Penanggung Jawab Ir. Choirul Akhmad, ME Penulis Kusdi Mulyadi, S.Hut Editor Suryanto, S.Hut., M.Si
ISBN: 978-602-98588-0-8
Dipublikasikan Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kolonel H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu Palembang Telp. (0711) 414864 E-mail:
[email protected] http: www.bpk-palembang.org
Tahun 2013
KATA PENGANTAR Hutan Penelitian (HP) adalah kawasan hutan yang difungsikan sebagai sarana untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan. Selain memiliki kewenangan dalam pengelolaan 2 (dua) KHDTK Penelitian, saat ini Balai Penelitian Kehutanan Palembang juga mengelola 3 (tiga) Hutan Penelitian, meliputi HP Hanakau di Kabupaten Way Kanan; HP Sukapura di Kabupaten Lampung Barat dan HP Tanjung Agung di Kabupaten Lampung Selatan. Ketiga Hutan Penelitian ini berada di Provinsi Lampung, yang selanjutnya disebut dengan Hutan Penelitian Lampung. Booklet Hutan Penelitian Lampung merupakan salah satu dari beberapa seri booklet tentang KHDTK dan Hutan Penelitian yang dikelola BPK Palembang, yang mana booklet ini secara khusus menyediakan informasi tentang kondisi dan progres pengelolaan 3 (tiga) Hutan Penelitian di Lampung. Semoga Booklet ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi semua pihak yang membacanya dan kemudian menempatkan Hutan Penelitian Lampung sebagai destinasi penelitian untuk pengembangan IPTEK lebih lanjut.
Palembang,
Desember 2013
Kepala Balai,
Ir. Choirul Akhmad, ME NIP. 196701291994031007
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….
iii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………….
v
I.
PENDAHULUAN………………………………………………..………………..
1
II.
HUTAN PENELITIAN WAY HANAKAU ...............………............
3
III.
HUTAN PENELITIAN TANJUNG AGUNG .......…......................
15
IV.
HUTAN PENELITIAN SUKAPURA ............................................
21
V.
PERMASALAHAN UMUM DAN PROSPEK KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN .....................................
VI.
25
PENUTUP …………………………………………………………………………..
27
DAFTAR PUSTAKA .…………...............................................................
29
LAMPIRAN .……………….………………………………………………….…………….
31
iii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Kegiatan yang telah dilakukan di HP Way Hanakau .....
31
2.
Pertumbuhan rata-rata tinggi, diameter dan persen hidup tanaman Arboretum di HP Hanakau ..................
33
3.
Kegiatan yang telah dilakukan di HP Tanjung Agung ...
35
4.
Jenis tanaman bambu di KP Tanjung Agung .................
37
5.
Kegiatan yang telah dilakukan di HP Sukapura ...........
39
6.
Peta lokasi HP Hanakau .……………………………………………
41
7.
Peta lokasi HP Tanjung Agung ………..…………………………
43
8.
Peta lokasi HP Sukapura …………………………..………………
43
v
I.
PENDAHULUAN
Kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan memiliki peran sangat penting dalam upaya membangun hutan dan kehutanan Indonesia yang lebih baik. Penemuan IPTEK yang terbarukan dan tepat guna melalui penelitian akan menstimulasi upaya perbaikan kondisi hutan dan pengelolaannya. Selain diperoleh melalui metodologi ilmiah yang baik, beberapa kegiatan penelitian membutuhkan ketersediaan kawasan sebagai wahana layaknya laboratorium alam, baik sebagai tempat ujicoba maupun sebagai model dan percontohan. Wahana ini disediakan dalam bentuk Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Penelitian dan Hutan Penelitian. BPK Palembang saat ini mengelola 2 (dua) KHDTK dan 3 (tiga) Hutan Penelitian yang disediakan untuk mendukung perannya sebagai lembaga penelitian kehutanan di wilayah regional Sumatera Bagian Selatan. Khusus tentang Hutan Penelitiannya, pengelolaan untuk 3 Hutan Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan Surat Kepala Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Nomor:1335/VIII/P3H&KA-TL/1998, tanggal 10 Oktober 1998 dan Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor: 08/Kpts/IX/1999, tanggal 19 Oktober 1999. Tiga Hutan Penelitian tersebut berada di Provinsi Lampung, yang selanjutnya dalam booklet ini disebutkan sebagai Hutan Penelitian Lampung, yaitu: 1. 2. 3.
HP. Way Hanakau, di Kab. Way Kanan; Lampung. Luas 100 ha HP. Tanjung Agung, di Kab. Lampung Selatan; Lampung. Luas 23,5 ha HP. Sukapura/Sumberjaya, di Kab. Lampung Barat; Lampung. Luas 36 ha
Booklet ini disusun dalam rangka menyediakan informasi berkenaan dengan tiga Hutan Penelitian Lampung tersebut, yang masing-masingnya memiliki karakter yang spesifik, baik dalam hal potensi dan permasalahannya. Telah terbangunnya beberapa tegakan dari beragam jenis tanaman kehutanan, koleksi 16 jenis bambu serta misi dan upaya membangun plot penelitian dan tegakan tanaman kehutanan di tengah hamparan kebun ubi kayu (Manihot sp) menjadi salah satu bagian menarik yang akan melengkapi sajian informasi dalam booklet ini. 1
2
II. HUTAN PENELITIAN WAY HANAKAU A.
Lokasi dan Aksesibilitas
Hutan Penelitian Way Hanakau memiliki luas 100 ha dan berada dalam kawasan hutan produksi tetap register 46 Way Hanakau. Secara geografis o o o o berada pada 104 44’ - 104 53’ Bujur Timur dan 4 26’ - 4 35’ Lintang Selatan. Berdasarkan wilayah pemangkuan hutan, HP Way Hanakau termasuk ke dalam RPH Pakuan Ratu, BKPH Blambangan Umpu, KPH Lampung Utara, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Sedangkan secara administrasi pemerintahan, berada di Desa Bhakti Negara, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan.
Gambar 1. Peta lokasi HP Way Hanakau B.
Aksesibilitas menuju Hutan Penelitian Way Hanakau cukup baik dan dapat dijangkau baik dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4. Lokasi Hutan Penelitian Way Hanakau berjarak ± 320 km dari Palembang dengan waktu tempuh 7-8 jam. Sedangkan dari Tanjung Karang (Lampung) dengan jarak ± 240 km dan waktu tempuh ± 5-6 jam.
Tanah, Topografi dan Iklim
Berdasarkan peta tanah Sumatera Selatan dengan skala 1 : 1.000.000, jenis tanah yang mendominasi adalah jenis podsolik coklat kekuningan dan podsolik merah kuning (PMK) dengan bahan induk komplek sediment tufa dan batuan metamorf dan sebagian besar termasuk dalam kriteria B1aT, kedalaman solum tanah 60 - 90 cm, tekstur tanah halus (liat), drainase tidak pernah tergenang, tidak ada erosi.
3
Kawasan hutan produksi tetap Reg.46 Hanakau mempunyai bentuk kelerengan wilayah yang hampir keseluruhannya landai sampai berombak dengan kemiringan sekitar 8 - 25% dan ketinggian 85 m dpl. Curah hujan ratarata tahunan sebesar 1.876 mm, termasuk tipe iklim B menurut klasifikasi Scmidt dan Ferguson. C.
Vegetasi
Vegetasi awal di HP Way Hanakau adalah berupa belukar dan hamparan tanaman ubi kayu (Manihot sp) serta karet (Hevea sp). Melalui beberapa kegiatan penelitian dan pengembangan, beberapa demplot tegakan tanaman kehutanan telah terbangun di Hutan Penelitian Way Hanakau. Di antaranya terdapat tegakan kayu bawang (Dysoxylum mollissimum), tembesu (Fragrae fragrans), Mahoni (Swietenia macrophylla), ekaliptus (Eucalyptus urophyla), blangeran (Shorea belangeran), kayu afrika (Maesopsis eminii), korbaril (Hymenaea courbaril) dan Suren (Toona sureni). Terdapat juga arboretum yang mengoleksi 23 jenis tanaman. Arboretum dan tegakan ini secara efektif telah berhasil memanfaatkan lebih kurang 14 ha. Sisa lahan sebesar 86 ha yang belum dikelola dan masih berupa hamparan tanaman ubi kayu yang diusahakan oleh masyarakat sekitar.
a).
b).
Gambar 2. Vegetasi penutup lahan di HP Way Hanakau: a). hamparan tanaman ubi kayu di sekitar dan di dalam HP dan b). tegakan tanaman
4
D.
Kultur Budaya dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
HP Way Hanakau masuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Desa Bhakti Negara. Berpenduduk ± 3.979 KK, mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dengan komoditas utama berupa tanaman karet dan ubi kayu. Tingkat pendapatan masyarakat adalah pada kelas menengah dan tingkat pendidikan umumnya adalah berpendidikan dasar sampai menengah (SD-SMU). Desa Bhakti Negara merupakan desa transmigrasi yang terdiri dari transmigrasi lokal (Lampung Tengah dan Lampung Utara), swakarsa dan transmigrasi sosial dari Jawa dan Bali. Sehingga dalam kehidupan sosial masyarakat desa telah terbentuk asimilasi budaya antara kultur lokal Lampung, Jawa dan Bali. Desa lainnya yang terdekat adalah desa Hanakau Jaya dan desa Sumber Rejo. Lahan dalam HP Way Hanakau sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat petani dalam bentuk tumpang sari. Pola pemanfaatan lahan dalam bentuk tumpang sari ini telah mulai dilakukan pada periode tahun 1990-an antara PT. Inhutani V Wilayah Lampung dan masyarakat di sekitarnya. Kebakaran 1997 telah merubah tutupan lahan, yang menyebabkan terbakarnya tegakan tanaman dan menyisakan lahan kosong. Lahan ini kemudian tetap diusahakan oleh masyarakat dalam bentuk kebun hortikultura ubi kayu. Melalui beberapa keberhasilan dalam pendekatannya, kesadaran dan kesepahaman bahwa fungsi Hutan Penelitian sebagai kawasan hutan telah terbangun dalam persepsi masyarakat petani. Pemanfaatan lahan oleh petani tersebut telah dipahami sebagai bentuk pemanfaatan sementara, yang secara perlahan akan dikembalikan untuk pembangunan demplot-demplot tanaman dari komoditi kehutanan. Dalam visi ke depan, para petani ini akan tetap diperankan sebagai mitra atau binaan melalui pola tumpang sari dan pengembangan sosial forestri lainnya. Jumlah petani mitra yang efektif sejak tahun 2011 adalah sebanyak 63 orang dengan jumlah lahan garapan masingmasing bervariasi antara 0,5 ha - 1,5 ha. Lahan garapan berupa lahan yang berada di bawah tegakan tanaman maupun pada lahan yang belum dikelola. Pemanfaatan tumpangsari di bawah tegakan tanaman umumnya yang masih berumur 1 - 7 tahun dan atau sampai proyeksi tajuk diantara tanaman masih 5
belum menutup masuknya cahaya matahari. Jenis tanaman hortikultura yang diusahakan adalah ubi kayu (Marihot sp) dengan daur panen 8 - 9 bulan panen. Ubi kayu adalah jenis tanaman yang menghasilkan umbi yang tidak disukai oleh hama babi sehingga cukup menguntungkan baik untuk tanaman partumbuhannya maupun untuk tegakan tanaman kehutanan. Pemasaran hasil produksi cukup mudah dengan adanya beberapa pabrik Tapioka baik di Kabupaten Way Kanan maupun Kabupaten Lampung Utara.
Gambar 3.
6
a).
b).
c).
d).
Pola tumpang sari dalam membangun demplot tanaman a). aktifitas pemeliharaan tanaman, dan b). tegakan S. macrophylla dengan jabung, c). tegakan Litsea sp dengan ubi kayu dan d) tegakan S. macrophylla dengan ubi kayu
E.
Pengelolaan Hutan Penelitian Hanakau
Gambar 4. Selamat datang di HP Way Hanakau
Pada periode 1990-an Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) telah melakukan beberapa kegiatan penelitian, di antaranya telah membangun beberapa demplot tanaman di HP Hanakau. Namun demikian, bencana kebakaran tahun 1997 telah berdampak terbakarnya semua tanaman pada demplotdemplot tersebut.
Mulai tahun 2003, BPK Palembang mulai berperan secara aktif melakukan beberapa kegiatan penelitian dan pengembangan di HP Way Hanakau, beberapa di antaranya telah terbangun beberapa demplot tegakan tanaman. Berikut disampaikan beberapa informasi tentang kondisi dan perkembangannya. 1.
Silvikultur Jenis tembesu (F. fragrans)
Tembesu (Fagraea fragrans Roxb) merupakan salah satu jenis tanaman penghasil kayu pertukangan. Tembesu tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa barat, Maluku dan Irian Jaya (Martawijaya et al., 1981). Kayu tembesu termasuk kelompok kayu berkualitas dengan kelas kuat I-II, awet I dan ketahanan terhadap jamur kelas II serta mempunyai nilai komersial tinggi 3 (harga jual 3 - 3,5 juta/m ). Tembesu telah digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai kayu konstruksi, lantai, papan, industri kerajinan ukiran kayu khas Palembang yang telah dikenal sampai ke negara-negara Asia Tenggara (Malayasia dan Singapura). Penelitian dan pembangunan demplot tegakan Tembesu di HP Way Hanakau mulai dilakukan sejak tahun 2003 melalui kegiatan teknik silvikultur jarak tanam. Luas plot penelitian terbangun adalah 1,5 ha. Tegakan tembesu ini telah berumur 10 tahun, mempunyai diameter rata-rata 3 30 cm dengan riap 3 cm /tahun dan keberhasilan pertumbuhan hingga 80%. 7
Beberapa kegiatan penelitian lainnya juga dilakukan di plot ini, di antaranya kegiatan inventarisasi dan identifikasi hama dan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama yang potensial menyebabkan kerusakan dan kerugian pada tanaman tembesu adalah rayap dari jenis Nasutitermes natangensis. Potensi dampak dari serangan hama ini adalah dapat menyebabkan batang tembesu lapuk dan akhirnya mati. Teknik pengendalian dan pencegahannya, dilakukan kegiatan pemeliharaan tegakan berupa: pemangkasan, pembersihan sarang-sarang rayap baik yang ada di tanah maupun yang ada di pohon, batang pohon dan tunggak-tunggak yang telah mati baik karena diserang rayap maupun karena hal lain. Selain rayap, hama lain yang juga menyerang tanaman tembesu adalah hama penggerek batang dari ordo triclopter dan ulat daun dari famili Gekochiidae tetapi kedua jenis hama ini masih berstatus hama yang kurang penting karena kerusakannya belum membahayakan. Serangan penyakit yang ditemukan pada tanaman tembesu di HP Way Hanakau adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Diplidia mutila. Persentase serangan sudah mencapai 100% tetapi akibat dari kerusakannya belum membahayakan. 2.
Silvikultur Kayu Bawang (D.mollissimum)
Kayu bawang (D. mollissimum) termasuk salah satu jenis alternatif yang memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan secara komersil. Selain itu, jenis ini merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu. Kayu Bawang termasuk dalam kelas kuat III dan kelas awet IV dengan berat jenis 0,56 3 gram/cm dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu pertukangan, terutama sebagai bahan bangunan dan meubellair. Penelitian dan pembangunan demplot tegakan Kayu bawang di HP Way Hanakau mulai dilakukan sejak tahun 2011 melalui kegiatan penelitian budidaya jenis kayu bawang dengan tujuan peningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi yang mendukung industri perkayuan. Luas plot terbangun adalah 1,5 ha. Sampai 2013 diperoleh data diameter rata-rata 6 cm. dengan riap 3 3 cm /tahun dan keberhasilan pertumbuhan hingga 94%.
8
3.
Suren (Toona sureni (Blume) Merr.)
Toona sureni (Blume) Merr. mempunyai sinonim nama ilmiah antara lain Cedrela febrifuga Blume, Toona febrifuga (Blume) M.J. Roemer, termasuk family Meliace. Suren dikenal dengan berbagai nama sesuai dengan daerah tempat tumbuh, seperti surian (Sumatra), surian wangi (Malaysia), danupra (Philippina), surian (Thailand) dan nama perdagangannya yaitu limpaga (Heyne 1987). Pohon suren berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang hingga 25 m. Diameter dapat mencapai 100 cm, bahkan di pegunungan dapat mencapai hingga 300 cm dan batang berbanir hingga tinggi 2 m. Penelitian dan pembangunan demplot Suren di HP Way Hanakau mulai dilakukan sejak tahun 2009 melalui kegiatan penelitian budidaya jenis kayu bawang dengan tujuan peningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi yang mendukung industri perkayuan. Luas demplot terbangun adalah 0,5 ha. Sampai 2013 diperoleh data diameter rata3 rata 10 cm dengan riap 2,5 cm /tahun dan keberhasilan pertumbuhan hingga 10%. Jenis ini tingkat adaftabilitasnya rendah terhadap site, kondisi lingkungan dan cuaca yang relative panas pada musim kemarau sehingga sebagian besar tanaman layu dan mati kekeringan 4.
Silvikultur Jenis Bambang Lanang
Pengembangan Bambang lanang (Michelia camphaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan, manfaatnya sebagai bahan bangunan. Pertumbuhannya cepat dan kayunya berkualitas kelas kuat II. Jenis ini telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat setempat karena kayunya kuat dan awet. 5.
Uji Jenis (Species trial)
Kegiatan uji jenis bertujuan untuk menguji atau mengetahui adaptibilitas/kesesuaian tumbuh berbagai jenis tanaman yang diuji untuk dikembangkan di HP lampung. Jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan antara lain H. Mengarawan, M. camphaca, S. Belangeran dan Aghatis sp.
9
a).
b).
c).
d).
Gambar 5. a). Tegakan Tembesu (F. Fragans), b). Tanaman kayu bawang, c). Bambang Lanang (M. camphaca) dan d). Suren (Toona sureni) 6.
Pembangunan Tegakan Benih
Keberhasilan pembangunan hutan tanaman salah satunya ditentukan oleh keberhasilan dalam penyediaan benih bermutu tinggi yang unggul secara genetik dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Benih bermutu ini hanya dapat diperoleh dari sumber benih yang dikelola dengan baik dan telah melalui penerapan kaidah pengetahuan pemuliaan pohon dalam pengeGambar 6. Mahoni (S. Macrophylla) lolaannya. Berkaitan dengan kebutuhan tersebut, di Way Hanakau telah dibangun Tegakan benih teridentifikasi dari jenis S. macrophylla dengan luas 2 ha, tahun tanam Desember 2009.
10
7.
Arboretum
Arboretum merupakan koleksi botani yang khusus diisi dengan jenis pepohonan. Keanekaragaman kultivar pohon diwakili di dalamnya, sehingga dapat berfungsi sebagai kebun plasma nutfah pepohonan. Arboretum dapat digunakan sebagai sarana pendidikan, latihan dan penelitian tentang Dendrologi, Fenologi, Taxonomi, Biologi maupun Silvikultur. Di HP Way Hanakau telah dibangun Arboretum dengan jumlah koleksi 20 jenis. Empat di antaranya adalah dari jenis P. canescens, S. belangeran, A. malaqcencis, dan Litsea sp. Sungkai (Peronema canescens Jack) sering disebut sebagai jati sabrang, termasuk ke dalam famili Verbenaceae (Heyne, 1987). Tinggi pohon dapat mencapai 20–30 m dan diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir, dan ranting penuh bulu halus. Penyebaran tempat tumbuh di daerah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Tempat tumbuh utama sungkai di hutan sekunder yang berair dan kadang-kadang terdapat juga di hutan sekunder yang kering, akan tetapi tidak dijumpai di hutan primer serta daerah yang periodik tergenang air. Sungkai umumnya tumbuh baik pada ketinggian 0 600 meter dengan tipe iklim A - C menurut tipe curah hujan Schmidt dan Ferguson. Kayu sungkai termasuk dalam kelas awet III dan kelas kuat II-III, berat jenis 0,53 - 0,73. Pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan, furniture, laintai, papan dinding, patung, ukiran, kerajinan tangan dan finir mewah. Disamping itu, daunnya dapat dipergunakan sebagai obat penyakit gigi dan untuk menurunkan demam panas. Shorea balangeran Korth Burck. merupakan salah satu anggota genus Shorea dari famili Dipterocarpaceae. Jenis ini merupakan pohon yang besar dan mampu mencapai tinggi 20 - 25 meter dengan tinggi bebas cabang sekitar 15 meter, diameter 50 cm dan tidak berbanir. Dalam dunia perdagangan termasuk kelompok meranti merah dan mempunyai nama daerah yang beraneka ragam. Di Sumatera dikenal dengan nama belangeran, belangir, belangiran atau melangir. Sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama balaingiran, kahoi, kahui atau kawi (Wibisono et al., 2005). Balangeran mempunyai musim 11
berbunga dan berbuah yang tidak terjadi setiap tahun dan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat. Jika berbunga dan berbuah umumnya terjadi di yaitu pada bulan Februari - Juni (Wibisono et al., 2005). Jenis ini tersebar di hutan primer tropis basah yang sewaktu-waktu tergenang air, di rawa atau di pinggir sungai, pada tanah berpasir, tanah gambut atau tanah liat dengan tipe curah hujan A – B, ketinggian tempatnya sekitar 0 - 100 meter dol. Jenis ini merupakan jenis lokal dan penyebarannya meliputi daerah Bangka, Belitung, Kalimantan dan Sumatera (Wibisono et al., 2005). Jenis tanaman gaharu yang dijadikan tanaman koleksi adalah dari jenis Aquilaria malaccensis Lamk). Aquilaria malaccensis Lamk) mempunyai nama daerah yang berbeda-beda, di Sumatera dikenal dengan nama Ahir, Gaharu, Garu, Halim, Karas, Mengkaras, Kereh dan Sengkirak sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama Aru, Gambil, Karas dan Sigi-sigi (Rayan et al., 1997, Sidiyasa, 1986; Sumarna et al., 2001). Di Indonesia pohon gaharu terdapat hampir di seluruh wilayah Sumatera meliputi: Sumatera Selatan, Bangka, Jambi, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara (Heyne, 1986; Rayan et al., 1997). Di Sumatera Selatan jenis yang paling banyak dijumpai adalah jenis A. malaccensis Lamk, merupakan jenis penghasil gaharu dengan kualitas terbaik (Situmorang, 2002). Gaharu dapat tumbuh baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang dan ekstrim. Khusus A. malaccensis Lamk tumbuh di hutan primer dan sekunder terutama dataran rendah, lerenglereng bukit sampai ketinggian 750 m dari permukaan laut dengan drainase yang baik, pada hutan bertipe iklim A – B dengan kelembapan 80% dan suhu 0 udara 24 – 32 C dengan curah hujan rata-rata tahunan 2000 – 4000 mm/tahun (Whitmore, 1972 dan Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan, 2004). Gaharu termasuk jenis hasil hutan non kayu (HHNK) yang bernilai ekonomi tinggi dengan produk gubalnya yang mengandung damar wangi (aromatic resin).
12
a).
Gambar 6.
b).
c). d). Beberapa jenis tanaman yang dikoleksi di Arboretum HP Way Hanakau: a). Sungkai (Peronema canescens Jack), b). Belangeran (Shorea balangeran), c). Aquilaria malaccensis Lamk dan d). Medang (Litsea spp)
Nama medang (Litsea spp) berlaku untuk semua jenis kayu dalam famili Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, panjang batang bebas cabang 10-25 m, diameter bisa mencapai ukuran 90 cm. Batang pada umumnya berdiri tegak, berbentuk silindris, kulit luar berwarna kelabu, kelabu-coklat, coklat-merah sampai merah tua, kadang-kadang beralur dangkal atau mengelupas kecil-kecil. Pohon yang terdapat di hutan alam tidak diketahui dengan pasti masa berbunga dan berbuahnya. Di Sumatera musim berbuah terjadi pada bulan Nopember, sedangkan di Jawa pada bulan Juni sampai Desember (Martawijaya et al., 2005). Jenis ini menyebar di seluruh 13
Indonesia, tumbuh pada daratan kering, di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 100-1200 m dpl. Permudaan alam terdapat dalam hutan primer, sekunder atau areal bekas eksploitasi. Permudaan buatan dilakukan dengan biji yang terlebih dahulu disemaikan dalam bedengan, kemudian anakan dipindahkan dalam bumbung atau kantong plastik. Penanaman dapat juga dilakukan dengan menggunakan stump. Jarak tanam yang lazim dipakai adalah 3 x 4 m (Martawijaya et al., 2005). Kayu medang termasuk kelas awet II - IV. Jenis kayu medang yang kurang awet biasanya dipakai untuk membuat papan dan kano, sedangkan jenis yang lebih awet dapat dipakai untuk tiang, balok dan rusuk. Kayu medang memiliki banyak jenis yang cocok untuk barang kerajinan (Martawijaya et al., 2005).
F.
Organisasi dan Sarana Prasarana Pendukung
Pengelolaan Hutan Penelitian Lampung berada di bawah koordinasi Seksi Sarana Penelitian dan ditunjuk 1 (satu) orang Koordinator Lapangan yang mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di tiga Hutan Penelitian di Lampung. Di masing-masing Hutan Penelitian ditempatkan beberapa SDM, dimana di HP Way Hanakau ditempatkan satu orang PNS (Sudrajat, Gol. II.c) dan dibantu oleh satu orang staff honorer (Joko Suranto). Sarana dan prasana yang tersedia sebagai penunjang kegiatan penelitian maupun pengembangan di HP Way Hanakau meliputi 1 weerkit (rumah kerja) dan 1 unit kendaraan roda 2.
Gambar 7. SDM dan sarana kendaraan dan weerkit di HP Way Hanakau
14
III. HUTAN PENELITIAN TANJUNG AGUNG A.
Lokasi dan Aksesibilitas
Kebun Penelitian Tanjung Agung secara geografis terletak pada koordinat o o 08 30’00” LS 104 30’00” BT. Berdasarkan wilayah pemangkuan hutan termasuk RPH Tanjungan, Kalianda dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Lampung Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Sedangkan berdasarkan administrasi pemerintahan, berada di Desa Tanjung Agung, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan. Provinsi Lampung dengan luas 23,5 ha.
Gambar 8. Peta Lokasi HP Tanjung Agung
B.
Aksesibilitas ke lokasi KP Tanjung Agung cukup baik dan dapat ditempuh melalui jalan darat dengan kendaraan roda 4. Jarak dari kota Tanjung Karang ± 58 km dengan waktu tempuh ± 2-2,5 jam, sementara dari Palembang berjarak ± 490 km dengan waktu tempuh 11 jam.
Tanah, Topografi dan Iklim
Berdasarkan peta tanah Lampung dengan skala 1 : 1.000.000, jenis tanah yang mendominasi adalah podsolik merah kuning (PMK) dengan bahan induk tufa masam. Topografi datar dan sedikit bergelombang dengan kelerengan 0%-10% dan ketinggian 135 m dpl.
C.
Vegetasi
Vegetasi penutup lahan di HP Tanjung Agung antara lain adalah berupa : meranti buaya (Shorea macrobalanos); damar (Shorea javanica); pinus (Pinus merkusii; Pinus caribaea dan Pinus ocarpa), sonokeling (Dalbergia latifolia), Ekaliptus (Eucalyptus macrophylla), Seminis (Shorea seminis); merawan (Hopea mangarawan), sungkai, (Peronema canescens), kemiri (Aleuritas mollucana), 15
puspa (Schima wallichii var bancana); kobaril (Hymenaea courbaril). Selain jenis tersebut diatas terdapat juga 12 jenis tanaman bambu seluas ± 8 ha.
b).
a).
D.
Gambar 9. a). Tegakan Merawan (Hopea mangarawan) dan b). koleksi dari 16 jenis Bambu, dua daya tarik di HP Tanjung Agung
Kultur Budaya dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
Masyarakat yang bermukim di sekitar KP Tanjung Agung terdiri dari penduduk asli setempat dan sebagian kecil pendatang dari suku Sunda dan Jawa. Tingkat pendidikan masyarakat umumnya berpendidikan dasar sampai menengah dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani padi dan kebun buah-buahan, seperti kelapa, pepaya dan coklat. Komoditas pertanian lain yang diusahakan berupa cabe dan sayuran. Tingkat Gambar 8. Selamat datang di pengetahuan masyarakat sekitar tenHP Tanjung Agung tang pentingnya keberadaan dan fungsi Hutan Penelitian Tanjung Agung cukup tinggi. Di HP Tanjung Agung juga terdapat 10 petani tumpangsari, yang mengusahakan tanaman hortikultura berupa tanaman cabe, sayuran dan jagung.
16
E.
Pengelolaan Hutan Penelitian Tanjung Agung
Di HP Tanjung Agung telah cukup banyak dilakukan kegiatan penelitian maupun pengembangan, sebagian besar dilakukan oleh Puskonser dan kemudian dilanjutkan oleh BPK Palembang. Luasan tegakan terbangun 17 ha dari luasan total 23,5 ha. Lahan yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan litbang sementara dimanfaatkan oleh petani dengan pola tumpangsari. Penelitian yang telah dilakukan adalah uji jenis antara lain jenis Kobaril (H. coubaril), Mahoni (S. macrophylla), Merawan (H. sangal), Meranti buaya (S. macrobalanos), Pinus (Pinus merkusi, P. Caribaea), Sonokeling (D. Latifolia) dan 18 jenis bambu dengan luas 7,5 ha. 1.
Korbaril (Hymenaea coubaril L.)
Hymeaea coubaril L. termasuk dalam genus Hymeaea dan famili Leguminosae. Jenis ini umumnya dikenal dengan nama coubaril, west Indian locust, jatoba, copal, gaupinol, (Boutelje, 1980 dalam Hendromono, 2001). Pohonnya berbatang bulat dan sebagian lurus, tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 40 m dengan diameter batang lebih dari 80 cm. Pohon korbaril mulai berbuah pada umur 7 tahun dengan musim berbunga pada bulan Maret - April dan Oktober - Desember, sedangkan buah mulai masak pada bulan Juni September atau Mei dan Juni. Pohon korbaril merupakan jenis eksotik, secara alami tumbuh di Mexico Selatan sampai dengan bagian utara Brazil, Bolivia dan Peru (Timber Research Development Association, 1980 dalam Hendromono, 2001). Korbaril tumbuh baik mulai dari daerah pantai sampai dengan ketinggian tempat 250 m dpl dan jenis tanah latosol coklat kemerahan dengan tipe iklim A - C menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson (Hendromono, 2001). Kayu teras korbaril termasuk indah dan padat, keras sekali, berwarna coklat tua atau merah jingga, sering bergaris (Heyne, 1987). Kayunya agak sulit dikerjakan, tetapi mudah diserut, dibubut dan dipolis. Tanaman ini juga menghasilkan getah (kopal) yang di tempat asalnya di Amerika Tengah dimanfaatkan untuk diperdagangkan di Inggris dan Amerika, terutama digunakan untuk bahan baku vernis.
17
2.
Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Mahoni (Swietenia macrophylla King) termasuk dalam famili Meliaceae. Memiliki sinonim Swietenia candolei Pittier, Swietenia krukovii Gleason, Swietenia belizensis Lundel. Di beberapa daerah di Indonesia Swietenia macrophylla King dikenal dengan nama mahoni. Pohon selalu hijau dengan tinggi antara 30 - 35 m. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Buah mahoni kering merekah, umumnya berbentuk kapsul bercuping 5, keras, panjang 12-15 (-22) cm, abu-abu coklat, halus dan setiap buah terdapat 35-45 biji. Menurut Martawijaya et al (1989) mahoni tersebar di seluruh wilayah Nusantara terutama di Pulau Jawa. Jenis ini memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan dijumpai mulai dari daerah yang rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl dan dapat tumbuh baik pada daerah bertipe iklim kering maupun basah, curah hujan antara 1.600-4.000 mm pertahun, tipe curah hujan A-D menurt klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Kayu mahoni memiliki kelas kuat II dan kelas awet II-III. Kayu mengerut sedikit sekali, mudah diolah dan berwarna indah. Kayu mahoni dapat digunakan untuk perkakas, bahan bangunan, venir, kayu lapis, mebel, perkapalan, percetakan, barang ke-rajinan seperti: patung, ukuran dan barang bubutan (Martawijaya et al., 1989) 3.
Merawan (Hopea mangarawan)
Hopea mangarawan termasuk dalam famili Depterocarpaceae, mempunyai nama daerah cukup banyak di antaranya adalah damar cermin, damar lilin, damar mata kucing, mengarawan, ngerawan, tengerawan. Tinggi pohon dapat mencapai 30-40 m, panjang batang bebas cabang 15-25 m, diameter 75-150 cm, berbanir dengan tinggi 1-3 m, mengeluarkan damar berwarna jernih, putih, kuning sampai kuning tua. Kulit luar berwarna kelabu-coklat, coklat sampai hitam, beralur dangkal. Tekstur kayu halus sampai agak halus dan merata. Kayu merawan secara umum termasuk kelas awet II-III. Daya tahan kayu terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas IV. Merawan tumbuh di dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B pada daratan kering atau rawa-rawa, pada tanah pasir, tanah liat atau
18
tanah berbatu-batu dengan ketinggian tempat sampai 1000 m dpl. Permudaan alam banyak terdapat di dalam hutan primer maupun sekunder. Pohon berbuah 2-3 tahun sekali pada bulan Januari-Maret dan kayu merawan banyak digunakan untuk balok, tiang dan papan pada bangunan perumahan, juga dapat dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kulit dan lain-lain), tong air, ambang jendela, kerangka rumah, talenan dan barang bubutan. Kayu merawan secara umum mudah dikerjakan, baik digergaji, diserut, dibor, dibubut maupun dibelah.
b).
a).
c).
Gambar 10. a). Tegakan Kobaril, b). Mahoni dan c). Mangarawan 4.
Budidaya Bambu
Tumbuhan bambu merupakan salah satu sumberdaya hutan non kayu. Tumbuhan ini termasuk ke dalam famili Graminae. Bambu dapat hidup pada berbagai tipe iklim mulai dari tipe A, B, C, D sampai E, dari iklim basah sampai iklim kering. Gambar 11. Tanaman Bambu di HP Tanjung Agung Tumbuhan ini membutuhkan banyak air sehingga banyak bambu tumbuh dipinggir-pinggir sungai (Sutiyono et al., 1992). Bambu mempunyai beragam 19
manfaat dari segi ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi, bambu dapat dimanfaatkan untuk sumber pangan, bahan untuk peralatan dapur, hiasan/ kerajinan, perabotan rumah tangga hingga sebagai bahan bangunan rumah. Sedangkan secara ekologi merupakan jenis yang cocok untuk konservasi tanah dan air terutama pada tanah-tanah miring yang rawan longsor. Vegetasi bambu juga berdaya serap karbon sangat besar, karena memiliki kemampuan fotosintesis yang efisien. Dalam pembahasan di Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark, baru-baru ini, penanaman bambu diupayakan masuk dalam program Alih Guna Lahan dan Kehutanan (LULUCF), serta Reduksi Emisi dari Perusakan Hutan dan Degradasi Lahan (REDD) (Kompas 2 Feb 2010).
F.
Organisasi dan Sarana Prasarana Pendukung
Sama dengan HP Way Hanakau, pengelola Hutan Penelitian di HP Tanjung Agung berada di bawah koordinasi Seksi Sarana Penelitian dan Koordinator Lapangan yang mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. Di HP Tanjung Agung ditempatkan 2 orang PNS, meliputi Mbue Ginting (Gol III.b) dan Acu (Gol II.b). Di HP Tanjung Agung terdapat 2 unit werkeet, permanen dan semi permanen.
Gambar 12. SDM dan sarana weerkit di HP Tanjung Agung
20
IV. HUTAN PENELITIAN SUKAPURA A.
Lokasi dan Aksesibilitas
Berdasarkan administrasi pemerintahan, HP Sukapura berada di Desa Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Provinsi Lampung. Luas Kebun Penelitian 36 ha sedangkan status lahan merupakan kawasan hutan lindung (Register 34). Aksesibilitas ke lokasi HP Sukapura cukup baik, dapat ditempuh melalui jalan darat dengan kendaraan roda 4. Jarak Tanjung KarangSukapura ± 190 km dengan waktu tempuh ± 4 - 5 jam, PalembangSukapura ± 346 km dengan waktu tempuh 7 - 8 jam. HP Sukapura berjarak ± 40 km dari HP Way Hanakau dengan waktu tempuh ± 1,5 - 2 jam.
B.
Gambar 13. Peta lokasi HP Sukapura
Tanah, Topografi dan Iklim
Berdasarkan peta tanah Sumatera Selatan, jenis tanah yang mendominasi adalah podsolik merah kuning (PMK) dan topografi dari landai sampai curam dengan kelerengan 9% - 40% serta ketinggian 350 m dpl.
C.
Vegetasi
Vegetasi penutup lahan di HP Sukapura antara lain berupa Pinus (Pinus merkusii), (Pinus caribaea), mahoni (Swietenia macrophylla), sungkai (Peronema canescens), kayu afrika (Maesopsis eminii), kayu bawang (Dysoxylum mollissimum) dan kopi (Coffea sp). Lahan sebagian besar (90%) telah diokupasi oleh masyarakat lokal untuk menanam tanaman kopi.
21
b)
a).
D.
Gambar 13. a). Tegakan Pinus tahun tanam 1993 dengan luas 10 ha dan b). okupasi lahan dengan pertanaman kopi seluas 26 ha
Kultur Budaya dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
Masyarakat yang bermukim di sekitar HP Sukapura terdiri dari penduduk asli setempat dan sebagian kecil pendatang dari suku sunda dan jawa. Masyarakat umumnya berpendidikan dasar sampai menengah dan bermata pencaharian sebagai petani kopi. Komoditas pertanian lain yang diusahakan antara lain: padi, sayuran dan ikan. Tekanan terhadap lahan HP Sukapura cukup tinggi, dimana masyarakat cenderung untuk menguasai lahan yang telah diokupasi. Pemahaman bahwa HP Sukapura sebagai kawasan hutan sangat sulit dibangun dalam persepsi masyarakat. Di samping itu, HP Sukapura yang berada di jalur jalan Kabupaten antara Palembang dan Liwa mengalami okupasi bentuk lainnya, yaitu dengan berdirinya bangunan rumah dan toko. Paling tidak terdapat 11 buah bangunan yang terdapat di dalam HP Sukapura.
E.
Pengelolaan Hutan Penelitian Sukapura
Dari luas total HP Sukapura 36 ha, hanya 10 ha yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, selebihnya di okupasi oleh 49 orang peladang menjadi kebun kopi (Cofea sp). Kondisi yang demikian tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan kegiatan-kegiatan penelitian maupun pengembangan teknik budidaya kecuali dengan pola tumpangsari (Agroforestry).
22
Penelitian yang telah dilakukan adalah Penelitian Teknik Konservasi tanah dan air dengan menanam jenis Damar mata kucing (S. Javanica), Kemiri (A. Mollucana) dan Aren (Arenga pinnata, dengan luas 3 ha pada tahun 1995. Uji coba Provenance Pinus caribaea dan Uji caba Provenance Pinus oocarpa yang masing-masing dengan luas 1 ha tahun tanam 1994 dan 1995
F.
Organisasi dan Sarana Prasarana Pendukung
Sama dengan 2 Hutan Penelitian lainnya, pengelolaan Hutan Penelitian di HP Sukapura berada di bawah koordinasi Seksi Sarana Penelitian dan Koordinator Lapangan yang mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. Di HP Sukapura tidak memiliki sarana prasarana bangunan atau pendukung lainnya.
23
24
V. PERMASALAHAN UMUM DAN PROSPEK KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN A.
Permasalahan Umum
Permasalahan umum yang terdapat di tiga Hutan Penelitian Lampung adalah berkenaan dengan sejarah okupasi lahan serta keterbatasan SDM, pendanaan dan sarana prasarana pendukung. Salah satu dampak dari kondisi demikian adalah frekuensi dan kualitas kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan menjadi tidak optimal.
B.
Prospek Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Beberapa kegiatan penelitian yang menarik dilakukan di Hutan Penelitian di Lampung antara lain: 1.
Penelitian tentang manajemen konflik dan kultur budaya
Tingginya tingkat kebutuhan lahan memunculkan permasalahan umum tentang okupasi dan penguasaan lahan oleh masyarakat di sekitar, terutama yang terjadi di HP Sukapura. Dalam pengelolaan, BPK Palembang telah melakukan beberapa pendekatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Di HP Way Hanakau terdapat 63 orang petani yang telah dibina sejak September 2011, di HP Tanjung Agung terdapat 10 petani, di KP Sukapura terdapat 23 petani/peladang. Upaya pemberdayaan ini menunjukkan hasil yang cukup positif, namun dengan tingkat resistensi yang cukup beragam. Dengan kondisi tersedia demikian, kegiatan-kegiatan penelitian tentang manajemen konflik dan kultur budaya menjadi topik yang sangat menarik untuk dapat dilakukan di ketiga Hutan Penelitian Lampung. 2.
Konservasi jenis, species trial dan teknik-teknik silvikultur
Topik penelitian lain yang menarik dilakukan di Hutan Penelitian Lampung, khusus di Way Hanakau di antaranya penelitian tentang konservasi jenis eksitu dan insitu, uji coba jenis (spesias trial) untuk beberapa jenis dan penelitian-penelitian tentang teknik silvikultur tanaman. 25
26
VI. PENUTUP Dengan tersusunnya Booklet Tentang Kebun Penelitian Lampung, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi Hutan Penelitian Lampung saat ini, sekaligus sebagai bahan evaluasi penyempurnaan program kegiatan dan penganggaran yang akan datang. Pengelolaan Hutan Penelitian Lampung telah dan akan terus mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai salah satu upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan melalui penyediaan paket Iptek di bidang kehutanan. BPK Palembang terus melakukan peningkatan peranan dan fungsi Hutan Penelitian Lampung agar berdayaguna dan berhasil guna, namun tentunya perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dengan status pengelolaan yang kuat.
27
28
DAFTAR PUSTAKA Hendromono. 2001. Teknik Penanaman dan Pemeliharaan Hymenaea coubaryl L. Bdan Litbang Kehutanan Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Martawijaya, A., I. Kartasujaya., K. Kadir dan S. A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indoneisa Jilid I Balitbang Hasil Hutan. Balitbang Pertanian. Bogor. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Departemen Kehutanan. Jakarta. Rayan, Saridan, A., dan Yusliansyah. 1997. Sebaran Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Di daerah Mentoko dan Wanariset Samboja, Kalimantan Timur. Buletin Hasil Hutan Vol 12 No.1 tahun 1997. Samarinda. Sidiyasa, K. 1986. Jenis- Jenis Gaharu di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 2 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Situmorang, J. 2002. Tak Dapat Dipalsukan. Trubus no. 387 hal. 111. PT. Trubus Swadaya. Jakarta. Sumarna, Y. Kosasih A.S. dan Mindawati N., 2001. Pembibitan Jenis Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). INFO Hutan No. 132 Tahun 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Sutiyono, 1992. Laju Pertumbuhan Teagakan Rumpun Empat Jenis Bambu Gigantochloa Asal Stek batang. Buletin Penelitian Kehutanan No.552. Departemen Kehutanan Wibisono, I.T.C, Labueni Siboro, I Nyoman N. dan Suryadiputra. 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan Gambut. Wetlands International. Bogor. Whitemore, T.C., 1972. Tree Flora of Malaysia. Amanual for Foresters vol. II Forestry Research Institute of Malaysia. Kepong.
29
30
Lampiran 1. Kegiatan yang telah dilakukan di HP. Way Hanakau No. 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kegiatan Penelitian/ Pengembangan Penanaman jenis tembesu (F. fragrans) Penanaman jenis mahoni (S. macrophylla) dari hasil tegakan benih teridentifikasi Benakat Penanaman Jenis Bambang lanang (M. camphaca) Penanaman Jenis blangeran (S. belangeran) Penanaman Kayu bawang (D. Mollisimum) Penanaman merawan (Hopea sangal) Penanaman jenis kayu afrika (M. eminii) Penanaman jenis mahoni (S. macrophylla) Penanaman jenis korbaril (Hymenaea coubaril) Penanaman jenis suren (Toona sureni) Arboretum Tanaman batas areal (jenis campuran)
Luas(ha)/ Th tanam 1,5 /2003 2 /2009
Lahan yg belum dikelola
86
0,5/2010 1,5/2010
Keterangan
Mati total karena kekeringan Mati total karena kekeringan
1,5 /2011 0,5/2011 0,5/2009 0,5/2009 0,5/2009 0,5/2009 2,5 /2009 2010 -
Lampiran 2 Tahun 2010 – 2011 450 tanaman Ditumpangsari dengan tanaman ubi kayu oleh masyarakat
31
Lampiran 2. Pertumbuhan rata-rata tinggi, diameter dan persen hidup tanaman Arboretum di HP Way Hanakau Lampung, umur 2,6 tahun (thn tanam Des 2009)
No
Jenis Tanaman 0
1
Belangeran (Shorea belangeran)
2
Merawan (Hopea mengarawan)
3
Leprosula (Shorea leprosula)
4
Gaharu (Aquilaria malaccensis)
5 6 7
167,49
Tinggi
Diameter
Jumlah
Persen
(cm)
(mm)
Tan. (N)
Hidup (%)
1
∑
0
1
∑
0
1
0
1
192,50
25,01
16,00
21,33
5,33
47
50
94
100*
179,06
17,78
19,43
23,95
4,52
50
50
100
100
76,07
79,53
3,46
7,97
9,91
1,94
15
15
30
30*
159,76
199,81
40,05
20,19
26,41
6,22
45
47
90
94
Meranti buaya (S. macrobalanos)
61,96
81,54
19,58
7,45
9,22
1,77
47
50
94
100*
Ovalis (Shorea ovalis)
66,20
66,20
0,00
10,00
10,06
0,06
5
5
10
10 *
Sungkai (Peronema canescens)
153,87
230,47
76,60
44,53
58,14
13,61
46
47
92
94 *
8
Tembesu (Fagraea fragrans)
208,83
246,78
37,95
35,82
45,51
9,69
42
49
84
9
Kobaril (Hymenaea coubaril)
209,72
298,58
88,86
39,05
56,12
17,07
50
50
100
100
10
Kepuh (Sterculia foetida)
145,36
260,17
114,81
36,65
59,41
22,76
50
48
100
96
11
Salam (Sizygium foliantum)
195,52
285,81
90,29
36,05
51,61
15,56
48
47
96
94
12
Pulai (Alstonia angustiloba)
196,83
264,96
68,13
52,76
68,01
15,25
40
48
80
96 *
13
Bambang lanang (M. camphaca)
181,00
186,60
5,60
30,53
38,50
7,97
5
5
10
14
Nyamplung (C. inophyllum)
237,08
327,36
90,28
31,47
48,45
16,98
50
50
100
15
Medang telo (Litsea sp)
117,33
156,90
39,57
18,12
25,27
7,15
26
26
52
52 *
16
Medang putih (Litsea sp)
155,16
205,46
50,30
21,19
31,19
10,00
43
46
86
92 *
161,28
Keterangan : 1 = Pengukuran ke 0 (Nopember 2011, sebagai data awal) ∑ = Jumlah Pertambahan Tinggi & Diameter
98 *
10* 100
2 = Pengukuran ke 1 (Mei 2012) * = Penyulaman
33
34
Lampiran 3. Kegiatan yang telah dan sedang dilakukan di KP. Tanjung Agung No. 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24
Kegiatan Penelitian/ Pengembangan Penanaman Pinus merkusii Penanaman Pinus caribaea Penanaman Pinus caribaea Penanaman Pinus merkusii Penanaman Shorea macrobalanos Penanaman Shorea seminis Penanaman Dalbergia latifolia Penanaman Peronema canescens Penanaman Alereuitas mollucana Penanaman Hopea sangal Penanaman Dalbergia latifolia Penanaman Eucalyptus sp Penanaman Hymenaea cuorbaril Penanaman Shorea javanica Penanaman Schima wallichii Penanaman Bambu 18 jenis Penanaman Mahoni (S. Macrophylla) tegakan benih teridentifikasi dari Benakat Kebun Pangkas (S. Javanica & S. Seminis) Penanaman Fragraea fragrans Penanaman tembesu (Fragraea fragrans) Penanaman Miechelia camphaca Tanaman batas areal (jenis campuran) Lahan yg belum dikelola
Luas(ha)/ Th tanam 1/1974 0,5/1979 1 /1980 1 /1980 0,25/1980 0,15/1980 0,5 /1980 0,3/1980 0,5/1980 0,5/1981 0,5/1982 0,5/1983 1 /1983 1/1989 0,5/1994 8/96 & 99 1,5/2003
0,1/2003 0,5/2011 0,5/2011 0,5/2012 2008 6
Keterangan
Baru 200 tanaman Dimanfaatkan oleh petani setempat untuk tumpangsari tanaman musiman
35
36
Lampiran 4. Jenis tanaman bambu di KP Tanjung Agung Nomor
Nama lokal
Nama latin
1
Bambu Duri
Bambusa blumeana
2.
Bambu Suling
Bambusa sp
3.
Bambu Ampel Kuning
Bambusa vulgaris var striata
4.
Bambu Lemang
Schizostachyum blumei
5.
Bambu Betung
Dendrocalamus asper
6.
Bambu Apus
Gigantochloa apus Kurz
7.
Bambu Hitam
Gigantochloa atroviolacea
8.
Bambu Beting
Gigantochloa levis
9.
Bambu Andong
Gigantochloa pseudoarundinaceae
10.
Bambu Mayan
Gigantochloa Robusta Kurz
11
Bambu Tutul
Bambusa maculate
12.
Bambu Ampel Hijau
Bambusa vulgaris var pitata
13.
Bambu Ampel Besar
Bambusa pulgaris sp
14.
Bambu Ater
Gigantochloa atter
15.
Bambu Pagar/Cendani
Bambusa glaucescens
16.
Bambu manggong
Gigantochloa manggong
17.
Bambu Pancing
37
38
Lampiran 5. Kegiatan yang telah dilakukan di KP. Sukapura No. 1
2 3 4 5 6 7 8
9 10
Kegiatan Penelitian/ Pengembangan Penanaman jenis S. Javanica, A. Mollucana dan A. Pinnata Penelitian Teknik Konservasi tanah dan air Uji caba Provenance Pinus caribaea Uji caba Provenance Pinus oocarpa Penanaman Mahoni (S. Macrophylla) Penanaman Kayu bawang (P. Javanicum) Penanaman kayu afrika (M. eminii) Penanaman Shorea javanica Penanaman Pinang (Palmae sp) Penanaman campuran (A. scholaris, Toona sureni dan M. camphaca) Tanaman batas areal (jenis campuran) Lahan yg belum dikelola
Luas(ha)/ Th tanam 3 /1995
1/1994 1/1995 0,5/1996 1,5/2003
Keterangan Tegakan yg tersisa jenis S. Javanica
Tanaman sisa 144 tanaman/ 2008
0,5/2006 0,5/1987 0,2/2007 3 /2008 2008 0
Baru 100 tanaman Diokupasi oleh masyarakat sekitar untuk ladang kopi
39
40
Lampiran 6. Peta lokasi Hutan Penelitian Way Hanakau
41
42
Lampiran 7. Peta Lokasi Hutan Penelitian Tanjung Agung
Lampiran 8. Peta Lokasi Hutan Penelitian Sukapura
43
44