Pendekatan Ergonomi dalam Bidang Keteknikan Pertanian: Peran Pentingnya untuk Kesuksesan Transfer Teknologi dan Revitalisasi Pertanian Indonesia 1 M. Faiz Syuaib
2
Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor Po. Box 220, Bogor 16002, INDONESIA. Telp./Fax: (0251)623026, e-mail:
[email protected]
Abstrak Dengan kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki, pertanian merupakan salah satu potensi dan peluang terbesar untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sementara pertanian di banyak negara telah mencapai kemajuan teknologi yang sedemikian pesat, pekerjaan pertanian di Indonesia umumnya masih dilakukan secara sangat sederhana dengan mengandalkan tenaga manusia dan hewan, sangat tergantung pada kondisi alam, serta penggunaan peralatan dan manajemen tradisional. Mengingat berbagai kelebihan dan potensi alam yang dimiliki, produktivitas pertanian di Indonesia tergolong masih rendah. Introduksi berbagai jenis alat dan mesin serta teknologi lainnya di dunia pertanian telah memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas. Walupun demikian, perubahan atau modernisasi teknologi apabila tidak disertai dengan perencanaan dan pendekatan yang tepat justru dapat menimbulkan resiko baru yang kontra produktif, seperti misalnya resiko kecelakaan akibat pengunaan alat dan mesin pertanian, resiko kesehatan karena penggunaan material ataupun input produksi tertentu, perubahan ataupun destabilisasi ekosistem, degradasi lingkungan, dll. Untuk itu, intervensi ergonomi dapat memberi kontribusi yang signifikan dalam kaitannya dengan desain, perencanaan, pengelolaan, pelatihan dan pendidikan agar alih teknologi di bidang pertanian dapat berjalan dengan sukses dan efektif serta berdampak positif yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia.
1
Makalah Kunci pada Seminar Nasional Ergonomi & Kongres Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) di Universitas Trisakti, Jakarta. 21-22 November 2006.
2
Staf Dosen, Komisi Riset & Kerjasama di Departemen Teknik Pertanian, IPB Sekretaris Umum DPP Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA)
1
Pendahuluan Pertanian merupakan tulang punggung bagi sebaian besar negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Pertanian merupakan mata pencaharian dan gantungan hidup tidak kurang dari 50% penduduk Asia. Populasi Asia adalah 2/3 dari total populasi dunia dengan pertumbuhan yang masih relatif tinggi positif (rata-rata Asia = 1.8%/tahun, Indonesia = 1.45%/tahun). Sementara itu pertumbuhan produksi pangan di kebanyakan negara Asia (termasuk Indonesia) cenderung stagnan. Oleh karena itu, produktivitas sektor pertanian harus terus ditingkatkan guna mengejar kebutuhan yang terus meningkat. Disamping masalah pangan, permasalahan krisis energi, degradasi lingkungan dan kemiskinan semakin mengemuka akhir-akhir ini, baik di tanah air maupun di banyak negara lainnya di dunia, berimplikasi terhadap semakin pentingnya pengembangan sektor pertanian dalam perekonomian maupun pembangunan, di masa kini maupun masa yang akan datang. Memasuki milenium ketiga ini, sektor pertanian akan menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Menghadapi era pasar bebas dewasa ini, kita dihadapkan pada era boderless world di mana persaingan global akan semakin ketat dan terbuka. Efisiensi, produktivitas, kualitas serta kontinuitas proses produksi dan distribusi menjadi suatu keharusan agar sektor pertanian dapat bersaing secara cerdas dengan negara-negara lain di dunia, dan untuk itu, maka teknologi dan manajemen adalah kata kuncinya. Perkembangan pesat di bidang teknologi dan ekonomi di banyak negara di dunia dewasa ini berdampak sangat luas terhadap perkembangan dunia pertanian. Ketimpangan pertumbuhan ekonomi di sisi lain, telah pula menyebabkan kesenjangan yang semakin lebar antara kondisi pertanian di suatu wilayah ataupun negara dengan yang lainnya. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut, telah banyak ditempuh upaya-upaya transfer teknologi dari negara-negara yang lebih maju ke negara-negara yang masih berkembang. Ironisnya, tidak sedikit upaya-upaya transfer teknologi tersebut yang berakhir dengan kegagalan, terutama yang berkaitan dengan alat atau mesin pertanian. Introduksi berbagai jenis alat dan mesin serta teknologi lainnya di dunia pertanian telah memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas. Walupun demikian, perubahan atau modernisasi teknologi apabila tidak disertai dengan perencanaan dan pendekatan yang tepat justru dapat menimbulkan resiko baru yang kontra produktif, seperti misalnya resiko kecelakaan akibat pengunaan alat dan mesin pertanian, resiko kesehatan karena penggunaan material ataupun input produksi tertentu, perubahan ataupun destabilisasi ekosistem, degradasi lingkungan, dll. Untuk itu, intervensi ergonomi dapat memberi kontribusi yang signifikan dalam bentuk pendidikan, perencanaan maupun implementasi agar alih teknologi di bidang pertanian dapat berjalan dengan sukses dan efektif serta berdampak yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia. 2
Sekilas Tentang Kondisi dan Potensi Pertanian di Indonesia Indonesia adalah salah satu negara terkaya di dunia ditinjau dari sisi keanekaragaman hayati maupun bio-fisiknya. Luas wilayah Indonesia hanya meliputi sekitar 1.3% luas permukaan bumi, tetapi Indonesia adalah tempat hidup bagi 10% dari jenis species tanaman di dunia, 12% species mamalia, 16% species reptil dan amphibi, 17% species burung dan 25% species ikan yang ada di dunia (FAO). Dari sekitar 192 juta ha wilayah darat Indonesia, sekitar 62 juta ha diantaranya berpotensi sebagai areal pertanian. Wilayah daratan Indonesia dapat dikelompokkan atas beberapa jenis tata guna sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan jenis tanah, curah hujan dan panjangnya masa tanam, wilayah Indonesia dapat digolongkan dalam 5 zona agro-ekologi, yaitu (1) zona lahan kering dengan iklim kering, (2) zona lahan kering dengan iklim basah, (3) zona beririgasi, (4) zona pasang surut, dan (5) zona dataran tinggi atau pegunungan. Lahan kering dan iklim basah adalah kondisi agro-ekologi yang paling dominan di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan lahan kering dengan iklim kering terletak di hampir seluruh wilayah Nusa Tenggara, sebagian besar Pulau Madura dan sebagian besar wilayah pesisir Jawa Timur. Daerah pesisir Timur Sumatera, pesisir Selatan dan Barat Kalimantan serta sebagian besar pesisir Papua didomonasi oleh areal pasar surut. Table 1. Estimasi tata guna lahan di Indonesia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Type of Land Utilization Permanent Forest Wood land/agro-forestry Estate plantation Dry-land (upland & garden) Temporary fallow land Wetland (rice field) Housing/settlement Swamp/marsh-land Grassland/meadows Pond & Dike TOTAL LAND AREA
Area (x 1000 ha.) 115,763 10,240 18,327 15,585 10,194 8,400 5,686 4,755 2,393 914 192,257
% of total land area 60.2 5.3 9.5 8.1 5.3 4.4 3.0 2.5 1.2 0.4 100.0
Data: diolah dari sumber BPS (2003)
Sistem bercocok-tanam yang ada di Indonesia sangat bervariasi menurut jenis ekosistem dan komoditasnya. Pada dasarnya sistem pertanian di Indonesia dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu: (1) sawah (lahan basah), (2) ladang/tegalan (lahan kering), (3) perkebunan (tanaman industri), dan (4) agro-forestry. Sawah dan tegalan adalah sistem yang dominan dilakukan oleh petani perorangan (keluarga), sedangkan perkebunan dan agro-forestry umumnya dikelola oleh perusahan agro-industri terkait. Pertanian perorangan umumnya bersifat subsisten (non atau semi-komersial), sedangkan pertanian komersial 3
umumnya dikelola dalam bentuk sistem agro-industri di bawah pengelolaan ataupun kepemilikan suatu perusahaan. Padi, palawija dan hortikultur adalah jenis komoditas yang umumnya ditanam oleh petani perorangan; sedangkan sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, tebu, dan teh adalah beberapa komoditas utama sub-sektor perkebunan di Indonesia. Sementara pertanian di banyak negara telah mencapai kemajuan teknoloi yang sedemikian pesat, pekerjaan pertanian di Indonesia umumnya masih dilakukan secara sangat sederhana dengan mengandalkan tenaga manusia dan hewan, sangat tergantung pada kondisi alam, serta penggunaan peralatan dan manajemen tradisional. Sebagaimana umumnya pertanian tradisional di negara-negara berkembang lainnya, masalah penting dalam pertanian di Indonesia adalah ketidak-mampuan dalam mengelola kuantitas, kualiatas dan kontinuitas produksi secara optimal dan konsisten. Dunia pertanian sangatlah bersifat seasonal, oleh karena itu akivitas-aktivitas pertanian seharusnya dikelola secara baik serta dilakukan secara tepat waktu agar diperoleh hasil yang optimal dan konsisten. Manusia dan hewan masih menjadi sumber tenaga utama untuk aktivitas pertanian primer di Indonesia. Mekanisasi masih merupakan hal yang “mewah” bagi sebagian besar petani di sebagian besar wilayah Indonesia. Meskipun demikian, mekanisasi dalam arti terbatas (penggunaan traktor tangan untuk pengolahan lahan, thresser dan penggiling padi untuk paspapanen) sudah umum digunakan di beberapa sentra pertanian di Indonesia. Sedangkan alat dan mesin pertanian berskala besar hanya dapat ditemui di areal-areal perkebunan komersial di tanah air. Sebagai gambaran umum berdasarkan data resmi BPS, Tabel 2 menunjukkan jenis dan jumlah beberapa macam mesin pertanian yang digunakan petani di Indonesia dewasa ini. Berdasarkan perhitungan kasar, fakta ini menunjukkan bahwa tingkat aplikasi mekanisasi di Indonesia adalah tidak lebih dari 20%, atau dengan kata lain bahwa 80% aktivitas pertanian di Indonesia dilakukan secara manual. Sebagai ilustrasi, Gambar 1 menunjukkan beberapa aktivitas on-farm di Indonesia (Jawa khususnya). Table 2. Beberapa jenis mesin pertanian dan kapasitas penggunaannya di Indonesia Jenis Mesin
Unit di seluruh Kapasitas rataan per Kapasitas kerja Total Covering Area Indonesia unit (jam/musim) (juta ha/musim) 103,446
0.03-0.05 ha/jam
400 - 500
1.2 – 2.0
4,017
0.06-0.12 ha/jam
400 - 800
0.15 – 0.25
1,546,765
0.10-0.12 ha/jam
105
15 – 17
Power Sprayer
35,890
0.20-0.25 ha/jam
105
0.7 – 0.9
Pedal Thresher
313,732
0.07-0.10 ton/jam
180
0.9 – 1.2
Power Thresher
33,926
0.6-0.8 ton/jam
200
1 – 1.3
3,902
0.2 – 0.3 ton/jam
300
0.05 – 0.08
46,123
0.3 – 0.4 ton/jam
500
1.5 – 2.0
Hand Tractor (2W) 4W Tractor Hand Sprayer
Rice Dryer Rice Milling Unit
Data: diolah dari sumber BPS (2003)
4
Pengolahan lahan (tenaga hewan atau traktor tangan)
Penanaman (manual) Crop maintenance
Pemeliharaan (manual) Crop maintenance
Pemanenan (manual) Crop maintenance
Pascapanen (manual atau mekanis) GambarCrop 2. Beberapa ilustrasi aktivitas pertanian on-farm di Indonesia maintenance Dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia, tingkat aplikasi dan perkembangan teknologi pertanian di Indonesia saat ini relatif tertinggal. Salah satu indikator penting kemajuan teknologi di bidang usaha tani adalah dari aspek penggunaan sumber tenaga modern, yaitu traktor pertanian. Gambar 3 menunjukkan tren perkembangan pengunaan 5
traktor dan thresser (mesin perontok padi) di Indonesia, dan Tabel 3 menunjukkan rasio jumlah petani terhadap total populasi dan rasio jumlah traktor terhadap jumlah petani di Indonesia serta beberapa negara lain di Asia. Table 3. Rasio jumlah petani/penduduk dan rasio penggunaan traktor/petani di beberapa negara Asia No
Negara
Total Populasi Penduduk Petani (x1000 orang) (x1000 orang)
Jumlah Traktor (unit)
Rasio Rasio Petani/Penduduk Traktor/Petani
Japan
127.800
2.172
2.028.000
0,02
0,9337
2
Korea
47.951
1.944
211.576
0,04
0,1088
3
Malaysia
24.876
1.740
43.300
0,07
0,0249
4
Pakistan
157.315
26.682
320.500
0,17
0,0120
5
Thailand
63.465
20.185
220.000
0,32
0,0109
6
India
1.081.229
276.687
2.528.122
0,26
0,0091
7
Vietnam
82.377
28.936
163.000
0,35
0,0056
8
China
1.320.892
510.010
995.421
0,39
0,0020
9
Indonesia
222.611
50.531
94.582
0,23
0,0019
10 Philippines
81.408
12.942
11.500
0,16
0,0009
11 Bangladesh
149.664
39.723
5.530 0,27 0,0001 Data: diolah dari sumber FAOSTAT (2005)
120
360 Tractor in Use Thresser in Use
100
300
80
240
60
180
40
120
20
60
0
Thresser (x1000 unit)
Tractor (x1000 unit)
1
0 1961
'65
'70
'75
'80
'85
'90
'95
'00 '03
Year
Gambar 3. Tren perkembangan jumlah tractor dan thresser di Indonesia Dari Tabel 3 jelas terlihat bahwa, walaupun rasio jumlah petani di Indonesia relatif rendah (yaitu 23% dan berturut-turut berada di bawah China, Vietnam, Thailand, Bangladesh dan India), tingkat substitusi tenaga pertanian – yang diindikasikan dengan rasio jumlah traktor/petani – di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan beberapa negara Asia lainnya. Rata-rata jumlah traktor di Indonesia adalah 19 unit per 10.000 petani, jauh berada di bawah sebagian besar negara tetangga kita. Di Jepang, sebagai negara yang paling maju di Asia, rasio jumlah traktor/petani mendekati 1, sedangkan di Korea sekitar 1/10, 6
Malaysia ¼, Thailand 1/100 dan Vietnam 6/1000. Dengan kata lain, rasio relatif jumlah penggunaan traktor di Vietnam adalah 3 kali, Thailand 5 kali, Malaysia 13 kali, Korea 50 kali dan Jepang 10.000 kali lebih banyak dibanding Indonesia. Dilihat dari berbagai potensi yang dimiliki Indonesia, baik itu sumberdaya alam, sumberdaya hayati, sumberdaya manusia, dan lain sebagainya, apabila dikelola dan dikembangkan dengan benar pertanian seharusnya dapat mendatangkan hasil yang cukup menjanjikan dan dapat menjadi tulang punggung ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Secara umum, satu diantara beberapa masalah yang paling mendasar pada pertanian di Indonesia adalah masalah rendahnya efisiensi dan produktivitas, baik teknis maupun ekonomis, khususnya di sub-sektor hulu. Rendahnya efisiensi dan produktivitas berarti rendahnya pendapatan. Selanjutnya, rendahnya pendapatan akan berimplikasi terhadap rendahnya kemampuan untuk mengembangkan usaha, demikian seterusnya yang pada akhirnya akan mengarah pada terbentuknya “siklus kemiskinan dan degradasi produktivitas”sebagaimana diilustrasikan pada lihat Gambar 4.
Low Yield Low Productivity
Low Income
Low Working Capacity
Low Purchasing Ability
Deseases and Accidents
Poor Food Poor Clothing Poor Education Poor Housing Poor Health Poor Technology etc
Gambar 4. Siklus ”kemiskinan dan degradasi produktivitas” Dibanding dengan pekerja-pekerja di sektor lainnya, pekerja di sektor pertanian relatif berpenghasilan rendah dan beresiko tinggi. Apabila para pekerja di sektor industri umumnya dilengkapi dengan perlindungan asuransi ataupun jaminan ketenagakerjaan, pekerja-pekerja di sektor pertanian umumnya tidak demikian. Tidak ada jaminan penghasilan bagi petani di Indonesia. Apabila panen gagal tidak ada jaminan apalagi asuransi yang dapat mengompensasinya. Sebaliknya apabila panen melimpah, umumnya harga akan seketika turun secara drastis sehingga tidak memberikan peningkatan 7
penghasilan secara signifikan, bahkan kadang lebih merugi. Karena rendahnya penghasilan dan tingginya resiko dibanding lapangan kerja lainnya, maka apabila ada kesempatan umumnya tenaga kerja di sektor pertanian akan berpindah ke sektor lain sehingga dari tahun ke tahun jumlah relatif tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun. Sebagaimana yang terlihat di Gambar 5, tren rasio tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Apabila di dekade 60-an tenaga kerja di sektor pertanian mencapai sekitar 75% dari total tenaga kerja yang ada, maka pada dekade 2000-an ini tenaga kerja di sektor pertanian hanya sekitar 40% dari total tenagakerja yang ada. Sedangkan rasio tenaga kerja wanita dan pria naik dari sekitar 1:3 ditahun 60-an menjadi 3:4 di tahun 2000-an. Tren ketenaga-kerjaan sektor pertanian di Indonesia disajikan pada Gambar 5 di bawah.
(million) people
250 200
Total Population Total Economically Active Population Total Economically Active in Agriculture Female Economically Active in Agriculture
Ratio of Agric population by total population Ratio of Economically active population by total population Ratio of Economically active in agriculture by total population Ratio of Female economically active population in agric
80% 70%
150
60% 50%
100
40% 30%
50
20% 10%
0 1961 '65
0%
'70
'75
'80 '85 Year
'90
'95
'00
'04
1961
'65
'70
'75
'80
'85
'90
'95
'00
'04
Year
Gambar 5. Tren ketenaga-kerjaan di sektor pertanian di Indonesia
Peran Ergonomi dalam Transfer Teknologi di Bidang Pertanian Pertanian dalam arti yang sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan ”cocok tanam”, tetapi juga mencakup banyak aktivitas lainnya seperti pengolahan lahan, irigasi, pengendalian hama & penyakit, penangananan dan pengolahan hasil, pengemasan, penyimpanan, transportasi. Hal yang menarik apabila berurusan dengan dunia pertanian adalah kompleksitas dan heterogenitas dari sektor pertanian itu sendiri. Kondisi spesifik dunia pertanian sangatlah bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, antara satu negara dengan negara lainnya, antara daerah maju dan daerah berkembang, antara sistem pertanian modern yang bermekanisasi di perkebunan yang sangat luas dengan pertanian tradisional dengan lahan yang sangat sempit di masyarakat pedesaan. Suatu agro system (sistem pertanian) harus dipahami sebagai suatu kesatuan sistem yang terbangun dari beberapa sub-sistem yang saling terkait dan mendukung satu sama lainnya. Secara umum dapat didefinisikan bahwa suatu agro system yang efektif harus dibangun 8
atas empat sub-sistem, yaitu: on-farm, off-farm, processing industry dan suporting industry. Keberhasilan ataupun produktivitas suatu agro system sangat ditentukan oleh kelima faktor penggeraknya, (1) Faktor Manusia, (2) Faktor Fisik (teknis), (3) Faktor Hayati, (4) Faktor Alam (bio-fisik), dan (5) Faktor Sosial. Ergonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara manusia terhadap sistem dan lingkungan kerjanya, dapat mengambil peran yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemilihan, diseminasi dan implementasi teknologi. Riset dan aplikasi ergonomi umumnya lebih terfokus pada sektor industri, dan masih sangat sedikit yang berkaitan dengan sektor pertanian secara umum – apalagi yang menyangkut petani skala kecil. Banyak hal yang dapat dilakukan melalui intervensi ergonomi guna memperbaiki kinerja suatu sistem pertanian (agro system), khususnya di Indonesia. Salah satu masalah paling fundamental untuk memperbaiki kinerja pertanian di Indonesia adalah transfer teknologi, dan setiap masalah yang berkaitan dengan transfer teknologi berarti mempunyai implikasi ergonomi. Intervensi Ergonomi
Faktor Manusia (fisik, fisiologis, psikologis, organisasi, dll)
Faktor fisik/teknis: (alat, mesin, input produksi, bangunan, dll)
Faktor hayati (flora & fauna)
Agro System
Intervensi Ergonomi
Faktor sosial (edukasi, kultur, ekonomi, politik, dll)
Faktor alam/bio-fisik (lahan, air, udara)
Gambar 6. Skema intervensi ergonomi dalam agro system Sebagian besar teknologi baru (khususnya yang berkaitan dengan alat dan mesin) yang diaplikasikan di Indonesia umumnya berasal dari negara lain (negara maju), di mana kondisinya sedikit sekali yang sesuai dengan kondisi negara kita, baik dari segi anthropometri, biomekanik, iklim serta kebiasaan dan budaya kerja. Desain suatu alat yang dibuat di suatu negara umumnya menggunakan parameter-parameter desain yang sesuai dengan negara yang bersangkutan. Ketidak-cocokan antara alat/mesin terhadap penggunanya boleh jadi berimplikasi minor (tidak nyaman, misalnya), tetapi tidak jarang pula dapat berimplikasi serius (kecelakaan ataupun cidera). 9
Secara umum, beberapa macam intervensi ergonomi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan teknologi di bidang pertanian adalah: (1) (2) (3) (4)
Machine and equipment design (micro ergonomic) Work organizational and work place design (macro ergonomic) Technical and skill improvement training (time & motion) Work health and safety training and implementation (psycho-physiology of work)
Gambar 7 menyajikan beberapa contoh riset dan intervensi ergonomi di bidang pertanian yang dilakukan di beberapa negara maju (beberapa diantaranya dilakukan oleh penulis ketika berada di Jepang).
Gambar 7. Beberapa contoh riset dan intervensi ergonomi di bidang pertanian
Kesimpulan Intervensi ergonomi di bidang pertanian relatif masih baru dan sedikit dibandingkan dengan di bidang industri. Oleh karena itu, peran dan intervensi ergonomi yang lebih luas masih sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor pertanian. 10
Transfer dan diseminasi teknologi adalah salah satu kebutuhan yang paling krusial untuk membangun pertanian Indonesia. Oleh karena itu, peran ergonomi sangat dibutuhkan terutama dalam kaitannya dengan desain, adopsi, adaptasi dan implementasi teknologi pertanian (terutama alat dan mesin) agar dihasilkan kesesuaian dan efektifitas teknologi yang bersangkutan terhadap kondisi kerja dan operator di Indonesia. Manual handling masih mendominasi (lebih dari 80%) aktivitas produksi pertanian di Indonesia. Oleh karena itu intervensi ergonomi dalam kaitannya dengan pencegahan Musculoskeletal Disorders (MSDs) juga sangat dibutuhkan guna memperkecil resiko cedera dan kecelakaan kerja yang pada akhirnya sangat mempengaruhi produktivitas.
Pustaka Syuaib, M.F. Ergonomic study on the Process of Mastering Tractor Operation. Dissertation. Tokyo University of Agriculture and Technology. 2003 Syuaib, M.F. The need of ergonomic consideration for the successful of technology transfer in agricultural mechanization. The 6th symposium on Agricultural Sciences and Biochemical Engineering. IASA. Tsukuba, Japan. 2002. FAOSTAT. http://www.fao.org/faostat/
11