PENDAHULUAN China merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang tidak sedikit, dan terdapat pula agama agama yg dianut oleh masyarakat China itu sendiri. Buddha adalah agama pertama yang masuk dan dianut oleh Masyarakat China, yang lalu diikuti oleh agama-agama lain. Agama Buddha mulai menyebar ke Tiongkok sekitar abad pertama dan menyebar luas pada abad keempat, sehingga berangsur-angsur menjadi agama yang paling besar dan berpengaruh di Tiongkok. Agama Buddha Tiongkok terbagi 3 jenis, yaitu agama Buddha rumpun bahasa Mandarin (Mahayana) , agama Buddha rumpun bahasa Tibet ( Tibet Lama) dan agama Buddha rumpun bahasa Pali ( Hinayana). Agama Dao adalah agama kedua yang berkembang di Tiongkok yang berumur sekitar 1.800 tahun sejak abad kedua masehi. Pemujaan terhadap alam dan nenek moyang merupakan tradisi yang diwariskan dan dilakukan oleh penganut agama Dao.) Dalam sejarah, agama Dao memiliki beberapa aliran, yang kemudian berangsur-angsur berkembang menjadi dua aliran utama, yaitu Quanzhendao dan Zhengyidao. Pada abad ke-6 Masehi, agama Islam masuk ke Tiongkok sebagai agama ketiga. Di Tiongkok, 16 juta orang penduduk etnis Hui, Uyghur, Tatar, Kherkezi, Khazak, Uzbek, Dongxian, Sala dan Bao’an menganut agama Islam. Mayoritas kaum Muslim Tiongkok bermukim di daerah Otonom Uyhur Xinjiang, daerah Otonom Etnis Hui Ningxia serta provinsi Gansu, provinsi Qinghai, provinsi Shaanxi dan provinsi Yunnan. Di daerah lain Tiongkok pun banyak terdapat umat Muslim. Sedangkan agama Katolik merupakan agama keempat yang masuk ke tiongkok yang masuk pada abad ke 7 masehi. Sementara, agama Kristen adalah agama kelima yang masuk ke Tiongkok pada abad ke-19 Masehi. Agama Islam sendiri pertama kali masuk ke China sekitar tahun 651 M. Sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya untuk menyebarkan agama Islam ke muka bumi, Khalifah Utsman bin Affan pun menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Illahi ke daratan China. Agar dapat masuk ke China, Sa’ad bin Abi Waqqash membawa misi dagang dan juga misi diplomatik. Hubungan dagang di China pada abad ke 7 ini membuat Sa’ad dan Islam diterima oleh masyarakat China. Utusan Klalifah itu diterima oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang, yang kemudian memerintahkan pembangunan Masjid di Huaisheng. Pada awalnya pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Masyarakat China sendiri yang pertama kali memeluk agama Islam ialah suku Hui. Berkat usaha penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, saat ini terdapat 10 umat Muslim di China, yaitu : suku Hui yang tinggal di Ningxi , Gansu, Shaanxi, dan Provinsi Xinjiang. Mayoritas suku Uyghur yang berasal dari Turki, Asia Tengah, tinggal di daerah otonomi Xinjiang Uyghur yang terletak di ujung Barat dan Barat Laut China. Selain di China, populasi suku ini juga tersebar di Kazakhstan, Kyrgystan dan Uzbekistan. Suku lain yang berasal dari Turki adalah Kazakh, yang merupakan suku minoritas. Suku Kazakh tinggal di Ili Kazak Autonomous di Xinjiang. Suku minoritas lain yang tinggal di daerah barat laut China adalah suku Dongxiang yang memiliki hubungan darah dengan masyarakat Mongolia. Mayoritas masyarakat Dongxiang tinggal Linxia Hui Autonomous Prefecture dan daerah sekitar Provinsi Gansu, Daerah otonomi Xinjiang Uyghur, Provinsi Qinhai dan Daerah Otonomi Ningxia Hui. Suku Kyrgyz juga merupakan suku minoritas yang berasal dari Turki. Ada pula suku Salar yang tinggal di Qinghai, Gansu dan
provinsi Xinjiang. Suku lain yang tinggal di wilayah Xinjiang adalah suku Tajik yang merupakan keturunan umat Muslim yang berasal dari Iran. Berikutnya ada suku minoritas Uzbek yang tinggal di kota Yining, Xinjiang, suku Bonan dan Tartar di provinsi Gansi dan Qinhai maupun di kota Urumqi, Xinjiang. Dari ke 10 suku muslim yang terdapat di China tersebut, terdapat 2 suku muslim terbesar yaitu suku Hui dan suku Uyghur. Suku Uyghur adalah suku Muslim terbanyak di daerah China, dan tinggal di Wilayah Barat laut China yaitu di wilayah Xinjiang. Di kota xinjiang yang berada di Barat Laut China ini memiliki 2 suku, ialah suku Han dan Suku Uyghur. Suku Han yang merupakan suku mayoritas negara China, menjadi suku minoritas di wilayah Xinjiang, karena di Xinjiang juga terdapat suku Uyghur yang merupakan suku mayoritas di wilayah Xinjiang. Di Wilayah Xinjiang dahulu kala adalah tempat perdangaan Asia yang terbesar, dahulu kala Xinjiang di sebut sebagai jalur sutra. Dikarenakan wilayah Xinjiang berada di lokasi yang sangat strategis sebagai jalur perdagangan. Daerah otonomi Uyghur di Xinjiang, adalah sebuah daerah otonomi di China. Xinjiang berbatasan dengan Daerah Otonomi Tibet di sebelah selatan dan Provinsi Qinhai dan Gansu di tenggara. Wilayah ini juga berbatasan dengan Mongolia di sebelah timur, Rusia di utara, serta Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Afghanistan dan Kashmir di di Barat. Xinjiang juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin. Xinjiang secara harfiah bermakna ‘Perbatasan Baru’ atau ‘Daerah Baru’ nama yang diberikan pada kerjaan Dinasti Qing Manchu. Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan geografisnya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan hukum-hukum yang khusus, dan hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut. Beranjak dari hal ini, pemerintah China memberikan hak otonomi terhadap Xinjiang untuk mengatur wilayahnya sendiri, dimana suku mayoritas dari wilayah Xinjiang ialah suku muslim Uyghur. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang kehidupan sosial dan keagamaan suku Muslim Uyghur di Xinjiang. Cara mereka dalam menjalankan kehidupan sosial bermasyarakat dan cara mereka dalam mernjalankan kehidupan keagamaannya. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini ialah ingin mengetahui kehidupan sosial kemasyarakatan dan kehidupan keagamaan suku Muslim Uyghur di Xinjiang. Banyak yang belum menyadari bahwa kehidupan suku Uyghur dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan kehidupan beragama berbeda dengan suku Muslim lainnya. Suku Muslim Uyghur di Xinjiang dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat dan beragama sedikit berbeda dengan suku Muslim lainnya, hal ini dijadikan alasan oleh penulis untuk meneliti tentang pembahasan kebebasan menjalankan ritual keagamaan suku minoritas muslim Uyghur di Xinjiang. Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk memberitahukan pengetahuan baru terhadap kebebasan menjalankan ritual keagamaan suku mayoritas Muslim Uyghur di Xinjiang, karena yang penulis belum banyak mengetahui tentang karya ilmiah atau buku yang membahas tentang ini sebelumnya.
METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah tata cara dalam meneliti yang digunakan dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna mencari suatu jawaban atau memecahkan masalah yang ada.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis menggunakan metode penelitian studi pustaka, yaitu pengumpulan data-data dari literatur , sumber-sumber lain yang berhubungan dengan membaca dan mempelajari buku, makalah, jurnal, maupun media internet untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian. Alasan penulis menggunakan metode studi pustaka dikarenakan metode tersebut dianggap lebih efektif karena singkatnya waktu penelitian. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber yaitu perpustakaan Universitas Bina Nusantara, Jakarta; perpustakaan Universitas Indonesia, Depok; perpustakaan Nasional Jakarta, dan perpustakaan Sekretariat Negara di Jakarta. Data-data yang di dapat di perpustakaan-perpustakaan tersebut dikumpulkan untuk diolah kedalam pembahasan penelitian penulis dan penyusunan skripsi. Instrumen yang kami gunakan ialah buku dan alat bantu seperti pulpen dan kertas untuk mencatat data-data dari sumber yang kami dapatkan
HASIL DAN BAHASAN 1.Xinjiang Xinjiang ialah merupakan salah satu propinsi di China.Xinjiang terletak di China bagian barat.Di daerah Xinjiang terdapat 2 Suku yaitu, suku Han dan suku Uyghur.Suku Uyghur merupakan suku mayoritas diwilayah Xinjiang yang menganut agama Muslim.Suku Ughyur merupakan etnis yang menghuni wilayah Xinjiang.Suku Uyghur sering menerima pembatasan oleh China.Hal tersebut bukan hanya terjadi karena perbedaan agama.Perbedaan fisik pun membuat dikriminasi yang dialami suku Uyghur terjadi. Meskipun suku Uyghur dan suku Han memliki kulit yang sama-sama bewarna putih, tetapi mereka mempunyai perbedaan yang terletak pada mata, suku Han sendiri memiliki mata berwarna hitam, suku Uyghur sendiri memiliki mata yang berwarna kehijauan-hijauan, dan suku Uyghur memiliki janggut yang sama seperti orang Turki.
2.Keseharian Suku Uyghur Tata kehidupan keagamaan dan keseharian suku Uyghur tertata dengan rapi, dimulai dari pagi hari sebelum beraktivitas, mereka melaksanakan ritual ibadah sholat, demikian juga pada siang hari, sore dan malam hari mereka melaksanakan ritual ibadah sholat wajib. Pelaksanaan kehidupan keagamaan dan keseharian mereka menunjukkan keteraturan baik dalam beribadah maupun dalam bermasyarakat. Karena selain mereka bersosialisasi dengan sesama, mereka juga tetap melaksanakan kewajiban mereka sebagai umat muslim yaitu melakukan ritual keagaamaan. Dari keteraturan mereka dalam beribadah dan dalam bermasyarakat, terlihat bahwa hal ini sesuai dengan pengertian agama yang merupakan suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau atau dapat dikatakan terarah. Pakaian suku Uyghur mempunyai corak yang jelas dan berwarna-warni. Anak-anak suku Uyghur menggunakan baju sutra. Sementara itu, pakaian tradisi laki-laki suku Uyghur terdiri dari Jubah panjang yang disebut qiapan, yang terbuka di sebelah kanan dan memiliki kerah miring. Qiapan tidak memiliki kancing dan disekitar pinggang terikat dengan kain persegi panjang..Kaum wanitanya memakai gaun berlengan lebar, yang kadangkala dipakai bersama baju luaran besar. Para kaum wanita pun selalu mengenakan jas pinggang hitam dengan kancing dijahit dibagian depan. Selain itu, kaum wanita suku Uyghur juga memakai gaun yang terbuat dari sutera ikat yang di sebut sutra adilesi, dan disulam dengan motif tradisional hingga menjadi pakaian berwarna-warni khas suku Uyghur. Pada perayaan hari besar, kaum wanita beberapa diantaranya mewarnai alis dan kuku mereka. Para kaum laki-laki dan kaum wanita suku Ughyur menggunakan hiasan kepala.Biasanya mereka mengenakan penghias kepala yang berupa topi bulu-bulu atau topi bersegiempat yang disebut duopa dibordir dengan warna putih dan hitam dengan motif tradisional. Dalam kesehariannya kaum pria selalu menggunakan kopiah putih.Sedangkan kaum wanita suku Uyghur mempunyai ciri khas tersendiri yaitu memakai penutup kepala, yang hanya menutup di bagian rambut, dan bagian lainnya di biarkan terbuka. Cara mereka berpakaian berbeda dengan kaum Muslim di belahan dunia lainya, biasanya kaum Muslim selalu menutup seluruh tubuh mereka, dan membiarkan terbuka pada bagian kedua telapak tangan dan dibagian wajah, tetapi kaum wanita di Xinjiang tidak melakukannya, mereka masih memakai baju terbuka meskipun kepala mereka tertutup. Pakaian yang mereka gunakan merupakan salah satu wujud kebudayaan dimana cara berpakaian itu merupakan ciri khas suku Uyghur. Walaupun pada masa kini banyak juga suku Uyghur yang memakai pakaian lebih tertutup seperti kaum Muslim di seluruh dunia.
Dihari jum’at seluruh laki-laki umat Muslim menjalankan ibadah shalat jum’at, begitupun yang dilakukan oleh laki-laki umat Muslim Uyghur di Xinjiang.Jika di belahan dunia lainnya masjid mengumandangkan adzan nya dengan sangat nyaring, tetapi hal tersebut tidak berlaku di Xinjiang. Pakaian yang mereka gunakan dalam pelaksanaan shalat jum’at sama dengan pakaian keseharian mereka dengan cirik khas kopiah putih. Hal ini menegaskan bahwa kehidupan keseharian mereka dengan kehidupan keagamaan mereka sudah menyatu. Suku Uyghur mendapat julukan Qingzhen yang dalam bahasa indonesia berarti bersih. Hal ini dapat terlihat dari cara mereka sebelum mereka melaksanakan ibadah shalat. Sebelum mereka melaksanakan ibadah shalat, mereka selalu mempunyai kebiasaan untuk membersihkan badan dan pakaian mereka.Salah satu contoh seperti yang terlihat dari masjid yang terdapat di Xinjiang.Berbeda dengan masjid yang ada di Indonesia, masjid yang terdapat di Xinjiang terdapat tempat untuk mereka mandi kemudian berganti pakaian dengan pakaian yang bersih, baru setelah itu mereka melaksanakan ibadah shalat.Kebiasaan yang mereka lakukan merupakan tindakan kebudayaan karena dilakukan secara terus-menerus. Dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, suku Uyghur sangat sopan saat bertemu dengan orang. Ketika bertemu dengan orang yang lebih tua, mereka memberi salam dengan meletakan tangan di dada mereka, sambil membungkuk. Kebiasaan untuk menghormati yang lebih tua juga diterapkan oleh muslim-muslim dibelahan dunia lainnya contohnya di Indonesia. Hanya saja berbeda cara pelaksanaanya, bila di Indonesia cara seorang Muslim yang lebih muda untuk menghormati Muslim yang lebih tua dengan cara mencium tangan orang yang lebih tua. Cara yang mereka lakukan tersebut merupakan kebiasaan yang mereka dapat dengan belajar dan sudah mereka lakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus-menerus dan tersusun dalam kehidupan bermasyarakat. Suku Uyhur mempunyai kebiasaan yang unik.Mereka senang sekali melakukan tari-tarian dan nyanyian.Tarian dan nyanyian ini biasanya dilakukan secara beramai-ramai dimana laki-laki dan wanitanya menari bersama-sama dan dilakukan ketika perayaan dalam keseharian maupun perayaan hari-hari besar keagamaan. Hal tersebut merupakan salah satu cara mereka bermasyarakat dan berorganisasi sosial. Budaya suku Uyghur cukup menarik dengan masyarakatnya yang memiliki bahasa dan tulisannya sendiri, bahasa tulisan yang mereka gunakan ialah arab gundul. Suku Ughyur memiliki populasi bahasa yang beragam.Uyghur memiliki bahasa asli sendiri yang terdiri kurang lebih hingga 11 juta pengucapan.Bahasa dan budaya Uyghur erat dengan budaya Uzbek.Bahasa etnis Uyghur sendiri menjadi bahasa utama bagi etnis non-Han, yang terdiri dari etnis Tungus Sibes, Iran Wakhi, Sarikoli, dan etnis Dagurs Mangolia.Etnis minoritas di Xinjiang pun menggunakan bahasa Uyghur sebagai bahasa kedua atau ketiga dalam berkomunikasi setelah bahasa mereka sendiri. Sebagai bahasa yang telah berkembang luas dan digunakan untuk berkomunikasi oleh berbagai suku, bahasa Uyghur digunakan dalam beberapa hubungan sosial daripada bahasa lain selain bahasa resmi pemerintahan, adalah bahasa mandarin yang ditetapkan di sekolah-sekolah disana. Huruf arab gundul yang digunakan oleh suku Muslim Uyghur di Xinjiang merupakan huruf yang mereka gunakan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang menjadi salah satu unsur dalam kebudayaan, juga diterapkan dalam keseharian suku Muslim Uyghur di Xinjiang. Dikarenakan suku Uyghur tinggal di dataran tinggi dan tidak memungkin bagi mereka untuk menanam padi atau tanaman lainnya yang tidak bisa ditanam di wilayah tersebut, hal ini berpengaruh pada makanan yang mereka konsumsi. Makanan pokok suku Uyghur berbahan dasar tepung jagung dan tepung gandum yang kemudia mereka olah menjadi roti yang disebut “nang”, makanan ini dihidangkan dengan sup atau biasanya dimasak dengan daging kambing, lemak kambing, wortel, kismis, dan bawang putih. Makanan ini menjadi makanan utama mereka dan disajikan di hari-hari besar sebagai penghormatan kepada para tamu. Selain bermatapencaharian sebagai peternak dan penggembala, suku Uyghur juga bekerja dalam industri pemintalan kapas. Mayoritas suku Uyghur beternak domba,hal ini berkaitan dengan daerah Xinjiang merupakan dataran tinggi, sehingga mereka mengkonsumsi daging domba untuk menghangatkan tubuh mereka. Makanan keseharian suku Uyghur berupa jiaozi, kebab domba, nang, mentimun dengan paprika merah, jamur dan jamur putih, terung, campuran sayuran, roti kukus, dan sup daging domba yang menjadi ciri khas makanan Uyghur di Xinjiang Jadi,unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat dapat kita lihat dalam kehidupan keseharian suku Uyghur tidak bisa terpisah dari keagamaan dengan kebudayaan.Dari sistem religi,
organisasi sosial, kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian, dan sistem peralatan hidup yang mereka jalani tidak terlepas dari kebudayaan mereka dan agama yang mereka anut, karena kebudayaan dan keagamaan saling berkaitan.
3. Hari-hari Besar 3.1 Hari Raya Idul Fitri Muslim di dunia melakukan penghitungan penanggalan mereka berdasarkan penanggalan Hijriah, bukan dengan penanggalan Masehi seperti yang biasa dilakukan oleh warga diseluruh dunia, karena itu hari-hari besar umat Muslim tidak jatuh pada tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya. Sebagai contoh dalam merayakan bulan suci Ramadhan, bulan Ramadhan selalu 11 hari lebih awal di setiap tahunnya.Pelaksanaan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dilakukan berdasarkan pergerakan matahari terbit dan matahari terbenam, tenggelamnya matahari di setiap negara berbeda-beda, sehingga hal ini menjadi alasan perbedaan pelaksanaan ibadah puasa di Xinjiang.Umat Muslim Uyghur dalam melaksanakan ibadah puasa di Xinjiang berbeda dengan waktu pelaksanaan ibadah puasa di negara tropis. Bila di negara tropis, waktu berpuasa selalu 12 jam, sedangkan di Xinjiang bila Ramadhan tiba pada musim dingin maka pelaksanaan ibadah puasa kurang dari 12 jam, sedangkan bila Ramadhan tiba pada musim panas, maka pelaksanaan ibadah puasa lebih dari 12 jam. Selain itu, makanan berbuka puasa yang dikonsumsi pada saat musim dingin dan musim panas pun berbeda.Hidangan berbuka dalam musim dingin biasanya mereka mengkonsumsi daging domba dan hidangan lainnya.Sedangkan hidangan berbuka dalam musim panas biasanya mereka mengkonsumsi kurma. Setelah pelaksanaan ibadah puasa, umat Muslim di dunia dan juga umat Muslim Uyghur di Xinjiang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Perayaan Hari raya Idul Fitri di China tetap meriah meskipun umat Muslim di China menjadi yang minoritas di negara tersebut.Pada pagi hari, di Hari Raya Idul Fitri, umat Muslim di Xinjiang melaksanakan ibadah shalat Idul Ftri di masjid yang sudah ditentukan.Para pria mengenakan jas khas dan kopiah putih, sedangkan wanita mengenakan baju hangat dan kerudung setengah tutup.Setelah selesai pelaksanaan shalat Ied, tradisi suku Uyghur dilanjutkan dengan bersilaturahmi dengan tetangga dan kerabat.Beberapa dari mereka yang sudah ditinggalkan oleh kerabat, mengunjungi makam kerabat mereka untuk membersihkan makam dan membacakan do’a.dan mereka selalu meramaikan acara setelah sholat dengan cara bernari-nari dan bermain alat music, dan biasanya mereka bernari-nari berpasangaan dimana laki-laki yang bermain alat music dan wanita-wanita bernari dan sebaliknya. Serta kebiasaan mereka dalam menjalin silaturahmi dengan berkumpul di suatu tempat dan mengadakan jamuan makan.Mereka melakukan itu tersebut untuk semata-mata menjalin hubungaan baik dengan muslim-muslim lainnya. Lalu mereka berkumpul untuk jamuan makan ditempat lapanggan tempat mereka selesai melakukan ibadah shola tied, dan Makanan-makanan yang dihidangkan di tempat tersebut cukup unik, mereka biasanya menyediakan makanan khas dari suku uyghur tersebut, seperti roti-roti yang berbahan dasar gandum, makanan-makanankering dan buah-buahan berupa buah pear kuning, anggur hijau, kurma, kebab atau Chuanr, yang merupakan makanan khas suku Uyghur dari Xinjiang berupa roti kebab yang dimakan bersama dengan kari daging sapi atau domba. Kebab yang terbuat dari gandum ini bisa dikatakan merupakan makanan pengganti nasi, dan sebagai menu spesial yang paling digemari adalah sate kambing atau domba. Berbeda dengan sate di Indonesia yang irisannya kecilkecil dan ditusuk batang bamboo kecil, maka sate di restoran Muslim di China umumnya dalam bentuk potongan besar-besar dan ditusuk dengan batang bambu yang besar dan panjang atau dengan sebatang besi panjang. Sebelum dibakar, daging dilumuri bubuk cabai kering sehingga saat dibakar memunculkan aroma khas. Berbeda sekali dengan perayaan setelah sholat ied di belahan dunia lainnya biasanya di Indonesia suku-suku muslim setelah melakukan shola ied berbondongbondong pergi kerumah sanak saudara, dan dapat dilihat dari situ dapat terlihat perbedaan kebudayaan suku Muslim Uyghur dan suku Muslim lainnya.Penduduk muslim Uyghur yang bertempat tinggal di luar wilayah Xinjiang pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri juga saling berkumpul dan bersilaturahmi dengan sesama suku Uyghur lainnya, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kekeluargaan sesama suku Muslim Uyghur.
3.2 Hari Raya Idul Adha Sebelum Hari Raya Idul Adha umat muslim di seluruh dunia melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Hal ini juga dilaksanakan oleh suku Muslim Uyghur di Xinjiang. Berbeda dengan syarat ibadah haji di negara lain yang tidak menetapkan batasan umur, di Xinjiang terdapat pembatasan
usia bagi yang ingin melaksanakan ibadah haji, yaitu usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan pemerintah China ingin memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada usia yang lebih tua untuk melaksanakan ibadah haji. Dibandingkan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri, perayaan Hari raya Idul Adha lebih dirayakan secara besar-besaran oleh umat Muslim di Xinjiang. Hal ini dikarenakan kehidupan suku Uyghur di Xinjiang mayoritas sebagai peternak, dan ketika pelaksanaan Hari raya Idul adha seluruh umat Muslim di dunia melaksanakan ritual memotong ternak, seperti hal nya yang dilakukan oleh suku Uyghur di Xinjiang, hanya saja pelaksanaan disana dilakukan secara besar-besaran dan dilakukan setelah selesai pelaksaan ibadah shalat Idul Adha di masjid yang telah ditentukan. Selain itu, bila Mulim di belahan dunia lainnya lebih menjadikan hari raya Idul Fitri untuk berkumpul dengan sanak saudara, berbeda dengan suku Uyghur di Xinjiang.Mereka lebih menjadikan Perayaan Hari Raya Idul Adha untuk berkumpul dengan sanak saudara dan untuk bersilaturahmi dan bersosialisasi dengan tetangga yang berbeda suku dengan mereka.Setelah ibadah shalat Idul Adha dan pemotongan hewan kurban, biasanya wanita suku Uyghur memasak hewan kurban tersebut secara bersama-sama kemudian membagikan kepada orang-orang yang hadir dan juga kekerabatkerabat. Kebisaan yang dimiliki oleh kum Muslim Uyghur dengan kaum Muslim di wilayah yang lain dalam perayaan Idul Adha adalah hal yang wajib dilakukan, tetapi Muslim Uyghur memiliki kebiasaan yang lebih unik. Dalam perayaan Idul Adha selain dijadikan sebagai waktu untuk berkumpul dengan keluarga, juga terdapat tarian dan nyanyian yang dilakukan secara bersama-sama.Pada saat mereka melakukan tari-tarian dan nyanyi-nyanyian, mereka melakukannya dengan senang dan gembira dapat terlihat bahwa agama juga suatu kebudayaan, karena dengan beragama manusia dapat hidup dengan senang.Hal ini menunjukkan bahwa selain berkehidupan keagamaan, mereka juga bermasyarakat sehingga menghasilkan suatu kebudayaan. Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan di beberapa tempat oleh penulis, dapat dilihat bahwa teori kebudayaan menurut Koentjaraningrat dan teori Agama menurut EB Taylor terlihat helas dalam keseharian yang dilakukan oleh suku Uyghur di Xinjiang baik dalam kegiatan bermasyarakat maupun dalam kegiatan keagamaan saling mengikat satu sama lain, karena kebudayaan dan agama yang mereka jalankan tidak dapat terpisahkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan beragama dalam keseharian Suku Ughyur di Xinjiang, China Bagian Barat yang unik dan beragam, mempunyai posisi tersendiri yang diakui oleh masyarakat China sebagian besar, walaupun di dalam hitungan jumlah populasi masyarakat muslim suku Ughyur adalah populasi minoritas, tetapi kebebasan beragam dan berbudaya suku Ughyur dijamin dengan adanya penetapan libur hari raya Idul Fitri, pembangunan masjid di Xinjiang, dan juga perlindungan untuk berbudaya dan beragama oleh pemerintah China, hal ini membangun rasa aman masyarakat muslim untuk melakukan kaidah beribadah dan berbudaya yang berpatokan pada kaidah Islam. Suku Ughyur termasuk suku muslim terbesar di Xinjiang, dengan adanya keberagaman suku-suku di China menyebabkan perbedaan yang dibawa oleh Islam yang selanjutnya diadaptasi oleh suku Uyghur bukanlah sesuatu hal yang sulit untuk diterima oleh masyarakat China pada umumnya. Sebagai kaum minoritas di China, tentu ada hal-hal yang berpengaruh terhadap keberagaman yang dibawa oleh suku Ughyur, hal yang dimana merupakan suatu yang wajar untuk kaum minoritas pada umumnya, tetapi hal hal tersebut tidak mengakibatkan terancamnya kebebasan beragama dan berbudaya suku Ughyur, hal ini dibuktikan oleh perayaan hari-hari besar Islam yang dirayakan oleh suku uyghur tetap dapat berlangsung secara meriah dan hikmat di Xinjiang, begitu juga dengan cara berpakaian, beretika dan berbudaya yang tetap dapat dijalankan oleh masyarakat muslim suku Uyghur. Adapun penelitian ini belum membahas keseluruhan budaya suku uyghur di xinjiang, maka dari itu penulis berharap agar nantinya dapat diselenggaran penelitian yang lebih khusus dan mendetail terhadap kaum muslim suku uyghur di Xinjiang untuk lebih mendapat gambaran yang jelas mengenai keberagam bebudaya dan bersosialisasi yang dilakukan oleh suku uyghur baik di dalam sukunya ataupun sebagai bagian dari masyarakat di China.
REFERENSI Prof. Dr. Koentjaraningrat.(2010). Pengantar Ilmu Antropolog [M]. Jakarta: Rineka Cipta Susanto Y. (2010). Menghidupkan Kembali Jalur Sutra Baru Format Baru Hubungaan Islam Indonesia dan China [M].Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Sophie M. (2011). Menjelejah Dunia Mengenal China : 56 Potret Etnis di China / Sophie Mou [M]. Yogyakarta : Galang Press Taylor Edward B. (1958). Relegion is Primitive Culture / Edward B. Taylor [M]. Harper Torchbooks Khan M. Rafiq. (1963). Islam in China / M. Rafik Khan [M]. National Academy Khan M. Rafiq. (1967). Islam in Tiongkok / M. Rafik Khan ; Penerjemah : Sulaimansjah[M]. Tintamas Gambaran Suku China / penyusun Wu Min [M].Beijing : China Intercontinental Press, 2011 Endang S.A.(1982). Agama dan Kebudayaan : Mukaddimah Sejarah Kebudayaan Islam/ oleh Endang Saifuddin Anshari [M]. Bina Ilmu Yogyantari Ika. 2008. Muslim Uyghur di Propinsi Xinjiang Pada Masa Pemerintah Komunis China Tahun 1949-2008M [D], Fakultas Adab, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Isnaputri I. (1995). Lima Suku Bangsa Minoritas Muslim di Cina : Sebuah Deskripsi Singkat [D]. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok : Universitas Indonesia Salsabella K. (2011). Pengaruh Kebudayaan Islam dan Arab di Cina Barat [D]. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok : Universitas Indonesia. Felix,S. 2012, Islam in China [Z] Al-fatih Bookstore, Jakarta. http://felixsiauw.com/home/islam-in-china/ Mengenal Ragam Suku Muslim di China [Z] Sosbud.kompasiana.com/2013/08/05/mengenal-ragam-suku-muslim-di-china-581834.html. 201410-13 Mengenal Ragam Suku Muslim Di China [Z] (2013). Agustus 5. Sosbud.kompasiana.com/2013/08/05/mengenal-ragam-suku-muslim-di-china-581834.html.13-112014. . [M], Tibet Autonomous Region (China): . (2014) , , . [M], Oxford University Press, Inc. (2011) . [M], . (2006) . [M], . (2005)
劉學銚 正争下的新疆問 宗樹人 夏龍 魏克利 中國人的宗教生活 邢莉 中国少数民族日 中信出版社 徐文苑 中国食文化概 清大学出版社有限公司
思行文化
RIWAYAT HIDUP Panwico Djunaedi, lahir di kotaJakarta, pada tanggal 6April 1991. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Triguna 1956 Jakarta pada tahun 2010. Saat ini penulis masih menyelesaikan program Sarjana di Universitas Bina Nusantara. Mira Wijayanti, lahir di kotaJakarta, pada tanggal 17 Febuari 1988. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Ngunut Tulung Agung Jawa-Timur, pada tahun 2006 .Saat ini penulis masih menyelesaikan program Sarjana di Universitas Bina Nusantara. Sri Haryanti, lahir di kotaSemarang, pada tanggal 11Juli 1973. Menamatkan S1 di Universitas Darma Persada Jurusan Sastra China. Saat ini bekerja sebagai Subject Content Coordinator Skill Umum jurusan Sastra China Universitas Bina Nusantara