PENAMBAHAN JENIS ATRAKTAN YANG BERBEDA TERHADAP RESPONS KONSUMSI PAKAN PADA LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus
AGASTHYA KUSWANDI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penambahan jenis atraktan yang berbeda terhadap respons konsumsi pakan pada lobster air tawar Cherax quadricarinatus” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Agasthya Kuswandi NIM C14100019
ABSTRAK AGASTHYA KUSWANDI. Penambahan Jenis Atraktan yang Berbeda terhadap Respons Konsumsi Pakan pada Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus. Dibimbing oleh NUR BAMBANG PRIYO UTOMO dan TATAG BUDIARDI. Lobster air tawar Cherax quadricarinatus tergolong jenis udang yang mengandalkan penciuman dalam mencari pakan dan pemakan lambat sehingga diperlukan keberadaan atraktan dalam pakan agar lobster lebih cepat dalam menemukan dan memakan pakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis atraktan terbaik yang dapat meningkatkan respons konsumsi pakan lobster air tawar. Tiga jenis atraktan yang diuji dalam penelitian ini adalah tepung rebon, tepung cumi, dan terasi udang dengan dosis 2%. Penelitian dilakukan selama 40 hari dan lobster diberi pakan uji secara at satiation, dengan frekuensi sebanyak 2 kali per hari. Lobster yang digunakan dalam penelitian ini berukuran rata-rata 1,11±0,005 gram per ekor dan wadah yang digunakan berupa akuarium berjumlah 12 buah berdimensi 50x 40x 30 cm3 dengan ketinggian air 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atraktan yang terbaik dari ketiga jenis atraktan yang digunakan adalah tepung rebon sebanyak 2% dengan jumlah konsumsi pakan sebanyak 21,36±0,34 gram. Kata kunci: atraktan,Cherax quadricarinatus, konsumsi pakan, palatabilitas ABSTRACT AGASTHYA KUSWANDI.Addition of Different Types of Attractant on Feed Intake Response of Freshwater Crayfish Cherax quadricarinatus. Supervised by NUR BAMBANG PRIYO UTOMO and TATAG BUDIARDI. Freshwater crayfish Cherax quadricarinatus of species belonging to rely on smell in finding foot and eating slowly so that the necessary existence of feed attractants in order lobster faster in finding and consuming feed. The purpose of this study was to determine the best type of attractant to increase feed intake response of freshwater crayfish. Three kind of attractants tested in this study were small shrimp flour, squid flour, and shrimp paste at rate of 2%. The study was conducted for 40 days and the lobster was given experiment feed using at satiation method, with feeding frequency 2 times a day. The average size of lobsters used in this study was 1.11±0.005grams/ lobster reared in 12 units of aquariums sized 50x 40x 30 cm3, with water depth of 15 cm. The results showed that the best of three types of attractant used in this study was small shrimp flour at rate of 2% with feed intake response as much 21.36±0.34 gram. Keywords: attractant, Cherax quadricarinatus, feed intake, palatability
PENAMBAHAN JENIS ATRAKTAN YANG BERBEDA TERHADAP RESPONS KONSUMSI PAKAN PADA LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus
AGASTHYA KUSWANDI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Penambahan Jenis Atraktan yang Berbeda terhadap Respons Konsumsi Pakan pada Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus Nama : Agasthya Kuswandi NIM : C14100019 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr.Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. Pembimbing I
Dr.Ir.Tatag Budiardi, M.Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Penambahan Jenis Atraktan yang Berbeda terhadap Respons Konsumsi Pakan pada Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus”. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung sejak bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 yang dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan berbagai pihak khususnya kepada Bapak Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan serta semua pihak yang telah memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaatan untuk pengembangan ilmu akuakultur pada masa datang.
Bogor, Juni 2013
Agasthya Kuswandi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. viii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. viii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...... viii PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1 Latar Belakang........................................................................................... 1 Tujuan Penelitian....................................................................................... 1 METODE…………………………………………………………………….... 2 Rancangan Percobaan................................................................................. 2 Prosedur Penelitian..................................................................................... 2 Pembuatan Pakan Uji......................................................................... 2 Pemeliharaan Lobster Air Tawar....................................................... 2 Analisis Proksimat....................................................................................... 3 Parameter Uji............................................................................................... 3 Analisis Data………………………….........……………...…………….... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………. 5 Hasil ……………………………………………………………………… 5 Pembahasan................................................................................................. 8 KESIMPULAN DAN SARAN……..………………………………………….. 11 Kesimpulan…………………………………………………...…………... 11 Saran……...……………………………………………………………..... 11 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 11 LAMPIRAN…………………………………………………………………...... 14 RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………... 19
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis proksimat pakan uji.................................................................. 2 2 Laju pertumbuhan harian (LPH), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi lemak (RL), retensi protein (RP), konversi pakan, kelangsungan hidup (KH) lobster air tawar selama Pemeliharaan 40 hari……………………………… 5 3 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan lobster air tawar yang diberi pakan uji selama 40 hari pemeliharaan……….…………………………………… 6
DAFTAR GAMBAR 1 Grafik bobot rata-rata lobster air tawar ikan selama 40 hari pemeliharaan pada perlakuan (♦) kontrol, (■) cumi 2%, (▲) rebon 2%, dan (x) terasi 2%... 6 2 Parameter kualitas air pada setiap pengukuran (a) = derajat keasaman; (b) = suhu; (c) = oksigen terlarut; (d): alkalinitas; (e) = amoniak pada perlakuan (♦) kontrol, (■) cumi 2%, (▲) rebon 2%, dan (x) terasi 2%............. 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Skema tata letak akuarium pemeliharaan lobster air tawar.............................. 14 2 Prosedur analisis proksimat…......................................................................... 14
3 Analisis statistik derajat konversi pakan.......................................................... 4 Analisis statistik jumlah konsumsi pakan………............................................ 5 Analisis statistik laju pertumbuhan harian....................................................... 6 Analisis statistik derajat kelangsungan hidup.................................................. 7 Analisis statistik retensi protein…………………........................................... 8 Analisis statistik retensi lemak…………………………….............................
16 16 17 17 17 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu komoditas budidaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pengembangan potensi budidaya lobster air tawar di Indonesia harus didukung dengan ketersediaan benih, lingkungan yang optimum, dan pakan yang berkualitas. Upaya penyediaan pakan yang berkualitas pada komoditas lobster air tawar adalah nilai unggul, serta ketersediaan pakan dengan nilai efisiensi pakan yang relatif rendah. Hal itu dikarenakan lobster lebih mengandalkan indera penciuman dalam pencarian pakan dan tergolong spesies pemakan lambat yang menyebabkan pakan mudah rusak karena faktor leaching akibat pakan terlalu lama di dalam air. Lobster memiliki chemoreseptor yang berfungsi sebagai indera penciuman (olfaktori) yang berperan dalam menemukan makanan yang terletak pada antenulanya (Waterman 1960). Untuk itu, daya tarik makanan dan rangsangan memakan harus dipertimbangkan dalam pembuatan pakan yang berkualitas tinggi. Hal itu dikarenakan kebiasaan mencari makan pada ikan dan krustasea dipengaruhi oleh rasa dan bau yang bereaksi secara kimia. Menurut Halimatusadiah (2009) formulasi pakan harus dilengkapi dengan perangsang yang disebut atraktan untuk membuat asupan pakan ikan lebih efisien. Aroma pada pakan ditentukan oleh jenis dan jumlah atraktan dalam formulasi pakan, digunakan untuk merangsang ikan guna mendekati dan mengkonsumi pakan buatan yang diberikan (Kurniawan 2013). Atraktan pada umumnya dihasilkan oleh asam amino bebas. Atraktan mengadung sinyal yang memungkinkan hewan akuatik mengenali pelet lebih baik sebagai sumber makananya (Hertrampf dan Pascual 2000). Pakan ikan sidat Anguilla marmorata yang ditambahkan atraktan berupa tepung cumi sebanyak 2% memberikan pengaruh yang baik terhadap jumlah konsumsi pakan dan laju pertumbuhan (Kurniawan 2013). Bahan lain yang dapat digunakan sebagai atraktan adalah tepung udang rebon dan terasi udang. Gernat (2001) menyatakan bahwa kandungan asam amino bebas tepung udang (% protein), yaitu alanin 2,64%, glisin 2,58%, histidin 0,85 %, dan prolin 1,81%. Terasi merupakan salah satu produk fermentasi berbahan baku udang rebon, ikan atau keduanya (Rahmayati et al. 2014). Terasi memiliki kekhasan yang terletak pada bau yang menyengat dan warna kemerahan. Hal ini dikarenakan pada pembuatan terasi terjadi penguraian senyawa kompleks menjadi yang lebih sederhana (asam amino) melalui proses penguraian secara biologis (Aristyan et al. 2014). Peran atraktan sangat penting terhadap respons makan serta pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh sumber atraktan yang berbeda untuk meningkatkan respons konsumsi pakan dan pertumbuhan lobster air tawar. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis atraktan yang terbaik antara tepung cumi, tepung rebon, dan terasi udang yang dapat digunakan dalam pakan lobster air tawar untuk meningkatkan respons konsumsi pakan.
2
METODE Rancangan Percobaan Percobaan dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan digunakan untuk menguji penambahan atraktan pada pakan lobster air tawar, yaitu pakan A (kontrol, tanpa atraktan), pakan B (atraktan tepung cumi 2 %), pakan C (atraktan tepung udang rebon 2 %), serta pakan D (atraktan terasi 2 %). Prosedur Penelitian Pembuatan Pakan Uji Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pakan komersial (protein 36%) yang ditambahkan atraktan berbeda, yaitu dengan menggunakan tepung cumi, tepung rebon, dan terasi udang sesuai perlakuan. Pakan uji dibuat dengan mencampurkan pakan komersial dan atraktan yang berbeda. Dosis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Kurniawan (2013). Selanjutnya dilakukan pencampuran dengan menggunakan alat pencampur pakan (mixer) agar bahan pakan dapat tercampur secara homogen. Pakan kemudian dicetak dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 4 jam. Pakan kemudian dilakukan analisis proksimat yang terdiri dari analisis protein, lemak, serta kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), kadar air, dan kadar abu. Hasil analisis proksimat dalam bobot kering tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis proksimat pakan uji Komposisi Nutrien (%) Protein Lemak Serat Kasar Abu BETN2) DE (kkal/100 g protein)3) Rasio C/P 4) 1)
K 35,97 9,04 7,24 13,67 34,08 278,89 7,75
Perlakuan1) C R 36,30 36,43 9,20 9,16 6,53 6,35 12,50 12,48 35,47 35,58 285,09 285,5 7,85 7,83
T 35,89 8,95 6,73 11,96 36,46 284,1 7,91
K = tanpa atraktan; C = tepung cumi 2%; R = tepung rebon 2%; T = terasi 2% BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen. 3) DE = digestible energy. 4) C/P = energi per gram protein.
2)
Pemeliharaan Lobster Air Tawar Pemeliharaan lobster diawali dengan kegiatan persiapan wadah. Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium dengan ukuran akuarium 50 x 40 x 30 cm3 sebanyak 12 unit. Ketinggian air pada tiap-tiap perlakuan 15 cm. Wadah perlakuan dilengkapi dengan instalasi aerasi berupa selang aerasi dan batu aerasi yang dihubungkan dengan pipa PVC berdiameter 1 inci pada blower utama. Akuarium perlakuan ditempatkan secara acak sesuai Lampiran 1. Dinding akuarium dilapisi dengan plastik berwarna hitam yang berfungsi untuk
3 menghindari gangguan dari luar yang dapat membuat lobster stres. Selain itu pada tiap akuariumnya diberi 10 buah shelter berupa pipa PVC berdiameter 1 inci dengan panjang 5 cm yang berfungsi sebagai tempat berlindungnya lobster. Lobster air tawar yang digunakan dalam penelitian berasal dari Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Lobster diadaptasikan terlebih dahulu pada akuarium hingga biota uji stabil dan sudah merespons pakan yang diberikan. Lobster selanjutnya dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan pengaruh sisa pakan. Setelah fase pemuasaan selesai dilanjutkan dengan sampling yaitu mengukur bobot lobster sebanyak 10 ekor dan didapatkan bobot rata-rata 1,11 ± 0,005 gram/ekor. Pada tiap unit penelitian dimasukkan lobster dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Pakan diberikan secara at satiation (sekenyangnya) sebanyak 2 kali sehari. Pakan yang tersisa ditimbang setiap hari untuk menghitung jumlah konsumsi pakan pada lobster air tawar. Lobster dipelihara selama 40 hari. Selama pemeliharaan dilakukan pengambilan contoh untuk menimbang bobot individu dan bobot total (biomassa) lobster tiap 10 hari sekali pada setiap akuarium. Lobster yang mati selama pemeliharaan diangkat, dihitung, dan ditimbang. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan yang diikuti dengan penambahan air sesuai dengan air yang terbuang. Pergantian air sebanyak 40% dilakukan setiap 10 hari sekali. Pada awal, tengah, dan akhir pemeliharaan dilakukan pengamatan kualitas air berupa parameter suhu, oksigen terlarut, pH, amoniak dan alkalinitas. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan pada pakan uji dan whole body lobster air tawar. Analisis proksimat mengikuti metode Takeuchi (1988) yang meliputi analisis kadar air, protein, serat kasar, lemak, dan kadar abu. Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan sampel pakan dan whole body lobster air tawar menggunakan oven selama 6 jam. Analisis protein dilakukan dengan metode Kjehdahl, serat kasar dengan metode pelarutan asam dan basa kuat serta pemanasan, lemak tubuh dengan metode Folch, dan kadar abu dengan metode pemanasan dalam tanur pada suhu 600 ºC (Lampiran 2). Untuk keperluan uji proksimat whole body lobster digunakan lima ekor lobster untuk setiap perlakuan. Parameter Uji Parameter uji pada penelitian ini meliputi kelangsungan hidup (KH), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein (RP) dan retensi lemak (RL). 1) Kelangsungan hidup menggunakan rumus dari Zonneveld et al. (1991) yaitu sebagai berikut: N KH t x 100% N0 Keterangan: KH = kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah ikan pada akhir pengamatan (ekor) No = jumlah ikan pada awal pengamatan (ekor)
4 2) Laju pertumbuhan harian menggunakan rumus dari Huisman (1987) yaitu sebagai berikut:
Keterangan: LPH Wt Wo t
= laju pertumbuhan harian (%) = bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (gram/ekor) = bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (gram/ekor) = periode pemeliharaan (hari)
3) Konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) dihitung dengan rumus dari Goddard (1996) sebagai berikut : F FCR Wt Wd W0 Keterangan : F Wt Wd Wo
= jumlah pakan yang dimakan (gram) = biomassa ikan pada akhir perlakuan (gram) = biomassa ikan mati (gram) = biomassa ikan pada awal perlakuan (gram)
4) Jumlah konsumsi pakan (JKP) merupakan selisih jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tidak dimakan selama masa penelitian (Kurniawan 2013). 5) Retensi lemak (RL) dihitung dengan rumus dari Watanabe (1988) sebagai berikut: x 100% 6) Retensi protein (RP) dihitung dengan rumus dari Watanabe (1988) sebagai berikut: x 100%
Analisis Data Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% untuk menguji apakah terdapat pengaruh antar perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh yang beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey dengan selang kepercayaan 95% untuk mengetahui perlakuan yang memberikan hasil tertinggi dan terendah. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabel dan gambar. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 dan MsExcel 2013.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data hasil pengukuran dari kinerja pertumbuhan lobster air tawar selama masa pemeliharaan 40 hari tertera pada Tabel 2 dan Lampiran 3-8. Kinerja pertumbuhan lobster air tawar terdiri dari parameter uji; kelangsungan hidup (KH), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (Feed conversion ratio, FCR), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi lemak (RL), dan retensi protein (RP). Hasil berbeda nyata (P<0,05) ditunjukkan parameter jumlah konsumsi pakan (JKP) dan retensi protein (RL). Kelangsungan hidup (KH), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (FCR) dan retensi lemak (RL) untuk semua perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan Tabel 2 diketahui secara umum, penambahan atraktan ke dalam pakan dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan pada pemeliharaan lobster air tawar. Peningkatan jumlah konsumsi pakan dapat terlihat pada penambahan atraktan berupa tepung cumi dan tepung rebon sebanyak 2%, namun terjadi penurunan pada penambahan atraktan berupa terasi sebanyak 2%. Parameter laju pertumbuhan harian, nilai konversi pakan, dan retensi lemak tidak mengalami peningkatan meskipun jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan. Pemberian pakan yang mengandung atraktan memberikan efek yang sama terhadap nilai kelangsungan hidup. Parameter retensi protein terjadi peningkatan pada penambahan atraktan ke dalam pakan, khususnya pada atraktan tepung cumi dan tepung rebon sebanyak 2%, namun tidak terjadi peningkatan pada penambahan atraktan terasi sebanyak 2%. Tabel 2 Laju pertumbuhan harian (LPH), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi lemak (RL), retensi protein (RP), konversi pakan, kelangsungan hidup (KH) lobster air tawar selama pemeliharaan 40 hari Nilai parameter pada pakan uji**) Parameter*) K C R T KH (%) 93,33 ± 5,77 a 90 ± 0,00 a 90 ± 0,00 a 86,67 ± 5,8 a LPH (%) 1,53 ± 0,17 a 1,91 ± 0,14 a 2,0 ± 0,27 a 1,59 ± 0,24 a FCR 2,09 ± 0,26 a 1,72 ± 0,19 a 1,71 ± 0,33 a 2,06 ± 0,22 a a b JKP (g) 18,88 ± 0,72 20,96 ± 0,51 21,36 ± 0,34 b 18,90 ± 0,20 a RL (%) 27,02 ± 4,63 a 38,10 ± 2,27 a 36,45± 4,20 a 31,19 ± 0,14 a a ab RP (%) 56,28 ± 6,30 74,70 ± 5,2 83,18± 7,98 b 67,40 ± 0,24 a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Tukey) *) konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), kelangsungan hidup (KH), konversi pakan (FCR), retensi lemak (RL), retensi protein (RP) **) K= tanpa atraktan; C = tepung cumi 2%; R = tepung rebon 2%; T = terasi 2%
Gambar 1 menunjukkan grafik bobot rata-rata individu lobster air tawar selama pemeliharaan 40 hari dengan pemberian pakan yang mengandung jenis atraktan yang berbeda; tepung cumi, tepung rebon, dan terasi dengan dosis 2% serta satu kontrol (tanpa penambahan atratan). Hasil penelitian menunjukkan
6 bahwa terjadi pertambahan bobot individu, baik pada perlakuan kontrol (tanpa penambahan atraktan), penambahan atraktan tepung cumi 2%, penambahan tepung rebon 2%, dan penambahan terasi 2%. Penambahan bobot lobster air tawar semakin meningkat seiring dengan pertambahan waktu pemeliharaan untuk semua perlakuan (Gambar 1). Peningkatan tertinggi bobot rata-rata individu lobster air tawar selama masa pemeliharaan terlihat pada lobster yang diberi pakan yang diberi atraktan berupa tepung rebon sebanyak 2%. Pada lobster air tawar yang tidak diberi pakan mengandung atraktan, terlihat pertumbuhan bobot rata-rata individunya paling rendah apabila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 1 Grafik bobot rata-rata lobster air tawar ikan selama 40 hari pemeliharaan pada perlakuan (♦) kontrol, (■) cumi 2%, (▲) rebon 2%, dan (x) terasi 2% Data hasil pengukuran dari kualitas air pemeliharaan lobster air tawar selama 40 hari tertera pada Tabel 3. Parameter kualitas air terdiri dari parameter derajat keasaman (pH), suhu, oksigen terlarut (DO), alkalinitas, dan amoniak. Berdasarkan Tabel 3, kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan lobster air tawar. Tabel 3 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan lobster air tawar yang diberi pakan uji selama 40 hari pemeliharaan Kisaran nilai1) Parameter Kisaran K C R T optimum pH(unit) 7,23-7,84 7,21-7,79 7,24-7,87 7,21-7,75 6,5-8a Suhu(˚C) 25,6-27,5 25,6-27,3 25,6-27,4 25,6-27,4 23-31a DO(mg/L) 5,2-7,5 5-7,8 5,2-7,2 5,2-7,5 >5 b Alkalinitas(mg/L ) 40-64 40-64 40-64 40-80 20-300c Amoniak(mg/L) <0,0221 <0,0167 <0,0314 <0,0417 <0,1c 1) a
K:Kontrol ; C: Cumi 2% ; R: Rebon 2% ; T: Terasi 2% FAO (2014) ; b Boyd (1998); c Rouse (1997)
7
Hasil pengukuran kualitas air secara runutan waktu tertera pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, nilai derajat keasaman (pH) dan alkalinitas mengalami penurunan sampai akhir pemeliharaan sedangkan konsentrasi amoniak semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Konsentrasi oksigen terlarut meningkat sampai hari ke-20 kemudian relatif stabil sampai akhir pemeliharaan.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 2 Parameter kualitas air pada setiap pengukuran (a) = derajat keasaman; (b) = suhu; (c) = oksigen terlarut; (d): alkalinitas; (e) = amoniak pada perlakuan (♦) kontrol, (■) cumi 2%, (▲) rebon 2%, dan (x) terasi 2%
8
Pembahasan Sistem budidaya intensif membutuhkan suplai pakan dari luar lingkungan budidaya. Hal ini membuat kebiasaan makan (feeding habits) menjadi penting untuk diketahui untuk mengefisienkan pakan. Lobster air tawar merupakan hewan yang memiliki sifat nokturnal dan fototaksis negatif yang artinya lobster cenderung makan pada malam hari. Dalam melakukan aktivitas mencari makan lobster lebih mengandalkan rangsangan bau dibandingkan dengan pengelihatan (Priyono 2009). Terkait kebiasaan makan lobster air tawar tersebut, atraktan memiliki peran penting dalam pakan yang berfungsi untuk merangsang lobster untuk mendekati dan mengkonsumi pakan. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan (JKP) lobster air tawar. JKP pada perlakuan penambahan tepung cumi dan penambahan tepung rebon sebanyak 2% tidak berbeda nyata, namun keduanya lebih tinggi daripada tanpa penambahan atraktan (kontrol). Tingginya nilai JKP pada penambahan tepung rebon dan tepung cumi sebanyak 2% diduga karena aroma pakan yang lebih kuat sehingga membuat lobster mendekat dan mengkonsumsi pakan. Hal itu diperkuat oleh Halver (1989), bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh palabilitas pakan yang diberikan yang meliputi warna, rasa, bentuk, ukuran, tekstur, dan aroma. Tepung rebon mengandung asam amino yaitu glisin dan alanin sebesar 2,54% dan 2,58%, sedangkan tepung cumi mengandung asam amino glisin dan alanin yaitu sebesar 2,65% dan 2,66% (Kurniawan 2013). Penggunaan asam amino glisin dan alanin diduga berdampak pada peningkatan konsumsi pakan. Menurut Mackie dan Mitchell (1983) penggunaan pakan yang mengandung glisin dan alanin berdampak positif terhadap konsumsi pakan. Pernyataan itu juga diperkuat oleh Houlihan et al. (2002) yang menyatakan bahwa kandungan asam amino seperti glisin, prolin, taurin, dan valin memberikan respons makan yang lebih sensitif pada ikan. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa laju pertumbuhan harian (LPH) selama penelitian tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Menurut Watanabe (1988) pertumbuhan erat kaitannya dengan ketersediaan protein pakan sehingga pertumbuhan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya protein pakan. Nilai protein pakan berdasarkan hasil uji proksimat menunjukkan nilai yang relatif tidak berbeda (Tabel 1). Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan harian tidak berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan hasil pertumbuhan bobot individu (Gambar 1) diperoleh hasil pertumbuhan tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan tepung rebon 2%, kemudian diikuti dengan perlakuan penambahan atraktan tepung cumi 2%, perlakuan penambahan terasi 2%, dan perlakuan kontrol (tanpa penambahan atraktan). Pertumbuhan bobot individu pada penambahan tepung rebon sebanyak 2% didapatkan hasil tertinggi. Hal ini diduga kandungan asam amino esensial di dalam tepung rebon lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh lobster air tawar. Selain itu menurut Sholichin et al. (2011), tepung rebon mengandung asam amino esensial arginin yang dapat menstimulasi sekresi insulin yang akan meningkatkan hormon pertumbuhan. Konversi pakan menggambarkan tingkat efisiensi lobster dalam memanfaatkan energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan Tabel 1, nilai nutrien relatif tidak berbeda berbeda antar perlakuan sehingga
9 menyebabkan FCR tidak berbeda nyata antar perlakuan. Menurut Probosasongko (2003) peningkatan konversi pakan bergantung pada kualitas pakan yang mampu dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh ikan untuk tumbuh. Nilai retensi lemak menunjukkan nilai lemak yang terkandung dan tersimpan dalam tubuh ikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa retensi lemak (RL) tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan energi dalam pakan memiliki nilai kuantitas yang relatif tidak berbeda sehingga absorsi akan lemak tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan. Menurut NRC (1993) apabila energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak berlebihan maka akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh, sintesis lemak yang berasal dari karbohidrat menjadi asam lemak dan trigliserida terjadi di organ hati dan jaringan lemak. Menurut Buwono (2000), retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang dapat diserap atau dimanfaatkan untuk membangun atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta dimanfaatkan tubuh ikan untuk metabolisme sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai retensi protein dipengaruhi oleh perlakuan. Perlakuan penambahan tepung rebon sebanyak 2% menghasilkan retensi protein tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya nilai retensi diduga karena profil asam amino esensial dalam pakan sesuai dengan tubuh lobster air tawar. Hal ini sesuai dengan (Steffens 1989) yang menyatakan bahwa semakin sesuai profil asam amino esensial dalam pakan terhadap tubuh ikan maka akan semakin banyak bagian dari asam amino yang disintesis menjadi protein. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai kelangsungan hidup (KH) lobster air tawar tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Menurut Handajani dan Widodo (2010), kualitas air sangat penting untuk kehidupan organisme akuatik. Air harus memenuhi berbagai persyaratan, baik dari segi kimia, fisika, maupun biologinya. Hal itu membuat telaah terhadap kualitas air sangat penting dilakukan guna mendukung kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik. Tabel 3 menunjukkan bahwa kualitas air selama penelitian pada semua perlakuan berada pada kisaran optimum sehingga dapat menunjang kehidupan lobster air tawar. Nilai derajat keasaman (pH) hasil pengukuran selama penelitian berkisar di antara 7,21-7,87. Nilai tersebut masih berada pada kisaran optimum bagi pertumbuhan lobster air tawar. Menurut FAO (2014) nilai optimum untuk pertumbuhan lobster air tawar berkisar diantara 6,5-8. Namun berdasarkan Gambar 2, nilai pH mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan pada setiap perlakuan. Penurunan nilai pH pada setiap perlakuan diduga karena terjadinya aktivitas respirasi yang terjadi di dalam wadah budidaya. Menurut Wetzel (1983) proses respirasi oleh semua komponen ekosisten akan meningkatkan jumlah karbon dioksida (CO2), sehingga pH perairan akan menurun. Suhu merupakan parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi proses fisiologis organisme akuatik. Suhu yang didapatkan selama penelitian berkisar antara 25,6-27,5 oC. Menurut FAO (2014) lobster jenis Cherax quadricarinatus memiliki toleransi suhu yang tinggi yaitu berkisar diantara 23-31 oC. Hal ini menunjukkan bahwa selama penelitian suhu berada pada kisaran optimum. Fluktuasi suhu yang terjadi selama penelitian tidak terlalu besar. Namun
10 demikian, fluktuasi tersebut masih berada pada kisaran optimum pemeliharaan lobster air tawar sehingga tidak menyebabkan lobster terganggu pertumbuhannya. Alkalinitas merupakan parameter penting dalam kualitas air pemeliharaan. Alkalinitas disebabkan oleh adanya birkarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-) (Kaligis 2005). Berdasarkan hasil pengukuran alkalinitas selama penelitian berkisar diantara 40-80 mg/L. Menurut Rouse (1997) nilai alkalinitas optimum untuk pemeliharaan lobster air tawar berkisar diantara 20-300 mg/L. Hal ini menunjukkan, bahwa nilai alkalinitas selama pemeliharaan masih berada pada kisaran optimum untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan lobster air tawar. Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa nilai alkalinitas cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Penurunan nilai alkalinitas ini diduga karena kalsium dimanfaatkan lobster air tawar untuk keperluan molting. Pertumbuhan pada lobster didahului dengan proses molting. Menurut Kaligis (2005), alkalinitas merupakan salah satu variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap proses pergantian kulit dan fisiologi lobster air tawar. Oksigen dalam kehidupan organisme akuatik merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat makanan sehingga dapat menghasilkan energi. Kandungan oksigen terlarut yang terukur selama penelitian berada pada kisaran 5-7,8 mg/L. Menurut Boyd (1998) kisaran oksigen terlarut untuk kehidupan loster air tawar berada pada nilai lebih dari 5 mg/L. Hal itu berarti kandungan oksigen terlarut selama pemeliharaan berada pada kisaran optimum untuk pertumbuhan lobster air tawar. Kandungan oksigen terlarut berdasarkan Gambar 2 terjadi fluktuasi, konsentrasi oksigen terlarut meningkat sampai hari ke-20 kemudian relatif stabil sampai akhir pemeliharaan. Rendahnya oksigen terlarut di awal pengukuran diduga diakibatkan karena pada awal pemeliharaan lobster masih berada pada kondisi stres akibat kegiatan sampling. Hal ini diperkuat oleh Handajani dan Widodo (2010) kebutuhan akan oksigen bagi ikan bergantung pada kondisi aktivitas metabolismenya. Nilai amoniak selama pemeliharaan kurang dari 0,05 mg/L, yang menyatakan bahwa kondisi media pemeliharaan berada pada kisaran optimum. Menurut Boyd (1998), lobster air tawar mampu menoleransi kandungan amoniak kurang dari 0,1 mg/L. Dinyatakan pula, bahwa akumulasi amonia dalam darah dapat menyebabkan kemampuan darah dalam mentransportasikan oksigen berkurang. Konsentrasi amoniak cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Menurut Silaban et al. (2012) peningakatan amoniak pada wadah budidaya dapat diakibatkan sisa pakan, feses, dan buangan metabolit. Secara keseluruhan, parameter kualitas air berada pada kisaran optimum selama pemeliharaan. Kualitas air yang optimum akan membantu kelangsungan hidup organisme akuatik serta membuat pertumbuhan menjadi optimum. Penyakit yang menyerang biota kultur berasal dari tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan, kondisi inang, dan adanya jasad patogen. Hal ini membuat parameter kualitas air sangat penting guna mencegah organisme akuatik terserang penyakit, serta kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat terjaga. Berdasarkan hasil penelitian terhadap berbagai parameter dapat diketahui bahwa penggunaan atraktan tepung rebon 2% dalam pakan dapat meningkatkan nafsu makan lobster air tawar. Hal itu dapat dilihat dari parameter jumlah konsumsi pakan, penggunaan tepung rebon sebanyak 2% dapat merangsang
11 lobster air tawar untuk mengkonsumsi pakan lebih baik dari perlakuan lainnya. Dengan demikian, peluang pakan tidak termakan akibat leaching menjadi berkurang yang berakibat pada konversi pakan yang rendah dan pertumbuhan yang relatif cepat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, atraktan terbaik yang dapat digunakan dalam pakan adalah tepung rebon sebanyak 2% yang mengasilkan jumlah konsumsi pakan sebesar 21,36 gram. Saran Disarankan untuk menggunakan tepung rebon 2% sebagai atraktan dalam pakan lobster air tawar. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan waktu pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA Aristyan A, Ratna I, Laras R. 2014. Pengaruh perbedaan kadar garam terhadap mutu organoleptik dan mikrobiologis terasi rebon Acetes sp.. J Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(2):60-66. Boyd CE. 1998. Water Quality for Pond Aquaculture. Alabama (US): Auburn University Agriculture Experiment Station. Buwono ID. 2000. Kebutuhan Asam Amino Essensial dalam Ransum Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius. hlm 56. FAO [Food and Agriculture Organization]. 2014. Cultured aquatic species information programme Cherax quadricarinatus (von Marten,1868) [Internet]. [diunduh 2014 Mar 18]. Tersedia pada: www.fao.org/fishery/culturedspecies. Gernat AG. 2001. The effect of using different level of shrimp meal in laying hen diets. J Poultry Science. 80: 633-636 Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York (US). p 194. Halimatussadiah SS. 2009. Pengaruh atraktan untuk meningkatkan penggunaan tepung darah pada pakan ikan kerapu bebek cromileptes altivelis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Halver JE. 1989. Fish Nutrition. Second edition. New York (US): Academic Press Inc.. p 789. Handajani H dan Widodo W. 2010. Nutrisi Ikan. Malang (ID): UMM Press. Hertrampf JW, Pascual FP. 2000. Handbook on ingredients for aquaculture feeds. London (UK): Kluwer Academic Publisher. Houlihan D, Boujard T, Jobling M. 2002. Foot intake in fish. Norway (NO): University of Tromso.
12 Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production.. Wageningen, Netherlands (NL): Wageningen Agricultural University. p 57-122. Kaligis EY. 2005. Pertumbuhan dan sintasan postlarva lobster air tawar Cherax quadricarinatus, VON MARTENS pada media alkalinitas berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurniawan A. 2013. Palabilitas dan pertumbuhan sidat Anguilla marmorata dengan pemberian atraktan tepung cumi dan tepung udang rebon [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mackie AM, Mitchell AI. 1983. Studies on the chemical nature of feeding stimulants for juvenile european eel Anguilla anguilla. J Fish Biol. 22:425430. NRC [National Research Council]. 1993. Nutrient Requirements of Warmwater Fishes and Shellfishes, Rev. ed. Washington (US) : Acad Press. Priyono E. 2009. Alternatif penambahan suplemen hayati untuk meningkatkan pertumbuhan lobster air tawar Cherax quadricarinatus [tesis]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Probosasongko DAM. 2003. Pengaruh kadar silase jeroan ikan patin yang berbeda dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan patin ukuran sejari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmayati R, Putut HR, Laras R. 2014. Perbedaan konsentrasi garam terhadap pembentukan warna terasi udang rebon (Acetes sp.) basah. J Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(1):108-117. Rouse DB. 1997. Production of Australian red claw crayfish. Alabama (US): Auburn University. Sholichin I, Kiki H, Henhen S. 2011. Pengaruh penambahan tepung rebon pada pakan buatan terhadap nilai chroma ikan mas koki (Carassius auratus). J Perikanan dan Kelautan. 3(4):185-190. Silaban TF, Limin S, Suparmono. 2012. Peningkatan kinerja filter air untuk menurunkan konsentrasi ammonia pada pemeliharaan ikan mas (Cyprinus carpio). J Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. (1):48-56. Steffens W. 1989. Principle of Fish Nutrition. Chichester (GB): Ellis Horwood Limited. Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa internat. Fish. Training Center. p 179-229. Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Bioscience. Tokyo university of Fisheries. JICA. p 223. Waterman TH. 1960. The Physiology of Crustacea. Yale University. New York dan London (US): Academic Press. Wetzel RG. 1983. Limnology, 2nd Edition. Philadelphia (US): Saunders College Publishing. p 743 Zonneveld NZA, Huisman EA, Bonn JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. hlm 318.
13
Lampiran 1 Skema tata letak akuarium pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus K3
R2
K2
T3
C2
R3
C1
T2
R1
C3
K1
T1
Lampiran 2 Prosedur analisis proksimat Kadar Protein Tahap Oksidasi 1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. 2. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. 3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu kjeldahl, kemudian labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi pada suhu 4000C selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. larutan sampel didestilasi. Tahap Destilasi 1. Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalamlabu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amoniak lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit. 2. Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2 tetes indikator metil red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30 % lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup. 4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor. Tahap Titrasi 1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N. 2. Volume hasil titrasi dicatat. 3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.
14
Kadar Lemak Metode ekstraki Soxhlet 1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1100 dalam waktu 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya. 3. N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu. 4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan yang merendam sampel soxhlat berwarna bening. 5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap. 6. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Metode Folch 1. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol (20xA), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 2. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacuum pump. 3. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang telah dibei larutan MgCl2 0,03 N (0.2 x C), kemudian dikocok dengan kuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama 1 malam. 4. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 1100C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1). 5. Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform/methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum. 6. Setelah sisa kloroform/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X2) Kadar Air 1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A) 3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 1100 C selama 4-6 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2) Kadar Abu 1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 1000 C selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)
15 3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 6000 C sampai menjadi abu kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2) Kadar Serat Kadar 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 1100C setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1) 2. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram (A) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml 3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven 105-1100 C selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Lampiran 3 Analisis statistik derajat konversi pakan a. Anova Sumber Keragaman JK DB KT Perlakuan
0,373
3
0,124
Sisa
0,541
8
0,68
Total
0,915
11
F
P
1,840
0,218
F
P
22,228
0,000
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap konversi pakan
Lampiran 4 Analisis statistik jumlah konsumsi pakan a. Anova Sumber Keragaman JK DB KT Perlakuan
15,658
3
5,219
Sisa
1,879
8
0,235
Total
17,537
11
P<0,05 artinya perlakuan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan.
16 b. Uji Tukey α = 0,05 Perlakuan Kontrol Terasi Cumi Rebon P
N 3 3 3 3
A 18,8800 18,9033
B
20,9567 21,3600 0,752
1,000
Lampiran 5 Analisis statistik laju pertumbuhan harian a. Anova Sumber Keragaman JK DB KT Perlakuan
0,474
3
0,158
Sisa
0,349
8
0,44
Total
0,823
11
F
P
3,624
0,065
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian.
Lampiran 6 Analisis statistik derajat kelangsungan hidup a. Anova Sumber Keragaman JK DB KT Perlakuan
66,667
3
22,222
Sisa
133,333
8
16,667
Total
200,000
11
F
P
1,333
0,330
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup.
Lampiran 7 Analisis statistik retensi protein a. Anova Sumber Keragaman JK DB
KT
F
P
8,766
0,031
Perlakuan
780,146
3
260,049
Sisa
118,661
4
29,665
Total
898,807
7
P<0,05 artinya perlakuan berpengaruh terhadap retensi protein.
17 b. Uji Tukey Perlakuan Kontrol Terasi Cumi Rebon P
α = 0,05 N 2 2 2 2
A 56,275 67,415 74,695
B
74,695 83,175 0,752
1,000
Lampiran 8 Analisis statistik retensi lemak a. Anova Sumber Keragaman JK DB
KT
F
P
4,629
0,086
Perlakuan
153,674
3
51,225
Sisa
44,263
4
11,066
Total
197,938
7
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap retensi lemak.
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tangga l2 April 1992 dari ayah Albert Kuswandi dan ibu Sulastri DA. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA Bina Insani Kota Bogor dan lulus pada tahun 2010. Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai Anggota Divisi Pengembangan Masyarakat 2011/2012, asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar akuakultur 2012/2013, asisten praktikum mata Fisiologi Hewan Air 2012/2014 dan Nutrisi Ikan 2013/2014. Lomba yang pernah dimenangkan penulis antara lain, pendanaan PKM-P DIKTI 2012, pendanaan PKM-M DIKTI 2013, PKM-P DIKTI 2013. Penulis melaksanakan magang pada tahun 2011 di Kolam Percobaan Budidaya Perairan, Jawa Barat, magang pada tahun 2012 di BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat, BPBIAPL Pangandaran, Jawa Barat, serta Praktik Lapangan Akuakultur pada tahun 2013 di BBPPBL Gondol, Bali dengan judul “Pembenihan Ikan Kerapu Sunu Plectropomus leopardus di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali”. Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan menyusun skripsi yang berjudul “Penambahan jenis atraktan yang berbeda dalam pakan terhadap respons konsumsi pakan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)”