PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha sapi potong khusunya sapi Bali sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mewujudkan program pemerintah yaitu swasembada daging sapi merupakan salah satu bagian dari sub sektor peternakan yang memiliki kontribusi tinggi. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli yang berasal dari Indonesia. Sapi Bali tersebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Sapi Bali memiliki keunggulan dibandingkan sapi sapi lainnya, salah satunya yaitu sapi Bali tahan terhadap panas sepanjang hari, daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk, kemampuan adaptasinya dalam lingkungan dengan ketersediaan pakan berkualitas rendah dan fertilitas yang sangat baik. Usaha ternak sapi Bali di Desa Ajuraja masih bersifat sampingan dengan manajemen yang belum baik merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala perkembangan usaha peternakan. Peternak tidak memperhitungkan usaha peternakannya secara ekonomis sebagai sebuah usaha yang komersial karena peternak hanya memelihara sapi
1
sebagai tabungan, dengan kondisi seperti itulah maka petani peternak relatif menjual ternaknya dengan harga jual yang rendah. Sistem pemeliharaan ternak sapi Bali oleh peternak lokal di daerah penelitian pada umumnya adalah ekstensif dan tradisional. Peternak lokal belum mengenal sistem perkandangan, pakan tambahan (konsentrat), hijauan
unggul
(rumput
gajah) dan
sistem
IB.
Sapi
Bali
tidak
dikandangkan, hanya diumbar dan diikat menggunakan tali di lahan pertanian, perkebunan dan disekitar pemukiman warga baik siang maupun pada malam hari. Pakan hanya mengandalkan sumber pakan ternak dari hijauan di alam seperti pada Gambar 1. Sapi Bali diikat menggunakan tali yang panjang agar tidak merumput terlalu jauh seperti pada Gambar 2.
Gambar 1. Sapi diumbar di lahan pertanian
2
Gambar 2. Sapi diikat Peternak dalam pemeliharaan sapi Bali mengalami dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau yang secara langsung mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan. Musim penghujan tumbuhan akan tumbuh subur dan berlimpah tetapi di daerah penelitian sapi Bali kekurangan lahan untuk merumput karena lahan pertanian yang sering dijadikan sebagai tempat merumput (hijauan) ditanami padi sehingga menyebabkan ketersediaan pakan berkurang. Musim kemarau meskipun tumbuhan tumbuh tidak sebanyak dan berlimpah seperti pada musim penghujan, tetapi lahan untuk menggembalakan sapi Bali tersedia luas karena tidak ditanami tanaman pangan. Daerah penelitian pada musim kemarau lahan pertanian tidak diolah dan dapat digunakan sebagai lahan menggembalakan sapi Bali sehingga dapat mengkonsumsi pakan berupa hijauan liar yang tumbuh di lahan pertanian tersebut, musim kemarau peternak akan membawakan air minum ataupun menggiring ternak miliknya ke sekitar rumah agar kebutuhan air minum tetap terpenuhi. Lahan pertanian di daerah penelitian hanya dimanfaatkan untuk bertani ketika
musim
penghujan
dikarenakan
3
lahan
pertanian
hanya
mengandalkan alam atau air hujan (non irigasi) sehingga pada musim kemarau lahan pertanian di daerah penelitian dimanfaatkan sebagai tempat merumput sapi Bali. Tabel 1. Populasi sapi potong per kecamatan di Kabupaten Wajo No Kecamatan Jantan (ekor) Betina (ekor) Total (ekor) 1 Tempe 206 559 765 2 Tanasitolo 779 1.674 2.453 3 Maniangpajo 956 2.740 3.705 4 Belawa 529 1.576 2.105 5 Sabbangparu 517 879 1.396 6 Pammana 2.746 5.593 8.339 7 Takkalalla 3.493 12.908 16.401 8 Sajoanging 984 2.894 3.978 9 Majauleng 3.631 12.117 15.748 10 Pitumpanua 88 317 405 11 Bola 4.125 8.108 12.233 12 Keera 759 1.920 2.679 13 Gilireng 3.876 5.099 8.975 14 Penrang 2.723 8.053 10.776 Total 25.421 64.437 89.858 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Wajo (2014)
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Wajo (2014) yang disajikan pada Tabel 1, yaitu populasi sapi potong di Kabupaten Wajo berjumlah 89.858 ekor yang tersebar di 14 kecamatan, Kecamatan Takkalalla merupakan kecamatan dengan jumlah sapi Bali terbanyak yaitu 16.401 ekor. Penjualan ternak hanya dilakukan sewaktu-waktu apabila ada kebutuhan keluarga peternak yang sangat mendesak. Sistem penjualan yang tidak rutin disebabkan karena pemeliharaan ternak sapi Bali oleh peternak bukan merupakan usaha pokok dengan tujuan penjualan rutin, namun dijadikan sebagai tabungan. Harga jual ternak sapi Bali yang
4
berlaku di daerah tersebut didasarkan pada umur dan jenis kelamin dan performan ternak. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti kinerja usaha pemeliharaan sapi Bali secara ekstensif saat musim penghujan dan kemarau pada peternak lokal di Desa Ajuraja, Takkalalla, Wajo, Sulawesi Selatan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja usaha pemeliharaan sapi Bali secara ekstensif pada musim penghujan dan kemarau oleh peternak lokal
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai kinerja usaha pemeliharaan sapi Bali secara ekstensif oleh petenak lokal dan dalam bidang ilmu diharapkan hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
5