1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, cara berpikir manusia serta cara
menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, bahasa juga terlibat dalam kerja sama tersebut, seperti pers dengan bahasa, dan iklan dengan bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa selalu berkaitan dengan bidang atau hal yang ada di sekitarnya (Pramayani, 2011: 1). Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, memiliki akal, pikiran, serta perasaan. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk mengekspresikan perasaannya. Rasa senang, benci, cinta, haru, dan sedih dituangkan melalui berbagai media, seperti melalui lukisan, bunyi, dan gerakan. Pelukis mengekspresikan perasaannya melalui lukisan, penari melalui tarian, dan pencipta lagu menuangkan ekspresinya melalui kata-kata yang indah dalam lirik lagu. Musik merupakan salah satu cabang seni yang sangat digemari oleh masyarakat dan telah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat (Pramayani, 2011: 1). Mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang luar biasa ampuh dan langsung terasa bagi kehidupan manusia. Musik juga dapat meningkatkan daya hidup dan melepaskan kelelahan, serta menaikkan dan menyeimbangkan suasana hati. Musik membantu memfokuskan pikiran dan inspirasi untuk berkreasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa musik dapat didefinisikan sebagai: (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara, diurutkan, dikombinasikan, 1
2
dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan keseimbangan, dan (2) nada dan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan
(terutama
yang
menggunakan alat). Dari kedua definisi itu, dapat disimpulkan bahwa musik adalah suatu perasaan atau pengalaman jiwa yang disampaikan dengan kiasan atau bunyi-bunyi yang indah. Pada perkembangannya, salah satu bahasa puisi yang diapresiasikan sebagai sarana kesenian adalah lirik lagu dalam seni musik. Seni musik yang digunakan untuk menyelaraskan nada dan irama untuk menghasilkan suatu komposisi yang harmonis, membutuhkan bahasa untuk menyampaikan ide dan gagasan. Bahasa yang digunakan untuk menyampaikan ide dan gagasan sangat diperlukan
oleh
pencipta
lagu.
Melalui
bahasa,
pencipta
lagu
dapat
mengungkapkan perasaannya dan emosinya yang kemudian dituangkan dalam lirik lagu. Hal ini, menyebabkan hasil karya yang diciptakan mampu dinikmati oleh masyarakat. Salah seorang pencipta lagu yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia adalah Ebiet G. Ade. Ebiet merupakan penyanyi sekaligus pencipta lagu bergenre balada. Balada merupakan suatu cerita atau puisi yang diiringi oleh musik. Balada bisa juga diartikan sebagai genre yang banyak akan gambaran kehidupan rakyat kecil yang sangat terbalik dengan penguasa. Ebiet telah
menunjukkan
eksistensinya
di
blantika
musik
Indonesia
dengan
mengeluarkan album dari periode tahun 1979--2000-an, baik yang merupakan
3
album kompilasi maupun lagu yang diaransemen ulang. Ebiet merupakan pengarang yang lebih mengandalkan kekuatan lirik di setiap lagunya. Lirik-lirik yang diciptakan oleh Ebiet merupakan lirik yang puitis serta banyak mengandung kritik sosial. Hal inilah yang membuat bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade patut untuk diteliti. Bahasa lirik lagu dituangkan dalam bentuk kata-kata. Kata dalam bahasa Indonesia dibentuk melalui proses morfologis. Proses morfologis yaitu proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Dengan kata lain, proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem yang satu dengan morfem yang lain menjadi kata. Ciri suatu kata yang mengalami proses morfologis yaitu mengalami perubahan bentuk, mengalami perubahan arti, serta mengalami perubahan kategori atau jenis kata. Ada beberapa cara pembentukan kata melalui proses morfologis, yaitu afiksasi, komposisi atau pemajemukan, reduplikasi
atau
perulangan,
derivasi
balik,
abreviasi,
suplisi,
dan
penganamatopean (Simpen, 2009: 47-50). Bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade memiliki ciri khas tersendiri. Ebiet menggunakan kata-kata yang sederhana, namun puitis serta sarat akan makna. Hal ini menunjukkan bahwa Ebiet tidak sembarangan menggunakan kata. Pilihan kata Ebiet G. Ade merupakan pilihan kata yang istimewa, sehingga menghasilkan komposisi yang indah serta mudah dicerna oleh pendengar. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembentukan kata yang dipilih oleh Ebiet G. Ade pun tidak sembarang.
Tentunya
Ebiet
memilih
pembentukan
kata
yang
mampu
menghasilkan komposisi yang indah, serta mewakili ide serta gagasannya. Alasan
4
inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti proses pembentukan kata pada bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan dua permasalahan.
Dua permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut. 1.2.1
Proses pembentukan kata apa sajakah yang terdapat pada lirik lagu Ebiet G. Ade?
1.2.2
1.3
Apakah kekhasan bentukan kata pada lirik lagu Ebiet G. Ade?
Tujuan Tujuan penelitian digunakan untuk memberikan arah yang jelas pada
penelitian yang dilakukan. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan tersebut akan dijelaskan secara rinci berikut ini.
1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pengetahuan di bidang linguistik mikro, khususnya morfologi. Di samping itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai pembentukan kata.
5
1.3.2 Tujuan Khusus Terdapat tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk : 1.3.2.1 mengetahui proses pembentukan kata yang terdapat pada lirik lagu Ebiet G.Ade yang mencakup afiksasi, reduplikasi, komposisi/ pemajemukan; dan 1.3.2.2 mengetahui kekhasan bentukan kata pada lirik lagu Ebiet G. Ade, terutama dikaitkan dengan kreativitas Ebiet G. Ade dalam membentuk kata baru.
1.4
Manfaat Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam
bidangnya. Manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya kajian keilmuan di bidang mikrolinguistik, khususnya bidang morfologi. Penelitian ini menerapkan teori linguistik yang telah dipelajari. Hal ini diharapkan dapat menunjang pengembangan penelitian sejenis pada masa mendatang dalam bidang kajian morfologi, khususnya pembentukan kata.
6
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi
referensi
bagi
seniman,
khususnya
pengarang
lagu
dalam
mengekspresikan ide-idenya. Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan apresiasi dan merangsang daya kritis sumber inspirasi demi perkembangan penciptaan lirik lagu, serta menambah perbendaharaan kata bagi pengarang lagu.
1.5
Jangkauan Penelitian Penelitian ini tidak terlalu sempit dan tidak terlalu luas, karena menimbang
keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian. Penelitian ini terbatas pada bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade, dianalisis dari proses pembentukan katanya, serta kekhasan bentukan kata Ebiet G.Ade.
1.6
Kajian Pustaka Penelitian tentang pembentukan kata pada lirik lagu Ebiet G. Ade sampai
saat ini belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. Penelitian Wigati (2003) yang berjudul “Tuturan Metaforis dalam Lagulagu Ebiet G.Ade” mengangkat kemetaforaan yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Ebiet G. Ade. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan deskripsi tentang bentuk metafora Ebiet G. Ade dari segi wujud penulisan, ekologi (ruang persepsi manusia) dan tingkat keespresifannya. Penelitian ini terbatas hanya
7
meneliti kemetaforaan yang terdapat dalam lirik-lirik lagu karya Ebiet G. Ade, tanpa menyentuh pembentukan katanya, sehingga terlihat jelas perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian Subekti (2007) yang berjudul “Analisis Kumpulan Lirik Lagu Karya Ebiet G. Ade (Sebuah Pendekatan Semiotika)” bertujuan untuk mendeskripsikan faktor kemenarikan, makna semiotik, dan tema yang terdapat dalam susunan kata pada kumpulan lirik lagu karya Ebiet G. Ade. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah kumpulan lagu karya Ebiet G. Ade dan informan. Berdasarkan analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor kemenarikan dari lirik lagu karya Ebiet G. Ade adalah (1) pemilihan kata yang puitis dalam setiap lirik lagu, (2) makna yang terkandung di dalamnya, (3) penggunaan musikalisasi dari lagunya yang menyentuh kalbu, (4) figur Ebiet sebagai penyanyi. Adapun makna semiotik yang tersirat dalam susunan kata-kata simbolik yang berwujud kata-kata kiasan dan konotasi dengan liriknya menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga makna dari setiap liriknya mudah dipahami oleh penikmat lagu karya Ebiet G. Ade. Bertolak dari itu, tema yang tercermin dalam setiap lirik lagu karya Ebiet G. Ade adalah ketuhanan, perenungan, kritik sosial, kehidupan tunasusila, pelajaran hidup, dan percintaan. Kelebihan penelitian ini adalah mampu mengupas segi kemenarikan lirik lagu Ebiet G. Ade, makna semiotik serta tema yang diangkat, sehingga terlihat alasan mengapa lagu-lagu Ebiet G. Ade memiliki banyak penggemar. Kekurangan penelitian ini yakni terbatas pada kajian semiotik. Hal ini menunjukkan penelitian yang dilakukan oleh Subekti berbeda dengan penelitian
8
yang penulis lakukan, karena penulis mengkaji lirik lagu Ebiet G. Ade dari pembentukan katanya, yang masuk dalam kajian morfologi. Penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2011) berjudul “Struktur dan Pemarkah Kalimat Imperatif dalam Lirik Lagu Ebiet G. Ade Tahun 1980-an (Kajian Sintaksis)”. Penelitian ini membahas struktur dan pemarkah kalimat imperatif dalam lirik lagu Ebiet G. Ade tahun 1980-an. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode simak dan metode agih. Teknik yang digunakan adalah teknik catat dan teknik baca markah. Kelebihan dari penelitian ini adalah telah memberikan gambaran mengenai struktur dan pemarkah kalimat imperative dalam lirik lagu Ebiet G. Ade, namun kekurangannya adalah belum menyentuh proses pembentukan kata yang terjadi dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian yang peneliti lakukan akan mengisi kekurangan penelitian ini, sehingga jelas terlihat perbedaan antara penelitian Sinaga dengan penelitian peneliti lakukan. Pramayani (2011) menulis skripsi dengan judul “Kajian Wacana Lirik Lagu Ebiet G. Ade”. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah unsur eksternal dan internal lirik lagu Ebiet G. Ade. Hasil penelitian ini berupa gaya bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade dan kohesi yang terdapat dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Penelitian ini memiliki kelebihan yakni telah mampu menjelaskan gaya bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade serta kohesi yang terdapat dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Kekurangan dari penelitian yang dilakukan oleh Pramayani yakni belum menyentuh kajian morfologi, khususnya proses pembentukan kata yang terdapat
9
pada lirik lagu Ebiet G. Ade. Hal ini membuktikan bahwa penelitian Pramayani berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan.
1.7
Konsep Konsep-konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini adalah
pengertian morfologi, gramatikal, pembentukan kata, dan lirik lagu. Berikut ini akan dijabarkan pengertian morfologi, gramatikal, pembentukan kata, dan lirik lagu.
1.7.1 Morfologi Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata dan frasa serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21). Pada hakikatnya, pekerjaan morfologi ialah menyelidiki morfem-morfem serta menyusunnya menjadi kata dan menguraikan kata menjadi morfem-morfem (Simpen, 2009: 4).
1.7.2 Gramatikal Gramatikal adalah (1) diterima oleh bahasawan sebagai bentuk atau susunan yang mungkin ada dalam bahasa, (2) sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa, (3) bersangkutan dengan gramatika suatu bahasa (Kridalaksana 2008: 75). Secara kasar, tataran gramatikal terbagi atas morfologi dan sintaksis, dan terpisah dari fonologi, semantik, dan leksikon.
10
1.7.3 Pembentukan Kata Proses pembentukan kata atau biasa disebut proses morfologis adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1985:190). Samsuri mengatakan kata adalah bentuk minimal yang bebas, artinya bentuk itu dapat diucapkan tersendiri, bisa dikatakan, dan bisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial. Jadi, proses morfologis adalah proses penggabungan morfem menjadi kata.
1.7.4 Lirik Lagu Lirik Lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat, didengar dan dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau pencipta lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Permainan bahasa ini dapat berupa, baik permainan vokal, gaya bahasa, maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan melodi serta notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan oleh pengarangnya. Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Pada kondisi ini, lagu sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan dapat memiliki berbagai macam bentuk, baik lisan maupun tulisan. Lirik lagu memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat
11
digunakan untuk menciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya, sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam.
1.8
Landasan Teori Dalam suatu penelitian dan pengkajian ilmiah, teori merupakan salah satu
komponen
penting
untuk
mengungkap
suatu
gejala
dan
selanjutnya
memprediksikan kajian tersebut. Demikian juga dalam penelitian ini, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, digunakan suatu teori sesuai dengan variabel yang dibahas.
1.8.1 Teori Linguistik Struktural Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu (Chaer, 2007: 346). Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik (signe atau signe linguistique) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifie (Chaer, 2007: 348). Yang dimaksud dengan signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Lebih jelasnya, ada yang menyamakan signe itu sama dengan
12
kata; signifie sama dengan ‘makna’; dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu (Chaer, 2007 :348). Ferdinand de Saussure membedakan dua macam hubungan, yaitu hubungan sintagmatis dan hubungan asosiatif. Di dalam suatu keadaan langue, segalanya didasari oleh hubungan. Hubungan dan perbedaan di antara unsur-unsur bahasa berlangsung di dalam dua lingkungan yang berbeda, yag masing-masing diturunkan oleh tataran valensi tertentu (Saussure, 1988: 219). Oposisi di antara dua tataran itu akan menjelaskan kodrat masing-masing unsur. Hubungan dan perbedaan itu berkaitan dengan dua bentuk di dalam kegiatan mental kita, keduanya sangat dibutuhkan di dalam kehidupan bangsa. Di satu pihak, di dalam wacana, kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan yang didasari oleh sifat langue yang linear, yang meniadakan kemungkinan untuk melafalkan dua unsur sekaligus. Unsur-unsur itu mengatur diri yang satu sesudah yang lain di rangkaian parole. Kombinasi tersebut yang ditunjang oleh keluasan, dapat disebut sintagmatis (Saussure, 1988: 219). Jadi sintagmatis selalu dibentuk oleh dua atau sejumlah satuan berurutan. Hubungan sintagmatis ini terdapat, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Contohnya kata segitiga tidak sama dengan tigasegi, kata barangkali tidak sama dengan kalibarang, dan kata tertua tidak sama dengan tuater. Di pihak lain, di luar wacana, kata-kata yang
13
mempunyai kesamaan berasosiasi di dalam ingatan, oleh karenanya membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa. Koordinasi tersebut sangat berbeda dengan bentuk koordinasi yang pertama. Koordinasi ini tidak ditunjang oleh keluasaan; kedudukannya adalah di otak dan menjadi bagian dari kekayaan dalam yang membentuk langue dalam diri setiap individu. Kami menyebutnya hubungan asosiatif (Saussure, 1988: 220). Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara substitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis. Contoh hubungan paradigmatik pada tataran morfologi yakni antara prefiks meng-, di-, pe-, dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat. meng- rawat
di- rawat
pe- rawat
te- rawat
Nama Leonard Bloomfield (1877-1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul Language (terbit pertama kali tahun 1933), dan selalu dihubungkan dengan aliran struktural Amerika (Chaer, 2007: 358). Ciri dari aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa. Pendekatannya bersifat empiris.
14
Data dikumpulkan secara cermat, setapak demi setapak. Bentuk-bentuk satuan bahasa (fonologi, morfologi, dan sintaksis) diklasifikasikan berdasarkan distribusinya. Oleh karena itu mereka sering juga disebut kaum distribusional (Chaer, 2007: 360). Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, karena teori ini dirasa sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
1.8.2 Afiksasi Afiksasi menurut Samsuri (1985: 190), adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Menurut Ramlan (1987: 54) afiksasi ialah pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal, maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Afiks yang terletak di depan bentuk dasar disebut dengan prefiks. Afiks disebut sisipan atau infiks jika afiks terletak di dalam kata, sedangkan akhiran atau sufiks jika afiks terletak di akhir kata. Dalam bahasa Indonesia, dengan bantuan afiks dapat diketahui kategori kata, diatesis aktif atau pasif, tetapi tidak diketahui bentuk tunggal atau jamak dan waktu kini serta lampau seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.
1.8.2.1 Prefiks Prefiks adalah afiks yang diletakkan di depan dasar (mungkin kata dasar, mungkin pula kata jadian). Di dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa prefiks, yaitu ber-, per-, peng-, meng-, di-, ter-, ke-, dan se-.
15
1.8.2.2 Infiks Infiks adalah afiks yang diletakkan di tengah bentuk dasar. Bahasa Indonesia memiliki tiga buah infiks, yaitu –el-, -em-, dan –er-, seperti: 1. infiks -el- misalnya geletar 2. infiks -er- misalnya gerigi, seruling 3. infiks -em- misalnya gemuruh, gemetar
1.8.2.3 Sufiks Sufiks adalah afiks yang diletakkan pada akhir bentuk dasar. Bahasa Indonesia memiliki akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi (-wiah), dan -nya.
1.8.2.4 Konfiks Konfiks, lazim disebut imbuhan terbelah, adalah imbuhan yang dilekatkan sekaligus pada awal dan akhir bentuk dasar (Arifin, 2009: 7). Konfiks harus diletakkan sekaligus pada dasar (harus mengapit dasar) karena konfiks merupakan imbuhan tunggal, yang tentu saja memiliki satu kesatuan bentuk dan satu kesatuan makna, seperti : a. konfiks per-……-an misalnya, dalam perbaikan, perkembangan, b. konfiks peng-……-an misalnya, dalam penjagaan, pencurian, c. konfiks ke-………-an misalnya, kedutaan, kesatuan, d. konfiks ber-…….-an misalnya, berciuman
16
1.8.2.5 Simulfiks (Imbuhan Gabung) Simulfiks atau imbuhan gabung adalah dua imbuhan atau lebih yang ditambahkan pada kata dasar tidak sekaligus, tetapi secara bertahap. Contoh simulfiks adalah imbuhan mem-ber-kan yang melekat pada kata memberlakukan dan memberdayakan. Afiks yang pertama kali melekat pada kata dasar laku dan daya adalah prefiks ber- menjadi berlaku dan berdaya, setelah itu sufiks –kan menjadi berlakukan dan berdayakan. Akhirnya, baru prefiks meng- dilekatkan pada kata tersebut sehingga menjadi memberlakukan dan memberdayakan (Arifin, 2009: 7).
1.8.3 Reduplikasi Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukan kata, di samping afiksasi, komposisi, dan akronimisasi (Chaer,2008: 178). Reduplikasi/ perulangan adalah salah satu proses pembentukan kata yang dilakukan dengan cara mengulang sebagian atau seluruh bentuk dasar. Proses ini menghasilkan kata baru, yang lazim disebut kata ulang. Proses mengulang kadang-kadang berkombinasi dengan afiksasi, atau terjadi perubahan bentuk bunyi (Simpen, 2009: 48).
1.8.4 Komposisi Komposisi merupakan suatu proses penggabungan dua bentuk dasar atau lebih sehingga menimbulkan makna yang relatif baru. Makna yang timbul akibat penggabungan tersebut ada yang dapat ditelusuri dari unsur yang membentuknya,
17
ada yang maknanya tidak berkaitan dengan unsur pembentuknya, dan ada yang mempunyai makna unik. Contoh : rumah makan pisang goreng
1.9
Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah lirik lagu Ebiet G. Ade. Ebiet G. Ade
telah mengeluarkan banyak album yang meliputi 21 album studio, 31 album kompilasi, dan empat lagu dari album lain. Populasi data dalam penelitian ini adalah seluruh album studio yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade sejak tahun 1979 sampai dengan tahun 2009 yang berjumlah 21 album, sedangkan sampel dari penelitian ini adalah album berseri yang dikeluarkan dari tahun 1979 sampai 1980 yakni Camellia I (1979), Camellia II (1979), Camellia III (1980), dan Camellia IV (1980) yang didokumentasikan dalam cakram mp3. Masing-masing album terdiri atas 10 lagu, sehingga jumlah lagu dari keempat album tersebut adalah 40 lagu. Keempat album ini dipilih karena merupakan album berseri, sehingga diduga memiliki suatu kesinambungan.
1.10
Metode dan Teknik Penelitian Sudaryanto (1993: 9) menyebutkan metode sebagai suatu cara yang harus
dilaksanakan dan teknik adalah cara melaksanakan metode tersebut. Selanjutnya, untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini dan mencapai tujuan yang
18
ditentukan metode penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Ketiga metode dan teknik tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.10.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah lirik lagu, sedangkan datanya adalah bahasa lirik lagu Ebiet G. Ade. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik dasarnya sadap dan teknik lanjutan simak bebas libat cakap. Setiap lagu yang merupakan data dikumpulkan dalam bentuk cakram mp3. Lagu tersebut kemudian disimak dan ditranskripsikan menjadi teks lirik lagu. Selanjutnya data penelitian ini dipilah-pilah berdasarkan kategori pembentukan kata serta kekhasan bentukan kata. Sebagai contoh, bentukan kata yang khas seperti reduplikasi bebukitan (SBS, 17). Kata ini dibentuk oleh Ebiet meniru reduplikasi pada bebatuan. Kata ini berasal dari bentuk dasar bukit, kemudian mengalami reduplikasi penuh menjadi bukit-bukit, selanjutnya mengalami reduplikasi sebagian menjadi bubukit, kemudian mengalami reduplikasi pelemahan bunyi menjadi bebukit, proses yang terakhir adalah mendapatkan sufiks –an menjadi bebukitan.
1.10.2 Metode dan Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode agih, yaitu metode yang pelaksanaannya dengan menggunakan unsur penentu yang berupa unsur bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Sementara
19
itu, teknik yang digunakan adalah teknik dasar BUL (bagi unsur langsung) dan teknik lanjutan yang berupa teknik lesap, teknik ulang, dan teknik ganti.
1.10.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode formal dan informal. Metode formal berupa penyajian dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Metode informal merupakan metode yang menyampaikan hasil penelitian secara verbalitas yaitu menggunakan kalimat atau gambar.