PEMODELAN STATISTIKA PADA ANALISIS RELIABILITAS DAN SURVIVAL
Adji Achmad Rinaldo Fernandes UB PRESS
1
1. PENGANTAR PEMODELAN STATISTIKA A. Pemodelan Statistika dan Perkembngannya Dalam banyak kasus, orang sering enggan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan statistika. Hal ini terjadi karena secara umum, orang mengetahui bahwa statistika adalah ilmu yang sulit dan penuh rumus-rumus matematika yang tidak mudah dipahami. Namun, tidak dapat dipungkiri dan telah mengetahui bersama bahwa merupakan salah satu ilmu yang banyak digunakan dan dibutuhkan dalam penelitian, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan yang berbasis data dan fakta sebagai informasi di berbagai bidang. Oleh karena itu, para peneliti mau tidak mau harus memahami statistika,walaupun tidak melalui pemodelan dasar matematikanya, tetapi menguasai ciri dan karakteristik serta persyaratan cukup dari penggunaan metode-etode statistik yang dibarengi oleh penguasan pengetahuan struktur data setiap metode pada paket program statistika yang memfasilitasinya. Secara umum orang awam sulit sekali membedakan antara pemodelan statistika dan pemodelan matematika. Keduanya sama-sama berhubungan dengan angka-angka dan rumus-rumus. Namun, ada perbedaan di antara keduanya. Pemodelan matematika berdasarkan cara berpikir deterministik, sedangkan pemodelan statistika berkaitan dengan cara berpikir probabilistik yang berhubungan erat dengan ilmu peluang (probabilitas). Statistika merupakan sekumpulan konsep dan metode untuk mengumpulkan data, menyajikannya dalam bentuk yang mudah dipahami, menganalisis data, dan mengambil suatu kesimpulan berdasarkan hasil analisis data dalam situasi yang memiliki ketidakastian dan variasi. Karena sifat statistika bertolak pada cara berpikir probabilistik, hasil pengolahan data yang menggunakan pemodelan statistika bukanlah hasil pasti, tetapi merupakan hasil taksiran adanya ketidakpastian dan variasi yang terjadi dalam fenomena tertentu. Keunikan pemodelan statistika adalah meneyrtakan jaminan tingkat ketidakpastian tertentu. Hasil analisis pemodelan statistika mampu membuat suatu pernyataan tegas mengenai suatu kejadian yang didasarkan pada hasil perhitungan statistik yang dilakukan dengan tepat. Seperti yang telah dijelaskan, statistika berbeda dengan matematika. Pemodelan matematika menggunakan logika deduktif, dimana kesimpulan bersifat khusus diambil dari pernyataan bersifat umum. Kesimpulan berdasarkan logika deduktif dilakukan benar apabila premis-premis yang digunakan sudah benar dan prosedur dalam pengambilan kesimpulan pun benar. Berbeda dengan pemodelan statistika yang didasarkan pada logika induktif, kesimpulan dalam logika induktif yang bersifat umum diambil dari pernyataan bersifat khusu. Pada hakikatnya, kesimpulan berdasarkan logika induktif berbeda dengan kesimpulan berdasarkan logika deduktif. Walaupun premis dan prosedur penarikan kesimpulan telah dilakukan dengna benar, kesimpulan berdasarkan logika induktif masih mungkin mempunyai kesalahan dalam mengambil kesimpulan. Disinilah letak perbedaan pemodelan matematika dan pemodelan statistika. Kini perkembangan pemodelan statistika semakin pesat karena adanya perubahan cara pandang bahwa sekarang, banyak orang berpandangan bahwa segala fenomena yang terjadi bersifat tidak pasti. Semakin banyak yang menyadari bahwa kejadian-kejadian yang dialami sulit diperkirakan sehingga semakin banyak orang menggunakan metode statistik untuk membantu menyelesaikan masalah, khususnya para peneliti yang melakukan suatu pengamatan fenomena yang ada. Penggunaan statistika, atau lebih tepatnya pemodelan statistika hingga kini telah digunakan para peneliti di berbagai bidang ilmu kehidupan. Pada bidang keteknikan, kerap menggunakan alat analisis yang lebih spesifik untuk mengetahui kehandalan dari suatu mesin/sistem. Salah satu penerapannya adalah analisis reliabilitas, yang menggunakan pemodelan statistika. Dengan pemahaman secara komprehensif mengenai analisis reliabilitas, akan memudahkan peneliti di bidang keteknikan untuk mengambil keputusan serta penentu kebijakan berbasis pemodelan statistika yang diperoleh. Di sisi lain, bidang kedokteran atau ilmu kesehatan, kerap pula menggunakan alat anlisis yang lebih spesifik untuk mengetahui ketahanan seorang atau sekumpulan pasien dari suatu penyakit, khususnya penyakit menular yang mengkhawatirkan kesehatan diri 2
sendiri pasien maupn lingkungan sekitar. Penerapan yang digunakan adalah analisis survival, yang juga menggunakan pemodelan statistika. Kedua analisis di atas yaitu reliabilitas dan survival, bersumber dari pemodelan statistika yang berbasis probabilistik. Dengan menggunakan buku ini, proses pemahaman pemodelan statistika dalam analisis reliabilitas dan survival melalui basis probabilitas, lebih dipilih untuk melihat proses ketidapastian dari probabilitas menjadi sebuah keputusan statistika yang kelak merekomendasi peneliti untuk mengambil keputusan dan penentu kebijakan. Kini permasalahan pemodelan statistika bukan suatu masalah rumit karena seiring dengan perkembangan teknologi komputer, pekerjaan statistik sangat terbantu dengan adanya program aplikasi komputer untuk statistik yang kini sudah banyak dipasarkan. Komputer sangat membantu pekerjaan statistik, terutama dalam melakukan perhitungan statistik yang menggunakan rumusrumus matematika yang rumit dan banyak data. Berbagai perangkat lunak (software) telah berkembang pesat, utamanya membantu peneliti dalam mengolah data pemodelan statistika, diantaranya Program R, SPSS, Eviews, SAS, AMOS, Lisrel, dan lainnya. Adapun kelemahan penggunaan software di atas, bahwasanya Software statistik yang komersil mensyaratkan lisensi dengan harga yang relatif sangt mahal untuk ukuran sebagian besar pengguna di Indonesia, atau memaksakan mencuri lisensi dalam bentuk crack yang bersifat ilegal. Dengan demikian, salah satu alternatif penyelesaian mahalnya lisensi, atau agar tidak terjebak pada proses yang ilegal, buku ini menggunakan software yang bersifat freeware statistik, yaitu program R. Artiya, pengguna tidak perlu membayar lisensi, karena perangkat ini adalah bebas dipakai oleh siapapun. Pada penelitian ini mengembangkan pemodelan statistika dalam menyelesaikan analisis reliabilitas dan surivval berbasis program R. R dalam versi terakhirnya yaitu versi 31.1 per 25 Agustus 2015, merupakan suatu sistem analisis data statistik yang komplet sebagai hasil dari kolaborasi penelitian berbagai ahli statistik (statistisi) di seluruh dunia. Versi awal dari R dibuat pada tahun 1992 di University of Auckland, New Zealand oleh Ross Ihaka dan Robert Gentleman. Pada saat ini, source code R dikembangkan terutama oleh R Core Team yang beranggotakan 17 statistisi dari berbagai penjuru dunia (lihat http:/www.r-project.org/contributors.html. Selain itu, para statistisi lain pengguna R di seluruh dunia juga memberikan kontribusi berupa kode, melaporkan bug, dan membuat dokumentasi untuk R.
B. Pemodelan Statistika dan Peranannya dalam Penelitian Penelitian dilakukan karena adanya fenomena empirik di lapang atau karena terdapat kesenjangan emipiris, di samping itu juga bisa karena adanya kesenjangan teoretis, baik yang bersifat vertikal maupun horisontal. Fenomena yang terjadi umumnya bersifat tidak sederhana, akan tetapi kompleks, yaitu mengkait antara faktor satu dengan lainnya. Fenomena yang kompleks tersebut terjadi di berbagai bidang kelimuan, baik ilmu sosial, keteknikan maupun ilmu kehidupan. Kompleksitas di dalam suatu permasalahan penelitian mengharuskan peneliti memiliki cara pandang yang komprehensip, yaitu bisa menyelidiki keterkaitan antar faktor yang ada. Walaupun demikian scope penelitian tetap harus dibuat atau ditetapkan, agar hasil penelitian bersifat fokus dan bernilai guna. Fenomena yang kompleks tersebut berkonsekwensi bahwa pelaksanaan penelitian juga menjadi tidak sederhana. Permasalahan peneltian yang bersifat kompleks tersebut, dapat diselidiki dengan pendekatan sistem. Sistem dicirikan oleh : a) kumpulan materi (communicating material) dan atau proses yang secara bersama membentuk beberapa gugus kegunaan atau fungsi, dan b) keterpautan beberapa proses yang dicirikan oleh lintasan sebab akibat. Suatu sistem dunia nyata (fenomena empirik) umumnya bersifat kompleks. Sistem yang kompleks tersebut agar lebih mudah cara memahaminya perlu disederhanakan, salah satunya menggunakan pendekatan model. Pendapat yang dikemukakan oleh Eriatno dan Ma'arif (1987), bahwa model adalah aproksimasi atau abstraksi dari suatu sistem. Dengan demikian, pemodelan bertujuan mempelajari sistem dengan cara menyederhanakan sistem yang bersangkutan. Penyerderhanaan sistem dapat ditempuh dengan cara mempelajari unsur-unsur penyusunnya secara parsial, kemudian mencari tata hubungan dan cara kerja yang ada padanya. Jadi prosedur 3
pemodelan dapat dilakukan dengan cara mempelajari unsur-unsur sistem, kemudian secara kompilasi menghubungkan unsur-unsur bersangkutan sesuai dengan tata hubungan dan cara kerja yang ada. Salah satu jenis dari model adalah model matematika, model matematika adalah model yang melibatkan konsep matematika, seperti variabel, persamaan, pertidaksamaan dan lain sebagainya. Definisi bernada aplikatif, model matematika adalah konstruksi matematika yang dirancang untuk mempelajari sistem atau fenomena alam nyata (dunia riil). Konstruksi yang dimaksud adalah upaya perancangan bentuk hubungan antar variabel, berbentuk persamaan atau pertidaksamaan. Model matematika yang berkembang luas penerapannya adalah berbentuk persamaan. Di sisi lain, terdapat beberapa pemodelan di dalam statistika, antara lain adalah regresi, sistem persamaan simultan, vector autoregression (VAR, khusus pada time series), analisis jalur, SEM, PLS, dan lain sebagainya. Pemodelan tersebut sangat bermanfaat untuk menganalisis data hasil penelitian yang bersifat kompleks, serta ingin memperoleh informasi yang bersifat komprehensip. Beberapa pemodelan statistika akan dibahas secara agak rinci pada bab-bab berikutnya berkaitan dengan analisis reliabilitas dan analisis survival. Namun demikian, agar memiliki persepsi yang sama dan memudahkan dalam memahami bab-bab selanjutnya , berikut ini diberikan uraian singkat mengenai dasar-dasar statistika dan sedikit pengantar metode penelitian. Penelitian ilmiah (untuk selanjutnya disebut penelitian begitu saja), merupakan suatu upaya penyelidikan terhadap suatu masalah atau fenomena secara sistematik, kritis, formal, ilmiah dan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Penelitian di bidang humaniora (sosial, psikologi, pendidikan dan lain sebagainya) dan ekonomi, dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif (nonmainstream), kuantitatif (meanstream) dan campuran (mix). Pendekatan kualitatif mempunyai kelebihan dimana fenomena yang berkaitan dengan manusia (makrokosmos) dapat diselidiki sesuai proses alamiah yang terjadi di lapang akan tetapi generalisasi hasil penelitian sulit dilakukan, biasanya hanya dapat dilakukan replikasi secara terbatas. Sedangkan pendekatan kuantitatif memiliki kelebihan generalisasi hasil penelitian dijamin lebih dapat dilakukan, akan tetapi penyelidikan terhadap fenomena makrokosmos hanya dilakukan sesaat. Padahal perilaku manusia merupakan suatu interaksi individu dengan lingkungannya (dengan individu yang lain, makhluk lain dan alam) dalam bentuk suatu proses. Belakangan ini banyak diterapkan pendekatan yang terakhir, umumnya penelitian utama dengan pendekatan kualitatif, untuk menjamin generalisasi hasil penelitian, kemudian dilakukan penelitian tambahan dengan pendekatan kuantitatif. Atau sebaliknya, penelitian utama dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, untuk melengkapi hasil penelitian agar tidak hanya bersifat sesaat, maka dilakukan indepth interview terhadap beberapa subyek penelitian (merupakan pendekatan kualitatif) Pendekatan kualitatif memiliki beberapa sifat, antara lain: (a) Academic Affiliation: sociology, history, anthropology, etc; (b) Design: eveloping flexible, general; (c) Research Proposals: brief, speculative, often writen after some data has been collected; (d) Sample: small, nonrepresentative; dan (e) Methods: observation, reviewing document, participant, open-ended interviewing. (f) Data: descriptive, personal document, field notes, photographs; Pendekatan kuantitatif memliki beberapa ciri, antara lain: (a) Academic Affiliation: psychology, economics, sociology, political science, etc.; (b) Design: structured, formal, specific, detailed plan of operation; (c) Research Proposals: extensive, detailed and specific in focus and procedure, through review of substantive literature, written prior to data collection, hypothesis stated; (d) Sample: large, repesentative, precise, control for extraneous variables, random selection; (e) Methods: experiments (quasi), survey research, structered observation and interviewnig, data sets; (f) Concept Assosiated with the Approach: variable, reliability, validity, statistically, significant, hypothesis; dan 4
(g) Data: quantitative, quantitatifable coding, counts, measures. Di dalam suatu proses penelitian, dengan pendekatan mainstream, hipotesis dirumuskan berdasarkan permasalahan penelitian dengan melandaskan pada konsep-konsep yang telah ditemukan sebelumnya dan teori-teori yang sudah ada. Untuk membuktikan kebenarannya diperlukan suatu informasi empirik. Di sisi lain, di dalam kehidupan sehari-hari informasi diperlukan sebagai landasan pengambilan keputusan dalam kerangka penyelesaian masalah yang kita hadapi (perencanaan, pengawasan, dan lain sebagainya). Pada prinsipnya di dalam proses penelitianpun informasi ini juga berkedudukan sebagai landasan pengambilan keputusan, yaitu memutuskan hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Mengingat penelitian memiliki syarat-syarat tertentu, maka dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan. Salah satu aspek dalam perencanaan tersebut adalah Rancangan Penelitian. Pada penelitian kuantitatif, yang dimaksud dengan Rancangan Penelitian adalah "pengaturan berbagai hal (latar penelitian) yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian dan analisis data secara efektif, efisien dan benar sehingga diperoleh informasi yang valid". Dengan demikian dalam Rancangan Penelitian perlu dipaparkan tigal hal, yaitu pendekatan yang akan digunakan, proses pengumpulan data dan metode analisis data. Oleh karena itu, di dalam uraian mengenai Rancangan Penelitian yang terdapat dalam suatu proposal (usul) penelitian selayaknya menjelaskan tentang hal tersebut. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menurut Malhotra (1996) komponen Rancangan Penelitian kuantitatif meliputi: Tetapkan informasi yang diperlukan Jenis penelitian (eksperimentasi atau observasional, dan eksploraif, diskriptif atau eksplanatif) Pilih prosedur pengukuran (skala) yang digunakan Konstruksi & uji coba instrumen penelitian (kuisioner) Pilih teknik sampling dan tentukan besar sampel Kembangkan rencana metode analisis data
Di sisi lain, rancangan penelitian kualitatif dapat memberikan gambaran awal tentang proses penelitian. Di dalam rancangan penelitian kualitatif secara detail peneliti harus mengungkapkan: 1. Pertanyaan penelitian (research quation), sehingga peneliti dapat menemukan fokus yang harus diteliti. 2. Menyusun kajian pustaka dalam rangka menyususn ’theoritical framework’ atau ’paradigma’ yang menjadi landasan teorenya. 3. Dapat memberikan arah yang jelas tentang tujuan penelitian. 4. Menjelaskan tentang ruang lingkup dan seting penelitian. 5. Cara pengumpulan dan pengklasifikasian data 6. Melihat keabsahan data 7. Cara menganalisis data. Di dalam penelitian kualitatif sering ditemukan istilah fokus penelitian, sedangkan dalam penelitian kuantitatif sering dikenal istilah masalah penelitian. Umumnya fokus penelitian diformulasikan dalam kalimat tanya, secara jelas, singkat, tajam dan maknanya tidak bias. Akan tetapi, kadang-kadang fokus penelitian disempurnakan setelah penulis terjun ke lapangan. Dalam kontek pendekatan kuantitatif, informasi berasal dari bahan baku berupa data. Data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang berasal dari pengamatan terhadap variabel yang bersifat kualitas, sedangkan data kuantitatif adalah hasil pengukuran atau pencacahan terhadap variabel yang bersifat kuantitas. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengolah data menjadi informasi adalah Statistika. Ciri pokok statistika adalah merupakan pendekatan kuantitatif, yaitu menghendaki data bersifat numerik. Sehingga data kualitatif harus dirubah ke bentuk numerik (dengan cara memberikan skor). Statistika merupakan alat yang memberikan obyektivitas dan ketelitian pengamatan, dan keuntungan berpikir statistika adalah: 5
Lebih mementingkan fakta dari pada konsep (teori) yang bersifat abstrak ataupun prasangka/perasaan. Tidak mengekspresikan fakta ke dalam perasaan atau ide. Menggunakan gambaran yang diturunkan dari hasil pengamatan (data) spesifik. Di dalam hasil pengamatan terdapat variasi yang merupakan bagian yang tersembunyi, dan mencari bagian tersembunyi ini merupakan tujuan puncak pengamatan. Salah satu ciri dari pendekatan kuantitatif adalah data (kuantitatif), statistika dan signifikansi. Oleh karena itu, proses pengumpulan data sampai dengan metode analisis data untuk mebuktikan hipotesis penelitian merupakan kegiatan yang sangat penting. Berkaitan dengan hal tersebut, tedapat beberapa pengertian yang harus dipahami oleh peneliti: 1) Obyek atau subyek terteliti, yaitu sesuatu (bisa berupa individu, keluarga, organisasi, institusi dan lain sebagainya) dimana permasalahan penelitian melekat padanya. Misal pada topik penelitian: Pengaruh diklat terhadap motivasi dan dampaknya terhadap kinerja karyawan, yang menjadi obyek penelitian adalah karyawan. 2) Variabel penelitian, yaitu karakteristik dari obyek penelitian yang relevan dengan permasalahan, dimana data akan diukur padanya. Untuk topik tersebut, variabel penelitian: Diklat, motivasi dan kinerja. 3) Unit sampel, yaitu satuan yang digunakan sebagai dasar dalam pengambilan sampel. Dalam topik tersebut, unit sampel adalah karyawan, bukan industri dan juga bukan keluarga. Bilamana besar sampel yang diambil n = 100, maka sampel dalam penelitian tersebut adalah 100 karyawan. 4) Unit analisis, yaitu satuan yang akan digunakan sebagai dasar proses perhitungan atau analisis statistika, di dalam program SPSS disebut case. 5) Responden, yaitu seseorang yang dapat memberikan jawaban pada proses pengukuran variabel. Pada suatu penelitian bisa jadi obyek, unit sampel, unit analisis dan respondennya adalah sama, seperti pada topik di atas, yaitu karyawan. Namun demikian, pada penelitian lain, sering terdapat perbedaan antara obyek dengan unit sampel, unit analisis dan responden. Hal yang paling penting dan harus dicermati, khususnya pada penelitian dengan pendekatan kuantitatif, adalah peneliti harus mampu melakukan identifikasi obyek, unit sampel, unit analisis dan responden serta variabel penelitian. Bilamana tidak, maka proses pengukuran variabel akan sulit dan bahkan tidak dapat dilakukan, juga sering terjadi setelah data terkumpul tidak dapat dilakukan analisis statistik. Banyak definisi mengenai variabel, dan juga masih banyak yang merancaukannya dengan parameter. Variabel adalah karakteristik, sifat atau atribut dari suatu obyek (subyek) penelitian, yang relevan dengan permasalahan yang akan diselidiki, akan dilakukan pengukuran terhadapnya, dan harus memiliki suatu nilai (value), dimana nilainya bervariasi antara obyek yang satu dengan lainnya. Obyek (subyek) penelitian bisa berupa individu (orang), organisasi, perusahaan (firm), industri, institusi pemerintahan (daerah atau negara), dan lain sebagainya. Bahkan di bidang biologi, kedokteran dan agrokompleks, obyek penelitian ini bisa berupa organ (jantung, liver, dan lain-lain), sel (pendekatan seluler), molekul (pendekatan molekuler) dan elektron (pendekatan supra molekuler). Ditinjau dari keberadaan, keterkaitan dan struktur pengaruhnya di dalam hipotesis (permasalahan) penelitian, variabel dapat dibedakan menjadi intraneous dan extraneous variables. Intraneous variables adalah variabel yang tercakup di dalam hipotesis penelitian. Sedangkan extraneous variables adalah variabel yang tidak tercakup di dalam hipotesis penelitian, akan tetapi memiliki kontribusi pengaruh terhadap variabel dependen. Intraneous variables meliputi : 1) Variabel bebas (independent variables), adalah suatu variabel tercakup di dalam hipotesis penelitian, yang keragamannya sebagai akibat dari manipulasi atau intervensi peneliti atau merupakan suatu keadaan atau kondisi atau fenomena yang ingin diselidiki, diteliti atau dikaji. Variabel ini mempengaruhi variabel tergantung. 2) Variabel anteseden (antesedent variables) adalah variabel yang mempengaruhi variabel bebas. 6
3) Variabel antara atau variabel intervening (intervene variables) adalah variabel yang bersifat menjadi perantara (mediating) dari hubungan variabel bebas ke variabel tergantung. Sifatnya dapat memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. 4) Variabel Moderator adalah variabel yang bersifat memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. 5) Variabel tergantung (dependent variables), adalah suatu variabel yang tercakup di dalam hipotesis penelitian, yang keragamannya (variabilitasnya) ditentukan atau tergantung atau dipengaruhi oleh variabel lainnya. Extraneous variables meliputi : (1) Variabel pembaur (confounding variables), adalah suatu variabel dalam penelitian yang tidak tercakup dalam hipotesis penelitian, akan tetapi muncul dalam penelitian dan berpengaruh terhadap variabel tergantung. Pengaruhnya mencampuri atau berbaur dengan variabel bebas. Suatu penelitian biasanya ingin mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung, yang tentunya pengaruh tersebut harus terbebas dari berbaurnya pengaruh variabelvariabel lain. (2) Variabel kendali (control variables), adalah variabel pembaur (cofounding) yang pengaruhnya dapat dikendalikan. Pengendalian dapat diakukan dengan cara blocking, yaitu mengelompokkan obyek penelitian menjadi kelompok-kelompok yang relatif homogen. Cara kedua adalah melalui kriteria ekalusi-inklusi, yaitu mengeluarkan obyek yang tidak memenuhi kriteria (ekslusi) dan mengambil obyek yang memenuhi kriteria untuk diikutkan dalam sampel penelitian (inklusi). (3) Variabel penyerta (concomitant variables), adalah variabel pembaur (cofounding) yang tidak dapat dikendalikan, sehingga tetap menyertai (terikut) dalam proses penelitian. Konsekuensinya, data tersebut harus diamati. Pengaruh baurnya dihilangkan (dieliminasi) pada tahap analisis data, misalnya dengan ANCOVA atau MANCOVA. Bilamana variabel penelitian telah ditentukan, kemudian harus dibuat definisi operasional variabel secara tegas dan tajam dengan merujuk pada teori dan konsep yang relevan. Langkah berikutnya, data collecting dapat dilakukan. Suatu penelitian dapat memiliki seluruh jenis variabel tersebut, atau hanya memiliki sebagian saja. Terlibatnya seluruh variabel atau tidak membawa konsekuensi terhadap metode analisis data yang akan digunakan. Dengan kata lain, perlu dilakukan pemilihan metode analisis yang tepat sehubungan dengan jenis dan jumlah variabel yang akan dianalisis. D a t a adalah bentuk jamak dari kata datum (Bahasa Latin) yang artinya kurnia atau pemberian atau penyajian. Dalam kontek statistika, data diartikan sebagai berikut : Data adalah kumpulan angka, fakta, fenomena atau keadaan atau lainnya yang merupakan hasil pengamatan, pengukuran, atau pencacahan dan sebagainya terhadap variabel dari suatu obyek kajian, yang berfungsi dapat digunakan untuk membedakan obyek yang satu dengan lainnya pada variabel yang sama. a) Jenis data berdasarkan sifat kekontinyuannya Berdasarkan sifat kekontinyuannya, data hasil pengamatan dapat dibedakan menjadi data diskrit dan kontinyu. (1) Data diskrit, adalah data yang hanya dapat menempati titik-titik tertentu pada sebuah garis bilangan. Misal : jumlah anak = 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 --+-------+--------+--------+--------+--------+-(hanya dapat menempati +) 7
(2) Data kontinyu, adalah data yang dapat menempati seluruh titik pada sebuah garis. Data Pendapatan Per Kapita Per Bulan = 150 ribu rupiah sampai dengan 2 juta rupiah ++++++++++++++++++++++++++++++++++ 150 ribu rupiah 2 juta rupiah (seluruh titik dapat ditempati data pendapatan)
Misal :
Berdasarkan skala ukurnya, data dapat dibedakan menjadi data nominal, ordinal, interval dan ratio. (1) Data nominal, adalah data yang hanya mengandung unsur penamaan (Bahasa Latin, nomos = nama). Misal : Bentuk Skor Perusahaan yang mungkin PT 1 3 2 CV 2 2 1 Perorangan 3 1 3 Statistika adalah pendekatan kuantitatif, sehingga data nominal yang bersifat kualitatif harus dirubah menjadi bentuk numerik, dengan cara pemberian skor (skoring). Perhatikan : pemberian skor data nominal bersifat sembarang, yaitu hanya sekedar untuk dapat membedakan (penamaan saja) sehingga dapat dibolak-balik. (2) Data ordinal, adalah data yang selain mengandung unsur penamaan juga memiliki unsur urutan (order = urutan). Misal : Skor yang mungkin 4 1 3 2 2 3 1 4
Sikap
Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju
Perhatikan dengan seksama pembuatan skor antara data nominal dan ordinal, dimana untuk data nominal skor tersebut dapat dibuat sembarang yaitu hanya sekedar dapat mebedakan. Akan tetapi untuk data ordinal, urutan angka dalam skor menunjukkan arah tingkatan. Pada data ordinal ini, interval (selang)-nya tidak mempunyai arti (tidak bermakna); misalnya selisih antara skor 4 dengan 2 adalah 2 dan selisih antara 3 dengan 1 adalah 2, yang mana 2 dengan 2 arti dan maknanya tidak sama. (3) Data interval, adalah data yang selain mengandung unsur penamaan dan urutan juga memiliki sifat interval (selang)-nya bermakna. Di samping itu, data ini memiliki ciri angka nol-nya tidak mutlak. Misal : Indeks Suhu (oC) IHK Prestasi 0 0 100 1 10 115 2 20 120 3 30 120 4 40 140 Perhatikan bahwa 0 pada Indeks Prestasi barangkali akan setara dengan < 30 untuk skala nilai 1 – 100; dan 0 pada suhu dengan derajat Celcius = 32 oF. Ratio dari data ini tidak memiliki makna, misal IP 4 bukan berarti pintarnya sama dengan dua kali IP 2, demikian halnya suhu 40 o C bukan berarti panasnya ½ dari suhu 80o C. 8
(4) Data ratio, adalah data yang memiliki unsur penamaan, urutan, intervalnya bermakna dan angka nolnya mutlak, sehingga rationya mempunyai makna. Misal : Pendapatan ($) 21 45 70
Panjang Jalan (km) 120 140 160
Disebut nol-nya mutlak sebab memang tidak akan ada benda (jalan) yang panjangnya nol kilometer. Pendapatan 0 berarti tidak menghasilkan pendapatan sama sekali.
9
2. DEFINISI RELIABILITAS DAN SURVIVAL A. Pendahuluan Dengan semakin berkembangnya teknologi sistem yang dirancang dan dibuat semakin canggih dan kompleks serta komponen-komponennya saling berinteraksi. Sebagai contoh pesawat jet Boeing 747 adalah suatu sistem yang terdiri atas 4.500.000 komponen. Dengan meningkatnya persaingan bisnis di masa mendatang maka hanya produk-produk yang bermutu tinggi saja yang dapat bersaing secara global. Karena itu adalah penting untuk mengetahui reliabilitas (keandalan) suatu sistem (terdiri atas satu atau beberapa komponen) akan berfungsi baik setelah beroperasi dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, reliabilitas didefinisikan sebagai probabilitas suatu sistem dapat berfungsi baik setelah beroperasi dalam jangka waktu dan kondisi tertentu. Dalam analisis probabilitas digunakan pendekatan probabilistik, karena kita tidak tahu secara pasti kapan komponen atau sistem tersebut akan rusak. Hal ini disebabkan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas sistem tersebut antara lain: lingkungan dimana sistem beroperasi, bahan baku, operator, dan sebagainya. B. Definisi Reliabilitas dan Survival Probabilitas merupakan perbandingan antara dua bilangan, di mana sebagai pembilang adalah banyaknya kejadian (event) tertentu, yang mana probabilitas akan dihitung, dan sebagai penyebut adalah jumlah dari kejadian seluruhnya yang mungkin dari suatu fenomena atau eksperimen. Reliabilitas adalah suatu probabilitas yang merupakan perbandingan antara banyak kejadian sukses (hasil banyak komponen yang masih banyak berfungsi baik dalam jangka waktu tertentu) dengan jumlah seluruh komponen yang diuji. Dalam analisis reliabilitas akan dicari probabilitas sistem berfungsi baik setelah jangka waktu t. Sebagai pembilang adalah banyak komponen yang masih berfungsi baik disebut NS(t), dan sebagai penyebut adalah banyak komponen yang diuji disebut NT(t). Reliabilitas pada waktu t adalah: N (t) N (t) R(t) = S = 1 F ............................................................................................... (1.1) NT (t) N T (t) Besaran ini merupakan taksiran dari nilai reliabilitas yang sebenarnya. Jika semua komponen rusak maka NS(t) = 0, dan dari persamaan (1.1) diperoleh R(t) = 0. Jika semua komponen berfungsi baik setelah waktu t maka NS(t) = NT(t) sehingga R(t) = 1. Jadi reliabilitas nilainya terletak antara 0 dan 1 atau 0% dan 100%. Simbol yang digunakan NF(t) adalah banyak komponen yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik atau dengan kata lain NS(t) + NF(t) = NT(t). Secara harfiah, S lambang dari Success, F lambang dari Failure, dan T lambang dari Total. Pada tahap awal operasi, reliabilitas adalah 1 sebab diasumsikan sistem telah diperiksa dengan baik dan siap dioperasikan, jadi: NS(t=0) = NT(t) dan R(t=0) = 1. Ini adalah probabilitas bersyarat, karena pada tahap awal diandaikan sistem berfungsi dengan baik 100%. Jika N S(t) adalah banyak komponen yang masih baik maka definisi reliabilitas NS(t)/NT(t) juga merupakan probabilitas bersyarat sebab diasumsikan bahwa kondisi-kondisi lain telah terpenuhi, misalnya kesesuaian produk telah memenuhi 100%. Atau dapat diringkas: t = 0 NS(t) = NT(t) R = 1 t = NF(t) = NT(t) R = 0 Konsep efektifitas sistem didefinisikan sebagai: N ES = K0 RM DA = AC ............................................................................................. (1.2) NT dimana: K0 : kesiapan operasi, yaitu probabilitas sistem dapat beroperasi pada saat awal atau dapat dibawa ke kondisi siap operasi 10
RM : reliabilitas dari sistem DA : kesesuaian disain produk NAC : banyak komponen/sistem yang harus berfungsi dengan baik Kesiapan operasi adalah merupakan fungsi reliabilitas dan pemeliharaan sistem, karena kondisi sistem dipengaruhi oleh masa lalu dan harus siap untuk beroperasi kembali dengan segera atau sebab sistem sedang diperbaiki dan dibawa ke kondisi siap beroperasi selanjutnya. Untuk memahami makna dari kesesuaian (DA) dijabarkan dalam contoh berikut ini: Misalkan dalam menganalisis kinerja sistem peluncuran roket. Probabilitas banyak roket yang dapat diluncurkan pada waktu tertentu merupakan kesiapan operasinya, probabilitas tiap roket dapat berfungsi baik adalah reliabilitasnya dan probabilitas roket dapat menghancurkan sasaran adalah kesesuaian disain produknya. Jika semua roket yang diluncurkan hanya dapat menghancurkan sasaran 90%, maka kesesuaian disain dari sistem tersebut adalah 90%. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas sebenarnya merupakan efektifitas sistem dimana diasumsikan bahwa kesiapan operasi dan kesesuaian disain masing-masing adalah 100%. Jadi reliabilitas adalah suatu probabilitas bersyarat, dengan syarat disain kesiapan operasi dan kesesuaian disain masing-masing adalah 100%. Contoh 1 Pada contoh di atas, jika ditargetkan bahwa NAC = 100 roket yang harus mengenai sasaran agar sasaran benar dihancurkan maka banyak roket yang harus disediakan dapat dihitung. Misalkan diketahui K0 = 0,98, RM = 0,95, dan DA = 0,90, maka: N N AC 100 NT = AC = 119 ES K 0 R M D A 0,98 0,95 0,90 Jadi paling sedikit harus disediakan 119 roket agar 100 diantaranya dapat mengenai sasaran. R(t) yang diperoleh dari persamaan (1.1) adalah probabilitas yang digunakan disebut probabilitas a posteriori sehingga disebut reliabilitas a posteriori, artinya R(t) dihitung setelah dilakukan pengumpulan data yaitu setelah eksperimen/pengujian dilakukan. Konsep yang lain adalah reliabilitas a priori, yaitu reliabilitas yang menggunakan probabilitas yang ditentukan sebelum eksperimen dilakukan. Probabilitas ini dapat dihitung jika dapat diketahui banyak kejadian yang akan muncul sebelum eksperimen dilakukan. Sebagai contoh misal probabilitas terambil kartu As dari setumpuk kartu bridge, yaitu (4/52) = 0,077 atau 7,77%. Disebut a priori karena telah diketahui terlebih dahulu. Dalam praktek hal ini jarang diketahui, tanpa melakukan terlebih dahulu suatu eksperimen. Contoh 2 200 komponen yang sama di uji untuk pengajuan reliabilitas selama 50 jam. Satu komponen rusak dalam waktu 12 jam, 2 komponen rusak dalam waktu 20 jam, dan 2 komponen rusak dalam waktu 50 jam. 1. Hitunglah taksiran reliabilitas komponen tersebut dalam waktu 50 jam. 2. Hitunglah taksiran reliabilitas pada tiap akhir periode kerusakan termasuk kerusakan dalam interval sebelumnya. 3. Hitung taksiran reliabilitas pada tiap akhir periode kerusakan jika komponen yang rusak tidak diganti. Jawab: N (t) 1 2 2 1. R(t=50 jam) = 1 - F 1 = 0,975% atau 97,5% NT (t ) 200 2. Periode kerusakan pertama yaitu 0 sampai 12 jam 1 R(t= 12 jam) = 1 = 0,995 atau 99,5% 200 Periode kerusakan kedua yaitu 0 sampai 20 jam 11
1 2 = 0,985 atau 98,5% 200 Periode kerusakan ketiga yaitu 0 sampai 50 jam 1 2 2 R(t=50 jam) = 1 = 0,975 atau 97,5% 200 3. Periode kerusakan pertama yaitu 0 sampai 12 jam 1 R(t=12 jam) = 1 = 0,995 atau 99,5% 200 Periode kerusakan pertama yaitu 12 sampai 20 jam 2 R(t=12-20 jam) = 1 = 0,98995 atau 98,995% 200 1 Periode kerusakan pertama yaitu 20 sampai 50 jam 2 R(t=20-50 jam) = 1 = 0,98985 atau 98,985% 200 1 2 Contoh 3 Suatu sistem mempunyai kesiapan operasi 90%, reliabilitas 95% dan kesesuaian disain 98%. 1. Hitung efektifitas sistem 2. Jika tersedia 200 sistem (sistem berada dalam kondisi yang bermacam-macam tergantung pada lingkungan dimana sistem berada) maka ada beberapa sistem siap dioperasikan dengan baik. 3. Hitung banyak sistem yang akan berfungsi dengan baik dalam operasinya. 4. Berapa sistem yang akan mencapai sasaran atau target. 5. Jika ditargetkan ada 200 sistem yang akan mencapai sasaran, maka berapa banyak sistem yang harus disediakan. Jawab: 1. Efektifitas sistem: ES = K0 RM DA = 0,90 0,95 0,98 = 0,838 atau 83,8% 2. Misal NAV adalah banyak sistem yang siap dioperasikan, maka NAV dapat dihitung sebagai berikut: N K0 = AV atau NT NAV = K0 NT = 0,90 200 = 180 Jadi dari 200 sistem yang tersedia, hanya 180 sistem yang siap untuk dioperasikan dengan baik. 3. Misalkan NCM adalah banyak sistem yang dapat berfungsi baik dalam operasinya, maka NCM dapat dihitung sebagai berikut: N N CM RM = CM atau N AC N T K 0 NCM = NT K0 RM = 200 0,90 0,95 = 171 sistem Jadi dari 180 sistem yang dioperasikan hanya 171 sistem berfungsi baik. 4. Misal NAC adalah banyak sistem yang akan mencapai sasaran atau target yang ditetapkan, maka NAC dapat dihitung sebagai berikut: NAC = NT K0 RM DA = NT ES = 200 0,838 = 168 Jadi dari 171 sistem yang berfungsi baik, hanya 168 sistem yang mencapai sasarannya. 5. Jika banyak sistem, NAC yang ditargetkan mencapai sasaran 200 maka banyak sistem yang harus disediakan dapat dihitung sebagai berikut: N 200 NT = AC = 238,6635 239 sistem ES 0,838 Jadi harus disediakan 239 sistem agar 200 diantaranya dapat mencapai sasaran, sebab efektifitas sistem hanya 83,8% tidak 100%. R(t= 20 jam) = 1
12
C. Tingkat Keyakinan Perhitungan reliabilitas yang ditunjukkan sebelumnya mrp taksiran dari nilai probabilitas yang sebenarnya. Nilai taksiran yang diperoleh merupakan taksiran titik (point estimate). Cara lain untuk menunjukkan suatu taksiran yang sekaligus ketelitiannya adalah dengan menggunakan interval, dimana interval tersebut diharapkan meliputi nilai parameter yang sebenarnya dengan tingkat keyakinan (confidence level) tertentu. Tingkat keyakinan adalah suatu probabilitas bahwa suatu parameter (nilai reliabilitas yang sebenarnya) akan terletak dalam interval tertentu. Interval tersebut mungkin berupa satu arah atau dua arah. Batas keyakinan dihitung jika distribusi dari taksiran parameter diketahui.
f(R)
0,9 RB1
(a)
R
f(R)
0,9 RB2
(b)
R
f(R)
0,9
RA1 1
1
(c)
R
RA2 1
Gambar 1.1. Tingkat keyakinan reliabilitas 1- dengan 2 dan 1 batas keyakinan Gambar (a) menunjukkan batas bawah (RB1) dan atas (RA1) dari reliabilitas yang sebenarnya untuk tingkat keyakinan tertentu. Tingkat keyakinan adalah probabilitas bahw anilai reliabilitas yang sebenarnya berada dalam kedua batas tersebut adalah sama dengan luas daerah yang diarsir pada gambar tersebut atau: P(RB1 < R < RA1) = 1 - , di mana 1 - adalah tingkat keyakinan. disebut resiko produsen atau probabilitas kesalahan jenis I (ingat kuliah Metode Statistika I). Kesalahan ini sering timbul dalam pengambilan keputusan berdasarkan sampel. Ilustrasi dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut: Misal seseorang memesan 10.000 unit produk tertentu dengan perjanjian hanya 1% dari produk tersebut cacat. Untuk memenuhi pesanan tersebut dibuat perjanjian sebagai berikut: Jika dari 10 unit yang dipilih secara acak terdapat 1 unit yang cacat maka pesanan ditolak. Andaikan produsen jujur (persentase cacat benarbenar 1%, tetapi pesanan tersebut masih mungkin ditolak, karena pada waktu mengambil sampel sebesar 10 tersebut bisa terjadi semuanya cacat. Hal ini merupakan resiko produsen, karena walaupun kualitas produk sesuai standar (1% yang cacat), tetapi masih mungkin ditolak oleh 13
konsumen, dimana seharusnya diterima. Kesalahan yang demikian (menoak sesuai yang benar) dapat terjadi karena pengambilan keputusan berdasarkan sampel. demikian juga dapat terjadi, karena yang diuji adalah sampel untuk mengumpulkan nilai reliabilitas yang sebenarnya. Gambar (b) dan (c) memungkinkan batas bawah dan batas atas dari reliabilitas yang sebenarnya untuk tingkat keyakinan tertentu, atau: P(R > RB2) = 1- untuk Gambar (b) dan P(R < RA2) = 1- untuk Gambar (c). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak hanya reliabilitas dari produk yang harus ditentukan tetapi juga tingkat keyakinan bahwa reliabilitas tersebut akan dicapai, sehingga resiko dari pengambian keputusan dapat diketahui. Dalam penerapannya, batas keyakinan bawah yang sering dipakai, karena konsumen lebih menyukai kualitas produk yang tinggi artinya probabilitas bahwa reliabilitas yang dicapai harus lebih besar dari yang ditargetkan dengan tingkat keyakinan tertentu. Contoh 4 Produsen komponen elektronik tertentu mengiklankan produknya bahwa probabilitas produknya dapat berfungsi baik (reliabilitas) lebih dari 1.000 jam adalah 94,53% dengan tingkat keyakinan 95%. Jelaskan pengertian tersebut? Jawab: Misal dilakukan pengujian terhadap 10.000 komponen tersebut selama 1.000 jam maka diharapkan 9.453 komponen akan berfungsi baik dengan tingkat keyakinan 95%. Makna tingkat keyakinan 95% adalah bila pengujian tersebut dilakukan oleh 100 lembaga pengujian, maka 95 lembaga tersebut mempunyai kesimpulan yang sama dengan di atas. D. Laju Kerusakan Laju kerusakan (failure rate) adalah suatu besaran yang mengukur kecepatan suatu komponen menjadi rusak per satuan waktu karena komponen tersebut digunakan dalam kondisi tertentu. Besaran ini paling banyak digunakan dalam analisis reliabilitas, karena reliabilitas biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari laju kerusakan. Pada umumnya pengukuran laju kerusakan dapat digolongkan atas kerusakan yang dapat diperbaiki dan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Untuk memahami konsep laju kerusakan dan penerapannya, diberikan beberapa contoh sebagai berikut: Contoh 5 Andaikan sebuah perusahaan yang memproduksi pemanggang roti elektris ingin mengetahui keandalan produknya. Agar supaya hasil eksperimen menggambarkan situasi yang sebenarnya maka 5 pemanggang dipinjamkan kepada 5 karyawannya untuk digunakan dan rusak di bawa kembali ke perusahaan untuk diperbaiki. Setelah 1.000 hari diperoleh data sebagai berikut: Pemanggang ke Banyak kali perbaikan 1 3 2 2 3 5 4 2 5 1 Jumlah 13 Untuk menghitung reliabilitas pemanggang selama 1.000 hari maka dihitung banyak kali perbaikan dari tiap alat tersebut dalam waktu 1.000 hari, kemudian dihitung berapa kali rata-rata banyak perbaikan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat untuk mengetahui kualitas alat tersebut dan dapat digunakan untuk membandingkan dengan kualitas produk lain. Rata-rata banyak kali perbaikan = 13/5 = 2,6 kali. Jadi secara rata-rata produk tersebut memerlukan 2,6 kali perbaikan jika telah dipakai dalam waktu 100 hari atau 26 kali perbaikan dalam waktu 10.000 hari dalam kondisi pemakaian yang normal. Laju kerusakan didefinsikan sebagai berikut: 14
Rata - rata banyak komponen yang rusak ................................................................... (1.3) Total waktu operasi Jadi diperoleh = 2,6 kerusakan/1000 hari = 0,0026 kerusakan dalam 1 hari Laju kerusakan ini menyatakan bahwa probabilitas pemanggang tersebut akan rusak pada suatu hari adalah 0,26%. Rata-rata antar waktu kerusakan (MTBF, atau mean time between failure) dapat dihitung sebagai berikut: 1 MTBF = .................................................................................................................... (1.4) Jadi diperoleh MTBF = 1/0,0026 ~ 384,6 hari MTBF ini menyatakan bahwa secara rata-rata diperlukan satu kali perbaikan setelah pemanggangan tersebut digunakan 384,6 hari. Hal ini tidak berarti bahwa setiap pemanggang produk pabrik tersebut memerlukan perbaikan setelah dipakai 384,6 hari, tetapi hal ini mengindikasikan kira-kira hampir 50% pemanggang tersebut memerlukan perbaikan setelah 384,6 hari, jika digunakan dalam kondisi normal. Perhitungan di atas dengan asumsi bahwa komponen yang rusak dapat diperbaiki dan seteah diperbaiki dianggap baru seperti semula. Dalam kehidupan sehari-hari banyak produk yang setelah rusak tidak dapat diperbaiki kembali, seperti transistor, dioda, bola lampu, fuse dan sebagainya. Untuk produk-produk yang tidak dapat diperbaiki, digunakan perhitungan-perhitungan yang sedikit berbeda dengan uraian di atas. Untuk menghitung laju kerusakan dari komponen-komponen yang tidak dapat diperbaiki perlu dicatat jangka waktu sampai komponen tersebut rusak (umur), seperti dalam contoh berikut:
=
Contoh 6 Dari contoh 5 di atas setelah dilakukan penelitian yang seksama diketahui bahwa penyebab utama terjadi kerusakan tersebut adalah fuse yang digunakan. Untuk itu dilakukan eksperimen untuk mengetahui kualitas fuse yang digunakan. Dalam eksperimen digunakan 5 fuse dan dipasang pada alat simulasi, diperoleh data waktu kerusakan sebagai berikut: Fuse ke Jangka Waktu Rusak 1 1.200 2 1.850 3 1.050 4 1.300 5 1.450 Jumlah 6.850 Laju kerusakan adalah = 5/6850 = 0,00073 kerusakan per jam. Untuk komponen yang tidak diperbaiki maka rata-rata jangka waktu kerusakan (MTTF, atau mean time to failure) adalah: MTTF = 1/ = 6850/5 = 1370 jam Besaran ini mempunyai arti bahwa rata-rata 50% dari fuse tersebut dapat digunakan selama 1.370 jam. Jika laju kerusakan dikalikan dengan jangka waktu tertentu maka diperoleh probabilitas kerusakan dalam jangka waktu tertentu, yaitu: Probabilitas terjadi kerusakan = laju kerusakan jangka waktu tertentu = t Contoh 7 Dari contoh 6 di atas, andaikan disyaratkan bahwa fuse yang digunakan harus memenuhi kriteria bahwa fuse tersebut harus mempunyai reliabilitas 99% setelah digunakan 100 jam. Simpulkan apakah fuse yang digunakan waktu pemanggang tersebut dengan kriteria tersebut. Jawab: Probabilitas kerusakan dalam jangka waktu 100 jam adalah 100 0,00073 = 0,073 atau 7,3%. Jadi probabilitas fuse berfungsi baik (reliabilitas) setelah 100 jam adalah 100% - 7,3% = 92,7% dan ini 15
lebih kecil dari yang disyaratkan (99%), maka disimpulkan bahwa fuse tersebut tidak memenuhi standart. Jika digunakan rumus pendekatan e-t = e-0,00073(100) = 92,7%. Contoh 8 50 jantung buatan produksi pabrik tertentu di uji selama 10.000 jam di Pusat Penelitian Kesehatan dan ternyata ada 3 yang rusak. a. Hitung laju kerusakan b. Hitung banyak yang rusak yang diharapkan jika digunakan untuk 100 pasien c. Hitung MTBF (mean time between failure) Jawab: a. Karena ada 3 yang rusak selama tes maka total jam operasinya berkurang. Untuk merendahkan perhitungan waktu kerusakan tersebut didistribusikan secara merata ke total jam operasinya yang dihitung sebagai berikut: 10.000/2 jam 3 unit = 15.000 jam Total jam operasi (10.000 jam) (50 unit) = 500.000 jam Waktu operasi adalah 500.000 – 15.000 = 485.000 jam Laju kerusakan = 3/485.000 = 0,0000062 kerusakan/jam = 0,0542 kerusakan/tahun Diasumsikan dalam 1 tahun ada 365 hari b. Dari 100 unit, = (0,0542 kerusakan/tahun) 100 = 542 kerusakan/tahun c. MTBF = 1/ = 1/0,0542 = 18,64 tahun MTBF tersebut mengukur rata-rata jangka waktu yang diperlukan untuk komponen tersebut diperbaiki dan bukan menunjukkan rata-rata umur dari komponen tersebut. Besaran ini berarti bahwa kira-kira 50% dari jantung buatan tersebut akan memerlukan perbaikan setelah dipakai 18,64 tahun jika probabilitas didistribusi kerusakan adalah normal. Contoh 9 Misal suatu perusahaan elektronik melakukan pengujian pada sejumlah besar amplifier buatannya selama 1.000 jam. Jangka waktu kerusakan dari masing-masing amplifier tersebut dicatat. Jangka waktu kerusakan amplifier yang terakhir kebetulan sama dengan akhir waktu pengujian. Data jangka waktu kerusakan dan waktu tidak terjadi kerusakan dihitung seperti pada tabel berikut: Jangka waktu Periode tidak terjadi kerusakan kerusakan 50 50 200 150 210 10 280 70 300 20 400 190 530 40 540 10 630 90 710 80 880 170 1.000 120 Jumlah 1.000 Jadi MTBF = 1000 jam/12 = 83,3 jam, walaupun dari tabel terlihat bahwa waktu terjadi kerusakan antara 10 sampai 190 jam. Dari nilai MTBF tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan tiap 83,3 jam dalam jangka waktu operasi 1000 jam. 16
Contoh 10 Seorang manajer EDP (Electronic Data Processing) ingin mengetahui pola kerusakan yang terjadi dari komputer yang digunakan perusahaannya jika beroperasi selama 50.000 jam atau 6 tahun. Dari spesifikasi yang dikeluarkan pabrik pembuat komputer tersebut diketahui bahwa komputer tersebut terdiri atas 1.298 komponen yang dapat dikelompokkan atas 17 kelompok (antara lain dioda, transistor, integrated circuit, dan lain-lain), laju kerusakan gabungan (agregate) dari komponenkomponen tersebut adalah 948 kerusakan/106 jam. a. Hitung MTBFnya b. Hitung laju kerusakannya untuk 50.000 jam c. Andaikan komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok (pengelompokkan ini berdasarkan besar laju kerusakan yaitu yang lebih besar dari 20 kerusakan/106 jam membentuk satu kelompok, yang lebih kecil dari itu digabungkan), sebagai berikut: Kelompok Laju kerusakan/106 jam Dioda 150 Transistor 280 Resistor 300 Integrated Circuit 80 dll <20 Berdasarkan data tersebut berapa kali banyak perbaikan diperlukan masing-masing kelompok tersebut jika komputer beroperasi 50.000 jam atau 6 tahun dan interpretasikan hasilnya. Jawab: a. MTBF = 106/948 = 1054 jam b. Laju kerusakan tiap komputer dalam jangka waktu 50.000 jam adalah: 948 50.000/106 = 48 kerusakan/50.000 jam Karena 48 kerusakan menunjukkan kira-kira 5% (48/948) kerusakan dari tiap kelompok komponen diharapkan dalam jangka waktu 106 jam. c. Dari tabel tersebut diperoleh laju kerusakan untuk masing-masing komponen sebagai berikut: Dioda : 150 50.000/106 =7,5 8 kali Transistor : 280 50.000/106 =14 kali Resistor : 300 50.000/106 =15 kali Integrated Circuit : 80 50.000/106 =4 kali Dan lain-lain : 20 50.000/106 =1 kali Informasi ini sangat bermanfaat untuk menyusun jadwal pemeliharaan, karena dari informasi tersebut diproduksi banyak kali perbaikan yang harus dilakukan (kira-kira 42 kali perbaikan tiap komputer dalam 50.000 jam atau 6 tahun) rusak dan jumlahnya dalam jangka waktu tertentu dan informasi ini sangat bermanfaat untuk perencanaan pemeliharaan. E. Periode Umur Komponen Umur (life time) dari suatu komponen dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok periode sebagai berikut:
17
Laju Kerusakan
Laju Kerusakan Turun
Laju Kerusakan Naik
Laju Kerusakan Konstan 0
t1
t2 waktu Gambar 1.2. Grafik laju kerusakan sebagai fungsi waktu 1. Periode laju kerusakan menurun (decreasing failure rate) Pada periode 0 sampai t1 (permulaan peralatan berfungsi), grafik menunjukkan laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu. Kerusakan yang terjadi pada periode ini disebabkan oleh kesalahan/kelemahan dalam proses pembuatannya, disain, yang kurang baik antar penggunaan komponen-komponen yang standar, gerakan komponen-komponen yang masih baru akan menyebabkan pada tahap awal, komponen tersebut mempunyai resiko kerusakan yang tinggi. Jika suatu peralatan telah melewati periode ini, berarti disain dan pembuatan peralatan tersebut dari pabriknya telah sesuai. Periode ini juga dikenal sebagai periode pemanasan (burn-in period) yang secara umum kerusakan yang timbul antara lain akibat: - Proses perubahan (manufacturing) yang kurang baik, termasuk penyimpanan, handling dan sebagaiknya. - Kurang baiknya pengendalian kualitas. - Tidak cukup/sesuainya periode pemesanan - Bahan baku yang digunakan tidak standar - Kontaminasi - Faktor manusia - Pemasangan yang tidak sesuai - Start-up yang tidak sesuai. - Melanjutkannya tegangan secara mendadak. 2. Periode laju kerusakan konstan (constant failure rate) Pada periode t1 sampai t2, laju kerusakan konstan. Periode ini dikenal sebagai periode komponen berfungsi baik (useful life period). Kerusakan yang terjadi bersifat acak, yang antara lain akibat: - Kondisi lingkungan bekerjanya peralatan - Disain faktor keselamatan yang tidak sesuai - Beban yang lebih tinggi daripada yang diharapkan - Kesalahan manusia dalam penggunaannya - Faktor-faktor penyebab yang tidak dapat dijelaskan (random causes) - Bencana alam antara lain: badai, gempa bumi, banjir, petir, dan lain-lain. Dalam periode ini perhitungan yang telah dibahas sebelumnya antara lain kerusakan, reliabilitas dan MTBF berlaku. 3. Periode laju kerusakan meningkat (increasing failure rate) Pada periode ini setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan bertambahnya umur komponen. Hal ini karena proses ketuaan atau keausan (wear-out) dari komponen tersebut. Periode ini dicirikan dengan semakin banyaknya komponen yang rusak sesuai dengan bertambahnya umur komponen tersebut. Pada umumnya kerusakan pada periode ini antara lain diakibatkan: - Umur komponen tersebut - Kelelahan (fatigeel) komponen - Berkurangnya kekuatan: Korosi dari komponen - Perawatan komponen yang kurang baik, perbaikan kerusakan yang kurang sempurna
18