Penanganan Pascapanen Sorgum untuk Mempertahankan Mutu Benih Fauziah Koes dan Ramlah Arief
195
PENANGANAN PASCAPANEN SORGUM UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BENIH Postharvest Handling of Sorghum to Maintain Seed Quality Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) was an alternative local food crop in Indonesia. Postharvest handling of sorghum for food, feed, and industrial purposes was different from that for seed purposes. To achieve high quality seed, management of sorghum seed production should be started from determining the right time for harvesting (should be harvested at dry season and after the seeds are fully ripe), harvesting, processing, packing, storing to distributing. This paper reviews about a series activities in postharvest processes and its effects on seed quality. Keywords: postharvest, sorghum, quality, seed, handling ABSTRAK Tanaman sorgum layak dikembangkan di Indonesia sebagai alternatif pangan lokal selain beras. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi orang, padahal kandungan nutrisinya tidak kalah dengan beras. Penanganan pascapanen sorgum dimulai dengan penentuan saat panen yang tepat saat biji sudah mencapai masak fisiologis, panen, pemrosesan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Tulisan ini membahas tentang rangkaian teknologi yang ada dan kajian optimalisasi penanganan pascapanen untuk meningkatkan mutu benih sorgum. Kata kunci: pascapanen, sorgum, mutu, benih, penanganan
PENDAHULUAN Meskipun beras menduduki posisi yang utama dalam swasembada karbohidrat, namun masalah pangan dan kebijaksanaan pangan perlu didukung oleh jenis komoditas nonberas lainnya. Komoditas sorgum merupakan salah satu alternatif sumber karbohidrat yang cukup baik sebagai bahan pangan, pakan, dan energi terbarukan di masa mendatang. Namun, potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya. Bila dibandingkan dengan produksi sorgum dibeberapa negara di Asia Tenggara produksi sorgum di Indonesia masih jauh tertinggal. Perkembangan luas tanam sorgum di Indonesia memiliki kecenderungan/tren penurunan dari waktu ke waktu. Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 1990 menunjukkan luas tanam sorgum di Indonesia di atas 18.000 ha. Namun demikian, tahun 2011 luas tanam sorgum menurun menjadi 7.695 ha (Direktorat Budidaya Serealia, 2013). Keberhasilan pada perbaikan daya hasil, seperti produksi yang telah mencapai 4–5 ton per hektar, menuntut adanya penanganan pascapanen yang tepat untuk menghindari tingginya susut hasil yang dapat terjadi baik susut kuantitas maupun susut kualitas. Untuk mengurangi susut hasil yang tinggi tersebut, penanganan pascapanen perlu dilakukan dengan baik sehingga kehilangan dan kerusakan dapat diperkecil/ditekan. Seperti padi dan jagung, tanaman sorgum juga membutuhkan pengelolaan pascapanen yang tepat untuk mencegah kehilangan hasil baik tercecer, dimakan burung, terserang hama dan penyakit
196
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting yang harus mendapat perhatian dalam usahatani sorgum. Walaupun saat ini belum ada standar mutu dalam perdagangan sorgum namun penerapan teknologi pascapanen yang baik, terutama di tingkat petani, diperlukan agar produk biji yang dihasilkan lebih bersaing. Aspek penanganan pascapanen perlu mendapat perhatian khusus karena informasi dan teknologi pascapanen sorgum belum banyak diketahui, seperti panen, pengeringan, penyosohan, dan penyimpanan. Kualitas dan kuantitas hasil panen sorgum sangat ditentukan oleh ketepatan waktu tanam maupun waktu panen, cara panen, dan penanganan pascapanen. Kebiasaan pengeringan biji sorgum dengan membiarkan tanaman di lapang akan berdampak terhadap meningkatnya risiko kehilangan hasil akibat serangan hama, khususnya burung. Penggunaan fasilitas pengeringan tanaman padi atau jagung untuk mengeringkan sorgum memerlukan modifikasi sesuai dengan bentuk morfologi malai dan biji sorgum. Selain itu, sistem penyimpanan yang aman juga sangat diperlukan untuk melindungi biji dari kerusakan akibat serangga, jamur, tikus, dan sebagainya. Agroindustri akan menjadi tulang punggung pertumbuhan industri pertanian. Era kompetisi merupakan suatu pendorong dan peluang untuk meningkatkan mutu hasil pertanian. Damardjati et al. (1990) menyatakan bahwa pengembangan agroindustri merupakan alternatif dalam usaha diversifikasi produksi yang mempunyai potensi untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, memperluas pemasaran sehingga akan menndorong diversifikasi. Tulisan ini membahas tentang rangkaian teknologi yang ada dan kajian optimalisasi penanganan pascapanen untuk meningkatkan kualitas dan mutu benih sorgum. KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK PASCAPANEN SORGUM Pada prinsipnya kegiatan dalam pascapanen sorgum meliputi pascapanen primer dan sekunder. Pascapanen primer meliputi semua kegiatan dari mulai penanganan dan prosesing langsung terhadap hasil panen tanpa merubah bentuk maupun struktur asli dari produk komoditas yang dihasilkan, sedang pascapanen sekunder meliputi kegiatan pengolahan yang didasarkan pada perubahan bentuk dan sifat fisik/kimia bahan yang menghasilkan bahan setengah jadi atau produk jadi. Penentuan mutu sorgum mengacu pada syarat mutu yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Syarat mutu umumnya didasarkan pada kadar air biji, persentase biji rusak, dan kotoran seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu sorgum yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian
Kadar air, % (bobot/bobot) maks.
I 14,0
Syarat II 14,0
III 14,0
Pecah-pecah, % (bobot/bobot) maks. Kadar kotoran, % (bobot/bobot) maks. Rusak, % (bobot/bobot) maks. Bulu tikus, kotoran tikus/serangga, serangga hidup/mati
3,0 1,5 1,5 Tidak ada
4,0 1,5 2,5 Tidak ada
6,0 1,5 4,5 Tidak ada
Karakteristik
Cara pengujian SP-SMP-7-1975 ISO/R939-1969 (E) SP-SMP-9-1975 SP-SMP-8-1975 SP-SMP-8-1975 SP-SMP-8-1975 SP-SMP-8-1975
Sumber: SNI 01-3157-2012
Panen Penanganan sorgum untuk benih dilakukan sebelum panen karena vigor benih tertinggi diperoleh saat masak fisiologis, yang ditandai oleh adanya lapisan hitam pada biji. Setelah mencapai masak fisiologis, proses deteriorasi mulai berlangsung. Deteriorasi benih mencakup hilangnya integritas membran sel, respirasi lebih lambat, tingginya daya hantar listrik dari bocoran membran sel, dan penurunan aktivitas enzim yang tercermin dari rendahnya daya berkecambah benih (Delouche dan Baskin, 1973).
Penanganan Pascapanen Sorgum untuk Mempertahankan Mutu Benih Fauziah Koes dan Ramlah Arief
197
Panen merupakan tahap awal yang sangat penting dari seluruh rangkaian kegiatan penanganan pascapanen sorgum karena tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas hasil panen juga terhadap kualitasnya (mutu). Panen yang terlalu awal akan memberikan hasil dengan prosentase butir muda yang tinggi sehingga kualitas atau mutu biji rendah dan daya simpan benih menjadi tidak tahan disimpan. Begitu pula dengan bila dipanen melewati umur panen. Biji sorgum bisa dipanen bila telah keras dengan memotong malainya, biasanya ± 45 hari setelah bakal biji terbentuk. Biji mudah dirontokkan dari malai bila kandungan airnya telah mencapai kurang lebih 25%–30%. Curah hujan yang tinggi pada saat tanaman siap panen dapat menyebabkan biji berkecambah di lapangan. Untuk budi daya ratoon, setelah malai dipanen, tanaman dipotong dengan meninggalkan satu buku (15 cm–20 cm dari permukaan tanah). Dipilih 2 sampai 3 tunas baru yang keluar untuk terus ditumbuhkan. Tunas yang lainnya dibuang. Setelah tunas mencapai ukuran 20 cm, tanah sekitar tunas digemburkan dan dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK sebanyak 200 kg/ha. Tanaman dari ratoon jika dipelihara dengan baik dapat menghasilkan jumlah biji seperti induknya. Ratoon bisa dilakukan sampai dua kali dan jika hasilnya sudah menurun sebaiknya tanaman dibongkar dan menanam kembali dari biji.
Pengeringan Adapun tujuan dari pengeringan adalah untuk mengeluarkan sejumlah air dari dalam bahan sampai kadar yang aman untuk disimpan hingga serendah-rendahnya sampai kadar air keseimbangan (Henderson dan Perry, 1976). Pengeringan biji sorgum dilakukan dengan cara penjemuran selama kurang lebih 60 jam hingga kadar air biji mencapai 10–12%. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut telah kering. Pengeringan merupakan salah satu proses yang mutlak diperlukan sebelum biji sorgum disimpan. Apabila hari hujan atau kelembaban udara tinggi, pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantungkan batang-batang sorgum di atas api dalam suatu ruangan atau di atas api dapur. Kebiasaan pengeringan biji sorgum dengan membiarkan tanaman di lapang akan berdampak terhadap meningkatnya risiko kehilangan hasil akibat serangan hama, khususnya burung. Penggunaan fasilitas pengeringan tanaman padi atau jagung untuk mengeringkan sorgum memerlukan modifikasi sesuai dengan bentuk morfologi malai dan biji sorgum. Pada proses pengeringan dengan sinar matahari, sangat penting untuk diketahui bahwa ketika sinar matahari mengeringkan biji maka angin akan menerbangkan kelembabannya. Teknik pengeringan secara tradisional dapat ditingkatkan dengan melakukan beberapa langkah berikut untuk mengurangi kontak terhadap hama tanaman di ladang, menggantung biji sorgum untuk dikeringkan dengan jarak sedikitnya 0,3 m di atas permukaan tanah. Rak dengan ukuran tinggi 2-3 m dan lebar 0,6–2 m biasa digunakan untuk mengeringkan biji sorgum di daerah-daerah tropis. Ikatan-ikatan sorgum pada baris pertama disusun dengan bagian tangkai bertemu tangkai. Susunan seperti ini memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Jumlah sorgum dalam setiap bundel setara dengan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam satu langkah distribusi, yaitu makanan untuk 1-2 hari. Setelah kering sorgum siap dirontokkan, disimpan, atau didistribusikan. Proses pengeringan yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas dengan melindungi biji sorgum dari kerusakan. Tebal lapisan biji sorgum yang dikeringkan biasanya antara 0,5 sampai dengan 0,7 cm dan cuaca baik pengeringan dapat berlangsung antara 2–3 hari serta kadar air sorgum kering sekitar 12 persen. Faktor-faktor pembalikan, tebal lapisan kerapatan dan lama penjemuran memegang peranan penting bagi laju dan mutu penjemuran. Kerusakan-kerusakan pada biji dapat terjadi karena terlambat pengeringan, pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat, dan pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada biji sorgum. Penumpukan sorgum setelah panen menurunkan daya kecambah benih 4,4% dan setelah o disimpan selama 6 bulan pada suhu 18-22 C, RH 60-70% penurunan daya berkecambah mencapai 28,9%. Penumpukan sorgum setelah panen juga meningkatkan daya hantar listik air rendaman benih
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
198
setelah disimpan selama 6 bulan sebesar 33,3%. Hal ini mengindikasikan terjadinya kebocoran membrane sel yang lebih besar. Selain itu, terjadi penurunan kecepatan tumbuh, kecambah abnormal meningkat, panjang akar dan panjang pucuk menurun pada lot benih yang pengeringannya ditunda (Arief et al., 2013). Tabel 2. Mutu benih sorgum varietas Kawali yang diperoleh dari lot benih yang langsung dikeringkan, pengeringan ditunda 3 hingga 6 hari, Maros 2012-2013 Penundaan (hari) 0 3 6
Okt 91,1 a 90,3 a 87,1 b
Nop 92,3 a 91,1 ab 89,1 b
0 3
24,5 a 24,5 a
25,1 a 24,7 ab
6
23,1 b
23,9 b
0
13,1 a
3 6
Des 90,9 a 89,7 ab 88,6 b
Bulan Jan 90,9 a 88,9 ab 86,0 b
Feb 93,4 a 89,7 a 85,4 b
Mar 91,4 a 83,7 b 78,3 b
Apr 91,7 a 80,3 b 65,1 c
Daya berkecambah (%) 24,8 a 24,3 a 24,9 a 24,6 a 23,5 ab 23,7 a
25,1 a 23,0 b
24,4 a 20,7 b
21,7 b
17,4 c
12,7 a
24,1 a 22,5 b 22,2 b Kecepatan tumbuh (%/etmal) 11,9 a 10,9 a 10,6 a
11,0 a
10,7 a
10,9 b 9,7 c
10,9 b 9,3 c
10,9 b 9,4 c
10,1 b 10,0 a 9,4 c 9,3 b Panjang akar (cm)
10,4 a 9,4 b
10,1 a 8,9 b
0 3 6
6,3 a 5,1 b 4,7 b
6,0 a 5,6 a 4,1 b
6,0 a 5,7 a 6,3 a 5,7 a 4,7 b 5,6 a 4,4 b 4,6 b 5,4 a Daya hantar listrik (µS/cm/g)
5,7 a 5,1 b 4,4 c
5,9 a 5,1 a 4,3 b
0 3 6
24,4 b 27,6 b 37,3 a
26,2 b 26,8 b 38,9 a
41,7 b 46,0 b 58,5 a
43,8 c 51,9 b 65,7 a
27,7 b 34,5 a 38,6 a
28,5 b 32,9 b 38,6 a
28,6 c 33,2 b 38,0 a
Sumber: Arief et al. (2013)
Selain dengan sinar matahari pengeringan sorgum dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering, gabungan atau modifikasi antara kedua cara tersebut mungkin pula dilakukan. Keuntungan menggunakan alat pengering adalah suhu, aliran udara, dan laju pengeringan dapat terawasi dan terkendali.
Perontokan Perontokan secara tradisional dilakukan dengan menggunakan pemukul kayu dan dikerjakan di atas lantai atau karung goni. Pemukulan dilakukan terus menerus hingga biji lepas. Setelah itu dilakukan penampian untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari daun, ranting, debu atau kotoran lainnya. Sejumlah biji dijatuhkan dari atas dengan maksud agar kotorannya dapat terpisah dari biji dengan batuan hembusan angin. Agar dicapai hasil yang terbaik dan efisien dianjurkan agar menggunakan wadah supaya biji tetap bersih, usahakan agar biji segera dirontok setelah panen untuk mencegah serangan tikus dan burung, dan kadar air tidak boleh lebih dari 10–12% untuk mencegah pertumbuhan cendawan. Metode perontokan secara tradisional yang populer di semua negara misalnya memukulmukulkan biji gandum dengan tongkat atau alu di tanah atau rak. Langkah pertama adalah menebarkan kepala sorgum di atas tikar atau alas lain untuk mengeringkannya, selanjutnya diikuti dengan proses perontokan menggunakan tongkat atau alu. Langkah terakhir adalah menampi untuk menghilangkan kotoran sebelum akhirnya disimpan. Metode ini banyak digunakan di Uganda, Tanzania, Kenya, Sudan, Nigeria, dan India. Waktu yang dibutuhkan untuk merontokkan sorgum
Penanganan Pascapanen Sorgum untuk Mempertahankan Mutu Benih Fauziah Koes dan Ramlah Arief
199
kebanyakan berhubungan dengan tiga faktor: struktur tanaman, tingkat kekeringan kepala sorgum, dan metode penebahan yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Senegal, rata-rata waktu yang digunakan untuk perontokan dalam sehari adalah 1-2 jam. Di banyak negara, biji sorgum disimpan bersama kepala sorgum dan hanya dilakukan perontokan apabila dibutuhkan. Metode penyimpanan pada tiap daerah berbeda-beda dan berhubungan dengan latar belakang sosiokultural dan iklim. Contohnya orangorang Yaruba di Nigeria memanen sorgum untuk kemudian dibawa pulang dan segera disimpan. Biji sorgum hanya dikeluarkan secukupnya untuk dirontokkan sebagai bahan makanan selama 2-4 minggu, sementara orang-orang Nupe, Gwaris, dan Hausas di Nigeria merontokkan seluruh biji gandum sebelum menyimpannya. Beberapa metode perontokan juga diuji coba. Di Nigeria misalnya, perontokan menggunakan mesin diuji coba, tetapi hasil yang diperoleh biji sorgum banyak yang rusak bila dibandingkan dengan cara tradisional. Dalam hal ini, kekerasan biji sorgum, kemudahan, dan efisiensi metode perontokan menjadi salah satu kriteria dari diterimanya budi daya. Di India, kepala biji sorgum disebarkan di jalan dan dibiarkan dilindas oleh roda-roda kendaraan yang lewat. Metode ini walaupun tidak direkomendasikan dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena 2-4 hektar biji sorgum dapat dirontokkan dalam satu hari dan hanya membutuhkan tenaga beberapa orang saja. Normalnya, 25-30 orang dibutuhkan untuk merontokkan sekitar setengah hektar. Di Sudan, pertanian skala besar menggunakan kombinasi mesin untuk merontokkan biji sorgum. Uji penyimpanan yang dilakukan di Senegal menunjukkan bahwa jika dikeringkan dan disimpan secara tepat, kualitas biji sorgum yang dirontokkan melampaui kualitas biji sorgum yang disimpan dengan kepala-kepalanya. Biji sorgum yang disimpan tanpa dirontokkan berisiko mengalami kerusakan karena serangga dan lain-lain. Dengan memperhatikan beberapa panduan dalam perontokan, maka sangat mungkin bagi petani untuk meningkatkan hasil dan tingkat efisiensi proses perontokan: (1) bagian kepala sorgum harus dirontokkan di atas tikar, bukan di atas pasir, kerikil atau batu karena cara ini membuat biji sorgum tetap bersih dan mengurangi penampian – cara terbaik adalah merontokkan di atas lantai semen; (2) biji sorgum harus mengandung kandungan kelembaban maksimum 10–12% pada saat dirontokkan karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan rusak pada saat penyimpanan; (3) jenis vitreous flinty yang tidak bertepung harus dirontokkan untuk mengurangi jumlah biji yang rusak selama penyimpanan; (4) bila memungkinkan, biji sorgum harus cepat dirontokkan untuk mengurangi serangan burung, hama, tikus di ladang (setelah yakin bahwa kandungan kelembaban sudah cukup rendah). Alat perontokan yang biasa digunakan ada beberapa macam, antara lain: pemukul dari kayu atau bambu, alat perontok pedal, dan alat yang digerakkan mesin.
Pembersihan dan Sortasi Pembersihan bertujuan untuk membuang kotoran, bagian dari bahan yang tidak penting dan menyingkirkan komoditas yang terikut, sedangkan sortasi adalah proses pemisahan dan penggolongan tingkat mutu dan kesegaran. Alat pembersih dan sortasi yang umum digunakan antara lain ayakan berlubang, ayakan meja bergoyang, dan hembusan udara. Bentuk, ukuran, dan banyaknya lubang pada ayakan berbeda-beda tergantung pada macam, bentuk, dan ukuran komoditas yang ditangani.
Pengemasan Ada beberapa kemasan yang biasa digunakan untuk penyimpanan benih, yaitu kemasan kantong kertas, kemasan alumunium foil, kemasan kantong plastik, dan kemasan toples plastik. Dengan kemasan-kemasan tersebut dapat ditambahkan dengan beberapa jenis bahan desikan seperti abu, kapur, dan silika gel. Tujuan penambahan desikan ke dalam kemasan penyimpanan adalah agar kadar air benih selama proses penyimpanan tetap stabil sehingga dalam proses pengecambahan akan menghasilkan persentase daya kecambah yang baik.
200
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Tuwu et al. (2012) menyatakan bahwa penurunan daya kecambah pada penyimpanan 3 dan 6 bulan berkisar antara 1,4-4,7%, sedangkan pada penyimpanan 9 dan 12 bulan mencapai 16,7-24,7%. Rataan daya kecambah biji sorgum bicolor pada penyimpanan 1 tahun berturut-turut: 90,24% (kantong plastik tanpa desikan), 89,02% (kantong plastik dengan desikan silica gel), dan 86,90% (kantong plastik dengan desikan abu). Dengan demikian, penyimpanan untuk jangka waktu yang lama biji sorgum dapat dilakukan pada suhu kamar dengan menggunakan kemasan kantong plastik tanpa desikan yang ditutup rapat. Yang perlu diperhatikan adalah menyeleksi benih yang akan disimpan dan yang telah masak fisiologis dan melalui proses pengeringan sampai kadar air kurang lebih 10%. Pengelolaan benih diperlukan untuk tetap menjaga kemurnian benih sorgum dari campuran material atau biji dari tanaman lainnya. Selain itu, untuk menjaga agar kadar air benih dalam batas aman untuk disimpan sehingga memperlambat laju deteriorasi (kemunduran) benih. Untuk menghambat deteriorasi maka benih harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu. Penyimpanan benih adalah usaha pengawetan benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga di lapangan. Maksud penyimpanan benih adalah agar benih dapat ditanam pada musim yang sama di lain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun yang sama, atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman (Sutopo, 2004). Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih pada tempat penyimpanan. Laju kemunduran benih dapat diperlambat dengan cara kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Penggunaan bahan pengemas yang tepat juga dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembaban nisbi dan suhu. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih, dan salah satu tolok ukurnya adalah kadar air benih.
Penyimpanan Benih Penyimpanan merupakan suatu proses yang harus diperhatikan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah kualitas fisik fisiologis. Kualitas fisik fisiologis bibit dapat dipengaruhi oleh kualitas benih yang melalui tahapan proses penyimpanan. Kualitas benih terbaik didapatkan saat benih mencapai masak fisiologis, yang dicirikan berat kering, vigor benih maksimum serta kadar air benih yang minimum. Berat kering benih menunjukkan kemampuan benih dalam membentuk biomassa kecambah. Vigor benih bisa dilihat dari kemampuan benih untuk berkecambah normal. Kadar air merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan saat pemanenan, pengemasan, penyimpanan, dan pemindahan benih. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan vigor benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan. Kombinasi perlakuan penyimpanan antara kadar air benih dan jenis kemasan telah banyak dilakukan, seperti Robi’in (2007) yang mengamati perbedaan jenis kemasan dan periode simpan dan pengaruhnya terhadap kadar air benih jagung dalam ruang simpan terbuka. Tatipata (2007) mengamati pengaruh kadar air awal, jenis kemasan, dan lama simpan terhadap protein membran dalam mitokondria benih kedelai. Sementara itu, kombinasi perlakuan penyimpanan untuk tanaman sorgum masih jarang dilakukan. Penyimpanan sederhana di tingkat petani adalah dengan cara menggantungkan malai sorgum di ruangan di atas perapian dapur. Cara ini berfungsi ganda yaitu untuk melanjutkan proses pengeringan dan asap api berfungsi pula sebagai pengendalian hama selama penyimpanan. Namun, jumlah biji yang dapat disimpan dengan cara ini sangat terbatas. Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan (gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya terbuat dari bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi karena sangat peka terhadap perubahan suhu. Sebelum disimpan biji harus kering, bersih dan utuh (Rismunandar, 2006).
Penanganan Pascapanen Sorgum untuk Mempertahankan Mutu Benih
201
Fauziah Koes dan Ramlah Arief
o
o
Secara praktis, benih dapat disimpan pada suhu kamar (28-32 C) atau ruang sejuk (18-22 C), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benih yang akan disimpan. Penyimpanan selama 12 bulan, kadar air benih sebaiknya di bawah 12% dan jika penyimpanan lebih dari 12 bulan, kadar air sebaiknya di bawah 8% dengan menggunakan plastik yang kedap udara dan air. Benih sorgum yang disimpan dalam wadah kedap selama 12 bulan mempunyai daya berkecambah di atas 90% dan setelah 24 bulan penyimpanan daya berkecambah benihnya masih di atas 80% (Ahmed dan Alama, 2010). Tabel 3. Kadar air dan daya berkecambah benih sorgum varietas lokal Feterita setelah disimpan (Univ.Khartoum, Sudan 2002-2005) Perlakuan Benih baru panen Gudang tembok (1 tahun) Gudang tembok (2 tahun) Gudang besi berpori/berlubang (1 tahun) Gudang besi berpori/berlubang (2 tahun) Silo konvensional (1 tahun) Silo konvensional (2 tahun) Silo terkontrol (1 tahun) Penyimpanan dalam tanah
Kadar air (%) 4,0 d 4,5 c 4,6 b 4,9 a 4,9 a 4,0 d 4,0 d 4,0 d 4,9 a
Daya berkecambah (%) 99,5 a 93,7 c 81,0 d 64,0 e 34,0 f 93,7 b 88,0 c 99,0 a 10,0 g
Sumber: Ahmed dan Alama (2010)
Pada umumnya vigor benih mengalami penurunan setelah melewati masa penyimpanan karena setiap organisme hidup selalu mengalami penuaan. Sadjad (1993) menyatakan bahwa periode simpan akan berpengaruh terhadap vigor benih, di mana penurunannya seiring dengan pertambahan waktu. Selain itu dalam proses penyimpanan benih faktor kadar air juga sangat mempengaruhi kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih dalam tempat penyimpanan. Tabel 4. Mutu benih sorgum varietas Numbu pada beberapa pengamatan (Maros 2012-2013) Bulan pengamatan Okt
Nop
Des
94,0
93,0
92,0
24,6
25,4
24,8
10,3
10,4
10,5
24,8
25,8
25,7
Jan Feb Daya berkecambah (%) 92,0 94,0 Kecepatan tumbuh (%/etmal) 24,7 25,6 Kadar air (%) 10,5 10,6 Daya hantar listrik (µS/cm/g) 25,2 25,5
Mar
Apr
92,0
93,3
25,6
25,6
10,6
10,6
39,4
41,8
Sumber: Arief et al. (2013)
Benih sorgum varietas Numbu yang disimpan selama 6 bulan dalam wadah kedap udara dan o air (plastik polietilen 0,2 mm) pada ruang sejuk (18-22 C) memiliki kadar air 10,6%, daya berkecambah lebih dari 90%, kecepatan tumbuh 25,6%/etmal, dan daya hantar listrik 41,8 µS/cm/g (Tabel 4). Hal serupa juga diteliti oleh Oyo dan Purnama (2009) yang mengatakan bahwa benih sorgum yang disimpan pada kemasan plastik polietilen dengan kadar air 13% memiliki nilai keserempakan tumbuh tertinggi hingga periode simpan enam bulan dan berpengaruh tidak nyata dengan benih yang dikemas dengan menggunakan kemasan aluminium foil, sedangkan benih yang disimpan dengan kemasan kertas pada kadar air 11% memiliki nilai keserempakan tumbuh terendah. Penggunaan plastik polietilen dan aluminium foil sebagai jenis kemasan cukup baik karena selain kedap dari uap air dan udara luar. Kemasan plastik polietilen dan aluminium foil mempunyai stabilitas air lebih terjaga, sehingga vigor benih lebih dapat dipertahankan dalam periode simpan yang lama dari pada kemasan
202
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
kertas dan kain blacu. Silbiati (2005) menyatakan bahwa kemasan yang kedap relatif lebih mampu menahan perubahan vigor benih pada kondisi ruang yang terbuka (suhu kamar). Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rahayu dan Widajati (2007) bahwa kemasan yang kedap lebih mampu menjaga vigor dan viabilitas benih selama masa penyimpanan.
KESIMPULAN
Tanaman sorgum memerlukan penanganan pascapanen yang tepat yang dimulai saat biji masak optimal. Panen merupakan tahap awal yang sangat penting dari seluruh rangkaian kegiatan penanganan pascapanen sorgum karena tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas hasil panen juga terhadap kualitasnya (mutu). o
o
Benih sorgum dapat disimpan pada suhu kamar (28-32 C) atau ruang sejuk (18-22 C), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benih yang akan disimpan. Penyimpanan selama 12 bulan, kadar air benih sebaiknya di bawah 12% dan jika penyimpanan lebih dari 12 bulan, kadar air sebaiknya di bawah 8% dengan menggunakan plastik yang kedap udara dan air. Kemasan plastik polietilen dan aluminium foil mempunyai stabilitas air lebih terjaga, sehingga vigor benih lebih dapat dipertahankan dalam periode simpan yang lama.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, E.E.A. and S.H.A. Alama. 2010. Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench). Seed quality as affected by type and duration of storage. Agriculture and Biology Journal of Notrh America. ISSN Print 2151, ISSN online: 2151–7525. Arief, R., F. Koes, dan O. Komalasari. 2013. Evaluasi Mutu Benih Sorgum dalam Gudang Penyimpanan. Laporan Tengah Tahun 2013. Balitsereal. Belum dipublikasikan. Damardjati, D.S., B.A. Santosa, dan J. Munarso. 1990. Studi Kelayakan dan Rekomendasi Teknologi Pabrik Pengolahan Bekatul. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Delouche, J.C. and C.C. Baskin, 1973. Accelereted aging techniques for predicting the relative storability of seed lots. Seed Sci Technol 1:427–452. Direktorat Budidaya Serealia. 2013. Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Pengembangan Komoditas Jagung, Sorgum dan Gandum. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed. The AVI Publ. Co., Inc. Wesport, Connecticut, USA. Oyo dan R.D. Purnama. 2009. Daya kecambah biji Sorgum bicolor pada berbagai masa simpan dalam suhu kamar menggunakan kemasan kantong plastik dengan desikan berbeda. Makalah disampaikan pada Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Rahayu E. dan E. Widajati, 2007. Pengaruh kemasan, kondisi ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih caisin (Brassica chinensis L.). Bul. Agron. 35(3): 191–196. Rismunandar, 2006. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT Rineka Cipta. Jakarta. Robi’in. 2007. Perbedaan bahan kemasan dan periode simpan dan pengaruhnya terhadap kadar air benih jagung dalam ruang simpan terbuka. Buletin Teknik Pertanian 12(1). Silbiati. 2005. Pengaruh Kondisi Simpan dan Kombinasi Jenis Kemasan–Perlakuan Metalaksil terhadap Viabilitas Benih Dua Kultivar Jagung Manis. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tatipata, A., 2007. Pengaruh kadar air awal, kemasan dan lama simpan terhadap protein membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Bul. Agron. 36(1): 8–16. Tuwu, E.R, G.A. Kade Sutarati, dan Suaib, 2012. Pengaruh kadar air benih dan jenis kemasan terhadap vigor benih sorgum (Sorghum bicolor L Moenich) dalam enam bulan masa simpan. Berkala Penelitian Agronomi 1(2): 184–193.