PENDAHULUAN Era Globalisasi saat ini sungguh syarat dengan berbagai persaingan yang begitu ketat dari berbagai bidang. Persaingan itu tidak lepas dari semua unsur kebutuhan umat manusia yang selalu berkembang setiap detiknya. Sangatlah jelas harus adanya upaya reformasi untuk sebuah perubahan yang dapat menjawab semua tantangan perkembangan era global, terlebih bagi Indonesia wajib untuk melakukannya. Era Glogal abad 21 ini sungguh memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) di dalamnya, termasuk pula ada upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi (Satiah, 2013). Instansi pemerintah sebagai penyambung atau penghubung antara negara dengan rakyatnya, dituntut untuk terus mampu melakukan pembaharuan agar roda pemerintahan dapat berjalan lebih baik dan dapat mengimbangi pesatnya perubahan dunia. Hal tersebut harus dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara lain di dunia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terus mengadakan pembaharuan pada sistem pemerintahan yang telah berjalan selama ini adalah dengan cara peningkatan kualitas sumber daya manusia (Azzaniar, 2010). Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah peletak dasar pelaksana system pemerintahan, seperti yang dikemukakan oleh Musanef (dalam Azzaniar, 2010) bahwa kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat, dituntut untuk menunjukkan kinerja yang baik dalam memberikan pelayanan yang adil kepada masyarakat. Pemerintah memberikan pembinaan dan pengembangan potensi agar pelaksanaan kerja PNS dapat berjalan lancar. Pembinaan ini diharapkan akan menumbuhkan rasa ikut serta yang dibutuhkan PNS dalam proses pencapaian tujuan, sehingga mereka merasa betah dalam bekerja dan dapat meningkatkan kinerja mereka. Sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelaksana utama pemerintahan negeri ini, maka para Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memiliki etos kerja dan disiplin waktu yang tinggi. Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang harus dijawab oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil di negeri ini. Sementara itu, pegawai negeri tersebut perlu menghadapi tantangan ke depan dalam melayani konsumen secara professional dan berkualitas. Hal ini didasarkan pada satu pemikiran bahwa bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri meski bukan satu-satunya faktor penentu,
1
2
maju mundurnya negeri ini tergantung pada kinerja instansi pemerintahan, melalui pelayanan yang professional dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil itu sendiri. Sandra (wawancara pribadi, 10 maret 2014) Pegawai Negeri Sipil di Pemkot Salatiga memiliki sikap mental dan perilaku yang pada dasarnya mempunyai pandangan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan saat ini harus lebih berkualitas ketimbang pelaksanaan pekerjaan masa lalu, untuk saat yang akan datang lebih berkualitas dari pada saat ini. Individu akan merasa punya kebanggaan dan kepuasan tersendiri dengan prestasi yang dicapai. Namun, akhir-akhir ini pegawai sering menunda untuk memulai maupun menyelesaikan pekerjaan mereka, hal ini terjadi karena pekerjaan kantor yang begitu menumpuk dan tidak tahu harus memulainya dari mana. Seringkali pegawai memilih untuk melakukan hal-hal lain yang lebih menyenangkan dan tidak segera menyelesaikan pekerjaannya. Kecenderungan ini menimbulkan masalah seperti tugas tidak terselesaikan sesuai deadline, atau tugas dikerjakan asal-asalan karena sudah mendekati batas waktu, sehingga terdapat banyak kesalahan di dalamnya. Pada suatu kesempatan, Anon (dalam Damayanti, 2006) menyatakan bahwa semua individu di dunia ini dari kalangan mana saja mereka berasal, sedikitnya 95% dari mereka melakukan prokrastinasi dengan frekuensi kadang kala dan sekitar 15 – 20% di antaranya telah melakukan prokrastinasi secara konsisten. Pendapat Anon (Damayanti, 2006) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa prokrastinasi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Penelitian yang telah dilakukan oleh Aitken (Rachmahana, 2002) menyatakan bahwa seorang prokrastinator akan mengalami ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyusahkan individu tersebut misalnya rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam akibat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Penelitian ini mengindikasikan bahwa prokrastinasi dapat meningkatkan stress maupun rasa sakit. Sebagai tambahan, selain sering muncul pada dunia perkuliahan, prokrastinasi juga menyebar secara luas dipopulasi umum dan secara kronis mempengaruhi hingga (15-20 %) orang dewasa (J. Harriott & Ferrari, 1996; “Haven’t Filed Yet,” 2003 (dalam Steel, 2007)). Prokrastinasi juga muncul sebagai fenomena yang menyebabkan masalah. Orang-orang kebanyakan menilai prokrastinasi sebagai sesuatu hal yang buruk, merusak dan bodoh seperti yang diungkap oleh (Briody, 1980 (dalam Steel, 2007)), dan hampir (95%) prokrastinator berharap untuk menguranginya (O’Brien, 2002 (dalam Steel,
3
2007)). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli mengenai hubungan antara prokrastinasi dengan performansi yang menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi maka performansinya lebih jelek (Beswick, Rothblum, & Mann, 1988; Steel, Brothen, & Wambach, 2001; Wesley, 1994 (dalam Steel, 2007)), dan begitu juga dengan kesejahteraan individu akan lebih menyedihkan jika melakukan prokrastinasi dalam jangka waktu yang lama (Knaus, 1973; Lay & Schouwenburg, 1993; Tice & Baumeister, 1997 (dalam Steel, 2007)). Penelitian yang dilakukan oleh Burka & Yuen (2008), menjelaskan bahwa dampak dari prokrastinasi adalah adanya penurunan kualitas kehidupan seseorang yang berakibat
pada
rendahnya
kepuasan
hidup
prokrastinator
tersebut.
Seorang
prokrastinator akan mengalami ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyusahkan individu tersebut misalnya rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam akibat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Ditambahkan lagi oleh (Flett, Blankstein & Martin; Melia-Gordon dan Pychyl; Tice & Baumeister dalam Sirois, 2004), bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai. Biordy (dalam Ghufron, 2010) mengemukakan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi timbulnya perilaku prokrastinasi adalah motivasi. Faktor motivasi juga tidak kalah penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik. Pemberian motivasi juga berarti memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mampu mengembangkan kemampuan dan merupakan dorongan semaksimal mungkin pegawai untuk berproduksi. Pemberian motivasi berupa jaminan keselamatan kerja dan kesejahteraan pegawai mampu mengambangkan kemampuan dan merupakan dorongan semaksimal mungkin pegawai untuk berprestasi. Secara khusus motivasi kerja dapat meningkatkan upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi serta merupakan aspek pada setiap orang atau karyawan yang akan selalu dipertahankan dan ditingkatkan (Nasution, 2010). Penelitian yang dilakukan Brownlow & Reasinger (2000) yang meneliti tentang motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik, menyimpulkan bahwa motivasi
4
berpresasi yang stabil berkontribusi terhadap prokrastinasi akademik. Selain itu, Briordy (dalam Ferrari, 1995) menemukan bahwa para pelajar menunjukkan kurangnya motivasi berprestasi yang sering melakukan prokrastinasi. Swenny, Butler & Rosen (2003) menemukan adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi. Aitken juga melaporkan adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi, yang diukur dengan skala milikinya (Aitken Procrastination Inventory). Penelitian Adzani (2011) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu adanya hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, ada perbedaan hasil antara motivasi kerja dengan prokrastinasi. Dari wawancara dengan beberapa individu juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang berbeda antara motivasi kerja dengan prokrastinasi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang hubungan antara motivasi kerja dengan prokrastinasi pada pegawai negeri sipil di pemkot salatiga. Hal ini menarik karena untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai dalam memberikan pelayanan pada konsumen serta untuk mencapai keberhasilan instansi. Sehingga harapannya dari hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan pihak SDM instansi ini dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah strategi untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai yang lebih optimal.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara motivasi kerja dengan prokrastinasi pada Pegawai Negeri Sipil Pemkot Salatiga.
TINJAUAN PUSTAKA Prokrastinasi Prokrastinasi (procrastination) dalam literatur ilmiah psikologi diartikan sebagai perilaku yang tidak menghargai waktu. American College Dictionary (dalam Burka dan Yuen, 1983) menjelaskan tentang prokrastinasi sebagai menangguhkan suatu tindakan untuk melaksanakan suatu tugas yang akan dilaksanakan pada waktu atau hari lainnya. Menurut kamus American Heritage Dictionary of the English Language : Fourth Edition (2000), perilaku penundaan adalah tidak mengerjakan tugas, menunda atau
5
membatalkan mengerjakan sesuatu. Pendapat ini sejalan dengan ulasan Ellis dan Knaus (dalam the procrastination work book, 2010) yang mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu kegagalan untuk memulai maupun menyelesaikan suatu pekerjaan atau aktivitas pada waktu yang telah ditentukan. Pada suatu kesempatan Ferrari, Johnson, dan Mc.Cown (2000) menjelaskan bahwa, prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan oleh individu dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Kemudian Johnson & Bloom (2004) perilaku penundaan adalah perilaku menunda penyelesaian sebuah tugas karena perasaan tidak nyaman yang dialami individu. Sementara itu Steel (2004) mengemukakan bahwa perilaku penundaan adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja walaupun penundaan ini dapat membuat hasil yang tidak maksimal. Selanjutnya Ferrari et.al (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang yaitu 1). prokrastinasi adalah setiap perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan 2). Prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasaanya disertai dengan keyakinan yang irrasional 3). Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait. Berdasarkan pengertian
prokrastinasi
diatas
maka disimpulkan
bahwa
prokrastinasi berarti suatu tindakan menunda untuk memulai atau menyelesaikan suatu tugas dan cenderung menjadi sebuah kebiasaan, terjadi karena kurangnya penguatan sehingga menghambat kinerja individu maupun orang lain dan menimbulkan perasaan tidak enak pada pelakunya.
Motivasi Kerja Individu tidak hanya berbeda dalam kemampuan melakukan sesuatu tetapi juga dalam motivasi mereka melakukan hal itu. motivasi orang bergantung pada kuat lemahnya motif yang ada. Motif berarti suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan, menggerakkan, mengarahkan dan menyalurkan perilaku kearah tujuan (Koontz, 1990).
6
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Daft (dalam Safira, 2004) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan yang bersifat internal atau eksternal pada diri individu yang menimbulkan antusiasme atau ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan spesifik. Di dalam Kmus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi 3, 2005) motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Berdasarkan serangkaian pendapat yang dikemukakan, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa motivasi ialah suatu dorongan baik yang bersifat internal maupun eksternal, sadar atau tidak sadar, yang menggerakkan individu untuk mencapai tujuan-tujuannya termasuk juga tujuan organisasi dimana individu tersebut berada di dalamnya. Motivasi merupakan sesuatu yang kasat mata dan dimanifestasikan melalui perilaku. Sementara itu motivasi kerja itu sendiri merupakan motivasi yang ditunjukkan seseorang berkaitan dengan pekerjaannya. Menurut Wijono (2007), motivasi kerja ialah suatu kesungguhan atau usaha diri individu untuk melakukan pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi di samping tujuannya sendiri. Tujuan organisasi adalah sebagai motor di luar kontrol individu, namun individu juga mempunyai kebutuhan sendiri yang dapat dicapai melalui pekerjaan yang dilakukannya untuk mencapai prestasi kerja yang diharapkan antara pihak organisasi dan pihak itu sendiri. Manullang (1981) juga menambahkan definisi motivasi kerja sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Dengan kata lain motivasi kerja adalah pendorong semangat kerja. McClelland mengemukakan tiga motif dalam teorinya yaitu: 1.) kekuasaan, 2.) afiliasi dan 3.) berprestasi yang dapat memberi pengaruh terhadap prestasi kerja atau kinerja (Wijono, 2010). Dengan demikian, berdasarkan teori ini McClelland tidak melihat kebutuhan individu berdasarkan tingkatan tertentu, tapi dengan melihat tiga motif yang ada dalam diri individu yang dapat memprediksi individu dalam melakukan suatu pekerjaan. Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk bekerja dengan tujuan dapat memnuhi kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial
7
Hubungan antara motivasi kerja dengan prokrastinasi Dalam meningkatkan kinerja individu dapat dilakukan dengan menekan perilaku prokrastinasi. Salah satu unsur yang mendukung penurunan perilaku prokrastinasi adalah motivasi kerja yang tinggi, karena dalam bekerja individu harus mempunyai minat yang telah dimiliki untuk menemukan kegiatan yang berarti, berharga serta untuk mencoba memperoleh manfaat tambahan. Motivasi untuk kerja adalah bekerja untuk mencapai tujuan. Menurut Jhonson dan Jhonson (dalam Metta Rahmadiana, 2005), banyak unsur yang membentuk motivasi bekerja mencakup perencanaan, konsentrasi pada tujuan, kesadaran, pencarian informasi secara aktif, persepsi yang jernih terhadap umpan balik, bangga dan puas terhadap prestasi kinerja dan tidak cemas atau takut terhadap kegagalan. Kenyataan dilapangan bahwa usaha-usaha dalam hal ini adalah motivasi dalam bekerja yang akan menghasilkan tujuan (goal) tersebut terkadang harus tertunda bahkan bisa saja tidak akan terealisasi dengan baik, hal tersebut bisa disebabkan faktor-faktor internal atau eksternal yang di alami dan dilakukan oleh pegawai. Faktor eksternal disini bisa disebabkan karena beban pekerjaan yang berat, kondisi kerja yang sangat mengganggu aktivitas pegawai, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor internal bisa saja dikarenakan adanya kemalasan, motivasi diri yang rendah, atau mereka mengalami prokrastinasi yang kronis. Prokrastinasi terkadang dianggap sebagai suatu hal yang biasa bahkan kita juga tidak sadar bahwa kita telah melakukan prokrastinasi. Seorang yang punya motivasi yang tinggi dalam bekerjanya selalu berusaha memperkecil tingkah laku prokrastinasi yang pada akhirnya harapan dan cita-cita utama dalam bekerja dapat tercapai. Manajemen waktu yang baik juga diperlukan bagi seorang individu dalam upaya pencapaian harapan tadi. Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit (Bernard, 1992). Pada umumnya pegawai yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian
8
hal itu akan menyebabkan pegawai mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, pegawai yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding pegawai yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997). Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh ‘Izzah (2008) yang mengaitkan antara adanya motivasi kerja dengan prokrastinasi, disimpulkan bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi dan begitu pula sebaliknya. Jadi keduanya mempunyai korelasi yang meyakinkan, yang artinya jika prokrastinasi tinggi maka motivasi kerja rendah dan jika motivasi kerja tinggi maka prokrastinasi rendah. Selain itu juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Brownlow & Reasinger (2000) yang meneliti tentang motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik, menyimpulkan bahwa motivasi berpresasi yang stabil berkontribusi terhadap prokrastinasi akademik. Hee (2013) meneliti tentang motivasi akademik dengan prokrastinasi aktif dan pasif, menyatakan bahwa motivasi yang rendah meningkatkan prokrastinasi pasif dan sebaliknya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja berkaitan dengan perilaku prokrastinasi. Semakin tinggi motivasi dalam kerja pegawai maka akan semakin rendah tingkat prokrastinasinya karena pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi mampu mengatur waktu, selalu optimis, memiliki kemandirian yang tinggi dalam bekerja juga selalu berusaha meningkatkan kinerjanya demi untuk mencapai keberhasilan atau prestasi yang diinginkan.
Hipotesis Berdasarkan teori diatas maka dapat diajukan sebuah hipotesis yaitu ada hubungan antara motivasi kerja dengan perilaku prokrastinasi pada Pegawai Negeri Sipil Pemkot Salatiga.
9
METODE PENELITIAN Populasi Populasi yang akan diambil oleh peneliti adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil Pemkot Salatiga baik laki-laki atau perempuan. Jumlah populasinya sebanyak 4418 orang.
Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 98 orang. Pengambilan sampel mengacu pada rumus yang digunakan dalam penarikan sampel agar representatif dan hasilnya dapat digeneralisasi. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dalam penentuan sampel penulis menggunakan rumus Yamane (dalam Sukandarrumidi, 2006) yaitu :
Keterangan : n =
jumlah sampel
N=
jumlah populasi
d =
presisi
Tehnik sampling Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja menentukan jenis responden dengan tujuan tertentu sehingga sampel dapat dipilih.
Desain penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu mengumpulkan data yang dapat dianalisis dan disimpulkan dengan perhitungan statistik (Shaugnessy, Zechmeister & Zechmeister, 2000). Karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian korelasi. Menurut Arikunto (2010), penelitian korelasi merupakan salah satu bentuk penelitian non eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain non eksperimental yang bersifat ex post facto field study karena dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi dan pengendalian terhadap variabel. Penelitian ex post facto
10
field study merupakan penelitian dimana variabel bebas (independent variable) sudah ada atau terjadi sebelum penelitian dilakukan, sehingga tidak perlu dilakukan manipulasi (Seniati, Yulianto, & Setiadi, 2005).
Alat ukur penelitian Alat ukur dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu alat ukur untuk variabel prokrastinasi dan juga alat ukur untuk variabel motivasi kerja. Untuk alat ukur prokrastinasi, peneliti memilih untuk mengadaptasi alat ukur yang dibuat berdasarkan karakteristik prokrastinasi yang dikemukakan oleh Ferrari, dkk (1995). Skala tersebut tersusun dari 40 item pertanyaan dalam bentuk skala Likert. Yang terdiri dari aspek penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas, kelambanan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan antara rencana dan kinerja aktual, dan kecenderungan untuk melakukan aktifitas lain yang bersifat hiburan. Skala psikologi ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu 23 item favorable dan 17 item unfavorable, menggunakan 4 tingkat penilaian (Skala Likert) yaitu nilai 1 sampai 4. Untuk jenis pernyataan favorable subjek akan mendapat skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), dan Untuk jenis pertanyaan unfavorable subjek akan mendapatkan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala yang kedua adalah motivasi kerja, peneliti akan membuatnya sendiri sesuai dengan konstruk dan variabel yang akan diukur berdasarkan teori motivasi oleh McClelland (1974). Skala tersebut tersusun dari 30 item pertanyaan dalam bentuk skala Likert. mengungkapkan bahwa terdapat tiga dimensi, yaitu motif berprestasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan. Skala psikologi ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu 24 item favorable dan 6 item unfavorable, menggunakan 4 tingkat penilaian (Skala Likert) yaitu nilai 1 sampai 4. Untuk jenis pernyataan favorable Subjek akan mendapat skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), dan Untuk jenis pertanyaan unfavorable subjek akan mendapatkan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).
11
Agar dapat mengetahui valid dan reliable tidaknya sebuah item dalam kuesioner digunakan perhitungan Cronbach Alpha dikarenakan tipe item kuesioner menggunakan skala Likert. Cronbach Alpha dapat dihitung secara manual atau menggunakan SPSS dengan nilai 0-1. Semakin mendekati nilai 1 maka semakin reliable item tersebut.
Prosedur penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan membuat alat ukur prokrastinasi yang diadaptasi dari karakteristik menurut Ferrari dan juga alat ukur motivasi kerja yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan acuan dari teori Mc Clelland. Setelah alat ukur jadi, peneliti membuat surat izin yang ditujukan kepada Pemkot Salatiga dimana tempat tersebut akan dilaksanakan proses pengambilan data penelitian. Kemudian penelitian dilaksanakan pada 2 Juli 2014 kepada 98 pegawai negeri sipil Pemkot Salatiga. Semua proses pelaksanaan penyebaran kuesioner berlangsung sesuai dengan harapan, yakni kuesioner diisi dengan lengkap sesuai dengan petunjuk.
HASIL PENELITIAN Dalam mengukur validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik koefisien korelasi Pearson Product Moment. Pada skala prokrastinasi terdapat 40 item yang dimana terdapat 35 item valid dan 5 item tidak valid, dengan nilai validitas bergerak dari 0,359 sampai dengan 0,713 yang memiliki realibilitas sebesar α = 0,936. Sedangkan pada skala motivasi kerja terdapat 30 item yang dimana terdapat 23 item valid dan 7 item tidak valid dengan nilai validitas bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,608 yang memiliki realibilitas sebesar α= 0,882. Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas dan linearaitas yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing variabel. Data dari variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test dan diketahui pada variabel prokrastinasi memiliki koefisien normalitas sebesar 0,036 (p > 0,05) dengan demikian variabel prokrastinasi memiliki distribusi data yang tidak normal, sedangkan untuk variabel motivasi kerja memiliki koefisien normalitas sebesar 0,608 (p > 0,05) dengan demikian variabel motivasi kerja ada pada distribusi yang normal.
12
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan prokrastinasi Pegawai Negeri Sipil di Pemkot Salatiga, maka digunakan uji linearitas menggunakan SPSS for Windows 16.00 maka diperoleh hasil berikut :
Prokrastinasi * Motivasi_Kerja
Between Groups
(Combined) Linearity
Deviation from Linearity Within Groups Total
Sum of Squares
df
Mean Square
10635.740
31
343.088
3.639
.000
7664.910
1
7664.910
81.289
.000
2970.830
30
99.028
1.050
.422
6223.250
66
94.292
16858.990
97
F
Sig.
Dari tabel tersebut diketahui nilai F beda sebesar 1,050 dengan signifikansi sebesar p = 0,422 (p > 0,05 ) yang menunjukan hubungan antara variabel motivasi kerja dengan prokrstinasi linear.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Moment oleh Karl pearson, diantara variabel motivasi kerja dengan prokrastinasi menunjukan korelasi r = -0,674 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) dari perhitungan uji korelasi antara variabel motivasi kerja dengan prokrastinasi, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi motivasi kerja yang dirasakan oleh pegawai maka akan semakin rendah tingkat prokrastinasi yang akan dilakukannya, begitu pula sebaliknya, semakin rendah motivasi kerja yang dirasakan oleh pegawai maka akan semakin tinggi prokrastinasi yang dilakukannya. Selain itu, dari perhitungan uji korelasi juga ditemukan data empiris yang menyatakan bahwa motivasi kerja memiliki sumbangan efektif sebesar r² = -0,674² = 0,454 atau 45,4 % terhadap munculnya perilaku prokrastinasi, maka sisanya yaitu 54,6 % penyebab munculnya perilaku prokrastinasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti kontrol diri, pola asuh, efikasi diri, dan gaya atribusi eksternal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif signifikan yang artinya hubungan kedua variabel kuat, signifikan dan tidak searah. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar, pertama pegawai negeri sipil mempunyai keinginan atau
13
motivasi untuk bekerja lebih produktif, sehingga membuat mereka berubah untuk tidak menunda-nunda pekerjaan, dan akhirnya prokrastinasi mereka menjadi rendah. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang mengatakan ada hubungan negatif antara motivasi kerja dengan prokrastinasi kerja pada karyawan PT Ramayana Lestari Sentosa, tbk Malang. Kedua, setiap pegawai memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, sehingga perilaku menunda-nunda tugas menjadi rendah dan mereka dapat menciptakan kinerja yang baik. Dengan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat prokrastinasi pada karyawan PT. Ramayana Lestarai Santosa, Tbk. Malang rendah dan kinerja karyawan tegolong baik dengan dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang sudah ditentukan (Ismatul, 2008). Dari 98 responden yang berpartisipasi terdapat 17 pegawai atau 17,35 % mempunyai motivasi kerja tinggi, 70 pegawai atau 71,43 % mempunyai motivasi kerja sedang dan 11 pegawai atau 11,22 % mempunyai motivasi kerja rendah. Dari hasil diatas dapat diketahui tingkat motivasi kerja yang terbesar ada pada kategori sedang maka pegawai di Pemkot Salatiga rata-rata mempunyai tingkat motivasi kerja sedang. Sedangkan untuk prosentase prokrastinasi dari 98 responden yang berpartisipasi terdapat 9 pegawai atau 9,18 % kategori prokrastinasi tinggi, 73 pegawai atau 74,49 % kategori prokrastinasi sedang dan 16 pegawai atau 16,33% kategori prokrastinasi rendah.
KESIMPULAN hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi motivasi kerja yang dirasakan oleh pegawai maka akan semakin rendah tingkat prokrastinasi yang akan dilakukannya, begitu pula sebaliknya, semakin rendah motivasi kerja yang dirasakan oleh pegawai maka akan semakin tinggi prokrastinasi yang dilakukannya. Dengan kata lain motivasi kerja mempunyai peran terhadap munculnya perilaku prokrastinasi pada pegawai negeri sipil Pemkot salatiga.
14
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Setiap pegawai didorong untuk memberi sumbangan pemikiran terhadap peningkatan produktivitas dengan berkompetisi dalam wujud kerja tim yang lebih solid atau perwujudan keberhasilan untuk berprestasi dalam setiap bulan. Sedangkan untuk meminimalisirkan prokrastinasi, pegawai yang melakukan pelanggaran kerja diberi hukuman agar perilaku menunda-nunda pekerjaan menjadi rendah. 2. Melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang memberikan sumbangan terhadap prokrastinasi dan motivasi kerja agar dapat diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh.
15
DAFTAR PUSTAKA ‘Izzah, I. (2008). Hubungan Tingkat Motivasi Kerja Dengan Tingkat Prokrastinasi Kerja Karyawan Di PT. Ramayana Lestari Sentosa, Tbk Malang. Skripsi. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Adzani, N. (2011). Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta. Skripsi. Jakarta: Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jakarta Barat. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta As’ad, M. (2004). Sari Ilmu Sumber Daya Manusia. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Azzaniar, Q. (2010). Hubungan Antara Prokrastinasi Dn Stress Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil. Skripsi. Sumatra Utara: Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara. Brownlow, S., & Reasinger, R. D. (2000). Putting off until tomorrow what is better done today: Academic procrastination as a function of motivation toward college work. Journal of Social Behavior and Personality, 15, 15-34. Burka, J. B., & Yuen, L. M. (1983). Procrastination: Why you do it, what to do about it. Reading, MA: Addison-Wesley. Chaplin, J P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grapindo. Damayanti, E. (2006). Hubungan Antara Self Monitoring Dengan Prokrastinasi Pada Karyawan di PT PLN (Persero) Region JATENG DIY Ungaran. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Ferrary, J. R., & Diaz-Moralez, J. F. (2007). Procrastination: Different time orientations reflect different motives. Journal of Research in Personality, 41(3), 707-714. Ferrari, J. R., Johnson, JL & McCown, WG. (1995). Procrastination and Task Avoidance: Theory, Research and Treatment. New York: Plenum Press. Ferrari, J. R., & Tice, D. M. (2000). Procrastination as a self-handicap for men and women: A taskavoidance strategy in a laboratory setting. Journal of Research in Personality, 34, 73–83. Gufron, N. M.& Risnawati, R. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: AR-Ruzz Media. Hayyinah. (2004). Religiusitas dan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Jurnal Psikologika, Hal. 31-41, No. 17 tahun IX Januari 2004. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
16
Hee, E.S. (2013). A Comparison of active and passive procrastination in relation to academic motivation. Social behavior and personality, 41(5), 777-786. Koontz, H., O’Donnell, C., & Weihrich, H. (1990). Manajemen. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Lay, C. H. (1986). At last, my research on procrastination. Journal of Research in Personality,20, 479–495. Manullang, M. (1981). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. McClelland, D. C. (1987). Memacu masyarakat berprestasi. (mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan motif berprestasi). Jakarta: CV. Intermedia. McClelland, D. E., Atkinson, J. W., Clark, R.A., Lowell, E.L. (1953). The Achievement Motive. New York: Appleton-Century-Crofts. Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press. Murray, H. A. (1968). Motivation and emotion. Englewood Cliffs. New Jeresy: Prentice-Hall. Nasution, H. (2010). Pemikiran Filsafat. Skripsi Thesis. Yogyakarta: Fakultas Ushuludin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rachmahana, R.S. (2002). Perilaku Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa. Psikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi. Vol. 2. No. 3. Hal 132-137. Rakhmat, J. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduwan & Akdon. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta. Safira, T. (2004). Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Satiah, M. (2013). Motivasi Kerja Karyawan PT. Pura Group ditinjau dari Kebutuhan Rasa Aman. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Seogijapranata Semarang. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2005). Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2000). Research Methods in Psychology (5th ed.) New York: McGraw-Hill Solihat, I. K. (2010). Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan Prokrastinasi Akademik. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
17
Solomon, L.J. & Rothblum, E.D. (1984). Academic Procrastination: Frequency and Cognitive Behavioral Correlates. Journal of Counseling Psychology. Vol. 31. No.4. (504-510). Steel, P. (2004). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential selfregulatory failure. Psychological Bulletin, 133, 65–94. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukandarrumidi. (2006). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Semula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sukarno, E. (2002). Sistem pengendalian manajemen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Tice, D. M., and Baumeister, R. F. (1997). Longitudinal study of procrastination, performance, stress and health: The costs and benefits of dawdling. Psychological Science, 8, 454–458. Wexley, K. N & Yukl, G. A. (1989). Perilaku organisasi dan psikologi Personalia. Jakarta: PT. Bina Aksara. Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Wijono, S. (2010). Motivasi Kerja. Salatiga: Widya Sari.