I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan
dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat.
Pembangunan tersebut dibutuhkan agar memperbaiki
kuantitas masyarakat, khusunya petani dalam memperbaiki keadaan ekonomi keluarga petani. Rendahnya keadaan ekonomi tersebut masih dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah maupun modal yang dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Pengembangan usaha peternakan sapi perah dapat memberikan kontribusi berarti terhadap pembangunan ekonomi para peternak. Keberadaan produk peternakan akan selalu dibutuhkan seiring dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan populasi sapi perah di Jawa Barat pada tahun 2014 mencapai 123.140 ekor/tahun dan meningkat pada tahun 2015 sebanyak 135.345 ekor/tahun dengan ketersediaan susu segar pada tahun 2014 sebanyak 258.999 ton/tahun dan pada tahun 2015 sebanyak 260.823 ton/tahun (BPS, 2015). Keberadaan produksi susu segar tersebut belum mampu membantu memenuhi permintaan atas konsumsi susu sapi secara nasional. Pada tahun 2014, konsumsi susu sapi nasional masih jauh di atas nilai produksi susu segar nasional yaitu mencapai 3 juta ton/tahun, sedangkan produksi susu nasional hanya mencapai 805.363 ton/tahun. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia masih didominasi oleh peternakan sapi perah rakyat dengan skala usaha ternak sapi perah yang kecil serta
2 pemeliharaan yang masih dilakukan secara tradisional.
Apalagi keberadaan
peternakan sapi perah skala sedang maupun besar masih dalam jumlah yang sedikit. Skala usaha ternak sapi perah berskala keluarga biasanya hanya memelihara 2-3 ekor ternak dengan rataan produksi susu hanya mencapai 11 liter/hari dan jumlah tersebut baru bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari peternak sapi perah. Keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak sapi perah menyebabkan peternak tidak sanggup untuk menggantikan ternak sapi perah berproduksi susu rendah dan menggantikan dengan sapi-sapi perah induk berproduksi tinggi. Skala usaha sapi perah yang masih rendah tentunya akan meminimalkan penggunaan biaya produksi usaha peternakan sapi perah. Peternakan sapi perah rakyat akan memaksimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga dari suami, istri, dan anak-anak, sehingga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja luar keluarga, sebaliknya penggunaan tenaga kerja luar dimanfaatkan oleh peternakan sapi perah skala sedang maupun besar dengan pemilikan ternak lebih dari 20 ekor karena dianggap mampu untuk mengeluarkan biaya lebih dalam biaya produksi. Penggunaan tenaga kerja keluarga maupun luar akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh keluarga peternak. Pendapatan peternak sapi perah rakyat saat ini masih didominasi dari penerimaan penjualan susu sapi secara rutin dan penerimaan output sampingan, berupa penjualan ternak afkir, pedet jantan dan betina, mapun feses yang selanjutnya dapat diolah menjadi pupuk. Penerimaan tersebut masih harus dikurangi oleh biaya produksi yang dikeluarkan. Peningkatan pendapatan peternak sapi perah dapat dilakukan jika terjadi peningkatan skala usaha ternak serta penggunaan tenaga kerja yang lebih terampil dan efisien.
3 Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Skala Usaha Sapi Perah dan Curahan Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Peternak (Suatu Kasus pada Anggota Kelompok KPSP Manglayang Kabupaten Bandung)”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut : 1) Seberapa besar skala usaha sapi perah dan jumlah pencurahan tenaga kerja peternak di KPSP Manglayang Kabupaten Bandung. 2) Seberapa besar pendapatan peternak sapi perah di KPSP Manglayang Kabupaten Bandung. 3) Bagaimana hubungan skala usaha sapi perah dan curahan tenaga kerja dengan pendapatan peternak sapi perah. 4) Bagaimana pengaruh skala usaha dan curahan tenaga kerja terhadap pendapatan peternak sapi perah secara bersama-sama maupun parsial.
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mengetahui besar skala usaha sapi perah dan jumlah pencurahan tenaga kerja peternak di KPSP Manglayang Kabupaten Bandung. 2) Mengetahui besar pendapatan peternak sapi perah di KPSP Manglayang Kabupaten Bandung. 3) Menganalisis hubungan skala usaha sapi perah dan curahan tenaga kerja terhadap pendapatan peternak sapi perah.
4 4) Menganalisis pengaruh skala usaha sapi perah dan curahan tenaga kerja terhadap pendapatan peternak secara bersama-sama maupun parsial.
1.4
Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan ekonomi peternakan, khususnya mengenai peningkatan skala usaha peternakan sapi perah dalam pembangunan ekonomi masyarakat. 2. Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian ini.
1.5
Kerangka Pemikiran Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia pada dasarnya bertujuan
untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri akibat permintaan susu sapi tinggi. Pada dasarnya, usaha ternak sapi perah di Indonesia terbagi atas dua tipe usaha, yaitu peternakan sapi perah rakyat dan perusahaan komersil (Soehadji, 1992). Perusahaan komersil biasanya memiliki ternak dalam jumlah yang besar dan telah menerapkan teknologi modern serta mencari keuntungan sebesar-besarnya. Peternakan sapi perah di Indonesia masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan jumlah kepemilikan ternak sapi laktasi antara 2-3 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 11 liter/hari (Boediyana, 2008). Tingkat kepemilikan ternak serta produksi susu yang masih rendah menyebabkan kondisi peternakan rakyat saat ini belum berkembang akibat prinsip-prinsip ekonomi yang belum terpenuhi.
5 Perkembangan peternakan sapi perah rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi sehingga dapat mencapai pendapatan keluarga. Faktor produksi dapat diartikan sebagai input dalam suatu proses usaha sehingga dapat menghasilkan output atau hasil. Keuntungan dari setiap usaha diharapkan dapat diperoleh dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh peternak (Firman, 2010). Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berhubungan dengan skala usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua sumber, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga (Mubyarto, 1994). Penggunaan tenaga kerja oleh keluarga peternak berasal dari suami, istri, dan anakanak dimaksimalkan mungkin guna mengurangi biaya produksi untuk membayar upah buruh. Waktu yang dikeluarkan oleh keluarga peternak merupakan kotribusi pencurahan tenaga kerja, dimana curahan yang telah diberikan dalam usaha harus diperhitungkan walaupun tidak pernah dibayarkan secara tunai. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan tidak pernah dinilai dengan uang (Mubyarto, 1994). Keberadaan tenaga kerja luar keluarga pada usaha skala sedang maupun besar biasanya dibayar dengan upah buruh yang berlaku pada daerah tersebut. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga dapat membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan setidaknya dapat mengurangi pengangguran yang ada. Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh curahan waktu yang diluangkan oleh keluarga petani dalam menjalankan usaha sehingga akan menambah pendapatan keluarga petani. Besarnya curahan tenaga kerja yang dialokasikan pada usaha tentunya akan mengembangkan usaha tersebut. Curahan tenaga kerja yang diberikan untuk usaha peternakan sapi perah merupakan input produksi. Kegiatan yang dicurahkan dalam usahaternak sapi perah biasanya berupa kegiatan
6 membersihkan kandang, memberikan pakan, memandikan ternak, memerah susu dan mengangkut susu tersebut, serta kegiatan di luar kandang seperti menyabit rumput sebagai sumber pakan hijauan. Perhitungan curahan tenaga kerja dapat diukur berdasarkan satuan Hari Kerja Pria (HKP), yaitu untuk satu Hari Kerja Pria setara dengan 8 jam lama kerja pria, satu Hari Kerja Wanita setara dengan 0,75 HKP, dan satu Hari Kerja Anak-anak < 15 tahun setara dengan 0,5 HKP. Penggunaan tenaga kerja memiliki hubungan langsung dengan skala usaha serta merupakan bagian dari faktor produksi usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja luar keluarga akan digunakan pada skala usaha dengan jumlah ternak lebih dari 10 ekor disebabkan lebih banyak curahan tenaga kerja yang dikeluarkan. Skala usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis diartikan dengan jumlah sapi perah induk yang dipelihara oleh setiap peternak dapat memperoleh keuntungan yang optimal, dihasilkan dari output utama berupa penjualan susu setiap harinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa skala optimal dalam usaha peternakan sapi perah baru akan dicapai dengan pemeliharaan lebih dari 6 ekor sapi perah induk. Usaha peternakan sapi perah keluarga mampu memberikan keuntungan jika jumlah induk sapi yang dipelihara mencapai minimal 6 ekor, walapun tingkat efisiensi dapat diperoleh dengan minimal pemilikan 2 ekor dan rata-rata produksi susu sebanyak 15 liter/hari (Iptek Net, 2005). Kondisi saat ini, usaha peternakan sapi perah masih dikategorikan dalam usaha peternakan skala kecil dengan pemeliharaan hanya 2-3 ekor dan jumlah pemilikan tersebut belum optimal untuk keuntungan peternak. Rendahnya pemilikan usaha sapi perah muncul akibat ketidakmampuan dalam memanfaatkan sumber daya ternak secara efisien serta penggunaan alokasi waktu dan tenaga kerja secara optimal. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya jumlah ternak maupun peternak sapi perah, salah satunya ada
7 jaminan dan kesinambungan perolehan pendapatan dari hasil penjualan susu segar serta peternak mendapatkan insentif maupun bonus dari Koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS) apabila kualitas susu lebih baik dari kualitas dasar (Yusdja dan Iqbal, 2000). Skala usaha peternakan rakyat dibedakan atas tiga skala usaha, yaitu: (1) skala usaha dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak 1-3 ekor, (2) skala usaha dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak 4-6 ekor, (3) skala usaha dengan jumlah kepemilikan ternak betina produktif sebanyak lebih dari 7 ekor (Suryadi, dkk., 1994). Peningkatan pendapatan peternak sapi perah menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga peternak sapi perah. Ketertarikan peternak sapi perah dalam investasi pada budidaya usaha ini dikarenakan hasil usaha sapi perah bersifat harian (daily income) yang sudah ada kepastian terhadap mekanisme pembayaran susu dengan investasi usaha cepat kembali (Mujiyanto, 2003). Pada umumnya, para peternak akan menjual hasil produksinya ke koperasi maupun IPS yang sudah bekerja sama dengan para peternak. Hasil jual produksi tersebut menjadi pendapatan bagi peternak sapi perah setelah dikurangi biaya produksi yang dikeluarkan. Selain menjual produk utama, yaitu susu sapi, para peternak juga menjual ternak mereka seperti pedet, betina afkir maupun pejantan sebagai output sampingan.
Pendapatan usaha ternak sapi perah merupakan selisih antara
penerimaan dan seluruh biaya yang diperlukan dalam menjalankan usaha tersebut. Pendapatan usaha ternak ditentukan oleh nilai penjualan produksi dan biaya produksi (Mubyarto, 1994). Berbagai hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa keuntungan atau pendapatan yang diterima oleh peternak dari pemeliharaan sapi perah belum optimal dan masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Pendapatan usaha ternak sapi perah yang diterima oleh keluarga peternak pada
8 strata I dengan kepemilikan ternak ≤ 3 ekor mencapai Rp 4.362.545 per tahun dan Rp 10.160.489 per tahun untuk strata II dengan kepemilikan ternak ≥ 3 ekor. Pendapatan usaha ternak sapi perah pada strata I mampu menyumbang terhadap pendapatan keluarga sebesar 35,52 persen dan 65,72 persen untuk strata II (Suherman, 2008).
Adanya peluang dalam peningkatan keuntungan atau
pendapatan peternak sapi perah dengan cara meningkatkan kemampuan produksi susu sapi perah indukan dan mengurangi jumlah pemeliharaan sapi perah yang tidak atau belum produktif (Siregar dan Kusnadi, 2004).
Pendapatan yang
diperoleh akan terus meningkat bila sejalan dengan meningkatnya skala usaha. Penelitian di kecamatan Pujon Kabupaten Malang menunjukan perbandingan antara curahan tenaga kerja dan skala I, II, dan III serta pendapatan rumahtangga peternak usaha sapi perah memiliki nilai masing-masing: 226,77 JKP/tahun dengan 2,5 UT; 134,52 JKP/tahun dengan 4,2 UT; dan 68,69 JKP/tahun dengan 8,0 UT, serta pendapatan skala I, II, dan III sebesar Rp4.934.106 ; Rp11.374.741 ; dan Rp27.076.989 (Hartono, 2005).
9 Penjelasan alur gambaran kerangka pemikiran dapati dilihat pada Ilustrasi 1, sebagai berikut : Usaha Ternak Sapi Perah
Faktor Produksi
Curahan Tenaga Kerja
Dalam Keluarga - Ayah - Ibu - Anak-anak
Skala Usaha
Luar Keluarga - Pria - Wanita - Anak-anak -
I 1-3 ekor
Pendapatan Peternak
Ilustrasi 1. Alur gambar kerangka pemikiran
II 4-6 ekor
III > 7 ekor
10 Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat ditarik hipotesis bahwa skala usaha dan curahan tenaga kerja berkorelasi positif dan berpengaruh nyata secara bersama-sama maupun parsial terhadap pendapatan peternak sapi perah.
1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Maret 2016 hingga
April 2016 pada anggota peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Peternak Sapi Perah Manglayang, Kabupaten Bandung.