1
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan
gizi masyarakat. Susu sangat berperan sebagai asupan untuk kesehatan, kecerdasan
dan
pertumbuhan
manusia. Permintaan susu mengalami
perkembangan dan meningkat sekitar 14,01% selama periode antara tahun 2002 dan tahun 2007. Namun di sisi lain produksi susu Indonesia hanya tumbuh 2% (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010). Akan tetapi pertumbuhan populasi sapi perah di Jawa Barat meningkat 9,91% dari tahun 2011 sampai 2015. Sebagian besar 90% produsen Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) merupakan
peternak rakyat (Miftah dkk, 2011). Kemampuan produksi dan
kualitas susu dari peternak rakyat masih rendah. Untuk meningkatkan kualitas dan produksinya, peternak sapi perah rakyat menghadapi kendala mulai dari skala usaha ternak yang relatif kecil, kemampuan induk untuk memproduksi susu belum optimal serta kemampuan penanganan ternak dan kualitas produk susu segar yang relatif rendah. Perlu adanya peningkatan kualitas dan produksi susu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi susu yang dihasilkan peternak rakyat juga harus terjaga kebersihannya atau higienis, tidak tercemar bakteri dan terjamin kualitasnya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas susu adalah dengan memperhatikan prosedur pemerahannya. Prosedur pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah, jika tidak dikelola dengan baik, maka kualitas susu yang dihasilkan belum tentu memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kuantitas yang dihasilkan juga belum maksimal. Prosedur
2
pemerahan diperhatikan juga pada saat persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan penyelesaian pemerahan. Peternak sapi perah akan menghasilkan susu yang terjamin kualitasnya jika prosedur pemerahan pada setiap proses pemerahan dilakukan dengan baik dan benar agar tidak terjadi pencemaran pada susu. Susu sapi perah tidak akan keluar apabila tidak dibantu dari pemerah atau mesin perah. Kecamatan Cimahi Utara khususnya kelurahan Cipageran memiliki 3 kelompok peternak sapi perah yaitu Mekar Mandiri, Berkah Darulni’maah dan Mitra Berkah yang melakukan pemerahan secara tradisional atau manual menggunakan tangan dan jari-jari tangan manusia, belum menggunakan mesin perah. Peternak hanya bermodalkan pengetahuan turun menurun atau dari lingkungan sekitar, tidak menghiraukan prosedur pemerahan sesuai standar baku Dinas Peternakan. Pengetahuan adalah interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan. Dengan demikian pengetahuan adalah suatu proses. Pengetahuan sebagai alat jaminan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman. Pengetahuan juga merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sikap dan tindakan peternak dalam mengambil keputusan merupakan landasan dari keterbatasan pengetahuan peternak secara teori. Sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap
peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan berbeda-beda, ada yang tahu dan sudah menerapkan, belum tahu prosedur pemerahan tapi sudah menerapkan, sudah tahu prosedur pemerahan tapi belum menerapkan dll dan ada yang belum
3
menerapkan sama sekali. Hal tersebut dipengaruhi oleh sikap manusia mulai dari pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan, dan media massa. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik meneliti hubungan antara pengetahuan dan sikap peternak dengan prosedur pemerahan pada peternak yang ada di Kelurahan Cipageran Cimahi Utara Kota Cimahi Propinsi Jawa Barat.
1.2
Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut: 1.
Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap peternak tentang prosedur pemerahan.
2.
Bagaimana tingkat penerapan prosedur pemerahan peternak.
3.
Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap peternak sapi perah pada prosedur pemerahan.
2.
Mengetahui tingkat penerapan prosedur pemerahan peternak.
3.
Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan.
1.4
Kegunaan Penelitian Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi perkembangan pengetahuan, sikap dan menambah kajian ilmu
4
peternakan khususnya dalam prosedur pemerahan pada tiga kelompok peternak di kelurahan Cipageran. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peternak yang memelihara sapi perah dengan skala kecilmenengah dalam melaksanakan pemerahan dan bagi pihak lain penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian selanjutnya atau serupa.
1.5 Kerangka Pemikiran Peternakan sapi perah merupakan salah satu peternakan yang mengembangkan sapi perah dengan tujuan memproduksi susu. Pengembangan usaha peternakan sapi perah dengan sasaran peningkatan produksi susu perlu diperhatikan baik kualitas maupun kuantitasnya. Namun demikian, produksi susu sapi perah belum mampu memenuhi kebutuhan susu dalam negeri, sehingga masih meng-impor susu sebanyak 60-70%. Belum terpenuhinya kebutuhan susu diakibatkan dari rendahnya produktivitas sapi perah (Anggraeni, 2001). Produktivitas sapi perah yang masih rendah disebabkan beberapa faktor, antara lain kualitas genetik ternak, tata laksana pemberian pakan, periode laktasi, frekuensi pemerahan, masa kering kandang dan kesehatan. Penyebab rendahnya produksi susu adalah pakan (kualitas dan kuantitas), tata cara pemerahan, sistem perkandangan, sanitasi dan penyakit terutama mastitis (Sudarwanto, 1999). SK Mentan No. 362 /Kpts/TN.120/5/1990 menentukan bahwa peternakan rakyat hanya perlu mendaftar ke Dinas Peternakan setempat, sedangkan untuk mendirikan perusahaan peternakan diperlukan izin usaha. Usaha peternakan rakyat adalah usaha yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan. Kriteria skala usaha meliputi skala kecil kurang dari 3 ekor sapi, skala menengah adalah 4-
5
6 ekor sapi, dan skala besar lebih dari 6 ekor sapi (Dasuki, 1985). Mayoritas peternakan sapi perah rakyat yang ada di Indonesia adalah peternakan sapi perah dengan jumlah kepemilikan kurang dari 7 ekor sapi dan pengelolaan ternak masih secara tradisional sehingga susu yang dihasilkan belum terjamin kebersihan dan kandungan bakterinya. Kualitas susu sapi pun sangat diperhatikan dan kuantitas juga harus tetap dipertahankan agar produksi susu tidak menurun, dengan adanya kegiatan usaha ternak sapi perah memberikan dampak positif terhadap peluang produksi susu nasional yang selama ini belum mampu menyaingi negara lain. Susu segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambahkan bahan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat. Susu merupakan bahan makanan yang sesuai untuk kebutuhan hewan dan manusia karena mengandung zat gizi dengan perbandingan yang optimal, mudah dicerna dan tidak ada sisa yang terbuang. Selain sebagai sumber protein hewani, susu juga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Kriteria air susu sapi yang baik setidaktidaknya memenuhi hal-hal sebagai berikut: (i) bebas dari bakteri pathogen, (ii) bebas dari zat-zat yang berbahaya ataupun toksin seperti insektisida, (iii) tidak tercemar oleh debu dan kotoran, (iv) zat gizi yang tidak menyimpang dari codex air susu, dan (v) memiliki cita rasa normal. Melalui proses pemerahan peternak mendapatkan susu segar. Pemerahan yang dilakukan oleh peternakan sapi perah rakyat cenderung belum memperhatikan prosedur pemerahan yang benar dari mulai persiapan hingga setelah pemerahan, karena peternak sapi perah belum tahu atau belum menerapkan pengetahuan tentang prosedur pemerahan. Salah satu pengetahuan mengenai prosedur
6
pemerahan harus memperhatikan tahapan pemerahan yang baik dan benar supaya sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan produksinya. Pemerahan meliputi persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan, dan setelah/penyelesaian pemerahan. Hal ini menuntut peternak rakyat harus mengetahui langkah–langkah prosedur pemerahan yang baik dan benar. Dengan ini peternak harus menerapkan prosedur pemerahan sapi perah disetiap kegiatan pemerahannya. Mulai dari kebersihan, kesehatan dari ternak, pemerah dan lingkungan sekitar. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007). Ada enam tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi(evalution). Peternak akan memiliki keenam tingkat pengetahuan itu apabila dijalankan dengan benar. Sumber pengetahuan juga dapat dilihat dari kepercayaan, berdasarkan otoritas, pengalaman indrawi, akal pikiran dan instuisi. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan, umur, pengalaman, informasi, Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Terdapat beberapa tingkatan sikap yakni menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung jawab. Dari sikap akan menimbulkan penerapan. Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adanya unsur-unsur penerapan yaitu adanya program yang dilaksanakan, adanya kelompok target, adanya pelaksanaan baik organisasi
7
atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut. Koperasi peternak sapi perah sudah mengupayakan pengenalan prosedur pemerahan yang benar namun dari sebagian besar peternak belum memperhatikan prosedurnya. Penerapan pemerahan sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan produksi susu ternak. Pengetahuan dan sikap akan mempengaruhi penerapan pemerahan di tingkat peternakan rakyat. Dengan mengetahui pengetahuan tentang prosedur pemerahan (sebelum pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan setelah pemerahan), maka diharapkan peternak memiliki sikap positif atau setuju sehingga dapat dilihat saat melakukan proses pemerahannya. Peternak yang belum memiliki pengetahuan tidak menerapkan pengetahuan pada saat pemerahan tersebut. Ini menunjukan bahwa sikap peternak satu sama lainnya berbeda. Peternak yang memiliki pengetahuan akan mencoba memberikan yang terbaik untuk ternaknya, dimulai dari kondisi pemerah sampai keadaan kandang atau ternak itu sendiri. Kebersihan pada saat pelaksanaan pemerahan yang rendah, kebersihan peternak/pemerah yang menangani susu yang masih belum diperhatikan, sarana (bangunan dan peralatan susu) tidak memenuhi syarat atau proses pengangkutan, pengumpulan dan penyimpanan susu yang belum dilaksanakan dengan baik. Dapat diduga peternak belum menerapkan sikap dari pengetahuan yang telah diinformasikan. Berdasarkan uraian diatas maka diperoleh hipotesis yaitu terdapatnya hubungan yang cukup berarti antara pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan.
8
Peternak Sapi Perah
KOGNISI: Tingkat Pengetahuan tentang prosedur pemerahan. - Pengetahuan peternak tentang tujuan pemerahan. - Pengetahuan peternak tentang tahapan pemerahan. - Pengetahuan peternak tentang persiapan pemerahan. - Pengetahuan peternak tentang pelaksanaan pemerahan. - Pengetahuan peternak tentang pasca pemerahan.
AFEKSI: Sikap Peternak tentang prosedur pemerahan - Sikap peternak tentang tujuan pemerahan - Sikap peternak tentang tahapan pemerahan. - Sikap peternak tentang persiapan pemerahan. - Sikap peternak tentang pelaksanaan pemerahan. - Sikap peternak tentang pasca pemerahan.
PSIKOMOTORIK: Penerapan prosedur pemerahan berupa pengamatan pelaksanaan prosedur pemerahan Ilustrasi 1. Hubungan antara pengetahuan dan sikap peternak sapi perah dengan prosedur pemerahan.
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei 2016, pada kelompok peternak Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi.
9