1
PENDAYAGUNAAN ZAKAT DALAM MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN CIBEST MODEL (Studi Kasus: LAZISMU Kabupaten Sragen)
ACHMAD FAUZAN FIRDAUS
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendayagunaan Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus: LAZISMU Kabupaten Sragen) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Achmad Fauzan Firdaus NIM H54120040
4
5
ABSTRAK ACHMAD FAUZAN FIRDAUS. Pendayagunaan Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus: LAZISMU Kabupaten Sragen). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang banyak dihadapi oleh negara berkembang. Permasalahan tersebut tidak hanya dilihat pada dimensi ekonomi saja, melainkan juga berkaitan dengan berbagai dimensi lainnya. Upaya dalam mengatasi kemiskinan, menyantuni kaum fakir miskin merupakan sasaran pertama dan menjadi tujuan zakat yang utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pendayagunaan zakat dalam mengurangi kemiskinan. CIBEST Model mampu menjelaskan dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan secara material maupun spiritual dari rumah tangga mustahik miskin yang dikategorikan ke dalam kuadran. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dari mustahik penerima zakat, dilakukan pada bulan Februari hingga April 2016 dengan menggunakan teknik convenience sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan pendayagunaan zakat oleh LAZISMU Kabupaten Sragen mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga mustahik. Kata kunci: Kemiskinan, CIBEST Model, Zakat
ABSTRACT ACHMAD FAUZAN FIRDAUS. The Utilization of Zakat in Reducing Poverty Based on CIBEST Model (Case Study: LAZISMU Sragen District). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK Poverty is a multidimensional problem that is faced by many developing countries. These problems are not only seen in the economic dimension, but also deals with many other dimensions. Efforts to avelliate poverty, sympathize needy is the first goal and become the main purpose of zakat. This study aims to determine the impact of utilization of zakat to reduce poverty. CIBEST model is able to explain the impact of zakat as a deduction from material and spiritual poverty of poor households mustahik categorized into quadrants. The data used in this study is the result of interviews of mustahik, conducted between February and April 2016 using a convenience sampling technique. The results of this study indicate utilization of zakat by LAZISMU Sragen be able to enhance the welfare of households mustahik. Keywords: Poverty, CIBEST Model, Zakat
6
7
PENDAYAGUNAAN ZAKAT DALAM MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN CIBEST MODEL (Studi Kasus: LAZISMU Kabupaten Sragen)
ACHMAD FAUZAN FIRDAUS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
Judul Skripsi
: Pendayagunaan Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan
Nama
: Achmad Fauzan Firdaus
NIM
: H54120040
CIBEST Model (Studi Kasus : LAZISMU Kabupaten Sragen).
Disetujui oleh
Irfan Syaugi Beik, PhD Pembimbing
Tanggal Lulus:
1 2 AUG 2016
10
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam, Allah Azza wa Jala atas segala rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua, yaitu Abah Achmad Mujiyono, SE, Umi Nina Suryanti, Adik Fauzela Azira Ainaya, Kakak Achmad Faizal Ridwan, Ika Widiyanti Putri dan Fauziah Rizqi Kumala serta Keponakan Arkhan atas segala doa, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Irfan Syauqi Beik, PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan, saran, bantuan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr Jaenal Effendi, SAg, MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih, SP, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Risal Putrantara, SPsi, Mas Rony, Mbak Ifah, Mas Satriyo dan seluruh pihak LAZISMU Kabupaten Sragen yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen, staff, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan banyak bantuan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Achmad Fauzan Firdaus
11
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kemiskinan Konsep Zakat Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Sampel Penelitian Metode Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Profil dan Gambaran Program LAZISMU Kabupaten Sragen Analisis Dampak Pendistribusian Dana Zakat terhadap Perubahan Pendapatan Rumah Tangga Mustahik Perubahan Kategori dalam Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik Analisis Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 4 5 5 5 6 6 13 15 16 17 17 17 17 18 27 27 30 33 34 35 35 36 36 38 45
1
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5
Data Kemiskinan Kabupaten Sragen Tahun 2007-2014 Penghimpunan Dana LAZISMU Kabupaten Sragen Tahun 2015 Indikator Kebutuhan Spiritual
Kombinasi Nilai Aktual SV dan MV Pendistribusian Dana LAZISMU Kabupaten Sragen Tahun 2015 6 Karakteristik Kepala Rumah Tangga Mustahik Miskin 7 Rata-Rata Perubahan Pendapatan 8 Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik
3 4 19 21 28 29 30
34
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5
Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Nasional 1976-2015 Kerangka Pemikiran Kuadran CIBEST Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik Miskin tanpa Bantuan Zakat Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik Miskin dengan Bantuan Zakat 6 Perubahan Kategori pada Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik
2 16 22 31 32 33
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitan 2 Hasil Uji t-statistik
38 44
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang banyak dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagian besar penduduk miskin di kawasan Asia Tenggara bertempat tinggal di Indonesia. Permasalahan tersebut tidak hanya dilihat pada dimensi ekonomi saja, melainkan juga berkaitan dengan berbagai dimensi antara lain dimensi sosial, budaya, sosial politik, lingkungan (alam dan geografis), kesehatan, pendidikan, agama dan budi pekerti (Suryawati, 2005). Dilihat dari dimensi ekonomi, terdapat lebih dari 110 juta penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan dengan penghasilan kurang dari 2 dolar AS per hari, dalam hal ini mengacu pada garis kemiskinan menurut Bank Dunia. Jumlah tersebut sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam dan Kamboja jika digabungkan (Indonesia Expanding Horizon, 2014). Angka kematian ibu hamil (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 228, sedangkan di Singapura hanya 6 per 100 000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100 000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100 000 kelahiran hidup. Pada tahun 2012 terjadi kenaikan yang signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100 000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Hampir setengah dari penduduk Indonesia tidak mempunyai akses yang cukup terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, maka perlu adanya upaya untuk mencapai angka peningkatan akses air bersih hingga 68.9% dan 62.4% (UNICEF Indonesia, 2012). Pada tahun 1976 sampai tahun 1996 terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia dari kisaran 40% menjadi 11.7% dan terjadi kenaikan pada saat Indonesia terkena dampak krisis keuangan di kawasan Asia tahun 1997 sampai tahun 1998. Pada tahun 2000, terjadi penurunan tingkat kemiskinan kembali tetapi dengan penurunan yang melambat dibandingkan dengan periode pra-krisis tahun 1997 sampai tahun 1998 (TNP2K, 2015). Indonesia telah mencapai hasil yang baik dalam menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960 dan juga telah berhasil mengurangi dampak dari krisis, tetapi Indonesia masih harus menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang masih mengalami kemiskinan dan kepapapan yaitu dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, dan perlidungan bagi penduduk miskin (Indonesia Expanding Horizon, 2014). Penanggulangan kemiskinan menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Program dalam menanggulangi kemiskinan antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 sebagai bagian dari Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang ditetapkan oleh pemerintah serta kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) yang memiliki tujuan mengurangi kemiskinan dan kelaparan ekstrem dengan target antara lain (1) menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi setengahnya antara 1990-2015; (2) menyediakan seutuhnya pekerjaan yang produktif dan layak, terutama untuk perempuan dan kaum muda; (3) Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990 dan 2015 (MDGs, 2008)
2
Sumber: BPS 2015
Gambar 1 Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Nasional 1976-2015 Gambar 1 menunjukkan tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin dari tahun 1976 sampai tahun 2015. Jumlah penduduk miskin cenderung menurun setelah tahun 1998, namun pada tahun 2001 ke tahun 2002 jumlah penduduk miskin meningkat dari 37.87 juta jiwa menjadi 38.39 juta jiwa. Pada tahun 2005 ke tahun 2006 kembali terjadi peningkatan dari 35.10 juta jiwa menjadi 39.30 juta jiwa, kemudian dari bulan September tahun 2014 ke bulan Maret tahun 2015 jumlah penduduk miskin meningkat dari 27.73 juta jiwa menjadi 28.59 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2015 mencapai 28.51 juta jiwa (11.13%), jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2015, maka selama enam bulan tersebut terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.08 juta jiwa. Namun, apabila dibandingkan dengan bulan September tahun sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 0.78 juta orang. Hal tersebut dikarenakan selama periode Maret sampai September 2015 terjadi inflasi umum yang relaif rendah yakni 2.69%, pertumbuhan perekonomian sebesar 7.12% pada triwulan III, dan penurunan harga beras secara nasional sebesar 0.92% (Berita Resmi Statistik, 2016). Provinsi Jawa Tengah termasuk salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif tinggi. Pada bulan September 2014 tercatat jumlah penduduk miskin sebesar 4 561.82 ribu jiwa dengan 1 771.53 ribu jiwa penduduk miskin perkotaan dan 2 790.29 ribu jiwa penduduk miskin pedesaan dengan garis kemiskinan menurut provinsi di perkotaan Rp286 014 per kapita per bulan dan di pedesaan sebesar Rp277 802 per kapita per bulan. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan tingkat kemiskinan pada bulan September 2015 yaitu jumlah penduduk miskin sebesar 4 505.78 ribu jiwa dengan 1 789.57 ribu jiwa penduduk miskin perkotaan dan 2 716.21 ribu jiwa penduduk miskin pedesaan dengan garis kemiskinan menurut provinsi di perkotaan meningkat menjadi Rp308 163 per kapita per bulan dan di pedesaan sebesar Rp310 295 per kapita per bulan.
3 Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten dengan angka kemiskinan yang relatif tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen yang dirilis pada bulan Desember 2015, pada tahun 2014 penduduk miskin di Kabupaten Sragen berjumlah 130.28 ribu orang dari total jumlah penduduk sebesar 875 600 jiwa dengan garis kemiskinan Rp255 550.24, dan berada pada peringkat kesembilan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah serta peringkat pertama di wilayah Karasidenan Surakarta. Hal tersebut mendorong Pemerintah Kabupaten Sragen untuk mengurangi tingkat kemiskinan tersebut dengan berbagai program pengentasan kemiskinan.
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tabel 1 Data Kemiskinan Kabupaten Sragen Tahun 2007-2014 Jumlah Penduduk Persentase Penduduk Garis Kemiskinan Miskin* Miskin 180.70 21.24 168 185.00 177.10 20.83 166 014.00 167.30 19.70 192 530.00 149.80 17.49 206 273.00 154.30 17.95 222 267.00 145.30 16.72 234 254.00 139.00 15.93 247 495.00 130.28 14.87 255 550.24
Keterangan: * dalam ribu jiwa Sumber: BPS Kabupaten Sragen 2015
Kemiskinan adalah permasalahan multidimensional sangat erat kaitannya dengan berbagai dimensi, salah satunya dimensi sosial. Sebagai makhluk sosial, seorang manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa memerlukan bantuan orang lain, termasuk dalam mengatasi permasalahan tersebut. Indonesia adalah negara dengan penduduk yang beragama Islam terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 203 juta jiwa dengan persentase sebesar 13% dari keseluruhan umat muslim dunia dan 80% dari penduduk muslim di Asia Tenggara (Mapping The Global Muslim Population, 2009). Perintah Allah dalam lima rukun Islam adalah untuk membersihkan hartanya melalui zakat. Zakat disebutkan dalam beberapa ayat sejajar dengan perintah salat, dan merupakan suatu ibadah wajib seorang Muslim. Zakat adalah instrumen dalam sistem sosialekonomi Islam yang merupakan transfer pendapatan dari muzaki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Zakat menjadi media interaksi yang mampu meningkatkan daya beli mustahik, dan menjadi salah satu sarana pemerataan ekonomi sehingga diharapkan mampu mengurangi ketimpangan. Pengukuran dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan umumnya hanya terbatas dalam dimensi material. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah model yang mampu mengukur secara bersamaan dampak zakat dari dimensi material dan juga dimensi spiritual. CIBEST Model merupakan metode yang dapat mengukur dan mengkombinasikan kedua dimensi tersebut untuk mengetahui keadaan rumah tangga mustahik miskin tanpa adanya bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat.
4 Perumusan Masalah Kemiskinan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah keterbatasan sumber daya, fisik, psikis, akses ekonomi dan sebagainya. Menurut Qardawi (2011) dalam mengatasi kemiskinan, menyantuni kaum fakir miskin merupakan sasaran pertama dan menjadi tujuan zakat yang utama seperti yang tersebut di dalam beberapa hadis, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam telah mengatakan kepada Mu’az tatkala ia ditugaskan ke Yaman, ‘Ajarkan kepada mereka bahwa mereka dikenakan zakat, yang akan diambil dari orang kaya dan diberikan kepada golongan miskin.’ Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah (LAZISMU) adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infak, wakaf dan dana kedermawanan lain. Tahun 2015 LAZISMU Kabupaten Sragen telah menghimpun dana zakat, infak dan infak khusus dari 16 Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan mendapat total perolehan dana sebesar Rp3 394 867 094.00 dengan total perolehan zakat sebesar Rp2 287 175 441.00. Dibandingkan dengan Lembaga ZIS lainnya, perolehan tersebut merupakan perolehan dana ZIS yang terbesar di Kabupaten Sragen. Tabel 2 Penghimpunan Dana LAZISMU Kabupaten Sragen Tahun 2015 No
UPZ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Sragen Sambungmacan Gemolong Gesi Gondang Jenar Karangmalang Masaran Miri Mondokan Plupuh Sidoharjo Sukodono Sumberlawang Tangen Tanon TOTAL
Zakat* 682 961 300 736 731 500 53 099 000 4 2019 700 4 289 000 248 735 000 164 000 000 4 228 000 6 250 000 58 492 000 6 985 000 90 434 500 94 500 000 30 111 600 64 338 841 2 287 175 441
Keterangan: * dalam Rupiah Sumber: LAZISMU Kabupaten Sragen 2016
Penghimpunan Infak* Infak Khusus* 309 513 200 57 092 000 3 815 000
483 471 650
4 788 400 150 000 000 1 335 000 4 695 000 45 865 200 2 2025 000 6 308 200
15 153 503 620 590 503
3 629 500
487 101 150
Total* 1 475 946 150 57 092 000 740 546 500 53 099 000 42 019 700 9 077 400 248 735 000 314 000 000 5 563 000 10 945 000 107 986 700 29 010 000 96 742 700 94 500 000 30 111 600 79 492 344 3 394 867 094
5 Namun, pendayagunaan dana zakat yang terkumpul masih belum terukur dampaknya. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai dampak dari pendayagunaan dana zakat. Salah satu model yang mampu mengukur dampak dari pendayagunaan zakat adalah CIBEST Model. Beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimana profil dan gambaran program LAZISMU Kabupaten Sragen? 2. Apakah terjadi perubahan dari sisi pendapatan rumah tangga mustahik miskin? 3. Bagaimana klasifikasi dan jumlah rumah tangga mustahik miskin? 4. Bagaimana perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik miskin?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui profil dan gambaran program LAZISMU Kabupaten Sragen 2. Menganalisis adanya perubahan pendapatan rumah tangga mustahik miskin pada kondisi tanpa bantuan dana zakat dan dengan adanya bantuan dana zakat 3. Mengetahui jumlah dan klasifikasi rumah tangga mustahik miskin berdasarkan kuadran model CIBEST 4. Menganalisis perubahan kondisi rumah tangga mustahik miskin pada kondisi tanpa bantuan dana zakat dan dengan adanya bantuan dana zakat berdasarkan indeks kemiskinan Islami CIBEST
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk pelaksanaan kebijakan pengelolaan zakat sebagai salah satu instrumen dalam membantu kebijakan dalam program pengentasan kemiskinan 2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber rujukan pustaka dan referensi dalam membuat penulisan ilmiah tentang zakat dan riset ekonomi syariah. 3. Bagi lembaga pengelola zakat, diharapkan penelitian ini menjadi masukan dalam pengelolaan zakat dan motivasi dalam menyantuni rumah tangga mustahik miskin 4. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta informasi mengenai pengelolaan zakat dan dapat dijadikan sumber acuan untuk mengeluarkan zakat guna membersihkan hartanya dan membantu mustahik miskin.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga mustahik miskin di Kabupaten Sragen yang beragama muslim. Populasi penelitian ini
6 adalah semua rumah tangga mustahik miskin yang tercatat mendapat bantuan dari LAZISMU pada tahun 2016. Mustahik yang menjadi responden adalah rumah tangga miskin yang memperoleh bantuan dana zakat yang disertai bimbingan spiritual dari LAZISMU Kabupaten Sragen yang berjumlah 102 rumah tangga mustahik miskin yang tersebar di sepuluh kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Miri, Kecamatan Karangmalang, Kecamatan Jenar, Kecamatan Tangen, Kecamatan Sambungmacan, Kecamatan Gondang, Kecamatan Mondokan, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Sidoharjo dan Kecamatan Sragen. Pemilihan lokasi berdasar atas lokasi domisili mustahik yang menjadi sasaran distribusi zakat dan program pendayagunaannya. Penelitian ini membatasi konsep kesejahteraan sebagai suatu kemampuan rumah tangga mustahik miskin dalam memenuhi kebutuhan baik material dan spiritual.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kemiskinan Pengertian Kemiskinan Secara Umum Seacara umum, kemiskinan dipahami ketika seseorang atau beberapa orang di dalam kelompok tidak mampu mencukupi batas minimal dari standar hidup tertentu. Menurut Ellis (1999) dimensi kemiskinan menyangkut berbagai aspek, diantaranya adalah ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Badan Pusat Statistik (BPS), mendefinisikan kemiskinan secara umum sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak‐hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi lain diungkapkan oleh Suparlan dalam Mahaga (2009) yakni kemiskinan merupakan suatu standar tingkat kehidupan yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Menurut Sajogyo (1977) garis kemiskinan dirinci dengan ciri-ciri antara lain spesifikasi atas tiga garis kemiskinan yang mencakup konsepsi nilai ambang kecukupan dan menghubungkan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan (kalori dan protein). Menurut Okidi dan Mugambe (2002), definisi konvensional dari kemiskinan ditentukan dari ukuran kesejahteraan yang berkaitan dengan ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan. Lebih luasnya kemiskinan adalah permasalahan multidimensional yang mencakup rasa tidak aman, ketidakmampuan melawan korupsi dalam pelayanan publik, kerentanan terhadap guncangan alam dan ekonomi, isolasi dari masyarakat yang lebih luas dan infrastruktur sosial ekonomi lainnya. Definisi yang sangat luas tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional, sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan dan perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai. Menurut Sen (1999) syarat pertama dari konsep kemiskinan adalah kriteria sasaran yang menjadi fokus perhatian berdasarkan spesifikasi dari norma-norma
7 konsumsi tertentu dan berdasarkan garis kemiskinan. Orang miskin adalah orang-orang dengan konsumsi standar jauh dari norma-norma, atau yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan harus dilihat sebagai hilangnya kemampuan dasar bukan hanya sebagai rendahnya pendapatan yang merupakan kriteria standar identifikasi kemiskinan. Perspektif kemampuan tersebut tidak menolak pandangan rasional bahwa rendahnya penghasilan sebagai salah satu penyebab utama kemiskinan, karena kurangnya pendapatan bisa menjadi alasan utama untuk kekurangan kemampuan seseorang. Penghasilan yang rendah adalah kondisi predisposisi yang kuat untuk hidup miskin. Hubungan antara pendapatan dan kemampuan akan dipengaruhi oleh usia sesorang, jenis kelamin dan peran sosial, tempat tinggal, atmosfer epidemiologi, dan oleh variasi lainnya, maka sulit untuk mengubah pendapatan menjadi kemampuan karena faktor-faktor tersebut. Kemiskinan dapat ditanggulangi apabila hak-hak dasar dari orang miskin dipenuhi. Menurut Mahaga (2009) secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan dengan mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Aspek mendasar yang berkaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini antara lain kemampuan seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Kemiskinan secara sosial-psikologis berdasarkan kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan tersebut dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri seseorang, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. BKKBN mendefinisikan kemiskinan berdasarkan pendekatan kesejahteraan keluarga, yaitu dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu keluarga prasejahtera (KPS), keluarga sejahtera I (KS‐I), keluarga sejahtera II (KS‐II), keluarga sejahtera III (KS‐III), dan keluarga sejahtera III plus (KS‐III Plus). Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan dengan menggunakan 21 indikator sesuai dengan pemikiran pakar sosiologi dalam membangun keluarga sejahtera dengan mengetahui faktor‐faktor dominan yang menjadi kebutuhan setiap keluarga. Faktor‐faktor dominan tersebut terdiri dari (1) pemenuhan kebutuhan dasar; (2) pemenuhan kebutuhan psikologi; (3) kebutuhan pengembangan; dan (4) kebutuhan aktualisasi diri dalam berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Dalam hal ini, kelompok yang dikategorikan penduduk miskin oleh BKKBN adalah KPS dan KS‐I. Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan pokok, sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama. Mereka yang dikategorikan sebagai KPS adalah keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari enam kriteria KS‐I. KS‐I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu satu atau lebih indikator pada tahapan KS‐II (Beik dan Arsyianti, 2015).
8 Menurut Chambers (1995) terdapat delapan dimensi kekurangan dalam kehidupan orang miskin yaitu: a. Poverty; kemiskinan mengacu pada keterbatasan kebutuhan fisik, aset dan pendapatan. Kemiskinan juga dapat dibedakan dari dimensi lain seperti kelemahan fisik, isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan. Hal tersebut lebih daripada pendekatan berdasarkan kekurangan pendapatan. b. Social inferiority; inferioritas sosial dapat berasal, diakuisisi atau terkait dengan usia dan siklus hidup. Hal ini dapat didefinisikan secara sosial sebagai aspek genetik, jenis kelamin, kasta, ras dan kelompok etnis, atau status lebih rendah dari segi kelas, kelompok sosial, pekerjaan, atau terkait dengan usia. c. Isolation; isolasi menjadi aspek perifer dan penghambat. Orang miskin dapat terisolasi secara geografis dan komunikasi, kurang kontak dan informasi, terisolasi oleh kurangnya akses ke pelayanan sosial dan pasar; dan terisolasi oleh kurangnya dukungan sosial dan ekonomi. d. Physical weakness; kelemahan fisik berupa cacat, sakit, rasa sakit dan penderitaan yang buruk dalam diri orang miskin. Anggota keluarga yang secara fisik lemah, sakit atau cacat dapat berkontribusi dalam memperoleh pendapatan, namun disamping itu juga perlu mendapatkan perawatan dan perhatian. e. Vulnerability; kerentanan yang disebabkan seseorang pindah ke lingkungan yang tidak aman atau lingkungan dengan risiko kelaparan, banjir, badai, dan beberapa penyakit manusia, tanaman dan hewan. Hal ini menyebabkan fisik dan kemampuan ekonomi menjadi lebih lemah, ketergantungan sosial, dan kerugian psikologis. f. Seasonality; dimensi musim, misalnya musim hujan menjadi faktor yang merugikan bagi masyarakat miskin seperti gagal panen, kekurangan makanan, kelangkaan uang, hutang, penyakit, berkurangnya akses untuk layanan, kematian bayi dan morbiditas. g. Powerlessness; ketidakberdayaan pada orang miskin pada akses terhadap sumber daya, pekerjaan, sulit dalam memberi pengaruh dalam lingkungan. h. Humiliation; Penghinaan dan ketidakbebasan dari ketergantungan, misalnya hutang yang menyebabkan penghinaan dari orang lain. Penyebab Kemiskinan Nasikun dalam Suryawati (2005) membagi klasifikasi sumber dan proses penyebab secara umum terjadinya kemiskinan sebagai permasalahan multidimensional di dalam masyarakat, antara lain: a. Policy induces processes: proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan antikemiskinan, namun kenyataannya justru melestarikan kemiskinan. b. Socio-economic dualism: negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor. c. Population growth: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung. d. Recources management and the environment: adanya unsur mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
9 e. Natural cycles and processes: kemiskinan terjadi karena siklus alam sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus. f. The marginalization of woman: marginalisasi kaum perempuan karena stigma masyarakat bahwa perempuan dianggap lemah. Jika ditinjau dari wilayah tempat tinggal, penduduk miskin didominasi oleh penduduk yang tinggal di pedesaan yang disebabkan oleh kurangnya infrastruktur yang mendukung, serta masalah keterbatasan akses penduduk terhadap sarana dan prasarana transportasi, kesehatan, dan pendidikan (Haryanto, 2012). Penyebab lebih spesifik dari masalah kemiskinan ini dapat terlihat dari kondisi sosial demografi, pendidikan dan ketenagakerjaan dari kepala rumah tangga. Nasikun dalam Suryawati (2005) menjelaskan penyebab lain dari kemiskinan di masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin di wilayah pedesaan yang disebabkan oleh keterbatasan aset antara lain: a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa mengolah lahan yang kurang memadai sebagai sumber mata pencahariannya. b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi). c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan. d. Financial assets: berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha. e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan atau bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik dalam lingkungan. Indeks Kemiskinan Secara Umum Asumsi ukuran tingkat pertumbuhan kemiskinan menurut Chen dan Ravallion (2002) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut a. Aksioma dengan ukuran yang konsisten dengan arah perubahan dalam kemiskinan dengan tingkat pertumbuhan kemiskinan yang menggambarkan penurunan atau peningkatan; b. Aksioma dengan ukuran kemiskinan yang tergambar dalam ukuran pertumbuhan kemiskinan harus memenuhi aksioma standar untuk pengukurannya. Menurut Sen (1976), dua aksioma yang banyak digunakan dalam setiap ukuran kemiskinan, yaitu a. Monotonicity axiom: penurunan pendapatan dari seseorang di bawah garis kemiskinan akan meningkatkan ukuran kemiskinan. b. Transfer axiom: transfer ketimpangan dalam mengurangi kemiskinan atau transfer murni pendapatan dari orang di bawah garis kemiskinan kepada orang kaya. Secara umum, alat ukur kemiskinan adalah metode untuk mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar. Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan dalam penghitungan kemiskinan antara lain:
10 a. Headcount Index Indeks ini paling umum digunakan untuk mengukur jumlah penduduk yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan dan tidak mampu membiayai kebutuhan dasar hidup, dengan nilai rentang antara 0 sampai 1. Indeks ini menggunakan garis kemiskinan yang berlaku di suatu negara. Adapun formula untuk mengukur headcount index adalah sebagai berikut: 𝐻=
𝑞 𝑛
b. Sen Index Sen (1976) mengusulkan indeks yang menggabungkan efek dari jumlah orang miskin, kedalaman kemiskinan, dan distribusi kemiskinan di dalam kelompok, dengan formula sebagai berikut: 𝜇𝑃 𝑃𝑠 = 𝐻 (1 − (1 − 𝐺 𝑃 ) 𝑧 Sen Index dapat ditulis sebagai rata-rata dari headcount index dan poverty gap index, dihitung dberdasarkan koefisien Gini dari orang miskin, dengan formula sebagai berikut: 𝑃𝑠 = 𝐻𝐺 𝑃 + 𝑃1 (1 − 𝐺 𝑃 ) Menurut Osberg dan Xu (2002) bahwa Sen Index juga dapat ditulis: 𝑃𝑠 = 𝐻𝑃1𝑝 (1 + 𝐺 𝑃𝑃 ) c. The Sen-Shorrocks-Thon index Shorrocks mengusulkan Indeks Sen dimodifikasi dengan pendekatan yang identik dengan membatasi kasus dari Indeks Thon dan dapat disebut indeks kemiskinan Sen-Shorrocks-Thon (The Multidimensional Poverty Index, 2014) dengan formula sebagai berikut: 𝑆𝑆𝑆𝑇 =
1 𝑧 − 𝑦𝑖 ∑ (2𝑁 − 2𝑖 + 1) ( ) 2 𝑁 𝑧 𝑦1 <𝑧
atau dengan formula: 𝑃𝑆𝑆𝑇 = 𝑃0 𝑃1𝑃 (1 + 𝐺̂ 𝑃 ) d. Poverty Gap Index (P1) Indeks ini mengukur kedalaman kemiskinan agregat di suatu negara yang mengukur jarak antara rata-rata pendapatan atau konsumsi penduduk miskin dengan garis kemiskinan (Beik dan Arsyianti, 2015), dengan formula sebagai berikut: 𝑞
𝑃 = ∑ 𝑔𝑖 𝑣𝑖 (𝑧, 𝑦) 𝑡=1
11 e. Income Gap Ratio Tujuan dari indeks ini adalah untuk melihat jumlah orang yang berkontribusi atau terlibat dalam kesenjangan kemiskinan, sehingga menjadi target dari program cash transfer atau transfer payment dari pemerintah (Beik dan Arsyianti, 2015). Indeks ini adalah alat ukur yang menormalisasikan P1 menjadi persentase kesenjangan antarindividu, dengan formula sebagai berikut: 𝐼= ∑ 𝑖=∈𝑆(𝑧)
𝑔𝑖 𝑞𝑧
f. Foster, Greer and Thorbecke (FGT) Index Indeks ini digunakan untuk mengukur keparahan kemiskinan dengan pendekatan total kemiskinan adalah rata-rata tertimbang kemiskinan sub kelompok populasi, dimana sub kelompok tersebut dapat dibagi berdasarkan etnis, wilayah, dan faktor lainnya, dengan formula sebagai berikut: 𝑞
1 𝑔𝑖 ∝ 𝑃∝ (𝑦, 𝑧) = ∑ ( ) 𝑛 𝑧 𝑖=1
Keterangan: q = jumlah penduduk dengan pendapatan dibawah garis kemiskinan n = adalah jumlah penduduk. H = headcount index μP = pendapatan rata-rata atau pengeluaran dari orang miskin P G = koefisien Gini dari ketidaksetaraan antara orang miskin. Koefisien Gini berkisar dari 0 (kesetaraan sempurna) sampai 1 (ketimpangan sempurna) GPP = koefisien Gini dari rasio kesenjangan kemiskinan 𝑃1𝑝 = kesenjangan kemiskinan yang dihitung dari individu yang lebih miskin. gi = z - yi adalah selisih antara pendapatan penduduk miskin ke-i vi(z,y) = bobot yang diberikan pada income short-fall penduduk miskin ke-i z = garis kemiskinan yi = pendapatan penduduk ke-i ∝ = parameter sensitivitas dengan nila ≥ 0 Pengertian Kemiskinan dalam Islam Konsep dan pengertian kemiskian dalam pandangan Islam dapat merujuk kepada cara pengambilan hukum Islam yakni dari Alquran, Hadis, ijma, dan qiyas. Di dalam Alquran terdapat 38 ayat yang menyebutkan kemiskinan dan delapan ayat yang menyebutkan kata fakir. Seperti dalam Surat Az-Zariyat ayat 19 yang menjelaskan kemiskinan berkaitan dengan zakat: ِ ِوا ْل َمِحْ ُر وم ّ َوفيِأ َ ْم َواله ْمِ َح َّ قِلل َ سائل “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
12 Di dalam Tafsir Ibnu Katsir (2001) pengertian kata ِسائل َّ adalah orang yang mulai meminta-minta dan punya hak untuk meminta-minta, sedangkan pengertian ا ْل َمحْ ُروم menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu dan Mujahid, artinya orang yang beruntung karena tidak mempunyai jatah dari Baitul Mal, tidak mempunyai mata pencaharian, tidak pula mempunyai keahlian profesi yang dapat dijadikan tulang punggung kehidupannya. Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu Anha mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Muharif atau orang yang tidak mendapat bagian atau tidak beruntung adalah orang yang sulit dalam mencari mata pencaharian. Ad-Dahhak mengatakan bahwa اِْل َمحْ ُرومadalah orang yang sama sekali tidak mempunyai harta melainkan langsung habis digunakan, dan hal tersebut sudah menjadi takdir Allah baginya. Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa ا ْل َمحْ ُرومadalah orang yang tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain. Az-Zuhri mengatakan bahwa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam. pernah bersabda Orang yang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta ke sana dan kemari yang pergi setelah diberi sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji buah kurma. Tetapi orang yang miskin (sesungguhnya) ialah orang yang tidak mendapatkan kecukupan bagi penghidupannya, dan tidak pula diketahui keadaannya hingga mudah diberi sedekah. Hadis ini disandarkan oleh Syaikhain dalam kitab sahih masing-masing. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa orang yang miskin adalah orang yang datang, sedangkan ganimah telah habis dibagikan dan tiada yang tersisa lagi untuknya. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ا ْل َمحْ ُرومadalah orang yang tidak memiliki harta lagi karena sesuatu penyebab, semua hartanya telah lenyap. Baik hal itu karena dia tidak mampu mencari mata pencaharian atau karena hartanya telah lenyap disebabkan musibah atau faktor lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan ibnu Muhammad yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah pernah mengirimkan suatu pasukan, lalu mereka mendapat ganimah, maka datanglah kepada Nabi suatu kaum yang tidak menyaksikan pembagian ganimah itu, maka kemudian turunlah ayat tersebut. Ayat tersebut dikuatkan dengan pengertian kemiskinan berdasar hadis riwayat dari Imam Bukhari: “Yang dikatakan orang miskin itu bukan karena ia menerima sebuah, dua buah kurma, tapi orang miskin itu orang yang meminta-minta.” Menurut Imam Hanafi dalam Qardhawi (2011), fakir adalah orang yang tidak memiliki apa-apa di bawah nilai nisab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang dimiliki mencapai nisab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga, barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari, sedang pengertian miskin adalah orang yang tidak memiliki apa-apa. Menurut ketiga Imam Mahzab yang lain, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri maupun bagi kerabat yang menjadi tanggungannya, sedangkan definisi miskin adalah orang yang
13 memiliki harta dan penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan kerabat yang menjadi tanggungannya, namun tidak sepenuhnya tercukupi. Imam Maliki dan Imam Hambali mendefiniskan kecukupan ialah orang yang mempunyai bekal cukup selama satu tahun, sedangkan menurut Imam Syafi’i harus mencukupi seumur hidup, yaitu batas usia secara umum di suatu wilayah. Di dalam Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil Manan definisi miskin ialah seseorang yang mendapatkan atau bisa memenuhi sebagian besar dari kebutuhannya, namun tidak mencukupi secara keseluruhan, jika ia dapat mencukupi secara kesuluruhan maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang kaya, sedangkan menurut Abu Yusuf yang bermahzab Hanafi dan Ibnu Qasim yang bermahzab Maliki berpendapat bahwa golongan fakir dan miskin adalah sama saja (Hasyiah Dasuqi dalam Qardawi, 2011). Para ahli tafsir dan ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan secara definitif arti dari fakir dan miskin, sebab masing-masing memiliki arti khusus, namun apabila disebutkan secara terpisah, masing-masing memiliki arti untuk kata lain yang sejajar (Qardhawi, 2011).
Konsep Zakat Pengertian dan Hukum Zakat dalam Islam Zakat adalah salah satu rukun Islam yang menjadi pilar dan sarana mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menurut Qardawi (2011) zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Melalui zakat, disamping ikrar tauhid (syahadat) dan salat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya, sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 11 yang artinya: “Tetapi bila mereka bertaubat, mendirikan salat, dan membayar zakat, barulah mereka saudara kalian seagama.” Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang memiliki arti berkah, tumbuh, bersih, dan baik (Mu’jam Wasith dalam Qardhawi, 2011). Menurut Lisan al-Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Pengertian zakat dari segi istilah fikih adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Jumlah yang dikeluarkan dari harta disebut zakat karena akan bertambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan dari kebinasaan (Imam Nawawi dalam Qardhawi, 2011). Zakat sekalipun dibahas di dalam di dalam pokok bahasan ibadah, karena dipandang bagian yang tidak terpisahkan dari salat, sesungguhnya merupakan bagian sistem sosial-ekonomi Islam. Ibnu Taimiah berkata, “Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula: bersih dan bertambah maknanya.” Kata zakat disebutkan sebanyak tiga puluh kali di dalam Alquran, kemudian dikuatkan oleh beberapa hadis sahih dari sabda Radulullah, salah satunya adalah:
14 “Aku diperintahkan memerangi manusia (bangsa arab jahiliah yang melanggar perjanjian) kecuali bila mereka mengikrarkan syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah, mendirikan salat, dan membayar zakat.” Zakat merupakan bagian dari harta sesorang dengan persyaratan tertentu dan diwajibkan oleh Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya (Hafidhuddin, 2006). Secara umum, zakat bisa didefinisikan sebagai bagian dari harta sesorang yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim untuk membersihkan hartanya dari bagian yang bukan haknya dan memenuhi syarat tertentu antara lain haul (jangka waktu yang ditentukan dalam mengeluarkan zakat), nishab (jumlah minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya), dan kadarnya, kemudian yang menjadi dasar pembagian mustahik menjadi delapan golongan adalah surat AtTaubah ayat 60 yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Dalam hal ini kemudian semua ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat adalah ibadah wajib yang harus dikerjakan setiap mukallaf (Muslim yang sudah balig dan terkena beban hukum). Sunnah Nabi tidak hanya mengancam orang yang tidak mau membayar zakat dengan hukuman di akhirat, tetapi juga mengancam orang yang tidak mau memberikan hak fakir miskin tersebut dengan hukuman di dunia secara konkret (Qardhawi, 2011). Hal tersebut dijelaskan oleh hadis sahih riwayat Tabrani di dalam al-Awash, bahwa Rasulullah bersabda: “Golongan orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang” Disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bazzar dan Baihaqi dalam at-Taghrib, dan diriwayatkan pula oleh Imam Syafi’i dalam al-Muntaqa, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Bila sedekah (zakat) bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa” Hadis tersebut mengandung dua pengertian: a. Sedekah, dalam arti zakat apabila belum dikeluarkan akan menyebabkan kekayaan binasa b. Seseorang yang mengambil zakat sedangkan ia kaya, dan memasukkan harta tersebut ke dalam kekayaannya, maka kekayaannya akan habis
15 Definisi Pendayagunaan Zakat Menurut Masdar dalam Chikmah (2015) pendayagunaan zakat adalah cara atau usaha distribusi dana lokasi dana zakat agar dapat menghasilkan manfaat bagi kehidupan. Pendayagunaan zakat berarti usaha untuk kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari pengguna hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan. Menurut Pasal 1 dalam Bab I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam, sedangkan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai dampak pendayagunaan zakat terhadap pengurangan kemiskinan pernah dilakukan oleh Beik dan Arsyianti (2015) dengan melakukan studi kasus pada BAZIS DKI Jakarta dan Dompet Dhuafa dengan judul Mengukur Dampak Zakat terhadap Kemiskinan dan Kesejahteraan dengan Menggunakan CIBEST Model. Penelitian tersebut menganalisis peran produktif program pendayagunaan zakat dalam mengurangi tingkat kemiskinan mustahik dari perspektif dimensi material dan spiritual dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara penerima manfaat zakat yang dikelola oleh BAZIS DKI Jakarta dan Dompet Dhuafa. Penelitian selanjutnya berjudul Pembangunan CIBEST Model sebagai Pengukuran Kemiskinan dan Indeks Kesejahteraan dalam Perspektif Islam. Penelitian tersebut membangun konsep standar kemiskinan dan kesejahteraan berdasarkan studi dengan pendekatan perspektif Islam. Standar-standar tersebut didasarkan pada kuadran CIBEST, yang terbagi menjadi empat kuadran: kuadran kesejahteraan (I), kuadran kemiskinan material (II), kuadran kemiskinan spiritual (III) dan kuadran kemiskinan absolut (IV). Penentuan kuadran ini menghasilkan kriteria dan indikator kebutuhan material dan kebutuhan rohani, dengan menggunakan rumah tangga sebagai unit analisis, Penelitaian terkait CIBEST Model lainnya adalah analisis kuadran CIBEST dan indeks kemiskinan Islami berjudul Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus: PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) oleh Pratama (2015). Penelitian lain yang berkaitan dengan zakat dilakukan oleh Al Arif dengan judul Efek Pengganda Zakat serta Implikasinya terhadap Program Pengentasan Kemiskinan yang meneliti zakat sebagai salah satu instrumen fiskal dalam Islam sejak zaman Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam. Zakat merupakan instrumen fiskal dan ekonomi Islam sebagai fasilitas untuk tujuan ibadah dan mencapai kesejahteraan sosial. Potensi zakat meliputi beberapa aspek dalam program pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat.
16 Penelitian terdahulu telah mampu menunjukkan peran zakat dalam mengurangi kemiskinan. Penelitian ini berupaya untuk melengkapi penelitian terdahulu yang mengukur dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan, terlebih penelitian ini menggunakan metode analisis CIBEST Model yang mampu menjelaskan dalam aspek kemiskinan material dan aspek kemiskinan spiritual.
Kerangka Pemikiran
Muzaki Membayar Zakat UPZ Pembinaan Spiritual
Kantor Pusat LAZISMU Kabupaten Sragen
Rumah Tangga Mustahik Miskin
Pendapatan Rumah Tangga Mustahik Miskin
Indeks Kemiskinan Islami
Kemiskinan Material
Kemiskinan Spiritual
Kemiskinan Absolut
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Sejahtera
17 Pendayagunaan zakat akan memberikan dampak terhadap tingkat kemiskinan mustahik. Muzaki membayar zakatnya kepada 16 UPZ di setiap kecamatan untuk kemudian disalurkan pada kantor pusat LAZISMU Kabupaten Sragen yang berperan dalam pengumpulan dana dan pendistribusian zakat yang disertai dengan bimbingan spiritual kepada rumah tangga mustahik miskin, kemudian dapat dianalisis dengan menggunakan indeks Islami CIBEST Model. Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh bantuan zakat tersebut dalam aspek material dan aspek spiritual saat rumah tangga mustahik miskin tanpa bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat dalam kategori sejahtera, kemiskinan spiritual, kemiskinan material, dan kemiskinan absolut. Rumah tangga yang sudah tergolong dalam kategori sejahtera, diharapkan dapat mengetahui kewajiban membayar zakat karena sudah tidak digolongkan ke dalam kategori miskin. Rumah tangga yang masih tergolong dalam kategori kemiskinan absolut akan memperoleh kembali pembinaan spiritual dari LAZISMU Kabupaten Sragen.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari 2016 hingga awal bulan April 2016. Wilayah yang menjadi konsentrasi penelitian adalah sepuluh kecamatan di Kabupaten Sragen yang menjadi obyek pendayagunaan zakat oleh LAZISMU Kabupaten Sragen. Sepuluh kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Miri, Kecamatan Karangmalang, Kecamatan Jenar, Kecamatan Tangen, Kecamatan Sambungmacan, Kecamatan Gondang, Kecamatan Mondokan, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Sidoharjo dan Kecamatan Sragen.
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap 102 rumah tangga mustahik miskin. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari dokumen resmi LAZISMU Kabupaten Sragen, dan literatur pendamping seperti buku dan jurnal.
Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mustahik yang menjadi objek pada program pendayagunaan zakat dari LAZISMU Kabupaten Sragen, sedangkan seluruh kecamatan yang menjadi sebaran wilayah pelaksanaan program pendayagunaan zakat adalah kelompok dari populasi dengan mengamati sebanyak 102 responden yang
18 merupakan mustahik. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik convenience sampling (disebut juga haphazard atau accidental sampling), dimana prosedur pemilihan sampling adalah memilih contoh yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda 2009). Dari 102 responden ini akan dianalisis mengenai dampak pendayagunaan zakat terhadap tingkat kemiskinan material dan spiritual dan dikategorikan dalam kuadran CIBEST.
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan indeks kemiskinan Islami Center of Islamic Business and Economics Studies (CIBEST) Institut Pertanian Bogor (IPB). Indeks CIBEST ini dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti (2014) dan telah dipresentasikan pada workshop on Developing a Framework for Maqasid Al-Shariah Based Index of Socio Economic Development yang diselenggarakan oleh Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank (IRTI – IDB). Perhitungan yang digunakan berdasarkan pendapatan rumah tangga per bulan dan garis kemiskinan rumah tangga atau Material Value (MV). Penentuan garis kemiskinan rumah tangga dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu penentuan garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual. Kategori garis kemiskinan material dihitung sebagai garis kemiskinan rumah tangga pada kondisi tanpa bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat, dan dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: n MV = PiMi i 1 Keterangan: MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi rumah tangga Pi = Harga barang dan jasa Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan Perhitungan garis kemiskinan dapat diperoleh dari hasil perkalian antara garis kemiskinan per kapita per bulan dengan rata-rata besaran ukuran rumah tangga. Ratarata besaran ukuran keluarga didapatkan dari rasio total penduduk dengan jumlah rumah tangga di wilayah penelitian. Garis kemiskinan untuk kondisi rumah tangga pada kondisi tanpa bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat didasarkan pada garis kemiskinan Kabupaten Sragen tahun 2014 yaitu sebesar Rp255 550.24. Namun karena terbatasnya terhadap akses data dan wilayah penelitian meliputi sepuluh kecamatan dari dua puluh kecamatan di Kabupaten Sragen, maka dalam penelitian ini perhitungan rata-rata besaran ukuran keluarga didapatkan dari rasio total penduduk dengan jumlah rumah tangga dari Kabupaten Sragen yakni total jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga masing-masing sebesar 896 201 jiwa dan 268 889 rumah tangga. 896201 Rata-rata besaran ukuran rumah tangga: 3.33 jiwa 268889 MV = Rp255 550.24 x 3.33 = Rp850 982.30 per rumah tangga per bulan
19 Kebutuhan spiritual dalam Beik dan Arsyianti (2015) dirumuskan pada standar pemenuhan lima variabel yaitu ibadah shalat, zakat, puasa, lingkungan rumah tangga, dan kebijakan pemerintah. Untuk menilai skor pada setiap variabel digunakan skala Likert antara 1–5. Tabel 3 Indikator Kebutuhan Spiritual Variabel
Skala Likert Standar Kemiskinan 3 4 5 melaksanakan melaksanakan Melaksanakan shalat wajib shalat wajib shalat wajib tidak rutin rutin tapi rutin tidak selalu berjamaah berjamaah dan melaksanakan shalat sunnah
1 Melarang orang lain shalat
2 Menolak konsep shalat
Puasa
Melarang orang lain berpuasa
Menolak konsep puasa
Melaksanakan Hanya Melaksanakan puasa wajib melaksanakan puasa wajib tidak penuh puasa wajib dan puasa secara penuh sunnah
Zakat, Infak, dan Sedekah
Melarang orang lain berzakat dan berinfak
Menolak zakat dan infak
Tidak pernah berinfak walau sekali dalam sebulan
Membayar zakat fitrah dan zakat harta
Membayar zakat fitrah, zakat harta dan infak/sedekah
Lingkungan Melarang Menolak keluarga anggota pelaksanaan keluarga ibadah ibadah
Menganggap ibadah urusan pribadi anggota keluarga
Mendukung ibadah anggota keluarga
Membangun suasana keluarga yang mendukung ibadah secara bersama-sama
Kebijakan pemerintah
Menganggap ibadah urussan pribadi masyarakat
Mendukung ibadah
Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah
Shalat
Melarang Menolak ibadah pelaksanaan untuk ibadah setiap keluarga
Sumber: Beik dan Arsyianti (2015)
Skor ratarata untuk keluarga yang secara spiritual miskin adalah 3 (SV = 3)
20 Pada Tabel 3 dapat ditarik sebuah garis kemiskinan spiritual atau spiritual value (SV) yang menjadi batas indikator tingkat spiritual rumah tangga. Untuk rumah tangga yang memiliki skor spiritual lebih kecil atau sama dengan 3 maka dikatakan rumah tangga tersebut masuk dalam kategori miskin spiritual. Batas tersebut berdasarkan pada pemenuhan ibadah wajib yang dilakukan rumah tangga. Penentuan skor spiritual berdasarkan kategori diatas dapat diformulasikan sebagai berikut:
Vp i Vf i Vz i Vhi Vg i 5 Keterangan: Hi = Skor aktual anggota rumah tangga ke-i Vp = Skor shalat anggota rumah tangga ke-i Vf = Skor puasa anggota rumah tangga ke-i Vz = Skor zakat dan infak anggota rumah tangga ke-i Vh = Skor lingkungan keluarga anggota rumah tangga ke-i Vg = Skor kebijakan pemerintah anggota rumah tangga ke-i Hi =
Formula untuk menghitung skor spiritual rumah tangga yaitu total skor spiritual semua anggota rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga: SH =
n
i 1
H1 H 2 .... Hn Mh
Keterangan: SH = Skor rata-rata kondisi spiritual rumah tangga Hh = Skor spiritual anggota rumah tangga ke-h Mh = Jumlah anggota rumah tangga Dari hasil rata-rata skor kondisi spiritual rumah tangga maka dapat diketahui pula skor rata-rata kondisi spiritual seluruh rumah tangga yang diamati. Hal ini untuk mengetahui kondisi spiritual rumah tangga dalam suatu wilayah, dengan formula sebagai berikut: SS =
n
i 1
SHk N
Keterangan: SS = Skor rata-rata kondisi spiritual keseluruhan rumah tangga yang diamati SHk = Skor kondisi spiritual rumah tangga ke-k N = Jumlah rumah tangga Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan kondisi dalam penelitian ini, terkait dengan skor kebutuhan spiritual menggunakan pendekatan persepsi dari kepala keluarga yang menggambarkan kondisi dari masing-masing variabel indikator kebutuhan spiritual dalam rumah tangga.
21 Uji t-statistik Data Berpasangan Untuk melihat perbedaan yang terjadi pada pendapatan rumah tangga mustahik miskin saat kondisi tanpa bantuan zakat dan saat kondisi dengan bantuan zakat digunakan uji t-statistik data berpasangan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 22. Hipotesis: H0: Pendapatan rumah tangga mustahik miskin saat mendapatkan bantuan dana zakat tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% terhadap pendapatan rumah tangga mustahik tanpa bantuan dana zakat. H1: Pendapatan rumah tangga mustahik miskin saat mendapatkan bantuan dana zakat berbeda nyata pada taraf α = 5% terhadap pendapatan rumah tangga mustahik tanpa bantuan dana zakat. Kriteria uji: Nilai signifikansi > 0.05: terima H0 artinya pendapatan rumah tangga mustahik miskin saat mendapatkan bantuan dana zakat tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% terhadap pendapatan rumah tangga mustahik tanpa bantuan dana zakat. Nilai signifikansi < 0.05: tolak H0, artinya pendapatan rumah tangga mustahik miskin saat mendapatkan bantuan dana zakat berbeda nyata pada taraf α = 5% terhadap pendapatan rumah tangga mustahik tanpa bantuan dana zakat. Klasifikasi Kuadran CIBEST Melalui perhitungan yang dilakukan terhadap masing-masing rumah tangga mustahik miskin yang diamati, diperoleh nilai SV dan MV yang dapat dikategorikan ke dalam kuadran CIBEST. Tabel 4 Kombinasi Nilai Aktual SV dan MV Skor Aktual
≤ Nilai MV
>Nilai SV
Kaya spiritual, miskin material (Kuadran II)
Kaya spiritual, kaya material (Kuadran I)
≤ Nilai SV
Miskin spiritual, miskin material (Kuadran IV)
Miskin spiritual, kaya material (Kuadran III)
>Nilai MV
Sumber: Beik dan Arsiyanti (2015)
Kuadran I menunjukkan nilai aktual skor spiritual rumah tangga lebih besar dari nilai SV dan pendapatan rumah tangga lebih besar dari nilai MV. Kuadran II menunjukkan nilai aktual skor spiritual rumah tangga lebih besar dari nilai SV dan pendapatan rumah tangga lebih kecil dari nilai MV. Rumah tangga yang memiliki nilai aktual skor spiritual rumah tangga lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan rumah tangga lebih besar dari nilai MV dikategorikan ke dalam kuadran III. Kuadran IV menunjukkan nilai aktual skor spiritual rumah tangga lebih kecil dari nilai SV dan begitu pula dengan pendapatan rumah tangga yang juga lebih kecil dari nilai MV.
22 Kuadran CIBEST Kuadran CIBEST dibentuk dari hasil penelitian Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah IPB mengenai Islamic Poverty Line pada tahun 2013. Kuadran ini menjelaskan dalam ilustrasi berbentuk grafik dari pembagian kategori rumah tangga yang didasarkan pada garis kemiskinan spriritual dan material.
Sumber: Beik dan Arsyianti, 2015
Gambar 3 Kuadran CIBEST Kuadran CIBEST terdiri atas empat bagian kuadran yang dibentuk atas garis kemiskinan material pada sumbu horizontal dan garis kemiskinan spiritual pada sumbu vertikal. Pada masing-masing sumbu horizontal dan vertikal terdapat tanda (+) dan (-). Tanda (+) menandakan bahwa rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya dengan baik, sedangkan tanda (-) menandakan bahwa rumah tangga belum mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya dengan baik. Empat pembagian kuadran CIBEST adalah rumah tangga sejahtera, rumah tangga yang mengalami kemiskinan material, rumah tangga yang mengalami kemiskinan spiritual, dan rumah tangga yang mengalami kemiskinan absolut. Kuadran pertama menggambarkan kondisi rumah tangga yang sejahtera artinya rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya terlihat pada Gambar 3 bahwa kuadran pertama terletak pada tanda (+) pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritualnya (Beik dan Arsyianti 2015). Penggambaran kuadran I kategori rumah tangga sejahtera ini tergambar dalam Alquran surat An-Nahl ayat 97 yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Menurut tafsir Alquran dalam Tafsir Ibnu Katsir (2001) ayat tersebut merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang yang mengerjakan amal salih, yaitu amal yang mengikuti Kitab Allah Ta’ala dan Sunnah Nabi-Nya, baik laki-laki maupun perempuan
23 yang hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Amal yang diperintahkan itu telah disyariatkan dari sisi Allah, yaitu Dia akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akan memberikan balasan di akhirat kelak dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik itu mencakup seluruh bentuk ketenangan, bagaimanapun wujudnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari `Abdullah bin `Umar, bahwa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh beruntung orang yang berserah diri, yang diberi rizki dengan rasa cukup, dan diberikan perasaan cukup oleh Allah atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.” Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari `Anas bin Malik, dia bercerita, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam, bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mendhalimi suatu kebaikan seorang mukmin yang Dia berikan di dunia dan diberikan balasan atasnya di akhirat kelak. Sedangkan orang kafir, maka dia akan diberi makan di dunia karena berbagai kebaikannya di dunia sehingga apabila datang di alam akhirat, maka tiada satu pun kebaikan yang mendatangkan kebaikan baginya.” Kuadran kedua merupakan kategori dari rumah tangga yang mengalami kemiskinan material namun tidak mengalami kemiskinan spiritual. Kuadran ini terletak pada tanda (-) pada garis kemiskinan material dan (+) pada garis kemiskinan spiritual. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga sudah mampu melakukan minimal ibadah wajib sesuai firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” Menurut tafsir Alquran dalam Tafsir Ibnu Katsir (2001) melalui surat al-Baqarah ini, Allah berfirman “dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta” yang artinya, hilangnya sebagian harta, “serta jiwa” misalnya meninggalnya para sahabat, kerabat, dan orang-orang yang dicintai. “Dan buah-buahan” yaitu kebun dan sawah tidak dapat diolah sebagaimana mestinya. Sebagaimana ulama mengemukakan: “Di antara pohon kurma ada yang tidak berbuah kecuali hanya satu buah saja.” Semua hal di atas dan yang semisalnya adalah bagian dari ujian Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa bersabar, maka Dia akan memberikan pahala baginya, dan barangsiapa berputus asa karenanya maka Dia akan menimpakan siksaan terhadapnya. Oleh karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang sabar.” Setelah itu Allah menjelaskan tentang orangorang yang sabar yang dipuji-Nya. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat
24 kelak. Hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan-Nya, dan mereka akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat. Oleh karena itu, Allah memberitahukan mengenai apa yang diberikan kepada mereka itu, di mana Dia berfirman “Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.” artinya, pujian dari Allah Ta’ala atas mereka, dan menurut Sa’id bin Jubair, artinya adalah keselamatan dari azab. Kuadran ketiga menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan spiritual tetapi mampu secara material. Kuadran ini terletak pada tanda (+) pada garis kemiskinan material dan (-) pada garis kemiskinan spiritual. Artinya rumah tangga yang berada di kuadran ini sudah mampu memenuhi kebutuhan material namun belum mampu terhadap kebutuhan spiritual. Firman Allah terkait kondisi rumah tangga pada kuadran III yaitu pada surat Al-An’am ayat 44 yang artinya: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Menurut tafsir Alquran dalam Tafsir Ibnu Katsir (2001) mereka berpaling dari peringatan dan melupakannya serta menjadikannya terbuang di belakang punggung mereka. Allah berfirman, “Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka.” yang bermakna Allah bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah untuk mereka dan sebagai pemenuhan terhadap apa yang mereka inginkan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, “Barang siapa yang diberi keluasan oleh Allah, lalu ia tidak memandang bahwa hal itu merupakan ujian baginya, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan. Dan barang siapa yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak memandang bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan.”
Siksaan yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba merupakan urusan Allah. Tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta sedang tenggelam di dalam kesenangannya. Karena itu janganlah kalian teperdaya oleh ujian Allah, karena sesungguhnya tidaklah teperdaya oleh ujian Allah kecuali hanya kaum yang fasik (durhaka). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, kemudian dikuatkan dengan sabda Rasulullah: “Apabila kamu lihat Allah memberikan kesenangan duniawi kepada seorang hamba yang gemar berbuat maksiat terhadap-Nya sesuka hatinya, maka sesungguhnya hal itu adalah istidraj (membinasakannya secara perlahanlahan).”
25 Kuadran keempat menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan absolut yakni miskin secara material maupun. Kuadran ini terletak pada tanda (-) baik pada garis kemiskinan material dan pada garis kemiskinan spiritual. Artinya rumah tangga yang berada di kuadran ini belum mampu memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Firman Allah terkait kondisi rumah tangga pada kuadran IV yaitu pada surat Taha ayat 124 yang artinya Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Menurut tafsir Alquran dalam Tafsir Ibnu Katsir (2001) kata “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku.”, memiliki makna menentang perintah Allah dan apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, juga berpaling dan melupakan Rasul-Nya, serta mengambil petunjuk dari selainnya. Dada mereka terasa sempit dan menyesakkan karena kesesatannya. Meskipun secara lahiriyah ia merasa senang, dapat berpakaian sekehendak hatinya, makan dan bertempat sesukanya, tetapi selama hatinya tidak tulus menerima keyakinan dan petunjuk, niscaya ia berada dalam kegoncangan, kebimbangan dan keraguan, dan ia akan terus dalam keraguan. Demikian itu merupakan bagian dari sempitnya kehidupan. Indeks Kemiskinan Material Indeks kemiskinan material (Pm) digunakan untuk melihat sebaran rumah tangga mustahik miskin yang berada pada kuadran II dan termasuk dalam kategori miskin material. Indeks kemiskinan material didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga yang miskin secara material tetapi tidak miskin secara spiritual dengan jumlah populasi total keluarga yang diamati. Indeks kemiskinan material ini bernilai antara 0 – 1. Semakin kecil angka yang ditunjukkan, maka semakin kecil tingkat kemiskinan material rumah tangga yang dialami suatu wilayah pengamatan. Indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut: Mp Pm = N Keterangan: Pm = Indeks kemiskinan material Mp = Jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya spiritual N = Jumlah populasi total rumah tangga yang diamati Indeks Kemiskinan Spiritual Indeks kemiskinan spiritual (Ps) digunakan untuk melihat sebaran rumah tangga mustahik miskin yang berada pada kuadran III dan termasuk dalam kategori miskin spiritual. Indeks kemiskinan spiritual didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga yang miskin secara spiritual tetapi tidak miskin secara material dengan jumlah populasi total keluarga yang diamati. Indeks kemiskinan material ini bernilai antara 0 – 1. Semakin kecil angka yang ditunjukkan, maka semakin kecil tingkat kemiskinan spiritual rumah tangga dialami suatu wilayah pengamatan. Indeks kemiskinan spiritual menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut:
26
Sp N Keterangan: Ps = Indeks kemiskinan spiritual Sp = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual namun berkecukupan secara material N = Jumlah populasi total rumah tangga yang diamati Ps
=
Indeks Kemiskinan Absolut Indeks kemiskinan abslout (Pa) digunakan untuk melihat sebaran rumah tangga mustahik miskin yang berada pada kuadran IV dan termasuk dalam kategori miskin absolut. Indeks kemiskinan absolut didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga yang miskin secara spiritual dan miskin secara material dengan jumlah populasi total keluarga yang diamati. Indeks kemiskinan absolut ini memiliki nilai antara 0 – 1. Semakin kecil angka yang ditunjukkan, maka semakin kecil tingkat kemiskinan absolut rumah tangga dialami suatu wilayah pengamatan. Indeks kemiskinan absolut menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut: Ap Pa = N Keterangan: Pa = Indeks kemiskinan absolut Ap = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual dan juga material N = Jumlah populasi total rumah tangga yang diamati
Indeks Kesejahteraan Indeks kesejahteraan (W) digunakan untuk melihat sebaran rumah tangga yang termasuk dalam kategori sejahtera pada kuadran I atau rumah tangga yang berkecukupan secara material dan spiritual. Indeks kesejahteraan didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga sejahtera dengan jumlah populasi rumah tangga yang diamati. Indeks kesejahteraan ini memiliki nilai antara 0 – 1. Semakin besar angka yang ditunjukkan, maka semakin besar tingkat kesejahteraan rumah tangga dialami suatu wilayah pengamatan. Indeks kesejahteraan menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut: w W= N Keterangan: W = Indeks kesejahteraan w = Jumlah keluarga sejahtera (kaya secara material dan spiritual) N = Jumlah populasi rumah tangga yang diobservasi
27 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil dan Gambaran Program LAZISMU Kabupaten Sragen LAZISMU adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infak, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Lembaga ini didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002 yang ditandai dengan penandatangan deklarasi oleh Prof. Dr. HA. Syafii Maarif, MA (Buya Syafii) dan selanjutnya dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002. Latar belakang berdirinya LAZISMU terdiri atas dua faktor. Pertama, fakta Indonesia dengan angka kemiskinan yang masih tinggi, dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Hal tersebut berakibat dan sekaligus disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua, zakat mampu memiliki dampak dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengurangi kemiskinan. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat, infak dan wakaf yang relatif tinggi. Namun, potensi yang ada belum dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga belum menunjukkan dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan tersebut. Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat memanfaatkan zakat menjadi bagian dari penyelesaian masalah sosial masyarakat yang terus berkembang. Operasional program dari LAZISMU didukung oleh jaringan multilini, yaitu sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh provinsi (berbasis kabupaten/kota) yang menjadikan program-program pendayagunaan LAZISMU mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia dengan tepat sasaran. LAZISMU memiliki visi untuk menjadi lembaga zakat terpercaya dan memiliki misi antara lain (1) optimalisasi kualitas pengelolaan zakat, infak, sedekah yang amanah, profesional dan transparan; (2) optimalisasi pendayagunaan zakat, infak, sedekah yang kreatif, inovatif dan produktif; (3) optimalisasi pelayanan donatur. LAZISMU Kabupaten Sragen adalah salah satu perwakilan dari LAZISMU pusat yang bertempat di gedung dakwah Muhammadiyah Sragen dan memiliki fungsi menjalankan program pengelolaan zakat sesuai dengan amanah yang diberikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga ini memiliki 16 Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang tersebar di 16 kecamatan dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Sragen. Pada tahun 2015 LAZISMU Kabupaten Sragen telah menghimpun dana zakat, infak dan infak khusus dari 16 UPZ tersebut dan mendapat total perolehan dana sebesar Rp3 394 867 094.00 dengan total perolehan zakat sebesar Rp2 287 175 441.00 dari muzaki yang diamanahkan untuk menyantuni mustahik dalam program pendayagunaan zakat. Pada perolehan dana tersebut maka akan dilakukan pendistribusian dana zakat kepada mustahik yang tersebar di seluruh Kabupaten Sragen, dengan prioritas bantuan zakat kepada rumah tangga mustahik miskin maupun beasiswa kurang mampu untuk jenjang SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
28 Bersama dengan dana bantuan yang diberikan satu bulan sekali, petugas LAZISMU Kabupaten Sragen melakukan bimbingan spiritiual kepada mustahik yang menerima dana bantuan zakat dengan cara mengingatkan dan memberi contoh ibadah yang benar dan rutin dilakukan, atau dengan melakukan pengajian secara berkala di gedung dakwah Muhammadiyah. Pada tahun 2015 telah dilakukan pendistribusian sebesar Rp2 999 413 521.00 dan sebesar Rp2 042 575 118.00 diantaranya adalah bantuan dana zakat kepada mustahik. Tabel 5 Pendistribusian Dana LAZISMU Kabupaten Sragen Tahun 2015 Pendistribusian No UPZ Total* Infak Zakat* Infak* Khusus* 1 Sragen 636 027 777 309 513 200 405,738,700 1 351 279 677 2 Sambungmacan 57 092 000 57 092 000 3 Gemolong 736 731 500 3 815 000 740 546 500 4 Gesi 52 700 000 52 700 000 5 Gondang 27 979 000 27 979 000 6 Jenar 2 184 500 4 289 000 6 473 500 7 Karangmalang 247 710 000 247 710 000 8 Masaran 100 000 000 100 000 000 9 Miri 10 Mondokan 11 Plupuh 58 492 000 36 872 000 3 629 500 98 993 500 12 Sidoharjo 4 400 000 17 440 000 21 840 000 13 Sukodono 88 597 000 5 400 000 93 997 000 14 Sumberlawang 94 500 000 94 500 000 15 Tangen 26 810 000 26 810 000 16 Tanon 64 338 841 15 153 503 79 492 344 Total* 2 042 575 118 547 470 203 409 368 200 2 999 413 521 Keterangan: * dalam Rupiah Sumber: LAZISMU Kabupaten
Penelitian ini fokus kepada pendayagunaan zakat sebagai upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin yang disertai dengan pembinaan spiritual. Melihat potensi zakat terkumpul yang cukup besar dari 16 UPZ LAZISMU kabupaten Sragen dan sistem yang diterapkan oleh lembaga ini untuk mampu menjadi solusi bagi kemiskinan di Kabupaten Sragen. Karakteristik Kepala Keluarga Mustahik Responden dalam penelitian ini berjumlah 102 orang yang terdiri atas rumah tangga mustahik miskin yang disantuni oleh LAZISMU Kabupaten Sragen. Responden yang diwawancarai meliputi kepala keluarga ataupun orang yang berperan dalam menunjang kegiatan perekonomian didalam keluarga tersebut. Karakteristik kepala keluarga mustahik tersebut akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
29 Tabel 6 Karakteristik Kepala Rumah Tangga Mustahik Miskin Karakteristik Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-Laki 43 42.16 Perempuan 59 57.84 Usia 15-39 5 4.90 40-64 58 56.86 >64 39 38.24 Status Perkawinan Menikah 48 47.06 Tidak menikah 2 1.96 Duda/janda 52 50.98 Pendidikan Tidak Sekolah 12 11.76 SD 70 68.63 SMP 12 11.76 SMA/Sederajat 5 4.90 >SMA 2 1.96 Pekerjaan Buruh 40 39.22 Pedagang 11 10.78 Pemulung 3 2.94 Guru 2 1.96 Lain-lain 6 5.88 Tidak Bekerja 40 39.22 Ukuran Keluarga 1-3 orang 70 68.63 4-6 orang 29 28.43 >6 orang 3 2.94 Sumber: Data Primer (2016)
Berdasarkan Tabel 6 kepala keluarga yang disantuni oleh LAZISMU Kabupaten Sragen berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 57.84%, sedangkan untuk kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki terdapat sebesar 42.16%. Menurut usia, kepala keluarga yang memiliki rentang usia 15-39 tahun sebesar 4.90%, rentang usia terbanyak adalah 40-64 tahun yakni sebesar 56.86%, dan sisanya untuk rentang usia diatas 64 tahun atau berada dalam usia tidak produktif adalah sebesar 38.24%. Berdasarkan status perkawinan terdapat sebanyak 48 responden atau 47.06% menikah, sebanyak 52 kepala keluarga yakni sebesar 50.98% adalah janda atau duda, dan sisanya sebesar 2.96% responden tidak menikah. Menurut tingkat pendidikan sebanyak 12 responden atau 11.76% tidak pernah bersekolah, persentase terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar yakni 68.63% atau sebanyak 70 responden, kemudian 11.76 adalah responden dengan tingkat pendidikan
30 SMP, 4.90% adalah responden dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat, dan sisanya sebesar 4.90% adalah responden dengan tingkat pendidikan diatas SMA. Dilihat dari jenis pekerjaan, sebanyak 39.22% adalah buruh yang meliputi buruh tani, buruh cuci, buruh bangunan, buruh toko dan sisanya adalah buruh tidak tetap. Sebanyak 10.78% kepala keluarga mustahik adalah pedagang, 2.94% adalah pemulung, 1.96% adalah guru yakni guru TK dan guru les, kemudian jenis pekerjaan lain-lain yang meliputi tukang pijat, tukang kebun, pekerja serabutan, usaha cuci motor, pangkas rambut, dan sopir truk sebesar 5.88%, sedang untuk kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan adalah sebesar 39.22%. berdasarkan ukuran keluarga terdapat 70 atau 68.63% rumah tangga dengan ukuran keluarga 1-3 orang, sebesar 29 keluarga atau 28.43% rumah tangga dengan ukuran keluarga 4-6 orang, dan sisanya rumah tangga dengan ukuran keluarga diatas 6 orang adalah sebanyak 2.94% atau 3 rumah tangga.
Analisis Dampak Pendistribusian Dana Zakat terhadap Perubahan Pendapatan Rumah Tangga Mustahik Berdasarkan hasil pengolahan data pendapatan rumah tangga mustahik miskin dengan uji t-statistik data berpasangan menggunakan software SPSS versi 22, didapatkan hasil signifikansi sebesar 0.000. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga tolak H0. Artinya pendapatan rumah tangga musthaik miskin dengan diberi bantuan zakat berbeda nyata pada taraf α = 5% terhadap pendapatan rumah tangga mustahik miskin tanpa adanya bantuan zakat. Penghitungan rata-rata pendapatan rumah tangga mustahik miskin yang diperoleh dari wawancara langsung ditujukan untuk mengetahui terjadinya perubahan. Terdapat perubahan rata-rata pendapatan sebesar Rp182 594.04 setelah dengan bantuan pendistribusian zakat dari LAZISMU Kabupaten Sragen. Sebelum adanya bantuan zakat, rata-rata pendapatan rumah tangga mustahik yang bertempat tinggal di 10 kecamatan yang menjadi wilayah peniltian adalah sebesar Rp302 941.18, kemudian mengalami peningkatan secara rata-rata menjadi sebesar Rp485 539.22. Tabel 7 Rata-Rata Perubahan Pendapatan Rata-rata pendapatan tanpa Rata-rata pendapatan dengan Indikator adanya bantuan zakat* adanya bantuan zakat* Pendapatan rumah 302 941.18 485 539.22 tangga mustahik miskin Keterangan: * dalam Rupiah Sumber: Data primer (2016)
Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik tanpa Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen Kuadran CIBEST terdiri dari empat kategori tingkat kemiskinan rumah tangga mustahik miskin yaitu sejahtera, kemiskinan material, kemiskinan spiritual, dan kemiskinan absolut. Pembagian tingkat kemiskinan rumah tangga mustahik dikategorikan sebagai berikut:
Garis kemiskinan spiritual
31
(+)
Kuadran II (Miskin Material)
Kuadran I (Sejahtera)
70 Rumah Tangga
1 Rumah Tangga
Kuadran IV (Miskin Absolut)
Kuadran III (Miskin Spiritual)
31 Rumah Tangga
0 Rumah Tangga
(-) (-)
(+)
Garis kemiskinan material Sumber: Data Primer (2016)
Gambar 4 Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik Miskin tanpa Bantuan Zakat Berdasarkan data terdapat satu rumah tangga mustahik yang masuk dalam kategori sejahtera. Kuadran I terletak pada sumbu positif baik pada garis kemiskinan material dan juga garis kemiskinan spiritual. Kategori ini menggambarkan bahwa sebanyak satu rumah tangga mustahik mampu memenuhi kebutuhan material dan kebutuhuan spiritualnya walaupun belum mendapatkan bantuan dana zakat dan bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya jumlah tanggungan keluarga yang besar. Selanjutnya, kuadran II menggambarkan rumah tangga mustahik yang masuk dalam kategori miskin material. Kuadran II ini terletak di sumbu negatif pada garis kemiskinan material dan terletak di sumbu positif pada garis kemiskinan spiritual. Kategori ini menggambarkan sebanyak 70 rumah tangga mustahik mengalami kondisi kemiskinan material yang artinya rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan spiritual tetapi belum mampu menemenuhi kebutuhan material tanpa adanya bantuan dana zakat dan bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen. Ketidakmampuan dalam mencukupi kebutuhan material disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah keterbatasan akses rumah tangga terhadap sumberdaya ekonomi, rumah tangga dengan kepala keluarga yang memiliki keterbatasan fisik, tidak bekerja, dan memiliki tanggungan yang relatif banyak sehingga menyebabkan pendapatan berada di bawah garis kemiskinan Berikutnya, pada kuadran III, kuadran ini terletak di sumbu negatif pada garis kemiskinan spiritual dan di sumbu positif pada garis kemiskinan material, sehingga kategori ini menggambarkan kemiskinan spiritual yang dialami rumah tangga mustahik, artinya rumah tangga yang masuk dalam kuadran III dikategorikan kedalam rumah tangga yang mengalami kemiskinan spiritual. Dalam hal ini tidak ditemukan responden yang berada pada kategori tersebut.
32 Kuadran IV terletak di sumbu negatif baik pada garis kemiskinan spiritual dan juga garis kemiskinan material. Terdapat 31 rumah tangga mustahik yang masuk kedalam kategori miskin absolut. Artinya 31 rumah tangga mustahik tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan material dan juga kebutuhan spiritual. Faktor yang menyebabkan ketidakmampun mencukupi kebutuhan material sama seperti faktor penyebab kemiskinan material pada kuadran II, sedangkan faktor yang menyebabkan ketidakmampun mencukupi kebutuhan spiritual diantaranya adalah lingkungan rumah tangga yang tidak mendukung aktivitas ibadah dan tingkat pengetahuan spiritual yang rendah.
Garis kemiskinan spiritual
Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik dengan Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen Bantuan dana zakat yang diberikan oleh LAZISMU Kabupaten dan bimbingan kepada rumah tangga mustahik, diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rumah angga mustahik dan mampu menurunkan jumlah rumah tangga mustahik dalam kategori miskin material, miskin spiritual, dan miskin absolut. Berikut kategori tingkat kemiskinan rumah tangga mustahik dengan bantuan dana zakat dan bimbingan.
(+)
(-)
Kuadran II (Miskin Material)
Kuadran I (Sejahtera)
74 Rumah Tangga
11 Rumah Tangga
Kuadran IV (Miskin Absolut)
Kuadran III (Miskin Spiritual)
17 Rumah Tangga
0 Rumah Tangga
(-) (+) Garis kemiskinan material Sumber: Data Primer (2016)
Gambar 5 Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik Miskin dengan Bantuan Zakat Berdasarkan Gambar 5, terjadi perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik dengan bantuan dana zakat. Kuadran I yang menggambarkan jumlah rumah tangga mustahik yang sejahtera berubah menjadi sebanyak 11 rumah tangga mustahik. Pada kuadran II yang menggambarkan jumlah rumah tangga mustahik yang mengalami kondisi miskin material berubah menjadi sebanyak 74 rumah tangga mustahik. Pada kuadran III tidak ditemukan responden yang menggambarkan kondisi miskin spiritual, dengan adanya bantuan dana zakat dan bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen. Selanjutnya, pada kuadran IV yang menggambarkan kondisi miskin spiritual rumah tangga mustahik berubah menjadi sebanyak 17 rumah tangga.
33 Perubahan Kategori dalam Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik Terjadi perubahan berdasarkan analisis kuadran CIBEST yang telah dilakukan, antara kondisi tanpa ada bantuan dana zakat dan bimbingan dan kondisi dengan adanya bantuan dana zakat dan bimbingan. Perubahan tersebut diperlihatkan dalam Gambar 6 sebagai berikut:
Garis kemiskinan spiritual
Kuadran II (Miskin Material) (+)
Tanpa Zakat 70
Dengan Zakat 74
Kuadran IV (Miskin Absolut) (-)
Tanpa Zakat 31
Dengan Zakat 17
Kuadran I (Sejahtera) Tanpa Zakat 1
Dengan Zakat 11
Kuadran III (Miskin Spiritual) Tanpa Zakat 0
(-)
Dengan Zakat 0
(+) Garis kemiskinan material
Sumber: Data Primer (2016)
Gambar 6 Perubahan Kategori pada Kuadran CIBEST Rumah Tangga Mustahik Kuadran I yang menggambarkan kesejahteraan rumah tangga mustahik mengalami peningkatan sebesar 10 rumah tangga. Pada kuadran II yang menggambarkan rumah tangga mustahik yang mengalami kemiskinan material bertambah sebesar 4 rumah tangga. Pada kuadran III, yang menggambarkan rumah tangga mustahik bernilai nol. Rumah tangga mustahik yang berada pada kuadran IV yang menggambarkan rumah tangga mustahik yang mengalami kemiskinan spiritual dan kemiskinan material (kemiskinan absolut) mengalami penurunan sebesar 14 rumah tangga. Perubahan terjadi disebabkan oleh dana zakat yang didistribusikan kepada rumah tangga mustahik miskin yang disertai pembinaan spiritual sehingga terjadi peningkatan pendapatan untuk mencukup pemenuhan kebutuhan material dan juga peningkatan pengetahuan spiritual yang menyebabkan peningkatan kualitas ibadah di dalam rumah tangga mustahik miskin tersebut.
34 Analisis Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik Indeks kemiskinan Islami rumah tangga terdiri atas indeks kemiskinan material, indeks kemiskinan spiritual, indeks kemiskinan absolut, dan indeks kesejahteraan. Hasil perhitungan indeks kemiskinan ini diperoleh melalui pendekatan kondisi rumah tangga mustahik saat tanpa bantuan dana zakat dan dengan adanya bantuan dana zakat serta bimbingan dari LAZISMU Kabupaten Sragen, tergambar dalam Tabel 6 sebagai berikut: Tabel 8 Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik Indeks Kemiskinan Tanpa Bantuan Dengan Bantuan Perubahan Zakat Zakat (%) Indeks Sejahteraan 0.01 0.11 10 Indeks Kemiskinan Material 0.69 0.73 4 Indeks Kemiskinan Spiritual 0 0 0 Indeks Kemiskinan Absolut 0.30 0.17 -13 Sumber: Data Primer (2016)
Indeks kesejahteraan meningkat sebesar 10% yang diperoleh dari persentase hasil pengurangan indeks dari kondisi rumah tangga mustahik miskin setelah dengan adanya bantuan zakat dengan kondisi tanpa adanya bantuan zakat dari LAZISMU Kabupaten Sragen. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui pendayagunaan zakat dari LAZISMU Kabupaten Sragen dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga mustahik miskin sebesar 10% dengan indeks kesejahteraan tanpa bantuan dana zakat sebesar 0.01 dan dengan adanya bantuan zakat sebesar 0.11. Kenaikan tersebut menunjukkan pengaruh pendayagunaan zakat dalam pemenuhan aspek material dan aspek spiritual saat rumah tangga mustahik miskin tanpa bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat. Rumah tangga yang sudah tergolong dalam kategori sejahtera, diharapkan dapat mengetahui kewajiban membayar zakat karena sudah tidak digolongkan ke dalam kategori miskin dan sudah mengalami peningkatan pengetahuan spiritual serta peningkatan kualitas ibadah. Terjadi peningkatan nilai indeks kemiskinan material sebesar 4% dengan indeks kesejahteraan tanpa bantuan dana zakat sebesar 0.69 dan dengan adanya bantuan zakat sebesar 0.73. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan rumah tangga mustahik miskin yang sebelumnya berada pada kategori miskin absolut menjadi miskin spiritual, karena tidak terjadi perubahan dalam aspek pemenuhan kebutuhan material atau tidak berubah menjadi kategori sejahtera. Nilai indeks kemiskinan spiritual bernilai nol, disebabkan nilai indeks saat kondisi rumah tangga mustahik miskin tanpa adanya bantuan dan kondisi dengan bantuan zakat masing-masing bernilai nol, dan tidak terjadi perubahan di dalam indeks tersebut. Selanjutnya nilai indeks kemiskinan absolut turun sebesar 13% dengan indeks kesejahteraan tanpa bantuan dana zakat sebesar 0.30 dan dengan adanya bantuan zakat sebesar 0.17. Rumah tangga yang masih tergolong dalam kategori kemiskinan absolut akan memperoleh kembali pembinaan spiritual dari LAZISMU Kabupaten Sragen.
35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. LAZISMU Kabupaten Sragen adalah lembaga zakat yang telah mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat dalam menyalurkan dana zakat, infak, dan sedekah yang ditunjukkan dengan perolehan total dana zakat terbesar, serta memiliki fungsi pendayagunaan zakat dengan program yang bertujuan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Sragen yang disertai dengan pembinaan spiritual secara rutin. 2. Program bantuan zakat yang diberikan oleh LAZISMU Kabupaten Sragen berdampak positif terhadap pendapatan rumah tangga mustahik miskin. Hal tersebut terlihat dari peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga mustahik miskin pada kondisi tanpa bantuan zakat dan dengan adanya bantuan zakat. 3. Terjadi perubahan klasifikasi rumah tangga mustahik miskin penerima bantuan zakat yang diberikan oleh LAZISMU Kabupaten Sragen berdasarkan kuadran CIBEST. 4. Rumah tangga mustahik miskin penerima bantuan zakat mengalami meningkatkan kesejahteraan, dan terjadi penurunan tingkat kemiskinan material dan kemiskinan absolut dilihat dari perubahan indeks kemiskinan Islami CIBEST.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan diantaranya: 1. Lembaga amil zakat dan badan amil zakat di Indonesia diharapkan lebih bekerja secara optimal dalam penghimpunan dan penyaluran dana zakat karena berdasarkan penelitian ini penyaluran zakat kepada rumah tangga mustahik miskin dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. 2. Penyaluran zakat sebaiknya lebih mengutamakan rumah tangga mustahik miskin terlebih kepada rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan material yang disebabkan keterbatasan akses rumah tangga terhadap sumberdaya ekonomi, rumah tangga dengan kepala keluarga yang memiliki keterbatasan fisik, tidak bekerja, dan memiliki tanggungan yang relatif banyak. 3. LAZISMU Kabupaten Sragen diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan zakat dan infak serta menghimpun dana-dana yang belum terserap untuk digunakan, sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mustahik. 4. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menganalisis dampak pendayagunaan zakat dari wilayah, lembaga zakat dan karakteristik mustahik yang berbeda agar dapat memperbanyak riset mengenai CIBEST Model sebagai alat analisis dampak pendayagunaan zakat sebagai pengurang kemiskinan baik secara material maupun spiritual
36
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif MNR. 2010. Efek Pengganda Zakat serta Implikasinya terhadap Program Pengentasan Kemiskinan. Yogyakarta (ID) [internet] [diunduh pada 1 Juni 2016]. Vol. 1 2016. Vol. 5, No. 1 2010. Beik IS. 2016. Measuring Zakat Impact on Poverty and Wealfare Using CIBEST Model. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance. Bogor (ID) [internet] [diunduh pada 1 Juni 2016]. Vol. 1 2016. Beik IS, Arsyianti LD. 2014. Construction Of Cibest Model As Measurement Of Poverty And Welfare Indices From Islamic Perspective. Bogor (ID) [internet] [diunduh pada 1 Juni 2016]. . 2015. Ekonomi Pembangunan Syariah.. Bogor (ID: IPB Press . 2015. Mengukur Dampak Zakat terhadap Kemiskinan dan Kesejahteraan dengan Menggunakan CIBEST Model. Bogor (ID) [internet] [diunduh pada 1 Juni 2016]. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. 2014. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Sragen. . 2015. Statistik Daerah Kabupaten Sragen. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Sragen. [BPS]. Badan Pusat Statitstik. 2011. Press Release: Penjelasan Data Kemiskinan. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http:// www.bps.go.id. . 2010. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http:// www.bps.go.id. . 2016. Berita Resmi Statistik 2016.. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http:// www.bps.go.id. Chikmah N. 2015. Pendayagunaan Zakat Infaq Dan Ṣadaqah (ZIS) Dalam Pemberdayaan Anak Yatim Melalui Program Mandiri Entrepreneur Center (MEC) Di Lembaga Amil Zakat Yatim Mandiri Semarang [Skripsi]. Semarang (ID): UIN Walisongo. Dotter C, Klasen S. 2014. The Multidimensional Poverty Index: Achievements, Conceptual and Empirical Issues. UNDP Human Development Report Office. Ellis F. 1999. Rural Livelihood Diversity In Developing Countries: Evidence And Policy Implications. Hafidhuddin D. 2006. Analisis Efektivitas Promosi Lembaga Amil Zakat dalam Penghimpunan Zakat bagi Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Dhuafa (Studi Kasus Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika). Jurnal Media Gizi & Keluarga. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Vol 30 (1): 100-109. Juanda B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID: IPB Press. [LAZISMU] LAZISMU Kabupaten Sragen. 2016. Profil LAZISMU Sragen. [Internet]. [diunduh 5 April 2016]. Tersedia pada: http://lazismusragen.blogspot.co.id.
37 Mahaga R. 2009. Evaluasi Dampak program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Tahap Dua (PKP-2) di Jawa Barat terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. [MDGs]. Millenium Development Goals. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia. [MENKES]. Kementerian Kesehatan RI. 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http://kemkes.go.id. [MENKES]. Kementerian Kesehatan RI. 2014, Profil Kesehatan Indones 2014. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http://kemkes.go.id. Nasikun. 2002. Penanggulangan Kemiskinan: Kebijakan Dalam Perspektif Gerakan Sosial. Jogjakarta (ID). Okidi JA, Mugambe GK. 2002. An Overview of Chronic Poverty and Development Policy in Uganda. Pew Research Center. 2009. Mapping The Global Muslim Population. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http:// www.pewforum.org Pratama C. 2015. Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus:PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Qardawi Y. 2011. Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat berdasarkan Qur’an dan Hadist. Jakarta (ID): Litera Antarnusa Osberg L, Xu K. 2005. How Should We Measure Global Poverty in a Changing World?. Canada (US). Dalhousie University Ravallion M, Chen S. 2002. Pro-Poor Growth. Elsevier Science. Sajogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan LPPM-Institut Pertanian Bogor. Sen A. 1976. Poverty: An Ordinal Approach To Measurement. . 1981. Poverty and Famines. London (UK): Clarendon Press; Oxford University. . 1999. Development as Freedom. London (UK). Oxford University Suryawati C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. Semarang (ID) [internet] [diunduh pada 1 Juni 2016]. Vol. 8 No. 3 201. Syaikh A. 2001. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta (ID): Pustaka Asy-Syafi’i [TNP2K]. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2016. Kebijakan Percepatan. [Internet]. [diunduh 5 April 2016]. Tersedia pada: http://www.tnp2k.go.id/. [UNICEF]. UNICEF Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian: Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan. [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http://unicef.or.id [WB] World Bank. 2014. Indonesia Expanding Horizons. . [Internet]. [diunduh 9 Juni 2016]. Tersedia pada: http:// smeru.or.id.
38 KUISIONER PENELITIAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT DALAM MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN CIBEST MODEL (Studi Kasus: LAZISMU Kabupaten Sragen) Peneliti: Achmad Fauzan Firdaus
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dampak pendayagunaan zakat di LAZISMU Kabupaten Sragen terhadap kemiskinan berdasarkan CIBEST Model serta sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Institut Pertanian Bogor. Semua informasi yang didapat akan dijaga kerahasiaannya.
Catatan Penting: -
Kepala Keluarga, disingkat KK, adalah orang yang memiliki tanggung jawab tertinggi di dalam rumah tangga, (bisa laki-laki atau perempuan) Anggota Keluarga, disingkat AK, adalah mereka yang hidup dan tinggal bersama KK di kemudian / rumah yang sama.
39 Bagian A: INFORMASI PERSONAL Profil Kepala Keluarga Jenis Kelamin Jenis Kelamin 1,Laki-laki 2.perempuan
Status Kepala Keluarga 1. suami/isteri 2. anak 3. saudara kandung Orang tua 5. mertua 6. kerabat 7. lain-lain (………………..)
Usia
Status Pernikahan 1.belum menikah 2.menikah Janda/duda
Pendidikan
Pekerjaan
1.tidak pernah sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Diploma 6.Universitas 7. lain-lain
1. tidak bekerja 2. ibu rumah tangga 3. pelajar/maha siswa 4. pedagang 5. petani 6. Karyawan 7. lainnya (…….......)
INFORMASI ANGGOTA KELUARGA
2. keluarga 2.1 jumlah KK + AK 2.2 Jumlah Tanggungan KK 2.3 Jumlah anak dibawah 15 tahun/ belum menikah/orang tua, yang tinggal dirumah berbeda namun menjadi tanggungan 2.4 jumlah 2.2 + 2.3
Desa tempat tinggal:
40 Bagian B: SUMBER PENDAPATAN 1. Pendapatan bulan KK dan semua AK (yang tinggal satu rumah) dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu tahun/ pekerjaan yang dilakukan dalam satu tahun/ periode zakat diterima Jenis KK Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan (Rp/bulan/ prndapatan hari) rumah tanggaa (Rp/bulan) 1 2 3 4 5 Gaji Hasil Berjualan Komisi Upah jumlah
2. Pendapatan bulanan KK dan AK yang didapat dari sumbangan orang lain (keluarga atau dermawan bukan keluarga) dalam satu tahun terakhir/ periode zakat ditrima (jika ada) Jenis KK Semua AK (Rp/bulan/hari) Total Pendapatan (Rp/bulan/ pendapatan hari) rumah tanggaa (Rp/bulan) 1 2 3 4 5 Kiriman dari keluarga Bantuan dari orang lain yang bukan keluarga Jumlah
41 3. Pendapatan bulanan dari property/asset yang didapat dalam periode zakat/satu tahun (jika ada) Jenis Pendapatan KK Semua AK (Rp/bulan/hari) Total (Rp/bulan/ prndapatan hari) rumah tanggaa (Rp/bulan) 1 2 3 4 5 Tanah yang disewakan Rumah yang disewakan Peralatan yang disewakan Tabungan Jumlah 4. Pendapatan bulanan KK dan semua AK dari menjalankan pekerjaan lain dalam satu tahun/periode zakat diterima Jenis Pendapatan KK Semua AK (Rp/bulan/hari) (Rp/bulan/ hari)
1
2
3
Bertani Beternak Nelayan Pembantu rumah tagga Office boy Tukang masak Lainnya (………) Jumlah Total dari seluruh rumah tangga dalam satu tahun: Rp
4
5
Total prndapatan rumah tanggaa (Rp/bulan)
42 BAGIAN C: BANTUAN LAZISMU KABUPATEN SRAGEN 1. Jumlah rutin yang diterima KK + AK dari LAZISMU Kabupaten Sragen atau lembaga lainnya (jika ada) Sumber pendapatan KK (Rp/bulan/hari) Total pendapatan keluarga (Rp/bulan/hari) Bantuan LAZISMU Kabupaten Sragen Lainnya (…….) BAGIAN D: PEMBINAAN YANG DILAKUKAN OLEH LAZISMU Kabupaten Sragen KEPADA MUSTAHIK 1. Apakah ada pembinaan yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Sragen? YA/TIDAK 2. Berapa kali periode pembinaan yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Sragen? 3. Jenis pembinaan yang dilakukan Pembinaan usaha: Pembinaan spiritual: 4. Evaluasi pembinaan dari mustahik 5. BAGIAN E: TOTAL PENGELUARAN RUMAH TANGGA Jenis pengeluaran
Sewa rumah Listrik dan air Konsumsi makanan sehari-hari Biaya sekolah(termasuk uang saku) Uang jatoh tempo Pelunasan pembiayaan Lainnya Jumlah
KK (Rp/bulan/hari)
Total pengeluaran keluarga (Rp/bulan/hari)
43 BAGIAN F: EVALUASI KEGIATAN IBADAH RUMAH TANGGA MUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH ZAKAT 1. Evaluasi Ibadah Rumah tangga Muathik sebelum menerima dana zakat Variabel Skala Likert Keterangan 1 2 3 4 5 Sholat Puasa Zakat&infak Lingkungan keluarga Kebijakan pemerintah
2. Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sesudah menerima dana zakat. Variabel Skala Likert Keterangan 1 2 3 4 5 Sholat Puasa Zakat&infak Lingkungan keluarga Kebijakan pemerintah
44
T-Test
[DataSet1]
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Income_B
195000.0000
40
220663.33563
34889.93683
Income_A
671750.0000
40
218525.21418
34551.87015
Paired Samples Correlations N Pair 1
Income_B & Income_A
Correlation 40
Sig.
-.333
.036
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1 Income_B Income_A
-476750.00000
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Sig. (2Lower
358511.0769 56685.5784 7
8
Upper -
t
tailed)
-
591407.404 362092.595 89
df
11
-8.410
39
.000
45
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Achmad Fauzan Firdaus lahir pada tanggal 13 Oktober 1993 di Sragen. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Achmad Mujiyono, SE dan Ibu Nina Suryanti. Penulis mendapatkan pendidikan dasar formal di SDN 03 Sragen, kemudian melanjutkan pendidikan menengah ke SMP Negeri 1 Sragen dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Sragen dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengikuti BEM KM kementerian Kebijakan Nasional, kemudian diamanahkan menjadi ketua dari forum Voice of IPB dan pada tingkat dua, penulis mengikuti organisasi BEM FEM Kabinet Simfoni sebagai sekretaris eksekutif. Sekarang penulis sedang mengembangkan wiruasaha dibidang jasa desain, ilustrasi dan videografi berbasis syariah Bedbugs Creative Works.