PENDATAAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DAERAH PASAMAN, SUMBAR Oleh Mangara P. Pohan, Denni Widhiyatna, Asep Ahdiat
Sari Pengelolaan bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan dapat terhenti oleh sebab habisnya cadangan ekonomis, selain itu dapat juga terjadi karena masalah lain dan seringkali meninggalkan bahan galian yang masih memiliki potensi ekonomis. Hal ini memberikan kesempatan bagi penduduk setempat atau pendatang untuk memanfaatkan bahan galian yang tidak tertambang dengan melakukan penambangan secara berkelompok dikenal dengan istilah PETI (pertambangan tanpa izin). Untuk memperoleh data dan informasi mengenai potensi bahan galian pada wilayah bekas tambang dan PETI terutama mengenai sumberdaya/cadangan tertinggal, menginventarisasi bahan galian lain, mineral ikutan, recovery penambangan dan pengolahan, penanganan tailling perlu dilakukan pendataan dan evaluasi pemanfaatan bahan galian di daerah tersebut sebagai suatu usaha penerapan konservasi bahan galian. Beberapa bekas tambang Belanda di daerah Pasaman seperti Tambang Kinandam yang telah beroperasi dari tahun 1917 – 1918 telah menghasilkan 89 kg Au dan 60 kg Ag dari 6000 tone bijih, dengan produksi perhari adalah 10 – 15 ton bijih, Tambang Balimbing, Salibawan dan Pamicikan walau sudah beroperasi tidak ada produksinya. Data sumber daya pada keempat tambang tersebut tidak diperoleh, pemboran yang dilakukan oleh PT Mangani Mineral di daerah Kinandam dengan hasil rata-rata kadar emas 0,74 ppm, 10% dari 200 conto di daerah Balimbing mempunyai kadar > 3 ppm, conto bulk di Salibawan mkemberikan nilai 4.2 – 23.4 ppb Au, juga di daerah Pamicikan umumnya conto batuan < 1 ppm. Perusahaan menyimpulkan bahan galian emas di daerah ini tidak ekonomis untuk tambang sekala besar dengan tidak menjelaskan besar sumber dayanya. Mineralisasi emas umumnya ditemukan pada batuan gunungapi berupa urat kuarsa (vein type epithermal) dengan ketebalan yang sangat bervariasi dan erat hubungannya dengan zona patahan. Ubahan yang sering dijumpai pada batuan umumnya berupa silisfikasi, serisitisas, argilisasi dan filik Saat ini di daerah tersebut beberapa kelompok PETI melakukan kegiatan penambangan dengan cara tradisional, di daerah Kinandam setiap kelompok dapat memperoleh 1 – 4 grm/hari. Analisis yang dilakukan terhadap conto urat dari daerah Kinandam mencapai 110 ppm Au, daerah Bonjol 4.2 ppm Au, daerah Pamicikan 37 ppm Au dan daerah Salibawan 74.80 ppm Au. Dari beberapa conto tailing memperlihatkan kandungan Hg yang tinggi sekitar 666 ppm – 1356 ppm dan kandungan emas 3 ppm – 18 ppm. Untuk mengetahui tingkat pencemaran aliran sungai 2 conto sedimen sungai aktif di analisis dan memperlihatkan kandungan Hg 12.72 ppm - 552 ppm dengan kandungan emas 1.9 ppm - 3.39 ppm. Kaolin merupakan bahan galian lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan pertambangan di daerah Balimbing. Dalam pengelolaan bahan galian di daerah Pasaman, pemerintah daerah menghadapi kendala dengan adanya Undang-undang No.41 tahun 1999.
1. PENDAHULUAN Pemanfaatan sumber daya mineral secara optimal dapat dipengaruhi terutama oleh metode yang diterapkan, teknologi, keadaan ekonomi dan sosial, selain itu kebijaksanaan pemerintah pun dapat menjadi faktor yang ikut menentukan. Dalam pemanfaatan dan pengelolaan bahan galian, suatu kegiatan usaha pertambangan dapat terhenti oleh sebab habisnya cadangan ekonomis maupun karena masalah lainnya, dan seringkali meninggalkan bahan galian yang Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
masih memiliki potensi ekonomis pada saat sekarang maupun pada masa mendatang. Pada kegiatan PETI hal ini sering terjadi karena cara mengelola bahan galian tidak secara sistematis dan optimal sesuai dengan kaidah konservasi bahan galian. Oleh karena itu dalam pengelolaan bahan galian perlu mengikuti dan berpedoman pada azas konservasi. Di daerah Pasaman beberapa bahan galian terutama emas telah diusahakan pada zaman kolonial Belanda dan saat ini daerah-daerah tersebut beberapa
14 - 1
kelompok PETI melakukan kegiatan penambangan. Dalam rangka pemanfaatan bahan galian secara optimal dan sesuai dengan kaidah konservasi perlu dilakukan pendataan dan evaluasi sumber daya/cadangan, recovery penambangan dan pengolahan, serta pengawasan konservasi di wilayah bekas tambang dan PETI. 2.
LATAR BELAKANG Di daerah Pasaman bahan galian emas telah diusahakan sampai tahap penambangan dan terhenti dengan alasan yang tidak diketahui, saat ini penambangan dilakukan oleh PETI. Umumnya Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) pada suatu wilayah menyebabkan pengelolaan bahan galian tidak dapat berlangsung secara sistematis, aman dan optimal sesuai dengan kaidah konservasi bahan galian. Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral (DIM) melalui Sub Direktorat Konservasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, perlu melakukan kegiatan pendataan dan evaluasi pemanfaatan bahan galian di areal bekas tambang dan wilayah PETI di daerah Pasaman, Provinsi Sumatera Barat sebagai wujud nyata dari penerapan aspek konservasi sumberdaya mineral.
3.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kegiatan ini adalah untuk memperoleh data dan informasi mengenai potensi bahan galian pada wilayah bekas tambang dan PETI terutama mengenai sumberdaya/cadangan tertinggal, menginventarisasi bahan galian lain, mineral ikutan, recovery penambangan dan pengolahan, penanganan tailling, memahami permasalahan konservasi dan mengevaluasi sehingga data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan suatu kebijakan dalam pengelolaan bahan galian di daerah suatu daerah. Tujuan kegiatan pendataan dan evaluasi pemanfaatn bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI adalah mendorong terwujudnya pengelolaan bahan galian secara optimal, bijaksana, efektif dan efisien, serta mencegah terjadinya pemborosan pemanfaatan bahan galian. 4.
LOKASI KEGIATAN Kabupaten Pasaman dengan Ibukotanya Lubuk Sikaping merupakan kabupaten paling utara dari Propinsi Sumatera Barat, secara
geografis terletak antara 00°55’ Lintang Utara sampai dengan 00011 Lintang Selatan dan 99010’ Bujur Timur sampai dengan 1000 21’ Bujur Timur dan mempunyai luas 7835.4 km², atau 18,55 % dari luas wilayah Propinsi Sumatera Barat. Berdasarkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 kabupaten ini dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Pasaman Timur dengan Ibukota Lubuk Sikaping dan Kabupaten Pasaman Barat dengan Ibukotanya Simpang Empat. Pembentukan kabupaten baru ini menyebabkan terbentuknya kecamatan-kecamatan baru pemekaran dari kecamatan lama. Dengan belum diperolehnya peta batas antara kabupaten tersebut, dalam tulisan ini Kabupaten Pasaman disebut daerah Pasaman yang mencakup wilayah Kabupaten Pasaman Timur dan Kabupaten Pasaman Barat. 5.
DEMOGRAFI, IKLIM DAN TATA GUNA LAHAN 5.1 Demografi Mayoritas penduduk di daerah Pasaman beragama islam, Berdasarkan data terakhir (2000), penduduk Kabupaten Pasaman tercatat berjumlah 510.702 jiwa yang terdiri dari 253.3065 jiwa laki-laki, dan 257.397 jiwa perempuan. Dilihat dari rata-rata penyebaran penduduk per desa diketahui bahwa di daerah Pasaman rata-rata penduduk per desa sebanyak 2.420 jiwa, dimana rata-rata tertinggi terdapat di Kecamatan Panti dengan rata-rata 3.589 jiwa penduduk per desa. 5.2 Topografi Secara umum daerah Pasaman terdiri dari tiga satuan topografi , yaitu dataran rendah, dataran tinggi dan daerah pergunungan. Ketinggian di atas permukaan laut bervariasi antara 5 – 450 meter, dengan daerah terendah adalah kecamatan Sungai Beremas yakni 5 meter dari permukaan laut dan tertinggi adalah kecamatan Lubuk Sikaping dan Talamau yakni 450 meter dari permukaan laut dengan tingkat kemiringan rata--rata 80 – 150. 5.3 Iklim Sebagaimana umumnya daerah di Indonesia yang beriklim tropis basah, maka daerah Pasaman mempunyai suhu berkisar 200 C -310 C. Curah hujan rata-rata adalah 3.102 mm/tahun, dan jumlah hari hujan rata-rata 142 hari dalam setahun. 5.4 Tata guna lahan
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
14 - 2
Perkebunan rakyat memiliki proporsi terbesar dari distribusi penggunaan tanah/lahan di daerah Pasaman. Dari keseluruhan luas daerah Pasaman sebesar 50,81% adalah wilayah hutan yang terdiri dari : Taman Wisata Rimba Panti, Swaka Margasatwa Pasir Pangarayan, Cagar Alam Palahan Alahan Gadang (usulan kawasan konservasi) dan Hutan Lindung. 6.
METODOLOGI Metodologi kegiatan pendataan dan evaluasi pemanfaatan bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI di daerah Pasaman dilakukan melalui tahap pengumpulan data sekunder, pengumpulam data primer, pemerconto, analisis conto dan pelaporan.
conto serta lokasi pemerconto diukur koordinatnya dengan menggunakan GPS. Dalam kegiatan ini peta kerja mempergunakan peta dasar sekala 1 : 40.000 seri 1043 AMS Hind, lembar no. 82 untuk daerah Kinandam, lembar no.76 dan no. 82 untuk daerah Pamicikan, lembar no. 77 untuk daerah Balimbing, lembar no. 90 untuk daerah Salibawan dan lembar no. 96 untuk daerah Muara Tambangan. Disebabkan peta AMS Hind yang diperoleh tidak jelas koordinatnya, maka lokasi conto hanya dapat digambarkan seperti gambar 1.
6.1 Pengumpulan data sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mempelajari laporan-laporan penyelidikan terdahulu pada tahap eksplorasi sampai tahap eksplotasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah (Kanwil Pertambangan dan Energi, Dinas Pertambangan Daerah, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan instansi lainnya) dan perusahaan swasta terutama untuk bahan galian logam dan batubara yang dilakukan di daerah Pasaman. Data tersebut diperlukan untuk mengetahui : a) lokasi kegiatan pertambangan baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif dan lokasi PETI; b) cara penambangan yang dilakukan; c) cara pengolahan yang dilakukan; d) produksi yang telah dihasilkan; e) penanganan tailling dan; f) penyebab terhentinya kegiatan penambangan. 6.2 Pengumpulan data primer Dilakukan dengan cara langsung dengan melakukan pendataan, peninjauan, pengukuran dan pemerconto di beberapa bekas tambang dan lokasi PETI di daerah : a) Kinandam, Kecamatan Simpati; b) Balimbing, Kecamatan Bonjol; c) Salibawan, Kecamatan Panti; d) Pamicikan, Kecamatan Simpati; e) Muara Tambangan, Kecamatan Talamau. 6.3 Pemerconto Pemerconto dilakukan pada urat yang diperkirakan mengandung emas, batuan samping, tailling hasil pengolahan emas, kaolin dan sedimen sungai aktif dengan jumlah 23 • Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
Gambar 1. Lokasi kegiatan dan pemerconto 7. GEOLOGI DAN PENAMBANGAN 7.1 Morfologi Morfologi daerah kegiatan dapat dibagi kedalam dua satuan morfologi, yaitu : • Satuan morfologi dataran rendah yang ditempati oleh endapan aluvium yang terdiri dari hasil rombakan batuan malihan, terobosan, vulkanik, pasir, lumpur yang diendapkan oleh media air. Satuan ini menempati daerah lembah terutama daerah Lembah Bengkuang Terpanggang (daerah Panti) yang memanjang ke arah baratlauttenggara sampai ke daerah Lubuksikaping; •
Satuan morfologi perbukitan terjal, terdiri dari batuan metasedimen, meta
14 - 3
•
batugamping, batuan gunungapi dan granitik. Daerah perbukitan lembah terjal dengan ketinggian yang berbeda menunjukan stadium sungai muda dan tingkat erosi yang relatif kecil karena ditempati oleh batuan yang keras.
7.2 Geologi Regional Daerah Pasaman secara geologi didasari oleh batuan metasedimen Permo-Karbon Formasi Kuantan yang disusun oleh batusabak, kuarsit, arenit, metakuarsit, metawake, batugamping, filit dan sedikit batuan metagunungapi intermediate-basa yang diintrusi oleh Batolit Granitoid Mesozoik. Batuan tersebut dikelompokan menjadi beberapa group batuan sedimen dan meta sedimen, batuan gunungapi dan batuan intrusi serta dapat di uraikan sebagai berikut dengan urutan tua ke muda. a.
Batuan Sedimen Metasedimen
Tapanuli Group berumur Permo Karbon terdiri dari : • Formasi Kuantan (Puku) : metasedimen. Peusangan Group berumur Permo – Trias terdiri dari : • Formasi Silungkang (Pps) : batugamping, metagunungapi, metatufa, batupasir gunungapi klastika; • Formasi Cubadak (Mtc) : batulumpur, batulanau, batupasir gunungapi klastika; • Formasi Telukkido (Mlt) : argilit dan arenit felspatik piritik; batubara tipis dan sisa tumbuhan. Woyla Group berumur Jura Dan Kapur terdiri dari : • Kelompok Woyla (Muw) : tak terbedakan, metagunungapi, metatufa, metabatugamping, metawake, batuhijau, filit, batusabak; • Melange kelompok woyla (Muwn) : batuhijau, metawake, metatufa, metagunungapi, dipisahkan oleh serpentin; beberapa rijangan beranekawarna; • Formasi Sikubu (Musk) : wake metagunungapi klastika, batuan gunungapi andesit dan peperit; • Formsi Belok Gadang (Mubg) : selangseling tipis arenit dan argilit berubah menjadi argilit kersik merah, rijang radiolarian merah dan lava spilit;
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
•
Formasi Muarasoma (Mums) : argilit, metabatugamping, arenit, seperti pasir arenit, batusabak, metagunungapi, metatufa, metakonglomerat dan mungkin metawake.
Kampar Group berumur Tersier terdiri : • Formasi Pematang (Tlpe) : batulempung, serpih berkarbon, batupasir dan konglomerat; • Formasi Telisa (Tmt) : bataulanau berkarbon sampai gampingan, batupasir lanauan dan serpih, konglomerat, sedikit gampingan dan serpih glukonit; • Formasi Sihapas (Tms) : batupasir kuarsa, serpih berkarbon batulanau, konglomerat. b. Batuan Intrusi Berumur Permo-Trias, Jura Dan Kapur, Tersier (Oligosen – Eosen – Miosen – Pliosen) terdiri dari batuan : granodiorit, granit, diorit. c.
Batuan Gunungapi (Tersier) Terdiri dari batuan gunungapi tak terpisahkan, terutama lapisan batuan gunungapi, tidak menunjukan bekas pusat gunungapi. 7.3 Geologi daerah kegiatan Daerah kegiatan umumnya telah diselidiki sejak zaman Belanda dan oleh beberapa perusahaan di antaranya PT Mangani Mineral. 7.3.2 Geologi daerah Kinandam Secara morfologi daerah Kinandam termasuk dalam satuan morfologi perbukitan terjal dicirikan dengan perbedaan relief yang besar, kemiringan lereng lebih besar dari 30%. Secara umum batuan yang ditemukan di daerah ini dari muda ke tua adalah : • Batuan hasil letusan gunungapi atau agglomerat dengan material andesit basaltik dan bongkah andesit (10 – 40 cm) yang terpilah buruk dengan matriks tuffaan; • Stockwork, breksi dimana rekahan-rekahan diisi dan dikontrol oleh urat kuarsa. Riolit dengan kuarsa ± fenokris biotit dalam suatu leukokratik matrik berbutir halus kuarsaplagioklas-potasium feldspar. Mineral tersebut umumnya memperlihatkan lapisan berarah dan tekstur autobreksiasi; • Tuffa asam dan epiklastik yang berhubungan dengan aliran riolit; • Batuan gunungapi intermediate terdiri dari tuffa andesitik homogen, tuff lapili,
14 - 4
• agglomerate, aliran bersifat andesitik dan intrusi-intrusi kecil. Umur relatif dari unit-untit litologi tersebut diinterpretasikan Tersier Tengah untuk rangkaian batuan gunungapi intermediate basal, Tersier Atas sampai Kuarter Tengah untuk batuan gunungapi asam dan Tersier Atas untuk agglomerat. Waktu dan pengikisan ketidak selarasan diinterpretasi terjadi diantara batuan gunugapi basal, rangkaian batuan gunungapi asam dan agglomerat muda.
Gambar 3. Geologi daerah Balimbing
Gambar 2. Geologi daerah Kinandam 7.3.3 Geologi daerah Balimbing Morfologi daerah Balimbing termasuk satuan morfologi perbukitan terjal, yang merupakan morfologi umum pada daerah pertambangan di daerah Kabupaten Pasaman. Batuan yang terdapat di daerah ini adalah rangkaian batuan gunungapi asam terdiri dari riolit – riodasit, tufa (welded tuff) fragment terdiri dari kuarsa – biotit feldspar, breksi piroklastik dan sejumlah kecil andesit porpiritik – andesit basaltik.Secara tidak selaras di atas rangkaian batuan gunungapi ini pada kaki bukit diendapkan konglomerat polimiktik dan kerikil. Diperkirakan ini merupakan hasil dari sedimentasi muda di dalam Graben Sumpur yang diikuti oleh adanya patahan naik.
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
7.3.4 Geologi daerah Pamicikan Daerah ini diduduki oleh batuan gunungapi andesitik, batuan basaltik yang ditutupi oleh tufa. Beberapa batuan hanyutan yang ditemukan adalah kalsedon dan breksi dengan kandungan urat-urat kuarsa. 7.3.5 Geologi daerah Salibawan Litologi yang dominant di daerah ini adalah metasedimen dari Formasi Kuantan terdiri dari breksi gunungapi asam, piroklastik, genes granitik dan batuan gunungapi andesitik – basal andesitik. 7.4 Mineralisasi Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi bahan galian mineral logam seperti : emas, besi, timah hitam. Emas umumnya ditemukan pada Group Woyla dan batuan gunungapi, kromit pada batuan ultramafik terdiri dari Harzburgit, dunit, piroksenit, serpentinit, timah hitam pada batuan gunungapi. Selain bahan galian logam di daerah ini juga dapat ditemukan batubara pada Formasi Sihapas dengan ketebalan 1 – 3 m dan bahan galian industri serta bahan bangunan yang umumnya telah diusahakan oleh penduduk setempat. Bahan galian penting di daerah ini adalah emas dan perak yang telah di temukan sejak tahun
14 - 5
1907. Pada umumnya mineralisasi logam mulia tersebut berasosiasi dengan urat kuarsa (vein type epithermal) dengan ketebalan yang sangat bervariasi. 7.4.1. Kinandam Mineralisasi yang terbentuk berasosiasi setempat dengan batuan riolit. Zona breksiasi dengan lebar 5 – 40 m terjadi sepanjang kontak batuan riolit dan rangkaian batuan gunungapi asam. Zona ini mengandung stocwork, “hydraulic breccia” dan rekahan yang diisi urat kuarsa mikrokristalin sampai kristalin (kuarsa 5 – 80%) dikenal sebagai Urat Kinandam dan dikontrol oleh struktur berarah baratlaut-tenggara. Urat yang terdapat pada batuan riolit, dikenal ada tiga urat utama, yaitu : urat Kring dengan arah 135°, urat Kasai dengan arah 135° dan urat Tungang dengan arah 25°. Alterasi yang berkembang di daerah ini, adalah : filik (terdiri dari kumpulan kuarsa, lempung dan pirit) dan silisifikasi (kuarsa-pirit, ± kalsit). Kedua alterasi ini menunjukan proses hidrotermal temperatur rendah.
terdiri dari lapisan halus kalsedonik – kuarsa mikrokristalin, “cockade” dan tekstur breksi. Interval (m) 31.85–50.50 40.8 –50.50 60.00–66.45 66.45–127.45 76.45–82.45
Ketebalan (m) 18.65 9.65 6.45 61.00 6.00
Rata-rata (ppm) Au Ag Cu Pb Zn 0.75 4.05 5.30 6.40 8.00 1.27 5.91 7550 21.50 35720 0.51 2.70 4.40 10.00 16.40 0.15 0.09 13.47 13.47 78.22 1.20 0.53 15.00 47.00 79.00
Litologi Urt kuarsa Urt kuarsa Urt kuarsa Stockworked Btn gng.api
Tabel 1. Hasils analisis bor KND 001
Gambar 5. Penampang bor KND 001 Tabel 2. Hasils analisis bor KND 002
Gambar 4. Peta zona mineralisasi daerah Kinandam
Interval (m) 49.50–67.00
Ketebalan (m) 17.50
Au 1.70
Rata-rata (ppm) Ag Cu Pb 3.53 14 7
91–105.00
14.00
1.23
1.30
7.4.2 Balimbing Mineralisasi terbentuk pada batuan andesit, dasit dan riodasit. Hasil penyelidikan terdahulu di daerah ini dapat diindentifikasi terdapat 2 tipe mineralisasi, yaitu : Urat kuarsa sulfida rendah : yang ekonomis terdapat setempat-setempat, conto yang diperoleh dari Lobang Gunjo Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
17
26
Stockworked tuff lapili Stockworked tuff lapili
Tabel 3. Hasils analisis bor KND 003 Interval (m) 44.85-46.85 65.50-70.50
Hasil conto bor dengan kandungan emas tinggi di daerah Kinandam diperoleh dari bor KND 003 pada kedalaman 67.5 m pada urat kuarsa ketebalan 1 m dengan kandungan emas 5.2 g/t dan perak 2.0 g/t dan kandungan logam dasar rendah (15 ppm Cu, 4 ppm Pb, 6 ppm Zn). Tabel 1, 2 dan 3 menjelaskan ringkasan hasil bor KND 001, KND 002 dan KND 003.
18
Litologi Zn 29
Ketebalan (m) 2.00 5.00
Au 0.97
Rata-rata (ppm) Ag Cu Pb 4.00 20 13
2.16
0.76
16
4
Litologi Zn 73 8
Breksi – urat kuarsa Urat kuarsa
Urat kuarsa “stockwork” terjadi pada zona rekahan. Kandungan pirit < 5%, kandungan emas 30 ppm dan perak 875 ppm ditemukan pada suatu conto urat. Mineralisasi sulfida tinggi, dicirikan dengan kandungan pirit dan sulfida > 5% dengan kandungan emas mencapai 0.8 ppm dan perak 15 ppm. Pemerconto yang dilakukan oleh PT Mangani Mineral pada lobang tambang menunjukan 10 % conto mempunyai kandungan Au > 3 ppm dan Ag > 108 ppm. Diperkirakan mineralisasi pada lokasi 120 cm memberikan nilai Au 45 ppm dan Ag 487 ppm dan 8 meter dari titik
14 - 6
tersebut pada urat yang sama nilai Au menurun menjadi 1.9 ppm untuk Au dan 24 ppm untuk Ag, hal ini juga terjadi pada Lobang Sempit. Daerah yang dianggap menarik di daerah Balimbing mencakup luas ± 4 km² dan di daerah ini kegiatan penambangan oleh PETI masih berlangsung sampai saat ini (gambar 6).
metasedimen. Alterasi yang berkembang adalah silisikasi pada batuan breksi gunungapi. 7.5 Hasil analisis Analisis dilakukan terhadap 19 conto : a) Analisis mineral butir : 1 conto berasal dari S. Muara Tambangan menunjukan tidak ditemukan butiran emas, kromoto magnetit ? 47.60%, oksida besi 22.52 %, amfibol 7.03%, kuarsa 5.38%, kromit, epidot, garnet, biotit, kalkopirit, siderit dan rutil trace. b) Analisis kimia : • Tabel 4 menjelaskan hasil analisis batuan : Tabel 4 Kode Conto BJ/R01 BJ/R07 KND/R/09 KND/R13 KND/R12 KDO/R14 MT/F/17 SBL/R20 SRN/R23
Sb ppm <2 10 12,5 2 15 20 12,5 12,5 8
Mo ppm 4 5 4 2 <2 4 2 3 4
As ppm <2,5 <2,5 15 <2,5 10 10 30 7,5 25
Hg ppm 3,02 1062 546 466 2,66 3,07 1,14 0,93 4,84
Au ppm 0,8 4,22 7,36 0.01 110 37 0,64 74,8 3,66
Kandungan Cu 6 – 130 ppm , Pb 23 -95 ppm dan Zn 7 – 84 ppm.
Gambar 6. Daerah yang dianggap prospek pada daerah Tambang Balimbing Di daerah ini juga ditemukan endapan kaolin berupa endapan kaolin residual dperkirakan hasil dari alterasi dari batuan granit dimana mineral potas alumunium silika dan feldspar diubah menjadi kaolin. 7.4.3 Pamicikan Urat kuarsa terbesar yang ditemukan mempunyai lebar 1 meter terdiri dari beberapa urat kuarsa dengan kandungan oksida mangan 40%. Arah utama urat 320° - 300° dengan kemiringan 35° - 70°. Alterasi yang berkembang adalah serisit. Beberapa conto batuan hanyutan berupa urat kuarsa pada penyelidikan terdahulu mempunyai kandungan emas 34.5 ppm, urat kuarsa mangan-besian dengan lebar 1 m dari lobang “adit” mempunyai kandungan 13.1 ppm Au dan 30 ppm Ag serta semua conto batuan gunungapi mengandung emas < 5 ppm.
• Tailing dilakukan untuk mengetahui kandungan Hg dan emas, tabel 5 menjelaskan hasil analisis : Tabel 5 Kode conto BJ/TL/04 BJ/TL/03 KND/TL/11 KDO/TL/15 SBL/TL/22 SRN/TL/25
As ppm 5 30 10 5 35 15
Hg ppm 1356 666 489 594 550 372
Au ppm 11,9 3,78 10,6 8,76 18,12 2,19
• Hasil analisis sedimen sungai aktif tabel 6 : Tabel 6 Kode Conto BJ/D/02 BJ/D/06
Sb ppm 9 10
Mo ppm 3 5
As ppm 10 20
Hg ppm 12,72 552
Au ppm 1,9 3,39
• Lempung dengan kandungan unsur : SiO2 78.21%, Al2O3 13.79%, Fe2O3 0.94%, CaO 0%, MgO 0.20%, Na2O 0.25%, K2O 3,48% dan H2O 0.29%.
7.4.4 Salibawan Mineralisasi ditemukan pada breksi gunungapi dengan urat-urat tipis kuarsa dan pirit tersebar dan urat-urat kuarsa pada batuan Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
14 - 7
7.6 Penambanga Kegiatan pertambangan di daerah Pasaman dikenal terutama di daerah Kinandam, Balimbing, Salibawan dan Pamicikan untuk bahan galian emas, di beberapa daerah lainnya masyarakat setempat melakukan penggalian di aliran sungai untuk memperoleh emas dengan melakukan pendulangan seperti di daerah Muara Tambangan. Selain bahan galian emas beberapa bahan galian non logam telah diusahakan seperti kaolin daerah Bonjol (desa Ganggo Mudik), tanah liat di Kecamatan Rao Mapat Tunggal dan batugamping di daerah Kecamatan Talamau. a. Kinandam Penambangan dilakukan dari tahun 1917 – 1918 dan diperoleh 89 kg Au dan 60 kg Ag dari 6000 ton bijih. Produksi yang dicapai perhari adalah 10 – 15 ton bijih, dengan perbandingan Au : Ag 1 : 2 b. Balimbing/Bonjol Tambang Balimbing dari tahun 1931 - 1934 dapat menghasilkan 492 kg emas dan 335 kg perak dari 75.000 ton bijih dengan kadar bijih 6.6 gram/ton emas dan 4.5 gram perak dengan kapasitas penambangan 65 ton/hari. Di daerah ini antara lain di Desa Ganggo Mudik endapan kaolin pernah diusahakan oleh masyarakat untuk pembuatan kerajinan keramik, tetapi saat ini usaha tersebut telah terhenti. c. Pamicikan Penambangan dilakukan selama 3 tahun kira-kira pada tahun 1910 dan hasil penambangan di bawa dengan kuda ke pengolahan di daerah Kinandam. d. Salibawan Informasi yang didapat dari penduduk disekitar daerah ini bahwa aktifitas penambangan oleh Belanda dilakukan pada tahun 1928 – 1935 pada 3 lokasi : Tambang Surian, Tambang Rasam dan Tambang Sibeliung. 7.7 Cara penambangan Saat ini di daerah Kinandam, Balimbing, Pamicikan dan Salibawan panambangan dilakukan oleh penambang tanpa izin (PETI) dengan sistem tambang dalam dan menggunakan alat sederhana : linggis, balincong, palu, pacul dan lain-lain. Pembuatan lobang tambang dimulai dari bagian lerenglereng bukit ke arah mendatar menyerupai Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
terowongan. Tinggi terowongan ½ m – 1m dengan panjang bervariasi sesuai dengan panjang urat yang diambil, ada juga lobang mendatar ke arah lain (seperti “cross cut”) dan lobang tegak (seperti “shaft”) yang mengikuti arah urat. Dalam pembuatan lobang-lobang ini pengambilan urat/bijih dilakukan bersamaan dan untuk mengeluarkan bijih apabila lobang cukup panjang dilakukan dengan menggunakan kereta dorong sederhana dan lobang arah tegak menggunakan timba (ember yang diikat dengan tali). Umumnya pengambil bijih ini hanya dilakukan pada urat-urat yang kandungan emas tinggi. Diluar lobang material di masukan kedalam karung dan diangkut ketempat pengolahan untuk dipecah-pecah (ditumbuk) dengan menggunakan palu sampai ukuran sekitar 0,5 cm – 1 cm. Setelah ditumbuk material dimasukan ke gelundungan yang berisi batangan besi atau bola besi dan diputar dengan menggunakan tenaga air sampai ukuran kirakira 10 mesh selanjutnya ditambah air raksa untuk dilakukan proses amalgamasi selama selama 8 – 24 jam,. Karena penggerak gelundungan menggunakan tenaga air, umumnya pengolahan dilakukan pada aliran sungai atau aliran air sungai dialirkan dengan membuat saluran ke kincir air penggerak gelundungan, di daerah Kinandam beberapa penambang menggunakan tenaga generator diesel untuk pengolahan bijih emas ini. Setelah proses amalgamasi selesai dilanjutkan dengan proses pemisahan antara amalgam dengan tailing dengan cara dekantasi atau panning. Amalgam yang masih bercampur dengan air raksa disaring biasanya dengan kain/bahan kaos untuk memperoleh amalgam (Au, Ag dan Hg) dan kemudian digarang pada suhu 400° C untuk dijadilan bullion. Dengan menambahkan flux (borax dan soda abu) bullion ini ditempatkan di cawan selanjutkan dipanaskan pada suhu sekitar 1000° C sehingga diperoleh emas dan perak. Umumnya pembakaran bullion dilakukan dekat pengolahan atau di kampung. Dari kegiatan penambangan ini dikwatirkan terjadi pencemaran lingkungan disebabkan oleh adanya air raksa yang bercampur tailing hasil proses amalgamasi yang langsung dibuang ke sungai atau ditampung dalam bak di dekat pengolahan yang apabila hujan turun air sungai meluap akan menggenangi bak-bak tersebut sehingga material terbawa air sungai ke hilir. Pencemaran dapat juga terjadi saat peleburan amalgam yang dilakukan dalam alat yang terbuka.
14 - 8
8. PEMBAHASAN KONSERVASI BAHAN GALIAN Beberapa aspek konservasi yang perlu dibahas akibat penambangan yang telah dilakukan dan penambangan oleh para PETI dapat dijelaskan sebagai berikut. 8.1 Cara penambangan Pembuatan lobang tambang (lobang bukaan) oleh PETI umumnya dimulai dari lereng-lereng bukit dengan tinggi ½ m – 1 m dan kadang-kadang tanpa kayu penyangga dan ventilasi. Untuk penambangan yang benar pembuatan lobang bukaan mempunyai ketinggian sekitar 1.5 m – 2.0 m dan lebar sekitar 1 m serta dilengkapai dengan kayu penyanggah untuk daerah batuan yang lemah. Apabila terowongan mencapai 50 m harus dilengkapi dengan ventilasi atau pengatur udara. Hasil penggalian berupa tanah atau batuan yang tidak mengandung emas dan tailing dapat digunakan sebagai material untuk menutup lobang-lobang yang sudah tidak mengandung emas lagi. Penggalian yang dilakukan oleh para PETI untuk memperoleh material mengandung emas umumnya memberi kecenderung tertinggalnya bahan galian, karena umumnya mereka hanya mengambil urat-urat berkadar tinggi. Beberapa conto batuan/urat mempunyai kandungan emas 110 ppm. 8.2 Cara pengolahan Analisis beberapa conto tailing memperlihatkan kandungan emas dan Hg yang cukup tinggi. Hal ini dapat diakibatkan oleh cara pengolahan yang tidak optimal dengan mengabaikan aspek lingkungan. Pengolahan yang dilakukan oleh PETI umumnya batuan langsung diproses dengan cara amalgamasi memakai gelundungan yang berfungsi ganda, yaitu sebagai penggiling dan tempat kontak antara air raksa dengan emas dan perak. Pengolahan yang dilakukan dengan cara demikian (amalgamasi langsung) biasanya menyebabkan kehilangan air raksa yang cukup besar sekitar 1 – 2 kg per ton bijih (Syari Munir, 1993). 8.3 Sumber daya tertinggal Tidak diperoleh data mengenai besarnya sumber daya pada tambang Kinandam, Balimbing, Pamicikan dan Salibawan dari hasil penyelidikan terdahulu. Pemboran dan penyelidikan yang dilakukan PT Mangani Mineral di daerah Kinandam maupun di daerah Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
Balimbing, Pamicikan dan Salibawan juga tidak menginformasikan sumber daya yang ada. Dari hasil pemboran tersebut perusahaan telah memperkirakan bahwa potensi bahan galian emas di daerah ini tidak ekonomis untuk tambang sekala besar. Sampai saat ini tidak diketahui besarnya produksi emas dari hasil kegiatan PETI, apabila diperkirakan perolehan perhari setiap kelompok di daerah Kinandam 1 - 4 gram maka dalam 20 tahun terakhir emas yang telah diperoleh oleh para PETI mencapai antara 144 kg – 576 kg emas. Dari hasil perolehan para PETI daerah ini mungkin saja daerah ini atau daerah lainnya dapat dikembangkan menjadi tambang sekala kecil, akan tetapi untuk memperkirakan sumber daya tertinggal di daerah-daerah bekas tambang pada daerah diperlukan penyelidikan lebih lanjut 8.4 Upaya optimalisasi bahan galian Untuk mengupayakan bahan galian tertinggal di dalam tambang perlu dilakukan eksplorasi rinci. Upaya lain adalah dengan memantau atau memberi bimbingan atau arahan kepada para PETI sehingga dapat melakukan penambangan dan pengolahan secara benar. 8.5 Dampak negatif dari PETI Dampak negatif yang kelihatan nyata dilapangan adalah kerusakan lingkungan akibat penggalian, material hasil penggalian dibuang pada aliran sungai seperti di daerah Balimbing. Dengan kemiringan lereng yang curam suatu waktu dapat mengakibatkan terjadinya longsoran. Pencemaran juga terlihat dengan berubahnya warna air sungai akibat tailing yang tidak dikelola dengan baik, umumnya para penambang memasukan tailing kedalam karung plastik yang mudah rusak dan ditumpuk dekat gelundungan atau membuat bak yang relatif kecil. Hal ini dilakukan dekat aliran air sungai atau di bantaran-bantaran sungai yang mana apabila hujan turun tailing tersebut dapat hanyut ke dalam sungai. Analisis yang dilakukan pada beberapa sedimen sungai memperlihatkan kandungan Hg yang tinggi, hal ini menunjukan pencemaran lingkungan disekitar penambangan sudah sangat tinggi. Dikarenakan umumnya penambangan dilakukan di hulu-hulu sungai pencemaran ini juga akan mempengaruhi kualitas air sungai di hilir dan akan mempegaruhi kesehatan bagi penduduk yang tinggal di sepanjang sungai yang menggunakan air sungai tersebut.
14 - 9
8.6 Bahan galian lain Kaolin merupakan bahan galian non logam yang pernah diusahakan di daerah Bonjol (Bukit Laban dan Bukit Tali) penyebaran kaolin ini diperkirakan kearah selatan yaitu di daerah Tanjung Bunga, akan tetapi saat ini tidak ada lagi kegiatan penambangan. Hasil penyelidikan pada tahun 1984 diperkirakan sumber daya 125.000.000 ton dan cadangan murni 37.500.000 ton (Kiagus Ujang, 1984). Keterdapatan kaolin ini berada pada dan dekat lokasi penambangan emas, sehingga dalam penambangan emas keberadaan endapan kaolin ini harus diperhatian agar tidak tergali dan terbuang sehingga tidak terjadi penyianyiaan bahan galian. Analisis yang dilakukan terhadap 1 conto lempung pada kegiatan ini tidak dapat mencerminkan keseluruhan endapan lempung di daerah ini, untuk mengetahui kualitas dan jenis lempung dapat dilakukan dengan penyelidikan lebih rinci. 8.7 Hutan lindung Dalam mengatasi kegiatan PETI pemerintah dapat melakukan pendekatan agar para PETI membentuk semacam badan hukum seperti koperasi sehingga dapat diarahkan untuk mendapatkan kemitraan usaha dengan pengusaha atau investor. Hal ini juga akan memudahkan pemerintah daerah untuk mengontrol kegiatan pertambangan di daerahnya sehingga pengembangan bahan galian dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Akan tetapi Pemerintah Kabupaten Pasaman menghadapi kendala dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Kabupaten Pasaman terutama Kabupaten Pasaman Timur merupakan kabupaten yang paling kena dampak, karena dengan adanya undang-undang ini hampir 80% daerahnya merupakan hutan lindung, sehingga kegiatan yang akan dilakukan di daerah ini akan terbentur oleh undang-undang tersebut.
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
PETALOKASI TAMBANGDANWILAYAHHUTAN 100
%
30
0
30 km
% Rao
KETERANGAN % % % Panti
Muara Tambangan %
%
% %Talu
%Air Bangis
%
Cagar Alam Intag1992 Konservasi 1994 BatasKabupaten
Salibawan
%
Simpangempat
%
% Lubuksikaping
% %
0
%
Jalan Kota
# Lokasi Tambang
%
Kinandam Pamicikan
Balimbing % Bonjol
0
100
Gambar 7. Lokasi tambang dan wilayah hutan KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a) Mineralisasi di daerah bekas tambang di daerah Pasaman umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa (vein type epithermal) dengan ketebalan yang sangat bervariasi. Ubahan-uabahan yang terjadi pada batuan umumnya berupa : silisifikasi, serisitisasi, argilisasi/argilik dan filik ; b) Tambang Kinandam selama tahun 1917 – 1918 menghasilkan 89 kg Au dan 60 kg Ag, tambang Balimbing selama tahun 1931 - 1934 dapat menghasilkan 492 kg emas dan 335 kg perak dan tambang lainnya tidak ada data. c) Penyelidikan dan pemboran yang dilakukan oleh PT Mangani Minerals nilai tertinggi sebesar 5,2 ppm diperoleh dari bor KND003 dan disimpulkan bahwa nilai rata-rata kandungan emas dalam urat di daerah ini adalah 0,74 ppm Au. Sehingga perusahaan merekomendasikan daerah Kinandam, Balimbing, Pamicikan dan Salibawan tidak ekonomis untuk tambang sekala besar; d) Tidak ada data mengenai besar sumber daya di bekas tambang di daerah Pasaman dan jumlah produksi emas yang telah diperoleh oleh PETI semenjak dilakukannya kegiatan penambangan oleh para PETI, menyulitkan untuk mengetahui besarnya sumber daya tertinggal; e) Pencemaran lingkungan akibat pembuangan libah hasil pengolahan kegiatan PETI sampai saat ini belum
14 - 10
menjadi suatu masalah di daerah ini, walaupun hasil analisis terhadap tailing dan endapan sedimen sungai menunjukan kandungan Hg yang tinggi; f) Keberadaan endapan kaolin di daerah Bonjol dapat dikaji ulang untuk mengetahui besar cadangan, kualitas serta manfaatnya bagi pembangunan daerah setempat; g) Dengan adanya Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pemerintah daerah Pasaman khususnya Kabupaten Pasaman Timur menghadapi kendala untuk mengelola sumber daya alamnya, khususnya sumber daya mineral. h) Daerah Kinandam termasuk dalam wilayah Cagar Alam dengan adanya UU 41 tahun 1999 pasal 24 (Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional) tidak dimungkin lagi dilakukan kegiatan penambangan baik oleh PETI maupun oleh uasaha berbadan hukum. 5.1 Saran a) Untuk mengetahui potensi bahan galian di daerah daerah Pasaman, pemerintah daerah setempat perlu melakukan kerjasama dengan instansi terkait atau bahkan investor untuk melakukan penyelidikan lebih rinci; b) Tidak dilanjutkannya kegiatan PT Mangani Minerals sampai ke penambangan di empat daerah tersebut dengan alasan endapan emas di daerah ini tidak ekonomis untuk ditambang sekala besar, akan tetapi di daerah tersebut sampai saat ini para PETI masih melakukan kegiatan secara intensif dengan hasil 1 – 4 gr emas per kelompok. Untuk mengetahui potensi bahan galian emas di daerah ini untuk usaha Tambang Sekala Kecil atau Wilayah Pertambangan Rakyat yang dikelola oleh Pemerintah Daerah atau koperasi; c) Saat sekarang dimana penambangan dilakukan oleh para PETI, panambangan yang dilakukan tidak sistematis, peralatan yang terbatas, cara pengolahan yang kurang baik, menyebabkan produksi tidak maksimal. Apabila kelompok PETI menjadi suatu kegiatan yang berbadan hukum akan lebih mudah di arahkan untuk mendapat kemitraan usaha atau bimbingan sehingga kegiatan penambangan dan pengolahan akan lebih terarah dan baik; d) Berdasarkan Undang-undang no. 41 tahun 1999 pasal 38 : Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. (2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. (5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan undang-undang tersebut mungkin saja Pemerintah Daerah dapat membentukan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di wilayah hutan lindung sehingga pengelolaan bahan galian di daerah ini dapat diawasi dan dari hasil pengelolaan bahan galian tersebut akan diperoleh restribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
14 - 11
DAFTAR PUSTAKA Hanafi Saad, 1989, Contract Of Work Final Exploration Report West Sumatera, Vol I : text and appendices, PT Mangani Minerals 1989. Hellman, P.L., dan Turvey, D.J., 1986, Final Geological Report, Voll II, PT Manganai Minerals, Bukittinggi, March 1986. Kiagus Ujang, 1984, Penyelidikan Endapan Kaolin Di Daerah Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sekretariat Departemen Pertambangan Dan Energi, Kanwil Pertambanagn Dan Ener, Padang 1984.
Foto 1. Pengolahan emas di daerah aliran sungai
Marzuki Mahdi AK. Dkk. 1989, Laporan Bimbingan dan Pengawasan Tehnik Pertambangan / Pendulangan Emas Rakyat dan Kontrak Karya di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Rock, N.M.S., Aldiss, D.T., Aspden, J.A., Clarke, M.C.G., Djunudin, A., Kartawa, W., Miswar, Thompson, S.J., dan Whandoyo, 1983, Geologic map of the Lubuk Sikaping Quadrangle, Sumatera. Geol. Survey Indonesia 1 : 250.000 sheet;
Foto 2. Tailing hasil pengolahan di masukan dalam karung
Syafri Munir, 1993, Tata cara Pengolahan Bijih Emas Secara Manual – Sederhana, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung 1993. S. Kamal, S. Johari dkk, 1984, Hasil Penyelidikan Tindak Lanjut Di Daerah Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat, Proceedings Kolokium Direktorat Sumber Daya Mineral, Bagian II, Februari 1984.
Foto 3. Gelundungan yang digerakan oleh generator diesel dan bak pembuangan tailing
Tarmizi MHD Abduh 1970, Konservasi Mineral Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Foto 4. Lobang tegak/shaft untuk mengangkut material di buat oleh PETI
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
14 - 12
Laporan Akhir Tim Pasaman TA 2005.
13