Pencapaian Akreditasi Madrasah Aliyah Di Kota Bandar Lampung Oleh Nur Alia
Abstraksi Artikel ini menyajikan hasil penelitian mengenai pencapaian akreditasi dan problematikanya yang terjadi pada Madrasah Aliyah (MA) di Kota Bandar Lampung. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan September 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa MA yang belum berstatus ”terakreditasi” dikarenakan nilai yang kurang dari standard dan terdapat beberapa MA yang baru berdiri sehingga belum memenuhi syarat untuk mengajukan akreditasi. Kemudian permasalahan yang terjadi seputar akreditasi adalah kurangnya sosialisasi dan pembinaan terkait akreditasi dari pihak Kemenag sehingga madrasah sangat bergantung pada Pengawas Madrasah, madrasah yang tidak terakreditasi tidak mendapatkan prioritas untuk mengajukan akreditasi kembali, minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki MA swasta sehingga untuk mencapai standar sarana dan prasarana relatif sulit, serta hasil akreditasi yang tidak diberitahukan secara tertulis kepada madrasah sehingga madrasah tidak mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki. Term Kunci : Pencapaian, Akreditasi, Madrasah, Pemerintah. Pendahuluan Akreditasi sekolah/madrasah menjadi suatu keharusan bagi penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan di Indonesia. Hal itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 2 ayat (2) untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Pedoman akreditasi sekolah/madrasah yang dikeluarkan oleh BAN-S/M menyatakan bahwa akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan professional (BAN-S/M, 2009:6). Selanjutnya dalam pedoman tersebut juga tertulis bahwa akreditasi sekolah/madrasah bertujuan untuk: 1. memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan SNP; 2. memberikan pengakuan peringkat kelayakan; dan 3. memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait. Terkait akreditasi tersebut, Kementerian Agama melalui Direktorat Jendral Pendidikan Islam menempatkan penuntasan akreditasi madrasah menjadi prioritas penting dalam Rencana Strategis Direktorat Jendral Pendidikan Islam 2010-2014. Pada tahun 2014 seluruh satuan pendidikan madrasah dari RA, MI, MTs, dan MA harus sudah diakreditasi dan 50% minimal terakreditasi B. Data EMIS Pendis menunjukkan bahwa jumlah MA yang belum
diakreditasi sampai dengan tahun 2012 adalah 2.335 MA (32.56 %) dari total 7.172 MA. Sementara dari keseluruhan jumlah MA yang sudah terakreditasi yang mendapat akreditasi B adalah 2.341 (32.64 %) MA. Artinya bahwa dalam satu tahun kedepan jumlah MA yang harus diakreditasi masih sangat banyak begitu pula dengan target 50% minimal madrasah terakreditasi B masih jauh dari harapan. Untuk wilayah Provinsi Lampung sendiri, berdasarkan data EMIS Pendis, jumlah MA yang belum diakreditasi sampai dengan tahun 2012 adalah 108 MA (41.22%) dari total 262 MA. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Status Akreditasi No
Kabupaten A
B
C
Belum
Total
1
Lampung Selatan
0
2
10
26
38
2
Lampung Tengah
0
14
12
15
41
3
Lampung Utara
1
0
2
27
30
4
Lampung Barat
0
5
7
5
17
5
Tulang Bawang
0
2
4
4
10
6
Tanggamus
0
5
5
8
18
7
Lampung Timur
0
5
23
1
29
8
Way Kanan
0
1
15
3
19
9
Pesawaran
0
2
4
7
13
10
Pringsewu
0
1
9
1
11
11
Tulang Bawang Barat
0
5
4
2
11
12
Mesuji
0
0
2
1
3
13
Kota Bandar Lampung 1
1
6
7
15
14
Kota Metro
1
3
2
1
7
3
46
105
108
262
Jumlah
Sumber: http://emispendis.kemenag.go.id/index.php?view=rema&year=2012&hal=2&cprov=18 diakses tanggal 22 November 2013.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa bahwa untuk tingkat kotamadya yakni kota Bandar Lampung dan Metro, MA yang belum terakreditasi di kota Bandar Lampung masih mencapai 46.7% sementara kota Metro 14.3% MA. Artinya bahwa hampir separuh dari jumlah MA yang berada di kota Bandar Lampung masih belum terakreditasi. Padahal kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menganggap penting dilakukan penelitian yang mengungkap problematika pelaksanaan akreditasi di wilayah Kota Bandar Lampung terutama bagi MA yang tidak terakreditasi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan September 2013. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap pengurus BAP-S/M Provinsi Lampung, Kepala MA, Bagian Pendidikan Madrasah Kementerian Agama, serta masyarakat di sekitar madrasah. Studi terdahulu terkait akreditasi dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta yang dilakukan di Propinsi Banten (2010) dan Propinsi Riau (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kuantitatif hasil pencapaian SNP di Madrasah Aliyah (MA) sebagai indikator keberhasilan tingkat akreditasi adalah masih termasuk “sedang”, terutama yang menyangkut aspek standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan tenaga Kependidikan, Standar Sarana Prasarana dan Standar Biaya. Kerangka Konsep Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan professional (BAN-S/M, 2009:6). Akreditasi sekolah/madrasah bertujuan untuk: 1. memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan SNP; 2. memberikan pengakuan peringkat kelayakan; dan 3. memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait. Begitu pentingnya akreditasi untuk menjamin dan mengendalikan kualitas pendidikan sehingga akreditasi dilaksanakan oleh lembaga mandiri yaitu Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) yang dibentuk oleh Pemerintah melalui Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. Selanjutnya dalam melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/ Madrasah (BAP-S/M). Untuk menjamin pelaksanaan akreditasi oleh BAP-S/M agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka BAN-S/M menyusun Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Dalam pedoman akreditasi sekolah/madrasah tersebut tercantum alur mekanisme akreditasi sekolah/madrasah sebagai berikut: 1. Penyusunan Rencana Jumlah dan Alokasi Sekolah/Madrasah, 2. Pengumuman secara Terbuka kepada Sekolah/Madrasah, 3. Pengusulan Daftar Sekolah/Madrasah, 4. Pengiriman Perangkat Akreditasi ke Sekolah/Madrasah, 5. Pengisian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pengumpulan Data dan Informasi Pendukung, 6. Pengiriman Hasil Isian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pengumpulan Data dan Informasi Pendukung ke BAP-S/M, 7. Penentuan Kelayakan Visitasi, 8. Penugasan Tim Asesor, 9. Pelaksanaan Visitasi, 10. Verifikasi Hasil Visitasi, 11.
Penetapan Hasil Akreditasi Sekolah/Madrasah, 12. Penerbitan Sertifikat, 13. Pelaporan Hasil Akreditasi dan Penyampaian Bahan Rekomendasi Tindak Lanjut. Penelitian ini berusaha mengungkap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan akreditasi Madrasah Aliyah di kota Bandar Lampung berdasarkan alur mekanisme akreditasi yang telah ditetapkan oleh BAN-S/M tersebut. Selain itu juga akan diungkap kendala-kendala lain terkait pencapaian akreditasi di Kota Bandar Lampung baik yang berhubungan dengan Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama) maupun madrasah itu sendiri.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Berdasarkan wawancara dengan salah satu tim teknis BAP-S/M Provinsi Lampung diketahui bahwa setiap tahun terdapat kuota untuk akreditasi bagi madrasah seluruh jenjang. Dari seluruh madrasah yang diakreditasi, untuk tahun 2012 saja, hanya sekitar 1 % yang tidak terakreditasi karena nilai yang tidak mencukupi. Untuk tahun 2013 terdapat 62 MA yang akan diakreditasi, selengkapnya dapat dilihat pada tabel daftar Kuota Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2013 berikut: JENJANG JUMLAH SMA
46
MA
62
SMK
46
TOTAL
154
Sumber: Dokumen BAP-S/M Provinsi Lampung Tahun 2013 Terdapat 5 (lima) MA yang dijadikan sasaran penelitian ini, yakni: MAN 2 Tanjung Karang, MAS Darul Falah, MAS Madarijul Ulum, MAS Alutrujiyyah, dan MAS Diniyyah Putri. Tiga MA berstatus belum terakreditasi, sementara lainnya berstatus A dan B. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut: NO.
NAMA MADRASAH
STATUS AKREDITASI
1.
MAN 2 Tanjungkarang
B
2.
MAS Darul Falah
Belum Terakreditasi
3.
MAS Madarijul Ulum
Belum Terakreditasi
4.
MAS Alutrujiyyah
Belum Terakreditasi
5.
MAS Diniyyah Putri
Belum Terakreditasi
/A1 Sumber: http://emispendis.kemenag.go.id/index.php?view=rema&year=2012&hal=3&cprov=18&c dist=71 MAN 2 Tanjungkarang MAN 2 Tanjungkarang yang berada di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung merupakan salah satu dari dua MA negeri yang berada di Kota Bandar lampung, MAN 1 (Model) Bandar Lampung dan MAN 2 Tanjungkarang. Sebagai MA yang berstatus negeri, MAN 2 Tanjungkarang memperoleh hasil akreditasi B pada tahun 2010. Perolehan nilai komponen akrditasi dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut:
Komponen Akreditasi
Nilai Komponen
Standar Isi
67
Standar Proses
65
Standar Kompetensi Lulusan
80
Standar
Tenaga
Pendidik
dan
75
Kependidikan Standar Sarana dan Prasarana
83
Standard Pengelolaan
60
Standar Pembiayaan
78
Standar Penilaian Pendidikan
72
Nilai Akhir
76
Sumber: Sertifikat Akreditasi BAN-S/M
1 Data dari EMIS Pendis menyatakan bahwa MAS Diniyyah Putri belum terakreditasi, sementara data yang berbeda berasal dari hasil akreditasi dari BAP-SM Lampung yang menyatakan bahwa MAS Diniyyah Putri telah terakreditasi A pada tahun 2010
Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai standar tertinggi yang diperoleh MAN 2 Tanjungkarang berada pada standar sarana dan prasarana. Hal itu senada dengan yang diutarakan Kepala MAN 2 Tanjungkarang bahwa standar yang paling mudah dipenuhi ketika proses akreditasi adalah sarana dan prasarana (11/09/13). Tentunya hal tersebut karena keberadaan sarana dan prasarana sebagai fasilitas pembelajaran di MAN 2 Tanjungkarang sudah cukup lengkap dan memadai. Sedangkan untuk nilai terendah berada pada standar pengelolaan. Terkait hal ini pihak madrasah, seperti yang diakui Kamad, melakukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan standar pengelolaan. Upaya tersebut berkaitan dengan manajemen madrasah yang diantaranya berupa penegakan disiplin baik bagi siswa maupun seluruh komponen madrasah serta pengelolaan kelas yang baik. Penegakan disiplin dilakukan dengan memberlakukan finger print untuk kehadiran guru dan pegawai. Upaya lainnya yaitu meningkatkan pelayanan dalam proses belajar mengajar, serta meningkatkan kriteria ketuntasan minimal (KKM). MAS Darul Falah MA Darul Falah berdiri pada tahun 2004, berada di lingkungan Pondok Pesantren Darul Falah yang didirikan oleh Yayasan Darul Falah Provinsi Lampung. Berada di dataran tinggi (pegunungan), dengan rata-rata mata pencarian masyarakat sekitar adalah petani. Jarak madrasah ke Ibukota Provinsi maupun pusat kota sekitar 5 Km. Meskipun jarak madrasah ke pusat kota relatif dekat namun akses menuju madrasah yang menanjak menapaki gunung menjadikan madrasah ini cenderung sulit dijangkau dibandingkan madrasah lain yang berada di dataran rendah. Kondisi jalan menuju madrasah sudah relatif baik dengan jalan yang sudah diaspal pada tahun ini sehingga mudah dilalui kendaraan. Sebelumnya, kondisi jalan relatif sulit dilalui kendaraan karena berbatu dan terjal.
Komponen Akreditasi
Nilai Komponen
Standar Isi
37
Standar Proses
45
Standar Kompetensi Lulusan
37
Standar
Tenaga
Pendidik
dan
54
Kependidikan Standar Sarana dan Prasarana
47
Profil MA Darul Falah menunjukkan bahwa jumlah siswa Standar Pembiayaan 52 pada tahun 2013/2014 sebanyak 60 siswa Standar Penilaian Pendidikan 81 dengan 3 rombongan belajar. Jumlah guru Nilai Akreditasi 51 mencapai 11 orang dengan kualifikasi akademik S1 sebanyak 7 orang (63.7 %) sementara lainnya adalah lulusan MA dan D3. Terkait persiapan dan proses akreditasi, Kamad (12/09/13) mengakui bahwa informasi mengenai MA Darul Falah akan diakreditasi pada tahun 2010 disampaikan oleh Pengawas Madrasah. Selanjutnya tidak ada pembinaan ataupun bimbingan apapun terhadap madrasah untuk mempersiapkan akreditasi sehingga madrasah mempersiapkan sendiri secara apa adanya. Hasilnya adalah MA Darul Falah mendapat nilai akhir akreditasi sebesar 51 dengan peringkat “Tidak Terakreditasi”. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut: Sumber:http://www.bansm.or.id/provinsi/lampung/akreditasi/view/177566 Standard Pengelolaan
60
Berdasarkan wawancara dengan Kamad Darul Falah (12/09/13) hasil akreditasi diketahui oleh pihak madrasah hanya melalui informasi dari Pengawas Madrasah dan tidak ada pemberitahuan secara tertulis. Madrasah hanya mengetahui bahwa MA Darul Falah memperoleh status “Tidak Terakreditasi” tanpa mengetahui penilaiannya secara lengkap. Hal itu menyebabkan madrasah tidak mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki dari delapan komponen akreditasi. Berdasarkan hasil akreditasi di atas, nilai terendah terdapat pada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Melihat hal tersebut, Kamad menyatakan bahwa standar kompetensi lulusan pada saat akreditasi mendapat nilai terendah karena pada saat itu (tahun 2010) sekitar 75 % siswa MA Darul Falah yang mengikuti Ujian Nasional dinyatakan tidak lulus. Hal itu disebabkan oleh salah satunya adalah kurangnya jam belajar untuk siswa. Mengenai kendala yang dirasakan madrasah terhadap pelaksanaan akreditasi adalah terkait standar proses yakni penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sebagian besar guru di MA Darul Falah belum mengerti bagaimana cara untuk menyusun RPP sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku. Sementara upaya madrasah untuk mendatangkan tutor dari pihak Kementerian Agama ataupun induk KKM ke MA Darul Falah untuk melatih guru-guru dalam menyusun RPP tidak direspon dengan baik. Kendala lain terkait mekanisme pengajuan akreditasi. Madrasah tidak mengetahui pihak mana yang harus dihubungi untuk mencari informasi ataupun mengajukan akreditasi, kecuali hanya kepada Pengawas Madrasah. Bahkan induk KKM juga tidak berperan dalam melakukan sosialisasi ataupun pembinaan mengenai akreditasi. Hal itu menyebabkan madrasah sangat tergantung kepada Pengawas Madrasah. Padahal Pengawas Madrasah sebagai satu-satunya sumber informasi yang diketahui madrasah, tidak bisa memberikan informasi secara maksimal karena tidak rutin datang ke MA Darul Falah. Misalnya ketika madrasah dinyatakan tidak lulus akreditasi dan harus mengajukan akreditasi ulang, Pengawas
Madrasah tidak merespon dengan baik hal tersebut apalagi untuk melakukan pembinaan. Sehingga dalam waktu lebih dari dua tahun MA Darul Falah belum mengajukan akreditasi kembali. Kurangnya Pengawas Madrasah melakukan kunjungan dan pembinaan di MA Darul Falah, seperti yang diakui Kamad Darul Falah (12/09/13), mungkin disebabkan lokasi MA Darul Falah yang relatif sulit ditempuh. Namun sejak tahun 2013 ini ketika terjadi pergantian Pengawas Madrasah dan akses jalan menuju MA Darul Falah sudah relatif bagus, frekuensi kunjungan Pengawas Madrasah ke MA Darul Falah semakin sering hingga hampir setiap bulan. Pembinaan juga telah dilakukan Pengawas Madrasah untuk mempersiapkan akreditasi sehingga saat ini MA Darul Falah telah merasa siap untuk mengajukan akreditasi kembali. Tahun ini MA Darul Falah tidak termasuk dalam MA yang akan diakreditasi. Berdasarkan wawancara dengan Kamad MA Darul Falah (12/09/13) hal itu karena menurut Pengawas Madrasah yang membina MA Darul Falah tidak ada kuota bagi MA untuk akreditasi pada tahun ini. Hal yang berbeda ditemukan peneliti berdasarkan daftar kuota akreditasi sekolah/madrasah Provinsi Lampung Tahun 2013 bahwa terdapat 62 MA yang akan diakredtasi pada tahun 2013. Artinya bahwa terdapat ketidaksesuaian informasi antara beberapa pihak yang terkait dengan pelaksanaan akreditasi. Terkait tingkat kelulusan yang rendah, upaya yang dilakukan madrasah dalam meningkatkan kelulusan siswa dalam Ujian Nasional adalah dengan mengadakan bimbingan belajar bagi kelas dua belas (XII). Bimbingan belajar tersebut dilaksanakan sehabis Isya. Hasilnya adalah jumlah kelulusan siswa mencapai 100% pada tahun 2011. MAS Madarijul Ulum Berdiri pada tahun 2010, MAS Madarijul Ulum merupakan madrasah yang didirikan oleh Pondok Pesantren Salafiyyah Tahfidzul Qur’an Madarijul Ulum. Jumlah siswa mencapai 47 orang dan jumlah guru sebanyak 6 orang. Jumlah guru yang tertulis tersebut adalah guru yang khusus mengajar di MAS Madarijul Ulum. Sementara guru lainnya merupakan guru yang sekaligus mengajar di tingkat Tsanawiyah ataupun pesantren di lingkungan Pondok tersebut. Setelah ditelusuri mengenai status madrasah yang belum terakreditasi, ternyata memang MAS Madarijul Ulum belum bisa mengajukan akreditasi. Hal itu terkait madrasah belum pernah meluluskan siswa karena siswa yang ada sekarang baru menduduki kelas dua belas. Dengan demikian MAS Madarijul Ulum belum bisa memenuhi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi sekolah/madrasah yang akan mengajukan akreditasi yaitu: 1. memiliki Surat Keputusan Pendirian/Operasional Sekolah/Madrasah; 2. memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas; 3. memiliki sarana dan prasarana pendidikan; 4. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan; 5. melaksanakan kurikulum yang berlaku; dan 6. telah menamatkan peserta didik (BAN-S/M, 2009:39).
Komponen Akreditasi
Nilai Komponen
Meskipun belum memenuhi syarat untuk dapat mengajukan Standar Proses 32 akreditasi di tahun ini, MAS Madarijul Ulum Standar Kompetensi Lulusan 18 optimis bisa mengajukannya tahun Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan 44 depan (2014). Tingkat Tsanawiyah yang sedang Standar Sarana dan Prasarana 43 mempersiapkan akreditasi pada tahun ini akan Standard Pengelolaan 41 dijadikan contoh untuk mempersiapkan akreditasi Standar Pembiayaan 42 Aliyah pada tahun depan. Satu hal yang Standar Penilaian Pendidikan 45 menjadi kendala dalam penilaian akreditasi adalah Nilai Akreditasi 37 standar sarana dan prasarana. Seperti yang diungkapkan dalam wawancara kepada salah seorang guru (12/09/12) bahwa sarana dan prasarana Aliyah maupun Tsanawiyah adalah milik Pondok Pesantren yang digunakan secara bersama-sama, tidak dikhususkan untuk satu jenjang saja. Sementara dalam kriteria penilaian standar sarana dan prasarana dibutuhkan sarana dan prasarana yang khusus dimiliki oleh Aliyah. Hal itu membuat madrasah menjadi tidak percaya diri untuk mendapat nilai yang baik dalam akreditasi. MAS Al-Utrujiyyah Didirikan oleh Pondok Pesantren Al-Utrujiyyah pada tahun 1993, MA Al-Utrujiyyah terletak di Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung. Kondisi geografis berada di dataran rendah dengan lingkungan yang rawan banjir. Jumlah siswa mencapai 83 siswa dengan 3 rombongan belajar, sementara jumlah guru sebanyak 17 orang. Dari 17 guru tersebut hanya tiga orang guru atau 17.6 % yang belum berijazah S1. MA AlUtrujiyyah mengajukan akreditasi pada tahun 2010 dan memperoleh hasil “Tidak Terakreditasi”. Selengkapnya dapat dillihat pada tabel berikut: Sumber:http://www.bansm.or.id/provinsi/lampung/akreditasi/view/177561 Standar Isi
27
Seperti halnya MA Darul Falah, MA AL-Utrujiyyah juga mengetahui hasil akreditasi berdasarkan informasi dari pihak Kemenag tanpa ada pemberitahuan tertulis. Ketika peneliti memperlihatkan hasil akreditasi tersebut di atas, dan menanyakan mengenai nilai standar kompetensi lulusan yang sangat rendah, Kamad Al-Utrujiyyah mengakui (12/09/13) bahwa hal tersebut dikarenakan 100 % peserta Ujian Nasional yang berasal dari MA Al-Utrujiyyah pada tahun 2009 dinyatakan tidak lulus.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa sejak MA Al-Utrujiyyah berdiri pada tahun 1993 beberapa tahun kemudian madrasah tidak menerima siswa baru lagi. Kemudian karena masyarakat sekitar menginginkan madrasah dibuka kembali akhirnya pada tahun 2007 madrasah menerima siswa baru kembali. Ketika akan mempersiapkan proses akreditasi, madrasah harus tercatat sudah meluluskan siswa. Sementara pada saat itu siswa yang duduk di bangku kelas dua belas hanya berjumlah 3 orang. Kemudian madrasah mencari beberapa siswa yang berhenti sekolah karena tidak mempunyai biaya di beberapa kampung terdekat untuk diikutkan Ujian Nasional di MA Al-Utrujiyyah. Dengan jumlah dua puluh orang siswa yang mengikuti ujian tersebut hasilnya adalah seluruhnya tidak lulus ujian. Karena itulah nilai standar kompetensi lulusan yang diperoleh sangat rendah. Hingga kini madrasah belum mengajukan akreditasi kembali karena belum diintruksikan oleh pihak Kemenag. Bagi madrasah, mengikuti akreditasi hanyalah untuk mengikuti program Pemerintah saja. Sehingga madrasah cenderung menampilkan kondisi madrasah apa adanya saja, tidak dilebih-lebihkan, karena madrasah tidak berambisi untuk mendapat nilai yang tinggi. Terkait kendala yang dirasakan madrasah dalam akreditasi adalah pada sarana dan prasarana. Madrasah tidak mempunyai sarana dan prasarana khusus melainkan bergabung dengan Tsanawiyah. Untuk meningkatkan sarana dan prasarana merupakan hal yang relatif sulit bagi madrasah karena sumber dana madrasah hanyalah berasal dari masyarakat, kecuali dana BOS dan sertifikasi guru. Karena itulah Kamad merasa tidak yakin akan lulus pada akreditasi berikutnya karena melihat sarana dan prasarana yang masih jauh jauh dari standar yang ada. Status akreditasi bagi madrasah tidak menjadi hal yang sangat penting. Karena bagi masyarakat sekitar, akreditasi tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk memasukkan anaknya ke MA Al-Utrujiyyah. Masyarakat lebih melihat kepada program keagamaan yang ada di madrasah tersebut. MAS Diniyyah Putri MAS Diniyyah Putri merupakan satu-satunya MA swasta yang mendapatkan akreditasi A di Provinsi Lampung. Nilai selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Komponen Akreditasi Nilai Komponen Standar Isi
82
Standar Proses
90
Standar Kompetensi Lulusan
87
Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan
95
Standar Sarana dan Prasarana
91
Komponen Akreditasi
Nilai Komponen
Standard Pengelolaan
80
Standar Pembiayaan
87
Standar Penilaian Pendidikan
89
Nilai Akreditasi
86
Sumber:http://www.bansm.or.id/provinsi/lampung/akreditasi/view/177728 Mengenai persiapan akreditasi pada tahun 2010, berdasarkan wawancara dengan Kepala MA Diniyyah Putri (13/09/13) yang melakukan sosialisasi dan pembinaan akreditasi adalah pihak Dinas Pendidikan Kabupaten dan BAP-S/M Lampung, bukan dari Kementerian Agama sendiri. Sosialisasi atau pembinaan tentang akreditasi biasanya dilakukan bagi madrasah yang akan diakreditasi pada tahun tersebut. Madrasah mengetahui tentang pentingnya akreditasi dari internet, Dinas Pendidikan melalui rapat koordinasi bulanan kepsek yang terkadang melibatkan MA , dan Musyawarah Kepala Kepala Sekolah (MKKS). Terkait kendala dalam proses akreditasi, MA Diniyyah Putri tidak merasakan ada kendala dalam hal tersebut. Seluruh proses akreditasi dapat berjalan dengan lancar. Sementara standar penilaian yang mudah dipenuhi adalah standar sarana dan prasarana. Seperti halnya madrasah lain yang berada dalam pondok pesantren, awalnya standar sarana dan prasarana menjadi kendala bagi MA Diniyyah Putri karena menyatunya sarana prasarana pesantren, baik untuk jenjang Tsanawiyah maupun Aliyah. Namun setelah diberikan penjelasan mengenai kondisi sarana dan prasarana dalam pondok pesantren maka pihak asesor bisa mengerti. Seperti diungkapkan Kamad MA Diniyyah Putri (13/09/13): “yang jadi masalah itu ada, karena mereka dari timnya itu ya bukan orang latar belakang dari pesantren, sedangkan disini kan madrasah tsanawiyah, aliyah itu kan include dalam satu wilayah, nah masih ada diantar mereka itu yang ingin memisahkan, kalau tempat ibadah itu mestinya tsanawiiyah punya sendiri, aliyah punya sendiri…….kemudian setelah diberi penjelasan mereka bisa memahami“. Lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa adanya program akreditasi membawa perubahan yang negatif bagi madrasah, diantaranya adalah hilangnya hak MA untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Ketika status madrasah masih disamakan, MA swasta memiliki hak untuk ikut serta dalam mengambil keputusan di tingkat MKM (Musyawarah Kepala Madrasah) tingkat Provinsi dalam rapat koordinasi, menjelang UN misalnya, untuk menentukan dana UN ataupun dana semester. Namun setelah diterapkannya program akreditasi, hanya MA negeri yang dapat mengikuti MKM sementara MA swasta yang memiliki akreditasi A pun tidak pernah dilibatkan lagi.
Hal lain adalah terkait birokrasi. Sebelum diberlakukannya akreditasi, komunikasi MA swasta dengan Mapenda di Kankemenag bisa berlangsung dua arah. Namun setelah akreditasi, MA swasta hanya bisa berkomunikasi melalui KKM. Seperti diakui Kamad (13/09/13) “sebagai contoh, untuk tahun ini kan kasus ijazah lama sekali baru terbit….saya mencoba menanyakan ke Provinsi, kata orang Provinsi ‘kan kamu punya induk KKM, tanyakan dengan induk KKM, koordinasi kami dengan induk KKM, nanti induk KKM yang koordinasi lagi”. Hal ini mengindikasikan bahwa MA swasta tidak punya akses langsung ke Mapenda sejak diberlakukannya akreditasi. Kemudian bantuan bagi MA yang terakreditasi A juga berkurang karena madrasah dinilai sudah cukup mandiri. Padahal penambahan sarana dan prasarana terutama lokal dan asrama mutlak diperlukan karena setiap tahunnya jumlah calon siswa bertambah. Terbatasnya sarana dan prasarana mengakibatkan MA Dinnyah Putri menolak sejumlah calon siswa dengan cara memberlakukan tes masuk sehingga yang tidak lulus tes tidak dapat diterima. Manfaat akreditasi bagi MA Diniyyah Putri adalah diberikannya kuota 50% bagi alumni MA yang terakreditasi A baik melalui jalur Bidikmisi maupun jalur undangan untuk diterima di PTN. Untuk tahun ini saja, dari 81 alumni madrasah, sebanyak 40 orang didaftarkan ke PTN melalui jalur undangan dan dapat diterima sebanyak 27 orang di PTN seperti UNILA, IKIP Jakarta, UI, dan UNSRI. Tidak ada manfaat lain yang dirasakan madrasah terkait akreditasi A. Seperti yang diungkapkan Kamad (13/09/13) “image masyarakat itu bukan akreditasi….untuk Diniyyah setahu saya selama saya menjabat kepala sekoah sudah 3 tahun belum ada satupun walimurid menanyakan Aliyah kita akreditasinya apa, belum ada… sesuatu yang bisa dijual itu prestasi siswa ada, sarana prasarana memadai”. PEMBAHASAN Beberapa temuan yang diperoleh dari lima madrasah yang dijadikan sasaran penelitian, jika dilihat dari pedoman akreditasi BAN-S/M (2009) dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori berikut: Alur mekanisme akreditasi Madrasah tidak mengetahui informasi apapun terkait akreditasi termasuk alur mekanisme pengajuan akreditasi sehingga hanya mengandalkan intruksi dari Pengawas Madrasah.
Proses pelaksanaan akreditasi Pada proses pelaksanaan akreditasi, madrasah hanya bisa bersikap pasif menunggu perkembangan selanjutnya ataupun hasil akreditasi. Padahal jika diberlakukan sistem secara online mengenai pemberitahuan status pelaksanaan proses akreditasi, madrasah dapat mengetahui status kemajuan pelaksanaan akreditasi secara cepat dan transparan (Kemendiknas, 2011: 70). Tindak lanjut pelaksanaan akreditasi
Hasil pelaksanaan akreditasi tidak diketahui madrasah secara tertulis melainkan hanya secara lisan dari Pengawas Madrasah ataupun pihak Kemenag lainnya. Padahal berdasarkan pedoman akreditasi BAN-S/M, sekolah/madrasah yang dinyatakan tidak terakreditasi akan dikirimkan surat penjelasan beserta saran perbaikannya oleh BAP-S/M (2009:43). Kantor Kemenag kurang melakukan pembinaan terhadap madrasah berdasarkan hasil akreditasi, sebagaimana tertulis dalam pedoman akreditasi BAN-S/M bahwa Depdiknas, Depag, Disdik Provinsi, Kanwil Depag, Disdik Kabupaten/Kota, Kandepag, dan penyelenggara melakukan pembinaan terhadap sekolah/ madrasah dengan memerhatikan hasil akreditasi sesuai kewenangannya (2009: 46). Madrasah yang tidak lulus akreditasi (Tidak Terakreditasi) seharusnya mendapat prioritas untuk mengajukan akreditasi kembali dalam jangka waktu dua tahun kemudian. Namun faktanya dua madrasah yang dijadikan sasaran penelitian yang tidak lulus akreditasi belum juga mengajukan akreditasi kembali padahal sudah lebih dari dua tahun. Hal itu ditegaskan dalam pedoman akreditasi BAN-S/M yakni Sekolah/Madrasah yang menghendaki akreditasi ulang untuk memperbaiki peringkat setelah melakukan perbaikan dapat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya dua tahun terhitung sejak ditetapkannya peringkat akreditasi (2009:45). 1. Kendala akreditasi Berdasarkan temuan dari tiga madrasah sasaran penelitian, satu hal yang menjadi kendala besar dalam pencapaian nilai akreditasi adalah pada standar sarana dan prasarana. Hal itu terkait dengan keberadaan sarana dan prasarana yang digunakan secara bersama-sama antara jenjang Aliyah dan Tsanawiyah, karena ketiga madrasah tersebut diselenggarakan oleh Pondok Pesantren. Namun jika dilihat pada tabel berikut, dari empat MA sasaran penelitian diperoleh nilai rata-rata terendah berada pada standar isi, bukan pada standar sarana dan prasarana. Nilai Komponen Nilai Komponen MAN 2 MA MA AlMA RataAkreditasi Tanjung Darul Utrujiyya Diniyyah rata karang Falah h Putri Standar Isi
67
37
27
82
53.25
Standar Proses
65
45
32
90
58
Standar Kompetensi Lulusan
80
37
18
87
55.5
Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan
75
54
44
95
67
Standar Sarana dan Prasarana
83
47
43
91
66
Nilai Komponen Komponen Akreditasi
MAN 2 Tanjung karang
Nilai MA MA AlMA RataDarul Utrujiyya Diniyyah rata Falah h Putri
Standard Pengelolaan
60
60
41
80
60.25
Standar Pembiayaan
78
52
42
87
64.75
Standar Penilaian Pendidikan
72
81
45
89
71.75
Nilai Akhir
76
51
37
86
Tabel tersebut menunjukkan bahwa empat MA sasaran penelitian memiliki rata-rata yang relatif lebih tinggi dibandingkan standar lainnya. Artinya bahwa penggunaan sarana dan prasarana secara bersama-sama bagi jenjang Aliyah dan Tsanawiyah yang berada di lingkungan pondok pesantren bukan menjadi kendala pada pencapaian standar sarana dan prasarana. Hal itu sebagaimana terjadi di MA Diniyyah Putri bahwa Asesor yang awalnya menilai sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan yakni dimiliki oleh MA saja, menjadi memahami bahwa sarana dan prasarana madrasah yang berada di pondok pesantren umumnya digunakan secara bersama-sama. Hal itu kemudian tidak menurunkan pencapaian nilai standar sarana dan prasarana di MA Diniyyah Putri, tetapi justru sebaliknya MA Diniyyah Putri memperoleh nilai yang relatif tinggi. Hal lain terkait standar sarana dan prasarana adalah minimnya sarana dan prasarana yang umumnya dimiliki MA swasta. Berdasarkan wawancara dengan Kasi Supervisi dan Evaluasi Pendidikan (05 & 10/09/13) bahwa jika dibandingkan antara madrasah dengan sekolah yang notabene berada di bawah Kemendikbud, maka madrasah akan kalah dalam hal akreditasi. Akan sangat banyak madrasah yang tidak terakreditasi karena terutama minimnya sarana dan prasarana, berbeda dengan sekolah yang ketika berdiri sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar. Melihat kondisi faktual tersebut maka sangat tidak adil jika instrumen akreditasi disamakan untuk sekolah dan madrasah, apalagi madrasah yang berada di pelosok. Untuk itu harus dicarikan solusi lain atau semacam kategori lain bagi madarasah swasta yang bisa disebut “hidup segan mati tak mau” tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu Tim Teknis BAP-S/M Lampung (13/09/13) bahwa untuk madrasah secara keseluruhan penilaian akreditasi umumnya memperoleh nilai yang rendah pada standar sarana dan prasarana. Hal tersebut di atas jika ditarik benang merahnya maka akan terlihat sesuai dengan apa yang pernah diungkapkan Tilaar (2006: 172) mengenai Ujian Nasional, bahwa tidaklah mungkin Ujian Nasional untuk peserta didik yang berada di kota-kota besar disamakan dengan Ujian Nasional untuk sekolah-sekolah yang ada pedalaman desa tertinggal. Hal itu berarti pemerkosaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana dituntut oleh konvensi PBB mengenai hak sosial budaya dalam pembangunan.
Kendala lainnya terkait kurangnya sosialisasi dan pembinaan mengenai akreditasi dari pihak Kementerian Agama maupun induk KKM sendiri. Hal itu menyebabkan madrasah tidak maksimal dalam mempersiapkan akreditasi sehingga memperoleh nilai yang rendah. 2. Manfaat akreditasi Secara umum akreditasi bermanfaat sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah/madrasah dan rencana pengembangan sekolah/madrasah. Bagi masyarakat dan khususnya orangtua peserta didik, hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah/madrasah, sehingga secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya orangtua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan anaknya sesuai kebutuhan dan kemampuannya (BAN-S/M, 2009:6). Manfaat akreditasi tersebut sesuai dengan yang dirasakan MAN 2 Tanjungkarang bahwa dengan akreditasi B animo masyarakat terhadap MAN 2 Tanjungkarang menjadi cukup baik. Manfaat lain dirasakan oleh MA Diniyyah Putri yang mendapat akreditasi A terkait penerimaan alumni ke PTN dengan kuota 50%. Berbeda halnya dengan madrasah lainnya yang menganggap akreditasi tidak berpengaruh terhadap animo masyarakat. Dalam arti bahwa masyarakat tidak memandang akreditasi madrasah menjadi hal yang harus dipertimbangkan ketika memilih madrasah. Sehingga akreditasi ataupun tidak, tidak ada pengaruhnya bagi madrasah dan masyarakat. Penutup Berdasarkan beberapa temuan yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, beberapa MA di Kota Bandar Lampung berstatus “Tidak Terakreditasi” karena nilai yang diperoleh ketika mengajukan akreditasi tidak mencukupi atau kurang dari 56. Sementara MA lainnya belum terakreditasi karena memang belum memenuhi syarat akreditasi yakni belum meluluskan siswa. Kedua, permasalahan yang terjadi seputar akreditasi adalah kurangnya sosialisasi dan pembinaan terkait akreditasi dari pihak Kemenag sehingga madrasah sangat bergantung pada Pengawas Madrasah, madrasah yang tidak terakreditasi tidak mendapatkan prioritas untuk mengajukan akreditasi kembali, minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki MA swasta sehingga untuk mencapai standar sarana dan prasarana relatif sulit, hasil akreditasi tidak diberitahukan secara tertulis kepada madrasah sehingga madrasah tidak mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat direkomendasikan beberapa hal berikut: Pertama, Kementerian Agama dan induk KKM agar lebih aktif lagi dalam membina madrasah terkait peningkatan akreditasi. Kedua, BAP-S/M agar memberitahukan secara tertulis hasil akreditasi kepada satuan pendidikan. Ketiga, madrasah yang sudah mendapatkan hasil akreditasi agar menindaklanjuti hasil akreditasi tersebut sebagai upaya meningkatkan mutu madrasah.
Daftar Pustaka Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2008. Perangkat Akreditasi SMA/MA. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2009. Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Direktorat Pendidikan Islam Departemen Agama. 2009. Rencana Strategik, Pembangunan Pendidikan Islam 2010 – 2014. Jakarta. Fandy, Tjiptono. 2000. Total Quality Management. Yogyakarta; Andi, Isjoni. 2006. Pendidikan Sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Kajian Analisis Sistem Akreditasi Sekolah/Madrasah Dalam Rangka Reformasi Birokrasi Internal. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Purwanto, Ngalim M. 1997. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rakhmat, Jalaluddin, Drs., M.Sc., 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2008. Booklet Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan. Soedjono. 2012. .Pengembangan Model Penyelenggaraan Akreditasi Sekolah Menengah Atas di Kota Semarang. JMP, Volume 1 Nomor 2. St. Kartono. 2009. Sekolah Bukan Pasar: Catatan Otokritik Seorang Guru. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. Susetyo, Benny. 2005. Politik Pendidikan Penguasa. Yogyakarta: LKiS. Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjuan Kritis. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. http://emispendis.kemenag.go.id/index.php?view=rema&year=2012&hal=1 http://www.ban-sm.or.id/provinsi/lampung/akreditasi/view/177561