PENATAAN DAN PENGEMBANGAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL TINGKAT SMA DI JAMBI Sutrisno dan Marzul Hidayat Universitas Jambi Email:
[email protected] [email protected]
Abstract: Arrangement and Development of Pioneering International Levels for High School (PILHS) in Jambi. The purpose of this study is to describe the implementation PILHS in Jambi includes input-process-output and identify the constraints faced by schools. The results showed that the input in three PILHS is very good as a result of the competitive selection. Learning process still needs to be improved, particularly strengthening the competence of teachers in integrating ICT and the use of English as important indicators of PILHS. Constraints faced include curriculum development, school managements, and change in mind-set that all the elements associated oriented PILHS. In general, the PILHS existence has brought a positive impact in improving the quality of education. Abstrak: Penataan dan Pengembangan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Tingkat SMA di Jambi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan implementasi RSBI yang mencakup input-proses-output, mengidentifikasi kendala yang dihadapi sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa input di tiga SMA RSBI sangat baik. Proses pembelajaran masih perlu ditingkatkan, khususnya penguatan kompetensi guru dalam mengintegrasikan TIK serta penggunaan bahasa Inggris sebagai indikator penting dalam sekolah RSBI. Kendala yang dihadapi meliputi pengembangan kurikulum, manajemen sekolah, dan perubahan mind-set semua elemen terkait yang berorientasikan RSBI. Secara umum kehadiran RSBI membawa dampak yang positif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kata-kata kunci: RSBI SMA, menata, mengembangkan, Standar Nasional Pendidikan
Globalisasi pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan memiliki dampak yang luas terhadap penyelenggaraan pendidikan. Berbagai macam tuntutan terhadap peningkatan mutu input, penyelenggaraan dan mutu lulusan yang tidak tersekat oleh batas negara dan kegayutan dunia kerja berkembang secara dinamis tidak dapat dihindari lagi. Untuk itulah, reformasi penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan perlu diseriusi. Hal ini menjadi harapan sebagai bentuk jawaban konkret terhadap ketimpangan pendidikan yang terjadi selama ini. Dalam perspektif global, RSBI memiliki makna yang luas dan memiliki implikasi kebijakan pendidikan sebagai upaya untuk menjawab tantangan global. Bagi pemerintah pusat dan daerah, RSBI dapat dijadikan sebagai indikator dalam keseriusannya mengelola pendidikan terutama terkait dengan peningkatan mutu, eksistensi, dan daya saing pendidikan. Peran Depdiknas pusat, provinsi,
kabupaten/kota dalam pengembangan kapasitas institusi serta pendanaan pendidikan yang memadai sangat diharapkan. Intinya, RSBI merupakan salah satu bentuk tanggung jawab demi sebuah kemajuan dalam bidang pendidikan. Bagi sekolah, RSBI merupakan satuan pendidikan yang diamanati oleh Undangundang sebagai penyelenggaraan pendidikan, yang merupakan ujung tombak dalam menjawab semua tututan pendidikan. Meskipun demikian, dalam praktiknya, RSBI masih menghadapi berbagai persoalan sebagai berikut. Pertama, penguatan bidang sains dan pengembangan pembelajarannya terutama yang terkait dengan pemanfaatan TIK. Pengalaman sebagai guru serta kualifikasi yang dimilikinya belum mumpuni untuk melaksanakan pembelajaran berbasis TIK. Kondisi ini diperparah oleh penguasaan konten, pemahaman terhadap kurikulum, dan inovasi 59
Sutrisno, Penataan dan Pengembangan RSBI
pembelajaran pada tiap mata pelajaran bertaraf internasional masih memprihatinkan. Kedua, penguasaan bahasa Inggris bagi guru sains juga sangat minim. Persoalan yang muncul tidak hanya pada penguasaan guru dalam berbahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk menyampaikan materi ajar, tetapi lebih jauh dari itu, misalnya, penguasaan bahasa Inggris yang terkait dengan pedagogi, metodologi pengajaran maupun sistem penilaian siswa secara utuh. Hal ini sangat penting sebagai bentuk penguatan dan kompetensi guru untuk meningkatakan iklim akademis dan efisiensi penyelenggaran pembelajaran. Ketiga, penerapan sistem penjaminan mutu sekolah yang belum dilaksanakan secara konsisten pada tingkat satuan pendidikan, meskipun Mendiknas telah meluncurkan kebijakan dan petunjuk teknisnya. Keempat, kemampuan manajerial sekolah yang masih belum memenuhi tuntutan RSBI. Kelima, sarana dan prasarana yang masih belum memadai untuk pelaksanaan program RSBI. Bila dicermati lebih jauh tentang penyelenggaran pendidikan SBI dan SI dalam rencana strategis sekolah, utamanya adalah konsistensi dan komitmen sekolah dalam melaksanakan penjaminan mutu sekolah. Dalam konteks elemen-elemen mutu sekolah yang telah ditetapkan telah termaktup indikatorindikator yang akan dicapai oleh sekolah. Misalnya, standar guru, proses, isi, kurikulum, sarana dan prasarana, input siswa secara minimal telah disepakati. Setiap tahun dilakukan evaluasi kinerjanya sebagai upaya perbaikan sistem secara utuh dan berkesinambungan. Penyelenggaraan pendidikan yang berstandar internasional bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Sangat dibutuhkan kerja keras dan komitmen dalam perubahan mind-set maupun penyelenggaraan pendidikan yang terukur. Dalam pola penyelenggaraan pendidikan modern setidaknya terdapat empat komponen yang dapat dijadikan sebagai petunjuk, yaitu sekolah melakukan (i) evaluasi diri secara konsisten, (ii) pengelolaan secara otonom, (iii) penyelenggaran pendidikan secara transparan; dan (iv) akuntabilitas secara memadai. Di lain pihak, penyelenggaraan RSBI merupakan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang tertuang dalam pasal 50 ayat 1 yang tentunya wajib dilaksanakan. Untuk itulah,
60
berbagai kewenangan penyelenggaraan terkait dengan pembiayaan perlu ditata secara seksama oleh para pemangku kebijakan. Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, keberadaan RSBI di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan menengah merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari. Semangat zaman yang makin mengglobal menyebabkan perubahan evolusioner dan revolusioner yang mendasar pada dinamika pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan manusia. Tidak hanya itu, dimensi sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan dan interaksi sosial-antar manusia juga mengalami perubahan. Di Jambi, kecenderungan itu ditandai dengan lahirnya RSBI di sejumlah sekolah. Merujuk amanat Direktorat pembinaan SMA, di Propinsi Jambi terdapat tiga SMA RSMBI yakni SMAN 1, SMAN 3 dan SMA Titian Teras. SMA Titian Teras yang menyelenggarakan boarding school. Tahun 2009, melalui penilaian pihak direktorat, SMA RSBI ditambah satu, yakni SMAN 1 Batanghari. Beberapa alasan yang melatarbelakangi perlunya penelitian ini dilakukan antara lain: (1) belum ada penelitian terhadap studi evaluatif pelaksanaan sekolah rintisan bertaraf internasional, meskipun keberadaannya telah ada sejak satu tahun lalu (2007) di sejumlah wilayah Jambi, (2) keberadaan RSBI perlu dievaluasi secara kualitatif dan kuantitatif, dan (3) hasil evaluasi itu dapat dijadikan informasi dan dasar pengambilan kebijakan pendidikan. Beberapa pertimbangan lain bahwa pentingnya dilakukan penelitian terkait dengan RSBI adalah mencermati unjuk kerja dalam rangka menata dan mengembangkan sekolah yang pada gilirannya diperoleh profil sekolah. Fokus penelitian ini diarahkan untuk mengungkapkan secara deskriptif ihwal profil RSBI di Sekolah Menengah Atas (SMA 1, SMA 3 dan SMA Titian Teras) Jambi. Dengan kata lain, fokus penelitian ini adalah menjawab pertanyaan bagaimanakah kualitas input, proses, dan output pembelajaran dari RSBI dan pengukuran dalam menata kapasitas institusi serta pengembangan sekolah. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development
61
FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 1, JUNI 2010
(OECD) dan/atau negara maju lainnya. SNP adalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan meliputi standar: kompetensi lulusan, isi, proses, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan pra-sarana, pengelolaan dan pembiayaan. Adapun yang dimaksud dengan pengayaan adalah merujuk pada standar pendidikan salah satu negara maju yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan melalui adopsi dan adaptasi untuk penyesuaian, penambahan, penguatan, pengembangan, perluasan dan pendalaman materi pelajaran dalam rangka untuk peningkatan mutu pendidikan yang bertaraf internasional. (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 5--6). SBI merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang memiliki potensi dan prestasi, berdaya saing secara nasional sesuai dengan amanat UU Sisdiknas dan tuntutan global, yang dijabarkan dalam PP No.19/2005, dan dirincikan lagi dalam Permendiknas No. 23/2006. Diharapkan, dengan adanya SBI akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia secara nasional. Hal ini sangat penting mengingat berbagai kesempatan dan tantangan global yang harus dihadapi. Dengan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, akan banyak kesempatan dan tantangan yang dapat diraih. Dalam mewujudkan SBI, dikembangkan program RSBI dengan menerapkan dua strategi utama yaitu (1) pengembangan kemampuan SDM, modernisasi manajemen dan kelembagaan, dan (2) melakukan konsolidasi untuk menemukan praktek yang baik dan pelajaran yang dapat dipetik baik melalui diskusi, lokakarya, atau seminar dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Pelaksanaan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSBI) mencakup sepuluh komponen yaitu: Akreditasi, Pengembangan Kurikulum KTSP, Proses Pembelajaran, Peningkatan Mutu Penilaian, Peningkatan Mutu Kompetensi Lulusan, Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana Pendidikan, Pengelolaan, Pembiayaan, dan Kesiswaan. Akreditasi ditandai dengan nilai akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) dan mengadopsi konsep akreditasi
penjaminan mutu oleh institusi yang memberikan pelayanan dan pengakuan atas terpenuhinya standar bertaraf internasional. Pengembangan Kurikulum KTSP dilakukan melalui adopsi dan adaptasi kurikulum negara maju yang memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan sehingga terjadi pengayaan dalam muatan kurikulum yang diindikasikan dengan pencapaian hasil Ujian Nasional (UN) diatas Standar Nasional. Selain itu adanya penetapan standar kompetensi bahasa Inggris, dan standar pemanfaatan TIK dalam sistem administrasi dan akademik. Proses Pembelajaran ditingkatkan dengan cara menetapkan standar minimal indikator hasil belajar pada taraf internasional, menetapkan standar prosedur pelaksanaan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang, menetapkan standar pembelajaran yang mengembangkan dan menguatkan akhlak mulia, budi pekerti luhur dan kepribadian unggul, menetapkan standar penggunaan bahasa Inggris dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, serta standar mutu pengelolalan kelas. Pengelolaan RSBI didasarkan pada pengelolaan berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan administrasi sekolah yang meliputi proses pembelajaran, kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana dan prasarana, dan keuangan menerapkan sistem Paket Aplikasi Sekolah (PAS) yang rapi tertib, efektif, dan efisien. Kesiswaan mencakup penerimaan siswa baru dan pembinaan siswa. Penerimaan siswa baru dilakukan melalui lima tahapan: seleksi adminsitrasi, tes prestasi (dalam bidang B.Indonesia, Matematika, IPA dan IPS dengan skor minimal 7), tes kemampuan bahasa Inggris yang mencakup 4 skills (listening, speaking, reading, dan writing dengan skor minimal 7), tes Psikologi, dan wawancara. Sedangkan pembinaan siswa dilakukan untuk mengembangkan secara maksimal potensi akademik (melalui kegiatan tatap muka, tugas terstruktur dan tugas mandiri) dan non akademik (melalui kegiatan ekstra kurikuler). Guru dalam RSBI semakin memahami makna dari konsep pembelajaran deep-learning, higher order thinking skills, dan contextual learning bagi siswa dan semakin mengetahui keterbatasan dan manfaat dari pembelajaran rote learning yang selama ini biasa dipakai di
Sutrisno, Penataan dan Pengembangan RSBI
sekolah. Sementara itu, kemajuan pada siswa ditunjukkan dengan semakin tampaknya sikap kemandirian, tanggung jawab, kemampuan bekerja sama, kejujuran, toleransi, dan risk taking. Berdasarkan hal tersebut, Depdiknas diharapkan dapat sedikit menahan dan mengendalikan pertumbuhan sekolah-sekolah RSBI. Depdiknas harus berani untuk mulai melakukan refleksi terhadap konsep dan pelaksanaan SBI sejauh ini. Depdiknas (direktorat-direktorat pembina tingkat pusat, pusat kurikulum, pusat penilaian, dan dinas pendidikan) harus dapat duduk bersama untuk merumuskan kembali kebijakan tentang SBI dengan lebih baik dan terukur. Depdiknas harus dapat menyusun roadmap SBI, revisited curriculum framework, mengkaji ulang standar, penilaian, dan evaluasi program yang digunakan selama ini. Agar hasil kajian itu dapat lebih optimal hasilnya, Depdiknas hendaknya dapat juga melibatkan sekolah-sekolah yang tergabung dalam national school plus (NSP) dan institusi pendidikan lainnya yang sudah berpengalaman dan berhasil mengelola program pendidikan internasional (international credentials).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan secara evaluatif fenomena yang berupa kuantitas, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk memaknai secara verbal temuan-temuan penelitian sesuai dengan kualitas data penelitian. Yang menjadi populasi penelitian ini adalah RSBI wilayah provinsi, kota, dan kabupaten di Jambi. Berdasarkan data dari Depdiknas Provinsi Jambi (2008) terdapat 3 sekolah penyelenggara RSBI pada jenjang SMA di wilayah ini, yaitu, SMAN 1, SMAN 3, dan SMA Titian Teras (Swasta). Mengingat hanya tiga sekolah yang menyelenggarakan RSBI, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampel sehingga penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah tersebut. Data yang dikumpulkan berkenaan dengan data input, proses dan output. Data input meliputi kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, siswa, bahan ajar, alat
62
bantu/media pembelajaran, teknologi, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, kondisi lingkugan fisik maupun psikis, manajemen sekolah, serta kendali mutu. Data proses mencakup peningkatan efektivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Data output mencakup kompetensi lulusan yang harus di atas standar nasional serta berkeunggulan dalam penggunaan bahasa Inggris, penggunaan TIK, serta memiliki prestasi dalam kompetensi bertaraf internasional, berkolaborasi serta melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi bertaraf internasional. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis dokumen observasi, pemberian angket, dan wawancara. Adapun pengembangan instrumen checklist observasi, angket, dan pedoman wawancara didasarkan pada fokus dan rumusan masalah penelitian. Instrumen terlebih dahulu dibahas dan dipertimbangkan kelayakannya antar peneliti untuk selanjutnya diujicobakan agar memenuhi kriteria kesahihan dan keandalan. Selain itu dilakukan juga analisis dokumen yang berhubungan data akademis siswa dan latar belakang sosial ekonominya. Instumen penelitian terkait dengan proses pembelajaran yakni (1) standar pengelolaan kelas, (2) integrasi pembelajaran berbasis TIK, (3) profil sekolah merujuk pada model pengelolaan RSBI. Instrument TIK diadopsi dari Profiling Teachers’ Integration of ICT into Professional Practice. (Noleine Fitzallen, University of Tasmania) Instrument Classroom Observation diadopsi dari Elements to consider.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Input Siswa RSBI Penjaringan input siswa yang berkualitas dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan seleksi. Tahap pertama, diberikan kepada semua lulusan SMP untuk mendaftar yakni melalui rangking nilai EBTANAS murni. Dari jumlah pendaftar diterima siswa sebanyak 660 siswa. Pada seleksi tahap kedua, dilakukan tes potensi akademik (TPA) untuk diambil 368 siswa. Selanjutnya, 368 siswa diuji bahasa Inggrisnya dengan komponen tes reading, listening, writing dan speaking. Dari hasil test bahasa Inggris tersebut selanjutnya diperoleh siswa sebanyak 260 siswa.
63
FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 1, JUNI 2010
Melalui tahapan tes tersebut, maka dapat dicermati bahwa kualitas input siswa RSBI cukup kompetitif. Bila dilihat dari nilai siswa yang diperoleh rata-rata adalah lebih dari 75%.
Menata Sekolah Internasional
Rintisan
Bertaraf
Merujuk kepada UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, sekolah diwajibkan untuk merumuskan profil sekolah. Berdasarkan panduan penyelenggaraan program R-SBI SMA, sekolah dituntut memiliki visi sekolah yang berisikan iman dan takwa, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan demokratis. Dari visi tersebut dibutuhkan strategi pembinaan, indikator keberhasilan dan target yang ingin dicapai sekolah (Panduan RSBI, 2009). Pengelolaan program RSBI hendaknya memiliki landasan operasional yang didasarkan pada komponen-komponen penting dan selanjutnya didokumentasikan yang berisikan proses pengembangan dan target pencapaian, disusun secara terperinci. Dalam merencanakan program sekolah sangat terkait dengan tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam Permendiknas No. 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan sekolah. Di dalamnya termaktub komponen-komponen (a) pencanaan program, (b) pelaksanaan rencana kerja, (c) pengawasan dan evaluasi, (d) kepemimpinan sekolah, dan (e) sistem informasi manajemen sekolah. Program kerja sekolah tersebut harus ditindaklanjuti dengan menetapkan target kinerja sekolah yang dilengkapi oleh penyusunan indikator operasional, target kinerja sekolah, kinerja sekolah rujukan dan target kinerja sekolah hasil revisi. Dalam rangka memperoleh gambaran profil sekolah, semua program kerja yang disusun didasarkan pada analisis evaluasi diri sekolah yakni salah satunya dengan menggunakan analisis SWOT dari semua elemen yang terkait.
Analisis Profil RSBI SMA di Provinsi Jambi Berdasarkan hasil analisis SWOT sekolah RSBI SMA di provinsi Jambi dapatlah disajikan data temuan sebagai berikut. Pertama, analisis lingkungan eksternal menyangkut peningkatan
daya saing sekolah terkait dengan perbaikan kualitas pendidikan dan internasionalisasinya. Hal ini sangat berhubungan dengan pembenaahan input, proses dan output pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas. Beberapa dinamika yang berkembang dewasa ini adalah munculnya sekolah internasinal yang dikelola oleh pihak swasata serta sekolah rintisan bertaraf internasional di luar provinsi Jambi merujuk pada UndangUndang Pendidkan No 20 Tahun 2003 salah satunya tentang RSBI yakni tertuang dalam pasal 50 ayat 3. Kedua, analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengkaji dan mempertimbangkan berbagai faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari luar SMA yang ada di dalam dan di luar provinsi Jambi. Dengan demikian, SMA RSBI dapat memanfaatkan peluang yang ada semaksimal mungkin dan meminimalisasi ancaman yang mungkin dihadapi dari lingkungan. Dari hasil analisis yang dilakukan telah diidentifikasi sembilan standar pelayanan minimal yaitu (1) akreditasi sekolah, (2) kurikulum, (3) proses pembelajaran, (4) sistem penilaian, (5) pendidik, (6) tenaga kependidikan, (7) sarana dan prasarana, (8) pengelolaan dan (9) pembiayaan Cepatnya perkembangan IPTEK dapat dimanfaatkan sebagai peluang bagi SMA untuk ikut bisa mengembangkan berbagai bidang ilmu. Hal ini dapat dilakukan melalui riset dan pengembangan serta menghasilkan karya-karya inovatif lainnya. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas para guru dan siswa di bidang inovasi penelitian dan berbagai macam olimpiode. Pesatnya pertumbuhan industrialisasi dan sektor swasta lainnya juga memberikan peluang bagi SMA untuk ikut berperan aktif dalam mengasah daya saing pendidikan. Sementara itu, sekolah bertaraf internasional memiliki karakteristik dan keunggulan yang mendapatkan pengakuan internasional terhadap input, proses, dan output pendidikan yang memiliki daya saing. Untuk menuju ke arah itu, dibutuhkan penguasaan bahasa Inggris baik guru dan siswa serta perangkat sekolah lainnya. Dalam konteks ini, kurikulum RSBI memiliki standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar nasional pendidikan (KTSP + X). Disamping itu, penguasaan TIK merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Bahkan, model pembelajaran
Sutrisno, Penataan dan Pengembangan RSBI
yang terintegrasi berbasis TIK merupakan suatu tuntutan. Sebagai sekolah bertaraf internasional yang merupakan kebanggaan masyarakat Jambi, SMA RSBI harus bekerjasama dengan berbagai pihak yakni pemerintah daerah, pihak Universitas, swasta maupun sister school yang ada di luar negeri. Dalam kaitan kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan swasta, telah ditandatangani beberapa MoU maupun surat dukungan.
Evaluasi Sistem Tata Kelola dan Organisasi RSBI Penyelenggaraan pembelajaran di SMA memanfaatkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan secara nasional dari sumber-sumber ketetapan dan/atau peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Depdiknas. Kebijakankebijakan tersebut sebagian besar dimuat di dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP). Sumber kebijakan lainnya berupa keputusan Kepala Sekolah SMA dan Komite Sekolah. Kebijakan-kebijakan ini terutama dimuat di dalam Tata Tertib Sekolah dan peraturan sekolah yang dituangkan dalam surat keputusan Kepala Sekolah. Sistem manajemen SDM pada tingkat institusi masih menganut paradigma lama sesuai dengan sistem manajemen SDM yang diterapkan di SMA. Hal ini dapat dilihat dari struktur organisasi yang ada SMA. SMA dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dibantu oleh tiga orang wakil Kepala Sekolah. Sejauh ini, sistem penghargaan yang diterapkan di SMA baru sebatas pemberian gaji bulanan. Bentuk-bentuk peghargaan lain seperti pemilihan guru berprestasi atau pemberian Fringe Benefit lainnya belum pernah diterapkan. Sistem hukuman juga belum menerapkan pola tertentu. Kondisi ini menjadi ancaman sebab disiplin guru dan karyawan terutama ketepatan waktu dalam memberikan mata pelajaran dan jam kerja karyawan masih sangat rendah. Sejauh ini, peraturan kepegawaian di SMA sudah ada namun penerapannya belum maksimal. Akibatnya, guru dan karyawan tidak memiliki panduan dalam melaksakan tugas sehari-hari. Dengan demikian, sistem tata kelola dan organisasi sekolahi belum menerapkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan berbasis sekolah.
64
Saat ini, pelaksanaan pembelajaran di SMA RSBI mengadaptasi kurikulum Cambridge untuk mata pelajaran MIPA dan bahasa Inggris. Pada tahun 2008, di SMA RSBI telah dilaksanakan lokakarya mengenai penyusunan kurikulum dan silabus mata pelajaran. Meskipun telah terdokumentasi, kurikulum tersebut belum sepenuhnya terimplementasi secara memadai. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan pemberian motivasi dari pihak sekolah. Dengan berbagai pelatihan dan workshop yang berkaitan dalam pengembangan dan penyususnan kurikulum yang diikuti oleh seluruh guru. SMA Titian telah memiliki kurikulum ( KTSP plus). Namun, masih perlu inovasi dan diversifikasi untuk mencapai kurikulum yang ideal yang sesuai dengan tuntutan RSBI Proses pembelajaran dilakukan oleh seorang guru bidang studi (guru pamong) sesuai dengan bidang ilmunya. Untuk beberapa mata pelajaran, pembelajaran dilakukan oleh team teaching, dimana seorang guru (pamong) bertindak sebagai penanggung jawab mata pelajaran dengan satu atau lebih anggota yang berasal dari spesialisasi yang sama. Guru pamong diberi tanggung jawab atas terlaksananya kegiatan pembelajaran yang meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Namun, dalam pelaksanaannya belum bisa berjalan dengan optimal. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain sebagian guru merupakan staf tidak tetap yang memiliki tugas lain di luar SMA. Di samping itu, sistem pengawasan dan penjaminan mutu belum berjalan dengan baik. Beberapa indikator penting telah teridentifikasi misalnya, motivasi belajar siswa tinggi, motivasi guru mengajar tinggi, Pemanfaatan waktu belajar efektif, lingkungan fisik sekolah mendukung (kondusif) dan ada kerja sama (kolaborasi) dengan pihak luar dalam proses belajar-mengajar.
Penataan dan Program Pengembangan RSBI di Provinsi Jambi Implementasi KTSP + X di RSBI Persoalan-persoalan implementasi KTSP yang urgen untuk diketengahkan pada konteks ini bermuara pada kesiapan daerah Jambi dalam mengantisipasi perubahan paradigma
65
FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 1, JUNI 2010
pendidikan dari yang semula sentralistik menjadi desentralistik. Misalnya, KTSP yang diluncurkan lebih mengedepankan pada otonomi sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kearifan lokal, kurikulum sekolah tidak lagi terpusat secara nasional. Sekolah bisa membuatnya sendiri dengan meminta pertimbangan komite sekolah. Peran guru adalah sebagai fasilitator untuk mendorong anak mau belajar dan mencari tahu. Setiap elemen tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Perubahan paradigma tersebut memberikan konsekuensi pada aspek kebijakan dan implikasinya dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan di daerah semestinya lebih mengutamakan dimensi kemandirian yang didasarkan kepada analisis kebutuhan dan potensi yang dapat dikembangkan di daerah Jambi. Demikian juga dengan pengembangan KTSP di RSBI. Selama ini, RSBI yang mencobakan KTSP plus masih mengadopsi model kurikulum yang dicontohkan oleh Badan Standar Nasional Pendidik (BSNP) dan diperluas dengan mengadaptasi kurikulum dari negera-negara maju. Padahal, kondisi setiap daerah amat beragam. Setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing sehingga faktor-faktor pendukung keunggulan perlu menjadi perhatian yang serius bagi sekolah. Dengan demikian kurikulum yang dikembangkan dan digunakan semestinya selaras dengan keanekaragaman karakteristik daerah Jambi. Pada tataran implikasi, perubahan tersebut mensyaratkan para pengambil kebijakan dan stakeholder memiliki kemampuan untuk dapat menerjemahkan kebijakan-kebijakan pusat dan lokal menjadi perangkat-perangkat aturan yang dapat dipedomani untuk melaksanakan pendidikan. Selain itu, sekolah juga diharapkan proaktif mempersiapkan diri menyongsong perubahan kurikulum dengan sikap yang positif dan upaya yang mendukung keberhasilan perubahan itu ke arah yang lebih baik. Kepala sekolah dituntut untuk memfasilitasi dan berinisiasi meningkatkan kemampuan gurugurunya agar dapat memiliki bekal dan kompetensi yang memadai, tidak saja terampil mengajar dengan menggunakan bahan ajar siap saji, melainkan juga dapat menyusun dan merencanakan sendiri pengajarannya. Tidak hanya itu, karena KTSP + X memberi peluang sekolah untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di lingkungan sekitar, maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang lebih kompleks dan adaptif terhadap perubahan. Semestinya, dengan diberlakukannya KTSP + X bisa merangsang guru benar-benar kreatif dalam memfasilitasi siswanya untuk belajar dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekitar. Bahkan, guru harus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik. Saat ini, ketiga SMA RSBI telah memikili dokumen kurikulum KTSP + X hasil adaptasi dari kurikulum dari negara negara maju. Kurikulum tersebut disusun bersama oleh guru-guru di sekolah melalui program lokakarya di sekolah yang difasilitasi oleh dana block grant RSBI dari Direktorat. Disamping itu, pihak sekolah juga melakukan benchmarking ke sekolah RSBI yang sudah mapan (SMAN 1 dan SMAN 3 Yogyakarta).
Profil Guru RSBI dalam mengintegrasikan TIK dalam Pembelajaran Terkait dengan kriteria keterampilan abad ke-21, pada penelitian ini dibahas keterampilan berpikir yang disebut high order thinking skill (HOTS) dan ICT literacy. Berpikir merupakan bagian intelektual manusia dalam proses kognitif tingkat tinggi (Wilson, 2000). Skill atau keterampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik (Lawson, 2002). McGuinness (1999) telah meringkas perbedaan taksonomi keterampilan berpikir yang paling banyak disebut-sebut dalam literatur. Menurut Stasz et al. (1990) dan Thomas (1992), tumbuhnya HOTS dalam proses pembelajaran ditandai adanya (a) kolaborasi antara guru, siswa, dan lintas ilmu, (b) dorongan keingintahuan, eksplorasi, dan penyelidikan, (c) pembelajaran yang berpusat pada siswa, (d) kegagalan dipandang sebagai kesempatan belajar, (e) pengakuan terhadap usaha, tidak hanya pada prestasi, dan (f) belajar secara kontekstual dalam kehidupan nyata. Guru-guru RSBI di tiga sekolah target semuanya berkualifikasi S-1 sesuai dengan bidang studinya. Guru RSBI terutama guru MIPA dan bahasa Inggris adalah guru senior yang ada di provinsi Jambi yang sudah sering
Sutrisno, Penataan dan Pengembangan RSBI
mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri (New Zealand). Berbagai pelatihan yang telah diikuti misalnya, bimbingan teknis KTSP, TIK, bahasa Inggris, PKG dan MGMP, bahkan guru-guru sebagai nara sumber. Sebagian besar guru yakni 75% masih menemui kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris dan oleh karenanya penyampaian materi seringkali dilakukan dengan dua bahasa (dual language). Di satu sisi hal ini bukanlah sesuatu yang tidak baik karena menurut Soltero (2004), apabila dikelola dengan baik, penggunaan dua bahasa juga dapat memberikan kesempatan pada guru dan siswa untuk mengembangkan kemampuan bahasa pertama dan kedua, budaya, dan sekaligus pengembangan kemampuan akademis dan kompetensi sosial. Sementara itu, terkait dengan pembelajaran berbasis TIK, berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan dengan merujuk kepada instrumen penelitian yang diadopsi dari Teacher profile: Integrating ICT into Teaching and Learning oleh Fitzalen (2007), dengan cakupan (i) integrasi TIK ke dalam kurikulum, (ii) penyiapan dalam pembelajaran, (iii) kebiasaan guru dalam mengajar serta rasa percaya diri, (iv) upaya memperkenalkan program komputer yang baru, (v) keunggulan menggunakan TIK, kesesuaian penggunaan TIK, (vi) dan kemampuan guru serta pengembangannya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut. Dalam menyiapkan integrasi TIK ke dalam kurikulum pada umumnya guru memanfaatkan buku teks, akses internet serta memanfaatkan kreativitas siswa dalam pencarian bahan sebagai bahan pembelajaran. Bahan-bahan yang diperoleh didiskusikan dengan teman sejawat dengan lama waktu penyusunan dalam satu unit pelajaran rata-rata selama tiga jam. Dalam hal ini, pada dasarnya guru telah bersinggungan dengan akses internet, tetapi internet sebagai sumber belajar belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan. Sebagaian besar guru masih terbatas pada pengumpulan bahan pelajaran. Padahal, bahan belajar yang diperoleh perlu diolah yakni disesuaikan dengan kebutuhan guru dalam pembelajaran. Misalnya, disesuaiakan dengan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Sementara itu, dalam merancang kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan TIK
66
dikenalkan melalui topik dengan cara bertanya kepada siswa, membuat opini serta pemberian contoh-contoh. Sumber belajar berupa buku teks, bahan pelajaran berupa power point serta video dengan durasi waktu 90 menit. Model penyampaian kepada siswa yakni dengan presentasi individu siswa, kerja kelompok khususnya terkait dengan studi kasus. Pada tahapan ini, guru sangat membutuhkan contoh pembelajaran yang berbasis TIK dari awal sampai evaluasi pembelajaran. Kemudahan dalam mencari bahan-bahan pelajaran melalui akses internet baik untuk guru manapun siswa, internet dapat dimaknai sebagai alat bantu untuk mencari bahan pembelajaran yang lebih menarik. Konsekuensinya, guru diharapkan lebih aktif dalam mencari bahan pelajaran, media serta alat bantu lainnya. Meskipun sebagaian besar guru masih terkendala dalam penguasaan bahasa Inggrisnya, hal ini dapat diantisipasi dengan menguasai kata kunci dalam bahasa Inggris untuk mencari materi pembelajaran yang dibutuhkan. Responden pada umumnya menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran berbasis TIK diterapkan dengan pertimbangan, bahwa bahan pelajaran yang ditampilkan membuat siswa merasa lebih jelas; memberi jeda waktu istirahat siswa; siswa saling membantu; mengedit hasil kerja siswa agar lebih berkualitas yang dapat mengembangkan siswa, Rasa percaya diri guru sangat dibutuhkan terhadap pemanfatan program aplikasi, animasi, aktivitas siswa serta merencanakan pembelajaran dalam berkolaborasi dengan guru lain serta memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama terhadap pemahaman pelajaran dan etika tentang bahan pelajaran yang diperoleh dari akses internet. Tentang pembelajaran berbasis TIK bagi guru, 90% responden menjawab bahwa TIK dengan memanfaatkan internet sangat berguna untuk membantu dalam penguasaan materi pembelajaran, pengajaran remedial, mengungkapkan respon siswa dalam bentuk tulisan, berkomunikasi secara efektif antara guru dan siswa. Disamping itu, TIK dapat dimanfaatkan untuk menanamkan ide siswa, menganalisis informasi, mempresentasikan bahan serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memanfaatkan komputer untuk berkolaborasi dengan siswa dalam rangka menumbuhkan belajar secara mandiri.
67
FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 30, NOMOR 1, JUNI 2010
Keterbatasan guru dalam memanfaatkan TIK dalam pembelajaran masih sebatas pada pemanfaatan word processing, MS excel, power point serta search engine (google, yahoo dll). Guru masih lemah dalam memanfaatkan pengembangan multimedia, aplikasi data base serta aplikasi grafik (flash). Untuk itu, pelatihan/kursus sesuai dengan kebutuhan guru sangat dibutuhkan. Hal ini, dibuktikan adanya guru mengikuti pelatihan 85% di sekolah masing-masing. Menurut Watson (2001), dalam konteks keseluruhan terkait dengan pengintegrasian TIK dalam pembelajaran yang merefleksikan materi pelajaran, dan kurikulum, latihan mengajar merupakan agenda utama dalam mengembangkan dan membudayakan pembelajaran berbasis teknologi. Di samping itu, kendala yang dihadapi guru adalah penyusunan bahan ajar untuk pembelajaran. Sebagain besar materi pelajaran hasil dari down load dimanfaatkan langsung dalam pembelajaran dan tidak diolah sesuai dengan tujuan pembelajaran, kompetensi yang ingin dicapai, serta indikator-indikator yang telah ditetapkan. Akibatnya perubahan paradigma pembelajaran yang menuju student center learning belum sepenuhnya dijalankan. Hasil observasi terhadap guru mengajar di kelas untuk bidang studi MIPA dan bahasa Inggris yang merujuk pada 12 aspek pembelajaran yakni pattern of engagements, students achievements, content and substances, organization of knowledge, product focus, clear and compelling product standard, save environment, affirmation of performances, affiliation, novelty and variety, choice and authenticity diperoleh gambaran bahwa guru bahasa Inggris, biologi dan matematika telah memanfaatkan TIK sebagai media pembelajaran. Sementara itu guru fisika dan kimia belum memanfaatkan TIK dalam konteks sebagai media pembelajaran tetapi para guru bidang studi tersebut telah memanfaatkan TIK sebagai sumber belajar. Dalam tataran praktis, guru masih minim dalam melaksanakan pembelajaran secara variatif dengan mencontohkan bahan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari dan belum sepenuhnya mengekeplorasi kemampuan siswa. Pemanfaatan alat bantu serta multi media pembelajaran masih minim, padahal dengan memanfaatkan akses internet persoalan tersebut dapat diatasi.
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis evaluasi kinerja dari sekolah RSBI yang ada di Provinsi Jambi dapat disimpulkan sebagai berikut. Rekrutmen siswa baru di sekolah RSBI melalui prosedur seleksi yang sangat kompetitif, baik secara akademik maupun mekanisme administratif dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Bagi sekolah, kualitas input yang diperoleh merupakan modal dasar untuk peningkatan kualitas proses dan out put pendidikan di sekolah. Mengenai penataan dan pengembangan sekolah, RSBI telah berpedoman pada pola pengembangan RSBI yang telah ditetapkan oleh direktorat. Namun, dalam pelaksanaannya masih dijumpai persoalan terkait dengan (1) kemampuan manajerial kepala sekolah, (2) penguasaan bahasa Inggris guru, (3) kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran dan model-model pembelajaran berbasis TIK serta sistem evaluasi pembelajaran, dan (4) penelitian tindakan kelas bagi guru serta peningkatan kegiatan berbasis keunggulan. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas input, sosialisasi ke sekolah-sekolah (SMP) dalam Provinsi Jambi terus dilakukan, dalam hal ini, SMA Titian Teras telah melakukannya. Untuk menopang pengembangan RSBI disarankan agar pihak sekolah secara konsisten melakukan evaluasi dan monitoring terkait dengan delapan standar pelayanan minimal sesuai dengan petunjuk RSBI. Pengembangan RSBI dapat dilaksanakn dengan tujuan agar pihak Diknas memfasilitasi guru dalam penguasaan bahasa Inggris, materi pelajaran, TIK, integrasi TIK dalam pembelajaran, pembuatan bahan ajar berbasis TIK serta pendanaan dalam pembinaan olimpiade dan kegiatan kompetitif lainnya.
DAFTAR RUJUKAN Cheong Cheng, Y, 1994. Effectiveness of Curriculum Change in School: An Organizational Perspective. International of Educational Management, 8(3): 26— 34. Depdiknas. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf
Sutrisno, Penataan dan Pengembangan RSBI
Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. 2007. Standards-Aligned Curriculum Development, Illinois State Board of Education Website Resources:, http://www.isbe.net/sos/default.htm Depdiknas. 2006. Towards Pilotting School Based Continuous Assessment at Middle Basic Level, Conference an Assessment in Education, 26—30 June 2006 Fernandes, H.J.X. 1984. Evaluation of Educational Program. National Education Planning, Evaluation and
68
Curriculum Development. Jakarta. Norton, Priscilla and Karin M. Wiburg. 1998. Teaching with Technology. Orlando, Florida: Harcourt Brace and Company. Leithwood, Kenneth, Judith Chapman, David Corson, Phillip Halinger and Ann Hart (eds). 1996. International Handbook of Educational Leadership and Administration. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher Lewis, E. G. 1981. Bilingualism and Bilingual Education. Oxford: Pergamon Press. Soltero, S. W. 2004. Dual Language: Teaching and Learning in Two Languages. Boston, MA: Pearson Education, Inc.