Pemurnian dan Penentuan Berat Molekul Hyaluronidase dari Testis Sapi Lokal Liliek Nurhidayati1, Usman S.F. Tambunan2, Bambang Sunarko3 1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta 2 Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia 3 Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong
Abstrak Hyaluronidase adalah enzim yang mengkatalisis degradasi asam hyaluronat. Manfaat enzim tersebut dalam pengobatan cukup besar. Testis mamalia adalah sumber terbanyak enzim ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan hyaluronidase yang murni menggunakan bahan baku testis sapi lokal. Hyaluronidase yang diekstraksi dari testis sapi lokal dimurnikan secara pengendapan menggunakan aseton, dilanjutkan kromatografi penukar ion pada kolom Amberlite IRA 410 yang dielusi dengan bufer natrium asetat 10 mM pH 5,4 dan NaCl 500 mM secara gradien. Setelah dipekatkan dengan ammonium sulfat pada kejenuhan 85%, fraksi Amberlite IRA 410 dimasukkan kolom yang berisi Sephadex G-100 dan dielusi dengan bufer yang sama. Hyaluronidase hasil pemurnian mempunyai aktivitas spesifik 180,33 x 10-3 U/mg, tingkat pemurnian 95 kali dengan rendemen 18,36% dihitung terhadap ekstrak kasar asal dalam larutan sukrosa 0,25 M. Sebanyak 68,21% aktivitas total enzim hilang pada tahap pengendapan dengan aseton. Pemekatan dengan ammonium sulfat terhadap fraksi Amberlite IRA 410 menurunkan aktivitas spesifik enzim. Berat molekul hyaluronidase hasil pemurnian yang ditentukan secara SDSPAGE adalah 62 kDa. Kata kunci : hyaluronidase, pemurnian, berat molekul, testis sapi lokal 1. Pendahuluan Ekstrak testis mamalia dan jaringan lain memiliki spreading factor, yakni zat yang mempermudah penyebaran vaksin antiviral, warna, racun dan lain-lain yang diinjeksikan secara subkutan. Spreading factor ini dikenal dengan nama hyaluronidase. Hyaluronidase dari testis mamalia yang juga dikenal dengan hyaluronoglukosaminidase (EC 3.2.1.35) adalah enzim yang mendegradasi mukopolisakarida (Kreil, 1995). Hyaluronodase bisa diperoleh dari berbagai sumber. Sumber enzim ini di antaranya adalah hati tikus (Aronson & Davidson, 1967), sperma sapi (Yang & Srivastava, 1975), fibroblast anak ayam (Orkin & Tole, 1980) dan hepatopankreas lobster Norway (Krishnapillai et a.l, 1999a). Sumber hyaluronidase terbesar adalah testis sapi dewasa (Kreil, 1995).
1
Hyaluronidase menjadi semakin berarti dengan meningkatnya perhatian pada substratnya, yakni hyaluronan (asam hyaluronat)(Frost et al., 1996). Manfaat enzim ini dalam pengobatan cukup besar, seperti dalam pembedahan dan kanker (Demeester & Vercruysee, 1997) dan bidang ophthalmology (Moharib et al., 2002). Untuk memurnikan enzim ini bisa dilakukan secara kromatografi kolom menggunakan BioRex 70 dan Sephadex G-75 (Border & Raftery, 1968), fraksinasi ammonium sulfat, kromatografi kolom menggunakan DEAE selulosa dan Sephadex G-75 (Yang & Srivastava, 1975), fraksinasi aseton, kromatografi kolom menggunakan Amberlite IRA 420 dan Sephacryl S-200 HR (Krishnapillai et al., 1999a). Pada penelitian ini hyaluronidase dari testis sapi lokal dimurnikan secara fraksinasi aseton, kromatografi kolom menggunakan Amberlite IRA 410 dilanjutkan Sephadex G-100. Berat molekul enzim ini ditetapkan secara SDS-PAGE. 2. Bahan dan metode Bahan. Testis sapi lokal segar diperoleh dari rumah potong hewan PD Dharma Jaya, Cakung, Jakarta Timur. Natrium hyaluronat tipe human umbilical cord (Sigma no. katalog H-1876), Bio-Rad Reagent, bovine serum albumine (Sigma), Amberlite IRA 410 (Cl-, 20-50 mesh) (Fluka Chemika), Sephadex G-100 (Pharmacia), LMW protein marker (Amersham Pharmacia). Bahan kimia yang lain berasal dari E. Merck. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium serta peralatan sebagai berikut : Penangas air (Grant), blender (National), freezer (Sharp), pH meter (TOA HM 30G), mikropipet, timbangan analitik (Precisa), timbangan kasar (Scout), sentrifuge berpendingin (Jouan MR 1812), sentrifuge Biofuge 13, oven (Harstra), moisture balance (Precisa HA 300), fraction collector (Millipore Waters), gradient mixer GM-1 (Pharmacia Fine Chemicals), dri-bath (Thermolyne Type 16500), spektrofotometer (Beckman DU 650), alat elektroforesis ( Atto Pagerun model AE-6531) Penentuan aktivitas enzim. Aktivitas hyaluronidase ditentukan secara kolorimetri menurut cara Reissig, Strominger, Leloir (1955) dan Krishnapillai et al. (1999a) yang dimodifikasi. Penentuan aktivitas dilakukan menggunakan natrium hyaluronat (1 mg/mL ) sebagai substrat dalam bufer natrium asetat 50 mM pH 4,4 yang mengandung NaCl 400 mM. Aktivitas enzim satu unit didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat mengkatalisis pembentukan 1 µmol ekivalen gugus Nasetilglukosamin ujung per menit pada 25oC. Penentuan konsentrasi protein. Konsentrasi protein pada uji optimasi penambahan aseton ke dalam ekstrak kasar, pada setiap fraksi selama kromatografi penukar ion dan kromatografi filtrasi gel dinyatakan sebagai besarnya serapan pada λ=280 nm (Alexander & Griffith, 1993).
2
Untuk menghitung tingkat pemurnian dan rendemen, penentuan konsentrasi protein dalam ekstrak kasar, fraksi aseton, fraksi kromatografi penukar ion, fraksi pemekatan dan kromatografi filtrasi gel dilakukan dengan metode Bradford menggunakan bovine serum albumine sebagai standar. Pereaksi untuk uji protein diperoleh dari Bio-Rad. Ekstraksi dan pemurnian enzim. Lebih kurang 110,0 g substansi testis sapi dihancurkan dan dihomogenkan menggunakan blender dengan penambahan 100 mL sukrosa dingin 0,25 M. Homogenat disentrifugasi pada 7500 rpm, 4oC selama 30 menit. Supernatan dikumpulkan sebagai ekstrak kasar. Terhadap ekstrak kasar dilakukan pengujian konsentrasi protein dan aktivitas hidrolitik enzim. Besarnya konsentrasi protein ditentukan dengan metode Bradford, sedangkan aktivitas enzimnya ditentukan dengan cara kolorimetri menurut cara Reissig, Strominger, dan Leloir (1955) serta Krishnapillai et al. (1999a) yang dimodifikasi. Supernatan yang dikumpulkan sebagai ekstrak kasar dimurnikan dengan fraksinasi aseton prosentase bervariasi, yakni 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60% V/V. Penambahan aseton dilakukan tetes demi tetes sambil diaduk pada suhu 0 - 2oC, dan dibiarkan 10 -15 menit. Endapan yang terbentuk masing-masing dipisahkan dengan sentrifugasi pada 7500 rpm, 4oC selama 20 menit. Terhadap supernatan tiap-tiap fraksi diuji konsentrasi protein dan aktivitas enzimnya terhadap substrat natrium hyaluronat. Fraksi aseton dengan konsentrasi protein dan aktivitas enzim tertinggi dipilih sebagai fraksi dengan prosentase aseton paling optimum. Enzim hasil fraksinasi dengan aseton yang berasal dari 80 mL ekstrak kasar dilarutkan dalam 40 mL sukrosa dingin 0,25 M dan dibiarkan semalam pada 2oC. Selanjutnya disentrifugasi pada 7500 rpm, 4oC selama 10 menit. Supernatan yang didapat disebut fraksi aseton. Sebanyak 5 ml fraksi aseton dimasukkan ke dalam kolom 2X29 cm yang berisi Amberlite IRA 410 yang telah disetimbangkan dengan bufer natrium asetat 10 mM pH 5,4. Ke dalam gradient mixer pada kompartemen yang berhubungan langsung dengan kolom dan dilengkapi pengaduk, dimasukkan 50 mL bufer natrium asetat 10 mM pH 5,4. Pada kompartemen yang lain dimasukkan 50 mL NaCl 500 mM. Kecepatan tetesan diatur 0,49 mL/menit. Fraksi yang dikumpulkan setiap 10 menit ditentukan konsentrasi protein dan aktivitas enzimnya. Fraksi dengan aktivitas enzim tinggi dikumpulkan sebagai fraksi Amberlite IRA 410. Gabungan fraksi dipekatkan dengan penambahan ammonium sulfat dengan kejenuhan 85% (Copeland, 1994) pada suhu 0 - 4oC. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan didekantasi. Endapan dilarutkan dalam bufer natrium asetat 10 mM pH 5,4 sampai volumenya 5 mL. Sebanyak 0,2 mL fraksi Amberlite IRA 410 yang sudah dipekatkan dimasukkan ke dalam kolom (0,9X20 cm) yang berisi Sephadex G-100 yang telah dijenuhi dengan bufer natrium asetat 10 mM pH 5,4. Kolom dielusi dengan 20 mL natrium asetat 10 mM pH 5,4. Kecepatan penetesan diatur 0,17 mL/menit. Setiap 10 3
menit fraksi dikumpulkan dan diuji konsentrasi protein serta aktivitas enzimnya. Fraksi dengan aktifitas enzim tertinggi dikumpulkan dan ditentukan berat molekulnya. SDS-PAGE. Berat molekul enzim hasil pemurnian ditentukan dengan sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) menurut cara Laemmli. Protein dilarutkan ke dalam bufer (SDS 4%, gliserol 20%, Tris-HCl pH 6,8, 2-mercaptoethanol 2%, bromofenol biru 0,001%), diinkubasi pada 100oC selama 1 menit. Protein sampel terlarut dimasukkan ke dalam gel elektroforesis. Elektroforesis dijalankan pada tegangan 220 Volt, 30 mA selama 120 menit. Gel elektroforesis dikeluarkan dari plat kaca, kemudian dimasukkan ke dalam larutan pewarna yang mengandung coomassie brilliant blue selama 30 menit. Larutan pewarna dibuang, gel direndam dengan larutan peluntur sampai tampak pita-pita protein yang terpisah. Berat molekul enzim diestimasi menggunakan kurva standar LMW protein marker. 3. Hasil dan pembahasan Pemurnian hyaluronidase. Pada umumnya enzim mengendap pada penambahan aseton dengan kisaran 20 - 50% V/V. Makin besar molekul enzim, prosentase pelarut organik yang diperlukan untuk mengendapkan makin sedikit (Scopes, 1987). Hasil uji optimasi menunjukkan bahwa prosentase aseton yang harus ditambahkan ke dalam ekstrak kasar agar pengendapannya optimum adalah 50%. Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa perbandingan ekstrak-aseton yang paling optimum untuk mengendapkan hyaluronidase dari lobster Norway adalah 1 : 07-0,9. Perbandingan ini bila dinyatakan sebagai prosentase aseton terhadap volume akhir dengan mengabaikan terjadinya penyusutan volume adalah 41 - 47% (Krishnapillai et al., 1999a). Dengan demikian prosentase aseton optimum yang diperoleh pada penelitian ini hampir sama dengan laporan peneliti sebelumnya. Dari 80 mL ekstrak kasar dengan konsentrasi protein 171,905 mg/mL dan aktivitas enzim 327,47 x 10-3 U/mL dihasilkan fraksi aseton 50% sebanyak 27,6 mL. Hasil penentuan konsentrasi protein dengan metode Bradford dan aktivitas enzim terhadap fraksi aseton 50% menunjukkan, bahwa dalam 27,6 ml fraksi tersebut terdapat protein sebesar 1.130 mg, dengan aktivitas 8,33 U. Bila dihitung terhadap 90 mL ekstrak kasar asal, fraksi aseton 50% mengandung protein total 1.271,56 mg dengan aktivitas total 9,37 U. Fraksi aseton 50% ini mempunyai aktivitas spesifik sebesar 7,37 x 10-3 U/mg dengan rendemen 31,79%. Pengendapan dengan pelarut aseton ini menghasilkan tingkat pemurnian sebesar 4 kali. Tahap ini menyebabkan hilangnya aktivitas enzim sebanyak 68,21%. Hilangnya aktivitas ini disebabkan oleh terjadinya denaturasi (Scopes, 1987). Baik besarnya tingkat pemurnian maupun rendemen aktivitas enzimnya, hasil fraksinasi pada penelitian ini lebih kecil dari pada yang dilaporkan peneliti terdahulu. Fraksinasi aseton menghasilkan tingkat pemurnian 18 kali dengan rendemen 59%, atau aktivitas enzim yang hilang sebesar 41% (Krishnapillai et al., 1999a). 4
Dari 27,6 ml fraksi aseton 50% dipipet sebanyak 5 mL untuk dimasukkan ke dalam kolom kromatografi penukar ion menggunakan resin Amberlite IRA 410. Resin Amberlite IRA 410 adalah penukar anion dengan fasa pendukung polistiren yang dilengkapi counter-ion Cl- (Sudarmaji, 1996). Bila digunakan penukar ion berfasa pendukung selulosa atau agarosa, enzim akan teradsorbsi pada selulosa dan atau agarosa, yang disebabkan oleh ikatan sisi aktif pada matrik gel yang memiliki unit berulang heksosa dengan ikatan β(1→ 4), sehingga menyebabkan aktivitas enzim berkurang banyak (Krishnapillai et al., 1999a). Diharapkan dengan menggunakan kolom berfasa pendukung jenis polistiren ini, aktivitas enzim tidak banyak berkurang. Dari 5 mL fraksi aseton dengan konsentrasi protein 40,952 mg/mL dan aktivitas enzim 301,84 x 10-3 U/mL yang dimasukkan kromatografi kolom penukar ion ini diperoleh hasil kromatografi seperti yang disajikan pada Gambar 1. Konsentrasi protein dinyatakan sebagai besarnya serapan pada λ=280 nm.Gambar 1 menunjukkan bahwa protein keluar dari kolom pada fraksi ke-5 atau pada volume eluen 24,5 mL. Aktivitas hidrolitik enzim mulai terdapat pada fraksi ke-6, dan setelah fraksi ke-13 aktivitas enzim tidak terdeteksi lagi. Fraksi dengan aktivitas enzim tinggi, yakni fraksi 6 -13 digabung dan selanjutnya disebut dengan fraksi Amberlite IRA 410. Hasil penentuan konsentrasi protein dengan metode Bradford dan uji aktivitas enzim menunjukkan bahwa dalam 39,2 mL fraksi Amberlite IRA 410 terdapat protein sebesar 62,916 mg dengan aktivitas 1,408 U. Bila dihitung terhadap 90 mL ekstrak kasar asal, fraksi Amberlite IRA 410 mengandung protein total 390,71 mg dengan aktivitas total 8,74 U. Walaupun protein total maupun aktivitas totalnya menurun, kromatografi penukar ion ini menghasilkan tingkat pemurnian sebesar 12 kali dengan rendemen 29,66%. Fraksi Amberlite IRA 410 dengan konsentrasi protein 1,605 mg/mL dan aktivitas enzim 35,92 x 10-3 U/mL, dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan kromatografi filtrasi gel. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk memekatkan protein adalah menggunakan ammonium sulfat dengan kejenuhan 85% untuk mengendapkan protein (Scopes, 1987). Dari 30 mL fraksi Amberlite IRA 410 diperoleh 5 mL fraksi pemekatan dengan kandungan protein 37,26 mg dan aktivitas 0,757 U. Bila dihitung terhadap 90 mL ekstrak kasar asal, fraksi pemekatan dengan ammonium sulfat mengandung protein total 302,34 mg dengan aktivitas total 6,14 U. Pemekatan fraksi Amberlite IRA 410 ini menyebabkan penurunan konsentrasi protein total dan aktivitas enzim total. Penurunan aktivitas enzim yang lebih besar dari pada penurunan konsentrasi protein menyebabkan aktivitas spesifiknya turun menjadi 20,31 x 10-3 U/mg, begitu juga dengan tingkat pemurniannya yang lebih rendah daripada fraksi Amberlite IRA 410. Pemilihan bahan pengisi kolom untuk kromatografi filtrasi gel disesuaikan dengan berat molekul protein yang akan dipisahkan. Salah satu bahan pengisi kolom adalah Sephadex G-100. Sephadex ini bisa digunakan untuk memisahkan protein dengan kisaran berat molekul 4.000 – 150.000 Da (Scopes, 1987). Hyaluronidase testikuler memiliki berat molekul dengan kisaran 60 kDa sampai dengan 90 kDa 5
(Demeester & Vercruysse, 1997). Oleh karena itu, sebagai pengisi kolom kromatografi filtrasi gel pada penelitian ini digunakan Sephadex G-100. Dari 0,2 mL fraksi pemekatan yang mengandung protein 7,452 mg/mL dengan aktivitas enzim 151,41x10-3 U/mL diperoleh hasil kromatografi filtrasi gel seperti yang disajikan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut diketahui bahwa protein keluar dari kolom pada fraksi kedua atau pada volume eluen 3,4 mL. Aktivitas enzim hyaluronidase mulai terdapat pada fraksi ke-3 dan ke-4. Fraksi dengan aktivitas enzim tertinggi yakni fraksi ke-3 diambil, dan selanjutnya disebut dengan fraksi Sephadex G-100. Hasil penentuan konsentrasi protein menurut cara Bradford dan aktivitas hidrolitik enzim terhadap fraksi ini menunjukkan, bahwa dalam 1,7 mL fraksi Sephadex G-100 terdapat protein 0,148 mg dengan aktivitas enzim 26,67 x 10-3 U. Bila dihitung terhadap 90 mL ekstrak kasar asal, fraksi Sephadex G100 mengandung protein total 30 mg dengan aktivitas total 5,41 U. Tahap pemurnian hyaluronidase testikuler dengan Sephadex secara langsung tanpa didahului dengan kromatografi penukar ion hanya menghasilkan kenaikan tingkat pemurnian 1,5 kali dari material awal (Border & Raftery, 1968). Oleh karena itu, pada penelitian ini enzim dilewatkan kromatografi penukar anion lebih dulu sebelum dilakukan kromatografi filtrasi gel. Walaupun protein total maupun aktivitas totalnya makin menurun, tahap kromatografi filtrasi gel yang dilakukan setelah kromatografi penukar ion menghasilkan tingkat pemurnian sebesar 95 kali. Ringkasan hasil pemurnian hyaluronidase dari testis sapi lokal yang diteliti disajikan pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa setiap tahap pemurnian menaikkan aktivitas spesifik dan tingkat pemurnian kecuali tahap pemekatan dengan ammonium sulfat yang dilakukan sebelum tahap kromatografi filtrasi gel. Dari Tabel 1 juga bisa diketahui, bahwa besarnya rendemen yang menunjukkan aktivitas total yang tersisa setelah melewati suatu tahap pemurnian makin lama makin menurun. Penurunan terbesar terjadi setelah pengendapan dengan aseton. Pengendapan ekstrak kasar dengan aseton menyebabkan penurunan aktivitas total sebesar 68,21%. Penentuan Berat Molekul Hasil elektroforesis SDS-PAGE terhadap empat fraksi tahap pemurnian dan LMW protein marker disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa pada lajur C terdapat pita-pita protein paling banyak. Pita-pita ini sebagian hilang setelah melalui tahap pengendapan dengan aseton (lajur D) dan kromatografi penukar ion (lajur B). Pada lajur B terdapat dua pita utama, dan setelah melalui kolom Sephadex G-100, tinggal sebuah pita utama (lajur A). Dari sisi pemurnian, berkurangnya pitapita protein setelah melalui tahap-tahap di atas menunjukkan bahwa fraksi Sephadex G-100 relatif paling murni. Fraksi tersebut adalah fraksi ketiga kromatografi filtrasi gel yang mempunyai aktivitas hidrolitik terhadap substrat natrium hyaluronat. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa pita pada lajur A tersebut adalah enzim hyaluronidase. Berat molekul protein dalam sampel ditentukan dengan menghitung nilai Rf dari masing-masing pita yang tampak, kemudian diplotkan pada kurva standar log 6
berat molekul terhadap Rf protein standar. Pada penelitian ini digunakan protein standar LMW marker. Berat molekul hyaluronidase dari berbagai sumber yang dilaporkan para peneliti terdahulu berbeda-beda seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Berat molekul hyaluronidase dari berbagai sumber Sumber
Berat molekul (Da)
Lisosom hati tikus
89.000
Testis sapi
126.000 (enzim kasar)
Metode yang digunakan Ultrasentrifugasi (kesetimbangan sedimentasi) (Aronson & Davidson, 1967) Filtrasi gel pada Sephadex G-75 (Border & Raftery, 1968)
61.000 (hasil pemurnian) Akrosom spermatozoa sapi
110.000
Filtrasi gel pada Sephadex G-100 (Zaneveld et al., 1973)
Sperma sapi
62.000
SDS-PAGE (Yang & Srivastava, 1975)
Kulit dan fibroblast otot embryo anak ayam
62.000
Filtrasi gel pada Sephadex G-200 (Orkin & Toole, 1980
Hepatopankreas lobster Norway
320.000
Filtrasi gel pada Sephacryl S-200-HR (Krishnapillai et al., 1999b)
Berat molekul hyaluronidase hasil penelitian ini mempunyai selisih 1 kDa dengan hasil penelitian Border & Raftery (1968). Perbedaan ini mungkin disebabkan karena metoda yang digunakan berbeda atau karena faktor pembulatan dalam menghitung berat molekul menggunakan persamaan garis regresi. Namun demikian, berat molekul enzim hasil pemurnian ini sama dengan berat molekul hyaluronidase dari sperma sapi yang dilaporkan oleh Yang & Srivastava (1975), dan hyaluronidase dari fibroblas otot serta kulit embryo anak ayam yang diteliti oleh Orkin & Toole (1980). . 4. Kesimpulan. Dengan pengendapan ekstrak kasar enzim dari testis sapi lokal menggunakan aseton dengan prosentase 50%, kromatografi penukar ion pada kolom Amberlite IRA 410 dilanjutkan filtrasi gel pada Sephadex G-100, diperoleh hyaluronidase dengan tingkat
7
pemurnian 95 kali dan rendemen 18,36% dihitung terhadap ekstrak kasar. Enzim hyaluronidase hasil pemurnian, mempunyai aktivitas spesifik 180,33 x 10-3 U/mg dengan berat molekul 62 kDa.
5. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Dirjen Dikti Depdiknas atas dana penelitian yang diberikan melalui dana kontrak HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA Tahun Anggaran 2002/2003 Nomor: 338/P4T/DPPM/HPTP/IV/2003.
6. Daftar Pustaka Alexander, R.R., Griffiths, J.M. 1993. Basic Biochemical Methods. 2nd ed. WileyLiss, New York: 45-60 Aronson, N.N., Davidson, E.A. 1967. Lysosomal hyaluronidase from rat liver II Properties. J. Biol. Chem., 242: 441-444 Borders Jr,L.C., Raftery, M.A. 1968. Purification and partial characterisation of testicular hyaluronidase. J. Biol. Chem., 243: 3756-3762. Copeland, R.A. 1994. Methods for Protein Analysis: a practical guide to laboratory protocols, Chapman & Hall, New York-London: 33, 59-73 Demeester, J., Vercruysse, K.P. 1997. Hyaluronidase. In: Lauwers, A. and Scharpe, S.(Eds.), Pharmaceutical Enzymes. Marcel Dekker, Inc, New York-BaselHongkong: 155-177 Frost G.I, Csóka A.B., Stern, R. 1996. The hyaluronidases: a chemical, biological and clinical overview. Trends Glycosci. Glycotech . 8: 419-434. Kreil, G. 1995. Hyaluronidases ─ A group of neglected enzymes, Protein Science 4: 1666-1669 Krishnapillai, A.M., Taylor, K.D.A., Morris, A.E.J., Quantick, P.C. 1999a. Extraction and purification of hyaluronidase (EC 3.2.1.35) from Norway lobster(Nephrops norvegicus). Food Chem. 65: 359-365 Krishnapillai, A.M., Taylor, K.D.A., Morris, A.E.J., Quantick, P.C.1999b. Characterisation of Norway lobster (Nephrops norvegicus) hyaluronidase and comparison with sheep and bovine testicular hyaluronidase. Food Chem. 65: 515-521 Moharib, M.M., Mitra, S., Rizvi, S.G. 2002. Effect of alkalinization and/or hyaluronidase adjuvancy on local anesthetic mixture for sub-Tenon’s opthalmic block. Acta Anaesthesiol Scand. 46: 599-602 Orkin, R.W., Toole, B.P.1980. Isolation and characterization of hyaluronidase from cultures of chick embryo skin and muscle derived fibroblast. J. Biol. Chem., 255: 1036-1042
8
Reissig, L.L., Strominger, L.J., Leloir, F.L.1955. A modified colorimetric method for the estimation of N-acetylamino sugars. J. Biol. Chem., 217: 959-966 Saitoh, H., et al. 1995. Enzymic reconstruction of glycosaminoglican oligosaccharide chains using the transglycosylation reaction of bovine testicular hyaluronidase, J. Biol. Chem. 270: 3741-3747 Scopes, R.K., 1987. Protein Purification : Principle and Practice. Springer Verlag, New York: 55-62, 222-227. Stoll, V.S., Blanchard, J.S. 1990. Buffer: Priciples and Practice. In: Deutscher, M. P.(Ed.).1990. Methods in enzymology, Vol 182: Guide to protein purification, Academic Press, New York: 24-39. Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisa Biokimiawi. Liberty, Yogyakarta. Yang, C.H., Srivastava, P.N. 1975. Purification and properties of hyaluronidase from bull sperm. J. Biol. Chem. 250: 79-83 Zaneveld, L.J., Polakoski, K.L., Schumacher, G.F.B. 1973. Properties of acrosomal hyaluronidase from bull spermatozoa, evidence for its similarity to testicular hyaluronidase. J. Biol. Chem. 248: 564-570
9
Tabel 1. Pemurnian hyaluronidase dari testis sapi lokal Tahap
Volume ( mL)
Protein total (mg)
Aktivitas total
Aktivitas spesifik
(U)
(U/mg)
Tingkat pemurnian
Rendemen (%)
(10-3) Ekstrak kasar
90
15.471,45
29,47
1,90
1
100
Aseton 50%
27,6 a
1.271,56
9,37
7,37
4
31,79
Amberlite IRA 410
39,2 b
390,71
8,74
22,37
12
29,66
5c
302,34
6,14
20,31
11
20,83
95
18,36
Pemekatan dengan ammonium sulfat 85%
Sephadex G-100 1,7 d 30,00 5,41 180,33 a dari 80 mL ekstrak kasar b dari 5 mL fraksi aseton 50% c dari 30 mL gabungan fraksi 6-13 Amberlite IRA 410 d dari 0,2 mL fraksi pemekatan dengan ammonium sulfat kejenuhan 85%
1
2
600
20 18
A280 nm
12 10 8 6
0
Konsentrasi protein Aktivitas enzim Konsentrasi NaCl
4
400
300
200
100
Konsentrasi NaCl (mM)
14 1
Aktivitas enzim (x 10-3 U/mL)
500 16
2 0 0
0
5
10
15
20
25
Urutan fraksi
Gambar 1.
Kromatogram penukar ion. Kolom: Amberlite IRA 410 (2X29 cm), sampel: 5 mL fraksi aseton 50%, dielusi dengan bufer Naasetat 10 mM pH 5,4; NaCl 0 - 500 mM secara gradien, kecepatan alir 0,49 mL/menit (4,9 mL/fraksi)
1
0,12
14
Konsentrasi protein Aktivitas enzim
12 10
0,08
A280 nm
8 0,06 6 0,04 4 0,02
2
0,00
Aktivitas enzim (x 10-3 U/mL)
0,10
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Urutan fraksi
Gambar 2.
Kromatogram filtrasi gel. Kolom: Sephadex G-100 (0,9X20 cm), sampel: 0,2 mL fraksi pemekatan, dielusi dengan bufer Na-asetat 10 mM pH 5,4, kecepatan alir 0,17 mL/menit (1,7 mL/fraksi)
2
kDa
―97 ―66 ―45 ―30 ―20,1 ―14,4 ` A
B
C
D
E
Gambar 3 Elektroforetogram SDS-PAGE yang dideteksi dengan pewarna coomassie brilliant blue. A, fraksi Sephadex G-100. B, fraksi Amberlite IRA 410. C, ekstrak kasar. D, fraksi aseton 50%. E, LMW protein marker
3