Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi Yunus Daud1, Fikri Fahmi2, 1
Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected],
[email protected] Abstrak
Daerah prospek panas bumi Arjuno-Welirang berada di jalur ring of fire Indonesia dan berlokasi di Kab. Mojokerto, Kab. Malang, Kab. Pasuruan, dan Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Secara geologi batuan di daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik berupa lava dan piroklastik yang berumur kuarter. Manifestasi yang muncul di permukaan berupa fumarol – solfatar yang terletak di puncak Gn. Welirang dan mata air panas yang berada di sebelah barat dan baratlaut Gn. Welirang bertipe bicarbonate dengan suhu berkisar antara 39 – 55 0C. Inversi 2-D dan 3-D dari data MT dilakukan untuk mengetahui struktur resistivitas bawah permukaan dengan menggunakan software WinGlink dan MT3DInv-X. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa inversi 3-D mampu menggambarkan struktur bawah permukaan dengan lebih baik dibandingkan dengan inversi 2-D. Lapisan konduktif (<15 ohm-m) dengan ketebalan sekitar 1 – 1,5 km diindikasikan sebagai clay cap dari sistem panas bumi. Lapisan yang berada di bawah clay cap dengan nilai resistivitas sedikit lebih tinggi (20 - 60 ohm-m), diindikasikan sebagai zona reservoir. Body dengan nilai resistivitas yang tinggi (>80 ohmm), diinterpretasikan sebagai heat source yang berasosiasi dengan aktivitas vulkanik Gn. ArjunoWelirang. Tahap akhir dari penelitian adalah mengintegrasikan data MT, geologi dan geokimia, untuk membangun model konseptual. Luas daerah prospek untuk sistem geotermal Arjuno-Welirang sekitar 18 km2 dengan pusat reservoar berada di bawah puncak Welirang. Temperatur reservoar geotermal Arjuno-Welirang dihitung dengan menggunakan geotermometer gas CO2 sekitar 260oC. Potensi dari sistem geotermal Arjuno-Welirang dihitung dengan metode Volumetrik Lump Parameter adalah sebesar 144 MWe. Kata kunci : Daerah Prospek Panas Bumi Arjuno-Welirang, Magnetotellurik, Inversi 2-D, Inversi 3-D.
Abstract Arjuno-Welirang Geothermal prospect area is situated in ring of fire Indonesia and located in Kab. Mojokerto, Kab. Malang, Kab. Pasuruan, and Kota Batu, East Java. Geologically, the prospect area is dominated by Quartenary volcanic rocks, both lava and phyroclastic. Surface manifestations occured in this prospect area are fumaroles-solfatara found on top of Mount Welirang. Other manifestanions found in this area are hot springs on the West and Northwest of Mount Welirang that catagorized as bicarbonate type with temperatures range between 39 to 55 oC. The 2-D and 3-D inversion MT data are performed to determine the subsurface resistivty structure. The 2-D inversion was done by using WinGlink software, while the 3-D inversion has been carried out using MT3DInv-X software. The result of the inversion shows that the 3-D inversion can deliniate the subsurface structure more clearly than the 2-D inversion. The conductive layer (<15 ohm-m) with a thickness of about 1 - 1,5 km is indicated indicating the clay cap of the geothermal system. A slighty higher resistivity value (20-60 ohm-m) is discovered below the clay cap, indicating the reservoir zone. Body with high resistivity values (> 80 ohm-m) is interpreted as heatsource of geothermal system associated with volcanic activity of Mount Welirang. The final stage of the research is to intergrate the MT data, geology and geochemistry data, to build a conceptual model. The coverage boundary of the prospective area is about 18 km2 with the summit of Mount Welirang as the center of reservoar. Temperature of geothermal reservoir based on CO2 gas geothermometer is about 260oC.The capacity of ArjunoWelirang geothermal system counted using Volumetric Lump Parameter method is about 144 MWe. Keywords: Arjuno-Welirang Geothermal Prospect Area, Magnetotelluric, 2-D Inversion, 3-D Inversion
1. PENDAHULUAN Secara umum kegiatan eksplorasi dengan metode MT di daerah geotermal terdiri dari beberapa tahap yaitu akuisisi, pengolahan data, pemodelan, dan interpretasi. Adapun pemodelan dalam metode MT
bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur resistivitas batuan daerah penelitian yang menggambarkan sistem geotermal di daerah tersebut. Pemodelan dalam MT dapat dilakukan dengan metode inversi baik inversi 1-D, 2-D maupun inversi 3-D. Setiap metode inversi tersebut memiliki
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
KETERANGAN
80
Ap . Ap . Ap . Ap . Ap .
ew at e
s t er
l ca
e ri
Vo
Ph
40
ni c
wa
60
Pa d u sa n 1 (APP1 ) Pa d u sa n 2 (APP2 ) C o b a n (APC O ) C a n g a r 1 (APC 1 ) C a n g a r 2 (APC 2 )
rs ph er
20
al wa te r
Steam heated waters SO 4
20
40
s
Daerah geotermal Arjuno-Welirang berada di jalur ring of fire Indonesia dan berlokasi di Kab. Mojokerto, Kab. Malang, Kab. Pasuruan, dan Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Secara geologi, batuan di daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik berupa lava dan piroklastik yang berumur kuarter. Terdapat beberapa struktur sesar dan ring fracture yang berkembang di daerah tersebut dengan struktur dominan berada pada arah N 45o E. Manifestasi yang muncul di permukaan berupa fumarol – solfatar yang terletak di puncak Gn. Welirang dan mata air panas yang berada di sebelah barat dan baratlaut Gunung Welirang bertipe bicarbonate dan berada pada zona immature water dengan suhu berkisar antara 39 – 55 0C. Akuisisi MT dilakukan di 35 titik yang tersebar di sekitar lokasi penyelidikan terutama di sebelah utara, barat laut, dan sebelah barat gunung Arjuno-Welirang.. Beberapa titik pengukuran berada di sekitar Ap. Cangar, Ap. Coban, Ap. Padusan, dan fumarol di puncak Welirang.
Cl
t ur
2. GEOLOGI DAN GEOKIMIA ARJUNO-WELIRANG
Gbr 1. Peta geologi regional daerah panas bumi Komplek Arjuno – Welirang (PSDG, 2010)
Ma
keunggulan dan kelemahan masing-masing seperti yang ditunjukan pada studi kasus komparasi inversi 1-D, 2-D, dan 3-D pada daerah geotermal Gunung Glass, California (Cumming & Mackie, 2010). Penelitian lain terkait dengan inversi 3-D pernah dilakukan dengan menggunakan data sintetik oleh Siripunvaraporn et al. (2005) dan Iskandar (2013) dan dengan menggunakan data real oleh Amriyah (2012). Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa inversi 3-D mampu menghasilkan penampang resistivitas dengan resolusi yang lebih baik dibandingkan inversi 1-D dan 2-D dan mampu untuk mengatasi dimensional distortion yang terjadi pada inversi 1-D dan 2-D. Namun, proses inversi 3-D membutuhkan komputer dengan spesifikasi yang tinggi dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kemampuan dari inversi 3-D dalam menggambarkan struktur resisitivitas dengan resolusi yang tinggi menjadi modal penting dalam perkembangan metode MT kedepannya karena keterbatasan dari inversi 2-D yang seringkali tidak dapat menjelaskan bagian penting yang ada dalam data lapangan dengan kondisi geologi yang kompleks (Siripunvaraporn et al., 2005). Oleh karena itu, untuk untuk menguji kemampuan dari inversi 3-D dan untuk mengetahui gambaran sistem geotermal di daerah penelitian maka dilakukan pemodelan inversi 3-D dari data MT di daerah geotermal Arjuno-Welirang, Jawa Timur. Hasil inversi 3-D yang didapatkan akan dianalisis dan dibandingkan dengan hasil inversi 2-D. Model sistem geotermal yang didapatkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk menentukan lokasi target sumur pemboran dan untuk memperkirakan kapasitas dari sumber geotermal di daerah penelitian.
60
80
HCO3
Gbr 2. Diagram segitiga tipe air panas Cl-SO4-HCO3 (PSDG, 2010)
Gbr 3. Diagram segitiga tipe air panas Na-K-Mg daerah panas bumi Arjuno-Welirang (PSDG, 2010)
3. METODE PENELITIAN Inversi 2-D MT Arjuno Welirang Proses Inversi 2-D dilakukan dengan menggunakan software WinGlink. Software ini mengaplikasikan algoritma inversi NLCG (Rodi and Mackie, 2001). Adapun input dari proses inversi ini berupa kurva MT yang sudah dilakukan koreksi static
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
shift. Proses inversi 2-D dikerjakan dalam satu lintasan yang terdiri dari beberapa titik pengukuran. Jumlah dan arah lintasan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi dari sistem geotermal di daerah tersebut. Adapun initial model yang digunakan berupa homogeneous half-space 100 ohm-m. Inversi 3-D MT Arjuno Welirang Proses inversi 3-D dilakukan dengan menggunakan software MT3DInv-X (Daud, et al, 2012). Software ini dikembangkan oleh PT. NewQuest Geotechnology dan mengaplikasikan algoritma Data Space Occam’s Inversion yang diperkenalkan oleh Siripunvaraporn et al (2005). • Mesh grid parameter Model 3-D terdiri dari kubus-kubus di dalam mesh-grid 3-D dalam suatu sistem koordinat dummy. Pusat dari sistem koordinat dummy tersebut berada ditengah-tengah dari distribusi stasiun pengukuran yang ada. Pada software MT3DInv-X arah dari model didefinisikan sebagai berikut: sumbu-x berorientasi utara-selatan dengan utara bernilai positif, dan sumbu y berorientasi timur-barat dengan timur bernilai positif, dan sumbu z bernilai positif ke arah bawah. Proses inversi 3-D data MT Arjuno Welirang menggunakan homogeneous half-space 100 ohm-m sebagai initial model. Jumlah blok dari arah selatan ke utara berjumlah 30 block, dari arah barat ke timur berjumlah 30 block, dan pada arah vertikal terdiri dari 22 layer. Sehingga total dari block yang digunakan pada model berjumlah M = 30 x 30 x 22 = 19800. • Input data inversi 3-D MT Arjuno Welirang Input data untuk inversi 3-D dengan menggunakan software MT3DInv-X adalah komponen real dan imajiner dari impedansi tensor (Z) yang dalam hal ini digunakan full impedansi tensor (Zxx.real, Zxx.,imag, Zxy.real, Zxy.,imag, Zyx.real, Zyx.,imag, Zyy.real, Zyy.,imag). Untuk mengatasi masalah misfit untuk data-data yang memiliki error yang besar maka diset error floor 5% untuk memastikan respon model fit dengan data pengamatan. Jumlah dari data N yang digunakan proses inversi bergantung pada jumlah stasiun pengukuran, jumlah frekuensi dan jumlah elemen tensor impedansi. Inversi 3-D data MT Arjuno Welirang menggunakan data dari 34 stasiun pengukuran, dan memilih 9 frekuensi dari rentang frekuensi 100 – 0.01 Hz, dan menggunakan semua elemen tensor impedansi baik real maupunm imajiner. Sehingga total dari jumlah data N = 34 x 9 x 8 = 2448. • Proses Inversi 3-D MT Arjuno Welirang Proses inversi dijalankan pada komputer Intel Pentium Core i7, dengan RAM 16GB. Untuk melakukan satu kali iterasi membutuhkan waktu sekitar 2 jam dan total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai iterasi 34 adalah sekitar 68 jam. Proses inversi 3-D dengan menggunakan software
MT3DInv-X berjalan stabil, konvergen, dan dapat mencapai misfit yang bagus sehingga didapatkan model struktur resistivitas yang cukup baik untuk menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Model akhir yang didapatkan memiliki nilai RMS 10.8 %.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Komparasi Hasil Inversi 2-D dan Inversi 3-D • Zona Alterasi Dari hasil penyelidikan geologi dan geokimia didapatkan data bahwa sebaran alterasi yang tampak dipermukaan tersebar di dua lokasi yaitu disekitar Kawah Plupuh dan di bawah Gn. Pundak pada elevasi 1000 meter. Penyebaran zona alterasi ini cukup luas hingga ke lereng Welirang dan Kembar I. Pada penampang dan peta resistivitas, batuan yang teralterasi ditunjukan oleh lapisan/zona dengan warna merah yang memiliki nilai resistivitas antara 1-15 ohm-m. Perbandingan sebaran zona alterasi hasil inversi 2-D dan inversi 3-D pada elevasi 1000, 500, 0, dan -500 m dapat dilihat pada Gbr 4. Secara umum hasil inversi 2D dan 3D menunjukan adanya kemiripan dalam hal sebaran zona alterasi. Pada elevasi 1000 meter keduanya sama-sama menunjukan adanya anomali resistivitas rendah di sekitar Gn. Pundak sampai ke lereng Welirang. Peta resistivitas pada elevasi 500, 0 dan -500 meter menunjukan sebaran zona alterasi yang mirip yang menggambarkan batas dari struktur updome di daerah tersebut. Namun, jika dilihat dari kesesuaian dengan struktur, peta sebaran alterasi hasil inversi 3-D lebih sesuai dan dapat menggambarkan struktur yang berkembang di daerah penelitian dengan lebih baik dibandingkan dengan hasil inversi 2-D. Keberadaan struktur sesar dan ring fracture tergambarkan dengan jelas pada peta resistivitas hasil inversi 3-D. • Resistive Basement Hasil penyelidikan geologi di komplek ArjunoWelirang menduga bahwa keberadaan sistem panas bumi di daerah tersebut berkaitan dengan aktivitas vulkanik di Gn. Arjuno-Welirang. Peta resistivitas pada elevasi -3000 m hasil inversi 2-D dan inversi 3D pada Gbr 5 menunjukan adanya anomali resistivitas tinggi yang diduga sebagai resistive basement dari sistem panas bumi di daerah tersebut yang bersumber dari Gn. Arjuno-Welirang. Resistive basement hasil inversi 2-D tersebar dari komplek Arjuno-Welirang ke arah barat menuju Gn. Anjasmoro dan ke arah utara sampai ke arah AP. Padusan dan membelok ke arah timurlaut. Sedangkan resistive basement hasil inversi 3D menyebar ke arah barat menuju Gn. Anjasmoro dan ke arah utara mengikuti struktur sesar Cangar dan Sesar Anjasmoro. Jika dikaitkan dengan kondisi geologi di daerah penelitian sistem geotermal di daerah tersebut berasosiasi dengan aktivitas vulkanik Gn. ArjunoWelirang. Peta resistivitas hasil inversi 3-D pada
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
elevasi -3000 m menunjukan adanya anomali resistivitas tinggi di bawah puncak Welirang yang dapat di interpretasikan sebagai heat source dari sistem geotermal di daerah tersebut. Sedangkan anomali resistivitas tinggi di bagian barat pada peta resistivitas hasil inversi 3-D yang dibatasi oleh sesar cangar dan sesar anjasmoro merupakan produk satuan lava anjasmoro yang berupa batuan andesit-basaltis dan breksi vulkanik. • Struktur Updome Penampang resistivitas hasil inversi 2-D dan 3-D pada lintasan D dan J menunjukan keberadaan struktur updome dibawah puncak Welirang. Posisi puncak updome hasil inversi 2-D berada di bawah titik 26, sedangkan puncak dome hasil inversi 3-D berada di bawah titik 27. Apabila dikaitkan dengan kondisi geologi di daerah penelitian maka posisi Top of Reservoar hasil inversi 3-D lebih sesuai karena berada di bawah puncak Welirang. Sedangkan Top of Reservoar hasil inversi 2-D bergeser sekitar 1,5 km ke arah utara seperti ditunjukan pada penampang resistivitas lintasan D (Gbr 6) dan bergeser sekitar 2 km ke arah barat seperti ditunjukan pada penampang resistivitas lintasan J (Gbr 7). Perbedaan hasil inversi 2-D dan 3-D berikutnya adalah dalam hal ketebalan lapisan konduktif yang berkaitan dengan BOC (Base of Conductor) dari sistem geotermal di daerah tersebut. Hasil inversi 3-D menunjukan BOC di sekitar puncak Welirang berada pada elevasi + 1000 meter, sedangkan hasil inversi 2D menunjukan bahwa BOC berada pada elevasi + 500 meter. Hasil penelitian mengenai komparasi inversi 2D dan inversi 3-D dengan menggunakan data sintetik (Iskandar, 2013) menunjukan bahwa inversi 3-D mampu menggambarkan bentuk geometri dari benda bawah permukaan secara lebih akurat. Mengacu pada hasil penelitain tersebut maka penulis menilai bahwa hasil inversi 3-D MT Arjuno-Welirang lebih tepat dibandingkan dengan hasil inversi 2-D termasuk dalam hal elevasi dari BOC. Interpretasi Terpadu Keberadaan manifestasi dipermukaan berupa air panas, fumarol, dan alterasi batuan dipermukaan menunjukan adanya sistem geotermal di daerah tersebut. Hasil analisis komposisi kimia dengan menggunakan diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 dan NaK-Mg dari air panas Cangar, air panas Coban, dan air panas Padusan menunjukan bahwa ketiga mata air panas tersebut bertipe bikarbonat dan terletak pada zona immature water, sebagai indikasi adanya pengaruh air permukaan yang cukup dominan yang tercampur dengan fluida panas dari reservoar. Hal ini berarti bahwa ketiga mata air panas tersebut berada jauh dari pusat reservoar dan diperkirakan sebagai zona outflow sistem panas bumi Gunung ArjunoWelirang. Keberadaan fumarol dan solfatara di puncak Welirang dengan kandungan SO2 yang cukup
signifikan (0.06454 dan 0.1890 % mol) dan hembusan yang kuat mengindikasikan adanya hubungan dengan aktivitas vulkanik di daerah tersebut. Selain itu keberadaan fumarol, solfatara dan alterasi di puncak Welirang mengindikasikan bahwa puncak Welirang sebagai zona upflow dari sistem panas bumi Gunung Arjuno-Welirang. Struktur geologi yang berkembang di komplek Arjuno Welirang memliki kesesuaian dengan hasil penyelidikan geokimia di daerah tersebut. Kelurusan manifestasi di permukaan sesuai dengan sesar-sesar yang berkembang yang diduga sebagai jalur bagi fluida dari reservoar naik dan muncul ke permukaan dalam bentuk manifestasi air panas di Cangar, Coban, Padusan dan fumarol di puncak Welirang. Sesar Padusan mengontrol manifestasi air panas Padusan dan fumarol di Puncak Welirang. Sesar Cangar, mengontrol manifestasi air panas Cangar, dan air panas Coban. Adapun penyelidikan geofisika dengan menggunakan metode MT memperjelas keberadaan struktur-struktur yang mengontrol manifestasi dari gambaran struktur resistivitas batuan di komplek Arjuno-Welirang. Pada penampang resistivitas hasil inversi 2-D maupun 3-D di lintasan J (Gbr 7) dapat diidentifikasi keberadaan sesar Cangar, sesar Pucung dan sesar Padusan. Kecocokan antara hasil inversi 3D dengan struktur tersebut menunjukan bahwa hasil inversi 3-D sangat baik dalam menggambarkan keberadaan struktur. Dari gambaran struktur resistivitas tersebut juga teridentifikasi struktur updome di bawah puncak Welirang. Keberadaan struktur updome tersebut terlihat jelas pada hasil inversi lintasan D (Gbr 6) arah barat-timur dan lintasan J (Gbr 7) arah utaraselatan. Hasil inversi kedua lintasan tersebut menunjukan adanya struktur berbentuk updome yang membuka ke arah puncak Welirang. Hal ini sesuai dengan hasil penyelidikan geokimia yang mengindikasikan bahwa zona upflow berada di bawah puncak Welirang dengan manifestasi berupa fumarol dipermukaannya. Model Konseptual Sistem Geotermal ArjunoWelirang Visualisasi 3-D struktur resistivitas batuan hasil inversi 3-D dengan menggunakan software Geoslicer-X (Daud & Saputra, 2010) dapat dilihat pada Gbr 8. Adapun model konseptual sistem geotermal Arjuno Welirang dapat dilihat pada Gbr 9. Mengacu pada hasil inversi 3-D yang diintegrasikan dengan data geologi dan geokimia di komplek Arjuno-Welirang, diperkirakan bahwa reservoar sistem geotermal Arjuno-Welirang berada disekitar puncak Welirang. Pada penampang resistivitas keberadaan reservoar digambarkan oleh lapisan yang memiliki nilai resistivitas antara 20-60 ohm-m. Data geologi menunjukkan batuan yang memungkinkan sebagai pembentuk reservoir adalah batuan produk Vulkanik Arjuno-Welirang Tua baik berupa lava
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
ataupun piroklastik. Batuan tersebut dianggap cukup baik kerena telah mengalami proses deformasi pada periode Plistosen Akhir sehingga memungkinkan membentuk pola rekahan yang intensif dan bersifat permeabel. Sifat permeable itu sendiri bisa diakibatkan oleh rekahan yang terbentuk akibat aktifitas struktur sesar yang ada atau akibat sifat fisik batuan itu sendiri yang banyak mengandung pori (porous) terutama pada batuan piroklastik (Hadi et al., 2010). Di atas lapisan tersebut terdapat lapisan konduktif dengan nilai resistivitas 1-15 ohm-m yang diinterpretasikan sebagai lapisan clay cap yang merupakan produk dari proses alterasi hidrothermal. Batuan alterasi yang terbentuk merupakan tipe argilik (Hadi et al., 2010). Dalam suatu sistem geotermal clay cap berperan sebagai batuan penudung untuk mencegah panas yang ada di reservoar keluar secara konveksi melalui fluida yang ada di dalamnya karena sifatnya yang kedap air. Sedangkan heatsource dari sistem geotermal Arjuno Welirang berasosiasi dengan aktivitas vulkanik Gunung Arjuno-Welirang yang keberadaannya digambarkan dengan body yang memiliki nilai resistivitas > 80 ohm-m. Sehingga sistem geotermal Arjuno-Welirang dapat dikategorikan sebagai Young-Igneous System. Zona upflow yang merupakan pusat dari reservoar geotermal berada di struktur updome di bawah puncak Welirang dan zona outflow berada di sekitar manifestasi air panas Cangar, air panas Coban, dan air panas Padusan. Suplai fluida berasal dari resapan air hujan dipermukaan di daerah tepi sistem geotermal yang masuk ke reservoar melalui rekahan-rekahan batuan. Lokasi Daerah Prospek dan Rekomendasi Pemboran Berdasarkan hasil intepretasi terpadu data geologi, geokimia, dan gambaran struktur bawah permukaan yang didapatkan dari inversi data MT maka dapat ditentukan lokasi daerah prospek di daerah penyelidikan berada di sekitar puncak Welirang dengan luas + 18 km2 seperti terlihat pada Gbr 10. Kriteria dalam penentuan daerah prospek dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Daerah prospek berada di zona upflow yang merupakan pusat reservoar geotermal. Sehingga probabilitas mendapatkan fluida panas dengan tekanan dan temperatur yang tinggi semakin besar karena dekat dengan sumber panas. 2. Lokasi daerah prospek mengikuti sebaran resistive basement yang berperan sebagai heat source, sehingga daerah tersebut memiliki temperatur yang relatif lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya dengan memperhatikan sebaran dari lapisan clay cap diatasnya. 3. Target lokasi pemboran diarahkan pada daerah yang mempunyai permeabilitas tinggi yang berkorelasi dengan keberadaan struktur di daerah prospek. Maka rekomendasi lokasi pemboran
untuk sumur eksplorasi di daerah penyelidikan berada di sekitar jalur sesar Padusan yang mengontrol manifestasi fumarol dan air panas Padusan dan di struktur-struktur lain yang teridentifikasi di zona prospek. Kalkulasi Potensi Sistem Geotermal Arjuno Welirang Metode yang digunakan dalam estimasi potensi panas bumi (dalam MWe) adalah metode Volumetrik Lump Parameter yang ditulis kembali oleh “Panitia Kecil Standardisasi Panas Bumi” (1994) sebagai berikut: Q = K x A x (Tag – Tcut-off) Dimana Q = potensi energi batuan (MWe) K = 0.1 (faktor konversi untuk energi panas yang dikandung di dalam fluida thermal saja, sedangkan k=0.19 untuk energi panas yang dikandung di dalam fluida dan formasi batuan) A = luas reservoar (km2) Tag = temperatur air panas hasil geotermometer (oC) Tcut-off = temperatur cut-off (oC) Nilai Tcut-off diambil dari asumsi yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 13-60091999). Untuk sistem geotermal dengan temperatur reservoar di atas >225oC menggunakan Tcut-off 180oC dengan beberapa asumsi lain yaitu: tebal reservoir = 1-2 km, recovery factor = 50%, faktor konversi = 10%, dan lifetime = 30 tahun. Dengan menggunakan geotermometer gas CO2 diperkirakan temperatur reservoar panas bumi Arjuno-Welirang sekitar 260oC. Maka potensi dari sistem geotermal Arjuno-Welirang dapat dihitung sebagai berikut. Q = K x A x (Tag – Tcut-off) Q = 0.1 x 18 x (260 – 180) Q = 144 MWe
5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Inversi 3-D berhasil menggambarkan struktur bawah permukaan daerah geotermal Arjuno Welirang dengan baik. 2. Hasil inversi 2-D dan 3-D memiliki kemiripan dalam hal sebaran zona alterasi. 3. Perbedaan hasil inversi 2-D dan 3-D a. Pergeseran struktur updome, dimana hasil inversi 3-D lebih sesuai dengan kondisi geologi di daerah penelitian karena puncak struktur updome berada di bawah puncak Welirang. b. Persebaran resistive basement, hasil inversi 3-D lebih sesuai dan dapat menggambarkan kondisi geologi di daerah penelitian. c. BOC sistem geotermal Arjuno-Welirang berada pada elevasi + 500 m berdasarkan hasil
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
4.
5.
6.
7.
8.
inversi 2-D dan pada elevasi + 1000 m berdasarkan hasil inversi 3-D. Inversi 3-D dapat menggambarkan struktur bawah permukaan lebih baik dibandingkan dengan inversi 2-D. Berdasarkan hasil inversi 3-D, sistem geotermal Arjuno-Welirang tergolong sebagai Young Ignoeus System dengan penjelasan sebagai berikut : a. Lapisan batuan clay cap digambarkan dengan lapisan yang memiliki nilai resistivitas antara 1-15 ohm-meter pada penampang resistivitas. Ketebalan lapisan ini bervariasi antara 1-1,5 km dari permukaan dengan BOC pada elevasi 1000 meter. b. Lapisan batuan reservoar digambarkan dengan lapisan yang memiiki nilai resistivitas antara 20-60 ohm-meter pada penampang resistivitas yang berada pada elevasi antara 1000 sampai 1000 meter. c. Heat source digambarkan oleh lapisan yang memiliki nilai resisivitas >80 ohm-meter yang berada pada elevasi > -1000 meter. Luas daerah prospek untuk sistem geotermal Arjuno-Welirang sekitar 18 km2 dengan pusat reservoar berada di bawah puncak Welirang. Temperatur reservoar geotermal Arjuno-Welirang dihitung dengan menggunakan geotermometer gas CO2 sekitar 260oC. Potensi dari sistem geotermal Arjuno-Welirang dihitung dengan metode Volumetrik Lump Parameter adalah sebesar 144 MWe.
Berdasarkan pengalaman selama penelitian maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Untuk melakukan inversi 3-D perlu untuk memperhatikan coverage dari titik pengukuran karena hasil inversi 3-D sangat dipengaruhi oleh distribusi titik pengukuran terhadap area target. Distribusi titik pengukuran harus di desain lebih luas dari area target. 2. Proses inversi, khususnya inversi 3-D bersifat nonunique dimana hasil yang didapat sangat bergantung pada parameter yang digunakan. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk melakukan proses inversi 3-D dengan beberapa variasi ukuran mesh grid parameter.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung pada penelitian ini, diantaranya kepada: 1. Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) atas izin menggunakan data MT Arjuno-Welirang dan data pendukung berupa data geologi dan geokimia di daerah penyelidikan untuk penelitian ini. 2. PT. NewQuest Geotechnology yang telah memberikan fasilitas untuk penelitian ini berupa
software untuk pengolahan data MT, inversi 2-D dan 3-D, dan software untuk keperluan visualisasi.
DAFTAR ACUAN [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Amriyah, Qonita. (2012). Pemodelan Data Magnetotellurik Multidimensi untuk Mendeliniasi Sistem Geotermal Daerah Tawau, Malaysia. Skripsi. Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia. Cumming, W. dan Mackie, R. (2010). Resistivity Imaging of Geotermal Resources Using 1D, 2D and 3D MT Inversion and TDEM Static Shift Correction Illustrated by a Glass Mountain Case History. Proceedings World Geotermal Congress 2010. Daud, Yunus, and Saputra, Rachman. (2010). GeoSlicer-X: A 3-D Interactive Software for Geothermal Data Analysis, Proceedings World Geothermal Congress 2010. Daud, Yunus., Heditama, D. M., Agung, Lendriadi., Amriyah, Qonita., Aswo, Wambra., Pratama, A. S., Saputra, Rachman. (2012). 3-D Inversion Of MT Data Using MT3DInv-X Software. Proceedings The 12th Annual Indonesian Geothermal Association Meeting & Conference 2012. Hadi, M. N., Kusnadi, D., dan Rezky, Y. (2010). Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Arjuno-Welirang, Kabupaten Mojokerto dan Malang, Provinsi Jawa Timur. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi. Iskandar, Chevy. (2013). Pemodelan dan Inversi 3-D Data Magnetotellurik untuk Mendeliniasi Sistem Geotermal. Skripsi. Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia. PSDG. (2010). Laporan Akhir Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Arjuno-Welirang, Kabupaten Mojokerto dan Malang, Provinsi Jawa Timur. Rodi, W dan Mackie, R. L. (2001). Nonlinear Conjugate Gradient Algorithm for 2D Magnetotelluric Inversion. Geophysics Vol. 66, No. 1 ; page 174-187. Siripunvaraporn, W., Egbert, G. L., Yongmiwon, dan Uyeshima, M. (2005). Threedimensional Magnetotelluric Inversion: Data Space Method. Physics of The Earth and Planetary Interiors 150 (2005) 3-14.
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
2-D Elevasi 1000 m
2-D Elevasi 500 m
2-D Elevasi 0 m
2-D Elevasi -500 m
3-D Elevasi 1000 m
3-D Elevasi 500 m
3-D Elevasi 0 m
3-D Elevasi -500 m
Gambar 4. Perbandingan zona alterasi pada elevasi 1000, 500, 0, dan -500 m hasil inversi 2D (kiri) dan inversi 3D (kanan).
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
Gbr 5. Peta resistivitas pada elevasi -3000 m hasil inversi 2D (kiri) dan inversi 3D (kanan).
Gbr 6. Penampang resistivitas lintasan D hasil inversi 3-D dan 2-D
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
Gbr 7. Penampang resistivitas lintasan J hasil inversi 3-D dan 2-D
Gbr 8. Visualisasi 3-D sistem geotermal Arjuno-Welirang berdasarkan hasil inversi 3-D dengan menggunakan software Geoslicer-X.
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013
Gbr 9. Model konseptual sistem geotermal Arjuno-Welirang berdasarkan hasil inversi 3-D
Gbr 10. Peta elevasi BOC dan lokasi daerah prospek
Pemodelan Sistem..., Fikri Fahmi, FMIPA UI, 2013