PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh : U. DIANA J 100 100 076
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
ABTRAK FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2013
U. DIANA, NIM:J100100076 “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI BAHU DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN” (pembimbing: Dwi Rosella Komalasari. SST.Ft.M.Fis) Terdiri dari: V BAB, 49 Halaman, 8 Gambar, 12 Tabel, 2 Lampiran. Latar Belakang : Fracture Caput Humeri Disertai Dislokasi Bahu Dextra merupakan gangguan papa bahu yang menimbulkan nyeri, oedema, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot-otot bahu dan penurunan aktifitas fungsional. Gangguan tersebut dapat diatasi dengan Infra Red dan Terapi Latihan. Infra Red dan Terapi Latihan merupakan modalitas yang digunakan untuk mengurangi nyeri dan memperbaiki disfungsi sendi bahu dan kemampuan gangguan fungsional seseorang, karena dapat merileksasikan otot-otot sekitar sendi bahu. Tujuan: untuk mengetahui pengaruh Infra Red dan Terapi Latihan pada kasus fracture caput humeri disertai dislokasi bahu dextra dengan mengurangi nyeri dan penurunan kemampuan fungsional. Metode: Eksperimen semu dengan desain one grup pre and post test design. Alat ukur kemampuan fungsional yang digunakan adalah Disability Index. Hasil Analisis: Hasil uji statistik menunjukkan bahwa setelah diberikan terapi dengan modalitas Infra Red dan Terapi Latihan berupa active exercise, assisted active movement, free active movement, pasive exercise, static contraction didapatkan hasil yang kurang signifikan. Kesimpulan: kemampuan Fungsional pada pasien fracture caput humeri disertai dislokasi bahu dapat ditingkatkan dengan Infra Red dan Terapi Latihan.
Kata Kunci: Fracture Caput Humeri Disertai Dislokasi Bahu Dextra, Infra Red, Terapi Latihan, Kemampuan fungsional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fracture caput humeri adalah suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Jika kulit diatasnya masih utuh, disebut fracture tertutup sedangkan jika salah satu dari rongga tubuh tertembus disebut fracture terbuka (Apley, 1995). Dislokasi shoulder adalah Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi (Brunner&Suddarth). Keluarnya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera (Mansyur, dkk. 2000). Dewasa ini, kehidupan masyarakat telah berubah seiring perkembangan IPTEK yang pesat. Begitu juga pembangunan dibidang transportasi yang semakin maju dan canggih sehingga menimbulkan meningkatnya aktifitas dan mobilitas manusia. Insiden kecelakaan lalu lintas sering disebabkan karena pengguna kendaraan bermotor tidak tertib mematuhi peraturan dalam berlalu-lintas. Pada kasus fraktur terutama fraktur caput humeri dengan disertai dislokasi shoulder sebelum dilakukannya tindakan operasi dengan problematik seperti (1) oedema, (2) nyeri, (3) keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot, (4) gangguan aktifitas fungsional dalam melakukan aktifitas sehari-hari seperti pada saat melakukan pekerjaan rumah tangga serta komplikasi yang akan terjadi sepert cedera saraf, cedera pembuluh darah dan kekakun pada bahu.
Salah satu peran dari fisioterapi, yaitu dengan penerapan teknologi fisioterapi dengan menggunakan metode Terapi Latihan. Terapi latihan tersebut diantaranya, (1) static contraction, (2) passive exercise, (3) active exercise. . B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah (1) untuk mengetahui manfaat static contraction untuk mengurangi oedem sehingga nyeri dapat berkurang, (2) untuk mengetahui manfaat passive exercise dan active exercise dalam meningkatkan lingkup gerak sendi siku kanan, meningkatkan kekuatan otototot biseps dan triseps serta menjaga aktifitas fungsional pada pasien dengan kasus fracture caput humeri disertai dislokasi shoulder dextra (3) untuk mengetahui manfaat infra merah untuk mengurangi oedema dan nyeri pada pasien fracture caput humeri disertai dislokasi shoulder dextra. B. Manfaat penulisan Adapun manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Bagi penulis Untuk meningkatkan pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan masalah bagaimana cara meningkatkan kemampuan fungsional yang lebih efektif dan efisien pada kasus fraktur caput humeri disertai dislokasi bahu. 2. Bagi responden Diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada responden akan manfaat infra merah dan terapi latihan terhadap fraktur caput humeri disertai
dislokasi bahu dengan adanya odema, keterbatasan lingkup gerak sendi siku dan nyeri agar tidak lagi mengganggu aktivitas kemampuan fungsional sehari-hari. 3. Bagi Pembaca Diharapkan dapat memberitahukan serta memerikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh infra merah dan terapi latihan pada nyeri bahu atau fraktur caput humeri disertai dislokasi bahu dan permasalahannya sertai mengetahui program fisioterapi 4. Bagi Institusi Fisioterapi Sebagai bahan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan serta acuan adalam pengembangan ilmu fisioterapi yang berkalitan dengan infra merah dan terapi latihan terhadap fraktur dan dislokasi bahu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus 1. Anatomi Fungsional Sendi Bahu a. Humeri Humeri merupakan tulang panjang seperti tongkat, bagian yang mempunyai hubungan dengan bahu bentuknya bundar membentuk kepala sendi yang disebut caput humeri. b. Sendi bahu Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial procecus coracoideus sampai dataran caudal claviculare, (2) Ligamentum trapezoideus. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. c. Sendi siku Sendi siku dibentuk oleh tiga tulang, yaitu humeri, radius dan ulna yang saling berhubungan. Pada sendi siku dibentuk oleh 3 articulatio yaitu, (1) articulation humeroulnar, (2) articulatio humeroradial dan (3) articulatio radioulnar proksimal.
2. Fraktur Caput Humeri Fracture adalah hilang kontinyuitas dari tulang (Mc Rae,1994). Humeri adalah tulang panjang seperti tongkat yang membentuk struktur lengan atas. Caput adalah bagian paling atas dari tulang panjang. Jadi fracture caput humeri adalah hilang kontinyuitas dari tulang humeri pada bagian paling atas. a. Etiologi Fracture caput humeri biasanya disebabkan karena jatuh dengan posisi tangan tertindih. Akibat benturan langsung atau angulasi, sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras fracture mungkin bersifat komunitif, atau tulang dapat patah pada lebih dari satu tempat (fracture segmental) (Appley, 1995). b. Prognosi
Kasus fracture caput humeri mempunyai prognosis yang baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma dan mendapatkan penanganan yang intensif oleh tim medis termasuk secepat mungkin dilakukan tindakan operasi untuk memperbaiki struktur tulang yang patah dan pemberian internal fiksasi.
3. Dislokasi shoulder Dislokasi adalah Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi (Brunner&Suddarth). Keluarnya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Mansyur. 2000). a. Etiologi Dislokasi sendi bahu anterior sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma lansung, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari caput humeri atau fossa glenoidalis (Muttaqin,2012) pada pasien dislokasi bahu yang dijumpai adalah oedema pada bahu dan lengan atas dan lengan bawah, nyeri pada lengan atas, penurunan LGS siku, penurunan kekuatan otot penggerak siku, dan fungsilaesa (Appley, 1995). b. Prognosis Dislokasi bahu mempunyai prognosis gerak dan fungsi yang baik jika pasien secepat mungkin mendapatkan penanganan yang tepat oleh tim medis untuk segera mendapatkan penanganan dari fisioterapi untuk mendapatkan terapi latihan, sehingga oedema, nyeri, penurunan LGS, dan penurunan kekuatan otot dapat diatasi.
BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS pasien yang meliputi; nama: Ny Diah Hari Lestiorini Umur: 42 th, jenis kelamin: perempuan, agama: Islam, pekerjaan; PNS di pemda, alamat: Sumenep madura, dengan diagnosa fracture caput humeri disertai dislokasi shoulder dextra. Pasien mengeluh adanya nyeri pada daerah bahu kanan, nyeri meningkat ketika lengan kanan digerakan. Dari hasil pemeriksan inspeksi statis dapat diketahui lengan kanan atas lebih besar dari lengan kiri, warna kulit kemerah-merahan, tampak bahu tidak simetris dan lebih tinggi sebelah kanan/ sisi yang sakit, wajah pasien tampak menahan sakit, dinamis diketahui pasien merasa nyeri saat menggerakkan siku dan bahu kanan dan ada nya keterbatasan gerak pada bahu semua gerakan. Dari palpasi diperoleh adanya oedema pada lengan atas, suhu lengan atas kanan dan kiri normal, ada spasme pada otot disekitar bahu, adanya nyeri tekan pada bahu dan lengan kanan atas. Parameter yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Verbal Descriptive Scale (VDS). Pengukuran lingkar
segmen
tubuh
(antropometri)
dengan
menggunakan
midline/meteran. Pemeriksaan LGS dilakukan dengan goniometer. Untuk mendokumentasikan hasil pengukuran LGS menggunakan metode Sagital Frontal Tranversal Rotasi (SFTR) (Russe and Colby, 1975). Pada pemeriksaan pasien belum mampu bersisir dengan tangan kanan, mandi secara mandiri, mengancingkan baju , membawa gelas ke mulut. usaha
untuk menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan otot/grup ototnya secara sadar/ volunter. Adapun parameter yang dipakai adalah dengan menggunakan manual muscle testing (MMT). Dalam kasus ini penatalaksanaan yang diberikan yaitu dengan infra red, dan terapi latihan.
BAB IV PEMBAHASAN HASIL Ny. Diah Hari Lestiorini, 42 tahun dengan kondisi fracture caput humeri disertai dislokasi shoulder dextra setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali berupa pemberian Infra merah dan terapi latihan dengan teknik static contraction, assisted active movement, free active movement dan relaxed pasive movement mempunyai perkembangan sebagai berikut: 1. Oedema pada lengan atas kanan Data
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Acromion ke distal 5 cm
36 cm
36 cm
35,5 cm
35 cm
35 cm
35 cm
10 cm
35 cm
35 cm
35 cm
34 cm
34 cm
33 cm
15 cm
33 cm
33 cm
32,5 cm
32 cm
32 cm
32 cm
20 cm
31 cm
31 cm
31 cm
30 cm
30 cm
30 cm
Epycondylus lateral ke distal 5 cm
29 cm
29 cm
28,5 cm
28 cm
28 cm
28 cm
10 cm
27 cm
27 cm
27 cm
26 cm
26 cm
26 cm
2. Nyeri pada lengan atas Tabel 4.2 Skala nyeri Skala nyeri
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Nyeri Diam
3
3
3
2
1
1
Nyeri Gerak
8
8
8
7,5
7
7
Nyeri Tekan 8
8
8
7,5
7
7
3. Lingkup gerak sendi siku Data
T1
T2
T3
T4
T5
T6
LGS Elbow Aktif
Pasif
S=10-0-90 S=5-0-90
S=5-0-93
R=20-0-15 R=20-0-15
R=23-0-15 R=23-0-15 R=23-0-17 R=25-0-17
S=8-0-92
S=4-0-93
S=4-0-93
R=21-0-16 R=21-0-16
S=3-0-93
S=3-0-94
S=3-0-93
S=3-0-94
S=3-0-94
S=2-0-95
R=22-0-17 R=24-0-17 R=24-0-18 R=26-0-18
4. Kekuatan otot Data
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Fleksor elbow
2+
2+
2+
2+
2+
2+
Ektensi elbow
2
2
2
2+
2+
2+
Pronator
3
3
3
3+
3+
3+
Supinator
3
3
3+
3+
3+
3+
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pasien bernama Diah Hari Lestiorini, 42 tahun dengan diagnosa fracture caput humeri disertai dislokasi bahu dextra setelah dilakukan tindakan terapi berupa (infra merah dan terapi latihan) selama 6 kali terapi dan hasil kesimpulan: 1) nyeri pada bahu kanan sedikit berkurang, 2) oedema pada bahu kanan sdikit berkurang, 3) ada peningkatan lingkup gerak sendi siku kanan, 4) ada peningkatan kekuatan otot biseps dan triseps, 5) ada sedikit peningkatan kemampuan fungsional B. Saran Setelah melakukan proses fisioterapi yaitu dengan terapi latihan pada pasien fraktur caput humeri disertai dislokasi bahu kanan, maka penulis akan memberikan saran kepada : 1) bagi pasien Disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan fisioterapis secara rutin di rumah 2) bagi fisioterapis Hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara profesional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga dapat menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan tujuan terapi yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif buat penderita, fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut. 3) bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas kerja yang mempunyai resiko untuk terjadinya trauma atau cidera. Disamping itu, jika telah terjadi cidera yang dicurigai terjadi patah tulang
maka tindakan yang harus dilakukan adalah segera membawa pasien ke rumah sakit bukan ke alternatif misalnya sangkal putung karena dapat terjadi resiko cidera dan komplikasi yang lebih.
DAFTAR PUSTAKA Appley G.A & Salomon L.(1995). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Terjemahan edisi ketujuh. Jakrta : widya medika Mansyur, dkk. (2000). Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mc Rae, Ronald.(1994). Practical Fracture Treatment (third edition). Hongkong : Churchill Livingstone. Muttaqin, Arif.(2012). Gangguan Muskuloskeletal aplikasi pada praktik klinik keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC.