I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Puyuh Jepang (Cortunix-cortunix japonica) merupakan unggas kecil yang
komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di Indonesia untuk produksi telurnya. Puyuh jepang berpotensi besar dalam menyumbangkan kebutuhan protein hewani. Permintaan pasar yang begitu besar dan peternak puyuh yang masih sedikit membuka potensi yang besar untuk di kembangkan. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari data berkembangnya peternakan puyuh dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. pada bulan Juli 2015, pemenuhan kebutuhan telur puyuh nusantara hanya terpenuhi sebanyak 20% dan masih 80% yang belum terpenuhi oleh peternak nusantara. Perkembangan populasi ternak pada tahun 2013 Sampai 2014 di Jawa Barat mengalami perkembangan sebesar 7.69%. Tentu saja berdasarkan data pusat statistika, angka ini masih amat sedikit untuk pemenuhan kebutuhan telur puyuh. Kurangnya pemenuhan kebutuhan telur puyuh tidak lepas dari pengaruh pemeliharaan puyuh itu sendiri. Tidak jarang peternak mempunyai kendala, pada periode 0-6 minggu yang umumnya merupakan periode disaat puyuh mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Periode 0-6 minggu bisa dikatakan sebagai periode penentu baik buruknya performa puyuh untuk periode bertelur. Upaya yang perlu dilaksanakan untuk meningkatkan produktivitas puyuh adalah dengan
2
program pemuliaan dan pemeliharaan periode awal pertumbuhan agar menghasilkan bobot puyuh yang maksimal. Program Pemeliharaan Periode Pertumbuhan perlu dilakukan dengan target bobot badan yang sesuai untuk setiap periode umur. Pertumbuhan merupakan perubahan komposisi badan dan bentuk yang akan meningkatkan ukuran dan bobot badan. Pertambahan bobot badan pada periode starter yang maksimal akan berhubungan langsung dengan kematangan seksual dari puyuh itu sendiri sehingga mempercepat kematangan seksual dan menjadikan puyuh lebih cepat memproduksi telur. Selain berpengaruh terhadap kematangan seksual, bobot badan juga berpengaruh terhadap bobot telur. Kurva adalah grafik yang menggambarkan varibel dan ditandai dengan titik-titik dan disambungkan oleh garis. Kurva salah satu cara penggambaran untuk melihat laju pertumbuhan
individu atau populasi. Setelah mengetahui
keuntungan dari perhitungan Kurva pertumbuhan Puyuh Jepang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Kurva pertumbuhan puyuh cortunix cortunix japonica (umur 0 – 6 minggu) galur warna coklat generasi 3.
1.2.
Identifikasi Masalah 1.
Bagaimana Kurva pertumbuhan puyuh Cortunix cortunix Japonica (umur 0-6 minggu) galur warna coklat generasi 3.
2.
Bagaimana standar bobot badan mingguan puyuh Cortunix cortunix Japonica (umur 0-6 minggu) galur warna coklat generasi 3.
3
1.3.
Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui Kurva pertumbuhan puyuh cortunix cortunix japonica umur 0-6 minggu warna bulu coklat generasi 3.
2.
Mengetahui standar bobot badan mingguan puyuh cortunix cortunix japonica umur 0-6 minggu warna bulu coklat generasi 3.
1.4.
Kegunaan Hasil Penelitian Hasil dari penelitiaan ini nantinya diharapkan menjadi standar bobot badan
puyuh Jepang (Cortunix cortunix Japonica) galur warna coklat umur 0-6 minggu.
1.5.
Kerangka Pemikiran Puyuh merupakan salah satu komoditas yang terbilang baru dalam dunia
perunggasan yang menghasilkan telur selain ayam dan itik. Puyuh cortunix japonica
cortunix-
merupakan puyuh yang umum dipelihara di Indonesia.
Produksi telur puyuh ini mencapai 250 – 300 butir per tahun dengan berat ratarata 10 gram per butir. Selain produksi telurnya, puyuh juga dimanfaatkan daging dan kotorannya. Keunggulan lain dari burung
puyuh adalah cara
pemeliharaannya mudah, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat diternakkan bersama dengan hewan lain (Hartono, 2004). Perbedaan paling utama telur puyuh dengan unggas lainnya adalah corak telur yang berwarna coklat tidak beraturan dan ukuran telur yang hanya mempunyai bobot 10 – 12 gram. Telur puyuh mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena mengandung 13,1% protein dan lemak sebesar 11,1% yang lebih baik dari pada telur ayam ras yang mengandung 12,7% protein dan 11,3% lemak (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).
4
Pertumbuhan
adalah
proses
yang sangat
kompleks,
bukan
saja
pertambahan bobot badan tetapi juga menyangkut pertumbuhan semua bagian tubuh secara serentak dan merata. Bobot badan dapat menjadi salah satu parameter pertumbuhan. Pola pertumbuhan dibagi menjadi dua fase, fase pertama dari pertumbuhan disebut sebagai fase starter yaitu fase pertumbuhan cepat dan pematangan organ reproduksi, fase kedua yaitu fase pertumbuhaan melambat setelah dewasa kelamin atau mulai bertelurnya puyuh. Pada Umur 0-6 minggu pertama puyuh mengalami
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ
reproduksi puyuh hingga mencapai dewasa kelamin. Sehingga pertumbuhan umur 0-6 minggu berhubungan erat dengan tinggi rendahnya produksi telur. Kematangan seksual puyuh ditandai dengan kemampuan ovulasi pertama. Waktu yang dibutuhkan puyuh untuk mencapai kematangan seksual berbedabeda. Burung
puyuh
mencapai dewasa kelamin sekitar umur 42 hari dan
biasanya mulai memproduksi telur pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi (Randall, 1986). Menurut Anggorodi, (1995) bobot badan puyuh pada saat mencapai kematangan seksual adalah sekitar 140 gram. Kecepatan pertumbuhan pada puyuh umumnya berbeda-beda tergantung pada umur puyuh tersebut. Pada pertumbuhan unggas yang normal, kurva pertumbuhan secara umum akan berbentuk sigmoid jika bobot badan diproyeksikan terhadap umur (Soeharsono, 1976). Bentuk sigmoid tersebut didapat dari peningkatan bobot badan puyuh yang mengalami pertumbuhan maksimal pada fase starter (0-6 minggu) yang mempunyai titik puncak dan menurun setelahnya.
5
Kurva pertumbuhan merupakan alat untuk menggambarkan evolusi bobot badan selama pertumbuhan. Ricklefs (1985) mengatakan tujuan membentuk kurva adalah untuk mendeskripsikan perjalanan peningkatan bobot badan terhadap umur menggunakan rumus sederhana dengan beberapa parameter. Kurva pertumbuhan dapat digunakan untuk pra-seleksi ternak karena kurva pertumbuhan dapat memprediksi pertumbuhan sesuai umur. Model kurva yang sering dipakai untuk kurva pertumbuhan unggas dibentuk dari persamaan logistik atau Gompertz. Ratkowsky (1983) mengobservasi bahwa kurva-kurva tersebut mulai dari suatu titik tetap, kemudian laju pertumbuhan meningkat sampai suatu titik balik kemudian pertumbuhan melambat tanpa menyentuh titik maksimal. Bobot badan yang sesuai dengan umur tentu akan berpengaruh terhadap produksi telur dan kualitas. Nobel (1995) menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh bobot tubuh pada saat dewasa kelamin. Bobot tubuh yang ringan pada saat dewasa kelamin akan menghasilkan bobot telur yang kecil. Pencapaian bobot badan yang ideal sesuai dengan umur tentunya tidak melupakan pentingnya pemberian ransum. Pemberian ransum pada puyuh harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan (Anggorodi, 1985). Upaya tersebut dimaksudkan untuk memaksimalkan produksi dari puyuh. Pemberian gizi puyuh dengan tepat merupakan upaya yang dapat mendorong kecepatan pertumbuhan. Bobot badan ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum. Semakin tinggi bobot tubuhnya, semakin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum (Kartadisastra, 1997). Pemberian ransum pada puyuh didasarkan pada kebutuhan, yakni untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi. Pada fase pertumbuhan, puyuh umur 0-3 minggu membutuhkan ransum dengan kandungan protein sekitar 25% dan energi metabolis (EM) sekitar 2.900 Kkal/kg. Kemudian
6
kebutuhan kadar protein dan EM ransum puyuh menurun menjadi 20% dan 2.600 Kkal/kg sampai 5 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Laju pertumbuhan yang maksimal, dapat dilihat dari bobot badan puyuh, menghasilkan kematangan organ reproduksi. Pencapain bobot badan yang sesuai dengan umur memerlukan standar untuk evaluasi hasil pemeliharaan.
Oleh
karena itu, perlu diidentifikasi agar mendapatkan standar ideal dari bobot badan dalam bentuk Kurva pertumbuhan puyuh coturnix coturnix japonica (umur 0-6 minggu) galur warna coklat betina generasi 3.
1.6.
Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu mulai bulan Mei hingga bulan Juli
2016. Lokasi penelitian di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.