179
•
PE'N ANGANAN PERKARA MASA OEPAN : KE ARAH PUBLIC INTEREST LITIGATION * .
Oleh : Luhut M. P. Panga1ribuan
•
..
..
---. .
Adanya a~gapan bahwa kekurangan-kekurang- ; . . . · . ( . •' an dabm administrasi teknis peradibn ada"" < . . ' · ............... . sesuatu ya~ "biasa" mebcarbebkangi pro!eS peiii> negakan hukwlI di pengadibn ya~ beljabn udall ...../ sesuai dengan ke~ntuan-ke~ntuan yangberlaku. . : . Petugas-petugas adminisfrasi pengadilan yang d_
perorangan maupun Jembaga ullsyarakat ya. . i ·.•. konsisten untuk melakd
Praktek penegakan hukwn di pengadilan kita dewasa ini mengalami ken)Btaanken)'
* Disampaikan dalam "Di9<Usi Poia Penanganan Kasus di LBH I
Ujung Pan:lang
Inspeksi mendadak (sidak) yang diprakarSli Menteri Kehakiman RI Ismail Saleh agakn)'
'. Hukum dan Pembaizgunan .
180
apabila mi~ln)'
-
•
. ,*-
.
-
. '
•
•
-
'
•
-
•
'
.
'
•
.
•
.
'
•
.2 Dalampasallla)'
,
,
,
Pemngamn
,
181 ,
•
,
Dalam situasi ini hakim berada dalam loyalitas jamak. Sehingga situasi ini pasti akan mempengaruhi sikap dan pola perilaku mereka sehari-hari dalam merijal nkan . surat edaran (SEMA) daripida Undang-Undang. Sebagai salah satu implikasinya adalah kreatifitas dan inisiatif yang melekat pida independensi jabatan itu tidak tumbuh. Karenanya jarang suatu putllsan hakim rnenjadi bahan studi karenamengandung pertirnbangan-pertimbangan baru (recht vindi;,g) .dan fundamentaL Pada ' . saat yang sarna berartijuga jalannya suatu persidangan akan tidak sesuai dengan makstd U rrlang-U rrlang, rasa keadilan rnasyarilkat tidak terpenuhi. Dengan kata laindapat disebut mekanisme peradilan sebagaimana diaturdalam Undang-Undang tidak beIjalan rnacet. .•. . , . . .. . . :,QCSamping independenSi,itu, Hakiin~bakim ~~ta)ug~
.
"
-
-.
.
,
".,"~'-.''F''''
'~'.'-;',
,.'.-~"- -
,)s:~a,I;DRuaJ;l; H, aklm. Ka,~epa
f4~?~·kab;~ulliP seJllua~
., . .
•
'
~
""
•
~.
~
> .,
.
.-
,
_.
"
., " ,~~ baIiwa 'ooslP8
.. '.'
.[ '1\:pa'.yaii,g ,teijadidalam praktek .se~ ·
.
Wr;lnan yangilih!}rapkan(role ,expectionY ' meii~~ilg a~inin~s,.;; ,($Sipfadilan (khususnya dalam .' .....' " ,., . ~¢te~'-sebagai'abdr masy.iraia6iaO:'~a.rus , memb~ri .' ," " . . '. " ' . . ,. '" ¥an,l.proses ~anf merika ja,lan'kin. JustI1l :ying , . , , " . " . " .' . , " " seb~ai, ' '~panitur negara'yang melakukan ,:'budaya ', '. _ ," , , Hakim dan'Panitenl sudah ada yang menjadi narapidaria. Demikianjuga adanya rasa sinis • ni~ya,rakaHei'hadap pengadilan' . " ." . ,$lilt :' . iliperkarilkan sidalah kambing tetaPl . ~panjniadalil.h·kQntekstual dalam arti,merQ:pitkari ~ruljnan pet:tgalaman 'mereka'
----
" ~ '
5· Masa lah ini muncul pada symposium PERSAHI tanggalll-12 Desember 1986 d{ Yogyakarta. Menteri Kehakiman RI Ismail Saleh dalam sambutannya menyatakan:' ......... dengan kecewa saya melihat bahwa usaha yang dilakukan untuk memperbal)arui pendidikan hukumkita, masih tetap juga mengikuti pola pendidikan hukum dari jaman sebelum perang. Ia samasekali tidak mencemlinkan , pembaharuan dari yang amat menyedihkan lagi ialah pendidikan hukum kita · pada umumnya tidak berfariasi pada pembangunan nasional.. ....... "
.
Hukum dan Pembangunan
182
berunmndengan pengadilan. Mereka disini tidak saja masyarakai biasa tetapijuga beberatu (yang agak terluka) dari urusan penegakhukum itu sendiri. . . ~yataan-kenyataan di atas teIah membawa konsekuensi-konsekuensi yang-lain dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena bany.tk kalangan rnasyarakat missexpectation dengan mekanisme peradilan -- karena disana-sini menunjukkan ketidak , Ianearan - sehingga mendorong rnasyarakat untuk meneari alternatif yang lebih memberi:pengayom' sesuai dengan aspirasi keadilan mereka. Alternatif yang ditampilkan dari berbagai. kasus yang terjadi menunjukan hasil~guna dan daya-guna yang , . memuaskan, setidak-tidaknya dari sisi yang melakl'kan 6 Dalam kaitan iIii belum relevan untuk menilai validitas dari tindakan tetapi semata-mata tujuan yang hendak dieapai. Jadi dilihat dari pencapaian tujuan tumbuh suatu nilai bilarnana saluran . fOlmal tidak mendukung untuk merealisasikannya ataupun menganduqg ekonomi biaya tinggi, maka terobosan dapat ditempuh tantu memperlihatkan keabsahannya . . Bila kita berpikir . negatif ~serta merta. kita akan menanggapi' kenyataaIl di a:tas sebagai'tindakan rna in hakim sendid (eigenriehtig)' ..Seeara formal pendapat ini benar, tetapi kebenaran formal urnumnya tidakmengandung hajat hidup orang banyak sehingga dalam praktek menjadi . kontrover~ial; karena : pertbta, suatu fOlillalitas memerlukan birokratisasi, hal inibernrti ~ktu' dan biaya (tinggi). Hanya orang-orang tertentu saja yang rnampu mengusahakan biaya yang besar. Kedua, suatu formalitas seIalu didasarkan tuda,ketentuall tertulis (misal UU). Adalah k.enyataan bahwa proses pembuatan suatuketentuan banyak dipengaruhi otehjaringan kepentingan-kepentingan tertentu yang ada dahim masyarakat. Jaringan kepentblgan ini secara sosiologis menjadi suatu kekuatan penekan yang agak teroganisasi. Slehingga rnereka akan bereaksi rnanakalasuatu ketentuan tidakmencerminkan . danlatau mengancam kepentingan kelompoknya. Dan orang kebanyakan (miskin dan buta hukum) tidak tellllasuk dalam golongan di atas. . Sehingga dari argumentasi di atas dapat dikatakan bahwa menggali prinsip-prinsip YIlng sah dari terobosan yang dikemukakan di atas adalah absah untuk dilakukan. Slenafas dengan hal ini adaIah ketentuan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Ke. . hakiman (00 14/1970) juga dirhana mewajibkan pengadilan (Hakim) untuk me~ikuti dan menggali niIai-nilai yang hidup di tengah-ttmgah masyarakat T. Hal ini . -"
,
'
.
,
6 Dalam hubungan ini dapat diajukan sebagai eontoh organisasi keamanan swasta beberapa waktu yang lalu seperti PREM'S lebih efektif untuk menyelesaikan hutang piutangdaripida berperkara lewat Pengadilan dan seterusnya. 7 Dalam pasal27 UU 14/ 1970 ayat 1 ditentukan bahwa "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan mernahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam penjelasan ketentuan itu disebutkan "Dalam IIRsyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masy.t ra kat pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumusan dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan raky.tt. Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah lIRsy.trakat untuk mengenaJ, merasakan dan IIRmpU men)Clami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian Hakim dapat memberi keputu S3 n yang sesuai dengan hukum dan sara keadilan rnasy.trakat. ,
•
Penanganan
183
•
Il1-embuktikan bahwa kebenaran bentuk (formal) dalam arti atas dasar aturan tertulis b¢lumlah memadai, tetapi harus mengandung aspirasi yang hidup di tengah masya~kat itu (subtansial). Dengan demikian ap'ilbila proses pengadilan dalam kenyataan- . ntya meriunjukkan tidak mendukung ke arali pemerataan keadilan pada satu masa ' t~rtentu maka wajarlah kalau masyarakat .mencari alternatif yang lebih responsif stbagai & uatu strategi penanganan. Wajar dalam~arti sebagai Teaksi logis dari suatu . . . . ~ndisi yang mendomiilasi pota-pola perilaJ
•
•
Hal-hal ya~ diJakukan dan bisa .dilakukan o.1eh lembaga pemberi bantuan hukuln juga tidllk ditentukan olehnyasendiri, 'melainkan senantiasa dataDl, hupi:mgatf ~tenuk denglUl' administrasipen)elengga~aJ,l ' ke4dilaIlSePerti:' '. ,". kepolisili.h, kejaksaandan pengadill!Ii;. I:lu~'ungariSistemik4lrsebut menunjuk· b .n bahwa~as{ng-masing padanserta le~haga #dakbisa lJlengisolasi dirinya" terhadapyahg lain~ (Jangg' u an; guncangan 'sena.kerusuhan pada satu ~mpat , . . . akan metnberikan dampaknyakepada yang lain..Bagaimana pun saya kira pepgaQibui lrnasib,. mel}empati suatu keduduka~ kbusus dalam administmsi keIlQilan, . }cpilstjsnya ctaiam' ,huboogan dengan 1¢Q:lbaga~lembaga ' bantwn hum. A~bila ~da .hubUngan yangbetsifat keterga~'mgao, mab . . b . tuan .h~u~"Dasib banyak terganturig 'dari' kwlitas: ~eriape~adiIaR kektasaan untuk melakukan pengawasan terhadaP yang laiIi itu. Menyehatkan kembali administrasi keadilan kita merupakan salah satu cara yang perlu ;'
\.,
:
"
".
"
"
,"
,' .
,
.
8. ,Pendapat ini dituangkan dalam satu rilakalah yang disamraikan pada lokakarya yang diselenggarakan oleh LBH Semarang rada tanggal25 dan26 Februari 1988 di U ~aran , Semarang.
"
.
184
Hukwn dan Pemhangunan
ditempuh daJam rnilgka mememtakan keadilan. Hal-hal serta Iangkah-langkah yang perlu dilakukandalam mngka pen)ehatan tersebut meliputi aspek-aspek yang sangat luas, baik personil, struktur kaidah dan lain-lainnya sehingga memerlukan pembahasan tersendiri ..... ". .-
-~---
.
.
Dengan uniian ini menunjukkan bahwa rnaka serna kin penting untuk mencari jalan lain sebagai suatu stmtegi penanganan untuk pememtaan keadilan. Karena suatu keadilan tidaklah sah untuk ditunda arelagi hanya untuk sebagian omng. Tidak . . saja karena asasequality hanya untuk sebagian omng. Tidak saja karena,asa Ifquality • before the law, teta'Pij~a asas semsi,seimbang dan' selaras dalam butir Pa.ncasila. Dansecam teknisalokasi dana dandaya yangdilakukan tidak sia-sia. Jadi kebutuhan akan suatustmtegi penangananalternatif ini tidak saja sebagai sarana kritisJerhadap mekanisme proseduml yang ada, tetapi juga sekaligus sebagai upaya Illela yanan semaksimum mungkin untuk mencarei hasil dan pendayagunaan dana ya,ng telah ' dialokasikan pada saat tertentu. Keadaan di atas daret diduga ~- tentu rnasih perlu penelitian normatif secara , tersendiri - sebagai akibat dari susunan kekuasaan kehakiman kita dibangun tidak berdasar reda lembaga-lembaga yang sejak lama sudah dikenal dalam.berbagai . kelompok rnasyamkat kita. Jika kita baca UU 14/ 1970 jo. UU 2/ 1986. susunan kekuasaan kehakimandidasarkan pada faktorgeogmfis belaka; sejajar dengan sistim pemerintahan di daemh. .. Padahaldalam rnasyamkat kita sudah lama mengenallembaga-lembaga dan susunan : pengadilan sendiri dan pernah diakui. Secam sosiologis hal ini daret diartikan ~bagai . inowsi yang direksakan, sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Tetapi proses penyesuaian pada kehidupan baru tidak selalu berjalan mulus dan ceret. Demikian pula suatu penyesuaian secam formal daret disebut berhasil tetapi dalam kenyataan belum tentu. Bamngkali kehidupan kelembagaan pengadilan kita sedang bemda dalam proses pen)esuaian se perti ini. Sehingga namrek kumng bersahabat dengan m,sa keadila n rnasyamkat, sebagaimana terlihat dari kasus-kasus yang terjadi. Menurut U ndang-Un:lang yang rlisebutkan di atas, di setiap wilayah kabupaten diadakan satu pengadilan negeri dan di setiap propinsi diadakan satu pengadilan tinggi dan di ibukota negam diadakan satu mahkamah agung sebagai kekuasaan . kehakima n tertinggi (vide UU 14/ 1985 tentang Mahkamah Agung); Pengadilanpengadilan itu diisi oleh personil dari produk didikan yang mendapatkan ijazah formal pengalarnan, dengan pemngkat hukum acam yang sebahagian bemsal dari masyamkat Eropa dengan proses kolonialisasi. Sebahagian lagi sudah diperbaharui dengan sistim dan dasar filosofis yang lain : 9 . • Sehingga jadilah kelompok hukum acamkita itu bersumber pada dasr sosiologi, filosofi danjuridik yang berbeda; yang sangat mungkin satu sarna lain kontradiktif. Dengan kondisi seperti inilah proses ' penegakan hukum dijalankan. Oleh karena itu daret dibayangkan betapa jalannya law enforcement dan law maintenance kita itu akan sangat improvisatorif. ,
,
9 Misalnya hukum acam perdata masih diatur dalam HIR, sedangkan untuk acara . pidana telah diatur dalam KUHAP. ,
,
.
Penanganan
185
• . ..
---
•
~
.
Kalau kita baca bebemlll litem1ur 10': ;yang menulis tentang rIBsyarakat kita sebelum dan pada saat adanya kolonlalisasi dimana antara lain digambarkan juga . tentang lembaga penyelesaian suatu perselisihan (settlement of legal dispute) atau semacamnya, dalampmktek penegakan hUkutl1 lembaga itu mendalllt temlllt. Dalam pasal3a RO ditentukan bahwa (1) perkara-perkara yangpemeriksaannya menuruthukum adat menjadi wewenang hukum dari rnasyarakat hukumkecil-kecil (hakim-hakim desa) tetap diserahkan ke{lida pemeriksaan mereka itu, (2) ajnyang , ditentukan dalain ayat dimuka ini sekali-kali tidak mengurangi wewenang dari pihak-pihak untuk setiap waktu menyerahkan perkaranya kelllda pemutusan Hakim-hakim yang dirnaksud dalam lllsal 1, 2 dan 3, (3) Hakim-hakim yang dirnaksud dalam ayat pertarna mengadili menurut hukum adat. ,kecil). Di kep~lawin Maluku dikenaldengan "negrorijrecbbarik". Di Talllnuli, Selatan dilakuklln oleh kepala masyarakat Tetapijustru r,telah zaman post-kblonialisasi peranan l~mbaga itu tidak namJ;8k. Dugaan yang J'l\ling kuat penyebabnya adalah Karenaadanya keinginan yang sangat ra<,liklil utnuk 'lcesatuan :dan , persatuan' lllQa awal-awal kemerdekaan . termasuk bidang hukum; danl atau sekedar mengisi kekosongan bukum yang karena pemerintaban masib ba,ru belum sempat untuk' membuatnya sendiri, tanpi memperhatikan im pilkasi-impIikasiriya kern udian. · . ..:" . Keadaan. ter~khir ini terc,ermindliri . per-U IIi a ng-Yirl a ngllil, ~g menyatakan . perangkat peraturan hrikum acaraitu: ~ih aka~ ,,'.Pi! II . . ' ' . dengan perubaban disana-sini,dan sifatllya sebagai pedom~n: II' / . Dalam'kont~ks .yang demikian, mengapi saluranttUtUWl selalu pis' .(sinkron) , untuk menanggapi hukum dan keadilan sekarang maka secara historis per-Uooangunda~gan seba~aiman~ disinggungsedikit diatas telab dalllt dijawab. Tetapi ketentuanjlir~sib wtap ada belum ada lcetentuan yangbaru, itulab soalnya buat kita ; sekarang. Selai~ dad adrninstrasi 'peradilan, kebebasan hukum dan politik bukum pemerintah di a~al kemerdekaan (dimana . samllli sekarang de-facto masih berlang. . . sugn) seperti di~raikan di muka, kurang rnemperdulikanlJIltuk mencapai kebenaran dan keadilan it~ terutama dari sisi masyarakat miSkin dan buta hukum, organjsasi Advokat'(seperti IKADIN) tidak cukup kuat untuk clalllt melakukan peranan 'social-control'nya sehingga dapat tetap menjaga. keseirnbangan. Organisasi pemberi . . bantuan hukum (seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dalam segi pelayanan hukumnya yang menyangkut penanganan perkara (litigasi) de-jure masih satu fihak dengin advokat. Artinya adv<j>kat dal\ petilberi bantuan hukllm (pembela hrikum) sebag~ profesi litigasidi P~'n.gaclilitn belum dipedakan ,secara ·prosesuil. .
•
,
_I
,
.
,
-
I
.
.
.
~-
.- , .
•
10 Ute'ratur itu antara lain (1) Prof. Dr. R. Supomo, SH "Sistim Hukum di Indonesia (sebelijJll perang dunia 11),1982, (2) Prof. Dr. R. Supomo/ ProfMr. R. Djokosurono, "Sejarah Politik Hukum Adat" (jilid I dan II), rnasa 1848-1928, (3) Prof. , . Mr, Teer Haar, "Hukum Adat Indonesia". . 11, I"ihat lebih jauh UU darurat No. 111951 tentang tindal;an-tindakan sementara untuk men)Clenggarakan kegiatan, susunan kekuasaan dan Acara 'PengadilanPengadilan Sipil. .
.-
186
Hukum dan Pembangunan .
Sehingga secara mandiri sulit juga untuk melakukan 'pengendalian sosialinya' terhadap masalah~masalah yang telah dikemukakan di atas di forum pengadilan. Dengan begitu keadaan organisasi advokat itu j ustru semakin memperburuk l,agi keadaII il. IK~DIN dalam anggaran dasarnya jelas menyatakan diri antara lain sebagai 'organisasi perjuangan' tetapi kata perjuangan dalam anggaran dasar ini - paling tidak sampai sekarang -- belum pernah efektif. Ada beberapa alasan untuk mengata- . kan demikian, pertama secara praktis konsolidasi organisasi Advokat belum pernah . berhasil di Indonesia. Sehingga fungsi kesejarahan profesi Advokat sebagai pressure , group yang paling'dominan dari kelas menengah khususnya dalam men¢gakkan kebebasan peradilan sulit untuk diperankan dengan baik. Dari aspek peranan organisai Advokat di Indonesia dapat dicatat hanya zaman PERADIN pernlih efektif itupun hanya pada menjelang be~akhirnya tahun enampuluhan dan awal tujUhpuluhan agak memadai, tetapi sesudah itu lebih bersifat pro-forma belaka. Kedua, dari Advokat-advokat yang tergabung dalam organisasi itu belum mempunyai wa wasan yaog hampir sarna -- bahkan sangat senjang - sehingga 'sense of pride' selanjutnya _. . 'sefls of belonging' bel urn pernah tumbuh dengan baik. Sehingga sangat mudah sekali ' untuk intervensi kedalamjika ada fihak menginginkan-.organisasi advokatitu tidak kuat. Di sisi lain sulit mengharapkan untuk concern dengan masalah yang lebih sosial dan politik. Dan j ustru demikianlah kenyataannya ketika masa jaya PERADIN, di rna na efektif untuk menegakkan kode etik profesi ke dalam sekaligus, daillt menjalankan sosial kontraknya ke luar organisasi, intervensi itu kentara sekali kelihatan. Anggota yang diambil tindakan karena melanggar kodeetik,justrudifasilitasi pemerintah untuk mendirikan o~anisasi profesi advokat tandingan. Dan praktis, peranan organisasi .menjadi disfungsional. Ketiga, sejauh ini belum pemah ada pengakuan a Illiagi dukungan resmi dari pemerintah terhadap suatu organisasi advokat padahal profesi ini sangat dependen pacta birokrasi dan/ atau administrasi peradilan yang diselenggarakan oleh pemerintah.Termasuk pada IKADIN yang santer disebut sebagai wadah tunggaI -- Indonesian Bar Association. Dengan latar belakang organisasi Advokat demikian mustahillah mengharapkim petanan yang berhasil dan berdaya guna, untuk memfasilitasi pencapaian keadilan dan kebenaran yang berwawasan sosial. Oleh karena itu tetap tidak ada jalan lain harus mencari alternatif untuk bagaimana tetap membantu pencari keadilan (miskin dan buta hukum) dalam kenyataan-kenyataan yang kurang kondusif itu (alternatif legal dispute resolution). JUSTICE IN MANY ROOMS: suatu alternatif. Istilah di atas datang dari Satjipto Rahardjo dalam rnakalah yang sarna seperti ' disebut di muka, dalam konteks menanggapi pemerataan keadilan. Lengkapnya gagasan itu sebagai berikut : ,
-
" ..... dalam pemerataan keadilan dibutuhkan pula dekonstrasi dan debirokratisasi pengadilan, artinya mencari bentuk-bentuk alternatif yang. tidak formal birokratis seperti sekarang ini. Kalau memang ciri keluwesan dan keselarasan merupakan ciri menejemen sosial kita, maka apakah kita tidak sebaiknya diusahakan pelayanan keadilan yang lebih menyebar? ,
Pemngamn
I
187
•
Saya teringat pada kata-kata "Justice in many rooms" yang dipakaL oleh Marc Galunter untuk menggambarkan kebutuhan akan keadilan, tetapi yang tidak selalu bisa dibawa dan diajukan ke Pengadilan. Karena berbagai sebab dan kendala kebutuhan tersebut tetap berputar di kalangan yang lebih rutin, seperti kantor, perusahaan, rumah tangga dan sebagainya."
Pendapat ini mengingatkan kita pada lembaga-lembaga penyelesaian perselisihan hukum yang ada dalam budaya masyarakat kita seperti terse but di muka, maupun lembaga-lembaga yang bukan dari masyarakat kita tetapi dari masyarakat barat yang termaktub dalam perangkat-perangkat perUndang-Undangan sebagai konsekuensi dati konkordansi. Keduanya sangat mendukung penyelesaian secara cepat, murah dan sederhana serta sesuai dengan kem~uan fihak-fihak, karena dalam proses itu akSes fihak-fihak yang dominan. Ketentuan-ketentuan formal dikesampingkan. palam praktek peradilan kita berdasarkan HIR mengenal upaya perdamaian selklum proses diteruskan pada perkara perdata (pasal 130). Kemudian semangat petdamaian dalamkelembagaan untuk komunitas tertentu seperti pada kalangan pepgusaha (KADIN) dan perburuhari mengenal prosedur arbitrase sebagai pililtan. Bahkan untuk kasus perburuhan dapat bersifat keharusan (arbitrase wajib). l-embaga ini walaupun dapat diartikan menjanjikan keadilan di luar gedung pepgadilan secara sederhana dan cepat ternyata belum dimanfaatkan sebesarbe$arnya. Sebab jika telah termanfaatkan maka penumpukan perkara (kongesti) di · pepgadilan (termasuk Mahkamah Agung) tidak pernah akan terjadi. Dan kekecewalan ora ng terhadap suatu proses peradilan tidak akan sebanyak sekarang. Kenyata~nnya sekarang adalah untuk perkara sampai pada putusan final hitungan waktunya adalah di atas 2 tahun. Tanpa melihat statisik, memang harus diakui lembaga itu be/urn dapat digunakan sebagaimana mestinya. Artinya masyarakat betapapun peSimisnya masih harus' menyelesaikan dengan perkara di Pengadilan. Barangkali karena dalam praktek, lembaga itu terkait langsung dalam suatu proses formal seperti pefkara perburuhan sehingga intervensi pejabat penegak hukum (Depnaker) tidak bisa dihindari. Dan kenyataannya ada kecenderungan untuk mendesakkan eksistensinJya. Sehingga akibatnya dalam pelaksanaan di P4D dan P4P lembaga itu lebih bersifat pro-forma belaka. Tetapi suatu hal dalam praktek arbitrase ini harus dicatat yaltu bahwa aspek sederhana dan cepat sangat menonjoljika dibandingkan dengan pr
12
Jerold S. Anerbach, Justice Without Law?, Oxford University Press, OxfordNew York, Toronto, Melbourne, 1982.
188
Hukum dan Pemhangunan
taIlionjnstice without fonoallaw, ~ equi~ble process based on reciprocalacces anCt tflls( among community membft:~ 13 . tulisannya itu Jerold S. Atierb~liinehggambatkan hahWa dall,lm kenyatalinnya banyak kelom pok rnasyarakat (comm unities) yang memiliki variasi penyelesa.ian suatu persoalan hukum sendiri seperti kelomp<>kmasyarakat berdasarkan damh (geography), ideology, piety, etnicity and comercial pursuit. Dan menempatkap sebagai alternatif terakhir menyeleSaikan secara hukum suatu kasus di lembaga- . ledlbaga resmi seperti pengadilan.. . . . kita menel).gok pada masyarakat kita seCl\ra ·tradisional juga tp.emiliki lernbaga-Iembaga yang sarna. Hanya saja dalam praktek secara perlahim-Iahan diItesampingkan, pada saat yang !ama menggantikan institusi-instusi forfual yang . . betsifat nasional. Namun harus diakui bahwa ternya ta pula tidak dapat hilang secara . , . intprmal masih dimanfaatkan. Sebaiknya dengan mendorong penyelesailin lewat le~baga formal (legalized) ternyata membawa dampak yang ti'ctak mengurttungkan seperti harga keadilan menjadi sangat rna hal dan penyelesaian menjadi bertele-tele. H~ ini bertentangan dengan syirilbol keadilan kita yakni pohon beringin yang . bdmakna pengayoman. Konsepsi keadilah seperti itu berakarpada masyarakat asli . Indonesia terutama rnasyarakat hukum adat Jawa. Tetapi yang diadepsi hanya . bebtuknya saja, substansinya kurang terperhatikanyaitu cepat dan tungas. Misalnya dalam konteks itu ada dikenal 'lembaga pe' pe' yang digunakan rakyat untuk mttnuntu keadilan hukum !ambil berjemur di bawah pohon beringin. Dan raja yang · . , melihat itu akan menghampiri, · mendengar keluhan kemudian memberi putusan se~etika yang sifatnya mengikat tanpa formalitas. Dalam hukum acara kita m~mang sudab ada azas 'cepat, murah dan sederhana' tapi azas ini baru sampai tahap retorika. Sehingga alternatif penyelesaian suatu kasus hlikum yang lebih komprehensif paling tidak untuk !at sekarang merupakan kebutuhan nyata dan mendesak untuk ditbmukan. Hal ini merupakan tantangan kita, terutama pembela umum. Public Interest Litigation. Secara sederbana dapat dikatakan bahwa kasus~kasus yang menarik perhatian rnasvarakat · umumnya bila inelibatkan banyak o~ng (kolektif), menyangkut orang-orang yang punya narnabesar di rnasyarakat dalam bidang politik,misalnya anggo,ta DPR, dalam bidang olah raga juara tinju (dunia), dalam bidang hiburan (kesen~n) penyanyi ferkenal atau bintang film. Persakan banyak meliputi penanganan kasus~ang meliba~an kalangan di atas, dan pada !aat yang !ama komentarkomentar akan bermunculan. Publikasi kasus-kasus demikian dapat bersisi ganda: positif dan negatif jika ditangani dari aspek litigasi. Positif apabila ditujukan untuk ' meleburkan kekakuan birokrasi, dannegatifbila hanya untuk sen!asi dan p<>pularitas •
•
13 Sejalan dengan itu adalah gaga!an dekan fakultas hukum University the City of . New York, Charles Helpern dalam The New York Times Minggu 28 September 1986 mengatakan "There is great interest in the legal profession today about alternti\e dispute resolution-ways of solfing disputes without turning them into lawsuit and talking them into Court. Thiscan invol\e mediation of negotiation or creating new forums for more informal resolution of dis-agreements......... "
Penanganan
. ". 189
•
. semata-mata. kasus.kasus-yang hendak dibicarakiin disini bukanlah sekedar kasus yang ' Tetapi . . . menarik dari segi berita (news)" tetapi suatu kasus yang mengandung hajat hidup ,orang banyak dan suatu kasus secara kilantitatif; individual maupun kolektif. Mala, han nilai suatu pemberitaan disini adalah kemudahan saja untuk penyelesaian kasusnya. WalauPllIl tenfil ililai suatu pemb,eritaan kasus hukum ada dimen.sUa3n . misalnya pendidikan Imsyarai
•
.
,
.
•
14
Luhut MP. Pargaribuan. "Rep:lrter Hukutn Yarg Berwawasal! Sosial" Pelita, Maret 1988.
.
15
Untuk dapu diterima permohonan hukum seorang di kantor-kantorLBH secal3 formal harus memenuhi 2 (dua) kriteria, miskin dan buta hukum. 16 Antara lain dapu dilihat.dalam 'kompilasi Deklarasi Hak Asasi Manusia' yang ditetbitkiln oleh YLBHI. •
•
.
•
190
Hukum dan Pembangunan
bila yang berkepentingan minta bantuan LBH, maka kantof LBH wajib untuk melayaninya. Sebagai contoh dapat dikemukakan; kasus sensor ceramah mubaligh, kasus pelanggaran asas "luber" dalam pemilu, kasus larangan membentuk serikat kerja (buruh) di perusahaan-perusahaan. Dalam kasus pertanahan (pembelaan dan/atau pencabutan hak atas tanah) misalnya pe1anggaran proses musya warah. .
Hak untuk bebas dari perilaku kejam dan scwenang-wenang. Hak ini dapat muncul dengan menggunakan aparat yang tidak kompeten dalam suatu prpses hukl1m. Misalnya melibatkan Militer dalam berbagai kasus, seperti proses pembebasa~ tanah, proses perkara pidana danperdata lain selainpembebasan tanah. Juga pertyidikan oleh Kepolisian dengap cara-cara menggunakan kekerasan fisik yang berlebihandan/atau penggunaan-penggunaan upaya-upaya paksa (seperti penangkapan, penahanan)tanpa. . mengindahkan KUijAP. Hak untuk rnernperoteb infolmasiiJ'!l.ng benar dari lernbaga publik. Hak ini dapat IV-uncul dad pelayanan jasa dan barang dari lembaga publik yang sifatnya monopolis (seperti PLN, PAM, TELKOM dan instansi pemerintah lain), yang tidak mengindahkan hak-hak warga masyarakat sebagai konsurnen. Hakuntuk rnernperoleh kedudukan yang sarna bagi wanita. Hak ini dapat muncul apabila suatu kasus dilatarbelakang~oleh piskriminasi seks dan/atautidak menghormati kodrat wanita sebagaimana secarajuridis telah mendapat pengakuan . Misalnya kasus-kasus PHK yang dilatarbelakangi karena menghindari cuti haid dan cuti'inelahirkan. Hak untuk mernperoleh upah yang layak. Hak ini dapat muncul dari kasus perburuhan dimana upah yang diterimakan pa<;la buruh tidak rasional -- dilihat dari perbandingan antara pendapatan perusahaan dan upah buruh. Tellnasuk juga dengan standar kebutuhan fisik minimum (KFM). · _.
Hak untuk rnempertahankan surnberdaya.
-- -
--,
.
Kasus konkritnya lebih banyak menyangkut rnasyarakat yang berusaha pada sektor informal (ekonomi) seperti tukang -beca, pedagangan asongan, pedagang kaki lima dan seterusnya. Dalam kasus disini, sering ada pertentangan antara peraturan dati/atau kebija.ksanaan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah. Misalnya Perda DKI. Jakarta. No. 3/1972 bertentangan dengan UUD 1945 dan · kebijaksanaanpe.merintah pusat pada pengusaha sektor informal. . "
"
Hak untuk mendalXltkan lingkungan hidup yang schat .. Hak ini dapatmuncul bila ada kebijaksanaanataup"uli siiatu peristiwa yangtida~ sesuai dengan UU 2/1982 ten tang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP 29/1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dan peratutan-peraturan lain yang berhubungan dengan itu.
,
Pern ngam n
,
•
191
•
Hak untuk'memperoleh infonnasi yang jujur mengenai mutu barang. lIak ini dapat disebut sebagai perlindungan konsumen. Misalnya iklan yang m~nyesatkan masyarkat miskin dan kurang pendidikan . •
I
Hl;lk untuk tinggal (the right to stay). Hak ini dapat muncul bila tidak ada penghargaan pada hak orang untuk berdiam di tanah yang secara turun temurun diurusi dan dikelola. Misalnya dalam proses pencabutan dan/ ata u pembebasa n hak atas tanah tidak tercermin dalam komponen ga~ti r1,lgi yang dita warkan. Hl;lk untuk bebas dari rasa takut.
.
lIak ini dapat muncul bila ada tekanan langsung dan tidak langsung yang secara kohkrit menakutkan baik dari aparat pemerintah rnaupun dari masyarakat sendiri. Kasus-kasus seperti di atas biasanya tidak terbuka oleh karena keterlibatan suatu kelompok yang dalam kriminologi sering disebut dengan kelompok white colar. M ~ekaterlalu banyak menguasai sumberdaya (resources) sehingga pintu untuk pengendalian sosial hampir tidak mungkin. Untuk berbuat sesuatu pada penyelesaian masalah seperti ini perlu diperhatikan kendala-kendala yang formalistis yang sesunggt$nya tidakrelevan dibandingkan dengan subtansi kilsusnya. Misalnya kode etik advokat mengatakan bahwa advokat tidak boleh aktif untuk mendatangi klien 17 , Pafjahal dl sisi lain,lkeberadaan masyarkat miskin danbuta hukum itu kecil keinung:' ", kiijannya untuk memiliki informasi di mana harus mencari seorang Advokat dan apa yang bisa dilakukan seorang Ad vokat dalam membantu untuk menyelesaikan kasusnya. Hal ini adalah salah satu faktor yang membuat untuk menyelesaikan kasusnya. Ha'l iui adalah salah satu faktoryang membuat profesi itu semakin teralienasi dari masyarakat. Oleh karena itu perlu pemikiran utang masalah ini untuk masa depan. [ etapi bersarnaan dengan tuntutan akan peranan profesi Advokat yang lebih luas ' ituf ant!pasi kalanganpemberi bantuan ~ukum (leg~l aid gro~P) su~ah tepat de~gan menghllangkan_kendala-kendala formalltu. Kode etlk pemben bantuan hukum udak bersifat pasif 18 , . Sehingga mereka ada kelelmsaan mendekati Kelomp6k-masyarakat miskifl dan butt hukum itu, yang secara teoritis tidak akan mungkin dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Hanya masalahnya adalah bagaimana peradilan menjawab penyelesaian kasus mereka tanpa menjadi korban kedua kali. Disinilah letak pentingnya alternatif penyelesaian itu - justice in ,many rooms., $ebagaimana diuraikan di atas, pengadilan dengan keberadaannya sekarang mau tid~k mau harus menjadi, pilihan yang terakhir. SebeIumnya dapat ditempuh prsedur-prosedur yang mungkin ditempuh seperti: arbitrase, mediaasi dan suatu fo~um musyawarah di mana pihak-pihak dalam forum itu mempunyai .kesempatan befbicaraseluas-seluasnya untuk menyatakan pendapatnya. Dan penasehat hukum,
1T
rasal5 ayat 1 kode erik IKADIN menentukan "Ad\Qkat harus menunggu petIl1intaan da.ri klien dan tidak boleh menawarkanjasanya, hlik langsung maupun tidak langsung mlsalnya dengan melalui ora~
192
Hukum dan Pembaligunan
nya bertindak sebagai fasilitator. . Dalam kasus yang kolektif kiranya penting pengorganisasian bersamaan dengan . petlanganan kasusnya - sering .disebut dengan 'cQmmunity organization (CO)'. Pep.gorganisasian ini hanya merupakan satu metodologi 19. agar dalam proses mediasi . mi~lnya ada keseimbangan antar ~hak. .
***
PERUNI)ANG-UNDANGAN .,
ANDA \
PenNIa
r-ena....
N.,..,.....-II. . . N....
lAID.....•...... '
N....
lAm............ . .
HUBUNGILAH PUS AT DOICUMENTASI HUICUM FAIC. IlUlCUM UNIVERSITAS INDONESIA. JL.CREBON 5 JAKARTA. TELP.(021) 335432
Justice delay, justice deny
.
n.n
'
orjlllice. 0iiJrtII)
19 CO disebutjuga Nooe-stip process' vide ELLEN DIONISIO Towards Relevant an:! - EtTenctive Community Organizing 1985.