. Untuk siswa
dengan hasil
Sekolah Dasar usia mereka berada pada
meningkat.
belajar
siswa
yng akan
pendekatan
penelitian,
periode operasi konkret mereka didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek
Metode Penelitian
(Piaget dalam Hudojo, 1988:46). Dienes (dalam
Hujoyo,
1988:59)
Menurut
menyatakan
pendekatan penelitian ini adalah penelitian
bahwa untuk menyajikan konsep atau
kualitatif.
prinsip matematika pada siswa usia Sekolah
jenis
Dasar,
dalam
Tindakan Kelas (classroom action research).
bentuk konkret, sehingga hal yang abstrak
PTK adalah salah satu jenis tindakan yang
didasarkan pada intuisi dan sesuai dengan
bertujuan
pengalaman-pengalaman
pembelajaran
pertama-tama
disajikan
konkret.
Sedangkan menurut jenisnya,
penelitian
ini
untuk yang
Penelitian
mengatasi terjadi
masalah pada
tindakan
mulai dari hal-hal yang bersifat konkret
dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan
menuju kepada hal-hal yang abstrak.
masalah-masalah
materi
abstrak,
diperlukan
alat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2008:66).
latar
Pembelajaran matematika dapat dilakukan
Untuk membantu siswa memahami
(Akbar,
adalah
PTK
pembelajaran,
memperbaiki mutu, hasil pembelajaran, dan
bantu
mencoba 140
hal-hal
yang
baru
dibidang ISSN 2502-8723
pembelajaran demi peningkatan mutu dan
terdiri dari lembar dan format wawancara,
hasil pembelajaran.
sedangkan kompetensi pembelajaran yang
Penelitian
ini
menggunakan
akan dilaksankan pada siklus I adalah
rancangan penelitian tindakan kelas yang
membandingkan
dilakukan
pecahan,
dengan
bersiklus
(Suharsimi
pecahan,
mengurutkan
menyederhanaan
pecahan,
Arikunto, 2006:17). Tiap siklus dilakukan
penjumlahan pecahan dengan pembilang
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan,
satu, penjumlahan pecahan berpenyebut
pengamatan,
sama,
dan
refleksi.
Tindakan
dan
penjumlahan
pecahan
dilaksanakan melalui dua siklus. Subjek
berpenyebut berbeda. RPP dibuat sesuai
penelitian dalam PTK ini yaitu siswa kelas V
dengan tahapan-tahapan proses penerapan
SDN
tahun
pembalajaran inkuiri terbimbing dengan
pelajaran 2014/2015 berjumlah 17 siswa.
bantuan media manipulatif, LKS dan tes
Dari 17 siswa tersebut terdiri 7 siswa laki
individu dibuat sesederhana mungkin dan
dan 10 siswa perempuan.
tidak
balonggemek
I
Jombang
Di dalam pelaksanaan penelitian,
menyulitkan
rancangan
siswa,
intrumen
sedangkan
penelitian,
peneliti
peneliti (guru kelas) bekerja sama dengan
menggunakan prinsip mudah dipahami dan
guru mitra yaitu bapak Darmin Safariadi.
diisi oleh observer pada saat mengamati
Peran
setiap tindakan dalam proses pembelajaran.
guru
pengamatan kegiatan
tersebut dan
dalam
yaitu
melakukan
pencatatan
terhadap
Pelaksanaan dalam siklus I ini dibagi
pelaksanaan
tindakan.
menjadi 3 kali pertemuan, dengan rincian
Kegiatan yang diamati yaitu kegiatan yang
pertemuan
dilakukan
kompetensi
oleh
guru,
siswa,
maupun
ke
satu
membahas
tentang
membandingkan
dan
keterlaksanaan perbaikan sebagai sumber
mengurutkan pecahan, pertemuan kedua
data. Informasi yang diterima selama proses
membahas
pembelajaran
tentang
kompetensi
direkam
dalam
lembar
menyederhanakan
pengamatan,
lembar
catatan
menjumlahkan pecahan dengan pembilang
lapangan, kamera, dan daftar rekap nilai tes.
satu, dan pertemuan ketiga membahas
Selanjutnya dihimpun sebagai data yang
kompetensi
akan diolah, dianalis, dan disimpulkan untuk
berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda.
memperoleh deskripsi yang jelas.
Diakhir pertemuan dilanjutkan dengan tes
pedoman
pecahan
penjumlahan
dan
pecahan
akhir siklus I. Penerapan
Hasil Penelitian Siklus I Beberapa hal yang akan dilakukan peneliti
sebelum
penelitian
adalah
(1)
pembelajaran
terbimbing
dengan
manipulatif
untuk
inkuiri
bantuan
media
meningkatkan
hasil
belajar siswa siklus I ditemukan hal-hal
merencanakan perangkat pembelajaran yang
sebagai berikut:
terdiri
Pelaksanaan
a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa,
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
Lembar
(2)
bantuan media manipulatif berjalan
merencanakan instrumen penelitian yang
cukup baik. Persentase keterlaksanaan
dari
Tes
Rencana
Soal
Individu,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
141
ISSN 2502-8723
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
adalah
bantuan media manipulatif memperoleh
pembelajaran yang terdiri dari Rencana
kategori aktif, yaitu mencapai skor rata-
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
rata 87%. Kekurangan pada siklus I ini
Kerja Siswa (LKS), lembar tes soal individu,
guru kurang memperhatikan efisiensi
(2) merancang intrumen penelitian yang
waktu terlihat ketika melakukan proses
terdiri dari lembar observasi dan format
pembelajaran pertemuan pertama waktu
wawancara, (3) merancang pembelajaran
tersita pada kegiatan awal. Penerapan
yang dapat memperbaiki segala bentuk
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
kelemahan dan kekurangan pada siklus I,
bantuan media manipulatif yang anggota
diantaranya
kelompok tidak terlalu banyak sehingga
menyampaikan materi operasi penjumlahan
siswa
pecahan agar lebih dimaksimalkan lagi cara
aktif
mengikuti
pelajaran.
(1)
merancang
menyangkut
perangkat
masalah
Pernyataan ini didukung dari Silberman
penyampaiannya,
(2009: 151) mengemukakan bahwa
memotivasi siswa agar lebih berani dan
‖salah
untuk
percaya diri, pengelolaan penggunaan media
yang aktif
manipulatif pada saat proses pembelajaran,
satu
cara
mengembangkan
terbaik
belajar
adalah memberikan tugas belajar yang
konsentrasi
diselesaikan
pembelajaran,
dalam
kelompok
kecil
siswa.‖
pengelolaan
cara
siswa
dalam
sedangkan
kelas,
proses kompetensi
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
b. Hasil wawancara dengan beberapa siswa
siklus II yaitu pengurangan pecahan.
menunjukkan jawaban yang hampir
Pembelajaran pada siklus II disusun
100% menjawab positif dan senang
berdasarkan hasil observasi dan refleksi
dengan proses pembelajaran yang sudah
yang dilakukan pada tindakan siklus I.
dilaksanakan. Senangnya siswa dapat
Masalah yang berhasil diidentifikasi sebagai
dilihat dari aktivitas dia selama kegiatan
bahan acuan untuk menyusun Rencana
proses pembalajran berlangsung dan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan
pada saat diwawancara.
siklus II. Hasil refleksi dari siklus I dijadikan
c. Hasil belajar siswa pada siklus I masih
rencana untuk perbaikan pada pelaksanaan
kurang, rata-rata hasil belajar siswa pada
pembelajaran tindakan siklus II. Tujuan
siklus I diperoleh 56,6 (8 siswa yang
pembelajaran yang hendak dicapai yaitu
masih di bawah KKM dan 7 siswa
siswa dapat melakukan operasi pengurangan
sudah memenuhi standart KKM) dengan
pecahan. Waktu pembelajaran untuk siklus II
kriteria ketuntasan klasikal sebesar 75,
dilakukan
dengan demikian hasil belajar siklus I
termasuk tes.
belum
mencapai
kelas
V
SDN
KKM
matematika
Balongegemek
Penerapan
I
terbimbing
kecamatan Megaluh kabupaten Jombang
tiga
kali
pertemuan,
pembelajaran
dengan
bantuan
inkuiri media
manipulatif pada siklus II dilakukan dengan
Siklus II
beberapa
Beberapa hal yang dilakukan peneliti
perubahan,
mengoptimalkan
pada siklus II sebelum melakukan penelitian FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
selam
terutama
proses
untuk
pembelajaran
sehingga semua kekurangan pada siklus I 142
ISSN 2502-8723
dapat terpenuhi. Berikut ini temuan-temuan
13 April 2015 sampai dengan 25 April 2014
pada siklus II.
yang dibagi menjadi dua siklus. Skenario
a. Aktifitas guru dalam keterlaksanaan
pembelajaran
dengan
menggunakan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
bantuan media manipulatif berjalan
bantuan media manipulatif yang diterapkan
sangat baik. Persentase keterlaksanaan
guru di kelas V SDN Balonggemek 1
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
terlaksana sepenuhnya dengan baik. Hal ini
bantuan media manipulatif memperoleh
dapat dilihat dari hasil observasi penerapan
kategori sangat aktif, yaitu mencapai
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
skor
bantuan
rata-rata
92%.
Guru
sudah
menerapkan semua aspek yang terdapat
media
manipulatif
dengan
menggunakan cheklist.
pada lembar observasi keterlaksanaan
Berdasarkan data yang diperoleh dari
model pembelajaran inkuiri terbimbing
instrumen
tersebut,
ditemukan
bahwa
dengan bantuan media manipulatif. Hal
penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing
ini menunjukkan terjadinya peningkatan
dengan bantuan media manipulatif pada
dari kegiatan siklus I ke siklus II.
kedua siklus sudah berlangsung maksimal.
b. Hasil wawancara dengan beberapa siswa
Pada siklus I, ketercapaian pelaksanaan
menunjukkan jawaban yang hampir
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
100% menjawab positif dan senang
bantuan media manipulatif adalah 87%.
dengan proses pembelajaran yang sudah
Setelah
dilaksanakan. Senangnya siswa dapat
pelaksanaan,
dilihat dari aktivitas dia selama kegiatan
pelaksanaan
proses pembalajran berlangsung dan
mengalami
pada saat diwawancara.
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
c. Hasil belajar kognitif siswa sudah
beberapa
perbaikan
maka
pada
siklus
pembelajaran peningkatan.
dalam II
tersebut Pelaksanaan
bantuan media manipulatif pada siklus II
sangat baik, hanya terdapat 4 siswa yang
mencapai 92%.
belum tuntas belajar. Ketuntasan hasil
Pembelajaran dengan
88,4, sehingga pembelajaran dengan
dilaksanakan sebanyak dua siklus dan
penerapan
inkuiri
dilaksanakan
media
pertemuan. Pertemuan pertama membahas
terbimbing
dengan
bnatuan
manipulatif sudah dianggap berhasil.
sebanyak
manipulatif
enam
kali
membandingkan dan mengurutkan pecahan, pertemuan
kedua
membahas
menyederhanakan pecahan dan penjumlahan
Pembahasan A. Keterlaksanaan
Pembelajaran
Terbimbing dengan
bantuan
Inkuiri
pecahan dengan pembilang satu, pertemuan
Media
ketiga membahas penjumlahan pecahan
Manipulatif Penerapan terbimbing
media
terbimbing
belajar kognitif mencapai skor rata-rata
pembelajaran
bantuan
inkuiri
berpenyebut sama dan berpenyebut berbeda pembelajaran
dengan
bantuan
Inkuiri
disertai dengan tes akhir siklus I, pertemuan
media
keempat membahas mengurangkan pecahan
manipulatif ini dilaksanakan mulai tanggal FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
berpenyebut 143
satu,
pertemuan
kelima
ISSN 2502-8723
membahas
mengurangkan
pecahan
seorang pendidik harus terampil dalam
berpenyebut sama sedangkan pertemuan
membuat
keenam membahas mengurangkan pecahan
manipulatif
berpenyebut berbeda dengan disertai tes
matematika agar siswa-siswa tertarik pada
akhir siklus II.
kompetensi pelajaran yang sedang dipelajari.
Setiap pertemuan dalam pembahasan
dan
Bentuk,
merakit
untuk
warna,
sebuah
proses
dan
media
pembelajaran
ukuran
media
materi terbagi menjadi tiga tahap bagian,
manipulatif dibuat sedemikian rupa agar
yaitu: 1) kegitan awal,
siswa
kegiatan
guru
yang terdiri dari
mengucapkan
salam,
tertarik
pembelajaran.
melakukan apersepsi dan menyampaikan
B. Penerapan
pembelajaran;
2)
kegiatan
inti,
tentang
pengurangan
penjumlahan
pecahan,
pada
saat
dalam
proses
Pembelajaran
Inkuiri
Terbimbing dengan Bantuan Media
kegiatan yang dilakukan meliputi tanya jawab
senang
mengaplikasikannya
memimpin doa, memeriksa kehadiran siswa,
tujuan
dan
Manipulatif terhadap hasil belajar
dan
Penerapan
pembelajaran
dengan
inkuiri
merumuskan
terbimbing
masalah, membuat hipotesis, dan diskusi
manipulatif
dalam kelompok; 3) kegitan akhir, kegiatan
penjumlahan dan pengurangan pecahan
yang dilakukan diantaranya penyimpulan,
dalam
refleksi, dan menutup proses pembelajaran.
meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam
pada
penelitian
ini
bantuan
media
operasi
hitung
bertujuan
untuk
Pembelajaran dengan menggunakan
penelitian ini hasil belajar siswa diukur
media manipulatif sangat membantu dalam
melalui tes. Tes ini dilakukan pada setiap
mengarahkan siswa dalam memahami dan
akhir
belajar
dilaksanakan oleh peneliti.
kompetensi
penjumlahan
dan
pengurangan pecahan dan pada akhirnya
tindakan
Hasil
tes
dari
dua
akhir
siklus
yang
tindakan
pada
siswa dapat menmukan konsep-konsep dasar
penelitian ini digambarkan dalam bentuk
matematika pada kompetensi penjumlahan
skor yang diperoleh siswa selama proses
dan pengurangan pecahan. Pemilihan bahan
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
manipulatif
bantuan media manipulatif pada kompetensi
pencapaian
sangat
berperan
kompetensi-kompetensi
dalam yang
operasi
hitung
penjumlahan
dan
lainnya, akibatnya guru dituntut untuk lebih
pengurangan pecahan. Peningkatan hasil
jeli dalam penerapannya. Ketertarikan yang
belajar
ditimbulkan diharapkan menjadikan siswa
peningkatan persentase hasil belajar yang
menjadi lebih tertarik dengan materi yang
diperoleh siswa kelas V pada tes akhir siklus
diberikan guru dan pemahaman pun menjadi
I dan tes akhir siklus II, yaitu pada tes akhir
lebih tahan lama tertanam pada siswa.
siklus I diperoleh hasil belajar siswa 56,6%,
Sehingga kecil kemungkinan siswa lupa
sedangkan pada tes akhir siklus II diperoleh
dengan pembelajaran di sekolah karena
presentase hasil belajar siswa 80,4%.
siswa tidak hanya hafal langkahnya saja
dapat
dilihat
melalui
Berdasarkan analisis data tes akhir
namun juga pemahaman konsep.
tindakan pada siklus I dan siklus II,
Berdasarkan hal tersebut di atas, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
siswa
diketahui 144
bahwa
hasil
belajar
siswa
ISSN 2502-8723
mengalami peningkatan. Peningkatan hasil
Hasil
belajar
siswa
meningkat
belajar terjadi pada tingkat ketuntasan
disebabkan oleh pengalaman-pengalaman
individu yang dapat dilihat dari rata-rata
yang
kelas ataupun dari persentase siswa yang
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
tuntas
bantuan media manipulatif. Pembelajaran
pada
ketuntasan
kelas
tersebut.
klasikal
Persentase
meningkat
diberikan
melalui
penerapan
sebesar
yang disajikan dengan bantuan media
23,8%. Berdasarkan hasil analisis tersebut
manipulatif dapat disajikan lebih mudah,
dapat
penerapan
menarik dan mudah dicerna oleh siswa.
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
Penyajian pembelajaran yang menarik dapat
bantuan media manipulatif pada kompetensi
membuat semangat dan motivasi siswa
operasi
dalam belajar lebih meningkat.
diketahui
bahwa
penjumlahan
dan
pengurangan
pecahan dapat meningkat.
Hasil
wawancara
terhadap
tujuh
Dalam pembelajaran yang dilakukan
belas siswa subjek penelitian dapat diketahui
dalam siklus I, hasil belajar siswa masih
bahwa siswa sudah memahami kompetensi
kurang
yang dijelaskan oleh guru. Melalui hasil
memuaskan,
diantaranya
siswa
masih kesulitan dalam menghitung operasi
wawancara
dari
jutuh
belas
subyek
penjumlahan pecahan, tingkat kepercayaan
penelitian, mereka sudah bisa menjelaskan
diri siswa rendah, masih ada siswa yang
soal operasi penjumlahan dan pengurangan
kurang teliti dalam menjawab soal yang
pecahan dengan benar.
diberikan oleh guru baik pada lembar LKS
C. Hasil Belajar
atau latihan individu, pengelolaan kelas
Hasil belajar adalah kemapuan yang
yang belum maksimal, penjelasan materi
diperoleh siswa setelah melalui kegiatan
yang tidak efektif dan efisien, pemberian
belajar
motivasi yang masih rendah kepada diri
pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat
siswa, dan pada saat kerja kelompok ada
pencapaian
sebagian
menggunakan tes hasil belajar.
siswa
berpartisipasi.
yang
tidak
Masalah-masalah
ikut
sehingga
hasil
tercapainya
belajr
siswa,
tujuan
guru
tersebut
Berdasarkan hasil observasi guru,
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa,
hasil tes siswa, dan wawancara terhadap
dan diperoleh persentase hasil belajar siswa
tujuh
pada siklus I yang belum memenuhi KKM
diketahui bahwa siswa dapat memahami
yaitu 56,6%.
operasi
Pada siklus II, hasil belajr siswa
belas
subyek
hitung
pengurangan
penelitian,
penjumlahan
pecahan.
Hasil
tes
dapat
dan akhir
terhadap kompetensi yang diberikan peneliti
tindakan yang diperoleh siswa dari Siklus I
mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan
dan Siklus II mengalami peningkatan yang
dengan persentase siswa yang memenuhi
cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa
KKM pada siklus II adalah 80,4%. Hal ini
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap
disebabkan karena siswa sudah memahami
kompetensi
operasi
materi yang dierikan oleh peneliti sehingga
pengurangan
pecahan
siswa dapat memecahkan masalah yang ada
Standar Nilai Ketuntasan siswa yang di
dengan baik.
tetapkan oleh SDN Balonggemek 1 untuk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
145
penjumlahan telah
dan
meningkat.
ISSN 2502-8723
mata pelajaran matematika di kelas V adalah
adalah sebagai berikut.
75. Prosentase ketuntasan klasikal pada
1. Bagi Guru
siklus I adalah 56,6%, sedangkan prosentase
a. Penerapan
ketuntasan klasikal pada siklus II adalah
terbimbing
80,4%.
manipulatif dapat dijadikan salah satu
Hal
ini
menunjukkan
ada
peningkatan sebesar 23.8%.
dengan
pembelajaran
terbimbing
dengan
manipulatif
pada
dengan
inkuiri
bantuan
media
alternatif yang layak dipertimbangkan
Berdasarkan hasil wawancara, siswa senang
pembelajaran
dalam pembelajaran matematika pada
inkuiri
kompetensi operasi penjumlahan dan
bantuan
media
pengurangan pecahan.
kompetensi
operasi
b. Sebelum
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
melakukan
pembelajaran
inkuiri terbimbing berbantuan media manipulatif
,
hendaknya
guru
mengingatkan kembali materi yang
Kesimpulan 1. Penerapan terbimbing
Pembelajaran dengan
bantuan
Inkuiri
dilakukan sehingga siswa lebih mudah
media
dalam
memahami
materi,
misalnya
manipulatif yang dilakukan terdiri dari
dengan cara melakuakn tanya jawab
langkah-langkah:
kepada siswa dengan begitu siswa akan
siswa
merumuskan
masalah dengan didampingi oleh guru,
antusia
siswa
mengajar.
membuat
hipotesis
dengan
mengikuti
proses
belajar
didampingi oleh guru, mengumpulkan
c. Sebelum memulai kegiatan sebaiknya
data dengan cara siswa mendiskusikan
tanamkan konsep matematika kepada
LKS, menganalisis data dengan cara
siswa, ini dilakukan supaya siswa tidak
siswa menuliskan hasil pekerjaannya di
kesulitan
papan tulis setelah itu didiskusikan
matematika pada tingkat yang lebih
secara
tinggi lagi.
bersama-sama,
dan
menyimpulkan kegiatan pada hari itu. 2. Penerapan
membelajari
2. Bagi peneliti
inkuiri
Bagi peneliti lain yang mempunyai
media
keinginan untuk mengadakan penelitian
manipulatif dapat peningkatkan hasil
tentang pembelajaran inkuiri terbimbing
belajar siswa dilihat dari nilai tes akhir
dangan
setiap siklus. Rata-rata nilai akhir siswa
sebaiknya dapat dilaksanakan pada materi
pada siklus I mencapai 56,6 dan pada
yang berbeda sehingga dapat memperoleh
siklus II mencapai 80,4. Pada siklus I
suatu gambaran yang lebih lanjut tentang
terdapat 7 siswa yang tuntas dalam
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
belajar,
bntuan media manipulatif.
terbimbing
pembelajaran
dalam
dengan
sedangkan
bantuan
pada
siklus
II
bantuan
media
manipulatif,
terdapat 13 siswa yang tuntas DAFTAR RUJUKAN Akbar, Sa‘dun. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Filosofi, Metodologi, dan Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Budi Aksara.
Saran Beberapa
saran
yang
dapat
disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
146
ISSN 2502-8723
Metzler, M.W. 2000. Instructional Models For Physical Education. Massachusetts: Allyn & Bacon A Pearson Education Company.
Azhar, A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Budiada, I Wayan. 2010. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Asesmen Portofolio Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X Ditinjau Dari Adversity Quotient. (Online), http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ep/article/vie w/36, diakses pada 24 desember 2014. Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. (Online), http://risecahyono.blogspot.com/2011/ 02 /model-pembelajaran-berbasisinkuiri.html, diakses pada 24 desember 2014. Clark. 1981. Psikologi Pendidikan. Jakarta Gramedia. Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2006. Jakarta: Depdiknas. Djamarah. SB. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibbin, dkk. 2012. Penggunaan Media Manipulatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SDN 42 Cakranegara Tahun Pelajaran 201I/2012. Jurnal PGSD UNRAM 1 (1), Hal 1, [Online], (http://fkipunram.ac.id/ejurnal/index.php/pgsd/art icle/view/122, diakses tanggal 05 Desember 2014). Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Ni Luh Astiningsih, I Nym. Murda, I Md. Suarjana. 2014. Pengaruh Model Core Berbantuan Media Manipulatif terhadap Hasil Belajar Matematika. (Online), http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph p/JJPGSD/article/download/3063/2537 , diakses pada 5 januari 2015. P. I. Wijayanti, Mosik, N. Hindarto. 2010. Explorasi Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Cahaya dan Upaya Peningkatan Hasil Balajar melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, diakses pada 23 Agustus 2013. Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Resty Riana, Margiati, Nursyamsiar. 2013. Penggunaan Media Manipulatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. (Online), jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/arti cle/viewFile/3944/3928, diakses pada 24 desember 2014. Rohani, A. 1997. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Sadiman, Arif S, dkk. 2005. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Sanjaya, Wira. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Slameto. 2003. Evaluasi Pendidikan. Salatiga: Bumi Aksara. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.
Goos, Merrilyn. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for Research in Mathematics Education. Vol.35. Hauser, J. 2007. Science Inquiry: The Link to Accessing the General Education Curriculum The Acces Cente'- (Online), (http://www.KVIH-Accesscenter.org/ document/sciencelnquiry-PDF.pdf), diakses 17 desember 2013). Heinich, R. et.al. 1996. Intructional Media and Technologies for Learning. 5th edition. Hudojo,H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen P&K Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PPLPTK. Ismawati, Henik. 2007. Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar SainsFisika Melalui Pembelajaran Inkuiri Pokok bahasan Pemantulan Cahaya Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Semarang. (Online), https://ml.scribd.com/doc/35858928/H ENIK-ISMAWATI, diakses pada24 desember 2014. Mbulu.2001. Pengajaran Individual. Malang: Elang Mas FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
147
ISSN 2502-8723
Sudjana, Nana .2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, Penerbit Prestasi Pustaka Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem pendidikan nasional. Jakarta: CV. Eko Jaya.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
148
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN CNC PU3A MILLING SISTEM FANUC TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG Riana Nurmalasari, Luchyto Chandra Permadi, Poppy Puspitasari, Andoko, Marji Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No 5 Malang [email protected] Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang ditindaklanjuti dengan penelitian quasi eksperimental. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran CNC untuk mempermudah proses pembelajaran secara teoritik maupun pratik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mahasiswa antara yang menggunakan media pembelajaran CNC dan yang tidak menggunakan media pembelajaran CNC. Pengembangan media pembelajaran CNC mengadopsi model pengembangan ADDIE yaitu: 1) analysis (analisis), 2) design (desain), 3) development (pengembangan), 4) implementation (implementasi), 5) evaluation (evaluasi). Subjek penelitian terdiri dari mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012 kelas A1 dan A3. Pengambilan data menggunakan observasi awal serta penilaian hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis data menggunakan Uji-T. Hasil pengembangan media pembelajaran menunjukkan hasil yang valid untuk kelayakan dan kemudahan penggunaan media. Hasil validasi ahli media 93.1%, hasil validasi ahli materi 89,8%, dan uji coba kelompok kecil 88.6%. Selanjutnya, hasil penelitian quasi eksperimental menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai pvalue 0,000. Kata kunci: media pembelajaran, CNC, hasil belajar Abstract: This research is development research that continuing with quasi experimental research. The goal of this research is to develop CNC learning media to facilitate the learning process. Besides, the goal of this research is also to determine the differences student‘s learning outcomes using CNC learning media and do not use CNC learning media. Development of CNC learning media was adopted from ADDIE model, these are: 1) analysis (analysis), 2) design (design), 3) development (development), 4) implementation (implementation), 5) evaluation (evaluation). Subject of this research were students of Mechanical Engineering Education 2012 class A1 and A3. The data collection through observation and assessment of learning outcomes in the experimental class and control class. The techniques of data analysis is used T-Test. Development CNC learning media showed valid results for the feasibility and ease of use. The results of validity are 93.1% from expert of media, 89.8% from expert of content, and 88.6% from testing in small group. Furthermore, the results of quasi experimental research showed differences in learning outcomes between the experimental class and control class with a p-value of 0.000. Key words: learning media, CNC, learning outcomes.
dan lapangan kerja. Salah satu upaya untuk
Pendahuluan
mendukung
Pendidikan kejuruan ditinjau dari substansi karakteristik
pembelajarannya yang
tersebut
adalah
dengan memanfaatkan teknologi informasi
memiliki
berbeda
pernyataan
dan
dengan
komunikasi
pendidikan umum (Sonhadji, 2012). Nolker
Communication
dan Shoenfeldt dalam Sonhadji (2012)
sistem pembelajaran.
menyatakan bahwa dalam memilih substansi
Pemanfaatan
(Information
Technology/ICT)
dalam
dalam
sistem
mengubah
sistem
pembelajaran, pendidikan kejuruan harus
pembelajaran
selalu mengikuti perkembangan IPTEK,
pembelajaran pola konvensional atau pola
kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu,
tradisional menjadi pola modern
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
149
telah
ICT
and
yang
ISSN 2502-8723
bermedia
(Husamah,
2014).
Johan
dalam media
pembelajaran tentunya
akan
mengungkapkan bahwa ICT dalam waktu
memberikan hasil yang maksimal. Ada
yang sangat singkat telah menjadi satu bahan
beberapa jenis media pembelajaran yang
bangunan penting dalam perkembangan
meliputi: a) Media Visual : grafik, diagram,
kehidupan
chart, bagan, poster, kartun, komik b) Media
masyarakat
modern
(http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat). Sayangnya,
menurut
(2011),
bahasa, dan sejenisnya c) Projected still
perkembangan ICT yang memiliki banyak
media : slide; over head projektor (OHP), in
manfaat
fokus dan sejenisnya d) Projected motion
belum
Kusairi
Audial : radio, tape recorder, laboratorium
dimanfaatkan
secara
optimum dalam proses pembelajaran.
media : film, televisi, video (VCD, DVD,
Upaya untuk mengintegrasikan ICT
VTR), komputer dan sejenisnya. Pada
dalam proses pembelajaran masih kurang
hakikatnya media pembelajaran itu sendiri
sehingga
yang menentukan hasil belajar (Sadiman,
dampak
(Husamah,
ICT
2014).
kurang
Sebagai
nyata contoh,
2010).
perkembangan multimedia telah berkembang
Media sendiri jika diterapkan pada
pesat di masyarakat, namun pembelajaran di
proses pembelajaran akan menarik minat
kelas tetap konvensional meskipun telah
siswa karena merupakan gabungan antara
menggunakan teknologi komputer. Tenaga
pandangan,suara,
pendidik
memiliki
penjelasan tentang media, ada beberapa
kemampuan dalam penyampaian materi
aplikasi media yang dapat digunakan dalam
yang sesuai dengan yang di ajarkan. Inisiatif
pembuatan media pembelajaran. Seperti PPT
serta kemampuan pendidik profesional untuk
(power point), mikromedia, prezi dekstop
merangsang peserta didik yaitu dengan
dan program flash. Aplikasi tersebut ada
menggunakan media pembelajaran yang
kekurangan serta kelebihan. Media flash
menarik dan inovatif. Media pembelajaran
adalah
menempati posisi
mendukung dalam pembelajaran mesin CNC
sebagai
sudah
salah
pembelajaran.
seharusnya
yang satu
cukup
komponen
Tanpa media,
penting sistem
dan
media
gerak.
pembelajaran
Melihat
yang
bisa
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc.
komunikasi
Program flash diharapkan menjadi
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran
media
sebagai proses komunikasi juga tidak akan
memberikan pengajaran kepada mahasiswa.
bisa berlangsung secara optimal.
Selain
Penggunaan
yang
itu
dapat
digunakan
mahasiswa
mudah
melihat
secara
pembelajaran
memahami
pembelajaran
adalah untuk
langsung mesin CNC PU 3A Milling dengan
meningkatkan hasil belajar tergantung pada
sistem Fanuc yang digunakan dalam media
(1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan,
ini.
dan
pesan
program untuk pembelajaran CNC PU3A
(Permadi, 2014). Dengan demikian dalam
Milling dengan sistem Fanuc ini berfungsi
memilih dan menggunakan media, perlu
untuk proses pembelajaran tentang mesin
diperhatikan ketiga faktor tersebut. Apabila
CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc .
ketiga faktor tersebut mampu disampaikan
Media pembelajaran akan berfungsi baik jika
(3)
karakteristik
penerima
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
150
Penggunaan
dapat
akan
media
dalam proses
dan
untuk
media
flash
sebagai
ISSN 2502-8723
memiliki tiga faktor, yaitu (1) guru atau
Milling dengan sistem Fanuc adalah model
dosen sebagai pengajar, (2) buku atau modul
pengembangan ADDIE. Berikut tahapan
sebagai panduan dan (3) media pembelajaran
model pengembangan media pembelajaran
yang berupa media supaya hasil belajar bisa
dengan mengadopsi tahapan ADDIE.
tercapai. CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc
yang dipelajari di Jurusan Teknik
Analisis kebutuhan
Mengetahui kondisi lapangan
Mesin Universitas Negeri Malang selama ini,
sekedar
penyampaian
cara
Desain
Strategi pengembangan
1. Kompetensi khusus
mengoperasikan mesin CNC PU3A Milling
2. Bahan ajar dan Strategi
dengan sistem Fanuc , untuk kemudian
Pengembangan
dipraktikan oleh mahasiswa. Selanjutnya,
1. Persiapan
mulai dikembangkan media pembelajaran
2. Pelaksanaan
Prototipe
3. Editing Produk Implementasi
dengan adobe flash, hal ini dikarenakan pada
Produk setengah jadi
4. Uji coba
aplikasi ini bisa memuat beberapa penunjang Produk jadi
Evaluasi
untuk proses pembelajaran. Pembelajaran yang terdiri dari pengenalan secara umum
Gambar 1. Diagram Alur Prosedur
mesin CNC PU3A Milling dengan sistem
Pengembangan ADDIE
Fanuc berserta bagian-bagian dalamnya.
(Sumber: Sunanuddin, 2013)
Program flash diharapkan menjadi
Selanjutnya,
suatu media yang dapat dipakai sebagai pembelajaran
bagi
mahasiswa
dengan
bertujuan
kelas
untuk
mengetahui
bertujuan
untuk
perbedaan
hasil
belajar
CNC
dan
yang
A3.
Pengambilan
data
Uji-T.
HASIL DAN PEMBAHASAN
mahasiswa antara yang menggunakan media pembelajaran
dan
kelas kontrol. Analisis data menggunakan
secara teoritik maupun pratik. Selain itu, juga
A1
hasil belajar pada kelas eksperimen dan
untuk mempermudah proses pembelajaran
ini
eksperimental.
menggunakan observasi awal serta penilaian
mengembangkan media pembelajaran CNC
penelitian
quasi
Pendidikan Teknik Mesin angakatan 2012
serta meningkatkan kualitas hasil belajar ini
peneitian
Subjek penelitian terdiri dari mahasiswa S1
CNC PU3A Milling dengan sistem Fanuc,
Penelitian
media
pembelajaran selesai dibuat. Dilanjutkan
untuk
memahami, melihat secara langsung mesin
CNC.
setelah
tidak
1.
menggunakan media pembelajaran CNC.
Hasil
Pengembangan
Media
Pembelajaran CNC PU-3A Milling Dengan Sistem Fanuc
METODE Model
Media pembelajaran mesin CNC PU pengembangan
yang
3A Milling dengan sistem Fanuc merupakan
digunakan sebagai dasar pengembangan
sebuah
media pembelajaran yang berbasis media
menggabungkan
interaktif untuk pembelajaran CNC PU3A FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
media
pembelajaran teks,
gambar,
yang animasi,
suara, video dan simulasi yang dirancang 151
ISSN 2502-8723
untuk pembelajaran mesin CNC PU 3A
eksekusi, eksekusi benda kerja dari memory
Milling
CNC, memulai eksekusi benda kerja dari
dengan
sistem
Fanuc.
Media
pembelajaran ini dapat digunakan untuk
pertengahan program),
pengajaran
berisi
pengampu
secara
umum
atau
dosen
biodata
halaman penulis
tentang
pembuat
media
matakuliah, serta mahasiswa
pembelajaran mesin CNC PU-3A PU 3A
dalam kegiatan belajar mengajar. Tampilan
Milling dengan sistem Fanuc. Pemrograman
dari produk media pembelajaran mesin CNC
secara manual (membuat kode program
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc yang
facing dalam bentuk video, membuat kode
sudah menjadi produk akhir pengembangan
program
terdiri dari halaman menu utama atau home,
membuat kode program bor). Penggunaan
halaman tujuan, berisi tujuan pengembangan
media
media mesin CNC PU 3A Milling dengan
menginstall software apapun, melalui CD
sistem Fanuc, halaman pembuka (fungsi
interaktif secara otomatis dapat dijalankan
tombol, kontrol mesin, kontrol program,
begitu CD terbaca di komputer dengan cara
fungsi kode G dan kode M, cara menyalakan
langsung mengklik file projek.exe.
mesin, cara mematikan mesin, peralatan yang
di
butuhkan,
pemrogram
secara
ini
tanpa
produk
video,
harus
media
sistem
Fanuc
ini
mempunyai
tentang
kelebihan, kelebihan media pembelajaran
setting mesin CNC PU 3A Milling dengan
mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem
sistem Fanuc (melihat tool number pahat,
Fanuc adalah sebagai berikut: membantu
memanggil
pemahaman mahasiswa secara individual
pahat
berisi
dari
bentuk
pembelajaran mesin CNC PU 3A Milling dengan
tutorial
dalam
pembelajaran
Hasil
manual). Halaman
contur
agar terpasang pada
spindle, memasang dan melepas pahat pada
(individual
pocket
dengan
pemahaman setiap mahasiswa berbeda. Hal
kecepatan tertentu, setting pahat dalam
ini dapat menciptakan iklim belajar yang
bentuk, memilih posisi origin dari benda
efektif bagi mahasiswa yang lambat belajar
kerja), transfer program pada mesin CNC
(slow learner) dan juga dapat memacu
PU 3A Milling dengan sistem Fanuc (
efektifitas belajar bagi mahasiswa yang lebih
mengcopy program dari memory card ke
cepat (fast learner); meningkatkan motivasi
memori CNC dan mengcopy program dari
dan perhatian mahasiswa untuk belajar
memory CNC ke memory card), editing
materi mesin CNC PU 3A Milling dengan
program pada CNC PU 3A Milling dengan
sistem
sistem Fanuc (membuka program yang
menggunakan CD sangat fleksibel, dapat
tersimpan
mengedit
dipelajari dimana saja dan kapan saja dengan
program yang tersimpan di memory CNC,
syarat memiliki komputer yang terdapat
menghapus program yang tersimpan di
DVD player sehingga proses pembelajaran
memory CNC), eksekusi benda kerja pada
tidak hanya berlangsung di lingkungan
mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem
kampus.
CNC,
di
memutar
pahat
memory CNC,
learning)
Fanuc;
media
karena
tingkat
pembelajaran
Fanuc (memanggil program yang akan dikerjakan,
langkah
persiapan
sebelum
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
152
ISSN 2502-8723
2.
Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa antara yang Menggunakan Media
Untuk uji-t dua sampel independen,
Pembelajaran CNC dan yang Tidak
dilakukan uji hipotesis Levene‘s Test untuk
Menggunakan Media Pembelajaran
mengetahui apakah asumsi kedua varian
CNC
sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi
Hasil uji hipotesis dengan uji T dapat
dengan hipotesis: H0 :
=
terhadap H1 :
dilihat pada Tabel 1. Output Model Summary
≠
sebagai berikut:
= variance group 2. Dari hasil Levene‘s
di mana
= variance group 1 dan
Test didapat p-value = 0,154 lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 :
=
tidak dapat
ditolak. Dengan kata lain asumsi kedua
Tabel 1. Output Model Summary
varians
Independent Samples Test
sama
besar
(equal
variances
assumed) terpenuhi. Karena hasil Levene‘s
Levene's Test for
Test di atas menyatakan bahwa asumsi
Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Sig
N
E
IL qu A
al
I
va
M
ri
A
an
H
ce
A
s
SI
as
S
su
.
t
df
2.11
.15
6.68
8
4
4
36
95%
kedua variance sama besar (equal variances
.
Confidence
Si
Err
Interval of
g.
or
the
Dif
Difference
(2-
F
Std
hasil uji-t dua sampel independen dengan
tai
Mean
fer
led
Differen
enc
Low
Upp
)
ce
e
er
er
3.1
14.4
27.0
10
82
97
.00
20.789
0
assumed) terpenuhi; maka kita menggunakan
asumsi
variance
sama
(equal
variances assumed) untuk hipotesis H0 : µ1 < µ2 terhadap H1 : µ1 > µ2 yang memberikan nilai t = 6,684 dengan derajat kebebasan n1 + n2 – 2 = 19+19-2 = 36 dan p-value (2tailed) = 0,000. Karena kita melakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed) H1 : µ1 > µ2 , maka nilai p-value (2-tailed) harus dibagi dua menjadi 0,000/2 = 0,000. Karena p-
W m A
kedua
ed E qu
6.68
27.1
.00
4
92
0
20.789
3.1
14.4
27.1
10
10
69
value = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 maka H0 : µ1 < µ2 ditolak. Sehingga dapat
al
disimpulkan bahwa rata-rata nilai mahasiswa
va ri
kelas eksperimen lebih baik atau lebih besar
an ce
nilainya
s no
dibandingkan
rata-rata
nilai
mahasiswa kelas kontrol.
t
Adanya perbedaan nilai tersebut
as su
menunjukkan bahwa media pembelajaran
m ed
turut berperan dalam meningkatkan kualitas hasil
belajar
mahasiswa.
Proses
Group Statistics
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan
Std. Error GROUP
NILAI
EKSPERIM
MAHA
EN
SISWA
KONTROL
N
Mean 19
74.53
Std. Deviation 6.293
Mean
tujuan dikarenakan banyak faktor yang
1.444
berpengaruh, 19
53.74
12.009
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2.755
salah
satunya
adalah
dipengaruhi oleh media (Ruhimat dkk., 153
ISSN 2502-8723
2011). Sementara, Qiyun & Sum (2003)
efektif daripada metode pengajaran secara
mengatakan bahwa ―…media is that they are
tradisional dalam menaikkan hasil belajar
the means or equip-ment that transmit
siswa. Sementara itu, Mayer & Moreno
information from the sender to the receiver.
(2002) mengemukakan bahwa animasi dapat
In the context of education, me-dia is usually
menaikkan
defined as instructional facilities that carry
digunakan secara konsisten sesuai teori
messages to learners‖. Dapat diartikan
kognitif pada pembelajaran multimedia.
bahwa
Pendapat
media
merupakan
sarana
yang
pemahaman
tersebut
memperkuat
asumsi
bahwa
menghubungkan informasi dari guru kepada
menggunakan
siswa. Lebih lanjut disampaikan bahwa
animasi,
media dalam bentuk presentasi, meliputi:
kemudahan pema-haman siswa, sehingga
tulisan, gambar, suara, animasi dan video.
mampu
Dengan demikian, penggunaan media tentu
belajar siswa.
positif
pembelajaran
dan
terhadap hasil
proses
pembelajaran
ketika
memberikan pesan kepada peserta didik atau
berkontribusi
proses
siswa
media
dimana
sebagai
khususnya hasil belajar.
dapat
meningkatkan
Berkaitan
pembelajaran
khususnya
dampak
media
memberikan
pencapaian
dengan
dengan
hasil
adanya
hasil
belajar proses
pembelajaran, maka terjadinya perubahan
Selanjutnya adapun manfaat dari
perilaku ataupun peningkatan pemahaman
media pembelajaran, Kemp & Dayton
pengetahuan dan pengalaman merupakan
(1985)
sebuah
menyebutkan
manfaat
daripada
hasil
belajar.
Klein
(2002)
media pembelajaran yaitu: (1) penyampaian
mengatakan bahwa ―learning can be defined
pengajaran bisa lebih standar; (2) pengajaran
as an experiential process resulting in a
lebih menarik; (3) proses belajar menjadi
relatively permanent change in behavior that
lebih interaktif; (4) waktu penyampaian
canot be explained by temporary states,
materi lebih singkat; (5) kualitas pengajaran
maturation, on innate response tendencies‖.
menjadi meningkat; (6) pengajaran dapat
Pendapat
dilakukan kapan dan dimana diinginkan
disampaikan Sugihartono, dkk (2007) bahwa
serta dibutuhkan; (7) sikap positif siswa
belajar merupakan suatu proses memperoleh
terhadap apa yang dipelajari dapat diting-
penge-tahuan dan pengalaman dalam wujud
katkan; serta (8) dapat mengubah peran
perubahan tingkah laku dan kemampuan
positif guru. Selain itu juga dikatakan untuk
bereaksi yang relatif permanen atau menetap
memotivasi serta membangkitkan kemauan
karena adanya interaksi individu dengan
bertindak.
lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa,
Sesuai dengan temuan Smith and Ragan
dkk
(dalam
sesuai
dengan
yang
hasil belajar merupakan dampak dari segala
&
proses memperoleh pengetahuan, hasil dari
Przybylo,2005) yaitu pembelajaran dengan
latihan, hasil dari proses perubahan tingkah
multimedia lebih efektif dan lebih efisien
laku yang dapat diukur baik melalui tes
dari
perilaku, tes kemampuan kognitif, maupun
pembelajaran
Ditambahkan pula
Balazinski
ini
konvensional.
oleh Aksoy (2012)
tes psikomotorik.
menyatakan bahwa metode animasi lebih FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
154
ISSN 2502-8723
Sementara
menurut
Djamarah
dan kapan saja dengan syarat memiliki
(2008); Sugihartono,dkk. (2007); Arikunto
komputer
yang
terdapat
DVD
player
(2008); dan Baharuddin & Esa (2010), hasil
sehingga proses pembelajaran tidak hanya
belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa
berlangsung di lingkungan kampus; 2) hasil
faktor yang dikelompokkan menjadi dua
analisis menggunakan uji T menunjukkan
yakni bersumber dari dalam diri siswa
adanya perbedaan hasil belajar antara kelas
(internal) dan dari luar siswa (eksternal).
eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai
Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah
p-value 0,000.
dan faktor psikologis yang di dalamnya termasuk
motivasi,
sedangkan
faktor
DAFTAR RUJUKAN
eksternal terbagi atas: lingkungan sosial keluarga,
lingkungan
sosial
Aksoy, G. (2012). The Effects of Animation Technique on the 7th Grade Science and Technology Course. Journal of Scientific Research. 3(3): 304-308. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian.Jakarta: Bumi Aksara Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2010). Teori Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: Ar –Ruzz Media. Balazinski, M. & Przybylo, A. (2005). Teaching manufacturing processes using computer animation, Journal of Manufacturing Sistem. 2005. 24(3): 237-246. Djamarah, Syaiful Bahri. (2008). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Husamah. (2014). Pembelajaran Bauran (Blended Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka. Johan, R.C. (2010). Pembelajaran Berbasis Komputer, (Online), (http://kurtek.upi.edu/tik/?p=hakikat), diakses 23 Juni 2015. Kemp, J. E. & Dayton, D. K. (1985). Planning & producing instructional media (5th ed.). New York: Harper & Row, Publishers. Klein, S. B. (2002). Learning: principles and applications (4th ed.). New York: McGraw-Hill Higer Education. Kusairi, S. (2011). Implementasi Blended Learning. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Blended Learning tanggal 13 November 2011 di Universitas Negeri Malang. Mayer, R. E. & Moreno, R. (2002). Animation as an aid multimedia learning. educational psychology review. 14(1): 210-218. Qiyun, Wang & Sum, Cheung Wing. (2003). Designing Hypermedia Learning Environments in Tan Seng Chee & Wong, Angela.F.L. (Eds.). Teaching and learning with technology: an
sekolah,
lingkungan sosial masyarakat, lingkungan alamiah, serta instrumentasi pembelajaran. Berkaitan dengan faktor instrumentasi yang ikut mempengaruhi hasil belajar peserta didik, maka dalam konteks pembelajaran, media pembelajaran turut mempengaruhi hasil
belajar
peserta
didik.
Media
pembelajaran yang merupakan bagian dari proses pembelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap maupun keterampilan, berkontribusi terhadap hasil belajar yang akan dicapai.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil dari produk media pembelajaran mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc ini mempunyai kelebihan diantaranya dapat membantu pemahaman mahasiswa secara individual
(individual
meningkatkan
motivasi
learning), dan
perhatian
mahasiswa untuk belajar materi mesin CNC PU 3A Milling dengan sistem Fanuc, serta media
pembelajaran
menggunakan
CD
sangat fleksibel dapat dipelajari dimana saja FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
155
ISSN 2502-8723
asia-pasific perspective (pages: 216231). Singapore: Prentice Hall. Permadi, Luchyto Chandra. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran pada CNC PU3A Milling Sistem Fanuc Menggunakan Program Flash Di Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM. Ruhimat, Toto dkk. (2011). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Sonhadji, Ahmad. (2012). Manusia, Teknologi, dan Pendidikan Menuju Peradaban Baru. Malang: Universitas Negeri Malang. Sadiman, Arief. (2010). Media Pendidikan, Pengembangan dan Pemanfatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT Raja Grafindo Persada. Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi pendidikan. Yogyakarta : UNY Press. Sunanuddin, Mukti Nur. (2013). Pengembangan Media Pembelajaran Matakuliah CNC Lanjut PU 2A Bubut (Turning) Berbasis Multimedia Interaktif Pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
156
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
IMPROVING STUDENTS’ READING COMPREHENSION USING QUESTION ANSWER RELATIONSHIP (QAR) STRATEGY AT STMIK-STIE ASIA MALANG Tri Wahyuni Nur Lailatul A STMIK-STIE Asia Malang [email protected]. [email protected] Abstract: This research is conducted to help the students improving their reading comprehension skill using Question Answer Relationship (QAR) strategy. QAR strategy is intended to be an alternative strategy for the students in helping the students comprehending reading materials. The research is conducted at STMIK ASIA Malang in 2015/2016 academic year. This study explains how the students can improve their reading comprehension in the inferential level of comprehension using QAR strategy. The result of the study shows the improvement of the students‘ reading comprehension shown at the criteria of success. The research method applied in this study is an action research. The research instruments are the pre-post reading comprehension test, and a questionnaire to know the students‘ opinion about the teaching learning process during the implementation of the strategy. Keywords: reading comprehension, QAR strategy
In the university level, English is a
English
compulsory subject given both for English department
students
and
non-English
EAP courses are designed for one up to two semesters. This time limitation leads to focus
listening skill), however reading and writing
decision. Among four skills to be taught,
should be the priority in the English
reading
language teaching. National Standard of
regulation
is
further
used
by
English.
Some
universities
level,
some
especially
for
the
non-English
department students is aimed at providing the students with the ability to comprehend
have
textbooks and other references written in
various names for it. As it is given for
English (Sulistyo, 2008: 3).
students who are not belong to English
Comprehending
department, the content of learning is suited
textbooks
and
references means that students should apply
with their majors. In this context, English is
reading skill. Reading is a complex activity
taught to fulfill students‘ need in learning
which does not only involve pronunciation
EFL reading. This is often called English for
but also visual, psycholinguistics, and
Academic Purposes (EAP) as a branch of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
most
1987: 75). The teaching of English in tertiary
Such
universities‘ policy that requires students to learn
the
subject specialism (Hutchinson & Water,
Indonesian
2013).
considered
English to be able to read texts in their
the focus of education besides writing
32,
is
analysis reveals that the EAP students need
regulates the teaching of English reading as
Number
skill
significant to be emphasized. A needs
Education (Standar Nasional Pendidikan)
Republic,
(ESP)
general knowledge due to time limitation.
certain skills (reading, writing, speaking or
of
Purposes
EAP differs from English as a
department, teachers may focus only on
Regulation
Specific
(Hutchinson & Water, 1987: 16).
department students. In the non-English
(Government
for
157
ISSN 2502-8723
intellectual
activities.
Reading
intellectual
activity
involves
recognition,
literal
as
an
still become a problem when the students are
words
still difficult to comprehend the reading
understanding,
materials given to them during the teaching
interpretation, critical reading, and creative
learning process.
comprehension. Words recognition can be
Teachers can select a certain teaching
done by looking up the words in the
strategy
dictionary (Crawly and Mountain in Par,
comprehending
2011). Sulistyo (2011:23) wrote that the
Alexander, et. al. (2008) mention that
lesson learned from reading text is that,
reading on EAP courses needs to reflect text
besides linguistic knowledge, which among
types which students will meet and also the
other things comprises vocabulary and
purposes for which they will read them. As
grammar,
and
the writing of most science and technology
background knowledge of the topic also play
studies textbook is expository (Daines,
a vital role in making sense out of a reading
1982), the reading materials which are
text.
presented
both
semantic
fields
Realizing the complexity of reading, we
can
argue
that
actually
in
helping
the
students
reading
should be
materials.
expository. Here,
teachers are free to adopt and adapt the
reading
materials from any related sources to match the students‘ needs.
comprehension involves certain skills such as linguistic knowledge, semantic fields, and
In assisting the students, teacher
background knowledge of the topic. In some
needs to provide students with training and
condition reading comprehension can be
practice in the skills and strategies needed to
done through the use of certain reading
develop as academic readers (Alexander, et.
strategies. Gebhard (in Sulistyo, 2011) stated
al., 2008). Here, teachers should apply some
that reading includes discovering meaning in
teaching strategies in the teaching learning
print and script, within a social context,
process. Based on some researches, Question
through bottom-up and top-down processing
Answer Relationship (QAR) strategy is a
and the use of strategies and skills.
teaching technique that can improve students
Burns, et al (1996) stated that there
reading comprehension. Some researches
are two types of comprehension, literal
show a positive result related to the
comprehension
application
comprehension)
(the and
basic
type
of
QAR
strategy
in
the
order
classroom. Raphael (1982, 1986) as the
comprehension which includes interpretive
founder of the QAR strategy found that this
reading,
creative
strategy was effective in helping the students
Crawley and Mountain
in comprehending a text. Other researches
(1995) explained that literal reading includes
related to the implementation of QAR
knowledge and comprehension, interpretive
strategy
(inferential) reading includes the application,
Naniwarsih (2010), Sulistyo (2010) and Par
and
includes
(2011) also showed a positive result. Though
evaluation.
they implemented the strategy in different
However, based on the preliminary study, it
circumstances, most of the results showed
critical,
comprehension.
critical/creative
analysis,
synthesis,
higher
of
and
reading and
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
158
conducted
by
Sidiq
(2008),
ISSN 2502-8723
that QAR strategy was effective for teaching
Here, the researcher conducts the action
reading comprehension. However, it is still
research
questioned whether this strategy can help the
collaborator as an observer.
students
who
belong
to
non-English
as
a
practitioner
and
the
The subjects were the students of
department to improve their reading in
STMIK-STIE
ASIA
Malang
in
the
certain level of comprehension.
2013/2014 academic year. The students of
A lot of studies about reading
STMIK-STIE ASIA Malang were selected
comprehension and the strategy used have
because of the accessibility. Class D4 was
been conducted recently. One of the strategy
selected as the subjects of the research as all
that is used is QAR strategy. Lots of
the 39 students in this class come from the
researches show that QAR strategy can help
same IT program.
students
to
improve
comprehension
in
a
their certain
reading level
The time allotment is 2x50 minutes
of
in each meeting. There was one meeting in a
comprehension. This fact interests the
week. The researcher needed six meetings to
researcher to conduct a classroom action
apply these activities. Five meetings were
research in helping the students to improve
used for applying these activities and one
their reading comprehension in the level of
meeting was used for test. The researcher
inferential/interpretive
conducted this study only to implement these
comprehension
of
expository text in the university level and non-English
Department
students
activities in a cycle.
of
In line with this research design, the
STMIK-STIE ASIA Malang.
design of Classroom Action Research is a
Based on the background of the study the
researcher
formulates
a
cyclical process proposed by Kemmis and
research
Mc.Taggart (1988) which covers four steps
problems, ―How can QAR strategy improve
Planning, Implementing, Observing and
students‘ reading comprehension at STMIK-
Reflecting. The procedure of Kemmis and
STIE Asia Malang?
Taggart (See Figure 1)
METHOD This study was intended to solve the classroom‘s
problem
in
the
reading
comprehension. Latief (2012:81) states that Classroom Action Research for English instruction is done by teachers and is intended to develop innovative instructional strategy that can help enhance the students‘ As showed in Kemmis and Taggart
learning. This research was conducted in the
(2005), the researcher needed to implement
classroom in order to solve the students‘
using
achievement and to use QAR strategy in the
collaborative
classroom
action
research design which included several
teaching reading comprehension of the
procedures starting with (1) the preliminary
students at STMIK-STIE Asia Malang.
study, (2) the planning of the activity, (3) the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
159
ISSN 2502-8723
implementation
of
the
plan,
(4)
the
researcher developed the teaching procedure
observation of the implementation, (5) the
focusing
reflection.
comprehension. The teaching procedure
The preliminary study was aimed to
on
developing
reading
used in the implementation of the plan is
better understand the problem of English
developed
based
on
three
integrated
instruction in the classroom. Most of the
strategies proposed by Sulistyo (2011): Pre-
students reading comprehension were low.
Reading, Whilst-Reading and Post-Reading.
This conclusion was based on the result of
The activities in the lesson plan were
the test in the first semester. It was supported
developed based on the standard competence
by the result of the pre-test administered in
of reading comprehension. The lesson plan
the preliminary study. In addition, based on
developed by the researcher which included
the temporary observation, they often got
the
difficulties in answering the questions based
objectives, (2) the instructional materials and
on the text. They looked unmotivated in
teaching media, (3) teaching and learning
learning reading of long texts. Increasing the
activities, and (4) assessment. The technique
students‘ motivation is also very important.
used three phase techniques in the teaching
Planning is the stage in which a
following
items:
(1)
instructional
and learning: Pre-reading activity, Whilst-
careful preparation was made before doing
reading Activity, and Post -reading activity.
the action. From the findings on preliminary
The researcher considers both the
study, the researcher plans an action to solve
process and the product of learning of
the problems. In this activity, the researcher
reading comprehension in the criteria of
applies QAR strategy for improving their
success. In conducting the research, criteria
fluency in reading. The researcher, in this
decision was very important to know
phase conducted subsequent activities that
whether or not the strategy succeeded to help
consisted
students‘
of
preparing
the
teaching
improving
their
reading
technique to improve students‘ reading
comprehension. In addition, the use of this
comprehension. The preparation consists of
strategy also expected to make students have
(1) designing the teaching strategies, (2)
better attitude toward reading.
creating the lesson plan, and (3) setting the
In this part, the researcher only used one criterion of success. It was students‘
criteria of success (4) Assessment. As
mentioned
QAR
reading comprehension improvement. The
strategy was chosen as an appropriate
criterion of success was the students‘
solution for the purpose of improving
average score that was 70.00.
students‘
reading
previously,
In
The students were said to be good
conducting this study, the teaching of
reader if they had comprehension level for
reading was done by implementing QAR
about 70% or higher. Thus, if there were
strategy
thirty comprehension questions following
to
comprehension.
improve
students‘
reading
comprehension. For students‘
the
the text, at least, they should correctly purpose
reading
of
improving
comprehension,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
answer
the
twenty-one
comprehension
questions. To get the students‘ individual 160
ISSN 2502-8723
score, the researcher calculates using the following formula (Susilo:2010)
The result of the test shows that the average score for the post test was higher
Total score=
The score obtained
X
than that of the average score of the pre-test.
100%
The mean difference between post-test and The maximum score
pre-test was 2.1.
Assessment in this study contained
The result of normality test with
both quiz and reading comprehension test. It
SPSS 20.0 using Saphiro-Wilk test was
was
presented in Table 1.
intended
to
measure
how
the
implementation of QAR strategy could help students
improving
their
Table 1 The Result of Normality of the
reading
Data
comprehension.
Name
The questionnaire is developed to
implementation of QAR Strategy. All of the questions are open-ended question whose purpose at knowing students‘ perception
Pretest
0.299
Normal
Posttest
0.136
Normal
Based on the analysis, it can be
toward the strategy. pre
Interpretation
Test
find out the students ‗opinion toward the
The
of Value
shown that both of pre test scores and post reading
test scores were normally distributed as
comprehension test scores were descriptively
shown by the significant p 0.299 for pre test
analyzed. Then, the normality test was
and the significant p 0.136 for post test
conducted
normality
score. The results which were higher than
distribution of the scores. After that, the data
5% level of significance indicated that the
were statistically analyzed using the t-test
data were normally distributed and therefore
using .05 level of significance.
could be tested for further computation using
to
and
post
analyze
the
paired sample t-test. FINDINGS
The result of paired sample t-test
The main data in this study is the reading
comprehension
scores
of
showed that the obtain probability gained
the
from the two test scores was 0.031 (one
subjects of the experiment obtained from pre
tailed) at the 5% level of significance. It can
and post test. See Table 1 for the result of
be concluded that the strategy can improve
the pre-and posttest scores.
the students‘ reading comprehension.
Table 1 Summary of Pre and Posttest Score
DISCUSSION Pretest
Posttest
Number of students
39
39
Highest score
90
93
Frequency of the highest score
3
4
Lowest score
33.3
46.7
Frequency of the lowest score
1
1
Mean score
69.4
71.5
Standard Deviation
18.97
16.33
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
The success of improvement scores by the subjects of the study in the post test compared to the pre-test might be resulted by several reasons. First, the finding gives important information that the QAR strategy
161
ISSN 2502-8723
requires
students
to
use
their
prior
information
knowledge to infer meaning from the text (Johnson,
2014).
Students,
who
for
answering
questions
(Raphael and Au, 2005).
learn
Finally,
QARs
help
students
English as an ESP are assumed to have
recognize whether or not information is
background knowledge about the content of
present in the text and, if not, that it is
the material. The students can comprehend
necessary to read ―between or beyond the
the English material by activating their prior
lines‖ to answer the question (Raphael,
knowledge. Wittrock (1989) stated that
1986).
human beings are active learners who
In short, the better scores on the post-
perceive external information and select
test compared to the pre-test was not
relevant data and organize them into
coincidence. The treatments proved effective
meaningful information and then integrate
in influencing the students‘ achievement.
this information with their prior knowledge.
Therefore, the QAR strategy was claimed as
Second,
Question-Answer-
the effective strategy to facilitate the
is
strategy
students‘ reading comprehension of STMIK-
purported as providing students with ways of
STIE ASIA MALANG students in the
dealing with tests of reading comprehension
2015/2016 academic year.
Relationships
(QAR)
one
generally encountered in the classroom.
The mean scores gain on the pre-test
Raphael and Au (2005) asserted the potential
and the post test was achieved by the
of QAR for helping teachers guide students
students with all learning styles (visual,
to higher levels of literacy. Teachers guide
auditory,
the students to comprehend the reading
strongest effectiveness is on the students
materials by asking them to relate the
who have visual learning styles. Therefore,
questions and the answers. Here, the students
the claim of the QAR strategy as the
are aware that the answers are not only in the
effective
text (literally) but also in the readers‘ head
comprehension was strengthened.
(inferentially).
in
providing
kinesthetic)
strategy
to
though
teach
the
reading
The finding of this research supports
Third, QAR is useful as a student tool
and
three
(2008), Naniwasih (2010), Sulistyo (2010),
locating
Par (2011) who conducted a classroom
information, determining text structures,
action research which concluded that the
conveying information, and determining
QAR strategy is an effective strategy in
when an inference would be required. It
teaching reading comprehension in certain
initially helps students understand that
circumstances. This finding also supports
information from both texts and their
Raphael (1982)‘s research that QAR strategy
knowledge
is
comprehension
base
a
basis
strategies:
and
for
the knowledge about similar studies by Sidiq
experiences
are
effective
for
teaching
reading
important to consider when answering
comprehension to accomplish the task of
questions. It helps students, especially for
reading text, and encourages the students to
visual learning style students, search for key
be active, efficient, and strategic readers.
words and phrases to locate the appropriate FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
162
ISSN 2502-8723
The teaching learning process of
be found "In the Text" or "In my Head." It
QAR strategy is focused on students rather
then breaks down the actual question-answer
on the teacher. Students are expected to
relationships into four types: Right There,
interact actively with their friends and with
Think and Search, Author and Me, and On
their teacher to comprehend the reading
My Own.
passages. The students could also activate
QAR strategy also requires the
their background knowledge to comprehend
students to activate their prior knowledge in
it. The activity of relating the question and
answering the questions in the test. There is
the answer also gives students a better
a type of the question that requires the
understanding and helped their concentration
answer from both clues in the text and
while
students' prior knowledge. Students must
discussing
and
determining
the
reading text.
synthesize the text to fully understand the
With QAR strategy, a teacher serves
question. In this type of question, the use of
as a facilitator who leads the students to
prior
become active readers; the students work
comprehension.
with the other students in the classroom,
knowledge
The
affects
researcher
the
students‘
proposes
several
work in group, and work individually to get
suggestions. Firstly, ESP lecturers as well as
the point of the text. They try to understand
teachers may use QAR strategy in teaching
the text by locating where the answers of the
reading. As an education system, teachers
questions are. They should determine the
and students should be more familiar with
answers whether it is in the text or in their
various strategies. Thus, teachers can adapt
head. It also leads students to be independent
and adopt the QAR strategy. This strategy
learners when they should complete the
should not be seen as a static strategy.
comprehension by their own idea.
Teachers should model the questions‘ type so that the students know how to find out the
CONCLUSION AND SUGGESTION
answers that lead to better comprehension.
Various reading strategies can be
As mentioned in the previous chapter,
used by teachers, such as Question Answer
teachers should start with the explanation of
Relationship (QAR) strategy that has some
the type of the questions. It is suggested to
superiority in developing students‘ reading
guide the students in finding the answers
comprehension.
at
both in the text and in ―my head‖. Moreover
improving students‘ reading comprehension
the teachers should monitor the students to
achievement using QAR strategy. The
ensure that they can use the strategy well.
researcher had empirical strong evidences
Further, the teachers should assist and
that the QAR strategy can help students to
provide a longer time for the students in
improve their reading comprehension of
doing the exercises.
The
study
aimed
The last suggestion is addressed for
expository text. The strategy encourages students to
future researchers who are interested in
be active, efficient, and strategic readers of
teaching English. They can apply this
texts. QAR outlines where information can
strategy in the teaching learning process as it
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
163
ISSN 2502-8723
Naniwarsih, A. 2010. Improving the Reading Comprehension Skills of the Students of Tarbiyah Faculty through QARs Strategy. Unpublished S2 Thesis. Malang. State University of Malang. Par, L. 2011. Improving Students‘ Reading Comprehension of Expository Texts Through The AnswerQuestion Relationship Strategy. Unpublished Thesis: State University of Malang. Raphael, T. E. & Pearson P.D. 1982. The Effect of Metacognitive Awareness Training on Children‘ Question-Answering Behaviour. University of Illinois Raphael, T. E. 1986. Teaching Question Answer Relationships, Revisited. The Reading Teacher (39) 6, 516522. Sidiq, S. 2008. Using Question Answer Relationship Strategy to Improve the Students‘ Reagin Comprehension at MTs Muhammadiyah Malang. Unpublished S2 Thesis. Malang. State University of Malang. Sulistyo, G.H. 2008. Developing Reading Readiness of Academic English Text. Dissertation Synopsis. Sulistyo, G.H. 2011. Reading for Meaning. Theories, Teaching Strategies, and Assessment. Malang: Pustaka Kaiswaran. Sulistyo, T. 2010. Improving the Reading Comprehension Skills of the Students of Kanjuruhan University through Question Answer Relationship (QAR) Strategy. Unpublished Thesis. Malang. State University of Malang. Wittrock, M. C. 1989. Education and recent research on attention and knowledge acquisition. In S. L. Friedman, K. A. Klivington, & R. W. Peterson (Eds.), Brain, cognition, and education. New York: Academic.
has been proved that the strategy can improve students‘ reading comprehension. They can combine it with other strategies, such as SQW3R or reciprocal reading strategy. It is suggested to conduct study in different settings, such as in lower level of education to see the affect of QAR strategy in
facilitating
students
with
different
learning styles in comprehending different levels of comprehension.
Researchers are
also suggested to conduct different research designs. REFERENCES Alexander, O., et al. 2008 EAP Essentials: A Teachers‘ Guide to Principles and Practice. South Street Reading, UK: Garner Publishing Au, Kathryn H. & Raphael, Taffy E. 2005. QAR: Enhancing comprehension and test taking across grades and content areas. The Reading Teacher, 59 (3) 206-221. Burns et al. 1996. Teaching Reading in Today‘s Elementary School. edition. Boston: Houghton Mifflin. Crawley, S. J. and L. Mountain. 1995. Strategies for Guiding Content Reading. Boston: Allyn and Bacon. Daines, D. 1982. Reading in the Content Areas: Strategies for Teachers. Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company. Grabe, W. 2009. Reading in A Second Language. Moving from Theory to Prctice. Cambrige: Cambridge University Hutchinson, T. & Waters, A. 1987. English for Specific Purposes. New York: Cambridge University Johnson, S. 2014. Effect of Question Answer Relationship Strategy on the Reading Comprehension of Fifth Grade Struggling Readers. Florida:Florida Memorial University Latief, A. 2012. Research Methods on Language Learning. An Introduction. Malang: UM PRESS.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
164
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
PENGUATAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TERBUKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Supriyanto Dosen Program Studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana Universitas Kanjuruhan Malang Jl. S. Supriyadi No 48 Sukun Malang Indonesia e-mail: [email protected]
Abstrak Pendidikan dasar menjadi peletak dasar pendidikan pada jenjang diatasnya. Jika pendidikan diibaratkan sebuah bangunan, maka pendidikan sekolah dasar adalah pondasi bagi bagunan pendidikan yang sangat menentukan kokohnya bangunan diatasnya. Namun demikian usaha ke arah penguatan pendidikan dasar masih perlu terus ditingkatkan. Hal mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah kualitas pendidikan dasar dalam rangka menyiapkan lulusan pendidikan pada tahap berikutnya. Dalam konteks inilah artikel ini ditulis untuk menggugah kesadaran bersama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dasar yang diharapkan oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional dan cita-cita bersama Bangsa Indonesia. Kata kunci: penguatan, sekolah dasar, ekonomi ASEAN
disurvai (Coughlan, 2015). Data ini juga
Pendahuluan
menyebutkan bahwa Singapura berada di
Indonesia telah diakui oleh dunia yang
peringkat pertama, diikuti oleh Hong Kong.
Data
Sedangkan peringkat terendah adalah Ghana
beberapa sumber menunjukan bahwa dalam
yang menduduki posisi terbawah. Sementara
3 tahun terakhir ini Indonesia termasuk 9
Indonesia menduduki posisi nomor 69 dari
negara yang ekonominya sehat. Laporan di
76 negara. Data tersebut juga menyebutkan
tahun
Inggris
Internasional pertumbuhan
2015
sebagai ekonominya
juga
negara sehat.
menyebutkan
bahwa
menempati
peringkat
ke-20,
Indonesia termasuk negara tiga besar yang
sedangkan beberapa negara Eropa lainnya
pertumbuhan ekonominya paling baik di
berprestasi lebih baik. Amerika Serikat
kelompok G20. Indonesia hanya dibawah
bertengger di posisi ke-28 (Coughlan, 2015).
China dan India (Pujiastuti, 2015)
Organisasi kerjasama dan pembangunan
Namun demikian kemajuan di bidang
Eropa OECD juga mengatakan perbandingan
pertumbuhan ekonomi ini tidak seiring
itu diambil berdasarkan hasil tes di 76
dengan kemajuan pendidikan. Dalam bidang
negara serta menunjukkan hubungan antara
pendidikan, Indonesia masih perlu terus
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Data
berbenah diri. Data tahun 2015 yang dikutip
ini
oleh BBC Indonesia menyebutkan bahwa
Indonesia dalam bidang pendidikan karena
pendidikan dasar Indonesia berada pada
tahun 2011 Indonesia juga berada pada
peringkat yang ke 69 dari 76 negara yang
posisi ke 69 dunia, hal ini menunjukan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
165
tidak
merubah
posisi
keseluruhan
ISSN 2502-8723
bahwa pendidikan dasar kita memang perlu
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20
dibenahi.
persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen
Pestasi yang tidak menggembirakan dalam
oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses
bidang pendidikan ini perlu mendapat
di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
perhatian yang serius. Utamanya dalam
banyak
menghadapi persaingan ekonomi di ASEAN.
skill daripada hard
Sebagai bagian dari masyarakat regional
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
maupun global, bangsa Indonesia perlu
peserta
untuk ikut serta dalam upaya membangun
ditingkatkan, terlebih lagi untuk bersaing di
peradaban manusia yang lebih baik. Isu yang
tingkat
paling dominan dalam konteks masyarakat
ASEAN. Penelitian ini juga menunjukan
global maupun regional adalah peningkatan
kepada kita, bahwa untuk mempersiapkan
kualitas sumberdaya manusia. Khusus dalam
peserta didik bersaing dibidang ekonomi
konteks regional, Indonesia berada pada
membutuhkan
posisi yang perlu mempersiapkan diri secara
pendidikan dasar.
didukung
didik
kemampuan soft skill.
sangat
regional
Hal
penting
masyarakat
ini
untuk
ekonomi
pendidikan,
terutama
lebih serius untuk bersaing menghadapi berlakunya masyarakat ekonomi ASEAN.
PERMASALAHAN
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia
DASAR
PENDIDIKAN
dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama pembangunan. Untuk
memenuhi
sumberdaya
Proses pendidikan di sekolah dasar
manusia
menempati posisi yang sangat vital dan
tersebut, pendidikan memiliki peran yang
strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan
sangat penting (Supriyanto, 2016).
dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
Berdasarkan
fungsi
dan
tujuan
dasar
ini
akan
berakibat
fatal
untuk
pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan
pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya,
di setiap jenjang , harus diselenggarakan
keberhasilan pendidikan pada tingkat ini
secara sistematis guna mencapai tujuan
akan membuahkan keberhasilan pendidikan
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
tingkat
pembentukan karakter peserta didik sehingga
kenyataanya tidaklah demikian, berbagai
mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan
pihak justeru menempatkan pendidikan dasar
santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
berada pada posisi lebih rendah daripada
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional ini
tingkat pendidikan yang lain, terbukti antara
sejalan
lain, dengan adanya perlakuan pada sekolah
dengan
kebutuhan
kita
untuk
bersaing di tingkat regional ASEAN. Kesuksesan
Namun
demikian
dasar yang berbeda dengan sekolah lanjutan. tidak
Diantara perlakuan tidak seimbang itu antara
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan
lain, kurangnya sarana pendidikan seperti
dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
perpustakaan,
laboratorium,
sarana
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
pengembangan
bakat
seperti
sarana
dan
olahraga,
dibanding
dengan
orang
Goleman
lain (soft (1996)
seseorang
lanjutan.
skill).
Penelitian
mengungkapkan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kesenian
sekolah pada jenjang diatasnya. 166
ISSN 2502-8723
Usaha-usaha meningkatkan kualitas
Usaha
peningkatan
kualitas
yang
sekolah dasar sudah sangat mendesak. Tanpa
berhubungan "the flow of students" pada
ada peningkatan kualitas sekolah dasar yang
dasarnya bertujuan untuk menghilangkan
mendasar, usaha-usaha peningkatan kualitas
pemborosan
sekolah lanjutan menengah pertama dan
inefficiency in education. Kebijaksanaan apa
menengah atas tidak akan berhasil dengan
yang dapat dikembangkan sehingga tingkat
maksimal. Di samping itu kondisi-kondisi
anak didik mengulang kelas dan putus se-
yang
kolah bisa ditekan, bahkan kalau mungkin
ada
menunjukkan
bahwa
secara
sebagai
dihilangkan.
sudah memadai. Pada tahun 1986, sudah
Dasar, untuk anak umur 7-15 tahun dan
lebih dari 94% anak umur sekolah dasar
pembebasan
(umur 7 – 12) telah tertampung di usaha-
kebijaksanaan yang penting dan tepat untuk
usaha (Zamroni,2012). Malahan sebagai
mengurangi
hasil dari program pengendalian penduduk,
Meskipun usaha ini telah dilakukan di
pertambahan murid sekolah dasar kelas satu
berbagai daerah, namun kenyataanya masih
sudah mulai menurun. Untuk tahun-tahun
ada saja sekolah dasar yang memberikan
mendatang ini, gejala-gejala menurunnya
beban keuangan yang tidak ringan kepada
murid kelas satu akan semakin nampak jelas
wali murid.
bergeser
menyediakan
fasilitas
dari
SPP
putus
merupakan
sekolah
ini.
lebih sulit. Apalagi informasi berkenaan dengan
bagaimana
bergerak
tingkat
Pendidikan
Untuk menghilangkan "repeaters" nampaknya
terasa. Oleh karena itu, problema sekolah akan
uang
Belajar
internal
kuantitas penyediaan fasilitas sekolah dasar
dasar
Wajib
akibat
sebab-sebab ulang kelas ini sangat sedikit. Salah satu
kepada
usaha untuk menghilangkan ulang kelas adalah dengan
bagaimana mengorganisir sekolah dasar
menetapkan "automatic class promotion system".
yang semakin kecil tetapi bisa semakin
Dengan sistem ini anak didik setiap tahun secara
berkualitas. Bagi sekolah negeri barangkali
otomatis akan naik kelas. Sehingga nanti umur anak
problema ini tidak begitu terasa, tetapi bagi
didik akan menunjukkan kelasnya. Sudah barang tentu kebijaksanaan ini harus diiringi dengan kebijaksanaan
swasta yang terjadi adalah sebaliknya.
"remedial programs". Anak didik yang tidak bisa mengikuti pelajaran atau tertinggal harus mengikuti
1. Pentingnya Kualitas Sekolah Dasar
pelajaran tambahan. Kebijaksanaan ini untuk negara
Sekolah dasar yang bermutu menjadi
kita tidaklah mustahil, mengingat jumlah murid
keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri
sekolah dasar semakin kecil sebaliknya jumlah guru berlebihan. Dengan semakin kecilnya rasio murid
pentingnya. Beeby (1983 dalam Zamroni,
guru, maka guru akan bisa mengenai dengan tepat per-
2012) menyatakan dalam hubungan dengan
kembangan anak didik.
usaha peningkatan kualitas sekolah dasar,
Dalam peningkatan mutu SD, masalah
ada dua bentuk usaha peningkatan kualitas
kurikulum, kualitas guru dan lingkungan
sekolah. Bentuk pertama adalah peningkatan
keluarga perlu mendapat perhatian. Pada
kualitas sistem dan manajemen sekolah. Hal
level nasional, pengembangan kurikulum
ini berhubungan dengan "the flow of
merupakan proses politik, administrasi dan
students". Usaha kedua adalah peningkatan
birokrasi,
kualitas proses pembelajaran di ruang-ruang
profesionalisme. Proses ini mengandung
kelas.
negosiasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
167
serta
antara
sekaligus
proses
harapan-harapan
dan
ISSN 2502-8723
sumber-sumber
yang
Apabila
instructional clelivery system) perlu unfuk
dalam proses pengembangan kurikulum ini
mendapat perhatian. Pendidikan pada tingkat
masalah-masalah yang rill ada di kelas
sekolah
diperhitungkan
akan
mengembangkan kreatifitas, kecintaan dan
memberikan sumbangan yang besar pada
loyalitas pada tanah air, dan critical thinking
peningkatan kualitas sekolah. Dua hal yang
pada diri anak didik. Untuk mencapai tujuan
perlu
adalah
ini maka model Student Active Learning
kebutuhan lingkungan dan kemampuan guru.
adalah merupakan metoda yang paling tepat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Kemampuan para guru sekolah dasar perlu
maka
mendapatkan
tersedia.
kurikulum
perhatian
dasar
diarahkan
pada waktu yang lalu melontarkan ide
untuk
perlunya
kurikulum
peningkatan kualitas guru sekolah dasar ini
pendidikan kita. Ide tersebut sangatlah tepat
harus mendasarkan pada kemampuan guru
dan perlu untuk mendapatkan support dan
yang ada sekarang ini untuk diarahkan pada
partisipasi dari para pendidik. Kebhinekaan
kemampuan yang diinginkan. Untuk ini
masyarakat kita yang tercermin dalam
perlu ada kegiatan "need of assessment" se-
banyak aspek kehidupan: lingkungan fisik,
hingga berdasarkan kegiatan itu bisa disusun
sosial
untuk
"peta kualitas guru". Hal ini menghindarkan
pengembangan
adanya "in service training" yang tidak tepat.
warna
dan
lokal
budaya,
diperhitungkan kurikulum.
pada
perlu
dalam
Realitas
kebhinekaan
ini,
kurikulum
ningkatkan kualitas guru secara formal.
yang
Usaha-usaha pengembangan kreatifitas
berwarna lokal. Kurikulum yang "murni
anak didik dan kecintaannya pada tanah air
bersifat nasional" sulit untuk bisa diterima.
dapat
Kurikulum
interaksi
yang
nasional
Usaha-usaha
Langkah yang lebih mendasar, adalah me-
merupakan dasar yang logis untuk mengembangkan
ditingkatkan.
untuk
demikian
itu
akan
dilaksanakan yang
pula
terjadi
lewat di
proses sekolah.
menghasilkan keterasingan pada sementara
Sebagaimana yang telah disinggung di
anak didik, sebab apa yang dipelajari di
depan, sekolah adalah merupakan "a mini
sekolah tidak relevan dengan lingkungan
society". Guru harus bisa memanipulasi
sekelilingnya.
aktifitas dan interaksi anak didik untuk
Proses
kurikulum
mengembangkan kreatifitas anak dan ke-
berwarna lokal dalam kurikulum nasional
cintaan pada tanah air. Misalnya, bagaimana
hendaknya lebih banyak menarik partisipasi
guru bisa memberikan kesempatan pada
para pendidik. Kalau di tingkat nasional
anak didik untuk menentukan kegiatan olah
pengembangan
raga yang akan dilaksanakan, apa yang harus
dilakukan
pengembangan
kurikulum
oleh
administrator
para
lebih banyak
"perencana
pendidikan",
dan
dilakukan pada anak yang tidak mengerjakan
maka
pekerjaan
pengembangan kurikulum lokal seyogyanya
dipengaruhi kurikulum
(intended
oleh
lingkungan
keluarga.
Penelitian-penelitian yang dilakukan baik di
curriculum) maka sistem pengajaran (the FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
peraturan-
Hasil pendidikan di sekolah dasar
sendiri. isi
membuat
peraturan di kelas ataupun di luar kelas.
lebih banyak ditentukan oleh pendidik
Selain
rumah,
negara 168
Barat
maupun
di
negara
kita
ISSN 2502-8723
membuktikan statement di atas. Ada lima
Usaha-usaha membesarkan hati manakala
aspek
yang
anak menghadapi kesuiitan dan memberikan
pendidikan
pujian manakala anak mendapatkan prestasi
sekolah dasar. Pertama, pola perilaku anak
yang baik sangat diperlukan bagi anak-anak
dan orang tua; kedua, bantuan dan petunjuk
sekolah dasar.
dari
lingkungan
berpengaruh
terhadap
keluarga hasil
orang tua dalam belajar; ketiga, diskusi
Kegiatan belajar anak pada hakekatnya
antara orang tua dan anak; dan, keempat,
tidak hanya berlangsung di sekolah atau di
penggunaan bahasa di rumah, dan aspirasi
ruang-ruang kelas. Di luar sekolah pun
pendidikan orang tua.
proses ini berlangsung. Orang tua bisa
Anak dari kalangan keluarga di mana
menggunakan kesempatan kumpul sebagai
ada struktur kegiatan memiliki prestasi yang
media bagi anak untuk belajar. Anak-anak
lebih baik daripada anak yang datang dari
yang datang dari keluarga di mana sering
kalangan keluarga yang tidak mempunyai
melakukan diskusi antara anggota keluarga
struktur kegiatan. Memiliki struktur kegiatan
menunjukkan prestasi
berarti dalam keluarga tersebut ada jadwal
daripada anak yang di rurnah tidak pernah
kegiatan dan tanggung jawab anak secara
berbincang-bincang dengan orang tua atau
jelas. Kapan waktu belajar, waktu bermain,
saudaranya.
waktu membantu orang tua melakukan pekerjaan
rumah
tangga.
Prestasi
anak
yang lebih balk
yang
datang
dari
Waktu-waktu
keluarga dimana komunikasi sehari-harinya
tersebut harus ditepati. Pelanggaran yang
menggunakan bahasa Indonesia (bahasa
dilakukan akan dapat mengakibatkan tidak
yang digunakan di sekolah) lebih tinggi
dapat melihat TV, misalnya.
daripada prestasi anak yang di rumah tidak
Bantuan dan petunjuk orang tua bagi
menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan
anak dalam kegiatan-kegiatan belajar sangat
bahasa Indonesia di rumah akan mem-
diperlukan. Anak yang datang dari keluarga
perkaya kemampuan bahasa anak. Secara
di mana orang tuanya membantu dan
langsung anak mengembangkan kemampuan
memberikan petunjuk belajar mempunyai
bahasa Indonesia di rumah.
prestasi yang lebih baik daripada anak yang
Keluarga merupakan tempat di mana
datang dari keluarga yang tidak mau tahu
anak bisa mendapatkan motivasi untuk
tentang kegiatan belajar anaknya. Sekolah
belajar
bagi anak bukanlah merupakan kegiatan
harapan pendidikan dan gaya hidup di masa
yang gampang. Orang tua perlu memberikan
depan. Orang tua mempunyai peranan yang
support dan dorongan agar anak bisa tetap
sangat
pada interes dan kesenangan dalam belajar.
motivasi dan aspirasi pendidikan anak.
Anak akan sering menghadapi kesulitan
Orang tua seyogyanya mempunyai informasi
dalam satu mata pelajaran tertentu atau
yang jelas tentang aktifitas anak di sekolah,
lebih.
akan
mata pelajaran apa yang membuat anak
menyebabkan anak patah semangat untuk
senang dan tidak senang, di mana kelebihan
belajar dan tidak jarang menyebabkan anak
dan kekurangan anak dalam belajar. Orang
mempunyai
tua
Kesulitan-kesulitan
"self concept"
yang jelek.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
169
di
dan
besar
mengembangkan
dalam
samping
harapan-
mengembangkan
memberikan
support
ISSN 2502-8723
seyogyanya juga memberikan standar yang
ada kerjasama yang erat antara orang tua dan
harus dicapai oleh anak. Anak-anak yang
guru, antara sekolah dan rumah. Orang tua
datang dari keluarga di mana orang tua
tahu apa yang terjadi di sekolah, sebaliknya
mengembangkan
guru bisa memberikan pengarahan apa yang
motivasi
dan
aspirasi
belajar anak, memiliki prestasi yang lebih
seyogyanya
tinggi daripada anak yang datang dari
terhadap anak dalam rangka menunjang
keluarga di mono orang tua tidak pernah
keberhaslian anak di sekolah.
mengembangkan
2. Permasalahan Sekolah Dasar
motivasi
dan
aspirasi
pendidikan anaknya.
dilakukan
oleh
orang
tua
a. Permasalahan Guru
Melihat hasil-hasil penelitian di atas,
Permasalahan
pendidikan
dapat
maka usaha peningkatan kualitas pendidikan
didekati dengan pendekatan macrocosmics
di sekolah dasar, khususnya, bisa dipisahkan
dan
dan lingkungan keluarga. Orang tua tidak
cosmics berarti permasalahan guru dikaji
bisa
agar
dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di
anaknya dididik di sekolah. Perlu ada
luar guru. Hasil pendekatan ini adalah bahwa
kerjasama antara sekolah dan orang tua
rendahnya kualitas guru dewasa ini di
dalam usaha meningkatkan kualitas sekolah.
samping muncul dari keadaan guru sendiri
Orang tua perlu mendapatkan informasi apa
juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar
yang harus dilakukan di rumah untuk
guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi
menunjang keberhasilan anak di sekolah.
kualitas guru, antara lain: a) penguasaan
Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
guru atas bidang studi, b) penguasaan guru
di Indonesia bisa dijadikan bahan untuk
atas
diinformasikan
pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e)
menyerahkan
secara
kepada
100%
orang
tua.
Problemanya, siapa yang harus melakukan?
Pembantu
belum
Penyelenggaraan
pengajaran,
guru,
f)
macro-
c)
status
kualitas
guru
di
dukungan masyarakat, dan, i) dukungan pemerintah.
secara
Penguasaan guru atas bidang studi
untuk
yang akan diajarkan kepada para siswa
menghubungkan dana pembangunan gedung.
merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya.
Sesungguhnya BP3 ini bisa ditingkatkan
Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja
peranannya,
guru
maksimal,
baru
dari
dimanfaatkan
Pendekatan
masyarakat, g) manajemen sekolah, h)
Pendidikan (BP3). Sampai saat ini lembaga tersebut
metode
kompensasi
Sekolah-sekolah mempunyai lembaga Badan
microcosmics.
terbatas
pengumpul
uang
akan
mentransformasikan
ilmu
pembangunan gedung menjadi pemegang
pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih
peran mempertemukan apa yang terjadi di
daripada itu, dengan materi bidang studi itu
sekolah dan apa yang seyogyanya dilakukan
guru
oleh orang tua kepada anaknya di rumah,
mengembangkan
dalam kaitannya dengan proses belajar anak
mendorong kemampuan untuk belajar lebih
di sekolah.
lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya
Dengan kata, lain untuk peningkatan
adalah
kualitas pendidikan di sekolah dasar perlu FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
akan
menanamkan critical
menanamkan
disiplin, thinking,
nilai-nilai
yang
terkandung dalam ilmu pengetahuan itu 170
ISSN 2502-8723
sendiri
pada
diri
siswa.
Penguasaan
Mahasiswa pendidikan guru harus lebih
kemampuan guru di bidang metodologi
menekankan pada metode mengajar di-
pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat
bandingkan
bah-wa,
bidang
kemampuan
metode
dalam
dengan
studi.
penguasaan
Oleh
karena
materi
itu
tidak
pengajaran kalau diwujudkan dalam simbol
mengherankan, kalau beban SKS di ling-
bagaikan angka "0". Artinya, betatapun
kungan pendidikan guru didominasi oleh
banyak
mata kuliah pendidikan. Sebaliknya, mata
dan
tingginya
kemampuan
metodologi pengajaran tidak memiliki nilai
kuliah
apa-apa, apabila tidak digabungkan dengan
Ibaratnya, pada kurikulum 1984 ini cara
angka lain 1, 2, 3 dan seterusnya sampai 9
memegang
yang merupakan wwujud dari kemampuan
IKIP/FKIP/STKIF
penguasaan bidang studi. Dalam masalah pe-
pendidikan guru dengan kurikulum 1984
nguasaan
tidak
materi
bidang
studi
inilah
bidang
studi
jauh
kapurpun
berkurang.
diajarkan
Hasilnya,
mampu
mengajar
di
lulusan
sebagaimana
kelemahan guru sangat menonjol. Suatu
seharusnya. Pada akhir tahun 1980-an
studi menunjukkan bahwa penguasaan bi-
kembali terdapat perubahan kurikulum di
dang studi para guru kalau diwujudkan
lingkungan
pendidikan
dalam skor yang terentang antara 0 - 10,
kurikulum
baru
terletak pada titik sekitar 7, dan untuk mata
ambivalensi antara penekanan pada bidang
pelajaran matematika dan IPA lebih rendah
studi dan pada metode mengajar. Oleh
lagi.
karena itu hasil pendidikan guru masih juga Rendahnya penguasaan
guru pada
guru.
juga
Namun,
menunjukkan
diragukan, khususnya di bidang penguasaan
bidang studi menurut Zamroni (2012) tidak
bidang studi.
lepas dari kualitas pendidikan guru dan
Sesungguhnya perubahan kurikulum
rekrutmen calon guru. Dapat dicatat bahwa
pendidikan guru yang terjadi tidak bisa
selama ini terdapat tiga bentuk kuri kulum
dilepaskan begitu saja pada pemahaman
yang mencerminkan fase pemikiran di
akan hakekat profesi guru. Apakah guru
lingkungan lembaga pendidikan guru. Fase
diketagorikan sebagai hard profession atau
pertama
soft
ditunjukkan
dengan
kurikulum
profession.
Sebab,
masing-masing
pendidikan guru (IKIP, FKIP, dan STKIP)
kategori memiliki implikasi yang berbeda
sebelum kurikulum IKIP 1984. Pada kurun
terhadap lembaga dan program pendidikan
waktu tersebut kurikulum pendidikan guru
guru. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan
tidak jauh berbeda dengan kurikulum ju-
sebagai hard profession apabila pekerjaan
rusan
yang
sama
di
universitas.
tersebut dapat didetailkan dalam perilaku
Perbedaannya
adalah
pada
mahasiswa
dan langkah-langkah yang jelas dan relatif
pendidikan guru di samping memiliki bekal
pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi
bidang studi yang memadai, juga ditambah
profesi ini adalah menghasilkan output pen-
dengan beberapa mata kuliah yang berkaitan
didikan
yang
dengan
Artinya,
kualifikasi
didaktik
khusus.
Pada
waktu
dapat
distandarisasikan. lulusan
jelas
dan
diberlakukannya kurikulum pendidikan guru
seragam di manapun pendidikan itu ber-
1984, terjadi perubahan yang mendasar.
langsung. Dengan kualifikasi ini seseorang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
171
ISSN 2502-8723
sudah mampu dan akan terus mampu
diperbandingkan
dengan
melaksanakan
perkapita
masing-masing.
tugas
profesinya
secara
negara
pendapatan Oleh
mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi.
karena itu, bukan hanya gaji yang penting
Pekerjaan dokter merupakan contoh yang
melainkan bagaimana dukungan masyarakat
tepat
untuk
mewakili
kategori
hard
dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status
Sebaliknya,
kategori
soft
guru. Lagu Guru Pahlawan Tanpa Tanda
profession adalah diperlukannya kadar seni
Jasa sangat mulia dan terhormat. Dalam
dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri
setiap
pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan
tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai
secara detail dan pasti. Sebab, langkah-
dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi
langkah dan tindakan yang harus diambil,
guru sendiri akan lebih senang kalau lagu
sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi
diubah menjadi ―Guru Pahlawan Penuh
tertentu. Implikasi kategori soft profession
Tanda Jasa. Dengan demikian, kelak tidak
tidak
hanya muballigh
profession.
menuntut
menghasilkan
pendidikan dengan
wisuda
sering
lagu
yang ber-BMW atau
standar
Mercy, tetapi juga para guru. Namun,
tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali
barangkali merupakan suatu kemustahilan,
dengan kemampuan minimal. Kemampuan
paling tidak untuk jangka pendek, untuk
ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan
merealisir kompensasi guru yang memadai
agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya
kalau hanya bersandarkan kepada anggaran
sesuai dengan perkembangan masyarakat.
pemerintah. Barangkali, sudah masanya
Oleh karena itu, lembaga inservice training
untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan
bagi
penting.
atau dana kesejahteraan guru yang berasal
Barangkali, wartawan, advokat, dan guru
dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain
merupakan contoh dari kategori profesi ini.
dana mudah diperoleh misalnya untuk
soft
lulusan
dapat
kesempatan
profession
amat
Berdasarkan pemahaman bahwa tugas
prestasi olah raga, mengapa tidak bagi
guru merupakan soft profession, maka
prestasi guru? Di sinilah letaknya, partisipasi
diperlukan perubahan yang mendasar pada
orang tua dan dukungan masyarakat mutlak
proses pendidikan guru kita. Kualitas guru
diperlukan untuk meningkatkdn kualitas
tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang
guru.
mereka
terima
dan
di
Kualitas guru yang ditunjukkan oleh
masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji
kualitas kerja tidak dapat dilepaskan dari
guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi
manajemen
ekonomi
pendidikan
suatu
status
negara.
guru
Artinya,
pendidikan. yang
Manajemen
sentralistis,
dengan
perbandingan gaji guru antar negara akan
menempatkan peng ambilan keputusan di
tidak pas kalau tidak ditimbang dengan ke-
tangan-tangan yang jauh dari guru tidak
makmuran bangsa tersebut. Gaji guru di
menguntungkan bagi usaha meningkatkan
Malaysia lebih besar dibandingkan dengan
kualitas kerja guru. Sebab, pelaksanaan
gaji guru di Indonesia, secara absolut.
proses belajar mengajar di kelas sangat
Namun,
berbeda
tergantung pada kondisi dan situasi yang
tersebut
dipengaruhi oleh berbagai variabel. Oleh
manakala
perbandingan kedua
akan gaji
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
172
ISSN 2502-8723
karena itu keputusan tentang bagaimana
guru untuk dapat meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar harus dilaksanakan
profesinya. Umpan balik merupakan sesuatu
yang ditentukan dari atas sulit untuk dapat
yang diperlukan oleh guru. Untuk itu, guru
diterima akal sehat. Sebab, justru guru yang
perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk
paling tahu apa yang harus dilakukan. Di
melakukan
pihak lain, dengan adanya ketentuan dari
mengevaluasi apa yang telah dilaksanakan
pusat beban guru lebih ringan. Karena
dan bagaimana hasilnya.
kegagalan dalam mengajar bukan hanya dikarenakan
olehnya
tetapi
juga
self
reflection,
untuk
Analisis dengan gabungan pendekatan
oleh
macrocosmics
dan
microcosmics,
instruksi dari atas yang tidak jalan karena
menunjukkan bahwa persoalan guru dapat
tidak cocok dengan keadaan di lapangan.
dikategorikan ke dalam berbagai kelompok.
Oleh karena itu, pemberian otonomi yang
Mengikuti
lebih
dalam
dikembangkan Boediono mengelompokan
melaksanakan proses belajar mengajar akan
sasaran wajib belajar menjadi 8 kelompok
memberikan rasa tanggung jawab lebih besar
berdasarkan
kepada guru. Rasa tanggung jawab ini
aspirasi pendidikan orang tua, persoalan
mutlak diperlukan dalam meningkatkan
guru dapat dikategorikan berdasarkan tiga
kualitas guru.
variabel: ekonomi dengan predikat cukup
besar
Dengan
kepada
guru
analisis
kemampuan
yang
ekonomi
dan
microcosmics
dan kurang, kemampuan dengan predikat
dapat dideskripsikan bahwa keberhasilan
mampu dan tidak mampu, dan variable de-
guru sangat tergantung pada kemampuan
dikasi dengan predikat penuh dedikasi dan
dan dedikasi guru di satu pihak dan motivasi
kurang dedikasi. Dengan demikian terdapat
dan usaha keras dari siswa di pihak lain.
delapan kelompok guru: 1) ekonomi cukup,
Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan
mampu dan dedikasi tinggi, 2) ekonomi
proses belajar mengajar juga harus mampu
cukup,
membangkitkan semangat untuk berprestasi
dedikasi, 3) ekonomi cukup, kurang mampu,
di kalangan siswa. Tugas tersebut tidak
tetapi memiliki dedikasi tinggi, 4) ekonomi
ringan mengingat karakteristik yang melekat
cukup, tidak mampu dan tidak memiliki
pada pekerjaan guru. Karakteristik pertama
dedikasi, 5) ekonomi kurang, tetapi mampu
adalah pekerjaan guru bersifat individual dan
dan penuh dedikasi, 6) ekonomi tidak
cenderung
Kedua,
mampu, tidak memiliki dedikasi tetapi
pekerjaan guru dilakukan di ruang-ruang
mampu, 7) ekonomi kurang, tidak mampu
kelas yang terisolir dalam jangka waktu yang
tetapi memiliki dedikasi tinggi, dan, 8)
lama. Ketiga, ini merupakan akibat pertama
ekonomi kurang, tidak mampu dan tidak
dan kedua, waktu guru untuk berdialog
memiliki dedikasi.
akademik terbatas.
pendekatan
model
noncollaborative.
dengan
sesama
Karakteristik
guru
kerja
sangat
guru
mampu,
tetapi
tidak
memiliki
Sudah barang tentu, kebijakan dan
ini
program peningkatan kualitas guru dalam
menyebabkan guru merupakan pekerjaan
melaksanakan proses belajar mengajar tidak
yang tidak pernah mendapatkan umpan
mungkin secara spesifik mendasarkan pada
balik. Tanpa adanya umpan balik sulit bagi
kategorisasi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
173
tersebut.
Betapapun
juga,
ISSN 2502-8723
gambaran kategori tersebut perlu untuk
berinisiatif dan berimprovisasi. Untuk itu
direnungkan dalam membenahi dan menata
instruksi, juklak dan juknis yang berkaitan
guru dewasa ini. Paling tidak, upaya
dengan pengajaran harus diminimalkan,
peningkatan kualitas guru dengan penataran
kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali.
untuk
tidak
Perluasan otoritas guru ini harus pula diiringi
cukup. Sebab, masih ada faktor lain yang
dengan kebijakan untuk mengembangkan
perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi
sistem accountabilitas sekolah yang jelas dan
guru dan kesejahteraannya.
transparan. Sekolah, termasuk guru harus
meningkatkan
kemampuan
a. Permasalahan Kebijakan
menyusun program dan target kegiatan yang
Kebijakan dan program peningkatan
jelas dan dikomunikasikan kepada orang tua
kualitas guru doalam melaksanakan proses
siswa dan masyarakat. Hasil kerja sekolah
belajar mengajar harus menyentuh tiga aspek
atas pencapaian target harus dapat dievaluasi
sebagaimana dikemukakan di atas: aspek
dengan jelas oleh orang tua dan masyarakat.
kemampuan, aspek semangat dan dedikasi,
Sekolah harus meletakkan orang tua dan
dan aspek kesejahteraan. Kebijakan yang
masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan
tidak lengkap, yang tidak mencakup ketiga
konsumen harus ditempatkan pada prioritas
aspek tersebut cenderung akan mengalami
paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah
kegagalan.
pimpinan kepala sekolah harus dapat bekerja
Kebijakan
untuk
meningkatkan
secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak
kualitas guru harus banyak bertumpu pada
ekonomi, kerja efektif dan efisien. Dalam
inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak
kaitan inilah, school site based management
guru sendiri. Dengan kata lain guru sebagai
merupakan suatu tuntutan dasar dalam upaya
subjek
Untuk
peningkatan kualitas sekolah. Dengan sistem
untuk
manajemen ini otoritas sekolah semakin
belajar (bukan mengajar) sangat penting.
besar, termasuk tanggung jawab memajukan
Kemampuan belajar mencakup kemampuan
sekolah.
untuk membaca dan mengkaji fenomena
tanggung jawab ini pada giiirannya akan
masyarakat
rneningkatkan kesadaran pada diri guru
bukannya
pengembangan
objek.
kemampuan
secara
efisien,
guru
kemampuan
Semakin
untuk menentukan bahan yang relevan dan
untuk
memberikan
perlu.untuk dikaji, dan, kemampuan untuk
siswanya.
besar
yang
otoritas
terbaik
dan
bagi
mencari sumber pengetahuan. Dalam kaitan
Upaya peningkatan kualitas guru untuk
ini suatu mekanisme atau prosedur untuk
meningkatkan kualitas lulusan harus disertai
munculnya umpan balik bagi guru sangat
dengan peningkatan kesejahteraan guru.
penting artinya. Salah satu yang mungkin
Prinsip school site based management me
dilaksanakan adalah membekali guru dengan
nuntut partisipasi dari pihak orang tua siswa
kemampuan untuk melakukan self reflection,
dan masyarakat lebih besar. Partisipasi yang
lewat action research.
pertama berkaitan dengan upaya mobilisasi
Kemampuan untuk belajar ini akan dapat
terus
hidup
dana pendidikan, dan partisipasi kedua
dan tumbuh subur
adalah
manakala guru memiliki cukup ruang untuk FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
aktivitas
mereka
dalam
ikut
memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena 174
ISSN 2502-8723
itu, sistem kerjasama orang tua dan sekolah
b. Permasalahan
perlu dikembangsuburkan.
Tuntutan
Perubahan
Dalam mobilisasi dana pendidikan
Proses pendidikan tidak berlangsung
akan terjadi ketimpangan antara satu sekolah
dalam suasana yang steril dan vakum,
dengan sekolah lain, sebagai akibat adanya
melainkan
perbedaan
Terdapat
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan,
kecenderungan bahwa semakin berkualitas
baik sosial, poli tik, budaya, ekonomi, dan
suatu sekolah maka akan semakin besar
agama.
kemampuan sekolah untuk memobilisasi
meningkatkan
dana pendidikan dari kalangan orang tua
kualitas guru para pemegang kebijakan di
siswa dan masyarakat. Sudah barang tentu
bidang
hal ini tidak perlu untuk dicegah. Yang
mengkaji dan memahami perkembangan
penting adalah alokasi anggaran pendidikan
masyarakat.
pemerintah perlu disesuaikan dengan kondisi
masyarakat lingkungan di mana pendidikan
sekolah
Anggaran
senantiasa bereaksi merupakan sesuatu yang
pemerintah seyogyanya diarahkan ke seko-
tidak ringan, untuk tidak mengatakan hal itu
lah-sekolah yang tidak mampu memobilisasi
sebagai
dana disebabkan kemampuan orang tua
persoalannya akan semakin pelik, karena apa
siswa yang rendah.
yang
kualitas
sekolah.
masing-masing.
Usaha yang tiada pernah mengenal
proses
Oleh
pendidikan
karenanya, kuaiitas
pendidikan
dinamakan
masyarakat
dalam
usaha
pendidikan
harus
mengkaji
sesuatu
akan
dan
yang
senantiasa
senantiasa
memahami
berat.
dengan
dan
Tetapi
lingkungan
berubah
dengan
akhir bagi suatu negara adalah usaha untuk
cepat. Sir Charles P Snow, Filosof dan
meningkatkan kemakmuran bangsanya. Hal
sastrawan berkebangsaan Inggris, dalam
itu dikarenakan pada hakekatnya apa yang
suatu karya klasiknya The Two Cultures
dinamakan kemakmuran tidak ada batasnya.
memberikan gambaran kecepatan perubahan
Negara yang sudah sedemikian maju pun,
yang
seperti Jepang, Jerman dan Amerika Serikat,
menyatakan "bahwa selama sejarah umat
misalnya, masih juga berjuang keras untuk
manusia sampai abad ini tingkat perubahan
mencapai tingkat kemakmuran yang lebih
sosial sangat lambatnya sehingga perubahan
tinggi. Khususnya negara-negara sedang
dapat berlangsung tanpa kita ketahui. Tetapi
berkembang, nampaknya harus berusaha
lambatnya perubahan sosial tidak akan
lebih keras dalam upaya meningkatkan
terjadi lagi. Perubahan sosial dimasa datang /
kemakmuran
Suatu
depan akan berlangsung sangat cepat. Begitu
keuntungan bagi negara negara sedang
cepatnya perubahan sehingga imajinasi kita
berkembang termasuk Indonesia, adalah bisa
sekalipun
mengambil pelajaran dari apa yang dialami
(Zamroni, 2012)".
masrarakatnya.
oleh negara negara yang sudah terdahulu
terjadi
di
tidak
masa
kuasa
depan
dengan
mengikutinya
Setiap perubahan sosial yang terjadi
mengalami kemajuan.
membawa problema baru di masyarakat. Untuk menghadapi problema-problema baru tersebut masyarakat menuntut pembaharuan pendidikan dan kualifikasi baru untuk guru.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
175
ISSN 2502-8723
Dengan demikian, pembaharuan harus pula
produksi yang stabil, makmur, berdaya saing
dilaksanakan pada lembaga pendidikan guru.
tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan
PENDIDIKAN
DASAR
dan investasi, yang di dalamnya terdapat
DAN
arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi,
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ASEAN
merupakan
bangsa-bangsa
Asia
beranggotakan
10
gabungan
Tenggara negara
dan modal serta difasilitasinya kebebasan
yang
pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja.
(Indonesia,
Implementasi
AEC
2015
akan
Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
berfokus pada sektor prioritas, yang terdiri
Brunei
Laos,
atas 7 (tujuh) sektor barang (industri
Myanmar, Kamboja dan Timor Leste)
pertanian, peralatan elektonik, otomotif,
memiliki pandangan terbuka, hidup dalam
perikanan, industri berbasis karet, industri
perdamaian, stabilitas dan kemakmuran,
berbasis kayu, dan tekstil) dan 5 (lima)
serta terikat bersama dalam kemitraan dalam
sektor jasa (transportasi udara, pelayanan
pembangunan yang dinamis. Untuk itu, pada
kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri
tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah
teknologi informasi atau e-ASEAN).
Darussalam,
bersepakat
untuk
Vietnam,
membangun
suatu
Selanjutnya menurut Gayatri (2014),
―masyarakat ASEAN‖ pada tahun 2020.
keduabelas
Dalam perkembangannya para pemimpin
perdagangan barang dan jasa ini dapat
Negara anggota mempertegas komitmennya
diunggulkan dalam pasar bebas ASEAN atau
dan
mempercepat
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai
pembentukan masyarakat ASEAN pada
2015. Ke-12 sektor tersebut terdiri atas
tahun 2015.
delapan sektor perdagangan barang dan
memutuskan
untuk
Pembentukan Komunitas ASEAN
sektor
prioritas
dalam
empat sektor dalam bidang jasa. Sektor
2015 berlandaskan pada 3 pilar, yaitu
perdagangan
Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN
pertanian, perikanan, industri karet, industri
Security Community), Komunitas Ekonomi
kayu, industri tekstil dan pakaian, otomotif,
ASEAN (ASEAN Economic Community),
elektronik, serta teknologi informasi dan
dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
komunikasi. Sementara itu, empat sektor
(ASEAN
Socio-Cultural
perdagangan
Komunitas
Ekonomi
Community).
ASEAN
(ASEAN
Economic Community/AEC) 2015, diarahkan
kepada
integrasi
ekonomi
pembentukan kawasan
fasilitas
jasa
mencakupi
mencakup
bidang
bidang
kesehatan, pariwisata, perhubungan udara,
akan
dan logistik. Untuk bidang kesehatan, ada
sebuah
tiga subsektor yang diklasifikasikan, yakni
dengan
kedokteran umum, kedokteran gigi, dan
mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki
barang
perdagangan
keperawatan.
dan
Adapun sektor tenaga kerja yang
bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor
akan bersaing di dalam MEA adalah (1)
UMKM (Kemenkop UKM, 2015).
medical (dokter dan obat); (2) perawat
Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan
(nurses);
untuk menciptakan pasar tunggal dan basis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
(3)
architekture,
engenering
(tenaga ahli); (4) dental (dokter gigi); (5) 176
ISSN 2502-8723
accounting (akuntan); (6) surveyor (tenaga
KESIMPULAN
survai); dan (7) tourisme (pariwisata). Dalam
Kemajuan ekonomi ini tidak seiring
konteks tenaga terampil sebagai tenaga kerja
dengan kemajuan pendidikan meskipun ada
dalam bursa tenaga kerja MEA, posisi
hubungan
Indonesia masih perlu ditingkatkan.
pertumbuhan ekonomi. Indonesia berada
Sebagai bahan kajian mendalam
antara
pendidikan
dan
pada posisi yang perlu mempersiapkan diri
dapat disajikan data Badan Pusat Statistik
secara
lebih
serius
untuk
(BPS) menunjukkan tahun 2013 jumlah
menghadapi
tenaga kerja pendidikan dasar dan tanpa
ekonomi ASEAN. Indonesia memerlukan
pendidikan mencapai 35, 88 juta orang.
sumberdaya manusia dalam jumlah dan
Indeks pembangunan manusia atau Human
mutu yang memadai sebagai pendukung
Development Index (HDI) Indonesia juga
utama pembangunan dibidang ekonomi.
berlakunya
bersaing masyarakat
masih rendah. Dari 182 negara di dunia,
Proses pendidikan di sekolah dasar
Indonesia berada di urutan 111. Sementara
menempati posisi yang sangat vital dan
di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada
strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan
di urutan enam dari sepuluh negara ASEAN.
dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
Posisi
dasar
HDI
Indonesia
masih
dibawah
ini
akan
berakibat
fatal
untuk
Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan
pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya,
Singapura
ini
keberhasilan pendidikan pada tingkat ini
memberikan peringatan kepada kita, bahwa
akan membuahkan keberhasilan pendidikan
Indonesia masih perlu mempersiapkan diri
tingkat lanjutan.
(Kahfi,
2015).
Data
secara lebih serius menghadapi MEA. Posisi
Ada tiga hal mendesak yang perlu
kita akan aman jika berada pada posisi
dilakukan
ketiga setelah Singapura, Malaysia atau
pendidikan dasar yang baik, pertama :
paling tidak ke empat dibawah Thailand.
pentingnya peningkatan kualitas sekolah
Dunia pendidikan Indonesia perlu
dasar,
dalam
kedua:
rangka
menyiapkan
pentingnya
mengatasi
menyiapkan tenaga kerja yang dibutuhkan
permasalahan sekolah dasar yang meliputi
dalam upaya menghadapi tantangan ini ke
(1) permasalahan guru, (2) permasalahan
depan. Berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun
kebijakan dan (3) permasalahan tuntutan
2014
perubahan.
tentang
nasional masyarakat
peningkatan
dalam
rangka
ekonomi
daya
saing
menghadapi
ASEAN,
Dunia
negara
pendidikan
dasar
menyiapkan lulusan yang kokoh
yang
menegaskan bahwa pengembangan tenaga
dibutuhkan
dalam
kerja Indonesia difokuskan pada peningkatan
tantangan
perubahan
daya saing tenaga kerja dan peningkatan
Pengembangan
kompetensi dan produktivitas tenaga kerja
difokuskan pada peningkatan daya saing
(Kementerian Sesneg, 2015). Dalam upaya
tenaga kerja dan peningkatan kompetensi
daya saing dan kompetensi inilah, maka
dan produktivitas tenaga kerja yang perlu
peran pendidikan dasar menjadi sangat
disiapkan sejak di sekolah dasar. Dalam
penting.
upaya daya saing dan kompetensi inilah,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
177
upaya
perlu
tenaga
menghadapi ke
depan.
kerja
Indonesia
ISSN 2502-8723
Sekolah dan Perguruan Tinggi, FIP Universitas Kanjuruhan Malang, 16 Januari 2016. Zamroni. (2102). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
maka peran pendidikan dasar menjadi sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA Coughlan, Sean (2015 ): Asia Peringkat Tertinggi Sekolah Global, Indonesia Nomor 69. Diakses pada 29 Maret 2016 pada laman: http://www.bbc.com/indonesia/majalah /2015/05/150513 Gayatri, Mentari Dwi. (2014). Indonesia Miliki 12 Sektor Prioritas Hadapi MEA. Dapat diakses di lamanhttp://www.antaranews.com/berit a/ Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J. (2000). ―Learning and Teaching about Values: A Review of Recent Research.‖ Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-202. Kahfi, Sahibul, (2015). Indonesia Menyapa MEA. Dapat diakses melalui laman: http://www. kompasiana.com/www.kompasiana.co msahibulkahfi/indonesia-menyapamea_5535a27b6ea834b80fda430d. Pujiastuti, Lani (2015) Ekonomi RI Peringkat Tiga Besar di G20. Artikel: Majalah Finance.detik.com: Diakses 1 April 2015 di laman: Puhttp: //finance.detik.com/read/2015/08/27/11 3636/3002715/5 Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Dapat diakses di laman: http://rumahinspirasi.com/18-nilaidalam-pendidikan-karakter-bangsa/ Kelompok Kerja MEA, Kemenkop UKM. (2015). Diakses pada tanggal: 18 Nopember 2015 dari laman: http:www.depkop.go.id/index.php? Kementerian Sekretariat Negara, (2015). Inpres Nomor 6 Tahun 2014 tentang peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Supriyanto dan Noor, HM Tauchid, (2016) Penguatan pendidikan karakter dalam rangka menghadapi pasar terbuka Masyarakat Ekonomi ASEAN. Makalah Seminar Nasional : Penguatan Pendidikan Karakter Pancasila di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
178
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Ninik Indawati Prodi Pend. Ekonomi-Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Kanjuruhan Malang Email: [email protected] Abstrak Investasi dalam bidang pendidikan tidak semata mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih luas yaitu perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi tercapai apabila SDM memiliki etika, moral, tanggung jawab, adil, jujur, dan terbentuknya perilaku atau karakter yang anti terhadap korupsi. Ini merupakan pondasi penting, yang perlu ditanamkan sejak dini kepada peserta didik. Temuan yang terjadi, pendidikan jauh dari nilai moralitas kemanusiaan. Dalam keterpautan ekonomi, pendidikan hanya menjadi lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli kepada kemiskinan bangsa. Permainan kekuasaan dan ekonomi telah membawa pendidikan bangsa ke lembah keterpurukan. lembaga pendidikan harus membangun ideologi kehidupan anti korupsi, diantaranya menempatkan pendidikan sebagai sarana membentuk karakter. Kata kunci: peserta didik, PBM, anti korupsi Pendidikan merupakan suatu proses
bersama untuk melaksanakannya. Hal ini
membina dan mengantarkan peserta didik
merupakan
untuk menemukan jati dirinya. Dalam
kebangsaan suatu negara. Jika pemimpin
undang-undang sistem pendidikan nasional
dari
no. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa
menyakinkan
pendidikan adalah usaha sadar, terencana
dipastikan masyarakat akan memberikan
untuk mewujudkan suasana belajar dan
apresiasi
proses pembelajaran agar peserta didik
menjalankan semua yang terkait dalam
secara aktif mengembangkan potensi dirinya
sistem.
untuk
spiritual
memastikan tujuan suatu bangsa yaitu
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
masyarakat adil dan sejahtera dapat tercapai.
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
Namun
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dibangun didasarkan oleh kepentingan dari
dan
unsur-unsur atau pihak-pihak tertentu, maka
memiliki
negara.
tersebut
kekuatan
Rumusan
memiliki
makna
undang-undang yang
cukup
pencerminan
suatu
negara
menampilkan
nilai-nilai
dan
akan
Dengan
sebaliknya,
nilai-nilai
yang
positif,
mentaati
sistem
jika
dan
yang
sistem
serta
baik
yang
dipastikan akan terjadi kesenjangan yang
kompleks, dan untuk mencapainya perlu
bermuara
didukung oleh semua unsur/pihak yang
ketidakadilan. Kesenjangan yang terjadi
memiliki tanggung jawab.
sering
Pendidikan
sebagai
sistem
terkait
ketidakpastian
dengan
masalah
dan
sosial
ekonomi dan kedudukan dalam hukum.
yang
Persoalan kesenjangan baik sosial
terintegrasi memerlukan tanggung jawab FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pada
ekonomi 179
maupun
hukum
merupakan ISSN 2502-8723
masalah umum dan krusial yang mendera
peringkat 114 dari 177 negara. Sekarang
negara-negara,
negara
Indonesia sama dengan Djibouti (negara di
berkembang, termasuk Indonesia. Dan tak
Afrika Timur), dan di ASEAN Indonesia
dapat
kalah
khususnya
dipungkiri,
kesenjangan
tersebut
dari
Malaysia,
Singapura,
dan
disebabkan oleh nilai dan moral yang
Thailand, dan setara dengan Vietnam dan
dimiliki oleh setiap unsur dalam negara.
Timor Leste (Transparansy International,
Salah satu akibat yang muncul secara negatif
2013).
dari nilai dan moral adalah korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi oleh
Masalah korupsi bukan hal baru
pemerintah telah dituangkan dalam Inpres RI
dalam persoalan hukum dan ekonomi suatu
No.17 Tahun 2011 tentang aksi pencegahan
negara karena masalah korupsi telah ada
dan pemberantasan korupsi, namun hal
sejak dahulu kala, baik di negara maju
tersebut belum juga dapat memberikan efek
maupun
jera.
negara
berkembang
termasuk
Pengaruh
yang
ditimbulkan
oleh
Indonesia. Bahkan perkembangan masalah
korupsi saat ini telah menyentuh berbagai
korupsi di Indonesia saat ini telah dianggap
bidang
sebagai persoalan luar biasa dikarenakan
masalah serius yang dapat membahayakan
oleh peningkatan jumlah dan penyebarannya
stabilitas
hingga ke lapisan masyarakat bawah.
merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas
Korupsi,
kini
dan
Korupsi
keamanan
merupakan
masyarakat,
menjadi
serta membahayakan pembangunan sosial
permasalahan serius di negeri ini. Kasus
ekonomi suatu negara, yang secara otomatis
korupsi
membuat kerugian bagi negara, mengganggu
sudah
jumlahnya,
sudah
kehidupan.
tidak
berkembang
terhitung dengan
lagi pesat,
sendi-sendi
demokrasi
dan
meluas di mana-mana dan terjadi secara
pembangunan.
sistematis dengan rekayasa yang canggih
korupsi terkait dengan masalah moral atau
dan memanfaatkan teknologi modern. Kasus
sikap mental, pola hidup, kebudayaan dan
terjadinya korupsi dari hari ke hari kian
lingkungan sosial, masalah tuntutan ekonomi
marak. Hampir setiap hari berita tentang
dan
korupsi menghiasi berbagai media. Korupsi
struktur/sistem ekonomi, budaya politik,
dianggap biasa dan dimaklumi banyak
mekanisme
orang,
dibidang pelayanan publik dan keuangan
sehingga
masyarakat
sulit
membedakan mana perbuatan korup dan
Kompleksitas
proses
kesejahteraan
masalah
sosial-ekonomi,
pembangunan,
birokrasi
(Barda N.A, 2005).
mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun
Kondisi seperti itu perlu disikapi
sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi
dengan melakukan berbagai upaya untuk
dan beberapa instansi anti korupsi lainnya,
menanggulangi masalah korupsi yang sudah
namun faktanya negeri ini masih menduduki
mengakar,
ranking
Indonesia. Pada tahun 2012 Kemendikbud
atas
sebagai
negara
terkorup
didunia. Hasil
dan survei
meluas,
Komisi
dan menggejala
Pemberantasan
di
Korupsi
Transparancy
sebenarnya sudah menyepakati kerjasama
International pada Tahun 2013 menunjukkan
menerapkan pendidikan anti korupsi. Namun
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di
kesepakatan ini belum sepenuhnya menjadi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
180
ISSN 2502-8723
komitmen bersama seluruh bangsa, padahal
pelajaran akhlak, moral dan yang lainnya.
program tersebut merupakan gebrakan besar
Pelajaran akhlak penting guna mencegah
dunia pendidikan. Ini sangat tepat menjadi
terjadinya
blue
pendidikan anti korupsi itu penting guna
print
pendidikan
konsep
dan
karakter,
implementasi
guna
membentuk
kriminalitas.
Begitu
halnya
mencegah aksi korupsi.
pribadi berintegrasi (character education for
Pendidikan
anti
korupsi
harus
integrity). Pendidikan anti korupsi sangat
diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam
tepat
proses pembelajaran dari tingkat pendidikan
demi
masa
depan bangsa
yang
berkeadilan (justice for suistanable future).
dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal
Pendidikan justru melahirkan para koruptor
karena
terjebak
alat
peserta didik yang anti korupsi. Pendidikan
kekuasaan. Pendidikan tidak lagi netral dan
anti korupsi ini diberikan melalui suatu mata
sudah menjadi ajang pertarungan kekuasaan
pelajaran
penuh interest dan konflik. Pendidikan tidak
mengintegrasikan melalui beberapa mata
objektif dan sering kali penuh muatan
pelajaran. Inti dari materi pendidikan anti
kepentingan ideologis, sehingga pendidikan
korupsi ini adalah penanaman nilai-nilai
berubah dari sarana mencari kebenaran dan
luhur yang terdiri dari sembilan nilai yang
autentisitas
disebut dengan sembilan nilai anti korupsi.
diri
sebagai
ini sebagai upaya membentuk perilaku
manusia
menjadi
tersendiri,
semu dan abstrak. Pendidikan jauh dari nilai
sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani,
moralitas kemanusiaan. Dalam keterpautan
dan peduli (Kemendikbud, 2012).
hanya
menjadi
Dalam
disiplin,
cara
yaitu:
pendidikan
jawab,
dengan
pembenaran dan arena pencarian jati diri
ekonomi,
tanggung
atau
Rencana
jujur,
Pembangunan
lembaga pengeruk keuntungan, tidak peduli
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa
pada
Timur tahun 2009-2014 pada program
kemiskinan
bangsa.
Permainan
kekuasaan dan ekonomi telah membawa
pendidikan,
menempatkan
peningkatan
pendidikan bangsa ke lembah keterpurukan.
aksesbilitas
dan
pendidikan.
Dari
harus
Berbagai upaya pembangunan pendidikan,
adalah
termasuk wajib belajar pendidikan dasar
fenomena
dilakukan
demikian,
lembaga
membangun
yang
pendidikan
ideologi
kehidupan
korupsi,
diantaranya
pendidikan
sebagai
anti
sembilan tahun yang dicanangkan
menempatkan
sarana
tahun
membentuk
sesungguhnya mencegah Komisi
anti
beberapa instansi
untuk
rendahnya tingkat pendidikan penduduk dan
guna
juga
rendahnya
kualitas
pelayanan
korupsi.
Jika
pendidikan masih merupakan isu strategis
Korupsi
dan
pembangunan
korupsi
di
bidang
pendidikan,
lainnya
sehingga sangat diperlukan operasionalisasi
menangkap para koruptor, maka pendidikan
nyata dari semua pihak untuk mengupayakan
anti korupsi juga penting guna mencegah
peningkatan
mutu
pendidikan.
Upaya
adanya
peningkatan
mutu
pendidikan
dapat
koruptor.
anti
korupsi
penting
pidana
Pemberantasan
dilaksanakan
Jawa Timur, namun sampai saat ini masalah
sangat
tindak
1994
pada
meningkatkan taraf pendidikan penduduk
karakter (Siti, M.H, 2014). Pendidikan
kualitas
Seperti
pentingnya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
181
ISSN 2502-8723
dilakukan baik secara formal, non-formal,
keterlibatan
dan
pembelajaran, (3) Tidak menekankan pada
informal.
pendidikan
Secara
dasar,
formal,
menengah
jenjang
dan
atas
aktif
praktek-praktek
dalam
yang
kegiatan
diarahkan
untuk
maupun pendidikan tinggi merupakan sarana
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa
yang dilakukan untuk menghasilkan mutu
dalam pemikirannya, dan (4) Teori Piaget
pendidikan yang terbaik.
mengasumsikan
Pemberantasan
korupsi
bahwa
seluruh
anak
harus
berkembang melalui urutan perkembangan
dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur
yang sama, namun mereka memperolehnya
masyarakat, termasuk perguruan tinggi dan
dengan kecepatan yang berbeda, (Jauhar, M,
mahasiswa. Perguruan tinggi dan mahasiswa
2011).
diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya
Pendidikan merupakan suatu kunci
pencegahan korupsi, didukung juga dengan
keberhasilan bagi sebuah bangsa. Pendidikan
pasal 33 UUD 1945 dimana demokrasi
dapat menjadikan sebuah bangsa menjadi
ekonomi kemakmuran masyarakatlah yang
bangsa yang tangguh, mandiri, berkarakter,
diutamakan
orang-
dan berdaya saing. Karena baik buruknya
seorang, dengan berperan sebagai agen
pendidikan sebuah bangsa dapat menentukan
perubahan (agent of change ) dan motor
kualitas
penggerak
manusia yang ada di suatu bangsa, serta
bukan
kemakmuran
gerakan
anti
korupsi
di
masyarakat. Implikasi
baik
buruknya
pembangunan
menuntut langkah-langkah strategis guna teori
Piaget
terhadap
menghentikan laju degradasi moralitas dan
pendidikan, menurut teori Piaget mengenai
karakter bangsa seperti yang dikatakan
perkembangan
(Aziz,
kognitif
mendefinisikan
H.A,
2011)
semestinya
intelegensi, pengetahuan, dan hubungan
pendidikan
dengan
sekaligus menjadi roh pembelajaran karakter
lingkungannya.
Menurut
Piaget
setiap organisme hidup cenderung untuk
karakter
sudah
diimplementasikan
yang baik.
melakukan adaptasi dan organisasi. Dalam
Saat ini, urgensi pendidikan karakter
proses adaptasi dan organisasi terdapat 4
menjadi bahan perhatian sebagai respon atas
konsep
asimilasi,
berbagai persoalan bangsa terutama masalah
akomodasi, dan ekuilibrasi. Perkembangan
dekadensi moral seperti korupsi, kekerasan,
kognitif individu meliputi empat tahap: (1)
perkelaian antar pelajar, bentrok antar etnis
Periode sensory motor (usia 0-2 tahun), (2)
dan perilaku seks bebas yang cenderung
Periode pre operasional (usia 2-7 tahun), (3)
meningkat.
Periode operasional konkret (usia 7-11
(Tilaar, 2000) merupakan salah satu ekses
tahun), (4) Periode operasional formal (usia
dari kondisi masyarakat yang sedang berada
11-15 tahun). Implementasi teori Piaget
dalam masa transformasi sosial menghadapi
terhadap pendidikan: (1) Memfokuskan pada
era
proses berfikir atau proses mental anak tidak
disebabkan
sekedar pada produknya, (2) Pengenalan dan
kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana
pengakuan atas peranan anak-anak yang
informasi yang telah membawa dampak
dasar
yaitu
skema,
Fenomena
globalisasi,
tersebut
menurut
yang mana globalisasi
perkembangan
teknologi,
penting sekali dalam inisiatif diri dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
182
ISSN 2502-8723
positif sekaligus dampak negatif bagi bangsa
Dalam UU nomor 20 tahun 2003,
Indonesia.
pendidik merupakan tenaga profesional yang
Kehidupan berbangsa dan bernegara
bertugas merencanakan dan melaksanakan
saat ini sangat memprihatinkan, baik dari
proses
aspek sosial
pembelajaran,
budaya.
politik, ekonomi
Dari
melakukan
hasil
pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian
yaitu semakin menciptakan
dan pengabdian kepada masyarakat. Maka
pemisah antara kaya dan miskin, antara
dari itu, menjadi pendidik merupakan tugas
rakyat dan pejabat, antara penguasa dan
yang
yang dikuasai, dan politik misalnya sangat
memberi ilmu pengetahuan dan pengabdian
liberal. Dari aspek sosial budaya, masyarakat
antar sesama manusia, baik itu anak didik
semakin
maupun masyarakat. Pola kehidupan yang
tidak
ekonomi
menilai
sangat
kapitalistik,
segi
maupun
pembelajaran,
berdaya
gempuran politik liberal
menghadapi
karena
mencakup
tentang
ekonomi
mewah bagi seorang pendidik, dapat menjadi
kapitalistik, yang berakibat kekuatan sosial
masalah besar dalam keteguhan memberikan
budaya tercerabut dari akar-akar historisnya,
penyampaian
(Effendy, C, 2003).
didikannya. Sejatinya, pola hidup mewah
Manusia
hidup
kesenangan
dan
merupakan
dasar
dan
mulia
untuk
kepuasan, dari
mencari
karena
sifat
telah
itu
penyuapan
manusia.
menawarkan
kepada
dapat membawa pendidik terjerumus dalam maupun
korupsi,
dan
pola
kehidupan yang mewah sebisa mungkin
Contohnya, pada saat ini kemajuan teknologi informasi
pembelajaran
dihindari.
berbagai
Pemerintah
memegang
macam gaya hidup kepada masyarakat
pertanggungjawaban
atas
terutama kepada generasi muda/remaja. Para
rakyat,
remaja berlomba-lomba untuk mengikuti
mendistribusikan,
tren gaya hidup untuk mencapai kepuasaan
pemenuhan kebutuhan masyarakat berbentuk
pribadi yang kadang-kadang menjerumus
jasa publik dan layanan sipil. Sejalan dengan
kepada hal-hal yang bersifat negatif.
itu
beban
tugas
yang atau
kepentingan memproduksi, menjual
pemerintahan
adalah
alat
untuk
Budaya hedonisme telah mendorong
melayani dan mengatur masyarakat, bahwa
banyak orang memiliki suatu barang atau
tugas pelayanan lebih menekankan upaya
mencari kepuasaan dimana suatu barang dan
mendahulukan
kepuasaan
mempermudah
tersebut
bukanlah
keperluan
kepentingan urusan
umum,
publik
dan
utama dalam kehidupan. Selain itu budaya
memberikan
kepuasan
hedonisme hanyalah membuat kesenagan
sedangkan
tugas
individu,
menekankan kekuasaan yang melekat pada
dalam
mengahadapi
budaya
hedonisme yang sangat banyak membawa
kepada
publik,
mengatur
lebih
posisi jabatan birokrasi.
efek atau pengaruh negatif dalam kehidupan
Fakta empiris yang dapat dicermati
bermasyarakat. Memilih gaya hidup/budaya
terkait korupsi dan relevansinya dengan
hedonis sesungguhnya tidak akan pernah
tindakan
membawa kebahagiaan dan kepuasan dalam
mempersulit pembangunan ekonomi dan
hidup, (Bertens, K, 2002).
mengurangi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
183
ekonomi:
bahwa
kualitas
korupsi
pelayanan ISSN 2502-8723
pemerintahan, antara lain dengan membuat
sebagai dampak adanya ongkos manajemen
distorsi (kekacauan) dan ketidakefisienan
seperti dipaparkan di atas. Akibatnya muncul
yang tinggi. Sebagai contoh dalam sektor
banyak
pengemis,
privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
pemerasan,
hingga
karena kerugian dari pembayaran ilegal,
sumber
ongkos manajemen dalam negoisasi dengan
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan
pejabat korup. Walaupun terdapat pendapat
hidup.
yang
menyatakan
mengurangi
bahwa
korupsi
(niaga)
dengan
ongkos
mempermudah
birokrasi.
Sedangkan
pengangguran, pembunuhan
utamanya
adalah
yang
uang
untuk
Dari contoh tersebut di atas penulis menyimpulkan,
di
langkah
yang
perlu
dilakukan para pemimpin negeri ini adalah
sektor publik korupsi menimbulkan distorsi
memberikan
dengan mengalihkan investasi publik ke
keseriusan
proyek-proyek masyarakat, dimana suap dan
dimulai dari lingkaran terdekat. Gagasan
upah tersedia lebih banyak. Baik di sektor
tentang pendidikan anti korupsi kiranya
privat maupun publik, dimungkinkan pejabat
muncul dari kesadaran akan pentingnya
membuat aturan-aturan baru dan hambatan
pendidikan sebagai salah satu sarana yang
baru sebagai tambahan kompleksitas proyek
efektif untuk memutus mata rantai korupsi
masyarakat untuk menyembunyikan praktek
yang membelenggu bangsa kita. Sebab,
korupsi. Hal ini mengakibatkan lebih banyak
mewariskan
kekacauan.
ketinggian karakter melalui pendidikan anti
Korupsi
pemenuhan
juga
mengurangi
syarat-syarat
keamanan
korupsi
memikirkan
aturan
kedudukan
kualitas
Korupsi
pelayanan
juga
mengurangi
pemerintahan
untuk
dan
pekerti
lebih
korupsi
luhur
penting
upaya atau
menunjukkan
memberantas
budi
jauh
bangunan, lingkungan hidup, atau aturanlain.
contoh
dan
ketimbang
mempertahankan posisi
kekuasaan.
dan
Implementasi pendidikan anti korupsi ini
infrastruktur, serta menambahkan tekanan-
masih banyak menemukan hambatan karena
tekanan terhadap anggaran pemerintah.
masih merupakan hal baru. Diperlukan
Korupsi di bidang ekonomi juga menyebabkan kompetitif
persaingan antar
yang
pelaku
upaya yang lebih gencar dan intensif tentang
tidak
pendidikan anti korupsi.
ekonomi
Pendidikan ekonomi pada dasarnya
(pengusaha) karena semua proses harus
merupakan
melalui uang pelicin dan memerlukan waktu
pembelajaran
yang
menyiapkan
relalif.
Hal
ini
mengakibatkan
suatu
bidang
kajian
tentang individu/manusia
atau
bagaimana sebagai
munculnya kekacauan lapangan perniagaan.
pelaku ekonomi yang memiliki wawasan dan
Perusahaan
koneksi
sikap (melek) ekonomi, sesuai tuntutan
dilindungi dari persaingan dan sebagai,
perkembangan jamannya. Dengan demikian,
hasilnya
perusahaan-
lulusan program ini diharapkan tidak hanya
perusahaan yang tidak efisien. Sedangkan
dapat menjadi pendidik ekonomi di berbagai
bagi
korupsi
jenjang pendidikan, tetapi juga diberbagai
menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi
lembaga yang bertugas mengelola, meneliti,
dan
serta mengembangkan pendidikan ekonomi.
yang
memiliki
mempertahankan
masyarakat
harga-harga
bawah,
menjadi
lebih
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mahal 184
ISSN 2502-8723
Investasi
dalam
semata-mata
bidang pendidikan tidak mendongkrak
pendidikan adalah belum semua guru jujur.
pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi
Saat ini kita masih melihat banyak guru yang
yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde
belum jujur kepada dirinya sendiri. Masih
baru,
banyak
kita
untuk
Masalah lain yang muncul seputar
selalu
bangga
dengan
guru
yang
belum
mampu
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
memberikan keteladanan.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur
mungkin
lebur karena tidak didukung oleh adanya
gurunya saja masih korupsi? Tak heran, bila
sumber daya manusia yang berpendidikan.
guru seperti itu melahirkan peserta didik
Orde baru banyak melahirkan orang kaya
yang tidak jujur, senang menyontek, malas
yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan,
berpikir secara ilmiah, dan masih banyak
tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang
masalah yang lain.
miskin.
korupsi
Bagaimana
akan
diberantas
bila
Akhirnya pertumbuhan ekonomi Pembahasan
hanya dinikmati sebagian orang dan dengan
(Lewis,
tingkat ketergantungan yang amat besar. Perkembangan
ekonomi
2004)
menyebarkan terang menjadi lilinnya atau menjadi
memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab,
cermin
yang
memantulkannya.
(Lewis, Barbara, A, 2004)
rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan
menyebut
pemberian contoh-contoh sikap luhur itu
kewajiban yang kesemuanya itu merupakan
sebagai kepemimpinan lewat teladan. Dalam
indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah
kepemimpinan, seorang guru akan menjadi
saatnya bagi negeri ini untuk bagaimana
tolok ukur dimana peserta didik akan
merencanakan sebuah sistem pendidikan
mengukur diri mereka sendiri. Guru akan
yang baik, untuk mendukung perkembangan
menjadi inspirasi bagi peserta didiknya.
ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai
Untuk
alat pemersatu bangsa, pendidikan adalah
dapat
menjadi
pemimpin
yang
mampu menerangi jalan peserta didiknya,
wahana yang amat penting dan strategis
seorang guru hendaknya kembali memegang
untuk perkembangan ekonomi dan integrasi
teguh trilogi kepemimpinan yang dicetuskan
bangsa, karena pendidikan adalah sebagai
oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso
investasi jangka panjang yang harus menjadi
sung tulodo, ing madyomangun karso, dan
pilihan utama. yang
diharapkan
tut wuri handayani. Artinya, di depan guru
dari
sebagai pemimpin mesti memberi teladan, di
pendidikan itu sendiri adalah terbentuknya
tengah-tengah
perilaku atau karakter yang anti terhadap
peserta
didik
guru
membangun semangat serta menciptakan
korupsi. Dan hal ini merupakan suatu pondasi
A,
mengatakan bahwa ada dua cara untuk
akan
tercapai apabila sumberdaya manusianya
Upaya
Barbara,
peluang untuk berswakarsa, dari belakang
yang sangat penting, seharusnya
guru mendorong dan mengarahkan peserta
diutamakan dan perlu ditanamkan sejak dini
didiknya. Trilogi inilah yang mungkin
kepada anak didik, disamping aspek-aspek
terlupakan
lain yang juga penting untuk ditanamkan.
dalam
sistem
pendidikan
penanaman nilai di negeri ini. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
185
ISSN 2502-8723
Dari
penulis
Sebagai bagian dari pendidikan karakter,
menyimpulkan bahwa perubahan kerangka
pendidikan anti korupsi bukan merupakan
pendidikan menuju pada holistik pendidikan,
bagian tersendiri dari pendidikan pada
dikatakan holistik apabila pendidikan itu
umumnya, tetapi merupakan bagian dari
menyeluruh. Artinya, pembangunan manusia
kurikulum pendidikan itu sendiri. Dengan
bukan hanya dari dimensi kognitif saja.
demikian,
Pendidikan harus mampu menyeimbangkan
membuat kurikulum baru, tetapi cukup
fungsi otak kanan dan otak kiri. Hal inilah
mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan anti
yang sebenarnya perlu diperhatikan dalam
korupsi dalam kurikulum yang sudah ada,
pendidikan, karena selama ini, hanya otak
menurut Kementrian Pendidikan dan
kiri
bahasan
saja/hapalan
ditekankan.
di
yang
Inilah
atas,
lebih
banyak
penyebab
tujuan
pihak
sekolah
tidak
perlu
Kebudayaan (Kemendikbud, 2012) terdapat 9
(sembilan)
nilai-nilai
yang
pendidikan menciptakan manusia seutuhnya
diinternalisasikan dalam pendidikan anti
jauh dari kenyataan.
korupsi, yaitu:
Dari diperlukan
uraian gambaran
tersebut
di
keterkaitan
atas,
Tabel 1 Nilai-Nilai Acuan Dalam
antara
Pendidikan Anti Korupsi, Agus
pendidikan karakter dan pendidikan korupsi
Wibowo, 2007 (Kemendikbud,
sebagai berikut:
2012).
Desain Pendidikan Anti Korupsi Sebagai
No. 1.
Nilai Kejujuran
2.
Kepedulian
3.
Kemandirian
4.
Kedisiplinan
5.
Tanggung Jawab
6.
Kerja Keras
7.
Kesederhanaan
8.
Keberanian
9.
Keadilan
Bagian Dari Pendidikan Karakter
Gambar 1 Desain Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Bagian Dari Pendidikan Karakter (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
186
Diskripsi Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa Perilaku yang menunjukkan perilaku sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya Bersahaja, sikap dan perilaku yang tidak berlebihan, tidak banyak seluk beluknya, tidak banyak pernik, lugas, apa adanya, hemat, sesuai kebutuhan, dan rendah hati Mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya (tidak takut, gentar, kecut) dan pantang mundur Sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak/tidak pilih kasih, berpihak/berpegang pada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang, seimbang, netral, obyektif dan proporsional
ISSN 2502-8723
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa
dari
nilai-nilai
acuan
korupsi bagi peserta didiknya, antara lain
dalam
dengan meningkatnya:
pendidikan anti korupsi tersebut di atas bila
(1)
diintegrasikan
kehidupan/proses
tanggung jawab peserta didik, pendidik dan
belajar mengajar, diharapkan peserta didik
tenaga kependidikan, (3) kreativitas peserta
mampu berkembang menjadi pribadi yang
didik, pendidik, dan tenaga kependidikan,
lebih baik, dan pada akhirnya akan bersikap
(4) kepedulian peserta didik, pendidik dan
anti korupsi, apalagi ditunjang dengan
tenaga kependidikan, (5) kegotong royongan
strategi yang efektif terhadap anti korupsi di
peserta
sekolah. Berikut gambar strategi anti korupsi
kependidikan, (6) kebersihan, kesehatan, dan
di sekolah:
kebugaran peserta didik, pendidik dan tenaga
kedalam
kejujuran peserta didik, (2)
didik,
pendidik,
dan
rasa
tenaga
kependidikan, (7) perilaku santun yang mencerminkan kehidupan
etika
hidup
masyarakat
di
dalam
sehari-hari,
(8)
ketertiban dan kedisiplinan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, (9) menurunnya tingkat kenakalan remaja dan pemuda (seperti tawuran pelajar/mahasiswa, pergaulan Gambar 2 Strategi Pendidikan Anti Korupsi Di Sekolah (Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012)
bebas,
pelecehan
seksual,
pemalakan, dan penyalahgunaan narkoba) secara kualitatif. Bagian lain yang dirasa perlu dalam menanamkan
Pelajar generasi anti korupsi dengan
dan
mengembangkan
karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai
pendidikan karakter anti korupsi adalah
tanggung jawab, jujur, disiplin, sederhana,
pendidikan
kerja keras, mandiri, adil, berani dan peduli,
yaitu:
bukan
(1)
hanya
pembelajaran ditentukan
disebabkan
model
berkarakter
Pancasila,
yakni
kesadaran
religiusitas,
baik
tetapi
juga
―kebertuhanan‖ yang mengajarkan tentang
seorang
guru
yang
nilai-nilai kebaikan, amal baik
yang oleh
oleh
yang
(charity),
memahami cara peserta didik belajar. Setiap
kesalehan personal dan sosial, (2) desain dan
peserta didik memiliki
praktik pembelajaran mesti humanis, adil
gaya belajar yang
berbeda-beda dalam belajar, maka menjadi
dan
kebutuhan
beradab,
tidak
diskriminatif
dan
ini
untuk
eksploratif, tidak melakukan bullying dan
diharapkan
dapat
jenis intimidasi psikis dan fisik lainnya, (3)
memperkaya dengan banyak menggali dan
keragaman yang ada, berbagai tujuan yang
menemukan strategi
berbeda, dasar ideologis, kultural yang
guru
memahaminya.
dalam Guru
hal
pembelajaran yang
bermacam-macam harus ditujukan untuk
sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
kepentingan hidup bersama di ruang publik
Ada beberapa kreteria yang dapat dijadikan
acuan
menanamkan
dan
para
guru
mengembangkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam
Indonesia, (4) konsep manajemen yang
anti
dibuat adalah yang demokratis, setara, 187
ISSN 2502-8723
memberikan ruang bersuara bagi peserta
Adiwirman,
didik dan guru dalam memutuskan arah
bahwa:
pendidikan, guru tidak merasa paling tahu
2007:3),
(1) Keterampilan
dan otoriter, (5) desain sistem pendidikan
perencanaan
mesti ditujukan dan didasari oleh semangat
memberikan
keadilan sosial.
signifikan
Bertolak
dari
uraian
di
yang
atas,
menyatakan
guru
dalam
pembelajaran pengaruh
yang
terhadap
proses
pembelajaran bermakna dan selalu
seyogyanya guru memfokuskan pengelolaan
relevan
kelas dengan strategi pembentukan prilaku
kebutuhan
anti korupsi, dan peningkatan kemampuan
pembelajaran juga bermanfaat bagi
guru, yang salah satunya dengan cara
guru sebagai kontrol terhadap diri
mengembangkan
model
sendiri
interaksi
yang
sosial
pembelajaran terfokus
pada
dengan
tujuan
siswa.
agar
serta
Perencanaan
dapat
memperbaiki
pengajarannya.
keterbukaan dan kepekaan terhadap orang
(2) Model
pembelajaran
biasanya
lain (Joyce dan Marsha Weil, 1996).
disusun berdasarkan prinsip-prinsip
Keterbukaan dan kepekaan terhadap orang
pendidikan,
lain, diharapkan dapat membentuk dan
sosiologis, psikiatri, atau analisis
mengembangkan
anti
sistem, Joice dan Marsha Weil (1996:
korupsi peserta didik. Hal ini sesuai dengan
13-20). Model pembelajaran pada
prinsip pelaksanaan kurikulum tingkat KTSP
dasarnya
(KTSP, 2006), yang mensyaratkan bahwa
pembelajaran dari awal sampai akhir,
bahwa peserta didik harus mendapatkan
yang disajikan secara khas oleh guru.
pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
Dengan
memperoleh
kesempatan
untuk
pembelajaran
mengekspresikan
dirinya
bebas,
dari penerapan suatu pendekatan,
nilai-nilai
luhur
secara
dinamis, dan menyenangkan.
teori-teori
merupakan
kata
lain,
merupakan
merupakan
dengan perencanaan program yang di susun
pembelajaran
(mengacu
kompetensi/tujuan
pelaksanaannya
di
model bingkai
pembelajaran. Model pembelajaran
bahwa pelaksanaan kurikulum harus sesuai
Standar
bentuk
strategi, metode, teknik, dan taktik
Contoh guru harus memperhatikan
pada
psikologi,
Isi)
dalam
dan
pola
umum
untuk
perilaku mencapai
pembelajaran
PBM,
yang diharapkan, dan dapat dijadikan
mengembangkan silabus berdasarkan pada
pola pilihan, sehingga guru bisa
hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat
memilih model pembelajaran yang
kesulitan materi. Perencanaan pembelajaran
sesuai dan efisien untuk mencapai
yang dilaksanakan guru, bukan sekedar
tujuan pendidikan.
dilakukan karena tuntutan tugas dalam
(3) Strategi pembelajaran adalah suatu
kelengkapan administrasi mengajar, namun
kegiatan pembelajaran yang harus
lebih dari itu adalah untuk mengoptimalkan
dikerjakan guru dan siswa agar
pencapaian
tujuan pembelajaran dapat dicapai
tujuan
pembelajaran,
sesuai
pendapat (Firdaus, Gunawan Tabrani, dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
secara efektif dan efisien. 188
ISSN 2502-8723
Strategi pembelajaran adalah suatu
aktivitas. Pada strategi discovery,
kegiatan pembelajaran yang harus
peran guru lebih banyak sebagai
dikerjakan
fasilitator
guru,
agar
tujuan
dan
pembimbing
bagi
pembelajaran dapat dicapai secara
peserta didiknya. Strategi discovery
efektif dan efisien. Dalam strategi
biasa disebut strategi pembelajaran
pembelajaran
tidak
termuat
makna
langsung.
Strategi
belajar
perencanaan, yaitu (1) menetapkan
individual dilakukan oleh peserta
spesifikasi dan kualifikasi tujuan
didik secara mandiri. Kecepatan dan
pembelajaran yakni perubahan profil
keberhasilan
perilaku dan pribadi siswa; (2)
ditentukan oleh kemampuan individu
mempertimbangkan
memilih
peserta didik yang bersangkutan.
pembelajaran
Materi ajar dan cara mempelajarinya
sistem
dan
pendekatan
pembelajaran
sangat
yang dipandang paling efektif; (3)
didesain
untuk
belajar
mandiri
mempertimbangkan dan menetapkan
(contoh
belajar
melalui
modul).
langkah-langkah
Berbeda
dengan
atau
prosedur,
strategi
belajar
metode dan teknik pembelajaran; dan
kelompok, pembelajaran dilakukan
(4) menetapkan norma-norma dan
secara
batas minimum ukuran keberhasilan
kelompok dapat dilakukan dalam
atau
baku
pembelajaran
keberhasilan. Dilihat dari strateginya,
besar/klasikal
pembelajaran dapat dikelompokkan
kelompok
kecil.
menjadi dua, yaitu (1) exposition-
kelompok
tidak
discovery learning dan (2) group-
kecepatan
belajar.
individual learning (Rowntree dalam
pembelajaran
jika
Sanjaya, 2008: 128). Dalam strategi
penyajiannya, dapat dibedakan antara
exposition,
strategi
kriteria
dan
bahan
ukuran
ajar
disajikan
beregu.
Bentuk
belajar
kelompok atau
pembelajaran
Strategi
belajar
memperhatikan Strategi
ditinjau
deduktif
dan
dari
induktif.
kepada siswa dalam bentuk jadi dan
Strategi pembelajaran deduktif, yaitu
siswa dituntut untuk menguasi bahan
pembelajaran
tersebut. Strategi exposition biasa
mempelajari konsep-konsep terlebih
juga disebut pembelajaran langsung
dahulu
(direct instruction), karena materi
simpulan dan ilustrasi-ilustrasinya,
disajikan begitu saja kepada peserta
atau materi ajar yang dipelajari mulai
didik, dan peserta didik tidak dituntut
dari yang abstrak, kemudian secara
mengolahnya.
perlahan
Kewajiban
peserta
dilakukan
baru
kemudian
menuju
yang
melalui
dicari
kongkrit.
didik hanya menguasai materi secara
Strategi deduktif disebut juga strategi
penuh, sehingga peran guru hanya
pembelajaran dari umum ke khusus.
penyampai
Sebaliknya
informasi.
Berbeda
strategi
pembelajaran
dengan strategi discovery, materi ajar
induktif, mempelajari materi ajar dari
dicari dan ditemukan sendiri oleh
hal-hal yang kongkrit/contoh-contoh
peserta
kemudian secara perlahan peserta
didik
melalui
berbagai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
189
ISSN 2502-8723
didik dihadapkan pada materi yang
yaitu media digunakan dan diarahkan
kompleks dan sukar. Strategi induktif
untuk mempermudah peserta didik
disebut juga strategi pembelajaran
belajar
dalam
upaya
dari khusus ke umum.
materi
ajar.
Dengan
memahami demikian
(4) Metode pembelajaran dapat diartikan
penggunaan media harus dipandang
sebagai cara yang digunakan untuk
dari sudut pandang kebutuhan peserta
mengimplementasikan
didik. Sumber belajar dimaksudkan
strategi/rencana yang sudah disusun
segala
dalam bentuk kegiatan nyata dan
dimanfaatkan
praktis
tujuan
untuk mempelajari materi ajar dan
beberapa
pengalaman belajar sesuai dengan
untuk
pembelajaran.
mencapai Terdapat
sesuatu oleh
yang
dapat
peserta
didik
metode pembelajaran yang dapat
tujuan yang hendak dicapai.
digunakan
untuk
Berangkat dari uraian di atas, dalam
strategi
menanamkan dan mengembangkan nilai-
mengimplementasikan pembelajaran,
diantaranya:
(a)
nilai antikorupsi dapat dilaksanakan secara
ceramah, (b) demonstrasi, (c) diskusi,
profesional,
dan
Teknik
memahami dan memliki keterampilan yang
pembelajaran dapat diartikan sebagai
memadai dalam mengembangkan berbagai
cara yang dilakukan guru dalam
model, pendekatan, strategi, metode, teknik,
mengimplementasikan metode secara
dan taktik maupun desain pembelajaran yang
spesifik.
efektif,
(d)
simulasi.
Misalkan,
(e)
penggunaan
seorang
kreatif
dan
guru
dituntut
menyenangkan,
metode diskusi, perlu digunakan
sebagaimana diisyaratkan dalam kurikulum
teknik yang berbeda pada kelas yang
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Selain
siswanya tergolong aktif dengan
itu, sebelum menentukan pilihan strategi
kelas yang siswanya tergolong pasif.
yang dianggap sesuai dengan karakteristik
Dalam hal ini, guru dapat berganti-
peserta didik, guru perlu memperhatikan (1)
ganti teknik meskipun dalam koridor
tujuan yang akan dicapai, (2) materi dan
metode yang sama.
bahan pembelajaran, dan (3) aktivitas,
(5) Media pembelajaran dimaksudkan segala
sesuatu:
peralatan,
orang,
atau
menciptakan
kegiatan kondisi
individualitas, dan integritas peserta didik.
bahan,
Penanaman dan pengembangan karakter anti
yang
korupsi dapat dilaksanakan dengan model
yang
interaksi sosial dan personal-humanistik.
memungkinkan siswa memperoleh
Manusia
pengetahuan,
dan
individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
media
dapat
Hal ini berimplikasi, ada saatnya seseorang
motivasi
dan
bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang
sikap.
keterampilan,
Penggunaan
membangkitkan merangsang
peserta
didik
untuk
diciptakan
sebagai
makhluk
diharapkan.
belajar lebih baik. Prinsip pokok
Penutup
yang
dalam
Pelajar generasi anti korupsi dengan karakter
pembelajaran,
yang menjujung tinggi nilai-nilai tanggung
harus
penggunaan
diperhatikan media
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
190
ISSN 2502-8723
jawab, kejujuran, disiplin, sederhana, kerja
Dirjen Dikti kemendikbud, Surat Nomor: 1016/E/T/2012, Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi dan Perguruan Tinggi Swasta.
keras, mandiri, adil, berani, dan peduli, bukan
hanya
pembelajaran ditentukan
disebabkan yang
oleh
oleh
model
baik
tetapi
juga
seorang
guru
yang
Effendy, C. (2003). Privatisasi Versus NeoSosialisme Indonesia, Jakarta: LP3ES. Ekosusilo, M. (1988). Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effar Publishing.
memahami cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik memiliki gaya yang berbedabeda dalam belajar, maka menjadi kebutuhan guru
dapat
memahaminya.
Perkayalah
dengan banyak menggali dan menemukan
Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application. Second edition New York: Macmilan Publishing Compan.
strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar peserta didik. Semoga tulisan ini dapat membuka wawasan para guru dalam menanamkan dan mengembangkan sembilan karakter generasi anti korupsi.
Hallak, J., & Poisson, M. (2005). Ethics and corruption in education: an overview. Journal of Education for International Development, 1(1). Retrieved Month Date, Year, from http://equip123.net/JEID/articles/1/1 -3.pdf Hasan, L. (1992). Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka AlHusna.
Referensi Aziz, H.A. (2011). Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati: Akhlak Mulia Pondasi Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Ai-Mawardi Prima. Abduhzen, M. (2010). Pendidikan Karakter, Perlukah? Artadi, I.K. (2004). Nilai, Makna, dan Martabat Kebudayaan: Kebudayaan Bangsa-bangsa dan Posmodern. Denpasar: Sinay. Andi, H. (1991). Ikrar Anti Korupsi.
Harmanto, M. Pd. (2008). Mencari Model Pendidikan Anti Korupsi. Inpres RI No. 17 Tahun (2011). Tentang Aksi Pemberantasan Korupsi.
Asniar, K., S.Psi., Lukman, S. Psi., M. Appsy. (2009). Membentuk Karakter Anti Korupsi Pada Siswa Sekolah menengah Pertama di Sulsel. Benny, A.P. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran Dick dan Carey. BPKP. (1999). Undang Undang RI. No. 28. Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Corr, P.J., &Matthews, G. (Eds.). (2009). The Chambridge Handbook of Personality Psychology. New York:Cambridge University Press.
Isaac,
Alan G., (1996). Morality, maximization, and economic behavior, Journal of Economic Behavior and Organization. Jakob, S. (2005). Delapan Pertanyaan Tentang Korupsi. Journal Of Economic PerspektiveVolume 19, Number 3-Summer 2005Pages 19-42 Kebijakan Pendidikan Internasional, Peabody College, Vanderbilt University, Nashville, TN 37138, Amerika.
Dick, W. & Carey, L. (2005). The Systematic Design of Instruction. NY: Longman, Inc. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem: Dari Behavioristik sampai
191
ISSN 2502-8723
Konstruktivistik. Pustakaraya.
Jakarta:
Prestasi
Stephen, P. H. (2004). Pendidikan Anti Korupsi. International Journal of Educational Development 24. 637– 648
Kemendiknas. (2012). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa-Pedoman Sekolah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.
Thomas, L. (1991). Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and Responcibility. New York: Bantam Books. Tilaar. (2000). Manajemen Strategi Dalam Mengelola Satuan Pendidikan
Kemendikbud. (2012). Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Perguruan Tinggi.
Tirtarahardja, Umar, dan La Sulo, (2005). PengantarPendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ki Hadjar, D. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Tim MCW. (2005). Seri Pendidikan Anti Korupsi Mengerti dan Melawan Korupsi. Jakarta: Kerjasama YAPPIKA dan MCW.
Kneller, George, F. (1984). Movements of Throught in Modern Education. John Wiley & Sons Inc., New York. Lewis,
Barbara A. (2004). Character Building Untuk Remaja. Batam: Karisma
Transparancy International. (2007). Korupsi Dalam Sektor Pendidikan.
Montessori, M. (2008). Absorbent Mind. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Undang-Undang RI No. 20. Tahun (2003). Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Visimedia.
Ninik, I. (2015). Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi Bagi Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang. Disertasi. Noddings, N. (1997). Philosophy of Education: The Philosophical and Educational Thought of John Dewey. Westview Press, a member of Percus Books. L.L.C.(Co-Mimbar Demokrasi). Nurfita, K.D. 19 Maret (2011). Dalam Keteladanan Masyarakat. Wawasan, hlm. 4. Puslitjaknov. (2008). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Nasional. Quah, Jon S.T. (2010). Curbing Corruption in Asian Countrie : The Difference Between Success and Failure. Rosida, T.M. (2012). Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter Dan Humanistik. RPJM Daerah Jawa Timur. 2009-2014. Lakip. Jatim Siti, M.H. (2014). Anomali Anti Korupsi. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
192
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Penggunaan Animasi Komik dari Program Macromedia Flash untuk Mereduksi Burnout Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Akuntansi Nora Yuniar Setyaputri, M.Pd. Dosen Program Studi S1 BK Universitas Nusantara PGRI Kediri Email: [email protected] Abstrak Mengajar bukan hanya sekedar proses komunikasi dua arah atau multi arah saja namun proses yang sangat kompleks mulai dari interpretasi, desain dan performa. Sedangkan untuk melengkapi proses tersebut, seorang pendidik/guru perlu memiliki tiga hal yaitu: kemampuan yang memadai, pengetahuan yang luas dan keterampilan. Hal-hal tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kreasi dan inovasi baru dari pendidik/guru tersebut dalam proses pembelajaran. Misalnya dengan menggunakan animasi komik sebagai media dalam pembelajaran akuntansi di sekolah untuk mengurangi burnout siswa ketika mengikuti pembelajaran tersebut. Kreatifitas seorang pendidik dalam menggunakan media pembelajaran merupakan salah satu wujud bahwa pendidik tersebut mempunyai keterampilan yang baik serta merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme pendidik/guru dan mutu pendidikan di Indonesia.
Kata Kunci: Animasi Komik, Program Macromedia Flash, Burnout Siswa Pembelajaran Akuntansi Janssen dkk (2014) juga mengkritisi
Pendahuluan
bagaimana
Proses transfer ilmu dari pendidik/guru
praktik
tenaga
pendidik
di
kepada peserta didik/siswa adalah suatu hal
lapangan saat ini. Para pendidik cenderung
yang sangat penting bahkan dapat dikatakan
tidak mempraktikkan konsep apa yang telah
kompleks mulai interpretasi, desain dan
mereka pelajari ketika masih berada dalam
performa.
pada
taraf belajar di perguruan tinggi (Janssen
pendapat Janssen dkk (2014), ―teaching is a
dkk, 2014). Sama halnya yang banyak terjadi
highly complex practice involving situated
di Negara kita misalnya pendekatan, metode
interpretation, design, and performance‖.
bahkan media pembelajaran yang telah
Mengajar bukan hanya sekedar proses
dipelajari oleh calon pendidik jarang sekali
komunikasi dua arah atau multi arah saja
diterapkan ketika mereka telah menjadi
namun proses yang sangat kompleks mulai
pendidik yang sebenarnya di lapangan.
dari
pendidik/guru
Seperti penggunaan media pembelajaran
menginterpretasikan bahasa buku menjadi
yang diharapkan dapat memberikan nuansa
sebuah bahasa yang mudah dipahami oleh
baru yang sangat dibutuhkan oleh siswa.
peserta didik/siswa, desain pembelajaran
Pendidik atau guru diwajibkan untuk dapat
yang sesuai untuk peserta didik/siswa (dapat
memanfaatkan bahkan jika perlu dapat
berupa pendekatan, metode dan media
mengembangkan
pembelajaran)
kemenarikan
pembelajaran baru sebagai salah satu cara
performa/tampilan dari pendidik tersebut
untuk mengembangkan profesionalismenya.
untuk
Dapat dikatakan demikian karena menurut
Pendapat
ini
bagaimana
menarik
serta
minat
merujuk
belajar
peserta
media
Loughran (2014) untuk mengembangkan
didik/siswa. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sebuah
193
ISSN 2502-8723
profesionalisme seorang pendidik/guru tidak
dengan bantuan media pembelajaran akan
hanya dibutuhkan kemampuan (ability) dan
menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
pengetahuan (knowledge) saja namun juga keterampilan (skill), pendidik
dalam
Hasil belajar yang baik tentunya
Kreatifitas seorang
menggunakan
berkaitan dengan seberapa tinggi tingkat
media
burnout yang dialami oleh siswa. Tawalee
pembelajaran merupakan salah satu wujud
dkk (2011) mengungkapkan bahwa burnout
bahwa
merupakan istilah baru yang digunakan
pendidik
tersebut
mempunyai
keterampilan yang baik.
untuk menunjukkan satu jenis stres. Dimana
Media pembelajaran sangat penting
istilah burnout pertama kali diperkenalkan
dalam proses pengajaran karena dengan
oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh
tersedianya
akan
yang dianggap sebagai penemu istilah ini
memberikan kemudahan bagi siswa untuk
adalah seorang psikiater dari New York yang
mempelajari atau memahami materi yang
bernama Herbert Freudenberger pada tahun
diberikan oleh guru, sehingga menghasilkan
1974. Menurut Maslach dan Jackson (dalam
pembelajaran yang lebih baik. Secara umum
Lailani, 2012) burnout merupakan sindrom
media
fungsi
kelelahan emosional, depersonalisasi dan
antara lain: a) memperjelas penyampaian
berkurangnya penghargaan terhadap diri
pesan agar tidak terlalu verbalistis; b)
sendiri.
mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan
burnout atau kelelahan ini menjadi 2, yaitu
daya indera; c) mengatasi sikap pasif siswa,
kelelahan physik dan kelelahan psykis.
seperti
dapat
menimbulkan
kegairahan
Kelelahan physik adalah kelelahan yang
belajar
dan
memungkinkan
interaksi
disebabkan oleh kerja jasmani yang terdiri
langsung antara siswa dan kenyataan; dan d)
dari kelelahan physik keseluruhan dan
dapat memberikan perangsang yang sama,
kelealahan physik sebagian (hanya tangan,
mempersamakan pengalaman dan dapat
kaki atau kepala saja). Sedangkan kelelahan
menimbulkan persepsi yang sama (Sadiman
psykis adalah kelelahan yang disebabkan
dkk, 2012).
oleh kinerja rohani, misalnya lelah berpikir,
media
pembelajaran
pembelajaran
mempunyai
Arsyad (2011) menyatakan bahwa
lelah
Sujanto
berfantasi,
(2009)
lelah
membedakan
mengingat-ingat,
fungsi utama media pembelajaran adalah
bosan, lelah memperhatikan dan sebagainya.
sebagai alat bantu mengajar yang turut
Senada dengan Baron dan Greenberg
mempengaruhi
dan
(dalam Maharani, 2011) yang menyatakan
lingkungan yang ditata dan diciptakan oleh
bahwa burnout memiliki empat dimensi
guru. Dapat disimpulkan bahwa media
yang terdiri dari kelelahan fisik (physical
pembelajaran
untuk
exhaustion), ditandai dengan merasa lelah
tercapainya
dan letih setiap hari, sakit kepala dan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
gangguan lambung, mengalami gangguan
Proses belajar mengajar dengan bantuan
tidur, dan mengalami gangguan makan;
media dapat mempertinggi kegiatan belajar
kelelahan emosional (emotional exhaustion),
siswa dalam tenggang waktu yang cukup
ditandai dengan merasa gagal, merasa
lama. Itu berarti kegiatan belajar siswa
bersalah dan menyalahkan, merasa dikejar-
melicinkan
iklim,
kondisi
mempunyai jalan
menuju
fungsi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
194
ISSN 2502-8723
kejar waktu, serta mudah marah dan benci;
meninggi. Oleh karena itu, perlu adanya
kelelahan
kreasi dan inovasi baru dalam proses
mental
(mental
exhaustion),
dengan enggan bekerja, menunda berangkat
penyampaian pembelajaran akuntansi.
kerja dan kontak dengan murid, membuat penilaian
stereotip,
tidak
memusatkan
perhatian
menghindari
diskusi
konflik
mampu
berupa animasi komik yang dibuat dari
murid,
program Macromedia Flash. Macromedia
pekerjaan,
Flash merupakan salah satu perangkat lunak
perkawinan,
komputer yang merupakan produk unggulan
kepada
tentang
keluarga
dan
Kreasi dan inovasi tersebut dapat
mengisolasi diri, dan bersikap sinis kepada
Adobe
murid; serta rendahnya penghargaan diri
digunakan untuk membuat gambar vektor
(low of personal accomplishment), ditandai
maupun animasi gambar komik tersebut.
dengan adanya perasaan tidak puas dengan
Sedangkan animasi komik adalah suatu
diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan, seperti
bentuk berita bergambar dan terdiri atas
adanya perasaan putus asa dan mengabaikan,
berbagai situasi cerita yang dapat bergerak.
kehilangan harga diri, kehilangan semangat
Komik
untuk mengembangkan diri serta kehilangan
guyonan atau hiburan saja ternyata dapat
kreatifitas.
diaplikasikan untuk pembelajaran akuntansi.
Berdasarkan
hasil
Systems.
yang
Macromedia
semula
hanya
Flash
dianggap
pengamatan,
Pendapat ini senada dengan hasil penelitian
burnout ini sering dialami siswa SMK
Setyaputri (2012) yang berjudul Pengaruh
maupun
mengikuti
Penggunaan Media Audiovisual dengan
ini
dapat
Komik Animasi Terhadap Hasil Belajar
secara
Siswa (Studi pada Mata Pelajaran Akuntansi
akuntansi
Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Trenggalek).
berkaitan dengan angka, mulai dari proses
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan
dengan menggunakan media audiovisual
informasi ekonomi untuk memungkinkan
dengan komik animasi dapat meningkatkan
adanya penilaian dan keputusan yang jelas
hasil belajar siswa pada mata pelajaran
dan tegas bagi mereka yang menggunakan
akuntansi. Penjelasan secara rinci mengenai
informasi tersebut (American Accounting
animasi komik akan dipaparkan dalam
Assosiation dalam Sukardi, 2009). Proses
bagian pembahasan.
SMA
ketika
pembelajaran akuntansi. Hal dimaklumi
karena
keseluruhan
tersebut
isi
hampir
pembelajaran
tentunya
pengelolaan
berkaitan
keuangan
dengan
perusahaan
jasa
Pembahasan
maupun dagang meliputi pengklasifikasian,
Animasi komik yang dimaksud adalah
pencatatan/penjurnalan, posting ke buku
ilustrasi
besar,
keuangan,
penjelasan mengenai konsep pembuatan
penyusunan jurnal penutup dan pembalik
jurnal penyesuaian dan diberi efek gerak
yang keseluruhan berkaitan dengan angka
mulut, tangan, berjalan atau gerak tubuh
dimana
penyusunan
kelelahan
siswa dalam
memperhatikan
laporan
bergambar
dilengkapi
dengan
seringkali
mengalami
lainnya, sehingga berbeda dengan media
berfikir,
mengingat,
gambar secara visual atau komik visual biasa
dan
kebosanan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang
dan juga berbeda dengan film kartun. 195
ISSN 2502-8723
Animasi komik yang dibuat untuk sementara
Tampilan
Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun perlengkapan dengan bantuan animasi komik.
Tampilan
Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun aktiva tetap dengan bantuan animasi komik.
ini masih terbatas pada pembuatan jurnal penyesuaian karena berdasarkan hasil studi pendahuluan menyatakan bahwa siswa lebih banyak mengalami kesulitan dalam proses pembuatan jurnal penyesuaian dibanding jenis jurnal yang lain. Pada ilustrasi animasi komik terdapat interaksi antara beberapa tokoh, tentunya interaksi anatah tokoh dalam komik ini tetap mengilustrasikan tentang konsep pembuatan jurnal
penyesuaian.
perbincangan pemilik
antara
perusahaan
Misalnya
ilustrasi
karyawan
dengan
yang
menanyakan
gajinya pada suatu bulan yang belum diberikan, ilustrasi ini terdapat pada tampilan mengenai konsep jurnal penyesuaian untuk akun
utang
beban.
Serta
ilustrasi
perbincangan antara seorang perempuan dan teller sebuah bank yang menanyakan bunga perbulan pada tersebut. Ilustrasi ini terdapat pada tampilan mengenai konsep jurnal penyesuaian untuk akun piutang pendapatan. Ilustrasi interaksi antar tokoh ini tetap disajikan sesuai karakteristik komik, namun gambar komik yang semula hanya diam, diberi efek gerak yang sesuai dengan karakteristik tokoh dan disesuaikan dengan konsep materi. Adapaun cuplikan storyboard dari animasi komik ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Cuplikan Storyboard Animasi Komik untuk Pembuatan Jurnal Penyesuaian
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
196
ISSN 2502-8723
Tampilan
Deskripsi Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun beban dibayar dimuka menggunkan metode harta dengan bantuan animasi komik.
Kesimpulan
Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun beban dibayar dimuka menggunkan metode beban dengan bantuan animasi komik.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, memberikan pengaruh yang signifikan
Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun pendapatan diterima dimuka menggunkan metode utang dengan bantuan animasi komik.
terhadap
perkembangan
pendidikan di Indonesia. Guru dituntut untuk mengembangkan pengajaran dengan nuansa
Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun pendapatan diterima dimuka menggunkan metode pendapatan dengan bantuan animasi komik.
baru yang lebih kreatif dan inovatif. Seperti
Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun utang beban dengan bantuan animasi komik.
diterapkan
halnya penggunaan media pembelajaran khususnya
animasi
ini
terutama
sangat
untuk
penting mengatasi
kebosanan siswa dengan metode pengajaran secara
konvensional
pembelajaran
ketika
akuntansi
mengikuti
di
sekolah.
Kebosanan siswa ini merupakan dampak dari adanya burnout pada siswa dengan pola pembelajaran yang monoton. Berdasarkan pemaparan
dalam
artikel
ini
penulis
bermaksud untuk menawarkan bahwa komik animasi dapat digunakan sebagai alternatif media
pembelajaran
khususnya
untuk
pembelajaran akuntansi guna mereduksi burnout yang dialami siswa. Telah dapat dipahami bahwa seberapa tinggi hasil belajar
Contoh pembuatan jurnal penyesuaian untuk akun piutang pendapatan dengan bantuan animasi komik.
yang
dicapai
siswa
berkaitan
dengan
seberapa tinggi pula tingkat burnout yang mereka alami.
Daftar Pustaka Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Janssen, F., Westbroek, H., & Doyle, W. 2014. The Practical Turn in Teacher Education: Designing a Preparation Sequence for Core Practice Frames. Journal of Teacher Education, Vol. 65 (3): 195–206. Lailani, F. 2012. Burnout pada Perawat Ditinjau dari Efikasi Diri dan Dukungan Sosial. Talenta Psikologi, Vol. 1 (1): 67-88. Loughran, J. 2014. Professionally Developing as a Teacher Educator. Journal of Teacher Education, Vol. 65 (4): 271–283. Maharani, D.R. 2011. Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Burnout pada Guru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
197
ISSN 2502-8723
Sekolah Dasar Negeri X Di Kota Bogor, (Online), (http://repository.gunadarma.ac.id), diakses 28 Nopember 2012. Munadi, Y. 2010. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada (GP) Press. Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A. & Rahardjito. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT RajaGrafindo Persada. Setyaputri, N.Y. 2012. Pengaruh Penggunaan Media Audiovisual dengan Komik Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa (Studi pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Trenggalek). Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Negeri Malang, Jurusan Akuntansi. Sujanto, A. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Sukardi. 2009. Ekonomi. Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional. Tawalee, E.N., Budi, W., & Nurcholis, G. 2011. Hubungan antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui–Papua. INSAN, Vol. 13 (2): 74-84.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
198
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PERAN STRATEGIS LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN SEBAGAI SISTEM TERBUKA DALAM MENGHASILKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS Wahyu Diana, Syamsul Hadi, Purnomo, Rina Rifqie Mariana Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang e-mail: [email protected]
Abstrak: Setiap jenis lembaga pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan tujuan tiap lembaga pendidikan tersebut juga berbeda, demikian pula dengan pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan lembaga pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Lembaga pendidikan kejuruan merupakan organisasi dengan sistem terbuka karena mempunyai hubungan dengan lingkungan sekitar terutama dengan dunia usaha/industri. Sekolah menengah kejuruan (SMK) tidak dapat dipisahkan dari dunia usaha/industri sebagai institusi penyerap tenaga kerja. Oleh karena itu SMK hendaknya dirancang, dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi secara terkait (link) dengan dunia usaha/industri sehingga hasilnya benar-benar sesuai, match dengan tuntutan dan kebutuhan dunia usaha/industri. Perbaikan sistem yang harus dilakukan pada SMK diperlukan dalam menghasilkan pendidikan yang berkualitas, karena hal ini sangat berpengaruh pada output yang dihasilkan oleh SMK. Kata Kunci: Sekolah Menengah Kejuruan, Sistem Terbuka, Kualitas Pendidikan Abstract: Each type of institution has different characteristics due to the objective of each of the institutions also differ, as well as vocational education. Vocational education is secondary education institution that prepares students primarily to work in a particular field of expertise. Vocational institution is an organization with an open system because they have relationships with the surrounding environment, especially with the business / industry. Vocational high school (VHS) can not be separated from the business/industry as labor-absorbing institutions. Therefore VHS should be designed, implemented, monitored and evaluated in associated (link) with the business/ industry so that the results are really fit, match the demands and needs of the business / industry. System improvements that must be made at VHS needed to generate quality education, because it will affect the output generated by the VHS. Keywords: Vocational High School, Open Systems, Quality of Education
relevansi
Pendahuluan
dan
efisiensi
manajemen
hakikatnya
pendidikan untuk menghadapi tantangan
merupakan usaha sadar manusia untuk
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
membentuk manusia seutuhnya baik sebagai
lokal, nasional, dan global. Pendidikan
makhluk individu maupun sosial agar dapat
kejuruan
mewujudkan bangsa yang beradab. Menurut
pendidikan yang mempersiapkan seseorang
Tirtarahardja & Sulo (2005) pendidikan
agar lebih mampu bekerja pada satu
sebagai
kelompok
Pendidikan
pada
proses
pembentukan
pribadi,
sebagai
bagian
pekerjaan
sistem
satu
bidang
studi
dalam
dipelajari
lebih
penyiapan warga negara, dan penyiapan
pekerjaan.
tenaga kerja. Untuk memenuhi hal tersebut,
pendidikan
semestinya
mendalam dibanding bidang studi lainnya
secara
pendidikan
komprehensif
mengakomodasi
diselenggarakan sehingga
bidang
kejuruan
dan kedalaman itu sebagai bekal untuk
mampu
memasuki dunia kerja.
warga
negara
seutuhnya,
sudah
Tuntutan dunia kerja terhadap tenaga
nasional
kerja pada masa sekarang dan masa depan
mampu menjamin pemerataan kesempatan
akan semakin kompleks dan beragam. Hal
pendidikan,
ini berkaitan dengan dinamisnya persyaratan
menjadi seharusnya
semua
Setiap
atau
dari
manusia sistem
pendidikan
peningkatan
mutu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
serta
199
ISSN 2502-8723
yang dituntut sesuai dengan perkembangan
Undang Nomor 20 Tahun 2003, dinyatakan
teknologi yang serba cepat yang dikaitkan
bahwa
dengan efisiensi produk/jasa.
pendidikan yang mempersiapkan peserta
pendidikan
kejuruan
merupakan
Sekolah merupakan organisasi sosial
didik untuk dapat bekerja dalam bidang
yang menyediakan layanan pembelajaran
tertentu. Mengacu pada Undang-Undang
bagi masyarakat. Sebagai organisasi, sekolah
tersebut, maka akar pendidikan menengah
merupakan
karena
kejuruan sesungguhnya adalah lapangan
dengan
kerja bagi tamatannya. Untuk mencapai
tempat
tujuan tersebut, maka pendidikan menengah
pembelajaran, lingkungan juga merupakan
kejuruan tidak dapat dipisahkan dari dunia
tempat berasalnya masukan (input) sekolah,
usaha/industri sebagai institusi penyerap
yang merupakan segala masukan yang
tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan
dibutuhkan
menengah kejuruan hendaknya dirancang,
sistem
mempunyai
terbuka
hubungan-hubungan
lingkungan.
Selain
sekolah
sebagai
untuk
terjadinya
pemrosesan guna mendapatkan output yang
dilaksanakan, dimonitor, dan dievaluasi
diharapkan (Komariah dan Triatna, 2006).
secara
Selain sekolah
juga
sebagai
organisasi
merupakan
satu
terkait
(link)
usaha/industri sehingga hasilnya benar-benar
sistem
sesuai,
match
dengan
kebutuhan
sarana
(Hadiwaratama, 2002).
didalamnya
berlangsung proses pendidikan. Profil inilah
Pendidikan pendidikan
dalam
pengembangan
fungsi
pendidikan
tuntutan
dunia
membuat sekolah menjadi alternatif utama menjalankan
dunia
sosial,
administrasi modern yang berfungsi sebagai pembelajaran
dengan
usaha/industri
kejuruan
yang
dan
merupakan
berhubungan
sosial
dengan
ketenegakerjaan,
dengan mengambil alih sebagian fungsi
berhubungan dengan mendidik, memajukan
keluarga atau masyarakat yang selama ini
dan memperbanyak kualitas tenaga kerja
menjadi lembaga pendidikan informal bagi
tertentu dalam meningkatkan produktivitas
anggota-anggotanya.
diartikan
masyarakat (Clarke and Winch, 2007).
sebagai suatu keseluruhan yang memiliki
Pendidikan kejuruan sebagai bagian dari
bagian-bagian
secara
sistem pendidikan yang mempersiapkan
tersebut
seseorang agar lebih mampu bekerja pada
berhubungan satu sama lain serta peduli
satu kelompok pekerjaan atau satu bidang
terhadap konteks lingkungannya (Pidarta,
pekerjaan.
sistematis,
yang
Sistem
tersusun
bagian-bagian
2004). Apabila sekolah dipandang sebagai
Setiap bidang studi dalam pendidikan
sebuah sistem, maka sistem-sistem yang ada
kejuruan
dipelajari
disekitarnya disebut suprasistem, jika sistem
dibanding
bidang
berhubungan dengan suprasistemnya, maka
kedalaman
dianggap sebagai sistem terbuka dan jika
memasuki dunia kerja. Tuntutan dunia kerja
tidak maka disebut sistem tertutup (Latif,
terhadap tenaga kerja pada masa sekarang
2009).
dan masa depan akan semakin kompleks dan Sistem
pendidikan
di
Indonesia
beragam.
sebagaimana dalam Pasal 11 ayat 3 UndangFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
itu
Hal
lebih studi
sebagai
ini
mendalam lainnya
bekal
berkaitan
dan untuk
dengan
dinamisnya persyaratan yang dituntut sesuai 200
ISSN 2502-8723
dengan perkembangan teknologi yang serba cepat
yang
dikaitkan
dengan
Pendidikan dapat dipandang sebagai
efisiensi
sistem
karena
di
dalamnya
meliputi
produk/jasa. Sehingga sistem pendidikan
komponen-komponen yang harus saling
yang ada dalam pendidikan kejuruan harus
berkaitan
tepat agar dapat menghasilkan output yang
mewujudkan
berkualitas.
efektif dan efisien. Komponen-komponen
Pendidikan sebagai Sistem
yang dimaksud, meliputi: raw input (siswa),
Pendidikan merupakan suatu usaha
satu
sama
tujuan
instrumental
lainnya
dalam
pendidikan
secara
input
(guru,
tenaga
untuk mencapai tujuan pendidikan. Suatu
administratif, sarana dan prasarana, metode
usaha pendidikan menyangkut tiga unsur
atau kurikulum, keuangan), enviromental
pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses
input (masyarakat dan lingkungan alam),
usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha,
proses transformasi (pendidikan), output
hubungan
dapat
(lulusan). Dengan demikian untuk mencapai
digambarkan sebagai suatu sistem. Masukan
output yang berkualitas sangat dipengaruhi
pendidikan ialah peserta didik dengan
oleh komponen-komponen yang lainnya.
ketiga
unsur
itu
berbagai ciri-ciri yang ada pada diri peserta didik
itu
(antara
kemampuan,
lain
keadaan
Pendidikan sebagai
suatu
sistem
bakat,
minat,
secara garis besar mencakup: konteks,
jasmani,).
Unsur
instumental
input,
environmental
input,
proses pendidikan terkait berbagai hal
output, dan outcome. Menurut Soernarya
seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah,
(2000), instrumental input mencakup: tujuan
buku, metode mengajar, dan lain-lain,
pendidikan, kurikulum, tenaga kependidikan,
sedangkan hasil pendidikan dapat meliputi
ideologi,
hasil belajar (yang berupa pengetahuan,
pengawasan, dan peran serta masyarakat,
sikap, dan keterampilan) setelah selesainya
sedangkan enviromentar input meliputi:
suatu proses pembelajaran tertentu ataupun
geografis,
hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan
agama, fasilitas dan biaya, politik, ekonomi,
dari lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.
sosial, budaya, hukum, pertahanan dan
Gagne
dan
Briggs
(1987)
pengelolaan,
penilaian,
demografi/lingkungan
fisik,
keamanan. Sementara itu, Hoy nad Miskel
menyatakan bahwa sistem sebagai suatu cara
(2001)
yang terorganisir untuk mencapai tujuan
sekolah dapat digambarkan sebagai model
tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa
sistem sosial, yang meliputi komponen
sistem sebagai rencana kerja yang terpadu
input, proses transformasi, dan output.
dan semua komponen sistem (sub sistem) yang
dirancang
untuk
menyampaikan
konsep
bahwa
Menurut Hadi (2010), unsur-unsur
memecahkan
sebuah sistem dapat berupa simbol, seperti
kebutuhan tertentu. Jadi jika disimpulkan
halnya bahasa; dapat berupa obyek, seperti
bahwa sistem merupakan totalitas dari
bangku,
seperangkat komponen yang tergantung
disediakan untuk kegiatan pembelajaran; dan
dalam satu jalinan yang teratur pada proses
juga dapat berupa subyek seperti halnya
aktivitas yang menghasilkan tujuan tertentu.
peserta
buku,
didik,
alat-alat,
guru,
mesin
atau
yang
tenaga
kependidikan di SMK. Oleh karena itu, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
201
ISSN 2502-8723
sistem selalu terbentuk dari sekumpulan
pembelajaran yang legal. Kepemimpinan
entitas hidup atau mati yang terdiri dari
transformasional, komunikasi yang terbuka
simbol, obyek, dan subyek yang saling
dan
memberi kontribusi terhadap ciri khas dari
keputusan bersama merupakan mekanisme
pola tingkah laku yang ada dalam sistem itu.
yang
Sistem dapat dikatakan sebagai wholes
pembelajaran keorganisasian di sekolah.
whithin wholes sebagaimana organ tubuh
Tantangannya
manusia yang terdiri dari sel-sel yang
menciptakan
terbentuk dari molekul-molekul. Organisasi
kemampuan untuk menjawab secara efektif
sebagai sebuah sistem juga terdiri dari
masalah-masalah kontemporer saja tetapi
berbagai kelompok yang tersusun dari
juga
sejumlah individu.
mengenai efektivitas sekolah.
terus-menerus,
hendaknya
pada
dan
mampu
adalah
meningkatkan
tidak
sekolah
isu-isu
pembuatan
yang
yang
hanya memiliki
baru
muncul
Terdapat berbagai macam sistem yang
dapat
dibedakan
kompleksitasnya.
atas
dasar
Hanson
(1991)
mengidentifikasi empat macam sistem yang ia sebut dengan framework, clockworks, cybernetic system, dan open system: (1) Frameworks merupakan sistem yang paling sederhana.
Dalam
sistem
ini
terdapat
hubungan antar bagian bersifat statis atau pasti (fixed); (2)
Clockworks merupakan
sistem yang sederhana namun bersifat dinamis
yang
sangat
(Hoy and Miskel, 2001)
pasti;
merupakan gambar
1,
terus-menerus
memperkaya
mengembangkan
adaptasi budaya
mengatur
keberadaannya
menerima
dari
Manajemen
organisasi; dan
memiliki
dan
dengan
memberi
cara kepada
Kurikulum
Pendidikan
dengan Sistem Terbuka
iklim
Kurikulum
organisasi yang terbuka, dan kolaboratif;
adalah
seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
menarik individu yang mandiri, efektif, dan
dan
terbuka terhadap perubahan; dan mencegah politik yang kotor dan tidak legal dari penyalahgunaan aktivitas pengajaran dan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang
lingkungannya.
mendukung pembelajaran dan pengajaran dan
sistem
system
terbuka merupakan sistem yang mampu
harus mencari cara untuk menciptakan secara
Cybernetic
terbatas; dan (4) Open system atau sistem
lembaga pembelajaran yang efektif, sekolah
yang
(3)
kemampuan untuk mengatur diri secara
dapat
diketahui bahwa sekolah harus menjadi
struktur
adanya
gerakan yang memiliki parameter yang
Gambar 1. Sekolah sebagai Sistem Sosial
Berdasarkan
memungkinkan
202
bahan
pelajaran
serta
digunakan
sebagai
penyelenggaraan
kegiatan
cara
yang
pedoman pembelajaran ISSN 2502-8723
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
d. Jabatan atu pekerjaaan dalam kelompok/
(UURI, 2013). Kurikulum merupakan hal
keluarga sebagai salah satu pengembangan
yang sangat penting yang digunakan sebagai
kurikulum pendidikan kejuruan khususnya
pedoman pengajaran bagi setiap pendidikan,
pada tingkat menengah.
terutama pendidikan kejuruan. Kurikulum
e. Inovasi merupakan bagian yang sangat
mempunyai
ditekankan dalam pendidikan kejuruan.
kedudukan
sentral
dalam
seluruh proses pendidikan, karena kurikulum
f. Seseorang dipersiapkan untuk dapat
mengarahkan
memasuki dunia kerja melalui pendidikan
segala
bentuk
aktivitas
pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
kejuruan.
pendidikan.
g. Keselamatan kerja merupakan unsur
Manajemen
pendidikan
berfungsi
penting dalam pendidikan kejuruan.
untuk melakukan penataan semua kegiatan
h.
dalam pendidikan agar tujuan pendidikan
pengalaman
dapat tercapai pada batas-batas kebijakan
dilakukan melalui pendidikan kejuruan.
yang
telah
dalam
okupasi/
peningkatan
pekerjaan
dapat
Manajemen
Selain berkaitan dengan pengelolaan
pengambil
kurikulum dan pembelajaran, hal ini juga
kebijakan secara operasional yang berkaitan
berkaitan dengan sumber daya pendidikan,
dengan penyelengaraan manajemen, sebagai
seperti tenaga pendidik (guru) peserta didik
penentu
(siswa),
pendidikan
ditentukan.
Pengawasan
bertugas
dari
sebagai
kebijakan
yang
bersifat
kelembagaan (Triyono, 2012).
masyarakat,
dana,
sarana
dan
prasarana, tata laksana pendidikan dan
Manajemen kurikulum pendidikan
lingkungan pendidikan. Semua komponen-
dengan sistem terbuka merupakan suatu
komponen ini harus dikelola dengan sebaik-
sistem tentang pengelolaan dan penataan
baiknya agar terciptanya hubungan antara
kurikulum yang tepat untuk digunakan pada
semua faktor pendukung sehingga dapat
pendidikan
mencapai hasil yang maksimal.
terutama
untuk
pendidikan
kejuruan.
Lembaga Pendidikan Kejuruan sebagai
Prinsip-prinsip pengajaran pendidik-
Sistem Terbuka
an kejuruan menurut Miller (1985) sebagai
Menurut
Suriasumantri
(2000),
berikut:
sistem dapat dikelompokkan menjadi dua
a. Kesadaran akan karir adalah bagian
jenis, yaitu: (a) sistem tertutup yang berarti
penting
sebuah
dalam
pendidikan
kejuruan
sistem
yang
proses
berhubungan
dengan
khususnya pada proses awal pendidikan itu
kegiatannya
sendiri.
sistem-sistem luarnya; (b) sistem terbuka
b.Pendidikan kejuruan merupakan pendikan
yang
yang menyeluruh dan merupakan bagian dari
berhubungan dengan sistem-sistem lainnya
masyarakat (public system).
dalam
c. Kurikulum dalam pendidikan kejuruan
contohnya kegiatan pada sistem pendidikan.
berdasarkan atas kebutuhan dunia kerja/
tidak
dalam
berarti
sebuah
melakukan
proses
sistem
yang
kegiatannya,
Menurut Latif (2009), syarat-syarat
dunia industri.
sebuah sistem dikatakan sebagai sistem terbuka, yaitu: (1) mengimpor energi, materi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
203
ISSN 2502-8723
dan informasi dari luar; (2) memiliki
bertahan. Pertama siklus itu harus dapat
pemrosesan; (3) menghasilkan output atau
mampu melakukan penguatan diri (self
menghasilkan materi, energi, dan informasi;
reinforceing) secara terus-menerus agar
(4) merupakan kejadian yang berantai; (5)
terjadi apa yang disebut proses entropi
memiliki negative entropy, yakni usaha
negatuf
untuk menahan kepunahan dengan cara
menyimpan energi yang lebih banyak dari
membuat impor lebih besar dari pada ekspor;
yang dibutuhkan sehingga
(6) mempunyai alur informasi sebagai
bertahan bahkan dapat berkembang. Kedua,
umpan balik untuk memperbaiki diri; (7) ada
siklus tersebut harus berlangsung terus-
kestabilan yang dinamis; (8) memiliki
menerus sehingga benar-benar terbentuk apa
diferensiasi, yaitu spesialisasi-spesialisasi;
yang disebut sistem.
dan (9) ada prinsip equifinalty yakni banyak
dimana
sistem
menerima
dan
dapat
terus
Hadi (2010) menjelaskan bahwa
jalan untuk mencapai tujuan yang sama.
dalam sistem pendidikan di SMK, rangkaian
Dalam sistem terbuka raw input
ini
berlangsung
berulang-ulang
dalam
diproses melalui bantuan dari input-input
periode tahunan, tiga atau empat tahunan.
instrumental yang berupa tenaga manusia,
Masing-masing siklus itu dapat dijabarkan
sarana dan prasarana metode dan material
menjadi sub-sub-siklus yang lebih kecil yang
selanjutnya menjadi output. Jadi sistem
dapat dibedakan menurut unit-unit organisasi
terbuka dapat dikatakan memiliki ciri-ciri
sekolah, kurun waktu terjadinya siklus,
sebagai berikut: (a) input dapat menerima
macam-macam orang yang terlibat dalam
pengaruh dari lingkungan eksternal, (b) ada
siklus, dan sebagainya.
proses transformasi dari sumber daya yang
Rangkaian peristiwa yang ada di
tersedia terhadap sistem itu sendiri, (c)
sekolah
sebagai
output yang diberikan kepada lingkungan
dibedakan menjadi masukan (input), proses
setelah melalui proses, (d) ada proses untuk
(throughput), dan luaran (output). Sebagai
menetralisir proses entropy supaya proses
sistem terbuka, semua peristiwa itu berada
tetap berjalan, (e) ada kegiatan mengubah
menerima
sumber daya terus menerus, (f) terdapat
lingkungan. Input dalam sistem tersebut
usaha umpan balik sebagai alat untuk
dapat dikelompokkan menjadi (1) manusia,
mengontrol perilaku dari output.
yang
dan
meliputi
sebuah
sistem
memberi
guru,
dapat
energi
siswa,
dari
pimpinan
Hadi (2010) mengemukakan bahwa
sekolah, tenaga kependidikan di sekolah,
di dalam sistem terutama sistem terbuka,
laboran, teknisi, staf administrasi, penjaga
selalu terjadi siklus
dari
sekolah, dan sebagainya; (2) material antara
serangkaian peristiwa. Siklus ini terjadi
lain lahan, gedung, sarana dan prasarana
secara terus-menerus selama masing-masing
kelas dan laboratorium, media pembelajaran;
unsur dan peristiwa yang menjadi komponen
(3) teknologi;
siklus itu berfungsi dengan baik. Terdapat
hambatan atau constrain yang dapat berupa
dua hal penting yang seharusnya menjadi
harapan orang tua, ketentuan pemerintah,
perhatian
tatanilai
dalam
yang terdiri
siklus
berkelanjutan
semacam itu agar sistem itu tetap tetap FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan
(4)
norma
informasi;
yang
dan
berlaku
(5)
di
masyarakat. 204
ISSN 2502-8723
Sebagai sebuah sistem sosial yang
Penyelarasan
pendidikan
dengan
terbuka (open system), SMK tidak dapat
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri,
lepas dari keadaan atau apa yang terjadi
argumen untuk yang mengomentari adalah
dalam masyarakat. Pendidikan adalah dari,
sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan sebagai
oleh
artinya
suatu lembaga sosial yang berdiri sendiri,
keberadaan institusi pendidikan memang
terlepas dari lembaga-lembaga sosial lain.
dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka
Sekolah harus kita pandang sebagai suatu
tetap
suatu
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
komunitas. Di sisi lain SMK sebagai
masyarakat yang ada di sekitarnya, baik
lembaga pendidikan akan tetap mampu
masyarakat
bertahan untuk mengemban tugas yang
daerah atau masyarakat nasional.
dan
untuk
masyarakat,
berlangsungnya
diberikan
oleh
(survive)
masyarakat
apabila
SMK
lokal,
dan
maupun
dunia
masya-rakat
usaha/industri
masyarakat ikut mendukung dalam arti luas
merupakan sisi mata uang yang jelas
terselenggaranya
keduanya tidak dapat dipisahkan. SMK
sebuah
lembaga
pendidikan (Zamroni, 2000).
menghasilkan lulusan yang akan digunakan
SMK sebagai bagian integral dari masyarakat sehingga
dan
dunia
dalam
oleh dunia usaha/industri. Artinya, kualitas
usaha/industri
hasil
pendidikan
di
SMK
akan
pelaksanaannya
mempengaruhi kualitas dunia usaha/industri.
membutuhkan dukungan dan partisipasi
Dengan ini sudah barang tentu dunia
masyarakat dan dunia usaha/industri. SMK
usaha/industri
dalam peran sosialnya merupakan sistem
menengadahkan
terbuka
mengambil
menunggu turunnya kualitas lulusan yang
manfaat dari lingkungan, mengalihkan ke
bermutu untuk menjadi SDM-nya. Dengan
produksi luar (Rivai & Murni, 2009).
adanya kesepakatan kerjasama antara pihak
Meskipun organisasi menyediakan informasi
sekolah dengan dunia usaha/industri maka
dan kenyataan untuk membuat keputusan
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) para
dengan memakai rasio, hal ini terbatas pada
peserta didik di SMK akan memperoleh
kemampuan
pengalaman yang sangat berharga sebagai
dimana
organisasi
untuk
menunjukkan
dan
memproses informasi, mencari alternatif dan
tidak
pantas
tangannya
ke
hanya atas,
persiapan memasuki bursa kerja.
memprediksi konsekuensi yang ada, maka
Kemitraan
SMK
dengan
dunia
dengan sistem terbuka ada potensi untuk
usaha/industri perlu dibangun secara sinergi
memberi peluang bagi lingkungan eksternal
sehingga lulusan yang dihasilkan mampu
untuk ikut menentukan arah dan tujuan
beradaptasi dengan kebutuhan pasar dunia
sekolah.
2004)
usaha dan industri. Kemitraan SMK dengan
memberi alasan karena masyarakat dan
dunia usaha/industri bukan lagi merupakan
dunia usaha/industri memandang sekolah
hal penting, tetapi merupakan keharusan
sebagai cara meyakinkan dalam membina
sebab keterampilan tidak cukup peserta didik
perkembangan
sehingg
belajar di sekolah tetapi harus didapat
usaha/industri
melalui on the job training yaitu belajar dari
Wals
masyarakat
(dalam
para dan
Pidarta,
siswa
dunia
berpartisipasi dan setia kepadanya. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pekerja 205
yang sudah
berpengalaman di ISSN 2502-8723
industri. Oleh karena itu sulit jika tidak ada
karena itu terjadi hubungan interdependensi
hubungan
antara
antar
SMK
dan
dunia
usaha/industri dalam sistem terbuka.
pendidikan
masyarakat
dan
di
sekolah
dunia
dengan
usaha/industri.
Berdasarkan kajian di atas terkait
Pendidikan kejuruan sangat berperan dalam
SMK sebagai sistem terbuka, maka dapat
meningkatkan kualitas pendidikan, karena
disimpulkan bahwa penyiapan sumber daya
sebagai sistem yang menghasilkan output
manusia
modal
yang dibutuhkan masyarakat dan dunia
pembangunan yang produktif adalah menjadi
usaha/industri baik secara moral maupun
tanggung
untuk kepentingan ekonomi.
yang
tangguh
jawab
sebagai
bersama
pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Hal ini dapat Daftar Rujukan
terlaksana dengan baik karena adanya
Clarke, L and Winch. C. (2007). Vocational Education International Approach, Development and System. NewYork: Routledge Gagne & Brings. (1987). Educational Research, Competencies for Analysis and Aplication. Publicing Company. Hadi, Syamsul. (2010). Bahan Kuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan. Malang: Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Hadiwaratama, et.al. (2002). Keterampilan Menjelang 2020 Untuk Era Global. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Hanson, Mark E. (1991). Educational Administration and Organizational Behavior, 3rd Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hoy, W.K. and Miskel, C.G. (2001). Educational Administration: Theory, Research, and Practice. Boston: McGraw Hill International Edition. Komariah, A & Triatna, C. (2006). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Latif, Abdul. (2009). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung. PT Refika Aditama. Miller, D. Melvin. (1985). Principles and a Philosophy for Vocational Education. Ohio: The National Center for Research in Vocational Education. Pidarta, M. (2004). Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Rivai, V & Murni, S. (2009). Education Management, Analisis Teori dan Praktek. Jakarta: Grafindo Persada. Suriasumantri, J.S. (2000). System Thinking. Bandung: Bhina Cipta. Tirtarahardja, U & Sulo, L. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
sisnergitas antar sub sistem tersebut sebagai bagian dari SMK sebagai sistem terbuka. Maka
dukungan
semua
pihak
untuk
menyelenggarakan pendidikan di Sekolah Menengah
Kejuruan
menghasilkan sesuai
dapat
lulusan
yang
berkualitas
misi
yang
diperlukan.
dengan
Kreativitas
yang
guru
dalam
mempersiapkan
bahan ajar sangat menentukan kebutuhan pengetahuan sebagai kesiapan diri pada peserta didiknya untuk memasuki lapangan kerja
dan
kehidupan
masyarakat
di
kemudian hari.
Kesimpulan Pendidikan dengan sistem terbuka berarti pendidikan yang tidak menutup diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya, sehingga
manajemen
pendidikan
dan
pembelajarannya harus sesuai dengan sistem yang digunakan. Berdasarkan kajian teoretik yang telah diuraiakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem secara garis besar mencakup: konteks, instumental
input,
environmental
input,
output, dan outcome. Pendidikan kejuruan sebagai suatu sistem terbuka sangat dipengaruhi oleh masyarakat dan dunia usaha/industri, oleh FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
206
ISSN 2502-8723
Triyono, Eddy. (2012). Potret Sekolah Kejuruan. Jurnal Teknis 7 (2). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publissing.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
207
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
Pengembangan Kurikulum Berbasis Proyek Zuhrita Ariefiani, DjokoKustono, SyaadPatmanthara Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak: Pengembangan Kurikulum berbasis Proyek didasarakan pada duabelas komponen model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Olivia, yang dapat digunakan dalam pengembangan program pembelajaran secara lebih khusus yakni pembelajaran berbasis proyek. Di dalam pengembangan kurikulum tersebut diintegrasikan beberapa prinsip penting dalam mengembangkan kurikulum berbasis proyek yaitu (1) Prinsip berorientasi pada tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas dan fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang mana akan mendukung pengembangan kurikulum ini dengan perencanaan dan penerapannya sesuai pembelajaran berbasis proyek. Pengembangan kurikulum berbasis proyek ini diharapkan mampu menciptakan peserta didik yang berintegritas dan berdaya saing serta mampu menciptakan karya yang akan dikenang sepanjang masa. Kata Kunci: Pengembangan, Kurikulum, Pembelajaran berbasis proyek Abstract: The development of project-based curriculum is based on the twelve components of curriculum development model that developed by Olivia, which can be used in the development of more specific learning programs i.e., project-based learning. Onthe integrated curriculum development in some of the important principles in developing a project-based curriculum that is (1) the principle of purpose-oriented, (2) the principle of relevance, (3) the principle of effectiveness and efficiency, (4) the principle of continuity and flexibility, and (5) the principle of integration, which will support the development of this curriculum planning and implementation in accordance with project-based learning. Project-based curriculum development is expected to create the learners who has integrity and competitive power and are able to createworks that will be remembered for all time. Keywords: Development,Curriculum, Project-based learning,.
ketidakpastian
Pendahuluan Indonesia perubahan
telah
kurikulum
berbasis
mengalami
sejak
Heinz,
merdeka.
dalam
pengetahuan 2009;
Billet,
masyarakatindustri (Tessaring, 2009;
Wagner,
Perubahan tersebut cenderung menimbulkan
2008).Sehingga
bebagai pertanyaan mengenai kurikulum,
dituntut
mengingat betapa penting dan strategis
kondisi, perubahan, dan kebutuhanmasa
peranannya dalam penyelenggaraan sistem
depan.
pengajaran
nasional
(Soedijarto,
harus
kurikulum
2009;
selalu
Pada
2004).
beradaptasidengan
prinsipnya,
sebuah
Perubahan global yang luar biasa terhadap
kurikulumharus
ekonomiberbasis
industri
semua kebutuhan baik kebutuhan fisik
untuk
peserta didik, non-fisik, danmoral serta masa
kualitasmasyarakat,
depan mereka untuk bisa hidup aman,
kreatif,
pengetahuan,
tuntutan
pengembangan
yang
kuat
dapat
pendidikan
kompetisi internasional dan regional telah
nyaman,
mendorong perubahan polapenyelenggaraan
bersama masyarakat dan alam sekitarnya
pendidikan
(Rojewski,
di
berbagai
belahan
dunia
bahagia
mengakomodasi
sejahteran,danharmonis
2009).Mayasari
(2013)
peningkatan
mengatakan bahwa kurikulum merupakan
keterbukaan, fleksibilitas, kompleksitas, dan
salah satu subtansi manajemen pendidikan
(Cheng,
2005).
Terjadi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
208
ISSN 2502-8723
yang sangat penting di suatu lembaga
pembelajaran sendiri, lebih realistik dan
utamanya pendidikan. Kurikulum adalah
menghasilkan suatu produk (Sastrika, 2013).
unsur terpenting dalam proses pendidikan
Pengembangan Kurikulum berbasis
dan
cakupannya
serta
proyek ini menekankan pada pembelajaran
dipegang oleh hampir semua orang yang
yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai
terlibat dalam kegiatan belajar dan mengajar.
tujuannya (Kosasih,2014), yang mana fokus
Kurikulum merupakan syarat mutlak yang
utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang
berarti bagian yang tak terpisahkan dari
nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan
pendidikan dan pengajaran (Sukmadinata,
peserta didik itu sendiri maupun orang lain
2013).
namun tetap terkait dengan KD dalam
Tujuan
sangatlah
luas
nasional
kurikulum, sehingga diharapkan peserta
merumuskan mengenai kualitas manusia
didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran
Indonesia yang harus dikembangkan oleh
ini mampu menjawab tantangan dunia masa
setiap satuan pendidikan. Oleh karenanya
depan yang kaya akan imajinasi dan ide-ide
tujuan pendidikan nasional menjadi dasar
yang lebih kreatif, serta mampu memberikan
dalam pengembangan pendidikan budaya
pondasi
dan karakter bangsa (Anggraini, 2015).
kehidupan di masa yang akan datang.
Proses
pendidikan
di
dalam
pengajaran
yang kuat
dalam menghadapi
dan
pembelajaran membutuhkan kreatifitas dan
KURIKULUM
inovasi. Selain itu, peserta didik tak lagi
Sistem
Pendidikan
Nasional
harus menguasai standar akademis, akan
menyatakan
bahwasanya
kurikulum
tetapi harus tumbuh jiwa kreatif dan
didefinisikan sebagai seperangkat rencana
inovatifnya,
dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
menguasai
teknologi
dan
komunikasi, mempunyai jiwa mandiri dalam
bahan
memecahkan masalah dan sederetan tuntutan
digunakan
keterampilan untuk generasi 21 (Islam,
penyelenggaraan untuk mencapai tujuan
2015). Salah satunya adalah dengan cara
pendidikan
pembelajaran yang mengacu pada kegiatan
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003).
menghasilkan karya.
serta
cara
sebagai
yang
pedoman
tertentu
(Undang-Undang
Kurikulum sendiri berasal dari kata
Pembelajaran ini sering disebut dengan pembelajaran
pembelajaran
yang
menjalankan. Kurikulum berasal dari dua
merupakan sebuah model atau pendekatan
kata yaitu kursus dan dan kendaraan. Dalam
pembelajaran yang inovatif, menekankan
konteks pendidikan, yang paling jelas dalam
belajar
kegiatan-
kata tersebut adalah belajar (SLO,2009).
2015).
Kurikulum sendiri bisa diartikan sebagai
kegiatan
berbasis
kontekstual kompleks
proyek
kerja latin currere, yang berarti untuk
melalui (Sani,
Pembelajaran ini menekankan pada siswa
rangkaian
dengan penugasan proyek, yang mana siswa
pembelajaran dan pengalaman dari siswa
diberi kesempatan untuk bekerja lebih
dibawah naungan atau arahan dari sekolah
otonom,
(Finch,
untuk
mengembangkan
atau
susunan
1984).Dalam
dari
arti
kurikulum diistilahkan sebagai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
209
kegiatan
tradisional, program ISSN 2502-8723
yang sesuai dengan konten pendidikan dan
pembentukan individu siswa yang total dan
pembelajaran.
untuk mencapai efektivitas dari kurikulum.
Sudut
pandang
ini
dipengaruhi olehperkembangan teori yang
Hubungan
berbeda tentang kurikulum, selain konten
pembelajaran
kurikulum istilah meliputi "lingkungan" di
interlocking
mana kegiatan belajar mengajar dilakukan,
hubungan yang saling bertautan satu sama
yaitu belajar dan kondisimengajar, proses,
lain
kegiatan dan tindakan yang mengarah ke
pembelajaran menunjukkan suatu jalinan
pencapaian
yang tidak dapat dipisahkan.
tujuan
pendidikan
dan
pembelajaran. Dalam aspek operasional,
antara
kurikulum
lebih
dipandang
model,
terjadi
dimana
ketika
dan sebagai
keberadaan
kurikulum
dan
Pembelajaran Berbasis Proyek
program, yaitu kurikulum merupakan sebuah
Project
based
2003)
direncanakanya
pembelajaran yang berasal dari pendekatan
dan
pembelajaran yang dilakukan secara sadar. Engelshoven kurikulum
dokumen
satu
metode
konstruktivis yang mengarah pada upaya
mendefinisikan
sebagai
salah
(Dopplet,
dokumen, yang merupakan dasar yang pendidikan
merupakan
learning
problem solving.Selain itu, Wena (2009)
yang
menjelaskan
bahwa
merupakan
pendidikan yang berisi deskripsi tugas
memberikan kesempatan kepada pendidik
pendidikan dan sarana untuk menyelesaikan
untuk mengelola pembelajaran di kelas
tugas-tugas, serta cara untuk mengevaluasi
dengan melibatkan kerja proyek. Pembelajaran
berbasis
yang
proyek
yang berisi deskripsi tugas pendidikan dan
dirancang
sarana untuk menyelesaikan tugas-tugas,
permasalahan yang kompleks yang mana
serta cara untuk mengevaluasi hasil proses
dibutuhkannya
yang telah terjadi.
melakukan investigasi dan memahaminya.
Lebih
jelas
menyatakan
Sukmadinata
bahwasanya
untuk
pembelajaran
ini
direncanakan untuk realisasi dari proses
hasil proses realisasi dari proses pendidikan
model
pembelajaran
digunakan
peserta
didik
pada
dalam
(2013)
Adapun sintaks model pembelajaran proyek
kurikulum
(diadaptasi dari Pawana, 2014) adalah
merupakan rancangan pembelajaran yang
sebagai berikut:
berfungsi
Tabel. 1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Proyek
sebagai
penyokong tersebut
rencana
dalam
pembelajaran.
diperjelas
Sukmadinata)
dan
oleh
Zais
bahwasanya
fungsi Hal
Kegiatan
(dalam
Tahap 1 (Eksplorasi) Orientasi Masalah
kebaikan
kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen
Tahap 2 1. Membentu k Kelompok 2. Merencana kan kegiatan Kelompok
tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Sehingga kurikulum dipandang sebagai
rencana
menyangkut
atau
seluruh
program
yang
pengalaman
siswa
(sekolah dan di luar sekolah) memiliki pengaruh
yang
signifikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
untuk 210
Deskripsi Kegiatan Aktivitas Peserta Aktivitas Pendidik Didik Menyampaikan tema Mengamati dan Proyek sesuai dengan menganalisa kompetensi inti permasalahan yang diberikan mengikuti petunjuk pendidik. a. Menginstruksi a. Membentuk peserta didik kelompok sesuai dalam bentuk instruksi peserta kelompok didik b. Membimbing b. Merencenakan peserta didik kegiatan mempersiapkan investigasi investigasi Memilih Pemilihan topik topik Membuat Membuat peta konsep peta konsep atau atau diagram diagram Membuat Membuat rincian
ISSN 2502-8723
Tahap 3 Melakukan Elaborasi Tahap 4 Merencanakan Laporan Tahap 5 Presentasi Laporan Tahap 6 Evaluasi
rincian terhadap tahapan proses Monitoring kerja proyek Membimbing peserta didik melakukan investigasi Membimbing dan mengaahkan penyusunan Memfasilitasi kegiatan presentasi laporan dan berperan menjadi narasumber Melakukan evaluasi terhadap laporan hasil proyek
terhadap tahapan proses Monitoring kerja proyek Melakukan investigasi
a. Prinsip Berorientasi pada Tujuan Sebagai sebuah sistem, kurikulum memiliki tujuan, materi, metode strategi, organisasi dan evaluasi. Komponen tujuan atau kompetensi merupakan titik tolak dan
Menyusun laporan hasil investigasi
fokus
Mempresentasikan laporan kegiatan proyek
bagi
komponen
lainnya
dalam
pengembangan sistem kurikulum yang akan dibangun. Prinsip dasar ini menegaskan
Mendokumentasikan masukan yang berhubungan dengan penilaian proyek
bahwasanya tujuan awal sebuah kurikulum merupakan arah dan sebuah ruh yang sangat
Penerapan
pembelajaran
kental dan kuat bagi pengembangannya,
berbasis
proyek dalam proses belajar menganjar
yang
mana
arahnya
menjadi sangat penting untuk meningkatkan
komprehensif.
kemampuan peserta didik dalam berfikir
b. Prinsip Relevansi
harus
jelas
dan
secara kritis dan memberi kemandirian
Kurikulum harus sesuai dan serasi
dalam belajar. Sebagai suatu pembelajaran
dengan penyelenggaraan pendidikan dan
yang
tuntutan
kontruktivis,
pembelajaran
ini
kehidupan,
yang
mana
dapat
menyediakan pembelajaran dalam situasi
diartikan bahwasanya yang diperoleh dari
permasalahan yang nyata bagi peserta didik
pendidikan tersebut berguna atau fungsional
sehingga dapat melahirkan pengetahuan
dalam kehidupan yang nyata. Kesesuaian ini
yang bersifat pemanen.
dapat dipandang dari tiga aspek yakni (1) Relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup
PENGEMBANGAN KURIKULUM
siswa,
(2)
relevansi
dengan
Tujuan dari pengembangan kurikulum
perkembangangn kehidupan sekarang dan
adalah goals dan objectives. Tujuan goals
masa yang akan datan, (3) relevansi dengan
dinyatakan dalam rumusan yang bersifat
tuntutan dalam dunia pekerjaan.
abstrak dan umum, serta pencapainnya
c. Prinsip Efektivitas dan Efisiensi Prinsip
relatif dalam jangka panjang. Sedangkan
ini
membahas
bagaimana
tujuan objectives lebih bersifat khusus,
sebuah kurikulum mampu dilakukan secara
operasional,
efektif
dan
pencapaiannya
dalam
dan
jangka pendek (Hamalik, 2013).
membelajarkann
Prinsip dasar Pengembangan Kurikulum
direncanakan.
Prinsip
dasar
efisien
dalam
pembelajaran Pembelajaran
itu
hal yang dapat
dilaksananakan dengan baik, seberapa besar
pengembangan
kurikulum ini terintegrasi filsafat, nilai,
tujuan
pembelajaran
pengetahuan, dan perbuatan pendidikan
diinginkan dapat tercapai serta efektivitas
(Sukmadinata, 2013). Adapaun prinsip dasar
dan efisiensinya dalam belajar siswa itu
pengembangan kurikulum berbasis proyek
sendiri.
diadaptasi dari Sukmadinata (2013) dan
d. Prinsip Kontinuitas dan Fleksibilitas Prinsip
Hidayat (2013).
kontinuitas
tersebut
yang
dimaksudkan
dengan adanya hubungan antara materi yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
211
ISSN 2502-8723
sebelumnya diajarkan dengan yang akan
diajarkan, (3) Merumuskan tujuan umum
diajarkan,
kurikulum
sehingga
pembelajaran
setiap
merupakan
kegiatan
didasarkan
kebutuhan
yang
seperti yang tercantm pada langkah-langkah
kegiatan
sebelumnya, (4) Merumuskan tujuan khusus
pembelajaran lainnya, baik secara vertikal
kurikulum yang merupakan penjabaran dari
maupun horizontal. Sedangkan fleksibilitas
tujuan
dimaksudkan dapat menyediakan berbagai
mengorganisasikan rancangan implementasi
pilihan kepada siswa seperti progam sesuai
kurikulum,
minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan
dalam bentuk perumusan tujuan umum
siswanya. Tidak hanya pada peserta didik,
pembelajaran,
namun kepada pengajarnya yang mana
khusus pembelajaran, (8) Menetapkan dan
pengajar dapat mengembangkan program
menyeleksi
dan kegiatan seperti silabus, merumuskan
dimungkinkan
tujuan/kompetensi, memilih materi pelajaran
pembelajaran,
yang sesuai, memilih media, metode dan
menyempurnakan teknik penilaian yang
strategi pembelajaran yang akan digunakan.
akan digunakan, (10) Mengimplementasikan
berkesinambungan
bagian
yang
dengan
umum
(6)
kurikulum,
Menjabarkan
(7)
kurikulum
Merumuskan
strategi
(5)
tujuan
pembelajaran
yang
dapat
mencapai
tujuan
(9)
Menyeleksi
dan
strategi pembelajaran, (11) Mengevaluasi pembelajaran
dan
(12)
Mengevaluasi
kurikulum.
e. Prinsip Integrasi Integrsi atau keterpaduan merupakan
Dari keduabelas komponen tersebut
pengembangan yang menunjukkan adanya
dijadikan
pengalaman belajar yang dapat diterapkan di
program pembelajaran secara lebih khusus
bidang lainnya. Prinsip ini dirancang untuk
yakni pembelajaran berbasis proyek, yang
mampu mengembangkan manusia yang utuh
mana didalamnya secara garis besar adalah:
dan pribasi yang terintegrasi.
(1) Penentuan tujuan pembelajaran dalam
Pengembangan
Kurikulum
dasar
dalam
mengembangkan
menghasilkan karya, (2) Penentuan proyek
Berbasis
yang akan dikerjakan oleh siswa dan juga
Proyek Pengembangan
berbasis
pengajar, (3) Perencanaan langkah-langkah
proyek ini didasarkan pada pengembangan
penyelesaian proyek yang akan dikerjakan,
Kurikulum Olivia (1988). Dimana dalam
(4) Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek
pengembangannya nanti berdasarkan pada
dan
duabelas komponen yang satu sama lain
penyelesaian proyek dengan fasilitasidan
berkaitan, (1) menetapkan dasar filsafat yang
monitoring
digunakan dan pandangan tentang hakikat
Penyampaian hasil kegiatan dan presentasi
belajar dengan mempertimbangkan hasil
serta publikasi hasil proyek, (7) Evaluasi
analisis
Proses
kebutuhan
kurikulum
umum
siswa
dan
karya
dan
yang
akan
dihasilkan,
pengajar/instruktur,
hasil
proyek
yang
(5)
(6)
telah
kebutuhan masyarakat, (2) menganalisis
dikerjakan. Secara visualisasi dapat dilihat
kebutuhan
pada bagan dibawah ini.
masyarakat
dimana
sekolah
tersebut berada, kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
212
ISSN 2502-8723
merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum,
(5)
rancangan
• Menetapka n Dasar filsafat untuk analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat • Menganalis is kebutuhan masyarakat , kebutuhan khusus siswa dan disiplin ilmu • Merumusk an tujuan Perencanaan Kurikulum umum kurikulum • Merumusk an tujuan khusus kurikulum
• Mengorgan isasi rancangan implement asi kurikulum • Mengorgan isasi rancangan implement asi kurikulum • Menjabark an kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajar an
• Implement asi strategi pembelajar an • Evaluasi Pembelajar an • Evaluasi Kurikulum Menerapkan Kurikulum
kurikulum,
kurikulum
dalam
(6)
bentuk
perumusan tujuan umum pembelajaran, (7)
• Penentuan Tujuan Pembelajar an dalam menghasilk an karya • Penentuan Proyek / karya • Perencana an langkah penyelesai an proyek • Penyusuna n jadwal pelaksanaa n proyek • Penyelesai an proyek dengan fasilitasi dan monitoring • Penyampai an hasil kegiatan dan presentasi hasil proyek • Evaluasi proses dan hasil proyek
Penetapan Isi Kurikulum
implementasi
Menjabarkan
Kurikulum Berbasis Proyek
mengorganisasikan
Merumuskan tujuan khusus pembelajaran, (8) Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai
tujuan
pembelajaran,
(9)
Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian
yang
akan
digunakan,
Mengimplementasikan pembelajaran, pembelajaran
(10)
strategi
(11) dan
Mengevaluasi
(12)
Mengevaluasi
kurikulum. Selain itu dengan menggunakan prinsip dasar pengembangan kurikulum itu Gambar 1. Perencanaan Pengembangan Kurikulum berdasarkan Pengembangan Kurikulum Olivia
sendiri yaitu, (1) Prinsip berorientasi pada tujuan, (2) Prinsip relevansi, (3) Prinsip evektivitas dan efisiensi, (4) Prinsip kontinuitas
KESIMPULAN
dan fleksibilitas, serta (5) Prinsip integrasi, yang
Pengembangan proyek
kurikulum
merupakan
berbasis
mana
pengembangan
akan
kurikulum
ini
kurikulum yang mengacu pada pembelajaran
penerapannya
berbasis
proyek.
proyek.
Di
pengembangannya
dalam
mendukung dengan sesuai
pengembangan
perencanaan
pembelajaran
Pengembangan
dan
berbasis
Kurikulum
ini
menggunakan
diharapkan mampu menciptakan putra-putri
pengembangan yang dilakukan oleh Olivia
bangsa yang fokus kepada menghasilkan
dengan
ada
sesuatu yang nantinya akan bermanfaat bagi
didalamnya yakni, (1) menetapkan dasar
kehidupan peserta didik itu sendiri maupun
filsafat yang digunakan dan pandangan
orang lain namun tetap terkait dengan KD
tentang
dalam
duabelas
hakikat
komponen
yang
belajar
dengan
kurikulum.
Sehingga
diharapkan
mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan
peserta didik yang mengikuti kegiatan
umum siswa dan kebutuhan masyarakat, (2)
pembelajaran
menganalisis kebutuhan masyarakat dimana
tantangan dunia masa depan.
ini
mampu
menjawab
sekolah tersebut berada, kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang
DAFTAR RUJUKAN
harus diajarkan, (3) Merumuskan tujuan
Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan Modul Prakarya dan Kewirausahaan Materi Pengolahan Berbasis Product Oriented Bagi Peserta Didik SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015. Billet S.,(2009), Changing Work, Work Practice: The Consequences for
umum
kurikulum
kebutuhan seperti langkah-langkah
yang
didasarkan
yang tercantm pada sebelumnya,
(4)
Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
213
ISSN 2502-8723
Vocational Education; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education forthe Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science and Business Media. Cheng, Y.C. (2005). New Paradigm for Reengineering Education, Globalization, Localization and Individualization. Netherland: Springer. Dopplet, Y. 2003. Implementation and assessment of project based learning in flexibel environment. Instructional Journal of Technology and Design Education, 13: 255-272. Engelshoven, Peter Van. Methodology Of Curriculum Development In Vocational Education And Training And Adult Education.pdf (http://www.vetserbia.edu.rs.) Diakses pada tanggal 12 Februari 2016. Finch Curtis.R and Crunkilton. (1984) . Curriculum Development In Vocational And Technical Education : Planning, Content, and Implementation. Sidney. Allyn and Bacon Inc. Hamalik, Oemar. 2013. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Islam, Alfi Ihyatul, dkk. Manajemen Pendidikan Kewirausahaan Berbasis Produksi. Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol 24, No 6, September 2015.
Sastrika, Ida Ayu Kade. Dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan Berfikir Kritis. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA. Volume 3, Tahun 2013. Soedijarto. 2004. Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem pengajaran Nasional. Jurnal Pendidikan Penabur. No.03. Th.III. Desember 2004. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tessaring M.,(2009). Anticipation of Skill Requierements: European Activities and Approaches; In Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education forthe Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science and Business Media. Wagner T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara.
Kosasih. E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran: Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: Yrama Widya.
Mayasari, 2013. Managemen Kurikulum Berbasis Tauhid. Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol 24, No. 1, Maret 2013. Pawana, M.G. 2014. Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Proyek dengan Model ADDIE pada Materi Pemrograman Web Siswa Kelas X Semester Genap di SMK N 3 Singaraja. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 1-10. Rojewski. J.W (2009). A Conceptual Framework for Technical and Vocational Education andTraining; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science and Business Media. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
214
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF SEBAGAI PELAYANAN PRIMA BAGI KONSELOR PROFESIONAL Galang Surya Gumilang Program StudiBimbingandanKonseling–Universitas Nusantara PGRI Kediri [email protected] ABSTRAK: Artikel ini mendeskripsikan dan membahas mengenai komponen program bimbingan dan konseling komprehensif, ekspektasi pelaksanaan bimbingan dan konseling komprehensif, dan ciri-ciri program bimbingan dan konseling komprehensif. Bimbingan konseling merupakan wadah yang sangat vital di sekolah. Secara khusus, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karier. Konselor menerapkan bimbingan dan konseling komperhensif untuk membantu siswa mencapai perkembangan diri yang optimal, agar siswa, stake holder, dan orang tua memahami peran bimbingan dan konseling untuk membantu memandirikan siswa. Key Words: Bimbingan dan Konseling Komprehensif, Konselor
klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru
Pendahuluan Dalam sistem pendidikan sekolah,
mata pelajaran tertentu yang berhalangan
terdapat tiga pilar utama yang menopang
hadir atau dengan ‗suka rela‘ memberikan
keberhasilan sistem pendidikan tersebut,
jam pelajaran kepada konselor sekolah untuk
yaitu administrasi supervisi, pengajaran, dan
bimbingan kelompok klasikal. Bimbingan
bimbingan dan konseling. Ketiga pilar
klasikal untuk siswa kelas IX atau XII di
tersebut memiliki penanggung jawabnya
banyak sekolah ditiadakan dengan alasan,
masing-masing,
dalam
persiapan Ujian Nasional di tahun terakhir
pelaksanaannya semua stake holder yang
masa studi SMP dan SMA amat penting.
ada
Selama
namun
disekolah
harus
bahu
membahu
in
sekolah
lebih
melaksanakannya. Bimbingan dan konseling
pengembangan
sebagai salah satu pilar tersebut juga
kognitif,
memiliki penanggung jawab yaitu konselor,
kelompok klasikal adalah bentuk nyata
akan
diperlukan
pemusatan perhatian sekolah hanya pada
kerjasama dengan berbagai pihak agar
aspek akademik saja. Penentu kebijakan
pelaksanaan bimbingan dan konseling yang
pendidikan di tingkat sekolah memahami
memandirikan bagi siswa bisa berjalan
BK hanya berupa konseling saja dan
dengan baik.
terutama
tetapi
pelaksanaannya
masalah
utama
peniadaan
berfungi
jam
dalam
persoalan-persoalan siswa.
Ironisnya, terdapat dua hal miris yang menjadi
kompetensi
memusatkan
bagian
pelaksanaan
dari
sekolah
akademisbimbingan
mengatasi BK sebagai
belum
dapat
bimbingan dan konseling seperti hasil
membuktikan unjuk kerja yang berkualitas.
pengamatan
Pertama
Tiadanya program BK berkualitas yang
Bimbingan dan Konseling di banyak sekolah
sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa,
tidak
pengelola sekolah, dan stake holder lain sulit
yang
mendapatkan
dilakukan.
jam
khusus
untuk
memberi
layanan bimbingan klasikal. Bimbingan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
215
kepercayaan
kepada
BK.
ISSN 2502-8723
Kebijakan
meniadakan
klasikal developmental,
jam
bimbingan
mengakibatkan
fungsi
fungsi
pemeliharaan
pencegahan,
BK
dalam
tujuan memberikan pelayanan terbaik untuk membantu
kemandirian
dibutuhkan gambaran utuh bimbingan dan
aspek
konseling yang dapat dijadikan pedoman bagi
karier tidak dapat dijalankan secara utuh.
perkembangan siswa.
dan
Maka
dan
perkembangan personal, edukasional, dan
Ketidakmengertian
siswa.
konselor
untuk
membantu
prasangka
administrator sekolah bahwa BK dianggap
KOMPONEN PROGRAM BIMBINGAN
membuang-buang memberikan
waktu
sumbangan
perkembangan
siswa
dan
tidak
DAN KONSELING KOMPREHENSIF
berarti
bagi
1. Pelayanan Dasar atau Guidance
mengakibatkan
Curriculum
sulitnya memperoleh dukungan sekolah
Menurut
terhadap program BK.
Depdiknas dasar
(2007),pelayanan
yaitu
―Proses
Kedua, banyak terjadi dilapangan
pemberian bantuan kepada seluruh konseli
bahwa bimbingan dan konseling hanya
melalui kegiatan penyiapan pengalaman
dilakukan oleh konselor saja tanpa ada
terstruktur secara klasikal atau kelompok
kerjasama
Dari
yang disajikan secara sistematis dalam
pengamatan dilapangan, acap kali sekolah
rangka mengembangkan perilaku jangka
hanya memiliki satu orang konselor untuk
panjang sesuai dengan tugas perkembangan
melayani 450 siswa, pun demikian tidak ada
yang
guru lain yang terlibat untuk membantu dan
kemampuan
hanya menyalahkan konselor saat ada siswa
keputusan dalam menjalani kehidupannya‖.
yang dinilai masih bandel di kelas. Pada
Layanan
kasus lain, terdapat konselor yang kerjanya
membantu
konseli
hanya duduk-duduk di kantor atau di kantin
perkembangan
yang
normal,
sekolah karena konselor tersebut pusing
mental
sehat,
dan
mengurusi siswa satu sekolah sendirian.
keterampilan dasar hidupnya, mencapai
Atau konselor yang harus pontang panting
tugas-tugas perkembangannya. Secara lebih
mengurusi semua kebutuhan siswa mulai
rinci, tujuan tersebut bisa dijabarkan sebagai
bimbingan klasikal,
berikut:
dengan
pihak
lain.
konseling individu,
memilih
dasar
yang
dalam
ini
pengembangan
dan
mengambil
bertujuan
untuk
memperoleh memiliki
memperoleh
Tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu
home visit, dan membantu pendaftaran masuk perguruan tinggi bagi siswa kelas XII. Sehingga terlihat jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor kurang berdampak positif bagi siswa. Kedua hal diatas sudah berjalan sangat lama sekali, maka diperlukan keseriusan dari konselor untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya secara komperhensif, dengan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
diperlukan
216
ISSN 2502-8723
menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya (Depdiknas, 2007). 2. Layanan Responsif
dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang
potensinya
dalam
dan
proses
perkembangan
dapat:
konseli
yang
perkembangannya.
Depdiknas
(2007)
lanjut
menyatakan
tujuan
upaya
untuk
dan
mengintervensi
atau
dirinya
dalam
rangka
dirinya (Depdiknas, 2007). 4. Dukungan Sistem
masalah
Dukungan komponen
system
pelayanan
merupakan
dan
kegiatan
manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan diartikan
pengembangan
sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
konseli
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan
atau
memfasilitasi
kelancaran
perkembangan konseli. Menurut Depdiknas
kekurangan dirinya, serta pemahaman akan
(2007) program ini memberikan dukungan
peluang dan kesempatan yang tersedia di
kepada
2007).
konselor
dalam
penyelenggaraan
Pemahaman konseli dan karakteristiknya
memper-lancar
pelayanan
diatas.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya
secara mendalam, penafsiran hasil asesmen,
adalah
dan penyediaan informasi yang akurat sesuai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
profesional
tidak langsung memberikan bantuan kepada
berkaitan dengan perencanaan masa depan
(Depdiknas,
kemampuan
konselor secara berkelanjutan, yang secara
merumuskan dan melakukan aktivitas yang
lingkungannya
kelemahan
keputusan yang merefleksikan perencanaan
3. Perencanaan Individual individual
lanjutan,
pencapaian tujuan dirinya, (4) mengambil
pengembangan pendidikan.
Perencanaan
pendidikan
untuk
pencapaian tujuannya, (3) mengukur tingkat
saat itu, berkenaan dengan masalah sosialdan
diri
masyarakatnya, (2) menganalisis kekuatan
konseli yang muncul segera dan dirasakan
karir,
mempersiapkan
tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan
masalah-masalah atau kepedulian pribadi
pribadi,
(1)
atas pengetahuan akan dirinya, informasi
pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai
pelayanan
kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan
mengalami
Lebih
oleh
merencanakan karir, dan mengembangkan
hambatan, kegagalan dalam mencapai tugastugas
sendiri.Melalui
mengikuti
dan
memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu
sosial-pribadi
perencanaan individual, konseli diharapkan
responsif ini yaitu membantu konseli agar kebutuhannya
pengembangan
dirinya
(Depdiknas, 2007). Tujuan dari pelayanan
memenuhi
termasuk
dan mengelola rencana pendidikan, karir,
sebab jika tidak segera dibantu dapat
dapat
optimal,
konseli untuk merencanakan, memonitor,
memerlukan pertolongan dengan segera,
tugas-tugas
secara
mengembangkan
dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi
menghadapi kebutuhan dan masalah yang
pencapaian
dalam
Tujuan perencanaan individual ini dapat
pemberian bantuan kepada konseli yang
gangguan
di
keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli.
Pelayanan responsif diartikan sebagai
menimbulkan
tepat
untuk
memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di 217
ISSN 2502-8723
Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini
proses, hasil (result), dan dampak (outcome,
meliputi
impact) yang menjangkau siswa dan stake
pengembangan
jejaring
(networking), kegiatan manajemen, riset, dan
holder tersebut di atas.
pengembangan. 1. Layanan Dasar atau Kurikulum EKSPEKTASI PELAKSANAAN
Bimbingan Menurut
BIMBINGAN DAN KONSELING
Gysbers
&
Handerson
(2007) kurikulum bimbingan ibarat sebuah
KOMPREHENSIF Program BK Komprehensif bersifat
kendaraan
untuk
mengadirkan
materi
sistemik yang mana program BK dirancang
bimbingan kepada semua siswa dengan cara
untuk menjangkau berbagai pihak, mulai
sistematis. Layanan dasar dapat diberikan
dari
secara
siswa
sebagai
individu
maupun
klasikal
atau
kelompok.
Fokus
kelompok, komunitas sekolah, keluarga,
perilaku yang dikembangkan menyangkut
komunitas, dan masyarakat. Pendekatan
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
sistemik dalam program BK komprehensif
Semua ini berkaitan erat dengan upaya
menempatkan individu sebagai pusat sistem
membantu konseli dalam mencapai tugas-
dan menciptakan hubungan antar subsistem
tugas perkembangannya.
yang
a. Bimbingan Kelas
mempengaruhi
perkembangan keluarga,
positif
komunitas,
individu
ke
seperti dan
arah
sekolah,
Program yang dirancang menuntut
masyarakat
konselor untuk melakukan kontak langsung
(Erford, 2004). Sifat
dengan para peserta didik di kelas. Secara sistemik
Program
BK
terjadwal, konselor memberikan pelayanan
Komprehensif dilaksanakan dengan asesmen
bimbingan
kepada
para
yang dapat merumuskan kebutuhan siswa
Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa
dan stake holder penting lain seperi orang
diskusi kelas atau brain storming (curah
tua, komunitas sebaya, para guru, dan
pendapat).
administrator sekolah; layanan BK yang
b. Pelayanan Orientasi
menjangkau siswa dan stake holder lain
Pelayanan
ini
peserta
merupakan
didik.
suatu
yang relevan seperti orang tua, komunitas
kegiatan yang memungkinkan peserta didik
asal siswa, komunitas sebaya, para guru, dan
dapat memahami dan menyesuaikan diri
masyarakat sekolah secara umum; program
dengan
BK Sistemik dapat melibatkan stake holder
lingkungan
tidak saja sebagai penerima layanan, tetapi
mempermudah
juga
memberi
berperannya mereka di lingkungan baru
layanan yang relevan, misalnya, dalam
tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya
rangka menciptakan lingkungan keluarga
dilaksanakan pada awal program pelajaran
asal yang sehat dan kondusif bagi tumbuh
baru.
kembang siswa, komite sekolah dapat
Sekolah/Madrasah
terlibat
kegiatan
organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-
evaluasi
guru, kurikulum, program bimbingan dan
sebagai
dalam
pendidikan
rekanan
dalam
mengorganisir
keorangtuaan
dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
218
lingkungan
Materi
baru,
terutama
Sekolah/Madrasah, atau
untuk
memperlancar
pelayanan biasanya
orientasi
di
mencakup
ISSN 2502-8723
konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas
Menurut Depdiknas (2007)―Fokus
atau sarana prasarana, dan tata tertib
pelayanan
Sekolah/Madrasah.
masalah atau kebutuhan konseli. Masalah
c. Pelayanan Informasi
dan kebutuhan konseli berkaitan dengan
Yaitu pemberian informasi tentang
responsif
bergantung
kepada
keinginan untuk memahami sesuatu hal
berbagai hal yang dipandang bermanfaat
karena
bagi peserta didik. melalui komunikasi
perkembangan
langsung, maupun tidak langsung melalui
Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
media cetak maupun elektronik, seperti:
memperoleh informasi antara lain tentang
buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet.
pilihan karir dan program studi, sumber-
d. Bimbingan Kelompok
sumber belajar, bahaya obat terlarang,
Konselor
memberikan
pelayanan
dipandang
penting
dirinya
bagi
secara
positif‖.
minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
bimbingan kepada peserta didik melalui
Kegiatan yang bisa dilaksanakan
kelompok-kelompok kecil (5-10 orang).
dalam memberikan pelayanan responsif
Bimbingan ini ditujukan untuk merespon
antara lain:
kebutuhan dan minat para peserta didik.
a. Konseling Individual dan Kelompok
Topik yang didiskusikan dalam bimbingan
Pemberian pelayanan konseling ini
kelompok ini, adalah masalah yang bersifat
ditujukan untuk membantu peserta didik
umum (common problem) dan tidak rahasia,
yang
seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-
hambatan
kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
perkembangannya.
e. Pelayanan Pengumpulan
b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
kegiatan
dalam
kesulitan,
mengalami
mencapai
tugas-tugas
Apabila konselor merasa kurang
Data/Apraisal/Aplikasi Instrumentasi Merupakan
mengalami
untuk
memiliki kemampuan untuk menangani
mengumpulkan data atau informasi tentang
masalah
pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta
mereferal atau mengalihtangankan konseli
didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan
kepada pihak lain yang lebih berwenang,
dengan berbagai instrumen tes atau non tes.
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
2. Layanan Responsif
kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal
Menurut
Gysbers
&
Handerson
konseli,
seperti
penting dari bimbingan dan konseling
(kriminalitas),
komprehensif
penyakit kronis.
memberikan
kebutuhan
respon/pertolongan
sebaiknya
dia
adalah mereka yang memiliki masalah,
(2007) layanan responsif merupakan bagian
karena
maka
untuk kepada
depresi,
tindak
kecanduan
kejahatan
narkoba,
dan
c. Kolaborasi dengan Guru Mata
siswa secara langsung dan seketika itu
Pelajaran atau Wali Kelas
berdasarkan kebutuhan siswa, kegiatan yang
Konselor berkolaborasi dengan guru
bisa dilakukan yaitu konseling individual,
dan wali kelas dalam rangka memperoleh
konseling krisis, referal, konsultasi dengan
informasi tentang peserta didik (seperti
orang tua, guru atau profesi lain.
prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
219
ISSN 2502-8723
didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek
kemudahan
bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru
terentaskannya permasalahan peserta didik
mata pelajaran.
itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat
d. Kolaborasi dengan Orang tua
terbatas dan tertutup.
Konselor perlu melakukan kerjasama
ini
penting
agar
komitmen
bagi
i. Kunjungan Rumah
dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama
dan
Yaitu kegiatan untuk memperoleh
proses
data atau keterangan tentang peserta didik
bimbingan terhadap peserta didik tidak
tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya
hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah,
menggentaskan
tetapi juga oleh orang tua di rumah.
kunjungan ke rumahnya.
e. Kolaborasi dengan pihak-pihak
3. Perencanaan Individual Menurut
terkait di luar Sekolah/Madrasah Yaitu
berkaitan
Gysbers
&
melalui
Handerson
upaya
(2007)
perencanaan
Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama
bagian
dari
dengan
yang
komprehensif karena peningkatan kebutuhan
dipandang relevan dengan peningkatan mutu
dari semua siswa untuk merencanakanan
pelayanan bimbingan.
secara sistematis, memonitor, dan mengelola
f. Konsultasi
perkembangannya dan untuk mengambil
unsur-unsur
Konselor
dengan
masalahnya,
masyarakat
menerima
pelayanan
individual
bimbingan
dan
menjadi konseling
keputusan berikutnya tentang kehidupan,
konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak
pendidikan, dan karier.
pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait
Untuk melaksanakan
dengan
upaya
membangun
kesamaan
persepsi
dalam
memberikan
bimbingan
sepenuhnya digunakan untuk memfasilitasi
kepada para peserta didik, menciptakan
siswa dalam memahami dan secara berkala
lingkungan
yang
memantau perkembangannya. Siswa diajak
kondusif bagi perkembangan peserta didik,
untuk berkomitmen dengan tujuan, nilai,
melakukan
kemampuan, perilaku, dan kegemaran, dan
Sekolah/Madrasah
referal,
dan
individual,
meningkatkan
aktivitas
perencanaan
mereka,
dan
prosedur
kualitas program bimbingan dan konseling.
kompetensi
sehingga
mereka
g. Bimbingan Teman Sebaya
melanjutkan perkembangan pendidikannya. Konselor menjadi ―ahli pengembangan dan
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik
penempatan‖.
terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta
dilaksanakan
didik yang menjadi pembimbing sebelumnya
membantu
diberikan latihan atau pembinaan oleh
memonitor, dan mengelola perkembangan
konselor.
belajar dan karir mereka.
Yaitu kegiatan untuk
dengan siswa
Fokus
h. Konferensi Kasus membahas
individual
Perencanaan
individual
kegiatan
untuk
pelayanan berkaitan
yang
merencanakan,
perencanaan erat
dengan
permasalahan peserta didik dalam suatu
pengembangan aspek akademik, karir, dan
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus
yang
tersebut
dapat
memberikan
keterangan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
220
antara
lain
mencakup ISSN 2502-8723
pengembangan aspek akademik meliputi
kegiatan
memanfaatkan
dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya
keterampilan
belajar,
Sekolah/Madrasah,
melakukan pemilihan pendidikan lanjutan
dalam
atau pilihan jurusan, memilih kursus atau
Sekolah/Madrasah
pelajaran
dan
perkembangan konseli, melakukan penelitian
memahami nilai belajar sepanjang hayat;
tentang masalah-masalah yang berkaitan erat
karir
dengan bimbingan dan konseling, dan
tambahan
meliputi
yang
tepat,
mengeksplorasi
peluang-
rangka
bekerjasama
menciptakan yang
lingkungan
kondusif
peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan
melakukan
pekerjaan,
dengan ahli lain yang terkait dengan
memahami
kebutuhan
untuk
kerjasama
atau
bagi
kolaborasi
kebiasaan bekerja yang positif; dan sosial-
pelayanan bimbingan dan konseling.
pribadi meliputi pengembangan konsep diri
b. Kegiatan Manajemen
yang
positif,
dan
pengembangan
Kegiatan
keterampilan sosial yang efektif.
berbagai
4. Dukungan Sistem
memelihara,
Untuk
memberikan
pelayanan
manajemen
upaya
untuk
dan
perkembangan jaman, diperlukan aktivitas
program,
pendukung seperti pengemngan kemampuan
pemanfaatan
konselor,
pengembangan
pengembangan
sistem
Dalamhalpengembangan
kurikulum.
Dukungan
mutu
program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan
dan
memantapkan,
meningkatkan
bimbingan yang prima dan efektif mengikuti
riset,
merupakan
juga
(2)
(1)
pengembangan
pengembangan sumber
daya,
penataan
staf,
(3)
dan
(4)
kebijakan. profesionalitas,
memfasilitasi kebutuhan bimbingan dari
konselor secara terus menerus berusaha
program
untuk
sekolah
yang
lain
untuk
memutakhirkan
pengetahuan
menciptakan iklim saling membantu dalam
keterampilannya
mensukseskan sitem pendidikan sekolah.
training, (b) aktif dalam organisasi profesi,
Administrasi program
dan
(a)
in-service
manajemen
(c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah;
dan
konseling
seperti seminar dan workshop (lokakarya),
membutuhkan
dukungan
atau (d) melanjutkan studi ke program yang
bimbingan
komprehensif
melalui
dan
sistem. Itulah mengapa dukungan sistem
lebih
menjadi komponen utama. Namun seringkali
Konsultasi dan Berkolaborasi, konselor perlu
hal ini terlupakan dan dipandang sebelah
melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan
mata,
untuk
guru, orang tua, staf Sekolah/Madrasah
lainnya.
lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/
padahal
menunjang
sangat
tiga
penting
komponen
tinggi
(Pascasarjana).
Pemberian
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
Madrasah (pemerintah, dan swasta) untuk
a. Pengembangan Jejaring (networking)
memper-oleh informasi, dan umpan balik
Pengembangan jejaring menyangkut
tentang
pelayanan
bantuan
diberikannya
dengan
menyelenggarakan
menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah
program kerjasama dengan orang tua atau
yang kondusif bagi perkembangan konseli,
masyarakat,
melakukan
berpartisipasi
dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatanFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
referal,
serta
para
telah
kegiatan konselor yang meliputi konsultasi guru-guru,
kepada
yang
konseli,
meningkatkan
kualitas program bimbingan dan konseling. 221
ISSN 2502-8723
Dengan kata lain strategi ini berkaitan
Tabel 1.1. Komponen Program
dengan upaya Sekolah/ Madrasah untuk
BimbingandanKonselingKomprehensif di
menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
SD, SMP, dan SMA
masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan instansi pemerintah,
instansi
swasta,
organisasi
profesi, seperti ABKIN, para ahli dalam bidang
tertentu
yang
terkait,
seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua
Komponen Program Layanan Dasar Perencanaan Individu
SD
SMP
SMA
35-45 % 10-30 %
25-35 % 15-25 %
15-25 % 25-35 %
Layanan Responsif Dukungan Sistem
30-40 % 10-15 %
30-40 % 10-15 %
25-35 % 10-15 %
konseli, MGBK, dan Depnaker dalam rangka
analisis
bursa
kerja/lapangan
CIRI-CIRI PROGRAM BIMBINGAN
pekerjaan. DalamManajemen Program, suatu
DAN KONSELING KOMPERHENSIF
program pelayanan bimbingan dan konseling
1. Pengelolaan Program
tidak mungkin akan terselenggara, dan
dengan serius dan berkualitas. Seluruh
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem
langkah
pengelolaan (manajemen) yang bermutu,
dan
dukungan sitem juga termasuk kegiatan-
dan
komprehensif
lain.
konseling
Empat
komponen
sesuai
masing-masing.
keadaan
pada
sekolah
Berikut
ini
proporsi
dan
Tanpa
pengelolaan
mengatasi persoalan yang terus menerus bermunculan,
sehingga
pelayanan
Bimbingan dan Konseling tidak dapat memberi
dukungan
perkembangan optimal
peserta
Schmidt
optimal didik
(dalam
bagi secara
Santohadi,
2007).
untuk implementasi komponen-komponen bimbingan
BK.
hanya akan menjadi aksi ‗spontan‘ untuk
perhatian dan waktu yang harus dialokasikan
program
dan
program BK semacam ini, layanan BK
tersebut harus dilaksanakan dengan proposi tertentu,
Asesmen,
pengorganisasian,
pendukung
tugas utama konselor adalah pada ketiga dan
Siklus
pelaksanaan layanan inti dan layanan
kekurangan
Namun perlu diperhatikan porsinya, karena
bimbingan
dengan
evaluasi adalah motor penggerak bagi
siswa sebagai bahan penyusunan KTSP.‖
komponen
dilaksanakan
relevan.
perencanaan,
orang tua dan membantu waka kurikulum kelebihan
evaluasi)
yang
membantu
menjelaskan hasil tes IQ kepada guru dan
menjelaskan
pengorganisasian,
melibatkan siswa dan semua stake holder
kegiatan yang dapat mendukung program seperti
(asesmen,
pelaksanaan layanan inti dan pendukung,
dan terarah. Gysbers & Handerson (2007)
lainnya,
manajemen
perencanaan,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis,
sekolah
BK dilakukan
2. Isi layanan BK mencakup 4 ragam
Konseling
bimbingan
komprehensif yang rekomendasikan oleh
(personal,
sosial,
karier,
belajar) tersedia secara lengkap. Layanan
CSCA (2000).
dalam empat ragam bimbingan tersebut diselenggarakan bagi siswa dan stake holder
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
222
lain
sesuai
kebutuhan. ISSN 2502-8723
Keseimbangan perhatian pada empat
sasaran Program BK dalam hal ini tidak
ragam bimbingan ini akan dengan mudah
hanya siswa, tetapi juga orang tua, guru,
diperiksa
dengan
teman sebaya, dan masyarakat umum.
program
BK,
tujuan
materi-materi
dikelola melalui kelompok,
meninjau
yang
Mereka
layanan bimbingan
persoalan-persoalan
menerima
berbagai
layanan
seperti konsultasi, layanan konseling
yang
individual, dan bimbingan kelompok.
muncul dalam konseling dan direkam
Pemberian layanan BK bagi stake holder
secara memadai.
tersebut diharapkan dapat menciptakan
3. Pelayanan
BK
kebutuhan
memenuhi
beragam
lingkungan yang mendukung tumbuh
dengan
berbagai
kembang peserta didik yang lebih luas
siswa
pendekatan, metode, dan jenis layanan
(CSCA, 2000).
yang beragam. Ragam bentuk layanan
7. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
BK dan isi layanan BK dilakukan sesuai
melibatkan banyak unsur yang mampu
dengan kebutuhan dan keadaan nyata
membantu perkembangan siswa secara
peserta didik.
utuh dalam kerja kolaboratif. Pihak-
4. Program BK memberi perhatian yang seimbang
pada
fungsi
developmental,
pelaksanaan
BK
ini
Konseling misalnya
konselor,
guru-
dan
konselor, peer counselor, guru, tenaga
2000).
medis, prikolog, psikiater, pekerja sosial,
keempat
forum orang tua, orang tua secara
(CSCA,
Keseimbangan fungsi
kuratif,
preventif,
perseveratif
pihak yang terlibat dalam bimbingan dan
membutuhkan
pribadi, dan praktisi.
perencanaan yang serius dan matang
8. Alasan mendasar pentingnya Program
berdasarkan kebutuhan riil peserta didik
BK Komprehensif adalah agar layanan
yang diramu menjadi program yang
BK di sekolah memberi dampak positif
aplikaitif dan implementasi program BK
bagi peserta didik dan pihak-pihak lain
yang serius dan berkualitas.
yang juga dilayani. Layanan BK bisa
5. Layanan
dalam
Komprehensif
saja terjadi secara insidental tanpa
dirancang secara berurutan dan fleksibel.
direncanakan, tetapi BK yang insidental
Urut-urutan proses bimbingan dengan
tidak
materi tertentu adalah implikasi dari
dampak positif dalam diri peserta didik
prinsip perkembangan manusia. Program
secara optimal.
tersebut
BK
dapat
menjamin
munculnya
leluasa
9. Sosialisasi program BK kepada seluruh
kondisi
warga masyarakat sekolah dan luar
aktual perkembangan siswa dari waktu
sekolah didahulukan sebab kegiatan ini
ke waktu.
sangat strategis dalam menciptakan iklim
dimodifikasi
dengan
dapat
sesuai
dengan
6. Program BK harus dapat memenuhi
yang mendukung pelaksanaan program
semua kebutuhan semua konseli dan semua
orang
yang
signifikan
BK sepanjang tahun ajaran.
bagi
konseli yang berperan penting bagi perkembangan
mereka.
Kelompok
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
223
ISSN 2502-8723
dalam
KESIMPULAN DAN SARAN Tiadanya program BK berkualitas
hal
ini
dinas
pendidikan
kabupaten/kota untuk menambah wawasan
selama ini yang sesuai yang sesuai dengan
pengawas
kebutuhan,
tentang hakikat dan prinsip manajemen BK
membuat
siswa,
pengelola
sekolah
dan kepala
sekolah, dan stake holder lain sulit memberi
Komprehensif,
kepercayaan kepada BK. BK selama ini
pendidikan di sekolah yang mendukung
dianggap
implementasi program BK komprehensif dan
sebagai
guru
yang
hanya
pentingnya
sekolah
memajang daftar aktivitas dapat mengacu
pendidikan
pada pola 17 atau pola-pola yang lain, tetapi
wawasan ini diharapkan dapat memicu
tidak menonjolkan isi yang akan ‗digarap‘,
terciptanya iklim sekolah yang kondusif bagi
untuk mengembangkan aspek afektif, nilai,
implementasi
sikap, dan perilaku positif siswa. Pola 17
komprehensif yang melayani semua siswa
yang
secara maksimal.
sering
dipajang
di
ruang
BK
yang
utuh.
kebijakan
program
Penambahan
BK
yang
sebenarnya hanyalah ‗bungkus‘ yang belum menampakkan ‗isi‘. Ketidakmampuan BK di
DAFTAR RUJUKAN
sekolah membuktikan unjuk kerja yang
Connecticut Comprehensive School Counseling Program. 2000. (Online), (http://csca.org), diakses 15 September 2015. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rambu-Rambu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK. Erford, B.T 2004. Professional School Counseling A Handbook of Theories, Programs & Practices. Austin: CAPS Press. Gysbers, N.C &Henderson, P. 2007. Comprehensive Guidance Programs That Work II. Alexandria: ACA.
berkualitas
dan
ketidak
percayaan
administrator dan seluruh staff kependidikan di sekolah. Diperlukan bimbingan dan konseling komperhensif untuk menunjukkan unjuk kerja konselor sekolah yang utuh dan mampu
menghantarkan
perkembangan
diri
siswa
menuju
optimum
dengan
melaksanakan perencanaan program yang sesuai
kebutuhan
siswa,
implementasi
program dengan melibatkan seluruh siswa,
Santoadi, F. 2007. Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas (SMA) Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma (Prodi BK USD) di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006.Widya Dharma, Vol. 17, No. 2, April 2007. 149-175.
stake holder sekolah, dan orang tua, bukan hanya sebagai sasaran tetapi juga sebagai pelaksana
program
bimbingan
dan
konseling, dan evaluasi program sebagai wujud
akuntabilitas
konseling
membantu
bimbingan siswa
dan
mencapai
perkembangan optimal. ABKIN sebagai organisasi profesi diharapkan merangkul pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kabupaten/kota untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang pelaksanaan
bimbingan
konseling
komprehensifABKIN merangkul pemerintah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
224
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KESELARASAN KURIKULUM SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN KEBUTUHAN DU/DI Nurmalita Kurnia Dewi, Muladi, Isnandar, Riana Nurmalasari Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No 5 Malang [email protected] Abstrak: Fakta yang ada saat ini banyak lulusan SMK yang tidak terserap kerja karena kompetensi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan kebutuhan pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di daerah setempat. Banyaknya siswa yang menganggur dimungkinkan disebabkan tidak relevan antara kompetensi siswa SMK dengan kebutuhan industri. Hal lain disebabkan banyak dalam pembuatan kurikulum yang dibuat pada tahun sebelumnya dipakai secara terus menerus tanpa komunikasi dengan dunia industri, dan tanpa mengalami perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan kemajuan industri. Hal itu menunjukkan bahwa diperlukan proses pengelolaan pada jenjang SMK yang dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Perlu adanya sinkronisasi segera antara sistem pendidikan, dan ketenagakerjaan nasional. Kata Kunci: Kurikulum, Kebutuhan DU/DI. Abstract: Nowadays there is fact that a lot of SMK graduates not absorbed to work because the competence of the student are not in accordance with the companies need that are in local area. The number of students who are unemployed is made possible due to irrelevant between SMK students competence with the industry need. Other things caused is curriculum that was created in the previous year are used continuously without communication with industry, and without changing the curriculum tailored to industry progress. It shows that the required management processes at the level of our SMK can provide solutions in solving the problem of unemployment. Need for synchronization immediately between the education system, and national employment.
mutu kegiatan belajar mengajarnya juga
Pendahuluan Sekolah (SMK) untuk yang
Menengah
bertujuan
menyiapkan
melanjutkan kejenjang lebih
tinggi
dan
baik, input siswa,
Kejuruan
tenaga
lulusan
kependidikan,
pengelolaan
pendidikan
kompetensi pendidik,
dana,
sarana
prasarana,
manajemen,
dan
lingkungan memadai. Akan tetapi dari
memiliki
keunggulan kompetensi untuk memasuki
berbagai
lapangan pekerjaan tingkat menengah di
mempunyai kedudukan yang sangat strategis
Dunia
(UU
dalam seluruh proses pendidikan. artinya
Th. 2003). Mutu
kurikulum merupakan ciri utama pendidikan
lulusan smk dipengaruhi oleh mutu kegiatan
di sekolah. Kurikulum mengarahkan segala
belajar mengajar, sedangkan mutu kegiatan
bentuk
belajar mengajar ditentukan oleh berbagai
tercapainya tujuan pendidikan. Mengingat
faktor, antara lain input peserta didik,
pentingnya peranan kurikulum di dalam
kurikulum,
Usaha/Industri
SISDIKNAS
No.20
(DU/DI)
faktor
aktivitas
tersebut,
kurikulum
pendidikan
demi
pendidik
dan
tenaga
pendidikan penyusunan kurikulum tidak
sarana
prasarana,
dana,
dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan
manajemen, dan lingkungan, yang saling
kurikulum membutuhkan landasan-landasan
terkait datu sama lain. Apabila mutu
yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil
lulusannya baik, dapat diprediksi bahwa
pemikiran dan penelitian yang mendalam.
kependidikan,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
225
ISSN 2502-8723
Kurikulum
mencerminkan
hal-hal
yang
tidaklah memenuhi persyaratan kemampuan
menjadi kebutuhan masyarakat atau pemakai
teknis maupun non-teknis.
keluaran sekolah, maka perlu ada kerja sama
antara
pihak
Fakta yang ada saat ini banyak
pendidikan dengan
lulusan SMK yang tidak terserap kerja
pihak luar pendidikan yang dalam hal ini
karena
pelaku
pembenahan
pasar di perusahaan-perusahaan yang ada di
kurikulum. Bidang Teknologi Informasi
daerah setempat. Hal itu menunjukkan
adalah bidang yang akhir-akhir ini semakin
bahwa diperlukan proses pengelolaan pada
berkembang dan semakin dibutuhkan oleh
jenjang SMK yang dapat memberikan solusi
pihak
dalam
industri
Industri
dalam
di
Indonesia.
Dengan
tidak
sesuai
dengan kebutuhan
menyelesaikan
masalah
meningkatnya kesadaran dari pihak Industri
pengangguran. Perlu adanya sinkronisasi
akan
segera
pentingnya
sistem
informasi
antara
sistem
pendidikan,
dan
perusahaan, maka secara berkesinambungan
ketenagakerjaan nasional. Hal tersebut perlu
semakin
dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi
banyak
perusahaan
yang
melaksanakan investasi di bidang Teknologi
permasalahan terkait
Informasi
dunia kerja.
bagi
proses
bisnis
di
lulusan
SMK
dan
perusahaannya. Contohnya perkembangan
Menurut Jatmoko (2013) banyaknya
industri Software di Indonesia khususnya
siswa yang tidak dapat langsung bekerja atau
sangatlah strategis, karena terkait dengan
menganggur
sektor
juga
sesuainya kompetensi siswa SMK dengan
memberikan dampak yang luas terhadap
kebutuhan industri. Hal lain disebabkan
perluasan kesempatan kerja sebagai dampak
banyak dalam pembuatan kurikulum yang
dari
dibuat pada tahun sebelumnya dipakai secara
ekonomi,
dan
peningkatan
teknologi
selain
atau
informasi
itu
pengembangan
sendiri.
Selain itu
disebabkan
terus menerus tanpa
dari
kurang
konsolidasi dengan
dampak sampingan lainnya perkembangan
DU/DI, dan tanpa mengalami
ini telah meningkatkan peluang investasi dan
kurikulum
penyerapan tenaga kerja di bidang teknologi
kemajuan industri.
yang
perubahan
disesuaikan
dengan
informasi. Selain itu pula perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
PERMASALAHAN
serta penerapannya di berbagai bidang, telah
LAPANGAN
membuka peluang kerja cukup besar bagi
SMK
NYATA
sebagai
DI
pencetak
profesional di bidang tersebut. Mereka dapat
terampil
tingkat
bekerja di perusahaan, instansi pemerintah,
beberapa
kelemahan
maupun
Walaupun
tuntutan dunia usaha dan dunia insdustri
peluang kerja di bidang teknologi informasi
dengan perkembangan teknologi yang begitu
ini masih cukup tinggi karena tingginya
pesat, sehingga SMK sulit untuk bisa
kebutuhan dari industri, ternyata masih
mengimbangi
perkembangan
terdapat
Oleh
itu,
dunia
pendidikan.
masalah
bahwa
seringkali
kompetensi tenaga kerja yang tersedia
dalam
SMK
memiliki memenuhi
tersebut. mengalami
keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan pasar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
karena
menengah,
tenaga
226
sesuai
dengan
keahlian
yang
ISSN 2502-8723
dibutuhkan. Permasalahan nyata yang saat
•
Pemrograman J2ME
ini adalah tidak selarasnya kurikulum yang
•
Mac OS
ada di SMK dengan kebutuhan Du/Di. Hasil
•
Pemrograman Delphi
Penelitian dari Tim Penyelarasan Pendidikan
•
Corel
Dengan Dunia Kerja DU/DImerasa belum
•
Cobol
puas terhadap kesesuaian kurikulum SMK
•
Pascal
dengan
•
Setup & Instalasi Jaringan Komputer
perkembangan
industri
(Simanungkalit, 2013). Dilihat dari kebutuhan DU/DIUntuk lulusan RPL Kelompok jabatan Engineer,
Kelompok Jabatan Technical
Software
Support: Staf Pusat Data dan Informasi,
Programmer keahlian keras
Teknisi kebutuhan ketrampilan keras (Hard
(Hard Skill) yang dibutuhkan:
Skill):
•
Pemrograman Java
•
Windows
•
Perancangan Database
•
Database SQL
•
Linux
•
Database Oracle
•
Pemrograman PHP
•
Pemrograman Java
•
Database MY SQL
•
Administrasi Database
•
Penguasaan Algoritma
•
Perancangan Database
•
Design Interface
•
Linux
•
Database SQL
•
Database MY SQL
•
Database Oracle
•
Administrasi Jaringan Komputer
•
Perancangan Sistem Informasi
•
Troubleshooting Hardware
•
Dokumentasi Sistem Informasi
•
Penguasaan Algoritma
•
Aplikasi Microsoft
•
Pemrograman VB
•
Administrasi Database
•
Pemrograman .NET
•
Pemrograman .NET
•
Pemrograman PHP
•
Manajemen Proyek
•
Aplikasi Microsoft
•
Pemrograman J2EE
•
Perbaikan Hardware
•
Adobe
•
Perancangan Jaringan Komputer
•
Troubleshooting Hardware
•
Perancangan Sistem Informasi
•
Pemrograman C++
•
Troubleshooting Jaringan Komputer
•
Flash
•
Pemrograman Delphi
•
Administrasi Jaringan Komputer
•
Flash
•
Troubleshooting Jaringan Komputer
•
Dokumentasi Sistem Informasi
•
Unix
•
Design Interface
•
Pemrograman VB
•
Unix
•
Perancangan Jaringan Komputer
•
Corel
•
Aplikasi Oracle
•
Mac OS
•
Manajemen Dasar
•
Pemrograman C++
•
Pemrograman C
•
Adobe
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
227
ISSN 2502-8723
•
Aplikasi SAP
(7) masih kurangnya pengetahuan tentang
•
Aplikasi Oracle
teknologi - teknologi terbaru dari dunia
•
Manajemen Dasar
Teknologi
•
Pascal
ketrampilan
•
Pemrograman C
mendokumentasikan.
•
Manajemen Proyek
•
Assembler
•
Pemrograman J2EE
Pengertian kurikulum sebagaimana
•
Pemrograman J2ME
tercantum dalam Undang-undang Republik
Informasi;
(8)
dalam
kurangnya
menulis
dan
KURIKULUM
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Dilihat dari kebutuhan DU/DIbanyak
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
kompetensi yang tidak diajarkan di sekolah,
bahwa,
seperti database oracle banyak digunakan di
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
perusahaan,
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
namun
di
sekolah
yang
diajarkan database mySQL. Kekurangan lulusan SMK TIK yang sudah
dipekerjaan
sekarang
dirangkum
"Seperangkat
rencana
pedoman
penyelenggaraan
pembelajaran
untuk
dan
kegiatan
mencapai
tujuan
pendidikan tertentu". Kurikulum adalah
dalam butir-butir berikut: (1) lulusan masih
seperangkat
kurang mampu menangkap requirement,
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
kurang
serta cara yang digunakan sebagai pedoman
mampu
dalam
sistem
rencana
informasi/design, kurang mampu dalam
penyelenggaraan
membaca
karakter
dan
kegiatan
pengaturan
pembelajaran
client
dan memilih
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
tepat,
dan
kurang
(BSNP, 2006:5).
memahami dunia bisnis seperti finance,
Menurut
pendekatan
yang
Hidayat
accounting; (2) kemampuan ketrampilan
kurikulum
keras (hard skills) masih harus ditambah,
memiliki komponen yang saling berkaitan
seperti
penggunaan
antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu
aplikasi dan hardware/network, maupun
komponen (1) tujuan; (2) isi/bahan ajar; (3)
kemampuan mendokumentasikan; (3) masih
strategi atau metode; (4) organisasi; (5)
kurang mampu berkomunikasi dengan team
evaluasi. Komponen tersebut, baik secara
(internal
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
pelatihan
maupun
sertifikasi
inter-department);
(4)
merupakan
(2013:51)
menjadi
aplikasi; (5) masih kurang ketrampilan lunak
mengembangkan sistem pembelajaran. Hasan
utama
sistem,
masih kurang dalam pengenalan software
seperti daya juang di bawah tekanan,
dasar
suatu
(2011)
dalam
upaya
mengelompokkan
kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi,
pengertian kurikulum ke dalam empat
bekerjasama,
dan
dimensi, yang saling berhubungan satu sama
semangat kerja, kreativitas serta kemampuan
lain, yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu
verbal; (6) masih kurang dalam sikap yaitu
ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu
antara lain dalam disiplin, tanggung jawab,
rencana tertulis, yang sebenarnya merupakan
integritas, inisiatif, ketekunan, dan motivasi;
suatu perwujudan dari kurikulum sebagai
ketahanan
mental
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
228
ISSN 2502-8723
suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu
proses (pengalaman dan aktivitas dalam
kegiatan/aktivitas, yang sering disebut pula
lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh
dengan istilah kurikulum sebagai suatu
pengalaman dan aktivitas tersebut pada
realita atau implementasi kurikulum, yang
peserta didik).
sebenarnya merupakan pelaksanaan dari
Berdasarkan diatas,
dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil, yang
kurikulum
merupakan
pendidikan dan pedoman penyelenggaraan
dari kurikulum
sebagai suatu kegiatan. Menurut
dapat
pendapat
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis;
konsekuensi
maka
beberapa
adalah
pendidikan
Widyastono
(2014)
seperangkat
yang
membelajarkan
diartikan
bahwa rencana
disiapkan
peserta
untuk
didik,
yang
kedudukan kurikulum dalam pendidikan
didalamnya terdapat tujuan, isi, dan bahan
adalah (1) seabagai construct yang dibangun
pelajaran guna mencapai tujuan pendidikan
untuk mentrasnfer apa yang sudah terjadi di
tertentu.
masa lalu kepada generasi berikutnya untuk
strategis dalam proses pendidikan karena
dilestarikan, diteruskan, atau dikembangkan;
berisi
(2) jawaban untuk menyelesaikan berbagai
menentukan ke mana peserta didik akan
masalah sosial yang berkenaan dengan
dibawa dan diarahkan.
pendidikan
;
(3)
untuk
Kedudukan
rumusan
kurikulum
tentang
sangat
tujuan
yang
membangun
kehidupan masa depan dimana kehidupan
PENGEMBANGAN KURIKULUM
masa lalu, masa sekarang, dan berbagau
Sejak Indonesia merdeka kurikulum
rencana pengembangan dan pembangunan
telah mengalamai beberapa kali perubahan
bangsa
untuk
secara berturut-turut yaitu pada tahun 1947,
mengembangkan kehidupan masa depan; (4)
tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004,
pembelajaran
tahun 2006 dan yang terbaru kurikulum
dijadikan
untuk
dasar
mencapai
tujuan
pendidikan tertentu.
2013.
Dinamika
tersebut
merupakan
Substansi dari pendidikan kejuruan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
harus menampilkan karakteristik pendidikan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
kejuruan yang tercermin dalam aspek-aspek
IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan
yang erat dengan perencanaan kurikulum,
bernegara.
yaitu kurikulum pendidikan kejuruan telah
seperangkat
berorientasi
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
pada proses dan hasil atau
lulusan. Namun
keberhasilan
Sebab rencana
kurikulum pendidikan
sebagai perlu
utama
tuntutan dan perubahan yang terjadi di
kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya
masyarakat. Kurikulum yang dipakai di
diukur
dengan
pendidikan
negara kita pada saat ini adalah Kurikulum
peserta
didik di sekolah saja, tetapi juga
2013(K-13) dan Kurikulum Tingkat Satuan
keberhasilan
dengan hasil prestasi kerja dalam dunia
Pendidikan (KTSP) namun
kerja.
dibahas kali ini mengenai K-13.
Finch
mengemukakan
&
Crunkilton
(1999:14)
bahwa
kurikulum
Sukmadinata
pendidikan kejuruan berorientasi terhadap FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mengelompokkan 229
yang akan
(2009) prinsip-prinsip ISSN 2502-8723
pengembangan kurikulum secara umum dan
permintaan
akan
khusus. Secara umum meliputi prinsip: (1)
pendidikan
di
relevansi; (2) fleksibilitas; (3) kontinuitas;
pendidikan
yang
(4) praktis (efisiensi); dan (5) efektivitas.
pelatihan perlu didisain sedemikian rupa
Khusus untuk SMK acuan untuk
sehingga
mengendalikan sisi
mampu
sistem
pasokan.
termasuk
Sistem
didalamnya
menjawab
kebutuhan
program produktif mengambil dari SKKNI
permintaan berdasarkan empat dimensi yang
(Standar
Kompetensi
Kerja
Nasional
sama. Sehingga perlu dilakukan deployment
Indonesia).
Dengan
demikian
sekolah
untuk merancang sistem pendidikan yang
seharusnya
boleh
mengembangkan
berkualitas baik dari sisi sarana prasarana,
kurikulum
sejauh
mengambil
SKKNI
pendidik
dan
sistem
pembelajarannya.
tersebut. Tetapi dengan adanya ketentuan
Ketiga aspek yang perlu di disain ulang
spektrum SMK dengan standar kompetensi
tersebut
yang
pendidikan pada pendidikan formal dan
harus diambil maka sebenarnya
dilakukan
menjadikan ketidak bebasan sekolah untuk
setiap
mengambil kompetensi apa yang akan
pendidikan lainnya.
diajarkan
kepada siswa. Pembenahan
kurikulum,
merupakan salah
harus
menjadi
perbaikan
fokus
lulusan
satu
jenis
Proses
pada
pelatihan
setiap
serta
penyelarasan
level
aktivitas
tidak
akan
yang
berjalan optimal tanpa adanya pihak yang
dalam rangka
berada di tengah sebagai mediasi atau
SMK.
Namun,
penyelaras. Pihak yang diharapkan menjadi
pembenahan ini harus juga melibatkan
penyelaras antara sisi pasokan dan sisi
semua unsur terkait sehingga hasilnya bisa
permintaan harus memiliki komitmen yang
signifikan. Salah satu upaya dalam hal
kuat untuk mengawal dan memfasilitasi
pengembangan
melalui
proses penyelarasan melalui optimasi peran
yang
dan fungsi masing‐masing. Penyelarasan
industri.
dilakukan melalui penyediaan kebijakan
Kompetensi keahlian inilah yang menjadi
yang mendukung, mekanisme dan prosedur
ujung tombak menciptakan link and match
sertifikasi
SMK dengan dunia kerja.
sertifikasi sesuai kebutuhan kompetensi
SMK
adalah
pengembangan program relevan
dengan
keahlian
kebutuhan
yang
mampu
menetapkan
dunia kerja, program‐program sinergi lintas KERANGKA KERJA PENYELARASAN Penyelarasan
pendidikan
kementerian dan institusi, serta konsistensi
dengan
dalam menjaga proses penyelarasan ini.
dunia kerja dilakukan dengan menyesuaikan
Pada bulan Mei 2010 Direktur
pola pendidikan dengan permintaan dari
Akademik, Ditjen Dikti dan Kemendiknas
dunia
akan
menyusun Kerangka Kualifikasi Nasional
bervariasi berdasarkan sektor bidang kerja
Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI,
(industri barang dan jasa) pada beberapa
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi
sektor lapangan kerja. Disamping itu, juga
kompetensi yang dapat menyandingkan,
perlu
kondisi
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara
berdasarkan empat dimensi yaitu kualitas,
bidang pendidikan dan bidang pelatihan
kuantitas,
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
kerja.
Kondisi
didasarkan
lokasi
permintaan
pada
dan
peta
waktu.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Kondisi 230
ISSN 2502-8723
pemberian pengakuan kompetensi kerja
KESIMPULAN DAN SARAN
sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
Kesimpulan
sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkatan
Kurikulum
merupakan
perangkat
pencapaian kualifikasi kompetensi yang
pendidikan yang dinamis, oleh karena itu
disepakati
disusun
kurikulum juga harus peka dan sekaligus
berdasarkan ukuran capaian pembelajaran
mampu merespon beragam perubahan dan
(learning outcomes) Capaian pembelajaran
beragam
adalah hasil dari proses belajar melalui
menginginkan adanya peningkatan kualitas
pendidikan formal, nonformal, informal,
pendidikan.
secara
nasional,
pelatihan atau pengalaman kerja.
tuntutan
Pendidikan
KKNI merupakan perwujudan mutu
sendiri
tanpa
stakeholders
tidak
adanya
dapat
yang
berdiri
keterkaitan
dan
dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan
kesesuainnya dengan
sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan
yang ada di sekolah saat ini tidak sesuai
kerja nasional
sistem pengakuan
dengan kebutuhan DU/DI, dengan begitu
kompetensi nasional yang dimiliki negara
kurikulum yang ada di SMK perlu dikaji
kesatuan Republik Indonesia.
ulang mengapa banyak siswa yang gagal saat
serta
DU/DI. Kurikulum
tes saringan masuk kerja. SKKNI dan KKNI yang
KURIKULUM YANG IDEAL Kurikulum yang ideal seharusnya: (1)
Berorientasi
potensi
pada
siswa;
perubahan
(2)
kebutuhan
Fleksibel
tuntutan
dunia
bagian
dari
pijakan
kurikulum harus ditinjau ulang.
pada
Saran
terhadap
Dalam perancangan kurikulum harus
(3)
benar-benar matang, tidak boleh dipaksakan
Melibatkan berbagai nara sumber secara
pelaksanaannya apabila belum benar-benar
terbuka; (4) Berkesinambungan antar jenjang
siap diterapkan, agar tidak terjadi masalah
pendidikan;
untuk
lain. Guru sebagai pelaksana akan lebih baik
dilaksanakan; (6) Futuristik atau berorientasi
menggunakan software atau program yang
ke masa depan; (7) Seimbang antara
terbaru (up to date).
(5)
kepentingan
kerja;
merupakan
Realistik
nasional
dan
kepentingan
SMK
daerah.
dapat
diarahkan
mengangkat keunggulan
lokal
untuk sebagai
modal daya saing bangsa. Kurikulum SMK sangat memungkinkan untuk
SOLUSI solusi
masalah
pengembangan DU/DIharus
yaitu:
(1)
kurikulum
dilibatkan;
(2)
SMK
Dalam
dikembangkan
pihak
sesuai
dengan
potensi
wilayah dan lapangan kerja. Pengembangan
Pemerintah
Kurikulum
SMK
berbasis
kompetensi
membuat payung hukum hubungan SMK
menjadi salah satu media untuk menyiapkan
dengan Du/Di; (3) Dalam pengembangan
lulusan yang mampu berkompetensi dalam
kurikulum harus berorientasi masa depan
pusaran persaingan ketat dunia kerja.
dan sesuai perkembangan jaman; (4) Adanya
Dalam konteks hubungan dengan
pengembangan kurikulum berbasis sekolah
industri,
dan industri.
pendidikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
231
komitmen
untuk
kejuruan
peningkatan
perlu
segera
ISSN 2502-8723
diimplementasikan, dengan mengatur pajak atau intensif lainnya bagi industri yang berkontribusi untuk memajukan pendidikan kejutruan.
DAFTAR RUJUKAN Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Finch, C.R., & Crunkilton, J.R. (1999). Curriculum Development in ] Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Sidney: Allyn and Bacon. Jatmoko, D. (2013). Relevansi Kurikulum SMK Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Terhadap Kebutuhan Dunia Industri Di Kabupaten Slema. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 3, Nomor 1, Februari 2013. Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013. Simanungkalit, L, N. (2013). Participation in the World Bussiness and Industry Expertise on Improving Student of SMKN 6 Bandung. 2nd International Seminar on Quality and Affordable Education (ISQAE), 443-447. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika. Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013. Jakarta:Bumi Aksara.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
232
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PROFIL KETERIKATAN AKADEMIK (ACADEMIC ENGAGEMENT) SISWA SMP DAN MTs YANG BERPRESTASI TINGGI (HIGH-ACHIEVER) Sri Panca Setyawati Universitas Nusantara PGRI Kediri sripancas @yahoo.co.id
ABSTRACT: This research was grounded by the inappropriateness between students‘ academic potential and their academic achievement. In some cases, it had been found that there were many gifted and talented students but they were underachiever. On the other hand, ordinary or average potential students but they were high-achiever students. This condition shows that high academic-achievement was not dominated by cognitive factor as among people believed. There were other factors that can give contribution on high academic-achievement but it is mostly neglected by school counselor and teacher, namely non-cognitive factor, especially academic engagement. The research purpose was: to describe the academic engagement profile of high achiever students, so the research was the descriptive research. Sample of this research was 250 high-achiever (class ranking of 1-10) who got the potential academic test score < 120. The result of this research shows that the academic engagement of the high-achiever was good. There was indicator had to be keep up the good work, that is a cognitive aspect.
Key words: non-cognitive factor,academic enngagement, high-achiever daya saing dan daya sanding yang tinggi
Pendahuluan Hasil estimasi BPS sampai Agustus
yakni yang memiliki karakteristik cerdas,
2015 menggambarkan bahwa struktur tenaga
inovatif, kreatif, jujur, disiplin, santun,
kerja di Indonesia masih didominasi oleh
percaya diri, mandiri, bertaqwa, demokratis,
pekerja dengan tingkat pendidikan Sekolah
dan lain-lain (Suyanto, 2015). Pelayanan bimbingan dan konseling
Dasar (47,07%) dan jumlah terendah adalah dan
dalam dunia pendidikan merupakan bagian
adalah
terintegrasi dari program pendidikan dan
lulusan SMP dan SMA/SMK. Data yang
implementasi kurikulum. Sebagai bagian
menggambarkan banyaknya low skill labor
terintegrasi dari program pendidikan pada
tersebut,
satuan
pekerja
lulusan
universitas
diploma
(7,12%),
sedikit
(2,58%)
selebihnya
banyak
menyiratkan
pendidikan
(sekolah),
pelayanan
ketidaksiapan Indonesia dalam pasar bebas
bimbingan dan konseling merupakan usaha
tenaga
membantu
kerja
di
Asia
Tenggara
saat
siswa
pengembangan
diberlakukannya MEA nanti.
potensi
dalam
rangka
mereka
secara
optimal. Pelayanan ini merupakan pelayanan
Kondisi tersebut menuntut perhatian khusus dari semua sektor, terutama sektor
unggul
pendidikan yang menempati garda terdepan
kelemahan dan hambatan serta masalah yang
upaya pembangunan sumber daya manusia
dihadapi siswa dalam proses perkembangan
(SDM).
menjadi
diri pribadi secara optimal baik dalam
momentum yang baik untuk melakukan
bidang pendidikan maupun kehidupan pada
perbaikan pada sektor pendidikan agar
umumnya.
mampu menghasilkan SDM yang memiliki
dimaksudkan itu merupakan jaminan bagi
Pemberlakuan
MEA
yang
membantu
Pelayanan
mengatasi
unggul
yang
diraihnya mutu yang tinggi bagi upaya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
233
ISSN 2502-8723
pendidikan
(ABKIN,
ini
dalam mencapai prestasi akademik tidak
menunjukkan pentingnya peran konselor
hanya ditentukan oleh potensi akademik
sekolah dan guru bimbingan dan konseling
yang dimiliki, artinya potensi akademik yang
dalam upaya mencapai tujuan pendidikan,
tinggi tidak menjamin siswa akan menjadi
sekaligus merupakan tantangan bagi profesi
siswa berprestasi tinggi (high-achiever).
bimbingan
dan
2013).
Hal
konseling
untuk
mewujudkannya.
Perhatian guru yang kurang terhadap
Dalam upaya mengembangkan SDM
faktor non-kognitif siswa tampak pada saat
yang unggul sebagaimana digambarkan oleh
dilakukannya tindak pembelajaran. Selama
Suyanto (2015) melalui sektor pendidikan,
proses pembelajaran, tindakan guru lebih
tidak
dan
dominan dan berfokus pada menjelaskan
mengembangkan faktor kognitif peserta
materi, menyajikan materi sampai tuntas,
didik, tetapi sangat penting juga untuk
dan penguasaan materi oleh siswa sesuai
mengetahui dan mengembangkan faktor
dengan target pencapaian kurikulum. Guru
nonkognitif mereka. Sebagaimana simpulan
hanya
dari hasil penelitian Ackerman & Heggestad
instructional
(1997) dan O‘Connor & Paunonen (2007)
memperhatikan
yang
kemampuan
Berkembangnya faktor non-kognitif lebih
determinan
banyak melalui aktivitas yang berorientasi
cukup
hanya
menyatakan
kognitif
adalah
mengetahui
bahwa
salah
satu
penting dari pencapaian prestasi akademik, dan
seharusnya
para
berorientasi
pada
effect
tercapainya
dan
kurang
nurturant
effect.
pada nurturant effect.
peneliti
Konselor disisi lain juga kurang
mengidentifikasi prediktor non-kognitif dari
memberikan perhatian pada faktor non-
kinerja akademik, termasuk variabel terkait
kognitif siswa. Faktor non-kognitif siswa
dengan disposisi kepribadian. Kemampuan
merupakan fokus utama garapan konselor.
kognitif berarti bukan satu-satunya penentu
Fokus
pencapaian prestasi akademik dan perlu
konseling adalah membantu peserta didik
mempertimbangkan
non-
agar memperoleh kompetensi-kompetensi
kognitif. Salah satunya adalah keterikatan
untuk mengembangkan mutu kehidupannya
siswa pada sekolah (Darmayana, 2009).
sesuai dengan tahap perkembangannya yang
peran
faktor
Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas
utama
mencakup:
(2004)
garapan
bimbingan
dan
kompetensi akademik, sosial
pribadi, dan karir.
menyimpulkan bahwa banyak anak dengan
Konselor memiliki peran yang sangat
kecerdasan dan bakat istimewa dalam bidang
strategis dalam membantu siswa mencapai
akademik
perkembangan
mengalami
prestasi
kurang.
yang
optimal,
termasuk
Kondisi yang sama ditemukan juga dalam
perkembangan faktor nonkognitif. Dalam
penelitian Hoffman dkk. (1985) dan Heacox
kenyataannya, peran konselor sering tidak
(1991), yang menyatakan bahwa sebanyak
sesuai dengan yang seharusnya. Banyak
50% anak-anak gifted berprestasi rendah
konselor
(underachiever).
tersebut
pekerjaan administratif (clerical) (ASCA,
menunjukkan bahwa keberhasilan siswa
2003). Konselor dalam praktiknya lebih
Penjelasan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
234
yang
hanya
berperan
dalam
ISSN 2502-8723
banyak mengurus siswa yang melanggar
school (Klenn & Connel, 2004; Christenson
peraturan sekolah, atau menggantikan guru
& Anderson, 2002), dan participation
yang
kurang
identification (Finn, 1989; 1993). Khusus
melakukan layanan untuk mengembangkan
istilah yang digunakan oleh Finn, meskipun
faktor non-kognitif yang dimiliki siswa.
tidak diberi label ―engagement‖, teori ini
tidak
hadir.
Konselor
Hsin & Xie (2012) menjelaskan bahwa
ada
tiga
kategori
sebenarnya merupakan inti dari berbagai
mekanisme
konseptualisasi
penyebab dari hasil belajar, yaitu: pengaruh
tentang
engagement
(Appleton dkk., 2008).
langsung, pengaruh tidak langsung melalui
Keterikatan
akademik
(academic
keterampilan kognitif (cognitive skills) atau
engagement) adalah investasi psikologis
―hard skills‖ yang diukur dengan skor tes,
siswa serta usaha siswa yang terarah pada
dan
belajar,
pengaruh
tidak
langsung
melalui
memahami,
atau
mencapai
keterampilan non- kognitif (non-cognitive
pengetahuan, keterampilan, atau hasil karya
skills) atau ciri kepribadian (personality
tertentu yang merupakan tugas akademik
traits) yang mencakup kawasan ―soft skills‖,
dan diharapkan terus meningkat (Newman
seperti motivasi, keterampilan sosial, dan
dkk., 1992:12). Marks (2000) menjelaskan
kebiasaan kerja.
bahwa academic engagement adalah proses
Berdasarkan pada berbagai pendapat
psikologis, khususnya, perhatian, interes,
dan penjelasan ahli tersebut diatas, dapat
dan investasi serta usaha siswa untuk
disimpulkan bahwa salah satu faktor penting
dicurahkannya dalam aktivitas belajar.
yang
dapat
mempengaruhi
pencapaian
Berdasar hasil analisis meta-kognisi
prestasi akademik oleh siswa adalah faktor
oleh
non-kognitif. Faktor non-kognitif adalah hal-
keterikatan akademik disimpulkan bahwa
hal yang tidak terkait secara langsung
konstruk keterikatan akademik merupakan
dengan kemampuan intelektual,
konstruk multidimensional yang terdiri atas
potensi
Fredricks
komponen
dkk.
yang
(2004)
bersifat
tentang
akademik, atau pun proses kognitif siswa.
tiga
saling
Yang termasuk faktor non-kognitif adalah
berhubungan secara dinamis dan bukan
karakteristik/ciri khas individu dan perilaku
merupakan proses yang terpisah, meliputi:
siswa yang lebih khusus yaitu keterikatan
emosi (emotional),perilaku (behavioral), dan
akademik.
kognisi (cognitive). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Finn (1993) dan
KETERIKATAN
Jimerson dkk. (2003).
AKADEMIK
Keterikatan emosi merepresentasikan
(ACADEMIC ENGAGEMENT) Academic engagement sering disebut
reaksi afeksi siswa dan identifikasi diri siswa
dengan istilah school engagement (Fredricks
dengan sekolah (Skinner & Belmont, 1993).
dkk., 2004; Jimerson dkk., 2003), student
Keterikatan emosi mengimplikasikan suatu
engagement in academic work (Chapman,
pandangan rasa kepemilikan (rasa memiliki
2003; Mintz dalam Appleton dkk., 2008),
dan dimiliki oleh dan terhadap sekolah) dan
student engagement in academic work
penerimaan terhadap tujuan sekolah, serta
(Marks, 2000), student engagement in/with
nilai-nilai tentang sekolah yang dimiliki.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
235
ISSN 2502-8723
seperti: reaksi afektif dalam kelas, sikap
berkeinginan untuk mencapai yang melebihi
terhadap
dari
sekolah
mengidentifikasi perasaan
maupun
diri
memiliki
dengan dan
guru, sekolah,
dimiliki,
yang
disyaratkan,
dan
bersedia
menghadapi tantangan, seperti: keluwesan
dan
dalam menyelesaikan masalah, bersedia
mengapresiasi keberhasilan di sekolah.
untuk bekerja keras, investasi dalam belajar
Keterikatan perilaku merujuk pada
lebih dari sekedar perilaku nyata, memilih
tindakan dan praktik siswa yang mengarah
strategi belajar yang tepat, dan berkeinginan
pada
untuk menyelesaikan tugas.
sekolah
dan
belajar.
Keterikatan
perilaku ditunjukkan oleh tanda positif
Berdasarkan
uraian
di
atas,
seperti pemenuhan prosedur sekolah maupun
keterikatan akademik yang dimaksud dalam
kelas, mengambil inisiatif di kelas, terlibat
penelitian ini adalah investasi psikologis
dalam kegiatan sekolah, serta ambil bagian
siswa yang diwujudkan dalam bentuk tingkat
dalam tata kelola sekolah. Partisipasi siswa
partisipasi dan ketertarikan yang ditunjukkan
di sekolah mulai dari kegiatan ekstra
siswa di sekolah serta usaha siswa yang
kurikuler sampai
terarah
dengan
kehadiran di
pada
aktivitas
belajar
sekolah, juga keterlibatan dalam tugas-tugas
menghasilkan
belajar dan akademik dan merupakan sebuah
merupakan
kontinum dari partisipasi yang berkembang
keterikatan akademik siswa dapat diketahui
(Finn, 1993; Fullarton, 2002; Fredricks dkk.,
dengan menggunakan alat ukur yang berupa
2004).
merupakan
skala yang dikembangkan berdasar konstruk
konsistensi perilaku yang menggambarkan:
keterikatan akademik dari Finn (1993),
usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian,
yaitu:
mengajukan pertanyaan, berkontribusi dalam
engagement),
diskusi kelas, mengikuti peraturan, belajar,
(behavioral engagement) dan keterikatan
menyelesaikan
kognitif (cognitive engagagement).
Keterikatan
perilaku
pekerjaan
rumah,
dan
berpartisipasi dalam aktivitas sekolah, tidak
tinggi)
Keterikatan kognitif merujuk pada
dalam
belajar
pendekatan
(Fredricks
keterikatan
Tingkat
emosi
(emotional
keterikatan
perilaku
merujuk
pada
siswa
yang
memperoleh nilai yang tinggi atau peringkat
strategis
dkk.,
akademik.
yang
High Achiever (siswa berprestasi
tidak berbuat keonaran.
dan
tugas
tertentu
SISWA BERPRESTASI TINGGI
mengganggu, tidak lari dari sekolah dan
self-regulated
karya
maupun
yang bagus. Kriteria siswa berprestasi tinggi
2004).
dalam
penelitian
ini
didasarkan
pada
Keyakinan bahwa sekolah adalah ‗untukku‘,
pendapat The College Board (1999) yaitu
dan keterlibatan serta investasinya dalam
siswa yang menduduki peringkat 25%
belajar maupun dalam komunitas sekolah
teratas dalam rombongan belajarnya. Dalam
(Munns,
kognitif
penelitian ini yang dimaksud dengan siswa
merupakan faktor yang berkaitan dengan
yang menduduki 25% teratas adalah siswa
belajar, berpikir, usaha dan strategi yang
yang menduduki rangking 1-10 di kelas.
2005).
digunakan dalam
Keterikatan
penyelesaian masalah
terkait dengan belajar. Hal ini mencakup investasi
psikologis
dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
belajar, 236
ISSN 2502-8723
10-11 item. Pengukuran setiap indikator
TUJUAN PENELITIAN Penelitian
ini
bertujuan
menggunakan skala Likert yang bernilai 1–5.
mendeskripsikan profil keterikatan akademik
Statistik
(academic engagement) siswa SMP/MTs
jawaban responden dijelaskan pada Tabel 1.
yang berprestasi tinggi (high achiever).
Tabel
METODE
Akademik
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian
deskriptif.
Populasi
dalam
penelitian ini adalah siswa SMP dan MTs yang berada dalam posisi 25% kelompok atas di kelas. Populasi sasaran adalah siswa
deskriptif
1.
dari
nilai
rata-rata
Deskripsi Keterikatan
Std. Butir Deviasi
Ratarata / Butir
Dimensi dan Indikator
Minl
Maks
Ratarata
Y1.Keterikata n Akademik
92
158
137.03
12.37
32
4.28
Y11.Perilaku
31
55
47.00
4.84
11
4.27
Y12.Emosi
28
55
46.35
4.88
11
4.21
Y13.Kognitif
12
50
43.68
4.758
10
4.37
dari SMP dan MTs yang menyelenggarakan
Deskripsi untuk ketiga indikator
ujian masuk dalam penerimaan siswa baru.
terhadap variabel keterikatan akademik,
Jumlah populasi adalah 1500 siswa.
indikator emosi memiliki nilai rata-rata dalam
dibawah rata-rata keterikatan akademik yaitu
potensi
4,21. Sedangkan indikator perilaku dan
akademik rata-rata (bukan merupakan siswa
kognitif mempunyai rata-rata lebih tinggi
cerdas) yang ditunjukkan dengan skor < 120,
dari rata-rata keterikatan akademik yaitu
b) berada dalam 25% kelompok atas di kelas
4,27 dan 4,36. Paparan ini menerangkan
dan menduduki rangking 1-10 di kelas.
bahwa keterikatan akademik siswa yang
Potensi akademik siswa diukur dengan
masih lemah berada pada indikator emosi,
menggunakan 2 macam tes psikologis yaitu:
sedangkan indikator perilaku dan kognitif
DAT (Differential Aptitude Test) dan FACT
lebih baik. Secara keseluruhan, nilai rata-rata
(Flanagan Aptitude Classification Test).
baik
Pengambilan sampel dilakukan secara acak
memberikan gambaran bahwa secara umum
dengan
random
para siswa telah mempunyai keterikatan
sampling. Sampel yang digunakan sebanyak
akademik yang baik. Distribusi data rata-
250 siswa (59,8 %).
rata keterikatan akademik akan dijelaskan
Karakteristik penelitian adalah:
tehnik
sampel a)
quota
memiliki
simple
pada
variabel
dan
indikator
pada Gambar 1 berikut.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan inventori. Inventori dengan selfrepport digunakan untuk menggali data karakter yang mencakup 4 dimensi dengan 8 indikator dengan masing-masing indikator terukur terdiri atas 5-9 item. Pengukuran setiap indikator menggunakan skala Likert yang bernilai 1-5. TEMUAN DAN DISKUSI Deskripsi
variabel
keterikatan Gambar 1. Histogram Skor
akademik mencakup 3 indikator dengan masing-masing indikator terukur terdiri atas FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Keterikatan Akademik 237
ISSN 2502-8723
Paparan yang berhubungan dengan
siswa, sehingga upaya peningkatan pada sisi
hasil analisis deskriptif meliputi dua harga
ini tergolong berlebihan. Sebaliknya apabila
statistik yaitu: nilai rata-rata dan loading
indikator dengan loading factor rendah dan
factor dari outer model. Nilai rata-rata akan
memiliki nilai rata-rata yang relatif rendah,
memberikan gambaran umum terhadap hasil
maka
penilaian responden pada setiap indikator.
―prioritas rendah‖ atau ―low priority‖,
Rata-rata
karena bukan menjadi indikator utama pada
dengan
mendeskripsikan
nilai adanya
lebih
dari
3
kecenderungan
suatu
indikator
ini
konstruk
akan
maka
dinamakan
rendahnya
hasil
positif. Loading factor, berfungsi untuk
penilaian secara empiris tidak menjadi suatu
menjelaskan tingkat hubungan indikator
masalah
dengan konstruk latennya.
hubungan
Penajaman deskriptif
hasil
diuraikan
analisis
secara
berdasarkan
bagi
siswa.
kedua
Interpretasi
statistik
ini
dari akan
digambarkan melalui grafik kuadran pada
pola
masing-masing konstruk laten.
hubungan indikator dengan loading factor
Keterikatan akademik siswa terukur
dengan nilai rata-rata yang diperoleh dari
dari dari 3 indikator. Besaran loading factor
jawaban
indikator
menerangkan tingkat hubungan indikator
dengan loading factor tinggi dan memiliki
tersebut dengan konstruk laten. Semakin
nilai rata-rata yang relatif tinggi, maka
tinggi nilai loading factor, berarti semakin
indikator
terus
kuat daya ukur indikator tersebut bagi
―dipertahankan‖ atau ―keep up the good
variabel latennya. Hasil analisis pada model
work‖. Sebaliknya apabila indikator dengan
pengukuran, nilai loading factor yang relatif
loading factor tinggi ternyata memiliki nilai
tinggi
rata-rata yang relatif rendah, maka indikator
lainnya, yaitu kognitif.
ini akan menjadi ―prioritas utama‖ atau
Tabel 2. Loading Factor dan Nilai Rata-
responden.
ini
―concentrate
Apabila
patut
here‖
untuk
untuk
dilakukan
dibandingkan
dengan
indikator
rata pada Keterikatan Akademik
pembenahan dan perbaikan. Label
Loading factor rendah dimaknai
Loading
Rata-rata
Keterangan
Y11.Perilaku
0.74
4.27
Prioritas rendah
bahwa tingkat hubungan antara indikator
Y12.Emosi
0.74
4.21
Prioritas rendah
dengan konstruk latennya adalah lemah
Y13.Kognitif
0.84 *
4.37*
Pertahankan
Nilai tengah
0.77
4.28
artinya indikator ini tidak cukup kuat untuk
Keterangan : * = nilai lebih besar dari nilai tengah
bisa menjelaskan konstruk laten. Indikator dengan memiliki
loading nilai
factor
rendah
tetapi
rata-rata
tinggi,
berarti
Pada bagian lain, yaitu nilai rata-rata jawaban
akan
memberikan
gambaran secara relatif posisi saat ini dari
indikator ini sebenarnya hal yang tidak
ketiga indikator. Terdapat satu indikator
banyak menerangkan suatu konstruk laten,
dengan
tetapi mendapatkan penilaian yang baik pada
nilai
rata-rata
relatif
tinggi
dibandingkan dengan dua indikator lainnya,
sebagian besar siswa. Indikator ini adalah
yaitu kognitif. Secara grafis hubungan
―berlebihan‖ atau ―overskill‖, hal ini bisa
loading faktor dan nilai rata-rata dijelaskan
dimaknai bahwa pada persoalan ini telah
pada Gambar 2.
berjalan baik dan dijumpai secara merata di FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
responden,
238
ISSN 2502-8723
akademik siswa yang masih lemah berada pada dimensi emosi dan perilaku, sedangkan dimensi kognitif lebih baik. Berdasar hasil analisis pada model pengukuran,
diantara
3
dimensi
yang
membangun konstruk keterikatan akademik (perilaku, emosi, dan kognitif), ditemukan bahwa dimensi kognitif memiliki nilai loading
factor
yang
dibandingkan dengan
memiliki hubungan yang kuat terhadap konstruk
didasarkan pada hasil analisis terhadap pola
Indikator ini bisa dimaknai bahwa sebagian
hubungan antara loading factor dengan nilai
besar siswa sudah mempunyai pendekatan
rata-rata yang diperoleh siswa, apakah
akademik yang baik dari aspek kognitif dan
sebuah dimensi memiliki loading factor
indikator ini juga mempunyai kontribusi
tinggi dan nilai rata-rata tinggi, loading
mengukur
factor tinggi tetapi nilai rata-rata rendah,
keterikatan akademik. Dalam pembahasan
memiliki loading factor rendah tetapi nilai
akan dipaparkan hal-hal apa saja yang sudah
rata-rata tinggi atau suatu dimensi memiliki
dilakukan oleh sekolah, sehingga indikator
loading factor rendah dan nilai rata-rata
penting dalam keterikatan akademik bisa
rendah juga.
terbentuk dengan baik di kalangan siswa.
1) Dimensi
Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
loading
perilaku adalah dimensi yang tidak memiliki
kategori baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
daya ukur yang cukup kuat terhadap
rata-rata yang relatif baik pada variabel dan
keterikatan akademik. Selain itu, pada
dimensi. Apabila dilihat dari ketiga dimensi
rendahnya hasil penilaian secara empiris
keterikatan
tidak menjadi suatu masalah. Oleh karena
akademik, maka ditemukan bahwa dimensi
itu, upaya untuk meningkatkan dimensi ini
emosi dan dimensi perilaku memperoleh
termasuk kategori prioritas rendah.
skor yang relatif rendah, sedangkan dimensi
2) Dimensi emosi, memiliki loading factor
kognitif memperoleh skor relatif tinggi.
rendah dan nilai rata-rata rendah juga.
Paparan ini menerangkan bahwa keterikatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
memiliki
Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi
keterikatan akademik siswa termasuk dalam
konstruk
perilaku,
factor rendah dan nilai rata-rata rendah juga.
hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
membangun
artinya
Temuan lain adalah temuan yang
nilai rata-rata relatif tinggi, yaitu: kognitif.
yang
akademik,
kuat bagi variabel keterikatan akademik.
mempunyai loading factor relatif tinggi dan
dalam
keterikatan
dimensi tersebut memiliki daya ukur yang
indikator utama yang mempunyai sifat
besar
dimensi emosi dan
bahwa dimensi kognitif adalah dimensi yang
Berdasar Gambar 2, terdapat satu
paling
tinggi
dimensi perilaku. Temuan ini menunjukkan
Gambar 2 Loading Factor dan Nilai Rata-rata Konstruk Keterikatan Akademik
yang
relatif
Temuan ini menunjukkan bahwa dimensi 239
ISSN 2502-8723
Psychological Bulletin, 121: 219245. Appleton, J.J., Christenson, S. L. & Furlong, J. M. (2008). Student Engagement with School: Critical Conceptual and Methodological Issues of the Construct. Psychology in the School, 45 (5), (Online), (http//: www.interscience waley.com.), diunduh 2 Mei 2013. Balitbang. (2004). Pengembangan Sekolah Unggul. Jakarta: Depdiknas. Chapman, E. (2003). Alternative Approach to Assessing Student Engagement Rates. Practical Assessment, Research & Evaluation, 8 (13). (online), (http//: PAREonline.net/getvn.asp?v=8&n=1 3), diunduh 4 Mei 2012. Christenson, S. L. & Anderson, A. R. (2002). Commentary: the Centralty of the Learning Context for Students‘ Academic Enablers Skills. School Psychology Review, 3: 378-393.
emosi adalah dimensi yang tidak memiliki daya ukur yang cukup kuat terhadap keterikatan akademik. Selain itu, rendahnya nilai rata-rata siswa secara empiris tidak menjadi suatu masalah. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan dimensi ini termasuk kategori prioritas rendah. 3) Dimensi kognitif, memiliki loading factor dan nilai rata-rata tinggi. Temuan ini menunjukkan
bahwa
dimensi
kognitif
bersifat substantif serta memiliki daya kuat untuk mengukur konstruk karakter dan siswa sudah memiliki dimensi ini dalam kategori baik, sehingga hal ini patut untuk terus dipertahankan (keep up the good work).
KESIMPULAN DAN SARAN Darmayana. 2009. Peran Kompetensi Emosi dan Keterikatan pada Sekolah terhadap Prestasi Akademik Siswa Unggul SMA Negeri Yogyakarta. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Finn, J.D. 1993. School Engagement and Students at Risk. Washington DC: National Center of Educational Statistics, US Departement of Education. Fredricks, J.A., Blumenfeld, P.C., & Paris, A.H. (2004). School Engagement: Potential of the Concept, State of the Evidence. Review of Educational Research, 74: 59-109. Fullarton, S. (2002). Student Engagement with School: Individual and School Level Influences, LSAY Research Report. Melbourne: Australian Council for Educational Research. Heacox, D. (1991). Up from Underachievement. Minneapolis: Free Sprint Press. Hoffman, J.L., Wasson, W.R. & Christianson, B.P. (1985). Personal Development for the Gifted Underachiever. Gifted Child Today, 8 (3): 12-14. Hsin, A. & Xie, Y. (2012). Hard Skills, Soft Skills: The Relatives Role of Cognitive and Non-cognitive in Intergenerational Social Mobility. Population Studies Center Research
Temuan penelitian ini dapat menjadi inspirasi tentang bagaimana menyediakan lingkungan, situasi maupun kondisi yang dapat meningkatkan keterikatan akademik pada siswa agar menjadi sesuatu yang lebih bermakna
dalam
mencapai
prestasi
akademik yang tinggi, karena siswa yang memiliki rasa keterikatan akademik akan mencari-cari aktivitas baik di dalam maupun di
luar
kelas
yang
mengarah
pada
keberhasilan maupun belajar. Siswa juga akan menunjukkan keseriusan, rasa ingin tahu yang tinggi, dan respon yang positif terhadap sekolah maupun belajar. DAFTAR RUJUKAN ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia). (2013). Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK). Ackerman, P.L. & Heggestad, E.D. (1997). Intelligence, Personality, and Interest Evidence for Overlapping Traits. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
240
ISSN 2502-8723
Report 12-755 University of Michigan. (Online), (http//:www.psc.isr.umich.edu), diunduh 23 Mei 2013. Jimerson, S.R., Campos, E., & Greif, J.L. (2003). Toward an Understanding of Definitions and Measures of School Engagement and Related Terms. California School Psychologist, 8: 727. Klenn. A. M. & Connell. J.P. (2004). Relationship Matter: Linking Teacher Support to Student Engagement and Achievement. Journal of School Health, 74 (7): 262. Marks, H.M. (2000). Student Engagement in Instructional Activity Patterns in Elementary, Middle, and High School Years. American Educational Research Journal, 37: 153-184. Munns, G. (2005). A sense of wonder: Student Engagement in Law SES School Community.(Online), (http//: www.care.edu.au), diunduh 26 April 2013. Newman, F.M., Wehlage, G.G. & Lamborn, S.D. (1992). Student Engagement and Achievement in American Secondary School. New York: Teachers College Press. O‘Connor, M.C. & Paunonen, S.V. (2007). Big Five Personality Predictors of Post-secondary Academic Performance. Personality and Individual Defferences, 43: 971-990. Suyanto, (2015), Profesionalisme apendidik di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional FE UNY, 9 Mei 2015. Skinner, E.A., & Belmont, M. J. (1993). Motivation in the classroom: Resiprocal Effect of Teacher Behavior and Student Engagement Across the School Year. Journal of Educational Psychology, 85: 571581. The College Board. (1999). Reaching the Top. A Report of the Task Force on Minority High Achievement.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
241
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA MATERI ELASTISITAS SISWA KELAS X MAN MALANG I Zuhrita Ariefiani, Sabilal Rosyad, Markus Diantoro, Sentot Kusaeri Universitas Negeri Malang [email protected], [email protected],
Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fisika dengan materi elastisitas menggunakan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 & 2 di MAN Malang 1. Pengumpulan data menggunakan observasi serta penilaian hasil belajar diawal dan diakhir pembelajaran. Analisis data mengunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar dengan model pembelajaran konvensional dan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Kata kunci: model pembelajaran, teknologi informasi dan komunikasi, hasil belajar Abstract: This research describes the average of student‘s learning outcomes in physics lesson withelastic subject using conventional learning model sandl earning models based oninformation and communication technology. Samples of this research werestudents of class XMIA 1&2 in MAN Malang 1.The data collection through observation and assessment of learning outcomesat the beginningand in the end of learning process. The techniques of data analysis is descriptive analysis. Based on the data analysis results howedthatthere aredifferences inlearning outcomes with conventional learning model sand learning models based oninformation and communication technology. Key words: learning models, information technology and communication, learning outcomes .
Pendidikan merupakan bagian yang
Pendahuluan tak
Dunia pendidikan memiliki tugas
terpisahkan
dari
sendi
kehidupan
yang tidak ringan dalam menghadapi era
manusia. Selain itu pendidikan adalah suatu
globalisasi sekarang ini, terlebih dalam
upaya yang dilakukan untuk membekali
lajunya pembangunan, generasi kita dituntut
manusia dengan ilmu, rasa, dan keterampilan
lebih maju dan siap dalam tantangan
agar dapat hidup dengan lebih baik (Astuti,
perkembangan
2014).
jaman
(Sastrika,
2013).
Dengan
pendidikan,
manusia
Tujuan Pendidikan Nasional merumuskan
memiliki
kemampuan
mengenai kualitas manusia Indonesia yang
persaingan
di
harus dikembangkan oleh setiap satuan
keberadaan
pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan
menciptakan sumber daya manusia yang
nasional
berkualitas
menjadi
pengembangan
dasar
pendidikan
budaya
dalam
era
manusia
(Kusumawati,2015)
dan
dan
dasar
modern,
dalam sehingga
dituntut
mampu
berprestasi. menjelaskan
karakter bangsa. Fungsi dan tujuan tersebut
penggunaan teknologi informasi adalah salah
menunjukkan bahwa pendidikan di setiap
satu penyokong dalam penyelenggaraan
satuan pendidikan harus diselenggarakan
pendidikan dan pembelajaran agar efektif
secara sistematis, guna mencapai tujuan
dan efisien sehingga diharapkan mampu
tersebut (Anggraini, 2015).
menciptakan masyarakat yang berkualitas
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
242
ISSN 2502-8723
tak hanya di bidang akademis namun juga di
diajar dengan sesuatu yang abstrak dengan
bidang yang lain.
metode ceramah. Salah satu pendukung dari
Teknologi diartiakan
informasi
menurut
Sutarman
merupakan
studi,
pengembangan,
implementasi,
sendiri
pembelajaran
(2009)
megganti metode pembelajaran yang selama
perencanaan,
ini
dukungan
tersebut
menggunakan
adalah
ceramah
dengan
digantikan
dengan pembelajaran menggunakan sarana
atau managemen sistem informasi berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
komputer. Pemanfaatan teknologi informasi
Fisika (Suparmin, 2013) merupakan
dan komunikasi dalam sistem pembelajaran
ilmu alam yang telah menelurkan banyak
telah mengubah sistem pembelajaran pola
manfaat bagi kehidupan manusia. Lahir dari
konvensional atau pola tradisional menjadi
pemikiran ilmuan besar seperti Galileo,
pola modern yang bermedia.
Newton, Hooke dan sebagainya,
Media
pendidikan
yang
memegang
mempertanyakan alam dan segala fenomena
peranan penting dalam proses pembelajaran.
yang terjadi didalamnya. Melalui berbagai
Dari beberapa media pembelajaran yang
eksperimen
tersedia,
media
teliti, fisika bahkan mampu menciptakan alat
pembelajaran yang ideal. Dengan komputer
dengan menghasilkan sebuah teknologi baru
dapat dibangun sebuah media pembelajaran
dan canggih. Salah satu materi yang ada
yang baik mengingat komputer memiliki
pada mata pelajaran fisika ini adalah
kelebihan
bekerja
elastisitas yang merupakan deformasi benda
berdasarkan program sehingga memiliki
padat menggunakan konsep tekanan dan
keluwesan
menyesuaikan dengan
regangan (Jewett, 2009), dimana penguasaan
permasalahan yang ditangani, (2) Komputer
terhadap materi ini dirasakan sangat kurang
mampu memadukan komponen suara dan
sehingga
komponen penglihatan, (3) komputer dapat
menstimulus peserta didik agar mampu
melakukan operasi logika dan aritmatika,
menyerap materi dengan baik. Dengan
mengolah data dan menyampaikannya bila
memanfaatkan komputer sebagai salah satu
perlu, (4) Dengan komputer dapat dilakukan
teknologi dalam kehidupan ini diharapkan
remediasi
mampu
komputer
yakni
(1)
untuk
tanpa
merupakan
komputer
batas
atau
remidiasi
berulang-ulang (Wilianto dalam Munadi,
maupun
pengukuran
memerlukan
memberikan
terapi
manfaat
secara
untuk
terhadap
penyelengaaran pembelajaran.
1990). Hingga saat ini ilmu fisika masih
METODE
dinilai sebagai pelajaran yang sulit dikuasai dan
membosankan.
Permasalahan
Desain Penelitian
yang
Jenis penelitian ini adalah Penelitian
timbul adalah peserta didik tidak mampu
Tindakan
Kelas
menghubungkan apa yang mereka pelajari
Research).
Menurut
dengan bagaimana pengetahuan tersebut
penelitian tindakan kelas merupakan suatu
akan
pencermatan
dipergunakan
atau
dimanfaatkan.
(Classroom
Action
Arikunto
(2007)
terhadap
berupa
memahami konsep akademik karena mereka
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas 243
tindakan
yang
belajar
Peserta didik juga memiliki kesulitan untuk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sebuah
kegiatan
sengaja
ISSN 2502-8723
secara bersama. Prosedur yang digunakan
dilaksanakan
oleh
guru
selaku
tenaga
adalah proses peneitian tindakan model
pengajar dengan berpedoman pada Rencana
Kemmis dan Taggart, selama 2 siklus.
Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat
Waktu dan Tempat Penelitian
sebelumnya. Pelaksanaan tindakan kelas ini
Penelitian dilakukan di kelas X Mia 1
bersifat fleksibel, yaitu disesuaikan dengan
dan 2 MAN Malang 1 yang beralamat di
kondisi dan keadaan di kelas, dapat berubah
Jalan
sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan
Baiduri
Penelitian
Bulan
no.
dilakukan
40
Malang.
meliputi
tahap
di lapangan.
persiapan pada bulan November 2015.
c. Tahap pengamatan
Tahap Pelaksanaan sampai tahap pelaporan
Tahap
pengamatan
yaitu pada bulan Januari 2016.
bersama
Subyek dan Obyek Penelitian
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
Subyek penelitian adalah siswa kelas
dengan
dilakukan
tahap
pelaksanaan.
adalah mengamati jalannya proses belajar
X Mia 1 dan 2 MAN Malang 1 tahun ajaran
mengajar
201/2016 sejumlah masing-masing 28 siswa
mengamati aktivitas belajar siswa untuk
dan 32 siswa. Sedangkan objek penelitian ini
dapat diketahui bahaimana cara belajar dan
adalah Penerapan Model pembelajaran fisika
pemahaman terhadap materi.
berbasis teknologi informasi dan komunikasi
d. Tahap refleksi
pada materi elastisitas.
yang
Tahap pelaksanaan
Prosedur Penelitian
berlangsung
ini
sekaligus
dilakukan
tindakan
dan
setelah
pengamatan.
Penelitian ini akan dilakukan selama
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji
dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
proses pembelajaran yang berlangsung pada
empat
siklus I. Hasil refleksi siklus I akan
tahap,
pelaksanaan,
yaitu
perencanaan,
pengamatan
dan
refleksi.
digunakan sebagai masukan dan perbaikan
Adapun Prosedur pelaksanaanya adalah
untuk
sebagai berikut:
sehingga
1. Siklus I
selanjutnya lebih baik dari pada siklus
a. Tahap perencanaan tindakan
sebelumnya dan dapat mencapai indikator
1) Menyusun
Rencana
Pelaksanaan
perencanaan
siklus
selanjutnya
pelaksaan
pembelajaran
keberhasilan tindakan.
Pembelajaran (RPP) tentang materi
2. Siklus II
Elastisitas dengan penerapan model
a. Tahap perencanaan tindakan
pembelajaran fisika berbasis teknologi
Tahap perencanaan pada siklus ini
informasi.
hampir mirip dengan siklus I, hanya saja
2) Menyiapkan Media pembelajaran dan
pada siklus II ini merupakan perbaikan dari
lembar observasi
siklus Iberdasarkan hasil refleksi yang
3) Menyusun soal pre-test dan post-test
dilakukan. Pada tahap perencanaan siklus II
siklus I dan siklus II tentang Elastisitas
ini,
b. Tahap Pelaksanaan tindakan
dari
isi
rancangan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
menyusun
RPP,
media
pembelajaran berbasis teknologi informasi
Pelaksanaan tindakan ini merupakan implementasi
peneliti
dan komunikasi dengan materi elastisitas,
yang 244
ISSN 2502-8723
menyusun soal pre test dan post test siklus II
pemberi tindakan, peneliti bertindak sebagai
mengenai elastisitas.
pengajar
b. Tahap Pelaksanaan tindakan
pembelajaran dan sekaligus menyampaikan
yang
membuat
rancangan
Tahap in hampir sama dengan siklus
bahan ajar selama kegiatan penelitian.
I, yang mana pelaksanaannya dilaksanakan
Sebagai instrumen kunci berarti bahwa
setelah tahap persiapan selesa. Pelaksanaan
peneliti adalah pengumpul data. Peneliti
ini dilaksanakan dengan berpedoman pada
bertindak sebagai pewawancara terhadap
RPP
subyek penelitian.
yang
telah
dibuat
sebelumnya.
Pelaksanaan tindakan kelas ini bersifat
Data yang akan dikumpulkan dalam
fleksibel, yaitu disesuaikan dengan kondisi
penelitian ini meliputi: (1) hasil tes siswa
dan keadaan di kelas, dapat berubah
dalam mengerjakan soal tes awal dan akhir,
sewaktu-waktu disesuaikan dengan keadaan
(2)
di lapangan.
penelitian, (3) hasil observasi guru dan siswa
c. Tahap pengamatan
selama kegiatan belajar mengajar, (4) hasil
Tahap
pengamatan
dilaksanakan
hasil
wawancara
terhadap
subyek
catatan lapangan, dan (5) hasil angket siswa.
bersamaan dengan pelaksanaan. Kegiatan ini dilakukan dengan mencatat semua hal yang
HASIL PENELITIAN
terjadi pada saat pelaksanaan tindakan
Siklus I
berlangsung.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
d. Tahap refleksi Tahap
ada perbedaan antara kelas X Mia 1 dan
refleksi
dilakuakn
untuk
kelas X Mia 2 dimana kelas X Mia 1 dan 2
mengkaji secara meyeluruh tindakan yang
dilakukan pengujian awal (pre-test) dengan
telah dilaukan berdasarkan data pada siklus
hasil tidak sama dengan nilai keberhasilan
II. Jika terdapat masalah pada proses refleksi
awal adalah 65%.
selama siklus II, maka dilakukan perbaikan
90
melalui siklus berikutnya sehingga siklus
80
berikutnya dapat lebih baik lagi.
70
Kriteria Keberhasilan Siklus I
: Kriteria keberhasilan yang ditetapkan pada siklus ini jika
Kelas X Mia 1
50
Siklus I pretest
40
proses pembelajaran telah mencapai
Siklus I postest
30
65%. Siklus II
60
20
: Kriteria keberhasilan yang
10
ditetapkan untuk siklus ini jika 0
proses pembelajaran telah mencapai
1 3 5 7 9 111315171921232527
75%. Kehadiran
peneliti
di
Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I
lokasi
Kelas X Mia 1
penelitian sangat diutamakan, karena selain sebagai merupakan
pemberi
tindakan,
instrumen
kunci.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
peneliti Sebagai 245
ISSN 2502-8723
Pada siklus I ini peneliti melakukan
adalah 40,93. 15 siswa dalam kelas tersebut
pretest dengan materi elatisitas diujikan pada
mendapatkan nilai dibawah 40. Sedangkan
kelas
X
mia
menunjukkan
1
dengan
bahwa
hasil
awal
sisanya yakni 13 siswa mendapatkan nilai
kemampuan
pada
lebih besar sama dengan 40. Kemudian
materi ini ditunjukkan dengan nilai yang
dilakukan
beragam dan mendapatkan rerata kelas
menggunakan bantuan LKS dan materi
45,35. Dimana 10 siswa mendapatkan nilai
tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata
kurang dari sama dengan 40 sebanyak 10
pada postest dilihat peningkatan dengan
siswa. Sedangkan sisanya yakni 18 orang
hasil postest rerata kelas 48,56, dimana 19
mendapatkan nilai diatas 40. Kemudian
anak mendapatkan nilai dibawah 50 dan
dilakukan
dengan
sisanya 13 anak mendapatkan nilai diatas 50.
menggunakan bantuan LKS dan materi
Akan tetapi belum bisa menjawab nilai
tambahan berupa pekerjaan rumah, ternyata
keberhasilan adalah 65%. Maka dilakukan
pada postest dilihat peningkatan dengan
treatmen yang berbeda pada kedua kelas
hasil postest rerata kelas 55,75, dimana 13
dengan cara pada kelas X Mia 1 diberikan
anak masih mendapatkan nilai dibawah 50,
tambahan
media
sisanya 15 siswa mendapatkan nilai 50
teknologi
Informasi
keatas, akan tetapi belum bisa menjawab
sedangkan pada kelas X Mia 2 tidak
nilai kriteria keberhasilan yakni 65%.
diberikan
pembahasan
materi
pembahasan
hal
mengetahui
70
materi
pembelajaran dan
tersebut.
seberapa
dengan
berbasis
Komunikasi
Peneliti
besar
efek
ingin yang
diberikan dari pemberian metode berbasis 60
teknologi tersebut. Siklus II
50
Kelas X Mia 2
40
pertama
SIKLUS I pretest
30
Setelah dilakukan refleksi pada siklus kemudian
peneliti
melakukan
sebuah inovasi dimana pada kelas X Mia 1
SIKLUS I postest
diberikan tambahan berupa materi yang dihadirkan dan disajikan dengan teknologi
20
dan informasi. 10
Sebelum
melakukannya,
peneliti memberikan stimulus berupa analisa elastisitas
0
pada
dunia
nyata,
seperti
penggunaan skokbeker pada sepeda motor
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
dan memperlihatkan animasinya di dalam Grafik 1. Hasil Pretes dan Postest Siklus I
presentasi. Hal ini membuat hasil pada
Kelas X Mia 2
pretest sedikit naik yakni sebesar 60,85 %.
Hampir sama dengan kelas yang
Kemudian treatmen berikutnya ditampilkan
pertama, kelas X mia 2 pada siklus I
beberapa materi yang distimuluskan kepada
dilakukan perlakuan yang sama pada materi
siswa dengan sentuhan teknologi dan slide
yang sama yakni elastisitas, diketahui bahwa
presentasi dengan menambahkan animasi
hasil rerata kelas menunjukkan nilai postest FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
didalamnya. Kemudian dilakukan postest 246
ISSN 2502-8723
pada dua minggu berikutnya, hasilnya rerata kelas
adalah
75,75.
Hal
90
tersebut
80
menunjukkan perubahan yang signifikan 70
dengan nilai ketuntasan telah sama dengan
Kelas X Mia 2
60
kriteria keberhasilan yakni 75 %. 120
50
100
40
80
Kelas X Mia 1
SIKLUS II pretest SIKLUS II postest
30
60
Siklus II pretest
20
40
Siklus II postest
10 0
20
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28
Grafik 4. Hasil Nilai Pretes dan Postest Siklus II Kelas X Mia 2
Grafik 3. Hasil Pretes dan Postest Siklus II Kelas X Mia 1
Artinya, dalam penelitian ini media pembelajaran mengunakan komputer atau
Perlakuan yang berbeda dilakukan
teknologi informasi dan komunikasi dapat
untuk melihat seberapa besar pengaruh
membuat
metode pembelajaran berbasis teknologi informasi
yang
diadakan
di
animasi
dan
pembelajaran
berbasis
tekologi,
80 70 60 50 40 30 20 10 0
hanya
tugas tambahan dirumah. Akhirnya dapat terlihat bahwasanya pada pretest di siklus
pada
X Mia 1
Series1
Pretest Postest Pretest Postest
kedua ini nilai siswa cenderung naik yakni pembelajaran
lebih
yakni 75%.
penggunaan
dengan cara dilatih setiap pertemuan dan
kemudian
menjadi
dicapai sesuai dengan target keberhasilan
menggunakan latihan dan penggunaan LKS
53,31
didik
bersemangat dan hasil pembelajaran yang
kelas
sebelumnya. Pada kelas X Mia 2 tidak menggunakan
peserta
2
Siklus I
Siklus II
minggu berikutnya tetap dilakukan hal yang Grafik 5. Nilai Rerata X Mia 1 pada siklus I
sama yakni pembelajaran menggunakan
dan Siklus II
metode drill materi dengan menggunakan LKS dan buku panduan yang telah ada. Hasil postest setelah dua minggu tersebut dapat terlihat
ada
perubahan,
namun
tidak
mencapai nilai keberhasilan 75% yakni 65,65.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
247
ISSN 2502-8723
DAFTAR RUJUKAN
70 60 50 40 30 20 10 0
X Mia 2 Series1 Pretest Postest Pretest Postest Siklus I
Siklus II
Grafik 6. Nilai Rerata X Mia 2 pada siklus I dan Siklus II
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penerapan
dapat Model
disimpulkan
bahwa
Pembelajaran
Fisika
berbasis teknologi informasi dan komunikasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapatdibuktikan adanya peningkatan pada kelas X mia 1 dengan nilai awal pada Siklus I rerata pretest adalah 45,35 dan nilai postes adalah 55,75. Kemudian dilakukan treatment yakni penerapan model pembelajaran Fisika berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan hasil pretest menunjukkan rerata kelas yakni 60,85. Kemudian dilakuan postest
yang
mana
dalam
2
minggu
pembelajaran ditambahkan metode tersebut sehingga menunjukkan nilai rerata kelas adalah 75,75. Berbeda dengan kelas X mia 2 yang mana pembelajaran pada Siklus I dengan hasil pretest adalah 40,93 dan postest adalah 48,56. Kemudian dalam pembelajaran
Anggraini, Anita. 2015. Pengembangan Modul Prakarya dan Kewirausahaan Materi Pengolahan Berbasis Product Oriented Bagi Peserta Didik SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015. Arikunto, Suharsismi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research-CAR).Jakarta:: Bumi Aksara. Astuti, 2014. Penerapan ModelPembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Berbantuan Media Kartu untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi, Vol. XII, No. 1, hal 95-104. Tahun 2014. Jewett, Serway. 2009. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika. Kusumawati, Desy Pranita, dkk. Penggunaan Media Teknologi Informasi dalam Hubungan Industri di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Managemen Pendidikan. Vol 24, No. 6. 2015. ISSN 0852-1921. Munadi, Sudji. 2011. Pengembangan Modul Pembelajaran Konstrutivistik Kontekstual Berbantuan Komputer dalam Matadiklat Pemesinan. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 1, No. 1, Februari 2011. Sastrika, Ida Ayu Kade, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia dan Keterampilan Berfikir Kritis. EJournal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi IPA. Vol 3 Tahun 2013. Suparmin,. Rufaida, S.A, dkk. 2013. Fisika. (Peminatan IPA) Pendekatan Saintifik Kontekstual. Surakarta: Mediatama. Sutarman. 2009. Pengantar Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Bumi Aksara. Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
selanjutnya kelas tersebut tidak dilakukan treatment
yang
sama
dengan
kelas
sebelumnya, hanya mengggunakan LKS dan buku panduan dan hasil pada siklus II dapat terlihat bahwasanya nilai pretest adalah 53,31 dan nilai postest adalah 65,65, yakni tidak mencapai target kriteria keberhasilan 75%. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
248
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA Siti Halimatus Sakdiyah, Yuli Ifana Sari, Edi Suyitno Universitas Kanjuruhan Malang E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]. Abstrak: Hasil observasi di kelas IX-BSMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang menunjukkan bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa dalam matapelajaran IPS kurang maksimal,keaktifannya 10% serta rata-rata hasil belajarnya 67 dilihat dari hasil ulangannya. Keaktifan yang rendah disebabkan oleh:(1) rasa ingin tahu siswa yang rendah, (2) kebiasaan sis- wa yang pasif, (3) siswa tidak bertanya kepada guru, (4) siswa kurang percaya diri ketika presentasi, dan (5) siswa jarang berargumen ketika diskusi kelompok. Kondisi tersebut mempengaruhi hasil belajar siswa yang rendah. Inquiry merupakan model pembelajaran dengan sintak yang mengarahkan siswa bebas berpendapat (aktif), mandiri, mencari literatur sendiri dan memecahkan masalah dengan temuannya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan penerapan model inquiry. Jenis penelitian yang digunakan merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Kegiatan pembelajaran terdiri dari 2 siklus terdiri dari perencanaan, perlakuan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data dengan observasi dan tes. Penelitian dilaksanakan di kelas IXB yang terdiri dari 17 laki-laki dan 16 perempuan, materi hubungan manusia dengan bumi.Hasil penelitian menunjukkan keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke II yang nilainya mencapai persentase71% dan 92%. Peningkatan keaktifan siswa berpengaruh terhadap hasil belajarnya, dimana nilai rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke II yaitu 76% dan 87%.
Kata-kunci: model pembelajaran inquiry, keaktifan, hasil belajar B. Bukti dari ku- rangnya keaktifan belajar
Pendahuluan Keaktifan siswa merupakan salah satu
siswa dapat dilihat dari observasi tanggal 15
indikator keberhasilan belajar dalam sebuah
September 2015 yaitu pada saat aktivitas
pembelajaran. Akan tetapi, tidak semua
belajar siswa berlangsung dan juga dari
siswa dalam proses pembelajaran itu aktif
interview dengan guru matapelajaran IPS
dan hal itu merupakan masalah tersendiri di
yang
kelas bahkan di lembaga-lembaga pendidikan
keingintahuan
lainnya yang seharusnya perlu dicarikan
kebiasaan belajar siswa yang pasif, (3) siswa
solusibagi seorang guru. Misalnya masalah
tidak bertanya ketika guru memberikan sesi
keaktifan
SMP
pe-rtanyaan, (4) siswa kurang percaya diri
Muhammadiyah 4 Singosari Malang yang
ketika disuruh presentasi didepan teman-
merupakan
temannya
yang
sekolah
terjadi
swasta
di
yang
bisa
hasilnya
meliputi:
siswa
dan
(5)
siswa
rasa
rendah,
(2)
juga
berargumen
rata berprestasi. Akan tetapi, meskipun
kelompok belajar dalam kelas, sehingga guru
siswanya berprestasi ternyata masih terdapat
matapelajaran
beberapa permasalahan yang berkaitan pada
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
proses pembelajarannya.
yaitu hanya 10%. Kondisi
IPS
diadakan
jarang
dikatakan mempunyai masukan siswa rata-
Masalah pembelajaran yang perlu
ketika
yang
(1)
mem-
tersebut
diskusi
presentasekan
menunjukkan
diselesaikan dan dicarikan solusinya yaitu
bahwa ada permasalahan dalam proses
ku- rangnya keaktifan belajar siswa dalam
pembelajaran-
proses pembela- jaran khususnya di kelas IX-
keaktifan belajar siswa masih belum optimal.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
249
nya
dan
menunjukkan
ISSN 2502-8723
apabila tidak mema- hami persoalan yang dihadapi, (4) beru-saha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, (5) melaksanakan diskusi kelompok se-suai petunjuk guru, (6) menilai kemam-puan dirinya dan hasil-hasil yang di-perolehnya, (7) melatih diri dalam me-mecahkan soal atau masalah yang se-jenis, dan (8) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Keaktifan memiliki kata dasar aktif. Aktif menurut Kamus Besar Ba- hasa Indonesia (2007:56)
berarti
‖giat
(be-
kerja,
berusaha)‖. Jadi siswa yang aktif biasa- nya ditandai dengan tingkah laku yang responsif dalam suatu proses pembelajaran. Keaktifan belajar siswa juga bisa dilihat dari interaksi stimulus dan responnya ketika guru memberi- kan materi. Menurut Watson (dalam Budi- ningsih, 2012:22) ‖belajar adalah proses inter-aksi antara stimulus dan
Permasalah
respon, namun stimu- lus dan respon yang
juga pada hasil belajar siswanya. Hal itu bisa
diukur. Skiner (dalam Budiningsih, 2012:22)
dibuktikan dari nilai matapelajaran IPS pada
juga berpendapat bahwa ‖hubungan antara
angkatan tahun pelajaran 2015/2016 yang
stimulus dan respon yang terjadi me- lalui
memiliki nilai hasil belajar rata-rata sebesar
interaksi dalam lingkungannya, yang kemenimbulkan
67%. Nilai rata-rata tersebut merupakan
perubahan
yang paling rendah
tingkah laku‖.
dibandingkan
lainnya.
hami bahwa keaktifan siswa pada proses be-
Hasil observasi dan melihat data
lajar juga dapat kita ketahui pada saat aktivi-
siswa di sekolah menunjukkan bahwa hasil
tasnya berlangsung. Siswa cepat menanggapi
belajar IPS siswa di kelas IX-B SMP
apa yang dipaparkan oleh guru, melatih diri
Muhammadiyah 4 Singosari Malang tahun
dalam memecahkan sebuah persoalan, dan
pelajaran 2015/ 2016 belum optimal. Hal ini
mampu menerapkan apa yang diketahui menyelesai-
bila
dengan nilai rata-rata pada matapelajaran
Berdasarkan uraian diatas dapat dipa-
untuk
SMP
hanya pada keaktifannya saja melainkan
dapat diamati (observabel) serta dapat
akan
IX-B
Muham-madiyah 4 Singosari Malang bukan
dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
mudian
dikelas
kan
tugas
ditandai dengan jumlah siswa yang nilainya
serta
mencapai
permasalahan yang dihadapinya. Keaktifan
Ketuntasan
Minimal
(KKM) dari 33 siswa yai- tu hanya 15 orang
siwa tergambar pada unsur-unsur kegitan
atau
belajarnya (stimulus dan respon), dimana
45%,
sedangkan
siswa
yang
mendapatkan nilai dibawah KKM yaitu 18
diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun
orang atau 55%. Jadi dapat disimpulkan
mental sebagai suatu wujud reaksi.
bahwa
Sudjana (2010:1) menyatakan bahwa
siswa
yang
mendapatkan
nilai
dibawah KKM lebih besar dari pada siswa
siswa dikatakan aktif dalam mengikuti
yang
proses pembelajaran dapat dilihat pada
nilai-
nya
mencapai
Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
indikator ke-aktifan belajar sebagai berikut:
ditentukan oleh sekolah yaitu 75. Siswa
(1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Kriteria
dikata-
kan
makasimal
dalam
hasil
belajarnya menurut Djamarah dan Zain (2010:107) yaitu sebagai berikut: 250
ISSN 2502-8723
(a) istimewa/maksimal. Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa, (b) baik sekali/opti-mal. Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan da-pat dikuasai oleh siswa, (c) baik/mini-mal. Apabila bahan pelajaran yang diaja-rakan hanya (60% s.d. 75%) saja yang dikuasai oleh siswa, (d) kurang. Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari (60%) yang dikuasai oleh siswa.
berdampak pada kebiasaan siswa yang memiliki keaktifan dan rasa keingintahuan ya-ng rendah di dalam kelas, malas-malasan keti-ka ada diskusi serta minimnya minat untuk mempelajari materi IPS. Guru
belajar
pada
pendidikan me-nurut Budiningsih, (2012:59) yaitu
tahuan
umumnya
Namun,
salah
satu
men-yediakan
keterampilan, sistem
dan
(3)
dukungan
yang
mempunyai peluang optimal untuk melatih. Jadi, selain bertindak sebagai pengajar seorang guru juga aktif dalam mencari pengetahuan guna mendukung pelaja- ran yang akan disampaikan kepada siswa. Misalnya, penggunaan suatu model yang tepat
untuk
membantu
siswa
dalam
menerima infor-masi yang sumbernya tidak dari guru saja melainkan juga sumber informasi lain yang nantinya bisa menambah wawasan tentang ma-tapelajaran IPS secara lebih mandiri. Salah satu model pembelajaran yang perlu digunakan adalah inquiry. Inquiry meru-pakan salah satu model pembelajaran yang penelitiannya akan diterapkan di kelas IX-B SMP Muhammadiyah 4 Singosari pada
bahwa
materi IPS yaitu hubungan manusia dengan bumi tahun pelajaran 2015/2016 guna
faktor
mengembang- kan kemampuan siswa secara
penyebab rendahnya nilai rata-rata hasil
optimal. Penera- pan model inquiry
belajar siswa yaitu juga berasal dari diri
ini
diharapkan dapat mem- bantu guru dalam
siswa sendiri dalam pemaha- man materi
menyampaikan materi pem-belajaran dengan
yang disampaikan oleh guru. Se- hingga FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dengan
memberikan kemuda- han belajar agar siswa
keaktifan dan hasil belajar siswa mempunyai keterkaitan.
dan
memberikan
Refleksi awal dari beberapa indikasi diasumsikan
menumbuhkan
dan bertindak, (2) meningkatkan penge-
(1) untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Angka-angka yang diperoleh dicantumkan sebagai laporan kepada orang tua, untuk kenai- kan kelas, dan penentuan kelulusan para siswa, (2) untuk menempatkan siswa ke- dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai krakteristik yang di-miliki oleh setiap siswa, (3) untuk men- genal latar belakang siswa (psiko-logis, fisik, dan lingkungannya) yang berguna baik dalam hu- bungan kesulitan belajar siswa, (4) sebagai umpan balik bagi guru yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan program remedikal bagi siswa.
dapat
(1)
kesempatan untuk mengambil kepu-tusan
berikut:
sebut
meliputi:
kemandirian
mengandung fun-gsi dan tujuan sebagai
ter-
dalam
kegiatan belajar. Peran guru dalam interaksi
2014: 36) juga mengemukakan bahwa hasil
berperan
membantu siswa mencapai keberhasilan
Hamalik (dalam Dirman dan Juarsih,
evaluasi
sangat
menciptakan kondisi yang bervariasi dalam 251
ISSN 2502-8723
menumbuhkan
rasa
keingin-tahuan
dan
secara
individu
maupun
bersama-sama
dengan teman lainnya‖ (Sumarmi, 2012:17).
meningkatkan keaktifan siswa di kelas. Pembelajaran inquiry merupakan ke-
Uno (2007:17) menyatakan bahwa
giatan pembelajaran yang melibatkan secara
‖model pembelajaran inquiry ini juga bertu-
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
juan untuk melatih kemampuan siswa dalam
mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,
meneliti, menjelaskan fenomena, dan meme-
ma-nusia, atau pariwisata) dengan sistematis,
cahkan masalah secara ilmiah‖. Tujuan pem-
kri-tis, logis, serta analitis. Sehingga siswa
belajaran
dapat merumuskan sen- diri penemuannya
bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari
dengan
Menurut
jawaban atau pemecahan untuk memuaskan
Sumarmi, (2012:17) kondisi-kondisi umum
keinginta-huannya serta membantu teori dan
yang meru-pakan syarat timbulnya kegiatan
gagasannya tentang dunia.
penuh
percaya
diri.
inquiry
membantu
siswa
inquiry bagi siswa yaitu: (1) aspek sosial di dalam kelas dan su- asana bebas terbuka serta permisif yang mengundang siswa berdiskusi, (2) berfo- kus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya, dan (3) penggunaan fakta se-bagai evidensi dan didalam proses pem-belajaran dibicarakan validitas serta re-liabilitas tentang fakta, sebagai lazim- nya dalam pengujian hipotesis.
METODE PENELITIAN
Hal itu diperjelas oleh pendapat
beberapa tahapan:
Eggen
&
Kauchack
(dalam
Penelitian ini merupakan rancangan dari penelitian tindakan kelas
disebut PTK model Kemmis dan Mc Taggart. Menurut Warsito, (2008:30) model Kemmis dan Mc Taggart ini terdiri dari siklus-siklus
yang
sal-ing
Sumarmi,
(1)perencanaan, (2) perlakuan/pelaksanaan,
ditempuh den-gan menerapkan lima langkah
(3) pengamatan/observasi, dan
atau sintak dalam kegiatan pembelajaran
(4) refleksi.
pertanyaan
berikut: atau
‖(1)
merumuskan
permasala-han,
berhubungan
dimana masing-masing siklus mempunyai
2012:18) men-yatakan bahwa model inquiry
sebagai
atau yang
Apabila siklus pertama belum men-
(2)
capai tujuan yang ditargetkan maka dilan-
merumuskan hipotesis, (3) mengum- pulkan
jutkan pada siklus ke dua yaitu perbaikan.
data, (4) menguji hipotesis, dan (5) me-
Siklus berikutnya selalu dimulai dengan per-
mbuat kesimpulan‖. Guru dalam mengem-
baikan pelaksanaan dari siklus sebelumnya.
bangkan sikap inquiry di kelas mempunyai
Salah satu tujuan dari PTK ini adalah supaya
peranan sebagai konselor, konsultan, teman
terciptanya
yang kritis dan fasilitator. Guru harus dapat
peningkatan mutu dan proses pembelajaran,
membimbing dan merefleksikan pengalaman
baik berupa proses maupun hasil. Pada
kelompok, serta memberi kemudahan bagi
penelitian ini dilak-sanakan 2 siklus dimana
kerja kelompok. ‖Siklus inquiry terdiri atas
satu siklus terdiri dari tiga kali pertemuan
kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki,
(6x40 menit) dan masing-masing siklus
menganalisis dan merumuskan teori, baik
terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan,
sebuah
perbaikan
dan
perlakuan, pengamatan dan ref-leksi. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
252
ISSN 2502-8723
Ada dua jenis data yang di ambil dari penelitian
ini
yaitu
data
dari
dan hasil tes siswa setelah dianalisis dapat
lembar
digunakan
untuk
men-yusun
refleksi.
observasi (keaktifan dan keterlaksanaan
Apabila pada siklus I belum mencapai tujuan
model inquiry) dan hasil belajar siswa
yang diinginkan maka dilan-jutkan ke siklus
melalui lembar evaluasi atau tes. Pada
II dan seterusnya sampai tu-juan yang
bagian ini jenis data observasi yang meliputi
diinginkan tercapai.
keaktifan dan keterlaksaan model inquiry dianalisis secara deskriptif atau dinilai pada
HASIL PENELITIAN
saat aktivitas belajar berlangsung. sehingga
Setelah wawancara dengan guru mata
dengan demikian peneliti bisa men-getahui
pelajaran
keaktifan dan respon siswa terhadap model
keaktifan belajar siswa dikelas IX-B pada
pembelajaran. Sedangkan data hasil belajar
pra tindakan yaitu 10% atau hanya 10 siswa
siswa melalui lembar evaluasi atau tes yang
yang aktif dari 33 siswa. Guru menjelaskan
dilaksanakan setiap akhir siklus.
bahwa keaktifan di kelas ini sangatlah
Data keaktifan siswa dilihat dari per-
IPSyang
menyebutkan
bahwa
kurang sehi-ngga perlu dicarikan solusi
sentase dan analisis secara deskriptif pada
untuk meningkat-kan keaktifan siswanya.
proses pembelajaran. Apabila ingin menge-
Data dari hasil lembar observasi ke-
tahui peningkatan keaktifan siswa, maka ter-
aktifan siswa selama pelaksanaan tindakan
lebih dahulu dilakukan perhitungan selisih
dengan menggunakan model pembelajaran
ni-lai rata-rata yang diperoleh dari lembar
inquiry
obser-vasi keaktifan siswa dari siklus I ke
hubungan manusia dan bumi pada siklus I
siklus II. Sedangkan persentase data hasil
yaitu diketahui persentasenya 71% dengan
belajar
tersebut
kategori aktif. Unsur-unsur yang diamati
dibandingkan dengan nilai KKM-nya yang
oleh peneliti per-sentase tersebut belum
telah ditetapkan oleh SMP Muhammadiyah
sesuai
4 Singosari Malang yai-tu 75. Artinya jika
Walaupun itu sudah lebih baik dari pra
siswa mendapatkan nilai dibawah 75 maka
tindakan sebelumnya namun hal itu perlu
siswa tersebut dinyatakan ti-dak tuntas
adanya perbaikan pada siklus II untuk lebih
dalam hasil belajarnya, sehingga perlu
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
yang
diperoleh
siswa
mendapat perbaikan pada siklus selan-
dalam
dengan
pelajaran
yang
IPS
materi
diharapkannya.
Lembar observasi pada siklus II men-
jutnya.
unjukkan bahwa terjadi sebuah peningkatan
Upaya untuk mengetahui peningkatan
yang signifikan terhadap keaktifan siswa
keaktifan dan hasil belajar siswa, maka data
den-gan penerapan model pembelajaran
pada siklus I akan dibandingkan dengan
inquiry di kelas IX-B. Data tersebut bisa
siklus II baik menggunakan tabel atau grafik.
dilihat pada le-mbar observasi keaktifan
Data yang diperoleh tersebut dianalisis
siklus II yang men-dapatkan nilai 92%
secara des-kriptif untuk memastikan bahwa
dengan
dengan mene-rapkan model pembelajaran
demikian nilai keaktifan siklus II sudah
inquiry dapat me-ningkatkan keaktifan dan
sesuai target yang diharapkan. Selisih nilai
kategori
sangat
aktif.
Dengan
hasil belajar siswa. Data hasil pengamatan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
253
ISSN 2502-8723
keaktifan siswa dari siklus I ke silkus II yaitu
kepada guru apabila tidak memahami per-
21%.
soalan yang diha-dapi, siswa tidak berusaha Data hasil belajar matapelajaran IPS
mencari berbagai informasi yang diperlukan
sebelum tindakan yang di peroleh dari data
untuk memecahkan masalah, dan siswa
guru ketika ulangan harian yaitu yang
kurang aktif ketika melak-sanakan diskusi
mencapai nilai rata-rata KKM dari 33 siswa
kelompok sesuai petunjuk guru.
hanya 15 orang atau 45%. Sedangkan siswa yang
mendapatkan
nilai
hasil
Kedua, kebiasaan belajar siswa pada
belajar
pra tindakan atau sebelum diterapkan model
dibawah KKM yaitu 18 orang atau 55%.
inqui-ry yang cenderung hanya datang,
Sehingga da-pat disimpulkan bahwa siswa
duduk, dan diam, ditambah ketidak pahaman
yang di bawah KKM lebih besar dari pada
siswa ter-hadap materi yang disampaikan
siswa yang men-capai nilai KKM-nya.
gurunya. Hal itu meyebabkan tidak ada
Hasil
belajar
siswa
setelah
perkembangan da-lam diri siswa baik itu
pelaksanaan
tindakan
dengan
model
motivasinya, kreati-fitasnya, dan terlebih
pembelajaran inquiry pada matapelajaran
khusus keaktifannya.
IPS yang menggunakan tes pada akhir siklus
Hasil Belajar Siswa Kategori Tinggi
I yaitu nilai rata-ratanya 76% kategori tinggi.
Hasil belajar siswa pada siklus I kate-
Akan tetapi, hal itu masih be-lum mencapai
gorinya tinggi dilihat dari
hasil tes akhir
target yang diharapkan sehingga perlu
siklus masih 57% dari segi persentase yang
perbaikan pada sikus II.
didapat-kan oleh siswa. Hal itu disebabkan
Tes akhir setelah tindakan siklus II
oleh bebe-rapa faktor, diantaranya: (1)
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar
semangat belajar siswa yang sedang, (2)
siswa setelah penerapan model pembelajaran
sarana
inquiry dalam matapelajaran IPS. Hasil
dipersiapkan,
belajar siswa setelah tindakan siklus II yaitu
terbiasa dengan penggunaan model pe-
87% kategori sangat tinggi dan sudah sesuai
mbelajaran inquiry, dan (4) guru kurang ber-
dengan
semangat dalam mengajarnya.
target
awal
perbaikan
mutu
belajar (3)
siswa siswa
masih masih
kurang kurang
pembelajaran. Se-lisih hasil belajar pada Keaktifan Siswa Kategori Sangat Aktif
siklus I ke siklus II yaitu 11% sehingga hal
Keaktifan siswa pada siklus II men-
itu bisa dikatakan ter-jadi peningkatan pada
capai kategori sangat aktif. Ada beberapa
hasil belajar siswanya.
faktor yang mempengaruhi diantaranya. PerPEMBAHASAN
tama, siswa sudah turut serta dalam melak-
Keaktifan Siswa Kategori Aktif
sanakan tugas belajarnya, siswa sangat
Pada siklus I keaktifan siswa mencapai
terlibat dalam pemecahan masalah, dan
kategori aktif. Hal ini diprediksi pada fase
siswa sering bertanya kepada siswa lain atau
per-tama sebagian siswa kurang turut serta
kepada guru. Kedua, perubahan kebiasaan
dalam melaksanakan tugas belajarnya, siswa
siswa yang awal-nya pasif berubah menjadi
kurang terlibat dalam pemecahan masalah,
aktif.
siswa tidak bertanya kepada siswa lain atau FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
254
ISSN 2502-8723
Ketiga, siswa merasa nyaman dengan
siswa sebesar 11% pada matapelajaran IPS
sintak inquiry yang membebaskan mereka
di kelas IX-B SMP Muhammadiyah 4 Sin-
un-tuk
gosari Malang.
berpendapat,
menghipote-siskan
bertanya
sebuah
dan
permasalahan
Saran
yang dikaji dalam setiap kelompok. Siswa sudah
membiasakan
diri
melihat
Berdasarkan hasil penelitian dan ke-
dan
simpulan, maka peneliti dapat memberikan
membaca terlebih dahulu liter-atur sebelum
saran sebagai berikut:
mengomentari atau bertanya dalam proses
1. Bagi guru
diskusi dengan kelompok lain-nya. Siswa
Guru
dapat
menerapkan
model
juga sudah mulai menghargai pendapat
pembelaja-ran inquiry pada saat mengajar
masing-masing individu atau ke-lompok
dalam upaya meningkatkan keaktifan dan
yang bersebrangan dengan mereka.
hasil belajar siswa. 2. Bagi siswa
Hasil Belajar Siswa Kategori Sangat
Hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi
Tinggi Pada siklus II hasil belajar siswa
akan pentingnya melatih keaktifan di
kate-gori sangat tinggi, hal itu dapat dilihat
dalam kelas dan siswa diharapkan dapat
dari nilai hasil belajar siswa yang dilihat dari
menemu kenali model pembelajaran yang
hasil tes akhir siklus sangatlah meningkat.
efektif dalam menyelesaikan masalah
Ada beberapa hal yang mempengaruhi
yang real di lingkungannya supaya hasil
meningkat-nya hasil belajar siswa antara
belajar siswa juga ada peningkatan.
lain: (1) siswa semangat dalam belajarnya,
3. Bagi Kepala Sekolah
(2) sarana belajar siswa sudah dipersiapkan,
Model pembelajaran inquiry ini dapat di-
(3) siswa sudah mulai terbiasa dengan model
sosialisasikan dengan guru di sekolah
pembelajaran, dan (4) semangat guruyang
untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
maksimal untuk mengajar, memotivasi, dan
mengin-gat
memantau perkem-bangan siswa.
terbukti dapat meningkatkan keaktifan
PENUTUP
dan hasil belajar siswa
model
pembelajaran
ini
4. Bagi peneliti lain
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan
Bagi peneliti lain yang ingin melakukan
pem- bahasan, persentase keaktifan siswa
penelitian dengan menerapkan model inq-
pada siklus I adalah 71% kategori aktif,
uiry untuk tujuan meningkatkan keaktifan
sedangkan
persentase
dan hasil belajar siswa. Penerapan model
keaktifan adalah 92% kategori sangat aktif.
inquiry dapat dilakukan dalam jangka
Hasil belajar siswa siklus I adalah 76%
wak-tu
kategori tinggi, sedangkan hasil belajar
mendapatkan hasil yang maksimal dalam
siklus II adalah 87% kategori sangat tinggi.
pembelajaran.
pada
siklus
II
yang
cukup
lama
agar
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembela-jaran inquiry dapat meningkatkan keaktifan siswa sebesar21% dan meningkatkan hasil be-lajar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
255
ISSN 2502-8723
DAFTAR RUJUKAN Budiningsih, Asri, C. 2012. Belajar dan Pembelajara. Jakarta: Rineka Cipta. Dirman, & Juarsih. 2014. Penilaian dan Evaluasi. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, & Zain. 2010.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang:AM Publishing. Sudjana. 2010. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Online), (http://eprints.uny.ac.id/8613/3/BAB%2 02%20-%2008416241039. pdf, diakses 26 September 2015). Uno, B. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Warsito, Bambang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: PT SPG.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
256
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
Deskripsi Metakognisi Siswa Sekolah Menengah Atas dalam Pemecahan Masalah Persamaan Kuadrat dengan Menggunakan Mapping Mathematics Madya Kencana Juhandana & Toto Nusantara Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak Pemecah masalah akan menyadari beberapa hal ketika melalui proses pemecahan suatu masalah yang menyebabkan ia harus melalui keempat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah, memikirkan rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali secara tidak berurutan. Hal tersebut sering tidak sepenuhnya dipahami sampai pemecah masalah telah mencoba dan gagal untuk mencapai solusi dengan menggunakan strategi yang berbeda. Rangkaian maju mundur di antara empat langkah pemecahan masalah tersebut meliputi proses manajerial yang disebut metakognisi. Dalam konteks pemecahan masalah persamaan kuadrat, aktivitas metakognitif diidentifikasikan sebagai metacognitive awareness, metacognitive regulating, dan metacognitive evaluation. Hasil analisis aktivitas metakognitif dengan menggunakan mapping mathematics diketahui bahwa siswa kelompok tinggi cenderung tidak melakukan aktivitas metacognitive awareness pada saat melaksanakan rencana, sedangkan siswa kelompok sedang dan rendah lebih sering melakukan aktivitas metacognitive awareness saat melaksanakan rencana. Jika dibandingkan dengan siswa yang berada di kelompok sedang dan rendah, ketika memperoleh solusi yang sudah diyakini benar, siswa kelompok tinggi cenderung tidak memikirkan dan mencoba prosedur yang lebih efektif untuk memecahkan masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa percaya diri yang tinggi dalam memecahkan masalah yang tidak dimiliki oleh siswa kelompok sedang dan rendah. Kata kunci: pemecahan masalah, metakognisi, aktivitas metakognitif, masalah persamaan kuadrat, mapping mathematics.
proses
PENDAHULUAN
berpikir
serta
upaya
untuk
menemukan dan memecahkan suatu masalah Persamaan
kuadrat
merupakan
atau persoalan matematika (Goldin dan
konsep dasar yang harus dipahami oleh
Kaput, 1996). Selain kemampuan berpikir
siswa. Salah satu konsep matematika yang
yang dapat dikembangkan secara terus
diberikan pada jenjang Sekolah Menengah
menerus dan berkelanjutan, melalui konsep
Atas (SMA) ini memiliki keterkaitan dengan
persamaan kuadrat, dapat dikembangkan
konsep-konsep lain yang dipelajari di tingkat
pembentukan kebiasaan berpikir (habits of
sebelumnya dan sebagai konsep prasyarat
mind) pada diri seseorang (Setiawati, 2011).
untuk pengembangan konsep lainnya, baik
Dengan
dalam matematika maupun mata pelajaran
dan
pemilihan
strategi
persamaan
koneksi, penalaran dan pemecahan masalah.
yang
Pemecahan
diperlukan dalam mencapai solusi dari
masalah
(problem
solving) secara eksplisit menjadi tujuan
persamaan kuadrat dapat mengembangkan
pembelajaran matematika dan termuat dalam
kemampuan heuristik seseorang, dimana
kurikulum matematika di berbagai negara,
kemampuan heuristik memuat serangkaian FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
melalui
kuadrat dapat dikembangkan kemampuan
lain (Setiawati, 2011). Selain itu, munculnya strategi
demikian,
demikian pula dalam kurikulum yang saat ini 257
ISSN 2502-8723
sedang diberlakukan di Indonesia yakni
menyebabkan ia harus melalui keempat
Kurikulum 2013. Alasan yang mendasari hal
langkah pemecahan masalah secara tidak
ini
berurutan. Dalam praktiknya semua langkah
adalah karena
merupakan
pemecahan masalah
sarana
untuk
terlibat dan dilakukan secara paralel. Setiap
mengembangkan pengetahuan matematika
penemuan baru, dalam hal ini berkaitan
(Tarim,
dengan strategi yang lebih efektif untuk
2009).
penting
Selain
itu
pemecahan
masalah dapat mengembangkan kognisi
memperoleh
siswa
cenderung
(Jonassen,
2000),
mendorong
solusi akan
pemecahan memodifikasi
masalah proses
kreativitas (Bransford dan Stein, 1993),
keseluruhan yang telah tersusun (Polya,
mengembangkan kemampuan menulis dan
1981). Hal tersebut sering tidak sepenuhnya
verbal yang merupakan bagian dari proses
dipahami sampai pemecah masalah telah
aplikasi matematika (Schraw, 1995; Pugalee,
mencoba dan gagal untuk mencapai solusi
2004), serta dapat memotivasi siswa untuk
dengan menggunakan strategi yang berbeda.
belajar matematika (Song dan Grabowski,
Rangkaian maju mundur di antara empat
2006).
langkah Empat
tahapan
masalah
tersebut
dalam
digambarkan oleh Fernandez, Hadaway dan
pemecahan masalah matematika menurut
Wilson (1994) seperti pada gambar 1, yang
Polya (1973) yaitu (1) memahami masalah
meliputi proses manajerial atau apa yang
(understanding
disebut oleh para ahli pendidikan seperti
the
penting
pemecahan
problem),
(2)
memikirkan rencana (devising a plan), (3)
Schoenfeld
(1992)
melaksanakan rencana (carrying out the
sebagai metakognisi.
dan
Flavell
(1979)
plan), serta (4) memeriksa kembali (looking back)
memuat
rincian
langkah
yang
semestinya ditempuh dan dilaksanakan oleh siswa, sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan secara efisien dan diperoleh solusi yang tepat. Langkah-langkah pemecahan masalah yang dianjurkan mengarahkan siswa untuk
selalu
dapat
kemampuannya
dan
menyadari dapat
potensi mengatur
Gambar 1. Siklus Kegiatan Pemecahan Masalah Sumber: Fernandez, Hadaway dan Wilson (1994)
kemampuan tersebut untuk digunakan pada
Schoenfeld
pemecahan masalah. Inti dari gagasan Polya
(1992)
menyebutkan
pengerahan
bahwa metakognisi menjadi elemen penting
kemampuan menyadari dan mengatur proses
yang menentukan kesuksesan atau kegagalan
berpikir.
seseorang
tersebut
mengarah
Jadi
kemampuan
dapat
pada
dikatakan
pemecahan
masalah
bahwa
dalam
pemecahan
masalah.
Kemampuan metakognitif membuat siswa
erat
menjadi lebih fleksibel. Ketika gagal dalam
kaitannya dengan proses berpikir seseorang. Pemecah masalah (problem solver)
pemecahan masalah, mereka akan mengubah
akan menyadari beberapa hal ketika melalui
strategi mereka hingga mendapatkan solusi
proses pemecahan suatu masalah yang
pemecahan. Kemampuan metakognitif yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
258
ISSN 2502-8723
baik
akan
membuat
mereka
menjadi
tepat, serta priorotas dan pemilihan langkah
pemecah masalah yang baik pula. Sebagian
pemecahan masalah yang paling sesuai.
besar pemecah masalah (problem solver)
Dari ketiga aktivitas metakognitif
mengalami kegagalan karena mereka terus
yang telah disampaikan oleh Magiera &
bekerja dengan strategi yang sama walaupun
Zawojewski (2011), dapat dikatakan bahwa
hal tersebut tidak menuntun mereka pada
metakognisi sebagai bagian dari proses
solusi pemecahan. Oleh karena itu, perlu ada
pengaturan diri dan kemampuan mengontrol
perhatian
implementasi
proses berpikir diri sendiri ada dalam tiap
pembelajaran matematika yang berfokus
tahapan dalam pemecahan masalah. Pada
pada aktivitas metakognitif siswa (In‘am,
setiap
Ghani, dan Sa‘ad, 2012).
merencanakan pemecahan, melaksanakan
terhadap
Dalam konteks pemecahan masalah, aktivitas
metakognitif
sebagai
tahap
rencana
pemecahan,
awareness,
siswa harus memonitor proses berpikirnya sekaligus
Zawojewski,2011).
dalam
Pada
aktivitas
awareness,
seseorang
untuk
pengetahuannya
memeriksa
kembali) dalam menyelesaikan masalah
regulation, dan evaluation (Mageira dan
menyadari
dan
masalah,
diidentifikasikan
metacognitive
metacognitive
(memahami
membuat
keputusan-keputusan
melaksanakan
dipilihnya
itu
agar
tahapan
yang
masalah
dapat
memikirkan
posisi
terselesaikan dengan baik bahkan pada tahap
selama
proses
akhir, siswa harus mempertanyakan kembali
menyelesaikan suatu masalah, apa yang
atas
diketahuinya,
dalam
jawabannya benar-benar telah sesuai dan
memecahkan masalah, strategi yang dapat
apakah memungkinkan ada cara lain yang
digunakan untuk memecahkan masalah,
lebih efektif dalam menyelesaikan masalah
serta hubungan antara pengetahuan yang
yang diberikan itu.
kemampuan
dimilikinya dengan strategi yang dapat digunakan.
Selanjutnya
yang
dibuatnya
apakah
Aktivitas metakognitif pada setiap
aktivitas
tahapan pemecahan masalah Polya dapat
seseorang
dianalisis dari contoh-contoh pernyataan
menyadari untuk memikirkan keterbatasan
yang diberikan siswa yang dirangkum dalam
dan
tabel 2.1.
metacognitive
pada
jawaban
evaluation,
keefektifan
pengetahuan
dan
kemampuannya dalam pemecahan masalah, keefektifan strategi yang dipilih, tingkat
Tabel 1. Aktivitas Metakognitif pada
kesulitan
Tahapan Pemecahan Masalah Polya
pemecahan
masalah, masalah.
dan
kualitas
hasil
Sedangkan
pada
Langkah Pemecahan
Aktivitas Metakognitif
Contoh Penyataan
Metacognitive awareness
―Saya merasa perlu untuk membaca soal lebih dari sekali untuk memahami maksud dari masalah yang diberikan.‖ ―Saya mencoba mengingat bahwa saya pernah memecahkan masalah setipe ini sebelumnya.‖
Metacognitive regulation
―Ada beberapa cara yang sering saya gunakan
aktivitas metacognitive regulation, seseorang menggunakan sumber kognisinya dalam rangka merencanakan, menentukan langkahMemahami masalah (understanding the problem)
langkah pemecahan masalah, tujuan dari setiap langkah pemecahan masalah yang dilakukan, pemilihan strategi yang paling
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
259
ISSN 2502-8723
dalam memahami masalah seperti ini, biasanya saya membuat tabel, menggambar bagan, atau melingkari angka-angka penting.‖ ―Saya menggaris bawahi setiap informasi penting yang ada pada soal karena hal tersebut mungkin akan mempermudah saya memahami maksut soal.‖
Metacognitive evaluation
Metacognitive awareness
Metacognitive regulation Memikirkan rencana (devising a plan)
Metacognitive evaluation
Metacognitive awareness Melaksanakan rencana (carrying out the plan)
Metacognitive regulation
dengan satu agar nanti mudah difaktorkan.‖
―Saya berpikir apakah pemahaman saya terhadap masalah ini sudah benar.‖ ―Menurut saya soal ini cukup sulit dan menantang sehingga saya berpikir apakah saya dapat memecahkan masalah ini dengan mudah.‖ ―Saya merasa perlu untuk membaca soal kembali dan memastikan tidak ada informasi yang terlewatkan yang dapat saya gunakan untuk memecahkan masalah ini.‖
Memeriksa kembali (looking back)
―Saya memikirkan beberapa rencana alternatif, sebagai pertimbangan jika nanti saya tidak menemukan solusi dengan rencana saya sebelumnya.‖ ―Saya memilih rencana ini karena saya rasa rencana ini jauh lebih efektif daripada rencana lainnya.‖ ―Saya sangat yakin bahwa rencana saya akan membawa saya pada solusi pemecahan karena semua informasi yang diberikan dalam soal dapat saya gunakan dalam rencana saya.‖ ―Saya berusaha meyakinkan diri bahwa rencana pemecahan yang akan saya lakukan efektif untuk menemukan solusi pemecahan.‖
Metacognitive awareness
―Saya berpikir apakah jawaban yang saya peroleh merupakan solusi pemecahan yang masuk akal.‖
Metacognitive regulation
―Saya meyakinkan diri sendiri bahwa hasil akhir yang saya peroleh ini telah sesuai dengan masalah yang diberikan‖ ―Saya mensubtitusikan hasil akhir yang saya peroleh ke persamaan awal. Jika nilainya memenuhi persamaan tersebut maka hasil yang saya peroleh sudah benar.‖
Metacognitive evaluation
―Saya rasa langkah pemecahan yang saya lakukan kurang efektif. Seharusnya saya menyederhanakan dulu bilangan-bilangan yang besar agar persamaan yang saya peroleh jauh lebih sederhana.‖
Diadaptasi dari Magiera & Zawojewski (2011) dan Polya (1973)
Untuk
memahami
metakognisi
siswa, dapat dilakukan metode think alouds. Siswa diminta untuk menjelaskan apa yang dipikirkannya saat memecahkan masalah persamaan kuadrat secara lisan. Menurut
―Saya selalu meyakinkan diri sendiri bahwa langkah pemecahan yang saya lakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah saya susun.‖ ―Saya selalu memeriksa kembali setiap langkah yang telah saya lakukan untuk memastikan bahwa langkah pemecahan saya tidak menyimpang dari rencana yang telah saya susun.‖
Charters (2003), think alouds merupakan salah satu cara yang paling efektif dalam menilai proses berpikir tingkat tinggi yang melibatkan
kerja
memori
dan
dapat
digunakan untuk mengetahui perbedaan masing-masing individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Data yang diperoleh
―Saya mencari debit air untuk masing-masing pompa dahulu kemudian saya subtitusikan pada persamaan kontinuitas.‖ ―Saya menyederhanakan persamaan hingga koefisien dari sama
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Metacognitive evaluation
―Saya berpikir apakah langkah pemecahan yang saya lakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah saya susun.‖ ―Saya melakukan kesalahan pada saat memfaktorkan, hal tersebut menyebabkan solusi yang saya peroleh tidak benar.‖ ―Saya berpikir apakah langkah yang saya lakukan akan membawa saya pada solusi dari masalah ini.‖
melalui metode think alouds dapat dianalisis dengan
menggunakan
teknik
analisis
tematik.
260
ISSN 2502-8723
Analisis tematik merupakan metode
mapping
mathematics
dapat
dianalisis
yang mengungkap potensi kebermaknaan
aktivitas metakognitif yang terjadi pada
matematika yang ada dalam suatu wacana
masing-masing
(Herbel-Eisenmann dan Otten, 2011). Proses
masalah persamaan kuadrat.
siswa
saat
mengerjakan
analisis tematik melibatkan empat fase, Tujuan Penelitian
yaitu: (1) membuat tabel yang berisi ide
Penelitian
matematis yang dapat digunakan oleh siswa
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan metakognisi siswa Sekolah
dalam memecahkan masalah persamaan
Menengah Atas dalam pemecahan masalah
kuadrat, (2) membuat clean map yang
persamaan kuadrat dengan menggunakan
menggambarkan jaringan ide matematis
mapping mathematics
dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada
METODOLOGI PENELITIAN
fase 1, (3) menganalisis metakognisi siswa
Pendekatan yang digunakan dalam
dalam memecahkan masalah persamaan
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
kuadrat, (4) membuat mapping mathematics
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
berdasarkan hasil analisis pada fase 3.
adalah data verbal berupa ungkapan siswa
Mapping mathematics didefinisikan
ketika melakukan think aloud dan ketika
sebagai alat untuk membangun struktur hasil
diwawancarai untuk memperoleh informasi
analisis tematik (Herbel-Eisenmann dan
mengenai aktivitas metakognitifnya. Jenis
Otten, 2011). Menurut Mustaqim (2013),
penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
mapping
penelitian
mathematics
juga
dapat
deskriptif
eksploratif
yaitu
didefinisikan sebagai gambar/diagram yang
mendeskripsikan hasil eksplorasi aktivitas
tersusun atas istilah atau konsep yang saling
metakognitif
berkaitan sebagai hasil dari pemetaan.
masalah persamaan kuadrat.
siswa
dalam
memecahkan
Pemetaan sendiri berarti suatu proses yang
Penelitian ini dilaksanakan di SMA
melibatkan identifikasi istilah dalam satu
Negeri 2 Lumajang pada semester genap
masalah
dengan
tahun pelajaran 2014-2015, bulan Mei 2015.
mathematics
SMA Negeri 2 Lumajang telah setahun
digunakan untuk menyatakan hubungan
menerapkan Kurikulum 2013. Siswa kelas X
yang bermakna antar konsep atau istilah
di SMA Negeri 2 Lumajang telah dibiasakan
yang
untuk
yang
gambar/diagram.
disusun Mapping
berbentuk
proposisi-proposisi
menyelesaikan
soal
pemecahan
(Hartutik, 2013). Proposisi merupakan dua
masalah. Subjek penelitian tidak dipilih
atau lebih konsep, istilah, atau bentuk-
secara acak, namun dipilih berdasarkan
bentuk matematis yang dihubungkan oleh
beberapa kriteria dimana partisipan yang
kata-kata dalam suatu unit semantik.
memiliki potensi tinggi untuk terlibat dalam
Mapping
yang
aktivitas metakognitif dan dapat menjelaskan
dimaksud dalam tulisan ini adalah diagram
proses berpikirnya dengan baik dipilih
yang menggambarkan rangkaian aktivitas
sebagai subjek penelitian (Magiera dan
metakognitif
Zawojewski, 2011).
masalah
siswa
persamaan
mathematics
dalam
memecahkan
kuadrat.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Melalui 261
ISSN 2502-8723
dalam
Adapun metode yang digunakan
pada fase 2 dan mapping mathematics yang
menentukan
digambar pada fase 4.
subjek
yaitu
(1)
menganalisis skor ulangan harian materi
TEMUAN PENELITIAN DAN DISKUSI
persamaan kuadrat, (2) mengelompokkan
Dalam langkah pemecahan masalah
siswa menjadi 3 kelompok (rendah, sedang,
yang dilakukan, siswa pada masing-masing
dan tinggi), (3) meminta beberapa siswa dari
kelompok cenderung melakukan aktivitas
masing-masing
metakognitif
kelompok
untuk
yang
sama,
yaitu
siswa
mengerjakan soal sambil melakukan think
kelompok
aloud, (4) jika siswa memperoleh suatu
ketiga aktivitas metakognitif (metacognitive
persamaan kuadrat dan solusi pemecahan
awareness, metacognitive regulation, dan
maka selanjutnya dipilih menjadi subjek
metacognitive
untuk diwawancarai.
memahami
Instrumen
penelitian
yang
rencana.
tinggi
cenderung
evaluation) masalah
Pada
pada
dan
langkah
melakukan
saat
memikirkan melaksanakan
digunakan untuk memperoleh data dalam
rencana, siswa kelompok tinggi cenderung
penelitian ini meliputi (1) peneliti, (2)
tidak melakukan aktivitas metacognitive
lembar soal, (3) pedoman wawancara, (4)
awareness, dan pada langkah memeriksa
alat rekam, (5) lembar validasi soal dan (6)
kembali solusi akhir yang diperoleh, siswa
lembar
validasi
kelompok tinggi cenderung tidak melakukan
Analisis
data
pedoman dalam
wawancara.
penelitian
ini
aktivitas
metacognitive
evaluation.
menggunakanan alisis tematik 5 fase yang
Kelompok siswa berkemampuan sedang
merupakan
cenderung
tematik
pengembangan
Herbel-Eissenmann
dari dan
analisis Otten
melakukan
metakognitif
ketiga
(metacognitive
aktivitas awareness,
(2011) sebagai berikut yaitu (1) membuat
metacognitive regulation, dan metacognitive
tabel yang berisi ide matematis yang
evaluation)
pada
diharapkan digunakan oleh siswa dalam
masalah,
memikirkan
memecahkan masalah persamaan kuadrat,
melaksanakan
rencana,
(2)
membuat
clean
map
yang
langkah
dan
memahami rencana, memeriksa
kembali. Demikian pula untuk kelompok
menggambarkan jaringan ide matematis
siswa berkemampuan rendah. Oleh sebab
dalam memecahkan masalah persamaan
itu, dalam paparan data pada penelitian ini,
kuadrat berdasarkan tabel yang dibuat pada
untuk deskripsi metakognisi siswa hanya
fase 1, (3) menganalisis metakognitif siswa
dipaparkan metakognisi satu siswa yang
dalam memecahkan masalah persamaan
mewakili
kudrat, (4) membuat mapping mathematics
Selanjutnya siswa yang mewakili kelompok
berdasarkan hasil analisis pada fase 3 yaitu
kemampuan tinggi akan disebut sebagai
dengan menggambarkan struktur berpikir
Subjek 1 (S1), siswa
siswa dalam pemecahan masalah persamaan
kelompok siswa berkemampuan sedang
kuadrat, dan (5) melakukan analisis terhadap
disebut Subjek 2 (S2), serta siswa yang
aktivitas
mewakili kemampuan rendah disebut Subjek
metakognitif
siswa
dengan
membandingkan clean map yang digambar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
masing-masing
kelompok.
yang mewakili
3 (S3).
262
ISSN 2502-8723
Saat
memecahkan
masalah
dimiliki sebelumnya tentang rumus debit dan
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
perbandingan
memahami
mempertimbangkan koefisien dari
masalah,
melibatkan
metakognisi
aktivitas
S1
metacognitive
evaluation.
serta dan
nilai determinan dari persamaan kuadrat
awareness, metacognitive regulation, dan metacognitive
senilai,
yang diperoleh.
Aktivitas
Aktivitas metacognitive regulation
metacognitive awareness saat memahami
oleh
masalah yang dilakukan oleh S1 terjadi saat
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan
membaca soal lebih dari sekali, serta
rencana baru yang dianggap lebih efektif
berusaha mengingat pernah bekerja dengan
daripada
soal
dilakukan.
setipe
yang
diberikan.
Aktivitas
S1
saat
memikirkan
rencana
rencana
sebelumnya Sedangkan
yang aktivitas
metacognitive regulation saat memahami
metacognitive evaluation saat memikirkan
masalah oleh S1 diindikasikan oleh aktivitas
rencana oleh S1 terjadi saat memikirkan
membuat tabel untuk mendata informasi
rencana
penting
meyakinkan diri tentang keefektifan rencana
yang
diberikan
dalam
soal,
memperbaiki format tabel agar lebih mudah
diindikasikan
oleh
aktivitas
pemecahan.
dipahami dan membuat tabel baru yang
Saat
melaksanakan
rencana,
melibatkan
aktivitas
dianggap paling efektif untuk membantu
metakognisi
dalam pemahaman masalah.
metacognitive regulation, dan metacognitive
aktivitas
metacognitive
Sedangkan
evaluation
saat
evaluation.
S1
Aktivitas
metacognitive
memahami masalah oleh S1 diindikasikan
regulation saat melaksanakan rencana oleh
oleh aktivitas meyakinkan diri tentang
S1 diindikasikan ketika S1 melakukan
pemahaman
masalah,
aktivitas memikirkan persamaan yang lebih
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
sederhana dari persamaan kuadrat yang
meyakinkan diri terhadap kemampuan dalam
diperoleh,
memecahkan masalah.
memutuskan cara yang dianggap paling
terhadap
Saat
memikirkan
dan
memikirkan
serta
rencana,
mudah untuk menentukan akar persamaan
aktivitas
kuadrat yang diperoleh. Sedangkan aktivitas
metacognitive
metacognitive evaluation saat melaksanakan
regulation, dan metacognitive evaluation.
rencana oleh S1 terjadi saat S1 merasa
Aktivitas
melakukan
metakognisi
S1
metacognitive
melibatkan
awareness,
metacognitive
memikirkan
rencana
kesadaran
untuk
awareness
oleh
S1
saat
kesalahan
terhadap
langkah
meliputi
pemecahan masalah karena memperoleh
posisi
jawaban yang tidak masuk akal, sehingga
pengetahuannya selama proses memikirkan
memaksa S1 untuk memikirkan kembali
rencana, apa yang diketahuinya, strategi
rencana yang telah dilaksanakan.
memikirkan
yang dapat digunakan untuk memecahkan
Saat
memeriksa
kembali,
masalah, serta hubungan antara pengetahuan
metakognisi
yang dimilikinya dengan strategi yang dapat
metacognitive awareness dan metacognitive
digunakan yaitu dalam bentuk aktivitas
regulation.
memikirkan
awareness saat memeriksa kembali oleh S1
kembali
pengetahuan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang 263
S1
melibatkan
Aktivitas
aktivitas
metacognitive
ISSN 2502-8723
terjadi ketika S1 meyakinkan diri bahwa
informasi penting mengenai kedua pompa
jawaban akhir yang diperoleh masuk akal
dan membuat bagan yang dianggap paling
dan telah sesuai dengan masalah yang
efektif untuk membantu dalam pemahaman
diberikan.
metacognitive
masalah. Sedangkan aktivitas metacognitive
regulation saat memeriksa kembali oleh S1
evaluation saat memahami masalah oleh S2
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan cara
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
yang dianggap efektif untuk mengecek
tentang
jawaban yang diperoleh. Berikut adalah
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
Mapping Mathematics untuk S1
meyakinkan diri terhadap kemampuan dalam
Aktivitas
pemahaman
terhadap
masalah,
memecahkan masalah. Saat
memikirkan
metakognisi
S2
metacognitive
rencana,
melibatkan
awareness,
aktivitas
metacognitive
regulation, dan metacognitive evaluation. Aktivitas
metacognitive
awareness
saat
memikirkan rencana oleh S2 terjadi saat S2 memastikan
kecukupan
diperlukan
dan
pengetahuan
informasi
memikirkan
yang
dimiliki
yang
kembali
sebelumnya
tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive regulation saat memikirkan rencana oleh S2 diindikasikan oleh aktivitas memikirkan rencana
yang
dianggap
efektif
untuk
memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan Gambar 2. Mapping Mathematics S1 saat Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat
Saat
memecahkan
volume air yang dialirkan oleh masingmasing pompa dalam waktu 12 jam.
masalah
Sedangkan
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
siswa berkemampuan sedang melibatkan metacognitive
tentang keefektifan rencana pemecahan.
awareness,
Saat
metacognitive regulation, dan metacognitive evaluation.
Aktivitas
metakognisi
metacognitive
S2
yang diberikan.
oleh
aktivitas
metacognitive
kembali
langkah
setiap
pemecahan
selesai serta
meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan
S2
yang dilakukan sesuai dengan rencana.
mendata
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
aktivitas
awareness,
mengecek
melakukan
Aktivitas metacognitive regulation
diindikasikan
melibatkan
melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat
mengingat pernah bekerja dengan soal setipe
oleh
rencana,
Aktivitas metacognitive awareness pada saat
soal lebih dari sekali, serta berusaha
masalah
melaksanakan
regulation, dan metacognitive evaluation.
dilakukan oleh S2 terjadi saat S2 membaca
memahami
S2
metacognitive
awareness saat memahami masalah yang
saat
metacognitive
evaluation saat memikirkan rencana oleh S2
memahami masalah, metakognisi S2, yaitu
aktivitas
aktivitas
264
ISSN 2502-8723
Aktivitas
metacognitive
regulation
saat
yang
mungkin
lebih
efektif
daripada
melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat
prosedur yang telah dilakukan. Berikut
S2 memikirkan persamaan
mapping mathematics untuk S2.
yang lebih
sederhana dari persamaan kuadrat yang diperoleh, memikirkan dan memutuskan cara yang
dianggap
paling
mudah
untuk
menentukan akar persamaan kuadrat yang diperoleh, serta memikirkan kembali konsep tentang perbandingan senilai untuk dapat dikaitkan dengan langkah pemecahan yang sedang
dilakukan.
Sedangkan
Aktivitas
metacognitive evaluation saat melaksanakan rencana oleh S2 terjadi saat S2 merasa melakukan
kesalahan
terhadap
langkah
pemecahan masalah karena memperoleh jawaban yang tidak masuk akal, sehingga memaksa S2 untuk memikirkan kembali rencana yang telah dilaksanakan. Saat
memeriksa
metakognisi
S2
metacognitive
kembali,
melibatkan
awareness,
aktivitas
metacognitive
regulation, dan metacognitive evaluation. Aktivitas
metacognitive
awareness
saat
memeriksa kembali oleh S2 terjadi saat S2 meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang diperoleh masuk akal dan telah sesuai
Gambar 3. Mapping Mathematics S2 saat Memecahkan
dengan masalah yang diberikan. Aktivitas
Masalah Persamaan Kuadrat
metacognitive regulation saat memeriksa kembali oleh S2 terjadi saat S2 memeriksa kembali
diindikasikan
oleh
Saat
memecahkan
masalah
aktivitas
persamaan kuadrat yang diberikan, dalam
memikirkan cara yang dianggap efektif
memahami masalah, metakognisi S3, yaitu
untuk mengecek jawaban yang diperoleh.
siswa berkemampuan sedang melibatkan
Sedangkan
aktivitas
aktivitas
metacognitive
metacognitive
awareness,
evaluation saat memeriksa kembali oleh S2
metacognitive regulation, dan metacognitive
terjadi
evaluation.
saat
S2
memeriksa
kembali
Aktivitas
metacognitive
diindikasikan oleh aktivitas mengevaluasi
awareness saat memahami masalah yang
dan
keefektifan
oleh S3 terjadi saat S3 membaca soal lebih
langkah pemecahan yang telah dilakukan
dari sekali, serta berusaha mengingat pernah
dari
bekerja dengan soal setipe yang diberikan.
memikirkan
awal
hingga
kembali
mendapatkan
solusi
pemecahan, serta memikirkan prosedur lain FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Aktivitas 265
metacognitive
regulation
saat
ISSN 2502-8723
memahami masalah oleh S3 diindikasikan
Aktivitas metacognitive awareness pada saat
oleh aktivitas mendata informasi penting
melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat
mengenai
S3
kedua
pompa
yaitu
tentang
mengecek
kembali
selesai
volume, waktu, dan debit dari kedua pompa.
melakukan
Sedangkan
metacognitive
meyakinkan diri bahwa langkah pemecahan
evaluation saat memahami masalah oleh S3
yang dilakukan sesuai dengan rencana.
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
Aktivitas
tentang
melaksanakan rencana oleh S3 terjadi saat
aktivitas
pemahaman
terhadap
masalah,
langkah
setiap
pemecahan,
metacognitive
regulation
saat
mempertimbangkan taraf kesulitan soal, dan
S3
meyakinkan diri terhadap kemampuan dalam
sederhana dari persamaan kuadrat yang
memecahkan masalah.
diperoleh, memikirkan dan memutuskan cara
Saat
memikirkan
metakognisi
S3
metacognitive
melibatkan
awareness,
memikirkan persamaan
serta
rencana,
yang
aktivitas
menentukan akar persamaan kuadrat yang
metacognitive
dianggap
diperoleh.
paling
yang lebih
mudah
Sedangkan
untuk
aktivitas
regulation, dan metacognitive evaluation.
metacognitive evaluation saat melaksanakan
Aktivitas
saat
rencana oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas
memikirkan rencana oleh S3 terjadi saat S3
ketika S3 merasa melakukan kesalahan
memastikan
kecukupan
yang
terhadap langkah pemecahan masalah karena
diperlukan
dan
kembali
memperoleh jawaban yang tidak masuk akal,
sebelumnya
sehingga S3 harus memikirkan kembali
tentang rumus debit. Aktivitas metacognitive
rencana yang telah dilaksanakan. Selain itu,
regulation saat memikirkan rencana oleh S3
ketika
terjadi
rencana
menentukan dua bilangan yang memiliki
diindikasikan oleh aktivitas memikirkan
hasil kali sama dengan -84 dan hasil
rencana
penjumlahan
metacognitive
pengetahuan
S3
yang
informasi
memikirkan
yang
saat
awareness
dimiliki
memikirkan
dianggap
efektif
untuk
S3
merasa
sama
kesulitan
dengan
untuk
-17,
S5
memecahkan masalah, yaitu menjumlahkan
memikirkan kembali keputusannya untuk
waktu yang diperlukan oleh kedua pompa
menggunkan cara pemfaktoran. Aktivitas
untuk mengalirkan 1260 liter sebelum
tersebut
akhirnya
metacognitive evaluation saat melaksanakan
memutuskan
untuk
mengganti
rencana menjumlahkan volume air yang
aktivitas
mengindikasikan aktivitas
rencana oleh S3.
dialirkan oleh kedua pompa dalam waktu 12 jam. Sedangkan
juga
Saat
metacognitive
metakognisi
memeriksa S3
kembali,
melibatkan
evaluation saat memikirkan rencana oleh S3
metacognitive
terjadi
regulation, dan metacognitive evaluation.
saat
S3
memikirkan
rencana
awareness,
aktivitas
diindikasikan oleh aktivitas meyakinkan diri
Aktivitas
tentang keefektifan rencana pemecahan.
memeriksa kembali oleh S3 terjadi saat S3
Saat
metacognitive
metacognitive
awareness
saat
melaksanakan
rencana,
meyakinkan diri bahwa jawaban akhir yang
melibatkan
aktivitas
diperoleh masuk akal dan telah sesuai
metacognitive
dengan masalah yang diberikan. Aktivitas
regulation, dan metacognitive evaluation.
metacognitive regulation diindikasikan oleh
metakognisi metacognitive
S3
awareness,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
266
ISSN 2502-8723
aktivitas memikirkan cara yang dianggap
awareness saat melaksanakan rencana. Jika
efektif untuk mengecek jawaban yang
dibandingkan dengan siswa yang berada di
diperoleh.
kelompok
Sedangkan
aktivitas
sedang
dan
rendah,
ketika
metacognitive evaluation saat memeriksa
memperoleh solusi yang sudah diyakini
kembali oleh S3 diindikasikan oleh aktivitas
benar, siswa kelompok tinggi cenderung
mengevaluasi
tidak memikirkan dan mencoba prosedur
dan
memikirkan
kembali
keefektifan langkah pemecahan yang telah
yang lebih
dilakukan dari awal hingga mendapatkan
masalah. Hal ini disebabkan oleh rasa
solusi
memikirkan
percaya diri yang tinggi dalam memecahkan
prosedur lain yang mungkin lebih efektif
masalah yang tidak dimiliki oleh siswa
daripada prosedur yang telah dilakukan.
kelompok sedang dan rendah.
pemecahan,
serta
Berikut mapping mathematics untuk S3.
efektif
Dalam
untuk
memecahkan
memahami
masalah,
metakognisi kelompok siswa berkemampuan tinggi,
sedang
aktivitas
dan
rendah
melibatkan
metacognitive
awareness,
metacognitive regulation, dan metacognitive evaluation.
Aktivitas
metacognitive
awareness yang dilakukan oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah
meliputi
kesadaran
untuk
memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam memahami masalah yaitu membaca soal lebih dari sekali, berusaha mengingat pernah bekerja dengan soal setipe yang diberikan. Aktivitas metacognitive regulation dalam memahami masalah oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah meliputi kesadaran dalam mengontrol perencanaan strategi yang dianggap efektif untuk memahami masalah yaitu mendata Gambar 3. Mapping Mathematics S3 saat Memecahkan
informasi penting, menceritakan kembali
Masalah Persamaan Kuadrat
masalah dengan bahasa sendiri, membuat tabel atau bagan untuk mempermudah
KESIMPULAN Berdasarkan mapping mathematics
pemahaman
terhadap
masalah
yang
diketahui bahwa siswa kelompok tinggi
diberikan pada soal. Sedangkan aktivitas
cenderung
metacognitive evaluation dalam memahami
tidak
metacognitive
melakukan
awareness
aktivitas
pada
saat
masalah
oleh
kelompok
siswa
melaksanakan rencana, sedangkan siswa
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah
kelompok sedang dan rendah lebih sering
meliputi
melakukan
keefektifan dan keterbatasan proses berpikir
aktivitas
metacognitive
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
267
kesadaran
dalam
memikirkan
ISSN 2502-8723
serta asesmen terhadap tingkat kesulitan
regulation dan metacognitive evaluation.
masalah.
Sedangkan kelompok siswa berkemampuan
Dalam
memikirkan
rencana,
sedang dan rendah melibatkan aktivitas
metakognisi kelompok siswa berkemampuan
metacognitive
tinggi,
melibatkan
regulation, dan metacognitive evaluation.
awareness,
Aktivitas metacognitive awareness yang
sedang
aktivitas
dan
rendah
metacognitive
awareness,
metacognitive regulation, dan metacognitive
dilakukan
evaluation.
metacognitive
berkemampuan sedang dan rendah meliputi
awareness yang dilakukan oleh kelompok
kesadaran untuk memikirkan apa yang perlu
siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan
dilakukan dalam melaksanakan rencana
rendah
untuk
yaitu selalu meyakinkan diri bahwa langkah
memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam
pemecahan yang dilakukan sesuai dengan
memikirkan
memastikan
rencana. Hal ini tidak nampak dilakukan
kecukupan informasi yang diperlukan untuk
oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi.
menyusun rencana.
Karena terlalu percaya diri dengan satu
Aktivitas
meliputi
kesadaran
rencana
yaitu
Aktivitas metacognitive regulation
rencana
oleh
metacognitive
kelompok
pemecahan,
kelompok
siswa
siswa
dalam memikirkan rencana oleh kelompok
berkemampuan tinggi merasa tidak perlu
siswa berkemampuan sedang dan rendah
untuk meyakinkan diri apakah langkah
meliputi
pemecahan yang dilakukan sudah sesuai
kesadaran
dalam
mengontrol
perencanaan strategi, penyusunan langkah
dengan
kerja dan tujuan, serta pemilihan strategi
berkemampuan tinggi beranggapan bahwa
pemecahan masalah yang tepat. Sedangkan
mereka
kelompok
tinggi
pemecahan yang pasti, jadi tidak mungkin
metacognitive
langkah pemecahan yang dilakukan tidak
siswa
melakukan
berkemampuan
aktivitas
regulation hanya terbatas pada kesadaran
siswa
berkemampuan
hanya
Kelompok
memiliki
satu
siswa
rencana
sesuai dengan rencana.
dalam penyusunan langkah kerja dan tujuan. Kelompok
rencana.
Aktivitas metacognitive regulation
tinggi
dalam melaksanakan rencana oleh kelompok
cenderung merasa tidak perlu memikirkan
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
rencana pemecahan yang lain jika rencana
rendah meliputi kesadaran dalam mengontrol
pemecahan yang ia lakukan dirasa tidak
perencanaan strategi, penyusunan langkah
efektif untuk memperoleh solusi pemecahan.
kerja dan tujuan, serta pemilihan langkah
Aktivitas metacognitive evaluation dalam
pemecahan yang tepat. Sedangkan aktivitas
memikirkan rencana oleh kelompok siswa
metaconitive
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah
melaksanakan rencana oleh kelompok siswa
meliputi
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah
kesadaran
dalam
memikirkan
evaluation
keefektifan dan keterbatasan proses berpikir
meliputi
dan keefektifan strategi yang direncanakan.
keefektifan dan keterbatasan proses berpikir,
Dalam
melaksanakan
rencana,
kesadaran
dalam
dalam
mengontrol
keefektifan strategi, serta asesmen terhadap
metakognisi kelompok siswa berkemampuan
hasil yang diperoleh
tinggi melibatkan aktivitas metacognitive FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
268
ISSN 2502-8723
.
Dalam memeriksa kembali,
pendidikan termasuk di Perguruan Tinggi
metakognisi kelompok siswa berkemampuan
karena keterbatasan penelitian, yaitu hanya
tinggi melibatkan aktivitas metacognitive
terbatas
awareness dan metacognitive regulation.
penelitian terpilih).
pada
3
siswa
SMA
(subjek
Sedangkan kelompok siswa berkemampuan
Bagi guru, disarankan untuk selalu
sedang dan rendah melibatkan aktivitas
mendampingi dan membantu siswa dalam
metacognitive
metacognitive
mengembangkan kemampuan metakognitif
regulation, dan metacognitive evaluation.
siswa. Guru dapat merfleksi pengetahuan
Aktivitas metacognitive awareness yang
siswa yang bertujuan untuk mengarahkan
dilakukan
siswa
siswa pada solusi ataupun menyadarkan
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah
siswa bahwa siswa melakukan kesalahan.
meliputi kesadaran untuk memikirkan apa
Refleksi
yang perlu dilakukan dalam memeriksa
menumbuhkan ide dalam diri siswa dalam
kembali yaitu selalu meyakinkan diri bahwa
menemukan
solusi pemecahan yang diperoleh masuk
digunakan dalam memecahkan masalah.
awareness,
oleh
kelompok
akal.
yang
strategi
diberikan
baru
yang
dapat
dapat
Daftar Rujukan Aktivitas metacognitive regulation Bransford, J.dan B.S. Stein. 1993. The IDEAL Problem Solver: A Guide for ImprovingThinking, Learning, and Creativity (2nd ed). New York:W.H. Freeman. Charters, E. 2003. The Use of Think-aloud Methods in Qualitative Research An Introduction to Think-aloud Methods. Brock Education, 12 (2): 68-82. In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive Approach to Solving Algebra Problems. International Journal of Independent Research and Studies, 1(4): 162-173. Flavell, J. H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A new Area of Cognitive-Development Inquiry. American Psychologist. Vol. 34, pp. 906-911. American Psychological Association. Goldin, G. dan Kaput, J. 1996.A joint perspective on the idea of representation in learning and doing mathematics‘, in L. Steffe, P. Nesher, P. Cobb, G. Goldin, and B. Greer (eds.).Theories of Mathematical Learning. Erlbaum, Hillsdale, NJ, pp. 397–430. Hartutik, Y. 2013. Proses Scaffolding Berdasarkan Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat dengan MenggunakanMapping
dalam memeriksa kembali oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah meliputi kesadaran dalam mengontrol perencanaan dan pemilihan strategi yang efektif untuk memeriksa kembali solusi yang diperoleh.
Aktivitas
metacognitive
evaluation dalam memeriksa kembali oleh kelompok siswa berkemampuan sedang dan rendah meliputi kesadaran dalam mengontrol keefektifan dan keterbatasan proses berpikir serta
keefektifan
strategi
yang
telah
dilakukan. SARAN Disarankan bagi peneliti lain yang berminat
untuk
dapat
mengembangkan
penelitian ini pada soal yang berbeda baik dalam materi yang sama maupun berbeda karena penelitian ini hanya terbatas pada 1 masalah yang melibatkan persamaan kuadrat untuk memecahkannya. Disarankan pula untuk
melakukan
penelitian
tentang
metakognisi siswa pada berbagai jenjang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
269
ISSN 2502-8723
Mathematics.Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Herbel-Eisenmann, B.A. dan Otten, S. 2011.Mapping Mathematics in Classrom Discourse.Journal for Research in Mathematics Education, 42 (5): 451-485. In‘am, A., dkk. 2012. A Metacognitive Approach to Solving Algebra Problems. International Journal of Independent Research and Studies, 1(4): 162-173. Jonassen, D. H. 2000. Toward a Design Theory of Problem Solving.EducationalTechnology Research and Development 48 (4): 63-85. New York:Springer. Mageira, M.T., dan Zawojewski, J.S. 2011. Characterization of Social-Based and Self-Based Contexts Associated With Students‘ Awareness, Evaluation, and Regulation of Their Thinking During Small-Group Mathematical Modelling.Journal for Research in Mathematics Education, 42(5): 486-516. Mustaqim. 2013. Proses Scaffolding Berdasarkan Diagnosis Kesulitan Siswa DalamMenyelesaikan Masalah Program Linear Dengan MenggunakanMappingMathematics . Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Polya, G. 1973. How to Solve it: A New Aspect of Mathematical Model(2nd ed.) . Princeton. New Jersey: Princeton University Press _______. 1981. Mathematical Discovery: On understanding, Learning, and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley & Son. Pugalee, D. K. 2004. Comparison of Verbal and Written Descriptions of Students' Problem Solving Processes.Educational Studies in Mathematics 55 (1): 27-47. New York: Springer Schraw, G. 1995. Cognitive Processes in Well-Defined and Ill-defined Problem Solving.Applied Cognitive Psychology 9 : 523-555. New York: John Wileys & Son, Ltd Schoenfeld A. H. 1992. Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition and Sense Making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.), Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, pp. 334 - 370. New York: Macmillan. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Setiawati, E. 2011. Hambatan Epistemologi (Epistemological Obstacles) Dalam Persamaan Kuadrat Pada Siswa Madrasah Aliyah. Makalah dipresentasikan di International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 ―Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education‖. Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Yogyakarta. Yogyakarta, 21-23 Juli 2011 Song, H. D. dan Grabowski, B. L. 2006. Stimulating intrinsic motivation for problem solving using goal-oriented contexts and peer group composition. Educational Technology Research & Development Journal, 54(5): 445466. Tarim, K. 2009. The Effects Of Cooperative Learning On PreschoolersMathematics ProblemSolving Ability.Educational Studies inMathematics,72(3): 325- 340. Wilson, J. dan Clarke, D. 2004. Toward The Modelling of Mathematical Metacognition. Mathematics Education Research Journal, 16(2), 25-48
270
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA EKONOMI EMA SURAHMI Program Studi Pendidikan Matematika-Universitas Madura Jl. Raya Panglegur km 3,5 Pamekasan-Madura. Email: [email protected]
Abstrak : Aktivitas pembelajaran seperti mengemukakan pendapat, bekerja sama, mempresentasikan, bertanya, dan menjawab sangatlah penting karena siswa terlibat langsung dan tidak hanya diam mendengar tetapi juga melakukan, sehingga mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah satu model atlernatif yang diduga dapat digunakan untuk mengatasi masalah terkait adalah model kooperatif dengan tipe Group Investigation (GI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group invetigation terhadap hasil belajar mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Madura. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, dengan mengambil dua sampel yaitu mahasiwa Akuntansi A sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 40 mahasiswa, dengan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan Akuntasi C sebagai kelas kontrol berjumlah 35 mahasiswa, dengan pembelajaran konvensional. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan (1) Metode test dan (2) Kuisioner dan analisi data yang digunakan uji-t. Dari hasil analisis data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Madura, hal ini dilihat dari hasil uji-t dengan nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan 5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung > ttabel sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation memberikan pengaruh positif. Kata Kunci : Tipe Group Investigation, Hasil Belajar
hasil proses transformasi dari guru (Nikson 1992) Melihat pentingnya matematika dalam kehidupan, hampir semua bidang tidak lepas dengan penerapan ilmu matematika, salah satunya adalah ilmu ekonomi yang hampir sebagian besar menggunakan teori-teori matematika, hubungan implementasi matematika dan ekonomi sangat erat, sehingga diharapkan mahasiswa jurusan ekonomi dapat dengan mudah mempelajari dan paham dengan prinsip dan konsep matematika. Selain itu mahasiswa mampu menggunakan teoremateorema yang ada dalam menyelesaikan soal atau permasalahan yang mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian di lingkungan sekitar. Matematika ekonomi sebagai salah satu Matakuliah yang wajib dipelajari mahasiswa S1 Ekonomi diantaranya membahas tentang, Deret, Fungsi linear dan Non-Linear, matriks serta aplikasi dalam bidang keilmuan/ bidang ekonomi. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
PENDAHULUAN Pembelajaran dapat diartikan suatu upaya untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar. Menurut Degeng (1989) pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan siswa.Secara eksplisit terlihat bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika adalah suatu upaya dalam membantu siswa untuk mengkonstruksikan (membangun) konsep-konsep atau prinsipprinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali. Pembelajaran lebih menekankan bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa untuk belajar, bukan pada apa yang dipelajari siswa. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan bahwa siswa lebih banyak beperan dalam mengkonstruksikan pengetahuan bagi dirinya, dan bahwa pengetahuan itu bukan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
271
ISSN 2502-8723
pada pembelajaran matematika ekonomi, mahasiswa ekonomi kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru/dosen dan sistem klasikal, diduga menjadi pembelajaran yang membosankan bagi mahasiswa. Jika mahasiwa dapat diikutsertakan dalam pembelajaran, akan menjadi lebih hidup dan ada timbal balik antara guru/dosen dengan mahasiswa. dan siswa. Sehingga rasa senang terhadap matematika dapat mulai ditanamkan. Aktivitas pembelajaran seperti mengemukakan pendapat, bekerja sama, mempresentasikan, bertanya, dan menjawab sangatlah penting karena siswa terlibat langsung dan tidak hanya diam mendengar tetapi juga ―melakukan‖ sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar. Salah satu model atlernatif yang diduga dapat digunakan untuk mengatasi masalah terkait adalah model kooperatif dengan tipe Group Investigation (GI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group invetigation terhadap hasil belajar mahasiswa terhadap materi Fungsi Linear aplikasi bidang ekonomi pada matakuliah Matematika ekonomi, jurusan Akuntansi Universitas Madura.
O1 & O3
: Tes awal untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum treatment dilakukan. O2 & O4 : Tes akhir untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah treatment dilakukan. E : Kelas Eksperimen (kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation) K : Kelas Kontrol (kelas yang menggunakan model pembelajaran Konvensional) X : Treatment (model Kooperatif tipe Group Investigation pada Eksperimen dan model Konvensional pada Kontrol) Dalam desain ini disebut control Group pre-test post-test design karena dalam desain ini kedua kelompok O1 dan O3 diberi tes awal (pre-test) dengan tes yang sama. Setelah treatment selesai dilakukan maka kedua kelompok O2 dan O4 diberikan tes yang sama sebagai tes akhir (Post-test) setipe dengan soal sebelumnya. Sampel yang diambil terdiri dari dua sampel, adalah mahasiwa Akuntansi A sebagai kelas eksperimen berjumlah 40 mahasiswa dengan pembelajran kooperatif tipe group investigation dan mahasiswa Akuntasi C sebagai kelas kontrol berjumlah 35 mahasiswa dengan pembelajran konvensional, dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan (1) Metode test dan (2) Kuisioner. Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis, yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pembelajaran dengan model Group Investigation, untuk validasi instrumen maka dilakuan ujicoba tes, yang diberikan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk mengetahui layak atau tidak instrumen tersebut digunakan. Instrumen yang digunakan harus memenuhi syarat : validitas tes, reliabilitas tes, daya beda dan tingkat kesulitan. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan probabilitas normal untuk uji normalitas dan menggunakan uji F untuk untuk uji homogenitas. Setelah uji normalitas dan homogenitas dilakukan selanjutnya menganalisis data yang diperoleh setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Untuk mengetahui nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa, rumus yang digunakan sebagai berikut:
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Pada penelitian ini akan dicari dan diteliti, bagaimana pengaruh penggunaan metode pembelajaran koperatif tipe Group Invertigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2011: 107), penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu, terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis Control Group Pre Test-Post Test. Pola : E
O1 X O2
K
O3 X O4
Sumber: Arikunto (2006: 86) Keterangan :
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
272
ISSN 2502-8723
demokrasi yang dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Slavin, (2010)), dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Seleksi topik Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompokkelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan kerjasama Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1diatas. 3. Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2. pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4. Analisis dan sintesis Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. 5. Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru. 6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya. Peran guru dalam pembelajaran ini sebagai pendamping bagi siswa, keteterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai
= Nilai rata-rata = Nilai ke- i = Frekuensi data ke-i Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik statistik t –tes dengan rumus Sparated Varian, sebagai berikut;
(Sugiyono: 2011; 197) Keterangan: = Nilai rata-rata kelas eksperimen = Nilai rata-rata kelas kontrol = Varians pada kelas eksperimen = Varians pada kelas kontrol = Jumlah sampel kelas eksperimen = Jumlah sampel kelas kontrol Untuk mengetahui tingkat sidnifikannya dengan cara membadingkan thitung dengan ttabel menggunakan taraf signifikan 5 % atau taraf kepercayaan 95% satu arah, dan db = ( n1 + n2) - 2. Dengan ketentuan jika thitung < ttabel maka H0 diterima, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (Group Investigation) Pembelajaran Group Investigation merupakan upaya bahwa pembelajaran dengan tipe ini akan mendapatkan suatu pengalaman belajar yang lebih dari pada tipe kooperatif lainnya. Karena pada tipe ini sangat kompleks yang dapat mewakili tipetipe kooperatif lainnya. Tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Model ini mengungkapkan dampak positif kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas belajar mahasiwa dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajran matematika. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip belajar FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
273
ISSN 2502-8723
tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya.
Pengaruh pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada Matematika Ekonomi Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. Slavin (2010) mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah: 1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok. Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2. Rencana Kooperatif Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas. 3. Peran Dosen Dosen menyediakan sumber dan fasilitator. Dosen memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para Dosen yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik
Hasil belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
274
ISSN 2502-8723
untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas. Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut (Slavin, 2010) ;
memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
HASIL Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa ― ada ― pengaruh pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Madura, hal ini dilihat dari hasil uji-t dengan nilai thitung =1,836 dengan taraf signifikan 5% nilai t tabel =1,666 dengan demikian t hitung > ttabel . Jika thitung < ttabel maka H0 diterima, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe group investigation mempunyai pengaruh positif pada hasil belajar mahasiswa.
Tahap I Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.
Tahap II Merencanakan tugas.
Tahap III Membuat penyelidikan.
Tahap IV
Guru / Dosen memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Mahasiwa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
KESIMPULAN 1. Terkait dengan efektivitaspenggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Akuntansi Tahun 2015 menunjukkan bahwa: Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan model GroupInvestigation berpusat pada mahasiwa, dosen hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga mahasiswa berperan aktif dalam pembelajaran. Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap mahasiwa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok. Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan model Group Investigation mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
Mempersiapkan tugas akhir. Tahap V
Mahasiswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Mempresentasikan tugas akhir. Tahap VI
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Evaluasi.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Pembelajaran ini adalah proses dinamika siswa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
275
ISSN 2502-8723
dipelajari, semua mahasiswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Keempat, adanya motivasi yang mendorong mahasiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Melalui pembelajaran kooperatif dengan model Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat mahasiswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran. 2. Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran dengan tipe Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong mahasiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
harus menguasai dan paham tentang model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Benjamin Bloom (1956) Principle of Education http://scholar.google.com/scholar? startBenjaminBloom,New York, Holt Rinehart Winston. Diakases tanggal 15 Desember 2015 Degeng,I Nyoman Sudana. 1987. Ilmu Pengajaran, Taksonomi Variabel. Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud. Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/2007/1 1/13/ metode-investigasikelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 13 November 2015) Mudjiono (1997).Dinamika Pendidikan, 2007 jurnal.unnes.ac.idvBandung : PT. RemajaRosdakarya. Diakses 11 Nopember 2015. Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nikson, (1992) Fakultas Pendidikan Dalam Jurnal Pendidikan dan konsep pembelajaran 2005 undiksha.ac.id. diakses 13 Januari 2013 Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Slavin, Robert E. 2010.Cooperatif Learning. Bandung : Nusa Media. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
SARAN Berdasarkan hasil simpulan diatas maka peneliti ingin memberikan masukan berupa saran-saran yang bersifat konstruktif demi peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan kreativitas siswa. Saran-saran tersebut antara lain; 1. Perubahan dalam kegiatan pembelajaran sangat diperlukan bagi mahasiswa karena mahasiswa akan lebih bersemangat dalam belajar sehingga hasil belajar yang didapat optimal. 2. Perubahan dalam pembelajaran memerlukan suatu teknik yang sangat sesuai dengan materi dan harus dikuasai oleh seorang guru, jadi sebelum mengadakan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
276
ISSN 2502-8723
Udin
S. Winaputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1. Widayat, W. 2001. Matematika Ekonomi, Yogyakarta : BPFE.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
277
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KONSEP POST-METHOD SEBAGAI ACUAN BAGI FLEKSIBIKITAS GURU DAN DOSEN DALAM PROSES PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KONTEKS SEKOLAH Adi Surya Irawan S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Eliasanti Agustina S2 Pendidikan Bahasa Inggris – Pascasarjana UniversitasNegeri Malang Email: [email protected]
Abstrak Di dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mencoba untuk mengeksplor konsep Post-Method sebagai bahan acuan bagi para guru dan dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di sekolah pada konteks pendidikan di Indonesia. Konsep PostMethod pertama kali muncul pada sekitar tahun 1980 dan menjadi topic pembahasan bagi para akademisi di bidang pengajaran ilmu kebahasaan, terutama bahasa Inggris. Konsep fleksibilitas atau kebebasan dalam menerapkan berbagai metode-metode pengajaran bahasa yang terlebih dahulu ditemukan seperti; audio-lingual method, grammar translation method, communicative approach atau yang lainnya, merupakan inti dari konsep Post-Method dan juga menjadi pokok bahasan penting pada karya tulis ilmiah ini. Penulis mencoba untuk menggali potensi dari konsep Post-Method dengan mengadakan penelitian berbasis literature dan wawancara kepada beberapa narasumber untuk mendapatkan data yang berguna bagi karya tulis ilmiah ini. Dengan menggunakan proses analisis deskriptif berbasis kualitatif, penulis menyajikan keunggulan konsep Post-Method di dalam proses pengajaran bahasa Inggris bagi para guru dan dosen, terutama dalam konsep fleksibilitas yang dimilikinya. Kata kunci: Post-Method, fleksibilitas, pengajaran bahasa Inggris, metode pengajaran.
PENDAHULUAN
mencari metode baru yang akan berfungsi
Sejarah Berbagai Metode Pengajaran
sebagai penyelesai dari masalah pengajaran
Bahasa Inggris
bahasa Inggris. Penelitian tersebut telah
Metode dalam mengajar bahasa
dimulai sekitar tahun 1880 dengan publikasi
telah mengalami banyak perubahan. Catatan
Francois Gouin dalam The Art of Teaching
sejarah
and Learning Foreign Language di mana
tentang
kecenderungan
untuk
menggambarkan kesuksesan dari metode,
sekelompok
yang satu persatu tidak digunakan dan
Method populer di awal abad ke-20 sebagai
digantikan oleh metode yang baru. Apakah
perbaikan dari metode Grammar Translation
guru yang memutuskan eksistensi dari
Method. Pada tahun 1950, Audio Lingual
sebuah metode atau faktor lainnya adalah
Method dianggap memberikan gambaran
sesuatu yang sulit ditentukan. Jelasnya,
yang baik. Pada akhir 1960-an, audio-lingual
diskusi para ahli menyebutkan bahwa tujuan
kehilangan popularitasnya karena kurang
akhir dari berbagai metode adalah untuk
teoritis dan praktis terutama mengenai
memfasilitasi proses pembelajaran. Tapi ada
penggunaan cara menghafal dan drilling.
yang patut disesalkan adalah (Brown, 2002)
Namun,
mengapa ada metode yang tidak produktif
mereka menimbulkan frustasi, kebosanan
dan mengapa kita bersusah payah dalam
dan menemukan diri mereka tidak mampu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
278
metode
siswa
dianjurkan.
mengeluh
bahwa
Direct
kelas
ISSN 2502-8723
mentransfer pengetahuan mereka. Dengan
pengajaran bahasa adalah pergeseran peran
berbagai
kesadaran
guru dari pemberi materi menjadi fasilitator
tentang tata bahasa pada bahasa asing, para
pembelajaran, dan siswa dari penerima pasif
ahli berupaya untuk memodifikasi versi
menjadi pemikir yang kritis.
pemikiran
perlunya
Grammar Translation Method menjadi lebih
Mulai sekarang , kecenderungan
up-to-date. Perubahan versi tersebut diganti
methodologists terhadap pendekatan menjadi
menjadi
jelas. Pendekatan pengajaran bahasa bukan
Cognitive-code
learning.
Pembelajaran ini mengajukan dua karakter
hanya
yaitu: (1) Penguasaan siswa terhadap tata
diterapkan secara rigid tetapi merupakan
bahasa harus diikuti dengan penggunaan
suatu yang dinamis . Dan fitur yang
bahasa tersebut. dan (2) peserta didik harus
signifikan dari kedinamisan ini adalah
diberi
menggunakan
perubahan. Perubahan melibatkan inovasi ,
bahasa secara kreatif. Sayangnya metode ini
dan inovasi melibatkan kebebasan untuk
gagal untuk dipraktekkan karena kurangnya
memaksimalkan
pedoman metodologis. Namun demikian,
(2002 ) berpendapat bahwa , " Interaksi
bersama-sama dengan psikologi humanistik
antara
mereka berhasil meletakkan dasar Metode
seseorang adalah kunci untuk mengajar yang
Designer (yaitu, Silent Way, Suggestopedia,
dinamis ".
Community
Alasan
kesempatan
Physical
untuk
Language Response).
menekankan
perlunya
Learning, Mereka
Total semua
pemahaman
seperangkat
prinsip
proses
pendekatan
–
yang
belajar.
dan
Alasan
statis
Brown
praktek
dari
kelas
Lahirnya
Postmethod
dan
Ahli
postmethod
sering
belajar bahasa dalam lingkungan yang
berargumen bahwa postmethod lebih baik
nyaman.
dari Di
atas
semua
metode
dan
konsep
metode.
mengungkapkan
,
pendekatan yang dianjurkan, metode yang
mereka,
postmethod
paling inovatif yang berlangsung sejauh ini
realisasi lebih lanjut dari pencarian metode
tampaknya pengajaran bahasa diikuti dengan
baru. Postmethod dapat dilihat sebagai upaya
pemberian tugas atau disebut dengan Task
untuk menyatukan inovasi yang berbeda dari
Based Learning. Prabhu (1990) berpendapat
metode dalam pengajaran bahasa yang
bahwa tidak ada metode terbaik, dia
komunikatif (CLT) yang lebih holistik dan
memunculkan filsafat tentang filsafat tentang
didefinisikan ulang.
tidak ada metode dapat digunakan di kelas .
bahwa
yang
berpendapat
keberadaan
mengajar
pertimbangan merupakan
Namun, keberadaan postmethod
Sejak saat itu, mayoritas ahli banyak yang bahwa
dalam
Mereka
haruslah
tampaknya
cukup
metode.Bell
menyerang (2003
demokratis. Pendidikan adalah lebih dari
menyampaikan beberapa argumen
sekedar pelatihan. Ini adalah proses yang
digunakan
berorientasi dan sinergis. Pengetahuan tidak
pembelajaran konvensional.
hanya ersumber dari satu atau teacher
untuk
1. Pertama
mengalahkan
,
ahli
yang
metode
postmethod
centered, tetapi pengetahuan adalah milik
berpendapat
siswa dan guru. Apa yang terlihat di bidang
petunjuk untuk praktek ) benar-benar
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
279
bahwa
)
metode
(
ISSN 2502-8723
terbatas
dalam
variasi
dalam
Konsep Postmethod
prosesnya. Jika metode konvensional
Postmethod
(
atau
biasanya
seperti Grammar Translation Method
dinyatakan sebagai era pasca - metode )
memiliki realisasi yang terbatas,
diperkenalkan oleh Kumaravadivelu (1994 )
maka dapat digambarkan bahwa
yang mengidentifikasi bahwa pasca - metode
hanya sedikit variasi dari metode itu .
yang lahir sebagai hasil dari ketidakpuasan
Namun , CLT akan memberikan
dari konsep metode konvensional. Alih-alih
aplikasi yang lebih besar . Dengan
menggunakan satu set prosedur , pada
demikian , variasi dalam realisasinya
postmethod guru menyesuaikan pendekatan
akan normal.
mereka
2. Kedua , ahli postmethod berpendapat bahwa
metode
diwujudkan
dalam
dengan
faktor
lokal
,
kontekstual , sementara pada saat yang sama
tidak
dapat
sedang dipandu oleh sejumlah
bentuk
yang
makro, seperti memaksimalkan kesempatan
paling murni di kelas sesuai dengan prinsip-prinsip
sesuai
keaslian
strategi
belajar dan mendorong otonomi siswa.
mereka
Dalam istilah praktisnya , kondisi
karena metode – metode tersebut
postmethod
tidak berasal dari praktek kelas.
kemungkinan untuk mendefinisikan ulang
3. Sebuah argumen yang tidak penting dikemukakan
karena
hanya
menandakan
beberapa
hubungan antara inti dan pendukungnya.
ada
1.
Yang pertama dan terpenting , itu
ketertarikan kecil dalam metode-
menandakan pencarian alternatif untuk
metode tersebut . Argumen ini
metode daripada metode alternatif .
cenderung
bahwa
Keluar dari kontradiksi yang melekat
beberapa metode seperti Community
antara metode yang dikonsep oleh ahli
language Learning , Silent Way dan
teori dan metode yang diaktualisasikan
Suggestopedia , inti dari filosofi
oleh praktisi telah muncul kebutuhan
mereka telah ada di pengajaran
untuk
bahasa . Munculnya postmethod
metode itu sendiri . Dari titik pandang
pedagogi lebih berkaitan dengan
conceptualizer,
kekuatan-kekuatan sosial yang lebih
pengajaran
besar daripada dengan kematangan
terdiri dari satu set prinsip-prinsip
pedagogis
teoritis yang berasal dari disiplin ilmu
mengabaikan
4. Argumen terakhir mengatakan bahwa
inti
melihat
dan
melampaui
setiap
bahasa
satu
gagasan
set
metode
dalam
idealnya
prosedur
kelas
beberapa metode yang rumit untuk
diarahkan pada guru kelas. (berpusat
diadopsi secara luas karena mereka
pada bahasa , metode yang berpusat
sulit untuk dipahami dan digunakan,
pada siswa, dan metode yang berpusat
kekurangan aplikasi yang jelas dan
pada pembelajaran). Dari titik pandang
praktis , dan memerlukan pelatihan
praktisi , tidak satupun dari metode ini
khusus.
dapat diwujudkan dalam bentuk yang paling murni di kelas yang sebenarnya terutama karena mereka tidak berasal
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
280
ISSN 2502-8723
dari pengalaman kelas dan eksperimen
metode alternatif yang sistematis , koheren ,
tetapi ditransplantasikan artifisial ke
dan relevan untuk diri mereka sendiri diri.
dalam kelas dan, dengan demikian , jauh
Fleksibilitas post method
dari realitas kelas. 2.
3.
Kumaravadivelu
(1994)
Kedua, kondisi postmethod menandakan
mengidentifikasi apa yang disebut kondisi
otonomi
,
postmethod adalah hasil dari ketidakpuasan
mempromosikan otonomi guru berarti
yang meluas terhadap konsep metode yang
memungkinkan
memberdayakan
konvensional. Daripada menggunakan satu
guru untuk berteori dari praktek mereka
set prosedur , guru yang mengadopsi konsep
dan mempraktekkan apa yang telah
postmethod
mereka teorikan .
mereka sesuai dengan , faktor kontekstual ,
guru
.
Singkatnya
dan
Karakteristik
ketiga
postmethod
adalah
dari
kondisi
menyesuaikan
pendekatan
sementara pada saat yang sama mereka
pragmatisme
menjalankan
macrostrategies.
berprinsip . pragmatisme berprinsip
macrostrategies yang dapat memaksimalkan
berbeda dari eklektisisme yang telah
kesempatan belajar dan mendukung otonomi
lama menganjurkan untuk mengatasi
pelajar. Banyak dikutip pada tahun 1990 ,
keterbatasan dari setiap metode yang
Prabhu berpendapat bahwa tidak ada satu
diberikan . Eklektisisme telah bertujuan
metode,
untuk mempromosikan ide yang hati-
menggunakan pendekatan yang cocok untuk
hati dan berasal dari kombinasi berbagai
mereka dan dirasa masuk akal.
prinsip
dari
sumber
ke
seluruh
tetapi
Kebebasan
masing-masing
guru
guru
dalam
kombinasi yang kuat yang menghasilkan
mengkombinasi lebih dari satu metode
hasil yang baik . Namun , untuk
dalam satu waktu yang disesuaikan dengan
memilih
sumber
keadaaan dan kebutuhan kelasnya disebut
terbaik atau teori sulit . Sementara
sebagai fleksibilitas dari konsep postmethod.
pragmatisme terutama difokuskan pada
Metode lama yang mengharuskan guru
gagasan pragmatik dalam pedagogi .
memakai hanya satu set prosedur dalam satu
Dengan demikian , berfokus pada
pertemuan sering dirasa tidak cocok dan
bagaimana belajar di ruang kelas dapat
membuat siswa bosan. Motivasi siswa yang
dibentuk dan dikelola oleh guru sebagai
menurun
hasil dari pengajaran informasi dan
menjadi tidak optimal. Post-Method dan ke
penilaian kritis .
fleksibelannya dapat digunakan sebagai
Tiga postmethod
atau
menentukan
karakteristik yang
utama
diuraikan
di
mengakibatkan
dari
alternatif.
Konsep
atas
kebebasan
dalam
pembelajaran
fleksibilitas menerapkan
atau
berbagai
memberikan lebih dari pondasi dimana
metode-metode pengajaran bahasa yang
kerangka
terlebih dahulu ditemukan seperti; audio-
Kerangka
pedagogic kerja
dapat
dibangun
tersebut
.
dapat
lingual
method,
grammar
translation
memungkinkan guru untuk mengembangkan
method, communicative approach atau yang
pengetahuan , keterampilan , sikap , dan
lainnya, merupakan inti dari konsep Post-
otonomi yang diperlukan untuk merancang
Method dan juga menjadi pokok bahasan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
281
ISSN 2502-8723
penting pada karya tulis ilmiah ini. Selain itu
(apakah
sudah
menerapkan
penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor
konseppostmethod
konsep Post-Method sebagai bahan acuan
Pendapat mengenai konsep fleksibilitas yang
bagi para guru dan dosen untuk mengajar
ditawarkan
Bahasa Inggris di sekolah pada konteks
kegiatan
pendidikan di Indonesia.
Bahasa Inggris.
atau
tidak)
oleh
postmethod
belajar
mengajar,
dan
di
3)
dalam
khususnya
Di dalam proses pengambilan data, peneliti dibantu oleh notes atau catatan dan
METODOLOGI Artikel ilmiah ini bertujuan untuk konsep
langsung. Semua data yang diperoleh dari
postmethod memberikan manfaat bagi para
proses wawancara berbetuk data kualitatif.
guru di dalam kegiatan belajar mengajar di
Bogdan
konteks sekolah, terutama dalam aspek
bahwa kualitatif data analisis fokus kepada
fleksibilitas?‖.
menjawab
bekerja dengan data dan mengorganisasinya,
pertanyaan tersebut para peneliti melakukan
lalu memecah data menjadi unit-unit yang
wawancara terhadap beberapa subyek studi,
memungkinkan untuk di-handle, mengambil
diantaranya 2 orang guru sekolah menengah
intisari
pertama, 1 guru sekolah menengah atasdan 1
pencarian informasi yang penting untuk
orang dosen salah satu perguruan tinggi
dipelajari. Di dalam artikel ilmiah ini,
negeri di Jawa Timur. Para peneliti memilih
peneliti menggunakan metode analisis yang
para
atas
diperkenalkan oleh Miles and Huberman
pertimbangan bahwa mereka mempunyai
(1994), dimana peneliti akan melakukan
cukup pengalaman dalam kegiatan belajar
beberapa
mengajar Bahasa Inggris pada tingkatan
Conceptualization,
pendidikan
Categorizing, 2) Examining relationship, 3)
menjawab
‗apakah
perekam suara untuk prosesi wawancara
pertanyaan
subyek
Dan
untuk
penelitian
masing-masing.
pelaksanaan
wawancara,
menggunakan
metode
muka
langsung
secara
perantara
tersebut
yang
Di
dalam
para
peneliti
wawancara namun
berbeda.
and
Biklen
informasi
tahapan
Authenticating
(2003)berpendapat
dan
berakhir
analisis
yaitu
Coding,
Conclusions
pada
1) and
dan
4)
tatap
Reflexivity, untuk mendapatkan jawaban atas
melalui
pertanyaan yang dikemukakan sebagai inti
Peneliti
artikel ilmiah ini.
menggunakan aplikasi Skype sebagai median wawancara bagi 3 guru yang mengajar pada tingkatan
dan
Setelah dilakukan proses pengambilan
langsung
data yang berguna bagi artikel ilmiah ini
dengan 1 dosen yang mengajar di tingkat
melalui proses wawancara baik melalui
universitas.
diajukan
media aplikasi Sykpe atau wawancara tatap
sebagai dasar wawancara meliputi beberapa
muka secara langsung, penulis mendapatkan
aspek, diantaranya adalah: 1) Pengetahuan
beberapa informasi penting yang beguna
guru
konsep
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
postmethod, 2) Pengalaman guru atau dosen
sebagai dasar atau inti artikel ilmiah ini.
di dalam menerapkan strategi pembelajaran
Hasil
melakukan
atau
pendidikan
menengah,
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
wawancara
secara
Pertanyaan
dosen
yang
mengenai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
282
temuan
tersebut
dibagi
menjadi
ISSN 2502-8723
beberapa pembahasan tersendiri sebagai
sedikit
berikut:
sebelumnya. Konsep postmethod masih
Pengetahuan
terhadap
konsep
mengetahui
tetang
konsep
ini
terbilang asing bagi telinga ketiga responden
Post
lainnya
Method
yang
mengaku
belum
pernah
Dari hasil wawancara, merujuk kepada
mendengar hal itu sebelumnya. Walaupun
aspek pengetahuan para responden (guru dan
responden 4 memiliki basis pengetahuan
dosen)
postmethod
tentang konsep postmethod, namun karena
sangatlah kurang. Hanya satu dari empat
informasi yang dia Terima hanya sebatas
responden mengerti atau bahkan mengetahui
‗permukaan‘ atau dangkal, maka konsep
tentang eksistensi konsep postmethod.
postmethod masih bias dikatakan bias bagi
mengenai
konsep
Kutipan 1 – Pengetahuan tentang
respodnen tersebut.
konsep PostMethod Responden 1 (R1)
Penerapan Konsep Post Method : ―Saya tidak pernah mendengar konsep
Dikarenakan
:
konsep postmethod masih sangat kurang
postmethod
diantara empat responden, maka peneliti memberikan
―Tidak,
dengar
post method. Setelah para responden dorasa
sebelumnya,
tentang
cukup mengerti dengan konsep dari post
apa
konsep
method, peneliti lalumemberikan pertanyaan
itu
:
―Belum,
lain tentang apakah para responden sudah belum
melakukan atau menerapkan konsep post
pernah denger, kalo
method di dalam proses belajar mengajar di
method sih saya ngerti
kelas. Dan hasilnya sebagai berikut. Kutipan 2 – Penerapan Konsep Post
belum
pernah
Method
denger‖
R1
saya
tentang
ini,
saya rasa selama ini saya
sampai
masih menggunakan cara
dalam sekali, tapi saya
mengajar yang seperti biasa,
mengerti kalau konsep
ya saya memberikan materi
ini
konsep tidak
lalu menyuruh murid untuk
lumayan
baru
diskusi dan presentasi secara kelompok di depan kelas‖
pengajaran
bahasa Inggris‖
bahwa
menerapkan,
hal
dalam
1
sudah
merupakan
yang
disimpulkan
: ―Kalau ditanya apakah
: ―Saya pernah baca
walau
kutipan
membuka
pernah
saya
Dari
dan
wawasan para responden tentang konsep
tapi kalo postmethod
Responden 4 (R4)
informasi
belum
postmethod‖ Responden 3 (R3)
tentang
tentang
sebelumnya‖ Responden 2 (R2)
pengetahuan
diatas,
pengetahuan
R2
: ―Selama ini kalau saya
dapat
ngajar ya caranya campur-
para
campur, artinya kadang saya
responden tentang konsep postmethod sangat
yang
mengajar,
kurang, kecuali untuk responden 4 yang
siswa
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
283
saya
kadang suruh
ISSN 2502-8723
R3
diskusi atau bekelompok,
atau dosen untuk menyesuaikan metode atau
kadang
strategi
juga
saya
ajak
dengan
tujuan
mereka belajar diluar kelas
pembelajaran atau keadaan dan keinginan
atau praktik langsung, ya
siswa. Para responden telah memberikan
begitu sih‖
respon yang mengarah kepada kombinasi
: ―Kan kurikulum yang baru
metode atau strategi pembelajaran yang
menuntut untuk bisa lebih
mereka pakai atau terapkan di dalam
fleksibel istilahnya, artinya
kegiatan belajar mengajar. Hal ini sesuai
kita
selalu
dengan konsep postmethod sendiri yang
ngomong di depan kelas dan
mengatakan tidak ada lagi penggunakan
ceramah. Saya sih biasanya
method atau strategi pengajaran yang kaku
lebih
atau rigid di dalam proses belajar mengajar
enggak
lagi
mengutamakan
keaktifan
siswa
berdiskusi,
dengan
di
berkelompok,
konteks
atau presentasi, jadi saya
Meskipun
berusaha
dengan
membuat
:
―Saya
tidak
kelas
(Brown,
2001;
Kumaravadivelu, 2006; Saengboon, 2013).
siswa
aktif di dalam kelas.‖ R4
pengajaran
semua
responden
ketidaktahuan
menjawab
akan
konsep
postmethod ketika wawancara, namun dalam lagi
praktek di lapangan, tanpa mereka sadari
teacher
bahwa mereka telah menerapkan konsep
centered atau seperti teknik
tersebut di dalam kegiatan belajar mengajar
drill, itu sudah kuno ya
mereka sehari-hari.
menurut
saya.
Dalam
Fleksibilitas dari Konsep Post Method
mengajar
bahasa
inggris,
Di dalam kegiatan wawancara, peneliti
saya
juga memberikan pertanyaan kepada para
memegang kelas speaking,
responden jika seandainya mereka diberikan
jadi
suatu konsep fleksibilitas di dalam mengajar
menerapkan
apalagi
saat
ini
saya
lebih
mengutamakan siswa untuk
yaitu dengan
speak
speak.
bahkan menggabung beberapa metode atau
Entah itu caranya dengan
strategi pembelajaran yang sesuai dengan
diskusi,
presentasi
tujuan pembelajaran atau keadaan dan
atau bahkan dialog dan juga
keinginan siswa – salah satu esensi dari
drama.‖
postmethod yang menekankan tidak adanya
speak
dan
debat,
lebih
mencocokkan
atau
Dari hasil kutipan 2 diatas menunjukan
satu method yang kaku untuk seluruh
fakta yang sangat menarik bahwa semua
kegiatan belajar mengajar di dalam konteks
responden yang telah diwawancarai sudah
kelas. Hasilnya sebagai berikut,
sedikit
banyak
menerapkan
konsep Kuripan 3 – Konsep Fleksibilitas dari
postmethod di dalam kegiatan belajar dan mengajar
pada
konteks
kelas.
Konsep
Post Method
postmethod yang tidak rigid atau kaku, yang
R1
artinya memberikan keluwesan pada guru FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
: ―Saya akan senang sekali jika
284
diberikan
model
ISSN 2502-8723
pembelajaran
R2
R3
R4
Dari disimpulkan
yang
bisa
hal ini berarti bahwa guru atau pengajar
menyesuaikan seperti itu ya.
dituntut untuk mengikuti alur pembelajaran
Mengajar pasti akan lebih
yang
mudah.‖
konsep/metode/strategi pembelajaran yang
: ―Menurut saya penting
digunakan. Dan lebih jauh lagi, alur atau
sekali
fleksibel
tahapan ini tidak dapat dirubah atau diganti
seperti itu agak kegiatan di
karena dipercaya akan membuat suatu
kelas tidak monoton, itu-itu
distraction atau gangguan kepada hasil
aja.‖
pembelajaran(Kumaravadivelu,
: ―Wah kalau bisa saya ingin
Richards & Rodgers, 2001). Contohnya saja
menerapkan
metode
konsep
konsep
sudah
di
set
pembelajaran
oleh
2006;
berbasis
Audio
fleksibilitas itu, yang artinya
Lingual Method atau yang lebih sering
saya
disingkat dengan ALM. Pada prakteknya,
bisa
mencocokkan
keadaan
dikelas
dengan
guru atau pengajar yang menerapkan metode
konsep
atau
strategi
ALM akan cenderung untuk fixed atau tetap
mengajar yang saya pakai.
pada aturan metode tersebut, misalnya dalam
Jadi
pengajaran grammar atau struktur bahasa
kita
gak
melulu
ceramah di depan kelas.‖
Inggris, guru akan menerapkan drill atau
:
pengulangan
―Konsep
fleksibilitas
stimulus-respon
dari
awal
seperti itu saya rasa bisa
kegiatan pengajaran sampai akhir, atau
membuat
tujuan
bahkan sampai akhir semester, metode drill
pembelajaran bisa tercapai
tersebut masih akan digunakan. Hal ini tentu
dengan baik. Dosen tidak
saja terasa sangat monoton dan cenderung
lagi terpaku pada method
membosankan bagi siswa atau bahkan
yang kuno atau ya cuman
melelahkan
itu-itu
permasalahn
aja
tapi
kegiatan
bagi
guru.
terbut,
Berangkat
munculnya
dari
konsep
belajar mengajar bisa lebih
postmethod bukan sebagai kebetulan semata
bervariasi.‖
namun lebih kepada merubah paradigma
kutipan bahwa
3
diatas
semua
dapat
tentang konsep/metode/strategi pengjaran
responden
yang tidak lagi terpaku kepada satu hal yang
membuka lebar kesempatan untuk konsep
konstan,
fleksibilitas yang ditawarkan postmethod di
(Kumaravadivelu, 2006; Saengboon, 2013).
dalam proses belajar mengajar di dalam konteks
kelas.
Para
kaku
dan
tidak
fleksibel
Sesuai dengan hasil wawancara diatas,
responden
terutama yang tergambar pada kutipan 3,
mengungkapkan konsep fleksibilitas penting
dimana
semua
responden
untuk menghindari proses yang monoton di
tanggapan
dalam kegiatan kelas.
kemungkinan adanya fleksibilitas dalam
sangat
positif
memberikan terhadap
Penggunaan konsep atau metode atau
mengajar. Hal ini memang tidak bisa
strategi pembelajaran yang masih menganut
dipungkiri bahwa mengajar bukan lagi hal
‗era lama‘ cenderung lebih strict atau kaku,
yang kaku dan ignorant - acuh, namun
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
285
ISSN 2502-8723
proses
pengajaran
yang
baik
akan
fleksibilitas
yang
ditawarkan
oleh
memperhatikan dari beberapa aspek penting,
postmethod. Di dalam proses pengjaran di
seperti tujuan pembelajaran, keadaan dan
dalam
kondisi siswa, dan juga apa yang diinginkan
pengjaran bahasa Inggris, daripada hanya
oleh siswa atau students‘ needs(Brown,
menggunakan satu method/strategi, guru
2001).Begitu juga di dalam pengajaran
atau pengajar bisa menggabungkan lebih
bahasa Inggris yang notabene merupakan
dari satu method/strategi atau bahkan banyak
bahasa asing bagi mayoritas penduduk
dari mereka. Kombinasi atau penggabungan
Indonesia. Pengajaran bahasa Inggris yang
tersebut akan mendasari terciptanya variasi
kaku atau rigid, akan justru membuat siswa
didalam kegiatan belajar mengajar pada
merasa tidak di dalam kondisi optimal
konteks kelas, terumata pada kegiatan
sehingga
ilmu
pembelajaran. Contohnya saja, di dalam
ini
pengajaran tentang grammar, guru bisa
menyangkut akan keadaan diri siswa yang
menerapkan pendekatan induktif dengan
mendapakat papar anxiety atas penggunaan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
konsep/metode/strategi
yang
berdiskusi dalam kelompok, berfikir kritis
sangat kaku (Dulay, Burt, & Krashen, 1962).
dan bisa melakukan sintesa atau kesimpulan
Adanya
yang
dari proses pengajaran, jadi bukan lagi
berdasarkan kepada ‗tidak adanya method‘
metode drill saja yang digunakan. Namun,
merupakan alternatif yang bisa dipakai atau
bukan berarti metode drill tidak bisa
diterapkan oleh guru dan pengajar di dalam
digunakan lagi, malah metode drill masih
proses belajar mengajar pada konteks kelas,
sangat dibutuhkan untuk beberapa aspek di
terutama pada pengajaran bahasa Inggris.
dalam bahasa Inggris seperti kemampuan
Istilah
bukan
pengucapan atau pronunciation skill. Tetapi,
mengindikasikan matinya method/startegi
metode/strategi drill tidak lagi memonopoli
pembelajaran namun lebih kepada tidak
seluruh kegiatan dikelas karena guru bisa
adanya method yang authoritative atau
menggabungkannya
method yang absolut yang digunakan pada
strategi active learning atau strategi blended
seluruh kegiatan pengajaran di kelas. Kata
learning.
proses
pengetahuan
bisa
konsep
post
penyerapan terganggu,
post
method
hal
pengajaran
method
sendiri
konteks
kelas,
terutama
dengan
pada
misalnya
‗post‘ berarti pasca namun bukan ‗end‘ yang
Meskipun konsep postmethod masih
berarti akhir, jadi post method bukan
belum banyak diketahui oleh guru dan
indikasi dari tidak adanya method yang
pelaku pendidikan lainnya, terutama di
dipakai oleh guru atau pengajar namun lebih
dalam bidang pengajaran bahasa Inggris,
kepada keterbukaan atas kebebasan untuk
tetapi konsep ini merupakan sebuah perubah
memilih method/strategi pembelajaran mana
paradigm di dalam kegiatan belajar mengajar
yang cocok dan tepat bagi siswa, terlebih
pada konteks kelas yang tidak lagi monoton,
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
kaku,
Kebebasan di dalam memilih mana
dan
fleksibilitas
membosankan. dari
Konsep
postmethod
yang
method atau strategi pembelajaran yang
memberikan guru dan tenaga pengajar untuk
cocok merupakan pengertian lain dari kata
menggabungkan lebih dari metode/strategi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
286
ISSN 2502-8723
pembelajaran
juga
bisa
meningkatkan
artinya dapat memberikan kebebasan pada
kinerja para pendidik tersebut, terlebih jauh,
para guru dan dosen untuk menyesuaikan
wawasan akan perubahan era dan semakin
metode atau strategi pengajaran dengan
banyaknya
pembalajaran
tujuan pembelajaran atau keadaan dan
baru yang muncul bisa membuat basis
keinginan siswa membuat mereka memilih
kekuatan atau strength dari para pendidik
mengaplikasikan
tersebut
pengajaran.
metode/strategi
untuk
menyiapkan
generasi
terpelajar masa depan bisa semakin baik dan
Dari
metode
kesimpulan
ini
dalam
diatas,
peneliti
sempurna, terutama di dalam pengjaran
memberikan beberapa saran kepada para
bahasa Inggris.
guru, dosen dan penyelenggara pendidikan. Saran
ini
ditujukan
kepada
para
pengajar yaitu dosen dan guru untuk
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian
pertama
bertujuan
untuk
mempertimbangkan
menggunakan
menggali potensi dari konsep Post-Method
postmethod
sebagai bahan acuan bagi para guru dan
Inggris. Karena sesuai dengan hasil studi
dosen untuk mengajar Bahasa Inggris di
diatas,
sekolah
di
dianggap lebih ringkas dan memudahkan
menyajikan
guru dalam proses mengajar. Penggunaan
keunggulan konsep Post-Method di dalam
postmethod tidak berarti bahwa penggunaan
proses pengajaran bahasa Inggris bagi para
metode
guru dan dosen, terutama dalam konsep
postmethod
fleksibilitas yang dimilikinya.
mengombinasikan berbagai metode dalam
pada
Indonesia.
konteks
Disini
Pengajaran
pendidikan
penulis
bahasa
dalam
bahwa
lama
pengajaran
penggunaan
harus
adalah
bahasa
postmethod
dihapuskan,
kefleksibelan
tapi dalam
Inggris
pengajaran bahasa Inggris sehingga kelas
menggunakan metode lama yang bersifat
menjadi tidak monoton dan membosankan.
kaku, akan berdampak pada hasil belajar
Secara tidak langsung ini akan berdampak
siswa. Disini siswa merasa tidak di dalam
terhadap hasil belajar siswa.
kondisi optimal sehingga proses penyerapan
Saran kedua masih ditujukan untuk
ilmu pengetahuan bisa terganggu, hal ini
para pengajar yaitu agar memperhatikan
karena penggunaan metode lama yang
beberapa aspek dalam memilih metode yang
sangat kaku sehingga membuat siswa tidak
tepat untuk mengajar. Aspek – aspek
percaya diri (Dulay, Burt, & Krashen, 1962).
tersebut antara lain materi pembelajaran,
Oleh karena itu konsep postmethod bisa
level bahasa Inggris siswa, umur siswa, dan
menjadi alternatif untuk diterapkan dalam
kebutuhan
pembelajaran bahasa Inggris di kelas.
memperhatikan materi pembelajaran dengan
Semua
responden
yang
siswa.
Contoh
pentingnya
telah
metode yang dipilih misalnya; materi pada
diwawancarai tidak mengetahui tentang
saat ini adalah tentang ―pronuncing words
istilah postmethod namun mereka telah
about
menerapkan konsep postmethod di dalam
Translation Method tentunya bukan pilihan
kegiatan belajar dan mengajar pada konteks
yang tepat karena tidak sesuai dengan materi
kelas. Fleksibilitas konsep postmethod yang
pembelajarannya.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
287
holiday‖.
Memilih
Metode
Grammar
yang
tepat
ISSN 2502-8723
misalnya Audio
Lingual
Method
Richards, J. C., & Rodgers, T. S. (2001). Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Saengboon, S. (2013). Thai English Teachers‘ Understanding of ―Postmethod Pedagogy‖: Case Studies of University Lecturers. English Language Teaching, Volume 6 No 12. Brown, H. D. (2002). English language teaching in the post-method era: Towards better diagnosis, treatments, andassessment. In J. C. Richards & W. A. Renandya, Methodology in language teaching: An anthology of current practice (pp. 9-18). Cambridge: Cambridge University Press. Prabhu, N. S. (1990). There is no best method— why? TESOL Quarterly, 24, 161–176. http://dx.doi.org/10.2307/353586897
yang
menekankan pada pengulangan ucapan lalu setelah siswa dapat mengucapkan dengan tepat,
bisa
penggunaan
dikombinasikan metode
dengan
Communicative
Approach yaitu mengintegrasikan kata – kata tersebut ke dalam dialog sehingga menjadi lebih nyata dan penggunaannya meresap ke dalam ingatan siswa. Sesuai
dengan
temuan
dari
penelitian diatas, diketahui bahwa semua responden postmethod
masih
asing
walaupun
menggunakannya.
dengan
istilah
mereka
telah
Disini
peneliti
mengharapkan adanya perhatian lebih dari penyelenggara pendidikan atau pembuat kebijakan untuk mengadakan sosialisasi, seminar,
maupun
workshop
tentang
postmethod kepada semua guru bahasa Inggris di setiap jajaran dari SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi sehingga mereka yang belum pernah menerapkan dapat mengenal metode ini dan bagi yang sudah mengaplikasikan dapat memahami betul tentang
konsep
postmethod
dan
cara
pengaplikasiannya dengan benar.
DAFTAR RUJUKAN Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (2003). Qualitative Research for Education: An introduction to Theories and Methods (4th ed.). New York: Pearson Education group. Brown, H. D. (2001). Teaching by principles: an interactive approach to language pedagogy (Vol. 2): Longman. Dulay, H., Burt, M., & Krashen, S. (1962). Language Two. New York: Oxford University Press. Kumaravadivelu, B. (2006). Understanding Language from Method to Postmethod. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook: SAGE Publications Inc. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
288
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016
Pengaruh Penggunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif Penginderaan Jauh terhadap Hasil Belajar Geografi Fitria Hanim1, Sumarmi2, Ach. Amirudin3 Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh terhadap hasil belajar geografi siswa. Penelitian menggunakan eksperimen semu dengan menggunakan non equivalent control group design, Pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Sampel penelitian adalah seluruh siswa kelas XII IPS MAN I Malang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes. Teknik analisis yang digunakan adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh berpengaruh terhadap hasil belajar, dimana hasil yang diperoleh pada kelas eksperimen, diperoleh mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267 lebih besar daripada kelas kontrol yang memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi 9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih antara nilai pretes dan postes didapatkan pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata gain score yaitu = 0,69 yang masuk dalam kategori tinggi, Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan multimedia pembelajaran interaktif penginderaan jauh terhadap hasil belajar geografi siswa di MAN I Malang. Kata Kunci: Multimedia, Penginderaan Jauh, Hasil Belajar Abstract: This research aims to determine the extent of multimedia interactive learning remote sensing effect on student learning outcomes in MAN I Malang. Using a quasi experimental study using a non equivalent control group design, this design only in the experimental group and the control group was not chosen at random. The samples were all students of class XII IPS MAN I Malang. The research instrument used was a test. The analysis technique used is the t-test and Cohen'sd Online Calculator for the effectiveness of the use of multimedia in teaching. The results showed that the use of interactive learning multimedia remote sensing effect on learning outcomes, where the results obtained in the experimental class, the mean standard deviation of 74.24 with 7.267 greater than the control class that has a mean 60.21 with a standard deviation of 9.955. Results gain score showed the difference between pretest and posttest values obtained in experimental classes with an average yield gain score of = 0.7 are included in the high category. While the calculations produced 1,610 Cohen'sd online calculator which is regarded as a relatively large effect size, then Ho is rejected and Ha accepted. It means that there is a significant influence on the use of remote sensing multimedia interactive learning on learning outcomes in MAN I Malang. Keywords: Multimedia, Remote Sensing, Learning Result
bagian integral pembelajaran. Pentingnya
Pendahuluan
media
Pada pembelajaran di kelas, media
dalam
memfasilitasi
belajar,
merupakan alat bantu yang mempermudah
penyajiannya disesuaikan dengan tujuan
dalam penyampaian bahan ajar kepada
pembelajaran yang ditetapkan. Hadirnya
siswa. Media dibutuhkan ketika materi
media dalam proses pembelajaran sangat
dianggap bersifat abstrak dan ambigu,
membantu siswa dalam memahami hal yang
sehingga
dipelajari
penggunaan
media
perwujudan
visual
yang
menjelaskan
konsep
abstrak
adalah
(Sihkabuden,
berkembangnya
membantu
2005).
teknologi
Seiring informasi
pembelajaran Geografi saat ini, khususnya
menjadi
kongkret. Media memiliki fungsi sebagai
pada
materi
penghubung informasi dari sumber kepada
memanfaatkan teknologi informasi yang ada,
penerima (siswa). Kedudukan media dalam
yaitu
pembelajaran adalah sebagai komponen atau
komputer
dengan
penginderaan
memanfaatkan untuk
mempresentasikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
289
jauh
teknologi
membuat media
perlu
dan
pembelajaran. ISSN 2502-8723
Salah
satu
media
pembelajaran
yang
penginderaan jauh terhadap hasil belajar
berkembang dan dapat digunakan siswa dalam
proses
pembelajaran
geografi di MAN 1 Malang.
adalah
METODE
multimedia (Wahyudi, 2012). Konsep interaktif
multimedia
Penelitian
pembelajaran
penginderaan
jauh
ini kelompok eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara random. Kedua
yang digunakan sebagai alat bantu proses kelas
untuk
kelompok diukur variabel dependennya (pre-
materi
test), kemudian diberikan stimulus dan
Penginderaan Jauh di SMA kelas XII dan
diukur kembali variabel dependennya (post-
teknologi pembelajaran yang memadukan
test). Jadi sebelum diberikan pembelajaran
kemampuan berbagai media seperti teks,
kedua kelompok eksperimen diberi tes
audio, video, citra, dan animasi gerak yang
terlebih dahulu kemudian diberi perlakuan,
terhubung dan bersifat interaktif dengan
yaitu
materi khusus yaitu penginderaan jauh. Pada
informasi
dan
bisa
interaktif
dan
Penelitian ini dilaksanakan di MAN I Malang. Subjek penelitian adalah siswa
dalam
kelas XII IPS Tahun ajaran 2015/2016 yang
multimedia
terdiri dari dua kelas yaitu kelas XII IPS 1
pembelajaran interaktif yang dikembangkan
dan XII IPS 2 yang dengan keseluruhan
Wahyudi karena: (1) memiliki kemanfaatan
jumlah siswa adalah 67 siswa. Penentuan
meningkatkan hasil belajar siswa; (2) sudah
kelas
dalam bentuk CD interaktif yangdapat
berdasarkan rata-rata kelas semester 4 dari
diperbanyak dan dibagikan kepada siswa,
kedua kelas.
eksperimen
ini
dipakai
pembelajaran
diberi tes akhir untuk mengetahui hasilnya.
tidak mereka dapatkan di kelas biasa. yang
menggunakan
pembelajaran non multimedia, setelah itu
merasakan
simulasi lingkungan dan peristiwa yang
Multimedia
pembelajaran
multimedia
pembelajaran ini peserta didik berinteraksi dengan
penelitian
equivalent control group design. Pada desain
berupa aplikasi multimedia pembelajaran
di
adalah
eksperimen semu dengan menggunakan non
yang
dikembangkan Wahyudi adalah produk jadi
pembelajaran
ini
adalah
sehingga mereka bisa belajar lebih mandiri;
eksperimen
Data
dan
kelas
dikumpulkan
kontrol
dengan
(3) memiliki gambar yang menarik dan
menggunakan tes. Tes sebelum perlakuan
materi didalamnya sistematis; (4) desainnya
eksperimen
sederhana
mendapatkan data tentang hasil belajar siswa
Sehingga
dan
mudah
untuk
sebelum pembelajaran dengan menggunakan
melalui
multimedia pembelajaran interaktif. Tes
khususnya
setelah perlakuan eksperimen (pascates),
multimedia, sangat membantu siswa dalam
digunakan untuk mendapatkan data tentang
usaha-usaha
hasil belajar siswa setelah dilakukannya
mempelajari
teknologi
pengaruh
digunakan
bahwa
dalam
mempunyai
dioperasikan.
(prates),
geografi
pembelajaran
untuk
menghilangkan
rintangan-rintangan materi yang bersifat
treatment
abstrak. Untuk itu peneliti mengambil judul
Penginderaan Jauh kemudian menghasilkan
pengaruh
gain score. Berdasarkan permasalahan yang
pembelajaran
interaktif
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
290
pembelajaran
pada
materi
ISSN 2502-8723
dirumuskan dan hipotesis yang diajukan analisis statistik yang digunakan adalah
Grafik Perolehan Nilai
analisis statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial
menguji
hipotesis
parametric dengan
50
Independent
pretes
0
Sample T-Tes dengan taraf signifikan 5%.
postes kelas kontrol
Analisis data dengan menggunakan bantuan
kelas ekperimen
Gambar 4.1. Grafik Peroleh Nilai Pretes
komputer program SPSS for Windows versi
Dan Postes
17. Skor HASIL
perolehan
hasil
belajar
didapatkan setelah memberikan tes yang dilakukan sebelum perlakuan (pretes) dan
Hasil yang didapatkan selama pretes pada
74.24 40.76
60.88 40.03
100
untuk
kelas
kontrol
mendapatkan nilai terendah
adalah
setelah perlakuan (postes) baik untuk kelas
siswa
eksperimen yang menggunakan multimedia
33 dengan 9
pembelajaran
anak dan tertinggi 53, 1 anak dengan rata-
dilaksanakan pada kelas ekperimen dan
27 oleh 2 siswa dan nilai tertinggi 57 oleh 2
kelas kontrol diperoleh skor rata-rata pretes,
siswa dengan rata-rata keseluruhan nilai
untuk kelas ekperiment 40,76 dan kelas
adalah 40,7. Hal ini dirasakan homogen
kontrol 40,03 relatif sama (selisih 0,73) dan
dengan pencapaian nilai siswa yang sama.
setelah didapatkan
kelas
Berdasarkan perolehan pembelajaran yang
pada kelas eksperimen, nilai terendah adalah
yang
maupun
kontrol yang menggunakan buku teks.
rata secara keseluruhan 40,03. Sedangkan
Hasil
interaktif
setelah
diberikan
menggunakan
perlakuan
multimedia
dengan
pembelajaran
dilakukannya treatmen dengan multimedia
interaktif skor rata-rata hasil belajar kelas
pembelajaran interaktif didapatkan pada
eksperimen adalah 74,24 sedangkan untuk
kelas ekperimen kenaikan yang signifikan
kelas kontrol dengan rata-rata nilai 60,88,
dari 33 siswa yaitu 28 siswa mendapatkan
kedua kelompok berbeda (selisih 13,36).
nilai diatas 70 dan hanya 6 siswa masih
Analisis data gain score dilakukan
mendapatkan nilai di bawah 70 dengan nilai
setelah didapatkan data dari pretes dan
terendah 60 dan nilai tertinggi 90. Nilai rata-
postes yaitu untuk melihat pengaruh dari
rata yang diperoleh adalah 74,24. Sedangkan
penggunaan
pada kelas kontrol yang menggunakan buku
interaktif pada materi penginderaan jauh
teks, nilai terendah yang didapatkan 43 dan
hasil perhitungan diintepretasikan dengan
nilai tertinggi 87. Nilai ketuntasan hanya 6
menggunakan gain ternormalisasi menurut
siswa. Dengan rata-rata nilai keseluruhan
klasifikasi
60,88. Diagram skor rata-rata sebelum
klasifikasi sebagai berikut.
multimedia
Meltzer
pembelajaran
(2002),
dengan
perlakuan (pretes) dan setelah perlakuan (posttest) pada kedua kelas sebagai berikut.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
291
ISSN 2502-8723
Tabel. 4.1 Indeks Nilai Gain Ternormalisasi
yang berkategori tinggi. Hal ini menguatkan
Nilai g
klasifikasi
0,7 < g < 1
tinggi
0,3 < g < 0,7
Sedang
aplikasi
0 < g < 0,3
rendah
materi penginderaan jauh pada hasil belajar
hipotesis sebelumnya
yaitu penggunaan
multimedia
pembelajaran
pada
siswa mengalami kenaikan yang signifikan Berdasarkan hasil gain score yaitu
yaitu sebesar 0,690 atau kategori tinggi.
selisih antara nilai pretes dan postes didapat-
Hasil
kan pada kelas kontrol didapatkan sebanyak
uji
eksperimen
gain
ternormalisasi
adalah
sebagai
kelas berikut.
3 siswa atau 9% siswa mengalami kenaikan
kelas eksperiment
gain ternormalisasi kategori tinggi, 23 siswa
0%
atau 70% mengalami kenaikan berkategori
42%
tinggi
58%
sedang dan 7 siswa atau 21% mengalami
sedang rendah
kenaikan gain berkategori rendah. Selain itu didapat
rata-rata
ternormalisasi
sebesar
kenaikan
gain
0,442
yang
Gambar 4.3 Diagram Frekuensi Gain Kelas Eksperimen
dikategorikan
sedang.
Hasil
uji
gain Uji Normalitas
ternormalisasi kelas kontrol sebagai berikut:
Hasil analisis data penelitian yang
Kelas Kontrol 21%
dibuktikan melalui analisis uji statistik
9%
dengan tinggi
software
SPSS
17.0
menunjukkan hasil sebagai berikut.
sedang 70%
bantuan
Tabel. 4.2 Hasil Analisis Normalitas Data
rendah Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Gambar. 4.2 Diagaram Frekwensi Gain Kelas Kontrol nilai
Pada kelas eksperimen diperoleh
kelompok
Statistic df
Sig.
Statistic df
Sig.
kelas
.114
33
.200* .974
33
.594
kelas kontrol .128
33
.187
33
.564
ekperimen
hasil sebanyak 14 siswa atau 4% mengalami
.973
a. Lilliefors Significance Correction
kenaikan gain ternormalisasi berkategori
Berdasarkan tabel di atas untuk
baik dan sebanyak 19 siswa atau 58%
analisis normalitas data, tampak bahwa pada hasil kelas ekperimen yang diuji dengan
mengalami kenaikan gain skor berkategori
Kolmogorov-Smirnov (sig: 0,200 > 0,05)
sedang. Selain itu didapatkan rata-rata
dan Shapiro-Wilk (sig: 0,594 > 0,05)
kenaikan gain ternormalisasi sebesar 0,690
masing-masing menunjukkan angka dengan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
292
ISSN 2502-8723
taraf signifikansi lebih besar dari 0,05, sedangkan untuk kelas kontrol yang diuji dengan Kolmogorov-Smirnov (sig: 0, 187 > 0,05) dan Shapiro-Wilk (sig: 0,564 > 0,05)
Tabel. 4.5 Hasil Analisis Uji T
masing-masing juga menunjukkan angka-
Independent Samples Test
angka dengan taraf signifikansi lebih besar
Levene's Test for Equality of
dari 0,05. Jadi secara keseluruhan dapat
Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence
disimpulkan bahwa pada semua unit analisis
Interval of the Difference
data terdistribusi dengan normal.
U
Mean
Uji Homogenitas F
Uji homogenitas yang dilakukan
nilai
Equal 1.345
kelas kontrol menggunakan Levene‘s test of
p
Error
p
Sig. (2-
Differe Differe
e
Sig.
t
df
tailed)
nce
nce
Lower
r
.250
6.539
64
.000
14.03
2.146
9.744
1
varian
pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan
Std.
0
8
ces
.
assu
3
med
1 7
Equality of Error Variances. Data memiliki
Equal
6.539
58.56
.000
2
14.03
2.146
9.736
0
1
varians yang sama jika angka signifikasi
varian ces
8 .
yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Data
not
3
assu
2
varian uji homogenitas dapat dilihat pada
med
4
table berikut. Dari hasil uji t, diketahui t = 6,539;
Tabel. 4.3 Hasil Analisis Homogenitas Data
F = 1,345 dan signifikansi 2-tail 0,000 lebih Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.345
1
64
.250
kecil dari signifikansi 0,05. Pada kelas eksperimen diperoleh mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267 lebih besar daripada
Uji Levene yang dilakukan diperoleh
kelas kontrol yang memiliki mean 60,21
angka signifikansi = 0,250, karena angka
dengan standar deviasi 9,955. Data tersebut
signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka
menunjukkan
sampel pada kelas ekperimen dan kelas
multimedia
kontrol dapat dikatakan bersifat homogen.
bahwa pembelajaran
penggunaan interaktif
penginderaan jauh (Wahyudi) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis, hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.
Tabel 4.4 Hasil analisis Mean dan Standar Deviasi Std. kelompok nilai
N
Mean Std. Deviation
Mean
kelas ekperimen 33
74.24
7.267
1.265
kelas kontrol
60.21
9.955
1.733
33
Error
Dari hasil analisis dengan menggunakan independent sample t-test didapatkan bahwa mean kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki mean 74,24 dan kelas kontrol mean 60,88. Siswa yang belajar dengan menggunakan multimedia penginderaan jauh ‖Wahyudi‖ memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
293
ISSN 2502-8723
dibandingkan dengan siswa yang belajar
penuh makna (Mayer: 2009). Proses ini bisa
dengan buku teks. Hasil uji t hasil belajar
difasilitasi dengan penggunaan multimedia
diperoleh taraf signifikansi adalah 0,00 lebih
dalam pembelajaran daripada hanya dengan
kecil dari yaitu 0,05 (p<0,05). Berdasarkan
teks saja yang berdampak pada perolehan
perolehan nilai α, maka disimpulkan bahwa
hasil belajar.
ada perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan
multimedia
dengan
Dengan menggunakan multimedia
tidak
siswa dapat melihat, mendengar bahkan
menggunakan multimedia
berinteraksi, sehingga keterlibatan indera siswa
PEMBAHASAN
dalam
penggunaan
pembelajaran
interaktif
multimedia
lebih
banyak
Berdasarkan hasil uji t menunjukkan
dibandingkan dengan hanya menggunakan
ada perbedaan yang signifikan antara siswa
buku teks dan gambar saja. Penggunaan
yang
multimedia membuat siswa lebih tertarik
menggunakan
multimedia
pembelajaran interaktif Penginderaan Jauh
mengikuti
pembelajaran,
‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar dengan
antusias dengan proses yang dilakukan
skor rata-rata lebih tinggi daripada kelas
secara
Kontrol yang menggunakan buku teks saja,
menarik secara interaktif. Hal ini sesuai
dengan perolehan nilai mean = 74,24 lebih
dengan
tinggi dari kelas kontrol dengan mean =
ketertarikan
60,88. Hal ini sesuai dengan pendapat
disebabkan multimedia merupakan sarana
Wahyuni (2009) bahwa ada perbedaan skor
pembelajaran
rata-rata belajar antara siswa yang dilibatkan
presentatif, sehingga multimedia banyak
dalam pembelajaran dengan pemanfaatan
membantu siswa dan guru dalam proses
multimedia dan tanpa multimedia.
pembelajaran.
mandiri
temuan
penelitian
pengaruh
dari
didapatkan
penggunaan
multimedia
adanya
menunjukkan
penggunaan
Hal
pada
lebih
pembelajaran yang
(2009)
multimedia
hidup
dan
menggunakan
dikembangkan
oleh
secara bersama. Beberapa materi yang memerlukan penjelasan secara detail seperti
ini
sistem penginderaan jauh, proses pembuatan
multimedia
foto
sangat efektif, karena pengaruh multimedia
udara,
pemanfaatan
dalam pembelajaran memudahkan siswa
jenis
wahana,
penginderaan
maupun
jauh
dapat
ditampilkan melalui animasi maupun video.
untuk lebih mengingat saat teks atau narasi
Penggunaan
dan gambar animasi ditayangkan bersama.
media
animasi
dalam
pembelajaran akan mempermudah dalam
Proses mengintegrasikan teks dan gambar
menvisualisasikan materi yang dianggap
animasi juga video yang relevan itu adalah
sulit misalnya cara kerja komponen dalam
langkah kunci dalam pembelajaran yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Wahyuni
yang
teks, audio, gambar, animasi atau video
kenaikan gain score ternormalisasi 0,69 tinggi.
yang
tampilan
yaitu dalam satu slide dapat menampilkan
‖Wahyudi‖ pada hasil belajar siswa dengan
dikategorikan
siswa
tampak
Wahyudi ini memiliki beberapa keunggulan
multimedia
pembelajaran interaktif penginderaan jauh
yang
melalui
perdapat
Pada Berdasarkan hasil paparan data dan
siswa
system penginderaan jauh dari sumber 294
ISSN 2502-8723
energi melalui atmosfer yang dipantulkan
sehingga
dan dipancarkan oleh objek kemudian
maksimal dengan keilmuan sekarang.
ditangkap oleh sensor dan dihasilkan data dibentuk
secara
animasi
yang
perolehan
hasil
Dengan
sangat
belajar
bisa
memperhatikan
karakteristiknya, multimedia pembelajaran interaktif penginderaah jauh ‖Wahyudi‖ ini
menarik bagi siswa. Animasi bisa menjelaskan konsep
memiliki sejumlah manfaat: 1) dirancang
yang abstrak menjadi kongkrit misalnya
berdasarkan
terdapat gambaran secara detail tentang sifat
pembelajaran, 2) dirancang sesuai dengan
inframerah termal pada objek gunung berapi
karakteristik
dalam hal ini jelas tidak didapatkan pada
menjadikan gambar atau contoh yang sulit
buku teks atau LKS-LKS, bahkan media lain
didapatkan di lingkungan sekolah menjadi
dipasaran.
lebih
Hal
ini
sependapat
dengan
kompetensi/
siswa,
kongkrit,
tujuan
3)
4)
membantu
memungkinkan
Sudjana dan Rivai (2001) bahwa Multimedia
pengulangan sampai berkali-kali pada slide
menjadikan
yang belum dimengerti 5) mendukung
proses
pembelajaran
lebih
menarik perhatian siswa sehingga dapat
pembelajaran
menunbuhkan motivasi belajar.
media
Kelebihan lainnya dalam multimedia
jauh
yang
yang
merupakan efektif,
pembelajaran
7) yang
Walaupun begitu ada satu kelemahan
sesuai
dalam produk multimedia ini yaitu adanya
dari
background sound atau musik yang kurang
berbagai macam sensor, bisa diperbesar (di-
relevan. Background sound atau musik disini
zoom), siswa dapat belajar dengan bantuan
bukan sound effect tapi musik pengiring
mouse dan kursor untuk mengintepretasikan
presentasi.
foto pankromatik berdasarkan unsur-unsur
mengganggu narasi, namun memberikan
intepretasi citra. Juga terdapat beberapa hasil
musikal
foto udara dan foto satelit berdasarkan
presentasi. Secara teori, musik bisa membuat
wahana yang digunakan dengan berbagai
presentasi multimedia lebih dinikmati para
pixel
date.
siswa, sehingga bisa meningkatkan level
Penggunaan multimedia dalam pembelajaran
rangsangan emosional siswa. Peningkatan
sebagai alat bantu terhadap kognisi siswa.
rangsangan ini mengakibatkan peningkatan
Pembelajaran
perhatian
kebutuhan
siswa,
dan gambar
menarik
6)
mengasyikan.
dalam penginderaan
didesain
pembelajaran
menciptakan
ini dibuat berdasarkan data perkembangan teknologi mutakhir
individual,
adanya
gambar
yang up to
interaktif harus melengkapi
Musik
background
siswa
tersebut
lembut
terhadap
tidak
terhadap
materi
yang
belajar siswa, membantu aktifitas-aktifitas
ditayangkan, tetapi menambahkan musik
belajar yang tidak didapatkan dengan tepat
disini justru mengganggu daya konsentrasi
dan membantu mengembangkan apa yang
siswa.
sudah ideal menjadi bisa. Artinya bahwa
pembelajaran musik justru dimatikan.
konten
dalam
multimedia
Maka
pada
saat
pelaksanaan
materi
Pembelajaran multimedia interaktif
penginderaan jauh ini sangat sesuai dengan
ini sangat mudah dioperasikan oleh siswa
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa
sehingga pembelajaran ditekankan pada keterlibatan siswa. Oleh karena itu, siswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
295
ISSN 2502-8723
adalah pihak aktif mencari pemahaman,
terhadap hasil belajar di MAN 1 Malang
yang mengamati hasil multimedia berisikan
terbukti kebenarannya.
materi penginderaan jauh, baik narasi, foto udara, foto satelit, dan animasi. sedangkan
KESIMPULAN
guru adalah membantu siswa dalam proses
Berdasarkan hasil analisis data dan
pemahaman dalam materi ini atau pemandu
pembahasan,
dapat
kognitif yang memberikan bimbingan untuk
penggunaan
multimedia
mendukung proses pembelajaran siswa.
interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖
Menurut
(2003)
berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini
mementingkan
dibuktikan melalui uji hipotesis dengan uji t
keterlibatan siswa secara aktif. Dengan
dan gain ternormalisasi, dimana hasil yang
belajar aktif yang didorong oleh niat dan
diperoleh pada kelas eksperimen‖ diperoleh
motivasi untuk menguasai suatu kompetensi
mean 74,24 dengan standar deviasi 7,267
guna
dan
lebih besar daripada kelas kontrol yang
membangun pengetahuan atau kompetensi.
memiliki mean 60,21 dengan standar deviasi
Faktor kebebasan dan keterlibatan siswa
9,955. Hasil gain score menunjukkan selisih
secara aktif dalam mengikuti pembelajaran
antara nilai pretes dan postes didapatkan
amat diperhitungkan, agar belajar lebih
pada kelas ekperimen dengan hasil rata-rata
bermakna bagi siswa yang pada akhirnya
gain score yaitu = 0,69 yang masuk dalam
akan sangat mempengaruhi perolehan hasil
kategori tinggi. Sedangkan hasil perhitungan
belajar. Dan diperkuat oleh Jusita (2008)
uji t didapatkan t = 6,539; F = 1,345 dan
bahwa
dalam
signifikansi 2-tail 0,000 lebih kecil dari
pembelajaran sangat efektif dan berdaya
signifikansi 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
guna, terutama bila disajiikan dengan tepat
diterima.
akan memiliki dampak signifikan terhadap
signifikan pada penggunaan multimedia
hasil
dengan
pembelajaran interaktif penginderaan jauh
menggunakan multimedia secara signifikan
‖Wahyudi‖ terhadap hasil belajar geografi
membantu
siswadi MAN 1 Malang.
bahwa
pendapat belajar
Budiningsih harus
mengatasi
suatu
penggunaan
belajar.
masalah
multimedia
Pembelajaran
mengakses
secara
pengetahuan
dan
pembelajaran,
mempertinggi
belajar
serta
secara
mempertinggi pembelajaran
informasi
efektif
Berdasarkan
lingkungan
yang
kesimpulan
dari
hasil
penelitian ini maka penulis disampaikan
kelompok-kelompok
saran bagi guru yang akan menggunakan multimedia sebagai bahan ajar, disarankan menggunakan
Berdasarkan uraian di atas jelaslah
penggunaan
pengaruh
akan
materi pelajaran.
hipotesis
pembelajaran
SARAN
dari beragam siswa dalam mengekplorasi
bahwa
ada
bahwa
dalam
pengalaman
aksesbilitas untuk
luas
Artinya
disimpulkan
penelitian
multimedia
multimedia
ini
dalam
pembelajaran karena sangat tepat dan efektif
tentang
diberikan kepada siswa, hal ini sangat
pembelajaran
membantu siswa belajar mandiri, mengakses
interaktif penginderaan jauh ‖Wahyudi‖
secara luas pengetahuan dan informasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
296
ISSN 2502-8723
dalam pembelajaran, dan mempertinggi pengalaman belajar. Dalam penggunaannya, multimedia penginderaan jauh ini sangat mudah dioperasikan, disarankan juga siswa harus tetap diperhatikan, karena dikawatikan siswa membuka aplikasi atau link lain selama proses pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN Budiningsih, Asri. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press Jusita. Lona. 2008. Pengaruh Penggunaan Multimedia dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas VII SMPN 2 Ngantang Kabupaten Malang Pada Materi Keragaman Bentuk Bumi, Proses Pembentukan, dan Dampaknya dalam Kehidupan. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM Mayer, R.E. 2009. Multimedia Learning. Cambridge University Press Meltzer. 2002. The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posible ‖Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores‖. American Journal Physics. Sihkabuden. 2005. Multimedia Pembelajaran. Malang : Elang Press Sudjana & Rivai. 2001. Media Pembelajaran (Pembuatannya dan Penggunaannya). Bandung: Rusdakarya.
Wahyudi, Adip; 2012. Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer Mata Pelajaran Geografi, Materi Penginderaan Jauh Untuk SMA/MA Kelas XII.Tesis. Tidak Diterbitkan. PPS UM Wahyuni. Esti. 2009. Pengaruh Pemanfaatan Multimedia Dalam Pembelajaran Fisika Terhadap Pemerolehan Belajar. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
297
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN Mety Toding Bua Program Studi Pendidikan Dasar / Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]/ 085345349228 ABSTRAK Scaffolding merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memecahkan suatu masalah. Scaffolding (Perancahan) merupakan gagasan kunci yang dikembangkan oleh Vygotsky mengenai pembelajaran sosial. Hasil pembahasan makalah ini menemukan bahwa scaffolding merupakan suatu bantuan berupa petunjuk, sarana yang mengingatkan, dorongan, penguraian persoalan yang diberikan kepada siswa dalam bentuk kelompok maupun secara individu dari guru, teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten. Dengan bantuan guru, teman sebaya atau orang yang lebih berkompeten siswa akan lebih mudah memahami banyak hal dibandingkan dengan siswa belajar sendiri. Scaffolding atau perancahan berarti memberikan dukungan, motivasi dan perhatian kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukungan dan meminta anak mulai tanggung jawab untuk belajar secara mandiri. Kata kunci: Scaffolding, Pembelajaran.
bersifat
Pendahuluan Pembelajaran
merupakan
suatu
tetap
atau
permanen
yang
merupakan hasil dari suatu proses belajar
proses dimana terjadinya suatu perubahan
yang terbiasa dilakukan.
perilaku terhadap diri seseorang dari suatu
Menurut
Undang-Undang
Sistem
yang dilakukan atau dari pengalaman.
Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003,
Pembelajaran juga dapat diperoleh dari suatu
suatu proses dimana terjadinya interaksi
proses
terjadi
anntar peserta didik dengan pendidik dan
disekolah. Pembelajaran menjadi begitu
sumber belajar merupakan definisi dari
penting dalam membangun siswa memiliki
pembelajaran.
karakter. Menurut Thobroni dan Mustofa
pembelajaran merupakan suatu bantuan yang
(2013:19)
membutuhkan
diberikan pendidik kepada peserta didik
sebuah proses yang disadari yang cenderung
untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan,
bersifat permanen dan mengubah perilaku.
penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta
Pada proses tersebut terjadi pengingatan
pembentukan sikap dan kenyakinan pada diri
informasi yang kemudian disimpan dalam
siswa.
memori dan organisasi kognitif. Selanjutnya,
pembelajaran yang mampu memberikan
keterampilan tersebut diwujudkan secara
kontribusi
praktis
heterogen yang dihadapi di setiap kelas.
belajar
mengajar
―Pembelajaran
pada
keaktifan
yang
siswa
dalam
Menurut
pengertian
ini,
Pembelajaran yang terbaik adalah
terhadap
permasalahan
yang
merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-
Pada
peristiwa yang terjadi dalam diri siswa
berbagai macam karakteristik anak dengan
maupun
lanjut
berbagai tingkat kemampuan yang berbeda-
pembelajaran
yang
beda. tingkat kemampuan anak diantaranya
perubahan
suatu
tergolongkan tingkat kemampuan tinggi,
perilaku yang disadari oleh seseorang yang
tingkat kemampuan sedang, dan tingkat
lingkungannya‖.
diungkapkan menyebabkan
bahwa adanya
Lebih
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
298
umumnya
setiap
kelas
memiliki
ISSN 2502-8723
kemampuan
rendah.
tingkat
menentukan pengaruh sebuah model pada
kemampuan yang ada di dalam kelas ini
seorang individu: (1) proses perhatian, ketika
harusnya menjadi peluang bagi guru dalam
seseorang
membantu persoalan yang ada di kelas
perhatian terhadap sesuatu maka individu
dengan membuat pembelajaran yang saling
tersebut belajar akan sebuah pemodelan; (2)
memberikan dukungan pada setiap siswa.
proses penyimpanan, sebuah pengaruh atas
Siswa yang memiliki kompetensi tinggi
model yang diamati akan bergantung pada
dapat memberikan bantuan dan dukungan
bagaimana setiap individu dapat mengingat
untuk membantu siswa dengan kompetensi
setiap tindakan yang diamati bahkan setelah
sedang sampai pada kompetensi rendah. Hal
model tersebut tidak tersedia lagi; (3) proses
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
reproduksi motor, ketika seseorang melihat
oleh Vygotsky, tentang pembelajaran sosial
suatu perilaku baru dalam sebiah pemodelan,
ialah perancahan (Scaffolding) yaitu bantuan
dan hasil
yang diberikan oleh teman atau orang
tersebut diubah menjadi sebuah tindakan
dewasa yang lebih kompeten (Wood, Bruner
nyata; (4) proses penegasan, ketika ada suatu
& Ross dalam Slavin 2008:60). Scaffolding
insentif
dalam
merupakan
penghargaan maka individu akan termotivasi
sebuah bantuan yang diberikan kepada siswa
untuk menampilkan perilaku yang telah
melalui guru atau teman sebaya yang
dicontohkan melalui pemodelan yang telah
kompeten atau orang yang memiliki tingkat
ia amati.
pembelajaran
Berbagai
karena
mengenali
dan
mencurahkan
dari pengamatan pemodelan
yang
positif
atau
adanya
berkemampuan tinggi. Oleh sebab itu, pentingnya penggunaanscaffolding dalam pembelajaran. dalam
Penggunaan
pembelajaran
SCAFFOLDING
scaffolding
didasarkan
Istilah Scaffolding berasal dari istilah
pada
ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan
kebutuhan anak-anak.
kerangka sementara atau penyangga yang
Scaffolding merupakan salah satu
biasanya terbuat dari bamboo, kayu, atau
bentuk dari pembelajaran social. Menurut
batang besi) yang memudahkan para pekerja
Robbins and Judge (2008), pembelajaran
dalam membangun sebuah gedung. Berawal
social
belajar
dari hal ini kemudian merujuk pada segala
melalui pengamatan dengan apa yang terjadi
sesuatu harus dengan jelas dipahami agar
pada individu lain dan aka diberi tahu
memperoleh
kebermaknaan
dalam
mengenai sesuatu dari pengalaman langsung
pembelajaran.
Poerwadarminta
dalam
yang mereka alami. Sebagai contoh, hal-hal
Rovina mengungkapkan bahwa scaffolding
yang kita lihat dan pelajari ketika mengamati
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
terhadap model-orang tua, guru, rekan
adalah perancah, yaitu bamboo (balok, dan
sebaya, pemain film dan televise dan
sebagainya) yang dipasang untuk sebuah
sebagainya.
tumpuan
terjadi
model-model
ketika
Terjadinya tersebut
seseorang
pengaruh
atas
merupakan
suatu
yang
membangun
pusat yang terjadi atas sudut panjang dari
digunakan
sebuah
ketika
rumah,
akan
membuat
tembok, dan sebagainya.
pembelajaran sosial. Empat proses yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
299
ISSN 2502-8723
Secara garis besar dari penjelasan tersebut
Rovina
menyebutkan
anak akan lebih mudah memahami banyak
beberapa
hal dibandingkan dengan anak belajar
prinsip-prinsip konstruktivis social dengan pendekatan
scaffolding
dalam
sendiri.
suatu
Siswa yang diberikan tugas untuk
pembelajaran diantaranya: (1) pengetahuan
dapat
dibangun oleh peserta didik; (2) pengetahuan
kemudian
tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke
tersebut tidak dapat diselesaikan oleh anak
peserta didik; (3) dengan keaktifan peserta
secara mandiri akan tetapi dapat diselesaikan
didik sendiri untuk menalar; (4) peserta didik
melalui bantuan dan bimbingan orang lain
aktif mengkontruksi secara terus menerus,
menurut Vygotsky dalam Ormrod (2008:
sehingga selalu terjadi perubahan konsep
58), disebut zona perkembangan proksimal
ilmiah; (5) pembelajar sekedar memberi
(zone of proximal development). Zona
bantuan dan menyediakan saran serta situasi
perkembangan proxzimal yang dimiliki oleh
agar proses kontruksi belajar lancer; (6)
seorang anak secara alamiah berkembang
menghadapi masalah yang relevan dengan
dari waktu ke waktu. Ketika tugas yang
peserta didik; (7) struktur pembelajaran
diberikan dapat dikuasai oleh anak, maka
seputar konsep utama pentingnya sebuah
tugas-tugas
pertanyaan;
menggantikan
(8)
mencari
dan
menilai
menyelesaikan dalam
pemecahannya
rentang
yang
waktu
tugas
lebih
sukar
akan
tugas-tugas
yang
telah
pendapat peserta didik; (9) menyesuaikan
dikuasai oleh anak, sehingga sedikit sekali
kurikulum untuk menanggapi anggapan
yang dipelajari anak-anak dari melaksanakan
peserta didik. Dengan scaffolding akan
tugas-tugas yang telah mereka lakukan
memungkinkan bagi siswa untuk mendapat
secara mandiri. Oleh karena itu, sebagai guru
bantuan melalui keterampilan baru atau di
harus memberikan bantuan kepada anak-
luar kemampuan yang mereka miliki.
anak didik untuk dapat menyelesaikan tugas-
Jerome Brunner merupakan seorang
tugas
mereka
sehingga
mereka
dapat
psikologi kognitif yang memperkenalkan
menjadi lebih mandiri dalam memecahkan
teori scaffolding pada akhir 1950-an. Anak-
permasalahan
anak muda dalam akuisisi bahasa merupakan
mereka.
penggambaran
yang
dengan
tugas
oleh
Wood, Bruner & Ross dalam Slavin
Jerome Brunner dalam teori scaffolding.
(2008:60) mengemukakan bahwa ide pokok
Ketika orang tua mulai memberikan bantuan
dari pembelajaran sosial oleh Vygotsky
kepada anak-anak saat pertama kali mulai
adalah perancahan (scaffolding). Perancahan
belajar berbicara, maka akan terjadi secara
(scaffolding) merupakan suatu bantuan untuk
naluriah anak-anak akan memiliki struktur
memecahkan suatu masalah yang diberikan
dalam
oleh teman sebaya atau orang dewasa yang
belajar
Dworetzky
dikemukakan
berkaitan
berbahasa.
(1990:276)
Menurut
mengemukakan
lebih
berkompeten.
Pada
umumnya,
bahwa untuk memecahkan suatu masalah,
perancahan berarti suatu dukungan yang
siswa perlu diberikan bantuan dalam proses
lebih besar diberikan kepada seorang anak
pembelajaran. Bantuan yang diberikan dapat
dalam
diberikan oleh seseorang yang lebih dewasa,
kemudian mulai menghilangkan dukungan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
300
tahap-tahap
awal
pembelajaran,
ISSN 2502-8723
secara perlahan sehingga nantinya anak
menghapus perancahan (scaffolding) yang
dapat bertanggung jawab secara mandiri
memungkinkan
(Rosenshine&
Slavin,
mandiri. Perancah sebenarnya jembatan
dikemukakan
yang digunakan untuk membangun apa yang
2008:61).
Meister
Lebih
perancahan
dalam
lanjut
merupakan
dukungan
dalam
suatu
pembelajaran
bentuk
siswa
bekerja
secara
siswa sudah tahu untuk tiba di sesuatu yang
dan
mereka tidak tahu.
pemecahan masalah. Beberapa hal yang dapat masuk ke dalam perancahan meliputi
SCAFFOLDING
petunjuk,
sarana
PEMBELAJARAN
dorongan,
penguraian
yang
mengingatkan, persoalan
DALAM
yang
Menurut Mitchell dan Myles dalam
menjadi langkah-langkah penyediaan contoh
Veeramuthu (2011) mengungkapkan bahwa
atau hal-hal lainnya yang dapat membuat
domain yang paling produktif berada pada
siswa bertumbuh secara mandiri sebagai
Zona perkembangan proksimal yaitu pada
pebelajar.
domain pengetahuan
atau keterampilan
Menurut Zurek (2014) analog dengan
siswa yang belum mampu berfungsi secara
menggunakan scaffolding dibangun hanya
independen, tetapi dapat mencapai hasil
untuk
ketika
yang diinginkan ketika diberikan bantuan
membangun sebuah bangunan dan kemudian
yang relevan dari guru atau mentor. Dengan
akan dihapus ketika bangunan selesai, guru
demikian tahap saat pembelajaran siswa
terlibat
dapat mengembangkan lebih lanjut dengan
dengan
tingkat
dalam
yang
diperlukan
menentukan
menyediakan
scaffolding
tingkat
yang
bimbingan yang tepat melalui scaffolding
diperlukan dan jenis dukungan yang tepat
yang
waktu
mengembangkan ke tahap dimana siswa
dengan
kebutuhan
anak-anak.
Scaffolding terletak dalam konteks natural.
akan
membimbing
siswa
untuk
membangun pengetahuan secara mandiri.
Spontanitas kesempatan belajar membuat
Hovland, GAPP, & Theis, 2011;
scaffolding menjadi alat yang ideal dalam
Howes & Ritchie, 2002; Pianta, 1999 di
pendidikan.
dalam Zurek (2014) mengungkapkan bahwa
Hal ini juga sependapat dengan
seorang guru mempunyai suatu peranan
Benson dalam Haghparast (2015) yang
yang
mengungkapkan
khususnya dalam perancah perkembangan
bahwa
scaffolding
sangat
perancah,
kognitif
bantuan yang ditawarkan oleh guru untuk
membantu dalam menyediakan lingkungan
mendukung pembelajaran. Dalam proses
fisik yang dibutuhkan oleh siswa, dimana
scaffolding, guru membantu siswa yang
siswa dapat terlibat dalam bermaian dan
tidak dapat menyelesaikan tugas secara
siswa dapat memiliki akses ke bahan dan
mandiri. Guru hanya membantu siswa
pengalaman yang dapat menigkatkan rasa
dengan
ingin tahu, eksplorasi dan pembelajaran.
diluar
dari
pada
sosial
dalam
dikembangkan untuk menggambarkan jenis
tugas-tugas
dan
penting
Bantuan
bertahap mampu mengambil tanggung jawab
pengetahuan konseptual anak-anak tentang
untuk tugas, maka guru secara bertahap
fenomena dan suatu proses di lingkungan 301
dapat
Guru
kemampuan siswa. ketika siswa secara
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tersebut
anak-anak.
meningkatkan
ISSN 2502-8723
alam. Sebagai contoh, siswa melakukan
tugas pembelajaran, lingkungan belajar yang
pengamatan ke sebuah kebun. Kebun dapat
terstruktur, tanggung jawab bersama, dan
menjadi
kontrol transfer. Selain 5 kriteria untuk
tempat
bermain
bagi
siswa
sekaligus dapat memberikan kesempatan
scaffolding,
bagi
dan
scaffolding dalam pembelajaran seperti yang
menyelidiki hewan, dan tumbuhan. Apa
dikemukakan oleh Alibali dalam Sudrajat
yang mereka amati dalam kebun melalui
(2013); Journal Northern Illinois University,
organism
Faculty
siswa dalam
yang
mengeksplorasi
mereka
temui
dapat
ada
juga
Development
beberapa
and
jenis
Instructional
meningkatkan kemungkinan bahwa anak-
Design Center. Beberapa jenis scaffolding
anak bukan hanya mengamati tetapi juga
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
meningkatkan pertanyaan-pertanyaan yang
diantaranya advance organizer, cue cards,
muncul dari proses pengamatan yang mereka
concept
lakukan yang kemudian dapat membantu
explanations,
siswa dalam memahami fenomena alam
question cards, question stems, stories,
yang terjadi. Selain itu, strategi seperti
visual scaffolds. Berikut ini merupakan
memunculkan atau menarik perhatian siswa
penjelasan
melalui
scaffolding yang dapat diterapkan dalam
fitur-fitur
yang
relevan
dari
lingkungan dapat dibuat oleh guru untuk
maps,
handout,
singkat
examples,
hints,
prompts,
mengenai
jenis
Pertama, advance organizer yang
pembelajaran
dimaksud adalah suatu alat yang dapat
lebih lanjut dijelaskan Inan & Katz, 2007;
digunakan dalam mengenalkan materi atau
Trawick-Smith & Dziurgot, 2011 dalam
tugas
Zurek (2014) bahwa dalam memberikan
mempelajari suatu topik. Sebagai contoh
kesempatan dan dukungan untuk kolaborasi
suatu
sebaya juga penting dilakukan oleh guru.
menggambarkan suatu struktur organisasi
Hal ini karena, guru dapat menciptakan
atau
konteks
kemudian rubric yang menyediakan tugas-
yang
dalam
mind
pembelajaran.
melakukan scaffolding dalam pembelajaran. Scaffolding
and
sangat
kondusif
untuk
pembelajaran dengan memberikan suatu bimbingan social
dan
emosional
baru
dalam
bagan
membantu
siswa
organisasi
menggambarkan
suatu
untuk
hierarki,
tugas yang diharapkan.
yang
Kedua, cue cards yang dimaksud
mengajarkan suatu keterampilan kepada
adalah
siswa. Keterampilan yang diberikan snagat
dibagikan kepada siswa atau kelompok
penting bagi kehidupan dan mempromosikan
ketika akan melakukan diskusi mengenai
hubungan
sehingga
suatu topik tertentu. Kartu tersebut dapat
perhatian yang diberikan maksimal dapat
memuat kosakata (istilah-istilah penting)
difokuskan
yang akan dipahami, kalimat-kalimat dasar
yang
pada
harmonis,
pembelajaran,
bukan
perilaku manajemen.
kartu yang sudah disiapkan untuk
tentang materi yang harus dilengkapi oleh
Lima kriteria untuk scaffolding yang
siswa, atau dapat berupa rumus-rumus.
efektif yang dikemukakan oleh Applebee
Ketiga, concept and mind maps yang
dalam oxfordjournals (2015) yaitu pemilik
dimaksud adalah
peta konsep atau peta
pembelajaran adalah siswa, ketepatan dalam FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
302
ISSN 2502-8723
pikiran yang dibuat oleh siswa berdasarkan
diajarkan atau tugas-tugas khusus yang
pengetahuan yang dimilikinya.
diberikan kepada siswa/kelompok siswa
Keempat, examples yang dimaksud
untuk
adalah penyediaan suatu contoh, ilustrasi
saling
bertanya
dan
menjawab
mengenai materi yang telaj diajarkan.
atau dapat berupa kumpulan pertanyaan-
Kesepuluh,
pertanyaan.
question
stems
yang
dimaksudkan adalah kalimat yang tidak
Kelima, explanations yang dimaksud
lengkap yang diberikan kepada siswa yang
adalah penyediaan suatu informasi lebih
akan membantu siswa dalam mendorong
rinci
tertulis
siswa untuk berfikir secara mendalam
mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan
dengan perintah kalimat Tanya ―apa yang
oleh siswa, memberikan suatu penjelasan
terjadi jika….‖.
dalam
bentuk
instruksi
secara lisan mengenai bagaimana suatu
Kesebelas, stories yang dimaksud
proses kerja.
adalah menceritakan materi secara lengkap
Keenam, handouts yang dimaksud
dan abstrak ke dalam situasi yang lebih
adalah penyediaan dalam bentuk lembaran
akrab dengan siswa untuk menginspirasi dan
yang telah dicetak yang berisi tugas serta
memotivasi siswa.
informasi yang sesuai berdasarkan materi
Kedua belas, visual scaffolds yang
yang akan diajarkan, kemudian diberi ruang
dimaksudkan adalah bagaimana menekankan
(kolom) komentar atau catatan untuk siswa.
perhatian suatu objek melalui gerakan tubuh
Ketujuh, hints yang dimaksud adalah
(gesture)
yang
relevan,
menggunakan
pemberian suatu saran dan petunjuk untuk
metode highlighting informasi visual (huruf
mengalihkan
tahap-tahap
siswa
dalam
miring, warna berbeda, huruf tebal, kedip).
pembelajaran.
Sebagai
contoh
―lihat
―tekan
tombol
enter‖,
halaman
12!‖,
Penggunaan menunjukkan
siswa
―lanjutkan ke halaman berikutnya‖, dan
kemajuan
sebagainya,
menggunakan
Kedelapan, prompts yang dimaksud
perancahan
melalui
tersebut tugas,
berbagai
mengakomodasi
memiliki
dosen
dapat
perancah
untuk
berbagai
tingkat
adalah pemberian isyarat fisik (gesture) atau
pengetahuan siswa. Konten yang lebih
verbal untuk membatu mengingat suatu
kompleks mungkin memerlukan sejumlah
pengetahuan yang telah didapat sebelumnya
perancah diberikan pada waktu yang berbeda
atau asumsi yang telah dimiliki oleh siswa.
untuk membantu siswa menguasai konten.
Sebagai contoh pada isyarat fisik melakukan gerakan
tubuh
seperti
Pelaksanaan
menunjuk,
pembelajaran
scaffolding
memerlukan
dalam beberapa
menganggukkan kepala, mengedipkan mata.
pedoman yang harus diperhatikan. Adapun
Contoh pada isyarat verbal mengatakan
beberapa
poin-poin
―ayo‖,
dijadikan
sebagai
―lanjutkan!‖,
―apa
yang
anda
lakukan!‖ dan lain sebagainya.
melaksanakan
Kesembilan, question cards yang dimaksudkan
adalah
penyediaan
berikut
ini
pedoman
scaffolding
dapat dalam dalam
pembelajaran seperti yang di adaptasi dari
kartu
Hogan dan Pressley dalam artikel Northern
berupa pertanyaan seputar materi yang
Illinois University, Faculty Development
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
303
ISSN 2502-8723
and Instructional Design Center diantaranya:
mereka untuk berlatih tugas dalam konteks
(1) pilih tugas yang cocok yang sesuai
yang berbeda.
dengan tujuan kurikulum, tujuan program
Menurut
sertakan
pembelajaran scaffolding sebagai berikut.
membantu
(lima)
Langer
(1983)
dalam
5
and
pembelajaran dan kebutuhan siswa; (2) ikut siswa
ada
Applebee
langkah
dalam
menciptakan tujuan pembelajaran (ini dapat
Satu, intentionally yang dimaksud
meningkatkan motivasi belajar siswa dan
adalah pencapaian kompetensi secara utuh
komitmen
(3)
dengan melakukan pengelompokkan bagian
pertimbangkan latar belakang siswa dan
yang kompleks yang akan dikuasai oleh
pengetahuan
menilai
siswa menjadi beberapa bagian yang lebih
kemajuan mereka. (Catatan bahwa bahan
spesifik dan jelas serta merupakan satu
yang terlalu mudah dapat mengurangi
kesatuan yan utuh.
mereka
untuk
sebelumnya
belajar);
untuk
motivasi siswa, di sisi lain bahan yang
Dua, appropriateness yang dimaksud
terlalu sulit dapat mematikan tingkat minat
adalah pemberian suatu bantuan pada aspek-
siswa); (4) gunakan berbagai dukungan
aspek yang belum dikuasai oleh siswa secara
sebagai siswa kemajuan melalui tugas
maksimal agar lebih difokuskan.
(misalnya, meminta, pertanyaan, petunjuk,
Tiga,
structure
yang
dimaksud
cerita, model, perancah visual, gerakan
adalah model yang ditampilkan agar siswa
representasional, diagram, dan metode lain
dapat belajar. Pemberian model tersebut
untuk
(5)
dapat melalui proses berpikir, diverbalkan
memberikan dorongan dan pujian serta
dalam kata-kata, atau melalui perbuatan.
mengajukan pertanyaan dan memiliki siswa
Sehingga nantinya siswa dapat menjelaskan
menjelaskan
apa yang telah mereka pelajari dari model
menyoroti
informasi
kemajuan
visual;
mereka
untuk
membantu mereka tetap fokus pada tujuan;
yang ditampilkan.
(7) memantau kemajuan siswa melalui
Empat,
collaboration
yang
umpan balik (selain umpan balik guru, juga
dimaksudkan adalah pemberian respon pada
siswa dilibatkan dalam merangkum apa yang
tugas yang di kerjakan siswa dilakukan
telah
dengan kolaborasi.
mereka
capai
sehingga
mereka
menyadari kemajuan mereka dan apa yang
Lima, internalization yang dimaksud
mereka belum menyelesaikan); (8) ciptakan
adalah
lingkungan
dan
pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa
mendukung yang mendorong siswa untuk
dengan lebih baik dan siswa dapat menjadi
mengambil risiko dan mencoba alternatif
diri sendiri dan dapat mengembangkan
(setiap
potensi yang ia miliki.
belajar
orang
ramah,
harus
aman,
merasa
nyaman
mengekspresikan pikiran mereka tanpa takut
memantapkan
Manfaat
tanggapan negatif); (9) membantu siswa
pembelajaran
menjadi
Northern
kurang
bergantung
pada
kepemilikan
scaffolding dijelaskan
Illinois and
dalam
dalam
artikel
University,
Faculty
Instructional
Design
instruksional mendukung karena mereka
Development
bekerja pada tugas-tugas dan mendorong
Center sebagai berikut: (1) tantangan siswa melalui pembelajaran yang mendalam dan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
304
ISSN 2502-8723
Dworetzky, John P. 1990. Introduction to Child Development. USA: West Publishing Company. Haghparast, Sharzard. 2015. The Comparative Effect Of Two Scaffolding Strategies On Intermediate Efl Learners' Reading Comprehension. (Online). (http://www.ijllalw.org/finalversion 8219.pdf ), diakses tanggal 11 September 2015. Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Rovina, Devi._. Model Pembelajaran Scaffolding. (Online). (http://www.academia.edu/7547227 /MODEL_PEMBELAJARAN_SC AFFOLDING_1 ), diakses tanggal 24 maret 2016. Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik Edisi Kedelapan. Jakarta: PT Indeks. Sudrajat, Akhmad. 2013. Pembelajaran Scaffolding untuk Kesuksesan Belajar Siswa. (Online). (http://akhmadsudrajat.wordpress.c om/2013/12/02/pembelajaranscaffolding-untuk-kesuksesanbelajar-siswa/ ), diakses tanggal 24 maret 2016. Thobroni, Muhammad & Mustofa, Arif. 2013. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. Veeramuthu. 2011. The Effect of Scaffolding Technique in Journal Writing among the Second Language Learners. (Online). (http://www.academypublication.co m/issues/past/jltr/vol02/04/28.pdf), diakses tanggal 11 september 2015. Zurek, Alex. 2014. Scaffolding as a Tool for Environmental Education in Early Childhood. (Online). (http://www.naaee.net/sites/default/ files/publications/IJECEE/2nd/7.%2 0FINAL%20Scaffloding%20for%2 0ECEE.pdf ), diakses tanggal 11 September 2015. Robbins, Stephen P., and Judge, Timothy A. 2008. E-book :Perilaku Organisasi. (Online). (https://books.google.co.id/books?i d=IwrWupB1rC4C&pg=PA69&lpg =PA69&dq=definisi+pembelajaran &source=bl&ots=i8kD3we96_&sig
penemuan; (2) siswa terlibat dalam diskusi bermakna dan dinamis di kelas kecil dan besar; (3) memotivasi siswa untuk menjadi siswa yang lebih baik (belajar bagaimana belajar);
(4)
meningkatkan
tujuan
pembelajaran bagi siswa; (5) menyediakan instruksi individual (terutama di ruang kelas yang
lebih
kesempatan
kecil); untuk
(6)
memberikan
rekan-mengajar
dan
belajar; (7) perancah dapat mendaur ulang untuk
situasi
belajar
lainnya;
(8)
menyediakan lingkungan belajar yang ramah dan peduli. Tantangan pembelajaran Northern
dijelaskan
Illinois
Development
Scaffolding
and
dalam
dalam artikel
University,
Faculty
Instructional
Design
Center sebagai berikut: (1) perencanaan dan pelaksanaan perancah memakan waktu dan menuntut; (2) memilih perancah yang tepat yang sesuai dengan gaya belajar dan komunikasi yang beragam dari siswa; (3) mengetahui
kapan
untuk
menghapus
perancah sehingga siswa tidak bergantung pada dukungan; (4) tidak mengetahui siswa cukup
baik
(kognitif
dan
kemampuan
afektif) untuk menyediakan perancah yang sesuai.
DAFTAR RUJUKAN -.-. Instructional Scaffolding to Improve Learning. (Online). (http://www.niu.edu/facdev/resourc es/guide/strategies/instructional_sca ffolding_to_improve_learning.pdf), diakses tanggal 26 Oktober 2015. _.2015. Scaffolding. (Online). (http://eltj.oxfordjournals.org/conte nt/48/1/101.full.pdf ). Applebee, A. N. and J. A. Langer. 1983. 'Instructional scaffolding: Reading and writing as natural language activities. Language Arts, 60/2. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
305
ISSN 2502-8723
=H0oNK4qtMVkgFdF_z1EkM6M A1Y0&hl=id&sa=X&sqi=2&ved=0 ahUKEwi907neh0zLAHVEPo4KH dP9B84Q6AEIQTAM#vonepage&q&f=false ), diakses tanggal 25 maret 2016.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
306
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Analisis Kemampuan Siswa Dengan Gaya Kognitif Field Independent Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya
Tohir Zainuri1), Abdur Rahman As’ari2), I Made Sulandra3) 1)
Guru SMPN 1 Kasembon, Malang; [email protected] Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected] 3) Dosen Pascasarjana UM, Malang; [email protected] 2)
Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan siswa dengan gaya kognitif field independent dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian dilaksanakan di kelas VIIA SMP Negeri 1 Kasembon Malang. Subjek penelitian terdiri 1 siswa dengan tipe gaya kognitif field independent. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa,siswa dengan gaya kognitif field independent dalam penelitian ini mampu melalui setiap tahap pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya dengan baik yaitu dengan menujukkan kemampuannya, (1) dapat menentukan apa yang diketahui yang ditanyakan dalam memahami masalah, (2) dapat menentukan keterkaitan antara yang diketahui dan yang ditanyakan untuk membuat rencana penyelesaian masalah, (3) dapat menyelesaikan masalah dengan benar, dan (4) dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk memeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
Kata kunci: pemecahan masalah matematika, langkah-langkah Polya, gaya kognitif, field independent.
Pendahuluan
Belajar memecahkan masalah bukan merupakan hal yang mudah. Sebagian besar
Kemampuan pemecahan merupakan
siswa masih
inti dari pembelajaran matematika. Holmes
kurang
(dalam NCTM, 1980) menyatakan bahwa
penyebab
bahwa ‖problem solving plays an important
kurangnya
mathematics
mengembangkan
dalam
siswa
terhadap
masalah
ke
bentuk
matematis, dan (d) ketidakmampuan siswa untuk menggunakan konsep dan prinsip
1997). Siswa juga menjadi lebih analitis
matematika secara benar (Yeo, 2009).
(Hudojo,
Siswa
2005), dan sesuai dengan kebutuhan dalam
yang
kesulitan
dalam
menyelesaikan masalah perlu diberi bantuan
kehidupan sehari-hari yang penuh dengan
pembelajaran
kegiatan memecahkan masalah (Krulik,
pemecahan
Rudnik, Milou , 2003). FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pemahaman
menterjemahkan
matematika lebih mendalam (Pehkonen,
keputusan
kesulitan
digunakan, (c) ketidakmampuan siswa dalam
matematika, dan mendorong siswa belajar
mengambil
terjadinya
pengetahuan strategi pemecahan yang akan
keterampilan
kognitif, mendorong kreativitas, menerapkan
dalam
Yeo:2009,
masalah yang diberikan, (b) kurangnya
education‖.Pemecahan masalah membantu siswa
masalah
pemecahan masalah itu antara lain: (a)
role in mathematics and should have a the
melakukan
&Herman:2000). Faktor-faktor yang menjadi
lanjut dalam NCTM (2000) dijelaskan
in
dalam
matematika(Phonapichat:2013,
matematika (heart of mathematics). Lebih
role
terampil
kesulitan dan
pemecahan
pemecahan masalah adalah ―jantung‖ dari
prominent
mengalami
307
dalam masalah.
bentuk
strategi
Polya
(1973)
ISSN 2502-8723
menemukan langkah-langkah yang praktis
sehingga persepsinya hanya sebagian kecil
dan tersusun secara sistematis yang dapat
terpengaruh ketika ada perubahan situasi.
mempermudah siswa dalam memecahkan
Orang yang mempunyai gaya kognitif field
masalah
Langkah-langkah
independent mampu menganalisis informasi
pemecahan masalah matematika menurut
yang kompleks, yang tak terstruktur dan
Polya terdiri dari empat langkah, yaitu: (1)
mengorganisasikannya untuk memecahkan
memahami
masalah
matematika.
masalah
(understanding
the
(Desmita,
2009:148).Individu
problem), (2) merencanakan pemecahan
dengan gaya kognitif field independentdapat
masalah (devising a plan), (3) melaksanakan
mengabstraksi
rencana pemecahan masalah (carrying out
menyelesaikannya sesuai komponen penting
the plan), dan (4) memeriksa solusi yang
dari konten tersebut (Hasan, 2002).
telah diperoleh (looking back).
masalah
Beberapa
Ardana (2008) menyatakan bahwa
kemampuan
penelitian
siswa
tentang
dalammemecahkan
setiap orang memiliki cara-cara khusus
masalah
dalam bertindak, yang dinyatakan melalui
kognitif tetlah dilakukan, antara lain: Lestari
aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual
(2012), Ramlah (2014), Ulya (2014). Lestari
secara konsisten yang diungkapkan oleh
(2012) menyatakan bahwa individu dengan
tipe-tipe kognitif yang dikenal dengan istilah
gaya
gaya kognitif. Karena itu, gaya kognitif juga
menyelesaikan
perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan
langkah-langkah
pemecahan masalah. Ini sesuai dengan
menjawab soal, sebaliknya individu dengan
pendapat Sternberg (1999) yang menyatakan
gaya kognitif field dependent dalam tahap
bahwa
untuk
menyelesaikan masalah masih belum dapat
pada
dapat menggunakan langkah secara benar
gaya
diperhatikan
kognitif karena
penting
berpengaruh
kemampuan pemecahan masalah seseorang.
yang
dan
kognitif
dikaitkan
field
dengan
independent
gaya
dapat
masalah
sesuai
dengan
serta
terampil
dalam
dan tepat. Ulya (2014) yang menjelaskan
Para ahli membagi berbagai tipe gaya
bahwa siswa dengan gaya kognitif field
kognitif yang dimiliki seseorang, salah
dependent membutuhkan bimbingan dan
satunya
field
waktu yang lebih banyak untuk memahami
independent.Siswa bergaya kognitif field
informasi yang diberikan, sementara siswa
independent memiliki karakteristik tertentu
dengan kemampuan field independent dapat
dalam pemecahan masalah. Witkin (1977)
menggunakan strategi pemecahan masalah
menyatakan bahwa orang yang mempunyai
yang belum pernah diajarkan di sekolah.
gaya kognitif field independent menanggapi
Ramlah (2014) menjelaskan bahwa ada
suatu tugas cenderung berpatokan pada
perbedaan yang signifikan yang signifikan
isyarat dari dalam diri mereka sendiri. Lebih
antara gaya kognitif anak laki-laki dan
lanjut Witkin (1977) menyatakan bahwa,
perempuan
orang yang memiliki gaya kognitif field
masalah.
adalah
gaya
kognitif
independent
bersifat
analitis
dalam
memahami
masalah.
Mereka
dapat
hal
menyelesaikan
Dari beberapa penelitian di atas ketahui
menyeleksi stimulus berdasarkan situasi, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dalam
bahwa
peneliti
terdahulu
menganalisis perbedaan kemampuan siswa 308
ISSN 2502-8723
yang ditinjau dari gaya kognitif siswa yaitu
METODE
field dependent dan field independent, sementara
perbedaan
bertujuan
untuk
mendeskripsikan kemampuan siswa dengan
disimpulkan bahwa siswa dengan gaya
gaya kognitif field independent dalam
kognitif yang satu lebih unggul atau lebih
memecahkan
rendah dari siswa dengan gaya kognitif yang
berdasarkan
lain. Hal ini dikarenakan karakteristik gaya
Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini
kognitif
field
digolongkan sebagai penelitian kualitatif
masing-masingmempunyai
deskriptif. Data hasil penelitian ini berupa
independent
tidak
ini
dapat
field
itu
Penelitian
dependent
dan
kelebihan dan kekurangan.
penelitian
yang
matematika
langkah-langkah
Polya.
fakta-fakta yang dipaparkan sesuai dengan
Dalam penelitian tersebut belum ada
masalah
kenyataan yang terjadi dalam penelitian.
mendeskripsikan
Penelitian ini dilaksanakan di SMP
kemampuan siswa dengan gaya kognitif field
Negeri 1 Kasembon Kab. Malang yang
independent
empat
berlokasi di Jl. Raya Kasembon no 39
langkah Pemecahan masalah menurut Polya.
Kasembon Kab Malang. Subjek penelitian
Belum ada penelitian yang secara eksplisit
ini terdiri dari 1 siswa dengan gaya kognitif
memberikan deskripsi tentang kemampuan
field independent. Penetapan kategori gaya
siswa field independent dalam setiap tahap
kognitif berdasarkan hasil Group Embedded
pemecahan masalah Polya, yaitu ketika
Figures Test (GEFT). Pemilihan subjek
memahami masalah, menyusun rencana
penelitian juga didasarkan pada kemampuan
penyelesaian,
komunikasi
dalam
menjalankan
melaksanakan
rencana
siswa
yaitu
siswa
yang
penyelesaian, dan memeriksa kembali proses
mempunyai kemampuan komunikasi yang
dan hasil penyelesaiannya.
baik dan lancar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
Instrumen penelitian yang digunakan
tertarik melakukan penelitian yang berjudul
dalam penelitian ini meliputi instrumen
―Analisis
Siswa Dengan
utama dan instrumen pendukung. Instrumen
Gaya Kognitif Field Independent Dalam
utama dalam penelitian ini adalah peneliti
Memecahkan
Matematika
sendiri, sedangkan instrumen pendukung
Berdasarkan Langkah-langkah Polya‖.
yang digunakan yaitu (1) tes penggolongan
Rumusan masalah dalam penelitian ini
gaya
adalah mendeskripsikan kemampuan siswa
masalah, (3) pedoman wawancara, (4) alat
dengan gaya kognitif field independent
rekam berupa video ataupun foto.
Kemampuan
Masalah
dalam menyelesaikan masalah matematika
kognitif,
Analisis
(2)
data
lembar
pemecahan
kualitatif
dalam
berdasarkan langkah-langkah Polya. Sesuai
penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan
dengan
data dilapangan dan berakhir pada waktu
rumusan
masalah
ini,
tujuan
penelitian ini untuk mendeskripsikan dan
penyusunan
menganalisis kemampuan siswa dengan gaya
penelitian ini proses analisis data dilakukan
kognitif
dengan
field
menyelesaikan
independent masalah
dalam
matematika
teknik
penelitian.
analisis
data
Dalam
yang
dikemukakan oleh Miles & Huberman
berdasarkan langkah-langkah Polya. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
laporan
(1994:16) yaitu; (1) mereduksi data, (2) 309
ISSN 2502-8723
menyajikan
data,
dan
(3)
menarik
masalah dan hasil wawancara pada setiap
kesimpulan. Pengecekan keabsahan data
langkah penyelesaian untuk masing-masing
dalam penelitian ini dilakukan dengan
soal memiliki kecenderungan jawaban yang
triangulasi menggunakan triangulasi, yaitu
sama sehingga dapat disimpulkan bahwa
membandingkan data hasil pekerjaan lembar
data tersebut valid.
tugas pemecahan masalah dan data hasil
Dalam
tahap
memahami
ketiga
wawancara dengan data hasil dokumentasi
masalah, Subjek Field Independent (SFI)
berupa foto dan video pada saat subjek
menuliskan dengan benar apa yang diketahui
penelitian
dan apa yang ditanyakan dari soal seperti
mengerjakan
lembar
tugas
pemecahan masalah dan wawancara.
jawaban
yang
dituliskan
SFI
dalam
menentukan hal apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan dari ketiga masalah. Bahasa
HASIL Penentuan subjek penelitian dimulai
yang digunakan oleh SFI pada tahap
dengan tes penggolongan gaya kognitif
memahami
dengan Group Embedded Figure Tests
menggunakan bahasa sendiri. Sementara dari
(GEFT), pada hari Sabtu, 14 Maret 2015.
hasil wawancara SFI dapat menyatakan apa
Hasil
siswa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari
mempunyai gaya kognitif field independent,
lembar pemecahan masalah tersebut, serta
dan 22 siswa mempunyai gaya kognitif field
bisa menentukan apakah yang diketahui dari
dependent. Dari siswa dengan gaya kognitif
masalah pertama tersebut sudah cukup untuk
field independent dipilih satu siswa, dimana
menjawab apa yang ditanyakan.
test
GEFT
pemilihannya aspek
juga
kelancaran
diperoleh
8
mempertimbangkan siswa
menurut
digunakan
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
masalah
tiga masalah yang dalam penyelesaiannya
masalah.
merencanakan
SFI
strategi
untuk secara
menuliskan yang
akan
menyelesaikan
ketiga
detail,
sehingga
dapat
yang diperoleh dari hasil wawancara pada
masalah,
tahap
melaksanakan rencana pemecahan masalah,
membuat
rencana
penyelesaian
masalah, SFI mampu memberi penjelasan
dan memeriksa kembali solusi yang telah
langkah-langkah
diperoleh.Pemberian tes mengerjakan lembar
strategi
yang
akan
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
pemecahan masalah dilaksanakan pada hari
SFI
Rabu, tanggal 18 Maret 2015.Sedangkan
juga
memberi
penjelasan
alasan
pemilihan strategi yang digunakan itu,
metode
sehingga
wawancara dilakukan pada hari Kamis,
dapat
menyelesaikan
tanggal 19 Maret 2015. Data yang diperoleh
digunakan
ketiga
masalah
untuk yang
diberikan.
dari hasil mengerjakan lembar pemecahan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sudah
dengan yang ditanyakan. Sementara data
menurut Polya yaitu, memahami masalah,
dengan
ini
mengetahui hubungan antara yang diketahui
berdasarkan pemecahan masalah matematika
data
adalah
langkah-langkah
Lembar pemecahan masalah yang
pengumpulan
Polya
pemecahan
tulisan.
pemecahan
masalah
Tahap kedua pemecahan masalah
dalam
berkomunikasi baik secara lisan maupun
merencanakan
ketiga
310
ISSN 2502-8723
Dalam
melaksanakan
strategi
setiap
pemecahan ketiga masalah, SFI menuliskan
Penelitian
sebelumnya. Pada Masalah pertama SFI
penyelesaian masalah matematika menurut
Pada
Polya (1973) yaitu (1) memahami masalah,
masalah kedua SFI dapat menghitung biaya
(2) merencanakan penyelesaian masalah, (3)
yang dibutuhkan untuk mengecat dinding
melaksanakan
bagian depan dari gudang. Sementara dari
penyelesaian
yang telah diperoleh.
rancangan panggung yang dapat digunakan
Dalam
dalam konser musik. SFI juga dapat pagar
rencana
masalah, dan (4) memeriksa kembali hasil
masalah ketiga SFI dapat membuat tiga yang
panjang
mendeskripsikan
matematika yang mengacu pada tahap
masalah pertama, tetapi mempunyai luas
menghitung
ini
independent dalam memecahkan masalah
berbeda dengan jajargenjang yang ada pada
jajargenjang.
telah
kemampuan siswa dengan gaya kognitif field
dapat membuat empat segiempat yang
dengan
yang
PEMBAHASAN
pemecahan masalah yang telah dibuat
sama
penyelesaian
dikerjakan.
pemecahan masalah sesuai dengan rencana
yang
tahap
memahami
masalah
(understanding the problem), Subjek FI
pembatas
minimal yang dibutuhkan untuk mengelilingi
cenderung
panggung terbuka, serta mampu menghitung
informasi yang diperoleh dari soal, sehingga
luas
panggung
dapat menemukan bagian penting yang ada
terbuka dan pagar pembatas. Sementara dari
dalam masalah yaitu menentukan yang
hasil wawancara SFI mampu memberi
diketahui dan yang ditanyakan.Hal ini sesuai
penjelasan
proses
dengan kajian Amstrong, Cool &Smith
pengerjaan yang telah dikerjakan secara
(2011) bahwa individu FI mengadopsi suatu
detail dan terperinci sesuai jawaban yang
orientasi analitis untuk memahami dan
telah dikerjakan baik dari ketiga masalah.
mengolah
minimal
daerah
dari
antara
setiap
tahap
dan
penyelesaian pada ketiga masalah yang
sebelumnya
yaitu
telah dengan
dapat
mengubahnya
ke
dalam
kalimat
dan menggunakan bahasanya sendiri. Hal ini sesuai
diperoleh dan membandingkannya dengan
dengan
(Kheirzaden
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
&
penjelasan Kassaian,
Morgan
2011)
yang
menjelaskan bahwa ketika masalahnya tidak
dari masalah pertama, kedua, dan ketiga.
diorganisir secara jelas, individu FI relatif
yang
cenderung menerapkan
dilakukan, SFI menyatakan bahwa hasil
sendiri.
yang telah dikerjakan sudah sesuai dengan
Hal
ini
juga
struktur
mereka
sesuai
dengan
karakteristik subjek FI, yaitu mereka secara
apa yang ditanyakan dari ketiga masalah,
internal
dan bisa meneliti dan mengecek kembali FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
FI
cenderung menggunakan notasi matematika
mengerjakan
wawancara
informasi.Subjek
diketahui dan yang ditanyakan, subjek FI
dikerjakan
dengan cara berbeda setiap hasil yang telah
Sementara dari hasil
mengolah
matematika.Pada saat menuliskan data yang
diberikan, SFI memeriksa setiap tahap yang
dalam
memahami pernyataan verbal dari masalah
Pada tahap memeriksa kembali hasil
penyelesaian
analitis
311
menunjukkan
dan
memproses
ISSN 2502-8723
informasi
dengan
strukturnya
sendiri
mengungkapkan kinerja yang berbeda, orang
(Witkin, 1977).
dengan gaya kognitif field independent
Dalam
membuat
bekerja dengan lebih efektif, dan jika
rencana
menggunakan proses kognitif yang berbeda,
penyelesaian (devising a plan), subjek FI
efektivitas kinerja mereka akan bervariasi
dapat menentukan hubungan antara yang
dalam kondisi yang berbeda (Goodenough
diketahui dan yang ditanyakan dan membuat
dalam Saracho, 1997).
kesimpulan yang valid dari informasi yang diberikan untuk merencanakan pemecahan
Pada masalah ketiga, subjek FI dapat
masalah. Misalkan pada masalah pertama,
menggabungkan fakta, konsep dan prosedur
subjek FI menyebutkan bahwa untuk dapat
matematika untuk menetapkan hasil, dan
menggambar segiempat yang ditanyakan,
menggabungkan hasil yang lebih lanjut pada
yang harus dicari adalah luas jajargenjang
penyelesaian masalah non rutin, dalam
terlebih dahulu. Kemudian menggambarkan
konteks kehidupan nyata. Subjek FI juga
segiempat yang mempunyai luas yang sama
dapat memprediksi beberapa kemungkinan
dengan luas jajargenjang. Dari jawaban
jawaban, dan menentukan jawaban yang
subjek
sesuai serta dapat membuat kesimpulan dari
FI,
terlihat
bahwa
dalam
merencanakan penyelesaian masalah subjek
jawaban tersebut.
FI cenderung lebih dipengaruhi isyarat dari
Dalam
dalam dirinya sendiri, karena memikirkan
FI mampu menggunakan langkah-langkah
baru kemudian menggambarkan segiempat
pemecahan masalah yang telah direncanakan
yang mempunyai luas dengan jajargenjang
dengan
tersebut. Hal ini sejalan dengan yang Amstrong,
Cool,
rencana
penyelesaian (carrying out the plan), subjek
mencari terlebih dahulu luas jajargenjang
dikemukakan
melaksanakan
benar
dan
dapat
memperoleh
ketepatan jawaban yang benar. Hal ini sesuai
&Smith
dengan penelitian Hassan (2002) yang
(2011) yang menyatakan bahwa individu FI
menyatakan bahwa cara berpikir individu FI
mengadopsi pendekatan impersonal untuk
menunjang penampilan yang lebih tinggi
pemecahan masalah.
dalam pemecahan masalah matematika. Pada
Pada masalah kedua, subjek FI dapat
soal yang melibatkan luas segiempat, subjek
memperluas hasil pemecahan masalah dan
FI memanfaatkan rumus luas segiempat
pemikiran matematis dengan menemukan
untuk mencari luas segiempat. Hal ini sesuai
strategi
dengan
yang
paling
efektif
untuk
pendapat
(Desmita,2009)
yang
merencanakan pemecahan masalah kedua,
menyatakan bahwa individu FI mampu
sehingga dapat menjawab masalah dengan
menganalisis informasi yang kompleks, yang
cara yang lebih singkat dan efektif. Hal ini
tak terstruktur dan mengorganisasikannya
sejalan
untuk memecahkan masalah. Pada masalah
dengan
yang
dikemukakan
Goodenough (dalam Saracho, 1997), yang
membuat
menyatakan bahwa orang dengan gaya
mungkin digunakan pada konser musik,
kognitif field independent menggunakan
Subjek FI dapat membuat rancangan dengan
beberapa
benar dan memprediksi rancangan yang
proses
pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tanpa 312
rancangan
panggung
yang
ISSN 2502-8723
dapat meminimalkan penggunaan pagar
Pada
pembatas. Individu field independent dapat
penyelesaian, subjek dapat menggunakan
mengabstraksi
langkah-langkah pemecahan masalah yang
masalah
dan
langkah
melaksanakan
menyelesaikannyasesuai komponen penting
telah
dari konten tersebut (Hassan, 2002).
memperoleh ketepatan jawaban yang benar.
Dalam memeriksa
kembali
informasi yang sudah ada. Hal-hal
yang dilakukan dengan cara meneliti atau
penelitian
dapat
pada siswa dengan gaya kognitif field independent, sehingga diperlukan penelitian lebih
berdasarkan langkah-langkah Polya dengan
kognitif berbeda pula.
membuat rencana penyelesaian, subjek dapat mengungkapkan pengetahuan dan langkah-
DAFTAR RUJUKAN
menjawab
Amstrong, S. J., Cools, E. & Smith, E. S. 2011. Role of Cognitive Styles in Business and Management: Reviewing 40 Years of Research ijmr_315 1.25. International Journal of Management Reviews. Ardana, I.M. 2008. Peningkatan Kualitas Belajar Siswa Melalui Pengembangan Pembelajaran Matematika Berorientasi Gaya Kognitif dan Berwawasan Konstruktivis. Bali: Undiksha. Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Hassan, A. 2002.Students‘ Cognitive Style and Mathematics Word
masalah, cenderung mampu secara analitik menentukan bagian-bagian sederhana dari konteks aslinya, menentukan hubungan antar variabel dan membuat kesimpulan yang diberikan,
memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis dengan menegaskan kembali hasil yang lebih umum dan lebih memberikan
suatu
pembenaran
berdasarkan pada hasil atau sifat matematika yang
diketahuinya,
dan
memecahkan
masalah dalam konteks kehidupan nyata. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
gaya
berbeda-beda dan dengan tipe gaya yang
diketahui dan yang ditanyakan. Pada langkah
luas,
tipe
untuk siswa yang mempunyai kemapuan
menerima informasi dalam menentukan yang
yang
dengan
dalam menerapkan model pembelajaran
kalimat matematika, dan analitis dalam
informasi
masalah
kemampuan
berbeda, sehingga akan memudahkan guru
dari masalah dan mengubahnya ke dalam
dari
mengenai
kognitif yang lainnya dan materi yang
subjek dapat memahami pernyataan verbal
valid
lanjut
pemecahan
baik. Pada langkah memahami masalah,
untuk
kemampuan
soal, (2) penelitian ini hanya mengkhususkan
melalui setiap tahap pemecahan masalah
sesuai
mengembangkan
pemecahan masalah pada berbagai bentuk
ditemukan
independent dalam penelitian ini mampu
yang
disarankan
soal yang lebih menantang, sehingga mereka
bahwa, siswa dengan gaya kognitif field
langkah
dapat
dapat dibantu dengan memberikan latihan
KESIMPULAN DAN SARAN hasil
yang
adalah: (1) pada subjek field independent
dan
memperoleh jawaban yang benar.
Dari
dan
ulang jawabannya dengan menggunakan
setiap langkah proses pemecahan masalah
jawabannya,
benar
penyelesaian, subjek meneliti atau mengecek
memeriksa jawaban yang diperoleh pada
ulang
dengan
Dan pada langkah memeriksa kembali hasil
hasil
penyelesaian (Looking Back), Subjek FI
mengecek
direncanakan
rencana
313
ISSN 2502-8723
Problem Solving. Journal of the Korea Society of Mathematical Education Series. Research in Mathematical Education. Vol. 6, No. 2, September 2002, 171– 182. Herman, T. 2000. Strategi Pemecahan Masalah (Problem-Solving) Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan dalam Kegiatan Asistensi Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Jawa Barat, 28 September 2000. (Online), http://file.upi.edu/direktori/fpmipa /jur._pend._matematika/19621011 1991011tatang_herman/artikel/artikel14.pd f, diakses 18 Mei 2014. Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: Universitas Negeri Malang. Kheirzaden, S. & Kassaian, Z. 2011. Field-dependence/independence as a Factor Affecting Performance on Listening Comprehension Sub-skills: the Case of Iranian EFL Learners. Journal of Language Theaching and Research. Vol. 2, No. 1, pp 188-195. Finland: Academia Publisher. Krulik, S., Rudnick, J. & Milou, E. 2003. Teaching Mathematics in Middle School: A Practical Guide. USA: Pearson Education. Lestari, P. 2012. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Pada Siswa Kelas X SMAN 6 Mataram Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1994. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Pres. NCTM. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Yearbook: NCTM Inc. NCTM. 2000. PrinciplesStandardsandfor School Mathematics. USA: NCTM Inc. Pehkonen, E. 1997. The state-of-art in mathematical creativity. International Reviews on Mathematical Education, 29(1). FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
(Online), (http://www.emis.de/journals/ZD M/zdm973i.html), diakses 25 September 2014. Phonapichat, P. 2013. An analysis of elementary school students‘ difficulties in mathematical problem solving. Procedia - Social and Behavioral Sciences 116 (2014) 3169 - 3174, (Online), dalam (http://www. sciencedirect.com/science/article/ pii/S 1877042814007459), diakses 3 April 2014. Polya, G. 1973. How to solve It. New Jersey: Princeton University Press. Ramlah. 2014. Relationship Between Students‘ Cognitive Style (FieldDependent and Field–Independent Cognitive Styles) with their Mathematic Achievement in Primary School. International Journal of Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE), 1(10). (Online) (http://www.arcjournals.org/pdfs/i jhsse/v1-i10/13.pdf), diakses 3 Januari 2015. Saracho, O. N. 1997. Teachers‘ and Students‘ Cognitive Styles in Early Childhood Education. London: Greenwood Publishing Group. Sternberg, R. J., Wagner, R. K. (1999). Reading in Cognitive Psychology. USA: Thompson Learning. Ulya. 2014. Analysis Of Mathematics Problem Solving Ability Of Junior High School Students Viewed From Students‘ Cognitive Style. International Journal of Education and Research, 2(10). (Online), (http://www.ijern.com/journal/201 4/October-2014/45.pdf), diakses 2 Februari 2015. Witkin, H.A, Moore, C.A, Goodnough D.R, & Cox, P.W. 1977. Field Dependent and Field Independent Cognitive Style and Their Educational Implication. Review of Educational Researh Winter,47(1). Yeo, K. 2009. Students Difficulties in Solving Non-Routine Problems. Centre for Innovation in Mathematics Teaching, 211 (10). 314
ISSN 2502-8723
(Online), (http://www.cimt.plvmouth.ac.uk/i oumal/veo.pdf), diakses 12 Maret 2014.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
315
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PERCOBAAN SAINS SEDERHANA Veny Iswantiningtyas Prodi PG-PAUD FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri [email protected] ABSTRAK Character building, build easier in early childhood than in older children, so teachers are competing to make the approach and methods of teaching character building that can be applied in the school. Building charactervalues for early childhood can be done through simple science experiments before and after doing simple science experiment teacher asked the children to pray and clean the place for doing experiment and make up the tools orderly, this is done by student to build character values. If it is done constantly so it will be built in their own selves. Key words : Character building, Early Childhood, Simple Science Experiment
menggunakan
Pendahuluan Pendidikan
Anak
Usia
dan
Dini
pengetahuannya,
mengkaji
menginternalisasi
serta
merupakan suatu upaya pembinaan yang
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
akhlak mulia sehingga terwujud dalam
dengan usia enam tahun yang dilakukan
perilaku
melalui pemberian rangsangan pendidikan
Sedangkan
untuk
Pembentukan
membantu
pertumbuhan
dan
sehari-hari
(Noor,
2012).
menurut
Hairuddin
(2014)
karakter
diharapkan
bisa
perkembangan jasmani dan rohani agar anak
mendidik anak menjadi sosok yang tangguh,
memiliki
memasuki
mandiri dan mampu bersaing secara sehat
pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak
demi kehidupan yang lebih baik anak,
usia dini tidak hanya untuk membentuk
sehingga bisa diandalkan keluarga maupun
anak-anak yang hanya pinter dan cerdas saja,
lingkungan sosial. Maka pendidikan karakter
tetapi juga berkepribadian dan berkarakter
sebaiknya masuk dalam ranah kecil dan
sehingga melalui pendidikan ini diharapkan
dimulai sedini mungkin agar lahir generasi
akan muncul generasi yang cerdas dari sisi
penerus
intelektual, emosional dan spritual.
berkualitas
kesiapan
dalam
yang
memiliki
sehingga
kepribadian
mampu
menjadi
penopang bagi bagsa yang hebat, tangguh
Pendidikan karakter bertujuan untuk
dan mampu berperan dalam tataran dunia.
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
Pendidikan karakter lebih mudah
pada pencapaian pembentukan karakter dan
tertanam pada anak usia dini dari pada anak-
akhlak mulia peserta didik secara utuh,
anak yang lebih besar, karena anak usia dini
terpadu
standart
memiliki daya serap yang lebih tinggi dan
kompetensi lulusan. Melalui pendidikan
relatif belum terkontaminasi oleh pengaruh
karakter diharapkan peserta didik mampu
buruk berbagai budaya yang tidak sesuai
secara
dengan karakter asli bangsa Indonesia,
dan
seimbang
mandiri
sesuai
meningkatkan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dan 316
ISSN 2502-8723
sehingga para guru berlomba membuat
secara individual maupun kelompok untuk
pendekatan
menyalurkan rasa ingin tahu dalam dirinya
dan
pendidikan
metode
karakter
pembelajaran yang
dapat
terhadap segala hal yang menarik perhatian
diaplikasikan disekolah. Salah satu metode
mereka, lalu
pembelajaran
dan merasa nyaman menyalurkan rasa ingin
pendidikan
karakter
yang
menarik adalah percobaan sains sederhana.
disela-sela anak bergembira
tahu tahunya tersebut guru penyelipkan
Jamaris (dalam Yulianti, 2010) Ilmu
pesan moral atau menanamkan nilai-nilai
pengetahuan Alam / sains pada hakikatnya
karekter pada anak usia dini.
dapat ditanamkan pada anak sedini mungkin,
Oleh karena itu diperlukan sebuah
selain itu pemahaman anak mengenai sains
pendekatan dan metode pendidikan karakter
akan lebih berfungsi jika dikembangkan
yang tepat dalam pembentukan karakter
dengan
kegiatan
anak usia dini yang dapat digunakan oleh
Kanak-kanak.
guru atau pendidik dalam membentuk anak
seksama
pembelajaran Nugraha
di
(dalam
melalui Taman
Dwirahmah
2013)
yang
berkarakter
unggul.
Salah
satu
menyatakan bahwa untuk dapat sukses
alternatif metode pembelajaran yang dapat
dalam
sains,
digunakan
komponen-komponen yang harus masuk di
sederhana.
program
pembelajaran
adalah
percobaan
sains
dalamnya adalah produk, proses dan metode dan
sikap.
Pembelajaran
sanis
Pembahasan
anak
prasekolah lebih ditekanankan pada proses
1. Penerapan Pendidikan Karakter Bagi
dari pada produk. Melalui proses sains, anak dapat
melakukan
percobaan
Anak Usia Dini.
sederhana
Penerapan pendidikan karakter pada
secara langsung. Percobaan tersebut melatih
anak usia dini para pendidik dan lembaga
anak menghubungkan sebab dan akibat dari
PAUD berusaha menanamkan nilai-nilai
suatu perlakuan sehingga melatih anak
karakter pada anak didik. Dalam hal ini yang
berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.
perlu disadari oleh para guru dan lembaga
Menurut Chasanah (2014) objek
PAUD adalah bahwa penanaman nilai-nilai
sains bagi anak usia dini adalah benda-benda
karakter pada anak didik tidak hanya semata-
disekitar anak yang sering menjadi perhatian
mata mengaharap kepatuhan anak didik.
anak, misalnya : air ,udara,bunyi, api,
Lebih dari itu para guru harus yakin bahwa
tanaman, tumbuhan, hewan, dan dirinya
anak didik dapat menyadari bahwa nilai-nilai
sendiri. Rasa ingin tahu yang besar dalam
karakter
diri anak-anak membuat mereka tidak
bermanaat bagi dirinya kelak bila mereka
merasa jemu mengekplorasi benda-benda
dewasa.
yang menarik minatnya, sehingga percobaan
pendidikan karakter pada anak usia dini
sains memiliki peluang sangat besar untuk
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
dijadikan sebagai media pembelajaran untuk
a)
yang
ditanamkan
Chasanah
Perencanaan.
(2014)
Dalam
tersebut
penerapan
merencanakan
menanankan nilai-nilai karakter pada anak
pendidikan karakter, perlu diperhatikan
usia dini. Melalui percobaan sains
bahwa penanaman nilai-nilai karakter
guru
memberi kesempatan pada anak didik baik FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
317
ISSN 2502-8723
ditetapkan
menyatu
dengan
proses
permainan secara bergantian; Saling
pembelajaran yang direncanakan. b) Pelaksanaan.
Dalam
pelaksanaan
Sabar
anak
mengalah
usia
dini
dilakukan
yang
dilanjutkan
dengan
terprogram dengan
Mau
dan
d)
program
menunggu
Mau
giliran;
Mau
Disiplin, seperti : Datang tepat waktu; Jika terlambat melapor pada guru; Jika
pembiasaan.
berhalangan
Penilaian. Tahap penilaian mencakup
Mengembalikan
tujuan
penilaian,
berbagi;
mendengarkan orang lain berbicara;
penanaman nilai-nilai karakter pada
kegiatan
c)
membantu;
dating
member
mainan
tahu; selesai
prinsip
penilaian,
digunakan; Memakai seragam sesuai
cara
penilaian,
jadwal; Tidak membawa uang selain
instrumen penilaian dan pengembangan
keperluan sekolah; Membawa bekal
indikator.
dari rumah
lingkup
penilaian,
2. Nilai-Nilai
dalam
e)
Pendidikan
Membahas hasil karya; Mengikuti
Karakter Anak Usia Dini Lickona (2013) pendidikan karakter merupakan
proses
pemberian
Kerja Keras, seperti : Memimpin doa;
kegiatan lomba
tuntutan
f)
Kreatifitas, seperti : Melukis dengan
peserta /anak didik agar menjadi manusia
berbagai media; Melipat, meronce,
seutuhnya yag berkarakter dalam dimensi
menganyam.; Membuat aneka mainan
hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Dalam
dari bahan bekas
pendidikan karakter menurut Likcona (2013)
g)
Demokratis,
seperti
:
Berani
terdapat 3 komponen karakter yang baik
mengungkapkan pendapat; Mengambil
yaitu : pengetahuantentang moral, perasaan
keputusan
tentang moral dan perbuatan bermoral.
Memilih kegiatan yang disukai
Adapun penjabaran dari nilai-nilai karakter yang
dikembangkan
sesuai
h)
adopsi
bersama;
Bekerjasama;
Mandiri, seperti : Masuk kelas sendiri; Melepas dan memakai sepatu sendiri;
Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012) yaitu:
Melepas dan memakai baju sendiri;
a)
Religius, seperti : berdoa sebelum dan
Mengambil
sesudah
sendiri; BAK/BAB sendiri
kegiatan;
beribadah
sesuai
belajar
praktek
agama
yang
i)
dianutnya; belajar praktek kegiatan j)
Makan
Rasa Ingin Tahu, seperti : Berani
Semangat
Kebangsaan,
seperti
:
besar agama
Mengibarkan bendera merah putih;
Jujur, seperti : melatih kejujuran/kotak
Memasang simbul-simbul kenegaraan;
temuan;
Memutar
memberikan
uang
lagu-lagu
kebangsaan;
sekolah/tabungan kepada guru secara
Memutar lagu daerah; Memasang foto
utuh; menyampaikan pesan dengan
pahlawan
baik dan benar c)
sendiri;
bertanya;Bereksperimen
keagamaan; belajar mengenal hari
b)
alat
k)
Cinta Tanah Air, seperti : Bermain alat
Toleransi, seperti : Berbicara pelan di
music
dalam
tradisional;
kelas;
Menggunakan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
alat 318
tradisional;
Permainan
Menggunakan
bahasa
ISSN 2502-8723
daerah;
Mengenal
makanan
khas
karakter mencapai hasil optimal atau belum.
daerah l)
m)
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui
Menghargai
Prestasi,
:
sejauh mana perubahan sikap dan perilaku
Memasang hasil karya anak; Memberi
anak-anak setelah mengikuti kegiatan di
reward
lembaga PAUD yang serat dengan nilai-nilai
untuk
seperti
anak
yang
dapat
menyelesakan tugas dengan baik dan
karakter.
cepat
keberhasilan pendidikan karakter terdapat
Bersahabat/Berkomunikasi, seperti :
beberapa prinsip yang harus diperhatikan
Berbicara dengan teman dan guru;
pendidik
Memberi
berkesinambungan, objektif mendidik dan
salam;
Bersikap
ramah;
Tidak mengganggu teman; Berbagi
Teknik
dan
instrumen
penilaian
didik dapat dilakukan melalui kegiatan :
tolonng
menolong;
Saling
Tanggungjawab;
pengamatan,
penugasan,
unjuk
kerja,
Menyanyikan lagu yang berisikan
pencatatan anekdot, percakapan / dialog,
kasih sayang
laporan orang tua, dokumentasi hasil karya
Gemar
Membaca,
seperti
:
anak/ portoolio, deskripsi proil anak. Untuk
perpustakaan;
mempermudah penilaian nilai-nilai karakter
Menyediakan bermacam buku cerita;
yang ditanamkan
Mengenal huruf dengan kartu huruf;
bentuk indikator yang terukur. Indikator
Memasang
dapat dikembangkan pendidik atau pengasuh
gambar
yang
ada
Peduli
dapat dijabarkan dalam
dan pengelola lembaga PAUD dengan Lingkungan,
Menyediakan
seperti
tempat
:
mempertimbangkan
sampah;
tema
pembelajaran,
budaya dan potensi lokal.(Chasanah, 2014).
Membuang sampah pada tempatnya;
4. Penanaman Nilai-nilai Karakter pada
Kerja bakti seminggu sekali; Merawat
Anak Usia Dini Melalaui Percobaan
tanaman
Sains
Peduli Sosial, seperti : Memberikan sebagian
r)
Menyeluruh,
dan
tulisannya
q)
:
penananman nilai-nilai karakter pada anak
Mengunjungi
p)
yakni
penilaian
Cinta Damai, seperti : Mau membantu
menyayangi;
o)
melakukan
kebermaknaan.
pengalaman melalui bercerita n)
Dalam
bekal
pada
Sederhana.
teman;
Menurut Chasanah (2014) beberapa
Menyantuni anak yatim; Membantu
contoh
masyarakat kena musibah
dipraktikkan guru di lembaga PAUD atau
Tanggung
Jawab,
seperti
:
sains
sederhana
yang
dapat
bahkan dapat dilakukan di rumah sebagai
Melaksanakan tugas sampai selesai;
berikut :
Mengembalikan alat setelah digunakan
a. Lukisan lilin Konsep sains : Menjelaskan sifat
3. Penilaian Pendidikan Karakter Pada
minyak dan air
Anak Usia Dini. Masalah penilaian perlu mendapat
Nilai-nilai
karakter
yang
perhatian tersendiri sebab dalam penilaian
dikembangkan : Kecintaan kepada
akan diketahui apakah penanaman nilai-nilai
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
319
ISSN 2502-8723
jawab, keratif, peduli lingkungan,
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
jawab, keratif, peduli lingkungan,
tolong menolong, kerjasama dan
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
gotong royong.
tolong menolong, kerjasama, gotong
Alat
dan
Bahan:
Kertas
HVS,
royong, kerja keras, toleransi rasa
Pewarna makanan, Tempat cat air /
cinta damai.
gelas kecil, lilin
Alat dan Bahan: Balon karet, corong
Langkah kerja : 1) Tuangkan air pada
plastik, air.
gelas kecil kemudian tetekan satu
Langkah kerja : 1) Tiup sebuah balon
sendok kecil pewarna makanan pada
karet,
gelas kecil hingga menjadi warna
sehingga udara didalamnya tidak
yang diinginkan, 2) Siapkan kertas
kelur, 3) Pasang mulut balon pada
HVS, kemudian gambar / lukiskan
corong lalu isi dengan air, 3) Secara
sesuatu dengan menggunakan lilin, 3)
perlahan lepaskan pelintiran balon
Dengan kuas kertas atau kapas,
dan amati apa yang terjadi.
sapukan larutan warna tersebut diatas
2)
pelintir
leher
bahon
d. Air dan pasir
kertas.
Konsep sains : Menjelaskan tentang
b. Lilin dalam gelas
sifat-sifat air yang suka menempati
Konsep sains : Menjelaskan tentang
ruang kosong dan sifat udara.
sumber panas, bahan bakar dan
Nilai-nilai
oksigen
dikembangkan : Kecitaan kepada
Nilai-nilai
karakter
karakter
yang
yang
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
dikembangkan : Kecintaan kepada
jawab, keratif, peduli lingkungan,
Tuhan Yang Mahaesa, tanggung
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
jawab, kreatif, peduli lingkungan,
tolong menolong, kerjasama, gotong
kedisiplinan, percaya diri, mandiri,
royong, pantang menyerah dan kerja
tolong menolong, kerjasama, gotong
keras.
royong.
Alat dan Bahan: Gelas, air, pasir
Alat dan Bahan: 2 Lilin, Gelas kaca,
Langkah kerja : 1) Siapkan sebuah
Korek api.
gelas yang telah diisi pasir hingga
Langkah kerja : 1) tegakkan dua lilin
penuh, 2) Tuangkan segelas air ke
agak berjauhan kemudian nyalakan
dalam
api, 2) satu lilin ditutup dengan gelas
anak-anak
kaca yang satu tidak, 2) Ajak anak
terjadi.
gelas berisi pasir, 3) Ajak mengamati
apa
yang
berkualitas
dapat
mengamati apa yang terjadi. Kesimpulan
c. Air dingin mendidih Konsep sains : Menjelaskan tentang
Karakter
sifat udara Nilai-nilai
yang
dibina sejak usia dini karena usia dini karakter
yang
merupakan masa kritis bagi pembentukan
dikembangkan : Kecintaan kepada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
karakter 320
seseorang,
penanaman
moral
ISSN 2502-8723
melalui pendidikan karakter sedini mengkin kepada
anak
membangun
adalah bangsa.
kunci
utama
Implementasi
pendidikan karakter di Taman Kanak-kanak memerlukan wawasan membuat
pendekatan
pembelajaran
pendidikan
dari guru untuk dan
metode
karakter
yang
dapat diaplikasikan disekolah, salah satu metode pembelajaran pendidikan karakter yang
menarik
adalah
percobaan
sains
sederhana. Dengan melakukan percobaan sains sederhana bersama anak-anak,
guru
dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak. DAFTAR PUSTAKA Chasana, R. (2014). Pedidikan Karakter Melalui Percobaan Sains Sederhana Untuk Anak Usia Dini. Bantul : Kreasi Wacana. Dwirahmah, E. (2013). Peningkatan Kreativitas Melalui Pendekatan Inquiri Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan anak Usia Dini. Volume 7 No.2 Jakarta : Universitas Negeri Jakarta. Hairuddin, E. (2014). Membentuk Karakter Anak dari Rumah. Jakarta : PT. Garamedia Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung : Nusa Media Noor, R.(2012). Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah. Yogyakarta : Pedagogia Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter usia dini (strategi membangun karakter di usia emas).Yogyakarta:PustakaPelajar. Yuliani, D. (2010). Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak. Semarang : Indeks
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
321
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 EMPOWERING EFL STUDENTS WITH METACOGNITIVE LANGUAGE LEARNING STRATEGIES: DOES IT WORK? By AGUS SHOLEH TEGUH SULISTYO KANJURUHAN UNIVERSITY OF MALANG E-mail: [email protected] In EFL settings, of four English language skills, writing is often considered a complex skill to master. Students not only have to put their ideas into a sufficient content, but they have to put into account style of organization and language use dealing with grammar, vocabulary, and mechanics. In addition, writing is not an easy activity to do and it is often believed to be the most complex skill to master (Cahyono & Widiati in Kusumaningrum, 2012), and developing writing ability is an important but a complex part of language learning (Dulger, 2011). Accordingly, many EFL learners are frustrated by the fact that they are making little progress in writing (Xiao, 2008), so teachers should facilitate students to understand their own writing process (Brown, 2007). Regarding the evidence that academic writing not only focuses on products but also process and the fact that writing is a demanding task (Ruan, 2005), the way students employ appropriate strategies in writing course will influence their writing quality. Metacognitive Language Learning Strategies (MLLSSs) may assist students to recognize their composing process since MLLSSs are thinking about thinking involving active control over cognitive processes engaged in learning (Livingstone. 1997). Since good language learners use MLLSs and are aware of the process of language learning (Khaki and Hessamy, 2013), this article primary reveals the impact of MLLSS on students‘ writing proficiency and how the strategies are integrated into EFL academic writing settings. Keywords: EFL Students, Metacognitive Strategies
manage language learning without directly
Introduction
involving the target language (Oxford,
The term ―Metacognition‖ is simply most often associated with John Flavell since
1990:135).
he
metacognitive
introduced
this
term
in
1979.
Because
cognitive
strategies
are
and closely
Metacognition is basically ―thinking about
intertwined and support each other, any
thinking‖. In reality, defining Metacognition
attempt
is not simple, so there is much debate over
acknowledging the other would not provide
exactly the nature of this term (Livingstone,
an adequate picture (Livingston, 1997).
to
examine
one
without
1997). Somehow, before discussing further about MLLSS, it is somewhat important to
Table 1. A Categorization of Language Learning Strategies
see the categorization of language learning
LEARNING STRATEGIES
strategies: direct and indirect strategies (Oxford, 1990:37) as drawn in Table 1. Table 1 shows that direct strategies
NO
DIRECT STRATEGIES
INDIRECT STRATEGIES
1)
MEMORY STRATEGIES
METACOGNITIVE STRATEGIES
2)
COGNITIVE STRATEGIES
AFFECTIVE STRATEGIES
3)
COMPENSATION STRATEGIES
SOCIAL STRATEGIES
which concern directly the involvement of the target language (Oxford, 1990:37) are divided
into
memory,
cognitive,
and
compensation strategies. Indirect strategies, on the contrary, are metacognitive, affective, and social strategies which support and FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
322
ISSN 2502-8723
As a direct strategy, Cognitive refers
or self-reflective thinking during their study
to variations of self-consistent modes among
time in the classroom and learning time
individuals
of
outside the classroom. Teachers should
recalling
guide them realize the beneficial impacts of
information and experience in language
MLLSs. Assisting them to choose and apply
learning (Witkin, Stansfield & Hansen in
specific strategies, in a long run, will
Ghonsooly, 2006). In addition, Cognitive
facilitate them to be effective and strategic
strategies cover practicing, receiving and
learners.
in
perceiving,
the
preferred
organizing,
or
way
sending messages, analyzing and reasoning,
In the main time, the teaching of
and creating structure for input and output
writing
has
moved
away
from
a
(Oxford, 1990). The activities belonging to
concentration on written product to an
cognitive strategies will work best if they are
emphasis on the process of writing. In this
supported with indirect strategies such as
approach, students are trained to generate
metacognitive strategies.
ideas for writing, think of the purpose and
Metacognitive Language Learning
audience, and write multiple drafts in order
Strategies (MLLSs), on the other hand, refer
to present written products that communicate
to higher order thinking involving active
their own ideas well. According to Atay and
control over the cognitive processes engaged
Kurt (2006:103), the focus in writing classes
in
learning (Livingstone, 2007). Also,
is not on the form of the written product
MLLSs mean awareness and control on
rather on how the learner should approach
one‘s cognition (Baker & Brown, Flavell,
the process of writing. In fact, when students
Gourgey in Xiao, 2006) which take place
write, they should not expect to write a
beyond, beside, or with the cognitive which
perfect composition in a single draft, but
include (1) centering learning, (2) arranging
they go through a process of creating and
and planning learning, and (3) evaluating
recreating this piece of writing until they are
learning which covers self-monitoring and
able
self-evaluating
Thus
(Gebhard, 2000:222). It shows that process
basically MLLSs can be concluded as
of writing allows students to develop their
learner‘s awareness and control on one‘s
ideas gradually in a recursive process of
cognition by thinking about the learning
creating meaning.
(Oxford,
1990).
to
produce
a
good
composition
process, planning for learning, monitoring
Teachers who use this approach give
the learning task, and evaluating how well
students a chance to generate ideas and
one has learned. So, Cognitive strategies are
obtain feedback (teacher feedback, peer
necessary
feedback,
to
perform
a
task,
and
and
self-evaluation)
on
the
Metacognition is necessary to understand
content, organization, and language use.
how the task is performed (Schraw, 1988 in
Accordingly, writing enables students to be
Nuckles et al, 2009).
the subjects who experience a process of
MLLSs are considered important to
discovery since they generate new ideas and
develop student awareness of the importance
language forms to express their thoughts and
of autonomous learning and self-monitoring
feelings. Thus writing is perceived as a
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
323
ISSN 2502-8723
simultaneous process which encourages
They probably need to delay writing to focus
students to experience a developmental
on gathering ideas supporting their topic by
process helping them to write as professional
asking other people or peers even a teacher
authors do, choosing and developing their
or by reading some sources relevant to the
own ideas in a comprehensible written
topic in
product. The writing process approach also
Somehow, there is a debate as to whether all
provides students greater responsibility for
students require this (Oxford, 2000:138)
their own learning task, and it also builds
depending on cognitive strategies each
sense of ownership and pride of their own
student prefers. With regard to the process of
products.
writing, the activities refer to prewriting
The
process
of
writing,
according to Gebhard (2000: 226), consists
order to
obtain information.
step.
of prewriting, drafting, revising, and writing final product. Since writing is a complex set of activities, students need to be aware of the importance
of
applying
appropriate
strategies and approaches in academic writing. It is also a demanding task (Ruan, 2005), so helping them to apply MLLSs and process of writing is extremely important. Since process of writing is a recursive mode, MLLSs as a way to monitor how students accomplish their tasks can be beneficial for students to write better. MLLLSs are necessary to help students to have higher order thinking on how they center, arrange and plan their task, as well as how they
incorporating MLLSs and process of writing
Figure 1. Incorporating MLLSs and Process of Writing The next step students have to do is
is advantageous to cultivate students‘ writing
called
ability.
Figure 1 elaborates how to
composition by elaborating their ideas into a
integrate MLLSs and process of writing in
rough draft, or it is called drafting which
EFL writing classes. The figure also
deals with how ideas can be organized and
illustrates the importance of MLLSs-higher
how
order thinking- in EFL writing activities.
(Chayono,1999). Students start to organize
evaluate
their
writing
process.
Thus
arranging
to
and
complete
planning
a
their
composition
The first thing students should do is
their ideas into sentences, paragraphs, and a
centering their learning before they start
unit of composition. There must be some
writing by
asking themselves what they
mistakes or inappropriate organization of the
have to do, whether they have adequate
rough draft but then they may revise it in
schemata, and or what strategies to employ.
―revising step‖. They probably need to think
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
324
ISSN 2502-8723
hard how to complete the draft, so they may
to do to accomplish their language learning
need to find more information from some
task.
sources in order to develop the draft much better or they need additional language
RESEARCH METHOD
element or functions necessary for the
In order to investigate the effects of
completion of the task (Oxford, 1990:139).
Metacognitive Language Learning Strategies (MLLSs) on students‘ writing ability, an
Last but not least, it is truly important for students to evaluate their writing task
experimental design was
through self-monitoring and self-evaluating
present study took place at Kanjuruhan
(Oxford,
University of Malang. The investigation is
1990:140).
Self-monitoring
applied. The
in
twofold: First, to see EFL students‘ attitudes
producing the draft. This activity refers to
after being empowered with MLLSs; second,
revising step in process of writing. They
to measure whether MLLSs has
have to reexamine their draft to find out
significant impacts on students‘ writing
linguistic errors and inappropriate content or
proficiency. Thirty-two EFL students joining
organization of their composition. It is
Writing 3 Class participated in this research.
possible for them to be back to pre-writing
They were treated using MLLSs and
step in order to monitor whether they have
required
written downs ideas they generated in pre-
Metacognitive Awareness Inventory (MAI)
writing activities. Then they continue writing
to measure the level of their metacognition
final draft and publish or submit their
during their activities in writing an essay.
composition. Somehow, skilled writers who
Besides, they wrote two different essays (for
are aware of metacognitive senses have a
pre-test and post-test) to evaluate the impacts
rich understanding of the importance of
of MLLSs on their writing proficiency.
applying
meet
The data related to the implementation of
essential elements and characteristics of
teaching - learning process were measured
high-quality of composition (Haris et al,
through observation list and questionnaire.
2010:229). That is why, they need to employ
Meanwhile, the students‘ writing proficiency
self-evaluating
was taken from their essays by using a
emphasizes
on
identifying
effective
on
errors
strategies
their
own
to
progress
to
answer
questionnaires
focusing on evaluating overall progress
scoring
(Oxford,
analytical scoring of writing assessment.
1990:140)
of
their
own
rubric
any
adapted
from
on
Cohen‘s
composition. They might think again the overall processes of accomplishing their
RESULTS AND DISCUSSION
writing task which enable them to realize
The
questionnaire
tryout
on
their weaknesses and strengths in an EFL
Metacognitive Awareness Inventory (MAI)
writing class, and these activities will lead
in
them to understand their study time in the
questionnaire
classroom and learning time outside the
Cronbach‘s Alpha with SPSS Version 18.
classroom. Thus students will be self-
There were 25 items adapted from Schraw
reflective learners who realize what and how
and Dennison using a four-Likert scale
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
325
which
16
students was
answered
measured
the using
ISSN 2502-8723
option for each the students had to answer,
Table 1. The Results of Computation on MLLSs and Students’ Writing Proficiency
as seen in Appendix 1. The results of computation showed that the reliability
32
2.03572
Organization
32
2.63277
Vocabulary
32
Grammar
32
Mechanics
32
1.22433 .83280 .016 .44789 .057
Overall
32
4.90628 .000
The present study focuses on finding
____________________________________ ____________________________________ ___
out the impacts of MLLSs on students‘ two
Content
.002
measure students‘ metacognitive level.
Thus
Sig. (2-tailed)
.000
instrument was reliable to be applied to
proficiency.
N Standard Deviation
.000
statistics was .734. It indicated that the
writing
Language Aspect
major
The computation above proves that
questions to be answered are: Language
MLLSs are beneficial to improve students‘
Learning Strategies (MLLSs) affect
writing proficiency as indicated by some
students‘ writing proficiency?
previous studies conducted by different
1. Do
2. To
Metacognitive
what
extent
MLLSs
researchers. In fact, several studies related to
affect
students‘ writing proficiency?
the relationship between MLLSs and writing
To answer the above questions, the
activities in EFL/ESL settings have been
students were asked to write an essay in a
conducted over the last two decades since
pre-test session. Then they were treated
John
using MLLS before writing another essay as
―metacognition‖ in 1979. Kasper (1997)
a post-test activity. In addition, they also
found that there is a positive relationship
answered
between
the
questionnaire
on
Flavell
EFL
introduced
students‘
the
term
metacognitive
Metacognitive Awareness Inventory (MAI)
growth and their writing performance, and
to evaluate their level of metacognition. The
strong
results of computation using Paired sample
strategies are important to empower second
T-Test show that MLLSs have a significant
language learners (Wang et al., 2009). In
effect on students‘ writing proficiency
addition, as MLLLSs reinforce language
(overall) at 0.05 significance level. In
learning, they seem important to strengthen
addition, the results also prove that MLLSs
retention as well (Dulger, 2011).
have a significant effect on students‘ wiring
metacognitive
Other
studies
awareness
also
show
and
the
proficiency in terms of content, organization,
importance of MLLSs in EFL academic
vocabulary, and grammar of their essay, but
writing. Manfred (2007), for instance, found
the results do not show any significant
that MLLSs enable students to build
interaction between MLLSs and students‘
motivation in language learning. It makes
writing
sense that motivation encourages students to
proficiency
with
regards
to
study harder to accomplish a particular task
mechanics (see Table 1).
and make them participate actively in the learning process as a whole (Shanon, 2008). Further, Dulger (2011) concluded that MLLSs are beneficial to facilitate students to empower their writing abilities in general, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
326
ISSN 2502-8723
content,
organization,
vocabulary,
and
empirical studies also support that MLLSs are beneficial to improve students‘ writing
mechanics in particular. Some other studies also proved that
abilities
since
MLLSs cultivate students‘ self-reflective
students
are
thinking
weaknesses and strengths. They are aware of
which
autonomous
guide
and
students
independent
to
be
learners
what
they
metacognitively those
have
who
to
realize
overcome
aware their
their
(Yanyan, 2011) in the classroom and outside
weaknesses with specific strategies and
the
also
maximize their strengths. Students are more
discovered that MLLSs develop students‘
strategic, autonomous, and independent, and
self-perceptions as student writers and their
they are able to build their self-reflective
metacognitive awareness grow over a certain
thinking and motivation in language learning
period of time, and MLLSs are the central
tasks. In short, MLLS are essential to
part
and
successful language learning because they
Subramaniam, 2013) since MLLSs involve
enable individuals to better manage their
extensive self-regulation and metacognitive
cognitive skills and to determine weaknesses
control on students‘ writing activities (Ruan,
that can be corrected by constructing new
2005). As a result, students who have
cognitive skills. It should be noticed further
metacognitive awareness are more capable
that learners will write better if they apply
of planning, monitoring and evaluating their
MLLSs and process of writing because they
writing activities and thus become efficient
are not only able to practice and complete
learners or writers (Fengua & Chen, 2010).
their task but they also center, arrange, and
Dulger (2011) then added that MLLS can be
evaluate their writing tasks.
classroom.
of
Shabaya
self-regulation
(2005)
(Mahadi
used for solving the potential problems of
Realizing the importance of MLLLSs
writing activities as a result of the fact that
in EFL settings, composition teachers are
writing is a complex skill to master by EFL
strongly advised to use MLLS to help
learners.
students learn to analyze and adapt their
Somehow, the present study does not
thinking, learning, and writing process.
indicate a significant effect on students‘
Besides, it is important to facilitate students
proficiency in terms of mechanics. One
to build their metacognitive awareness not
possible explanation is that students were
only in academic writing activities but also
still a little bit careless in spelling,
for other areas of skills and components of
punctuation, and capitalization.
English in studying settings in the classroom and learning time outside the classroom. Last but not least, the students need more
Conclusion and Pedagogical Implications This article attempts to investigate
reminders and practices to improve their
the impact of Metacognitive Language
mechanics
since
it
another
Learning
element in writing activities.
important
Strategies (MLLSSs) on students‘ writing
Since the present study probably has
ability. Theoretically, MLLSs are important
many limitations, further studies on the
strategies
impacts
learners
should
apply,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
and 327
of
Metacognitive
Language ISSN 2502-8723
Kusumaningrum, S.R. 2012. Utilizing ―WatchWrap-Write‖ Technique to Assist Students in Writing an Argumentative Essay. Proceedings of 59th TEFLIN International Conference. Livingstone, J.A. 1997. Metacognition: An Overview. http://gse.bufallo.edu/fas/shuell/cep564/ metacog.htm accessed on February 12, 2014 Mahadi, R. and Subramaniam, G. 2013. The Role of Meta-Cognitive Self-Regulated Learning Strategies in Enhancing Language Performance: A Theoretical And Empirical Review. Journal of Asian Scientific Research. Vol 3(6):570577
Learning Strategies on students‘ English skills and elements should provide better quality in order to reveal the power of MLLSs on English language learning as a whole.
References Atay, Derin and Kurt, Gokce. 2006. Prospective Teachers and L2 Writing Anxiety. Asian EFL Journal, Volume 8, Number 4. Pp. 100-118 Brown, H. D. 2007. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. White Plains, NY: Pearson Education. Cahyono, B.Y. 1999. Converging Lines: Towards the Integration of Second Language Research and Teaching. K@ta. Vol. 1 (1) Dulger, O. 2011. Metacognitive Strategies in Developing EFL Writing Skills. Contemporary Online Language Education Journal. Vol. 1 (2), 2011 Fenghua, LV, and Chen, H. 2010. A Study of Metacognitive-Strategies-Based Writing Instruction for Vocational College Students. English Language Teaching Vol. 3, No. 3 Gebhard, J.G. 2000. Teaching English as a Foreign or Second Language. A Teacher Self-Development and Methodology Guide. Ann Arbor. The University of Michigan Press. Goonsooly, B. and Eghtesadee, A.R. 2006. Role of Cognitive Style of Fielddependence / independence in Using Metacognitive and Cognitive Reading Strategies by a Group of Skilled and Novice Iranian Students of English Literature. Asian EFL Journal. Vol 8 (4) Haris, R.K. 2010. Metacognition and Strategies Instruction in Writing. Metacognition, Strategy Use, and Instruction. New York: The Guilford Press Kasper, L.F. 1997. Assessing the Metacognitive Growth of ESL Student writers. Teaching English as a Second or Foreign Language-Electronic Journal. 3 Khaki, N. and Hessamy, G. 2013. Metacognitive Strategies Employed by EFL Writers in Integrated and Independent Writing Task. World Applied Sciences Journal 22 (11): 15861593 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
328
Nuckles et al. 2009. Enhancing Self-Regulated Learning by Writing Learning Protocols. Learning and Instruction. Vol. 19:259-271 Oxford, R.L. 1990. Language Learning Strategies. What Every Teacher Should Know. Boston: Heinle & Heinle Publisher Ruan, Z. 2005. A Metacognitive Perspective on the Growth of Self-regulated EFL Student Writers. Reading Working Papers in Linguistics 8. Shabaya, Judith. 2005. The Role of Preservice Teachers in Developing Metacognitive Awareness Strategies in an Urban Language Arts Writing High School Classroom. College Teaching Methods & Styles Journal. Vol 1. No. 3 Shannon, S.V. 2008. Using Metacognitive Strategies and Learning Styles to Create Self-Directed Learners. Institute for Learning Styles Journal ● Volume 1 Wang, J., Spencer, K., and Xing, M. 2009. Metacognitive beliefs and strategies in learning Chinese as a foreign language. ScienceDirect Vol. 37. Pp 46-56 Xiao, Y.H. Applying metacognition in EFL Writing Instruction in China. Reflections on English Language Teaching. Vol. 6 No. 1 Yanyan, Z. 2010. Investigating the Role of Metacognitive Knowledge in English Writing. HKBU Papers in Applied Language Studies Vol. 14
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI Ifa Nurhayati
Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang email [email protected] Abstract Pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan seseorang. Pendidikan karakter lebih menekankan moral, akhlaq, dan perilaku anak, yang membutuhkan keteladanan dan model, baik di lingkungan guru, keluarga, maupun masyarakat. pendidikan agama Islam mempunyai peran sentral dalam membentuk prilaku manusia yang sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia. pandangan yang lain yaitu Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada terbentuknya kesadaran positif pola relasi sosial anak dengan lingkungan sosialnya, baik secara personal, social, maupun cultural secara teoretik. Pendidikan karakter dalam menghadapi era globalisasi adalah dimplementasikan dengan pembelajaran kontekstual, integral, maupun progresif harus mengacu pada cara penerapan holistik, yaitu penerapan yang melibatkan tiga ranah kecerdasan sekaligus. Oleh karena itu, masing-masing terminologi model pembelajaran di atas, (kontekstual, integral, sosial dan kultural) dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dengan terminologi holistik. Penggabungan keduanya menggambarkan dua entitas yang tunggal atau menyatu, kata di depan (holistik) menggambarkan pada cara penerapannya, sementara kata di belakang (kontekstual, integral, sosial dan kultural) menggambarkan model implementasinya
. Keyword : Pendidikan, Karakter, Era Globalisasi
inspirasi bagi munculnya model pendidikan
PENDAHULUAN Mendiskusikan
berbagai
baru yang akan dikembangkan.
isu
Pendidikan dalam ruang tertentu
pendidikan yang berkembang belakangan ini, sama halnya berbicara masalah-masalah
senantiasa
realitas kehidupan yang sangat problematik,
kehidupan
suatu masalah yang tidak pernah berakhir
kehidupan manusia juga ditopang dengan
ujung dan pangkalnya. Pendidikan dan
dinamika pendidikan. Ketika masyarakat
kehidupan, keduanya tidak pernah surut dan
menghendaki
sepi
perkembangan kehidupan manusia yang
dari
permasalahan
perbincangan sosial
yang
permasalahanrumit
lebih
dan
dituntut
baik,
menyesuaikan
manusia,
sementara
adanya
tentu
hajat hajat
dinamika
diperlukan
dan
adanya
kompleks. Keduanya merupakan dua entitas
ketersediaan
lembaga
pendidikan
yang
yang saling bertautan dan berseiringan,
perangkat-perangkatnya
senantiasa
harus
karena
pada
hakikatnya
ekspresi
dari
tampil
progresif
menyesuaikan
implementasi
pendidikan,
disadari
atau
perkembangan IPTEK yang terjadi pada masyarakat.
tidak, langsung atau tidak langsung akan
Bergulirnya
mempengaruhi perilaku kehidupan manusia,
era
informasi
dan
sebaliknya fenomena kehidupan manusia
teknologi yang menyentuh ke berbagai sendi
yang sangat plural dan varian juga akan
dan hajat hidup manusia, pada satu sisi telah
mempengaruhi, lebih dari itu memberi
mempengaruhi cara pandang masyarakat yang berkesadaran global. Namun pada sisi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
329
ISSN 2502-8723
lain, proses kolaborasi antara keduanya,
keislaman universal. Fenomena tersebut
seringkali menimbulkan dampak sebaliknya,
menggambarkan adanya dominasi krisis
yaitu kaburnya sistem nilai (value system)
akhlak, krisis spiritual, hingga munculnya
manusia ke arah kehidupan yang timpang.
krisis
Adalah
melanda ke seluruh lini kehidupan bangsa.
imbas
proses
globalisasi
senantiasa
menampakkan
kehidupan
yang
sangat
dua
yang pilihan
multidimensional,
hampir
Krisis akhlak dan spiritual di atas
dan
antara lain ditandai dengan kecenderungan
problematis di mata manusia. Karenanya,
mengkomsumsi obat-obatan terlarang, gemar
Malcolm
melihat
Waters
dilematis
yang
(Tilaar:
1997)
gambar-gambar
dan
Ditambah
lagi
mengemukakan bahwa setidaknya terdapat
pornoaksi,
tiga aspek pengaruh proses globalisasi dalam
dengan fenomena aktual berkenaan dengan
kehidupan
fenomena pelecehan seksual di TV Indosiar
manusia,
yaitu
globalisasi
ekonomi, politik, dan budaya.
pada anak usia dini di TK JIS (Jakarta
Dampak globalisasi yang terjadi saat ini
membawa
premanisme.
pornografi
masyarakat
Internasional School) . Sementara itu secara
Indonesia
sosial krisis akhlak juga terlihat pada sikap
karakter bangsa.
egois siswa yang ditampakkan pada pola
Padahal pendidikan karakter merupakan
komunikasi mereka. Karena sibuk membaca
pondasi bangsa yang sangat penting dan
buku misalnya, mereka acuh dan tidak tahu
perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-
menahu terhadap lingkungannya.
anak. Berbagai tawuran anak sekolah juga
solidaritas, intoleransi, dan yang lebih
telah membuat resah masyarakat di berbagai
mengenaskan
tempat di berbagai kota besar di Indonesia.
kekerasan dan perbuatan amoral di kalangan
Bahkan, kejadian-kejadian sejenis sering kali
pelajar, seperti kasus yang memprihatinkan
sulit diatasi oleh pihak sekolah sendiri,
terjadi di Bondowoso, di mana empat pelajar
sampai-sampai melibatkan aspek kepolisian
yang masih duduk di kelas V sengaja
dan berujung dengan pemenjaraan, karena
menggagahi seekor kambing.
melupakan pendidikan
merupakan tindakan kriminal yang bisa merenggut
nyawa.
adalah
banyaknya
Berbagai problematika pendidikan di
nyawa
atas inilah yang melatarbelakangi mengapa
manusia tidak ada harganya, hidup itu begitu
desain kurikulum pendidikan senantiasa
murah dan rendah nilainya.
mengalami
Uniknya
Sepertinya
lagi
Miskin
signifikan,
adakalanya mengalami proses evolusi ke
dikembangkan
depan hingga melupakan, bahkan memutus
dengan corak dan variannya dari tahap ke
model kurikulum pendidikan yang lama,
tahap dan dari generasi ke generasi selalu
adakalanya pula proses evolusi juga terjadi
saja menyisakan masalah dengan karakter
dengan cara mengulang kembali bernostalgia
permasalahan
terhadap
pendidikan
Pendidikan
berbagai
evolusi
alternatif
sajian
dari
proses
yang
yang yang
berbeda-beda. terealisasi
selalu
pendidikan
masa yang
lalu
model
pernah
kurikulum berkembang.
mengalami pasang surut nilai. Pilihan hidup
Keadaan ini membawa kesan bahwa model
mereka cenderung pada kehidupan pragmatis
kurikulum pendidikan yang ditawarkan dari
yang banyak bertentangan dengan nilai-nilai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
330
ISSN 2502-8723
masa ke masa telah kehilangan arah, tidak
masyarakatnya. Sebab dengan berpijak pada
memiliki pijakan universal dan holistik.
tiga landasan paradigmatik di atas, seluruh
Para pakar pendikan dari dulu hingga
sistem perilaku mereka senantiasa diinspirasi
kini dikesankan oleh masyarakat tidak
oleh sistem nilai yang membimbing dan
memiliki paradigma yang kokoh, masih
mengarahkan pola kehidupan mereka di
meraba-raba, menguji coba, kadang mereka
tengah-tengah masyarakatnya.
menitik beratkan pendidikan hanya dari
Harapan ideal para wali siswa,
aspek kognisisinya, sehingga alat ukur
pengelola
keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari
lingkungan terhadap hadirnya nilai-nilai
perangkat-perangkat kognitif, yang berkaitan
moralitas, spiritualitas, dan profesionalitas
dengan
siswa
ukuran
nalar
intelektualnya.
pendidikan,
dan
sebagaimana
di
masyarakat
atas,
telah
Sementara ranah psikomotorik dan afektif
mengindikasikan bahwa dimensi afektif dan
dari pendidikan tenggelam dan terabaikan.
psikomotorik hingga kini selain dimensi
Berawal dari sinilah banyak bermunculan
kognitif
para
rasional-
keberhasilan sebuah institusi pendidikan
intelektual, tetapi miskin emosional-moral.
sebagaimana konsepsi pendidikan karakter
Disinilah
yang
sarjana
dan
letak
akademisi
kegelisahan
akademik
problem pendidikan yang senantiasa muncul
tetap
menjadi
hendak
pijakan
diimplementasikan
ukuran
dalam
kurikulum 2013.
dan belum mendapatkan jawaban yang tepat.
Berangkat
Sampai saat ini masyarakat masih
dari
berbagai
problematika pendidikan yang senantiasa
menunggu-nunggu jawaban ideal kurikulum
banyak
menyisakanpermasalahan-
pendidikan yang mampu merespon harapan
permasalahan
universal yang dikehendaki masyarakat.
terdidik, mulai dari permasalahan substantif
Semangat dan harapan masyarakat tersebut
hingga permasalah metodologis, maka dirasa
menghendaki perilaku
anaknya terbangun
perlu adanya tawaran paradigma baru yang
dengan baik. Tidak hanya orang tua wali,
lebih konstruktif-filosofik bagi penyelesaian
lembaga pendidikan dan masyarakat di
akumulasi permasalahan di atas secara
lingkungan pendidikan pun juga bercita-cita
sistematis.
demikian, mereka kelak diharapkan menjadi
A. Konstruksi Epistemologi Pendidikan
baru
kader-kader ideal masa depan yang bisa
Karakter
dibanggakan masyarakat. Impian masyarakat
1. Pengertian
secara umum tentang kader-kader ideal masa
penuntun anak. Dalam bahasa romawi
itu sesungguhnya merupakan entitas yang
dikenal
tidak terpisahkan dari entitas lain, yaitu
educare
yang
artinya
disebut dengan istilah educate/education
serta sikap profesionalitas (psikomotorik)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dengan
membawa keluar. Dalam bahasa inggris
intelektualitas (kognisi), spiritual (afeksi),
kehidupan
Karakter
berasal dari kata paedagogos yang berarti
para generasi penerusnya. Corak moralitas
bagi
Pendidikan
generasi
Pendidikan, dalam bahasa Yunani
moralitas, spiritualitas, dan intelektualitas
memadai
para
Dalam Berbagai Perspektif
depan itu antara lain termanifestasinya corak
yang
bagi
yang artinya to give moraland intellectual
di 331
ISSN 2502-8723
training, artinya menanamkan moral dan
keharmonisan secara personal dan sosial
melatih intelektual.
serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
Azyumardi
Azra
buku
untuk mewujudkan suasana belajar dan
―Paradigma
proses pembelajaran agar peserta didik
Rekonstruksi
dan
secara aktif mengembangkan potensi dirinya
memberikan
pengertian
untuk
―pendidikan‖ adalah merupakan suatu proses
memiliki
kekuatan
spiritual
Baru
dalam
suatu
Pendidikan
Nasional
Demokratisasi‖
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
dimana
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
generasi
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
kehidupan dan untuk memenuhi tujuan
dan negara.
hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia
mudanya
menegaskan
Secara jelas dituangkan juga dalam
bangsa
tentang
mempersiapkan
untuk
pendidikan
menjalankan
lebih
sekedar
undang-undang No. 2/89 Sistem Pendidikan
pengajaran, artinya bahwa pendidikan adalah
Nasional
merumuskan
suatu proses dimana sutu bangsa atau negara
tujuannya pada Bab II, pasal 4 yang
membina dan mengembangkan kesadaran
berbunyi:
diri di anatara individu-individu.
dengan
tegas
Mengembangkan
manusia
Indonesia seutuhnya. Manusia seutuhnya
Sementara secara ideal-normatif tujuan
yang dimaksudkan antara lain bercirikan,
pendidikan,
baik
dalam
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
pendidikan
umum
atau
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
mengidealkan terciptanya sikap anak didik
memiliki
yang
pengetahuan
dan ketrampilan,
dewasa
atau
kaca
mata
agama
selalu
cerdas,
sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang
intelektualnya,
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
spiritualnya
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
psikomotorik). Gambaran manusia yang
Sejalan
dengan
UU
di
ideal
atas,
emosionalnya,
cerdas
(kognitif,
adalah
manusia
lebih-lebih
afektif
yang
dan
cerdas
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk:
spiritualnya. Sebab jika spiritual mereka
(1) menumbuhkembangkan akidah melalui
sudah tertata, maka akan lebih mudah untuk
pemberian, pemupukan, dan pengembangan
menata aspek-aspek kepribadian lainnya.
pengetahuan,
Sebaliknya, jika
penghayatan,
pengamalan,
proses pendidikan hanya
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik
menekankan kedewasaan intelektualnya dan
tentang agama Islam sehingga menjadi
mengabaikan kedewasaan emosional serta
manusia muslim yang terus berkembang
spiritualnya, maka cara ini hanya akan
keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
mencetak
SWT.; (2) mewujudkan manusia Indonesia
kamanungsanan (manusiawi), solidaritas,
yang taat beragama dan berakhlak mulia,
dan toleransi.
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin
Tentu
manusia
saja,
kehilangan
baik
dari
sikap
kalangan
beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
akademisi maupun praktisi pendidikan, serta
disiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga
semua yang terlibat dalam pedidikan harus
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
332
ISSN 2502-8723
sesegera
mungkin
menyadari
problem
lain. Karakter juga bisa diartikan tabiat,
krusial dan substansial ini, mulai dari sistem
yaituperangai atau perbuatanyang selalu
pengelolaan,
model
dilakukan atau kebiasaan, ataupun bisa
pembelajaran, hingga tenaga pengajar yang
diartikan watak, yaitu sifat batin manusia
masing-masing telah memiliki peran yang
yang mempengaruhi segenappikiran dan
tidak kecil dalam proses pendidikan dan
tingkah laku atau kepribadian.
kurikulum,
pembelajaran siswa kearah moralitas yang
Sebagaimana yang termaktub dalam
diharapkan banyak pihak. Dengan
Al-Qur‘an, manusia adalah makhluk dengan
demikian,
kehadiran
berbagai karakter. Dalam kerangka besar
pendidikan Agama Islam perlu dievaluasi
manusia mempunyai dua karakter yang
secara terus menerus, sebab dalam faktanya,
berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk.
signifikansi peran serta kontribusinya masih
pandangan masyarakat di Indonesia yang
Artinya: ―Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kejahatan danketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikanjiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yangmengotorinya.‖(QS. Asy-Syam: 810).
hanya merespon kebutuhan individual yang
―Character isn‘t inherted. One
tidak menyentuh pada persoalan sosial
builds its daily by the one thinks and act,
secara luas.
thought by thought, action by action.
jauh dari semangat pendidikan Islam secara ideal.Padahal
secara
umum
masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang taat beragama. Namun demikian tidak sedikit
(Helen G. Douglas)
Secara etimologi, bila ditelusuri asal karakter
berasal
dari
bahasa
Bahwa
Latin
karakter
tidak
diwariskan,
―kharakter‖, ―kharassein‖, ―kharax‖, dalam
tetapi
bahasa Inggris: character dan Indonesia
berkesinambungan hari demi hari melalui
―karakter‖, Yunani character, dari charassein
pikiran dan perbuatan,pikiran demi pikiran,
yang berarti membuat tajam, membuat
tindakan demi tindakan. (Helen G. Douglas)
dalam.
Dalam
Kamus
Poerwadarminta,
sesuatu
(Hornby
yang
&
dibangun
Parnwell,
secara
1972:
49)
karakter diartikan sebagai tabiat, watak,
karakter adalah kualitas mental atau moral,
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
kekuatan
yang membedakan seseorang dengan yang
Hermawan
lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi
mendefinisikan karakter adalah ―ciri khas‖
yang meliputi hal-hal seperti perilaku,
yang dimiliki oleh suatu benda atau individu
kebiasaan,
tersebut dan merupakan ‗mesin‘ pendorong
kesukaan,
ketidaksukaan,
moral,
nama
atau
Kertajaya
reputasi.
(2010:
kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-
bagaimana
nilai, dan pola pemikiran.
berujar, dan merespon sesuatu.
seorang bertindak,
3)
bersikap,
Sedangkan, karakter dalam kamus
Bagi Foerster, karakter merupakan
besar bahasa Indonesia, berarti watak, sifat-
sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi.
sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang
Karakter
membedakanseseorang dengan orang yang
mengatasipengalaman kontingen yang selalu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
333
menjadi
identitas
yang
ISSN 2502-8723
berubah. Dari kematangan karakter inilah,
karakter
kualitas seorang pribadi diukur.
mengembangkannya
Secara
terminologis,
(akhlak)
yang dalam
keimanan
menghidupkan
keutamaan-keutamaan
pedagogi
dan
jiwa-jiwa
mereka. Oleh karena itu, islam mengukur
pendidikan
karakter merupakan sebuah usaha untuk kembali
baik,
ideal-
seorang
hamba
berdasarkan
yang
ada
pada
dirinya, serta akhlak baiknya.
spiritual yang sempat diterjang gelombang positivisme ala Comte.Pendidikan karakter,
Allah SWT telah memuji Nabi-Nya
menurut Ratna Megawangi adalah sebuah
dengan kebaikan akhlaknya, Dia SWT
usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat
berfirman:
mengambil keputusan dengan bijak dan
―Dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-
berbudi pekerti yang agung.‖ (al-Qalam :
hari, sehingga mereka dapat memberikan
4)
kontribusi
kepada
Allah juga memerintahkan kepada
lingkungannya. Definisi lain dikemukakan
Rasulullah SAW untuk beraklahk dengan
oleh Fakry Gaffar, pendidikan karakter
akhlak yang baik dalam firman-Nya:
adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai
―Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara
kehidupan
ditumbuhkembangkan
yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang
seseorang
yang antaramu dan antara dia ada
dalam
yang
untuk
kepribadian
positif
Sesungguhnya kamu benar-benar
sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan
permusuhan
seolah-olah
Telah
orang itu.‖
menjadi teman yang sangat setia.‖(alFushshilat : 34)
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Karakter
Melalui
ayat
ini
Allah
Karakter bangsa merupakan aspek
memerintahkan ―Tolaklah (kejahatan itu)
penting dalam kualitas SDM karena kualitas
dengan cara yang lebih baik,‖ yakni, jika
karakter bangsa menentukan kemajuan suatu
orang lain berbuat buruk kepadamu, maka
bangsa. Karakter yang berkualitas perlu
balaslah berbuat baik kepaadanya. Hal ini
dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini
sebagaimana
merupakan masa kritis bagi pembentukan
―janganlah engkau menghukumi orang
karakter
Freud
yang berbuat maksiat kepaada Allah
kegagalan penanaman kepribadian yang baik
dengan cara berbuat jahat terhadap dirimu
di usia dini ini akan membentuk pribadi
sendiri. Hukumlah ia-misalnya- denga
yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
ketaatanmu
Kesuksesan orang tua membimbing anaknya
memperlakukan orang lain.
seseorang.
Menurut
perkataan
kepada
Umar
Allah
r.a.,
dalam
dalam mengatasi konflik kepribadian di usia
Lebih lanjut firman Allah ―Maka
dini ini sangat menentukan kesuksesan anak
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara
dalam kehidupan sosial di masa dewasanya
dia ada permusuhan seolah-olah Telah
kelak.
menjadi teman yang sangat setia‖, yaitu menyerukan
menjadi sahabat. Jika kamu berbuat baik
kepada kaum muslimin untuk mempunyai
kepada orang yang telah berbuat buruk
Dari
sinilah,
Islam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
334
ISSN 2502-8723
kepadamu,
maka
itu
mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-
lembut,
tanda zaman yang harus diwaspadai karena
mencintai dan condong kepadamu, hingga ia
jika tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah
seakan-akan menjadi teman yang sangat
bangsa sedang menuju jurang kehancuran.
setia bagimu, yakni teramat dekat denganmu
Tanda-tanda yang dimaksud adalah (1)
karena saying dan baik kepadamu.
meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
mendorongnya
untuk
kebaikan bersikap
Rasulullah SAW diutus ke muka
(2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang
bumi ini untuk menyempurnakan akhlak,
memburuk, (3) pengaruh peer-group yang
beliau SAW bersabda :
kuat
dalam
tindak
kekerasan,
(4)
meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, seks bebas, Sesunguhnya aku diutus hanya untuk
(5) semakin kaburnya pedoman baik dan
menyempurnakan akhlak
buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru,(8) rendahnya rasa
Rasuluulah SAW bersabda :
tanggung jawab individu dan warga negara, Artinya:―Dan
pergaulilah
(9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10)
manusia
adanya rasa saling curiga dan kebencian di
dengan baik.‖
antara
sesama.
Jika dicemati,
ternyata
kesepuluh tanda zaman tersebut sudah ada di Hadits tersebut memberi dorongan
Indonesia.
kepada manusia untuk menggunakan moral Socrates berpendapat bahwa tujuan
baik dalam bergaul dengan sesamanya.
paling mendasar dari pendidikan adalah Karakter bangsa merupakan aspek
untuk membuat seseorang menjadi good and
penting dalam kualitas SDM karena kualitas
smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah
karakter bangsa menentukan kemajuan suatu
Muhammad SAW, Nabi terakhir dalam
bangsa. Karakter yang berkualitas perlu
ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi
dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini
utamanya dalam mendidik manusia adalah
merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter
seseorang.
Menurut
untuk mengupayakan pembentukan karakter
Freud
yang baik (good character). Berikutnya,
kegagalan penanaman kepribadian yang baik
ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan
di usia dini ini akan membentuk pribadi
utama pendidikan tetap pada wilayah serupa,
yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
yakni pembentukan kepribadian manusia
Kesuksesan orang tua membimbing anaknya
yang baik. Tokoh pendidikan Barat yang
dalam mengatasi konflik kepribadian di usia
mendunia
dini ini sangat menentukan kesuksesan anak
seperti
Klipatrick,
Lickona,
Brooks, dan Goble seakan menggemakan
dalam kehidupan sosial di masa dewasanya
kembali gaung yang disuarakan Socrates dan
kelak.
Muhammad SAW, bahwa moral, akhlak, Thomas Lickona, seorang profesor
pendidikan
dari
Cortland
atau karakter adalah tujuan yang tidak bisa
University,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
dihindarkan dari dunia pendidikan. Begitu 335
ISSN 2502-8723
juga dengan Marthin Luther King yang menyetujui
berkata
kepada
Rasulullah, sungguh aku telah malang
mengatakan, ―Intelegence plus character,
melintang mengelilingi Arab dan saya
that
dengar sendiri kehebatannya, sejauh itu pula
the
true
tersebut
Bakar
dengan
is
pemikiran
Abu
aim
of
education‖.
Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang
saya
belum
pernah
melihat
dan
benar dari pendidikan.
mendengarkan seorangpun yang seperti tuan,
MenurutPakar pendidikan Indonesia,
siapakah yang mengajari tuan akhlak yang
Fuad Hasan, pendidikan bermuara pada
luhur ini? Rasul menjawab; saya dididik
pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-
akhlak langsung oleh Tuhanku, maka aku
norma sosial (transmission of cultural values
menjadi shaleh.
and sosial norms). Sementara Mardiatmaja
3. Prinsip dan Nilai-Nilai Pendidikan
menyebut pendidikan karakter sebagai ruh
Karakter
pendidikan dalam memanusiakan manusia. Tujuan
dalam
tidak bisa dilaksanakan dan dikembangkan
menciptakan
secara cepat dan segera (instan), melainkan
manusia yang memiliki akhlak yang luhur,
melalui suatu proses yang panjang, cermat
dan akhirnya terciptalah masyarakat yang
dan sistematis. Berdasarkan perspektif yang
menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan
berkembang
seperti yang diajarkan oleh Islam, sehingga
manusia,
tercermin
dilaksanakan
bidang
pendidikan
etika
yaitu
dalam
memahami
untuk
Islam
Pendidikan karakter pada dasarnya
perilaku
persamaan
yang
sosial
dan
adil, hak
dalam pendidikan
sejarah
pemikiran
karakter
berdasarkan
harus
tahap-tahap
perkembangan anak sejak usia dini sampai
individu, menghargai kebebasan berpolitik,
dewasa.
ekonomi dan pemikiran atau keilmuan.
Setidaknya berdasarkan pemikiran
Dalam hal akhlak, Rasulullah SAw
psikolog Kholberg dan ahli pendidikan dasar
merupakan teladan yang luhur, dimana
Marlene Lockheed yang berpendapat bahwa
keshalehan
terdapat empat tahap pendidikan karakter
akhlaknya
sangat
sempurna
sebagaimana penjelasan Al-Qur‘an:
yang
perlu
dilakukandan
berpengaruh
―dan seseungguhnya kamu [Muhammad]
terhadap pembentukan karakter peserta didik
memiliki akhlak yang agung‖. (QS. Al-
yang berdampak secara berkelanjutan, yaitu
Qalam: 4)
tahap pembiasaan, tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan
Juga diterangkan oleh Nabi sendiri, bahwa
misinya
adalah
karakter siswa, tahap penerapan berbagai
untuk
perilaku dan tindakan dalam kehidupan
menyempurnakan akhlak.
sehari-hari,
serta tahap pemaknaan yang
merupakan tahapan refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan
Artinya: Sesungguhnya aku [Muhammad]
perilaku yang telah mereka pahami dan
diutus untuk menyempurnakan akhlak
dilakukan serta bagaimana dampak dan
yang mulia.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
336
ISSN 2502-8723
kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi
h. Memfungsikan seluruh staf
dirinya sendiri maupun orang lain.
sekolah sebagai
komunitas
moral yang berbagi tanggung
Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar dan efektif apabila
jawab
untuk
pendidikan
guru dalam pelaksanaannya memperhatikan
karakter dan setia pada nilai
beberapa prinsip pendidikan. Kementrian
dasar yang sama. i. Adanya
Pendidikan Nasional (2010) memberikan
pembagian
rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan
kepemimpinan
pendidikan karakter yang efektif sebagai
dukungan
berikut:
membangun
moral
dan
luas
dalam inisiatif
pendidikan karakter. a. Mempromosikan dasar
etika
nilai-nilai
sebagai
j. Memfungsikan keluarga dan
basis
anggota masyarakat sebagai
karakter
mitra
b. Mengidentifikasi
karakter
k. Mengevaluasi
pemikiran,
yang efektif
sebagai guru-guru karakter,
pendekatan
tajam,
proaktif
untuk
karakter
sekolah, fungsi staf sekolah
perasaan, dan perilaku. c. Menggunakan
usaha
membangun karakter.
secara komprehensif supaya mencakup
dalam
dan
dan
manifestasi
positif
membangun
dalam
karakter kehidupan
peserta didik.
karakter. d. Menciptakan sekolah
Berdasarkan
komunitas
yang
Kementrian Pendidikan Nasional tersebut,
memiliki
program
kepedulian.
didik
karakter
perlu
prinsip-prinsip sebagai berikut:
untuk
menunjukkan perilaku yang
a. Pendidikan
baik.
karakter
di
sekolah harus dilaksanakan
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum dan
pendidikan
dikembangkan dengan mendasarkan pada
e. Memberi kesempatan kepada peserta
rekomendasi
yang
berkelanjutan
bermakna
(kontinuitas).
yang
mengandung
menantang
menghargai
secara
semua
peserta
Hal arti
ini bahwa
proses pengembangan nilai-
didik, membangun karakter
nilai
mereka,
proses yang panjang, mulai
dan
membantu
mereka untuk sukses. g. Mengusahakan motivasi
diri
sejak
tumbuhnya pada
awal
merupakan
peserta
didik
masuk sekolah sampai lulus
para
sekolah
peserta didik.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
karakter
pada
satuan
pendidikan.
337
ISSN 2502-8723
b. Pendidikan
karakter
hendaknya
dikembangkan
Kedua, hasil usaha melalui pendidikan dan penataan jiwa.
melalui semua mata pelajaran (terintegrasi), pengembangan budaya
melalui
yang berlandaskan nash al-Quran dan hadits
dan
Nabi serta konsep karakter dalam tradisi
satuan
empiris-rasional Barat, program pendidikan
diri
suatu
Berdasarkan konsep akhlak Islam
pendidikan.
karakter yang baik seyogyanya memenuhi
c. Sejatinya nilai-nilai karakter
enam prinsip pendidikan akhlaq, yaitu
tidak diajarkan (dalam bentuk
menjadikan
pengetahuan)
jika
memperhatikan perkembangan akal rasional,
mata
memperhatikan perkembangan kecerdasan
dalam
emosi, praktik melalui keteladanan dan
diintegrasikan pelajaran.
dalam
Kecuali
Allah
sebagai
tujuan,
bentuk mata pelajaran agama
pembiasaan,
(yang
kebutuhan hidup, serta menempatkan nilai
didalamnya
mengandung
ajaran)
maka
memperhatikan
pemenuhan
sesuai prioritas.
tetap diajarkan dengan proses pengetahuan melakukan
Selain itu, Dalam pandangan Islam
(knowing), (doing),
akhirnya
dimana Rasulullah SAW dijadikan simbol
dan
atau figur keteladanan terdapat beberapa
dengan
prinsip yang dapat dijadikan pelajaran oleh
membiasakan (habit).
tenaga pengajar dari tindakan Rasulullah
d. Proses pendidikan dilakukan
dalam menanamkan rasa keimanan dan
secara aktif (active learning)
akhlak terhadap anak, diantaranya yaitu
dan menyenangkan (enjoy full
dengan:
learning) oleh peserta didik. Proses
ini
bahwa
proses
karakter
a. Fokus (ucapannya ringkas,
menunjukkan
langsung
pendidikan
dilakukan
pada
inti
pembicaraan tanpa ada kata
oleh
peserta didik bukan oleh guru,
yang
sedangkan guru menerapkan
ucapannya, sehingga mudah
prinsip ―tut wuri handayani‖
dipahami).
dari
b. Pembicaraannya tidak terlalu
dalam setiap perilaku yang
cepat
ditunjukkan oleh agama.
sehingga
memberikan
Dalam Islam, karakter identik dengan
waktu
dapat yang
cukup kepada anak untuk
akhlaq, yaitu kecenderungan jiwa untuk
menguasainya.
bersikap atau bertindak secara otomatis.
c. Repetisi
Akhlaq yang sesuai ajaran Islam disebut
melakukan
dengan akhlaqul karimah atau akhlaq mulia
(senantiasa tiga
kali
pengulangan pada kalimat-
yang dapat diperoleh melalui dua jalan.
kalimatnya supaya dapat di
Pertama, bawaan lahir sebagai karunia dari
ingat atau dihafal).
Allah. Contohnya adalah akhlaq para nabi. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
memalingkan
338
ISSN 2502-8723
d. Analogi
langsung,
seperti
disebut dengan ad-Daurah at-
pada contoh perumpamaan
Tarbiyah
orang beriman dengan pohon kurma,
sehingga
Dalam pendidikan karakter, peserta
dapat
didik dibangun karakternya agar mempunyai
memberikan motivasi, hasrat
nilai-nilai
ingin
atau
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-
mencela, dan mengasah otak
hari, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa,
untuk menggerakkan potensi
dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan,
pemikiran
bangsa,
tahu,
memuji
atau
timbul
kesadaran untuk merenung
kebaikan
negara,
sekaligus
maupun
hubungan
internasional sebagai penduduk dunia.
dan tafakkur. e. Memperhatikan anak,
Diantara nilai-nilai karakter yang
keragaman
sehingga
hendaknya dibangun dalam kepribadian
dapat
peserta didik adalah bisa bertanggung jawab,
melahirkan pemahaman yang
jujur, dapat
berbeda dan tidak terbatas
diri, pekerja keras, bersemangat, tekun,
dapat memotivasi siswa untuk
pantang menyerah, bisa berpikir secara
terus belajar tanpa rasa jenuh.
rasioanal dan kritis, kreatif dan inovatif,
f. Memperhatikan tiga tujuan yaitu:
dinamis,
kognitif,
rela
g. Memperhatikan pertumbuhan perkembangan
tidak
diri,
bisa
tidak
mudah
inisiatif, setia,
menghargai waktu, dan bisa bersikap adil. Daniel
mengajukan
pertanyaan,
hati,
berhati-hati,
terpengaruh, mempunyai
h. Menumbuhan kreatifitas anak, cara
rendah
berkorban,
mengendalikan
anak
(aspek psikologis).
dengan
bersahaja,
sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran,
emosional, dan kinetik.
dan
janji,
ramah, peduli kepada orang lain, percaya
satu pemahaman saja, dan
moral,
dipercaya, menepati
Goleman
yang
terkenal
dengan bukunya Multiple Intelligences dan
kemudian
mendapat jawaban darinya.
Emosional Intelligence, menyebutkan bahwa
i. Berbaur dengan peserta didik,
pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencakup sembilan nilai dasar
masyarakat
dan
lain
sebagainya
secara
tidak
yang saling terkait, yaitu:
terpisah,
a. Tanggung
eksklusif
atau
misalnya
dengan
makan
(Responsibility)
bersama dan lain sebagainya. j. Aplikatif, langsung
b. Rasa hormat (Respect)
Rasulullah melatih
jawab
c. Keadilan (Fairness)
dan
d. Keberanian (Courage)
membimbing Abu Mahdzurah
e. Kejujuran (Honesty)
menjalani
f. Rasa
dengan
pelatihan
adzan
sempurna
yang
kebangsaan
(Citizenship) g. Disiplin diri (Self-discipline)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
339
ISSN 2502-8723
h. Peduli (Caring)
melalui pikiran, perkataan dan
i. Ketekunan (Perseverance)
perbuatan
seseorang
diupayakan
Jika pendidikan karakter berhasil
untuk
selalu
menginternalisasikan kesembilan nilai dasar
berdasarkan pada nilai-nilai
tersebut dalam diri peserta didik, maka
ketuhanan atau ajaran agama.
dalam pandangan Daniel Goleman akan
b. Nilai-nilai perilaku manusia
terbentuk seorang pribadi yang berkarakter,
dalam hubungannya dengan
pribadi
yang berwatak. Selanjutnya ia
dirinya sendiri, yang meliputi
menyatakan bahwa pendidikan karakter
cinta ilmu, memiliki rasa
harus dimulai dari keluarga atau dalam
ingin tahu, mandiri, berpikir
rumah,
logis,
dikembangkan
di
lembaga
kritis,kreatif
dan
pendidikan dan diterapkan secara nyata
inovatif, berjiwa wirausaha,
dalam masyarakat.
percaya
diri,
kerja
keras,
disiplin, bergaya hidup sehat, Ari Ginanjar Agustian yang terkenal ―Emotional
dengan konsepnya
bertanggung
Spritual
c. Nilai-nilai perilaku manusia
bahwa setiap karakter positif sesungguhnya
dalam hubungannya dengan
akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang
sesama
terdapat dalam Asmaul-Husna (nama-nama
patuh terhadap aturan sosial,
inspirasi perumusan karakter oleh siapapun,
menghargai karya dan prestasi
karena didalamnya terkandung sifat-sifat
orang lain, bersikap santun
Allah SWT yang baik. Menurutnya, dari
dan demokratis.
sekian banyak karakter yang dapat diteladani
d. Nilai-nilai perilaku manusia
dari nama-nama Allah tersebut, ia rangkum
dalam hubungannya dengan
menjadi tujuh karakter dasar, yakni: jujur,
lingkungan, melalui sikap dan
adil
tindakan yang selalu berupaya
peduli, dan kerjasama. Selain
itu,
mencegah
Kemendiknas
yang
kewajiban diri dan orang lain,
Asmaul-Husna ini harus menjadi sumber
visioner,
manusia,
meliputi sadar akan hak dan
Allah yang baik) yang berjumlah 99.
disiplin,
serta
memiliki sifat jujur.
Question (ESQ)‖ mengajukan pemikiran,
tanggungjawab,
jawab,
(2010)
kerusakan
pada
lingkungan
dan
melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-
mengembangkan upaya untuk
nilai agama, norma-norma sosial, peraturan
memperbaiki.
ataua hukum, etika akademik dan prinsip-
e. Nilai-nilai perilaku manusia
prinsip HAM, telah di identifikasikan 80
dalam hubungannya dengan
butir nilai karakter yang dikelompokkan
kebangsaan,
menjadi lima, diantaranya adalah
rasa
yang meliputi
nasionalisme
dan
menghargai keberagaman.
a. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang
Maha
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Esa, 340
ISSN 2502-8723
4. Faktor-Faktor
yang
3) Tuntutan zaman yang semakin
Mempengaruhi
pragmatis, di mana pendidikan
Pendidikan Karakter
yang semestinya berperan sebagai
Pendidikan karakter sebagai suatu proses
interaksi
peserta
didik
ajang pemanusian manusia kian
dengan
lingkungan pendidikan.Apabila kita cermati,
terdepak
oleh
peristiwa pendidikan formal di Indonesia
pragmatisme
saat ini menghadapi hambatan dan tantangan
tujuan materil.
nilai-nilai
demi
mencapai
4) Terdapat sikap dan pendirian yang
yang cukup berat. Hambatan dan tantangan ini ada yang bersifat makro dan mikro, yang
kurang
mana hambatan ini berasal dari kebijakan
tegaknya
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan ada
pendidikan di mana kekuatan akar
yang berkaitan dengan kemampuan personal
rumput yang seharusnya menjadi
dan kondisi di sekolahan. Kaitannya dalam
penggerak utama demokratisasi
pendidikan karakter adalah hambatan dan
pendidikan tidak jarang kurang
tantangan yang dihadapi tidak jauh berbeda
mendapat tempat. Padahal, esensi
dengan dengan pendidikan formal. Hal ini
pembaharuan pendidikan ke arah
disebabkan
pendidikan,
karena
pendidikan
karakter
menguntungkan
bagi
demokratisasi
khususnya
pada
merupakan bagian dari pendidikan formal,
pembelajaran nilai memerlukan
dan pendidikan formal merupakan subsistem
elemen-elemen dasar pendidikan
pendidikan nasional.
yang
a. Faktor
penghambat
pendidikan
karakter
dalam
suasana
kebersamaan,
kebebasan,
dan
keberdayaan
pendidikan
dan
peserta didik.
Dalam kutipan buku Pendidikan
Pembelajaran nilai yang dilakukan
Karakter berbasis Nilai dan Etika di
secara formal hampir pasti tidak akan
Sekolah, yang mana disebutkan oleh
mencapai
Mulyana, bahwa setidaknya ada empat hambatan
disemai
utama
dalam
tujuan,
karena
tidak
adanya
disposisi siswa untuk membuka batinnya dan
pendidikan
siap menerima nilai-nilai yang ditawarkan.
karakter.
Untuk itu, keahlian guru dalam menciptakan
1) Masih kukuhnya pengaruh paham behaviorisme
kondisi pembelajaran yang menyenangkan
dalam
sistem
Indonesia
sehingga
nyaman dalam menyerap nilai-nilai yang
keberhasilan belajar hanya diukur
ditawarkan oleh guru. Di samping itu,
dari atribut-atribut luar dalam
kesiapan
bentuk perubahan tingkah laku.
menunjang penanaman nilai kepada siswa.
pendidikan
2) Kapasitas
mayoritas
sangat
pendidik
Guru
diharuskan,
guru
yang
agar
dalam
siswa
mengajar
menunjukkan
merasa
sangat
performasi
dalam mengangkat struktur dasar
menyenangkan di hadapan siswa akan lebih
bahan ajar masih relatif rendah,
berhasil dalam menanamkan nilai kepada
mengingat
siswa disbanding dengan guru yang ―tidak
terbatasnya
sumber
belajar yang tersedia. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
berkenan‖ di hati siswa. 341
ISSN 2502-8723
Dalam
buku
yang
sama
juga
Kedua, kondisi keluarga yang tidak
disebutkan oleh Djiwandono bahwa faktor
harmonis
menyebabkan
terjadinya
split
lain dari faktor penghambat pendidikan
personality dan kurangnya keteladanan dari
karakter adalah heterogenitas masyarakat
orang tua dan masyarakat. Temuan ini
(termasuk wali murid) dilihat dari segi
relevan dengan hasil penelitian Hambali dan
pendidikan, ekonomi, social, dan budaya
Arifin, bahwa kenakalan remaja di jawa
menyebabkan susahnya untuk menemukan
timur termasuk di kota malang, salah
dan mengembangkan nilai-nilai moral yang
satunya disebabkan kondisi keluarga yang
universal, yang merupakan nilai bersama
negatif, seperti ketegangan keluarga, tingkat
(comman). Hal ini bukan sesuatu yang
otoritas orangtua, dan kemiskinan teladan
mudah, melainkan merupakan proses belajar
agama. Dari ketiga faktor diatas, yang paling
terus-menerus bagi semua orang dan semua
dominan adalah kemiskinan keteladanan
golongan.
keagamaan orangtua. Perilaku ini dapat kita yang
hindari kalau orangtua sering menjalin
dipaparkan diatas, ada beberapa faktor
komunikasi dengan anaknya. kekurangan
penghambat pendidikan karkater disekolah,
keteladanan ini dapat menyebabkan perilaku
diantaranya yaitu:
anak menjadi tidak terkontrol.
Selain
faktor
penghambat
Pertama, dari konsensus penelitian
Ketiga, kurangnya minat anak dalam
ini jelas sekali bahwa faktor penghambat
mempelajari pembelajaran nilai karena tidak
pendidikan karakter adalah adanya pengaruh
meningkatkan aspek kognitif mereka dan
yang berasal dari gambar atau tayangan
kurangya materi pembelajaran nilai di
negatif
dapat
sekolah juga merupakan faktor penghambat
mempengaruhi perilaku pada anak dan
dalam pembelajaran nilai. Padahal, antara
kekurangpedulian guru, orang tua, dan
kognitif dan afektif
lingkungan
anak.
simultan. Untuk, itu dalam pembelajaran
Kekurangpedulian ini juga dapat diartikan
nilai perlu dijelaskan kepada anak, bahwa
terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak
aspek afektif tidak memperlemah aspek
melakukan sesuatu tanpa adanya larangan
kognitif, begitu pula sebaliknya. Bahkan
dari orang tua. Orang tua yang permisif,
keduanya bisa saling mendukung.
media
massa
terhadap
yang
perilaku
tidak selamanya jelek, dan tidak selalu baik.
b. Faktor
Orang tua permisif ini digambarkan oleh
nisa berjalan secara
pendukung
pendidikan
karakter
Bukatko dan Daehler sebagai orang tua yang
Disamping adanya beberapa yang
selalu memberikan peluang yang terbuka
bersifat makro atau mikro dan internal
kepada anaknya untuk melakukan aktualisasi
atau
dan sosialisasi diri tanpa ada batasan yang
diatas,
ketat. Sikap permisif inilah yang akan
Dengan
menjadikan anaknya sebagai orang dewasa
supriyadi, ada beberapa faktor yang
yang mana disana seorang anak anak mampu
mendorong pembelajaran nilai di sekolah;
eksternal
sebagaimana
ada
faktor
juga
mengadaptasi
paparan
pendorong. pemikiran
menentukan diri dan masa depannya. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
342
ISSN 2502-8723
1) Pengalaman pra sekolah, bagi
berhasil karena kondisi positif yang mereka
siswa yang sudah terbiasa dengan
ciptakan pada kelasnya. Siswa memperoleh
pendidikan perilaku yang baik
keuntungan dari fungsi lingkungan yang
yang diterima di Taman Kanak-
kondusif
kanak, akan memudahkan mereka
merefleksikan
menerima
dirinya sendiri secara lebih baik. Dengan
pembelajaran
nilai
secara optimal.
mendorong dan
mereka
mengaktualisasikan
demikian peranan guru dalam mendorong pembelajaran nilai di sekolah sangat urgent,
2) Tingkat kecerdasan, bagi anak yang
dan
cerdas
akan
menangkap
dalam rangka membentuk akhlak mulia
mudah
siswa.
informasi
pembelajaran nilai yang diberikan
Berdasarkan
oleh guru.
hasil
penelitian,
diketahui bahwa keberadaan media massa membantu meningkatkan pembelajaran nilai
3) Kreativitas, bagi anak yang kreatif akan mampu menghasilkan hal-
pada
siswa
dengan
tayangan
program
haal baru mengenai bergbagai
pendidikan dan nilai. Sebaliknya juga,
nilai, berdasarkan pengalamnnya
adanya pengaruh negative yang berasal dari
menerima nilai dari pihak lain.
gambar atau tayangan media massa pada perilaku anak. Hal ini menunjukkan bahwa
4) Motivasi
belajar,
siswa
yang
satu sisi media massa mempunyai nilai-nilai
mempunyaimotivasi tinggi akan
pedagogis tinggi, namun di sisi lain dapat
mampu menyerap berbagai nilai secara
mudah
menghambat
dan
mengimplementasikannya
dengan efek media massa sebagai benda fisik yang berpengaruh secara signifikan
5) Sikap dan kebiasaan belajar, bagi
terhadap kehidupan. menurut rakhmat, efek
siswa yang mempunyai sikap dan
media massa ada lima:
kebiasaan belajar, bagi siswa yang sikap
1) Efek ekonomi
kebiasaan
2) Efek social
belajar yang bagus dan terencana, sistematis,
dan
terarah
3) Efek pada penjadwalan kegiatan
akan
4) Efekpada
menjadikan nilai sebagai sesuatu
penyaluran/penghilangan
yang bermakna dalam rangka
perasaan tertentu
peningkatan kualitas dirinya.
5) Efek pada perasaan terhadap
Senada dengan Supriadi di atas,
media itu sendiri
menurut Rusnak, salah satu pendorong untuk pembelajaran
karter
adalah
Faktor terakhir yang di nilai tidak
lingkungan
kalah pentingnya adalah adanya komunikasi
sekolah yang positif (a positive school
yang baik (harmonis) antara orang tua, guru,
environment helps build character). Guru
siswa, serta lingkungan masyarakat. Hal ini
yang semangat memainkan peran sebagai model
atau
pemimpin
nilai-nilai
pedagogis di sekolah. Kondisi ini relevan
dalam
kehidupan sehari-hari.
mempunyai
penanaman
siswanya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
menunjukkan betapa pentingnya komunikasi
akan 343
ISSN 2502-8723
antara tiga pilar pendidikan tersebut. Sebab
proses pengembangan nilai-nilai karakter
komunikasi yang kurang baik dan harmonis
dan budaya bangsa dimulai dari awal peserta
berakibat pada nilai yang dihayati anak di
didik masuk hingga selesai dari jenjangnya,
rumah dengan nilai yang ada di lingkungan
2).
keluarga atau lingkungan masyarakat tidak
pengembangan diri dan budaya sekolah, 3).
sesuai.
Nilai-nilai karakter tidak hanya diajarkan,
Melalui
semua
mata
pelajaran,
adalah keteladanan
tapi dikembangkan, yaitu bahwa nilai-nilai
guru, orangtua, dan masyarakat. Keteladanan
karakter bukan merupakan produk bahasan
ini,
langka.
yang harus diajarkan, sebaliknya mata
Terjadinya berbagai perilaku negatif yang
pelajaran dijadikan sebagai ahan atau media
dilakukan oleh anak bangsa, salah satunya
mengembangkan nila-nilai kaeakter, 4).
disebabkan
Proses pendidikan karakter dilakukan oleh
Faktor lainnya
di
Indonesia
oleh
dianggap
krisis
keteladanan
di
peserta
kalangan pemimpin bangsa.
didik
secara
menyenangkan. 5. Metode Implementasi Pendidikan
melalui
Implementasi pendidikan karakter
dengan
anak
yang
cara
bermanfaat
Pusat
baik
lingkumgam
di pada
beratkan
a. Kegiatan rutin
pada
Kegiatan
sekolah
maupun
umumnya.
peserta
di
dilaksanakan
didik
secara
terus
saat. Misalnya upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari
SU menjelaskan bahwa mendidik karakter
senin di sekolah, salam dan salim
tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara
di depan pintu sekolah, piket
kognitif tetapi juga melalui penghayatan
kelas, shalat berjamaah, berdoa
secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai
sebelum
tersebut secara nyata dalam kehidupan
dan
sesudah
jam
pelajaran. Dan sebagainya.
sehari-hari.
menyebutkan
yang
menerus dan konsisten setiap
Menurut
pendapat prof. Dr. Noor Rachman Hadjam,
Sementara
Kementrian
karakter ini. Yaitu:
keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata,
Kurikulum
kaitannya dengan implementasi pendidikan
Implementasi pendidikan karakter di menitik
(terintegrasi),
sekolah yang harus dilaksanakan dalam
individual sekaligus social.
lebih
pelajaran
Pendidikan Nasional menyebutkan budaya
bagi
perkembangan pribadinya sebagai makhluk
sekolah
mata
sekolah.
menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri
demikian
kegiatan pengembangan diri dan budaya
harus sejalan dengan orientasi pendidikan. pembelajarannya
Dengan
dan
pengembangan pendidikan karakter dapat
Karakter
Pola
aktif
b. Kegiatan spontan itu,
kemendiknas
beberapa
Kegiatan
prinsip
accidentlyatau
pengembangan pendidikan karakter dan
terjadi
budaya bangsa di sekolah, antara lain dengan
Misalnya
cara: 1). Berkelanjutan, artinya FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ini
bersifat
spontan,
keadaan
saat
tertentu.
mengumpulkan
bahwa 344
ISSN 2502-8723
sumbangan bagi korban bencana
menyusup ke mana- mana. Nilai-nilai ajaran
alam, mengunjungi teman yang
Islam tidak hanya hadir dalam suasana legal
sakkit, atau tang sedang tertimpa
formal dalam sebuah teks maupun ajaran-
musibah, dan lain-lain
ajaran normatif tertentu, seperti pelaksanaan
c. Keteladanan
ibadah
mahdhah.
Melainkan
Sikap dan perilaku peserta didik
ajaran Islam dapat
kerapkali
meniru
struktur
perilaku
guru
sikap
moral,
melembaga ke dalam
sosial
maupun
budaya
tenaga
kehidupan masyarakat yang plural sekalipun.
pendidikan di sekolah. Oleh
Dalam konteks religious, nilai-nilai
karena
itu,
dan
dan
nilai-nilai
seluruh
warga
Islam dan nilai-nilai pendidikan karakter
sekolah harus menjadi teladan
tentu tertuang di sana. Tentu saja pandangan
yang baik bagi peserta didik.
ini diterima oleh berbagai perspektif, sebab
Misalnya memakai baju yang
dasar religius adalah dasar yang bersumber
rapi, kemudian tertib dan teratur,
dari pokok ajaran Islam yaitu al-Qur‘an dan
tidak
Hadits. Al-Qur‘an adalah kalam Allah yang
merokok,
dan
lain
sebagainya.
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui
d. Pengondisian
malaikat Jibril. Al-Qur‘an berisi segala hal
Yaitu penciptaan kondisi yang mendukung
mengenai petunjuk yang membawa hidup
berjalannya
yang
manusia bahagia di dunia dan di akhirat
berkarakter. Misalnya kondisi toilet yang
kelak. Di dalam Al-Qur‘an juga terdapat
bersih, tersedia tempat sampah yang cukup,
konsep-konsep yang menunjukan kepada
tidak ada puntukng rokok di sekolah, dan
pendidikan. Sementara itu Al-Qur‘an dan al-
lain sebagainya.
Kitab, berasal dari kata dasar qara‘a yang
KESIMPULAN
berarti membaca, sementara kitab berasal
budaya
sekolah
dari kata kataba yang berarti tulisan. Maka Pendidikan karakter bahwa pendidikan
karakter
dalam
keduanya
lebih menekankan
menunjukkan
adanya
konsep
pendidikan, yakni membaca dan menulis
moral, akhlaq, dan perilaku anak, yang
dengan pengertian yang luas.
membutuhkan keteladanan dan model, baik Oleh karena itu peran pendidik baik
di lingkungan guru, keluarga, maupun Islam
guru maupun orang tua bahkan lingkungan
mempunyai peran sentral dalam membentuk
sangat penting bagi anak dalam membentuk
prilaku manusia yang sesuai dengan tujuan
pendidikan
diciptakannya manusia. Karena pendidikan
pendidikannya,
agama Islam sebagai salah satu mata
keteladanan.
masyarakat.
pendidikan
agama
pelajaran yang mengandung muatan ajaran-
karakter.
Berkaitan
Melalui pembiasaan,
dengan
model dan
Pendidikan
ajaran Islam dan tatanan nilai hidup dan
karakter
kehidupan Islami, Karena itu nilai-nilai
terbentuknya kesadaran positif pola relasi
ajaran
sosial anak dengan lingkungan sosialnya,
Islam
pendidikan
yang
memuat
karakterdapat
nilai-nilai
dikemas
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang lebih menekankan pada
dan 345
ISSN 2502-8723
baik secara personal, social, maupun cultural
cerdas dari aspek kognitif, afektif, juga
secara teoretik.
psikomotoriknya.
Oleh
karena
itu
belajar
pada
Referensi
hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu
dan
lingkungan.
Lingkungan
rangsangan
(stimulus)
menyediakan
Abdu Rachman Assegaf. 2005. Pendidikan Nasional; Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam Dari Proklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam. Abdul Majid & Dian Andayani, 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Abdul Majid, dkk., 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya, Abdullah. 2007. Pengembangan KurikulumTeori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Abuddin Nata, 2007. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. Abuddin Nata. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:Rajawali Press, Agus Zaenul Arifin, 2012. Reinventing Human Character Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan Etika di Sekolah, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan karakter di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan: Standar Kompetemsi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) Dan Kompetensi Dasar (KD); Jakarta. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan: Standar Kompetemsi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) Dan Kompetensi Dasar (KD); Jakarta. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan: Standar Kompetemsi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) Dan Kompetensi Dasar (KD); Jakarta. Baharuddin, dkk., 2007. Pendidikan Humanistik, Konsep, teori, dan Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
terhadap individu dan sebaliknya, individu memberikan respon terhadap lingkungan. Dalam
proses
interaksi
memungkinkan perilaku
tersebut
terjadinya
terhadap
perubahan
peserta
didik.
Yang
nantinya perilaku tersebut akan berakibat positif
maupun
negative
terhadap
lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan merupakan aspek yang penting dalam
proses
hubungannya
pendidikan.
dengan
lingkungan
Dalam
lingkungan
yang
itu,
mempengaruhi
perkembangan peserta didik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: lingkungan alam luar, lingkungan dalam, dan lingkungan social/
masyarakat.
Lingkungan
social
masyarakat ini yang seringkali memberikan dampak yang mendalam pada jiwa peserta didik. Melalui interaksi antara individu dengan lingkungan sosialnya, maka siswa memperoleh pengalaman yang selanjutnya memepengaruuhi
perilakunya,
sehingga
berubah dan berkembang. Pendidikan
secara
ideal
mampu
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswanya
untuk
menginternalisasi
belajar,
nilai-nilai
serta
pendidikan,
khususnya pendidikan karakter. Sehingga nantinya peserta didik menjadi pribadi yang tangguh, serta tak akan mudah goyah oleh lingkungan yang buruk. Juga di harapkan dengan pendidikan karakter anak akan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
346
ISSN 2502-8723
Basmar, Peranan Pendidikan Agama dalam Penanggulan kenakalan remaja di Sekolah dan Luar Sekolah, Jurnal Ilmiah, Ta‘dib (Vol.2., No 2) Bukhari Umar, 2012. Hadits Tarbawi:Pendidikan dalam perspektif hadits. Jakarta: Amzah Danuta Bukatko & Marvin W. Daehler , 2001. Child development, A Thematic Approach New York: Houghton Mifflin Company. Depdiknas. 2006. Rencana Strategis Pendidikan Nasional: Konferensi Nasiona Revitalisasi Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Dharma Kesuma, dkk, 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ensiklopedia Islam, Jilid 2. 1994. Jakarta:PT. Ichtra Baru Van Hoeve, Erma Pawitasari (Kandidat Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor).Enam Prinsip Pendidikan Karakter Islami. INSISTS.htm.18/01/2013.diakses tgl 03 Juli 2014 Eugene A. Myers. 2003. Zaman Keemasan Islam (Para Ilmuwan Muslim dan Pengaruhnya terhadap Dunia Barat), ,Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Fatah yasin. 2008. Dimensi-dimensi pendidikan islam. Malang: Uin Press. Heri Gunawan. 2010. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Humaidi Tatapangarsa. 1991. Akhlak yang Mulia,Surabaya :PT. Bina Ilmu James P. Spardley. 1997. Metode Etnografi, terj. Misbach Zulfa Alisabet Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Joko Winarto. Tugas dan Tanggung Jawab Ilmuwan (www.Kompasiana.com, diakses 28 Oktober 2014 jam 06.00 WIB) Masnur Muslich. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Miftahul Huda. 2009. Idealitas Pendidikan Anak. Malang: UIN-Malang Press. Muhaimin, Kuliah Studi Kebijakan Pendidikan Islam, Makalah disampaikan pada perkuliahan, Pascasarjana UIN Maliki Malang, 30 Oktober 2009 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, hlm. 104. Baca juga Tobroni, Pendidikan Islam,. Muhammad Alim. 2006Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Rosdakarya, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung, PT. Rosdakarya. Najib Sulhan. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya: PT JePe Press Media Utama. Nur Syam. 2007. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta: LkiS. Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. PPPermen 22 th 2006- Standar isi/ Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Jakarta: Diknas. Suharsimi Arikunto. 1998Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sumadi Suryabrata. 2001. Psikologi Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo Persada, Sutarjo Adisusilo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter. Jakarta: Rajawali Pres. TB. Aat Syafaat, dkk,. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam, Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Raja Grafindo Persada, Tim Ahlai Tafsir. 2011. shahih Tafsir Ibnu Katsir, jilid 8, cet. Iv, Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir. Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka. Tobroni, Pendidikan Islam, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: IKAPI, Kreasi Jaya Utama Visi, misi, dan tujuan UIN Malang. 2009. Malang: UIN Press. Wina Sanjaya, 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zakiyah Darajat. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
347
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 KERANGKA MAKRO PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI INDONESIA Sujito IAIN Surakarta Abstract: A deliberate sight claiming a futile result of English teaching-learning in Indonesia successively from SLTP to SMU has been frequently emerged by many scholars. The failure is basically a consequence of a far cry financial allotment that entails trivially treatments to overall teaching learning process, resulted by among others, incompetence teachers, short meeting frequency, a big class, the textbook, a rigid curriculum, and limited facilities. Attempts to improve the drawbacks have been made by government. Improvements, so far, shed from the substantial needs, e.g. curriculum and textbook revision, up grading teachers, and physical development, however; that, the expected better results remain far cry. This article is for all intents to view the trivial teaching-learning treatments, focusing on the future macro plan.
Keywords: macro policy, benefits, curriculum Dalam
konteks
dan
bahasa Inggris sebagai bahasa pertama.
pembangunan bangsa Indonesia, bahasa
Ketiga, bahasa Inggris dipakai secara luas di
Inggris
sangat
berbagai bidang, misalnya: buku, koran,
strategis. Ada tiga fungsi strategis yang
media elektronik, perdagangan, teknologi,
relevan dengan kajian ini, yaitu (1) bahasa
olahraga, seminar ilmiah, komputer, iklan,
Inggris merupakan lingua franca dunia, (2)
musik, internet, dll. Menurut laporan British
bahasa Inggris merupakan bahasa utama
Council (1998) lebih dai 2/3 ilmuwan dunia
yang digunakan dalam ilmu pengetahuan
dapat
dan teknologi, dan (3) bahasa Inggris
suratsurat di dunia ditulis dalam bahasa
merupakan
Inggris, 80% informasi yang tersimpan
memiliki
pengajaran
fungsi
―bahasa
yang
pergaulan‖
antar-
pimpinan negara.
secara
internet
beberapa fakta yang mendukung kedudukan
memungkinkan
membentuk
Kanada
Inggris.
1999:3-4). dunia
Selain
seperti
itu, PBB,
Pengadilan Internasional, dll. menggunakan
jumlah pemakai bahasa Inggris dewasa ini
bahasa Inggrisbesar yang semula sebagai
kurang lebih 2 milyar atau seperempat dari
bahasa nasional, menjadi bahasa kolonial,
berkomunikasi
berubah menjadi bahasa resmi internasional,
menggunakan bahasa Inggris. Dari jumlah
dan sekarang bergerak menjadi lingua franca
itu, menurut laporan British Council (1998)
dunia (Huda, 1999; Dardjowijojo, 1998).
sekitar 320-372 juta orang menggunakan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
bahasa
NATO, Organisasi Perdagangan Dunia,
tinggi (Gunarwan, 1998). Kedua, dari segi
dunia
(Huda,
lembaga-lembaga
secara efisien dan memiliki keakuratan yang
penduduk
menggunakan
politik, dan budaya seperti Amerika, Inggris,
dan
kalimat yang dapat mengungkapkan pikiran
jumlah
dalam bahasa
memiliki pengaruh dunia di bidang ekonomi,
Inggris frasa
75%
bahasa pertama oleh negara-negara yang
Inggris memiliki kosa kata sekitar 450.000. bahasa
ditulis
Inggris,
Keempat, bahasa Inggris digunakan sebagai
bahasa Inggris di dunia. Pertama, pahasa
demikian,
elektronis
bahasa
Inggris, dan 80% dari 40 juta pemakai
Tiga fungsi tersebut ditunjang dengan
Dengan
membaca
348
ISSN 2502-8723
Dengan fungsi strategis ini, negara-
pengajaran bahasa Inggris di sekolah tingkat
negara di dunia tidak bisa menutup diri dari
menengah di Indonesia.
desakan untuk menguasai bahasa Inggris. Karena itu, wajarlah jika negara-negara
MASALAH PENGAJARAN BAHASA
tertentu yang tidak menggunakan bahasa
INGGRIS
Inggris sebagai bahasa pertama seperti,
Baradja (1990) dan Sadtono (1995)
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam
menyebutkan
mengadakan
besar-besaran
menyebabkan pengajaran bahasa Inggris
Inggris.
Di
gagal di antaranya ialah akibat adan a
Inggris
pertentangan antara hakikat belajar bahasa
diundangkan sebagai bahasa asing yang
asing dan kebijakan yang menentukan
wajib diajarkan di SLTP dan SMU. Usaha
pelaksanaan
ini terus dikembangkan hingga sekarang
Hakikat belajar bahasa asing tidak mengenal
melalui berbagai perubahan kurikulum baik
kompromi, yaitu prinsip-prinsip pengajaran
kurikulum
maupun
bahasa Inggris harus dipenuhi, misalnya:
perguruan tinggi. Pada 1993, di Malaysia
jumlah siswa dalam satu kelas tidak boleh
bahasa Inggris ditetapkan menjadi bahasa
lebih dari 20 orang dan frekuensi pertemuan
pengantar di perguruan tinggi. Di Brunei
harus tinggi. Sementara ini, kebijakan
Darussalam,
dokumen
pemerintah selalu memaksa agar dalam satu
negara, dan bahasa pengantar di sekolah
kelas diisi antara 40-55 orang. Begitu juga
ditulis menggunakan bahasa Inggris. Bahkan
frekuensi
bahasa
diselenggarakan dalam jumlah yang tinggi,
untuk
penyesuaian
menguasai
Indonesia,
bahasa
sejak
1967
sekolah
Bahasa
menengah
buku-buku
Inggris
juga
teks,
digunakan
untuk
bahwa
proses
hambatan
belajar
pertemuannya
tidak
kampung, di lingkungan keluarga, dan
banyaknya mata pelajaran lain yang harus
pergaulan
dikuasai siswa dengan frekuensi pertemuan
besar
masyarakat.
kali,
bisa
misalnya
sebagian
3-4
mengajar.
berkomunikasi bagi masyarakat di kampung-
sehari-hari
seminggu
yang
karena
yang juga tinggi.
Sejauh
ini,
bahasa
Inggris
di
Faktor yang berkaitan dengan metode
Indonesia sudah digunakan dalam berbagai
pengajaran
konteks seperti yang digunakan di Malaysia.
bukanlah hal yang terlalu menentukan. Buku
Namun frekuensi dan fungsi formalnya
teks
belum sekuat yang dilakukan di Malaysia.
dikompensasi di tangan seorang guru yang
Beberapa penelitian yang dilakukan sejak
profesional. Sebaliknya, guru yang tidak
1968
profesional belum tentu bisa menghidangkan
hingga
1999
untuk
melihat
dan
yang
tidak
teks
terlalu
hebat,
dapat
pelajaran
Indonesia
menunjukkan
menggunakan teks yang hebat. Dalam
―gagal‖.
Makalah
ini
mencoba
efektif
sebenarnya
keberhasilan pengajaran bahasa Inggris di kecenderungan
yang
buku
walaupun
is
kaitannya dengan hal ini, Baradja (1990:63)
mendeskripsikan model pengajaran bahasa
menyebutkan
Inggris di Indonesia tersebut. Diharapkan
hambatan pengajaran bahasa Inggris di
deskripsi
tersebut
SLTP dan SMU. Keenam faktor tersebut
kontribusi
bagi
bisa
memberikan
perencanaan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
makro
6
faktor
yang
menjadi
ialah (1) jumlah siswa, (2) profesionalisme 349
ISSN 2502-8723
guru, (3) frekuensi pertemuan, (4) pusat
PROFIL
sumber belajar, (5) dukungan lingkungan,
SMU
dan (6) kemauan siswa.
KEMAMPUAN
Klaim
Kenyataannya, jumlah siswa dalam
LULUSAN
mengenai
kegagalan
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia
satu kelas sebanyak 40-55 orang sehingga
didasarkan
penelitian
yang
tidak
mengukur penguasaan kosa kata
yang
memungkinkan
pembelajaran
guru
memberikan
individualized
instruction.
pada
ditargetkan
basil
dalam
kurikulum
dan
Dari aspek profesionalisme guru, diketahui
kemampuan menggunakan bahasa Inggris
bahwa guru kurang sekali penguasaan
untuk berkomunikasi lisan secara memadai.
bahasa Inggrisnya terutama bahasa Inggris
Hasil-hasil penelitian yang terpenting di
lisan. Dengan begitu, guru tidak bisa
antaranya ialah lulusan SMU di Indonesia
menjelaskan menggunakan bahasa Inggris
hanya menguasai kosa kata antara 200-1.000
secara baik di dalam kelas dan bahasa
dari 4.000 kata yang ditargetkan kurikulum.
Inggris guru tidak bisa dijadikan model
Penelitian yang mengkaji kosa kata lulusan
yangakan ditiru siswa. Dari aspek frekuensi
SMU Indonesia yang sering digunakan dasar
dan fasilitas penunjang, diketahui bahwa
kajian ialah penelitian Quinn (1968), Nation
bahasa Inggris hanya diajarkan 2 kali
(1974), dan Huda (1988).
seminggu dengan pertemuan @45 menit, dan
fasilitas
pendukung
Penelitian Quinn (1968) dilakukan
seperti
terhadap peserta tes masuk calon mahasiswa
perpustakaan, laboratorium, dan buku teks
di Universitas Satyawacana Salatiga, Jawa
sangat kurang. Tak kalah menariknya ialah
Tengah. Quinn menggunakan tes terjemahan
dukungan lingkungan, baik guru, orang tua,
yang mendasarkan pada General Service
masyarakat,
Semuanya
List. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kurang memberikan dorongan agar siswa
subjek hanya menguasai 1.000 kata. Pada
menggunakan bahasa Inggris. Misalnya, saat
1974, Nation mengadakan penelitian kosa
di kelas guru menerangkan menggunakan
kata yang digunakan dalam membaca oleh
bahasa Inggris tetapi porsinya antara 40%
mahasiswa
saja,
bahasa
menunjukkan bahwa rata-rata kosa kata yang
siswa
dikuasai mahasiswa ketika membaca teks
maupun
selebihnya
media.
menggunakan
Indonesia. Setelah keluar kelas,
menggunakan Bahasa Indonesia lagi atau
Indonesia.
Hasil
penelitian
bahasa Inggris sejumlah 600 kata.
bahkan bahasa daerah. Karena itu, kemauan
Pada 1988, Huda mengadakan survei
siswa juga rendah. Siswa lebih termotivasi
untuk meneliti kemampuan bahasa Inggris
untuk belajar bahasa Inggris karena bahasa
siswa SMU di seluruh Indonesia. Pada tahap
Inggris merupakan pelajaran wajib dan
pertama, penelitian dilakukan di 8 provinsi
sebagai syarat kenaikan kelas atau kelulusan.
yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Mereka tidak belajar karena tuntutan untuk
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali,
bisa berbicara atau kebutuhan lainnya,
dan Nusa Tenggara Barat, dengan jumlah
misalnya tidak bisa berbicara bahasa Inggris
responden 6.056. Salah satu basil penelitian
pun siswa bisa lulus.
menunjukkan bahwa penguasaan kosa kata rata-rata
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
350
siswa
ialah
200-1.000.
Pada
ISSN 2502-8723
penelitian
tahap
Huda
menurut laporan Salladien (1994:6) untuk
mengembangkan lokasi penelitian di 19
seluruh Indonesia diperlukan guru SLTP
provinsi
sehingga
sebanyak 157 ribu. Berdasarkan data ini,
penelitian meliputi 27 provinsi. Selain
penulis membuat asumsi bahwa dengan
memberi
temuan
jumlah SMU di setiap kabupaten separohnya
sebelumnya, hasil survei tahap kedua ini
saja, berarti diperlukan guru tambahan
juga
lain
di
kedua,
Indonesia
konfirmasi
menunjukkan
perubahan
pada
bahwa
beberapa
sekitar 79 ribu.
harus
dilakukan
Padahal
kebijakan
pemerintah
untuk
memperbaiki
hasil
dengan
penelitian
kemampuan
dilakukan Purba (1984), Baradja (1990),
kemampuan
bahasa
Wahab
(1996),
―Bahasa Inggris Tarzan‖ misalnya, Do you
kebijakan pengajaran bahasa Inggris di
can speak English? Must I to come early?
Indonesia yang harus diperhatikan mencakup
(Baradja, 1990); (2) guru tidak menguasai
hal-hal berikut (1) jumlah siswa dalam satu
sistem
kelas,
(3)
pronunciation-nya belepotan (Djiwandono.
kemampuan guru, (4) gaji guru, (5) fasilitas
1995); dan (3) pengetahuan grammar dan
penunjang, (6) buku teks, dan (7) kurikulum.
bahasa Inggris tulis banyak diwarnai dengan
Kendala yang berkaitan dengan jumlah
kesalahan pada tingkat elementary, misalnya
siswa di kelas terjadi di seluruh Indonesia.
He is walk to school every day; Does he
Jumlah siswa dalam satu kelas
yang
singing English (Budiharso, 1997). Selain
mencapai antara 40-55 ialah pelanggaran
itu, pada umumnya guru memiliki beban
terhadap hakikat belajar bahasa asing.
mengajar 24 jam seminggu (rata-rata 4 jam
Jumlah siswa yang ideal agar siswa bisa
sehari) dan mengajar di 4 kelas paralel.
memperoleh
secara
Dengan jumlah siswa 45 per kelas, berarti
intensif ialah 20 orang maksimum. Dengan
guru harus mengajar 220 siswa sehingga
jumlah siswa rata-rata 40 orang, guru akan
guru tidak dapat mengoreksi pekerjaan
kewalahan mengajarkan skill yang harus
siswa. Selain itu, pun guru masih harus
secara intensif dilatihkan. Dari segi frekuensi
berpikir
pertemuan, jam yang disediakan juga sangat
karena gaji yang diterima sebulan relatif
sedikit, yakni 2 x seminggu @ 45 menit.
kurang. Akibatnya, guru harus mengajar
(2)
Sadtono
frekuensipertemuan,
bimbingan
Demikian
juga
belajar
halnya
dengan
(baca:
bunyi
banyak
Inggrisnya
dengan
mencari
ngojek)
guru
guru
(1)
dan
yang
mengenai
menunjukkan
(1995),
analisis
guru untuk
mengajar masih memprihatinkan. Hasil-hasil
pengajaran yang selama ini diterapkan. Sesuai
kemampuan
baik
tambahan
di
tempat
adalah
sehingga
penghasilan
lain
untuk
kendala yang berkaitan dengan guru. Selain
menambah
jumlah guru lebih sedikit dibanding jumlah
sehingga beban guru semakin bertambah
sekolah, kemampuan guru di bidang bahasa
berat.
Inggris juga sangat kurang. Hanya guru-guru
Pada
penghasilan
yang
kurun
(moonlighting)
waktu
1984-1996,
bahasa Inggris di sekolah yang lokasinya di
perubahan kurikulum dilakukan dan buku
ibukota provinsi atau kota besar saja yang
paket juga diperbaiki. Kebijakan bongkar
memiliki kemampuan memadai. Pada 1994,
pasang kurikulum dan buku teks ini sempat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
351
ISSN 2502-8723
menjadikan
para
sebenarnya.
Para
menyesuaikan diri. Kurikulum 1984 diubah
pengajaran
setuju
menjadi Kurikulum 1994, buku teks diubah
pengajaran akan bisa diperoleh secara
secara besar-besaaran dengan rancangan
signifikan apabila jumlah dana pendidikan di
yang mengacu ke penggunaan metode
Indonesia ditingkatkan. Pada era orde baru
komunikatif dan penataran guru digalakkan
(1965-1997) alokasi dana pendidikan di
dengan
Metode
Indonesia hanya 9% untuk lima tahun. Ini
Komunikatif. Akibat dari reformasi di
berarti setiap tahun anggaran pendidikan
bidang pengajaran ini, para guru SLTP dan
berkisar antara 1,8% dari APBN. Alokasi
SMU seperti ―habis terjual‖ oleh metode
dana
baru, sehingga demam metode komunikatif
penting penunjang keberhasilan pengajaran
melanda semua guru di Indonesia. Metode
seperti: pengadaan buku teks, fasilitas,
yang
dianggap
pengurangan jumlah murid menjadi 20 orang
ketinggalan dan buku teks yang digunakan
per kelas, dan peningkatan gaji guru tidak
sebelumnya tidak digunakan lagi. Setahun
akan terpenuhi. Anggaran pendidikan yang
kemudian, metode komunikatif dianggap
diberikan oleh pemerintahan reformasi tahun
kurang sesuai dengan situasi pengajaran di
1999 pun masih belum cukup. Dengan
Indonesia, sehingga direvisi dengan nama
alokasi 19% selama 5 tahun, diperoleh hanya
metode
3,8% setahun. Jumlah anggaran ini terlalu
label
guru
Penggunaan
sebelumnya
diterapkan
kebermaknaan
approach).
bingung
(meaningfulness
Penggunaan
jelaslah
pendidikan
bahwa
dan
perubahan
komponen-komponen
ini,
sedikit jika dibandingkan dengan anggaran
dibarengi dengan diluncurkannya buku teks
pendidikan di Malaysia yang mencapai 20%
yang
secara
setahun atau di Amerika Serikat yang
nasional. Hasil penggunaan model ini juga
menurut Noll (1985) mencapai 87% dari
masih
ahli
penerimaan pajak setahun. Dalam tahun
berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai akan
pertama pemerintahan Presiden Gus Dur,
sama saja dengan penggunaan metode-
dana pendidikan sudah dinaikkan sampai 9%
metode sebelumnya. Wahab (1995) misalnya
dari rencana 30%. Jumlah ini masih dalam
dengan tegas mengatakan bahwa selama
posisi yang tidak signifikan untuk mengubah
komponen pengajaran bahasa Inggris yang
kondisi pendidikan Indonesia. Walau begitu,
diubah bukan hal mendasar, yakni tetap
nampak bahwa kebijakan pendidikan sudah
mengadakan
pasangkurikulum,
mengarah pada perbaikan-perbaikan yang
penyesusian buku teks, dan pembekalan
substansinya menyesuaikan dengan tuntutan
metode pengajaran, hasilnya sama saja
keadaan.
ditulis
belum
dan
metode
ini
ahli
diberlakukan
jelas,
bongkar
tetapi
para
dengan manggarami tiga samodra. Ditilik dari substansi kebijakan yang diperlukan
terbukti
bahwa
apa
PROFIL
yang
KEMAMPUAN
BAHASA
INGGRIS MAHASISWA
dikemukakan Wahab (1995) di atas memang
Untuk memperoleh gambaran yang
benar. Masalahnya ialah apa yang diubah
lebih lengkap mengenai profil kemampuan
dalam kebijakan itu tidak menyentuh hakikat
bahasa Inggris di Indonesia, dalam bagian
persoalan pengajaran bahasa Inggris yang
ini
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
352
dikemukakan
hasil-hasil
penelitian ISSN 2502-8723
mengenai penguasaan kosa kata dan menulis
Di
bidang
menulis,
kemampuan
yang diobservasi dari mahasiswa jurusan
mahasiswa juga menunjukkan hasil yang
bahasa Inggris di berbagai tempat. Sumber
tidak
dikaji berdasarkan hasil-hasil penelitian
misalnya, menemukan bahwa kamampuan
tesis, penelitian dengan biaya sponsor,
menulis mahasiswa semester 2, semester 4,
maupun penelitian mandiri lainnya.
dan semester 6 di IKIP jurusan bahasa
Di bidang penguasaan kosa kata,
menggembirakan.
Latief
(1990)
Inggris di Indonesia banyak diwarnai dengan
Kweldju (1997) yang meneliti kemampuan
kekeliruan
kosa kata mahasiswa jurusan bahasa Inggris
mahasiswa tidak menunjukkan kemajuan
di
penggunaan kalimat majemuk dan kalimat
6
perguruan
tinggi
di
Indonesia
gramatika
tingkat
dasar,
melaporkan bahwa penguasaan kosa kata
kompleks
walaupun
rata-rata yang dimiliki mahasiswa ialah 2000
dipelajari
sampai
kata. Temuan ini dikonfirmasi oleh Hamdi
Penelitian lain yang dilakukan Sulistyo
(1998) yang mengadakan penelitian di
(1996)
Lombok, Budiharso (1997) yang meneliti
kemampuan menulis mahasiswa jurusan
mahasiswa
dan
bahasa Inggris semester 2 banyak diwarnai
Nurweni (1998) yang meneliti mahasiswa di
dengan penggunaan ide yang berputar-putar.
Lampung.
(1998:ix)
Tulisan pada taraf ini tidak menunjukkan
menunjukkan bahwa penguasaan kosa kata
penggunaan kalimat topik, thesis statement,
rata-rata mahasiswa STKIP Hanzanwadi
dan penggunaan detil paragraf secara jelas.
Selong, Lombok ialah 1848 kata. Sementara
Mahasiswa tidak bisa mengungkapkan ide
itu, Budiharso (1997) melaporkan bahwa
secara jelas dan kalimatnya banyak memiliki
mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris yang
kekeliruan tatabahasa. Penelitian lainnya
duduk di semester 6 pada Universitas
yang dilakukan oleh Sabilah (1999) terhadap
Mulawarman
mahasiswa semester 5 Jurusan Bahasa
di
Kalimantan
Temuan
Timur,
Hamdi
Samarinda
memiliki
grammar tingkat
menunjukkan
advanced.
bahwa
Inggris
kata.
(1998:161)
Malang menunjukkan bahwa kekeliruan
melaporkan bahwa mahasiswa jurusan non-
sintaksis, tata bahasa, penggunaan tanda
bahasa
memiliki
baca, dan kosa kata sangat dominan.
kemampuan rata-rata di bidang kosa kata
Mahasiswa bahkan ada yang tidak bisa
sebanyak 1226 kata. Sejauh ini penelitian di
mengungkapkan ide secara langsung dalam
bidang kosa kata masih terus dilakukan di
bahasa Inggris. Mahasiswa harus menulis
berbagai
proyek
draf terlebih dulu menggunakan bahasa
penelitian URGE, penelitian untuk tesis S2,
Indonesia. Dalam membuat detil untuk
maupun disertasi. Walaupun hasilnya belum
paragraf penjelas, mahasiswa tidak mengerti
diketahui, namun berhubung kondisi dan
bagaimana
situasi pengajaran di Indonesia sama saja,
kontras, atau deskripsi.
Inggris
tempat
Nurweni
di
Lampung
baik
melalui
bisa diprediksikan bahwa hasilnya akan
membuat
Muhammadiyah
kutipan,
ilustrasi,
Jika dikaji lebih mendalam dan lebih
kurang lebih sama dengan penelitian yang
seksama,
sudah dilakukan sebelumnya.
mahasiswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Universitas
tingkat
kemampaun kosa kata rata-rata sebesar 1785 Sedangkan
di
sudah
353
sumber tersebut
kekurang-mampuan melibatkan
juga
ISSN 2502-8723
―kemampuan
dosen
dalam
mengajar,
KERANGKA
frekuensi pertemuan, dan Tatar belakang
REFORMASI
MAKRO:
MENUJU
penguasaan bahasa pada jenjang pendidikan
Dalam konteks reformasi, beberapa
sebelumnya. Kecuali di perguruan tinggi
kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
terkemuka
menjadi
yang
pengajaran
bahasa
kurang
relevan
atau
bahkan
Ingarisnya dijadikan program andalan seperti
menuntut
misalnya IKIP Malang, jumlah mahasiswa
penyesuaian. Para ahli meyakini bahwa
dalam satu kelas berkisar antara 35-40.
kegagalan pengajaran bahasa Inggris di
Bahkan di perguruan tinggi tertentu, jumlah
Indonesia itu hanya bisa diatasi apabila
mahasiswa dalam satu kelas ada yang
kebijakan yang diterapkan pemerintah pusat
mencapai 70 orang. Pengaturan jam belajar
diubah. Sejauh ini guru hanya bisa diam
juga bervariasi, ada yang menetapkan mata
dalam
kuliah skill seperti menulis, grammar,
dipaksakan
vocabulary, reading, listening sebanyak 4
keuangan, evaluasi, dan pemberian fasilitas
sks/semester, dan ada juga yang menetapkan
pengajaran
hanya 2 sks/semester. Bahkan ada perguruan
karenaitu, kerangka reformasi secara makro
tinggi
menekankan
yang
memberikan
perkuliahan
diadakannya
menghadapi
kebijakan
pemerintah
yang
dalam
serba
pada
tambahan (pre-course) untuk matakuliah
pemerintah tersebut.
skill dalam bentuk integrated courses yang
Berdasarkan
beberapa
yang bentuk
terbatas.
aspek
Oleh
kebijakan
hasil-hasil
penelitian
diajarkan sebelum mata kuliah speaking,
sebagaimana disebutkan di atas dan tuntutan
listening,
writing
perubahan era reformasi yang saat ini
Kebijakan
tersebut
bergulir, kerangka makro pengajaran bahasa
lembaga,
walaupun
Inggris harus banyak disesuaikan. Beberapa
reading,
diprogramkan. tergantung
pada
dan
kurikulum nasional sudah mengaturnya.
strategi yang bisa dilakukan antara lain:
Pertimbangan pokok yang mempengaruhi
1. Anggaran pendidikan harus ditingkatkan
kebijakan
tersebut
―ketersediaan
sekurang-kurangnya sampai 30% agar
insentif‖ bagi dosen yang mengajar. Dengan
masalah-masalah pokok pendidikan dan
jumlah mahasiswa satu kelas 20 orang, dan
pengajaran bisa diliput secara lebih
jam belajar 4 sks/mata kuliah, akan semakin
memadai dari semua aspek. Rendahnya
banyak
harus
anggaran pendidikan ini tidak hanya
dilakukan dosen, dan dengan sendirinya
menimpa berkurangnya mutu pengajaran
jumlah honor yang harus diberikan oleh
bahasa
lembaga jumlahnya juga bertambah banyak.
pendidikan
di
Dengan demikian, persoalan mendasar yang
keseluruhan.
Secara
menyebabkan pengajaran bahasa Inggris di
pendidikan baru diperbaiki sampai tahap
perguruan tinggi kurang berjalan sesuai
peraturan saja. Menurut Ismail (1997),
dengan harapan ialah faktor kurangnya dana.
anggaran terbesar pemerintah selama 32
jumlah
ialah
pertemuan
yang
Inggris,
melainkan Indonesia politis,
juga secara sektor
tahun terakhir banyak tersedot untuk sektor perbankan dan militer. Ismail meyakini bahwa perubahan pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
354
ISSN 2502-8723
baru akan terjadi secara signifikans
memadai melalui kelas kecil dan jumlah
apabila anggaran belanja negara untuk
jam pertemuan yang bertambah.
sektor pendidikan ditingkatkan sampai minimal
30%.
Anggaran
3. Mendorong para guru untuk mengikuti
ini
bisa
program studi lanjut baik jenjang S2 atau
meningkatkan
gaji
short course di luar negeri. Pemerintah
fasilitas
perlu memberi fasilitas dalam bentuk
penunjang belajar, dan program-program
biasiswa. Agar program ini efisien,
pelatihan. Selain itu, anggaran untuk
perguruan tinggi negeri di setiap provinsi
pembangunan
bisa difungsikan untuk membuka kerja
digunakan untuk guru,
kemampuan
guru,
gedung
sekolah
baru
dibatasi dan dialihkan untuk biaya
sama
penelitian
mengalokasikan anggaran belanja untuk
dan
pengembangan
serta
insentif lain untuk mendorong prestasi
4. Meneruskan
2. Membentuk kelas kecil maksimum 20 per
kelas
daerah
bisa
kebijakan
pengajaran
bahasa Inggris mulai dari SD, SLTP, dan
menyediakan
SMU secara lebih bertanggungjawab.
laboratorium serta perpustakaan bahasa
Untuk itu, program pengajaran dan
Inggris yang memadai. Kelas-kelas kecil
kurikulum tidak perlu terus-menerus
ini dilengkapi dengan sarana pengajaran
diperbaiki,
yang memadai, seperti laboratorium,
kurikulum dan buku teks yang sudah
media
buku-buku
dilakukan sejauh ini belum menunjukkan
penunjang. Selanjutnya, jam pertemuan
hasil yang memadai. Baradja (1990)
di
yang
berkeyakinan dengan metode yang ada
memberikan akomodasi bagi penguasaan
sekarang pun, jika hakikat belajar bahasa
skill bahasa Inggris secara seimbang.
asing dipenuhi, seperti: kelas kecil, guru
Jika sejauh ini orientasi pengajaran
profesional, frekuensi pertemuan cukup,
bahasa Inggris lebih diarahkan untuk
dan fasilitas menunjang, hasil pengajaran
mencapai nilai tinggi dalam EBTANAS,
akan bisa lebih baik. Untuk pengajaran
yang sebenarnya merupakan negative
di SD, ketersediaan guru bahasa Inggris
backwash sebagaimana tercermin dalam
yang diangkat pemerintah harus cukup
proses pengajaran di kelas yang lebih
dan matapelajaran bahasa Inggris tidak
berorientasi pada transfer pengetahuan
boleh diselipkan sebagai muatan lokal
guru
soal-soal
saja. Tidak semua ahli setuju bahasa
EBTANAS sehingga tujuan pengajaran
Inggris diajarkan di SD jika sistem
bahasa untuk berkomunikasi hilang, saat
pengajaran dan kebijakan pemerintah
ini orientasi bisa dikembangkan secara
tidak disesuaikan. Karena itu, tuntutan
lebih mandiri untuk penguasaan bahasa
agar syarat-syarat peri2ajaran bahasa
Inggris sebagai alat komunikasi lisan dan
Inggris yang ideal harus dipenuhi, perlu
tertulis. Untuk itu, keterampilan di
mendapat prioritas penanganan.
pengajaran,
kelas
untuk
perlu
dan
pemerintah
program biasiswa daerah.
guru dan siswa.
orang
dan
dan
ditambah,
menguasai
bidang listening, reading, speaking, dan
5. Mendorong
writing perlu diberikan proporsi yang FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
karena
menyelenggarakan 355
bongkar
kebijakan
pasang
untuk
kerjasama
dengan
ISSN 2502-8723
perguruan tinggi asing yang membuka
Kanwil Pendidikan Nasional memantau
program
dan mengecek akurasi pelaksanaannya.
dengan
bahasa
pengantar
bahasa Inggris (twinning atau transfer of
Kanwil/Dinas
credits).
hendaknya tidak terlalu intervensi.
Dorongan
bisa
berupa
kemudahan, bantuan administrasi dan
8. Untuk
biaya (Huda, 1999). 6. Jumlah pelajaran di sekolah setiap
Pendidikan
mendorong
belajar
kondusif,
perlu
diberi
agar
Nasional
persaingan
masyarakat
umum
kemudahan
untuk
kursus
bagi
semester perlu dikurangi agar siswa lebih
menyelenggarakan
bisa
masyarakat umum dan anak sekolah.
menguasai
pelajaran
secara
mendalam. Pembelajaran mendasarkan pada
‗learners‘
mengutamakan
autonomy
9. Mendorong digunakannya bahasa Inggris
yang
kemandirian
sebagai bahasa pengantar di dalam kelas
siswa.
untuk
pelajaran
non-bahasa
Untuk itu, jumlah pelajaran tidak perlu
misalnya
terlalu banyak, tetapi mengutamakan isi
dalam kuliah umum. Untuk itu, guru
sesuai dengan jenjang sekolah yang akan
non-bahasa Inggris bisa bekerja sama
ditempuh.
dengan
Dengan
begitu,
pelajaran
fisika,
guru
kimia,
Inggris,
bahasa
matematika
Inggris
atau
bahasa Inggris bisa diajarkan secara
mengundang ahli yang menguasai bahasa
lebih intensif baik dari segi jumlah jam
Inggris.
pertemuannya
maupun
cakupan
keterampilan yang diajarkan. 7. Evaluasi
yang
PENUTUP
diselenggarakan
Sudah
bertahun-tahun
para
ahli
hendaknya menekankan pada proses dan
pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris
bukan hasil. Untuk itu, EBTANAS yang
menemukan
bahwa
bentuk
Inggris
Indonesia
soalnya
pilihan
ganda
dan
di
pengajaran gagal.
bahasa Indikator
dilaksanakan serentak dalam bentuk
kegagalan itu di antaranya lulusan SMU
―proyek nasional‖ perlu ditinjau kembali.
hanya menguasai 1.000 kata, dan lulusan
Dalam evaluasi bahasa Inggris evaluasi
SMU tidak bisa menggunakan bahasa
proses lebih relevan untuk menguji
Inggris secara lisan serta tertulis. Hasil-hasil
beberapa
sekaligus,
penelitian sejak 19681999 menunjukkan
misalnya, ujian berbicara atau menulis.
bahwa faktor-faktor penyebab kegagalan itu
Dalam
tersebut,
meliputi: siswa, guru, fasilitas, frekuensi
keterampilan
kedua
jenis
ujian
penguasaan
kosa
kata,
tatabahasa,
pertemuan, dukungan lingkungan, dan minat
penguasaan
topik,
dan
penegunaan
siswa itu sendiri. Namun jika dikaji secara
kalimat yang senyatanya lebih bisa
seksama, faktor utama penyebab kegagalan
dicermati oleh penguji. Untuk itu, sistem
itu ialah kurangnya dana pendidikan yang
ujian perlu dibuat secara ―otonomi‖
diberikan pemerintah. Dalam konteks makro,
yakni diserahkan kepada panitia ujian
faktor dana itu berada di luar jangkauan guru
lokal, misalnya kecamatan, kabupaten,
dan para ahli pendidikan. Karena itu, secara
provinsi.
diberi
politis reformasi kebijakan perlu diadakan.
kewenangan menguji sendiri sedangkan
Pemerintah mau tidak mau harus menaikkan
Setiap
sekolah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
356
ISSN 2502-8723
Bahasa Brunei DarussalamIndonesia-Malaysia di Malang, 8-9 Maret 1999. Huda, Nuril. 1999b. Menuju Pengajaran Bahasa Berbasis Strategi Belajar. PidatoPengukuhan Guru Besar IKIP Malang, 12 Mei 1999. Malang: IKIP Malang. Ismail, Taufik. 1997. Panorama Sastra Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka. Latief, Adnan M. 1990. Assessment of English Writing Skills for Students ofEnglish as a Forfeign Language at IKIP Malang. Ph.D‘s Dissertation. University of Iowa. Noll, JW. 1985. Taking Sides: Clashing Views on Controversial Educational Issues.Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc. Nurweni, A dan Read, J. 1998. English Vocabulary Knowledge of IndonesianUniversity Students. International Journal in English for Specific Purposes. Vol. 12.No. 2. p. 161-175. Sabilah, Fardini. 1999. Problems and Strategies in Developing English Essay Facedby the Fifth Semester Students of Muhammadiyah University of Malang. Thesis.Malang: PPS IKIP Malang. Sadtono. 1995. Perspektif Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia. Malang: IKIPMalang. Salladien. 1994. Pengembangan Kurikulum FPIPS dan JP IPS Merupakan Refleksi Kebutuhan Masyarakat Dalam Era Pembangunan. Makalah disajikan dalam ForumKomunikasi Pimpinan FPIPS-IKIP/JP IPS FKIP se Indonesia, 30 April 1994. Sarjadi, Soegeng. 1998. Reformasi Kebijakan Menyongsong Milenium Ketiga. Jakarta: Gramedia. Semiawan, CR dan Joni, T.R. 1993. Pendekatan Pembelajaran: Acuan Konleptual Pengelolaan Kegiatan Belajar-Mengajar di Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikti.
anggaran pendidikan, sehingga tuntutan agar satu kelas bahasa diisi 20 orang, frekuensi pertemuan
ditambah,
insentif
guru
dinaikkan, dan fasilitas pendukung bisa dikembangkan, bisa dilaksanakan. Dalam konteks reformasi politik yang saat ini terjadi secara besar-besaran, paradigma di segala bidang mungkin ada yang tidak relevan lagi. Karena itu, reformasi di bidang pengajaran
bahasa
Inggris
khususnya
selayaknya dilakukan mulai saat ini. DAFTAR RUJUKAN Baradja. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang. British Council. 1998. Informasi Pendidikan di Inggris. British Council. Budiharso, Teguh, 1997. English Competence of Secondary English Teacher inSamarinda. Universitas Mulawarman, Jurnal Respons Vol. 1 No. 1. April 1997. Dardjowidjojo, S. 1998. Bahasa Asing Sebagai Bahasa Pengantar dalam SistemPendidikan. Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26-30 Oktober 1998. Djiwandono, Soenardi M. 1995. Kemampuan Bahasa Inggris Mahasiswa PPS:Peranannya dalam Menunjang Belajar dan Cara Pengembangannya. Malang: PPSIKIP Malang. Gunarwan. A. 1998. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing di Indonesia di dalam EraGlobal. Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26-30Oktober 1998. Hamdi, Zulpiani. 1998. Measuring Students‘ Productive Vocabulary Size andInvestigating Students‘ Composition Skill at STKIP Hamzanwadi Selong. Thesis.Malang: IKIP Malang. Huda, Nuril. 1990. A Survey of the Teaching of English in Secondary Schoolsin Eight Provinces. TEFLIN Journal, 3(1). p. 5-17. Huda, Nuril. 1999a. Strategi Pemantapan Pengajaran Bahasa Indonesia danPengajaran Bahasa Asing Dalam Menghadapi Globalisasi. Makalah Disajikandalam Seminar Kebahasaan, Sidang ke-38 Majelis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
357
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Bercirikan Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra Pada Materi Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Untuk Kelas X SMK Nur Aini Indah Hermianty1), Toto Nusantara2), Abdul Qohar3) 1. SMK Negeri 1Pasuruan 2,3. Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan lembar kegiatan siswa bercirikan penemuan terbimbing berbantuan GeoGebra pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat yang valid, praktis dan efektif. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Subyek penelitian ini siswa kelas X SMK Negeri 1 Pasuruan. Pengumpulan data menggunakan lembar validasi, lembar observasi, angket respon siswa dan tes. Hasil penelitian menunjukkan (1) LKS memenuhi kriteria valid berdasarkan hasil penilaian ahli, (2) LKS memenuhi kriteria praktis berdasarkan hasil pengamatan keterlaksanaan LKS dan aktivitas siswa, dan (3) LKS memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil tes penguasaan bahan ajar, dan hasil analisis angket respon siswa. Kata Kunci: Lembar Kegiatan Siswa, Persamaan dan Fungsi Kuadrat, Penemuan Terbimbing, GeoGebra, Model Pengembangan 4D oleh Thiagarajan.
Pendahuluan
yaitu
pembelajaran
Pembelajaran
Tahun 2014 pemerintah menerapkan
penemuan.
penemuan
memberikan
diberi
nama
kesempatan bagi siswa untuk mengambil
Kurikulum
2013
bagian secara aktif dalam proses belajar
dirancang untuk mempersiapkan generasi
mengajar. Hal ini juga membantu siswa
yang
sikap,
untuk sampai pada generalisasi matematika
keterampilan.
atau aturan melalui proses induksi dan
kurikulum
baru
Kurikulum
yang
2013.
kompeten,
pengetahuan Sehingga
baik
dalam
maupun terbentuk
generasi
deduksi.
yang
Ada
dua
jenis
pembelajaran
inovatif,
penemuan yaitu penemuan murni dan
pada
penemuan terbimbing. Dalam penemuan
berbangsa,
murni guru menyampaikan masalah dan
dunia.
membiarkan siswa mengeksplorasi sendiri,
baru memerlukan
menggunakan intuisi dan pelajaran yang
penyesuaian bahan ajar yang mendukung
telah diperoleh sebelumnya dengan sedikit
tujuan kurikulum. Untuk itu, diperlukan
arahan atau tidak sama sekali. Namun
adanya pengembangan bahan ajar yang
metode ini tidak dapat dilakukan oleh
sesuai dengan
siswa
beriman, serta
produktif, mampu
kreatif,
berkontribusi
kehidupan
bermasyarakat,
bernegara
dan
peradaban
Penerapan kurikulum
karakteristik Kurikulum pada
bawah karena untuk siswa dengan rentang
memperkuat
ini masih membutuhkan banyak bimbingan
2013. Karakteristik
pembelajaran
Kurikulum
yaitu
2013
dari
pendekatan ilmiah (scientific approach). Salah yang
satu
menerapkan
model
dengan kemampuan menengah ke
digunakan
pembelajaran
pendekatan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
guru.
Sehingga
penemuan
merupakan
yang
penemuan
terbimbing. Penemuan terbimbing adalah
ilmiah 358
ISSN 2502-8723
suatu
metode
membimbing
mengajar siswa
dimana
melalui
kegiatan yang open-ended mendorong sendiri
siswa
menyelesaikan
siswa, dapat
lebih
mengaktifkan
kegiatan-
dalam
menemukan
dengan tujuan
dapat
menyesuaikan
menemukan
(Brosnahan,
guru
2001).
dan
dengan kompetensi
dasar yang hendak dicapai. Sedangkan
Siswa
LKS
yang
dibeli
umumnya
berisi
ringkasan materi, contoh soal yang kurang
memberikan petunjuk, arahan, pelatihan,
mengajak siswa menemukan sendiri konsep.
umpan balik, atau pemodelan agar siswa
Setiap LKS disusun dengan materi-
keluar
jalur
dan
konsep
guru
tidak
masalah
konsep
suatu
siswa
(Mayer,
2004).
materi
dan
tugas-tugas
tertentu
yang
Langkah-langkah pembelajaran penemuan
dikemas sedemikian rupa untuk mencapai
terbimbing
tujuan tertentu. Sehingga mengakibatkan
meliputi:
masalah,
menyajikan
mengeksplorasi
dengan
LKS memiliki berbagai macam bentuk.
bimbingan guru, memverifikasi dan
Macam- macam bentuk LKS, antara lain a)
menggeneralisasi
atau
menyimpulkan
LKS yang membantu siswa menemukan
(Prasad, 2011). Beberapa hasil penelitian
suatu konsep. b) LKS yang membantu
yaitu
Zaini
siswa menerapkan dan mengintegrasikan
penemuan
berbagai konsep yang telah ditemukan.
Pujiono,
menunjukkan
Djunaidi,
dan
keberhasilan
terbimbing.
c)LKS yang berfungsi sebagai penuntun
Untuk
penerapan
belajar. d) LKS yang berfungsi sebagai
dikembangkan
penguatan. e) LKS yang berfungsi sebagai
suatu bahan ajar. Salah satu bahan ajar
petunjuk praktikum. Dalam penelitian ini
pendukung yaitu Lembar Kegiatan Siswa
akan dikembangkan LKS dengan
(LKS). Lembar
pertama
Kurikulum
mendukung
2013,
perlu
Kegiatan Siswa
yang
selanjutnya disebut LKS adalah lembaranlembaran
berisi
tugas
yang
yaitu
LKS
yang
bentuk
berfungsi
membantu siswa menemukan konsep.
harus
Penggunaan
komputer
sebagai
dikerjakan oleh peserta didik (Diknas,
media pembelajaran dikenal dengan nama
2008). Biasanya LKS berisi petunjuk atau
pembelajaran dengan bantuan komputer.
langkah-langkah
menyelesaikan
Dilihat dari situasi belajar, pembelajaran
suatu tugas. LKS merupakan materi ajar
dengan bantuan komputer bisa berbentuk
yang dikemas sedemikian rupa dengan
tutorial, drills and practice, simulasi, dan
harapan siswa dapat mempelajari materi
permainan. Teknologi memiliki peranan
ajar secara mandiri.
penting dalam membuat simulasi mudah
untuk
Pada umumnya LKS dibeli dan
dilakukan
di
bukan dibuat sendiri oleh guru. Padahal
software
telah
LKS yang dibuat sendiri oleh guru dapat
membantu
lebih menarik
satu
dan lebih kontekstual
kelas.
proses
software
macam
dikembangkan
untuk
pembelajaran.
Salah
yang dikembangkan
dapat
maupun lingkungan sosial budaya siswa.
software
Selain itu, LKS yang dibuat sendiri oleh
pembelajaran matematika dapat digunakan
guru
dengan cara yang berbeda, antara lain 1)
mengakomodasi
kebutuhan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
359
secara
dan
sesuai dengan situasi, kondisi sekolah
lebih
diperoleh
Berbagai
GeoGebra.
gratis
adalah
GeoGebra
dalam
ISSN 2502-8723
GeoGebra
untuk
visualisasi,
2)
demonstrasi
GeoGebra
dan
siswa kurang memahami materi ini. Hal ini
digunakan
disebabkan
siswa
mengalami
kesulitan
sebagai alat kontruksi, 3) GeoGebra dan
dalam
penemuan matematika, GeoGebra dapat
terutama
membantu
suasana
melengkapkan bentuk kuadrat. Selain itu,
dan
siswa juga
yang
untuk
sesuai
GeoGebra
menciptakan
untuk
belajar,
digunakan
untuk
4)
persiapan
materi ajar (Howenwarter dan
penyelesaian persamaan kuadrat pada
pemfaktoran
dan
mengalami kesulitan dalam
menggambar dan menentukan karakteristik
Fuchs,
grafik fungsi kuadrat. Hal ini didukung
2004). GeoGebra dapat digunakan untuk
oleh hasil pra penelitian Tresnaningsih
meningkatkan
dalam
(2002)
2011).
kesulitan
belajar
motivasi
matematika
(Jarviz,
Kelebihan penggunaan lain:
1)
tampilan
siswa layar
siswa
GeoGebra antara
dapat sesuai
siswa
mengalami
menyelesaikan
persamaan
kuadrat untuk a < 1, dan hasil penelitian
menyesuaikan kreasinya,
menyatakan
Ismail (2011) menunjukkan
(2)
kesulitan
siswa dalam menggambar grafik fungsi
GeoGebra dibuat untuk membantu siswa
kuadrat
memperoleh pemahaman matematika yang
pemahaman tentang konsep titik potong,
lebih baik melalui manipulasi variabel atau
kurang
gambar,
persamaan kuadrat, dan kurang memahami
(3)
GeoGebra
memberikan
antara
menguasai
kesempatan yang baik untuk pembelajaran
hubungan
kooperatif, (4) input aljabar memungkinkan
menggambar
siswa
wawancara
membangun
obyek
baru
atau
lain:
antar
cara
kurangnya
menyelesaikan
unsur
dalam
langkah
grafik.
Dari
hasil
beberapa
guru
dengan
memodifikasi obyek yang sudah ada dengan
matematika SMK Negeri 1 Pasuruan pada
memasukkan perintah (Dikovic,2009).
bulan
Dalam
penelitian
ini
akan
Januari
2014
siswa
mengalami
kesulitan dalam menentukan faktor yang
menggunakan komputer karena mayoritas
sesuai
SMK
melengkapkan bentuk kuadrat sempurna,
jurusan
komputer
memiliki
laboratorium
komputer yang memadai.
dan
Selain
mayoritas
itu,
komputer
memiliki
dengan
siswa
persamaan
membutuhkan
dalam
kuadrat,
waktu
siswa
jurusan
lama
laptop
sendiri.
fungsi kuadrat. Sehingga siswa tidak dapat
Persamaan dan fungsi kuadrat merupakan
menemukan
salah satu topik pada Kurikulum 2013
kuadrat
untuk kelas X SMA. Materi ini sangat
sendiri.
menggambarkan
yang
karakteristik dengan
grafik
pengalaman
grafik
fungsi mereka
penting dikuasai siswa karena materi ini
Salah satu kompetensi dasar pada
digunakan pada materi-materi selanjutnya
topik Persamaan dan Fungsi Kuadrat adalah
seperti pada materi menyelesaikan fungsi
menggambar grafik fungsi kuadrat
triginometri,
limit
fungsi,
persamaan
dengan nilai a, b, dan c
lingkaran, turunan untuk menemukan nilai
tertentu. Selanjutnya nilai a diubah dalam
stationer dan integral untuk menghitung
berbagai nilai sedangkan b dan c tetap.
luas. Dari hasil tes siswa SMK Negeri 1
Untuk menguji dugaan tentang gambar
Pasuruan pada tahun 2013, 80%
grafik fungsi yang terjadi akan sangat
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
360
ISSN 2502-8723
terbantu
jika
dalam
penyampaian
digunakan,
menyusun
lembar
2014:163). Hal ini sesuai dengan fungsi
pengembangan dilakukan dua tahap utama
utama media pembelajaran adalah sebagai
yaitu validasi lembar kerja siswa oleh ahli
alat bantu guru dalam mengajar untuk
dan praktisi yang disertai dengan revisi
menciptakan iklim, kondisi dan lingkungan
kemudian dilanjutkan dengan uji coba
belajar
lapangan.
telah
disusun
dan
siswa.
mendesain
menggunakan media TIK (Kemdikbud,
yang
kerja
dan
Pada
Pada
tahap
tahap penyebarluasan
direncanakan. Berdasarkan uraian di atas,
dilaksanakan
maka penelitian ini akan dikembangkan
produk berupa lembar kerja siswa pada
Lembar
subyek penelitian.
Kegiatan
penemuan
Siswa
terbimbing
bercirikan
dengan
bantuan
Tingkat
komputer pada materi Persamaan Kuadrat
siswa
untuk siswa kelas X SMK.
tampilan,
dan
dengan
membagikan
kevalidan
dilihat
dari
isi,
tiga
dan
kerja
aspek
yaitu
bahasa.
Untuk
Penelitian ini merupakan penelitian
mengetahui
pengembangan
and
keefektifan
dan
dilakukan uji coba lapangan. Uji coba
Development).
(Research
Model
penelitian
tingkat
lembar
lembar
kepraktisan kerja
lapangan
pengembangan
dikemukakan
Pasuruan pada kelas X RPL 1 tahun ajaran
Thiagarajan, Semmel & Semmel (1974).
2014/2015 .Jenis data pada penelitian ini
Model pengembangan ini terdiri dari empat
meliputi data kualitatif dan data kuantitatif.
tahap yaitu define (pendefinisian), design
Data kualitatif berupa catatan, kritik, dan
(perancangan), develop (pengembangan),
saran dari validator ahli, praktisi maupun
dan disseminate (penyebarluasan). Pada
siswa.
tahap pendefinisian dilaksanakan melalui
menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
beberapa langkah sebagai berikut: analisis
Data kuantitatif berupa skor hasil validasi,
awal-akhir
skor hasil observasi, angket respon siswa
meliputi
yang
(front-end analisis
analysis)
terhadap
yang
ketersediaan
dan
Data
ketuntasan
di
maka
pengembangan ini diadaptasi dari model 4D
dilaksanakan
siswa
dan
SMKN
kualitatif
belajar.
1
dianalisis
Analisis
data
sumber belajar dan kondisi pembelajaran
kuantitatif menggunakan analisis statistik
yang sedang berjalan, analisis karakter
deskriptif.
siswa
(learner
kompetensi
dasar
tugas
yang
(task
analysis),
yang
analysis),
akan
analisis
Produk yang dikembangkan berupa
untuk menentukan
lembar kerja siswa bercirikan penemuan
dilakukan
siswa
terbimbing berbantuan
GeoGebra pada
menentukan
konsep
materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat untuk
akan dikembangkan
(concept
siswa kelas X SMK. Komponen dalam
tujuan
lembar kerja siswa ini meliputi: petunjuk
diajarkan
penggunaan, tujuan pembelajaran, kegiatan
analysis),
dan
pembelajaran
yang
menyusun hendak
(Specifying instructional objectives). Pada
yang
tahap perancangan dilaksanakan melalui
penemuan terbimbing, dan latihan. Untuk
langkah
menyusun
tes kriteria (lembar
kegiatan 4 dan kegiatan 5 menggunakan
validasi),
memilih
media
bantuan file GeoGebra yang sudah dibuat
yang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
akan 361
harus
dilakukan
sesuai
langkah
ISSN 2502-8723
kuadratnya ≠ 1 pada kegiatan 2 dan 3,
peneliti. Materi yang akan dikembangkan
menggunakan GeoGebra sesuai petunjuk
dalam penelitian ini diambil dari silabus
pada kegiatan 4 dan 5. Tahap memverifikasi
Kurikulum
lima
tercermin
3.10
dalam LKS setelah kegiatan eksplorasi.
2013
kompetensi
yang
dasar
meliputi
yaitu:
(1)
pada
Mendeskripsikan persamaan dan fungsi
Sedangkan
kuadrat, memilih strategi dan menerapkan
tercermin
untuk menyelesaikan persamaan dan fungsi
kesimpulan.
kuadrat
serta
memeriksa
kebenaran
pertanyaan-pertanyaan
tahap pada
menggeneralisasi kegiatan
membuat
Dari kuantitatif hasil validasi LKS
jawabannya, (2) 3.11 Menganalisis fungsi
menunjukkan
dan persamaan kuadrat dalam berbagai
tampilan
bentuk penyajian masalah kontekstual, (3)
menunjukkan rerata 3,15 dan pada aspek
3.12 Menganalisis grafik fungsi dari data
bahasa menunjukkan rerata 3,50. Rerata
terkait masalah nyata dan menentukan
validasi secara keseluruhan adalah 3,21 dari
model matematika berupa fungsi kuadrat,
rerata maksimal 4,00. Berdasarkan kriteria
(4) 4.9 Mengidentifikasi dan menerapkan
yang ditetapkan maka LKS memenuhi
konsep fungsi dan persamaan kuadrat dalam
kriteria valid.
menyelesaikan
Berdasarkan data kualitatif hasil validasi
masalah
nyata
dan
rerata
LKS,
3,25
pada
pada
aspek
aspek
isi
LKS
menjelaskannya secara lisan dan tulisan,
dilakukan revisi antara lain 1) mengurangi
dan (5) 4.10 Menyusun model matematika
soal pada halaman 2 dan memberikan
dari
petunjuk pada tempat mengisi jawaban, 2)
masalah
persamaan
yang
dan
berkaitan
fungsi
dengan
kuadrat
dan
memberikan contoh isian jawaban pada
menyelesaikan serta memeriksa kebenaran
kolom pertama tabel halaman 3, 3)
jawabannya.
dasar
memberikan petunjuk cara menjawab pada
lima
kotak jawaban soal b halaman 4,4) memberi
tersebut
Kelima
kompetensi
dikembangkan
menjadi
kegiatan siswa dalam LKS. Dalam
setiap
kegiatan
keterangan sumbu koordinat pada diagram terdapat
kartesius.
aktivitas-aktivitas siswa yang sesuai dengan tahapan penemuan
Berdasarkan data kualitatif hasil uji
terbimbing. Tahap
coba lapangan dilakukan beberapa revisi
mengamati dapat dilihat pada setiap awal
terhadap LKS antara lain mengubah kalimat
kegiatan yaitu siswa diminta mengamati
pada tugas nomor 4 kegiatan 1 dan
tabel yang berisi kalimat matematika pada
memberikan contoh penyelesaiaan pada
kegiatan 1, tabel cara menentukan akar-akar
tabel jawaban soal nomor 1 kegiatan 2.
persamaan kuadrat pada kegiatan 2 dan 3,
Berdasarkan data kuantitatif hasil uji coba
dan siswa mengamati gambar pada kegiatan
produk diperoleh informasi LKS memenuhi
4 dan 5. Tahap mengeksplorasi tercermin
kriteria praktis. Hal ini ditunjukkan oleh
pada kegiatan siswa dalam membedakan
rerata rerata aktivitas siswa 3,13 sehingga
persamaan dan bukan persamaan kuadrat
memenuhi kategori sangat aktif. Selain,
pada kegiatan 1, menentukan akar-akar
memenuhi kriteria kepraktisan, hasil uji
persamaan
coba
kuadrat
yang
koefisien
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
362
lapangan
juga
menunjukkan ISSN 2502-8723
keefektifan LKS. Hal ini ditunjukkan oleh
mengacu
siswa memberi respon positif dengan rerata
terbimbing
2,55 dan persentase siswa yang tuntas adalah
meliputi:
80% dari jumlah subyek penelitian. Dari
memverifikasi, menggeneralisasi (Prasad:
hasil proses validasi hingga uji coba dapat
2011). Tahap mengamati dapat dilihat pada
disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Siswa
setiap awal kegiatan yaitu siswa diminta
yang
mengamati
dikembangkan
memenuhi
kriteria
valid, praktis dan efektif.
pada
4
tahapan
(guided
discovery)
mengamati,
tabel
penemuan yang
mengeksplorasi,
yang
berisi
kalimat
matematika pada kegiatan 1, tabel cara menentukan akar- akar persamaan kuadrat
PEMBAHASAN
pada kegiatan 2 dan 3, dan siswa mengamati
Produk yang dikembangkan pada
gambar pada kegiatan 4 dan 5. Tahap
penelitian ini adalah Lembar Kegiatan Siswa Bercirikan Berbantuan
Penemuan GeoGebra
mengeksplorasi tercermin pada kegiatan
Terbimbing pada
siswa dalam membedakan persamaan dan
Materi
bukan persamaan kuadrat pada kegiatan 1,
Persamaan dan Fungsi Kuadrat untuk Kelas
menentukan akar-akar persamaan kuadrat
X SMK. LKS ini bercirikan penemuan terbimbing
sehingga
kegiatan
yang koefisien kuadratnya
yang
≠ 1 pada kegiatan 2 dan 3, menggunakan
dilakukan siswa mencerminkan langkah– langkah
penemuan
terbimbing
GeoGebra sesuai petunjuk pada kegiatan 4
yaitu
dan 5. Tahap memverifikasi
mengamati, mengeksplorasi, memverifikasi
pada
dan menggeneralisasi. Selain itu LKS ini
kegiatan dalam LKS menggunakan program GeoGebra.
GeoGebra
digunakan
mengeksplorasi pada Kegiatan Kegiatan 5 dalam LKS. GeoGebra
untuk 4 dan
sesuai
tahapan
kesimpulan. di
Dengan
atas
sendiri
Sesuai
siswa
dapat
pengetahuannya.
prinsip
pembelajaran
konstruktivisme, siswa akan belajar jika aktif
mengkonstruk
pengetahuannya
dengan
Dengan
permintaan di LKS. Kemudian siswa akan
sendiri.
mengkonstruk sendiri
pengetahuannya, siswa lebih memahami
dapat melihat grafik yang terjadi. Dalam file
konsep yang telah dipelajari
kegiatan 2, siswa diminta menggeser slider
(Mustafa:
sesuai dengan petunjuk LKS. Dari kegiatan
matematika
ini siswa dapat menemukan hubungan
2008).
terjadi
Proses
apabila
belajar bahasan
matematika tidak disajikan dalam bentuk
koefisien kuadrat (a), koefisien x (b) dan
yang sudah tersusun final, melainkan siswa
konstanta (c) dengan bentuk dan posisi
dapat terlibat aktif di dalam menemukan
grafik.
konsep-konsep, LKS produk pengembangan pada
struktur-struktur
sampai
kepada teorema atau rumus-rumus (Hudoyo:
tiap pertemuan memiliki 4 kegiatan pokok FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tahap
membuat
kegiatan 1 siswa diminta mengisi input box yang
Sedangkan
kegiatan
mengkonstruk
yang
setelah
menggeneralisasi tercermin pada
pembelajaran lebih interaktif. Dalam file
bilangan
eksplorasi.
pembelajaran
digunakan file yang disusun penulis agar
dengan
pertanyaan-pertanyaan
kegiatan
berbantuan GeoGebra sehingga beberapa
tercermin
2005). 363
ISSN 2502-8723
Aktivitas
mengamati
mengeksplorasi
pada
5 menggunakan
dan
pertemuan. Sehingga LKS ini dilakukan
Kegiatan
dalam
GeoGebra.
sebagai pengamat kekurangan waktu pada
5
pertemuan.
penulis
Siswa mengeksplorasi fungsi kuadrat
pertemuan
pada GeoGebra dengan menggeser slider
menunggu
yang terdapat pada GeoGebra. Berdasarkan
melaksanakan kegiatan selanjutnya, padahal
eksplorasi tersebut siswa mengetahui bahwa
kegiatan 1 dan lainnya saling berkaitan.
grafik
fungsi
kuadrat
dapat
berubah
pertama
Menurut
perintah
melakukan
diberikan. Hal ini sesuai dengan Dikovic
kemandirian
(2009:192)
berpendapat
menyatakan
siswa
guru
untuk
Hal ini dikarenakan siswa takut
berdasarkan koefisien dan konstanta yang
yang
disebabkan
bahwa
kesalahan
dan
kurangnya
siswa.
Sehingga
penulis
sebaiknya guru mengarahkan
―GeoGebra was created to help students gain
siswa untuk menyelesaikan semua kegiatan
a better understanding of mathematics.
sampai selesai dengan usaha siswa sendiri
Students can manipulate variables easily . . .
dan kemudian memberikan umpan balik
by using sliders‖
pada saat diskusi.
Dalam menyelesaikan LKS dengan menggunakan
GeoGebra
siswa
Hasil analisis menunjukkan bahwa
dalam
LKS untuk pembelajaran Persamaan dan
kelompok saling bekerja sama dengan cara
Fungsi
membagi tugas. Ada tiga tugas yang
terbimbing
dilakukan yaitu (1) membaca perintah yang
dikembangkan valid, praktis, dan efektif.
terdapat pada LKS, (2) mengoperasikan
LKS layak digunakan sebagai bahan ajar
Geogrbra
untuk membantu siswa dan guru. Namun
pada
atau
mempraktikkan
GeoGebra,
dan
perintah
(3) menuliskan
Kuadrat
demikian
bercirikan
penemuan
berbantuan GeoGebra yang
LKS
yang
dihasilkan
masih
hasilnya pada LKS. Hal ini menunjukkan
membutuhkan penyempurnaan. LKS yang
bahwa GeoGebra dapat digunakan dalam
dikembangkan
pembelajaran
dengan
Menentukan akar- akar persamaan kuadrat,
pernyataan Dikovic (2009:192) ―GeoGebra
menganalisis karakteristik dan menggambar
provides
grafik fungsi kuadrat. Latihan soal hanya
kooperatif
a
good
sesuai
opportunity
for
cooperative learning,‖. Menurut
hasil
terbatas
observasi
dan
lebih baik lagi jika dalam pengembangan menggunakan
coba
dengan dunia nyata.
waktu
materi
terbatas pada kalimat matematika. Akan
wawancara dengan guru pengajar setelah uji dilakukan
pada
yang
tersedia
soal
yang
berhubungan
dibandingkan dengan cakupan materi dan SIMPULAN DAN REKOMENDASI
latihan soal pada kegiatan 1 dan 2 tidak
LKS
seimbang. Menurut siswa pada kegiatan 1
dihasilkan
dalam
penelitian ini berkualitas karena memenuhi
terlalu sering mengulang aktivitas yang
kriteria valid, praktis dan efektif. Kelebihan
sama. Sehingga perlu dikurangi untuk
yang dimiliki LKS hasil pengembangan ini
aktivitas yang sama. Selain itu, saran dari
antara lain 1) dapat membantu siswa
guru pengajar sebaiknya kegiatan 1 dan
mengingat materi lebih lama karena siswa
kegiatan 2 masing-masing digunakan pada 1 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang
364
ISSN 2502-8723
(http://edutechwiki.unige.ch/en/Discove ry_learning diakses 30 Juni 2013) Brosnahan, H. L. 2001. Effectiveness of Direct Instruction and Guided Discovery Teaching Methods for Facilitating Young Children‘s Concepts. Carnegie Mellon University. Castronova, J. 2002. Discovery learning for the 21st Century: What is it and How Does it Compare to Traditional Learning in Effectiveness in the 21st Century. Literature Reviews, Action Research Exchange vol. 1 Issue 2 Cheung, A., Slavin, R., Sheard, M., Hanley, P., Elliot, L., Chambers, B. 2013. Effects of Co-operative Learning and Embedded Multimedia on Mathematics Learning in Key Stage 2: Final Report. The University of York. (Online), (http://www.nuffieldfoundation.org/new s/effects-co- operative-...-stage-2 diakses Maret 2015) Dikovic, L. 2009. Application GeoGebra into Teaching Some Topics of Mathematics at the College Level.ComSIS, (Online), 6 (2): 191-203. Djunaidi, A. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Pecahan Senilai Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Punten Batu. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Firdaus, N. 2014. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Bercirikan Penemuan Terbimbing dan Didukung GeoGebra Pada Materi Fungsi Kuadrat untuk Kelas X. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Gay, L.R., Mills, G. E., & Airasian, P. 2009. Educational Research: Competencies for Analysis and Applications. London: Pearson Prentice Hall. Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan: Aplikasi pada Penelitian Pendidikan Indonesia. Jember: Pena Salsabila. Hohenwarter, M. & Fuchs, K. 2004. Combination of dynamic geometry, algebra and calculus in the software system GeoGebra. (online) (www.GeoGebra.org/.../pecs_2004.pdf diakses 30 Juni 2013) Hudoyo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pengembangan Matematika. Malang: UM Press. Isma‘il. 2011. Diagnosa dan Scaffolding Kesulitan Siswa dalam Menggambar Grafik Fungsi Kuadrat. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas
terlibat secara aktif dalam menemukan konsep yaitu dengan menyelesaikan aktivitas pada LKS, 2) dapat melatih kemampuan komunikasi siswa baik lisan maupun tulisan, 3) dengan GeoGebra memudahkan siswa menemukan
karakteristik
grafik
fungsi
kuadrat tanpa harus banyak menggambar. Pemanfaatan digunakan
di
LKS
sekolah
ini lain
dapat dengan
menyesuaikan karakteristik sekolah. Desain LKS
bercirikan
penemuan
terbimbing
berbantuan geogebra dapat dikembangkan untuk pembelajaran matematika pada materi yang lain.
Daftar rujukan Andarwati, V. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Matematika yang Berorientasi Penemuan Terbimbing Pada Materi Bentuk Aljabar SMP Kelas VII. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Anggraini, T. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif dengan Macromedia Flash pada Materi Garis dan Sudut untuk SMP Kelas VII. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Apriyani, P. K. 2013. Pembelajaran Model Students Team Achievement Devision (STAD) Berbantuan Program GeoGebra Untuk Memahamkan Persamaan Trigonometri Sederhana Siswa Kelas X-A SMAK Kolese Santo Yusup Malang. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Arifin, Z. 2012. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran. Edisi revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Balim, A. G. 2009. The Effects of Discovery Learning to Students‘ Success and Inquiry Learning Skills.Eurasian Journal of Educational Research, (online). (35): 1-20. Borthick, A.F & Jones, D.R. 2000. The Motivation for Collaborative Discovery Learning Online and Its Application in an Information Systems Assurance Course, Issues in Accounting Education, 15. (Online), FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
365
ISSN 2502-8723
Negeri Malang Jarviz, D., Hohenwarter, M, & Lacivza, Z. 2011. GeoGebra, Democratic Access, and Sustainability. Bu, L. dan Schoen, R. (eds.), Model-Centered Learning: Pathways to Mathematical Understanding Using GeoGebra (hlm. 231-241). Rotterdam: Sense Publisher. Joolingen, W.v. 1999. Cognitive tools for discovery learning, International Journal of Artificial Intelligence in Education, 10, 385-397. (online) (http://edutechwiki.unige.ch/en/Discove ry_learning diakses 30 Juni 2013) Kemendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud. 2014. Buku Matematika untuk Kelas X semester 2. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015 Mata Pelajaran Matematika SMA/SMK. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Mainali, B. R. & Key, M. B. 2012. Using dynamic geometry software GeoGebra in developing countries:A case study of impressions of mathematics teachers in Nepal. International Journal for Mathematics Teaching and Learning. (Online) (www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/.../m ainali.pdf diakses 30 Juni 2013) Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Mayer, R. E. 2004. Should There Be a Three-Strikes Rule Againts Pure Discovery Learning? The Case for Guided Methods of Instruction. American Psychologist Vol.59, No.1, 14-19 Mustofa, C. 2008. Constructivist Approaches to Learning in Science and Their Implications for Science Pedagogy: A Literature Review. International Journal of FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Environmental & Science Education, Vol. 3, No.4, 193206. (Online) (http://eric.ed.gov/?id=EJ89486 0 diakses 20 Agustus 2014) Nieveen, N. 2010. Formative Evaluation in Educational Design Research. An Introduction to Educational Design Research.(p: 93-94). (Online). (www.slo.nl/downloads/2009/In troduction_20to_20education_2 0design_20research.pdf/ diakses 30 Agustus 2014) Pannen, P., & Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Ditjen Dikti Diknas Parta, I N. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry untuk Penghalusan Pengetahuan Matematika Mahasiswa Calon Guru melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: PPs UNESA Prasad, K. S. 2011. Learning Mathematics by Discovery. Academic Voices A Multydisciplinary Journal Vol.I, No.1, 31-33 Prastowo, A. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press Pujiono. 2011. Pembelajaran Melalui Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 BoyolanguTulungagung tentang Barisan dan Deret. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang Richey, R. C. & Klein, J. D. 2007. Design and Development Research: Methods, Strategies and Issues. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Rusman, Kurniawan, D, & Riyana, C. 2012. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sadiman, A. S., Rahardjo, R., Haryono, A. & Rahardjito.2012. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan 366
ISSN 2502-8723
Pemanfaatannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sani, R. A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, Thiagarajan, S., Semmel, D.S., & Semmel, M.I. 1974. Instructional Development for Training Teacher of Exceptional Children. Minnepolis, Minnesota: Leadership Training Institute/Special Education. University of Minnesota Tim DIKNAS. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum Tresnaningsih, S. 2002. Remidi Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan SoalSoal Persamaan Kuadrat Bentuk Cerita di Kelas I Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 03 Malang. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
367
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Pengaruh Strategi Pembelajaran Guided Inquiry terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Pada Materi Kalor Muhammad Sayyadi, Arif Hidayat, Muhardjito Prodi Pendidikan Fisika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang Jl.Semarang No. 5 Malang [email protected] Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran Guided Inquiry terhadap pemahaman konsep dan kemampuan memecahkan masalah fisika pada materi kalor. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas X SMA Negeri 10 Malang semester genap tahun ajaran 2015/2016. Sampel terdiri atas kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dipilih secara cluster random sampling. Kelas eksperimen belajar menggunakan Guided Inquiry dan kelas kontrol belajar menggunakan Pembelajaran Langsung. Pembelajaran dilakukan pada materi suhu dan kalor. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan multivariate of anova(Manova). Pengaruh pembelajaran diuji dengan uji Tukey. Hasil analisis menunjukkan pemahaman konsep dan kemampuan memecahkan masalah Fisika kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kata kunci: Guided Inquiry, pemahaman konsep, kemampuan memecahkan masalah Fisika, materi kalor Abstract – The research goal is to exam the influence of the Guided Inquiry strategy on student‘s conceptual understanding and problem solving ability of Physics heat and temperature. This research is a quasi-experimental study with two samples consist of treatment class and control class. The population of research are second semester X grade students of SMAN 10 Malang in the academic year 2015/2016. The samples consist of treatment class and control class that were cluster randon sampling selected. The treatment class learned by using Guided Inquiry, while control class learned by using Direc Interaction. The learning materials focused on heat and temperature. The data obtained were analyzed by using multivariate of analysis of variance. The effect of learning were analyzed by Tukey‘s test. The result showed that student‘s conceptual understanding and problem solving ability of Physics on treatment class is better than the control class.
alam sekitar. Dari pengertian fisika tersebut
PENDAHULUAN
dapat
Pendidikan abad 21 harus mampu
disimpulkan
bahwa
pembelajaran
melayani siswa agar dapat memahami
fisika adalah suatu proses bagaimana siswa
konsep
mengetahui
sehingga
mampu
memecahkan
tentang
alam
dan
permasalahan terutama dalam menempuh
mengumpulkan pengetahuan tersebut dengan
pendidikan sebagai bekal dimasa depan.
analisis dan pembuktian sehingga didapat
Target penting dari pendidikan abad 21
penjelasan tentang apa yang diperolehnya.
membelajarkan individu untuk menghadapi
Oleh
masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan
menekankan pada penggalian pemahaman
mudah [14], terutama dalam memahami
siswa
konsep
belajar secara langsung yang berhubungan
dan
memecahkan
permasalahan
karena
dengan
itu,
pembelajaran
memberikan
pengalaman
fisika yang terkenal dengan mata pelajaran
dengan
yang sulit.
mengembangkan keterampilan memecahkan
dalam
pembelajarannya
pendidikan
fisika
diarahkan
untuk
sehari-hari
dan
masalah.
Berdasarkan sifat pembelajaran fisika bahwa
kehidupan
fisika
Akibat dari sulitnya siswa dalam memecahkan
permasalahan,
sehingga
menemukan dan berbuat sehingga dapat
kebanyakan siswa berasumsi bahwa fisika
membantu
memperoleh
merupakan salah satu mata pelajaran yang
pemahaman yang lebih mendalam tentang
dianggap sebagai pelajaran yang sulit,
siswa
untuk
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
368
ISSN 2502-8723
membosankan dan menakutkan oleh siswa.
konsep
Yang menjadi penyebab pelajaran fisika
perubahan suhu, titik didih air, titik lebur
dianggap sulit adalah permasalahan fisika
seng. Siswa masih bingung dengan konsep
yang sangat samar [12]. Hal ini dikarenakan
dan suhu serta belum dapat menjelaskan
mata pelajaran fisika sarat dengan rumus-
perbedaan kalor dan suhu. Siswa masih
rumus, simbol-simbol dan konsep-konsep
belum
yang abstrak, bahkan diluar jangkauan
campuran dua sampel yang berbeda suhu,
pemikiran
selalu
namun siswa memahami suhu campuran
ditampilkan dalam bentuk hitungan-hitungan
tidak lebih tinggi sebelum dua sampel
yang rumit dan sulit dipecahkan. Hasil
dicampur. Siswa menggunakan persamaan Q
penelitian [21] menyatakan bahwa ada
menentukan jumlah energi kalor dan siswa
beberapa hal yang menyebabkan siswa sulit
masih belum mempertimbangkan kalor jenis
memecahkan
zat sebagai faktor perubahan suhu.
siswa.
Fisika
masalah
juga
fisika.
Beberapa
diantaranya tidak memahami pertanyaan, kurangnya
kemampuan
suhu,
bisa
perpindahan
kalor
memperkirakan
suhu
dan
ahir
Berdasarkan karakteristik materi suhu
mengidentifikasi
dan kalor diperlukan suatu pembelajaran
masalah, dan kurangnya pemahaman konsep.
yang langsung menghadapkan siswa pada
Siswa tidak dapat memehami permasalahan
kenyataan sehingga penguasaan konsep dan
dan
ini
kemampuan pemecahan masalah siswa dapat
menyebabkan siswa mengalami kesulitan
dilatihkan. Berdasarkan hasil pengamatan,
mempelajari fisika sehingga menjadi kendala
sebenarnya pada materi suhu dan kalor guru
saat guru membelajarkan fisika.
telah berusaha melakukan pembelajaran
cara
memecahkannya.
Hal
Salah satu materi fisika yang sulit dipahami
sehingga
pemahaman
konsep
interaktif. Guru telah berusaha mengajak
menyebabkan dan
siswa melakukan praktikum, menganalisis
kemampuan
data
dan
membuat
kesimpulan
tanpa
memecahkan masalah fisika siswa masih
memberikan masalah secara jelas pada awal
lemah adalah materi kalor [22]. Suhu dan
pembelajaran. Tidak adanya masalah yang
kalor adalah materi yang sering terjadi
diajukan di awal membuat tidak banyak
kesalahan
siswa
konsep
pada
siswa
dalam
yang
memahami
praktikum
Dalam pembelajaran materi suhu dan kalor,
Kebanyakan siswa hanya mengikuti instruksi
sebagian guru mengalami kendala bagaimana
yang tertera dalam Lembar Kerja Siswa
cara menanamkan konsep secara tepat dalam
(LKS)
diri
siswa
terkandung dalam kegiatan tersebut. Hal ini
beranggapan bahwa antara suhu dan kalor
membuat konsep dan proses pembelajaran
sama, alat ukur yang digunakan untuk
yang dirasakan kurang bermakna bagi siswa.
mengukur suhu dan kalor juga dianggap
Menyikapi permasalahan diatas, perlu
Sehingga
sebagian
sama [3]. Menurut menunjukkan
tanpa
telah
dari
pembelajaran yang dilakukan guru [3].
siswa.
yang
makna
memahami
dilakukan.
makna
yang
adanya suatu pembelajaran interaktif dan hasil masih
penelitian terdapat
[1]
inovatif
kesulitan
konsep-konsep
yang
disampaikan tertanam dalam memori jangka
pemahaman siswa terhadap konsep kalor, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
agar
panjang 369
sehingga
siswa
mampu ISSN 2502-8723
memecahkan masalah fisika dalam bentuk
inquiry lebih efektif dalam meningkatkan
apapun. Salah satu pembelajaran interaktif
hasil belajar siswa (Kognitif, afektif dan
dan inovatif yaitu pembelajaran inkuiri.
psikomotorik siswa) dibandingkan dengan
Ada beberapa manfaat bisa diperoleh
metode pembelajaran konvensional [16].
dari pembelajaran inkuiri. Pertama, siswa
Menurut [13], dalam inkuiri terbimbing guru
akan mempunyai kecakapan memecahkan
menyediakan
masalah secara kreatif [2, 11, 15, 19]. Kedua
mengidentifikasi dengan arahan pertanyaan
pembelajaran dapat dikembangkan pada
serta
pembelajaran lintas ilmu pengetahuan [9].
Pembelajaran
Ketiga, pada saat siswa menemukan konsep
menekankan pada menanyakan, menelusuri,
pada pembelajaran inkuiri akan mengurangi
dan memecahkan masalah [5]. Pembelajaran
ketegangan
proses
inkuiri terbimbing dapat membantu siswa
menyenangkan
dalam mengembangkan tanggung jawab
sehungga respon dan prestasi siswa pada
individu dan kemampuan memahami konsep
pembelajaran akan jadi lebih baik [9].
serta memecahkan masalah [6]. Proses yang
Keempat hasil yang didapatkan adalah siswa
demikian
sudah bisa mengikuti pembelajaran inkuiri.
mengonstruksi
Hasil
bahwa
berbagai pertanyaan untuk mengidentifikasi
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
suatu masalah atau topik sehingga diperoleh
hasil belajar siswa [7].
suatu pemecahan masalah.
dan
pembelajaran
membuat
menjdi
penelitian
menunjukkan
Pembelajaran
inkuiri
dapat
masalah
menentukan
dan
proses
dan
inkuiri
dapat
siswa
hasil.
terbimbing
menuntun
konsep
Berdasarkan
karena
kajian
adanya
diatas,
memahami
[18] membagi inkuiri menjadi 7 macam
masalah fisika pada materi kalor sangat
yaitu:
cocok
Demonstration,
Learning,
Interactive
Inquiry Lesson,
jika
dan
dalam
diklasifikasikan menjadi beberapa macam.
Discovery
konsep
siswa
diterapkan
memecahkan
dengan
strategi
Guided
pembelajaran inkuiri terbimbing. Dengan
inquiry labs, Bounded Inquiry Lab, Free
mendesain model inkuiri bertujuan untuk
inquiry lab dan hypotetical inquiry. [4]
mengatasi
membagi inkuiri berdasarkan aktivitas siswa
terjadi
menjadi 3 macam. Yaitu, Guided Inquiry,
sebelumnya dan mengetahui pengaruhnya
Directed Inquiry dan open inquiry.
terhadap kemampuan memecahkan masalah
Dari penelitian sebelumnya diperoleh informasi
bahwa
tidak
ada
kekurangan-kekurangan selama
proses
yang
pembelajaran
siswa. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh model
perbedaan
kualitas proses pembelajaran metode open
pembelajaran Guided Inquiry
inquiry dan guided inquiry [13]. Meskipun
penguasaan
demikian metode open inquiry dan guided
memecahkan masalah fisika‖, agar siswa
inquiry
mampu
telah
memungkinkan
terjadinya
peningkatan konstruksi pengetahuan dan
Penelitian
berikutnya,
Penelitian
sulistina
mengetahui
menemukan bahawa pembelajaran guided FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
mencapai
dan
tingkat
kemampuan
pemahaman
konsep yang lebih baik di bidang fisika.
keterampilan proses serta sikap sains siswa [16].
konsep
terhadap
ini
dilakukan
penguasaan
konsep
untuk dan
kemampuan pemecahan masalah yang lebih 370
ISSN 2502-8723
tinggi antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Guided Inquiry
METODOLOGI PENELITIAN
dan
Penelitian ini merupakan penelitian
Adapun hipotesis
kuasi eksperimen dengan menggunakan dua
penelitian ini adalah terdapat perbedaan
kelas yaitu satu kelas eksperimen dan satu
penguasaan
kemampuan
kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas
pemecahan masalah fisika siswa yang belajar
yang belajar dengan model pembelajaran
dengan model pembelajaran Guided Inquiry
Guided Inquiry sedangkan kelas kontrol
dan Direct Interaction. Penguasaan konsep
adalah kelas yang belajar dengan Direct
siswa lebih tinggi belajar dengan Guided
Interaction. Pokok bahasan
Inquiry daripada yang belajar dengan Direct
adalah suhu dan kalor. Desain penelitian
Interaction.
menggunakan posttest only control group
inkuiri
terbimbing.
konsep
dan
Kemampuan
pemecahan
masalah fisika lebih tinggi siswa yang
yang diteliti
design.
belajar dengan Guided Inquiry daripada
Populasi
yang belajar dengan Direct Interaction.
dalam penelitian ini
adalah
siswa kelas X SMAN 10 Malang pada
Langkah-langkah pembelajaran yang
semester genap tahun ajaran 2015/2016
digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi
yang terdiri atas delapan kelas yaitu kelas
dari Tahapan-tahapan yang dikemukakan
XA, XB, XC, XD, XE XF, XG, dan
dalam
yang
XH dengan jumlah siswa tiap kelas rata-
tahapan
rata berkisar sebanyak 30 siswa. Sampel
[13,17]
dikemukakan perumusan
sebagai dalam
berikut: yaitu:
masalah,
tahap
dipilih secara
pembuatan
acak
dan
terpilih
kelas
hipotesis, tahap pengumpulan data., tahap
XB dan XF sebagai kelas eksperimen dan
analisis data, tahap pembuatan kesimpulan
kelas XC dan XH sebagai kelas kontrol.
konsep
Instrumen perlakuan meliputi Silabus, RPP,
pada
dan LKS dibuat dan dilakukan validasi oleh
pencapain
dua orang dosen. Penguasaan konsep siswa
konsepberdasarkan taxonomi Bloom yang
diukur dengan menggunakan instrumen tes
direvisi
mengingat,
yang berupa soal pilihan ganda sebanyak
menganalisis,
20 soal. Kemampuan pemecahan masalah
mengevaluasi, dan menciptakan/membuat.
fisika siswa diukur dengan menggunakan
Sedangkan
pemecahan
instrumen tes yang berupa soal essai
ini diukur
sebanyak
Pengukuran
penguasaan
dalam penelitian ini merujuk indikator
dalam
dalam
memahami,
masalah dengan yang
[23]
yaitu
menerapkan,
kemampuan dalam
penelitian
memperhatikan terkandung
soal.
Kedua
instrumen
pengukuran sebelumnya telah divalidasi isi
variabel-variabel
dalam
15
oleh dua orang dosen dan dilakukan
kemampuan
pemecahan masalah yang dikembangkan
coba
dalam
reabilitasnya. Tes penguasaan konsep dan
bentuk
rubrik
kemampuan
untuk
menentukan
uji
pemecahan masalah [20] dan [24]. Adapun
kemampuan
variabel- variabel yang terkandung dalam
siswa diperoleh dari hasil postes yang
kemampuan masalah yang diukur dalam
dilakukan setelah pokok bahasan suhu dan
penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
kalor selesai.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
371
pemecahan
validitas dan
masalah
fisika
ISSN 2502-8723
Analisis
data
dilakukan
dengan
Adapun
menggunakan multivariate of analysis of varians.
Sebelum
dilakukan
pengujian
Tabel 2. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan
uji normalitas, uji homogenitas varians, uji varians-kovarians,
dan
1
uji
2
linearitas.
3 4 5 Ratarata E K G S
Tabel 1. Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah N Indika o tor 1 Useful Descri pt-ion
2
3
4
5
Physic Approa c-h
Spesifi c Applic at-ion of Physics
Mathe matical Prosed u-res
Logical Progre -ssion
4
3
2
1
Siswa Mende skripsi kan masala h dengan tepat dan lengka p Siswa memili h pendek atan yang tepat dan lengka p
Siswa mendeskr ipsikan masalah namun deskripsi yang dibuat kurang tepat dan lengkap Siswa memilih pendekata n fisika namun pendekata n yang dipilih kurang tepat dan lengkap Siswa mengapli kasikan pendekata n fisika yang dipilih namun kurang tepat dan lengkap
Siswa mendeskri psikan masalah namun deskripsi yang dibuat tidak tepat dan lengkap Siswa memilih pendekata n fisika namun pendekata n yang dipilih kurang tepat dan lengkap Siswa mengapli kasikan pendekata n fisika yang dipilih namun tidak tepat dan lengkap
Siswa mendiskr ipsikan masalah namun deskripsi yang dibuat salah
Siswa menga plikasi kan pendek atan fisika yang dipilih dengan tepat dan lengka p Siswa mengg unakan prosed ur matem atika dengan tepat Siswa membu at solusi yang jelas, fokus dan logis
Kelas E 83 81 90 98 87 88 93 92 92 93 89 88
G S G S G S G S G S G S
Siswa mengguna kan prosedur matemati ka namun tidak tepat dan lengkap Siswa membuat sebagian solusi tidak jelas dan tidak konsisten
K 75 73 86 85 91 89 90 90 88 90 86 85
: Eksperimen : Kontrol : Guru : Siswa
Berdasarkan persentase pada Tabel 2 menunjukkan bahwa siswa dan guru pada kelas
eksperimen
keseluruhan
dan
semakin
kontrol
secara
memahami
proses
pembelajaran dari pertemuan ke pertemuan
Siswa memilih pendekat an fisika yang salah
berikutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan
konsep
dan
kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa terjadi akibat proses pembelajaran ini. Siswa mengapli kasikan pendekat an fisika yang dipilih namun salah
Data
penguasaan
konsep
kemampuan pemecahan masalah
dan fisika
siswa diperoleh melalui tes pada akhir penelitian. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, kedua data
Siswa menggun akan prosedur matemati ka namun kurang tepat dan lengkap Siswa membuat solusi yang jelas namun sedikit tidak konsisten
keterlaksanaan
pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 2.
hipotesis data dilakukan uji prasyarat, yaitu:
homogenitas
persentase
tersebut
dilakukan
uji prasyarat seperti uji normalitas dan uji
Siswa menggun akan prosedur matemati ka namun salah
homogenitas. Hasil uji normalitas yang dilakukan dengan uji liliefors mendapatkan untuk
Siswa membuat semua solusi tidak jelas, tidak fokus, dan tidak logis
penguasaan
konsep
dan
kemampuan
pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kontrol data terdistribusi normal. Data bersifat homogen saat diuji sendiri-sendiri. Kedua data juga bersifat linear. Kedua data penguasaan konsep dan
HASIL
kemampuan pemecahan masalah setelah
Selama proses pembelajaran berlangsung
dilakukan uji prasyarat dilanjutkan pengujian
dilakukan observasi keterlaksanaan proses
hipotesis pertama dengan menggunakan uji
pembelajaran oleh dua orang observer. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
372
ISSN 2502-8723
manova. Hasil pengujian manova dapat
dan kemampuan memahami konsep serta
dilihat
memecahkan masalah.
pada
Tabel
3.
Uji
manova
menunjukkan hasil (sig 0,00 < α) ini berarti
Hipotesis
ketiga
juga
dilakukan
H0 ditolak dan H1 diterima bahwa terdapat
pengujian dengan uji Tukey. Hasil uji Tukey
perbedaan
dan
menunjukkan bahwa siswa yang belajar
kemampuan pemecahan masalah siswa yang
dengan Guided Inquiry (kelas eksperimen)
belajar
(kelas
memiliki kemampuan pemecahan masalah
eksperimen) dan Direct Interaction (kelas
yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang
kontrol).
belajar dengan Direc Interaction
penguasaan
dengan
konsep
Guided
Inquiry
kontrol). Nilai rata-rata
Hipotesis kedua dilakukan
(kelas
kemampuan
pengujian dengan uji Tukey. Hasil uji
pemecahan masalah kedua kelas ditunjukkan
Tukey menunjukkan bahwa siswa yang
oleh Diagram yang ditunjukkan Gambar 2
belajar dengan Guided Inquiry (kelas
memberikan arti bahwa model pembelajaran
eksperimen) memiliki penguasaan konsep
Guided
yang lebih tinggi dibandingkan siswayang
kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal
belajar dengan Direc Interaction (Kontrol).
ini sejalan dengan apa yang disampaikan
Nilai konsep
rata-rata
kedua
Inquiry
dapat
meningkatkan
Flick dan Lederman (2006) Pembelajaran
penguasaan
inkuiri
kelas ditunjukkan oleh
terbimbing
menekankan
pada
menanyakan, menelusuri, dan memecahkan
diagram pada Gambar 1.
masalah. Tabel 3. Data hasil Uji Manova Multivariate Testsb Effect
Pemahaman Konsep Nilai rata-rata
85 80
Value
Intercept
Hypothesis df
Error df
Sig.
.994 8.886E3a
2.000
103.000
.000
Wilks' Lambda
.006 8.886E3a
2.000
103.000
.000
Hotelling's Trace
172.542 8.886E3a
2.000
103.000
.000
Roy's Largest Root
172.542 8.886E3a
2.000
103.000
.000
.401
34.407a
2.000
103.000
.000
.599
34.407a
2.000
103.000
.000
Hotelling's Trace
.668
34.407a
2.000
103.000
.000
Roy's Largest Root
.668
34.407a
2.000
103.000
.000
80.283
75
70.075
70
Pemahaman Konsep
65
Strategipe Pillai's Trace mb Wilks' Lambda
60 Eksperimen
Kontrol
Gambar 1. Diagram rata-rata penguasaan konsep siswa
Berdasarkan diagram pada Gambar 1
a. Exact statistic b. Design: Intercept + Strategipemb
terlihat bahwa penguasaan konsep pada kelas
Kemampuan Pemecahan Masalah
eksperimen lebih tinggi daripada kelas Hal
pembelajaran
ini
menandakan
Guided
Inquiry
model
90
dapat
85
mempengaruhi
peningkatan
penguasaan
konsep
seperti
yang
siswa
apa
Nilai rata-rata
kontrol.
F
Pillai's Trace
telah
diungkapkan Jack [6] pembelajaran inkuiri
86.79
80
76.59
75
Kemampuan Pemecahan Masalah
70 Eksperimen
terbimbing dapat membantu siswa dalam
Kontrol
mengembangkan tanggung jawab individu FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
373
ISSN 2502-8723
bahasan alat-alat optik di SMP. Jurnal Pendidikan fisika Indonesia vol 6No 1 Januari 2010 [9] Lee, H.S, Linn, M.C., Varma, K. & Liu, O.L. 2010. How Do Tecnology Enhanced Inquiry Science Units Impact Clasroom Learning?. Journal of Research in Science Teaching volume 43 January 2010. [10] Liewellyn, D.J. 2002. Teaching High School Science through Inquiry. A care Study Approach. Lowa City: Corwin Press. [11] Maghfiroh, U. & Sugianto. 2011. Penerapan Pembelajaran Fisika Bervisi SETS Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Analitis Peserta Didik Kelas X. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011). [12] Ornek, F., Robinson, W.R., & Haugan,M.P.2008. What makes physics difficult?. International Journal of Environmental & Science Education. 3(1). (Online). (http://eric.ed.gov/?q=physics+education&ft=on &pg=3&id=EJ894842). Diakses 21 Januari 2014. [13]Sadeh, I. & Zion, M. 2009. The Development of Dynamic Inquiry Performances within an Open Inquiry Setting: A Comparison to Guided Inquiry Setting. Journal of research in Science Teaching, 46(10): 1137-1160 [14] Selcuk, G. S., Caliskan, S. & Erol, M. 2008. The effects of Problem Solving Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Perfomance and strategi Use. Lat. Am. J. Phys. Educ (online), 2 (3) [15] Setiyowati, T., Sukisno, M. & Mindyarto, B.N. 2009. Pengajaran Gelombang Elektromagnetik Menggunakan Pendekatan Teori Intelegensi Ganda Untuk Siswa Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009) 20-25. [16] Sulistina. O., Dasna, I.W & Iskandar, S.M. 2010. Penggunaan Metode Pembelajaran Inkuiri Terbuka dan Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan Hasil Velajar Kimia Siswa Kelas X SMA Laboratorium Malang. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 17, Nomor 1 April 2010. [17] Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. 1990. Becoming a Secondary School Science Teacher, 5th Ed. Columbus, OH: Merrill Publishing Company. [18] Wenning, C.J. 2010. Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science, Journal Physics Teacher Education. Online 5(3). Winter 2010. [19] Widowati, A. 2008. Peningkatan Kemampuan Divergent Thinking Dengan Menerapkan Pendekatan Modified Free Inquiry Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, Nomor 1, Tahun XI, 2008. [20] Costa A.L. Develoving of Mind. A Resourse Book for Teaching Thingking, ASCD publication, 1985. [21] Soong, B., Mercer, N & Shin, S. 2009. Students difficulties when solving phisics problem: Result from an ICT-infused Revision Intervention. Proceding of the 17 th international converence in education. [22] Hafizah, E. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Anchored Instruction terhadap Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
hasil yang
penelitian telah
dan
dilakukan
kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan dari model pembelajaran Guided Inquiry dan
direct
interaction terhadap penguasaan konsep dan kemampuan
pemecahan
masalah
fisika
siswa. Penguasaan konsep siswa yang belajar dengan Guided Inquiry lebih baik daripada siswa
yang
belajar
dengan
Direct
Interaction. Siswa yang belajar dengan model pembelajaran Guided Inquiry juga mempunyai
kemampuan
pemecahan
masalah yang lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan Direct Interaction. DAFTAR PUSTAKA
[1] Alwan, A.A. 2011. Misconception of Heat and Temperature among Physics Students. Procedia Social and Behavioral Sciences, 12. [2] Ariesta, R & Supartono,2011. Pengembangan Perangkat Perkuliahan Kegiatan Laboratorium Fisika Dasar II berbasis Inkuiri terbimbing untuk meningkatkan Kerja Ilmiah Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 62-68 [3] Baser, Mustofa. Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction on student‘ Understanding of Heat and Temperature Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, vol. 2 no.2, 2006, pp 96-113 [4] Callahan, J.E, Clark, L.H. Kellough, R. 1992. The middle and secondary Schools. New York: Maanillan Publishing Company. [5] Flick L.B & Lederman N.G Ed, 2006, Scientific Inquiry and the Nature of Science; Implication for learning, and teacher education (pp. 301317). Dordrecht, The Netherlands; springer [6] Jack, G.U. 2013. Concept Mapping and Guided Inquiry as Effective Techniques for teaching Difficult Concepts in Chemistry: Effect on students‘ academic Achievement. Journal of education and practice, 4 (5): 9-15 [7] Jaya, I.M. , I. W. Sadia, I.B.P.Arnyana. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Bermuatan Pendidikan Karakter Dengan Setting Guided Inquiry Untuk Meningkatkan Karakter Dan Hasil Belajar Siswa SMP. e-Journal Progr am Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 4 Tahun 2014) [8] Kristianingsih, D.D., Sukiswo, S.E. & Khanafiyah, S. 2010. Peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial Ridlle pada pokok FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
374
ISSN 2502-8723
Fisika Siswa Kelas X. Jurnal Fisika Indonesia (2013) No: 52, Vol XVIII [23] Anderson, L.R. & Krathwohl, D.R. A Taxonomi for Learning, Teaching and Assessing. A Revision oe Bloom‘s Taxonomi of Educational Objective, Longman, 2001 [24] Jonnasen, D.H. Learning to Solve Problem, Routledge, 2011
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
375
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERTINGKAT PADA PEMBELAJARAN IPA SMP MATERI INDRA PENGLIHATAN DAN ALAT OPTIK Titik Widyastuti1,4), Markus Diantoro2), Munzil3) 1)
Pendidikan Dasar IPA Pascasarjana Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang 3) Jurusan IPA, FMIPA Universitas Negeri Malang 4) SMPN 1 Binangun Kabupaten Blitar Email. [email protected]
Abstrak Pembelajaran inkuiri disarankan dalam pembelajaran IPA karena sesuai dengan karakteristik IPA. Tetapi penerapan pembelajaran inkuiri di lapangan menunjukkan banyak kendala, oleh karena itu perlu cara yang tepat dalam menerapkannya. Salah satunya dengan penerapan pembelajaran inkuiri bertingkat. Pembelajaran inkuiri bertingkat menerapkan pembelajaran inkuri secara bertingkat dari yang lebih banyak dominasi guru ke yang lebih banyak dominasi siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan inkuiri bertingkat pada siswa SMP pada kompetensi dasar indra penglihatan dan alat optik ditinjau dari hasil belajar dan keterampilan berpikir sains siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan Mixed Methods dengan embedded experimental design. Data yang diperoleh dalam penelitian ini ada dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dengan instrument tes hasil belajar kognitif dan tes keterampilan berpikir sains digunakan sebagai data utama diambil setiap akhir pembelajaran. Data kualitatif terkait hasil belajar dan keterampilan berpikir sains siswa yang diambil selama penelitian, diperoleh dari hasil observasi dan wawancara selanjutnya digunakan sebagai data pendukung. Hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran inkuiri secara bertingkat dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir sains pada pelaksanaan pembelajaran inkuiri demonstrasi dan inkuiri terstruktur. Pada tingkat inkuiri terbimbing terjadi penurunan hasil belajar karena siswa masih kebingungan menyusun prosedur penyelidikan sehingga tahap pembelajaran berikutnya tidak berjalan lancar. Keterampilan berpikir sains siswa pada tahap inkuiri terbimbing tidak mengalami perubahan yang signifikan. Selain itu juga ditemukan perlu adanya motivasi, pengenalan alat, aturan penggunaan, pola interaksi dan pelatihan keterampilan berinkuiri sebelum melakukan pembelajaran inkuiri yang efektif. Kata kunci : pembelajaran IPA, inkuiri bertingkat, hasil belajar, keterampilan berpikir sains .
melalui metode inkuiri siswa diharapkan
Pendahuluan
mampu
Metode yang digunakan oleh para
berfikir
seperti
ilmuwan
ilmuwan dalam mengembangkan IPA harus
(Azizmalayeri, 2012). Oleh karena itu dalam
menjadi bagian integral dari pembelajaran
pembelajaran IPA melalui inkuiri siswa
IPA. Pembelajaran harus berkenaan dengan
tidak hanya aktif secara fisik tetapi harus
pemberian kesempatan kepada peserta didik
aktif secara kognitif. Tujuan
untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses
kognitifnya.
terakhir, inovatif
pendekatan dalam
Beberapa
yang
pembelajaran
IPA
pembelajaran
pola
pikir
kurikulum
dalam dan
mengaplikasikannya
all, 2014).
sehari-hari.
Inkuiri memungkinkan siswa aktif
dalam
penguasaan
memecahkan
menguasai
secara
menekankan pada inkuri di kelas (Kock, at
berpartisipasi
adalah
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan
dekade
pendidikan
utama
dalam
Dalam materi
luas
materi terampil
kehidupan pembelajaran,
kurikulum
dapat
masalah atau menjawab pertanyaan yang
diketahui dari hasil belajar dan keterampilan
diajukan oleh guru sehingga pengajaran
mengaplikasikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
376
secara
kognitif
dapat
ISSN 2502-8723
diketahui
dari
keterampilan
Keterampilan berpikir dalam pembelajaran IPA dikenal dengan istilah keterampilan berpikir sains (scientific thinking skills). Hasil
belajar
adalah
capaian
pembelajaran siswa dalam aspek sikap, pengetahuan,
dan
benda sama atau berbeda kemudian membandingkannya. Menarik kesimpulan berdasarkan paparan fenomena yang diberikan
berpikir.
ketrampilan
yang
dilakukan secara terencana dan sistematis
Penilaian Kritis : Melebihi informasi yang diberikan Kreatif : Menangguhkan Penilaian Problem Solving dan evaluative
Menarik kesimpulan
Membuat Keputusan
Mereview Konsekuensi
Melihat sudut pandang yang lain Mengindentifi kasi masalah
yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar untuk perbaikan proses
Melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Mampu mengidentifikasi masalah yang dapat diselesaikan dari suatu kejadian atau fenomena Menggunakan kriteria yang relevan untuk membuat pilihan dari beberapa pilihan yang diberikan dan memikirkan konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan yang diambil.
Sumber : Kelly, 2005
pembelajaran (Permendikbud Nomor 53 tahun 2015). Dalam penelitian ini hanya
Untuk mengetahui tingkat kemampuan
akan memperhatikan hasil belajar kognitif,
berpikir siswa, respon siswa terhadap tes
dan
digunakan
ketrampilan berpikir selanjutnya dianalisis
instrument tes uraian yang diberikan pada
dengan menggunakan taksonomi SOLO
setiap
Tes
(Structure of Observed Learning Outcomes).
dikembangkan dari indikator butir soal
Kriteria kualitas tingkat berpikir menurut
dengan tingkat kemampuan berpikir C1
SOLO ditampilkan pada tabel 2 berikut.
untuk
sampai
mengukurkannya
akhir
pembelajaran.
dengan
C5
pada
KD
Indra Tabel 2. Taksonomi SOLO
penglihatan dan alat optik. Cara berpikir, alternative cara berpikir
Tingkat 1
Deskripsi Prestructural
2
Unistructural
3
Multistructural
4
Relational
dan refleksi dalam berpikir secara eksplisit dapat diketahui dari ketrampilan berpikir (Thinking Skills) (Costa, 1991). Ketrampilan berpikir
perlu
diperhatikan
sebagai
implikasi pembelajaran (Moseley, 2005), sehingga keberhasilan pembelajaran dapat ditentukan dari asesmen ketrampilan berpikir (Kelly, 2005). Pada penelitian ini tes keterampilan berpikir sains dikembangkan dari indikator keterampilan berpikir pada materi indra penglihatan dan alat optik. Penjelasan tentang indikator keterampilan berpikir yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 1 berikut. Tabel 1. Indikator ketrampilan berpikir sains berdasarkan tujuan berpikir Tujuan berpikir Deskriptif : Mencari arti
Indikator
Uraian
Membanding kan
Melihat persamaan dan perbedaan,dua benda, kemudian membuat siswa berpikir bagaimana dua
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
377
Kriteria respon Bingung atau respon tidak relevan, respon tidak berhubungan dengan pertanyaan, mengulang pertanyaan, membuat tebakan pada respon yang diharapkan, berharap cepat selesai tanpa memahami soal Menggunakan satu alas an yang relevan, menggeneralisasi tema dari satu aspek, cepat selesai, kesimpulan tidak konsisten, dan melompat untuk menyimpulkan satu aspek. Melibatkan dua atau lebih alas an tetapi tidak menghubungkannya sehingga kemungkinan hasilnya tidak konsisten ketika menarik kesimpulan, generalisasi dalam tema dari sedikit aspek yang terbatas. Melibatkan dan menghubungkan dua atau lebih alasan yang relevan dan memberi ISSN 2502-8723
kerja yang berbeda (Xu, 2013). Tingkatan ini
keseluruhan semua konsep atau prinsip, generalisasi dengan baik dalam konteks yang diberikan. Tidak ada konsistensi dalam konteks, tetapi mungkin ketika diterapkan pada konteks lain
dibuat untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam pembelajaran. Peran guru dan siswa dalam tingkatan inkuiri disajikan dalam tabel 3 berikut.
Sumber : Kelly, 2005 Tabel 3. Tingkatan Inkuiri menurut Llewllyn
Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui peningkatan proses pembelajaran (Sumiati, 2007) dengan memilih model pembelajaran
Pertan
yang
Prosed
tepat
(Godwin,
dengan 2013).
pembelajaran
karakteristik Pemilihan
yang
tepat
juga
Inkuiri demonstras i Guru
Inkuiri terstruktu r Guru
Inkuiri terbimbin g Guru
Inkuir i penuh Siswa
Guru
Guru
Siswa
Siswa
Guru
Siswa
Siswa
Siswa
yaan
siswa model
ur
dapat
is
Analis
meningkatkan ketrampilan berpikir sains.
Sumber : Llewellyn, 2007
Model
Beberapa
pembelajaran
inkuiri
merupakan
penelitian
telah
meneliti
salah satu model pembelajaran yang terbukti
pembelajaran inkuiri secara bertingkat, dari
efektif untuk meningkatkan hasil belajar
bentuk yang memiliki prosedur terstruktur
dibandingkan
ke bentuk yang lebih terbuka (Vajoczky,
pembelajaran
(Abd-El-Khalick,
2004;
tradisional
Kelly,
2005;
2011; Xu, 2012; Purwanto, 2013; Liliawati,
Moseley, 2005; Rustaman, 2005; Sandoval,
2014). Inkuiri tingkat lebih rendah lebih
2010; Azizmalayeri, 2012; Godwin, 2013;
cocok untuk tingkat kelas yang lebih rendah
Bunterm, 2014; Kock, 2014; Koksal, 2014).
(Vajoczky, 2011), tetapi inkuiri yang lebih
Dalam Pembelajaran IPA, pembelajaran
tinggi akan memberikan hasil belajar dan
inquiri juga merupakan salah satu alat utama
keterampilan
untuk membangun kemampuan berpikir
(Koksal, 2014). Selain itu, pembelajaran
sains siswa (Kelly, 2005; Koksal, 2014).
inkuiri pada tingkat yang lebih tinggi dapat
Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran
memunculkan pola interaksi yang berbeda
IPA dengan model inkuiri yang tepat akan
dari inkuiri dengan tingkat yang lebih rendah
akan dapat meningkatkan hasil belajar dan
(Xu, 2012). Pengelolaan dan pemilihan
kemampuan berpikir sains.
tingkat inkuiri menjadi kunci keberhasilan
berpikir
yang
lebih
baik
Pembelajaran model inkuiri memiliki
pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan
tingkatan berdasarkan kompleksitas dalam
hasil belajar dan keterampilan berpikir sains
penerapannya
siswa.
(Kemdikbud,
2014).
Llewellyn (2007) mengelompokkan inkuiri
Tidak semua penelitian pembelajaran
berdasarkan tingkat dominasi peran guru dan
inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar dan
siswa. Tingkat inkuiri menurut Llewellyn
keterampilan berpikir
ada empat, yaitu inkuiri demonstrasi, inkuiri
Kemampuan guru dan siswa yang rendah
terstruktur, inkuiri terbimbing dan inkuiri
dalam
penuh. Pada tingkat inkuiri yang berbeda,
dilemma
memiliki pola interaksi, dominasi dan cara
(Newman,
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
378
berinkuiri dalam 2004).
secara
sering
signifikan.
menyebabkan
pembelajaran
inkuiri
Dilema ini
meliputi
ISSN 2502-8723
ketidakmampuan untuk memilih pengalaman
tingkat inkuiri. Disamping itu, pada setiap
belajar yang sesuai, masalah memodelkan
tingkat juga akan dilihat secara kualitatif
IPA sebagai inkuiri atau inkuirisebagai
hasil belajar dan keterampilan berpikir sains
strategi pembelajaran, sikap inkuiri siswa
yang muncul serta hal-hal terkait kendala
termasuk phobia IPA dan mengenai tingkat
dalam melakukan pembelajaran inkuiri.
inkuiri.
Metode Penelitian
Tingkat
terkadang
inkuiri
dapat
kebingungan
yang
membuat
pada
awal
tinggi siswa
Penelitian ini menggunakan rancangan
pembelajaran
Mixed
Methods
dengan
embedded
(Bunterm, 2014) dan beberapa kasus terbawa
experimental design. Penelitan ini dilakukan
sampai pada akhir pembelajaran. Pada siswa
dalam 3 kali pertemuan, pada siswa kelas
SMP
inkuiri
VIII-D di SMPN 1 Binangun Kabupaten
menyebabkan hasil belajar rata-rata siswa
Blitar. Subjek penelitian akan mendapatkan
masih relatif rendah (Purwanto, 2013;
pembelajaran
Liliawati, 2014; Suhartatik, 2014). Sehingga
pertemuan
penerapan inkuiri yang tidak tepat tidak
pertemuan 2 dan inkuiri terbimbing pada
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
pertemuan ke 3. Pembelajaran inkuiri penuh
rendahnya
Uraian
kemampuan
diatas
menunjukkan
pembelajaran inkuiri
yang tepat
bahwa
sains
siswa.
pada
terstruktur
pada
dapat
melakukan inkuiri. Data kuantitatif dengan instrument tes
apabila
hasil belajar kognitif dan keterampilan
pemilihan penerapan yang tidak tepat akan
berpikir sains akan digunakan sebagai data
menyebabkan kebingungan dan hasil belajar
utama. Data kualitatif terkait hasil belajar
rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan
dan keterampilan berpikir sains siswa yang
penelitian untuk mengetahui
penerapan
diambil selama penelitian, diperoleh dari
inkuiri yang tepat untuk siswa SMP dengan
hasil observasi dan wawancara selanjutnya
kemampuan
dalam
digunakan sebagai data pendukung. Analisis
pembelajaran IPA agar dapat meningkatkan
data kuantitatif dan kualitatif digunakan
hasil belajar dan keterampilan berpikir sains
untuk memperoleh gambaran hasil belajar
siswa terutama untuk materi yang sulit
dan keterampilan berpikir sains siswa akibat
seperti kompetensi dasar indra penglihatan
penerapan pembelajaran inkuiri bertingkat
inkuiri
Tetapi
inkuiri
demonstrasi
tidak dilakukan karena siswa belum terbiasa
meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir
1,
inkuiri
rendah
dan alat optik. Temuan dan Pembahasan A. Pelaksanaan pembelajaran dengan
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
inkuiri bertingkat.
mengetahui penerapan pembelajaran inkuiri
Pembelajaran inkuiri dalam penelitian
secara bertingkat pada siswa SMP di tinjau
mengacu model pembelajaran inkuiri
dari hasil belajar dan keterampilan berpikir
menurut Llewelyn (2011) dimana ada 3
sains. Penelitian ini akan melihat hasil
bagian utama pertanyaan, prosedur dan
belajar kognitif dan keterampilan berpikir
hasil. Tiga bagian utama ini, kemudian
sains akibat pembelajaran inkuiri pada setiap
dapat dibagi menjadi 7 bagian, yaitu
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
379
ISSN 2502-8723
Mengeksplorasi
fenomena,
pertanyaan
bagaimana
sifat-sifat
memfokuskan pada sebuah pertanyaan,
cahaya. Kemudian siswa diminta
merencanakan penyelidikan, melakukan
melakukan
penyelidikan, menganalisis data dan
pengambilan
bukti, membangun pengetahuan baru,
menarik kesimpulan tentang sifat-
dan mengkomunikasikan pengetahuan
sifat cahaya. Terakhir siswa diminta
baru. Pada penelitian ini rancangan
mengkomunikasikan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan
penyelidikan
seperti yang tertera pada tabel 4 berikut.
bimbingan guru.
penyelidikan, data,
analisis
dan
hasil
sesuai
dengan
Pada pembelajaran 1 ini, terlihat Tabel 4. Rancangan kegiatan pembelajaran Langkah Pembelajaran
Eksplorasi Fenomena Memfokuskan pada sebuah pertanyaan Merencanakan Penyelidikan Melakukan penyelidikan Menganalisis data dan bukti Membangun pengetahuan baru Mengkomunik asikan pengetahuan baru
siswa
antusias
pembelajaran.
Peran dominan dalam pembelajaran 1 2(Inkuir 3 (Inkuiri i (Inkuiri Demonst Terstru Terbimb rasi) ktur) ing) Guru Guru Guru
pada
Adanya
awal
fenomena
yang disajikan guru menstimuli siswa untuk ikut aktif dalam diskusi kelas. Setelah
memasuki
kegiatan
penyelidikan, lebih dari 60% siswa Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Siswa
Guru
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Siswa
Guru
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
aktif, tetapi beberapa siswa terlihat canggung dan beberapa tampak tidak aktif. Hasil
wawancara terhadap
siswa yang canggung mengungkap bahwa
siswa
memahami
tersebut
maksud
tidak
penyelidikan,
dan cara kerjanya. Sedangkan siswa yang tidak aktif karena mereka menemukan
alat
yang
menurut
mereka menarik sehingga mereka
Secara ringkas pelaksanaan pembelajaran
hanya
dengan inkuiri bertingkat pada KD Indra
memainkan
saja
tanpa
mengikuti prosedur yang ada.
Penglihatan dan alat optik adalah sebagai
Minat siswa pada awal kegiatan
berikut.
pembelajaran
1. Pertemuan 1, Inkuiri demonstrasi
yang
yang menunjukkan siswa usia SMP
diawali
masih berada pada tahap peralihan
dengan kegiatan demontrasi tentang
operasional konkret ke operasional
fenomena alam terkait pembiasan,
formal. Adanya demonstrasi tersebut
pemantulan dan perambatan cahaya, seperti
fenomena
dapat menstimuli siswa untuk masuk
pelangi,
kedalam pembelajaran berikutnya.
fatamorgana dan pensil yang telihat
2. Pertemuan 2, Inkuiri testruktur
bengkok saat dimasukkan kedalam
Pembelajaran diawali dengan
gelas berisi air. Setelah diskusi kelas
diskusi kelas tentang pembentukan
guru menfokuskan siswa untuk pada FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
merupakan
implikasi teori perkembangan piaget,
disebut juga discrepant event Pembelajaran
ini
380
ISSN 2502-8723
bayangan
pada
cermin.
Guru
tidak
pertanyaan
pada
sehingga mereka berusaha mencoba
bagaimana pembentukan bayangan
sendiri untuk hal-hal yang menarik,
pada cermin datar. Guru meminta
seperti dengan mengganti benda yang
siswa
dicari bayangannya, mengubah-ubah
memfokuskan
melakukan
penyelidikan
sabar
tentang pembentukan bayangan pada
jarak
cermin
susunan
datar.
Siswa
melakukan
mengikuti
benda
dan
yang
mencoba
tidak
penyelidikan sesuai prosedur yang
menunjukkan
diberikan guru demikian pula data
kreatifitas siswa.
prosedur
pada
lurus.
adanya
Ini
peningkatan
yang harus diambil. Tetapi analisis data,
penarikan
kesimpulan
mengkomunikasikan penyelidikan
dan
3. Pertemuan 3, Inkuiri terbimbing
hasil
dilakukan
Pembelajaran
secara
Pada pembelajaran 2 ini, terlihat siswa
antusias
dengan
diskusi kelas tentang jenis cermin dan
berkelompok oleh siswa.
masih
diawali
pada
bayangannya,
kemudian
memfokuskan
pada
bagaimana
sifat
guru
pertanyaan
bayangan
pada
pembelajaran. Adanya diskusi kelas
cermin lengkung. Guru menjelaskan
dan peralatan yang disediakan dapat
alat
membangkitkan keingintahuan siswa.
kemudian guru meminta siswa dalam
Setelah
kelompok
memasuki
kegiatan
dan
bahan
yang
tersedia,
membuat
prosedur
penyelidikan, lebih dari 70% siswa
penyelidikan, data yang harus diambil
aktif, tetapi beberapa siswa terlihat
dan cara menganalisisnya. Setelah itu
aktif sendiri dan beberapa tampak
siswa
tidak
mengambil data, menganalisis data,
aktif.
Hasil
wawancara
melakukan
penyelidikan,
terhadap siswa yang aktif sendiri
menarik
mengungkap bahwa siswa tersebut
mengkomunikasikan
tertarik pada alat tertentu sehingga
kelompok
mereka ingin mengetahui fungsi alat
kegiatan ini, guru menjadi fasilitator
yang ada tanpa mengikuti prosedur
dan
yang ada. Sedangkan siswa yang
ketidaklancaran kegiatan siswa dalam
tidak aktif, karena mereka merasa
kelompok.
tidak mau bersaing dengan teman
kesimpulan
didepan
menstimuli
dan
hasil
kerja
kelas.
Dalam
apabila
ada
Pada pertemuan 3 ini, siswa mulai
untuk menggunakan alat.
mengenal
langkah-langkah
Peningkatan keaktifan siswa ini
pembelajaran inkuiri. Siswa tidak
terjadi karena siswa sudah mengenal
canggung menggunakan alat. Tetapi
alat yang digunakan. Siswa ingin tahu
perbedaan
lebih lanjut tentang penggunaan alat.
terutama keharusan siswa menyusun
Selain itu adanya petunjuk yang jelas
prosedur penelitian membuat siswa
membantu siswa melakukan kegiatan
merasa
praktikum.
waktu dalam menyusun prosedur
Tetapi beberapa siswa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
381
langkah
kesulitan.
pembelajaran
Ada
tambahan
ISSN 2502-8723
sehingga
waktu
untuk
langkah
Hasil belajar yang rendah pada tahap
berikutnya
menjadi
inkuiri terbimbing ini menunjukkan siswa
berkurang. Untuk kelompok yang
masih belum dapat mengatasi kebingungan
memiliki
berperan
sampai akhir pembelajaran,. Hal ini wajar,
mendominasi dan berperan sebagai
karena pada tahap pembelajaran inkuiri yang
ketua, kerja kelompok menjadi lebih
tinggi dapat menimbulkan kebingungan
cepat. Tetapi beberapa kelompok
pada siswa sehingga penguasaan konsepnya
yang
yang
menjadi rendah (Bunterm, 2014). Selain itu
mendominasi terjadi diskusi yang
kesulitan menyusun prosedur merupakan
berkepanjangan.
masalah yang sering dialami siswa yang
pembelajaran
anggota
tidak
yang
ada
siswa
belajar B. Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir
inkuiri
terbimbing
(Newman,2004; Suhatatik, 2014) sehingga
Sains Hasil
dengan
perlu adanya pelatihan berinkuiri sebelum
tes
formatif
setelah
kegiatan
kegiatan pembelajaran.
pembelajaran menunjukkan skor rata-rata
Hasil tes keterampilan berpikir
siswa seperti pada tabel 5 berikut.
sains pada setiap pertemuan disajikan dalam diagram berikut.
Tabel 5. Skor Tes Formatif Hasil Belajar
Tingkat Berpikir Siswa Pert 1
Siswa
Pert
Tingkat inkuiri
Rata-rata
ke
skor
1
Inkuiri Demonstrasi
76,5
2
Inkuiri Terstruktur
78
3
Inkuiri Terbimbing
67
ranah
kognitif
pada
Unistructural
Multistructural
Relational
12% 20%
8% 60%
Analisis tingkat berpikir siswa pada pertemuan 1 menunjukkan 60% siswa masih berada pada tahap pre structural untuk keterampilan berpikir sains pada indikator menarik kesimpulan. Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa masih memiliki keterampilan berpikir yang rendah.
Hasil ini menunjukkan skor hasil belajar dalam
Pre-structure
inkuiri
demonstrasi 76,8, inkuiri terstruktur 78 dan inkuiri terbimbing 67. Ini menunjukkan pada
Tingkat Berpikir Siswa Pert 2
inkuiri demonstrasi rata-rata skor siswa 76,5 dan pada inkuiri terstruktur 78, ini berada diatas KKM 75 dan mengalami kenaikan.
Pre-structure
Unistructural
Multistructural
Relational
10%
10%
Sedangkan pada inkuiri terbimbing 67, 35%
berarti dibawah KKM. Hal ini terjadi karena pada
pembelajaran
dengan
Pada pertemuan kedua ada peningkatan tingkat keterampilan berpikir. Hal ini ditandai dengan berkurangnya siswa yang berada pada tingkatan pre structural dan meningkat menjadi unistructural. Selain itu ada perubahan siswa yang meningkat dari multi structural ke relational.
inkuiri
terbimbing, siswa masih kebingungan dalam menyusun
prosedur
sehingga
45%
kegiatan
investigasi dan penarikan kesimpulan kurang maksimal.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
382
ISSN 2502-8723
berpikir dari pre structural ke tingkat
Tingkat Berpikir Siswa Pert 3 Pre-structure
Unistructural
Multistructural
Relational
berpikir unistructural. Pada tingkat inkuiri terbimbing terjadi penurunan hasil belajar
10%
karena siswa masih kebingungan menyusun
10%
prosedur
40%
penyelidikan
pembelajaran
40%
sehingga
berikutnya
tahap
tidak
berjalan
lancar. Keterampilan berpikir sains siswa Pada pertemuan ketiga, terlalu tampak adanya perubahan tingkat berpikir. Hal ini dapat dilihat dari komposisi tahap multistructural dan relational. Sedangkan peningkatan tingkat berpikir prestructural ke unistructural hanya sebesar 5 %.
pada
tahap
inkuiri
terbimbing
tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Penerapan
pembelajaran
inkuiri
bertingkat juga mengungkap beberapa hal Hasil analisis tingkat berpikir dari
yang perlu diperhatikan dalam melakukan
menunjukkan bahwa secara umum siswa
pembelajaran inkuiri yang efektif di SMP.
SMP masih berada pada tingkat berpikir pre-
Antara lain perlunya penyajian fenomena
structural. Adanya pembelajaran inkuiri
alam untuk menarik minat siswa dalam
bertingkat dari tahap inkuiri demonstrasi ke inkuiri
terstruktur
dapat
pembelajaran, perlunya pengenalan alat yang
meningkatkan
digunakan dalam pembelajaran, perlu ada
tingkat berpikir pre structural menjadi unistructural
menunjukkan
peraturan penggunaan alat sehingga tidak
adanya
digunakan
perkembangan tingkat berpikir yang terkait dengan
peningkatan
kemampuan
siswa
perlu
kegiatan
adanya
ketua
penelitian ini terbatas, oleh karena perlu dilakukan
tingkat berpikir yang signifikan karena siswa
penelitian
tentang
inkuiri
bertingkat lebih lanjut terutama terkait
masih belum dapat melakukan kegiatan dengan
dan
melakukan
tinggi. Pelaksanaan inkuiri bertingkat pada
Pada
Pertemuan ketiga, tidak terjadi kenaikan
sesuai
perlu
kelompok pada tingkat inkuiri yang lebih
keterampilan berpikir sains, sehingga masuk
pembelajaran
mainan,
kelompok yang mengendalikan kegiatan
tidak memberikan alasan pada jawaban tes
pre-structural.
sebelum
pembelajaran
pada pertemuan pertama banyak siswa yang
kategori
untuk
pengenalan keterampilan berinkuiri kepada
siswa
dalam melakukan penyelidikan. Selain itu,
dalam
siswa
dengan identifikasi kapan siswa siap untuk
inkuiri
mengikuti pembelajaran inkuiri pada tingkat
terbimbing dengan baik.
yang lebih tinggi. Daftar Pustaka
Kesimpulan Penelitian
ini
Abd-El Khalick, F. 2004. Inquiry In Science Education: International Perspectives. Champaign: Wiley Periodicals, Inc. Azizmalayeri, K. 2012. The Impact of Guided Inquiry Methods of Teaching on the Critical Thinking of High School Students. Journal of Education and Practice. 3 (10). Bunterm, T. dkk. 2014. Do Different of Inquiry Lead to Different Learning
menunjukkan
pembelajaran inkuiri secara bertingkat dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir
sains.
Pada
pelaksanaan
pembelajaran inkuiri demonstrasi dan inkuiri terstruktur terdapat kenaikan rata-rata skor hasil belajar dari 76,5 menjadi 78 dan tingkat FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
383
ISSN 2502-8723
Outcomes? A Comparison between guided anf structure inquiry. International Journal of Science Education, 36(12):1937-1959. Costa, A. 1991. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. California: ERIC Godwin, A. 2013. Influence of Learning Styles and Teaching Strategies on Students‘ Achievment in Biology. Voice of Reseach, 1(4) Kelly, Peter. 2005. Using Thinking Skills In The Primary Classroom. London : Paul Chapman Publising. Kemdikbud, 2014. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud. 2015. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kemdikbud Kock, Z., dkk. 2014. Creating A Culture of Inquiry in The Clasroom While Fostering An Understanding Of theoretical Concepts in Direct Current Electric Circuits: A Balanced Approach. International Journal of Science and Mathematics Educations (2015) 13:45-69. Koksal, E.,dkk. 2014. The Effect of GuidedInquiry Instruction on 6th Grade Turkish students‘ Achievement, Science Process Skills, and Attitude Toward Science. International Journal of Science Education. 36(1):66-78. Liliawati,W., dkk. 2014. Analisis Kemampuan Inkuiri Siswa SMP, SMA dan SMK dalam Penerapan Levels of Inquiry pada Pembelajaran Fisika. Jurnal Pendidikan Indonesia 6(2): 34-39. Llewellyn, D. 2007. Inquiry Within: Implementing inqury-based science standards in grades 3-8 (2ndn ed.) Thousand Oak, CA: Corwin Llewellyn, D. 2011. Differentiated Science Inquiry. USA: Corwin Pres Inc. Moseley, D., dkk. 2005. Frameworks for Thinking: A Handbook for Teaching and Learning. Cambridge : Cambridge University Press Newman, W. 2004. Dilemmas of Teaching Inquiry in Elementary Science Methods. Journal of Science Teacher Education 15(4):257-279. Purwanto, dkk. 2013. Analisis Kemampuan Inkuri dan Hasil Belalajar Siswa FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran berbasis Model Hierarki of Inquiry. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY 2013 hlm : 107-110. Sumiati. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima. Sandoval, W. 2010. Urban Middle School Students‘ Perceptions of the Value and Difficulty of Inquiry. J Sci Educ Technol (2011) 20:95-109 Vajoczky, S. 2004. Inquiry Learning: Level, Dicipline, Class Size, What Matter? International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning Vol.5(1). Xu, Haozhi. 2013. Effect of the Level of Inquiry on Student Interactions in Chemistry Laboratories. Journal of Chemical Education, 90:29-36.
384
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PROSES PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA SMK BERBASIS DARING KOMBINASI SEBAGAI PENDAMPING PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Sri Munarsih, Wartono dan Lia Yuliati Jurusan Pendidikan Fisika Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang email: [email protected] Abstrak: Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan program pembelajaran khas SMK dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa sekaligus sebagai wahana berkontribusi bagi dunia usaha dan dunia industri terhadap upaya pengembangan pendidikan di SMK. Sesuai Kurikulum 2013 PKL dilaksanakan dengan sistem blok selama 3 bulan sehingga pembelajarannya dilaksanakan secara tatap muka di sekolah dan mandiri di industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran fisika SMK berbasis daring kombinasi yaitu pembelajaran kombinasi antara tatap muka dan belajar mandiri secara online sebagai pendamping siswa ketika melaksanakan PKL dan mengetahui kualitas proses serta hasil belajar menggunakan bahan ajar yang dikembangkan. Bahan ajar yang dikembangkan meliputi Buku Pedoman Guru pada materi Listrik Statis. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan menggunakan model yang dikembangkan oleh Borg and Gall yang dimodifikasi oleh Sukmadinata melalui lima tahapan yaitu (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan produk, (3) pengembangan produk, (4) validasi dan ujicoba dan (5) revisi produk. Hasil penelitian adalah berupa Buku Pedoman Guru yang divalidasi ahli ditinjau dari kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian dan diujicobakan terhadap 2 guru Fisika SMK dan 32 siswa SMK Negeri 5 Malang. Kata Kunci; bahan ajar; daring kombinasi; praktik kerja lapangan
Praktik merupakan
Kerja
program
Lapangan pembelajaran
(PKL)
selama setengah semester atau sistem semi
khas
blok 3 hari dalam seminggu setiap hari 8 jam
SMK yang harus dilaksanakan oleh semua
selama
siswa di dunia kerja atau dunia industri
pembelajaran setiap mata pelajaran dapat
sebagai wujud nyata dari pendidikan sistem
dilakukan di sekolah dan/atau di industri
ganda.
Program PKL disusun bersama
terintegrasi dengan PKL. Jika pembelajaran
antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia
tidak terintegrasi dalam kegiatan PKL maka
industri dalam rangka memenuhi kebutuhan
pembelajaran dilakukan di sekolah dengan
siswa
jumlah jam setara dengan jumlah jam satu
sekaligus
sebagai
wahana
berkontribusi bagi dunia usaha dan dunia industri
terhadap
upaya
pendidikan
di
SMK.
diharapkan
siswa
semester.
Pelaksanaan
semester.
pengembangan
PKL di SMK Negeri 5 Malang
PKL
dilaksanakan dengan sistem blok selama
menguasai
setengah semester di kelas XI. Oleh karena
kompetensi sesuai tuntutan kurikulum dan
itu diperlukan perencanaan program PKL
mendapat pengalaman kerja langsung sesuai
termasuk
kompetensi yang dipelajarinya.
semua mata pelajaran khususnya di kelas XI.
Menurut
Dengan
satu
mampu
Peraturan
Kurikulum
Sekolah
untuk
terlepas dari implementasi silabus ke dalam pembelajaran, oleh karena itu diperlukan
Menengah
penataan kompetensi dasar yang tertera
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan, PKL
dalam
dapat dilaksanakan pada kelas XI atau kelas
silabus
yang
selanjutnya
dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran.
XII dengan menggunakan sistem blok FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pembelajaran
Perencanaan program pembelajaran tidak
Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 60 Tahun 2014 tentang
program
385
ISSN 2502-8723
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang
pesat
menuntut
siswa dan guru, serta orang tua dengan
siswa
berbagi konten berupa teks, gambar, links,
maupun guru untuk mampu memanfaatkan
video, maupun audio. Edmodo bertujuan
media teknologi informasi dan komunuikasi
untuk membantu pendidik memanfaatkan
dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
fasilitas jejaring sosial sesuai dengan kondisi
dapat
pembelajaran di dalam kelas.
dikembangkan
dengan
mengkombinasikan antara tatap muka dan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
belajar mandiri secara online.. Pembelajaran
menghasilkan perangkat pembelajaran fisika
yang menggabungkan antara pembelajaran
SMK berbasis daring kombinasi
tatap muka dengan pembelajaran berbasis
pembelajaran kombinasi antara tatap muka
teknologi informasi dan komunikasi itulah
dan belajar mandiri secara online sebagai
yang dikembangkan sebagai pembelajaran
pendamping siswa ketika melaksanakan
campuran atau lebih dikenal dengan istilah
PKL dan mengetahui kualitas proses serta
Blended
hasil belajar menggunakan bahan ajar yang
Learning
yang
dalam
bahasa
Indonesia disebut Daring Kombinasi. Daring
Kombinasi
dikembangkan.
Perangkat
yaitu
yang
merupakan
dikembangkan memanfaatkan Edmodo yang
penggabungan dua kegiatan pembelajaran
tidak hanya menampilkan konten saja tetapi
yaitu kegiatan pembelajaran melalui kelas
melibatkan
konvensional (tatap muka) dan kelas online
pembelajaran sehingga diharapkan dapat
(dalam
mendorong dan mendukung siswa utuk terus
jaringan).
Menurut
Husamah
(2014:17) kegiatan pembelajaran melalui
siswa
secara
aktif
dalam
belajar.
kelas konvensional (tatap muka) dan kelas virtual (online) memiliki kekurangan dan kelebihan,
sehingga
dilaksanakan
jika
keduanya
Penelitian ini merupakan penelitian
bersama
pengembangan menggunakan model yang
secara
(dikombinasikan)
maka
METODA
keduanya
akan
dikembangkan oleh Borg and Gall yang
saling melengkapi.
dimodifikasi oleh Sukmadinata melalui lima
Terdapat berbagai macam media e-
tahapan yaitu (1) studi pendahuluan, (2)
learning online yang dapat dimanfaatkan
perencanaan produk, (3) pengembangan
dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya
produk, (4) validasi dan ujicoba dan (5)
adalah Edmodo. Edmodo adalah salah satu
revisi produk. Instrumen yang digunakan
platform
banyak
berupa angket validasi yang ditujukan pada
digunakan dalam pembelajaran berbasis
validator ahli dalam bidang pendidikan dan
internet. Edmodo didirikan pada tahun 2008
validator ahli media TIK serta angket uji
oleh Nicolas Brog dan Jeff O‘Hara yang
coba terbatas yang ditujukan pada 2 guru
secara khusus dikembangkan dan dirancang
fisika dan 32 siswa SMK Negeri 5 Malang.
media
sosial
yang
untuk digunakan oleh guru dan siswa dalam
Secara
keseluruhan
proses
suatu ruang kelas. Edmodo menyediakan
pengembangan Buku Pedoman Guru adalah
cara
sebagai berikut:
yang
aman
dan
mudah
untuk
berkomunikasi dan berkolaborasi antara FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
386
ISSN 2502-8723
Studi Pendahuluan 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Pengembangan Produk 1. Menyusun instrumen validasi dan angket ujicoba 2. Validasi Ahli 3. Ujicoba kelompok kecil 4. Melakukan revisi pertama 5. Ujicoba lapangan 6. Melakukan revisi akhir
Perencanaan
Mengidentifikasi pelaksanaan PKL Mengidentifikasi karakteristik siswa Mengidentifikasi sumber daya pendukung Menganalisis silabus Menyusun Program Tahunan dan Program Semester Menentukan kompetensi dasar yang akan dikembangkan
1.
Menganalisis kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi Merumuskan tujuan Pembelajaran Menyusun rencana penilaian Mengumpulkan sumber dan bahan Menyusun skenario pembelajaran Mendigitalisasi ke dalam sistem Edmodo Menyusun Buku Panduan Guru
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Terdapat berbagai macam media elearning online yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Edmodo menyediakan cara yang aman dan mudah untuk berkomunikasi dan berkolaborasi antara siswa dan guru, serta orang tua dengan berbagi konten berupa teks, gambar, links, video, maupun audio. Dengan
demikian
yang
digunakan
sebagai media online yang kegiatan pengembangan pembelajaran ini adalah Edmodo. 4. Menganalisis silabus mata pelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN
fisika Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan
Hasil Studi Pendahuluan
adalah
1. Mengidentifikasi Pelaksanaan PKL PKL
di
SMK
Negeri
5
dengan memetakan kompetensi dasar dan materi pokok pembelajaran yang
semester genap. Kegiatan pembelajaran semester
3
dilaksanakan
bulan
ditetapkan berdasar hasil analisis silabus
dalam kegiatan pembelajaran khususnya
mata pelajaran fisika kelas XI SMK
di kelas XI.
kelompok
2. Mengidentifikasi Karakteristik siswa
listrik, fluks, potensial listrik, energi
sebagai sarana belajar dan mampu
hasil
dan
Menganalisis gaya listrik, kuat medan
telah terbiasa memanfaatkan internet
Berdasarkan
Informasi
dipilih untuk dikembangkan adalah 3.7.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
online.
Teknologi
Komunikasi. Kompetensi Dasar yang
Keahlian
pembelajaran
yang
Kompetensi dasar yang dikembangkan
silabus untuk selanjutnya dikembangkan
melaksanakan
dan
dikembangkan
kompetensi dasar yang tertera dalam
XI Program
sekolah
5. Menentukan kompetensi dasar yang
industri sehingga diperlukan penataan
kelas
di
dilaksanakan di industri
dilaksanakan di sekolah dan 3 bulan di
Siswa
mata
Teknologi Informasi dan Komunikasi
3 bulan di kelas XI semester ganjil atau
satu
silabus
pelajaran fisika SMK kelas XI kelompok
Malang
dilaksanakan dengan sistem blok selama
selama
menganalisis
potensial listrik serta penerapannya pada
secara
berbagai kasus dan 4.7. Menyajikan data
observasi
dan informasi tentang kapasitor dan
siswa menginginkan pembelajaran fisika
manfaatnya dalam kehidupan sehari.
pada saat PKL dapat dilaksanakan secara online. 3. Mengidentifikasi
Hasil Perencanaan sumber
daya
1. Menganalisis
pendukung FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kompetensi
dasar
dan
indikator pencapaian kompetensi 387
ISSN 2502-8723
Menjabarkan Kompetensi Dasar (KD)
Semua sumber dan bahan pembelajaran
yang dipilih yaitu KD 3.7 dan 4.7 ke
yang telah disusun selanjutnya diunggah
dalam Indikator Pencapaian Kompetensi
di
(IPK) dan mengidentifikasi topik/materi
pembelajaran.
yang sesuai dengan KD dan IPKnya.
Edmodo
berdasarkan
skenario
7. Menyusun Buku Panduan Guru
Materi yang sesuai dengan KD tersebut
Secara garis besar Buku Panduan Guru
adalah Listrik Statis
dibagi
2. Merumuskan tujuan pembelajaran Tujuan
Pembelajaran
berdasarkan
Petunjuk
disusun
Indikator
dikelompokkan
dua
Umum
bagian
yaitu
Pembelajaran
dan
Petunjuk Teknis setiap Kegiatan Belajar.
Pencapaian
Kompetensi pada materi Listrik Statis dan
menjadi
sesuai
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
jumlah
Hasil pengembangan berupa Buku
kegiatan belajar
Panduan Guru pada materi Listrik Statis
3. Menyusun rencana penilaian
yang didalamnya terdapat urutan kegiatan
Rencana penilaian hasil belajar siswa
pembelajaran dan bahan pembelajaran yang
mencakup
membantu
kompetensi
sikap,
dan
mendukung
proses
pengetahuan dan ketrampilan. Instrumen
pembelajaran dengan kombinasi antara tatap
Penilaian kompetensi sikap terdiri dari
muka dan belajar mandiri secara online
jurnal, penilaian diri dan penilaian teman
maupunan offline. Bahan pembelajaran yang
sejawat.
Penilaian
dikembangkan tidak hanya berupa konten
pengetahuan
terdiri
kompetensi dari tugas
dan
tetapi dilengkapi dengan langkah-langkah
penilaian harian, sedangkan kompetensi
pembelajaran dengan pendekatan saintifik
ketrampilan meliputi proses, proyek,
sesuai Kurikulum 2013.
produk dan portofolio.
Buku Panduan Guru terdiri dari
4. Mengumpulkan sumber dan bahan Mengumpulkan
sumber-sumber
Petunjuk Umum Pembelajaran dan Petunjuk atau
Teknis
setiap
kegiatan
pembelajaran.
referensi yang dapat dijadikan acuan
Petunjuk Umum Pembelajaran berisi (1)
dalam proses pengembangan termasuk
Ruang lingkup mata pelajaran fisika (2)
materi
Pemetaan Kompetensi dan materi pokok, (3)
pembelajaran
berupa
teks,
gambar, link dan video.
Program Tahunan, (4) Program Semester,
5. Menyusun skenario pembelajaran
(5) Rencana Penilaian (6) Analisis Program
Pembelajaran terbagi menjadi 3 kegiatan
Pembelajaran dan (7) Peta Konsep Listrik
belajar. Alokasi waktu setiap kegiatan
Statis. Sedangkan Petunjuk Teknis Kegiatan
belajar setara dengan 2 jam pelajaran
Pembelajaran berisi (1) Kompetensi inti dan
perminggu. disusun
Skenario
pembelajaran
Kompetensi Dasar (2) Indikator Pencapaian
berdasarkan
tahap-tahap
Kompetensi (3) Tujuan Pembelajaran (4)
diintegrasikan
Materi Esensial, (5) Skenario Pembelajaran
pembelajaran
saintifik
dengan fitur-fitur yang ada di Edmodo.
dan (6) Penilaian
6. Mendigitalisasi ke dalam sistem Edmodo
Proses pengembangan bahan ajar ini baru sampai tahap perencanaan sehingga
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
388
ISSN 2502-8723
_____ . 2013. Edmodo – Solusi untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). http://www.kopertis12.or.id/2013/04/27. diakses 5 November 2013.
masih ada satu tahap lagi yaitu tahap pengembangan. Dalam tahap pengembangan Buku Panduan Guru yang telah tersusun perlu
divalidasi
ahli
dan
diujicobakan
terhadap guru Fisika dan siswa SMK. Hasil validasi dan ujicoba digunakan sebagai bahan untuk melakukan revisi yang pada akhirnya akan diperoleh Buku Pegangan Guru yang layak untuk digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Hermawanto, Kusairi, S. & Wartono. 2013. Pengaruh Blended learning terhadap Penguasaan Konsep dan Penalaran Fisika Peserta Didik Kelas X. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9 (67-66). (Online), (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php /JPFI/article/viewFile/2582/2635), diakses 23 Mei 2013. Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Husamah. 2014. Pembelajaran Bauran (Blended learning): Terampil Memadukan Keunggulan Pembelajaran Face-to-Face, E-Learning OfflineOnline dan Mobile Learning. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Model Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: BumiAksara. Zaynuri & Marpanaji, Eko. 2012. Penerapan E-learning Moodle untuk Pembelajaran Siswa yang Melaksanakan Prakerin. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 2, Nomor 3, November 2012 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
389
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN SAINS KELAS IV SDN KEDUNGKANDANG II MALANG Arief Rahman Hakim Universitas Kanjuruhan Malang [email protected] abstrak Media pembelajaran sains merupakan salah satu factor penunjang dalam pencapaian tujuan pembelajaran sains . Karena itu kemampuan dan pemahaman guru terhadap penggunaan media sains sangat penting dan dibutuhkan dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran. Pengamatan dilakukan terhadap Guru kelas IV SDN Kedungkandang II yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman Guru kelas IV SDN Kedungkandang II tentang penggunaan media sains pada kompetensi dasar ―simbiosis‖, Metode Pengamatan ini menggunakan metode deskripitif kualitatif. Hasil pengamatan menunjukkan Di SDN Kedungkandang II terdapat banyak media tentang contoh-contoh simbiois tetapi masih jarang digunakan karena kurangnya pemahaman Guru tentang penggunaan media, hal ini berakibat kepada siswa seperti mudah bosan sehingga pada waktu penggunaan media kadang – kadang siswa tidak merespon terhadap penjelasan dari Guru. Kata Kunci: Pemahaman, media sains kompetensi dasar ―Simbiosis‖.
pelajaran
Pendahuluan
Sains
kurang
kebanyakan
tekhnologi dari massa ke massa berdampak
Berdasarkan
pernyataan
pada kebutuhan akan media pendidikan
diharapkan
mampu
Sains
sehingga
kemampuanya dalam mengajarkan Sains
diperlukan alat-alat yang praktis dan efisien
dengan menggunakan media agar siswa bisa
dalam pengajaran, untuk itu perkembangan
memahami pelajaran dengan mudah dan
Sains tidak bisa dipisahkan dari Ilmu
menyukainya.
sangat
banyak,
Sekolah
oleh
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
yang
siswa
diminati
tersebut,
Dasar. guru
meningkatkan
Pengetahuan dan Tekhnologi. Hal tersebut
Dalam proses belajar Sains sangat
bertujuan agar masyarakat terutama siswa-
diperlukan keaktifan para siswa terutama
siswa sekolah dasar dapat menguasai Ilmu
dalam
Pengetahuan Alam (IPA) atau SAINS
percobaan, oleh sebab itu peranan gurulah
dengan optimal. Dengan demikian, siswa
yang diharapkan mampu untuk membuat
tidak akan tertinggal akan perkembangan-
siswa
perkembangan tersebut.
pembelajaran dan mampu memahami setiap
Seperti yang kita ketahui bersama, tidaklah
mudah
mendorong
pembelajaran
siswinya
aktif
yang
melakukan
dalam
setiap
pembelajaran yang disampaikan dengan
masyarakat
mudah.
untuk mencintai atau menyukai Sains.
Guru tidak hanya menyampaikan
Terlebih dikalangan siswa-siswa Sekolah
materi saja, tetapi juga dituntut untuk bisa
Dasar.
menyajikan apa yang sedang dipelajari
Ada
anggapan
yang
muncul
dikalangan mereka bahwa mata pelajaran
bersama
Sains adalah salah satu mata pelajaran yang
pembelajaran. Media pengajaran itu banyak
sulit disamping Matematika, sehingga mata
ragamnya, oleh sebab itu guru harus pandai
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
390
dengan
menggunakan
media
ISSN 2502-8723
dan terampil memilih dan menggunakanya.
menyampaikan
Guru perlu mengenal media pengajaran
sesuatu.
supaya dapat memilihnya dengan tepat. Kriteria
tepat-tidaknya
kecocokan
dengan
diukur
tujuan
atau
memahami
5. Mereka mampu membuat keputusan
dengan
sendiri dalam belajarnya.
pengajaran.
6. Mereka
memiliki
ketegasan
Tujuan pengajaran akan memberikan rambu-
mengenai apa yang mereka sukai dan
rambu tentang media mana yang paling
tidak disukai.
cocok. Jadi media tidak dapat dianggap berdiri
sendiri
lepas
dari
7. Mereka
komponen
keadilan
kelas dan kritis terhadap setiap
―Sains‖
berasal
dari
kata
keputusan guru.
―Natural Seicence‖ dan sering disebut ―Science‖.
rasa
tentang apa yang terjadi di dalam
pengajaran lainya. Kata
memiliki
Natural
artinya
8. Mereka
ilmiah,
mampu
bekerja
dengan
orang lain dan belajar dari orang lain.
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut
dengan
alam,
Science
artinya
Media berasal dari bahasa latin dan
pengetahuan. Jadi sains adalah ilmu tentang
merupakan bentuk jamak dari kata medium
alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-
yang
peristiwa yang terjadi di alam ini.
―perantara atau pengantar‖. Dalam bahasa
secara
harfiah
mempunyai
arti
Sains merupakan suatu kumpulan
Indonesia kata medium dapat diartikan
pengetahuan tersusun secara sistematik dan
―antara‖. Istilah ini menunjukkan segala
dalam penggunaannya secara umum terbatas
sesuatu yang membawa atau menyalurkan
pada gejala alam (Wahyana 1997:293).
informasi antara sumber dan penerima.
Setiap pelajaran di Sekolah Dasar harus
Gagne
dalam
sadiman
(2002:6)
anak,
menyatakan bahwa ― media adalah berbagai
sehingga bisa dihasilkan program yang
jenis komponen dalam lingkungan siswa
sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
yang
Penanganan yang salah bisa memunculkan
merangsangnya untuk belajar. Dalam proses
atau menumbuhkan sikap negatif terhadap
belajar mengajar di sekolah-sekolah, pada
pelajaran Sains dan perasaan tidak bisa
umumnya para siswa hanya dibiasakan
terbawa hingga mereka dewasa.
untuk mendengarkan apa yang diajarkan
mengakomodasikan
karakteristik
Pembelajaran usia muda yang
dapat
menyajikan
pesan
serta
oleh guru-gurunya di depan kelas, kemudian
seumur anak Sekolah Dasar memiliki ciri-
mencatat
dan
dipaksakan
untuk
ciri sebagai berikut :
mengahafalkan di luar kepala. Siswa jarang
1. Mereka telah memiliki pengetahuan
atau hampir tidak pernah diajak untuk
dasar tentang dunia sekelilingnya.
berbuat dan mencari hal-hal yang baru,
2. Mereka
telah
bisa
membedakan
melainkan hanya mendengarkan dengan
antara fakta dan fiksi.
pasif apa yang diajarkan oleh guru. Hal ini
3. Mereka suka bertanya.
dapat mengakibatkan kurangnya minat dan
4. Mereka suka mengandalkan bahasa
kegairahan siswa dalam mengikuti pelajaran
lisan dan benda-benda konkrit untuk FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
yang 391
disajikan
oleh
guru.
Untuk
ISSN 2502-8723
mengaktifkan siswa di dalam proses belajar
gambar ataupun contoh konkrit tanaman
mengajar sangat dibutuhkan adanya media
anggrek yang menempel pada batang pohon.
atau alat bantu yang sesuai dengan bahan
Contoh konkrit ini bisa dilakukan, misalkan
yang diajarkan.
dengan cara mengajak siswa melakukan
Media pembelajaran telah menjadi bagian
penting
mengajar. B.Fuller
dalam
Seorang dalam
proses
insinyur Rohadi
pengamatan di lingkungan sakitar sekolah.
belajar
Dengan
demikian
guru
bisa
Amerika
menjelaskan bahawa tumbuhan anggrek
(2004:1)
yang
menempel
pada
tumbuhan
lain
mengatakan bahwa ― Media pembelajaran
termasuk simbiosis komensalisme. Karena
telah menjadi orang tua ke tiga bagi anak
tumbuhan
(guru adalah orang tua yang ke dua)‖.
keuntungan dari pohon yang ditumpanginya
Simbiosi
mutualisme
dapat
anggrek
sehingga
tumbuhan
mendapatkan
anggrek
dapat
dijelaskan dengan menggunakan gambar
memperoleh cahaya agar dapat membuat
kupu-kupu yang hinggap pada sebuah bunga,
makan sendiri, dengan demikian tumbuhan
dari gambar tersebut guru bisa menjelaskan
anggrek tidak menyerap sari-sari makanan
tentang hubungan antara kupu-kupu dengan
dari pohon yang ditumpanginya. Sebaliknya
bunga tersebut. Kupu-kupu membutuhkan
pohon tersebut tidak diuntungkan dan tidak
tumbuhan berbunga, sebaliknya tumbuhan
dirugikan.
berbunga juga membuthkan kupu-kupu.
Simbiosis
parasitisme
dapat
Antara kupu-kupu dengan tumbuhan
dijelaskan dengan cara guru menunjukkan
berbunga terjadi hubungan timbal balik yang
gambar ataupun contoh konkrit benalu yang
saling
diperoleh
tumbuh pada tumbuhan lain. Contoh konkrit
kupu-kupu dari bunga adalah makanan yang
ini bisa dilakukan, misalkan dengan cara
berupa
mengajak siswa melakukan pengamatan di
menguntungkan.
nektar,
Yang
sedangkan
bunga
membutuhkan gerakan bagian tubuh kupu-
lingkungan sakitar sekolah.
kupu yang dapat mengakibatkan jatuhnya
Dengan
serbuk sari ke kepala putik. Pada saat kaki kupu-kupu
demikian
guru
bisa
menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi yang
antara
benalu dengan tumbuhan lain
menyentuh benang sari, maka serbuk sari
merupakn hubungan antar makhluk hidup
menenmpel pada kaki kupu-kupu. Saat
yang
kupu-kupu terbang, maka serbuk sari yang
sedangkan yang lainya dirugikan. Benalu
menempel dikakinya ikut terbawa. Saat
mendapatkan
kupu-kupu hinggap di bunga yang lain,
menyerap sari-sari makanan dari tumbuhan
maka serbuk sari yang terbawa akan
yang ditumpanginya, sehingga tumbuhan
menempel di kepala putik bunga lain,
yang menjadi pohon inang pertumbuhanya
sehingga tejadilah penyerbukan. Dengan
menjadi kurang subur.
satu
mendapatkan
keuntungan
keuntungan
yakni
benalu
penyerbukan, tumbuhan akan membentuk Metode
biji sebagai penerus generasinya. Simbiosis
komensalisme
Penulis
dapat
metode
diskriptif yang bersifat eksploratif dan
dijelaskan dengan cara guru menunjukkan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
menggunakan
392
ISSN 2502-8723
didasarkan
pada
pengamatan
langsung
guru. Selain itu dalam Kurikulum Tingkat
terhadap fenomena atau kejadian yang
Satuan Pendidikan dijelaskan bahwa ―Ilmu
diamati.
diskritif
Pengetahuan Alam bukan hanya penguasaan
bertujuan untuk menggambarkan keadaan
kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta,
atau status fenomena dan ingin mengetahui
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
hal-hal yang berhubungan dengan keadaan
tetapi
sesuatu‖ (Arikunto,1992: 206).
penemuan‖.
―Metode
Metode eksploratif
penulisan
diskriptif ini
yang
bersifat
digunakan
untuk
juga
merupakan
suatu
proses
Berdasarkan pernyataan di atas maka apabila
siswa
hanya
dibiasakan
untuk
menggambarkan tentang pemanfaatan media
mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru-
oleh guru dalam pelajaran Sains kompetensi
gurunya di depan kelas, kemudian mencatat
dasar ―simbiosis‖ di kelas IV B SDN
dan dipaksakan untuk mengahafalkan di luar
Kedungkandang II kota Malang
kepala, dan siswa jarang pula atau hampir
Pengumpulan
usaha
tidak pernah diajak untuk berbuat dan
untuk memperoleh atau mendapatkan data
mencari hal-hal yang baru, melainkan hanya
dari
mendengarkan
sasaran
data
adalah
penulisan.
Tekhnik
dengan
pasif
apa
yang
pengumpulan data merupakan suatu hal yang
diajarkan oleh guru dapat mengakibatkan
penting dalam meneliti. Tekhnik-tekhnik
kurangnya minat dan kegairahan siswa
yang digunakan dalam pengumpulan data
dalam mengikuti pelajaran yang disajikan
yang
oleh guru.
diperlukan
adalah
observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Jadi
Teknik
meskipun
pembelajaran
analisa deskriptif,
analisa konklusif,dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
penarikan kesimpulan atau verifikasi dan
guru dan bisa mengerjakn soal-soal yang
refleksi
diberikan guru bukan berarti mereka paham
menjawab
dengan materi yang telah disampaikan tetapi
yang diperoleh setelah
mereka mengerti.
pengamat melakukan pengamatan di SDN
Hal ini telah dibuktikan
Kedungkandang II tentang pemanfaatan media
dapat
proses
analisa data yang digunakan penulis adalah
Dari data
siswa
dalam
pengamat
waktu melakukan pengamatan, ketika siswa
yang digunakan guru dalam proses dasar
kelas IVB bisa menjawab pertanyaan-
―simbiosis‖ dikelas IV B maka dapat
pertanyaan yang diajukan oleh guru dan bisa
dijelaskan
tidak
mengerjakn soal-soal yang diberikan guru
menggunakan media pembelajaran sama
tetapi ketika pengamat bertanya tentang
sekali dikarenakan guru mengalami kesulitan
bentuk benalu dan kenapa burung jalak dan
dalam mencari media yang cocok.
kerbau itu termasuk simbiosis mutualisme
pembelajaran
Sains
bahwa
Sedangkan
kompetensi
disini
guru
pembelajaran
mereka
Ilmu
tidak
bisa
menjawab.
Mereka
Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains itu
mengerti tentang semua itu karena pada
sendiri memerlukan adanya media untuk
pertemuaan
menunjang
memberikan tugas untuk membaca dan
pemahaman
siswa
dalam
sebelumnya
guru
telah
menguasai materi yang disampaikan oleh FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
393
ISSN 2502-8723
mempelajari materi tentang simbiosis di
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
rumah.
Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Dari pernyataan di atas maka gurulah
Nasional Pendidikan.
yang diharapkan mampu untuk membuat siswa
siswinya
aktif
dalam
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan.
setiap
Bandung: PT.Citra Adtya Bakti.
pembelajaran dan mampu memahami setiap
Kemala Rosa. 2006. Jelajah IPA Untuk
pembelajaran yang disampaikan dengan
Kelas 4 SD. Jakarta: Yudhistira
mudah. Guru tidak hanya menyampaikan
Mohamad, Ali. 1985. Penelitian
materi saja, tetapi juga dituntut untuk bisa
Kependidikanprosedur dan Strategi.
menyajikan apa yang sedang dipelajari
Bandung: angkasa.
bersama,
dengan
menggunakan
media
Mutofa, Hadi, dkk.1993. Pendidikan Ilmu
pembelajaran.
Pengetahuan II. Malang: Program
Kesimpulan
Pendidikan DII PGSD.
Dalam pembelajaran Sains kelas IV
Sadiman, Arief, dkk.2002. Media
B kompetensi dasar ‗simbiosis‘ guru tidak
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
menggunakan media pembelajaran sama
Persada.
sekali. Guru kurang peka terhadap hal-hal
Surachmad Winarno. 1985. Pengantar
yang ada disekitar lingkungan sekolah, yang
Penelitian Ilmiah. Bandung: Ikip
mestinya bisa dimanfaatkan untuk dijadikan
Bandung
media pembelajaran. Siswa kelas IV B bisa mengerti tentang materi yang disampaikan guru dan bisa mengerjakan soal latihan karena
mereka
menghafal
sudah
materi
membaca yang
dan
diajarkan
sebelumnya. Siswa kelas IV B kurang bisa memahami tentang materi simbiosis yang diajarkan oleh guru. Karena guru tidak menggunakan media pada saat pembelajaran berlangsung.
Media pembelajaran yang
digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat mempengaruhi
keaktifan
siswa dan pemahaman siswa khususnya pada pelajaran Sains yang kadang membosankan. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Ali Yogyakarta: Rineka Cipta.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
394
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF KOLABORATIF SENI TARI SMP Gusyanti Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya Yogyakarta [email protected]
ABSTRAK Pengembangan model pembelajaran partisipatif kolaboratif untuk meningkatkan pembelajaran. Model pembelajaran partisipatif kolaboratif pada pembelajaran Seni Tari di sekolah SMP. Aspek pengembangan mulai perencanaan pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk menentukan materi dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model pngembangan ditekankan pada Pre service dan inservice pada pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) pada jenjang SMP. Pre service menekankan pada materi pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam menentukan pembagian materi disesuaikan dengan metode dan alokasi waktu yang tersedia. Pengembangannya model pembelajaran pada disain pembelajaran, materi pembelajaran, prosedur penyampaian pesan, dan teknik evaluasi. Pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara bersama-sama menjadikan pembelajaran lebih kreatif, komunikatif, dan menyenangkan. Kata kunci: Model Pembelajaran, Partisipatif- Kolaboratif, dan Seni Tari.
sebelum
Pendahuluan Upaya
mencerdaskan
pembelajaran
dilakukan.
Latar
belakang siswa, mengenai kondisi asal
anak
bangsa/siswa salah satunya adalah dengan
rumah tangganya, lingkungan
pendidikan.
pendidikan
bagaimana gaya belajarnya, kecenderugan
diberbagai jenjang diatur dengan adanya
bakat dan minatnya, dan banyak hal lagi
kurikulum
yang
Pelaksanaan
sebagai
acuan.
Susunan
perlu
diketahui
sosalnya,
agar
dalam
kurikulum secaraakademik memuat berbagai
pembelajaran dapat diberlakukan cara yang
mata pelajaran yang harus diterapkan di
tepat. Penggunaan media pembelajaran juga
senua jenjang pendidikan. Bidang studi Seni
mengacu kepada daya tarik/ minat siswa dan
Budaya merupakan salah satu mata pelajaran
disesuaikan dengan materi pembelajaran. Model
wajib yang terdapat pada susunan kurikulum untuk
Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
banyak
merupakan
bagian yang sangat penting dalam rangka
Sekolah Menengah Pertama.
bergantung
pembelajaran
hal
mencapai
Pembelajaran
yang
tujuan
yang
pembelajaran.
inovatif
sangat
mempengaruhi. Secara input adalah siswa
dibutuhkan agar dapat mencapai esensi dari
dan sarana dan prasarana. Siswa merupakan
pembelajaran
obyek pembelajaran yang sebagai outputnya
pembelajaran patisipatif kolaboratif adalah
diharapkan memiliki perubahan dipandang
salah
dari ranah pengetahuan , keterampilan, dan
dengan melibatkan peserta didik dalam
satu
Seni
model
Budaya.
yang
Model
dikembangkan
sikapnya. Banyak hal yang harus dimengerti FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
395
ISSN 2502-8723
menentukan
materi
pembelajaran
dan
Berdasarkan konsep ini, seni dipandang
pencapaian pembelajaran.
sebagai sarana atau alat untuk mencapai
Model pembelajaran partisipatif-kolaboratif
tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan
merupakan pembelajaran yang melibatkan
seni itu sendiri. Konsep pendidikan melalui
peserta didik dalam pembelajaran yang akan
seni inilah yang kemudian dianggap paling
dilaksanakan.
Partisipatif
di
dalam
sesuai untuk diajarkan atau diselenggarakan
pembelajaran
ini
di sekolah umum. Seni digunakan dalam
dimaksudkan untuk melibatkan siswa secara
pembelajaran di sekolah untuk mendorong
aktif selama proses pembelajaran. Dengan
perkembangan
melibatkan siswa diharapkan akan tumbuh
menciptakan keseimbangan rasional dan
kreativitas
emosional.
pengembangan
dan
aktivitas
siswa
dalam
siswa
secara
optimal,
pembelajaran. Selain itu selama proses
Ruang lingkup mata pelajaran Seni Budaya
pembelajaran akan menggunakan prinsip-
meliputi aspek-aspek:
prinsip
a) Seni rupa, b)
Seni musik, c) Seni
(Collaborative Learning). Dengan model
tari,
keterampilan
pembelajaran
berdasarkan
pembelajaran
diharapkan
kolaboratif
partisipatif-kolaboratif tujuan
pembelajaran
Seni
mencakup
kemampuan
berdasarkan apresiasi, d)
Budaya di Sekolah Menengah Pertama akan
gerak
olah Seni
tubuh drama,
dan e) Keterampilan.
dapat dapat tercapai dengan efektif. Pengertian Seni Tari. A. Pembelajaran Seni
Ada
Budaya (Seni
beberapa
pengertian
dikemukakan
Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya
diantaranya adalah sebagai berikut : 1)
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu seni
Suryodiningrat
dalam pendidikan dan pendidikan melalui
―Ingkang dipun wastani beksa inggih punika
seni (Bandi, 2009). Konsep yang pertama
ebahing saranduning badan ingkang katata
seni
awalnya
sareng kalian ungeling gangsa lan jumbuh
dikemukakan oleh golongan esensialis yang
kalian pikajenganipun joged‖. Tari adalah
menganggap bahwa secara hakiki materi
gerak dari bagian badan yang disertai dengan
seni penting diberikan kepada anak. Dengan
bunyi gamelan/ iringan dan sesuai dengan
demikian menurut konsep ini, keahlian seni
maksud tari, 2) Corrie Hartong menguraikan
seperti melukis, menyanyi, menari, dan
tari merupakan gerak-gerak yang berbentuk
sebagainya perlu diajarkan kepada anak
dan ritmis dari badan di dalam ruang.
dalam
dan
Definisi tari dari beberapa ahli tersebut
pelestariannya. Hal ini berarti lembaga
secara akumulatif dapat dijelaskan bahwa
pendidikan dan pendidik berperan untuk
menari intinya adalah ekspresi manusia yang
mewariskan,
dilakukan
pendidikan,
rangka
pada
pengembangan
mengembangkan,
dan
beberapa
yang
Tari) Sekolah Menengah Pertama.
dalam
oleh
tari
mengemukakan
dengan
gerak.
Gerak
ahli.
bahwa
yang
melestarikan berbagai jenis kesenian kepada
dilakukan merupakan gerak yang distilisasi
anak didiknya. Konsep yang kedua adalah
menjadi gerak yang estetis. Gerak estetis
konsep
pendidikan
melalui
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
seni. 396
ISSN 2502-8723
tersebut dilakukan sesuai iringan, baik
yang kompleks, masing-masing memiliki
iringan internal maupun eksternal.
persamaan dan perbedaan. Berikut beberapa model desain pembelajaran: 1.
Desain Estetik Tari.
Model desain pembelajaran menurut
Sebuah dinamika dalam tari dapat dibentuk
PPSI
oleh desain gerak yang disusun berdasarkan
Komponen
unsur tenaga, ruang, dan waktu. Tenaga,
menurut PPSI adalah sebagai berikut:
ruang dan waktu yang membentuk dinamika
a.
Perumusan tujuan
dalam tari dilakukan dengan menyusun pola
b.
Pengembangan alat evaluasi
gerak dan pola lantai dengan berbagai cara.
c.
Kegiatan pembelajaran
Macam-macam desain estetik dalam tari: a)
d.
Pengembangan program kegiatan
serempak, b) berurutan. c). selang-seling. d)
e.
Pelaksanaan.
berimbang,
2.
Model desain pembelajaran menurut
e) kontras,
f) menyatu,
g)
pecah, dan h) variasi.
model
desain
pembelajaran
Kemp. Komponen
model
desain
pembelajaran
menurut Kemp adalah sebagai berikut:
Konsep Model pembelajaran Desain Pembelajaran merupakan sebuah
a.
proses yang sistematis dengan tujuan agar
instruksional umum
pencapaian
dapat
b.
Menentukan karakteristik siswa
dicapai secara efektif dan efisien. Beberapa
c.
Menentukan
tahapan
khusus (Learning Objectives)
tujuan
pembelajaran
proses
perencanaan
desain
Menentukan
d.
komponen pendukung, penetapan tujuan
(Subject Content)
yang ingin dicapai hingga tahapan evaluasi
e.
Menentukan pre-tes
untuk mengetahui hasil pembelajaran yang
f.
Menentukan
sudah direncanakan. Pengembangan desain
mengajar dan sumber/alat
pembelajaran bukan hal yang mudah, agar
g.
Evaluasi
dapat
3.
Model
kontribusi
yang
dan
tujuan
pembelajaran dimulai dari analisis terhadap
memberikan
Menentukan
topik
materi
tujuan
instruksional
pembelajaran
kegiatan
desain
belajar
pembelajaran
IDI
bermanfaat dan bermakna maka digunakan
(Instructional Developmen Institut).
sebuah
Cakupan
Model IDI terdiri dari tiga tahapan yaitu
pendekatan sistem adalah: (1) memfokuskan
Define, develop dan evaluate. Model IDI
pada
ketahui
berorientasi pada masalah, menentukan tim
(knowledge) atau dapat siswa kerjakan
pengembang, mengasumsikan distribusi dan
(skill) di akhir pembelajaran, (2) keterkaitan
penyebaran
setiap komponen, terutama hubungan antara
langkah-langkah
strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran
gustafson (1997):
yang diinginkan, (3) proses yang empiris dan
1.
mengidentifikasi masalah
dapat diperbaharui.
2.
menganalisis pengaturan
3.
Mengatur
pendekatan
apa
Berbagai
yang
model
sistem.
akan
siswa
pengembangan
desain
pembelajaran dari yang sederhana sampai FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
hasil.
Berikut
ini
adalah
pengembangan
menejemen
IDI
berkaitan
dengan organisasi tim pengembang. 397
ISSN 2502-8723
4.
Mengidentifikasi tujuan
9.
5.
Menentukan metode
pembelajaran
6.
Membangun
prototipe,
menyusun
10.
Mengadakan
revisi/memperbaiki
Mendesain dan menyusun evaluasi
rancangan draft ujicoba semua bahan
sumatif pada pembelajaran.
7.
menentukan pengujian prototipe
Model
8.
Menganalisis hasil
dikembangkan oleh Dick & Carey (2009)
9.
Implementasi dan memperbaiki.
dengan
Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan IDI gustafson (1997):
pendekatan
skema
sistem
yang
pengembangan
sebagai
berikut:
Model
Pembelajaran
partisipatif
-
Kolaboratif Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang mampu memotivasi siswa untuk aktif 4.
Model Dick & Carey.
dalam pembelajaran. Peran aktif siswa dapat
Tahapan pengembangan model melibatkan
dikondisikan sejak awal, artinya siswa
berbagai komponen yang masing-masing
dilibatkan dalam perencanaan pembelajaran
komponen saling terkait.
(Pembelajaran partisipatif). Menurut Weimer
Komponen
model
desain
pembelajaran
(2011) partisipasi siswa dalam pembelajaran
menurut Dick & Carey adalah sebagai
memiliki manfaat, yaitu:
berikut:
c.
Menarik perhatian siswa.
d.
Menghubungkan siswa.
pembelajaran
e.
Memberikan umpan balik langsung
2.
Melakukan analisis pembelajaran
dari guru.
3.
Menganalisis siswa dan konteks
f.
4.
Merumuskan
dari siswa.
1.
Mengidentifikasi
tujuan
tujuan
Memberikan umpan balik langsung
performansi/tujuan behavioral.
g.
5.
Mengembangkan instrumen penilaian
pembelajaran.
6.
Mengembangkan
strategi
Meningkatkan
persiapan
h.
Mengontrol peristiwa di kelas.
pembelajaran
i.
Menyeimbangkan siapa saja dan
7.
Mengembangkan bahan pelajaran
seberapa banyak yang berkontribusi di
8.
Mendesain evaluasi formative pada
dalam kelas.
pembelajaran
j.
Mendorong
dialog/diskusi
antara
siswa. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
398
ISSN 2502-8723
k.
Meningkatkan kemampuan penting
MacGregor (1992) menguraikan asumsi
dalam berbicara. l. siswaa
proses pembelajaran kolaboratif yaitu:
Memberikan untuk
kesempatan
kepada
a) Belajar merupakan proses aktif dimana
mempraktekkan
dengan
siswa
mengasimilasi
informasi
menggunakan disiplin bahasa.
berhubungan
Beberapa metode yang dapat digunakan
kepada kerangka pengetahuan sebelumnya.
untuk mendorong partisipasi aktif siswa
b) Belajar membutuhkan tantangan yang
dalam pembelajaran diantaranya adalah:
membuka pintu bagi siswa untuk aktif
a.
terlibat dengan teman-temannya, dan untuk
Mengidentifikasi kemampuan awal
siswa b.
Membuat
siswa
belajar
dalam
kelompok c.
pengetahuan
memproses
serta
daripada
hanya
baru
dan
mensintesis
menuju
informasi
menghafal
dan
mengingatnya.
Memberikan
kesempatan
kepada
c) Peserta didik memperoleh manfaat saat
siswa mengajar satu sama lain
berhubungan dengan berbagai sudut pandang
d.
dari orang-orang dengan latar belakang
Memberikan aktivitas yang nyata
kepada siswa e.
beragam.
Memberikan
kesempatan
siswa
d)
memberikan pendapat dalam pembelajaran
Proses
belajar
berkembang
dalam
lingkungan sosial di mana percakapan antara peserta didik berlangsung.
Partisipasi aktif siswa dapat diciptakan
e) Dalam lingkungan belajar kolaboratif,
melalui aktifitas nyata dalam pembelajaran.
siswa ditantang baik secara sosial dan
Prinsip tersebut dapat dikembangkan di
emosional karena siswa mendengarkan dari
dalam
berbagai perspektif yang berbeda, dan
berbagai
model
pembelajaran,
termasuk dalam pembelajaran kolaboratif.
diharuskan
Pembelajaran
mempertahankan ide-ide mereka.
kolaboratif
merupakan
untuk
mengungkapkan
dan
pembelajaran yang dilaksanakan dengan
Pandangan Vygotsky memberikan kontribusi
kolaborasi, baik antara guru dengan siswa
penting terhadap epistemology konstruktif
maupun antara siswa dengan siswa lainnya.
sosial dan menyoroti bagaimana belajar
Gokhale (1995) mengatakan pembelajaran
dimediasi sesuai konteks dan pengalaman
kolaboratif sebagai ―an instructional method
dengan
in which students at various performance
menjelaskan
levels work together in small groups toward
social dan perkembangan kognitif individu.
a common goal‖. Jacobs et al. (2002) juga
Interaksi sosial dipandang sebagai prasyarat
memberikan
bagi
kolaboratif
definisi sebagai
pembelajaran ―principles
teman
sebaya.
hubungan
pertumbuhan
Pandangan antara
dan
ini
interaksi
perkembangan
and
kognisi dan alat fisik dan symbol adalah
work
mediasi interaksi manusia yang tidak bisa
together more effectively‖ (Springer, 2015).
dipisahkan dari lingkungan sosial (Springer,
Dalam pembelajaran kolaboratif aktivitas
2015).
yang disusun memungkinkan siswa untuk
Kerjasama
berpatisipasi aktif dalam belajar. Smith and
memberikan penopang dengan cara yang
techniques
for
helping
students
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
399
antara
siswa
dapat
saling
ISSN 2502-8723
sama
seperti
yang
dilakukan
guru.
tersebut
diwujudkan
dalam
Pengetahuan secara total yang ada di
pembelajaran, sebagai berikut:
kelompok
1.
cenderung
dibandingkan
yang
lebih
dimiliki
besar individual
seperangkat
Buku Panduan Model Pembelajaran
Partisipatif-Kolaboratif
(Muijs & Reynolds, 2008). Berikut ini
2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
sebuah model pembelajaran kolaboratif yang
3.
Modul Pembelajaran
dikembangkan oleh Good et al. (1992):
4.
Lembar Kerja Siswa
Pembelajaran
5.
Lembar Evaluasi: tes, dan non tes.
ditekankan
kolaboratif untuk
evaluasi
menghargai
juga
kontribusi individual. Hal ini diupayakan untuk
menjaga
menumpang Panitz
nama
(Muijs
mengatakan membantu.
individu pada
yang
D.
Simpulan
hanya
Tujuan pembelajarn dapat dicapai
kelompoknya.
dengan mendesain sistem pembelajaran.
&
Reynolds,
2008)
Pengembangan model pembelajaran yang
bahwa
observasi
dapat
inovatif, efisien, dan
menyarankan
untuk
salah satu hal yang menentukan ketercapaian
Panitz
melihat lima macam elemen:
tujuan
1.
Pengembangan
Pengetahuan mengenai dasar-dasar
menarik merupakan
pembelajaran model
tersebut. pembelajaran
yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah,
partisipatif – koaboratif pembelajaran Seni
2.
Budaya Sekolah Menengah Pertama untuk
Penerapan
pengetahuan
tersebut
untuk mengatasi masalah, 3.
Kemampuan
meningkatkan peran aktif siswa. Spesifikasi
untuk
memperluas
produk yang dihasilkan adalah: a) buku
penalaran siswa pada situasi baru,
panduan,b)
4.
pembelajaran, c) modul pembelajaran, d)
Kemampuan siswa untuk membuat
rencana
peaksanaan
pertanyaan atau soal sendiri berdasarkan
lembar kerja siswa, dan e) lembar evaluasi.
konsep-konsep yang sedang dipelajari,
Daftar Pustaka.
5.
Kemampuan
menjelaskan
siswa
penalaran
Bandi, dkk, 2009. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Gall, D. Meredith, Gall, P. Joyce., Borg, W. 2003. Educational Research: an Introduction. Pearson Education. Kim Haynes. Top 12 Ways to Increase Student Participation. http://www.teachhub.com/top-12ways-increase-student-participation Muijs, D., & Reybolds, D. 2008. Effective Teaching : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2015. L. Lin, Investigating Chinese HE EFL Classrooms, DOI 10.1007/978-3-66244503-7_2. www.springer.com Weimer, Maryellen .2011. 10 Benefits of Getting Students to Participate in Classroom Discussions. http://www.facultyfocus.com/articles/t
untuk
mereka
kepada
dilaksanakan
pada
teman-temannya. Evaluasi
yang
pembelajaran kolaboratif akan lebih tepat jika memadukan beberapa macam tes, agar menghasilkan penilaian yang tepat.
C. Hasil Bentuk produk dalam pengembangan ini adalah sebuah model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Seni Budaya
yaitu
model
pembelajaran
partisipatif-kolaboratif. Model pembelajaran
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
400
ISSN 2502-8723
eaching-and-learning/10-benefits-ofgetting-students-to-participate-inclassroom-discussions/ ________Http//kesenian-artikel/ kesenian dalam koreografi.8:20/ ________Http// Estetika dalam koreografi/artikel kesenian. 8:10. Robby Hidayat ________What is collaborative learning?, http ://www.wcer.wisc.edu/ archive/cl1/CL/moreinfo/MI2A.htm Briggs, Leslie J. 1970. Handbooks of Procedures for the Design of Instruction. Pitsburg; American Institute of Reseach. Miarso Yusufhadi. 2004. Menyemai benih teknologi Pendidikan. Jakart: Kencana.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
401
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 Pengembangan Keterampilan Sosial (Social Skill) Siswa Melalui Model Cooperative Learning Laila Nursafitri Abstrak Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan bisa tumbuh dan berkembang tanpa berhubungan dengan orang lain, sehingga penting bagi seorang individu untuk memiliki keterampilan sosial (social skills). Keterampilan sosial (social skills) adalah kemampuan individu untuk membangun hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Jika keterampilan sosial dapat dikembangkan dengan baik, hal itu bisa menjadi filter bagi individu agar tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk diberi kesempatan berlatih lebih awal untuk mengembangkan keterampilan sosial mereka. Salah satu model pembelajaran yang mendukung bagi perkembangan keterampilan sosial (social skills) yaitu Model Cooperative Learning. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan besar kepada siswa untuk mempraktekkan keterampilan sosial (social skills) mereka. Kata Kunci: Keterampilan Sosial, Model Pembelajaran, Cooperative Learning
anarkis, perang antar warga, bahkan perang
Pendahuluan Manusia merupakan makhluk sosial
diantara para pemimpin. Para pemimpin
yang tidak bisa lepas dari kehidupan
negeri ini memperlihatkan sikap anarkis
bermasyarakat. Oleh sebab itu, penting bagi
ketika
seorang individu memiliki kemampuan atau
Pemimpin sudah bukan lagi sosok teladan
keterampilan
skill).
dengan sikap maupun tutur kata yang dapat
Keterampilan sosial merupakan kemampuan
diteladani. Hal-hal tersebut memperlihatkan
individu
dalam
hubungan
bahwa keterampilan sosial yang harusnya
dengan
lingkungan
sekitarnya.
dimiliki oleh setiap indidivu sebagai anggota
sosial
(social
membangun di
sedang
melaksanakan
tugasnya.
masyarakat tidak berkembang dengan baik.
Berkembangnya keterampilan sosial dengan
Keterampilan
baik akan menjadi filter individu untuk
melalui
sosial proses
dapat
melakukan hal-hal yang dapat merugikan
dikembangkan
yang
orang lain. Oleh sebab itu, penting bagi
terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah.
individu
untuk
diberikan
kesempatan
Proses pembelajaran yang dilaksanakan
berlatih
sejak
dini
mengembangkan
hendaknya didesain dengan teliti agar hasil belajar yang dicapai bukan hanya sekedar
keterampilan sosial. Saat ini pada lingkup masyarakat
hasil pada aspek kognitif, namun juga
timbul sikap hasil belajar atau hasil didik
menyangkut pada keterampilan sosial yang
yang siap menang tetapi tidak siap kalah
termasuk
(Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY,
Pembelajaran saat ini sudah berkembang
2009). Di tengah masyarakat sudah sedikit
dengan baik dengan banyaknya desain
sekali rasa tepo seliro, tenggang rasa, dan
pembelajaran inovatif yang dikembangkan
sikap saling peduli. Hal ini terlihat dari
oleh para pembelajar kreatif. Salah satu
banyaknya berita baik di media elektronik
model
maupun media cetak mengenai demonstrasi
menjembatani berkembangnya keterampilan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
402
dalam
ranah
pembelajaran
afektif
yang
siswa.
dapat
ISSN 2502-8723
sosial siswa adalah Cooperative Learning.
yang menantang secara konstruktif dan etis.
Cooperative Learning memiliki komponen-
Selanjutnya dalam Child and Addolescent
komponen yang memberikan kesempatan
Mental Health, Spence and Donovan (1998)
bagi perkembangan social skill siswa.
menyatakan bahwa social skill
A. Pembahasan
ability to obtain successful outcomes from interactions
1. Keterampilan Sosial (Social Skill)
organisational construct that reflects the
(social skills) sebagai ―a set of competencies
child‘s capacity to integrate behavioural,
that a) allow an individual to initiate and
cognitive and affective skills to adapt flexibly
maintain positive social relationships, b)
to diverse social contexts and demands‖.
contribute to peer acceptance and to a
Dengan demikian keterampilan sosial dapat
satisfactory school adjustment, and c) allow
dipandang sebagai keterampilan individu
an individual to cope effectively with the
yang merupakan integrasi dari perilaku,
larger social environment‖. Keterampilan
kognitif, dan afektif untuk mampu hidup
sosial merupakan seperangkat kompetensi
dalam
individu yang : a) memungkinkan individu dan
Sedangkan,
konsep keterampilan sosial sebagai…―an
Steedly mendefinisikan keterampilan sosial
memulai
others‖.
Bierman and Welsh (2000) mengungkapkan
Walker (1983) yang dikutip oleh
untuk
with
―…as the
lingkungan
masyarakat
yang
beragam.
mempertahankan
hubungan sosial yang positif, b) memberikan
Social skill oleh Gardner disebut
kontribusi penerimaan terhadap sesama dan
dengan
penyesuaian sekolah yang memuaskan, dan
dideskripsikan sebagai ―…the ability to
c)
untuk
notice and make distinctions among other
mengatasi lingkungan sosial yang lebih
individuals and, in particular, among their
besar secara efektif. Social skills can also be
moods, temperaments,
defined within the context of social and
intentions‖. Kemampuan untuk melihat dan
emotional learning — recognizing and
membedakan
managing our emotions, developing caring
temperamen, motivasi, dan maksud orang
and concern for others, establishing positive
lain. Taman Firdaus (2012) mengutip dari
relationships, making responsible decisions,
Campbell menyebutkan ciri-ciri orang yang
and
memiliki
memungkinkan
handling
constructively Weissbert,
seseorang
challenging and
Wang,
&
situations
ethically
(Zins,
Walberg,
2004).
interpersonal
2. Membentuk
hati,
yang
dan
menjaga
perasaan,
pikiran,
hubungan sosial;
mengembangkan perhatian dan kepedulian
3. Merasakan
terhadap orang lain, membangun hubungan
motivasi, tingkah laku, dan gaya
yang
hidup orang lain;
bertanggung jawab, dan penanganan situasi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
suasana
berinteraksi dengan orang lain;
emosional - mengenali dan mengelola emosi,
keputusan
motivations, and
khususnya,
intelegensi
yang
1. Terikat dengan orang tua dan
dalam konteks pembelajaran sosial dan
membuat
intelligence
bagus, antara lain:
Keterampilan sosial juga dapat didefinisikan
positif,
interpersonal
403
ISSN 2502-8723
4. Berpartisipasi
dalam
kolaboratif
kegiatan
dan
bermacam
peran
dilaksanakan
Keberhasilan dalam interaksi sosial
menerima yang
oleh
ditentukan
perlu
berhubungan
bawahan
Hal
usaha bersama;
menyatakan pendapat
dan
ini
sesuai
dengan
Spencer
bahwa
yang
‖…successful
secara efektif, baik dengan cara
Keberhasilan
verbal maupun nonverbal;
memerlukan sekumpulan keterampilan sosial
berbeda
diri
terhadap
dan
juga
menerima
menyesuaikan kuantitas dan kualitas respon non-verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur, jarak sosial dan penggunaan isyarat, sesuai dengan tuntutan situasi sosial
berkumpul,
yang berbeda. Demikian pula, kualitas
bersama-sama pergi ke suatu tempat, berolah
verbal seperti nada suara, volume, tingkat
raga, berjalan-jalan atau sekedar ngobrol.
dan kejelasan berbicara secara signifikan
Teman sebaya berpengaruh baik dan buruk.
mempengaruhi kesan kepada orang lain dan
Pengaruh baik teman sebaya adalah dalam pengembangan
pembentukan
konsep
harga
diri.
diri
reaksi seseorang terhadap orang lain. Agus
dan
Suprijono seperti yang dikutip oleh Taman
Sedangkan
Firdaus
pengaruh buruk teman sebaya yaitu anak yang lemah tidak dapat menolak tekanantekanan atau intimidasi yang tertuju pada
berkembang
komponen
keterampilan
kecakapan
berkomunikasi,
Muijs
beberapa
sosial
yaitu
kecakapan
&
Reynolds
(2008)
menguraikan bahwa salah satu cara untuk
tentang masalah-masalah sosial. Pemahaman
meningkatkan keterampilan sosial siswa
sosial ini muncul melalui interaksi dan
adalah
menerima dalam hubungan teman sebaya. Dalam kelompok teman sebaya, anak-anak memiliki kekuatan dan status yang sama.
melalui
coaching.
dimaksudkan
untuk
pembelajaran
langsung
Coaching memberikan mengenai
keterampilan sosial kepada siswa. Guru dan
Mereka secara leluasa dapat saling memberi bernegosiasi
menyebutkan
solidaritas.
mereka
mengalami kemajuan dalam pemahaman
dan
(2010)
bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta
anak tersebut. Masih menurut Piaget, pada anak-anak
sosial
Penting bagi individu untuk dapat
menghabiskan sebagian besar waktunya Mereka
dunia
interpersonal.
Selama masa usia sekolah, anak
teman.
pengelolaan
dan sebuah kapasitas pemecahan masalah
umpan balik dari orang lain.
masukan
respon
an interpersonal problem solving capacity‖.
lingkungan dan kelompok yang
saat
individu,
yang
sophisticated repertoire of social skills and
dan berkomunikasi
7. Menyesuaikan
hal
dengan
faktor
management of the social world requires a
perbuatan orang lain; 6. Memahami
banyak
terhadap orang lain dan lingkungan sosial.
sampai pimpinan, dalam suatu
5. Mempengaruhi
bersama
oleh
siswa sebaiknya mendiskusikan mengenai
dalam
cara berinteraksi yang lebih baik. Dalam
memecahkan masalah yang muncul.
diskusi ini guru perlu memfokuskan pada apa yang seharusnya dilakukan siswa dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
404
ISSN 2502-8723
berinteraksi dengan lingkungannya (baik dengan
guru
maupun
dengan
Keterampilan yang dapat diajarkan,
teman
yaitu:
1)
Kepedulian
diri
meliputi
sebayanya). Selanjutnya guru memberikan
pengetahuan tentang perasaan dan pikiran,
ruang bagi siswa untuk mempraktikan
memiliki
keterampilan
kegiatan-
kemampuan diri sendiri dan memiliki dasar
kegiatan pembelajaran di dalam maupun di
kepercayaan diri yang baik. 2) Kepedulian
luar
sosial
kelas.
sosial
Guru
merefleksikan
melalui
dan
siswa
penerapan
dapat konsep
penilaian
meliputi:
perasaan
dan
keterampilan sosial berdasarkan kegiatan
mengapresiasi
yang telah dilaksanakan.Keterampilan sosial
dengan
tidak
Manajemen
dapat
membutuhkan
tumbuh
sendiri,
latihan-latihan
namun untuk
nyata
terhadap
pemahaman pikiran
dan
orang
lain,
berinteraksi
kelompok
yang
diri
terhadap
positif
berbeda.
meliputi:
3)
penanganan
terhadap emosi seseorang sehingga tidak
mengembangkannya.
menghambat pencapaian tugas, menetapkan
The Collaborative for Academic,
dan
mencapai
tujuan,
tekun
dalam
Social, and Emotional Learning (CASEL,
menghadapi frustasi. 4) Keterampilan dalam
2003,
lima
mengelola hubungan meliputi: membangun
keterampilan yang bisa diajarkan sebagai
dan mengelola hubungan yang sehat dan
landasan untuk pengembangan pribadi yang
bermanfaat berdasarkan pada komunikasi
efektif:
yang jelas, kerjasama, mampu bertahan
2007),
mengidentifikasi
dalam
1. Self-awareness: knowing what one is feeling and thinking; having a realistic assessment of one‘s own abilities and a well-grounded sense of self-confidence; 2. Social awareness: understanding what others are feeling and thinking; appreciating and interacting positively with diverse groups; 3. Self-management: handling one‘s emotions so they facilitate rather than interfere with task achievement; setting and accomplishing goals; persevering in the face of setbacks and frustrations; 4. Relationship skills: establishing and maintaining healthy and rewarding relationships based on clear communication, cooperation, resistance to inappropriate social pressure, negotiating solutions to conflict, and seeking help when needed; and 5. Responsible decision making: making choices based on an accurate consideration of all relevant factors and the likely consequences of alternative courses of action, respecting others, and taking responsibility for one's decisions. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
tekanan
sosial,
menyelesaikan
konflik, dan mencari bantuan pada bila diperlukan. 5) Bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan, meliputi: membuat pilihan
berdasarkan
pertimbangan
yang
akurat dari semua faktor yang relevan dan kemungkinan konsekuensi dari program alternatif tindakan, menghormati orang lain, dan
mengambil
tanggung
jawab
atas
keputusan seseorang. Selanjutnya, William dan Asher dalam Muijs & Reynolds (2008) mendeskripsikan empat konsep dasar yang harusnya sosial,
diajarkan yaitu
dalam
keterampilan
kerjasama,
partisipasi,
komunikasi, dan validasi. Dengan
demikian
mengelola
hubungan
kepedulian
sosial,
keterampilan sosial
seperti,
bekerjasama,
berkomunikasi, serta bertanggung jawab dapat dilatih dan diajarkan salah satunya
405
ISSN 2502-8723
melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di
Students work cooperatively in teams
sekolah.
to master academic materials Teams are made up of high, average, and low achievers
2. Model Cooperative Learning
Whenever possible, teams include a
Pada dasarnya Cooperative Learning
racial, cultural, and sexual mix of
mengandung pengertian sebagai suatu sikap
students
atau perilaku bersama dalam bekerja atau
Reward systems are group oriented
membantu diantara sesama dalam struktur
rather than individually oriented.
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana
Dengan demikian, Cooperative Learning
keberhasilan kerja sangat diperngaruhi oleh
dapat dilihat dari adanya kerjasama siswa
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu
dalam kelompok untuk menguasai materi
sendiri. Cooperative Learning juga dapat
pelajaran, anggota kelompok terdiri atas
diartikan
sebagai
suatu
siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang
bersama
dalam
suasana
struktur
tugas
kebersamaan
atau
diantara sesama kelompok. Slavin
rata-rata,
dan
rendah.
Jika
memungkinkan, anggota-anggota kelompok bahwa
merupakan perpaduan siswa dari berbagai
Cooperative Learning merupakan metode
ras, sosial, dan jenis kelamin. Sistem
pembelajaran
penghargaan
segala
mengatakan
dimana
variasi
siswa-siswa
perbedaan
dari
(tingkat
kelompok
lebih
diberikan
kepada
individu.
Situasi
daripada
kemampuan berfikir, jenis kelamin, etnik,
Cooperative Learning dicirikan oleh proses
dan sebagainya) bekerjasama dan saling
demokratis dan peran aktif siswa dalam
membantu satu sama lain sebagai tim dalam
menentukan apa yang akan dipelajari dan
kelompok kecil untuk mencapai tujuan-
bagaimana cara mempelajarinya.
tujuan akademis. Di dalam kelompok yang
ujuan Cooperative Learning adalah untuk
terdiri atas beberapa orang anggota ini, siswa
membangkitkan interaksi yang efektif di
bekerja bersama dibawah bimbingan guru.
antara
Siswa
dan
melalui kerjasama dan diskusi. Dalam hal ini
dan
sebagian
diharapkan
berargumentasi
berdiskusi
bersama,
menilai
anggota
besar
kelompok
aktivitas
(antarsiswa)
pembelajaran
menyamakan pengetahuan yang dimiliki,
(mempelajari
serta memperbaiki kesenjangan pengetahuan
berdiskusi untuk memecahkan masalah atau
satu sama lain.
menyelesaikan tugas) berpusat pada siswa.
Dalam Cooperative Learning, siswa akan
mendorong
dan
materi
pembelajaran;
Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan
membutuhkan
semua anggota kelompok dapat menguasai
kerjasama dalam menyelesaikan tugas, dan
materi pembelajaran pada tingkat yang
mereka harus mengkoordinasikan usaha
relatif sejajar. Jadi, melalui cooperative
mereka untuk melengkapi tugas. Arends
learning
(1997) menyebutkan karakteristik kelompok
komunikatif, dan terarah. Siswa belajar
kooperatif sebagai berikut:
berlatih untuk menyampaikan dan menerima
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
406
siswa
belajar
dengan
lebih
ISSN 2502-8723
pendapat secara lebih terbuka. Interaksi
adanya aktifitas kognitif
tersebut belum tentu didapatkan dalam
interpersonal yang diturunkan hanya pada
pembelajaran
saat siswa menjelaskan kepada anggota lain
konvensional.
pembelajaran
Dalam
konvensional,
persaingan
bagaimana
jawaban
dan dinamika
dari
tugas
yang
individu yang terbangun diantara siswa.
diberikan, termasuk penjelasan bagaimana
Unsur-unsur
yang menjadi karakteristik
memecahkan
Cooperative
Learning
konsep, mengajarkan suatu pengetahuan
diuraikan
oleh
kepada
1.
bagaimana menghubungkan pembelajaran
Saling
ketergantungan
dan
menjelaskan
adalah
yang sekarang dengan pembelajaran yang
gambaran suatu perasaan tergantung yang
lalu; 2) memberikan kesempatan untuk
timbul dalam diri siswa, para anggota satu
munculnya pola dan pengaruh sosial yang
terhadap yang lain dalam kelompok, dalam
beragam; 3) tanggapan verbal dan nonverbal
upaya
kelompok.
merupakan balikan dalam memperhatikan
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung
penampilan anggota kelompok; 4) interaksi
pada
tatap muka memberikan kesempatan teman
mencapai
usaha
positif
lain,
mendiskusikan
Johnson & Johnson (1991) sebagai berikut : Saling ketergantungan positif
yang
masalah,
tujuan
setiap
anggotanya.
Dalam
Cooperative Learning siswa mempunyai dua
sebaya
tanggungjawab yaitu mempelajari materi,
kelompok yang tidak mempunyai motivasi
dan memastikan bahwa semua anggota
untuk belajar; dan 5) interaksi tatap muka
kelompok telah mempelajari materi yang
selain
telah
positif
mencakup untuk mengetahui setiap personal,
terlihat saat siswa merasa bahwa mereka
yang merupakan dasar dari kepedulian dan
berhubungan dengan anggota kelompok
hubungan antar anggota.
diberikan.
Ketergantungan
untuk
untuk
mempengaruhi
melengkapi
anggota
tugas
juga
yang lain, diantaranya mereka merasa tidak akan berhasil tanpa usaha dari anggota
3.
kelompok yang lain, atau mereka harus
Tanggungjawab individu ialah kunci untuk
mengkoordinasikan usaha mereka untuk
memastikan
melengkapi
memberikan kontribusi dalam kelompok.
tugas.
memungkinkan
Kondisi
siswa
belajar
untuk
ini
Tanggung jawab individu
bahwa
semua
anggota
merasa
tergantung secara positif pada anggota
4.
Keterampilan
kelompok lainnya dalam mempelajari dan
kelompok kecil
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
Keterampilan interpersonal dan keterampilan
oleh guru.
dalam kelompok tidak dapat muncul secara tiba-tiba
2.
Interaksi tatap muka
Cooperative
Learning
saat
membutuhkan membutuhkan
interpersonal
dibutuhkan, kualitas
akan
kolaborasi
dan
tetapi yang
tinggi. Keterampilan ini mencakup : 1)
interaksi tatap muka diantara siswa yang
kemampuan
akan
dan
kepada setiap anggota, 2) kemampuan
kesuksesan satu sama lain. Interaksi tatap
berkomunikasi yang efektif, 3) menerima
dapat
meningkatkan
belajar
membangun
kepercayaan
muka memiliki beberapa efek yaitu : 1) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
407
ISSN 2502-8723
dan mendukung tiap anggota kelompok, dan
sosial muncul dan dapat dikembangkan
4) mengatasi terjadinya konflik.
lewat Cooperative Learning. Ketiga, struktur penghargaan (reward). Struktur penghargaan
5.
Proses kelompok
kooperatif; terjadi jika upaya individu
Proses kelompok dapat didefinisikan sebagai
membantu individu lain untuk mendapatkan
refleksi
penghargaan.
untuk
menjelaskan
tindakan-
tindakan yang membantu dan yang tidak
Terdapat
banyak
tipe
model
membantu dari anggota kelompok, dan
pembelajaran yang dapat dipilih dalam
untuk membuat keputusan tentang tindakan
Cooperative Learning, misalnya Student
yang perlu dilanjutkan atau diganti.
Teams
Cooperative
Learning
struktur
tugas,
tujuan,
Team
yaitu
pembelajaran
cara dan
kegiatan
berkaitan dengan tuntutan akademik maupun
ketergantungan
yang
dipandang
keterampilan
individu
yang
sebagai
merupakan
kepedulian
sosial,
bekerjasama,
berkomunikasi, serta bertanggung jawab dapat dilatih dan diajarkan salah satunya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di
setiap individu berpartisipasi aktif secara
sekolah.
bersama-sama dalam pencapaian tujuan.
Keterampilan
dikembangkan
Setiap siswa menyadari bahwa tujuan yang
melalui
sosial
dapat
proses
yang
terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah.
mereka capai adalah hasil dari usaha
Cooperative
bersama, dan sekiranya mereka gagal maka
Learning
memiliki
unsur-unsur yang menjembatani terjadinya
itu adalah kegagalan bersama pula. Dengan
interaksi yaitu saling ketergantungan positif,
dapat
interaksi
merasakan apa yang dialami atau dirasakan
tatap
muka,
tanggung
jawab
individu, keterampilan interpersonal dan
oleh siswa lain. Dengan demikian, sikap
kelompok kecil, dan proses kelompok.
kerja sama dan rasa solidaritas di antara
Unsur-unsur
mereka terjalin dengan baik. Kompetensi FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sosial
seperti,
sama dengan siswa lain. Dalam hal ini,
siswa
Keterampilan
sosial seperti mengelola hubungan sosial
siswa dapat mencapai tujuan jika bekerja
seorang
and
masyarakat yang beragam. Keterampilan
dibutuhkan
Struktur tujuan kooperatif terjadi apabila
inilah,
Reading
untuk mampu hidup dalam lingkungan
siswa pada saat mereka mengerjakan tugas.
kesadaran
Integrated
integrasi dari perilaku, kognitif, dan afektif
suatu
pembelajaran yang dimaksud adalah jumlah saling
(TAI),
Kesimpulan
diberikan kepada mereka, baik tugas yang
tujuan
Instruction
kebutuhan pembelajaran.
bekerja menyelesaikan tugas-tugas yang
struktur
Jigsaw,
diterapakan di dalam kelas sesuai dengan
yang
kelompok kecil. Di mana siswa diharapkan
Kedua,
(TGT),
Tipe-tipe dalam Cooperative Learning dapat
dilakukan siswa di dalam kelas dalam bentuk
sosial.
(STAD),
Composition (CIRC) (Slavin, 2005 : 11).
pengorganisasian
jenis
Accelerated
Cooperative
dan
penghargaan kooperatif. Pertama, struktur tugas
Divisions
Team-Games-Turnament
menuntut
kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam
Achievement
tersebut
mendukung
pengembangan keterampilan sosial pada 408
ISSN 2502-8723
siswa
jika
diterapkan
sesuai
dengan
kebutuhan pembelajaran.
Daftar Pustaka Arends, Richard. 1997. Classroom Instruction and Management. USA: The Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Huitt, W. & Dawson, C. Social Development: Why it is important and how to impact it. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. http://www.edpsycinteractive.org/papers /socdev.pdf. hlm.1. Akses pada 3 September 20014 Johnson, D.W., & Johnson, R.T. 1991. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic. Third Eddition. Engelwood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY. Menuju Jati Diri Pendidikan yang Mengindonesia. Yogyakarta: UGM Press, 2009. Muijs, D. & Reynolds, D., Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning : Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. eedly, Kathlyn M. et.al., ―Social Skill and Academic Achievement.National Dissemination Center for Children with Disabilities”, dalam http://nichcy.org/wpcontent/uploads/docs/eesocialskills.pdf. hlm.2.Akses pada 3 September 2014 Spence, Susan H. Social Skills Training with Children and Young People:Theory, Evidence and Practice. Child and Adolescent Mental Health Volume 8, No. 2. Dalam http://www.psych.yorku.ca/whampson/4010/ readings/Spence.pdf.hlm.84.Akses pada 3 September 2014 Taman Firdaus. Pembelajaran Aktif: Aspek, Teori, dan Implementasi. Yogyakarta: Elmatera, 2012.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
409
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖ Malang, 07 Mei 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA Yusy Octaviana, Choirul Huda Universitas Kanjuruhan Malang email: [email protected], [email protected]
ABSTRAK Sesuai hasil observasi terhadap pembelajaran fisika di kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji ternyata sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran fisika sangat sulit, sehingga pada saat pelajaran berlangsung sebagian besar siswa sibuk dengan aktivitasnya sendiri; guru masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional. Akibatnya Keterampilan Proses Sains (KPS) rendah, dan prestasi belajarnya rendah. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan melalui penerapan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) untuk meningkatkan KPS dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Subjek penelitian berjumlah 28 siswa. Berdasarkan analisis keterlaksanaan pelaksanaan penerapan model pembelajaran CLIS pada siklus I yaitu 79,58%, dan pada siklus II yaitu 87,08%. Pada siklus I KPS sebesar 76,22% dan pada siklus II sebesar 85,94%. Sedangkan untuk persentase ketuntasan prestasi belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran CLIS adalah 10,71%, pada siklus I adalah 64,29%, dan pada siklus II adalah 85,71%. Rerata prestasi belajar siswa sebelum tindakan adalah 55,89, pada siklus I mencapai 72,84, dan siklus II mencapai 77,73. Kesimpulanya adalah, penerapan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan KPS dan prestasi belajar fisika kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji.
Kata kunci: Model pembelajaran CLIS, keterampilan proses sains, prestasi belajar fisika.
sains. Sains merupakan cabang pengetahuan
Pendahuluan Pendidikan
mempunyai
peranan
dalam
memajukan
bangsa.
penting
yang berawal dari fenomena alam. Fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
agar guru mampu mengembangkan suatu
sangatlah pesat dan menuntut berkembangnya pendidikan.
Kurikulum
pendidikan
strategi
yang
meningkatkan
diberikan harus mampu membawa peserta
berkualitas.
Tanggung
jawab
dapat
proses
sains
Siswa kelas VII.A SMP Negeri 1
tanggung jawab pendidik dan pemerintah masyarakat
keterampilan
yang
belajar mengajar meningkat.
pengetahuan. Oleh karena itu sudah menjadi
mewujudkan
mengajar
sehingga prestasi belajar siswa dalam kegiatan
didik untuk mengimbangi perkembangan ilmu
untuk
dalam
Pakisaji yang berjumlah 28 siswa dipilih
yang
sebagai
tersebut
subjek
dalam
penelitian
ini.
diupayakan seperti mempersiapkan peserta
Berdasarkan hasil observasi wawancara
didik yang memiliki keunggulan, kreatifitas,
dengan
mandiri
bidang
pembelajaran fisika di SMP Negeri 1
masing-masing individu. Upaya tersebut terus
Pakisaji diperoleh informasi: 1) sebagian
dilakukan guna untuk memenuhi tanggung
besar
jawab.
pelajaran fisika itu sangat sulit sehingga
dan
professional
dalam
guru
siswa
fisika
terhadap
menganggap
bahwa
proses
mata
Fisika merupakan salah satu bagian dari
pada saat pelajaran berlangsung sebagian
Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan
besar siswa sibuk dengan aktivitasnya
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
410
ISSN 2502-8723
sendiri ada yang tidur, melamun dan
mendengar, mencatat, dan menghafal 4)
berbicara sendiri, 2) guru masih sering
Siswa jarang melakukan percobaan atau
menggunakan
pembelajaran
eksperimen. Dengan demikian keterampilan
konvensional (ceramah). Saat ini proses
proses sains siswa masih rendah karena
belajar yang dialami peserta didik baru
siswa
sampai pada pemberian pengetahuan, belum
pembelajaran. Selain itu, keadaaan di SMP
sampai pada pengembangan keterampilan
Negeri 1 Pakisaji juga dilengkapi dengan
proses sains siswa yang mengarah pada
ruang
pembentukan peserta didik yang kreatif,
sederhana akan tetapi peralatan yang ada di
seperti
laboratorium sudah cukup memadai jika
model
kemampuan
berhipotesis,
meramalkan,
merencanakan,
mengamati,
tidak
terlibat
Laboratorium
digunakan
untuk
langsung
IPA
yang
pembelajaran
dalam
masih
IPA
menafsirkan dan mengkomunikasikan yang
khususnya mata pelajaran Fisika, akan tetapi
dimiliki siswa dan berdampak pada prestasi
pemanfaatannya masih kurang efektif. Hal
belajarnya.
ini disebabkan, guru jarang menggunakan
Hal ini dapat dilihat pada hasil ulangan
model pembelajaran yang menggunakan
siswa, menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan
harian
siswa
adalah
sarana laboratorium. Pola pembelajaran tersebut jelas kurang
55,89.
Diperoleh informasi banyaknya siswa yang
mendukung
memperoleh nilai sesuai dengan Kriteria
keterampilan proses sains maupun prestasi
Ketuntasan
sebagai
belajarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
berikut : 1) sebanyak 3 siswa dari 28 siswa
perbaikan pembelajaran dengan menerapkan
atau 10,71% mendapat nilai sesuai KKM, 2)
strategi pembelajaran yang sesuai dengan
sebanyak 25 siswa dari 28 orang atau
karakteristik peserta didik dan karakter bidang
Minimum
(KKM)
meningkatkan keterampilan proses sains siswa
Adapun KKM yang ditentukan sekolah ilmu
pengetahuan
alam
peningkatan
studi ilmu pengetahuan alam terutama dapat
89,29% mendapat nilai di bawah KKM.
untuk
terhadap
dan prestasi belajar siswa. Untuk mencapai
yang
keberhasilan pembelajaran yang diharapkan,
ditetapkan adalah 75. Hal ini menunjukkan
upaya atau usaha yang dapat dilakukan oleh
bahwa prestasi belajar siswa untuk mata
guru adalah dengan cara memperhatikan
pelajaran IPA khususnya fisika masih sangat
siswa,
rendah.
memilih
Dari hasil observasi dari guru dan
menguasai baik
materi
metode
pelajaran maupun
dan model
pembelajaran yang tepat. Salah satu cara untuk
siswa dapat ditemukan beberapa faktor yang
meningkatkan
keterampilan
proses
dan
dapat mempengaruhi keterampilan proses
prestasi belajar siswa adalah dengan memilih
sains siswa dan prestasi belajar siswa kelas
suatu pembelajaran inovatif yang berpusat
VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji yaitu : (1)
pada siswa dan mengupayakan siswa untuk
kurangnya
bekerja dalam suatu kelompok belajar.
pengetahuan
guru
akan
pembelajaran inovatif yang selama ini
Salah satunya adalah dengan model
banyak diterapkan dan (2) pembelajaran
pembelajaran Children Learning In Science
masih bersifat teacher center (3) banyak
(CLIS) yang dikembangkan oleh Driver
siswa dalam kelas bersifat pasif, siswa hanya
(1988). Driver menyatakan bahwa faktor
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
411
ISSN 2502-8723
bahasa dalam proses berpikir termasuk dalam
Model Pembelajaran Children Learning
perubahan konseptual seperti yang tercantum
In Science (CLIS)
pada tahap pengungkapan dan pertukaran
Hakekat
gagasan.
Model
pandangan
pembelajaran
konstruktivisme
dilandasi
dari
mengasah
pembelajaran
dan
atau
adalah
melatih
moral
Piaget,
kepribadian manusia, meskipun juga ada
dimana dalam proses belajar anak membangun
aspek fisiknya (Muchith, 2008: 4). Belajar
pengetahuannya
dan mengajar lebih banyak menyangkut
sendiri
dan
banyak
memperoleh pengetahuannya di luar sekolah
urusan psikis. Dengan demikian, guru
Dahar (1989). Oleh karena itu melalui
dintuntut
kegiatan belajar mengajar siswa tidak hanya
tetapi
juga
latihan
kreatif
CLIS
merupakan
fenomena, realitas, dan potensi yang dimilki siswa.
model
Syafrina
pembelajaran yang berusaha mengembangkan
dalam
pembelajaran
(2000:20)
mengemukakan
bahwa model pembelajaran CLIS adalah
ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu
dalam
efisien sekaligus kepekaan dalam memahami
dengan
melakukan pengamatan dan percobaan. Model
kemampuan
menciptakan pemebelajaran yang efektif dan
diberi penekanan pada penguasaaan konsep saja
memiliki
model pembelajaran yang memilki tahapan-
serta
merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan
tahapan untuk membangkitkan perubahan
hasil pengamatan atau percobaan. Jadi siswa
konseptual siswa. Alfiati menambahkan
dilatih untuk berpendapat setelah melakukan
model pembelajaran CLIS ini dilandasi
pengamatan ataupun percobaan.
boleh
pandangan
konstruktivisme
yang
memperhatikan pengalaman dan konsep TUJUAN PENELITIAN
awal siswa, pembelajaran berpusat pada
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan
siswa melalui aktifitas dan menghadapi
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
lingkungan
sebagai
1.
Penggunaan
model
Mendiskripsikan
belajar.
kualitas
proses
model
Children
berbeda dari biasanya diharapkan akan
dalam
membawa dampak yang lebih baik, yaitu
meningkatkan keterampilan proses sains
prestasi belajar anak akan lebih baik dari
siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji
sebelum diterapkannya model pembelajaran
dalam pelajaran Fisika.
yang baru.
pembelajaran Learning
2.
bahan
In
Mengetahui
dengan Science
(CLIS)
peningkatan
keterampilan
Menurut
proses sains siswa kelas VII.A SMP Negeri
Learning In Science
penerapan model pembelajaran Children
dipimpin
Learning In Science (CLIS).
Widiyarti,
3. Mengetahui peningkatkan prestasi belajar
penerapan
CLIS
oleh
di
Driver
Inggris (1988)
yang dalam
Children‘s
tahap-tahapan
1. Tahap Orientasi (orientation) merupakan
model
tahapan yang dilakukan guru dengan
pembelajaran Children Learning In Science (CLIS).
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
model
Learning In Science:
fisika siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 melalui
Driver
yang
dikembangkan oleh kelompok Children‘s
1 Pakisaji pada pelajaran Fisika melalui
Pakisaji
pembelajaran
412
tujuan
untuk
siswa.
Dalam
memusatkan tahap
ini
perhatian indikator ISSN 2502-8723
kreativitas yang yang berkembang yaitu
merupakan kegiatan yang berhubungan
daya
dengan topik pembelajaran sebanyak
imajinasi
kuat
misalnya
menunjukkan berbagai fenomena yang
mungkin sesuai waktu yang diberikan.
terjadi di alam atau kejadian yang dialami
5. Tahap pemantapan gagasan (review
siswa
dalam
kehidupan
sehari-hari,
change of ideas) merupakan tahapan
kemudian menghubungkan dengan materi
untuk mengetahui konsep yang telah
gerak.
diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk memperkuat konsep
2. Tahap Pemunculan Gagasan (elicitation of ideas)
merupakan
tahapan
ilmiah.
untuk
Dalam
tahap
yang
ini
indikator
memunculkan gagasan siswa tentang
kreativitas
berkembang
yaitu
topik yang dibahas dalam pembelajaran.
mempunyai minat yang luas, ulet dan
Dalam tahap ini indikator kreativitas yang
tekun dalam mengerjakan tugas misalnya
yang berkembang yaitu daya imajinasi
Guru menyimpulkan
kuat misalnya menuliskan apa saja yang
materi bersama siswa dan siswa di beri
diketahui tentang topik yang dibahas atau
tugas rumah.
tentang seluruh
dengan cara menjawab pertanyaan uraian KETERAMPILAN PROSES SAINS
terbuka. 3.
Tahap
Penyusunan
(restructuring
of
Ulang
ideas)
Menurut
Gagasan
Rustaman
(2003),
keterampilan proses adalah keterampilan
merupakan
memperjelas
atau
yang melibatkan keterampilan-keterampilan
gagasan awal
siswa
kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
tentang suatu topik pembelajaran. Dalam
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan
tahap ini indikator kreativitas yang yang
melakukan
berkembang yaitu mempunyai minat yang
menggunakan
luas, ulet dan tekun dalam mengerjakan
manual jelas terlibat dalam keterampilan
tugas misalnya melakukan percobaan atau
proses
observasi, kemudian mendiskusikannya
penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
dalam
penyusunan
tahapan
untuk
mengungkapkan
kelompok
untuk
menyusun
pikirannya.
karena
keterampilan
4. Tahap penerapan gagasan (application of merupakan
menerapkan
proses
Keterampilan
mereka
atau
siswa
melibatkan
perakitan
alat.
Keterampilan sosial juga terlibat dalam
gagasan baru.
ideas),
keterampilan
gagasan
tahapan
untuk
baru
yang
berinteraksi melaksanakan
proses dengan kegiatan
karena
mereka
sesamanya
dalam
belajar-mengajar,
dikembangkan melalui percobaan atau
misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
observasi ke dalam situasi baru. Dalam
Keterampilan proses perlu dikembangkan
tahap ini
melalui pengalaman-pengalaman langsung
indikator kreativitas
yang
berkembang yaitu rasa ingin tahu dan
sebagai
mempunyai minat yang luas, ulet dan
pengalaman langsung, seseorang dapat labih
tekun dalam mengerjakan tugas misalnya
menghayati proses atau kegiatan yang
mencari dan mencatat benda yang mereka
sedang dilakukan.
temukan
di
sekitar
sekolah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
pengalaman
belajar.
Melalui
yang 413
ISSN 2502-8723
Keterampilan proses sains (KPS)
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
adalah perangkat kemampuan kompleks
teknologi berlangsung semakin cepat
yang biasa digunakan oleh para ilmuwan
sehingga
dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke
mengajarkan semua konsep dan fakta
dalam
pada siswa.
rangkaian
proses
pembelajaran.
tidak
mungkin
lagi
guru
Menurut Dahar (1996), keterampilan proses
2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih
sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk
memahami konsep-konsep yang rumit
menerapkan
dan abstrak jika disertai dengan contoh
metode
memahami,
ilmiah
dalam
mengembangkan
dan
yang konkret.
menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat
3.
Penemuan
dan
perkembangan
ilmu
penting bagi setiap siswa sebagai bekal
pengetahuan dan teknologi tidak bersifat
untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mutlak 100%, tapi bersifat relatif.
mengembangkan sains memperoleh
serta diharapkan
pengetahuan
baru
4.
Dalam
proses
belajar
mengajar,
atau
pengembangan konsep tidak terlepas dari
mengembangkan pengetahuan yang telah
pengembangan sikap dan nilai dalam diri
dimiliki.
anak didik.
Dalam beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Keterampilan
METODE PENELITIAN
Proses
aspek-aspek
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah
kegiatan intelektual yang biasa dilakukan
penelitian tindakan kelas (PTK). Dalam
oleh saintis dalam menyelesaikan masalah
penelitian
ini,
dan
langsung
mulai
Sains
merupakan
menentukan
Keterampilan
produk-produk
Proses
Sains
sains.
merupakan
berakhirnya
peneliti dari
penelitian.
terlibat
secara
awal
sampai
Penelitian
ini
pendekatan pembelajaran yang berorientasi
mengacu pada konteks (tempat) dimana
kepada proses IPA. Selain itu, keterampilan
penelitian dilakukan, oleh karena penelitian
proses sains merupakan penjabaran dari
dilakukan di dalam konteks kelas dan
metode ilmiah. Serta keterampilan proses
bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran
sains
di
mencakup
keterampilan
berpikir/keterampilan intelektual yang dapat
kelas, maka penelitian ini
disebut
Penelitian Tindakan Kelas ( PTK).
dipelajari dan dikembangkan oleh siswa
Subjek dari penelitian ini adalah
melalui proses belajar di kelas, yang dapat
siswa SMP Negeri 1 Pakisaji Kelas VII.A
digunakan untuk memperoleh pengetahuan
tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri dari satu
tentang produk IPA.
kelas berjumlah 28 siswa, 17 siswa laki-laki
Keterampilan
proses
perlu
dan 11 perempuan.
dikembangkan untuk menanamkan sikap
Teknik
pengumpulan
data
ilmiah pada siswa. Semiawan (2002:14-15)
menggunakan tiga metode yaitu metode
berpendapat bahwa terdapat empat alasan
observasi,
mengapa pendekatan keterampilan proses
dokumentasi. Penelitian dilakukan untuk
sains
mengetahui peningkatan keterampilan proses
diterapkan
dalam
proses
belajar
mengajar sehari-hari, yaitu : FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
sains 414
dan
metode
tes,
prestasi
dan
belajar
metode
fisika
ISSN 2502-8723
Grafik 1 Keterlaksanaan pembelajaran CLIS
menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) pada siswa kelas VII.A
SMP
Negeri
1
Pakisaji
2. Keterampilan Proses Sains
tahun
Hasil observasi menunjukkan bahwa
pelajaran 2013/2014. Instrumen penelitian
keterampilan proses sains siswa dalam
menggunakan lembar observasi, tes, dan dokumentasi.
Lembar
model pembelajaran Children Learning In
observasi
Science pada siklus I sudah cukup baik. Hal
keterampilan proses sains terdiri atas 6 aspek
ini
yang diamati. Keterlaksanaan pembelajaran
dapat
terlihat
dari
persentase
keterampilan proses sains siswa pada siklus I
Children Learning In Science (CLIS) terdiri
sebesar 76,22% dan pada siklus II terjadi
20 indikator pengamatan dengan kriteria
peningkatan sebesar 10,76% atau sebesar
penilaian skala 1-4. Soal tes terdiri atas 20
86,98% dengan kriteria baik. Peningkatan
soal pilihan ganda di setiap akhir siklus.
tersebut secara jelas dapat dilihat pada
Teknik analisis data menggunakan rumus
Grafik 2.
skala persentase.
TEMUAN DAN DISKUSI 1. Keterlaksanaan Pembelajaran Hasil
pengamatan
terhadap
keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I dengan
menggunakan
lembar
observasi
keterlaksanaan pembelajaran menunjukan bahwa,
pencapaian
persentase
keterlaksanaan pembelajaran sebesar 79,44 dengan
kategori
baik.
Pada
siklus
Grafik 2 Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I dan Siklus II (%)
II
mengalami peningkatan sebesar 8,48% yaitu
1. Pada aspek meramalkan, persentase
87,92% atau dalam kategori baik
keterampilan proses sains siswa yang
Peningkatan tersebut secara jelas dapat
diperoleh pada siklus I sebesar 68,75%
dilihat pada Grafik 1.
sedangkan pada siklus II sebesar 87,50%, berarti ada peningkatan sebesar 18,75%. 2. Pada aspek berhipotesis, persentase keterampilan proses sains siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 62,50% sedangkan pada siklus II sebesar 81,25%, berarti ada peningkatan sebesar 18,75%. 3. Pada aspek merencanakan, persentase keterampilan proses sains siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 85,42% sedangkan pada siklus II sebesar 95,83%, berarti ada peningkatan sebesar 10,41%.
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
415
ISSN 2502-8723
4.
Pada
aspek
mengamati,
persentase
kategori baik. Peningkatan kedua siklus
keterampilan proses sains siswa yang
tersebut dapat digambarkan pada grafik 4.
diperoleh pada siklus I sebesar 78,13% sedangkan pada siklus II sebesar 84,38%, berarti ada peningkatan sebesar 6,25%. 5. Pada aspek menafsirkan, persentase keterampilan proses sains siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 75,00% sedangkan pada siklus II sebesar 81,25%, berarti ada peningkatan sebesar 6,25%. 6.
Pada
aspek
mengkomunikasikan, Grafik 4 Prestasi belajar Fisika siswa saat
persentase keterampilan proses sains
Pratindakan, siklus I dan siklus II
siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 87,50% sedangkan pada siklus II
Dilihat dari segi ketuntasan siswa
sebesar 91,67%, berarti ada peningkatan yang
sebesar 4,17%.
memenuhi
(KKM=75)
sebelum
tindakan adalah 10,71% siswa yang tuntas
Peningkatan tersebut secara jelas dapat
atau 3 orang dari 28 siswa, pada siklus I
dilihat pada Grafik 3
jumlah
siswa
yang
memenuhi
KKM
sebanyak 18 orang siswa atau 64,29%, dan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu jumlah siswa yang tuntas sebanyak 24 orang atau 85,71% siswa yang memenuhi KKM. Peningkatan kedua siklus dapat digambarkan pada grafik 5:
Grafik 3 Keterampilan Proses Sains Siswa tiap aspek
3. Prestasi Belajar Fisika Siswa Prestasi
belajar
siswa
sebelum
tindakan adalah rata-rata 55,89 termasuk dalam kategori kurang baik, pada siklus I
Grafik 5 Ketuntasan belajar Fisika siswa saat
rata-rata prestasi belajar siswa termasuk
Pratindakan, siklus I dan siklus II
dalam kategori cukup baik dengan rata-rata
Hasil tes berdasarkan soal yang
72,48, Pada siklus II mengalami peningkatan
digunakan
dengan rata-rata 77,73 dan masuk dalam
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
kemampuan
416
oleh
guru
siswa
untuk
mengukur
menunjukan
bahwa,
ISSN 2502-8723
kemampuan siswa pada aspek pengetahuan
siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I
(C1) siklus I persentase pencapaian sebesar
maupun pada siklus II. Berikut hasil
87,70% dan pada siklus II meningkat
observasi pengaruh model pembelajaran
menjadi 91,67%, aspek pemahaman (C2)
Children
siklus I persentase pencapaian sebesar
terhadap 6 aspek Keterampilan proses sains
66,00% dan pada siklus II meningkat
yang dilakukan:
menjadi 91,07%, aspek penerapan (C3) pada
1.
siklus I persentase pencapaian sebesar
(Elicitation Of Ideas)
79,56% dan meningkat pada siklus II sebesar
Meramalkan
81,12%, dan aspek analisis (C4) pada siklus
persentase yang diperoleh siklus I sebesar
I persentase pencapaian sebesar 61,61% dan
68,75% dengan cukup baik sedangkan pada
pada siklus II 75%, hal ini berarti soal pada
siklus II sebesar 87,50% dengan kriteria
aspek analisis masih sangat rendah dari
sangat baik, peningkatan tang terjadi sebesar
aspek kognitif lainnya. Peningkatan kedua
18,75%. Pada aspek ini terjadi peningkatan
siklus
paling besar.
Learning
Pada
tahap
In
Science
Pemunculan
(CLIS)
Gagasan
(memprediksi),
rata-rata
2. Pada tahap Penyusunan Ulang Gagasan (Restrukturing Of Ideas) 1) Berhipotesis, rata-rata persentase yang diperoleh siklus I sebesar 62,50% dengan cukup baik sedangkan pada siklus II sebesar 81,25% dengan kriteria sangat baik, peningkatan tang terjadi sebesar 18,75%.
Pada
aspek
ini
terjadi
peningkatan paling besar. 2) Merencanakan, rata-rata persentase yang Grafik 6 Prestasi belajar Fisika siswa
diperoleh siklus I sebesar 85,42% dengan
berdasarkan aspek kognitif
baik sedangkan pada siklus II sebesar 95,83% dengan kriteria sangat baik,
PEMBAHASAN Secara persentase
peningkatan tang terjadi sebesar 10,41%.
umum
pada
keterlaksanaan
siklus
I
3)
pembelajaran
sebesar 84,38%, berarti ada peningkatan
mencapai
sebesar 6,25%.
88,67% dan termasuk dalam kriteria baik.
4)
Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran
Menafsirkan
Pengamatan,
rata-rata
persentase aspek keterampilan ini pada
sebesar 7,85%
siklus I sebesar 75,00% sedangkan pada
Keterampilan proses sains siswa
siklus II sebesar 81,25%,
meningkat. Hal ini dapat diketahui dari hasil
berarti ada peningkatan pada aspek ini
lembar penilaian keterampilan proses sains FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
Rata-rata
sebesar 78,13% sedangkan pada siklus II
baik sedangkan pada siklus II persentasi pembelajaran
(observasi),
persentase yang diperoleh pada siklus I
adalah 81,25% dan termasuk dalam kriteria
keterlaksanaan
Mengamati
sebesar 6,25%. 417
ISSN 2502-8723
3.
Pada
tahap
Penerapan
Gagasan
sebesar
25,07%.
Persentase
kenaikan
(Application Of Ideas)
kemampuan siswa pada aspek kognitif C3
Mengkomunikasikan, rata-rata persentase
sebesar 1,56% dan merupakan peningkatan
aspek keterampilan proses sains ini pada
yang sangat signifikan dari aspek kognitif
siklus I sebesar 87,50% sedangkan pada
C1, C2 dan C4. Peningkatan kemampuan
91,67%, ini berarti rata-rata persentase pada
siswa pada aspek kognitif C3 dikarenakan
aspek ini mengalami peningkatan sebesar
siswa dilatih untuk mengerjakan soal-soal
4,17%. Pada aspek ini terjadi peningkatan
hitungan, yaitu dari sekolah disediakan
paling sedikit.
waktu satu jam pelajaran untuk latihan soalsoal hitungan serta diberikan soal-soal
Berdasarkan observasi awal yang diperoleh peneliti mendapatkan data bahwa
hitungan
nilai rata-rata yang diperoleh dari 28 siswa
Persentase kenaikan kemampuan siswa pada
kelas VII.A adalah 55,89. Hasil observasi
aspek kognitif C4 sebesar 13,39% dan
awal
merupakan peningkatan yang sangat rendah
ini
digunakan
pertimbangan
dan
sebagai
informasi
bahan
hasil
untuk
dikerjakan
di
rumah.
dari aspek C1, C2 dan C3. Rendahnya
tes
peningkatan pada aspek kognitif C4 ini
pembelajaran siklus I.
dikarenakan siswa masih kesulitan dalam
Pada siklus I siswa yang memenuhi KKM berjumlah 18 siswa atau 64,29% dan
menganalisis
soal.
Dari
hasil
tersebut
siswa yang tidak tuntas sebanyak 10 orang
membuktikan bahwa adanya peningkatan
atau 35,71%. Pada akhir siklus II persentase
prestasi belajar dan sudah mencapai kriteria
ketuntasan siswa mengalami kenaikan yaitu
ketuntasan yang ditentukan oleh sekolah.
siswa yang memenuhi KKM berjumlah 24 KESIMPULAN
siswa atau 85,71% dan siswa yang tidak
Berdasarkan dari paparan data dan
tuntas sebanyak 4 orang atau 4,29%.
pembahasan serta tindakan yang dilakukan
Hasil analisis aspek kognitif yaitu pengetahuan
(C1),
pemahaman
penelitian dapat disimpulkan.
(C2),
1.
aplikasi (C3), dan analisis (C4) diperoleh
Kualitas
keterlaksanaan
pada siklus I persentase siswa yang dapat
pembelajaran
menjawab butir soal C1 sebesar 85,70%,
Science (CLIS) adalah baik, yaitu pada
butir soal C2 sebesar 66,00%, butir soal C3
siklus I sebesar 81,31% dengan kriteria
sebesar 79,56% dan butir soal C4 sebesar
baik dan pada siklus II sebesar 88,67%
61,61%. Pada siklus II persentase siswa yang
dengan kriteria baik, terjadi peningkatan
dapat menjawab butir soal C1 sebesar
sebesar 7,35%.
91,67%, butir soal C2 sebesar 91,07%, butir
Children
model
Learning
In
2. Penerapan model pembelajaran Children
soal C3 sebesar 81,12%, dan butir soal C4
Learning
sebesar 75%. Pada data siklus II tersebut
meningkatkan keterampilan proses sains
dapat dilihat bahwa persentase kenaikan
siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji,
kemampuan siswa pada aspek kognitif C1
yaitu pada siklus I sebesar 76,22%
sebesar
dengan kriteria cukup baik dan pada
5,97.
Persentase
kenaikan
kemampuan siswa pada aspek kognitif C2 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
In
Science
(CLIS)
dapat
siklus II sebesar 86,98% dengan kriteria 418
ISSN 2502-8723
baik, terjadi peningkatan sebesar 10,76%. 3. Penerapan model pembelajaran Children Learning
In
Science
(CLIS)
dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji, hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan prestasi belajar siswa yaitu: a. Nilai rata-rata prestasi belajar sebelum tindakan adalah 55,89 sedangkan pada siklus I adalah 72,48 dan pada siklus II adalah 77,73. b. Ketuntasan belajar sebelum tindakan sebesar 10,71% atau 3 siswa, sedangkan pada siklus I sebesar 64,28% atau 18 siswa, dan pada siklus II sebesar 97% atau 33 siswa. DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1985. Kesiapan Guru mengajar Sains di SD Ditinjau dari Segi Pengembangan Ketrampilan Proses Sains (disertasi). Bandung: FPS- IKIP Bandung. Driver. 1988. Chldren‘s Learning In Science. Philadelphia: Open University Press. Muchtith. M. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasaid Media Goup. Rustaman, N dan Rustaman A. 2003. Peranan Pertanyaan Produktif dalam Mengembangkan KPS dan LKS. BAhan Seminar dan Lokakarya bagi Guru-guru SLTP dan SMU di FPMIPA UPI. Sudjana, Nana. 2005. Dasar Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Syafrina, A. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran CLIS untuk Sekolah Dasar pada Konsep Hewan dan Benda. Tesis Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UPI. Widiyarti, A. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) Dalam Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Siswa Pada Mata Pelajaran IPA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
419
ISSN 2502-8723
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
420
ISSN 2502-8723