BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi persaingan global yang semakin gencar. Ketersediaan sumber alam hayati menjadi suatu keunggulan komparatif Indonesia yang hanya bisa diungguli Brasil dan Zaire. Apabila keunggulan komparatif ini dikembangkan dengan sumber daya manusia yang maju dan berkemampuan memberi nilai tambah pada sumber daya hayati, maka terbentuklah produk yang memiliki potensi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu usaha untuk meningkatkan produktifitas dan menghasilkan produk yang memiliki keunggulan mutu. Dengan mengeksplorasi serta menggali informasi genetik terhadap sumber daya hayati, dalam hal ini adalah upaya penanaman tanaman unggul supaya dapat menghindari hilangnya keanekaragaman genetik. Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan sifat suatu tanaman dan upaya untuk peningkatan hasil benih. Gaharu yang juga dikenal sebagai produk agarwood, eaglewood, atau aloewood merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu ( HHBK) yang diandalkan. Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, berupa bongkahan, kepingan, dan serbuk. Gaharu dikenal memiliki aroma yang khas dan dapat digunakan untuk bahan berbagai keperluan, seperti parfum, hio (pelengkap
1
sembahyang pemeluk agama Budha dan Kong Hu Cu), dan bahan obat-obatan (ganguan ginjal, penghilang stres, sakit perut, asma, hepatitis). Gaharu diperoleh dari sejenis tumbuhan famili Tymeleaceae dan bermarga Aquilaria sp, Grynops sp, dan Gonysttilus sp serta dapat diperoleh dari jenis tumbuhan famili Leguminoceae, dan Euforbiaceae yang tumbuh di daerah tropika secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan. Penyebab timbulnya infeksi (yang menghasilkan gaharu) pada pohon penghasil gaharu hingga saat ini masih terus dikaji. Namun, para peneliti menduga adanya tiga penyebab terjadinya proses infeksi pada pohon penghasil gaharu, yaitu (1) infeksi yang disebabkan oleh fungi, (2) adanya perlukaan pada batang pohon penghasil gaharu, dan (3) proses nonpatologi. Susilo (2003) telah berhasil mengisolasi beberapa fungi penyebab infeksi pada pohon penghasil gaharu pada spesies Aquilaria sp, yaitu Fusarium oxyporus, F. bulbigerium, dan F. laseritium. Di Indonesia pohon penghasil gaharu terdapat di Kalimantan Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatera, Maluku, Mataram, Lombok, Riau, Jawa Barat, dan beberapa daerah lainnya. Selama ini, sebagian besar produksi gaharu merupakan produksi secara alam. Adanya eksploitasi yang terus menerus tanpa diikuti oleh penanaman kembali mengakibatkan jenis-jenis pohon penghasil gaharu seperti Aquilaria sp keberadanya di alam semakin mengkhawatirkan. Apabila hal ini terus berlanjut akan mengakibatkan hilangnya potensi tegakan Aquilaria sp di alam karena terdegradasi dan pada akhirnya punah. Hal tersebut mengakibatkan salah satu
2
organisasi dunia CITES (Convention on International Trade of Endangered Species ) Wild Flora and Fauna pada APENDIX II CITES memutuskan bahwa jenis A. malaccensis termasuk ke dalam daftar jenis tanaman yang terancam punah. Bertolak dari permasalahan tersebut diatas berbagai upaya pengembangan pohon penghasil gaharu terus dilakukan. Salah satu upaya yang terus dilakukan untuk meningkatan potensi hasil adalah pemuliaan tanaman. Program pemuliaan ini mendasarkan pada tersedianya keragaman, baik keragaman geografis, keragaman lokal (antar tempat tumbuh), ataupun keragaman antar tanaman. Dengan semakin berkembangnya teknik-teknik pemuliaan tanaman dengan bantuan marka molekular mendorong untuk dilakukannya penelitian mengenai keragaman genetik dengan menggunakan penanda molekular RAPD. Dewasa ini, dengan adanya perkembangan bioteknologi modern maka upaya peningkatan jumlah dan kualitas produk kehutanan dapat dilakukan dengan lebih baik lagi. Salah satu bagian dari bioteknologi modern yaitu teknologi DNA, dapat mendukung pencapaian peningkatkan mutu genetik yang dihasilkan oleh program pemuliaan tanaman secara konvensional (Rimbawanto et al., 2004). Untuk mempelajari keragaman genetik yang baik, diperlukan penanda yang dapat memberikan polimorfisme yang tinggi, konsisten, dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun pada tahap perkembangan tanaman. Salah satu penanda DNA yang sering digunakan dalam mempelajari keragaman genetik tanaman adalah RAPD. RAPD sering digunakan karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan penanda DNA yang lain yaitu relatif sederhana,
3
mudah preparasinya, lebih cepat memberikan hasil, dan tidak memerlukan informasi tentang latar belakang genom organisme yang akan diteliti. RAPD ini sangat membantu dalam peningkatan pada seleksi awal (Haymer, 1995; Grosberg et al., 1996; William et al., 1993).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat keragaman genetik di dalam populasi dan antar populasi dari 11 populasi pada genus Aquilaria? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar populasi dari 11 populasi pada genus Aquilaria? 3. Bagaimana hubungan kekerabatan antar individu dari genus Aquilaria?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat keragaman genetik di dalam populasi dan antar populasi dari 11 populasi pada genus Aquilaria. 2. Mengetahui
hubungan kekerabatan antar populasi dari 11 populasi pada
genus Aquilaria. 3. Mengetahui hubungan kekerabatan antar individu dari genus Aquilaria.
4
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharakan dari penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat keragaman genetik di dalam dan antar populasi dan hubungan kekerabatan antar populasi pada genus Aquilaria dengan lebih lengkap dalam waktu yang relatif singkat. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan
sebagai
informasi
dalam
melakukan manajemen tanaman hutan terkait dengan upaya perlindungan dan pengelolaan hutan tropik dan Hutan Tanaman Industri (HTI). 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
aplikasi
terhadap
program konservasi dan pemuliaan. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi penelitian selanjutnya.
5