PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES SINISTRA di RS. ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
EKA NOFITA SARI J 100 130 024
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES SINISTRAdi RS. ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
EKA NOFITA SARI J100 130 024
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Arif Pristianto, SSt.FT.,M.Fis NIK. 100.1672
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES SINISTRAdi RS. ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
Oleh: EKA NOFITA SARI J 100 130 024
Telah dipertahankan di depan Dewan PengujiFakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Jum’at, 29 Juni 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1.Arif Pristianto, SST.FT.,M.Fis
(
)
(
)
3.Yulisna Mutia Sari, SST.FT.,M.Sc (GRS) (
)
(Ketua Dewan Penguji) 2.Isnaini Herawati, S.Fis.,M.Sc (Anggota Dewan Penguji I)
(Anggota Dewan Penguji II)
Dekan,
Dr. Suwaji,M.Kes NIK. 195311231983031002
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. .
Surakarta, 27 Juli 2016 Penulis
EKA NOFITA SARI J 100 130 024
iii
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES SINISTRAdi RS. ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSOSURAKARTA ABSTRAK Latar Belakang :Fraktur Colles merupakan fraktur yang sering terjadi pada pasien lansia dengan posisi jatuh menumpu pada tangan yang menjulur sehingga fraktur pada radius distal ke arah dorsal. Rumusan Masalah :Apakah terapi latihan dapat mengurangi nyeri, oedem, meningkatkan kekuatan otot dan menambah LGS pada fraktur colles sinistra? Tujuan :Mengetahui pengaruh terapi latihan active passivemovement pada kasus fraktur colles sinistra. Hasil : Setelah terapi empat kali didapatkan hasil pengurangan nyeri diam T1: 3,7cm T4: 1,5cm, nyeri tekan T1: 5,6cm T4: 3,2cm, nyeri gerak T1: 7,9cm T4: 5,4cm, penurunan oedema figure of eight T1: 45cm T4: 44cm, titik pusat Proc. Styloideus 5cm, 10cm, 15 cm keatas T1: 17cm, 20cm, 21cm menjadi T4: 16cm, 19cm, 21cm, peningkatan kekuatan otot flexor dan extensor T1: 3 menjadi T4: 4, peningkatan LGS sendi Wrist gerak aktif T1: (s)10°-0°-20°,(f)5°-0°-10° T4: (s)15°0°-25°,(f)5°-0°-15° gerak pasif T1: (s)15°-0°-25°,(f)10°-0°-15° T4: (s)20°-0°-30°,(f)10°-0°-20°, sendi Elbow gerak aktif T1: (s)5°-0°-80° T4: (s)5°-0°-85° gerak pasif T1: (s) 5°-0°-90° T4: (s) 5°0°-95°, LGS jari tangan aktif MCP jari ke-2 sampai ke-5 mengalami kenaikan sekitar 2-5°, PIP jari ke-1 sampai ke-5 mengalami kenaikan sekitar 2-5°, DIP jari ke-1 sampai ke-5 mengalami kenaikan sekitar 2-5°, gerak pasif MCP jari ke-2 sampai ke-5 mengalami kenaikan 5-8°, PIP jari ke-1 sampai ke-5 mengalami kenaikan 5-10° dan DIP jari ke-1 sampai ke-5 mengalami kenaikan 3-8°. Kesimpulan: Dari hasil tersebut terjadi penurunan nyeri, penambahan LGS, penurunan oedem, dan peningkatan kekuatan ototdengan menggunakan terapi latihan active passive movement. Kata Kunci:Fracture Colles Sinistra, Active Passive Movement, Terapi Latihan Abstract Background: Colles fracture is a fracture that often occurs in the elderly patients with falling position resting on the stretched hands so that a fracture happened on radius distal to dorsal. Formulation of the Problem: Can exercise therapy reduce the pain, the oedema, and increase the muscle strength and add LGS on colles sinistra fracture? Objective: To examine the effect of exercise therapy of active passive movement in the colles sinistra fracture case. Results: After doing four times treatment, the result showed reduction on some pains which are; the silent pain T1: 3,7cm T4: 1.5 cm, the pressure pain T1: 5,6cm T4: 3,2cm, the movement pain T1: 7,9cm T4: 5,4cm, the decrease of figure of eight oedema T1: 45cm T4: 44cm, the Proc. Styloideus central point 5cm, 10cm, 15cm and above T1: 17cm, 20cm, 21cm into T4: 16cm, 19cm, 21cm, the increase of flexor and extensor muscle strength T1: 3 into T4: 4, the increase of LGS joints Wrist active movement T1 (s) 10 ° -0 ° -20 °, (f) 5 ° -0 ° -10 ° T4 (s) 15 ° -0 ° -25 °, (f) 5 ° 0 ° -15 ° the the increase of LGS joints Wrist passive movement T1 (s ) 15 ° -0 ° -25 °, (f) 10 ° -0 ° -15 ° T4 (s) 20 ° -0 ° -30 °, (f) 10 ° -0 ° -20 °, the elbow joint active movement T1 (s) 5 ° -0 ° -80 ° T4 (s) 5 ° -0 ° -85 ° the elbow joint passive movement T1 (s) 5 ° -0 ° -90 ° T4 (s) 5 ° - 0 ° -95 °, the LGS of active fingers MCP of the 2 nd finger until the 5th finger increased about 2-5 °, the PIP of the of the 1st finger until the 5th finger increase about 2-5 °, the DIP of the 1st finger until the 5th finger increased about 2-5 °, the passive movement of MCP of the 2 nd finger until the 5th finger increased 5-8 °, the PIP of the 1st finger until the 5th finger increased 5-10 ° and the DIP of the 1st finger until the 5th finger increased 3-8 °. Conclusion: From the results above, it shows that there is a decrease of pain, an addition of LGS, a decrease of oedema, and an increase of muscle strength by using active passive movement exercise therapy. Keywords: Colles Sinistra Fracture, Active Passive Movement, Exercise Therapy
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & deJong, 2005).Fraktur Colles adalah fraktur pada distal radius biasanya terjadi 3 sampai 4 cm dari permukaan sendi (Hoppenfeld & Murty, 2011).Fraktur Colles merupakan fraktur yang paling sering terjadi saat pasien jatuh dengan menumpu pada tangan yang menjulur sehingga mengakibatkan fraktur dan dislokasi pada radius distal ke arah dorsal. Fraktur colles merupakan fraktur dengan insiden tertinggi kedua pada usia tua selain fraktur pada daerah panggul. Di negara Swedia angka kejadian pada fraktur colles adalah 24 per 10.000 orang/tahun. Rasio antara perempuan : lakilaki dari tingkat kejadian pada pasien fraktur colles adalah 3:1. Insiden meningkat sebanding dengan meningkatnya usia pada laki-laki dan perempuan. Kejadian pada pasien fraktur colles di bawah usia 50 tahun (usia muda 16 sampai 50 tahun) sekitar 9 per 10.000 orang/tahun tanpa memandang jenis kelamin. Pada pasien wanita insiden meningkat tajam dari usia diatas 50 tahun dan hampir dua kali lipat dengan setiap interval usia 10 tahun sampai usia 70 tahun dan mencapai puncaknya setelah usia 90 tahun untuk 144 per 10.000 orang/tahun. Di rumah sakit Dr. M. Djamil Padang dijumpai kasus fraktur colles sebanyak 122 kasus dari 612 kasus fraktur radius, dari rentang waktu Januari 2011 – Juni 2012 (Burhan dkk., 2014). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang muncul pada kasus osteoarthiritis, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah pemberian terapi latihan dapat mengurangi bengkak, nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan pada pasien fraktur colles? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penyusunan rumusam masalah ini tersebut adalah: 1) Tujuan umum yaitu untuk mengetahui pengaruh terapi latihan untuk menangani permasalahan pada kasus fraktur, 2) Tujuan khusus yaitu untuk mengetahui
2
manfaat pemberian terapi latihan untuk mengurangi bengkak, nyeri, meningkatkan LGS, dan meningkatkan kekuatan otot. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari karya tulis ilmiah ini adalah: 1) Bagi penulis memperdalam ilmu pengetahuan dan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur colles sinistra dengan modalitas terapi latihan aktif pasif movement, 2) bagi masyarakat memberikan informasi kepada masyarakat umum, serta mengetahui tentang peran fisioterapis pada kondisi post fraktur collessinistra, 3) bagi institusi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang fisioterapi bagi institusi pendidikan fisioterapi, 4) bagi pendidikan memberikan wawasan, ilmu pengetahuan, dan pemahaman fisioterapi bagi dunia pendidikan mengenai kasus post fraktur colles sinistra. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada distal radius di lengan bawah dengan adanya pergeseran pada pergelangan tangan.fraktur ini sering disebut dengan “dinner fork” atau “bayonet” karena kerusakannya yang terjadi pada lengan bawah (Hartwig, 2015). 2.2 Etiologi Mekanisme terjadinya fraktur colles biasanya penderita jatuh terpeleset sedangkan tangannya berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis distal radius yang akan menyebabkan patah radius ⅓ distal dimana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelanga tangan. Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi.Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari processus styloid ulna (Reksoprodjo, 2010). 2.3 Patofisiologi Pada fraktur colles sinistra, upaya penanganan dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan internal fiksasi yaitu plate and screw.Pada kasus ini, hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan incisi. Adanya incisi menyebabkan keluarnya cairan darah perbaikan fraktur, sehingga akan terjadi microtrauma yang menyebabkan reaksi radang, maka akan timbul oedema
3
(bengkak). Oedema dan gerakan akan menyebabkan intrasel meningkat sehingga menekan nosiceptor. Penekanan inilah yang menyebabkan timbulnya nyeri, maka pasien enggan untuk bergerak.Keengganan pasien untuk bergerak karena nyeri tersebut bisa mengakibatkan berkurangnya lingkup gerak sendi. Bila ini berlangsung lama kekuatan otot bisa mengalami penurunan kekuatan otot, sehingga aktifitas fungsionalnya juga mengalami penurunan (Greene, 2006). 2.4 Gambaran klinis Gambaran klinis proses penyambungan tulang menurut Greene (2006) menjelaskan terdapat beberapa tahap yaitu : 2.4.1 Tahap Hematoma : pembuluh darah robek dan terbentuk hematom di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Setelah 24 jam suplai darah ke arah fraktur mulai meningkat. 2.4.2 Tahap Proliferasi : dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematom akan membeku perlahan-lahan dan diabsorbsi serta kapiler baru yang halus berkembang di dalam daerah fraktur. Stadium ini berlangsung sekitar tiga hari sampai satu mingguan. 2.4.3 Tahap pembentukan kalus : Pembentukan kalus atau kalsifikasi adalah proses dimana setelah terjadi pembentukan kartilago yang kemudian berkembang menjadi fibrous callus sehingga tulang akan menjadi sedikit osteoporotik. Pembentukan ini terjadi setelah granulasi jaringan menjadi matang. Jika stadium putus maka proses penyembuhan luka menjadi lama. Fase ini berlangsung 2 sampai 6 minggu. 2.4.4 Tahap konsolidasi : Kalus akan berkembang menjadi tulang lamellar yang cukup kaki untuk memungkinkan osteoclast menerobos reruntuhan pada garis fraktur dan dekat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Pada tahap ini tulang sudah kuat tapi masih berongga.Fase ini biasanya butuh waktu 3 minggu sampai 6 bulan.
4
2.4.5 Tahap remodeling : Tulang yang patah setelah dihubungkan oleh tulang yang padat yang akan reabsorbsi, lamella yang semakin tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum sehingga akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Tahap ini berlangsung selama 6 minggu. 2.5 Teknologi Intervensi Fisioterapi 2.5.1 Terapi Latihan: terapi latihan adalah gerakan tubuh, postur atau fisik yang bertujuan untuk memulihkan, meningkatkan, fungsi fisik mencegah atau mengurangi faktor resiko yang berhubungan dengan kesehatan (Kisner & Colby, 2007) 2.5.2 Passive movement: passive movement merupakan gerak yang dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa disertai kontraksi otot. Kekuatan dari luar tersebut berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau bagian lain dari tubuh pasien itu sendiri. Passive movement dapat menjaga elastisitas otot sehingga dapat memelihara luas gerak sendi. Gerakan pasif diberikan kepada pasien untuk permulaan gerakan (Kisner & Colby, 2007). 2.5.3 Active movement: active movement merupakan gerakan pada satu segmen tanpa adanya keterbatasan ROM dengan prosedur secara aktif atau dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain yang dilakukan pada otot yang berada di sendi tersebut. Gerakan aktif ini dilakukan ketika pasien telah berani dan cukup kuat untuk menggerakkan sendiri (Kisner & Colby, 2007). 2.5.4 Active Asisted Movement yaitu gerakan yang dilakukan sendiri oleh pasien dengan bantuan dari terapis. Gerakan ini dilakukan saat pasien belum mampu untuk bergerak aktif sendiri. Dilakukan ketika pasien belum cukup mampu untuk bergerak sendiri. 2.5.5 Free Active Movement yaitu gerakan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa adanya bantuan dimana gerak yang dihasilkan adalah kontraksi otot dengan melawan gaya gravitasi. Gerakan aktif ini dilakukan ketika pasien telah cukup kuat untuk bergerak sendiri. 2.5.6 Active Resisted Movement yaitu gerakan yang dilakukan sendiri oleh pasien dengan diberikan tahanan oleh terapis. Gerakan ini dilakukan ketika pasien belum mampu untuk melakukan gerakan sendiri.
5
2.5.7 Static Contraction: static cotraction merupakan kontraksi otot tanpa perubahan panjang otot atau tanpa adanya gerakan sendi yang nyata. Gerakan statik kontraksi ini dapat menimbulkan pumping muscle yang dapat mengurangi nyeri dan bengkak (Kisner & Colby, 2007).
3. PROSES FISIOTERAPI 3.1 Identitas Pasien Dari hasil anamnesis yang berhubungan dengan kasus ini di dapatkan hasil sebagai berikut, dilakukan pada tanggal 17 Januari 2016 diperoleh data diantaranya nama: Ny. S, usia: 75 tahun, jenis kelamin: perempuan, agama: islam, pekerjaan: petani, alamat: Kenteng wates, RT 08/02 Simo, Boyolali. 3.2 Keluhan Utama Pasien mengeluh nyeri pada pergelangan tangan kirinya. 3.3 Pemeriksaan Fisioterapi Pemeriksaan Fisioterapi pada kasus osteoarthritis meliputi inspeksi (statis dan dinamis), palpasi, perkusi, pemeriksaan gerak (aktif, pasif dan isometrik melawan tahanan), pemeriksaan kemampuan fungsional, pemeriksaan nyeri, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan lingkup gerak sendi, dan pemeriksaan antropometri. 3.4 Problematik Fisioterapi Adanya nyeri tekan pada daerah incisi pergelangan tangan kiri, adanya kelemahan otot wrist, adanya penurunan kemampuan fungsional, adanya keterbatasan gerak, dan adanya bengkak pada pergelangan tangan kirinya. 3.5 Tujuan Fisioterapi Tujuan jangka pendek diantaranya adalah mengurangi nyeri pada bekas incisi, meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi bengkak, dan meningkatkan kekuatan otot.Tujuan jangka panjang meningkatkan kemampuan fungsional dan gerak fisik. 3.6 Pelaksanaan Fisioterapi Pelaksanaan terapi dimulai tanggal 19 Januari 2016.Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan adalah terapi latihan untuk mengurangi nyeri, bengkak, meningkatkan LGS, dan meningkatkan kekuatan
6
otot. 3.7 Evaluasi 3.7.1 Nyeri Nyeri
T0
T1
T2
T3
T4
Diam Tekan Gerak
3,7 cm 5,6 cm 7,9 cm
3,7 cm 5,6 cm 7,9 cm
2,9 cm 4,7 cm 7,3 cm
2,9 cm 4,7 cm 7,3 cm
1,5 cm 3,2 cm 5,4 cm
3.7.2 Kekuatan otot Otot
T0
T1
T2
T3
T4
Flexor lengan bawah
3
3
3
3
4
Extensor lengan bawah
3
3
3
3
4
3.7.3 Oedema T0
T1
T2
T3
T4
Figure of 8
45cm
45cm
45cm
44cm
44cm
Titik pusat dari processus
17cm
17cm
17cm
16cm
16cm
styloideus ulna 5cm, 10cm,
20cm
20cm
20cm
19cm
19cm
15cm ke atas
21cm
21cm
21cm
20cm
20cm
3.7.4 LGS Terapi 1
Jari ke
MCP
1
Terapi 4
DIP
2° - 0° - 8°
5° - 0° - 18°
2
5° - 0° - 40°
3° - 0° - 42°
7° - 0° - 35°
3
5° - 0° - 39°
3° - 0° - 39°
7° - 0° - 33°
4
5° - 0° - 45°
3° - 0° - 25°
9° - 0° - 35°
5
4° - 0° - 15°
3° - 0° - 20°
5° - 0° - 35°
Jari ke
MCP
PIP
DIP
4° - 0° - 13°
5° - 0° - 20° 8° - 0° - 37°
1
Terapi 1
PIP
2
8° - 0° - 46°
5° - 0° - 47°
3
8° - 0° - 44°
5° - 0° - 45°
8° - 0° - 35°
4
8° - 0° - 48°
5° - 0° - 29°
10° - 0° - 37°
5
6° - 0° - 17°
5° - 0° - 22°
5° - 0° - 35°
Wrist
(s) 10°-0°-20°
Terapi 3
Wrist
(f) 10°-0°-20°
(f) 5°-0°-10° Elbow
(s) 5°-0°-80°
7
(s) 20°-0°-30°
Elbow
(s) 5°-0°-95°
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pasien atas nama Ny. S berumur 75 tahun setelah diberikan tindakan fisioterapi sebanyak empat kali dengan menggunakan modalitas terapi latihan didapatkan hasil yang positif.Berikut ini catatan hasil, grafik dari kemajuan pasien.
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Nyeri dengan VAS
VAS dalam satuan (cm)
Pemeriksaan Nyeri denga VAS 20 10 0
nyeri gerak nyeri tekan nyeri diam Penatalaksanaan Terapi 1-4
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Oedema dengan metline
Midline dengan satuan (cm)
Pemeriksaan Oedema 150
15 cm keatas
100
10 cm keatas
50 5 cm ke atas ulna
0
figure of 8
4.1.3 Hasil Pemeriksaan MMT lengan kiri Pemeriksaan Kekuatan Otot Lengan tangan kiri Otot Flexor Lengan
Otot Extensor Lengan
3 3
3 3
3 3
4 4
terapi 1
terapi 2
terapi 3
terapi 4
4.1.4 Hasil Pemeriksaan LGS Terdapat peningkatan LGS pada jari-jari tangan sekitar 2°-8°, dan terdapat peningkatan LGS pada wrist sekitar 5°.
8
4.2 Pembahasan 4.2.1 Nyeri Untuk mengurangi nyeri terapis menggunakan terapi latihan free active movement dan static contraction. Pada terapi latihan tersebut terdapat mekanisme “pumping action” yaitu memompa kembali cairan untuk bersirkulasi dengan memanfaatkan sifat vena yangdipengaruhi oleh kontraksi otot, sehingga menekan vena dan cairan oedem dapat dibawamenuju proksimal (jantung) dan ikut dalam peredaran darah sehingga proses metabolisme dan sirkulasi darah kembali lancar karena adanya vasodilatasi dan relaksasi setelah kontraksi dari otot tersebut. Dengan berkurangnya oedema maka tekanan pada ektraseluler juga mengalami penurunan yang dapat mengurangi rasa nyeri(Marlina, 2015). 4.2.2
Mengurangi Bengkak Jaringan terluka dan terdapat peningkatan tekanan cairan pada
daerah luka maka akan muncul perasaan nyeri yang disebabkan munculnya zat nyeri. Untuk bengkak tersebut maka diberikan terapi latihan static contraction dimana dalam latihan tersebut dapat menimbulkan adanya pumping muscle yang telah dijelaskan pada mekanisme pengurangan nyeri di atas.Cairan bengkak bisa terjadi tidak hanya di dalam pembuluh darah saja namun bisa terjadi pada sistem limfatik serta cairan oedema tidak hanya di alirkan menuju jantung saja namun bisa juga di absobsi oleh ginjal tergantung dimana cairan oedema itu terjadi (Blahd, 2015). 4.2.3
Terapi Latihan dalam Meningkatkan LGS Terapi latihan yang diberikan kepada pasien berupa relaxed passive
movement. Menurut Kisner & Colby (2007), latihan pasif bertujuan untuk mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat, meminimalkan terjadinya kontraktur, menjaga elastisitas otot, meningkatkan sirkulas darah, mengurangi nyeri, dan membantu menjaga kesadaran pasien dari gerakan. Namun selain menggunakan latihan pasif, pada kasus ini peningkatan LGS bisa menggunakan gerakan free active movement yang telah dijelaskan pada mekanisme pengurangan nyeri di atas. 4.2.4 Terapi Latihan untuk Meningkatkan Kekuatan Otot
9
Peningkatan kekuatan otot pada pasien ini apabila rasa nyeri dan bengkak sudah berkurang maka secara tidak langsung kekuatan otot pada pasien ini akan meningkat. Untuk meningkatkan kekuatan otot, terapis memberikan terapi latihan gerak aktif yang dilakukan secara berulangulang sehingga otot menjadi terlatih dan kekuatan otot akan meningkat secara perlahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Astrid dkk.,(2008) menunjukkan bahwa nilai kekuatan otot pada kelompok yang diberikan latihan berbeda dengan kekuatan otot pada kelompok yang tidak diberikan latihan, bahwa latihan ROM berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pasien. 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan dan Saran 5.1.1 Kesimpulan Permasalahan yang di hadapi pada kasus ini adalah nyeri pada pergelangan tangan, adanya bengkak pada area pergelangan tangan, adanya keterbatasan LGS pada sendi jari tangan, wrist, dan sendi elbow dan terdapat penurunan pada otot flexor dan extensor pada lengan bawah karena adanya rasa nyeri bekas incisi. Setelah dilakukan intervensi fisioterapi dengan menggunakan terapi latihan aktif dan pasif movement, terdapat hasil yang diperoleh menunjukan perkembangan yang positif dengan adanya penurunan rasa nyeri (diam, tekan, gerak), penurunan oedema, peningkatan LGS, dan peningkatan kekuatan otot. 5.1.2 Saran Saran diberikan pada pasien adalah untuk melakukan latihan dirumah seperti yang telah dicontohkan oleh terapis, menghindari mengangkat beban berat dengan tangan kiri, serta menghindari gerakan yang tidak dianjurkan untuk pasien.
DAFTAR PUSTAKA Astrid, M., Nurachmah, E., & Budiharto. 2008. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint Corolus Jakarta. Jakarta :Jurnal FIK UI
10
Blahd, WH. 2014.Swelling After a Medical Procedure. Diakses: 22 Juni 2015. http://www.webmd.com/first-aid/swelling-after-a-medical-procedure Burhan, EM., Rizal, M & Erkadius, A. 2014. Perbandingan Fungsi Extremitas Atas pada Fraktur Metafise Distal Radius Intraartikuler Usia Muda Antara Tindakan Operatif Dan Non Operatif dengan Penilaian Klinis Quickdash Score. Artikel Penelitian. Greene, B Walter. 2006. Netter’s Orthopaedics. New York: Saunders Elsevier. Hartwig, W. 2015.Fundamental Anatomy 1st Edition.Content Technologies: Cram101 Textbook Reviews. Hoppenfeld, S & Murthy, VL. 2011. Terapi & Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kisner, C & Colby LA. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Technique 5th Edition. F.A Davis Company : Philadelpia. Marlina, TT. 2015. Efektivitas Latihan Lutut Terhadap Penurunan Intebsitas Nyeri Pasien Osteoarthritis Lutut di Yogyakarta.Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 2. Nomor: 1 Januari 2015. Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara. Sjamsuhidajat & deJong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.
11