PENDAMPINGAN PENINGKATAN KETERAMPILAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI MAKANAN BERBASIS TEPUNG LOKAL Dewie Tri Wijayanti 1), Yessy Artanti 1) 1) Universitas Negeri Surabaya Kerjasama swakelola Universitas Negeri Surabaya dengan Disperindag Jawa Timur Nomor: 074/679/118-03/2014
ABSTRAK Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan wirausaha berjenis pangan lokal.Suatu wirausaha baru jenis pangan lokaldarikomoditi umbi lokal.Wirausaha yang diorientasikanuntuk memperluas kesempatan kerja masyarakat dan peningkatan pendapatan ekonomis mereka.Pelaksanaan kegiatan ini, dilakukan di 7 (tujuh) kabupaten/kota meliputi; Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Bondowoso. Peserta dari masingmasing kabupaten/kota sebanyak 30 orang dengan kriteria peserta meliputi: (1) pelaku usaha skala rumah tangga atau usaha mikro, (2) bergerak di bidang usaha produk olahan makanan yang berbahan baku tepung terigu, dan (3) usaha tersebut masih belum mempunyai/masih proses pengajuan PIRT. Rangkaian kegiatan dalam bentuk workshop dan pelatihan pembuatan diversifikasi aneka produk olahan makanan berbasis tepung lokal.Tepung yang berbahan dasar dan diolah dari hasil potensi daerah.Bentuk olahan terutama dari unsur umbi-umbian untuk diproses menggantikan kegunaan tepung terigu. Materi yang diberikan berfokus pada kewirausahaan/business plan, pengelolaan administrasi, pemasaran, PIRT, pelatihan pengolahan produk-produk makanan berbasis tepung lokal. Para pengabdi setelah melakukan workshop dan pelatihan peningkatan keterampilan wirausaha baru berbasis umbi-umbian, setelah itu tim pengabdian mengidentifikasi berbagai usaha rumahan penduduk setempat untuk diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kata Kunci : Wirausaha, Olahan, Umbi Lokal, Potensi Lokal.
PENDAHULUAN Tepung terigu dikenal sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok makanan.Kebutuhan terigu di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu.Hal ini merupakan dampak dari semakin beragamnya produk makanan berbasis terigu.Harga terigu yang semakin mahal menyebabkan industri
makanan berbasis terigu mengalami kerugian dan mengu-rangi produksinya.Salah satu solusi untuk mengurangi permasalahan tersebut adalah memanfaatkan tepung sumber karbohidrat lokal dalam produksi makanan berbasis terigu. Budaya makan berbasis bahan tepung yang telah terbangun perlu difasilitasi dengan
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│1
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
pengembangan aneka tepung lokal, untuk mengurangi penggunaan terigu (Sasongko dan Puspitasari 2008, Budijono et al. 2008). Mayoritas bahan dasar tepung terigu di Indonesia adalah gandum yang seluruhnya diimpor dari Australia, Kanada, Amerika Serikat, Ukraina dan India.Pada saat ini konsumsi gandum Indonesia pertahun mencapai 21 kilogram perkapita, suatu angka konsumeristik terbesar kedua setelah beras. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada terigu yang keseluru-hannya terbuat dari gandum impor dikhawatirkan lambat laun akanmeng-geser konsumsi bahan pangan lokal selain beras. Sumber karbohidrat lokal yang sebenarnya dapat berfungsi strategis sebagai cadangan pangan sehingga mendukung ketahanan pangan nasional, yaitu umbi-umbian yang semakin hari dikhawatirkan akan makin terabaikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengurangi impor tepung terigu yang berlebihan. Tawaran solutif atas problem tersebut dengan cara menggunakan tepung terigu yang dimodifikasi dengan komoditi lokal sebagai bahan dasarnya. Prospek industri pangan di Indonesia cukup cerah karena tersedianya sumberdaya alam yang melimpah.Pengembangan industri pangan dengan memanfaatkan bahan baku dalam negeri akan menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah tinggi terutama produk siap saji, praktis dan memperhatikan masalah mutu (Lukmito, 2004). Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah harga produk
│2
terjangkau, lokasi dekat dengan konsumen, tempat berbelanja yang nyaman dan penyajiannya yang baik (Ibrahim, 1997). Pengembangan agribisnis tepung berbahan dasar komoditi lokal berikut produk olahan pangan dapat menciptakan industrialisasi khususnya di wilayah pedesaan di mana merupakan bagian integral dari sektor pertanian.Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke produk olahan tetapi juga budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2013). Selain itu, adanya pengembangan agroindustri pangan juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani serta berkembangnya perekonomian di pedesaan secara luas dan menghemat devisa negara. Dalam meningkatkan produksi pengolahan bahan lokal menjadi bahan yang berkualitas tinggi dieperlukan dukungan dari pemerintah berupa perizinan dan dukungan untuk mendirikan Industri Kecil Menengah (IKM). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dipandang perlu mengatur pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam Peraturan pemerintah. Industri Kecil dan Menengah (IKM) di
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
Indonesia memegang peranan sentral dan strategis dalam pembangunan ekonomi kerakyatan dan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar yaitu 97,85 % pada tahun 2001. Namun demikian, untuk menjadikan industri kecil dan menengah sebagai sektor dengan keunggulan daya saing perlu dipahami keterbatasan industri kecil dan menengah, yang antara lain dalam hal ukuran unit usaha dan pengembangan kapasitas modal, teknologi produksi dan pemasaran produk (Tambunan, 2002). Apabila berbicara mengenai permasalahan pengembangan unit-unit usaha IKM di Indonesia, isu-isu keterbatasan modal manusia (SDM), pengetahuan maupun teknologi produksi belum banyak dibahas secara urgen. Hal yang paling sering terungkap ialah keterbatasan modal fisik (finansial, struktur dan infrastruktur) dan kesulitan dalam pemasaran (Hasil kajian terhadap beberapa penelitian mengenai permasalahan IKM, 2003). Menurut Tambunan (2000), dari hasil kajiannya terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta maupun organisasi non-profit atau LSM didapatkan bahwa keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) dan teknologi modern ternyata kurang diperhatikan sebagai masalah yang serius bagi banyak pengusaha di Industri Kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT). Provinsi Jawa Timur memiliki 29 kabupaten dan 9 kota dengan basis ekonomi utama adalah pertanian dan perkebunan memiliki banyak komoditi
yang dapat diolah menjadi bahan dasar tepung. Pengolahan berbagai komoditi menjadi tepung sangat potensial untuk dikembangkan karena bahan ini memiliki ketahanan simpan relatif panjang, dan dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis produk sehingga dapat menjadi bahan baku bagi industri makanan. Melihat dampaknya yang begitu besar maka diperlukan eksplorasi lebih dalam terhadap komoditi lokal daerah yang potensial sebagai bahan dasar tepung terigu sekaligus mengembangkan keanekaragaman jenis makanan, memberikan alih teknologi pengolahan komoditi, serta dukungan program aksi yang nyata di lapangan untuk merangsang tumbuhnya peluang usaha baru dan memperkuat UKM yang telah ada secara sinergi. TUJUAN Kegiatan pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan wirusaha baru industri makanan berbasis tepung lokal terutama berbasis umbi lokal sebagai sumber bahan pangan alternatif maupun sebagai komoditi bernilai ekonomi bagi masyarakat setempat.
MANFAAT Pelaksanaan kegiatan ini bermanfaatuntuk : a.
Memberikan nilai tambah bagi komoditas pertanian umbi umbian lokal di wilayah kegiatan melalui teknologi pengolah menjadi barang
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│3
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
b.
c.
d.
e.
setengah jadi hingga produk pangan inovatif; Memberikan gambaran bagi masyarakat di tiap wilayah untuk meningkatkan pendapatan melalui pembentukan wirausaha baru (usaha mikro) berbasis pengembangan umbi lokal menjadi aneka produk pangan; Meningkatkan pengetahuan IKM makanan berbasis umbi lokal untuk melakukan diversifikasi produk olahan; Mengevaluasi kebijakan program pangan lokal non beras berbasis umbi-umbian dalam mendukung ketahanan pangan di Jawa Timur; Memberikan masukan kepada stakeholders untuk pengembanganprogram pangan lokal khususnya program Percepatan Penga-nekaragamanKonsumsi Pangan (P2KP) yang lebih efektif dan efisien sebagai penguatan programketa-hanan pangan di masa mendatang di Jawa Timur.
TINJAUAN PUSTAKA Penumbuhan Usaha Baru Melihat potensi yang dimiliki usaha mikro, kecil dan menengah baik dari aspek besarnya jumlah maupun luasnya sektor ekonomi yang ditangani, maka peluang tumbuhnya usaha baru dan pengembangan kewirausahaan dari komunitas UMKM ini menjadi salah satu harapan dalam menghadapi tantangan kedepan. Dalam kaitan ini, beberapa hal yang pelu perhatikan (Lestari 2006):
│4
1. Prospek bisnis UMKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UMKM. Salah satunya melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif. Untuk itu, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UMKM. 2. Pengembangan UMKM yang diarahkan pada supply driver strategy sebaiknya diarahkan pada pengembangan program UMKM yang berorientasi pasar, dan didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan riel UMKM (market oriented, demand driven programs). 3. Menghadapi tantangan globalisasi ekonomi dan persaingan bebas, struktur yang timpang dan kesenjangan akses tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi struktur usaha yang ada saat ini. Dalam konteks reformasi ini, menjadi sangat relevan untuk memberi ruang gerak yang longgar kepada UMKM guna mengejar ketertinggalan namun juga dengan strategi yang tepat. 4. Liberalisasi perdagangan seharusnya juga membuka peluang bagi perluasan pasar produk UMKM itu sendiri, melalui pemunculan institusi, yang secara spesifik ditujukan untuk membuka dan memperluas akses pasar UMKM. 5. Pembentukan aliansi strategis antara UMKM dengan usaha-usaha asing merupakan mekanisme yang penting dan efektif untuk alih informasi bisnis,
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
teknologi, kemampuan manajerial serta organisatoris, serta akses ke pasar ekspor bagi UMKM dari pada bantuan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Industri Kecil Menengah Menurut UU No. 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya ialah: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 milyar per tahun. Untuk kriteria usaha menengah: a. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar. b. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 merupakan regulasi yang mengatur tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah, juga bisa disebut sebagai landasan hukum dalam dunia usaha Mikro, Kecil dan Menengah, karena tujuan dari adanya regulasi tersebut adalah melindungi para pelaku usaha khususnya yang masih bergelut pada bagian Mikro, Kecil dan Menengah.Dan seperti yang terdapat pada pasal 8, 9 dan 10 pada bab 5 Undang-Undang tersebut, para pelaku usaha tersebut juga
mendapatkan bantuan dari pemerintah diberbagai aspek antara lain aspek pendanaan dan juga aspek sarana prasarana. Pengolahan Pedesaan
Pangan
Skala
Kecil
Peningkatan teknologi dan industri pengolahan pangan skala rumah tangga dan kecil diarahkan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah bahan pangan lokal melalui pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi budidaya, pengolahan pangan serta mendorong kelembagaan pelayanan dan lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan industri pengolahan bahan pangan berskala rumah tangga yang kokoh dan mandiri (dari hulu hingga hilir). Kegiatan yang dilaksanakan meliputi antara lain : a. Pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan bahan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat dan protein untuk meningkatkan indek pembangunan manusia dan daya tarik pangan lokal. b. Pemasyarakatan teknologi pengolahan pangan yang berbasis spesifik daerah serta memperhatikan keamanan pangan; c. Penemuan paket teknologi budidaya dan pengolahan bahan pangan lokal. d. Peningkatan peran masyarakat profesi atau asosiasi, LSM dan dunia usaha untuk mengembangkan aneka pangan nabati dan hewani. e. Meningkatkan kemitraan antara industri rumah tangga dengan industri;
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│5
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
f. Berskala menengah dan besar dalam memanfaatkan bahan pangan lokal; serta Mengembangkan pengolahan bahan pangan nabati dan hewani yang berasal dari pangan asli.
Tepung Lokal dan Umbi-Umbian Umbi-umbian merupakan salah satu jenis bahan pangan yang telah lama dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan.Disamping itu umbi-umbian memang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan sumber karbohidrat setelah padi dan jagung, karena ketersediaannya yang hampir merata di daerah, harganya relatif murah, dan telah dikenal serta pernah menjadi pola pangan masyarakat.Adapun jenis umbi lokal yang banyak dijumpai di Indonesia terutama di Jawa Timur adalah garut (Maranthaarundinacea L), ganyong (Canna edulis), suweg (Amorphophaluscampanulatus), kimpul (Xanthosomaviolaceumschott), uwi (Discorea alata L) dan bentoel (Colocasiaesculenta L. Schott). Pemanfaatan umbi-umbian lokal di Indonesia masih berfokus sebagai bahan pangan, sedangkan diluar negeri misalnya di Jepang dan Amerika pati dan tepung umbi-umbian ini selain digunakan sebagai bahan pangan juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan obatobatan, kosmetik dan industri kertas bebas karbon (keperluan komputer). Bentuk pengolahan umbi lokal yang mem
│6
punyai daya simpan tinggi adalah dibuat tepung atau diambil patinya.
Bentuk Pangan Olahan dengan Bahan Baku Tepung dan Pati Umbi-Umbian Lokal. Penggunaan jenis tepung atau pati untuk pembuatan berbagai jenis produk olahan ditentukan oleh salah satu atau kombinasi beberapa sifat fisikokimia.Seringkali suatu jenis tepung atau pati dapat digunakan secara luas untuk pembuatan berbagai jenis produk olahan. Tepung dan pati memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi seperti : pati garut, suweg, tepung uwi dan kimpul sesuai untuk produk-produk yang memerlukan suhu tinggi dalam pengelolaannya (tahan panas). Tepung uwi dan pati garut dapat digunakan secara luas sebagai produk pangan olahan baik sebagai pengganti maupun substitusi, sedangkan tepung bentoel dan pati ganyong mempunyai kemampuan yang terbatas.
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN Khalayak Sasaran Masyarakat di dalam 7 (tujuh) kabupaten meliputi Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Bondowoso. Kegiatan yang dilakukan pada 7 (tujuh) kabupaten ini diikuti oleh 30 orang pada masing-masing kabupaten/kota dengan kriteria peserta meliputi: pelaku usaha masih skala rumah
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
tangga/mikro, bergerak di bidang usaha produk olahan makanan yang berbahan baku tepung terigu, dan usaha tersebut masih belum mempunyai/masih proses pengajuan PIRT.
Evaluasi Kegiatan - Peserta penyuluhan diberikan materi yang berisi tentang kewirausahaan/ business plan, pemasaran, pengelolaan administrasi, dan PIRT. - Pada akhir kegiatan pelatihan dibagikan sejumlah angket pada para peserta. Hasil interaksi dan angket dari respon para peserta pelatihan tepung lokal yang berjumlah secara keseluruhan 210 orang. Materi Kegiatan
Gambar 1. Pelatihan Keterampilan Wirausaha Baru Industri Makanan Berbasis Tepung Lokal
Materi kegiatan mengenai hal-hal yang berkaitan Kewirausahaan/Busienss Plan, Pengelolaan Administrasi, Pemasaran, PIRT, dan Pelatihan pengolahan produk-produk makanan berbasis tepung lokal.
Lokasi kegiatan Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Bondowoso.
Metode yang digunakan Kegiatan dilakukan mulai bulan April-Juli 2014 dalam bentuk workshop dan pelatihan. Metode kegiatan dalam bentuk workshop dan pelatihan ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari mulai pukul 08.00-15.00 yang dihadiri oleh 30 peserta di tiap-tiap kabupaten/kota dan perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan masing-masing daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Kegiatan pendampingan ini dilakukan di 7 (tujuh) kabupaten meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kabupaten Malang Kota Batu Kabupaten Blitar Kabupaten Mojokerto Kabupaten Nganjuk Kabupaten Lumajang Kabupaten Bondowoso
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│7
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
Perdagangan masing-masing daerah. Karakteristik peserta pelatihan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Karakteristik Peserta
Gambar 2. Teknik Memasak Makanan Berbasis Tepung Lokal
Kegiatan pendampingan ini dilakukan dalam bentuk Workshop dan pelatihan pembuatan diversifikasi aneka produk olahan makanan berbasis tepung lokal yang dihasilkan daerah terutama dalam bentuk umbi-umbian untuk diproses menggantikan kegunaan tepung terigu. Kegiatan yang dilakukan pada 7 (tujuh) kabupaten ini diikuti oleh 30 orang pada masing-masing kabupaten/ kota dengan kriteria peserta meliputi: pelaku usaha masih skala rumah tangga/mikro, bergerak di bidang usaha produk olahan makanan yang berbahan baku tepung terigu, dan usaha tersebut masih belum mempunyai/masih proses pengajuan PIRT. Kegiatan dilakukan mulai bulan April-Juli 2014 dalam bentuk workshop dan pelatihan. Metode kegiatan dalam bentuk workshop dan pelatihan ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari mulai pukul 08.00-15.00 Wib yang dihadiri oleh 30 peserta di tiap-tiap kabupaten/ kota dan perwakilan Dinas Perindustrian dan
│8
Berdasarkan karakteristik peserta pada tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas peserta di 7 (tujuh) kabupaten/kota adalah perempuan dan berusia rata-rata 31-50 tahun. Sebagain besar responden diketahui mayoritas para ibu-ibu rumah tangga yang sudah mempunyai usaha sendiri meski masih dalam skala rumah tangga/perorangan dengan jenis usaha makanan khususnya makanan ringan dan makanan basah.
Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pendampingan dilaksanakan selama 2 (dua) hari dimana pada hari pertama dilaksanakan penyuluhan atau pemberian materi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kewirausahaan dan pengelolaan usaha kemudian dilanjutkan dengan hari kedua berupa pendampingan atau praktek pembuatan produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung lokal yang berasal dari potensi setempat guna menggantikan tepung terigu. Berikut dijelaskan bentuk pendampingan berupa jenis-jenis potensi
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
daerah dan produk olahan makanan yang dihasilkan pada 7 (tujuh) kabupaten/kota Tabel 2. Potensi Lokal dan Produk Olahan
No 1.
Nama Kabupaten/Kota Kabupaten Blitar
Potensi Lokal Jagung
1. Monde Jagung 2. Brownis Jagung
Ketela Pohon/Singkong
1. Wingko Singkong
Kabupaten Mojokerto
Jagung
3.
Kabupaten Nganjuk
Kacang Kedelai
4.
Kabupaten Bondowoso
5.
Kota Batu
6.
Kabupaten Malang
7.
Kabupaten Lumajang
2.
Produk Olahan Pangan
Ubi Cilembu
Jagung Ketela Pohon/Singkong Wortel Ubi Ungu Singkong Labu Kuning Pisang Singkong
1. Monde Jagung 2. Brownis Jagung 1. Kue Ku 1. Putri Salju Kacang kedelai 2. Brownis Kacang Kedelai Monde Jagung 1. Wingko Singkong 2. Cake Gulung Tape 1. Kembang Goyang 1. Semprong Ubi Ungu 2. Kembang Goyang Ubi Ungu 3. Lumpur Ubi Ungu 1. Brownis Singkong 1. Lumpur Labu Kuning 2. Semprong Labu Kuning 1. Banana Cake 2. Semprong pisang 1. Kroket Singlong
Pada akhir kegiatan pelatihan dibagikan sejumlah angket pada para peserta.Hasil interaksi dan angket dari respon para peserta pelatihan tepung lokal yang berjumlah secara keseluruhan 210 orang dapat dilihat pada tabel berikut :
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│9
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
Tabel 3.Respon Peserta terhadap Kegiatan Pelatihan Tepung Lokal Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Cukup setuju
Setuju
%
%
%
%
.0%
.0%
.0%
66.7% 33.3%
4.33
Pemateri/pelatih telah menjelaskan secara detail bagaimana cara memilih alat dan bahan yang tepat untuk membuat tepung lokal
.0%
.0%
11.1%
55.6% 33.3%
4.22
Pemateri/pelatih mampu pertanyaan dengan baik
.0%
.0%
5.6%
61.1% 33.3%
4.28
Panitia dengan sabar mendampingi para peserta sampai selesai pelatihan
.0%
.0%
16.7%
33.3% 50.0%
4.33
Saya mampu mengikuti pembuatan produk olahan tepung lokal
.0%
5.6%
33.3%
22.2% 38.9%
3.94
Saya merasa senang dan nyaman mengikuti pelatihan tepung lokal
.0%
.0%
27.8%
16.7% 55.6%
4.28
Kegiatan pelatihan ini merupakan kegiatan yang tepat untuk melatih kemandirian
.0%
5.6%
22.2%
27.8% 44.4%
4.11
Kegiatan pelatihan tepung lokal ini mampu menambah ketrampilan
.0%
.0%
22.2%
11.1% 66.7%
4.44
Kegiatan pelatihan ini mudah dilakukan
.0%
11.1%
27.8%
38.9% 22.2%
3.72
Teknik pembuatan produk olahan pangan mudah diingat sehingga saya mampu melakukan sendiri pasca pelatihan
.0%
5.6%
27.8%
38.9% 27.8%
3.89
5.6%
11.1%
33.3% 38.9%
3.83
PERNYATAAN
Pemateri/pelatih telah materi dengan baik
menjelaskan
menjawab
proses pangan
Setelah kegiatan pelatihan ini, saya berniat untuk menambah diversifikasi 11.1% usaha saya
│10
Sangat setuju Ratarata %
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
Diketahui bahwa sebagian besar peserta menjawab setuju (66,7%) dan sangat setuju (33,3%) bahwa pemateri atau pelatih telah menjelaskan materi dengan baik tentang bagaimana membuat produk olahan pangan berbasis tepung lokal. Pemateri telah menjelaskan secara rinci bagaimana memilih alat dan bahan yang baik. Pemilihan alat dan bahan dapat menghasilkan aneka produk olahan pangan secara baik, mendapat irespon baik dengan jawaban setuju 55,6% dan sangat setuju33,3%oleh peserta, hanya 11,1% peserta merespon cukup setuju tentang pernyataan tersebut. Ada 61,1% yang merespon setuju bahwa pemateri/pelatih mampu menjawab pertanyaan peserta dengan baik, dan sangat setuju 33,3%sedangkan 5,6% menjawab cukup setuju tentang pernyataan tersebut. Sebagian peserta 50,0% merespon sangat setuju bahwa tim pelaksana (panitia) telah dengan sabar membantu mendampingi peserta yang kesulitan selama proses pelatihan, 33.3% merespon setuju dan hanya16,7% peserta yang menjawab cukup setuju. Selain itu38.9% peserta sangat setuju bahwa mereka merasa mampu mengikuti proses pembuatan olahan pangan, 22.2% setuju mereka mampu, 33,3% cukup setuju dengan kemampuannya mempelajari pembuatan olahan pangan dan hanya 5,6% tidak yakin dengan kemampuannya. Sebagian besar peserta 55,6% merasa sangat senang dan sangat nyaman dalam mengikuti proses pelatihan pembuatan. 16,7% merasa senang dan nyaman mengikuti pelatihan dan hanya 27,8%
yang merasa cukup.Dan mereka sangat setuju (44,4%) dan setuju (27,8%) bahwa pelatihan pembuatan olahan pangan berbasis tepung lokal adalah kegiatan yang tepat untuk melatih kemandirian, 22,2% cukup setuju akan manfaat kegiatan ini. Dan hanya 5,6% merasa tidak ada manfaatnya bagi melatih kemandirian. Hampir seluruh peserta (66,7%) sangat setuju bahwa pelatihan pendampingan ini mampu menambah ketrampilan. Hanya 22.2% dan 11.1% daripesertayang menjawab cukup setuju dan setuju penyataan ini.38.9% dan 22.2% peserta setuju dan sangat setuju bahwa pendampingan ini mudah dilaksanakan. 27,8 % menjawab cukup setuju dan hanya 11,1% peserta merasa bahwa praktek ini tidak mudah.
Gambar 3. Hasil Masakan Berbahan Tepung Lokal
Makanan
Teknik pembuatan mudah diingat sehingga mampu membuat sendiri walaupun tanpa pendampingan 5.6% menjawab tidak setuju, 27.8% menjawab cukup dan sebagian besar yaitu 38.9%
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│11
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
dan 27.8% setuju dan sangat setuju. Dan tentang niat untuk menambah diversifikasi produk setelah adanya pelatihan ini 11.1% menjawab sangat tidak setuju, 5.6% peserta menjawab tidak setuju,11.1% peserta menjawab cukup setuju dan 33.3% serta 38.9% menjawab setuju dan sangat setuju dengan adanya pelatihan timbul minat berwirausaha terutama dalam hal diversifikasi olahan pangan.
dijadikan tepung bukanlah pekerjaan mudah meski perlu juga disadari bahwa kandungan gizi pada umbi-umbian lebih besar daripada menggunakan tepung terigu sebelumnya. Saran 1.
KESIMPULAN DAN SARAN 2.
Kesimpulan Secara keseluruhan respon para peserta pendampingan terhadap pelaksanaan pelatihan sangat baik. Respon mereka ditunjukkan dengan semangat dan pengisian angket yang dibagikan setelah pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan item-item pada angket, jawaban peserta rata-rata adalah 4.15 yang berarti berkisar pada jawaban setuju dan sangat setuju. Namun begitu pendapat peserta bahwa pelatihan ini mudah dilakukan hanya mendaparkan respon rata-rata 3.72 antara cukup setuju dan setuju, yang berarti motivasi peserta untuk lebih giat mencoba hal-hal baru terutama dalam pemanfaatan potensi lokal terutama umbi-umbian masih perlu ditumbuhkan lagi. Hal ini perlu dimaklumi karena pelatihan pemanfaatan umbi-umbian sebagai pengganti tepung lokal baik secara keseluruhan maupun sebagian masih merupakan hal baru bagi mereka yang sudah terbiasa menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasarnya.Pengolahan umbi-umbian untuk │12
3.
Perlu diadakan pelatihan lanjutan untukk menghasilkan olahan pangan yang lebih bervariasi. Pelatihan lanjutan ini akan sangat membantu para peserta yang berkeinginan untuk membuka usaha bisnis khususnya dengan pemanfaatan tepung lokal. Perlunya kerjasama secara intensif antara pemerintah, kelompok UKM, dan stakeholder lainnya misalnya ritel modern untuk mau menerima dan memasarkan produk-produk lokal yang memanfaatkan potensi daerah. Perlu dilaksanakan program kegiatan alternatif lainnya selain kegiatan pelatihan tepung lokal ini mengingat pelaku UKM sangat terbuka apabila ada pelatihan-pelatihan selanjutntya.
DAFTAR PUSTAKA Alwin, A. 2008. Tepung terigu: stok sman, harga melambung. www.sribogaflourmill. com. Anonim.1983. Bunga Trubus.158 : 50
Kana
Majalah
Apriadji. 1986. Bertanam ubi-ubian. Penebar Swadaya, Jakarta . Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Industri Besar dan Sedang.Bagian III. Badan Pusat Statistik, Jawa Timur.
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
Pendampingan Peningkatan Keterampilan Wirausaha … (Wijayanti, Artanti)
Baharsyah, S. 2012. Diversifikasi Pangan Melalui Product Development. Majalah Pangan No. 18, Vol. V. Jakarta. Basri, I.H., H. Bahar, dan Z. Hamzah. 1985. Penelitian terigu di Balittan. Budijono, Al., Yuniarti, Suhardi, Suharjo, dan W. Istuty. 2008. Kajian pengembangan agroindustri aneka tepung di pedesaan. www.relawandesa.files.wordpress. com. USWheatAssosiates. 1981. Pedoman pembuatan roti dan kue (terjemahan). Djambatan. Jakarta. p. 1-10 Dadang WI. 1998. Terigu Mahal, Garut Tawarkan Diri. Majalah Trubus, 343-TH XXIX-Juni 1998. Halaman 81. Dahlan, M., M. Hamdani, S. Singgih, dan Subandi. 2003. Penampilan galur gandum Hahn/2#Weaver dan DWR 162. Makalah disajikan pada Pertemuan Gandum pada 2729Mei 2003. Surabaya. 12 p. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981 . Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta Flach, M. And F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South East Asia No. 9 Plant Yielding non Seed Carbohydrates. Backhuys Publisher. Lieden FAO. 1994. Tropical Root and Uber Crops; Production, prespectives and Future Prospects.FAO. Rome.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro, 1979, Carbohydrates, Di dalam R.J. Priestley, ed. Effects of Heat on Foodstufs, Applied Science Publ. Ltd., London. Hardinsyah dan D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan Jakarta Hill
dan Kelley, 1942, Organic Chemistry, The Blakistan Co., Philadelphia, Toronto.
Hodge, J.E. dan E.M. Osman, 1976, Carbohydrates, Di dalam Food Chemistry. D.R. Fennema, ed. Macel Dekker, Inc. New York dan Basel. Ibrahim, D. 1997. Strategi Pemasaran Industri Pangan dalam Globalisasi. Majalah Pangan. No.33, Vol.IX. Jakarta. Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P. C. Rahardja, J. J. Afriastini, R. Wudianto dan W. H.Lukminto, H. 1997. Strategi Industri Pangan Menghadapi Pasar Global. Majalah Pangan No. 33, Vol. IX. Jakarta. Ketahanan Pangan. Pusat penelitian dan Pengembangan LBN. 1977. Ubi-ubian. Proyek Sumberdaya Ekonomi. LBN-LIPI. Bogor. Lingga, P. 1986. Bertanam
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember
│13
Volume 1, Nomor 1, Maret 2017
Ubi-ubian. Jakarta.
Penebar
Swadaya.
Menteri Negara Riset dan Teknologi.2000. Sambutan Menteri Riset dan Teknologi pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII.LIPI. Jakarta.
Pengembangan Pertanian.
Kementerian
Winarno, F.G. 2002.Kimia pangan dan gizi.Gramedia. Jakarta.
Nainggolan, K. 1997. Peranan Industri Hulu dalam Mendukung Industri Pangan. Majalah Pangan. No.33, Vol.IX. Jakarta. Nainggolan, K. 2004. Strategi dan Kebijakan Pangan Tradisional dalam Ketahanan Pangan. BBKP, Departemen Pertanian. Jakarta. Pursegllove, J. W. 1972. Tropical Crops; Monoctyledons.Longman. UK. Tropical Product Institute. 1973. Root Crops. The Tropical Product Institute. London. Sasongko,A.L. dan L. Puspitasari. 2008. Tepung lokal layak gantikan terigu. www.suaramerdeka.com. Slamet, D. S. Dan I Tarwotjo.1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia.Balitan Bogor. Bogor Tropical Products Institute. 1973. Root Crops. Tropical Products Institute. London Sukarmi.Dalam: Subandiet al. (eds.). Risalah rapat Teknis Hasil Penelitian Jagung, Sorgum dan Terigu.Puslitbangtan. Bogor. p. 209-214. Suryana, A. 2013.Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2015-2019.Badan Penelitian dan
│14
Dedication : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat IKIP PGRI Jember