PEMODELAN KUANTITATIF PENANGANAN RISIKO PASOKAN DAN MUTU PADA RANTAI PASOK TANAMAN HIAS MINI
MUSLIMAH UMMY NASTITI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pasokan dan Mutu pada Rantai Pasok Tanaman Hias Mini adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Muslimah Ummy Nastiti NIM F 351090101
RINGKASAN MUSLIMAH UMMY NASTITI. Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pasokan dan Mutu pada Rantai Pasok Tanaman Hias Mini. Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan INDAH YULIASIH. Tanaman hias mini merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi terutama jika diproduksi dalam bentuk unik, seperti parsel, souvenir maupun produk lainnya. Tanaman hias mini ini dapat mengalami kerusakan atau penurunan mutu karena produknya dinikmati konsumen dalam bentuk produk hidup/segar. Tesis ini memuat model kuantitatif untuk penanganan risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini, yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan risiko pada komoditas agroindustri. Tahapan dalam penelitian ini adalah identifikasi dan analisis risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini dengan menggunakan fuzzy failure mode and effect analysis (fuzzy FMEA) untuk mendapatkan profil risiko, kemudian mendisain model untuk penanganan risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini. Anggota primer rantai pasok tanaman hias mini terdiri dari petani sebagai pemasok tanaman hias yaitu petani Ciapus dan petani Lembang, Rumah Teduh Green Souvenir sebagai industri, serta konsumen yang pada umumnya adalah event organizer, hotel, kantor, atau masyarakat/perorangan. Produk yang dihasilkan oleh Rumah Teduh adalah souvenir (ekonomis dan eksklusif), parsel, potscaping dan dishplant. Anggota sekunder rantai pasok yaitu pemasok tanaman hias jenis tertentu (yang tidak dimiliki oleh petani Lembang dan Ciapus) serta pemasok bahan pengemasan seperti plastik mika, pot (plastik dan keramik), keranjang, pasir untuk hiasan pot plastik, batu zeolit dan bahan-bahan lainnya. Penanganan mutu produk tanaman hias mini dilakukan mulai dari penanganan mutu tanaman hias di tingkat petani sampai penanganan mutu proses dan produk di tingkat industri. Penanganan mutu tanaman di petani dilakukan untuk menghasilkan tanaman dengan standar dan kriteria yang diinginkan oleh industri yaitu bentuk dan warna menarik, dapat menampilkan bentuk mini dengan tinggi tanaman sekitar 10 cm, tanaman berpenampilan rimbun, pertumbuhan tanaman relatif lambat, mudah perawatan, relatif tahan di kondisi alam Jakarta, tahan hama penyakit, dan mudah dalam pengemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko yang prioritas untuk ditangani di petani Ciapus adalah gangguan cuaca/iklim, kerusakan dan penurunan mutu bibit/tanaman hias saat penerimaan, keterbatasan bibit, tanaman hias dan sarana produksi, kekurangan modal, dan kekurangan persediaan tanaman hias, sedangkan di petani Lembang, risiko yang prioritas untuk ditangani adalah kekurangan modal, gangguan hama dan penyakit tanaman, kerusakan dan penurunan mutu bibit selama pembibitan dan gangguan cuaca/iklim. Risiko pasokan dan mutu di tingkat industri yang prioritas untuk ditangani adalah perubahan jumlah permintaan, penambahan jumlah pesanan secara mendadak, mahalnya harga kemasan, tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda, kekurangan persediaan tanaman hias dan bahan penunjang, dan keterbatasan tenaga kerja. Model kuantitatif penanganan risiko pasokan dan mutu yang dibuat bertujuan untuk meminimalkan risiko dengan memaksimalkan upaya pemenuhan permintaan
produk dan meminimalkan biaya produksi sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Upaya pemenuhan permintaan produk dilakukan dengan menjamin ketersediaan pasokan bahan baku dan bahan penunjang, yaitu dengan cara meminimalkan biaya produksi dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada, sehingga risiko-risiko pasokan dan mutu produk dapat ditangani dengan baik. Hasil penyelesaian model menunjukkan bahwa produksi optimal 1.250 unit souvenir per order dan 25 unit parsel per order akan memberikan keuntungan bagi industri sebesar Rp 16.250.000,00. Produksi optimal tersebut mampu menjamin ketersediaan dan pasokan tanaman hias mini serta menjamin mutu produk yang dihasilkan, dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Kata kunci : rantai pasok tanaman hias mini, risiko pasokan dan mutu, fuzzy failure mode and effect analysis (fuzzy FMEA), programa multi obyektif
SUMMARY MUSLIMAH UMMY NASTITI. Quantitative Modeling for Mitigation of Supply and Quality Risk on Mini Floricultures Supply Chain. Supervised by TAUFIK DJATNA and INDAH YULIASIH. Mini floricultures are agricultural commodities that have high economic value, especially if that are produced in unique forms such as parcels, souvenirs and others. This plants can be damaged or decrease in quality since its products enjoyed by consumers in the form of live or fresh products. This thesis contains quantitative models for mitigation of supply and quality risk of mini floricultures which can be used to solve the problems of risk in agro commodities. Stages in this study were identification and analysis of risks of supply and quality of mini floricultures using fuzzy failure mode and effect analysis (fuzzy FMEA) to acquire a risk profile, and then to design models for risk mitigation of supply and quality in mini floricultures supply chain. Primary members of the supply chain consists of Ciapus and Lembang farmers as floriculture’s suppliers, Rumah Teduh Green Souvenir as an industry, and customers in general are event organizers, hotels, offices, public, individual and so on. Products of Rumah Teduh are economical and exclusive souvenirs, parcels, pot scapings dan dishplants. Secondary members of the supply chain are the other farmers that have specific floricultures (that are not owned by Lembang and Ciapus farmers) as well as suppliers of packaging material such as mica, pot (plastic and ceramic), baskets, the sand for accessories, zeolit stones dan other materials. Handling product quality of mini plants conducted from handling quality of plants at the farmer up the handling quality of processes and products at the industry level. Handling quality of plants at farmers aim to produce plants with desired standards and criteria by the industry which are plants have attractive shapes and colors, can display a mini form with about 10 cm tall plants, plants look lush, plant growth is relatively slow, easy maintenance, relatively resistant in conditions of Jakarta nature, pest-resistant, and easy packaging. The results showed that the risks priorities to be addressed in Ciapus farmer were climate/weather disruption, damage to and deterioration of seeds / plants at the reception, the limitations of seedling, floricultures and cultivation facilities, lack of capital, dan shortage of stocks and supplies of mini plants, whereas in Lembang farmer, the risks priorities to be addressed were the lack of capital, attack of pests and plant diseases, damage and deterioration during seed breeding, and climate/weather disruption. The supply and quality risks in the industry level priorities to be addressed were the change in the number of requests, increasing the number of orders unexpectedly, the high price of packaging, overlapping processes for different customers, shortage of supplies of floricultures and auxiliary materials, and manpower shortages. Quantitative models for mitigation of supply and quality risk of mini floriculture were built to minimize risk by maximizing the fulfillment of product demand and minimizing production costs, so as to maximize profits. Efforts to meet the demand of the products were done by ensuring the availability of supplies of raw and auxiliary materials, ie by minimizing production costs and optimizing
existing resources, so that the risks of the supply and quality of the products can be handled well. Completion of the model results indicate that the optimal production of 1.250 units souvenir per order and 25 units parcel per order will benefit the industry by Rp 16.250.000,00. The optimal production can be able to ensure the availability and supply of floricultures as well as ensuring the quality of products produced by utilizing the available resources efficiently and effectively. Keywords : mini floriculture supply chain, supply and quality risk, fuzzy failure mode and effect analysis (fuzzy FMEA), multi objective programming
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN KUANTITATIF PENANGANAN RISIKO PASOKAN DAN MUTU PADA RANTAI PASOK TANAMAN HIAS MINI
MUSLIMAH UMMY NASTITI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sukardi, MM
_udul Tesis : Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pasokan dan Mutu pada Rantai Pasok Tanaman Hias Mini « lama : Muslimah Ummy Nastiti ~IM : F 351090101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr Ir Machfud, MS
TanggaJ Ujian : 27 Juni 2013
TanggaJ Lulus: ~ ~
J\ G 2013
Judul Tesis : Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pasokan dan Mutu pada Rantai Pasok Tanaman Hias Mini Nama : Muslimah Ummy Nastiti NIM : F 351090101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi Ketua
Dr Indah Yuliasih, STP MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 27 Juni 2013
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhaanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini ialah manajemen risiko rantai pasok, dengan judul Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pasokan dan Mutu pada Rantai Pasok Tanaman Hias Mini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi dan Ibu Dr Indah Yuliasih, STP MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Sukardi, MM yang telah banyak memberikan saran kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir Astuti Rusmarawati dan Ibu I.G.A. Ngurah Novianti Suryakasih, SE.Ak dari Rumah Teduh-Green Souvenir serta Bapak Atim Yohana dari Chipa Kaktus Lembang dan Bapak Usman Suhendar, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum bapak, ibu, bapak mertua dan umi, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Muslimah Ummy Nastiti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
xviii xviii xviii 1 1 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan Kuantitatif Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Manajemen Risiko Rantai Pasok Risiko Pasokan (Supply Risk) Risiko Mutu Tanaman Hias Mini Penelitian Terdahulu 3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tata Laksana Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Tahapan Penelitian
5 5 5 6 8 8 8 10 13 13 13 13 13
4 LANDASAN TEORI Logika Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Multi Objective Programming
15 15 17 18 20
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Rantai Pasok Tanaman Hias Mini Anggota Rantai Pasok Pola Aliran Rantai Pasok dan Penanganan Mutu Produk Pasar Produk Tanaman Hias Mini Manajemen Risiko Rantai Pasok Tanaman Hias Mini Identifikasi dan Penilaian Risiko Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
23 23 23 25 29 29 29 38 43 43 43 45 49 104
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Ringkasan penelitian terdahulu Kategori variabel input pada fuzzy FMEA Kategori variabel output pada fuzzy FMEA Produk-produk Rumah Teduh - Green Souvenir Anggota rantai pasok tanaman hias mini Parameter fungsi keanggotaan variabel input Parameter fungsi keanggotaan variabel output
11 19 19 24 26 30 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Prosedur penelitian Kurva segitiga/triangular fuzzy number Kurva trapesium/trapezoidal fuzzy number Skema aturan fuzzy FMEA Rantai pasok tanaman hias mini Modifikasi kemasan sekunder tanaman hias Proses pengemasan produk souvenir Fungsi keanggotaan fuzzy untuk input tingkat keparahan (a), tingkat kejadian (b) dan deteksi (c) 9 Fungsi keanggotaan output fuzzy RPN
14 16 16 20 25 27 28 30 33
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Kuesioner untuk petani Kuesioner untuk industri Kombinasi basis aturan (rule) dalam fuzzy FMEA Portopolio risiko Jumlah permintaan produk dan pasokan tanaman ke Rumah Teduh periode April - November 2011 6 Biaya produksi dan harga jual per unit produk 7 Hasil keluaran model penanganan risiko tanaman hias mini menggunakan Lindo 6.1
49 71 91 95 101 102 103
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman hias merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis dan nilai estetika yang tinggi terutama jika diproduksi dalam bentuk dan kemasan yang unik, seperti dalam bentuk parsel, souvenir maupun produk-produk untuk hiasan indoor lainnya. Saat ini, tanaman hias sudah mengalami pengembangan dan modifikasi menjadi produk unik yang memiliki nilai tambah dan daya jual yang jauh lebih tinggi. Permintaan produk-produk unik berbahan baku tanaman hias pun saat ini semakin meningkat seiring bergesernya gaya hidup dan minat masyarakat terhadap produk-produk segar yang ramah lingkungan dan memiliki nilai estetika yang tinggi. Permintaan produk unik tersebut mendorong semakin banyaknya pihak-pihak atau agroindustri yang berinovasi untuk mengembangkan produkproduk unik berbahan baku tanaman hias. Salah satunya adalah Rumah Teduh Green Souvenir, yang memproduksi souvenir, parsel maupun produk unik tanaman hias lainnya. Peningkatan permintaan produk unik tanaman hias ke Rumah Teduh terlihat dari peningkatan omzet perusahaan mulai dari Rp 50.000.000,- sampai Rp 300.000.000,- dalam setahun, meski baru dirintis sejak tahun 2009. Produk unik tanaman hias yang dihasilkan oleh Rumah Teduh berupa souvenir eksklusif, souvenir ekonomis, parsel, potscaping maupun dishplant. Bahan baku yang digunakan untuk produk-produk tersebut adalah tanaman hias mini, yaitu tanaman hias yang masih muda, tetapi dipertahankan tetap dalam ukuran kecil atau ukuran yang dikehendaki, dengan tinggi tanaman berukuran sekitar 5 – 25 cm (Tamam dan Soedjatmiko 2006). Permasalahan dalam rantai pasok dan agroindustri tanaman hias mini ini adalah dari sisi budidaya di tingkat petani, sisi produksi di tingkat industri, serta struktur rantai pasok dan hubungan antar anggota rantai pasok tanaman hias. Permasalahan tersebut memberikan peluang terjadinya risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok produk tanaman hias mini. Pada sisi budidaya di tingkat petani, tanaman hias mini rentan mengalami gangguan karena proses pembibitan dan budidayanya tergantung pada kondisi iklim/cuaca dan lingkungan seperti hujan, angin, nutrisi tanaman serta gangguan hama dan penyakit tanaman sehingga penanganannya harus dilakukan dengan baik. Proses budidaya yang dilakukan dengan baik sesuai GAP (good agricultural practices) dan SOP (standart operational procedures) tanaman hias, akan menghasilkan tanaman yang bermutu baik dan layak untuk digunakan oleh industri sebagai bahan baku produk sehingga dapat menjamin ketersediaan pasokan tanaman ke industri. Secara umum, kriteria tanaman hias yang layak dan diterima oleh pihak industri (Rumah Teduh) sebagai bahan baku adalah (1) bentuk dan warna menarik, (2) dapat menampilkan bentuk mini dengan tinggi tanaman sekitar 10 cm, (3) tanaman berpenampilan rimbun, (4) pertumbuhan tanaman relatif lambat, (5) mudah perawatan, (6) relatif tahan di kondisi alam Jakarta, (7) tahan hama penyakit, dan (8) mudah dalam pengemasan. Dengan demikian, pihak petani harus mampu menyediakan tanaman hias dengan mutu dan kriteria yang diinginkan oleh pihak industri.
2
Pada sisi produksi di tingkat industri, proses produksi tanaman hias mini memerlukan proses yang panjang dan penanganan yang tepat sehingga menghasilkan produk dengan mutu dan kesegaran yang dapat diterima konsumen dengan baik, mengingat produk ini diterima konsumen dalam bentuk segar atau hidup. Proses produksi yang panjang ini memberikan peluang terjadinya risiko mutu seperti kerusakan tanaman hias dan kerusakan produk (tanaman patah, layu, mati, kemasan rusak dan sebagainya), akibat kesalahan atau ketidaktepatan penanganan dalam proses produksi. Oleh karena itu, proses produksi tanaman hias mini yang meliputi proses mendesain produk, proses perlakuan tanaman dan bahan penunjang, serta proses pengemasan dan pengiriman produk ke konsumen, harus dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal yang dapat menjamin mutu produk yang dihasilkan sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen. Proses mendesain produk sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik tanaman hias, ketersediaan tanaman hias dan bahan penunjang, permintaan konsumen, pertimbangan biaya, kemudahan penanganan dan perawatan oleh konsumen serta nilai seni (artistic view) dari produk yang dihasilkan. Proses perlakuan tanaman dan bahan penunjang sebelum pengemasan meliputi pemilihan jenis tanaman hias, pemilihan pot, pemilihan media tanam yang sesuai dengan jenis tanaman serta penambahan nutrisi atau suplemen dan media khusus yang mampu menyimpan air dan menjaga kelembaban media sehingga mampu mempertahankan kesegaran produk sampai ke tangan konsumen. Proses pengemasan produk dilakukan dengan memperhatikan ketepatan waktu pengemasan, karakteristik tanaman hias, pemilihan jenis kemasan, teknik pengemasan, kemudahan perawatan oleh konsumen, dan tenaga kerja yang ada. Distribusi produk dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan jenis produk yang dikirim, jenis kendaraan, jarak tempuh, waktu pengiriman produk, peluang terjadinya benturan, goncangan dan gangguan di luar perkiraan (kemacetan, gangguan kendaraan, kecelakaan, dan lainnya) untuk mencegah terjadinya kerusakan produk selama distribusi dan menjamin ketepatan pengiriman produk sampai ke tangan konsumen dengan jumlah dan jenis produk sesuai dengan permintaan. Struktur rantai pasok dan hubungan antar pihak yang terlibat dalam rantai pasok tanaman hias mini juga memberikan peluang terjadinya risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini. Struktur rantai pasok tanaman hias mini dan hubungan antar anggotanya dibangun atas dasar kepercayaan dan kerjasama saling menguntungkan sehingga dapat menekan peluang terjadinya risiko pasokan dan mutu tanaman hias. Pihak petani akan melakukan pembibitan dan budidaya tanaman hias sesuai prosedur dan arahan dari pihak industri serta menyediakan komoditas dengan mutu, spesifikasi, jenis dan jumlah yang diinginkan oleh pihak industri dengan baik. Pihak industri akan memberikan arahan dan bimbingan kepada petani agar petani mampu menghasilkan, menyediakan dan menyeleksi tanaman hias yang diinginkan oleh pihak industri, sehingga dapat menjamin pasokan dan mutu tanaman hias dari petani ke industri. Kerjasama dan komunikasi yang baik antara pihak industri dan petani dapat menjamin ketersediaan pasokan tanaman hias dengan mutu dan spesifikasi yang sesuai dengan permintaan industri. Risiko pasokan berpengaruh terhadap kemampuan industri dalam memenuhi kebutuhan konsumen, sedangkan risiko mutu berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan menyediakan produk dengan mutu yang baik, segar dan sesuai keinginan konsumen. Dengan demikian, risiko pasokan dan mutu yang muncul
3
dalam rantai pasok tanaman hias mini harus ditekan seminimal mungkin melalui suatu respon manajemen risiko agar produk yang dihasilkan memiliki mutu yang baik, sesuai dengan keinginan konsumen dan sampai ke tangan konsumen tepat waktu, sehingga memberikan keuntungan bagi semua pihak. Respon manajemen risiko ini harus dilakukan dengan kontrol proses yang efektif dan aplikatif untuk menangani risiko, yang dimulai dari risiko dengan tingkat prioritas paling tinggi. Respon manajemen untuk penanganan risiko ini dapat dimodelkan menjadi suatu pemodelan kuantitatif penanganan risiko pasokan dan mutu produk tanaman hias mini sehingga dapat meminimalkan dan mengurangi risiko pasokan dan mutu produk, serta mampu menjamin upaya pemenuhan permintaan konsumen dengan baik. Model kuantitatif ini dimaksudkan untuk penyederhaaan masalah sehingga memudahkan para pengambil keputusan dalam memecahkan permasalahan penanganan risiko komoditas tanaman hias mini. Penelitian ini dilakukan untuk merancang pemodelan kuantitatif bagi penanganan risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini sehingga dapat meminimalkan risiko pasokan dan mutu tanaman hias, serta dapat menjamin upaya pemenuhan permintaan konsumen. Tahapan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan melakukan penilaian risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini sehingga diperoleh profil risikonya, dan merancang pemodelan kuantitatif untuk penanganan risiko pada rantai pasok tanaman hias mini. Perumusan Masalah Produk yang dihasilkan oleh agroindustri tanaman hias mini dipengaruhi oleh pasokan dan mutu komoditas tanaman hias mini serta proses produksi yang dilakukan. Pasokan dan mutu tanaman hias yang mencukupi dan sesuai kriteria industri, serta proses produksi yang dilakukan dengan baik, akan menjamin industri mampu memenuhi permintaan konsumen dengan baik juga. Sebaliknya, risikorisiko yang memungkinkan terganggunya pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini, akan menyebabkan industri kesulitan dalam memenuhi permintaan konsumen. Proses budidaya tanaman hias di tingkat petani, proses produksi di tingkat industri, serta struktur rantai pasok dan hubungan antar anggota rantai pasok, memungkinkan terjadinya risiko pasokan dan mutu produk yang dihasilkan sehingga mempengaruhi kemampuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu, risiko pasokan dan mutu tersebut harus ditangani dengan baik melalui suatu respon manajemen risiko agar permintaan konsumen dapat dipenuhi dengan baik. Respon manajemen risiko yang dilakukan pada penelitian ini meliputi identifikasi sumber-sumber dan kejadian risiko yang mungkin terjadi dalam rantai pasok tanaman hias mini, penilaian terhadap kejadian risiko di tingkat petani dan industri, serta penanganan risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini di tingkat industri. Pada penelitian ini, dirancang suatu model kuantitatif bagi penanganan risiko pasokan dan mutu di tingkat industri. Model kuantitatif ini dimaksudkan agar para pengambil keputusan dapat menentukan sikapnya dengan memilih penyelesaian yang terbaik dari fungsi obyektif yang digunakan untuk penanganan risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini, serta memungkinkan eksplorasi yang cepat terhadap adanya efek perubahan masukan dari fungsi obyektif tersebut.
4
Tujuan Penelitian
1. 2.
Penelitian ini bertujuan untuk : Mendapatkan profil risiko pada rantai pasok tanaman hias mini melalui identifikasi dan penilaian risiko pasokan dan mutu Mendapatkan model kuantitatif untuk penanganan risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini Ruang Lingkup Penelitian
Cakupan kajian tentang manajemen risiko rantai pasok suatu produk sebenarnya sangat luas karena mencakup integrasi aliran barang dan informasi mulai dari sumber bahan baku (produsen/petani) sampai pengiriman produk ke konsumen. Mengingat cakupannya yang luas dan adanya kendala waktu, dana serta kendala lainnya, maka penelitian ini difokuskan pada perancangan model kuantitatif untuk penanganan risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini, dengan ruang lingkup sebagai berikut : 1 Identifikasi dan penilaian risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini di agroindustri tanaman hias mini (Rumah Teduh Green Souvenir) serta di petani pemasok tanaman hias yaitu petani Ciapus Tamansari Bogor dan petani Lembang Bandung 2 Merancang model kuantitatif untuk penanganan risiko pasokan dan mutu di tingkat industri Rumah Teduh untuk produk souvenir ekonomis dan parsel.
2
TINJAUAN PUSTAKA Pemodelan Kuantitatif
Model didefinisikan sebagai deskripsi konseptual/matematis/numerik dari skenario fisik tertentu yang meliputi data geometris, data material, data awal maupun data pembatas (Thacker et al. 2004). Menurut Muslich (2009), model merupakan representasi dari realita. Representasi realita ini dimaksudkan sebagai penyederhanaan masalah dalam pengambilan keputusan. Model biasanya lebih abstrak dari sistem atau realita yag digambarkannya. Abstraksi dan asumsi yang dibuat dalam model, difokuskan pada elemen-elemen penting dalam sistem dan mengeliminasi detil-detil yang tidak diperlukan. Pemodelan kuantitatif merupakan perancangan model matematika yang menyatakan hubungan antara beragam komponen dari sistem yang diamati, dalam bentuk kuantitatif, yaitu hubungan antara variabel yang dapat dikontrol (variabel keputusan) dan variabel yang tidak dapat dikontrol, dengan atau tanpa pembatas di dalamnya. Model kuantitatif ini sangat berguna bagi pengambil keputusan karena sederhana, lengkap, adaptif, mudah diubah-ubah, mudah dikomunikasikan, menghasilkan informasi yang relevan dan tepat guna untuk situasi yang sedang dipelajari bagi pengambil keputusan, serta memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan eksplorasi cepat dalam upaya pengambilan keputusan. Dengan demikian, model kuantitatif ini dapat dipandang sebagai model keputusan karena hasil pemecahannya dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan (Muslich 2009). Model kuantitatif dapat dibuat untuk memecahkan permasalahan dalam upaya pengambilan keputusan penanganan risiko komoditas pertanian seperti komoditas tanaman hias. Pembuatan model kuantitatif melibatkan spesifikasi dan interaksi banyak variabel, dan untuk mendapatkan model kuantitatif ini, masalah harus dinyatakan dalam bahasa matematika. Proses penyusunan model kuantitatif dapat dibuat dalam tiga tahap yaitu studi lingkungan, formulasi dari representasi masalah, dan penyusunan formulasi yang dinyatakan dalam simbol matematika atau model matematika (Muslich 2009). Model matematika terdiri dari model konseptual, persamaan matematika dan pemodelan data yang dibutuhkan untuk menggambarkan reality of interest. Model konseptual adalah kumpulan asumsi, algoritma, hubungan dan data yang menggambarkan reality of interest. Reality of interest yaitu aspek dunia nyata seperti unit masalah, komponen masalah, subsistem atau suatu sistem yang utuh, yang digambarkan atau diukur dan disimulasikan dalam bentuk model. Model matematika biasanya dibuat dalam bentuk persamaan diferensial, persamaan konstitutif, geometri, kondisi awal dan kondisi pembatas yang digunakan untuk menggambarkan kondisi fisik yang relevan secara matematis. Model matematika yang dibuat diimplementasikan secara numerik dalam bentuk model komputer untuk diverifikasi (Thacker et al. 2004) Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Rantai pasok menurut Pujawan (2005) merupakan jaringan perusahaanperusahaan (seperti pemasok/supplier, industri, distributor, toko serta perusahaan
6
pendukung lainnya) yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Rantai pasok ini terdiri dari seluruh tahapan yang terlibat secara langsung dalam memenuhi kebutuhan konsumen, tidak hanya meliputi pabrik (manufaktur) dan pemasok saja tetapi juga transportasi, gudang retailer dan konsumen (Chopra dan Meindl 2007). Tiga aliran yang harus dikelola dalam suatu rantai pasok adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir, misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, dari pabrik ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir; aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu, dan aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir dan sebaliknya (Pujawan 2005). Supply Chain Management (manajemen rantai pasok) menurut Stadtler (2008) didefinisikan sebagai tugas untuk mengintegrasikan unit-unit organisasi sepanjang rantai pasok dan mengkoordinasikan aliran barang, informasi dan finansial untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehingga mampu meningkatkan daya saing rantai pasok secara keseluruhan. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut harus bekerjasama untuk menghasilkan produk yang murah dan berkualitas serta tepat waktu dalam pengirimannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen (Pujawan 2005). Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : (1) produk pertanian mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi dan (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani. Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks serta bersifat probabilistik dan dinamis (Marimin dan Maghfiroh 2010). Struktur rantai pasok produk tanaman hias mini sebagai produk agroindustri, memiliki keunikan yang hampir sama dengan produk pertanian lainnya. Produk agroindustri adalah produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau industri yang memproses bahan-bahan yang berasal dari tanaman atau hewan, melalui proses transformasi dan preservasi yang berupa proses perubahan fisika atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi (Brown 1994). Pada struktur rantai pasok tanaman hias mini, petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya ke pasar selaku ritel, sehingga memutus rantai pelaku tengkulak, manufaktur/industri dan distributor. Petani juga bisa langsung memasok hasil pertaniannya ke manufaktur/industri, dan industri juga bisa langsung memasok produknya ke pelanggan tanpa melalui distributor atau ritel (Marimin dan Maghfiroh 2010). Manajemen Risiko Rantai Pasok Risiko didefinisikan oleh Dani (2009) sebagai ketidakpastian yang didasarkan pada probabilitas yang terukur dengan baik (kuantitatif), atau diformulasikan dengan : risiko = (probabilitas kejadian yang mungkin terjadi) x (dampak jika kejadian tersebut terjadi). Norrman dan Jansson (2004) mendefinisikan risiko sebagai perkalian antara probabilitas suatu kejadian dengan dampak bisnisnya (severity). Risiko rantai pasok menurut Ritchie dan Brindley (2009) adalah membandingkan tiga elemen utama yaitu likelihood of occurrence (probabilitas)
7
suatu kejadian atau keluaran, consequences (dampak) dari sebagian kejadian atau keluaran yang terjadi dan exposure or causal pathway yang memulai kejadian, sedangkan menurut Liew dan Lee (2012), risiko rantai pasok adalah kejadiankejadian yang sangat tidak diharapkan yang akan mengganggu kelancaran aliran bahan sepanjang rantai pasok. Risiko rantai pasok pada dasarnya merujuk pada kemungkinan dan dampak dari ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan. Risiko rantai pasok ini terdiri dari perbedaan dalam masalah aliran informasi, aliran bahan dan produk, mulai dari pemasok awal sampai pengiriman kepada konsumen akhir (Gaonkar dan Viswanadham 2006). Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh kepada mitra dalam rantai pasok tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, begitu juga dengan risiko akibat dari permasalahan tersebut, sehingga akan terjadi interaksi antar risiko yang menyebabkan kerugian (Marimin dan Maghfiroh 2010). Risiko dipacu oleh adanya ketidakpastian, sehingga risiko rantai pasok merupakan ketidakpastian atau ketidakterprediksian suatu kejadian yang dapat memberikan pengaruh pada rantai pasok dan mengarah pada kerugian (Gaonkar dan Viswanadham 2006). Sumber dan driver risiko terdiri dari risiko sistematik (risiko yang tidak dapat dicegah) dan risiko tidak sistematik (dapat dicegah). Risiko sistematik mencakup karakteristik lingkungan, karakteristik industri, konfigurasi rantai pasok, dan anggota rantai pasok, sedangkan risiko tidak sistematik mencakup strategi organisasi, decision making unit (DMU) dan variabel problem spesifik (Ritchie dan Brindley 2009). Kategori risiko dalam rantai pasok menurut Chopra dan Sodhi (2004) yaitu disruptions, delays, system, forecast, intelectual property, procurement, receivables, inventory dan capacity. Tipe risiko dalam rantai pasok menurut Matook et al. (2009) yaitu price risk, quantity risk, quality risk, technology risk, economic risk, environmental risk, process risk, management risk, chaos risk dan inventory risk. Tingkat risiko rantai pasok agroindustri tergantung dari jenis komoditasnya. Komoditas yang memiliki diversifikasi yang sangat tinggi akan berisiko tinggi dari sisi pasokan, dan sebaliknya. Kompleksitas akan semakin tinggi jika komoditas yang menjadi bahan baku memiliki produktivitas panen yang sangat rendah dan sumber pasokan yang terbatas. Dengan demikian, manajemen risiko sangat membutuhkan penanganan berbasis teknologi dan operasional, sehingga dapat membantu mengurangi tingkat risiko dan mengakomodir risiko sebagai bagian dari upaya efisiensi (Zsidisin 2003). Proses manajemen risiko secara umum terdiri dari beberapa fase yaitu pendugaan risiko yang mencakup analisis dan evaluasi risiko, pelaporan risiko (risk reporting) dan pengambilan keputusan, serta penanganan risiko dan monitoring risiko (Cavinato 2004), sedangkan menurut Norrman dan Jansson (2004) meliputi identifikasi dan analisis risiko untuk mencari deviasi dari sebuah kejadian kemudian mencari konsekuensi dari deviasi tersebut dan penyebab deviasinya, penilaian risiko dengan membuat prioritas dari daftar risiko sehingga dapat diketahui risiko yang lebih prioritas untuk ditangani dengan cara menghitung kerugian yang muncul sebagai konsekuensi terjadinya risiko, pengelolaan risiko dengan cara transfer risiko, menanggung bersama risiko, mendiamkan risiko, menghapus kegiatannya dan lain-lain, serta pemantauan risiko yaitu memantau dan
8
mengevaluasi apakah penanganan risiko sudah sesuai rencana misalnya sesuai dengan biaya yang diperkirakan dan jadwal yang direncanakan atau tidak. Risiko Pasokan (Supply Risk) Risiko pasokan (supply risk) didefinisikan sebagai terjadinya kegagalan yang signifikan dan/atau merugikan dalam suatu aliran barang dan jasa, atau kemungkinan terjadinya loss akibat tidak tersedianya bahan baku. Secara umum, definisi risiko pasokan difokuskan pada pengetahuan bagaimana risiko tersebut mempengaruhi kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Zsidisin (2003) mendefinisikan risiko pasokan sebagai kemungkinan terjadinya suatu insiden yang berhubungan dengan pasokan inbound, yang berasal dari gagalnya pemasok individu atau dari pasar suplai, dan mengakibatkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen atau insiden tersebut menimbulkan ancaman bagi kehidupan dan keselamatan konsumen. Kerangka kerja dalam manajemen risiko pasokan menurut Matook et al. (2009) adalah mendefinisikan sasaran risiko, mengevaluasi kemungkinan kejadian (likelihood of occurrence) dan konsekuensi dari kejadian khusus. Risiko Mutu Risiko mutu produk menurut Chavez dan Seow (2012) didefinisikan sebagai keadaan mutu produk yang secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh bahan baku dari pemasok, dimana kejadian risiko minor akan memberikan dampak kumulatif bagi keseluruhan rantai. Risiko mutu produk berkaitan dengan karakteristik produk agroindustri. Produk agroindustri pada dasarnya memiliki dua tipe karakteristik yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar merupakan produk yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia, seperti produk sayuran, buah-buahan dan sejenisnya, sedangkan produk yang diproses membutuhkan transformasi kimia atau perubahan bentuk. Produk tanaman hias mini sebagai salah satu produk agroindustri, memiliki gabungan dua tipe karakteristik produk agroindustri, yaitu karakteristik sebagai produk segar, sekaligus juga sebagai produk yang merupakan hasil proses produksi (perlakuan kimia, pengemasan dan distribusi), sehingga proses penanganan produk-produk tanaman hias mini harus dilakukan dengan mempertimbangkan peluang terjadinya risiko mutu, mengingat proses penanganannya akan mempengaruhi penurunan mutu produk segar (Widodo et al., 2004). Risiko mutu produk dapat diminimalisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang disyaratkan melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan, penentuan kapasitas produksi bahan baku, dan penyediaan insentif bagi produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman. (Widodo et al. 2004). Tanaman Hias Mini Rantai pasok tanaman hias mencakup aliran barang, informasi dan finansial mulai dari pemasok awal (petani), pedagang, industri, toko/ritel sampai ke konsumen. Struktur rantai pasok produk tanaman hias sebagai komoditas pertanian
9
memiliki keunikan. Petani sebagai pemasok dapat langsung menjual hasil pertaniannya langsung ke pasar selaku retail sehingga memutus rantai pelaku tengkulak, manufaktur dan distributor. Manufaktur juga bisa langsung memasok produk ke konsumen misalnya restoran, rumah sakit dan hotel, tanpa harus melalui distributor ke retail (Marimin dan Maghfiroh 2010). Tanaman hias mini sebagai produk pertanian didefinisikan sebagai tanaman hias biasa yang masih muda, tetapi dipertahankan tetap dalam ukuran kecil atau ukuran yang dikehendaki, dengan tinggi tanaman berukuran sekitar 5 – 25 cm, tergantung jenis tanamannya, dan bukan tanaman hias dewasa yang ditata dan diberi perlakuan tertentu sehingga penampilannya menjadi mini. Tanaman hias mini ini dapat dibentuk dari tanaman hias indoor maupun outdoor dengan bentuk yang mungil/kecil, unik, menarik dan perawatan yang relatif mudah, serta diletakkan dalam pot atau kemasan dengan jenis, model dan ukuran beragam sehingga memberikan penampilan yang unik dan eksklusif (Tamam dan Soedjatmiko 2006). Tanaman hias mini ini dapat diproduksi dalam bentuk souvenir, parsel, potscaping maupun dishplant. Jenis tanaman hias yang dapat dipilih untuk menjadi tanaman hias mini dapat berasal dari tanaman hias daun indah maupun tanaman hias bunga seperti kalandiva atau cocor bebek (calanchoe), hipoestes (hypoestes polythyrsa), miana (coleus hybrid), jengger ayam (celosia cristata), lipstik (aeschynanthus radicans), sanseviera sp, aglonema sp, philodendron sp, haworthia sp dan jenis tanaman hias lainnya yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan produk tanaman hias mini (http://www.rumah teduh.com). Sansevieria sp sebagai salah satu tanaman hias yang dapat dijadikan tanaman hias mini, termasuk dalam genus Sansevieria, family Agaveceae, ordo Liliales dan kelas Monocotyledoneae. Tanaman ini dicirikan dengan daun yang tebal yang mengelilingi batang semu, memiliki akar serabut (wild root) dan rhizoma yang tumbuh di atas atau di bawah permukaan tanah, sehingga mampu bertahan di berbagai kondisi. Jenis Sansevieria yang biasanya digunakan untuk tanaman hias mini adalah jenis Sansevieria trifasciata terutama kultivar ”golden hahnii” karena memiliki daun yang lebih pendek dan rimpang yang berukuran kecil (Purwanto 2006), dengan tinggi hanya mencapai 25 cm (Mattjik 2010). Haworthia sp merupakan tanaman hias indoor dan sukulen yang sekilas mirip dengan lidah buaya, namun memiliki daun yang cukup tebal, liat dan berbobot dengan motif seperti kulit zebra. Sukulen ini berukuran kecil dan dapat ditempatkan pada pot dengan diameter kurang dari 10 cm. Bromelia sp termasuk dalam famili Bromeliaceae, dengan warna daun yang beraneka ragam dan penuh mengisi ruang tumbuh. Bromelia neoregelia sp dapat dipilih sebagai tanaman hias mini karena merupakan tanaman epifit yang tumbuhnya lambat dan sangat mudah dipelihara dengan rentang waktu penyiraman yang relatif panjang, memiliki bentuk dan warna daun yang menarik dan variatif serta mempunyai bunga yang indah dengan warna yang beragam. Tanaman ini juga sangat diminati oleh konsumen karena mampu membersihkan polutan udara hingga 80 persen. Cryptanthus sp adalah jenis bromelia mini dengan struktur daun yang tipis, kaku dan berbentuk seperti bintang dengan corak yang beragam. Cryptanthus acaulis dapat digunakan sebagai tanaman hias mini karena pertumbuhannya cukup lambat dan memiliki tinggi tanaman hanya 12,5 cm dengan lebar 15 cm (Arifin 2007, Sulianta dan Yonathan 2009, Mattjik 2010).
10
Philodendron sp merupakan tanaman hias indoor yang termasuk dalam genus Philodendron dan famili Araceae, ordo Alismatales dan kelas Liliopsida. Tanaman ini memiliki daun berbentuk hati, jantung, oval, menjari, maupun berpola yang tak lazim tapi menarik. Warna daunnya pun beragam misalnya merah, kuning, oranye, hijau, coklat, perak, bahkan warna-warna variegata, dengan tekstur daun ada yang halus dan kasar (Kadir 2008). Kalanchoe sp termasuk dalam genus Kalanchoe dan family Crassulaceae (orpine), serta merupakan tanaman hias pot yang tahan lama dan mudah perawatannya. Panjang daunnya bisa mencapai 1- 3 inci, bunga berbentuk kecil dengan warna yang bervariasi dan menarik (Larson 1992). Peperomia sp termasuk dalam famili Piperaceae yang mudah sekali tumbuh. Spesies Peperomia yang biasa digunakan sebagai tanaman hias mini adalah Peperomia argyreia atau disebut juga Peperomia ”water melon” karena memiliki ukuran yang kecil dengan daun yang tebal berbentuk elips atau oval, lembut dan berwarna strip perak abu-abu atau hijau strip perak. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu tentang pemodelan dan risiko sudah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Zsidisin (2003) yang mendapatkan suatu teori atau definisi risiko pasokan, sebagai dasar bagi perusahaan untuk membuat strategi dalam pendugaan dan manajemen risiko pasokan, dengan menggunakan pendekatan teori dasar. Wu et al (2006) membuat model atau implementasi sistem komputer untuk analisis risiko pasokan inbound, dengan menggunakan teknik Analitical Hierarchy Processing (AHP) yang sudah diperbaiki konsistensinya. Hadiguna dan Marimin (2007) membuat formulasi model perencanaan pasokan untuk rantai pasok sayuran segar, yang terbagi menjadi sub model pemilihan produk, sub model perencanaan pasokan dan sub model alokasi pasokan. Hadiguna dan Machfud (2009) merancang model perencanaan produksi pada rantai pasok Crude Palm Oil. Hadiguna (2010) membuat model matematik untuk manajemen panen angkut olah minyak sawit kasar dan menghasilkan sistem penunjang keputusan untuk pengelolaan risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok minyak sawit kasar. Suhardjito (2010) membuat sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas untuk manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung. Widodo et al. (2004) membuat suatu model proses pembungaan-panen produk segar pertanian untuk memaksimalkan tingkat kepuasan permintaan secara konstan di semua periode. Wu et al. (2010) membuat model pemrograman multi obyektif fuzzy untuk memutuskan pemilihan pemasok dengan mempertimbangkan faktorfaktor risiko yang ada. Penelitian ini menghasilkan suatu model matematika yang dapat digunakan oleh pihak manajemen untuk menangani risiko pasokan dan mutu produk agroindustri tanaman hias mini. Ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Ringkasan penelitian terdahulu No
Referensi
Hasil
Risiko
1.
Zsidisin 2003
Teori atau definisi risiko pasokan, dengan menggunakan pendekatan teori dasar
2.
Wu et al. 2006
Model atau implementasi sistem komputer untuk analisis risiko pasokan inbound, dengan menggunakan teknik Analitical Hierarchy Processing (AHP) yang sudah diperbaiki konsistensinya
3.
Suharjito 2011
Sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas untuk manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung
4.
Hadiguna dan Marimin 2007
Model perencanaan pasokan untuk rantai pasok sayuran segar
5.
Hadiguna dan Machfud 2008
Model perencanaan produksi pada rantai pasok Crude Palm Oil
6.
Wu et al. 2010
Model pemrograman multi obyektif fuzzy untuk memutuskan pemilihan pemasok dengan mempertimbangkan faktor-faktor risiko yang ada
7.
Hadiguna 2010
Model matematik untuk manajemen panen angkut olah minyak sawit kasar dan menghasilkan sistem penunjang keputusan untuk pengelolaan risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok minyak sawit kasar
8.
Santoso 2005
Sistem penunjang keputusan dengan lima model utama yang digunakan untuk melakukan analisis dan manajemen risiko agroindustri
9.
Widodo et al. 2004
Model proses pembungaan-panen produk segar pertanian
10.
Permana 2009
Model dinamika sistem rancangbangun manajemen rantai pasokan industri teh hijau
11.
Penelitian ini
Model matematika untuk penanganan risiko pasokan dan mutu produk tanaman hias mini
Model
12
3
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
Produk-produk unik tanaman hias mini memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk-produk industri non pertanian. Produk ini disajikan dalam bentuk segar atau hidup sehingga proses produksinya mulai dari budidaya tanaman, distribusi tanaman, proses perlakuan tanaman, proses pengemasan sampai proses distribusi produk ke tangan konsumen harus harus dilakukan dengan baik sehingga menghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai keinginan konsumen. Proses budidaya tanaman hias mini sebagai bahan baku produk, proses produksi di tingkat industri serta struktur rantai pasok dan hubungan antara anggota rantai pasok memberikan peluang terjadinya risiko pasokan dan mutu produk seperti kekurangan pasokan tanaman, kerusakan tanaman hias dan kerusakan produk (tanaman patah, layu, mati, kemasan rusak dan sebagainya). Oleh karena itu, perlu dilakukan upayaupaya manajemen risiko agar permasalahan tersebut dapat ditangani dan mampu menjamin upaya pemenuhan permintaan konsumen. Tata Laksana Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada pelaku usaha yang terlibat dalam rantai pasok tanaman hias mini dengan obyek utama yaitu Rumah Teduh - Green Souvenir. Pelaksanaannya yaitu dari bulan Desember 2011 – Mei 2012 untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan, pengolahan data dan pengembangan model. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Tahapan Penelitian
a.
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : Identifikasi serta penilaian risiko pasokan dan mutu tanaman hias. Tahap identifikasi dan penilaian risiko diawali dengan studi pendahuluan untuk mengetahui struktur rantai pasok tanaman hias mini dan hubungan antar anggota rantai pasok. Pengambilan data pada tahapan ini dilakukan melalui studi pustaka, observasi lapang, pengisian kuesioner dan wawancara mendalam dengan pihak industri dan petani yang terlibat dalam rantai pasok tanaman hias mini. Wawancara dilakukan secara langsung atau melalui media seperti email, mobile phone/telepon dan facebook. Identifikasi sumber dan kejadian risiko serta penilaian risiko dilakukan terhadap petani dan industri dalam rantai pasok tanaman hias mini, yaitu petani Ciapus, petani Lembang dan industri Rumah Teduh Green Souvenir, melalui wawancara dan pengisian kuesioner (kuesioner disajikan pada Lampiran 1 dan 2). Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan metode fuzzy failure mode and effect analysis (fuzzy FMEA), dan tool yang digunakan adalah Matlab 7.10.0.499 (R2010a) (The Mathworks, 2010). Input yang digunakan berupa nilai severity rating/tingkat keparahan (S), occurence rating/tingkat kejadian
14
(O) dan detection rating/deteksi (D) dengan skala 1-10, yang diberikan oleh petani dan industri melalui kuesioner, sedangkan output yang dihasilkan berupa nilai fuzzy risk priority number (fuzzy RPN) dengan skala 1-1000. Mulai
Studi Pendahuluan Studi literatur
Diskusi dan wawancara ke beberapa pihak Kuesioner
Fuzzy FMEA
Identifikasi serta penilaian risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini
Profil risiko
Perancangan model kuantitatif penanganan risiko pasokan dan mutu tanaman hias mini
Optimasi multi obyektif
Verifikasi dan validasi
T
Sesuai? Valid? Y Model penanganan risiko tanaman hias mini
Selesai
Gambar 1. Prosedur penelitian b.
c.
Perancangan model kuantitatif untuk penanganan risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini menggunakan teknik optimasi multi obyektif atau multi objective programming. Perancangan model kuantitatif ini dilakukan berdasarkan hasil observasi lapang dan hasil penilaian risiko di tingkat industri. Asumsi yang digunakan adalah : Model dibuat berdasarkan hasil penilaian risiko di tingkat industri Model dibuat untuk produk souvenir ekonomis dan parsel Pasokan bahan penunjang selalu tercukupi dan biaya pengiriman produk ditanggung oleh konsumen sehingga tidak diperhitungkan dalam model. Verifikasi dan validasi model menggunakan data-data yang diperoleh dari obyek studi dan untuk meyakinkan bahwa model yang dihasilkan mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan.
4
LANDASAN TEORI Logika Fuzzy
Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input (masukan) menuju output (keluaran) yang diharapkan, sehingga data masukan yang tersedia dapat diolah menjadi keluaran dalam bentuk informasi yang baik. Logika fuzzy ini menyediakan cara untuk memahami perilaku sistem dengan mengizinkan kita menyisipkan perkiraan antara masukan dan keluaran, sehingga mampu menjembatani komunikasi yang lebih efektif dan efisien antara mesin dan manusia. Alasan digunakannya logika fuzzy ini adalah konsep logika fuzzy mudah dimengerti, sangat fleksibel karena mampu beradaptasi dengan perubahanperubahan dan ketidakpastian yang menyertai suatu permasalahan, memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi non linear yang sangat kompleks, mampu membangun dan mengaplikasikan pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, mampu bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional, serta didasarkan pada bahasa alami sehingga mudah dimengerti (Wang et al. 2007; Naba 2009; Kusumadewi dan Purnomo 2010). Beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy (Kusumadewi dan Purnomo 2010), yaitu : 1. Variabel fuzzy, yaitu variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy 2. Himpunan fuzzy, yaitu suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy, misalnya variabel umur terbagi menjadi tiga himpunan fuzzy yaitu muda, parobaya, tua 3. Semesta pembicaraan, yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan bilangan real yang selalu naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan, dan nilainya bisa berupa bilangan positif atau negatif 4. Domain himpunan fuzzy, yaitu keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy Fungsi keanggotaan ( μ[x] ) merupakan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai atau derajat keanggotaan pada himpunan fuzzy yang memiliki interval antara 0 dan 1, dan ini berbeda dengan nilai keanggotaan pada himpunan crisp yang hanya ada 2 kemungkinan yaitu 0 atau 1. Derajat keanggotaan sistem fuzzy dapat diperoleh melalui pendekatan fungsi. Jenis fungsi keanggotaan yang biasa digunakan diantaranya adalah representasi kurva segitiga dan kurva trapesium. Kurva segitiga (triangular fuzzy number) pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis lurus (linear) naik dan turun sebagaimana disajikan pada Gambar 2 berikut ini.
16
1 Derajat keanggotaan
0 a
b
c
Gambar 2. Kurva segitiga/triangular fuzzy number (Kusumadewi dan Hartati 2010) Fungsi keanggotaan untuk kurva segitiga (triangular fuzzy number) adalah sebagai berikut : 0; x ≤ a atau x ≥ c ⎧ (x-a) ⎪ ; a≤x≤c μ[x]= (b-a) ⎨(b-x) ⎪ ; b≤x≤c ⎩ (c-b) Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk kurva segitiga, namun ada beberapa titik yang memiliki derajat keanggotaan 1 (Gambar 3). 1 Derajat keanggotaan
0 a
b
c
d
Gambar 3. Kurva trapesium/trapezoidal fuzzy number (Kusumadewi dan Hartati 2010) Fungsi keanggotaan untuk kurva trapesium (trapezoidal fuzzy number) adalah sebagai berikut : 0; x ≤ a atau x ≥ d ⎧(x - a) ⎪ ; a≤x≤b ⎪ (b - a) μ[x]= b≤x≤c ⎨ 1; (d ⎪ ⎪ - x) ; ≤x≤d ⎩ (d - c) Himpunan fuzzy dapat dikombinasikan dan dimodifikasi melalui beberapa operasi himpunan fuzzy yang didefinisikan secara khusus. Derajat keanggotaan sebagai hasil dari operasi dua himpunan fuzzy sering dikenal dengan nama fire strength atau -predikat. Dalam fuzzy logic, variabel-variabel input bernilai antara 0 dan 1, sehingga hasil operasi fuzzy logic-nya juga bernilai antara 0 dan 1.
17
Operator-operator dasar dalam himpunan fuzzy adalah operator AND, operator OR dan operator NOT. Operator AND berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan, dimana -predikat sebagai hasil operasi dengan operator AND ini, diperoleh dengan mengambil derajat atau nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan (Kusumadewi dan Hartati 2010). μA∩B = min μA [x], μB [y] Operator OR berhubungan dengan operasi union pada himpunan, dimana predikat diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan. μA∩B = min μA [x], μB [y] Operator NOT berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan, dimana -predikat diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1. μA = 1 - μA [x] Fuzzy Inference System diperlukan sebagai suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF – THEN dan penalaran fuzzy. Sistem inferensi fuzzy ini memetakan suatu input menjadi output berdasarkan IF – THEN rule yang diberikan. Input yang berupa nilai yang crisp, difuzzifikasi dan dilakukan operasi logika fuzzy dengan mengirimkannya ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF – THEN. Derajat keanggotaan atau fire strength (-predikat) akan dicari pada masing-masing aturan, dan jika jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Hasil agregasi ini selanjutnya di-defuzzifikasi untuk mendapatkan output yang berupa nilai tunggal (Naba 2009, Kusumadewi dan Hartati 2010). Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi permasalahan potensial dalam desain ataupun dalam proses produksi dengan menentukan penyebab dan dampak kegagalan di tingkat terendah. FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di industri manufaktur. FMEA ini menggabungkan pengetahuan manusia dan pengalaman untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau mode dari suatu produk atau proses, mengevaluasi kegagalan suatu produk atau proses dan dampaknya, membantu perekayasa untuk melakukan tindakan perbaikan atau tindakan preventif, dan menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan (Yeh dan Hsieh 2007). FMEA terdiri dari dua jenis yaitu desain FMEA dan proses FMEA. Desain FMEA digunakan untuk mengidentifikasi apakah bahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang tepat dan sesuai dengan harapan konsumen. Proses FMEA digunakan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses produks, mesin maupun metode produksi. Prosedur pelaksanaan FMEA adalah (1) identifikasi fungsi sistem atau proses/produk dan membaginya menjadi sub-sub proses/komponen, (2) identifikasi mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya, kemudian tentukan tingkat
18
keparahan/severity rating (S) dari masing-masing mode kegagalan, (3) tentukan penyebab kegagalan dan perkirakan kemungkinan kejadian kegagalan, kemudian tentukan tingkat kejadian (O) dari masing-masing mode kegagalan, (4) identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi, kemudian tentukan tingkat deteksi (D) dari masing-masing mode kegagalan, (5) hitung nilai RPN (risk priority number) dan tentukan prioritas kegagalan/risiko yang harus diperhatikan, (6) tentukan tindakan perbaikan untuk menurunkan tingkat kegagalan risiko, dan (7) tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel (Yeh dan Hsieh 2007). Tiga parameter dalam FMEA konvensional yaitu keparahan/severity, kejadian/occurence dan deteksi/detection digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan (severity rating) adalah keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau pelanggan. Tingkat kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan yang terjadi, dengan nilai 1 berarti paling tidak ada kejadian dan nilai 10 berarti ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum dampak efek terwujud. Penilaian FMEA dilakukan dengan menggunakan risk priority number (RPN) yang merupakan hasil perkalian dari tingkat keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D). Mode kegagalan yang memiliki nilai RPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk tindakan korektif daripada yang memiliki nilai RPN lebih rendah. RPN = SxOxD Nilai RPN ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui risiko atau kegagalan yang paling serius untuk ditangani. Nilai RPN yang paling tinggi menunjukkan bahwa mode kegagalan risiko tersebut memerlukan penanganan serius yang lebih prioritas. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Fuzzy FMEA digunakan untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam metode FMEA konvensional, diantaranya (1) sulit untuk mengevaluasi keandalan produk atau proses dengan tepat karena pernyataan dalam FMEA bersifat subyektif dan kualitatif, (2) ketiga tingkat parameter (severity, occurence dan detection) diasumsikan memiliki bobot kepentingan yang sama, padahal pada praktiknya bobot kepentingan ketiga parameter tidak sama, (3) nilai RPN yang dihasilkan dari perkalian S, O dan D dari dua atau lebih mode kegagalan, memungkinkan hasil nilai yang sama meskipun pada kenyataannya memiliki risiko yang berbeda. Misalnya, mode kegagalan A memiliki nilai S, O dan D berturut-turut 6, 3 dan 2, sedangkan mode kegagalan B memiliki nilai 3, 4 dan 3, sehingga kedua mode kegagalan tersebut memiliki nilai RPN yang sama yaitu 36 dan karenanya memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Namun pada kenyataannya, mungkin keduanya memiliki risiko yang berbeda karena tingkat keparahannya berbeda. Dengan demikian, fuzzy FMEA sebagai metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy, digunakan untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis. Input fuzzy FMEA adalah berupa nilai tingkat keparahan/severity rating (S), kejadian/occurence (O) dan deteksi/detection (D). Nilai-nilai S, O dan D ini dinilai
19
dengan variabel input skala 1-10, serta dikelompokkan menjadi lima kategori tingkatan linguistik, yaitu Very Low (VL), Low (L), Moderate (M), High (H) dan Very High (VH). Kategori variabel input pada fuzzy FMEA disajikan pada Tabel 2. Ketiga input tersebut difuzzifikasi menggunakan fungsi keanggotaan untuk menentukan derajat keanggotaan masing-masing input. Tabel 2. Kategori variabel input pada fuzzy FMEA
Severity 1 2, 3 4, 5, 6 7, 8 9, 10
Nilai input Occurence 1 2, 3 4, 5, 6 7, 8 9, 10
Detection 1 2, 3 4, 5, 6 7, 8 9, 10
Kategori Very Low (VL) Low (L) Moderate (M) High (H) Very High (VH)
Output fuzzy FMEA berupa nilai fuzzy risk priority number (fuzzy RPN) yang digunakan untuk mewakili prioritas tindakan koreksi dengan skala nilai 1-1000. Fuzzy RPN ini dikategorikan dalam sembilan kelas interval, yaitu Very Low (VL), Very Low-Low (VL-L), Low (L), Low-Moderate (L-M), Moderate (M), ModerateHigh (M-H), High (H), High-Very High (H-VH) dan Very High (VH). Kategori variabel output disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kategori variabel output pada fuzzy FMEA Nilai output 1 – 50 50 – 100 100 – 150 150 – 250 250 – 350 350 – 450 450 – 600 600 – 800 800 – 1000
Kategori Very Low (VL) Very Low-Low (VL-L) Low (L) Low-Moderate (L-M) Moderate (M) Moderate-High (M-H) High (H) High-Very High (H-VH) Very High (VH)
Input fuzzy yang dihasilkan dievaluasi dengan menggunakan aturan-aturan fuzzy (IF-THEN rule), yaitu bagian IF sebagai variabel input fuzzy dan bagian THEN sebagai variabel output fuzzy. Contoh ”IF Severity is Very High AND Occurence is Low AND Detection is High, THEN FRPN is Very High”. Pada fuzzy FMEA ini, terdapat tiga variabel input (Severity, Occurence dan Detection) dengan lima tingkatan bahasa linguistik mulai dari Very Low (VL) sampai Very High (VH), sehingga akan diperoleh jumlah 125 (5x5x5) kombinasi basis aturan fuzzy, yang ditampilkan pada Gambar 4.
20
Gambar 4.
. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002 yang diacu dalam Suharjito 2010)
Sistem inferensi fuzzy digunakan untuk menggabungkan aturan-aturan fuzzy IF-THEN dalam basis aturan dan implikasi fuzzy. Sistem ini dibangun dengan dua metode yaitu metode Mamdani dan Sugeno. Metode Mamdani merupakan metode yang paling sering digunakan dalam membahas metodologi fuzzy. Sistem inferensi minimum menggunakan operator min untuk "AND" pada sisi IF dari aturan fuzzy dan operator maks untuk "OR" dari aturan. Operator gabungan digunakan untuk mengagregasi kombinasi konsekuensi menjadi aturan tunggal. Hasil agregasi ini kemudian di-defuzzifikasi sehingga diperoleh nilai yang crisp. Ada beberapa metode defuzzifikasi yang digunakan yaitu metode centroid, bisector, mean of maximum (MOM), largest of maximum (LOM) dan smallest of maximum (SOM). Multi Objective Programming Multi objective programming merupakan metode optimasi dengan beberapa fungsi tujuan yang tunduk pada beberapa batasan. Solusi permasalahan pada multi objective programming ini diperoleh seperti penyelesaian pada optimasi dengan satu fungsi tujuan. Respon manajemen risiko rantai pasok dapat direpresentasikan dalam suatu model matematika multi-obyektif dimana obyektif yang ingin dicapai adalah obyektif majemuk yang saling konflik dengan tidak ada penyelesaian tunggal yang mendominasi. Bentuk umum formulasi modelnya terdiri dari beberapa obyektif (tujuan) maksimasi dan/atau minimasi dengan kendala-kendala persamaan dan/atau pertidaksamaan. Notasi matematikanya (Hadiguna 2010, Zitzler et al. 2002) adalah sebagai berikut : Fungsi tujuan
:
Maks/ min Z = fk (xn ), k = 1, 2, …, K, n = 1,2,…, N
21
Fungsi kendala : gj (x) ≤ 0; j = 1, 2, …, m hl (x) = 0; l = 1, 2, …, e Dimana :
fk(x) k xn n m e
= = = = = =
vektor fungsi obyektif dalam daerah kriteria layak Z jumlah fungsi tujuan (obyektif), vektor/variabel keputusan dalam daerah keputusan layak X jumlah variabel bebas x jumlah kendala pertidaksamaan jumlah kendala persamaan
Daerah keputusan layak X didefinisikan sebagai : x gj (x) ≤ 0, j=1, 2, …, m dan hl (x) = 0, l = 1, 2, …, e Daerah kriteria layak Z didefinisikan sebagai : {f(x)|x∈X}
22
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Rantai Pasok Tanaman Hias Mini Anggota Rantai Pasok Anggota rantai pasok tanaman hias dibedakan menjadi anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan bisnis rantai pasok, yaitu petani tanaman hias sebagai pemasok, Rumah Teduh - Green Souvenir sebagai industri, dan konsumen. Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis tanaman hias mini. a. Pemasok (Petani Tanaman Hias) Pemasok tanaman hias untuk Rumah Teduh - Green Souvenir adalah petanipetani yang mampu menyediakan tanaman hias dengan jenis, jumlah, kualitas dan ukuran yang diinginkan yaitu berukuran mini dengan besar tanaman tidak melebihi ukuran pot diameter 8 - 9 cm (untuk souvenir ekonomis) atau diameter 5 – 7 cm (untuk souvenir eksklusif) dan diameter 10 - 15 cm (untuk parsel dan souvenir eksklusif). Petani pemasok tanaman hias tersebut adalah mitra beli pihak industri, karena industri membeli langsung tanaman hias dari petani dengan harga yang relatif lebih tinggi dibanding harga komoditas sejenis di pasaran. Sarana produksi untuk pembibitan dan budidaya tanaman seperti pupuk, media tanam, obat-obatan, utilitas dan lainnya disediakan sendiri oleh petani, sedangkan pot dan biaya transportasi disediakan oleh industri. Kerjasama yang terjadi antara petani dan pihak industri dilakukan atas dasar kepercayaan dan kesepakatan yang saling menguntungkan. Petani menyediakan tanaman hias dengan jenis, jumlah, kualitas dan ukuran yang diinginkan oleh industri, sedangkan pihak industri menyediakan pot, membayar biaya transportasi dan membayar harga beli komoditas sesuai kesepakatan, serta memberikan arahan agar komoditas yang dipesan sesuai dengan yang diinginkan. Dengan kerjasama ini, maka proses seleksi dan pengiriman tanaman dilakukan oleh petani, dan pihak industri hanya melakukan pemeriksaan tanaman yang diterima tanpa melakukan seleksi. Tanaman hias dari petani dikirim dalam pot tertentu (produk khas Rumah Teduh), sehingga tidak perlu melakukan pemindahan tanaman ke pot lain, kecuali untuk keperluan parsel atau souvenir eksklusif. Ada dua petani yang menjadi mitra beli dan pemasok tetap tanaman hias mini ke Rumah Teduh, yaitu Usman Suhendar (Bule) dari kelompok tani Alfa, Ciapus Tamansari Kabupaten Bogor dan Atim Yohana dari Chipa Kaktus, Lembang Kabupaten Bandung Barat. Jenis-jenis tanaman hias mini yang dipasok dari petani Lembang adalah Haworthia sp, Aloe gastrolea, Sansevieria trifasciata Golden hahnii, Sedum burrito, Echeveria sp ”kapsul”, Pedilanthus sp (patah tulang mini), dan Peperomia sp (coin leaf), sedangkan jenis tanaman hias dari petani Ciapus yaitu Adianthum sp (pakis embun), Cryptanthus sp, Anthurium sp (kuping gajah mini), Asplenium sp (Kadaka Osaka dan Holland), Syngonium sp, Selaginella sp (Lumut Ambon), Ephypremnum sp (Sirih Belanda/Njoy), Aeschynantus sp (lipstik variegata), Peperomia sp (Watermelon), Philodendron sp (Lemon) dan Portulaca sp (Krokot Mini).
24
Tanaman hias yang paling banyak dipesan untuk produk tanaman hias mini adalah jenis Haworthia sp dan Ephypremnum sp (sirih Belanda/Njoy). b. Industri Industri pada rantai pasok tanaman hias mini adalah Rumah Teduh - Green Souvenir atau disingkat dengan Rumah Teduh, yang berlokasi di Jl Lantana IV Puspita Loka AQ/16 Bumi Serpong Damai, Tengerang Selatan. Rumah Teduh ini merupakan indutri rumah tangga yang didirikan pada bulan Agustus 2009 oleh Ir. Astuti Rusmarawati dan I.G.A. Ngr. Novianti Suryakasih, SE.Ak. Proses produksi atau pengemasan produk dilaksanakan di Perumahan Pamulang Permai II Jalan Benda Timur 9B Blok E9/13 Pamulang Tangerang Selatan untuk produk dalam jumlah besar (lebih dari 500 pot), atau di Bumi Serpong Damai untuk produk dalam jumlah sedikit (kurang dari 500 pot). Produk utama yang dihasilkan oleh Rumah Teduh adalah souvenir, parsel, pot scaping dan dishplant tanaman hias mini. Souvenir tanaman hias terdiri dari dua bentuk yaitu souvenir ekslusif dan souvenir ekonomis, sedangkan parsel diproduksi dengan jenis dan desain yang bervariasi. Spesifikasi masing-masing produk disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Produk-produk Rumah Teduh – Green Souvenir Uraian Pot yang digunakan
Diameter pot Kemasan
Souvenir ekonomis
Souvenir eksklusif
Parsel, pot scaping dan dishplant
Pot plastik Claris/ Green Leaf atau pot plastik mozaik pasir/batik (khas Rumah Teduh)
Pot keramik natural
Pot keramik, pot plastik
8 – 9 cm
5 – 7 cm atau 10 – 15 cm
Bervariasi, 10-15 cm
Plastik bertali pita atau bertali pandan, kotak mika bertali, keranjang rotan, paper bag
Plastik bertali pita atau bertali pandan, kotak mika bertali, keranjang rotan, keranjang bambu, paper bag
Keranjang rotan, keranjang bambu, variasi kemasan lain
Contoh produk
Bahan baku utama untuk produk-produk tanaman hias mini adalah tanaman hias mini yang disesuaikan dengan ukuran potnya dengan diameter pot tergantung produk yang akan dihasilkan (Tabel 4). Perbandingan yang umum antara tanaman dan pot untuk menghasilkan produk yang proporsional adalah diameter pot tidak melebihi diameter rimbunnya daun atau sebesar 7 kali batang tanaman, dengan tinggi pot sekitar seperempat tinggi tanaman diukur dari ujung tanaman hingga bawah/akar (Sulianta dan Yonathan 2009). Bahan penunjang yang digunakan
25
adalah pot (plastik atau keramik), hiasan pasir ambon, batu hias dan zeolit, wrapping plastic, label keterangan, kemasan mika, keranjang parsel, bahan cetakan tambahan, media basah (campuran humus, pakis, sekam bakar, daun bambu), media kering (campuran pasir malang, pupuk kandang dan sekam) serta suplemen (vitamin B1 dan pupuk slow release organic). Produk lain yang dihasilkan oleh Rumah Teduh untuk mendukung produk utama adalah pot plastik dengan hiasan tertentu (mozaik pasir atau batik) yang menjadi ciri khas produk Rumah Teduh. Pemasaran produk dilakukan secara online melalui website dan facebook, atau secara langsung melalui kegiatan-kegiatan tertentu seperti pameran, seminar dan lainnya. c. Konsumen Konsumen produk tanaman hias mini pada umumnya adalah event organizer untuk kegiatan-kegiatan seminar, pernikahan maupun pesta lainnya, hotel/kantor, atau masyarakat/perorangan yang memesan untuk keperluan tertentu. d. Anggota sekunder rantai pasok Anggota sekunder ini adalah pemasok tanaman hias jenis tertentu (yang tidak dimiliki oleh petani Lembang dan Ciapus) serta pemasok bahan pengemasan seperti kemasan plastik mika, pot (plastik dan keramik), keranjang, pasir untuk hiasan pot plastik, zeolit dan bahan-bahan lainnya. Kerjasama antara industri dengan pemasok-pemasok ini adalah sistem beli lepas dan tidak ada ikatan perjanjian kerjasama. Pola Aliran Rantai Pasok dan Penanganan Mutu Produk Ada tiga macam aliran yang harus dikelola pada suatu rantai pasok, yaitu aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir, aliran uang dan sejenisnya (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu, serta aliran informasi yang mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya (Pujawan 2005). Model rantai pasok tanaman hias mini ini terdiri dari petani sebagai pemasok, industri sebagai prosesor, dan konsumen. Industri yang bertindak sebagai prosesor adalah Rumah Teduh Green Souvenir, sehingga seluruh pemasok dan konsumen merupakan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan Rumah Teduh. Aliran rantai pasok tanaman hias mini dapat dilihat pada Gambar 5. Petani Ciapus Petani Lembang
Petani lain
Industri (Rumah Teduh Green Souvenir)
Perawatan/ persiapan bahan baku dan bahan penunjang
Konsumen 1 Konsumen 2
Proses Pengemasan
Penyimpanan Produk
Pemasok bahan penunjang
Konsumen 3
Konsumen n
Keterangan : Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi
Gambar 5. Rantai pasok tanaman hias mini
26
Setiap anggota rantai pasok memiliki peran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Anggota rantai pasok tanaman hias mini Tingkatan
Anggota
Proses
Aktivitas
Pemasok
Petani
Melakukan pembelian bibit dan sarana produksi dari pemasok, pembibitan dan budidaya, seleksi tanaman, penjualan dan distribusi tanaman hias
Prosesor (Industri)
Rumah Teduh – Green Souvenir
Pembelian Pembibitan dan budidaya Seleksi Penjualan Distribusi Pembelian Pemeriksaan mutu Disain produk Perlakuan tanaman Pengemasan Penyimpanan Distribusi Penjualan
Konsumen
Hotel Kantor Event organizer Masyarakat
Pembelian
Melakukan pembelian tanaman hias dan bahan penunjang, melakukan pemeriksaan mutu tanaman, penyimpanan, perawatan, penyediaan dan perlakuan tanaman dan bahan penunjang, mendisain dan melakukan proses pengemasan, melakukan penjualan dan distribusi produk ke konsumen Melakukan pembelian produk (parsel, souvenir dan lainnya) dari Rumah Teduh
Aliran barang yaitu aliran tanaman hias mini dimulai dari petani tanaman hias yang terlibat kerjasama dengan industri (Rumah Teduh). Jika petani tersebut tidak sanggup menyediakan tanaman hias yang diminta oleh pihak industri, maka pihak industri mencari dan membeli komoditas tersebut dari petani lain, dan biasanya pihak industri harus menyeleksi sendiri tanaman yang diinginkan. Aliran barang yang terjadi pada rantai pasok tanaman hias mini adalah : a. Petani melakukan pembibitan dan budidaya tanaman hias tanpa harus menunggu adanya pesanan dari pihak industri, untuk menjamin ketersediaan komoditas. Petani juga menyiapkan ketersediaan pot plastik yang dikirimkan dari Rumah Teduh, sehingga proses penyiapan komoditas yang dipesan oleh Rumah Teduh dapat berlangsung efektif dan efisien. Proses pemenuhan pesanan oleh petani dimulai dengan melakukan pemilihan tanaman yang diinginkan, dilanjutkan dengan pemindahan tanaman ke dalam pot plastik yang sudah disediakan, dan perawatan tanaman sebelum pengiriman. Penanganan mutu di tingkat petani dilakukan sepanjang proses budidaya, mulai dari pembibitan sampai pengiriman komoditas, dengan melaksanakan proses budidaya sesuai GAP (good agricultural practices) dan SOP (standart operational procedures) serta arahan dari pihak Rumah Teduh, sehingga tanaman hias yang dihasilkan memiliki kriteria mutu sesuai keinginan industri.
27
Tanaman hias yang akan dikirimkan ke industri lebih dulu diseleksi jumlah, jenis dan mutunya agar sesuai dengan permintaan industri, kemudian dikemas dalam kemasan sekunder berupa kardus tebal yang dimodifikasi agar aman saat proses pengiriman (Gambar 6). Seleksi dilakukan oleh petani sesuai arahan dari pihak industri. Standar dan kriteria tanaman yang diinginkan oleh Rumah Teduh Green Souvenir adalah (1) bentuk dan warna menarik, (2) dapat menampilkan bentuk mini dengan tinggi tanaman sekitar 10 cm, (3) tanaman berpenampilan rimbun, (4) pertumbuhan tanaman relatif lambat, (5) mudah perawatan, (6) relatif tahan di kondisi alam Jakarta, (7) tahan hama penyakit, dan (8) mudah dalam pengemasan. Pengiriman komoditas dari petani Ciapus dilakukan dengan menggunakan mobil pick up atau angkot untuk pesanan dalam jumlah besar (>150 pot) atau dibawa menggunakan bis untuk pesanan dalam jumlah sedikit (<150 pot). Pengiriman komoditas dari petani Lembang dilakukan dengan menggunakan mobil pick up (pesanan dalam jumlah besar) atau dititipkan ke petani lain bersama pengiriman komoditas sayuran (pesanan dalam jumlah kecil).
Gambar 6. Modifikasi kemasan sekunder tanaman hias b. Di Rumah Teduh, tanaman hias dari petani selanjutnya dipindahkan ke dalam keranjang dan tempat penyimpanan sementara. Proses ini dimaksudkan untuk memeriksa dan memisahkan tanaman hias yang rusak dan tidak memenuhi persyaratan, memeriksa jenis dan jumlah tanaman hias yang akan dikemas, memberi kesempatan bagi tanaman hias untuk beradaptasi, serta untuk mempermudah proses pengemasan produk. Tanaman hias mini yang akan digunakan sebagai produk souvenir eksklusif, dipindahkan terlebih dahulu ke pot keramik yang diinginkan. Sebelum proses pengemasan, tanaman hias lebih dulu diberikan perlakuan khusus untuk menjaga mutu produk. Perlakuan yang diberikan adalah dengan penyiraman sekaligus pemberian suplemen (vitamin B1 dan pupuk slow release organic/pupuk lambat urai) dan bahan-bahan lain yang mampu mempertahankan kesegaran tanaman. Tanaman yang sudah dikemas sebaiknya tidak disiram dan diberi tambahan suplemen karena akan mengurangi dan merusak tampilan produk, sehingga proses penyiraman dan penambahan suplemen tersebut dilakukan sebelum proses pengemasan agar tampilan produk dan kesegaran tanaman tetap terjaga sampai ke tangan konsumen. Penyiraman sebaiknya dilakukan dengan penyemprotan secara perlahan ke permukaan media tanam secara merata hingga media agak basah dan air tidak sampai keluar dari lubang bagian bawah pot (Tamam dan Soedjatmiko 2006). c. Proses produksi untuk produk jenis souvenir dilakukan oleh tenaga kerja yang ada, yang diawali dengan proses menaburkan batu zeolit ke permukaan media tanam, proses wrapping, labelling dan pengemasan plastik. Proses ini harus
28
dilakukan secara hati-hati untuk menjaga tampilan produk dan tidak merusak tanaman. Proses produksi souvenir digambarkan pada Gambar 7. Proses produksi untuk produk parsel, pot scaping dan dishplant dilakukan oleh tenaga kerja yang khusus karena membutuhkan keahlian khusus dan jiwa seni yang tinggi. Sebelum proses pengemasan, tanaman hias terlebih dulu dipindahkan ke dalam pot keramik atau pot khusus lainnya serta disimpan sementara untuk proses adaptasi dan proses perawatan tanaman.
Gambar 7. Proses pengemasan produk souvenir d. Produk souvenir yang dikemas selajutnya dimasukkan ke dalam kardus besar dan disimpan sementara, untuk selanjutnya dikirimkan ke konsumen. Produk parsel, pot scaping dan dishplant dimasukkan ke dalam dus dan langsung dikirimkan ke konsumen dengan menggunakan mobil jenis minibus. e. Pengiriman produk souvenir ke konsumen dilakukan dengan menggunakan mobil jenis minibus untuk produk dengan jumlah < 100 pot (kemasan plastik mika) atau < 250 pot (kemasan plastik biasa), mobil pick up untuk produk < 500 pot dan pick up L300 untuk produk souvenir > 500 pot. Pengiriman produk parsel, potscaping dan dishplant dilakukan dengan minibus. Aliran finansial dimulai dari konsumen ke industri dan ke petani. Sistem pembayaran dari konsumen ke industri dilakukan secara cash atau bertahap, yaitu konsumen membayar uang muka sebesar 50 persen dari total biaya dan melunasinya paling lambat sehari sebelum pengiriman produk, atau dapat juga dilakukan pelunasan langsung. Sistem pembayaran dari industri ke petani juga dilakukan secara cash atau bertahap, yaitu industri membayar uang muka ke petani dan melunasinya saat pengiriman barang sekaligus mengganti biaya transportasi yang sudah dikeluarkan oleh petani, atau industri membayar seluruh biaya untuk pembelian komoditas pada saat pemesanan, dan mengganti biaya transportasi pada saat pengiriman komoditas. Aliran informasi terjadi pada semua pihak dalam rantai pasok. Industri menginformasikan jenis produk yang ditawarkan melalui media online (website dan facebook). Berdasarkan informasi tersebut, konsumen memesan produk yang diinginkan kepada industri, kemudian industri melakukan pemesanan bahan baku atau komoditas ke petani. Dalam hal ini terjadi aliran informasi dua arah antara industri dan petani untuk memastikan bahwa petani mampu menyediakan bahan
29
baku atau komoditas yang diinginkan sesuai pesanan. Jika petani tidak mampu menyediakan dan industri pun tidak mendapatkannya dari petani lain, maka industri akan melakukan negosiasi dengan konsumen dengan menawarkan jenis komoditas lainnya sehingga diperoleh kesepakatan produk yang diinginkan. Pasar Produk Tanaman Hias Mini Pasar untuk produk tanaman hias mini dalam bentuk souvenir maupun parsel semakin meningkat seiring dengan bergesernya gaya hidup masyarakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang asri dan hijau. Produk parsel dan souvenir tanaman hias mini produksi Rumah Teduh ini hanya dipasarkan ke wilayah Jabodetabek saja. Permintaan produk dari luar Jabodetabek tidak dapat dipenuhi meskipun banyak konsumen luar pulau Jawa yang memesan produk Rumah Teduh ini. Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan adalah tanaman hidup yang memerlukan penanganan khusus dengan biaya yang lebih mahal misalnya perlakuan media, penambahan suplemen khusus dan teknik pengemasan, sehingga pengiriman jarak jauh sulit dilakukan. Selain itu, risiko terjadinya kerusakan dan penurunan mutu (seperti daun patah, layu, kemasan rusak dan lainnya) selama pengiriman jarak jauh akan lebih besar akibat terjadinya benturan, goncangan dan kekurangan air karena tanaman hanya tahan untuk tidak disiram selama empat hari. Pihak Rumah Teduh hanya akan menerima permintaan produk dari konsumen luar Jabodetabek jika risiko pengiriman, risiko kerusakan produk serta biaya perlakuan produk dan ongkos kirim ditanggung oleh konsumen. Manajemen Risiko Rantai Pasok Tanaman Hias Mini Identifikasi dan Penilaian Risiko Identifikasi risiko dilakukan di tingkat industri dan petani yang terlibat dalam rantai pasok tanaman hias mini, ditinjau dari sisi pasokan (supply side), proses produksi (process side) dan permintaan (demand side). Penilaian risiko pasokan dan mutu dilakukan terhadap kejadian risiko hasil identifikasi yang telah dilakukan sebelumnya. Penilaian diberikan oleh pengambil keputusan dan pelaku usaha yang mengetahui tentang permasalahan risiko pada rantai pasok tanaman hias mini, dari pihak industri maupun petani, melalui kuesioner yang diberikan. Penilaian risiko yang dilakukan meliputi seberapa serius dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut (tingkat keparahan/severity rating), frekuensi kemunculan penyebab risiko (tingkat kejadian/occurrence rating) dan mudah tidaknya penyebab tersebut dideteksi (tingkat deteksi/detection rating), dengan menggunakan skala 1 – 10. Metode yang digunakan dalam penilaian risiko ini yaitu fuzzy FMEA (fuzzy failure mode and effect analysis), dengan input yang digunakan berupa hasil penilaian tingkat keparahan/severity rating (S), tingkat kejadian/occurrence (O) serta deteksi/detection (D), dan output berupa nilai fuzzy RPN (fuzzy risk priority number). Proses fuzzifikasi dilakukan dengan mengubah nilai RPN (risk priority number) menjadi fuzzy RPN menggunakan metode penalaran Mamdani dengan fungsi implikasi MIN. Hasil penilaian S, O dan D dikelompokkan menjadi lima kategori tingkatan linguistic seperti pada Tabel 6, kemudian difuzzifikasi menggunakan fungsi keanggotaan untuk menentukan derajat keanggotaan masing-masing input.
30
Tabel 6. Parameter fungsi keanggotaan variabel input Kategori Very Low (VL) Low (L) Moderate (M) High (H) Very High (VH)
Tipe kurva Trapesium Segitiga Trapesium Segitiga Trapesium
Parameter [0 0 1 2,5] [1 2,5 4,5] [2,5 4,5 5,5 7,5] [5,5 7,5 9] [7,5 9 10 10]
Fungsi keanggotaan untuk tiap kategori nilai input S, O dan D dan parameternya dapat ditentukan berdasarkan tipe kurva yang digunakan (Tabel 6 dan Gambar 8). VL 1
L
M
H
VH
0
VL 1
L
M
H
VH
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(a)
VL 1
L
M
H
VH
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(b
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(c)
Gambar 8. Fungsi keanggotaan fuzzy untuk input tingkat keparahan (a), tingkat kejadian (b) dan deteksi (c) Fungsi keanggotaan masing-masing input S, O dan D ditentukan dengan : Fungsi keanggotaan masing-masing nilai input untuk kategori Very Low (VL) dengan kurva trapesium, yaitu : 0; x≤0 ⎧1; 0 ≤ x ≤1 ⎪ f(x ; 0, 0, 1, 2,5) = (2,5 - x) ⎨(2,5 - 1) ; 1 ≤ x ≤ 2,5 ⎪ ⎩ 0; x ≥ 2,5 Fungsi keanggotaan masing-masing nilai input untuk kategori Low (L) dengan kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 0 atau x ≥ 4,5 ⎧ (x - 1) ⎪ ; 1 ≤ x ≤ 2,5 f(x ; 1, 2,5, 4,5) = (2,5 - 1) ⎨ (4,5 - x) ⎪ ; 2,5 ≤ x ≤ 4,5 ⎩ (4,5 - 2,5)
31
Fungsi keanggotaan masing-masing nilai input untuk kategori Moderate (M) dengan kurva trapesium, yaitu : 0; x ≤ 2,5 atau x ≥ 7,5 ⎧ (x-2,5) ⎪ ; 2,5 ≤ x ≤ 4,5 ⎪ (4,5-2,5) f(x ; 2,5, 4,5, 5,5, 7,5)= 4,5 ≤ x ≤ 5,5 ⎨ 1; ⎪ ⎪ (7,5-x) ; 5,5 ≤ x ≤ 7,5 ⎩ (7,5-5,5) Fungsi keanggotaan masing-masing nilai input untuk kategori High (H) dengan kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 5,5 atau x ≥ 9 ⎧ (x-5,5) ⎪ ; 5,5 ≤ x ≤ 7,5 f(x;5,5, 7,5, 9)= (7,5-5,5) ⎨ (9-x) ⎪ ; 7,5 ≤ x ≤ 9 ⎩ (9-7,5) Fungsi keanggotaan masing-masing nilai input untuk kategori Very High (VH) dengan kurva trapesium, yaitu : 0; x ≤ 7,5 ⎧(x-7,5) ⎪ ; 7,5 ≤ x ≤ 9 f(x;7,5, 9, 10, 10)= (9-7,5) ⎨ 1; 9 ≤ x ≤ 10 ⎪ ⎩ 0; x ≥ 10 Output yang berupa nilai fuzzy RPN dikategorikan ke dalam sembilan kelas interval yaitu Very Low (VL), Very Low-Low (VL-L), Low (L), Low-Moderate (LM), Moderate (M), Moderate-High (M-H), High (H), High-Very High (H-VH), dan Very High (VH). Fungsi keanggotaan variabel output dan parameternya dapat ditentukan berdasarkan tipe kurva yang digunakan (Tabel 7 dan Gambar 9). Tabel 7. Parameter fungsi keanggotaan variabel output Kategori
Tipe kurva
Parameter
Very Low (VL) Very Low-Low (VL-L) Low (L) Low-Moderate (L-M) Moderate (M) Moderate-High (M-H) High (H) High-Very High (H-VH) Very High (VH)
Trapesium Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Trapesium
[0 0 25 75] [ 25 75 125] [75 125 200] [125 200 300] [200 300 400] [300 400 500] [400 500 700] [500 700 900] [700 900 1000 1000]
32
Fungsi keanggotaan fuzzy RPN ditentukan sebagai berikut : Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Very Low (VL) dengan tipe kurva trapesium, yaitu : 0; x≤0 ⎧1; 0 ≤ x ≤ 25 ⎪ (75-x) f(x; 0, 0, 25, 75) = ⎨(75-25) ; 25 ≤ x ≤ 75 ⎪ ⎩ 0; x ≥ 75 Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Very Low-Low (VL-L) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 25 atau x ≥ 125 ⎧ (x-25) ⎪ ; 25 ≤ x ≤ 75 f(x; 25, 75, 125) = (75-25) ⎨ (125-x) ⎪ ; 75 ≤ x ≤ 125 ⎩(125-75) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Low (L) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 75 atau x ≥ 200 ⎧ (x-75) ⎪ ; 75 ≤ x ≤ 125 f(x; 75, 125, 200) = (125-75) ⎨ (200-x) ⎪ ; 125 ≤ x ≤ 200 ⎩(200-125) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Low-Moderate (L-M) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 125 atau x ≥ 300 ⎧ (x-125) ⎪ ; 125 ≤ x ≤ 200 f(x; 125, 200, 300) = (200-125) ⎨ (300-x) ⎪ ; 200 ≤ x ≤ 300 ⎩ (300-200) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Moderate (M) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 200 atau x ≥ 400 ⎧ (x-200) ⎪ ; 200 ≤ x ≤ 300 f(x; 200, 300, 400) = (300-200) ⎨ (400-x) ⎪ ; 300 ≤ x ≤ 400 ⎩ (400-300) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Moderate-High (H) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 300 atau x ≥ 500 ⎧ (x-300) ⎪ ; 300 ≤ x ≤ 400 f(x; 300, 400, 500) = (400-300) ⎨ (500-x) ⎪ ; 400 ≤ x ≤ 500 ⎩ (500-400)
33
Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori High (H) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 400 atau x ≥ 700 ⎧ (x-400) ⎪ ; 400 ≤ x ≤ 500 f(x; 400, 500, 700) = (500-400) ⎨ (700-x) ⎪ ; 500 ≤ x ≤ 700 ⎩ (700-500) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori High-Very High (H-VH) dengan tipe kurva segitiga, yaitu : 0; x ≤ 500 atau x ≥ 900 ⎧ (x-500) ⎪ ; 500 ≤ x ≤ 700 f(x; 500, 700, 900) = (700-500) ⎨ (900-x) ⎪ ; 700 ≤ x ≤ 900 ⎩(900-700) Fungsi keanggotaan nilai output untuk kategori Very High (VH) dengan tipe kurva trapesium, yaitu : 0; x ≤700 ⎧ (x-700) ⎪ ; 700 ≤ x ≤ 900 f(x;700, 900, 1000, 1000)= (900-700) ⎨ 1; 900 ≤ x ≤ 1000 ⎪ ⎩0; x ≥ 1000 VL
VL-L
L
L-M
M
M-H
H
300
400
500
H-VH
VH
1 Derajat keanggotaan
0 50
100
200
600
700
800
900
1000
Gambar 9. Fungsi keanggotaan output fuzzy RPN Input fuzzy yang dihasilkan dievaluasi dengan menggunakan aturan-aturan fuzzy (IF-THEN rule). Variabel input yang digunakan yaitu severity (S), occurence (O) dan detection (D), dengan lima tingkatan kategori linguistik (Very Low, Low, Moderate, High, Very High) sehingga diperoleh 125 kombinasi basis aturan fuzzy. Kombinasi basis aturan fuzzy FMEA ini disajikan pada Lampiran 3. Penyusunan basis aturan fuzzy (IF-THEN rule) ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa nilai severity merupakan input yang paling menentukan untuk nilai fuzzy RPN, sehingga jika nilai Severity (S) adalah Very High (VH) maka nilai fuzzy RPN juga berada dalam kategori Very High (VH), berapapun nilai Occurence (O) dan Detection (O) yang diperoleh. Nilai fuzzy RPN yang dihasilkan
34
menunjukkan tingkat risiko yang prioritas untuk ditangani. Nilai fuzzy RPN yang tinggi menunjukkan bahwa risiko tersebut lebih prioritas untuk ditangani. Perhitungan nilai fuzzy RPN dilakukan dengan menggunakan Matlab 7.10.0.499 (R2010a) (The Mathworks, 2010). Hasil identifikasi dan penilaian risiko yang diperoleh pada penelitian ini ditampilkan pada portopolio risiko di Lampiran 4. Identifikasi risiko menghasilkan sumber, driver (pemicu) dan kejadian risiko sebagaimana disajikan pada Lampiran 4. Sumber risiko dilihat dari sisi pasokan, proses dan permintaan komoditas/produk. Di tingkat petani Ciapus, sumber risiko dari sisi pasokan berasal dari proses penerimaan bibit dan tanaman hias dari petani lain, dengan kejadian risiko berupa ketidaksesuaian mutu bibit dan tanaman hias, kerusakan dan penurunan mutu bibit/tanaman hias saat penerimaan, serta bibit/tanaman hias mengandung hama dan penyakit tanaman. Peluang terjadinya risiko tersebut muncul karena pihak petani memasok bibit/tanaman hias dari petani lain untuk menjamin stok tanaman hias dan memenuhi permintaan industri. Di tingkat petani Lembang, sumber, driver dan kejadian risiko dari sisi pasokan dan permintaan tidak teridentifikasi karena petani mampu menyediakan sendiri bibit dan tanaman hias serta mampu memenuhi permintaan industri dengan baik sehingga tidak perlu memasok dari petani lain. Di tingkat petani, sumber risiko dari sisi proses berasal dari proses pembibitan/budidaya dan proses pengemasan dan pengiriman tanaman ke industri. Driver risiko dari proses budidaya adalah cara pembibitan dan budidaya, mutu tanaman hias, modal, jumlah atau persediaan tanaman, tenaga kerja dan harga, sedangkan dari proses pengemasan dan pengiriman tanaman adalah berupa cara pengemasan dan distribusi serta ketepatan waktu pengiriman. Proses pembibitan dan budidaya tanaman merupakan proses yang harus mendapat perhatian utama karena peluang kejadian risiko yang mengganggu pasokan dan mutu tanaman pada proses ini cukup besar, terlihat dari hasil penilaian risiko yang menunjukkan nilai fuzzy RPN yang tinggi. Petani harus melakukan proses ini dengan benar untuk menjamin pasokan dan mutu tanaman. Hasil penilaian risiko pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa kejadian risiko di tingkat petani Ciapus yang prioritas untuk ditangani karena memiliki nilai fuzzy RPN tinggi adalah gangguan cuaca/iklim (883), kerusakan dan penurunan mutu bibit/tanaman hias saat penerimaan (792), keterbatasan bibit, tanaman hias dan sarana produksi (749), kekurangan modal (539) dan kekurangan persediaan tanaman hias (401), sedangkan di tingkat petani Lembang, kejadian risiko yang prioritas untuk ditangani adalah kekurangan modal (533), gangguan hama dan penyakit tanaman (300), kerusakan dan penurunan mutu bibit selama pembibitan (300) dan gangguan cuaca/iklim (261). Kejadian risiko tersebut pada umumnya bersumber dari proses pembibitan dan budidaya, dan jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada terbatasnya tanaman hias dan bibit yang ada sehingga mengakibatkan petani kesulitan untuk memenuhi permintaan industri/konsumen. Hasil penilaian risiko di tingkat petani Ciapus dan Lembang tersebut menunjukkan bahwa risiko-risiko yang prioritas untuk ditangani pada umumnya berkaitan dengan kerusakan dan penurunan mutu bibit atau tanaman hias serta gangguan pada proses pembibitan dan budidaya, yang berdampak pada terbatasnya ketersediaan tanaman dan kemampuan petani untuk menyediakan tanaman bagi industri. Oleh karena itu, kontrol proses
35
yang dilakukan, baik oleh petani Ciapus maupun petani Lembang, adalah menjalin kerjasama dan komunikasi yang efektif dengan petani atau pemasok lain sehingga mampu menjamin ketersediaan bibit/tanaman hias dengan spesifikasi dan mutu yang diinginkan, menjalin kerjasama dengan penyuluh pertanian dan POPT (petugas organisme pembasmi tanaman) untuk perbaikan teknik budidaya yang sesuai prosedur dan pencegahan hama penyakit tanaman, serta melakukan pengawasan dan pengecekan intensif pada proses pembibitan dan budidaya. Proses budidaya dan pembibitan tanaman hias dilakukan oleh petani tanpa menunggu pesanan dari pihak industri atau konsumen. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi keterbatasan dan kekurangan persediaan tanaman hias, sehingga pada saat industri melakukan pemesanan, petani dapat langsung menyediakannya. Di tingkat petani ciapus, gangguan cuaca/iklim merupakan risiko terbesar yang harus diantisipasi mengingat daerah Ciapus adalah daerah dengan curah hujan yang tinggi. Antisipasi ini perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan tanaman hias dan menjamin ketersediaan bibit dan tanaman hias. Kontrol proses yang dilakukan untuk mengantisipasi gangguan cuaca/iklim ini adalah dengan mempersiapkan peralatan-peralatan yang mampu melindungi bibit dan tanaman hias dengan baik serta memperkokoh atap dan bangunan cere. Di tingkat petani Lembang, kejadian risiko yang memiliki nilai fuzzy RPN tertinggi adalah risiko kekurangan modal, yang berdampak pada terjadinya gangguan usaha, yaitu kesulitan untuk mengembangkan usaha. Kekurangan modal ini bisa juga dikarenakan petani tidak tergabung dalam kelompok sehingga kesulitan untuk mengakses bantuan-bantuan dana terutama dari pemerintah. Kontrol proses yang dilakukan untuk menangani risiko ini adalah menjalin kerjasama dengan pihak atau petani lain untuk menekan biaya operasional pembibitan dan budidaya. Hasil penilaian risiko di tingkat petani tersebut menunjukkan bahwa risiko gangguan cuaca/iklim dan risiko kekurangan modal, baik di petani Ciapus maupun Lembang, menunjukkan nilai fuzzy RPN yang tinggi. Risiko gangguan cuaca/iklim di petani Ciapus memiliki nilai fuzzy RPN yang jauh lebih tinggi (yaitu 883) daripada di petani Lembang (261), karena Ciapus merupakan daerah dengan curah hujan tinggi sehingga peluang terjadinya gangguan cuaca/iklim lebih besar daripada daerah Lembang. Di petani Lembang, kekurangan modal merupakan kejadian risiko yang paling prioritas untuk ditangani karena memiliki nilai fuzzy RPN tertinggi yaitu 533, sedangkan di petani Ciapus, kekurangan modal bukan merupakan kejadian risiko yang paling prioritas untuk ditangani karena nilai fuzzy RPN untuk risiko ini jauh lebih rendah dibanding nilai fuzzy RPN untuk risiko gangguan cuaca/iklim, kerusakan dan penurunan mutu bibit/tanaman hias saat penerimaan, serta risiko keterbatasan bibit, tanaman hias dan sarana produksi. Namun demikian, nilai fuzzy RPN untuk risiko kekurangan modal di petani Ciapus sedikit lebih tinggi daripada di petani Lembang yaitu 539. Hal ini menunjukkan bahwa risiko kekurangan modal baik di petani Ciapus maupun Lembang memiliki tingkat risiko yang hampir sama, meskipun tingkat prioritas penanganan risiko di masing-masing petani berbeda, karena di petani Ciapus ada risiko lain yang lebih prioritas untuk ditangani. Hasil identifikasi risiko di tingkat industri pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sumber risiko pasokan dan mutu berasal dari proses penerimaan tanaman hias dan bahan penunjang, penyimpanan serta persiapan tanaman/bahan penunjang
36
sebelum proses pengemasan, proses pengemasan, proses pengiriman produk, serta pemasaran dan permintaan. Peluang kejadian risiko yang mengganggu pasokan dan mutu produk dapat terjadi mulai dari proses penerimaan tanaman dan bahan penunjang sampai pengiriman produk ke konsumen, sehingga pengawasan dan penanganan mutu harus diterapkan mulai dari penerimaan bahan sampai produk diterima konsumen. Di proses penerimaan tanaman dan bahan penunjang, tanaman hias yang tidak layak, baik dari sisi mutu maupun jumlahnya, serta ketidaktepatan waktu kedatangan tanaman, akan menyebabkan gangguan pada proses pengemasan serta berakibat pada kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen. Proses penyimpanan dan persiapan tanaman sebelum pengemasan merupakan proses yang penting karena berpengaruh terhadap pasokan dan mutu produk yang dihasilkan, sehingga harus ada penanganan dan perlakuan khusus agar tanaman memenuhi kriteria sebagai tanaman hias mini dan tetap segar sampai diterima konsumen. Perawatan tanaman yang disimpan sebagai stok harus dilakukan dengan baik agar tetap memenuhi kriteria yang diinginkan, misalnya dengan melakukan penyiraman teratur dan pemberian suplemen, melakukan pembibitan terhadap tanaman yang tumbuh membesar atau melakukan pemangkasan terhadap daun yang tidak diinginkan. Tanaman hias yang siap dikemas harus mendapatkan perlakukan khusus berupa penyiraman dan pemberian suplemen agar mutunya tetap terjaga sampai produk diterima konsumen. Proses pengemasan produk harus dilakukan dengan hati-hati agar tanaman yang dikemas tidak mengalami kerusakan, dan dilakukan dengan perhitungan yang cermat terkait waktu dan tenaga kerja yang ada serta karakteristik tanaman hias yang dikemas. Teknik pengemasan juga harus diperhatikan agar tampilan produk tetap menarik, tanaman hias yang dikemas tetap segar ketika diterima konsumen, serta memudahkan konsumen membuka kemasan produk tanpa merusak tanaman. Hasil penilaian risiko di tingkat industri pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sumber risiko yang mempengaruhi kinerja rantai pasok adalah pasokan dan penerimaan tanaman, persiapan dan penyimpanan tanaman, proses pengemasan dan permintaan produk, dengan driver risiko berasal dari sisi harga kemasan, persediaan tanaman dan bahan penunjang, teknik pengemasan, tenaga kerja dan permintaan produk. Kejadian risiko yang prioritas untuk ditangani karena memiliki nilai fuzzy RPN tinggi adalah risiko perubahan jumlah permintaan dengan nilai fuzzy RPN sebesar 601, risiko penambahan jumlah pesanan secara mendadak (598), risiko mahalnya harga kemasan (561), risiko tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda (356), risiko kekurangan persediaan tanaman/bahan penunjang (356), dan risiko keterbatasan tenaga kerja (263) Perubahan jumlah permintaan produk dari konsumen dapat berupa perubahan jumlah produk, perubahan jenis tanaman hias yang diinginkan, maupun perubahan jenis atau model produk. Potensi risiko ini disebabkan oleh adanya perubahan preferensi konsumen dan dapat berdampak pada sulitnya pihak industri untuk mencari atau menyediakan jenis tanaman atau produk yang diinginkan konsumen. Jika persediaan tanaman untuk memenuhi permintaan produk tersebut mencukupi, maka perubahan jumlah permintaan produk tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya pemenuhan permintaan konsumen. Kejadian risiko ini dapat diantisipasi oleh industri dengan menentukan batas waktu pemesanan produk, misalnya untuk produk souvenir dengan jumlah pesanan kurang dari 60 unit, pemesanan dilakukan paling lambat 2 minggu sebelum waktu pengiriman, dan
37
untuk produk dengan jumlah pesanan 60-100 unit, pemesanan dilakukan paling lambat 1 bulan sebelum waktu pengiriman, sedangkan untuk produk dengan jumlah pesanan di atas 100 unit, pemesanan dilakukan 2,5 bulan sebelum waktu pengiriman. Dengan menentukan batas waktu pemesanan, maka pihak industri dapat leluasa untuk mencari dan mempersiapkan jenis komoditas yang diinginkan, memperkirakan waktu pengemasan, dan memperkirakan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan tersebut. Penambahan jumlah pesanan secara mendadak, kekurangan persediaan tanaman hias dan bahan penunjang, tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda, dan keterbatasan tenaga kerja, juga merupakan risiko yang prioritas untuk ditangani. Risiko-risiko tersebut menyebabkan industri harus menyediakan komoditas tambahan yang diinginkan dalam waktu cepat, memperkirakan kembali waktu produksi yang tepat dengan menyesuaikan tenaga kerja yang ada, mencari tenaga kerja tambahan jika tenaga yang ada kurang mencukupi, serta menambah waktu lembur jika diperlukan. Penambahan jumlah pesanan secara mendadak disebabkan oleh adanya perubahan preferensi konsumen/pelanggan secara mendadak, sedangkan tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda disebabkan adanya penambahan pesanan baru di sela produksi dari pelanggan yang berbeda. Karenanya, pihak industri membatasi jumlah pesanan maksimal yang dapat dipenuhi yaitu 2500 unit souvenir per bulan dan 100 unit parsel per bulan atau maksimal 5 pesanan per bulan. Kekurangan persediaan tanaman hias dan bahan penunjang dapat dikarenakan persediaan (stok) tanaman hias mengalami pertumbuhan sehingga membesar dan tidak lagi sesuai dengan standar, atau disebabkan oleh jumlah pesanan yang besar, baik dari satu konsumen maupun dari konsumen yang berbeda, sehingga persediaan tanaman hias tidak mencukupi. Akibatnya, industri mengalami kesulitan memenuhi permintaan konsumen. Kontrol proses yang dilakukan untuk menangani risiko-risiko tersebut adalah : 1. melakukan komunikasi intensif dengan petani atau pemasok tanaman hias dan bahan penunjang untuk memenuhi permintaan konsumen, 2. melakukan multi-source ke petani dan pemasok lain jika diperlukan, 3. melakukan komunikasi intensif dan negosiasi dengan konsumen jika industri mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen, misalnya dengan menawarkan jenis tanaman/produk lain yang setipe, 4. perbaikan manajemen pemesanan dan distribusi, 5. perbaikan pengelolaan persediaan, 6. melakukan pembibitan sendiri terhadap stok tanaman yang tumbuh membesar untuk menjamin ketersediaan tanaman 7. malakukan efisiensi dan efektifitas tenaga kerja yang ada, 8. melakukan penambahan tenaga kerja dan penambahan waktu lembur jika diperlukan Mahalnya harga kemasan merupakan risiko yang prioritas untuk ditangani karena selain berdampak pada peningkatan biaya produksi, juga berdampak pada kesulitan pihak industri untuk memenuhi permintaan konsumen. Risiko ini disebabkan oleh kelangkaan jenis kemasan atau pot tertentu terutama pot keramik dengan ukuran kecil serta model yang unik dan menarik, yang digunakan untuk bahan penunjang produk souvenir ekslusif atau parsel dan potscaping/dishplant. Kontrol proses yang dilakukan yaitu mencari sumber atau produsen pot keramik yang diinginkan yang dapat diajak kerjasama sebagai pemasok pot keramik bagi
38
Rumah Teduh. Selain itu juga melakukan riset dan pengembangan untuk mendapatkan pot keramik tersebut agar pasokannya terjamin. Pemodelan Kuantitatif Penanganan Risiko Pemodelan kuantitatif penanganan risiko pasokan dan mutu pada rantai pasok tanaman hias mini mengacu kepada hasil identifikasi dan penilaian risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Model dibangun untuk meminimalkan risiko dengan menjamin ketersediaan dan pasokan bahan baku yang kontinyu dan mencukupi sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen dan memaksimalkan keuntungan. Permintaan produk terbanyak Rumah Teduh adalah produk souvenir ekonomis dan parsel, sehingga permodelan yang dibuat pada penelitian ini adalah untuk produkproduk tersebut. Tipe formulasi model yang dibuat adalah obyektif majemuk dengan beberapa kendala. Fungsi obyektif model penanganan risiko ini adalah maksimasi pemenuhan permintaan produk dan minimasi biaya produksi. Asumsinya adalah jika pasokan dan ketersediaan tanaman hias mencukupi, maka permintaan produk oleh konsumen dapat dipenuhi sehingga risiko pasokan dan mutu juga dapat ditangani dan dapat memberikan keuntungan. Rumah Teduh akan memproduksi jumlah produk sebanyak jumlah permintaan konsumen ke-k dalam satu periode. Permintaan produk berarti jumlah permintaan produk jenis ke-i dari konsumen kek, dan diformulasikan sebagai berikut : o
m
qt , ∀i = 1, 2, …, m ∀k = 1, 2, …, o
Qti =
ik
…………………….. (1)
k=1 i=1
Dengan demikian, fungsi obyektif pemenuhan permintaan produk adalah : o
m
qt , ∀i = 1, 2, …, m ∀k = 1, 2, …, o
Maks Z1 =
ik
… … … … … … … (2)
k=1 i=1
Permintaan produk dipenuhi dengan cara menyediakan pasokan tanaman hias dari pemasok ke-j dengan jumlah dan jenis tanaman yang mencukupi, dan untuk mengantisipasi penambahan jumlah permintaan produk secara mendadak dari konsumen, maka Rumah Teduh mempersiapkan stok atau persediaan tanaman hias. Pasokan tanaman hias dari pemasok (Sj), pasokan tanaman hias yang rusak/tidak sesuai standar dari pemasok (Srj) dan persediaan (stok) tanaman hias (Stt) di Rumah Teduh dirumuskan dengan persamaan (3), (4) dan (5). n
xj , ∀j = 1, 2, …, n
Sj =
… … … … … … … … . … … … … (3)
j=1 n
xrj , ∀j = 1, 2, …, n
Srj =
… … … … … … … … … … … … (4)
j=1
Stt =
xt
… … … … … … . . … … … … … . (5)
Perhitungan pasokan tanaman hias untuk proses produksi (St) diperoleh dari pasokan tanaman hias dari pemasok (Sj) dikurangi jumlah tanaman hias yang tidak sesuai standar/rusak (Srj), dan jika tidak mencukupi, maka dipenuhi dari persediaan tanaman hias di Rumah Teduh (Stt).
39
St =
Sj - Srj , jika Sj - Srj ≥ Qti Sj - Srj + Stt , jika Sj - Srj < Qti
… … … … … … … … . (6)
Biaya produksi terdiri dari biaya pembelian bahan dan biaya tenaga kerja. Biaya transportasi tanaman hias ditanggung oleh industri, sedangkan biaya transportasi produk ditanggung oleh konsumen sehingga perhitungan biaya produksi tidak memperhitungkan biaya transportasi produk. Biaya pembelian bahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian tanaman hias dari pemasok ke-j ditambah biaya transportasi pembelian tanaman hias dari pemasok ke-j dan biaya pembelian bahan penunjang. Formulasi matematisnya sebagai berikut : n
n
Cp =
CTj , ∀j = 1, 2, …, n
cj xj + Cbp + j=1
………………………… (7)
j=1
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar semua tenaga kerja produksi untuk satu kali order. CTK =
CTKt
… … … … … … … … … … … … . . (8)
Biaya produksi untuk menghasilkan x produk tersebut harus diminimalkan sehingga fungsi obyektifnya adalah : Min Z2 = Cp + CTK
… … … … … … … … … … … … . (9)
Dengan memasukkan persamaan (7) dan persamaan (8) ke persamaan (9), maka fungsi obyektif untuk meminimalkan biaya produksi menjadi : n
Min Z2 =
n
cj xj + Cbp + j=1
CTj +
CTKt
… … … … … … … … … … … … . . (10)
j=1
Kendala-kendala untuk pemenuhan permintaan produk dan biaya produksi adalah kendala pasokan, kapasitas produksi, keterbatasan tenaga kerja dan waktu pengemasan. Pasokan tanaman hias untuk proses produksi (St) harus lebih besar dari jumlah permintaan produk (Qti) untuk mengantisipasi penambahan jumlah pesanan yang mendadak dan perubahan permintaan produk dari konsumen. St ≥ Qti
… … … … … … … … … … … … … .. (11)
Kapasitas maksimal jumlah permintaan produk yang dapat dipenuhi dengan tenaga kerja dan waktu yang ada adalah 2.000 unit souvenir per order dan 25 unit parsel per order, dengan permintaan produk parsel minimal yaitu 2 unit per order. Qt1 ≤ 2000 … … … … … … … … … … . … … … . (12) 2 ≤ Qt2 ≤ 25
… … … … … … … … … … … … . … (13)
Jumlah tenaga kerja maksimal yang digunakan untuk pemenuhan permintaan produk adalah sebanyak 6 orang dengan waktu pengemasan yang dibutuhkan tidak melebihi 2 hari (2880 menit). TK ≤ 6 … … … … … … … … … … … … … (14) Tp ≤ 2880 … … … … … … … … … . … … … (15)
40
Keseluruhan simbol-simbol yang digunakan adalah : Qti = permintaan produk (unit) qt = jumlah produk ke-i yang diproduksi untuk kemasan ke-k (unit) ik Z1 = fungsi obyektif pemenuhan permintaan produk (unit) Sj = pasokan tanaman hias dari pemasok ke-j (pot) xj = jumlah pasokan tanaman hias yang dibeli dari pemasok ke-j (pot) Srj = pasokan tanaman hias yang tidak sesuai standar/rusak (pot) xrj = jumlah tanaman hias yang rusak dari pemasok ke-j (pot) Stt = stok/persediaan tanaman hias di Rumah Teduh (pot) xt = jumlah stok tanaman hias di Rumah Teduh (pot) St = pasokan tanaman hias untuk proses produksi (pot) Cp = biaya pembelian bahan (rupiah) cj = biaya pembelian per unit tanaman hias dari pemasok ke-j (rupiah/pot) Cbp = biaya pembelian bahan penunjang (rupiah) CTj = biaya transportasi tanaman hias dari pemasok ke-j (rupiah) CTK = biaya tenaga kerja (rupiah) CTKt = biaya untuk membayar tenaga kerja produksi (rupiah) Z2 = fungsi obyektif biaya produksi (rupiah) Qt1 = jumlah souvenir (unit) Qt2 = jumlah parsel (unit) TK = jumlah tenaga kerja produksi (orang) Tp = waktu pengemasan (menit) Data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan model tersebut adalah jumlah permintaan produk dari konsumen, jumlah pasokan tanaman hias dan jumlah tanaman hias yang rusak/tidak sesuai standar dari pemasok, jumlah persediaan tanaman hias, biaya pembelian per unit tanaman hias dari masing-masing pemasok, biaya transportasi tanaman hias dari masing-masing pemasok, biaya bahan penunjang per unit produk, biaya tenaga kerja per unit produk, harga jual masingmasing produk serta waktu produksi per unit produk. Data-data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Petani akan memasok tanaman hias ke rumah Teduh melebihi jumlah permintaan produk agar pasokan tanaman hias untuk proses produksi terjamin, misalnya pada Lampiran 5, jumlah permintaan produk ke Rumah Teduh selama periode April-November 2011 adalah 3.243 unit souvenir, maka petani akan mengirimkan pasokan tanaman hias sejumlah produk yang akan dihasilkan ditambah dengan tanaman hias untuk cadangan. Cadangan tanaman hias ini disediakan untuk mengantisipasi adanya tanaman yang rusak (biasanya sekitar 3% dari total jumlah pasokan tanaman) dan untuk dipergunakan sebagai stok/persediaan tanaman hias. Penyelesaian model digunakan untuk memaksimalkan pemenuhan permintaan produk dan meminimalkan biaya produksi sehingga dapat memberikan keuntungan serta mampu menangani risiko-risiko perubahan jumlah permintaan, penambahan jumlah pesanan secara mendadak, mahalnya harga kemasan, tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda, kekurangan persediaan tanaman hias, dan keterbatasan tenaga kerja. Dalam model optimasi ini, model dengan fungsi jamak dikonversi menjadi fungsi optimasi tunggal untuk memaksimalkan
41
keuntungan. Model ini diperoleh berdasarkan data pada Lampiran 6, dengan variabel x1 adalah produk souvenir dan x2 yaitu produk parsel. Modelnya yaitu : Maks Z = x1 + 15x2 ………………………………… (16) Keuntungan industri diperoleh berdasarkan data harga jual per unit produk, jumlah permintaan produk dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk produksi souvenir dan parsel. Kendala-kendala dalam fungsi ini yaitu kendala kapasitas produk souvenir, kapasitas parsel, tenaga kerja, waktu produksi dan pasokan tanaman dengan formula berturut-turut sebagai berikut : x1 ≤ 2000 … … … … … … … … … … … … . … … … (17) 2 ≤ x2 ≤ 25 … … … … … … … … … … … … … … . … (18) 4x1 + x2 ≤ 6 … … … … … … … … … … … … … … … . . (19) 2x1 + 15x2 ≤ 2880 ………………..…………………… (20) x1 + 4x2 ≤ 1900 …………………………………….. (21) Hasil penyelesaian model dengan menggunakan Lindo release 6.1 (Lindo, 1999) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa industri akan memperoleh keuntungan maksimal sebesar Rp 16.250.000,00 per order jika memproduksi souvenir sejumlah 1.250 unit dan parsel sebanyak 25 unit per order dengan mengoptimalkan sumber daya dan kapasitas yang ada seperti tenaga kerja, waktu, serta ketersediaan tanaman hias dan bahan penunjang, sehingga mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Produksi optimal tersebut memungkinkan industri dapat melaksanakan proses produksi dan pengawasan mutu dengan baik sehingga mampu menjamin bahwa pasokan dan ketersediaan tanaman hias dapat tercukupi, serta menjamin produk sampai ke tangan konsumen tepat waktu, dengan mutu dan kesegaran produk yang sesuai keinginan konsumen. Jika industri memproduksi souvenir dan parsel kurang dari jumlah optimal tersebut, yaitu 1.250 unit souvenir dan 25 unit parsel per order, maka sumber daya dan kapasitas yang ada menjadi tidak efisien karena tidak semuanya termanfaatkan dengan baik, seperti pemborosan tenaga kerja, waktu, termasuk pemborosan bahan baku dan bahan penunjang karena menyisakan tanaman hias dalam jumlah yang banyak. Untuk mensiasati hal ini, maka industri cukup memanfaatkan stok tanaman yang ada, dan jika tidak mencukupi, industri akan melakukan pemesanan ke petani. Jika industri memproduksi souvenir dan parsel dengan jumlah lebih besar dari jumlah produk optimal tersebut (sampai 125 unit parsel per order), maka industri harus mensiasati keterbatasan waktu yang ada dengan penambahan tenaga kerja produksi. Selain itu, industri harus memperketat pengawasan mutu produk selama proses produksi akibat pemberdayaan tenaga kerja tambahan yang kurang terlatih dan keterbatasan waktu. Industri juga harus mempertimbangkan proses pengerjaan yang akan dilakukan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan, karena produk souvenir dan parsel adalah produk-produk yang memerlukan penanganan khusus sehingga proses pengerjaannya membutuhkan kehati-hatian dan jiwa seni yang tinggi serta tidak bisa dilakukan oleh tenaga kerja yang tidak terlatih. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihak industri harus melatih tenaga kerja tambahan tersebut lebih dulu atau memberdayakan mereka untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang mudah seperti memasang label atau memindahkan produk ke kemasan sekunder.
42
Hasil penyelesaian model dalam penelitian ini dapat digunakan oleh pengambil kebijakan terutama pihak industri, untuk melakukan perbaikan manajemen produksi, penerimaan order serta manajemen pasokan dan pemesanan dengan mempertimbangkan sumber daya dan kapasitas produksi yang ada sehingga menghasilkan produk segar yang bermutu baik dan sesuai dengan keinginan konsumen.
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Hasil penilaian risiko di tingkat petani Ciapus menunjukkan bahwa kejadian risiko yang prioritas untuk ditangani adalah gangguan cuaca/iklim dengan nilai fuzzy RPN sebesar 883, kerusakan dan penurunan mutu bibit/tanaman hias saat penerimaan (792), keterbatasan bibit, tanaman hias dan sarana produksi (749), kekurangan modal (539) dan kekurangan persediaan tanaman hias (401), sedangkan di tingkat petani Lembang, kejadian risiko yang prioritas untuk ditangani adalah kekurangan modal (533), gangguan hama dan penyakit tanaman (300), kerusakan dan penurunan mutu bibit selama pembibitan (300) dan gangguan cuaca/iklim (261). Hasil penilaian risiko di tingkat industri menunjukkan bahwa kejadian risiko yang prioritas untuk ditangani adalah risiko perubahan jumlah permintaan dengan nilai fuzzy RPN sebesar 601, penambahan jumlah pesanan secara mendadak (598), mahalnya harga kemasan (561), tumpang tindih proses untuk pelanggan yang berbeda dan kekurangan persediaan tanaman dan bahan penunjang (356), serta keterbatasan tenaga kerja (263). Model kuantitatif penanganan risiko pasokan dan mutu yang dibuat bertujuan untuk meminimalkan risiko di tingkat industri dengan memaksimalkan upaya pemenuhan permintaan produk serta meminimalkan biaya produksi dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada, sehingga risiko-risiko pasokan dan mutu produk dapat ditangani dengan baik. Hasil penyelesaian model kuantitatif yang dilakukan menunjukkan bahwa produksi optimal souvenir sebanyak 1.250 unit per order dan parsel sejumlah 25 unit per order akan memberikan keuntungan sebesar Rp 16.250.000,00 dengan mengoptimalkan sumberdaya dan kapasitas yang ada. Produk optimal tersebut dapat menjamin tercukupinya ketersediaan dan pasokan tanaman hias serta menjamin mutu produk yang dihasilkan. Saran Perlu penelitian lanjutan untuk pembuatan model bagi semua produk termasuk souvenir eksklusif, potscaping dan dishplant, dengan memperhitungkan waktu, risiko di tingkat petani dan transportasi tanaman hias dari tempat penyimpanan stok tanaman atau workshop display di Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) ke tempat produksi di Pamulang.
44
DAFTAR PUSTAKA Arifin HS. 2007. Tanaman Hias Tampil Prima. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Brown JG. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington (US): EDI Development Studies The World Bank. Cavinato JL. 2004. Supply Chain Logistic Risk : From The Back Room to The Board Room. Int J Physic Distrib and Log Manag 34(5) :383-387. Chavez PJA dan Seow C. 2012. Managing Food Quality Risk in Global Supply Chain : A Risk Management Framework. Int J Eng Bus Manag 4(1):1-8. Chopra S dan Meindl P. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning and Operation. 3rd ed. USA: Pearson Prentice Hall. Chopra S dan Sodhi MS. 2004. Managing Risk To Avoid Supply-Chain Breakdown. MITSloan Management Review 46(1):52-61. Dani S. 2009. Predicting and Managing Supply Chain Risks. Di dalam Zsidisin GA dan Ritchie B (eds.). Supply Chain Risk A Handbook of Assessment, Management, and Performance. New York (US): Springer Gaonkar R dan Viswanadham N. 2006. A Conceptual and Analitical Framework for The Management of Risk in Supply Chains [working paper]. US: Indian School of Business. Hadiguna RA dan Marimin. 2007. Alokasi Pasokan Berdasarkan Produk Unggulan untuk Rantai Pasok Sayuran Segar. J Tek Ind 9(2):85-101. Hadiguna RA dan Machfud. 2008. Model Perencanaan Produksi Pada Rantai Pasok Crude Palm Oil dengan mempertimbangkan Preferensi Pengambil Keputusan. J Tek Ind 10 (1):38-41. Hadiguna RA. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kadir A. 2008. Seri Galeri Eksotika Philodendron : Pesona Tanaman Hias Daun Eksklusif. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Kusumadewi S dan Hartati S. 2010. Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Larson RA. 1992. Introduction to Floriculture. 2nd ed. New York (US): Academic Press, Inc. Liew KC dan Lee CKM. 2012. Modeling and Risk Management in The Offshore and Marine Industry Supply Chain. Int J Eng Bus Manag 4(1):1-7. Lindo. 1999. Lindo/PC Release 6.1. Chicago (US): Lindo Systems, Inc. Marimin dan Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Matook S, Lasch R dan Tamaschke R. 2009. Supplier Development with Benchmarking As Part Of A Comprehensive Supplier Risk Management Framework. Int J Opr and Prod Manag 29(3):241-267. Mattjik NA. 2010. Budi Daya Bunga Potong dan Tanaman Hias. Bogor (ID): IPB Press.
46
Muslich M. 2009. Metode Pengambilan Keputusan Kuantitaif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Naba E. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan Matlab. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi Norrman A dan Jansson U. 2004. Ericcson Proactive Supply Chain Risk Management Approach after A Serious Sub-Supplier Accident. Int J Physic Distrib and Log Manag 34(5):434-456. Permana T. 2009. Permodelan Dinamika Sistem Rancangbangun Manajemen Rantai Pasokan Industri Teh Hijau. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pujawan I. 2005. Supply Chain Management. Surabaya (ID): Penerbit Guna Widya. Purwanto AW. 2006. Sansevieria : Flora Cantik Penyerap Racun. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ritchie B dan Brindley C. 2009. Effective Management of Supply Chains: Risks and Performance. Di dalam Wu T dan Blackhurst J (eds.). Managing Supply Chain Risk and Vulnerability Tools and Methods for Supply Chain Decision Makers. London (GB): Springer-Verlag ltd. P9-28. Santoso I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Berkelanjutan. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Stadtler H. 2008. Supply Chain Management – An Overview. Di dalam Stadtler H dan Kilger C (eds.). Supply Chain Management and Advanced Planning: Concepts, Models, Software and Case Studies. 4th ed. Berlin (GE): SpringerVerlag Suharjito. 2011. Permodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Rantai Pasok Produk/Komoditas Jagung. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulianta F dan Yonathan R. 2009. Tanaman Indoor Anti Polutan, Rumah Cantik dan Sehat dengan Tanaman Indoor. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Tamam D dan Soedjatmiko U. 2006. Tanaman Hias Mini. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Thacker BH, Doebling SW, Hemez FM, Anderson MC, Pepin JE dan Rodriguez EA. 2004. Concepts of Model Verification and Validation. US: Los Alamos National Laboratory The MathWorks. 2010. The Language of Technical Computing. Singapore (SN): The MathWorks Inc. Wang PP, Da Ruan dan Kerre EE. 2007. Why Fuzzy Logic? – A Spectrum of Theoritical and Pragmatics Issues. Di dalam Wang PP, Da Ruan dan Kerre EE (eds.). Fuzzy Logic A Spectrum of Theoritical and Practical Issues. Berlin (GE): Spinger-Verlag Widodo KH, Nagasawa H, Morizawa K dan Ota M. 2004. A Periodical FloweringHarvesting Model for Delivering Agricultural Fress Products. Electron Europ J Opr Research e1-20, doi 10.05016
47
Wu T, Blackhurst J dan Chidambaram V. 2006. A Model for Inbound Supply Risk Analysis. Electron Comp in Industry 57:350-365, doi 10.1016 Wu DD, Zhang Y, Wu D dan Olson DL. 2010. Stochastics and Statistics Fuzzy Multi-objective Programming for Supplier Selection and Risk Modeling: A Possibility Approach. Electron Europ J Opr Research 200:774-787, doi 10.1016. Yeh RH dan Hsieh MH. 2007. Fuzzy Assessment of FMEA for a Sewage Plant. J The Chinese Institut of Industrial Engineers 24:505-512 Zitzler E, Laumanns M dan Bleuler S. 2002. A Tutorial on Evolutionary Multiobjective Optimization. Zurich (SW): Federal Institute of Technology ETH Zurich. Zsidisin, GA. 2003. A Grounded Definition of Supply Risk. J Purch and Supply Manag 9:217-224 http://www.rumahteduh.com. 16 November 2012
48
91
Lampiran 3. Kombinasi basis aturan (rule) dalam fuzzy FMEA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
IF severity is VL AND occurrence is VL AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VL IF severity is VL AND occurrence is VL AND detection is L THEN fuzzy RPN is VL IF severity is VL AND occurrence is VL AND detection is M THEN fuzzy RPN is VL IF severity is VL AND occurrence is VL AND detection is H THEN fuzzy RPN is VLL IF severity is VL AND occurrence is VL AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VL-L IF severity is VL AND occurrence is L AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VL IF severity is VL AND occurrence is L AND detection is L THEN fuzzy RPN is VL-L IF severity is VL AND occurrence is L AND detection is M THEN fuzzy RPN is VLL IF severity is VL AND occurrence is L AND detection is H THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is L AND detection is VH THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is M AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VL IF severity is VL AND occurrence is M AND detection is L THEN fuzzy RPN is VLL IF severity is VL AND occurrence is M AND detection is M THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is M AND detection is H THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is M AND detection is VH THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is H AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VLL IF severity is VL AND occurrence is H AND detection is L THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is H AND detection is M THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is H AND detection is H THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is VL AND occurrence is H AND detection is VH THEN fuzzy RPN is LM IF severity is VL AND occurrence is VH AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VL-L IF severity is VL AND occurrence is VH AND detection is L THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is VH AND detection is M THEN fuzzy RPN is L IF severity is VL AND occurrence is VH AND detection is H THEN fuzzy RPN is LM IF severity is VL AND occurrence is VH AND detection is VH THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is VL AND detection is VL THEN fuzzy RPN is L IF severity is L AND occurrence is VL AND detection is L THEN fuzzy RPN is L IF severity is L AND occurrence is VL AND detection is M THEN fuzzy RPN is L IF severity is L AND occurrence is VL AND detection is H THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is L AND occurrence is VL AND detection is VH THEN fuzzy RPN is LM IF severity is L AND occurrence is L AND detection is VL THEN fuzzy RPN is L IF severity is L AND occurrence is L AND detection is L THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is L AND occurrence is L AND detection is M THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is L AND occurrence is L AND detection is H THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is L AND detection is VH THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is M AND detection is VL THEN fuzzy RPN is L IF severity is L AND occurrence is M AND detection is L THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is L AND occurrence is M AND detection is M THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is M AND detection is H THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is M AND detection is VH THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is H AND detection is VL THEN fuzzy RPN is L-M IF severity is L AND occurrence is H AND detection is L THEN fuzzy RPN is M
92
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87.
IF severity is L AND occurrence is H AND detection is M THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is H AND detection is H THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is L AND occurrence is H AND detection is VH THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is L AND occurrence is VH AND detection is VL THEN fuzzy RPN is LM IF severity is L AND occurrence is VH AND detection is L THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is VH AND detection is M THEN fuzzy RPN is M IF severity is L AND occurrence is VH AND detection is H THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is L AND occurrence is VH AND detection is VH THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is VL AND detection is VL THEN fuzzy RPN is M IF severity is M AND occurrence is VL AND detection is L THEN fuzzy RPN is M IF severity is M AND occurrence is VL AND detection is M THEN fuzzy RPN is M IF severity is M AND occurrence is VL AND detection is H THEN fuzzy RPN is MH IF severity is M AND occurrence is VL AND detection is VH THEN fuzzy RPN is MH IF severity is M AND occurrence is L AND detection is VL THEN fuzzy RPN is M IF severity is M AND occurrence is L AND detection is L THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is M AND occurrence is L AND detection is M THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is M AND occurrence is L AND detection is H THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is L AND detection is VH THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is M AND detection is VL THEN fuzzy RPN is M IF severity is M AND occurrence is M AND detection is L THEN fuzzy RPN is M-H IF severity is M AND occurrence is M AND detection is M THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is M AND detection is H THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is M AND detection is VH THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is H AND detection is VL THEN fuzzy RPN is MH IF severity is M AND occurrence is H AND detection is L THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is H AND detection is M THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is H AND detection is H THEN fuzzy RPN is H-VH IF severity is M AND occurrence is H AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is M AND occurrence is VH AND detection is VL THEN fuzzy RPN is MH IF severity is M AND occurrence is VH AND detection is L THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is VH AND detection is M THEN fuzzy RPN is H IF severity is M AND occurrence is VH AND detection is H THEN fuzzy RPN is HVH IF severity is M AND occurrence is VH AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is VL AND detection is VL THEN fuzzy RPN is H IF severity is H AND occurrence is VL AND detection is L THEN fuzzy RPN is H IF severity is H AND occurrence is VL AND detection is M THEN fuzzy RPN is H IF severity is H AND occurrence is VL AND detection is H THEN fuzzy RPN is HVH IF severity is H AND occurrence is VL AND detection is VH THEN fuzzy RPN is HVH IF severity is H AND occurrence is L AND detection is VL THEN fuzzy RPN is H IF severity is H AND occurrence is L AND detection is L THEN fuzzy RPN is H-VH IF severity is H AND occurrence is L AND detection is M THEN fuzzy RPN is H-VH IF severity is H AND occurrence is L AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is L AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is M AND detection is VL THEN fuzzy RPN is H IF severity is H AND occurrence is M AND detection is L THEN fuzzy RPN is H-VH
93
88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125.
IF severity is H AND occurrence is M AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is M AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is M AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is H AND detection is VL THEN fuzzy RPN is HVH IF severity is H AND occurrence is H AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is H AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is H AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is H AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is VH AND detection is VL THEN fuzzy RPN is HVH IF severity is H AND occurrence is VH AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is VH AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is VH AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is H AND occurrence is VH AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VL AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VL AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VL AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VL AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VL AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is L AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is L AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is L AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is L AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is L AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is M AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is M AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is M AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is M AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is M AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is H AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is H AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is H AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is H AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is H AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VH AND detection is VL THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VH AND detection is L THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VH AND detection is M THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VH AND detection is H THEN fuzzy RPN is VH IF severity is VH AND occurrence is VH AND detection is VH THEN fuzzy RPN is VH
94
101
Lampiran 5. Jumlah permintaan produk dan pasokan tanaman ke Rumah Teduh periode April – November 2011 Jenis produk
Jumlah permintaan produk (unit)
Pasokan tanaman dari petani Total pasokan tanaman (pot)
Cadangan Tanaman rusak (pot)
Stok (pot)
Stok tanaman di rumah teduh (pot)
Souvenir
3.243
3.406
82
81
-
Parsel
171
-
-
-
72-180
102
Lampiran 6. Biaya produksi dan harga jual per unit produk No
Biaya/harga per unit produk
1. Biaya pembelian tanaman + biaya transportasi tanaman 2. Biaya bahan penunjang 3. Biaya tenaga kerja 4. Harga jual produk
Souvenir (Rp/unit)
Parsel (Rp/unit)
4.000-5.000
5.000-10.000
1.200-2.000 1.000-1.500 15.000-20.000
3.600-25.000 3.000-20.000 50.000-350.000
103
Lampiran 7. Hasil keluaran model penanganan risiko tanaman hias mini menggunakan Lindo 6.1 LP OPTIMUM FOUND AT STEP
0
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
1625.000
VARIABLE X1 X2
VALUE 1250.000000 25.000000
ROW SLACK OR SURPLUS TK) 0.000000 WAKTU) 5.000000 KAPSOUV) 750.000000 KAPPARC) 0.000000 PRODMIN) 23.000000 TANAMAN) 550.000000 NO. ITERATIONS=
REDUCED COST 0.000000 0.000000
DUAL PRICES 0.066667 0.000000 0.000000 5.000000 0.000000 0.000000
0
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE X1 X2
ROW TK WAKTU KAPSOUV KAPPARC PRODMIN TANAMAN
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE COEF INCREASE 1.000000 0.500000 15.000000 INFINITY
ALLOWABLE DECREASE 1.000000 5.000000
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE RHS INCREASE 22500.000000 37.499996 2880.000000 INFINITY 2000.000000 INFINITY 25.000000 125.000000 2.000000 23.000000 1900.000000 INFINITY
ALLOWABLE DECREASE 18749.998047 5.000000 750.000000 1.000000 INFINITY 550.000000
104
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Metro Lampung pada tanggal 16 November 1971, putra/putri kelima dari bapak Soetrisno (alm) dan ibu Rr Suparni. Penulis lulus dari SMAN 1 Metro pada tahun 1990 dan diterima sebagai mahasiswa S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur UMPTN, setahun kemudian, penulis memilih jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penulis diterima sebagai mahasiswa program magister di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Teknologi Industri Pertanian. Saat ini penulis bekerja di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor sejak tahun 2007, setelah sebelumnya bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur.