BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA PANDAI BESI PENGRAJIN GOLOK SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN MANONJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA Prayitno Ardianto 1) Yuldan Faturrahman dan Sri Maywati 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Siliwangi (
[email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) ABSTRAK Berbagai aktivitas yang banyak menggunakan tangan dalam waktu yang lama sering dihubungkan dengan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS berhubungan dengan pekerjaan yang menggunakan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerak yang lama pada jari-jari tangan selama periode waktu yang lama. CTS dapat tercetus akibat paparan terhadap gerakan atau fibrasi atau akibat kesalahan posisi ergonomis yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor kerja yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja pandai besi pengrajin golok. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 36 orang dan uji statistik yang digunakan yaitu chi square dengan tingkat kemaknaan 95%. Variabel bebas yang diteliti diantaranya variabel umur, masa kerja, postur tangan saat bekerja, aktivitas berulang saat bekerja, suhu dan getaran. Pemeriksaan CTS dilakukan dengan menggunakan phalen test didapatkan kejadian CTS. Berdasarkan hasil uji chi square faktor- faktor resiko terhadap kejadian CTS didapatkan ada hubungan antara umur (p=0.001) masa kerja (p=0.002), postur tangan saat bekerja (p= 0.000), aktivitas berulang saat bekerja (p=0.000), suhu lingkungan kerja (p = 0.000) dengan kejadian CTS. Disarankan kepada pekerja untuk melakukan peregangngan (streching) guna mengurangi kekakuan otot saat kerja. Kata Kunci
: Umur, Masa kerja, Postur tangan, aktivitas berulang, suhu, getaran , Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Kepustakaan : 15 (1995 -2013 )
SEVERAL FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) ON WORKERS BLACKSMITH CRAFTSMEN MACHETE INFORMAL SECTOR IN REGENCY MANONJAYA DISTRICT OF TASIKMALAYA Prayitno Ardiantho 1) Yuldan Faturrahman dan Sri Maywati 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Siliwangi (
[email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) ABSTRACT Various activities that use many hands in a long time is connected Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS is associated with a job that uses a combination of strength and a long motion repetition on fingers during a long period of time. CTS can be caused by exposure to violent movement or fibrasi or due to the ergonomic position of the error that occurred in a long period of time. This research aims to know the work of some of the factors associated with the incidence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) on workers blacksmith craftsmen machete. This research use analytic observational method with cross sectional approach. Samples taken as many as 36 people and statistical tests used the chi square with a level of significance of 95%. Free variables examined include the variables age, working period, hand posture while working, the recurring activity while working, temperature and vibration. Examination of the CTS is conducted using the phalen test obtained Genesis CTS. Chi square test results based on the factors of risk of incidence of CTS found no relationship between age (p = 0.001) working period (p = 0.002), hand posture while working (p = 0000), the recurring activity while working (p = 0000), the temperature of the working environment (p = 0000) and incidence of CTS. It is advisable to workers to do peregangngan (streching) in order to reduce muscle stiffness at work. Keywords: age, time of work, hand Posture, repetitive activity, temperature, vibration, Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Literature : 15 (1995 -2013 )
PENDAHULUAN Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung amat pesat, baik industri formal maupun industri di rumah tangga, pertanian, perdagangan dan perkebunan. Hal ini akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja baru yang diperkirakan untuk tahun 2001 berjumlah 101 juta orang, sebagian besar (70 sampai 80 %) berada di sektor informal. Semua industri, baik formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan K3 (Effendi, 2007 : 9). Gambaran umum industri sektor informal mempunyai ciri-ciri antara lain: pola kegiatannya tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, kegiatan usaha sederhana, skala usaha dan modal yang relatif kecil serta tidak memiliki izin usaha.
Permasalahan yang secara umum terdapat sektor usaha informal
terutama menyangkut sikap kerja, cara kerja serta lingkungan kerja (Anies, 2005 : 13). Penyakit akibat kerja yang banyak ditimbulkan akibat pekerjaan salah satunya adalah penyakit otot rangka atau Musculoskeletal Disorders (MSDs). Kejadian gangguan musculoskeletal seperti carpal tunnel syndrome, low back pain, cervic spindolisis dan tennis elbow, sangat sering dirasakan oleh manusia. Selama lebih dari 50 tahun, dalam studi ditemukan bahwa 50% populasi mendapatkan nyeri dibagian leher, pundak maupun lengan. Gangguan musculoskeletal yang muncul dapat merupakan akibat dari pekerjaan yang dilakukan (Bridger, 1995). Berbagai aktivitas yang banyak menggunakan tangan dalam waktu yang lama sering dihubungkan dengan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS berhubungan dengan pekerjaan yang menggunakan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerak yang lama pada jari-jari tangan selama periode waktu yang lama. CTS dapat tercetus akibat paparan terhadap gerakan atau fibrasi atau akibat kesalahan posisi ergonomis yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (Purwanti, 2011 : 2). Pekerja pandai besi pengrajin golok bekerja rata-rata 8 jam/hari dan 1 jam waktu untuk istirahat, kecuali hari jumat libur. Proses pemotongan besi
baja atau besi per, pembentukan, penghalusan dan pengerasan besi baja merupakan kegiatan utama pandai besi. Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan lebih menggunakan tenaga pada tangan yang beresiko menyebabkan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap sebagian pekerja pandai besi pengrajin golok, dari 15 orang pekerja didapatkan keluhan berupa nyeri pada tangan (53,3%) 8 orang, rasa kesemutan (23,3%) 2 orang dan kaku pada jari tangan (33,3%) 5 orang.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analitik observasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor kerja yang berhubungan dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja pandai besi pengrajin golok. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, masa kerja, postur tangan saat bekerja, aktivitas berulang saat bekerja, suhu dan getaran. Variabel terikatnya yaitu kejadian Carpal Tunnel Syndrom. Intrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan wawancara langsung kepada responden yaitu pekerja pandai besi pengrajin golok di Kecamatan Manonjaya, termohigrometer untuk pengukuran suhu linkungan kerja pandai besi pengrajin golok dan vibration meter untuk pengukuran intensitas paparan getaran pada lengan dan tangan. Sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 36 orang dari 44 orang dengan teknik pengambilan dengan cara purvosive sampling yaitu responden yang memiliki ciri-ciri pekerja yang berusia kurang dari 60 tahun, tidak mempunyai penyakit seperti: osteoartritis, atritis rematoid, diabetes mellitus berdasarkan diagnosa tenaga medis dan bersedia menjadi reponden.
.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Mengidentifikasi Kejadian CTS
Kejadian CTS pada responden pekerja panda besi pengrajin golok di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Mengidentifikasi Kejadian CTS Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013 No
Test Phalen
Frekuensi
Persentase (%)
1
Negative
11
30.6
2
Positif
25
69.4
Total
36
100.0
Dinyatakan kejadian CTS positif, apabila pemeriksaan tes phalen menunjukkan positif, setelah dilakukan pemeriksaan secara tes phalen menunjukkan hasil positif dengan indikator adanya keluhan berupa rasa kesemutan atau parastesia (mati rasa) pada telapak tangan. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan uji tes phalen pada pekerja menunjukkan sebanyak 25 responden (69.4%) positif CTS. 2. Hubungan Umur Dengan Kejadian CTS Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Umur Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013 CTS No 1 2 3
Umur
>35 25-34 ≤ 24 Total p value
Positif N 19 5 1 25
% 95.0 45.5 20.0 69.4
Total
Negatif N 1 6 4 11
% 5.0 54.5 80.0 30.6 0.001
N 20 11 5 36
% 100.0 100.0 100.0 100.0
Proporsi carpal tunnel syndrome (CTS) lebih banyak ditemukan pada responden yang mempunyai kisaran umur >35 tahun yaitu 19 responden (95.0%), dibandingkan dengan responden dengan umur ≤24 tahun yaitu 1 reponden (20.0%) yang mengalami kejadian CTS. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,001, ini berarti nilai p < α (0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kategori umur berhubungan dengan kejadian CTS. Pakasi (2005) menyebutkan bahwa pertambahan usia dapat memperbesar resiko terjadinya sindroma terowongan karpal. Hal tersebut disebabkan oleh semakin tuanya seseorang cairan synovial akan berkurang sehingga bisa menyebabkan pembengkakan pada persendian. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh, Badriah tahun 2001 yang melakukan penelitian pada 45 responden pada lelaki bagian produksi di industri pengolahan kayu dan mebel, secara signifikan terbukti bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kejadian CTS (p = 0,02). 3. Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian CTS Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013 CTS No Masa Kerja 1 2
> 4 tahun 1-4 tahun Total
Positif N % 19 90.5 6 40.0 25 69.4
Negatif N % 2 8.3 9 60.0 11 30.6
Total N 21 15 36
% 100.0 100.0 100.0
p value
OR
0.00 2
14.250
Proporsi CTS lebih banyak ditemukan pada responden yang mempunyai masa kerja > 4 tahun yaitu 19 responden (90.5%), dibandingkan dengan responden dengan masa kerja 1-4 tahun yaitu 6 (40.0%) yang mengalami kejadian positif CTS. Hasil analisis dengan uji chi square didapat nilai p = 0,002, ini berarti nilai p < α (0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS pada pekerja pandai besi pengrajin golok, dengan nilai OR =
14.250. Hal ini berarti responden yang masa kerjanya > 4 tahun mempunyai resiko mengalami kejadian CTS 14 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya 1-4 tahun. Masa kerja berhubungan dengan lamanya paparan bahaya di tempat kerja yang sampai ke tubuh pekerja, makin lama masa kerja seseorang makin sering pula paparan bahaya sampai ke tubuh. Resiko bahaya dihasilkan dari berbagai potensi bahaya yang ada di tempat kerja pengrajin golok diantaranya sikap kerja yang tidak ergonomis dan getaran yang dihasilkan dari alat kerja. Sikap kerja yang tidak ergonomis dan paparan getaran berulang-ulang yang diterima oleh responden dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan stress pada jaringan di sekitar terowongan karpal sehingga jaringan tersebut mengalami degenerasi dan menyebabkan saluran terowongan karpal menjadi sempit (Badriah, 2001). Wahyudi (2007) mengemukakan dalam hasil penelitiannya pada pekerja tikar mendong di bagian penjahitan dengan jumlah sampel 31 responden di dapatkan p value 0.046, hal ini menyatakan bahwa masa kerja berhubungan dengan kejadian CTS. 4. Hubungan Postur Tangan Saat Bekerja Dengan Kejadian CTS Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Postur Tangan Saat Bekerja Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013
No 1 2
Posisi tangan saat bekerja Tidak Ergonomis Ergonomis Total
CTS
Total
Positif N %
Negatif N %
N
%
23
88.5
3
11.5
26
100.0
2 25
20.0 69.4
8 11
80.0 30.6
10 36
100.0 100.0
p value
OR
0.000
30.667
Pada variabel postur tangan saat bekerja dengan kejadian CTS lebih banyak ditemukan pada responden yang saat bekerjanya tidak ergonomis yaitu 23 responden (88.5%), dibandingkan dengan responden yang saat bekerjanya ergonomis yaitu 2 (20,0%) yang mengalami kejadian CTS. Dengan nilai p = 0,000, ini berarti nilai p < α (0,05), sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa frekuensi posisi tangan saat bekerja berhubungan dengan kejadian CTS, dengan nilai OR = 30.667. Hal ini berarti responden yang bekerjanya tidak ergonomis mempunyai resiko mengalami kejadian CTS 30 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang bekerjanya ergonomis. Postur normal atau ergonomis pada tangan dan pergelangan tangan dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi sumbu lengan terletak satu garis lurus dengan jari tengah, apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak ergonomis. Postur janggal atau tidak ergonomis adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan (Department of EH&S, 2002). Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah dan menyebabkan CTS. Termasuk ke dalam postur janggal adalah pengulangan atau waktu lama (Octarisya, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh kurniawan dkk (2008) pada variable posisi tangan saat bekerja menunjukkan hasil yang
signifikan karena dari 31 responden yang di teliti di dapatkan
p=0.013 artinya ada hubungan posisi tangan saat bekerja dengan kejadian CTS pada pekerja pemetik melati. 5. Hubungan Aktivitas Berulang Tangan Saat Bekerja Dengan Kejadian CTS Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Aktivitas Berulang Tangan Saat Bekerja Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013 CTS p Aktifitas Total value No berulang saat Positif Negatif bekerja N % N % N % 1 >30 kali/menit 23 88.5 3 11.5 26 100.0 0.000 2 ≤30 kali/menit 2 20.0 8 80.0 10 100.0 Total 25 69.4 11 30.6 36 100.0
OR
30.667
Pada variabel aktivitas berulang saat bekerja dengan kejadian CTS lebih banyak ditemukan pada responden yang melakukan aktivitas berulang >30 kali/menit yaitu 23 responden (88.5%), dibandingkan dengan responden yang melakukan aktivitas ≤30 kali/menit yaitu 2 (20,0%) yang mengalami kejadian CTS. Dengan nilai p = 0,000, ini berarti nilai p < α (0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa frekuensi posisi tangan saat bekerja berhubungan dengan kejadian CTS, dengan nilai OR = 30.667. Hal ini berarti responden yang melakukan aktivitas berulang >30 kali/menit mempunyai resiko mengalami kejadian CTS 30 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang melakukan aktivitas berulang <30 kali/menit. Gerakan yang dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan stress pada jaringan di sekitar terowongan karpal,
sehingga
jaringan
tersebut
mengalami
degenerasi
dan
menyebabkan saluran terowongan karpal menjadi sempit (Darwono dalama Wahyudi, 2007). Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Badriah (2001) yang menunjukkan p value = 0.02 pada lelaki bagian produksi di industri pengolahan kayu dan mebel, secara signifikan terbukti bahwa terdapat hubungan antara aktivitas berulang dengan kejadian CTS (p = 0,02). 6. Hubungan Suhu Lingkungan Kerja Dengan Kejadian CTS Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Suhu Lingkungan Kerja Responden Pengrajin Golok Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 2013 CTS
Total Positif Negatif N % N % N % 1 >NAB 23 74.2 8 25.8 31 100.0 2 ≤NAB 2 40.0 3 60.0 5 100.0 Total 25 69.4 11 30.6 36 100.0 NAB: 28ºC untuk Beban Kerja Sedang (Kepmenaker, 2011) No
Suhu Tempat Kerja
p value
0.154
Pada variabel suhu lingkungan kerja dengan kejadian CTS lebih banyak ditemukan pada responden yang bekerja di lingkungan kerja yang suhunya >NAB (>28ºC untuk beban kerja sedang) yaitu 23 responden (74.2%), dibandingkan dengan responden yang bekerja di lingkungan kerja yang suhunya ≤NAB yaitu 2 (40,0%) yang mengalami kejadian CTS. Dengan nilai p = 0,154, ini berarti nilai p > α (0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa suhu lingkungan kerja tidak ada hubungan dengan kejadian CTS. Menurut Shebubakar (2013) suhu panas akan memperbesar pembuluh darah sehingga dapat melancarkan peredaran darah di sekitar daerah tangan yang cedera. Hal ini akan membantu menyembukan cedera. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Pekerja pandai besi pengrajin golok Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dalam pekerjaanya kebanyakan bekerja dengan posisi tangan yang tidak ergonomis, gerakan berulang dengan tenaga berlebih pada tangan. Hasil penelitian didapatkan 25 responden (69.4%) pekerja pandai besi pengrajin golok di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya teridentifikasi gejala CTS. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel umur (p value = 0.001), masa kerja (p value = 0.002), antara postur tangan saat bekerja (p value = 0.000), aktivitas berulang (p value = 0.000) dengan kejadian CTS dan tidak hubungan antara suhu lingkungan kerja dengan kejadian CTS dengan (p value= 0.154). 2. Saran Disarankan kepada para pekerja yang menderita gejala CTS sebelum melakukan pekerjaanya dilakukan dulu peregangan (streching).
DAFTAR PUSTAKA
Anies, Penyakit Akibat Kerja, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. 2005. Badriah, S., 2001, Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Tenaga Kerja Laki-laki bagian Produksi di Industri Pengolahan Kayu dan Meubel CV. Bakti-Batang, FIK UNDIP, akses 12 Agustus 2013. Bridger, R., S. Introduction to Ergonomics. International Editions. General Engineering Series. McGraw-Hill, Inc. 1995. Effendi, Fikri., Ergonomi Bagi Pekerja Sektor informal, Cermin Dunia Kedokteran, Tanggal (akses 22 Desember 2012). Irma, Sri., Ergonomi, Jurnal Materi Pelatihan Upaya Kesehatan Kerja:3-5, 2003. Kurniawan, dkk. 2008. Faktor Resiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada wanita pemetik melati Karangcengis. Purbalingga Lusianawati, dkk, Carpal Tunnel Sndrome, Pada Pekerja Garmen Di Jakarta, (akses 13 Juni 2013). Octarisya, M., Tinjauan Faktor Ergonomi Terhadap Musculoskeletal Disosders (MSDs) Pada Aktivitas Manual Handling di Departemen Operasional HLPA Station PT Repex, FKM UI, Depok, 2009 (akses 21 Juni 2013). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, Depnaker RI, 2011. Purwanti, Pengaruh Lama Mengetik Terhadap Resiko Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pekerja Rental, FIK UNMSU (akses14 juni 2013). Rambe, Aldy S.,Sindrom Terowongan Karpal (CTS) Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H.Adam Malik,2004 (akses 3 agustus 2011). Shebubakar, L., 2013, Keyboard dan Gadget Picu Cedera Tangan, http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=395505e456 ac96cacda61eff35964447&jenis=70efdf2ec9b086079795c442636b55fb, tanggal akses 20 November 2013 Tarwaka., Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, HARAPAN PRESS, Surakarta, 2011. Wawan,W. 2007. Hubungan Lama Paparan Getaran Dengan Kejadian CTS Pada Pekerja Tikar Mendong Di Bagian Penjahitan. Tugas Akhir Jurusan , Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Siliwangi. Tasikmalaya Wijaya, C., 1995, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Jakarta : EGC