PENCURIAN KENDARAAN RODA DUA OLEH RESIDIVIS DIWILAYAH POLRESTA PONTIANAK Oleh: TUA MANGASI M. SITORUS,SH NPM. A.21213024 ABSTRACT This thesis addresses the issue of two-wheeled vehicle theft by recidivists Police pontianak region. This study aims to determine the factors that cause crime of motor vehicle theft committed by recidivists in Pontianak and to know the efforts that have been made by the Police Pontianak in minimizing the occurrence of the crime of motor vehicle theft in the city Pontianak.Metode used in the study this is a method of study using sociological juridical approach, a procedure that emphasizes research on the characteristics of natural background, the researcher as an instrument, the focus of research produces descriptive data in the form of the written and spoken word and analyzed inductively. The results showed that: (1) The factors causing the occurrence of motor vehicle theft in Pontianak are economic factors, environmental, and lack of deterrent effect of sanctions. The Faktor¬faktor interact and influence each other between one another. (2) The efforts undertaken by the Police Pontianak in minimizing the occurrence of motor vehicle theft crimes committed by recidivists in the town of Pontianak are preventive measures and repressive efforts. Preventive measures is one way to show that prevents the occurrence of crime, such as calls and perform patrol. While efforts are repressive action against the perpetrators in accordance with the deeds and fix it back so that they are aware that the act of doing is against the law and harm the public, such action is the arrest, detention and transfer of the case to court. Keywords: theft of vehicles, two-wheelers, by convicts ABSTRAK Tesis ini membahas masalah pencurian kendaraan roda dua oleh residivis diwilayah Polresta pontianak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh residivis di Kota Pontianak serta untuk mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor di kota Pontianak.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, suatu prosedur penelitian yang menekankan pada ciri latar alamiah, peneliti sebagai instrumen, fokus penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis dan lisan serta dianalisis secara induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan bermotor di Kota Pontianak adalah faktor ekonomi, lingkungan, dan kurangnya efek jera penjatuhan sanksi. Faktorfaktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya.(2) Upaya-upaya yang dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh residivis di kota Pontianak adalah upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah salah satu cara yang di tunjukan untuk mecegah terjadinya kejahatan, seperti himbauan dan melakukan patrol. Sedangkan upaya represif adalah menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum
1
dan merugikan masyarakat, tindakan tersebut yaitu penangkapan, penahanan dan proses pelimpahan perkara ke pengadilan. Kata Kunci: pencurian kendaraan, roda dua, oleh residivis.
2
Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Maka setiap tindakan yang bertentangan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki disamping produk-produk hukum lainnya. Hukum tersebut harus selalu ditegakkan guna mencapai cita-cita dan tujuan Negara Indonesia dimana tertuang dalam pembukaan Alinea keempat yaitu “membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social”105. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipahami esensi-esensi penting , mengenai peran, fungsi dan tugas pokok Polri, yaitu106 : a. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5) (1). b. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). c. Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (Pasal 4). Dari uraian di atas menunjukkan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia memang merupakan salah satu lembaga pemerintahan di bawah Presiden yang memiliki peran, fungsi dan tugas pokok melaksanakan urusan keamanan dalam negeri yang meliputi : (1) pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) penegakan hukum; (3) perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 105 106
UUD 1945 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
3
Kepolisian Republik Indonesia merupakan sebuah institusi yang tidak pernah lepas dari pengawasan publik. Hal ini di sebabkan tugas Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat mengharuskan organisasi ini mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di dalam masyarakat. Tidak jarang, persoalan yang timbul bukan merupakan kewenangan Polri namun dalam penyelesaiannya tetap di anggap oleh masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban Polri. Terlepas dari persoalan tersebut ataupun kurang benar, namun hal yang terpenting harus di sadari oleh Polri adalah kinerja Polri diawasi dan di nilai oleh publik (masyarakat). Berdasarkan beban tugas tersebut, Polri diharapkan mampu bertindak secara cepat, tepat dan efisien. Jika permasalahan keamanan di dalam negeri tidak mampu diselesaikan dengan cepat, maka di nilai sebagai ketidak mampuan institusi Polri. Ketepatan dalam penyelesaian setiap permasalahan yang timbul tersebut merupakan tuntutan masyarakat yang tidak terlepas dari penilaian kinerja organisasi.107 Dalam pelaksanaannya penegakan hukum tidak selalu sesuai dengan apa yang tertulis dalam peraturan Perundang-Undangan.Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat membuat banyak pergeseran dalam sistem sosial dalam masyarakat. Salah satunya perubahan ekonomi yang semakin memburuk akibat dampak dari krisis global yang melanda hampir di seluruh bagian dunia, tidak terkecuali di Negara Indonesia. Dengan tingginya tekanan ekonomi yang menuntut setiap orang untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Individu dalammelaksanakan usaha guna memenuhi kebutuhannya, individu harus melakukan interaksi diantara anggota masyarakat lainnya. Terjadinya suatu tindak pidana terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban. Bentuk atau macam dari suatu tindak pidana sangatlah banyak, salah satu kasus yang terjadi di kota Pontianak adalah Tindak Pidana pencurian kendaraan roda dua. Tindak pidana pencurian roda dua sering terjadi dalam masyarakat didorong oleh berbagai faktor. Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaan nya sangat esensial sifat nya. Untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi Negara Indonesia merupakan Negara hukum, yang berarti setiap warga Negara harus taat dan patuh terhadap semua aturan hukum. Kejahatan merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di lingkungan masyarakat, yang disebabkan oleh faktor ekonomi yang rumit maupun faktor-faktor lainnya.. Istilah kejahatan seringkali dibedakan antara konsep yuridis, yaitu sebagai perbuatan yang dilarang oleh undang-undang 107
pidana, dan sebagai konsep sosiologis dan/ atau psikologis yang sering
) Sajipto Raharjo, Undip Tahun 2003, dalam Tulisan Masalah-masalah hukum dan Kepolisian
4
disebut dengan istilah perilaku menyimpang. Dalam konsep yuridis setiap orang yang melakukan kejahatan akan diberi sanksi hukum yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Pencurian kendaraan bermotor lebih mudah dilaksanakan daripada kejahatan lain seperti perampokan, penodongan dan sebagainya. Hal ini dikarenakan : 1. Hasilnya sangat menguntungkan 2. Kemungkinan tertangkap kecil, karena sangat sulit melakukan pengenalan kembali kendaraan motor yang dicuri. 3. Penjualan
ataupun
pemasaran
kendaraan
bermotor
hasil kejahatan mudah
dilaksanakan 4. Alat untuk melakukan kejahatan mudah dicari, antara lain obeng, kunci palsu, kawat, dan lain-lain 5. Tempat
parkir tidak
bertanggungjawab
atas
kehilangan kendaraan bermotor.108
Dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks dewasa ini, maka tidak jarang pula menimbulkan berbagai masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian sedini mungkin, antara lain mengenai kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang sekarang ini marak terjadi di lingkungan masyarakat. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam sering menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan normanorma hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian sampai saat ini kejahatan masih tetap abadi dan bahkan akan berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan kejahatan bila di lihat dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas. Barnes H.E. dan Teetera N.K memberi kesimpulan bahwa kejahatan akan selalu ada, seperti hal nya penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti dengan musim yang akan berganti dari tahun ke tahun. Kejahatan adalah merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang selalu menerjang norma-norma kehidupan yang telah ada dalam masyarakat. Penyidikan tentang masalah kejahatan tidak pernah berhenti dilakukan oleh para kriminologi. Hal ini menandakan bahwa masalah kejahatan merupakan masalah pokok sepanjang kehidupan
108
Soerjono Soekanto; Hartono widodo; Chalimah Syanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor, PT Bina Aksara, Jakarta, 1988,hlm.24
5
manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa untuk menghilangkan kejahatan sama sekali hal yang mustahil. Dalam kehidupan masyarakat masih banyak terdapat perbuatanperbuatan yang sifat-Nya tidak dapat menunjang masyarakat yang adil dan makmur, merata dan spiritual, terlebih dahulu harus diciptakan suasana yang aman dan tertib. Salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini sering terjadi dan sangat menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua. Dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (selanjutnya di singkat KUUHpidana, Buku ke-2 titel XII mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367). Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap harta benda yang banyak menimbulkan kerugian. Akhir-akhir ini kota Pontianak setiap hari terdengar atau membaca surat kabar tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua dimana tindakan ini sangat meresahkan dalam lingkungan masyarakat, ditambah lagi pencurian dengan berkembangnya tindak pidana pencurian maka berkembang pula bentuk-bentuk dari pencurian, salah satu yang sering terjadi adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua salah satu pelakunya adalah residivis atau penjahat kambuhan yang telah keluar masuk atau bebas dari Lembaga Permasyarakatan, yang dilakukan residivis lebih rapi dan professional karena pengalamannya, sehingga masyarakat tidak tahu dan tidak bisa menebak kapan dan dimana akan terjadi kejahatan pencurian kendaraaan bermotor secara terorganisir, biasanya kasus pencurian ini terjadi di tempat-tempat ramai seperti tempat parkir dipinggir jalan, pemukiman warga, pertokoan dan sekolah serta kampus, mengingat tindak pidana pencurian ini sudah sangat sering terdengar atau terlihat di berita kriminal atau ada mungkin diantara kita ada yang menjadi korbannya, bahkan tidak sedikit tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua yang dilakukan residivis secara terorganisir ini susah untuk di ungkap. Seperti hal di kota Pontianak Barat, Pontianak Timurdan Pontianak Utara, dimana wilayah tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu wilayah yang sangat tinggi tingkat kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua, maka aparat Kepolisian harus pintar dalam mengambil tindakan yang tegas yang dapat membuat pelaku tertangkap dan memberikan sanksi yang dapat memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua, yang khususnya ada di wilayah kota Pontianak. Berdasarkan data Polresta Pontianak pada tahun 2012 kasus atau laporan yang masuk kategori tindak pidana pencurian kendaraan roda dua berjumlah 836 kasus dan terselesaikan atas
6
laporan tersebut berjumlah 210 laporan, untuk tahun 2013 menunjukkan bahwa kasus yang masuk ke Polresta Pontianak sebanyak 476 dan terselesaikan berjumlah 205 kasus, dan pada tahun 2014 bahwa kasus yang masuk ke Polresta Pontianak sebanyak 535 kasus, yang terselesaikan berjumlah 170 kasus kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian kendaraan roda dua adalah residivis atau penjahat kambuhan dimana para pelaku tersebut berulang kali melakukan kejahatan. Sedangkan untuk anggota Kepolisian di Polresta Pontianak yang menangani Kriminal umum jumlahnya 92 anggota dimana jumlah Penyidik 57 orang dan Lidik/Buser (Buru Sergap) 35 orang. Kalau melihat presentasi perbandingan dari jumlah penduduk kota Pontianak sangat terbatas sekali anggota Kepolisiannya. Dengan melihat banyaknya kasus-kasus pencurian kendaraan roda dua di kota Pontianak, tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan mulai dari faktor-faktor penghambat dalam proses penegakan hukumnya, strategi Polri dalam melaksanakan penegakan hukum hingga upaya mengatasi hambatan-hambatan dalam proses penegakan hukum terhadap pelakunya.
Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penulisanini sebagai berikut adalah Faktor-faktor apa saja penyebab meningkatnya residivis pencurian kendaraan roda dua di wilayah Polresta Pontianak ?
Pembahasan Meningkatnya kasus pencurian kendaraan roda dua o;eh residivis di Kota Pontianak, memang selayaknya mendapat perhatian dan penanganan yang serius dari pihak Polresta Pontianak dan masyarakat, karena selain meresahkan dan merugikan masyarakat Kota Pontianak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua tersebut adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pencurian tersebut. Berdasarkan hasil penenelitian di Polresta Pontianak, dapat diketahui bahwa faktor utama penyebah terjadinya tindakan pencurian kendaraan roda dua tersebut adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, lingkungan, dan penegakan hukum. Masing-masing faktor penyebah terjadinya kasus tindakan pencurian kendaraan roda dua tersebut dideskripsikan dan dijelaskan sebagai berikut:
7
a. Faktor Ekonomi Sulitnya mendapatkan pekerjaan tetap dengan gaji yang layak yang disebabkan oleh rendahnya daya serap lapangan kerja yang tersedia menyebabkan sebagian warga masyarakat hanya dapat bekerja seadanya dengan penghasilan yang rendah, bahkan ada diantara mereka yang sama sekali tidak bekerja sehingga menjadi pengangguran. Kondisi demikian semakin diperparah oleh naiknya harga semua kebutuhan pokok masyarakat, akibatnya adalah warga masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah semakin tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Kondisi ekonomi seperti itulah yang kerap menjadikan seseorang tidak berfikir panjang dan nekat melakukan tindak pidana pencurian kendaraan roda dua. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada umumnya pelaku tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua tidak memiliki pekerjaan tetap, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan atau menganggur. Contoh kasus mengenai tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua oleh residivis yang dilatarbelakangi oleh kesulitas kondisi ekonomi pelaku pencurian adalah kasus penangkapan pelaku curanmor berdasarkan informasi dari masyarakat yang mencurigai gelagat pelaku. Drama penangkapan pelaku terjadi pada 20 januari 2015 mulai dari pukul 21.00 Wib hingga 10.00 Wib mulai dari bilangan THR Pontianak hingga ke beberapa tempat kediaman para pelaku, Kedua pelaku tersebut adalah pelaku curanmor adalah Angga Mandala Putra adalah pengangguran dan Aprianda adalah mahasiswa di Universitas Swasta di kota Pontianak. Kasus penangkapan pelaku pencurian tersebut menggambarkan bahwa tindakan pencurian kendaraan roda dua dilakukan oleh Residivis yang tergolong usia produktif (15-65 tahun) yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau pengangguran. Penjelasan tentang keterlibatan oknum mahasiswa tersebut dalam kasus pencurian kendaraan roda dua disampaikan oleh Ipda Suryadi,SH melalui hasil wawancara sebagai berikut: ada satu pelaku curanmor yang ditangkap berstatus sebagai mahasiswa di universitas swasta Pontianak, Menurut pengakuan para pelaku sudah melakukan curanmor di 21
di Kota tempat
kejadian perkara. Motor yang mereka curi tersebut dijual kepada penadah dengan harga bervariasi yakni Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta. Contoh yang lain tentang kasus pencurian kendaraan roda dua yang disebabkan oleh desakan ekonomi adalah kasus pencurian kendaraan roda dua yang terungkap setelah
8
Anggota Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Pontianak pada tanggal 15 Februari 2015 telah menangkap dua tersangka pencurian motor yang selama ini menjadi buruan polisi. Dua tersangka merupakan residivis Curanmor di 18 lokasi dalam Kota Pontianak yang sudah pernah keluar masuk penjara karena kasus yang sama. Kedua tersangka Curanmor adalah Andr Sulistiono, dan Arippudin Alias Arip. Saat diperiksa enam tersangka diketahui sudah melakukan aksi pencurian sejak 2012. Kedua tersangka mengakui bahwa barang-barang hasil curian tersebut dijual kepada penadah dan uangnya dipergunakan untuk berbagai macam keperluan (Hasil Wawancara Kanit Buser Polresta Ipda Suryadi,SH). Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Kapolresta Pontianak tersebut, jelaslah bahwa faktor kesulitas ekonomi yang dihadapi oleh para pelaku tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak. Hasil penelitian ini relevan dan didukung oleh pendapat Bonger
109
yang menyatakan
bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kejahatan. Namun, harus diperhatikan bahwa kondisi ekonomi itu hanya merupakan sebahagian dari faktor-faktor lain juga memberikan peransang dan mendorong kearah kriminalitas. Hasil penelitian ini juga relevan dan didukung oleh Bewengan 110 berpendapat bahwa latar belakang ekonomi kiranya lebih terarah pengaruhnya terhadap kejahatan yang menyangkut harta benda. Kesulitan ekonomi utamanya yang kondisi ekonominya buruk, apabila harga tiba-tiba naik jangkauan ekonomi menjadi lemah ditambah lagi jumlah tanggungan keluarga besar dan sebagainya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi standar hidup yang menjadi lemah hal ini akan menyebabkan timbulnya kejahatan sebagai jalan keluar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaku tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak pada umumnya adalah berlatar belakang pendidikan dasar dan menengah saja, bahkan diantara pelaku pencurian tersebut ada yang tidak pernah sekolah, atau pernah sekolah di sekolah dasar, lalu berhenti. Meskipun demikian, masihada kasus pencurian kendaraan roda dua yang dilakukan oleh beberapa oknum yang berstatus sebagai mahasiswa. Penjelasan tentang tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pelaku
109
Bonger, W.A, 1995, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia, Jakarta. Hal 32
110
Bawengan, G.W, 1977, Hukum Pidana Dalam Teori dan Praktek, Prada Paramita, Jakarta hal 110
9
kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak disampaikan oleh Bripka Andry bahwa kebanyakan pelaku kejahatan pencurian kendaraan roda dua hanya mengenyam pendidikan SD sampai SLTA saja. Bahkan ada yang tidak tamat SD. Penjelasan yang disampaikan oleh Bripka Andrymenunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan pencurian kendaraan roda dua. Argumentasinya adalah pada umumnya institusi pemerintah dan swasta dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang akan dipekerjakan, menerima tenaga kerja yang memiliki kompetenti tinggi. Sedangkan kompetensi yang tinggi hanya dapat dimiliki oleh mereka yang memiliki pendidikan formal dan keterampilan teknis yang memadai. Terkait dengan pekerjaan pelaku pencurian kendaraan roda dua dijelaskan oleh Bripka Andrysebagai berikut, Kalau anda tanya kepada pelaku pencurian kendaraan roda dua, apakah mereka pernah berkeinginan menjadi pencuri? maka saya yakin tak satu pun diantara mereka yang berkeinginan menjadi pencuri. Mereka seperti juga kita, ingin bekerja dengan baik dan berpenghasilan yang tinggi, tetapi karena tidak memiliki pendidikan dan keterampilan kerja yang cukup, maka terpaksa mereka melakukan pekerjaan apa saja, misalnya menjadiburuh bangunan, bahkan nekat melakukan pencurian seperti terungkap pada penangkapan pelaku pencurian kendaraan. Penjelasan yang disampaikan oleh
Bripka Andry menggambarkan bahwa tingkat
pendidikan yang rendah dari pelaku pencurian kendaraan roda dua menjadi faktor penghambat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak, sehingga tidak mengherankan apabila pelaku kasus pencurian kendaraan roda dua tersebut ada yang yang bekerja sebagai buruh bangunan, tukang bengkel, bahkan ada yang masih pengangguran. Faktor pendidikan di pandang sangat mempengaruhi diri individu baik keadaan jiwa, tingkah laku dan terutama pada tingkat intelegensi. Kejahatan sering dikaitkan dengan pendidikan yang rendah dan kegagalan dalam sekolah. Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Sutherian dan Cressey. W Bawengan 111 yang menyatakan bahwa kejahatan dan kenakalan dapat pula merupakan akibat dari kurangnya pendidikan dan kegagalankegagalan lembaga pendidikan.
111
Bawengan, G.W, 1977, Hukum Pidana Dalam Teori dan Praktek, Prada Paramita, Jakarta hal 103
10
b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkah laku seseorang. Faktor lingkungan dimaksud terdiri atas lingkungan pergaulan sehari-hari seperti lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat. Hasil penelitian penunjukkan bahwa kebanyakan kasus pencurian kendaraan roda dua dilakukan oleh lebih, dari satu orang dan para pelakunya memiliki hubungan dekat misalnya ada yang memiliki hubungan keluarga, hubungan kekerabatan, tetangga dekat atau teman sekerja. Penjelasan tentang pengaruh lingkungan terhadap prilaku pelaku kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak disampaikan oleh salah seorang pelaku pencurian kendaraan roda dua, Susandi Alias Sandi, Menurutnya dia sama sekali tidak pernah bermaksud untuk melakukan pencurian kendaraan roda dua, tetapi karena diajak oleh teman-teman sekerja sehingga terpaksa saya ikut saja, setelah tertangkap oleh petugas barulah saya menyesal, tapi apalah artinya penyesalan saya. (hasil Wawancara dengan salah satu tersangka pencurian motor). Apa yang disampaikan oleh pelaku pencurian, Sugeng dibenarkan oleh Bripka Agus Setiawan yang menyatakan bahwa kebanyakan remaja terlibat dalam kasus tindak kejahatan pencurian karena pengaruh kenakalan remaja dan salah dalam memilih teman sehingga mulailah mereka mencoba-coba melakukan tindakan kejahatan. Hasil penelitian ini relevan dan memperkuat pendapat Gerson. W. Bewengan112 yangmenyatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan suatu lembaga yang bertugas menyiapkan kepentingan sehari-hari, lingkungan tersebut memegang peranan utama sebagai permulaan pengalaman untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas.
c. Faktor Kurangnya Efek Jera Penjatuhan Sanksi Kurangnya efek jera terhadap penjatuhan sanksi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian kendaraan roda dua. Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa setelah dilakukan penangkapan terhadap pelaku pencurian kendaraan roda dua, ternyata diantara pelaku tersebut ada yang merupakan residivis dan telah berulang kali masuk penjara dengan kasus yang sama. Hal tersebut diterungkapkan oleh Bripka Agus Setiawan. Menurut Bripka Agus Setiawan pada saat 112
Ibd hal 90
11
anggota Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Pontianak, menangkap dua tersangka pencurian motor yang selama ini menjadi buruan polisi. kedua orang tersebut adalah residivis Curanmor di 18 lokasi dalam Kota Pontianak. Kedua tersangka merupakan residivis yang sudah pernah keluar masuk penjara karena kasus yang sama. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hukuman yang terlalu ringan dinilai tidak mampu memberikan efek jerah kepada pelaku kasus pencurian, sehingga begitu keluar dari lembaga permasyarakatan maka ada pelaku yang mengulangi lagi tindakan kejahatan tersebut.
D. Upaya Meminimalisir Pencurian Kendaraan Roda dua di Kota Pontianak Upaya meminimalisir diartikan sebagai kegiatan untuk mencegah dan mengurangi kasus pencurian kendaraan roda dua serta peningkatan penyelesaian perkaranya. Pencurian kendaraan roda dua dipandang dari aspek hukum adalah merupakan suatu bentuk kejahatan sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Melenyapkan sama sekali kejahatan pencurian adalah sesuatu yang sulit kalau tidak bias dikatakan mustahil, sebab selama masih ada manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai kepentingan yang berbeda, maka selama itu pula pasti ada yang namanya kejahatan pencurian. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa upaya yang dilakukan oleh aparat Polresta Pontianak dalam meminimalisir kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak terdiri atas upaya preventif dan upaya represif. Masing-masing upaya dijelaskan sebagai berikut. a. Upaya Preventif Dimaksud dengan upaya preventif adalah satu cara yang di tunjukan untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali (the first crime) yang di lakukan oleh seseorang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya prefentif yang dilakukan Polresta Pontianak dalam meminimalisir kejahatan pencurian kendaraan roda dua adalah dengan cara menyampaikan himbauan kepada masyarakat melaui pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh pemuda dan tokoh agama. Selain himbauan, juga dilakukan kegiatan patroli di jalan raya di malam hari mulai Pukul 19.00 Wib dan pukul 12.00 Wib tengah malam sampai dengan pukul 04.00 Wib pagi. Menurut Bripda Andry . Menurut Bripda Andry bahwa upaya preventif yang dilakukan oleh Polresta Pontianak adalah memberikan himbauan kepada warga Kota Pontianak agar senantiasa waspada terhadap
12
barang milik khususnya motor agar selalu diperhatikan keamanannya saat memarkir kendaraan. Memberikan penerangan kepada masyarakat apabila terjadi tindak pidana pencurian kendaraan roda dua dihimbau agar segera melaporkan kepada pihak yang berwajib dan melakukan patroli di jalan raya pada malam hari mulai pukul 12.00 Wib tengah malam sampai dengan pukul 04.00 Wib. Penjelasan yang disampaikan oleh Bripka Andry tersebut menggambarkan bahwa penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Sebagaimana semboyan dalam krimonologi yaitu mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja dengan cara melakukan sesuatu usaha yang positif sehingga tercipta suatu kondisi yang lebih baik dalam masyarakat (hasil wawancara dengan Anggota Sat Reskrim Polresta Pontianak). b. Upaya Represif Upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Sehubungan dengan penindakan yang dilakukan terhadap pelaku, maka pihak Polresta Pontianak telah mengambil tindakan hukum berupa penangkapan, penahanan dan proses dan pelimpahkan perkara ke pengadilan. Apabila terbukti bersalah kemudian divonis oleh hakim, maka untuk menjalani masa pidananya diadakan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga permasyarakatan. Sebagai unsur utama sistem peradilan pidana yang juga memegang peran sebagai alat pengendalian sosial, maka pihak Polresta Pontianak selaku penegak hukum, berupaya melakukan tindakan pencegahan dan penindakan tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya represif telah dilakukan oleh Polresta Pontianak berupa penangkapan terhadap pelaku tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua. Kasus yang diteliti selama kurun waktu tahun 2012-2014 menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelaku tindak kejahatan pencurian kendaraan roda dua yang berhasil ditangani dan diproses oleh Polresta Pontianak. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa upaya represif pihak Polresta Pontianak dalam menangani kejahatan pencurian kendaraan roda dua di Kota Pontianak mengalami kemajuan dari tahun ke
13
tahun,Data tentang upaya represif yang dilakukan oleh Polresta Pontianak tersebut relevan dengan pendapat Soerjono Soekanto113 yang menyatakan bahwa untuk menentukan titik pusat kegiatan serta arah operasi khususnya bagi aparat kepolisian maka disusun dalam pentahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Inventarisasi dan analisa data awal oleh penyelidik, penyelidikan lapangan serta perumusan hasil penyelidikan untuk dikoordinasikan dalam rangka peningkatan. 2. Penindakan dalam rangka penangkapan para pelaku dan pengungkapan jaringan, operasi di daerah rawan dalam rangka penghadangan atau menangkap tangan para pelaku, pemeriksaan hasil-hasil penindakan dalam rangka proses penyelesaian perkara; penyelidikan lanjutan sebagai pengembangan dari hasil penindakan; pengejaran para tersangka di luar daerah. 3. Melanjutkan proses penyelesaian perkara hasil penindakan; publikasi atau penerangan kepada masyarakat tentang peningkatan peran serta melalui media cetak dan media eletronik; analisa dan evaluasi keseluruhan pelaksanaan operasi keseluruhan pelaksanaan operasi; serta penyiapan bahan-bahan laporan akhir tugas.
Kesimpulan Faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan roda dua oleh residivis di Kota Pontianak adalah faktor ekonomi, lingkungan, dan efek jera dalam penjatuhan sanksi. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Kota Pontianak adalah upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dilakukan untuk pencegahan terjadinya tindak kejahatan. Sedangkan upaya represif yang merupakan upaya penindakan berupa penangkapan untuk selanjutnya diproses secara hukum terhadap pelaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
113
Soekanto Soerjono, 1987, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor, PT. Bina Aksara, Jakarta Hal 43
14
Daftar Pustaka Abdussalam, R, 2007, ”Kriminologi”, Jakarta: Restu Agung Abidin, A. Zainal, 1987, Hukum PidanaI, Sinar Grafika, Jakarta. Alam, A.S, 2010, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar. Blau, Peter M., dan Marshall M. Meyer, 1987, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, UIPress, Jakarta. Hamzah, Andi, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. ---------------, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta. Harahap, M. Yahya, 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jilid I dan Jilid II), Sinar Grafika, Jakarta. Kartanegara, Satochid, tt, Kumpulan Kuliah dan Pendapat-Pendapat Para Ahli Terkemuka, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta. Kusuma, Mulyana W, 1984, Kriminologi Dan Masalah Kejahatan, Armico, Bandung. Lamintang, P.A.F., 1984, KUHAP dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung. Marmosudjono, Sukarton, 1989, Penegak Hukum di Negara Pancasila, Pustaka Kartini, Jakarta. Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Poernomo, Bambang, tt, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 1962, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Pn, Sumur, Bandung. Prodjohamidjojo, Martiman, 1988, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta. Rahardjo, Satjipto, 1999, Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum, Majalah Hukum Nasional, Nomor 1, BPHN, Jakarta. -------------, 1997, Aneka Persoalan Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung. -------------, 1980, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. Reksodiputro, Mardjono, 1994, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta. 15
Rianto, Bibit Samad, 2006, Pemikiran Menuju Polri Yang Profesional, Mandiri, Berwibawa dan Dicintai Rakyat, Penerbit PTIK Press & Restu Agung, Jakarta. Rifai, Eddy, 1990, Polisi dan Hak Asasi Manusia, Surat Kabar Harian Suara Merdeka, Semarang. Santoso, Topo, dan Zulfa, 2001, “Kriminologi” ed 1-7, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Schaffmeister, S., dkk, 1995, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta. Sianturi, R, 1983, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta. Simandjuntak, B dan Chaidir Ali, 1980, Cakrawala Baru Kriminologi, Tarsito, Bandung. Soekanto, Soerjono, dkk, 1998, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentarkomentarnya, Politea, Bogor. Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara Pidana & Perdata, Visimedia, Jakarta. Sudarto, 2007, “Kapita Selekta hukum pidana”, Bandung: PT. Alumni Zainal Abidin Farid Andi; 2007.”Hukum Pidana 1”.Jakarta:Penerbit Sinar Grafika. Susanto, I.S., 1993, Kajian Sosiologi Terhadap Polisi, Simposium Nasional Polisi Indonesia, Semarang. Syamsudin, Amir dan Nurhasyim Ilyas, 2000, Perilaku Aparat Hukum Dalam Menegakkan Supremasi Hukum Indonesia, Majalah Jurnal Keadilan, Nomor 1, Jakarta: LKHK. Tahir, Hadari Djanawi, 1981, Pokok-Pokok Pikiran Dalam KUHAP, Alumni, Bandung. Tresna, R., 1978, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta. Utomo, Warsito Hadi, 2005, Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka Publishing, Jakarta. Wignjosoebroto, Soetandyo, 1990, Hidup Masyarakat dan Tertib Masyarakat Manusia, FISIP-UNAIR, Surabaya. Yudowidagdo, Hendrastanto, et.al, 1987, Kapita Selekta Hukum Acara Pidana di Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta.
16