PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Usaha pemerintah untuk meningkatkan devisa nonmigas dan meningkatkan pendapatan petani tambak pada khususnya telah tertuang dalam Program Pemerintah pada Pola Umum Jangka Panjang dan Pola Umum Jangka Pendek yang menjabarkannya tertuang dalam Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Pertanian.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN,1993),
menetapkan bahwa pola pembangunan perikanan lebih diarahkan pada
upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan desa pantai melalui peningkatan produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan nilai ekspor.
Agribisnis perikanan dikembangkan melalui pola
perikanan inti rakyat dengan memperkuat koperasi, melalui pembangunan serta penerapan teknologi maju dalam berbagai usaha budidaya ikan di daerah pantai, tambak, dan air kawar, serta usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan daerah lepas pantai.
Upaya tersebut
sangat realistis karena sebagian besar wilayah Repubilk Indonesia merupakan wilayah perairan laut yang sangat luas, mempunyai sumber daya alam yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Oleh karena itu, perlu
dikelola secara terpadu agar
memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat khususnya petani tambak dan menjaga kelestarian linglcungannya tetap terjaga. Sehubungan dengan program pemerintah dalam upaya merealisasikan peningkatan produksi di sektor perikanan, pengembangan tambak udang di Indonesia secara ekstensifikasi akhir-akhir ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini selain didorong
oleh program pemerintah juga dorongan faktor ekonomi dan bisnis, karena pengelolaan tambak udang memberikan keuntungan yang relatif besar.
Akan tetapi, pesatnya
pembukaan kawasan budidaya tambak udang ternyata banyak menimbullcan kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, seperti kerusakan hutan bakau.
Hal ini banyak terjadi di
wilayah pesisir timur Provinsi Lampung, wiiayah pantai utara Pulau Jawa, beberapa di
wilayah pesisir Pulau Bali, dan
di Provinsi Sulawesi Selatan
lokasi
( Harsanugraha &
Budiman ,2000). Sejalan dengan perkembangan tambak yang sangat pesat perlu diwaspadai pola pengembangan teknik pengelolaan usaha tambak tersebut secara terkontrol dan terpadu, demi untuk mempertahankan kelestarian lingkungannya tidak dilakukan
Apabila dalam pengelolaannya
secara benar maka akan berdampak negatif dan berbahaya bagi
kelangsungan hidup biologis pantai.
Maka dari itu perlu diperhatikan persyaratan dan
kesesuaian lahan yang dapat menguntungkan bagi kelangsungan budidaya tambak untuk masa jangka panjang dan berkelanjutan dengan menjaga prinsip kelestarian lingkmgannya. Informasi kesesuaian lahan di wilayah pesisir sangat membantu dalam ha1 memformulasikan
berbagai kebijakan dalam perencanaan program-program pengelolaan
sumberdaya lahan pantai secara optimal dan lestari.
Untuk mengamb'il kebijakan tersebut
diperlukan adanya informasi yang cepat, lengkap dan akurat. Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak yang berpotensi secara ekstensif dan terpadu dapat dianalisis melalui penerapan teknologi penginderaan jauh (Citra Landsat-TM) dan penerapan sistem informasi geografi (SIG), serta penentuan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang.
Citra Landsat-TM mempunyai potensi pemanfaatan untuk mengaji jenis dan kondisi obyek di permukaan bumi yang terbarukan serta dapat d i t k a n untuk menentukan lokasi dan luasan areal pembangunan tambak. Sedangkan sistem informasi geografi (SIG) diterapkan untuk menentukan sistem kesesuaian lahannya dan penentuan pendekatan parametric untuk menentukan penilaian produktivitas terhadap setiap tingkat kesesuaian lahannya. Daerah yang dipilih sebagai obyek peneiitian adalah wilayah pesisir pantai kabupaten Indramayu hingga
kabupaten Ciebon. Dengan dasar pertimbangan daerah tersebut
mempunyai areal yang relatif luas untuk wilayah Jawa Barat, lingkungan pesisir
yang
beragam yakni; banyak pemukiman, laju sedimentasi cukup tinggi, dan dekat dengan wilayah pemsahaan migas Pertamina (unit pengolahan minyak).
Tambak udang merupakan budidaya perikana. air payau di pesisiu pantai yang rentan terhadap lingkungan.
Banyak budidaya tambak konvensional yang dikembangkan
di Indonesia belum mendapat hasil yang optimum, karena terbentur oleh beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas lahannya.
Karena luasnya budidaya tambak
di Indonesia sulit untuk dilakukan evaluasi secara konvensional, maka dengan teknologi penginderaan jauh dan SIG serta dengan cara penentuan model pendekatan parametrilk dari pengujian kualitas lahan, merupakan alternatif yang tepat dalam mengatasi permasalahan di atas. Dengan menggunakan data penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk mendapatkan informasi spasial dan luasannya, dan dengan menggunakan pendekatan model
parametrik dapat diperoleh informasi nilai kesesuaian lahan tambak yang sesuai terhadap nilai produksinya. Tuiuan 1. Mengevaluasi kesesuaian
lahan
tambak konvensional yang dipetakan berdasarkan
pengolahan citra satelit dan SIG. 2. Mengkaji kelas kesesuaian lahan tambak konvensional terhadap nilai produktivitasnya . 3. Menguji kriteria kualitas lahan ke dalam kelas kesesuaian lahan tambak konvensional.
Hiwtesis 1. Kriteria kesesuaian lahan tambak udang konvensional di dalam lokasi penelitian untuk
tingkat sesuai dan cukup sesuai sama. 2. Produktivitas tambak konvensional di dalam lokasi penelitian bergantung pada sistem
pengendalian manajemennya
Kegunaan 1. Untuk memberikan informasi berupa model kesesuaaian lahan tambak konvensional yang
dikaitkan dengan nilai produktivitasnya. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk rencana
pengembangan dan pemelihanurn tambak udanglikan.
TINJAUAN PUSTAKA w a n Daerah
Wilayah Kabupaten Indramayu terletak di Pantai Utara Laut Jawa, let& geografisnya antara 107' 52'
-
108' 36' Bujur Timur dan 6'
14' - 6' 40' Lintang Selatan. Luas
wilayahnya sekitar 2.000,99 l d dengan jumlah penduduk tahun 2000 sebanyak 1.563.390 jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 18.607 jiwa bermata-pencaharian dalam bidang perikanan tambak.
Pengembangan budidaya perikanan di Kabupten Indramayu sesuai
dengan potensinya yang berada di sepanjang 114 km Pantai Utara Jawa, dengan kondisi sumberdaya alam lainnya serta sumberdaya manusia yang ada, merupakan daerah yang potensial bagi kegiatan perikanan. kecamatan.
Kabupaten Indramayu terdii dari
Berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang tennasuk
22 wilayah Sentra Usaha
Budidaya Air Payau (Tambak) hanya 9 kecamatan dan tercatat seluas 15.080 hektar, namun
dari luas tersebut telah dimanfaatkan seluas 13.497 hektar, yang dikelola oleh 4.939 RTP, yaitu kecamatan Sukra (137,s hektar), kecamatan Kandanghaw (451 hektar), kecamatan Losarang (4143,s hektar), kecamatan Lohbener (545,3 hektar), kecamatan Indramayu (2391,4 hektar), kecamatan Balongan(80,6 hektar), kecamatan Sindang (4754,5 hektar), kecamatan Krangkeng (975,5 hektar) dan kecamatan Juntinyuat (49,2 hektar). Wilayah kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah sekitar 960,O lad dengan panjang pantai 54,O km dan
merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di
bagian timur serta merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propimi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108' 40'
- 108'
48' Bujur Timur dan 6'
00' - 7' 00' Lintang Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1.827.827 jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 3.462 jiwa adalah petani tambak. Kabupaten Cirebon
terdiri dari 23 kecamatan dan berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang termasuk Sentra Usaha Budidaya Air Payau (tambak) hanya 6 kecamatan dan tercatat seluas 7500 hektar tetapi yang dikelola hanya seluas 2410 hektar tersebar di 6 kecamatan pantai yaitu kecamatan Kapetakan (212,75 hektar), Cirebon Utara (135 hektar), kecamatan Mundu (4,5 hektar), kecamatan Astanajapura (141,lO hektar), kecamatan Babakan (112 hektar), dan Kecamatan Losari(168,15 hektar).
Peta Wiayah kabupaten Indramayu dan kabupaten
Cirebon di sajikan pada Gambar 1.
Budidava Tambak dan Fakto~faktorvanv Memaenearuhinva Pengertian tambak
adalah kolam ikan yang dibuat pada lahan pantai laut dan
menggunakan air laut (bercampur dengan sungai) sebagai penggenangannya.
Tambak
berasal dari kata "nambak'' yang berarti membendung air dengan pematang sehingga terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan tiap petalcan dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai 2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari tepi laut terus ke pedalaman sejauh 1-3 km (bahkan ada yang sampai 20 km) tergantung dari sejauh mana air pasang laut dapat mencapai daratan. Sika dilihat dari jauh daerah pertambakan akan nampak seperti petak-pet& sawah yang tergenang air. Kegiatan budidaya
tambak merupakan kegiatan pemanfaatan
lingkungan perairan untuk membesarkan biota air m
dan pengelolaan
a optimal. Agar kegiatan budidaya
tambak dapat berkelanjutan dan optimal maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara benar dan menurut kaidah-kaidah ekologis dan ekonomis.
Menurut Hardjowigeno &
Widiatmaka ( 2001), berdasarkan atas letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang memberi air ke tambak maka dapat dibedakan tiga jenis tambak, ydrtu :
Peta Adrnlnlmasl Kabupaten lndrarnayu Kabupaten Cirebon
Surnber data:
Peta Kabupsten (Pernda lndramrrju dan Cjrebon] Sistem Koordinat UTM. zone 48
Gambw 1. Peta Lokasi Penelitian di Wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
(a) tambak Lanyah , adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut atau lebih jauh, tetapi air laut masih dapat menggenangi tambak tanpa mengurangi salinitas yang menyolok, sehingga tambak tersebut berisi air laut yang berkadar garam setinggi 30 o/oo
Air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa berkadar
garam tinggi, karena air yang mas& adalah air laut yang memang tinggi kadar garamnya dan sebagai &bat penguapan sehari-hari sesudah air ditahan dalam petakan tambak bahkan tidak ada.
Campuran dengan air tawarlair sungai sangat sedikit atau Air tambak sangat meningkat saliitasnya pada musii
kemarau karena penguapannya lebii tinggi dan kurangnya air hujan yang masuk pada petakan tambak tersebut tambak, dan hanya dapat
Keadaan ini akan menurunkan produktivitas
diperbaiki bila air laut pasang baru dapat dialirkan
ke dalam petakan tambak, atau terjadi hujan
(b) tambak Biasa ; adalah tambak yang terletak di belakang tambak lanyah dan selalu terisi campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Setelah kedua macam air tersebut ditahan dalam petakan tambak (petakan air ditutup setelah petakan penuh air), maka terciptalah air payau dengan kadar garam sekitar 15
Oleo
Sebelum pintu tambak ditutup, yaitu waktu tambak belum digunakan untuk
memelihara ikan, airnya menjadi asin biia tambak terisi dengan air pasang laut, dan menjadi tawar jika terisi air sungai waktu lautnya surut. Dalam musim kemarau kadang-kadang hanya parit k e l i g dalam petakan tambak saja yang terisi air (c) tambak darat ; adalah tambak yang terletak jauh dari pantai laut. Kebanyakan
tambak darat pada mulanya tambak biasa, namun karena melebamya daratan
pantai maka letaknya menjadi jauh dari pantai sehingga menjadi tambak darat. Persediaan air dapat dipertahankan cukup selama musim hujan saja. Kalau hujan berkurang maka, sebagaian dari tambak itu menjadi kering sama sekali, sehingga pengusahaannya
kadang-kadang hanya dapat berlangsung selama 9
bulan saja setiap tahunnya. Sebagai sarana produksi ikan dan udang air payau, tambak darat ini kurang memenuhi syarat karena W t a s air yang terlalu rendah (5-10 OIOO). Namun demikian tambak ini dapat digunakan untuk produksi jenis ikan yang lain yang tahan terhadap salinitas yang rendah seperti ikan tawes dan mujaer.
Walaupun yang dipelihara ikan air tawar, tetapi tetap disebut
tambak karena cara pengelolaannya masih menggunakan pengelolaan tambak.
Tambak Konvensional Tambak konvensional
adalah usaha pemeliharaan udangliian, baik udang
(monokultural) maupun udang dan bandeng (polikultural)
yang sebagian besar
pengelolaannya bergantung pada iigkungan dan rnakanan alami tanpa bantuan peralatan tambahan seperti peralatan untuk aerasi.
Sedangkan untuk budidaya tambak
modernlinsentif adalah usaha pemeliharaan u d a n g / i
dengan penebaran benih yang
tinggi, diberi makanan bantuan, dilengkapi perlengkapan tambahan untuk aerasi seperti aerator, blower, kompresor, pompa air, kincir angin dengan kontruksi benar-benar kokoh dan tidak bocor.
Pemeliharaan Tambak Di dalam mengkaji
kesesuaian lahan
tambak, perlu diketahui terlebih dahulu sumber air
parameter-parameternya yang sesuai. Parameter yang umum dipakai adalah
dan debitnya, amplitudo pasang surut, topograli, iklim, sifat tanah. Parameter-parameter tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya tambak. Disamping suplai air harus cukup, kualitasnyapun harus baik dan memenuhi syarat bagi kehidupan dan p-buhan
udangikan serta organisme pakan ikan seperti kelekap.
Sebelum tambak ditebari dengan benih udangikan, perlu dilakukan pengeringan dasar tambak yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, berlangsungnya mineralisasi bahan organik dan membuang bahan-bahan beracun seperti H2S dan amoniak. dilanjutkan dengan pemupukan tanah dasar tambak untuk merangsang kelekap.
Kemudian
pertumbuhan
Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik sebanyak 0,s sampai 3,O
toniha/musim, tergantung dari kadar bahan organik tanah tersebut dan jenis pupuk kandang yang dipakai. Menurut S u r i a d i i a (1996), setelah dilakukan pemupukan organik, air dimasukan ke dalam tambak setinggi 3 sampai 10 cm, dan pintu air ditutup rapat.
Selanjutnya air
dalam tambak dibiarkan menguap sampai keadaan dasar tambak kering seperti semula. Hal ini dimaksudkan untuk meresapkan pupuk mineralisasi pupuk organik.
ke dalam tanah dan tejadinya proses
Tambak kemudian diairi lagi sampai mencapai ketinggian 10
cm dan baru diberi pupuk anorganik yakni Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 50 sampai 100 kgMmusim. Pemberian pupuk dilakukan secara bertahap. Tahap pertama diberi 113 bagian, dan sisanya diberikan dua kali dalam waktu 1 minggu. Bila seluruh pennukaan bidang dasar
tambak telah terlihat adanya pertumbuhan kelekap dengan subur (warna hijau muda), maka tambak diairi setinggi 20 cm dan secara bertahap dinaikkan lagi hingga mencapai tinggi air
40-60cm dari pelataran tambak. Selanjutnya tambak siap untuk ditebari benih udangtikan. Tambak bandeng dapat dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan perbandiigan 1:2 atau 1:3. Dalam satu unit tambak sebaiknya dilengkapi dengan petak peneneran dan petak pengglondongan dengan luas masing-masing 300 sampai 500 mZ dan
1000 sampai 3000 mZ. Petak pengglondongan bertujuan untuk pemeliharaan nener menjadi glondongan yaitu ikan muda yang berukuran panjang 5-12 cm, yang kemudian akan dipelihara dalam petak pembesaran.
Sumber Air dan Kualitasnva Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat perhunbuhan plankton yang merupakan salah satu sumber rnakanan ikan. Air dalarn tambak umumnya kedalaman antara
40-60 cm dari d a m pelataran tambak atau 80-100cm dari d a m parit keliling. Permukaan air tambak dibuat sejajar dengan permukaan air pasang rata-rata. Kondisi wilayah hutan bakau sangat erat kaitannya dengan faktor hidro oseanografis. Faktor-faktor yang berkenaan dengan karakteristik antara lain fluktuasi pasang surut, gelombang, kecepatan arus sungai dan elevasi lahan.
Keempat komponen tersebut,
bersamaan dengan pengaruh berbagai faktor lainnya (karakteristik kimia-fisika) oksigen terlarut (DO), salinitas, suhu, kekeruhan, derajat keasaman (pH), asam sulfida akan memberikan c o d lingkungan hutan bakau tertentu.
seperti
amoniak, dan
1I
Boyd & Claude (1991),
mengemukakan bahwa produksi ikan dalam tambak
berhubungan erat dengan kualitas air. Penilaian kualitas air untuk udang dan bandeng disajikan dalam Tabel 1
Sumber :
Boyd & Claude, E (1991)
Oksigen Terlarut (DO) Pada umumnya ikan dan udang tidak dapat mengambii oksigen langsung dari udara, oleh karena itu oksigen yang d i p untuk pernapasannya hams dalam bentuk terlarut dalam
air. Menurut S u r i a d i a (1996), oksigen terlarut merupakan salah satu peubah mutu air yang mampu mempengaruhi peubah lain. Konsentrasi karbon dioksida dan pH harian air tambak berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi oksigen terlarut.
Perubahan pH
mempengaruhi keseimbangan reaksi amoniak dan senyawa sulfida serta senyawa lain seperti berbagai hidroksida logam.
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh peubah lain
seperti suhu, dinitas, bahan organik dan kecerahan. Peningkatan suhu, dinitas, bahan organik dan kecerahan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut yang terlalu rendah dapat menghambat perhmbuhan, bahkan mematikan ikan yang dipelihmya. Menurut Achmad (1991), oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan udang
adalah > 5 @. Pada jumlah 1-5 mg/l perhmbuhan udang mulai terhambat, sedangkan di bawah 1 mpjl udang akan mati.
a) Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah kandungan berbagai garam terutama garam NaCl dalam air laut.
Menurut Suriadikarta (1996), salinitas adalah konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air, yang sering dinyatakan dalam rng, tetapi dalam bidang perikanan salinitas ini sering diukur dalam &).
Salinitas membedakan jenis air menjadi air tawar, air laut dan
air payau. Pertambakan dibuat di daerah pantai dimana air laut dan air tawar bercampur sehingga d i t a s n y a ditentukan oleh proporsi percampuran tersebut.
Bila sungai-sungai
kecil bermuara ke laut maka kadar gardsalinitas air di daerah estuarin itu akan tinggi, tetapi bila sungai-sungai besar yang bermuara ke laut maka salinitas air daerah estuarin itu akan rendah. Mintardjo et al, (1984), menyatakan bahwa berdasarkan d i t a s n y a , perairan digolongkan menjadi berbagai kelas seperti tertera pada Tabel 2. Perairan payau pada umumnya berada pada kelas oligohaline sampai polyhaline. Di daerah yang curah hujannya tinggi air tambak berada pada kelas oligahiline dan mesohaline, didaerah yang curah hujannya sedang pada kelas mesohaline sampai polyhaline, sedangkan daerah yang relatif kering (curah hujan rendah) berada pada kelas perairan laut.
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas
Perairan tawar I
3.0- 16.5
I Mesohaline
16.5 - 30.0
/ Polyhaline I
> 40.0
i
Hipersaline
Sumber : Mintardjo et.al, 1984.
7
Setiap jenis
ikan dan udang mempunyai kisaran toleransi salinitas yang berbeda
antara spesies satu dengan spesies yang lainnya dan antar kelompok umur dalam spesies yang sama. Salinitas terbaik untuk udang antara 12-20 'loo . Pada salinitas 2 35 'loo pertumbuhan udang terhambat, sedangkan pada salinitas 2 50 Menurut Achmad (1991), pada salinitas < 12 l'oo
OIOO
udang mulai mati.
udang tidak terganggu seperti pada
salinitas tinggi tapi metabolisme pigmen tidak sempurna (warna udang lebii b i n )dan kulit lunak sehingga lebih mudah diserang penyakit, sedangkan untuk bandeng salinitas yang terbaik adalah 15 -30 '10~. Pada umumnya telah disepakati bahwa salinitas 10 - 15 'Im adalah baik untuk dipertahankan di tambak. b) Suhu
Suhu air sangat
berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air,
sehingga sangat berpengamh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
hewan air (ikan dan
udang). Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai batas tertentu yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan selain berpengaruh langsung, suhu juga mempengaruhi kelarutan gas-gas
dalam air, termasuk oksigen. Semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, padahal kebutuhan oksigen bagi ikan dm udang semakin besar karena tingkat metabolisme semakin tinggi. Achmad (1991) menyebutkan bahwa udang windu masih dapat tumbuh n o d pada suhu 35' C. Suhu air optimal bagi udang terletak antara 28' C sampai 30' C. Dibawah suhu 25'
C sampai 18' C udang mash bertahan hidup tetapi nafsu makan mulai menurun. Suhu air
di antara 12 O C sampai 18' C mulai berbahaya dan pada suhu < 12' C udang windu mati kedinginan.
c) Kecerahan Kekeruhan mencerminkan adanya jumlah bahan-bahan halus baik berupa bahan organik (plankton), jasad renik, maupun berupa bahan anorganik (lurnpur dan pasir) yang ada dalam air.
Terjadinya kekeruhan dalam tambak menurut Boyd & Claude (1991),
adalah pertama dihasilkan oleh banyaknya fitoplankton dalam air dan kedua oleh tersuspensinya partikel-partikel tanah.
Kekeruhan ini menghalangi penetrasi cahaya ke
dalam tambak dan kurangnya cahaya dalam dasar tambak sehingga mengganggu pertumbuhan algae dan tanaman air. Menurut Achmad (1991), kecerahan yang baik bagi budidaya udang berkisar 30 sampai 40 cm, sedangkan untuk bandeng adalah 26-40 cm.
Biia kecerahan sudah mencapai
kedalaman kurang dari 25 cm, penggantian air sebaiknya segera dilakukan sebelum phitoplankton "die off' yang diikuti oleh penurunan oksigen terlarut terjadi secara dratis. Partikel lumpur dan pasir dapat berpengaruh langsung
menutupi insang ikan
sehingga menghambat pernapasan. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menghalangi dihsi oksigen dari udara dan mengurangi daya penetrasi matahari sehmgga produktivitas primer perairan berkurang. d) Derajat Keasaman (pH)
Di dalam tanah atau air pH menunjukan konsentrasi ion hydrogen. Bia tanah atau air mempunyai pH 7 dikatakan netral dan bila pH<7 diiatakan asam, dan p D 7 dikatakan basa. PH tambak sangat dipengaruhi tanahnya sehingga pada tambak-tambak baru yang tanahnya asam maka pH airnya juga rendah. Ikan dan udang cukup sensitif terhadap perubahan pH sehingga pada nilai tertentu ada titik mati bagi ikan. Achmad (1991),
mengemukakan secara umum bahwa pengaruh pH terhadap spesies ikan, dijelaskan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh pH Terhadap Spesies Ikan
7 I Titik mati asam
4-6
6-9 9-11
I
Pertumbuhan terhambat
Perhmbuhan baik
I Pertumbuhan lambat
>11
Titik mati basa
1
I I
umber: Achmad (1991) Air payau adalah baik sebagai penyangga perubahan pH, dan sangat jarang pH turun kurang dari 6,5 atau lebih dari 9. Untuk pertumbuhan udang pH yang optimum adalah 7 - 9 (Achmad, 1991) dan untuk pertumbuhan bandeng pH yang baik adalah antara 7,5
-
8,5
(Arsyad & Samsi 1990). e) Amoniak dan Hidrogen Sulfida Sumber utama amoniak (NH3) adalah bahan organik baik dalam bentuk sisa pakan, kotoran udang, maupun dalam bentuk plankton dan bahan organik tersuspensi. Pembusukan bahan organik yang mengandung protein menghasilkan ammonium (NH43 dan ammoniak. Bila proses lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berlangsung lancar, maka terjadi penumpukan ammoniak sampai konsentrasi yang membahayakan udang. Claude
(1982), ammoniak dalam air tambak berasal dari
udanglikan yang dibudidayakan dan
Menurut Boyd &
sisa metabolisme (sekresi)
(penguraian bahan organik, sisa pakan dan
organisme mati). Amoniak dalam proses oksidasi diubah menjadi nitrat sedangkan nitrit merupakan bentukan dari proses oksidasi yang belum tuntas. Amoniak dan nitrit bers'iat
racun bagi udanghian, sedangkan nitrat merupakan nutrien utama bagi fitoplankton. Dalam air, ammoniak terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammoniak yang tidak terionisasi (N&) dan ion ammonium
CNH43. Pembentukan
gas amonium ini meningkat sejalan peningkatan pH
dari 4,s sampai 7,1 (Poerwowidodo, 1992). Karena ion O H meningkat sejalan pH, maka pembentukan gas amoniak tergantung keseimbangan :
Temperatur juga berpengaruh dalam meningkatkan tejadinya ion ammonium namun kurang dibandingkan dengan pengaruh pH. Menurut S u r i a d i i a (1996), pergantian air merupakan alternatif dalam mengatasi konsentrasi ammoniak yang tinggi. Dalam tambak, total amoniak yang optimum untuk pertumbuhan udang adalah < 0,3 mgilt. Bahan organik selain dapat m e n g h a s i i ammoniak juga dapat memproduksi hidrogen sulfida (HzS).
Udang bisa keracunan hidrogen sulfida pada konsentrasi 0,l-0,2
HzS~lt,dan pada konsentrasi 0,25 mgAt kematian masal bisa tejadi.
Menurut Boyd &
Claude (1982) konsentrasi 0,01 sampai 0,05 HzSflt akan mematikan terhadap organisme perairan. Supaya tidak mengganggu pertumbuhan udang maka konsentrasi hidrogen sulfida sebaiknya kurang dari 0,l mgilt.
HzS biasanya dapat dideteksi dari lumpur dasar yang
berwarna hitam (gelap) dan berbau belerang. Penggantian air dan pengeringan tanah dasar
waktu persiapan adalah cara yang baik untuk menghilangkan pengaruh HzS.
Amolitudo Pasaw Surut Pengaruh pasang surut
antara lain terdapat penetrasi air laut ke sungai dan
melimpahnya ke lahan sekitarnya. Disamping itu akan menentukan jenis dan kerapatan populasi flora dan fauna.
Pada dasamya pasang surut yang diterima oleh daerah pantai dan
estuari adalah pasang surut semi diural, dengan dua kali pasang dan dua kali surut terjadi bergantian dalam satu hari yaitu tiap 12 jam 25 menit ~ d j o w i g e n o& Widiatmaka 1996). Tingginya air pasang dan surut beruhah setiap hari dan yang tertinggi akan mencapai dua kali setiap bulan yaitu pada waktu bulan purnama (pasang pumama) dan bulan kecil (pasang perbani). Tambak air payau selalu dibangun pada daerah pasang surut, yaitu di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Mengenai ukuran tinggi pasang surut ini, agaknya para ahli menyetujui bahwa pasang surut sebesar 1,s - 2,s meter adalah ideal. Dengan pasang surut sebesar ini, tambak tidak usah dibuat terlalu dalam dan tanggul tidak usah terlalu tinggi, sehingga biaya kontruksi tidak terlalu besar.
Kemirinean Lahan
Untuk perencanaan tambak yang baik hams memerlukan daerah yang datar dan masih dapat digenangi langsung oleh pasang surut air asin dari laut. Ketinggian tempat tidak boleh melebihi tinggi permukaan pasang tertinggi.
Dan juga tidak boleh rendah daripada
tinggi permukaan air surut terendah (misalnya tempat-tempat yang merupakan cekungancekungan) sekalipun dekat pantai. Sumber peta dasar kelerengan lahn dapat diperoleh dari peta tematik. Topografi yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, keduanya akan mengalami kesulitan dalam pengelolaan air. Bila terlalu tinggi, tidak dapat diairi dengan c u h p sesuai kebutuhan, sedangkan bila terlalu rendah tidak dapat dikeringkan.
Dalam survei tanah di
lapangan jangkauan air pasang surut dapat diketahui dari informasi penduduk setempat. Dalam keadaan alami daerah-daerah yang digenangi air yang hedinitas rendah (payau)
Iklim akan besar pengaruhnya terhadap pengelolaan tambak. Dasar tambak perlu diieringkan secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki siiat fisik tanah, meningkatkan mineralisasi bahan organik, dan rnenghilangkan bahan-bahan beracun seperti HzS, amoniak serta metan.
Oleh karena itu diperlukan adanya bulan-bulan kering tertentu pada setiap
tahun. Curah hujan tinggi sepanjang tahun tanpa bulan kering, kurang cocok untuk tambak. Hujan terus menerus sepanjang hari selama beberapa minggu akan menurunkan suhu air tambak. Sebaliknya hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu panjang juga kurang baik untuk daerah pertambakan. Menurut Soeseno (1988), curah hujan antara 20003000 d t h dengan bulan kering 2-3bulan cukup baik d i g u m h untuk tambak.
Tanah Tanah sebagai diketahui adalah media tempat turnbuh atau lebih luas lagi suatu ruang yang memungkinkan dapat mendukung kehidupan biologis, baik secara minimum maupun maksimum tergantung dari kualitas tanah.
Tanah me~pi3kan salah satu faktor yang
menentukan produksi. Sebagai dasar untuk menahan air budi daya tambak, tanah umumnya merupakan endapan (alluvial), yang kesuburannya sangat ditentukan oleh kualitas material yang diendapkan. Tanah tambak di daerah hutan bakau sering kali bersiit agak masam, dan jelas tanah demikian kurang produktif.
Untuk pembuatan tambak secara konvensional persyaratan tanah memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya tanah untuk kepentingan budidaya ikan. Sedangkan dalam pembuatan tambak dengan teknologi modern, persyaratan tanah sudah tidak memegang peranan yang sangat penting karena dasar tambak bisa juga dari bahan lain misalnya plastik. Tanah yang baik tidak hanya tanah yang mampu menahan air,
akan tetapi lebii penting lagi apakah tanah tersebut mampu menyediakan berbagai unsur hara bagi makanan alami untuk ikan yang d i p e l i a . Fungsi utama tanah dalam pembuatan tambak yaitu :
-
Menjadi tempat tumbuhnya makanan alami yang berupa klekap maupun berbagai organisme dasar lain.
-
Menahan air
Oleh karena itu tanah tambak h a s memenuhi kriteria
di atas.
Kemampuan tanah
menyediakan berbagai unsur hara yang sangat diperlukan oleh makanan alami, tergantung pada kesuburan tanah yang berwmgkutan.
Kesuburan tanah sangat tergantung pada
komposisi kimiawi tanah. Sebagai contoh pengaruh sulfat masam dari lapisan pirit, sangat kurang produktif karena pengaruh unsur beracun dari dalam tanah terhadap air tambak, sebaliknya tanah alkali (basa) akan lebii subur dan produktif. a. Lapisan Pirit Pengaruh unsur-unsur beracun yang berasal dari tanah misalnya sulfat masam. Menurut Suriadikarta (1996) bahwa penyebab utama rendahnya hasil udang dan ikan pada sejumlah lahan pantai adalah adanya pirit (FeSz). Senyawa ini bila dalam keadaan kering akan teroksidasi menjadi asam sulfat yang sangat masam.
tumbuhnya jasad makanan alami secara langsung dapat menyebabkan stress pada udang sehingga udang menjadi tumbuh lambat, kulit lembek dan mudah terserang penyakit. Akibat dari kemasaman ini dapat dikurangi dengan program oksidasi dan pencucian tanah secara ekstensif dan penggunaan kapur yang cukup besar selama periode pertumbuhan. Menurut Suriadikarta (1996), kapur yang diperlukan untuk menetralkan kemasaman adalah kira-kira 150 tonha. Maka dengan oksidasi dan pencucian yang cukup, tanah akhimya secara relatif akan bebas dari pirit. b. Kedalaman Tanah Efektif
Kedalaman tanah sampai hamparan batuan mempengmhi kedalaman tambak yang dibuat.
Karena untuk mendapatkan produktivitas tambak yang optimum diperlukan
penggalian parit keliling tambak, saluran luar dan petak pembagi air yang dalamnya lebih dari 60 cm.
Maka batas kedalaman tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
tambak. e. Drainase Tanah
Tambak memerlukan genangan , karena itu drainase tanah yang cepat yaitu air yang mudah hilang baik melalui peresapan ke dalam tanah maupun aliran permukaan, tidak cocok untuk tambak.
Dalam budidaya tambak, dasar tambak telah dibuat rata dan dibuat
pematang-pematang untuk menahan air sehingga aliran permukaan menjadi sangat kecil. Dengan demikian drainase tanah banyak dipengaruhi oleh peresapan air ke dalam tanah, baik secara vertikal maupun secara horisontd atau porositas tanah seperti diuraikan sebelumnya. Jadi tanah tambak yang baik harus mampu menahan air. Kemampuan tanah menahan air
sangat dipengaruhi oleh struktur
tanah.
Semakin kompak strukturnya, semakin kuat
menahan air. d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah memegang peranan sangat penting dalam menentukan apakah tanah memenuhi syarat untuk pertambakan. Tekstur tanah sangat ditentukan oleh banyaknya komposisi pasir, debu dan bat. Dalam Hadjowigeno (1993) dijelaskan bahwa tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm-50 p ), debu (50-2 p ), dan liat (<2 p) di dalam tanah. Dalam
Aslan (2000) dijelaskan bahwa umumnya tanah tambak dapat dibedakan
menjadi berbagai tekstur, yaitu : liat, liat berdebu, lempung liat berpasir dan pasir berlempung.
Hubungan tanah dengan kesuburannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Dari
Tabel 4 diketahui bahwa makin besar kandungan liat dan debunya, makin subur tanah yang bersangkutan karena permukaan tanah halus, sehingga klekap dapat tumbuh lebat. Sebaliknya makin tinggi kandungan pasirnya, tanah menjadi kurang subur. Tabel 4. Hubungan antara Tekstur Tanah dengan Pemtmbuhan Klekap di Tambak.
No
Pasir
Debu
Lint
Tekstur tanah
Pertumbuhan klekap
1
28%
22%
50%
Liat
Sangat lebat
2
14%
44%
42%
Liat berdebu
Lebat
3
63%
14%
22%
Lempung liat berpasir
sedikit
4
79%
10%
11%
Pasir berlempung
Sangat sedikit
Sumber : Aslan (2000) (Mod~jXasi)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harsanugraha & Budiman (2000) menyatakan bahwa tanah yang baik untuk tambak adalah tanah yang bertektur hat, liat berdebu, dan lempung liat berpasir. Tanah ini sangat keras dan mengalami retak-retak
1
apabila dalam keadaan kering. Sedangkan dalam keadaan
basah mampu menahan air
dengan perkataan lain tidak mudah menimbulkan kebocoran. e. Gambut Tanah gambut (Histosol) tidak cocok untuk pembuatan tambak karena umumnya mempunyai porositas tinggi sehingga air sukar ditahan di dalam tambak. Selain itu dalam proses dekomposisi bahan organik (gambut) sering dihasilkan senyawa-senyawa beracun bagi pertumbuhan organisme dalam air seperti amoniak
(NH3),
hidrogen sulfida (HzS) dan
methan (CK). Karena itu maka dalam memilih lokasi untuk tambak, tanah-tanah gambut tersebut harus dihindarkan.
Jarinean Sun~ai Jaringan sungai, debit sungai serta rentang pasang surut mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem perairan pertambakan. Pada sisi lain jaringan sungai juga dapat merupakan sarana pengangkut limbah (baik limbah pemukiman, pertanian maupun industri) dan sarana banjir ke sistem pertambakan Oleh karena itu kualitas air dan kondisi debit air untuk sistem pengaturan tambak harus dijaga dan diperhatikan, karena selain untuk mengatur salitas juga dapat mempengamhi produksi tambak.
Trasns~ortasi Transportasi seringkali mengetengahkan porsi kecil dari total biaya operasional produksi. Kadangkala lokasi pertambakan udang jauh sekali dari jalan utama (propinsi) bahkan sampai berpuluh-puluh kilometer jauhnya dan kadangkala pula untuk menuju lokasi tambak sulit dilalui dengan kendaraan beroda empat, sehingga dalam operasional
akan menambah biaya yang cukup besar.
Aslan (2000) menjelaskan bahwa biaya per
kilogram yang diperlukan hanya 0,3 % dari biaya total. Oleh karena itu kemudahan transportasi sangat penting karena penting untuk menekan biaya operasional. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembuatan tambak, antara lain: pertama, transport dapat diliit pada pemanfaatan kemudahan, dimana biaya dapat ditekan dengan memilii lokasi yang banyak manfaatnya. Hal ini dilihat dalam mudahnya akses dari tambak ke sistem jalan umum. Kedua, transportasi dapat dipandang sebagai syarat dari fungsi pembiayaan yang dihubungkan dengan jarak antara lokasi produksi dengan pasar.
Pendnderaan Jauh dan Sistem Infomasi Gtoerafii (SIG)
Pen~inderaanJauh Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk mendapatkan informasi dari suatu objek atau suatu wilayah tanpa melakukan kontak secara langsung.
Data penginderaan jauh
memilii keunggulan dalam ha1 waktu pengamatan dibandingkan dengan cara konvensional. Umumnya peta-peta penggunaan khan yang ada tidak sesuai dengan data sebenamya, ha1 ini dikarenakan peta-peta tersebut dalam pembuatannya menggunakan data acuan yang lama,
seperti data survey dan data satelat yang telah lama yang sudah tidak sesuai dengan keberadaannya sekarang. Data penginderaan jauh, khususnya data satelit, mempunyai peran yang penting dalam SIG, karena memberikan i n f o m i mengenai penggunaan lahan yang sesuai dengan keadaan yang sebenamya.
Data penginderaan jauh selain di dapat dari satelit, ada juga yang menggunakan foto udara. Data yang didapat dari satelit biasanya sudah merupakan data digital, sedangkan data dari foto udara harus diubah dahulu ke dalam format digital. Pengolahan data penginderaan jauh atau pengolahan citra digital meliputi beberapa tahapan, yaitu memasukan data (input data), kemudian pengolahan awal untuk memperbaiki kualitas citra secara radiometrik dan geometrik, lalu diianjutkan dengan pengolahan citra menjadi suatu keluaran yang memberikan informasi kepada pengguna. Tambak insentif secara kenampakan fisik umumnya berupa petak-petak persegi panjang yang berisi air dan teratur menyerupai petak sawah. D i a t dari data satetit, kawasan tambak ini meberikan kenampakan berupa daerah genangan air di tepai pantai yang berupa petak-petak persegi panjang dan umumnya teratur seperti petak sawah. Dalam Harsanugraha & Budhiman (2000), menjelaskan bahwa tambak dapat memberikan kenampakan yang hampir mirip dengan sawah tergenang (fase air), sehingga biia ada sawah tergenang dekat dengan kawasan tambak sangat sulit mengidentifikasi kawasan tambak dari satu data saja, sehingga diperlukan data lain yang menunjukan keberadaan kawasan sawah tersebut.
Kenampakan tambak ini juga sangat sulit dibedakan
dengan tambak garam, karena kedua jenis penutupan lahan ini memiliki kenampakan yang
sama, oleh karena itu diperlukan data sekunder (data lapangan, peta, dll) untuk dapat membedakan kedua jenis tutupan lahan tersebut. Disebutkan pula dalam Harsanugraha & Budhiman (2000), tambak tumpang sari secara kenampakan fisik didominasi oleh keberadaan bakau di tambak tersebut, terutama yang berpola empang parit.
Tajuk bakau hampir menutupi badan tambak, sehingga
kenampakan pada data satelit berupa petak-petak persegi panjang tetapi di dalamnya bukan
kenampakan air yang dominan tetapi vegetasi. tambak yang berpetak-petak kecil.
Sehingga kenampakannya seperti kawasan
Kenampakan kawasan tambak ini mudah untuk
diidentifikasi, tetapi yang mungkin perlu dibuat penjelasan adalah apabila membuat pengkelasan menjadi kelas bakau dan tambak. Bila dikelaskan menjadi kelas tambak, maka luas bakau di daerah tersebut akan berkurang dan sebahknya, mungkm ini yang menyebabkan luasan kawasan bakau dan tambak berbeda-beda.
Sistem Informasi Geoerafi (SIG) Aplikasi SIG berkembang luas, mulai dari analisis dan modeling dari data-data spasial hingga inventarisasi dan pengolahan data yang sederhana, salah satunya dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Beberapa penelitian mengenai manfaat SIG terhadap
pengelolaan wilayah pesisir telah dilakukan. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Meaden dan Kapetsky (1991), tentang aplikasi SIG terhadap aquaculture di negara bagian Johor, Malaysia. Juga penelitian yang dilakukan oleh Harsanugraha & Budhiman pada tahun 2000 tentang aplikasi SIG terhadap Penentuan
Daerah Potensi Pembangunan
Budidaya Perikanan Pantai di wilayah kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah. Hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa wilayah potensi tambak menjadi tiga kategori, yaitu 71 110 hektar sesuai, 33519 hektar cukup sesuai, dan 874 hektar tidak sesuai. Ada beberapa segi yang dapat dipertimbangkan dalam aplikasi SIG ini.
Segi-segi
tersebut antara lain : Jenis dari tugas atau tujuan SIG : misalnya untuk inventarisasi sumberdaya dam, pengkajian, pengelolaan dan pembangunan. Daerah aplikasi SIG : ligkungan, sosial ekonomi, dan sebagainya.
I I iI I
I
0
Tingkat keputusan ;kebijakan, pengelolaan, operasional, dan sebagainya.
o
Luasan spasial dari masalah : ukuran daerah studi (besar, sedang, kecil)
o
Jenis organisasi : pemerintah, swasta, non pemerintah dan sebagainya.
Kelima
dimensi ini sangat penting bagi semua aplikasi SIG. Penggunaan SIG untuk
pengelolaan lingkungan pesisir, misalnya, mencakup k e l i i aspek ini.
Pengelolaan
lingkungan mempunyai tujuan-tujuan inventarisasi, pengkajian, pengelolaan dan prediisi
dari kondisi dan nasib sumberdaya alam. SIG merupakan
suatu sistem pengolahan data (dalam hal ini menggunakan
komputer) yang dapat mengolah data-data geografis atau data-data yang memiliki informasi yang bersifat keruangan (spasial) yang kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga akan didapatkan informasi baru. Semua data yang akan digunakan dalam SIG harus terlebih dahulu dibuat basis data spasialnya, sehingga seluruh informasi akan berupa layer-layer informasi spasial, sehingga dapat ditumpang tindihkan satu dengan yang lain.
Sumber : JARS (1999) Gambar 2. Layer Data Informasi Geografis
Dari data penginderaan jauh dapat diketahui kenampakan bumi (terutama penutup lahantpenggunaan lahan) dari data real time atau data yang sebenamya.
Dari data
penginderaan jauh dapat diklasi6kasikan sesuai dengan penggunaan lahan yang sebenarnya. Kemudian diubah ke dalam format SIG yaitu menjadi vektor. Data tersebut kemudian diintegrasikan dengan data-data vektor lainnya hasid digitasi dari informasi-informasi geografis laimya (sungai, jalan, kelerengan, jenis tanah, dU) (Gambar 2). Dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak pengolah SIG seperti ARCLNFO, peta-peta tersebut dibuat atfribute dan informasi lainnya sehingga menjadi coverage yang siap diintegrasikan. Sebelumnya peta-peta tersebut didigitasi menggunakan meja digitizer dan perangkat lunak AutoCAD diubah menjadi vektor-vektor. Vektor-vektor ini kemudian diproses lagi sehingga menjadi informasi yang berupa titik, garis atau poligon.
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses pendugaan potensi lahan yang telah dipertimbangkan untuk penggunaan tertentu.
Evaluasi lahan merupakan
proses
membandingkan dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi, dan iklim dengan persyaratan penggunaan tertentu.
Tujuan yang ingin dicapai adalah
menetapkan pilihan penggunaan lahan dalam konteks sosial ekonomi tertentu.
Dengan
demikian evaluasi lahan merupakan jembatan penghubung antara komponen fisik, biologi, dan teknologi dengan sasaran sosial ekonomi yang ingin dicapai dalam suatu bentuk penggunaan lahan tertentu.
Evaluasi lahan dapat diiakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif.
Evaluasi
lahan kualitatif adalah cara menilai lahan dalam mencari pilihan penggunaan secara spesifik yang dijelaskan secara kualitatif. Hasilnya hanya berupa kelas kesesuaian lahan secara fisii seperti kesesuaian tinggi, sedang, dan tidak sesuai. Sedangkan evaluasi lahan kuantitatif adalah penetapan kesesuaian lahan secara kuantitatif dari produksi atau keuntungan yang diharapkan dari penggunaan lahan tersebut seperti produksi tanaman, ternak, ikan dan lainlain. Sitorus (1995), mengemukakan bahwa kegiatan evaluasi lahan dapat
meliputi
beberapa tahapan ; Tahap I, meliputi konsultasi pendahuluan untuk menetapkan sasaran yang ingin dicapai, asumsi-asumsi clan data yang dipergunakan serta perencanaan kegiatan; Tahap 2, meliputi survei medan mencakup dua pekejaan yaitu penelaahan yang diarahkan pada diskripsi data penggunaan lahan, suwei sumberdaya alam seperti tanah, landscape, dan iMim, yang semuanya dilaksanakan secara paralel.
Tahap ini hams sudah ditetapkan
macam penggunaan lahan yang diinginkan (sesuai dengan tujuan survei dan kondisi fisik daerah tersebut). Deskripsi macam penggunaan lahan tersebut selanjutnya d i i i t i dengan penentuan persyaratan penggunaan lahan serta
hambatan-hambatannya yang perlu
diperhatikan. Bersama ini harus diukur atau diduga kualitas atau karakteristik lahan yang akan digunakan dalam penelitian evaluasi lahan pada setiap unit lahan. Semua keterangan yang dikumpulkan dari survei selalu dicirikan dengan penggunaan lahan dan kemungkman penggunaan lahan yang telah dipertimbangkan.
Melalui kedua tahap di atas ini dapat
ditentukan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahannya.
Bia diinginkan
evaluasi ekonomi secara kuantitatif, maka pada tahap ini perlu dilakukan analisis sosial
ekonomi.
Selain itu juga dianalisis efek penggunaan lahan terhadap perubahan kondisi
lingkungan. Dalam system klasifikasi kesesuaian lahan menurut FA0 (1976) dikenal empat kategori, yaitu : order, kelas, sub-kelas, dan unit. Order kesesuaian lahan menunjukan apakah lahan yang dinilai tersebut sesuai atau tidak untuk suatu penggunaan. Lahan disebut sesuai bila dapat digunakan secara lestari untuk suatu jenis penggunaan yang telah dipertimbangkan. Penggunaan lahan tersebut akan memberikan keuntungan dengan sediit atau tanpa resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Lahan yang tidak sesuai bila menunjukan hambatan dan kesulitan sedemikian rupa sehingga menghalangi kegunaannya
untuk suatu bentuk penggunaan yang telah
dipertimbangkan. Lahan dimasukan ke dalam order ini karma berbagai hambatan yang berkaitan dengan kualitas dan factor-faktor lain dari suatu lahan seperti aspek social ekonomi dan infistruktur.
Tiap-tiap order kemudian dibagi menjadi beberapa kelas
kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian Iahan ini menunjukan tingkat kesesuaian dari order bersangkutan.
Tingkat kesesuaian lahan tersebut ditunjukan dengan memberikan angka
urut dibelakang ordernya.
Makin besar an&
tersebut berarti makin rendah tingkat
kesesuaian lahannya. Jumlahnya tidak dibatasi, tetapi dianjurkan agar digunakan maksimal lima kelas saja, yaitu kelas dalam order sesuai dan dua kelas dalam order tidak sesuai. Kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah ; (1) kelas SI (sangat sesuai); lahan ini tidak memiliki factor pembatas yang berarti untuk suatu penggunaan secara lestari. Hambatan tidak mmgurangi produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dan tidak akan meningkatkan masukkan yang diperlukan hingga melampaui batas-batas yang masih dapat diterima, (2) kelas Sz (sesuai); lahan yang tergolong dalam kelas ini m e d i factor
pembatas yang dapat
mengurangi tingkat produksi atau keuntungan yang diperoleh.
Pembatas yang ada meningkatkan masukan atau biaya yang diperlukan, (3) kelas
S3
(kurang sesuai); lahan ini memmiliki factor pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang hams diterapkan, (4) kelas N1 (tidak sesuai saat ini); lahan dengan pembatas lebii besar dari ketiga kelas di atas, sehingga dengan ilmu, biaya, dan teknologi yang ada saat ini belum dapat diusahakan, namun diharapkan masih dapat dimanfaatkan di masa-masa mendatang, (5) kelas Nz (tidak sesuai untuk selamanya) ; lahan ini disarankan untuk dibiarkan tanpa dikelola atau dikelola secara alami, karena factor pembatasnya bersifat permanen. Banyak system klasifikasi kesesuaian lahan yang telah dikembangkan menghti kerangka system FA0 (1976), seperti Harsanugraha & Budhiman ( 2000) telah membuat system klasilikasi lahan khusus untuk Tambak yang dikenal dengan Pemanfaatan Data
Inderaja dan SIG untuk Pemantauan daerah Potensi Pengembangan Budidaya Perikanan Pantai dan juga oleh Aslan (2000) dalam Studi Kesesuaian Lahan Tambak Melalui pemanfaatan Teknologi Pengrgrnderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi.