PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
INVENTARISASI BAHAN GALIAN PADA WILAYAH PETI DAERAH KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU Rohmana, Zamri Ta’in Kelompok Program Penelitian Konservasi
Sari Kegiatan inventarisasi bahan galian pada wilayah PETI dilakukan di Desa Siabu, Kecamatan Salo dan Desa Bukit Melintang, Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Pada daerah ini terdapat lokasi bekas penambangan timah zaman Belanda. Kegiatan PETI hampir tidak pernah melakukan kegiatan eksplorasi cadangan. Kegiatan utama PETI umumnya adalah eksploitasi dan produksi terhadap bahan galian tersebut. Daerah kegiatan mempunyai potensi bahan galian logam timah tipe endapan aluvial dan,bahan galian lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Bahan galian timah di daerah kegiatan secara geologi regional banyak terdapat di Formasi Petani, nampak di jumpai di sekitar Sungai Siabu dan Sungai Lipai. Depositnya bersifat sekunder, sumber materialnya berasal dari batuan beku granit yang merupakan intrusi batuan beku yang muncul di permukaan bukit barisan. Inventarisasi bahan galian pada bekas wilayah tambang yang tercakup pada areal kegiatan PETI telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau meliputi: pemetaan topografi, pemetaan geologi, pemetaan geokimia, pemetaan Geofisika, pemboran dan perhitungan cadangan. 1. PENDAHULUAN Usaha pertambangan yang telah berhenti oleh sebab habisnya cadangan ekonomis maupun karena masalah lainnya, seringkali meninggalkan bahan galian yang masih memiliki potensi ekonomis pada saat sekarang maupun pada masa mendatang. Selain itu usaha pertambangan umumnya tidak mengolah bahan galian lain dan mineral ikutan, sehingga tidak memperhatikan peningkatan nilai tambah suatu bahan galian pada suatu lokasi tambang. Pada kegiatan PETI hal ini sering tejadi karena cara mengelola bahan galian tidak secara sistematis dan optimal sesuai dengan kaidah konservasi bahan galian. Dalam rangka pemanfaatan bahan galian secara optimal dan sesuai dengan kaídah konservasi perlu dilakukan inventarisasi bahan galian pada wilayah bekas tambang dan PETI. Terinventarisirnya data tentang potensi bahan galian daerah bekas tambang dan wilayah PETI di daerah Kabupaten Kampar diharapkan perencanaan dan penentuan kebijakan yang berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan bahan galian dapat berjalan dengan baik.
1.1. Latar Belakang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau secara geologi merupakan daerah yang berpotensi memiliki bahan galian yang cukup berarti, seperti bahan galian logam, batubara dan industri lainnya. Di beberapa lokasi bahan galian tersebut telah diusahakan sampai tahap penambangan baik dilaksanakan oleh perusahaan asing maupun perusahaan dalam negeri atau oleh rakyat setempat. Dibeberapa daerah kegiatan pertambangan telah berhenti, hal ini dapat disebabkan oleh karena habisnya cadangan ekonomis atau karena masalah lain dan seringkali meninggalkan bahan galian yang masih memiliki potensi untuk dikelola secara menguntungkan pada saat sekarang maupun pada masa mendatang. Selain itu usaha pertambangan umumnya tidak memanfaatkan bahan galian lain dan mineral ikutan, sehingga manfaat yang dapat diperoleh dari bahan galian lain dan mineral ikutan untuk peningkatan nilai tambah suatu bahan galian pada suatu lokasi tambang tidak optimal. Dari kegiatan inventarisasi bahan galian pada wilayah PETI dengan ruang lingkup penanganan sisa cadangan, pendataan bahan
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
galian, pemanfaatan bahan galian dan mineral ikutannya diharapkan dapat memberikan informasi data keberadaan potensi bahan galian daerah terkait yang selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam pengelolaannya. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan ini yaitu melakukan penerapan aspek konservasi sumber daya bahan galian, diantaranya dengan melakukan inventarisasi potensi bahan galian pada wilayah PETI dengan melakukan kegiatan pengumpulan data dan informasi meliputi : sebaran, jenis bahan galian dan segala aspeknya (ekonomi, sosial, lingkungan dll.) Tujuan kegiatan inventarisasi potensi bahan galian pada wilayah PETI adalah terinventarisasinya potensi sumberdaya/ cadangan bahan galian, pada wilayah PETI agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat luas. 1.3. Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah Lokasi kegiatan di daerah Kampar, jarak pencapaiannya sekitar ± 100 km dari Pekan Baru. Secara administratif daerah kegiatan inventarisasi potensi bahan galian pada wilayah PETI termasuk ke dalam daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, (Gambar 1). Kesampaian daerah kegiatan dapat dilakukan dengan cara: 1. Perjalanan dapat menggunakan pesawat terbang reguler dari Jakarta-Pekan Baru, dilanjutkan dengan kendaraan roda empat dari Pekan Baru ke lokasi kegiatan. 2. Mempergunakan kendaraan roda empat/ bis dari Bandung hingga ke kota Pekan Baru, kemudian menggunakan kendaraan roda empat ke lokasi kegiatan. Daerah kegiatan berbentuk bentang alam relatif datar sampai berbukit atau bergelombang tetapi tidak curam (undulating) dengan ketinggian 100 M sampai 500 M di atas permukaan laut. Terbentuknya bentangalam di daerah tersebut melalui proses pengangkatan lapisan batuan setelah terjadinya proses sedimentasi yang kemudian mengalami proses erosi air permukaan (Run Off). Iklim di daerah ini termasuk iklim tropis dengan kisaran suhu antara 24º C hingga 34º
C. Musim penghujan mulai pada bulan April hingga bulan September dan musim kemarau mulai pada bulan Mei hingga bulan Agustus. Penduduk asli di daerah kegiatan berasal dari suku Melayu dengan ditambah penduduk suku pendatang seperti Jawa, Sunda, Batak, Minang Nias dll. dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Mata pencaharian penduduk adalah berkebun karet, berkebun sawit, berdagang, Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta dan penambang sebagai pekerjaan sambilan.
2. METODOLOGI 2.1. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder meliputi pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan materi kegiatan yang akan dilakukan dan umumnya dilakukan sebelum melakukan kegiatan lapangan. Data sekunder yang berhubungan dengan kegiatan ini antara lain kondisi geografis, demografi, tata guna lahan, kondisi geologi, mineralisasi, potensi bahan galian dan sejarah kegiatan pertambangan yang ada di lokasi kegiatan. Selain itu dilakukan pula perencanaan kegiatan lapangan yang meliputi rencana pengambilan jenis-jenis conto dan lokasi-lokasi yang akan diinventarisir di lapangan. Beberapa sumber yang dapat dijadikan sebagai data sekunder adalah hasilhasil penyelidikan terdahulu yang bersifat inventarisasi, penelitian dan pengawasan, baik berupa hardcopy maupun digital yang berasal dari instansi-instansi pemerintah seperti hasil kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi, Pusat Survey Geologi dan dari berbagai situs di internet yang berkaitan dengan materi kegiatan. 2.2. Pengumpulan Data Primer dan Pemercontoan Pengumpulan data primer dilakukan pada beberapa lokasi terpilih secara garis besar metoda yang digunakan pada kegiatan ini dapat dibagi dalam tahapan : a) Pengumpulan data sekunder yang terkait. b) Memetakan beberapa lokasi PETI c) Pengambilan conto endapan aluvial d) Pemercontoan tailing e) Pemercontoan batuan.
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
•
•
•
Pemercontoan Endapan Aluvial Pengambilan conto endapan aluvial di daerah kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui kandungan timah dan mineral ikutan lainnya dengan cara memasukkan material conto ke dalam ember yang berukuran 5 liter dan selanjutnya didulang. Dari hasil pemercontoan konsentrat dulang terkumpul sebanyak 27 conto. Kosentrat dulang tersebut dianalisis dengan cara mineralogi butir untuk diperoleh jenisjenis kandungan mineral berat, bentuk mineral, kuantitas dan interpretasi genesanya. Diharapkan dari kuantitas mineral dalam konsentrat dulang yang diukur akan dapat ditafsirkan sumber daya pada masing-masing lokasi. Pemercontoan tailing Pemercontoan tailing dilakukan untuk mengetahui kandungan timah dan mineral ikutan lainnya yang masih terdapat dalam tumpukan tailing di bagian bawah dari sluice box. Pengambilan conto tailing ini dilakukan dengan cara memasukkan material tailing ke dalam ember berukuran 5 liter, kemudian didulang untuk memperoleh kandungan mineral beratnya yang kemungkinan masih mengandung timah dan mineral ikutan lainnya. Pada kegiatan ini terkumpul sebanyak 2 conto tailing. Conto-conto tailing tersebut dianalisis secara mineralogi butir untuk diketahui kandungan mineral beratnya, bentuk butir dan interpretasi genesanya. Analisis mineralogi butir dilakukan di laboratorium Fisika Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi. Pemercontoan batuan Pengambilan conto batuan dilakukan pada batuan yang diperkirakan mengandung timah dan mineral ikutan lainnya yang dilakukan di Bukit Panggang. Pada kegiatan pengambilan conto batuan terkumpul sebanyak 5 conto batuan, 5 conto batuan dianalisa kandungan unsurnya seperti, Sn, W, Cu, Pb, Zn, As, Sb, Mo dengan metoda AAS dan 1 conto selain dianalisa kandungan unsur seperti diatas juga dianalisa unsur kandungan Major element seperti: SiO2, Fe2O3, Al2O3,
TiO2, CaO, MgO, SO3, Na2O3, H2O dan HD dengan metoda konvensional basah yang dilakukan di Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi. Peta lokasi Pemercontoan dapat dilihat pada Gambar 3. •
Penentuan titik koordinat pemercontoan Penentuan titik koordinat setiap pemercontoan dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pada waktu menempatkan lokasi pemercontoan pada peta dasar. Pada kegiatan ini digunakan GPS merk Garmin type XL 12.
2.3. Analisis Conto di Laboratorium Keseluruhan pemercontoan geokimia hasil kegiatan lapangan yang berupa conto konsentrat dulang, pasir, tailing dan batuan, dianalisis di Laboratorium Fisika Mineral dengan menggunakan metode mineralogi butir dan sebagian conto dianalisis dilakukan di Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi dengan menggunakan metoda Atomic Absorption Spectrometry (AAS) dan konvensional basah. 2.4. Pengolahan Data dan Pelaporan Data yang diperoleh berupa data sekunder dan data primer berupa conto-conto seperti pada tabel di atas dan ditunjang dengan hasil pengamatan di lapangan. Kemudian dilakukan analisis berdasarkan data objektif yang diperoleh dari hasil analisis conto di laboratorium dengan kondisi lapangan seperti lokasi-lokasi penambangan dan pengolahan bijih, kondisi geologi dan mineralisasi, Hasil pengolahan data dan analisis dituangkan dalam bentuk laporan yang berisi antara lain hasil inventarisasi potensi bahan galian, peta lokasi pemercontoan, evaluasi pengembangan dan pemanfaatan bahan galian baik berupa bahan galian utama, bahan galian lain dan mineral ikutannya. 3. POTENSI BAHAN GALIAN PADA WILAYAH PETI 3.1. Geologi Daerah Kegiatan Hasil penyelidik terdahulu Bambang Setiawan dan Endang Suwargi (1983), bahwa
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
daerah kegiatan terdiri dari satuan batuan yang umurnya bervariasi dari Paleozoikum hingga Resen. Bagian terbesar daerah kegiatan merupakan suatu seri batuan sedimen berumur Permo-Karbon yang sebagian mengalami malihan derajat rendah. Seri batuan ini merupakan suatu endapan ”marine shelf sediments” yang membentuk pegunungan berarah NW-SE dimana setempat-setempat diisi oleh endapan sedimen berumur endapan sedimen berumur Tersier. Formasi yang tertua dari seri batuan ini adalah Formasi Kuantan yang dibentuk oleh satuan batuan serpih, batusabak, filit, sekis, batugamping, klastik dan batupasir sedangkan Formasi Bohorok yang ada diatasnya dibentuk oleh stuan batupasir mengandung tufa dan batupasir ”wackes”. Batuan sedimen Pra-Tersier lainnya adalah Formasi Tuhur yang diperkirakan berumur Trias, formasi ini dibentuk oleh satuan batuan batusabak dan serpih dengan sisipan batupasir. Intrusi batuan granitik diduga terjadi pada masa Mesozoikum, dilapangan pengaruh intrusi ini dapat terlihat dengan adanya gejala malihan sentuh pada batuan yang diterobosnya yaitu batuan sedimen yang berumur PermoKarbon. Sesudah suatu perioda yang ditandai dengan adanya pengangkatan, perlipatan intrusi batuan beku serta erosi batuan PraTersier kemudian disusul oleh pembentukan batuan sedimen berumur Tersier yang diawali dengan breksi dan konglomerat pada bagian dasarnya. Formasi Pematang yang berumur antara Eosen-Oligosen dicirikan oleh satuan litologi breksi-konglomerat dengan sisipan batupasir, batulempung, batulanau dan dan batulumpur, formasi ini diendapkan dalam lingkungan pengendapan air tawar (”fluviatileIacrustine-paludal”). Formasi Sihapas kemudian menutupi Formasi Pematang secara tidak selaras yang berumur Miosen Bawah dan satuan batuan yang membentuknya terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau, batulanau dan serpih. Lingkungan pengendapan pada formasi ini bervariasi mulai dari ” fluviatile”, ”Iacrustine”, ”deltaic” hingga ”neritic”.
Formasi Telisa yang berumur MiosenTengah menutupi Formasi Sihapas secara selaras, formasi ini dibentuk oleh satuan batuan serpih, batulanau, batulempung, napal dan batupasir glaukonit. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan pengendapan ”marine” yang dicirikan dengan adanya fosil foram dan plankton. Formasi Petani yang berumur Pliosen diendapkan diduga tidak selaras di atas Formasi Telisa yang dibentuk oleh satuan batuan serpih dengan sisipan batupasir dan batulanau, formasi ini diendapkan dalam lingkungan pengendapan yang bervariasi dari ” fluviatile” hingga ”litoral”. Batuan vulkanik berkomposisi antara andesit dan basalt diduga berumur MioPliosen, batuan ini menutupi Formasi Bohorok dan Formasi Sihapas. Batuan Kwarter umumnya adalah alluvial yang terdiri dari kerikil, pasir dan lempung, di daerah kegiatan batuan ini dapat dipisahkan menjadi dua satuan geologi yaitu Formasi Minas yang berumur Pleistosen dan Alluvium muda yang berumur Resen. Peta geologi daerah Kabupaten Kampar dapat dilihat pada gambar 2. 3.1.1. Struktur Evolusi struktur Sangat berkaitan erat dengan proses yang terjadi selama interaksi dan benturan antara lempeng Samudra Hindia dan lempeng Asia. Menurut Katili (1974), zona subduksi pada zaman Perm yang menujam ke Timurlaut menuju benua Asia diikuti kemudian oleh pembentukan batuan beku granitik pada masa Mesozoikum, sedangkan proses subduksi pada zaman Kapur Tengah hingga Kapur Atas menyebabkan terjadinya deformasi dan malihan derajat rendah pada komplek batuan dasar PermoKarbon. Sebagian dari proses ini dapat terlihat di daerah kegiatan, antara lain adanya deformasi dan malihan derajat rendah pada Formasi Kuantan dan Formasi Bohorok serta terdapatnya batuan granitik yang berumur Mesozoikum. Sesudah terjadinya proses deformasi dan pengangkatan yang dicirikan dengan pembentukan geantiklin, komplek batuan dasar mengalami erosi yang kuat dan terbentuklah endapan-endapan molasa pada cekungan-
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
cekungan antar pegunungan (“intra montane basine”) dan dibatas sisi dari geantiklin (“mountain front”), di daerah kegiatan proses ini ditandai dengan terbentuknya batuan redimen berumur Tersier yaitu Formasi Pematang, Sihapas, Telisa dan Petani. Selain itu kegiatan tektonik juga menyebabkan terjadinya sesar geser (“transcurrent faulting”) dan sesar bongkah (block faulting”) yang menyebabkan terjadinya zona sembul dan zona turban. Mertosono dan Nayoan (1974) mendapatkan adanya dua pola liniasi struktur di daerah Sumatera Tengah dimana yang Tertua menunjukkan kecenderungan arah NNW - SSE dan yang lebih muda menunjukkan kecenderungan NW - SE. Pola struktur berarah NNW-SSE diduga berasosiasi dengan pola struktur Para -Tersier yang berada di Malaysia sedangkan pola struktur berarah NW - SE merupakan bagian dari pola struktur regional Sumatera. 3.1.2. Mineralisasi Penyelidik terdahulu (Bambang Setiawan dkk., 1983), bahwa mineralisasi di daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi dua jenis mineralisasi yaitu mineralisasi sulfida dan mineralisasi oksida. Mineralisasi sulfida terdiri dari mineral-mineral pirit, galena dan kalkopirit. Mineralisasi pirit sangat umum dijumpai pada daerah-daerah yang mengalami gangguan tektonik seperti oleh perlipatan atau sesar. Mineralisasi-mineralisasi pirit ini umumnya didapati mengisi retakan-retakan pada batuan sebagai generasi epigenetik, di mana berdasarkan pengamatan mineragrafi diduga paling sedikit terdapat dua generasi mineralisasi. Persentasenya bervariasi mulai dari <1% sampai ± 75%, persentase yang tinggi umumnya dijumpai pada daerah-daerah sekitar zona sesar (“breksiasi-mineralisasi"), sedangkan persentase yang agak rendah dijumpai di daerah-daerah yang berasosiasi dengan zona perlipatan. Mineralisasi kalkopirit dengan presentase <1% ("traces") dijumpai disekitar intrusi granit pegmatit, mineralisasi ini didapati mengisi rekahan pada granit aplit. Mineralisasi oksida yang utama adalah kasiterit, mineralisasi ini berasosiasi dengan urat-urat kwarsa-kasiterit yang mengisi rekahan-rekahan pada batupasir tufaan dari Formasi Bohorok. Arah jurus dari urat-urat ini
adalan antara N - S dan NW - SE dengan kemiringan antara 50 – 70º. Gejala ubahan yang teramati pada daerah sekitar kontak urat-urat tersebut di antaranya ialah greisenisasi, pengersikan dan kaolinisasi. 3.2. Bahaan Galian Daerah kegiatan mempunyai potensi bahan galian logam timah tipe endapan aluvial. Disamping keterdapatan endapan timah, juga ada bahan galian lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan seperti: pasir sungai, krikil – krakal kwarsa, lempung dan lain-lain. Bahan galian timah di daerah kegiatan secara geologi regional banyak terdapat di Formasi Petani, nampak di jumpai di sekitar Sungai Siabu dan Sungai Lipai. Depositnya bersifat sekunder, sumber materialnya berasal dari batuan beku granit yang merupakan intrusi batuan beku yang muncul di permukaan bukit barisan. Ada 4 tipe batuan intrusi granit yaitu: • Granit Giti: Granit mengandung timah dan pegmatit, turmalin. • Granit Pulau Madang: Pedaunan, sebagian granit genes • Granit Ulak: Granit Pedaunan • Granit yang tak teruraikan Proses yang membantu terjadinya deposit yaitu proses pelapukan, proses run off, maupun proses struktur geologi berupa perlipatan maupun patahan pada Formasi Bohorok ke Formasi Petani. Kegiatan dan tahapan eksplorasi jenis bahan galian yang telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau di daerah Kabupaten Kampar diantaranya: • Batubara Batubara di Kabupaten Kampar yang berada di daerah Kecamatan XIII Kota Kampar, tersingkap pada tebing-tebing, keterdapatannya pada kedalaman bervariasi dengan kualitas nilai kalori mencapai 6.560 kal/gr, kadar belerang 1,79 %, kadar abu 14,2 % dengan jumlah cadangan batubara mencapai 58.000.000 ton. Sedangkan di daerah Kecamatan Desa Muara Selaya/Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, luas area 7000 Ha., dengan cadangan 55.000.000 Ton. •
Timah
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
Informasi data dari hasil kegiatan penelitian “Studi Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Galian Timah dan Mineral Ikutannya di Kabupaten Kampar” Tahun 2005, yang dilakukan oleh PT. Oxalis Subur yang bekerjasama dengan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau, diperoleh informasi data cadangan timah dengan luas areal penelitian 75,6 hektar, lokasi di daerah Desa Siabu mempunyai jumlah total cadangan terukur sebesar 208.268,87 ton. 3.3. Pertambangan 3.3.1. Sejarah Pertambangan Penambangan Timah di Desa Siabu Kecamatan Salo dan di S. Pinang, Desa Bukit Melintang Kecamatan Bengkinang Barat, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan di masa itu penambangan sudah dilakukan dengan menggunakan kapal keruk bertenaga diesel. Kekalahan bangsa Belanda dari negara Jepang menandai berakhirnya penambangan timah oleh Belanda. Pada tahun 1972 penambangan timah mulai dilakukan oleh PT. Timah yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara. Ketika cadangan timah sudah tidak ekonomis lagi untuk ditambang dengan produksi yang besar, PT. Timah menghentikan kegiatan eksploitasinya. Namun cadangan timah di lokasi sekitar bekas penambangan PT. Timah tersebut masih ada dan berpotensi untuk ditambang oleh rakyat secara manual atau produksi yang kecil secara ekonomis dan menguntungkan. Sejak berhentinya kegiatan penambangan oleh PT. Timah, di lokasi sekitar bekas penambangan tersebut, mulai bermunculan penambangan-penambangan timah secara manual atau dengan menggunakan pedulangan, bahkan bermunculan juga tambang timah sekala kecil dengan menggunakan sistem semprot dan pemisahannya menggunakan alat yang disebut palong. Meskipun tambang skala kecil tersebut meningkatkan perokonomian para penambang, namun karena dilakukan secara ilegal dan tidak terpantau oleh pemerintah sehingga dapat menimbulkan dampak-dampak negatif yang juga dapat mempengaruhi lingkungan masyarakat di sekitar lokasi penambangan.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian secara detail dan rinci, untuk dapat melakukan penambangan secara menguntungkan dan tidak menimbulkan pengaruh negatif bagi masyarakat. 3.3.2. Sistem Penambangan Sistem penambanganan timah yang dilakukan penambang tanpa izin di daerah kegiatan dengan cara tambang semprot; dimana material aluvial disemprot dengan air bertekanan tinggi untuk melepaskan butiran timah yang terdapat diantara fragmen aluvial; selanjutnya aliran lumpur hasil penyemprotan disedot dengan mesin penyedot lumpur dan selanjutnya dialirkan ke alat sluice box (palong). Peralatan yang digunakan: 1 unit mesin penyemprot air dan 1 unit mesin penyedot air yang pada umumnya menggunakan mesin penggerak dongfeng berbahan bakar solar dan sejumlah slang pengantar berupa pipa pralon, slang fleksibel dan slang biasa. 4. KESIMPULAN Daerah penambangan timah Desa Siabu dan Desa Bukit Melintang merupakan salah satu lokasi pertambangan timah yag potensial untuk dikembangkan sumber daya dan cadangan yang cukup besar untuk Usaha Pertambangn Sekala Kecil atau Wilayah Pertambangan Rakyat. Sistem penambangan timah di daerah ini adalah tambang terbuka dengan cara penambanganan tambang semprot. Kegiatan dan tahapan eksplorasi jenis bahan galian yang berada di daerah kegiatan telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi, Provinsi Riau. DAFTAR PUSTAKA Abdurrohman, 1973, Laporan Pendahuluan Endapan Bijih Timah Putih di Daerah Pasir Pangarayan, Rokan dan Bangkinang, Provinsi Riau, Dinas Eksplorasi, Seksi Mineral Logam, Direktorat Geologi, No. G.E. 1053. Bambang Setiawan, Endang Suwargi, 1983, Prospek Timah dan Mineral Logam Lainnya di Daerah Lipat Kain-Muara Mahat, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
Clarke, M.C.G. W. Kartawa, A. Djunuddin, E. Suganda, M. Bagja, 1980, Geology of The Pekanbaru Quadrangle, NSP report, No. 125, IGS-DMR, North – Sumatra Project. Direktorat Sumberdaya Mineral, 1988, Hasil Penyelidikan Terinci Endapan Batugamping dan Sumberdaya Mineral Golongan C Lainnya, di Daerah Gema dan sekitarnya Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Daerah Tingkat I Riau.
Geoservices, 1975, Penyelidikan Geologi dan Geokimia Pendahuluan di Bukit Panggang, Siabu, Bangkinang, Laporan Geoservices, No. 5/42. Geoservices, 1976, Eksplorai Endapan Timah Primer di Bukit Panggang, Siabu, Bangkinang, Laporan Geoservices, No. 6/53. PT. Oxsalis Subur, 2005, Studi Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Galian Timah dan Mineral Ikutanyadi Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan Daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
Gambar 3. Peta Lokasi Pemercontoan Daerah Kabupaten Kampar