PEMODELAN HIDROGRAF SATUAN UNIVERSAL (H2U) PADA BERBAGAI SKALA PETA DASAR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu)
Andi Rinaldi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala permyataan dalam tesis saya yang berjudul:
PEMODELAN HIDROGRAF SATUAN UNIVERSAL (H2U) PADA BERBAGAI SKALA PETA DASAR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu) merupakan gagasan ayau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan ketua dan anggota komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannnya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Pebruari 2010
Andi Rinaldi NRP. A235010041
ABSTRACT ANDI RINALDI. Modelling of Universal Unit Hydrograph (H2U) at Various Topographic Map Scales Using Geographic Information System (Case Study of Ciliwung Up Stream Watershed). Under Academic Supervision of HIDAYAT PAWITAN as chairman, and GATOT IRIANTO SUMARDJO as member of advisory committee. The process of precipitation to become run off and reach to watershed outlet consist of two steps: (1) The production function, changing total rainfall into effective rainfall, and (2) transfer function, transforming effective rainfall into hydrograph debit of runoff (hydrograph). Analyzing transfer function using morphologic characteristic known as Geomorphologic Instantaneous Unit Hydrograph (GIUH) and Universal Unit Hydrograph (hidrogrametry unitaire universale / H2U) model. The model was expressed in the form of Instantaneous Unit Hydrograph (IUH) using the probability density function (pdf) based on the travel time of every effective rainfall through hydraulic distances along the stream network to the outlet in the watershed. Watershed morphological characteristics is used as input of the model using base maps which is analyzed by GIS. The research was located in the upstream Ciliwung River. The objective of this study were : (a) to apply GIS in the hidrological model, (b) to evaluate the differences of various morphological characteristics of watershed using DEM which was derived from base maps of scale 1 : 25,000 and 1 : 50,000 using different grid sizes, i.e 25 x 25 m, 50 x 50 m and 100 x 100 m, as the input of simulation models, (c) to verify the accuracy of hydrograph simulation compared to observed hydrograph and also the hydrograph of every simulation using Coefficient of Efficiency (CE) method. The results of this study showed that the use of GIS produced input data for hydrology analysis more accurately, quickly and objectively. The use of various scale of base maps and the grid sizes did not produce significant difference of the morphological characteristics result. The result show that all of the hydrograph simulations derived from an episode rainfall did not significantly affect the values of CE, in other words, different map scales and grid sizes did not influence the results. On the other hand, hydrograph simulation of 7 episode rainfalls compared against the observed hidrograph using CE resulted values ranging between – 1.75 to 0.90. Key Words : CE, DEM, H2U, IUH GIS, Grid and Watershed
RINGKASAN ANDI RINALDI. Pemodelan Hidrograf Satuan Universal (H2U) Pada Berbagai Skala Peta Dasar Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu). Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN sebagai ketua, dan GATOT IRIANTO SUMARDJO sebagai anggota komisi pembimbing. Proses curah hujan menjadi aliran sungai yang sampai di outlet pada daerah aliran sungai (DAS) melalui dua tahap, yaitu: 1. Fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan total menjadi hujan efektif, dan 2. Fungsi alihan yaitu transformasi hujan efektif menjadi hidrograf debit aliran permukaan (hidrograf). Analisis fungsi transfer yang digunakan berbasiskan pada karakteristik morfologi DAS yang dikenal sebagai model Geomorphologic Instantaneous Unit Hydrograph (GIUH) dan Universal Unit Hydrograph (Hidrogrametry Unitaire Universale/H2U). Model tersebut diekspresikan dalam bentuk Hidrograf Satuan Sesaat (HSS) dengan menggunakan fungsi kerapatan peluang (probability density function) dari waktu tempuh hujan efektif yang jatuh di permukaan DAS mengalir sepanjang jaringan hidraulik sampai di outlet. Karakteristik morfologi DAS sebagai masukan model diperoleh dari peta dasar yang dianalisis dengan Sistim Informasi Geografis (SIG). Lokasi objek penelitian adalah DAS Ciliwung Hulu. Tujuan dari penelitian ini adalah : (a) Mengaplikasikan SIG ke dalam model hidrologi, (b) Menilai perbedaan berbagai karakteristik morfologi DAS dengan menggunakan data DEM yang diperoleh dari peta dasar skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000, dengan ukuran grid yang berdeda-beda yaitu 25 x 25 m, 50 x 50 m serta 100 x 100 m, sebagai masukan model simulasi, (c) Menguji akurasi hidrograf simulasi dibandingkan dengan hidrograf pengamatan dan juga hidrograf antar simulasi dengan menggunakan metode statistik koefisien efisiensi (CE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan SIG untuk menghasilkan data masukan analisis hidrologi sangat akurat, cepat dan obyektif. Penggunaan peta dasar dengan berbagai skala dan ukuran grid tersebut di atas, tidak menunjukkan perbedaan nilai karakteristik morfologi yang signifikan. Melalui hidrograf pengamatan terhadap 7 (tujuh) kejadian hujan terpilih menunjukkan bahwa hasil analisis hidrograf antar model simulasi tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti (signifikan) untuk setiap kejadian hujan, dengan kata lain, perbedaan skala peta dan ukuran grid yang dipergunakan tidak mempengaruhi hasil antar model simulasi. Selain itu, pengujian hasil hidrograf simulasi dengan hidrograf pengamatan memperlihatkan nilai hasil uji CE yang berkisar antara -1,75 sampai 0,90. Kata kunci : CE, DAS, DEM, Grid, HSS, H2U dan SIG
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN HIDROGRAF SATUAN UNIVERSAL (H2U) PADA BERBAGAI SKALA PETA DASAR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu)
Andi Rinaldi
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
.………………………………………………
Halaman iii
DAFTAR GAMBAR
………………………………………………
iv
DAFTAR LAMPIRAN
………………………………………………
v
I.
….…………………………………………...
1
1.1. Latar Belakang
………………………………………………...
1
1.2. Tujuan
..……………………………………………….
2
1.3. Hipotesis
……. ……………………………………….....
3
PENDAHULUAN
II. TINJAUAN PUSTAKA
..............……………………………………
4
2.1. Siklus Hidrologi ….. …………………………………………..
4
2.2. Aliran Permukaan (Runoff) ……………………..........................
5
2.3. Pemisahan Hidrograf ...................................................................
7
2.4. Pemodelan Aliran Permukaan …………………………..………
9
2.4.1. Sub Pemodelan Fungsi Produksi .......................................
10
2.4.2. Sub Pemodelan Fungsi Alihan ... .......................................
12
2.5. Metode Fungsi Kerapatan Peluang Klasik....................................
17
2.6. Hubungan Morfologi DAS Terhadap Hidrograf Satuan.…….......
19
2.7. Sisitem Informasi Geografis ……………………………………
20
2.8. Digital Elevation Model (DEM) dan Piranti Lunak DiGem ….....
20
2.9. Analisis Batas DAS dan Jaringan Aliran Hidraulik Buatan……..
22
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ……..……………………..
24
3.1. Bahan dan Alat
…………………….. ………………………
24
3.1.1. Pengumpulan Data/Bahan ……………………………….
24
3.1.2 Perangkat Keras dan Lunak yang Digunakan ……….......
24
3.2. Metode dan Tahapan Penelitian ………………………………
24
3.2.1. Metode Penentuan Morfologi DAS ……..………………
24
3.2.2. Metode Penentuan Parameter Hidrologi ………………..
28
3.2.3 Metode Simulasi Debit ………………………………….
31
3.2.4 Uji Akurasi Debit Simulasi dengan Pengukuran ………..
32
ii
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................
33
4.1. Lokasi Objek Penelitian ............. ………………………………
33
4.2. Bentuk Wilayah ………………………………………………..
33
4.3. Iklim ……………………………………………………………
36
4.4. Hidrologi dan Morfologi DAS …………………………………
37
4.5. Vegetasi dan Penggunaan Lahan ………………………………
38
4.6. Geologi …………………………………………………………
38
4.7. Tanah …………………………………………………………..
41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
43
5.1. Parameter Curah Hujan ………………………………………...
43
5.1.1 Curah Hujan Harian ……………………………………..
43
5.1.2 Episode Hujan Tunggal Terpilih ………………………..
44
5.2. Parameter Hidrograf Aliran Pengamatan ………………………
45
5.2.1 Debit dan Lengkung Kalibrasi Aliran Pengamatan ……..
45
5.2.2 Pemisahan Aliran Permukaan dengan Aliran Dasar……..
45
5.3. Hujan Netto Sebagai Masukan Model ….……………………..
46
5.4. Analisis Parameter Panjang Jalur Hidraulik dan Jumlah Isokron
46
5.4.1. Analisis Parameter Panjang Jalur Hidraulik …………….
46
5.4.2. Analisis Jumlah Isokron …………………………………
50
5.5. Analisis Parameter Morfologi DAS dan PDF .………………....
51
5.5.1. Masukan Data DEM .........................................................
51
5.5.2. Analisis Luas DAS ...........................................................
52
5.5.3. Analisis Karakteristik Morfologi DAS dan PDF .............
53
5.6. Uji akurasi hidrograf aliran permukaan ………………………...
61
5.6.1 Uji Akurasi Hidrograf Aliran Permukaan Model Klasik ...
61
5.6.2 Uji Akurasi Hidrograf Aliran Permukaan Model H2U …
67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
73
6.1. Kesimpulan ………………………………………………….....
73
6.2. Saran
……………………………………………………..
73
DAFTAR PUSTAKA
.…………………………………………………..
74
LAMPIRAN
……………………………………………………
76
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Hubungan antara ukuran sel DEM dan tipe aplikasi hidrologinya
22
2
Proses perolehan curah hujan netto
30
3
Metode convolution debit aliran permukaan
31
4
Komposisi bentuk wilayah daerah penelitian
33
5
Frekuensi hujan harian DAS Ciliwung Hulu periode tahun 1985 – 1998
36
6
Data curah hujan di wilayah DAS Ciliwung Hulu periode 1987-1999
37
7
Debit sungai Ciliwung pada AWLR Katulampa periode 1981 s/d 2000
38
8
Jenis-jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu
41
9
Data jeluk CH harian maksimum (mm) dari 4 stasiun CH
43
10
Jeluk & peluang hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung Hulu
44
11
Peluang hujan dari 7 episode hari hujan terpilih
44
12
Jumlah grid pada berbagai skala dan ukuran
52
13
Hasil data simulasi luas DAS pada berbagai skala & ukuran grid
52
14
Kriteria akurasi untuk luasan DAS
52
15
Data morfometri DAS Ciliwung Hulu pada berbagai skala dan ukuran grid
54
16
Data Analisis pdf model Klasik dan pdf model H2U
56
17
Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antara hasil pengamatan & simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model Klasik
65
18
Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antar hasil simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model Klasik
66
19
Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antara hasil pengamatan & simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model H2U
71
20
Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antar hasil simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model H2U
72
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Siklus hidrologi tertutup
4
2
Aliran permukaan dan aliran bawah permukaan dalam sistem terbuka
5
3
Konsep Horton dan Konsep zona kontributif
6
4
Pemisahan hidrograf menjadi dua atau tiga komponen
7
5
Kurva hidrograf satuan
8
6
Ilustrasi transformasi hujan-debit
9
7
Indeks infiltrasi Ф
10
8
Ilustrasi hidrograf satuan berasal dari kejadian hujan
13
9
Sistim ordo sungai menurut Strahler
16
10
Ilustrasi penentuan panjang jalur hidraulik
17
11
Pdf waktu tempuh butir air dan Isokron
18
12
Bentuk DAS dan nisbah percabangan
19
13
Pengaruh kerapatan data DEM merepresentasikan bentuk bumi
21
14
Ilustrasi batas sub-DAS pada berbagai gris dan skala
22
15
Ilustrasi pembuatan jaringan aliran buatan
23
16
Diagram alir tahapan penelitian
25
17
Diagram alir tahapan analisis spasial
26
18
Ilustrasi proses interpolasi
27
19
Peta Lokasi DAS Ciliwung Hulu
34
20
Peta Bentuk Lahan DAS Ciliwung Hulu
35
21
Peta Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu
39
22
Peta Geologi DAS Ciliwung Hulu
40
23
Peta Tanah DAS Ciliwung Hulu
42
24
Ilustrasi penambahan jalur aliran hidraulik
47
25
Gambar jaringan sungai DAS Ciliwung Hulu yang asli dan artificial hasil analisis simulasi pada berbagai skala dan ukuran grid
48
26
Pembagian area DAS Ciliwung Hulu berdasarkan garis batas isokron
51
27
Kurva pdf model Klasik dan H2U
59
28
Grafik hasil analisis aliran permukaan pengukuran dan simulasi dari 7 episode hujan terpilih dengan model Klasik
61
29
Grafik hasil analisis aliran permukaan pengukuran dan simulasi dari 7 episode hujan terpilih dengan model H2U
67
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Data 40 hari hujan terbesar yang menghasilkan tinggi muka air (TMA) > 1 m di AWLR Katulampa dari Januari 2001 s/d April 2002
77
2
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 1 Oktober 2001
78
3
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 6 Nopember 2001
80
4
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 14 Nopember 2001
82
5
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 18 Januari 2002
84
6
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 3 Pebruari 2002
86
7
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 7 Pebruari 2002
88
8
Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 12 Pebruari 2002
90
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skenario pembangunan yang selama ini terjadi secara kasat mata sudah menimbulkan dampak-dampak yang negatif yang terus berlangsung dan cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Manusia mengubah
tataguna lahan untuk berbagai kepentingan yang pada gilirannya akan mengakibatkan
degradasi
lahan.
Degradasi
lahan
dapat
mengakibatkan
meningkatnya aliran permukaan dan erosi pada bagian hulu dan sedimentasi disertai banjir di bagian hilir. Analisis banjir, erosi, sedimentasi membutuhkan analisis model hidrologi yang menurut Jain et al. (1997) merupakan suatu usaha untuk mensimulasikan sistem hidrologi secara matematis, dari curah hujan hingga limpasan permukaan (stream flow) yang tergambarkan dalam kurva hidrograf aliran dan biasanya dianalisis melalui pemodelan prediksi debit. Salah satu metode yang sering digunakan dalam mengembangkan model prediksi debit adalah metode hidrograf satuan (unit hidrograph) yang pertama kali dikembangkan oleh Sherman, seorang hidrolog Amerika pada tahun 1932. Kemudian, Nash (1957) mengenalkan sebuah model yang dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa bentuk hidrograf dari suatu daerah aliran sungai (DAS) identik dengan hidrograf dari suatu seri n reservoar linier bertingkat. Hidrograf satuan diperoleh berdasarkan pengatusan hujan satuan yang melewati reservoarreservoar tersebut. Selanjutnya Rodriguez-Iturbe dan Valdes (1979) memperkenalkan konsep hidrograf
satuan
geomorfologi
(Geomorphologic
Instantaneous
Unit
Hydrograph/GIUH). Menurut konsep GIUH, hidrograf satuan dapat diturunkan dari fungsi kerapatan probabilitas (probability density function/pdf) waktu tempuh setiap butir hujan dari titik jatuhnya di permukaan DAS sampai titik pelepasan (outlet).
GIUH merupakan sebuah model probabilitas yang menghubungkan
fungsi respon DAS dengan karakteristik DAS.
Deskripsi Geomorfologi DAS
yang digunakan untuk menentukan fungsi respon DAS meliputi Orde Sungai, Rasio panjang dan Rasio Percabangan Sungai dan Rasio luas.
Pada
era
seribu
sembilan
ratus
sembilan
puluhan,
model
H2U
(Hydrogramme Unitaire Universel), dikembangkan oleh Profesor Jean Duchesne pada laboratorium hidrologi, Ecole Nationale Supérieure Agronomique (ENSA) Rennes Prancis. Model ini lahir sebagai pembuktian secara teoritis, asumsi bahwa hidrograf debit dan juga fenomena fisik lainnya dapat dianalogikan seperti distribusi kecepatan molekul menurut hukum Maxwell atau repartisi spektral radiasi benda hitam menurut hukum Planck. Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep GIUH. Model H2U menghitung kurva pdf butir hujan berdasarkan dua parameter yang dapat dihitung secara mudah pada peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur hidraulik. Kekurangan dari model H2U pada awalnya adalah transfer hujan lebih (excess rainfall)
diasumsikan hanya terjadi pada jaringan sungai, belum
mempertimbangkan proses hidrologi dalam lereng (hillslope). Model ini hanya dapat diaplikasikan untuk simulasi aliran permukaan pada DAS kecil, menengah, dan besar tetapi belum memungkinkan diaplikasikan pada DAS mikro karena kerapatan jaringan sungai tidak memadai. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pemodelan hidrologi mulai banyak dikembangkan sejak awal tahun 1990.
Hal ini dikarenakan
ketersediaan data spasial yang memadai dan kemajuan perangkat keras dan piranti lunak SIG untuk menganalisis model-model hidrologi secara terdistribusi (Maidment, 1996). Aspek morfologi DAS seperti delineasi batas DAS dan pembuatan jaringan aliran artificial, penentuan ordo sungai, rasio percabangan sungai , rasio panjang sungai, luas dan perimeter DAS, besar kemiringan dan arah lereng, kerapatan drainase dan aspek lainnya dapat diperoleh dari
analisis data digital elevation
model (DEM) dengan bantuan SIG. 1.2. Tujuan Tujuan dari studi kasus ini adalah a. Mengaplikasikan SIG ke dalam model H2U, dengan membuat jaringan hidraulik artificial dan ditambahkan ke dalam jaringan sungai yang ada.
2
b. Menilai perbedaan karakteristik morfologi DAS hasil analisis SIG dengan menggunakan data DEM yang diperoleh dari berbagai skala peta dasar dan ukuran grid yang berdeda-beda. c. Menguji akurasi hasil hidrograf debit aliran permukaan berdasarkan model Klasik dan H2U 1.3. Hipotesis Penggunaan peta yang lebih detil atau pada skala yang lebih besar dan dengan ukuran grid yang lebih kecil diharapkan dapat lebih menggambarkan bentuk morfologi DAS yang sesungguhnya, sehingga diduga akan memberikan hasil perhitungan yang lebih mendekati kenyataan yang sebenarnya., begitu pula sebaliknya.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung melalui vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, bukit) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Air yang di laut maupun daratan mengalami evaporasi, begitu pula vegetasi yang mengalami transpirasi yang diakibatkan oleh radiasi matahari yang selanjutnya membentuk gumpalan uap air/awan yang kemudian secara gravitasi jatuh dalam bentuk hujan. Kejadian tersebut merupakan suatu pergerakan yang membentuk suatu siklus dan yang disebut sebagai siklus hidrologi tertutup seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Hidrologi Tertutup (Chow et al., 1988) Aliran air permukaan bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak lagi tertutup, karena system tertutup itu dipotong pada suatu bagian tertentu dari seluruh system aliran. Transportasi aliran diluar bagian aliran air permukaan merupakan masukan dan keluaran dari sub-sistem aliran air permukaan tersebut,
Gambar 2. Aliran Permukaan dan Aliran Bawah Permukaan pada Sistem Terbuka (Lewin, 1985 dalam Kodoatie dan Roestam, 2005) begitu pula dengan aliran air tanah (aliran bawah permukaan) seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2. Daerah aliran sungai (DAS) sebagai satuan wilayah yang dibatasi oleh batasbatas topografi alami yang menerima curah hujan, mengumpulkan dan menyimpan air, sedimen dan unsur hara lainnya, serta mengalirkannnya melalui anak-anak sungai yang kemudian keluar melalui sungai utama, membentuk suatu siklus hidrologi yang terbuka (Pawitan dan Daniel, 1995). 2.2. Aliran Permukaan (Runoff) Aliran permukaan merupakan aliran yang terbentuk pada permukaan tanah saat terjadi hujan dan merupakan penyumbang terbesar hidrograf banjir. Mekanisme pembentukan aliran permukaan dapat diilustrasikan menurut beberapa konsep. Dua konsep yang dapat disajikan diantaranya adalah sebagai berikut : Konsep Horton Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Horton tahun 1933. Menurut konsep ini, aliran permukaan terjadi saat intensitas hujan melampaui kapasitas
5
infiltrasi tanah. Aliran permukaan dianggap sebagai lapisan air tipis yang menutupi secara merata seluruh permukaan DAS. Konsep Zone Konstributif Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Cappus tahun 1960, bahwa aliran permukaan dihasilkan dari seluruh curah hujan yang jatuh pada zona kedap (impermeable) atau jenuh yang berfluktuasi mengikuti fluktuasi ketinggian ratarata air tanah. Saat terjadi hujan, zona kontributif meluas dari daerah dekat jaringan sungai menjauh menuju hulu. Konsep Horton
Konsep Zona Kontributif Waktu
Waktu
100% hujan mengalir sebagai aliran permukaan di atas 5% permukaan DAS
5% hujan mengalir sebagai aliran permukaan di atas 100% permukaan DAS
Hujan
Hujan Hujan
Aliran permukaan terjadi pada zona jenuh dan merupakan efek ‘tembakan’ air dari zona jenuh
Aliran permukaan terjadi karena Intensitas hujan > kapasitas infiltrasi
Pengisian air tanah
Hidrograf banjir Vol. _ aliran _ permukaan = 5% Vol. _ hujan
Waktu
Gambar 3.
Konsep Horton dan Konsep Zona Kontributif (Mérot, 1995 dalam Kartiwa, 2004). 6
2.3. Pemisahan Hidrograf Dalam suatu siklus hidrologi, aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang tidak terinfiltrasi oleh tanah ataupun terintersepsi oleh tajuk tanaman, yang mengalir di atas permukaan tanah untuk selanjutnya mencapai sungai (Viessman et al., 1972).
Aliran permukaan (runoff) merupakan komponen
terbesar penyumbang debit pada saat terjadi banjir. Untuk menghitung volume aliran permukaan, para hidrolog menggunakan metode klasik yang dikenal dengan metode analisis pemisahan hidrograf (hydrograph separation). Menurut Viessman et al. (1972), hidrograf debit sungai terdiri dari curah hujan yang jatuh di atas permukaan sungai, aliran bawah permukaan, dan aliran air bawah tanah.
Dalam analisis hidrograf, sumbangan air hujan yang jatuh
langsung di atas permukaan sungai diabaikan. Beberapa peneliti membagi aliran sungai menjadi dua komponen, yakni aliran permukaan dan aliran dasar (baseflow).
Sedangkan peneliti yang lain
mengusulkan pembagian hidrograf menjadi 3 komponen, yaitu : aliran permukaan, aliran bawah permukaan (subsurface runoff) dan aliran air bawah tanah (groundwater flow). a
Q
b
(
Q
(
C C
t (h)
c
Q
t (h)
d
(
Q
( Aliran Aliran bawah
Gambar 4.
t (h)
t (h)
t (h)
t (h)
Aliran bawah tanah
Pemisahan Hidrograf Menjadi Dua Komponen : a) Linsley dan Franzini (1972), b) Réménieras (1976) ; atau 3 Komponen : c) Roche (1963), d) Nouvelot (1993) dalam Kartiwa (2004). 7
Hidrograf aliran menurut Dooge (1973) dapat diterangkan dalam grafik seperti pada Gambar 5.
Aliran permukaan (DRO)
Sisi turun (recession) q = q e − kt t 0
Gambar 5. Kurva hidrograf satuan Keterangan : D = Lama hujan tp’ = waktu mulai hujan lebih sampai terjadi puncak aliran / puncak hidrograf tp = time to peak, yaitu waktu dari setengah massa curah hujan lebih sampai terjadi puncak aliran permukaan / puncak hidrograf tL = time of lag, yaitu waktu dari setengah massa curah hujan sampai setengah massa aliran permukaan tR = time of rise, waktu hidrograf mulai naik sampai terjadi puncak aliran/hidrograf B = waktu hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit relatif kembali mendekati debit hidrograf mulai naik/ besaran yang telah ditetapkan. Bentuk hidrograf sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, yaitu : (1) intensitas hujan, (2) lama hujan dan (3) arah gerak hujan. Intensitas hujan yang tingggi akan menyebabkan hidrograf naik dengan cepat, dan biasanya terjadi dalam waktu yang pendek demikian pula sebaliknya. Arah gerak hujan ke hulu akan menyebabkan hidrograf naik mencapai puncak dengan waktu dasar yang relatif panjang dan sebaliknya.
8
2.4. Pemodelan Aliran Permukaan
Transformasi hujan menjadi debit di titik pelepasan (outlet) suatu DAS merupakan sebuah proses sangat kompleks.
Untuk membuat skema proses
tersebut, para hidrolog membaginya menjadi dua bagian: fungsi produksi (production function/loss function) dan fungsi alihan(transfer function). Fungsi produksi menyatakan transformasi curah hujan bruto menjadi curah hujan netto (effective rainfall) melalui berbagai tahapan proses diantaranya: intersepsi oleh tajuk tanaman, penyimpanan oleh cekungan, evaporasi dan infiltrasi. Fungsi produksi yang berperan merubah curah hujan total menjadi hjuan netto pada suatu DAS sangat bergantung pada karakteristik permukaan tanah (pengolahan dan jenis/sifat tanah) dan karakteristik penggunaan lahan atau penutup lahan (Perez, 1994 dalam Kartiwa, 2004). Dalam pemodelan hujan-debit, semua proses tersebut di atas dianggap sebagai kehilangan input hujan. Sedangkan fungsi alihan adalah transformasi curah hujan neto menjadi hidrograf debit aliran permukaan.
Fungsi Produksi
Hujan Neto
Hujan Bruto
Fungsi Alihan
Hidrograf debit
Gambar 6. Ilustrasi Transformasi Hujan-Debit
9
2.4.1. Sub Pemodelan Fungsi Produksi 2.4.1.1.
Metode Sederhana Penentuan Hujan Neto
Hujan neto adalah bagian hujan bruto yang tidak dapat ditahan oleh permukaan ataupun diinfiltrasi ke dalam tanah. Hidrograf hujan neto adalah faktor penting dalam studi transformasi hujan debit (Chow et al., 1988). Penentuan hujan neto dapat dilakukan dengan dua cara berbeda, •
Cara sederhana, jika data debit tersedia
•
Cara deterministik, jika data debit tidak tersedia
Dua metode sederhana yang dimaksud adalah : Indeks infiltrasi (Φ) dan koefisien aliran permukaan (Kr). Menurut Llamas (1993) dalam Kartiwa (2004) , Indeks infiltrasi Φ merepresentasikan
besaran kapasitas infiltrasi rata-rata yang
menentukan intensitas hujan pada interval tertentu untuk terinfiltrasi atau mengalir sebagai aliran permukaan. Intensitas hujan
Aliran Permukaan
Pengisian cadangan air tanah Waktu
Gambar 7. Ilustrasi Indeks Infiltrasi Φ menurut Llamas Nilai Φ ditetapkan berdasarkan rumus dibawah ini : Ru =
M
∑ ( Pb m =1
m
− ΦΔ t )
dimana : Ru : aliran permukaan total dari pengamatan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf (mm) Pbm : intensitas hujan bruto untuk interval m (mm)
10
Sedangkan koefisien aliran permukaan (Kr) adalah rasio antara volume aliran permukaan dengan volume presipitasi. Dengan demikian, hujan neto dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : M
Ru = ∑ Pbm .Kr m =1
2.4.1.2. Penentuan Hujan Netto Berdasarkan Aplikasi Persamaan Infiltrasi
Pada saat hujan, bagian yang dianggap sebagai kehilangan presipitasi terdiri dari intersepsi oleh penutup tajuk, simpanan depresi permukaan seperti air yang terakumulasi dalam cekungan dan infiltrasi ke dalam tanah. Intersepsi dan simpanan depresi permukaan ditentukan oleh karakteristik vegetasi serta karakteristik permukaan tanah atau dianggap dapat diabaikan untuk kejadian hujan dengan intensitas tinggi (Chow et al., 1988). Untuk menghitung hujan neto, beberapa persamaan infiltrasi dapat digunakan seperti yang telah dikembangkan oleh Green - Ampt (1911), Horton (1933) dan Philip (1957) dalam (Chow et al., 1988). Konsep Horton menyatakan kapasitas infiltrasi sesaat sebagai fungsi waktu menurut persamaan: f(t) = fc + (fo-fc)e-kt f(t) fo fc k t
: kapasitas infiltrasi pada waktu t (mm/menit) : kapasitas infiltrasi awal (mm/menit) : kapasitas infiltrasi final (mm/menit) : konstanta (menit-1) : waktu (menit)
Dengan mengintegralkan persamaan di atas, akan kita dapatkan persamaan untuk menghitung volume infiltrasi (F) pada waktu t : F(t) = fc.t + (fo – fc)(1-e-kt)/k Untuk mempermudah perhitungan pada pemodelan fungsi produksi, kita harus mengintegrasikan persamaan infiltrasi sesaat Horton kedalam persamaan di atas sehingga akan diperoleh model matematik yang menghubungkan antara kapasitas infiltrasi sesaat (f) dengan volume infiltrasi (F): f(t) = fo – k [F(t)-fc.t]
11
Persamaan ini dapat menghitung kapasitas infiltrasi sesaat pada semua kondisi baik tanah telah jenuh atau belum sebagai fungsi dari jeluk air yang sudah terinfiltrasi sebelumnya. Berdasarkan persamaan di atas, intensitas hujan neto dapat dihitung dengan persamaan berikut: Pn(t) =Pb(t) – {fo – k[F(t)-fc.t]} 2.4.1.3. Metoda SCS
Soil Conservation Service (SCS) (1972) telah mengembangkan satu metode untuk menghitung hujan neto dengan mengenalkan prosedur sederhana disebut tehnik bilangan kurva (Curve Number). Menurut metode ini, aliran permukaan (atau hujan neto) dihitung menurut persamaan : Q=
(P − I a ) 2 (P − 0,2S ) 2 = (P − I a + S ) P + 0,8S
⎛ 1000 ⎞ S = 25,4⎜ − 10⎟ ⎝ CN ⎠ Q : debit aliran permukaan atau hujan neto (mm) P : curah hujan (mm) Ia : kehilangan inisial (mm) S : retensi potensial maksimum (mm) CN : Curve Number (tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel) 2.4.2. Sub Pemodelan Fungsi Alihan / Fungsi Transfer 2.4.2.1. Model Fungsi Alihan Berbasis Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah suatu hidrograf tipikal dari suatu basin yang merupakan penjumlahan hidrograf-hidrograf dasar.
Disebut hidrograf satuan,
karena untuk penyederhanaan, volume aliran permukaan pada hidrograf disesuaikan dengan 1 cm kedalaman ekivalen di atas basin. Hidrograf dasar sendiri adalah gambaran teorik kurva aliran permukaan DAS kecil dan kedap yang mendapatkan input curah hujan yang konstan (Sherman, 1932 dalam Kartiwa, 2004). Gambar 8a dan 8b mengilustrasikan hidrograf yang dihitung berdasarkan penjumlahan hidrograf-hidrograf dasar menurut konsep hidrograf satuan. 12
Hidrograf total pada Gambar 8a diturunkan dari penggandaan intensitas hujan satuan dari satu unit intensitas hujan menjadi dua unit, sedangkan hidrograf total pada Gambar 8b diturunkan dari penggandaan lama hujan dari satu unit lama waktu menjadi tiga. Hujan satuan dengan intensitas A dan B (intensitas total = A+B)
B
Aliran permukaan berasal dari hujan satuan B
Aliran permukaan berasal dari hujan satuan A
A
Gambar 8a. Ilustrasi hidrograf berasal dari kejadian hujan dengan intensitas dua kali lipat hujan satuan.
Hujan satuan dengan intensitas sama, lama hujan total = 3xA
A
B
C
Aliran permukaan berasal dari hujan satuan C Aliran permukaan berasal dari hujan satuan B Aliran permukaan berasal dari hujan satuan A
Gambar 8b.Ilustrasi hidrograf berasal dari kejadian hujan dengan lama hujan tiga kali lipat hujan satuan Saat diperkenalkan pertama kali oleh Sherman, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf data debit pada episode tertentu serta dilakukan analisis sederhana hubungan antara debit aliran permukaan yang diperoleh dengan pasangan histogram hujannya. Terdapat beberepa metode empiris yang dikembangkan oleh para penerus Sherman untuk menghitung hidrograf satuan, diantaranya adalah sebagai berikut : 2.4.2.2. Model Nash.
Nash (1957) mengenalkan sebuah model yang dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa bentuk hidrograf dari suatu DAS identik dengan hidrograf dari suatu seri n 13
reservoar linier identik. Hidrograf satuan diperoleh berdasarkan pengatusan hujan satuan yang melewati reservoar-reservoar dimaksud. 1 ⎛ t ⎞ u (t ) = ⎜ ⎟ K (n − 1)! ⎝ K ⎠
dimana : u(t)
n −1
e −t / K
: hidrograf satuan
K
: parameter reservoar
n
: jumlah seri reservoar
K dan n dapt dihitung dengan metode momen : M 1 = nK M 2 = n(n + 1) K 2
2.4.2.3.
Model Rodriguez-Iturbe dan Valdes.
Rodriguez-Iturbe dan Valdes (1979) memperkenalkan konsep hidrograp satuan geomorphologi
(Geomorphologic
Instantaneous
Unit
Hydrograph/GIUH).
Menurut konsep GIUH, hidrograf satuan dapat diturunkan dari fungsi kerapatan probabilitas (probability density function/PDF) waktu tempuh setiap butir hujan dari titik jatuhnya di permukaan DAS sampai titik pelepasan (outlet). GIUH dihitung dengan persamaan berikut: u (t ) =
d P(Tb ≤ t ) = ∑ [ f T ,ω (t ) * ... * f T ,Ω ] P( s ) dt s∈S
dimana : S
: jumlah keseluruhan jaringan hidrologi yang mungkin terdapat dalam suatu DAS fT,ω(t) : fungsi kerapatan probabilitas waktu tempuh, jaringan hidrologi orde ke s P(s) : probabilitas kejadian jaringan hidrologi s Ts : waktu tempuh dalam jaringan hidrologi s * : konvolusi Rodriguez-Iturbe dan Valdés (1979) mengasumsikan bahwa fungsi
kerapatan probabilitas waktu tempuh fT,ω(t) memiliki bentuk ekponensial dengan parameter λω : f T ,ω (t ) = λω e − λω t
14
λω = dengan : v Lω 2.4.2.4.
v Lω
: kecepatan rata-rata aliran : panjang rata-rata jaringan hidrologi Model H2U
Model H2U (Hydrogramme Unitaire Universel), dikembangkan oleh laboratorium hidrologi, Ecole Nationale Supérieure Agronomique (ENSA) Rennes oleh Profesor Jean Duchesne. Model ini lahir sebagai pembuktian secara teoritis, asumsi bahwa hidrograf debit dan juga fenomena fisik lainnya dapat dinalogikan seperti distribusi kecepatan molekul menurut hukum Maxwell atau repartisi spektral radiasi benda hitam menurut hukum Planck (Duchesne et al., 1998 dalam Kartiwa , 2004 ; Irianto et al., 1997). Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut konsep HUIG menurut Rodriguez-Iturbe dan Valdes (1979). Model H2U menghitung kurva pdf butir hujan berdasarkan dua parameter yang dapat dihitung secara mudah pada peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum dan L rataan, yaitu panjang ratarata jalur aliran air, seperti persamaan berikut ini. n
n
L = ∑ li i =1
ρ(L) L n L Γ
n
n. L
−1 − dN L ⎛ n ⎞ 2 1 ρ ( L) = .L2 .e 2.L =⎜ ⎟ . N .dL ⎝ 2.L ⎠ ⎛n⎞ Γ⎜ ⎟ ⎝2⎠
: pdf panjang alur hidraulik : panjang alur hidraulik : order sungai : panjang rata-rata alur hidraulik : fungsi gamma x
− 1 .xα −1.e β f ( x, α , β ) = α β Γ(α )
Persamaan diatas diaplikasikan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan sungai, menjadi seperti berikut: ⎛ n.V ρ RH (t ) = ⎜⎜ RH ⎝ 2.L
n
n.VRH .t n −1 − ⎞2 1 2 ⎟ . .t .e 2.L ⎟ n ⎛ ⎞ ⎠ Γ⎜ ⎟ ⎝2⎠
15
dengan : ρRH(t) : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t. n
: order maksimum DAS
VRH
: kecepatan aliran rata-rata pada jaringai sungai
L
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai
Γ
: fungsi gamma
t
: interval waktu
¾ Penentuan Order Sungai Order sungai menunjukkan tingkat kerapatan jaringan sungai suatu DAS. Order sungai dapat ditetapkan salah satunya menurut metode Strahler (1964). Menurut metode ini, penentuan order sungai mengikuti kaidah sebagai berikut: •
Order pertama adalah awal aliran yang tidak memiliki cabang sungai,
•
Apabila dua aliran dari order ω bergabung akan terbentuk order ω + 1,
•
Apabila dua aliran dari order yang berbeda bergabung akan membentuk aliran sama dengan order yang lebih besar (Gambar 9). 1 1 1
1 2 2
1
1 3
2
1
2 3 1 3
2 3
2
4
1 1
1
1
Gambar 9. Sistem Order Sungai Menurut Strahler Strahler, 1964.
¾ Penentuan Panjang Jalur Hidraulik Penentuan panjang jalur hidrolik merupakan penjumlahan jalur aliran dari ordo sungai yang paling awal dimasuki oleh titik air sampai ke outlet.
16
A kontur
l1 l2
l3
Air hujan jatuh pada titik A, panjang total :
L
= l1 + l2 + l3
Gambar 10. Ilustrasi Penentuan Panjang Jalur Hidraulik Untuk menghitung debit aliran permukaan, digunakan rumus sebagai berikut :
Q ( t ) = S [PN ( t ) ⊗ ρ ( t ) ] Q(t) S PN(t) ρ(t)
8
: debit aliran permukaan pada waktu t : luas DAS : intensitas hujan neto pada waktu t : pdf waktu tempuh butir hujan pada waktu t dihitung dari pdf panjang alur hidraulik berdasarkan penetapan kecepatan aliran : simbol konvolusi
2.5. Metode Fungsi Kerapatan Peluang Klasik Debit aliran dapat dihitung melalui proses convolution yaitu :
QD (t ) = S
t
∫
Ii (τ ) ρ (t − τ ) dτ
0
QD (t ) = debit aliran (m3/s), S = area DAS (m2), Ii (τ ) = rata-rata hujan efektif di seluruh DAS, dan ρ (t − τ ) adalah fungsi kerapatan peluang (IUH).
17
Fungsi kerapatan peluang (pdf) jaringan hidrologi secara klasik dapat pula diperoleh dari rasio jumlah sungai orde satu pada setiap isokron terhadap total jumlah sungai orde satu di seluruh DAS (Smart, 1972 dalam Chow et al., 1988). Fungsi kerapatan peluang jaringan sungai tersebut dapat ditulis sebagai berikut : ρi=
N
i
n
∑
N
i
i=1
dimana ρi = pdf isokron ke-i, Ni = jumlah jaringan sungai orde-1 yang terdapat pada isokron ke-i. Isokron adalah suatu garis maya yang membatasi luasan area dari suatu DAS di mana hujan yang jatuh di dalamnya kemudian menjadi aliran permukaan diasumsikan mempunyai waktu tempuh yang sama, mengalir menuju outlet. Sedangkan area di dalam batas dua garis isokron disebut sebagai isodistance.
Ordinat Y
pdf6
pdf5 pdf3
pdf4
pdf2
Isokron
pdf1 Absis X
Pdf
fdp1
fdp2
fdp
fdp
fdp
fdp
Jarak Dari Outlet atau waktu
Gambar 11. Pdf Waktu Tempuh Butir Air Hujan dan Isokron 18
2.6. Hubungan Morfologi DAS Terhadap Hidrograf Satuan Morfologi DAS yang menentukan dalam analisis hidrograf debit aliran permukaan pada suatu DAS adalah kemiringan sungai utama, bentuk DAS, ordo sungai, nisbah percabangan sungai , nisbah panjang sungai dan kerapatan drainase (Arsyad, 2000; Asdak, 1977; Sri Harto, 1993; Strahler, 1964). Daya tampung terhadap masukan hujan ditentukan oleh luas DAS, makin luas makin besar volume air yang dapat disimpan dan dialirkan dalam bentuk debit sungai, sehingga bentuk hidrograf akan berbeda untuk luasan DAS yang berbeda. Kemiringan DAS akan menentukan kecepatan aliran sungai, yang akan pula menentukan daya kuras DAS. Semakin besar kemiringan DAS semakin cepat aliran sungai, semakin singkat waktu mencapai puncak hidrograf. Llamas (1993) dalam Kartiwa (2004) menyatakan bahwa besaran V dapat juga diperoleh dari persamaan = 20 Sin
3/5
α dengan α adalah beda tinggi antara titik titik ujung
sungai ordo 1 sampai outlet yang terpanjang dibagi jarak terpanjang sungai ordo1 sampai outlet yang terpanjang tersebut. Bentuk DAS dan nisbah percabangan mempunyai hubungan seperti yang terlihat pada Gambar 12.
Debit
Waktu
Waktu
Gambar 12. Bentuk DAS dan nisbah percabangan Bentuk DAS yang memanjang dengan ordo sungai yang kecil akan mempunyai nisbah percabangan yang rendah, dimana kurva hidrograf relatif lebih melandai dengan debit puncak yang lebih kecil (Strahler, 1964). 19
2.7. Sistim Informasi Geografis Sistim Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistim perangkat keras dan lunak komputer serta prosedur-prosedur yang dirancang untuk mendukung perolehan, pengelolaan, manipulasi, analisis, pengaturan dan penampilan data bereferensi keruangan & dipakai sebagai sarana acuan dalam perencanaan, dan pengelolaan permasalahan yang kompleks (Federal Interagency Coordinating Committee, 1988 dalam Antenucci et al., 1991). Maidment (1996) menyatakan ada 10 tahapan prosedur dalam analisis hidrologi berbasis SIG, yaitu ; (1) rancangan studi yang meliputi tujuan, ruang lingkup, algoritma proses analisis dan variable masukan yang akan dihitung, (2) analisis terrain untuk delineasi DAS dan struktur jaringan aliran dari DEM, (3) analisis permukaan lahan yang meliputi aspek tanah, penutup lahan, perubahan perkotaan dan jalan, (4) analisis aliran bawah permukaan, (5) analisis data hidrologi yang meliputi posisi stasiun curah hujan, pengukuran data secara berkala dan interpolasi data iklim yang bersifat titik menjadi wilayah, (6) analisis neraca air yang meliputi proses evapotranspirasi, infiltrasi, dan intersepsi, (7) analisis pergerakan air di permukaan dan bawah permukaan, (8) analisis pergerakan sedimen, (9) analisis dampak bangunan air, seperti bendungan dll dan (10) penyajian hasil studi.
2.8. Digital Elevation Model (DEM) dan Piranti Lunak DiGem Permukaan bumi mempunyai jumlah titik elevasi yang tidak terbatas untuk diukur dan adalah mustahil untuk merekam seluruh titik tersebut.
Sebuah
pendekatan metode sampling harus digunakan untuk memperoleh titik-titik yang representatif sehingga dapat mewakili bentuk permukaan bumi yang aktual. Ada tiga metode yang biasa digunakan dalam merepresentasikan bentuk muka bumi secara digital yaitu :
¾ Dalam bentuk garis kontur (line model) ¾ Bentuk matrik grid cell yang teratur dan dikenal dengan istilah DEM (Digital Elevation Model) yang dapat dikelompokkan lagi menjadi : •
Format Lattice, apabila setiap titik perpotongan dari matrik grid cell (pixel) mempunyai nilai elevasi tertentu. 20
•
Format Raster, apabila setiap matrik grid cell (pixel) diwakili oleh satu nilai elevasi, sehingg setiap pixel mempunyai ketinggian yang sama/datar.
¾ Bentuk segitiga-segitiga tidak beraturan yang berhubungan satu sama lain berdasarkan hukum Delaunnay disebut Triangulated Irregular Network (TIN). Masing-masing metode diatas mempunyai kelebihan dan kekurangannya, tetapi Hutchinson dan Gallant (1999) menyatakan bahwa format raster (DEM) ini memudahkan proses integrasi dengan data , karena sudah mempunyai bentuk dasar yang sama yaitu grid (pixel/raster). DiGem (Digitales Gelände-Modell) merupakan piranti lunak yang dikhususkan untuk analisis permukaan bumi (digital terrain analysis), dengan menggunakan bahasa program C++ pada platform Windows. Model ini dibangun oleh Olaf Conrad pada tahun 1997/98
pada saat menyelesaikan disertasinya
dengan judul 'Derivation of Hydrologically Significant Parameters from Digital Terrain Models' pada Departement for Physical Geography, University of Göttingen (Germany). Saat ini piranti lunak DiGem telah dikembangkan dengan nama SAGA (System for Automated Geoscientific Analyses) dan merupakan piranti lunak Free Open Source Software (Conrad, 2005). Melalui piranti lunak DiGem, analisis parameter permukaan bumi seperti kemiringan lereng (slope), arah lereng (aspect), pembuatan jaringan aliran buatan dan delineasi area DAS dapat diturunkan dari data DEM. Akurasi data DEM dalam merepresentasikan bentuk permukaan bumi tergantung dari jarak/ kerapatan data titik-titik tinggi (kontur) yang tersedia, semakin rapat titik tinggi yang tersedia akan mendekati keadaan aktual permukaan bumi seperti terlihat dalam Gambar 13.
Gambar 13. Pengaruh Kerapatan Data DEM Merepresentasikan Bentuk Bumi Selanjutnya Maidment (1996) menunjukkan hubungan antara ukuran sel DEM dan ukuran besar DAS seta tipe aplikasi hidrologi yang cocok untuk diterapkan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. 21
Tabel 1. Hubungan Antara Ukuran Sel DEM dan Tipe Aplikasi Hidrologinya Ukuran sel DEM Geografi 1” 3” 15” 30” 3’ 5’
Ukuran sel DEM Metrik 30 m 90 m 460 m 930 m 5,6 km 9,3 km
Ukuran DAS (km2) 5 40 1000 4000 150.000 400.000
Tipe Aplikasi Urban watersheds Rural watersheds River basins Nations Continents Global
2.9. Analisis Batas DAS dan Jaringan Aliran Buatan. Ilustrasi penarikan batas sub DAS pada berbagai ukuran grid dan skala disajikan pada Gambar 14. Melalui analisis data DEM dengan piranti lunak Digem, terbentuk jalur aliran buatan sehingga membentuk jaringan hidraulik simulasi seperti terlihat pada Gambar 15 (Conrad, 2001). Ukuran grid 200 m, skala 1 : 250.000
Ukuran grid 100 m, skala 1 : 100.000
Ukuran grid 50 m, skala 1 : 50.000
Ukuran grid 25 m, skala 1 : 25.000
Gambar 14. Ilustrasi Batas sub-DAS pada Berbagai Grid dan Skala (Rieger, 1992)
22
Image I terbentuk melalui pewarnaan (shading) berdasarkan nilai ketinggian setiap pixel yang diperoleh dari data DEM
Image III memperlihatkan jaringan aliran yang terbentuk ke semua arah sampai di pinggir batas area data DEM.
Image II terbentuk warna biru yang merupakan cekungan (sinks) hasil routine algoritma berdasarkan nilai ketinggian setiap pixel, tetapi jaringan aliran masih harus diperhitungkan untuk semua arah aliran.
Image terakhir menggambarkan jaringan drainase (aliran) peta yang seutuhnya dari seluruh area DEM
Gambar 15. Ilustrasi pembuatan jaringan aliran artificial (channel network) melalui piranti lunak DIGEM
III. 3.1.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
3.1.1. Pengumpulan Data/Bahan Pelaksanakan penelitian ini dilakukan dengan mengumpukan data sebagai berikut : 1. Data hidrologi berpasangan yaitu data curah hujan dan data debit aliran sungai pada tahun-tahun terpilih 2. Data digital dan hard copy peta rupabumi Bakosurtanal skala 1 : 25000 meliputi : a. Lembar 1209-141 Ciawi
b. Lembar
1209-144
Gunung
Hambalang c. Lembar 1209-142 Cisarua
d. Lembar 1209-231 Cipanas
e. Lembar 1209-143 Bogor
f. Lembar 1209-124 Salabintana
dan peta topografi 1 : 50.000 daerah Bogor dan sekitarnya yang meliputi : a. Lembar 4322-I Tjitjurug
b. Lembar 4323-II Bogor
3.1.2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak yang Digunakan Personal komputer, meja digitasi, plotter, dan GPS (Global Positioning System). Sedangkan perangkat lunak yang dipergunakan adalah : Surfer 7.0, ArcInfo 3.5.1, Arcview 3.2 + modul tambahan (extension), Digem versi 2.0 tahun 2001, R2V dan Microsoft Office 2003 serta AutoCAD 2000. 3.2. Metode dan Tahapan Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam bentuk identifikasi dan karakterisasi yang penekanannya melalui analisis data dan simulasi dengan tehnik dan tahapan pelaksanaannnya seperti terlihat pada Gambar 16. 3.2.1. Metode Penentuan Morfologi DAS Morfologi DAS merupakan representasi bentuk DAS maupun jaringan sungainya yang yang merupakan dimensi spasial (fraktal) yang harus dihitung besarannya. Kegiatan pekerjaan analisis spasial disajikan pada Gambar 17.
Persiapan
Pengumpulan Data Hujan , Debit sungai dan posisi georeferensi serta peta-peta
Analisis hujan Analisis peluang hujan harian maksimum dengan metode Gumbel pada beberapa periode ulang berdasarkan data curah hujan harian 20 tahunan Pemilihan 40 kejadian hujan terbesar di dua stasiun ARR, dan kemudian dipilih 7 pasang kejadian hujan dan debit dengan puncak tunggal serta menghasilkan tinggi muka air pada AWRL >1,1 m Penyetaraan kedalaman hujan pada selang pengamatan yang sama (intensitas 30 menit) dari kedua stasiun ARR. Analisis hujan wilayah 30 menit-an menggunakan metode thiessen Analisis kedalaman hujan efektif (Pn) dengan metode koefisien Runoff
Analisis debit sungai/ hidrograf pengamatan dan volume aliran permukaan • Konversi data tinggi muka air menjadi data debit melalui rating curve Q = 28,984 (H - 0,14)1,911 Q=debit H=tinggi muka air • Pemisahan aliran dasar & aliran permukaan dengan straight line method Penentuan volume aliran permukaan (DRO)
Analisis Morfometri DAS pada berbagai skala & grid Dimensi fraktal yakni : Penentuan batas DAS Luas DAS Ordo sungai Panjang sungai rata-rata setiap ordo Ratio panjang sungai Ratio percabangan sungai Kerapatan drainase
Analisis fungsi alihan/transfer melalui fungsi kerapatan peluang (Pdf) pada berbagai skala peta (1 : 25.000 & 1 : 50.000) dengan menggunakan : ¾ Model klasik (pdf isokron) ¾ Model H2U
Simulasi debit dengan persamaan konvolusi
Q(t ) = S [PN (t ) ⊗ ρ (t )]
Sehingga diperoleh hidrograf aliran simulasi
Uji statistik Coefficient of Efficiency / CE
Gambar 16. Diagram Alir Tahapan Penelitian
25
Mosaik secara manual peta skala 1:25000 maupun 1:50000 untuk memperoleh bayangan wilayah DAS sementara (realatif > dari DAS sebenarnya), dan identifikasi nomor sheet peta yang terpilih Gunakan Data digital kontur & titik tinggi format DXF (AutoCAD) skala 1:25000 BAKOSURTANAL, dari sheet terpilih
Lembar peta skala 1:50000 terpilih discan dalam format JPEG & didigitasi melalui AutoCAD/ARCVIEW kontur dan titik tingginya.
Konversi ke format ASCII (XYZ) sejumlah data digital terpilih tersebut menggunakan DXF2XYZ
Konversi ke format Arcinfo dan di koreksi geometri mengacu pada sistim koordinat skala 1:25000
Interpolasi data XYZ kontur & titik tinggi tersebut melalui Surfer dengan ukuran grid 25x25 m, 50x50 m dan 100x100 m yang kemudian menghasilkan 6 (enam) file grid surfer (.GRD) pada berbagai skala dan ukuran grid Analisis masing-masing ke enam file diatas untuk memperoleh batas DAS dan jaringan aliran artificial melalui DIGEM
Konversi data analisis DIGEM tersebut ke ARCVIEW, selanjutnya dilakukan penggabungan jaringan sungai sebenarnya dengan jaringan sungai artificial untuk memperoleh jaringan sungai yang lebih detil pada masing-masing skala dan grid Konversi data jaringan ke ARCINFO, & selanjut-nya dilakukan koreksi (editing) arah aliran sehingga dapat ditentukan ordo sungai melalui extension STRAHLER di ARCVIEW.
Layout peta (tampilan) dengan menambahkan tema yang dianggap perlu (batas DAS, jalan, posisi AWLR dsb) melalui ARCVIEW
Analisis network melalui modul ROUTE ARCINFO untuyk memperoleh panjang sungai setiap orde dalam format ASCII
Konversi data panjang sungai tersebut ke EXCEL untuk analisis hidrograf (pdf)
Gambar 17. Diagram Alir Tahapan Analisis Spasial
26
a. Koreksi Geometri Masukan utama untuk menentukan morfometri DAS adalah peta topografi 1 : 50.000 yang dicetak oleh U.S. Army Services pada tahun 1943 dan peta rupabumi 1 : 25.000 yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL pada tahun 1990. Kedua peta dasar ini tidak mempunyai sistim koordinat (georeference) yang sama. Oleh karena itu untuk membuat keduanya mempunyai sistim koordinat yang sama perlu dilakukan analisis koreksi geometri dengan menggunakan perangkat lunak ARCINFO. b. Pembuatan data DEM Data DEM diperoleh dari garis kontur yang terdapat pada peta topografi/rupa bumi. Interpolasinya dilakukan dengan perangkat lunak Surfer dengan menggunakan metode Inverse distance to a power (Gambar 18). +
= titik titik hasil interpolasi = garis kontur
Gambar 18.
Ilustrasi Proses Interpolasi Data Ketinggian
Interpolasi data DEM dilakukan berdasarkan masukan data peta topografi skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000 dengan ukuran grid 25 x 25 m, 50 x 50 m dan 100 x 100 m. c. Penentuan batas DAS Delineasi batas DAS dapat dilakukan secara manual (interpretasi melalui peta topografi/rupabumi yang tersedia) berdasarkan bentuk topografinya atau secara digital melalui data DEM dengan bantuan perangkat lunak Digem. Delineasi DAS dilakukan pada setiap skala peta (1: 50.000 dan 1: 25.000) dengan berbagai grid
(25 x 25, 50 x 50 dan 100 x 100 m). 27
d. Penentuan jaringan aliran/sungai Jaringan sungai yang ada pada peta didigitasi dan ditambahkan dengan jaringan aliran buatan yang dibangun melalui data DEM dengan bantuan perangkat lunak Digem. Selanjutnya
ditentukan orde sungai /jaringan aliran
berdasarkan kaidah Strahler yang dapat dilakukan secara otomatisasi dengan bantuan program interface (AVX) pada perangkat lunak ARCVIEW. e. Perhitungan panjang sungai tiap ordo Perhitungan
panjang sungai dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak ARCINFO yaitu melalui proses analisis jaringan (network analysis) yang terdapat pada modul PC-network. 3.2.2. Metode Penentuan Parameter Hidrologi a. Penetapan frekuensi peluang hujan Penentuan peluang hujan yang dimaksud adalah besaran hujan harian terpilih diperkirakan akan terjadi pada priode ulang tertentu berdasarkan data curah hujan harian beberapa tahun sebelumnya. Untuk penentuan ini digunakan data curah hujan harian selama minimal 20 tahun pada beberapa stasiun curah hujan manual yang ada di dalam DAS yaitu stasiun Gunung Mas, Citeko, Ciawi dan Katulampa yang telah diwilayahkan berdasarkan metode Thiessen. Metode yang digunakan untuk menentukan peluang hujan adalah metode Gumbel type I yang biasanya untuk analisis curah hujan maksimum (banjir) dengan menggunakan perangkat lunak Rainbow, yang ditetapkan pada beberapa priode ulang yaitu : 2, 5, 10, 15 dan 20 tahun. b. Pemilihan dan penyetaraan kedalaman curah hujan 30 menit-an Pemilihan curah hujan yang diperoleh dari pencatat hujan otomatis (Automatic rainfall recorder/ARR) yang dterletak di daerah : 1. Stasiun Enerco (Cimel Electronic, Perancis) berlokasi di daerah Tugu-Cisarua milik Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PUSLITTANAK) Departemen Pertanian dengan selang pengamatan 6 menit. 2. Stasiun Gadog
(SubDAS Ciesek) milik Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah (selang pengamatan 1 jam). 28
Dari data 2 (dua) stasiun ARR yang ada dipilih 40 (empat puluh) episode hujan terbesar dan bersifat tunggal kurun waktu ± 1,5 tahun (Januari 2001 s/d April 2002) dan juga mempunyai data tinggi muka air (debit) di Automatic Water Level Recorder (AWLR) Katulampa. Berdasarkan 40 data berpasangan tersebut diambil 7 (tujuh) pasang data yang dianggap terbaik. Kedalaman curah hujan terpilih & berpasangan dengan data debit aliran /AWLR yang terpilih disetarakan pada waktu & selang pengamatan yang sama yaitu 30 menit, yang kemudian ditentukan curah hujan wilayahnya dengan menggunakan metode Thiessen. c. Debit aliran Debit aliran (Q) dihitung berdasarkan hidrograf aliran pengukuran yang dihasilkan dari data tinggi muka air (H) dan lengkung kalibrasi aliran. Tinggi muka air diperoleh dari data yang terekam pada pencatat otomatis tinggi muka air (AWLR) yang terpasang di Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) Katulampa, Bogor. Model persamaan regresi (Q) terhadap (H) yang menyatakan lengkung kalibrasi aliran pada penampang/pintu air Katulampa adalah : Q = 28,984 (H - 0,14)1,911 ………………. (1) Q = debit aliran (m3/detik) dan H = tinggi muka air (m). Keempat lokasi stasiun curah hujan manual dan kedua lokasi ARR serta satu AWLR Katulampa diatas koordinat keruangannya ditentukan melalui pengukuran GPS (Global Positioning System). d. Pemisahan aliran limpasan dengan aliran dasar Teknik pemisahan hidrograf aliran dilakukan untuk memisahkan aliran limpasan (direct runoff) yang didalamnya termasuk aliran antara (sub surface runoff) dan aliran dasar (Gambar 1) , dilakukan dengan metode penarikan garis lurus (straight line method) yang analisisnya dilakukan beberapa tahap yaitu : 1. Memplot kurva hidrograf aliran selama satu episode banjir (kurva tunggal) 2. Menentukan titik mulai terjadinya aliran limpasan sampai titik berakhirnya melalui ujung kurva yang menurun (recession curve) yang dijabarkan dalam persamaan exponential depletion di bawah ini (Chow et al., 1988)
q t
= q e − kt 0
……………………………….(2)
29
dimana q0 = debit dimulainya/ titik awal aliran limpasan qt = debit berakhirnya/titik akhir aliran limpasan k = konstanta penurunan (recession constant) 3. Menarik garis dari titik awal aliran limpasan sampai titik berakhirnya. Seluruh proses pemisahan ini menggunakan perangkat lunak Excel. e. Penentuan Curah Hujan Efektif
Metode yang digunakan dalam penentuan curah hujan efektif adalah dengan menggunakan metode koefisien aliran permukaan.
Koefisien aliran
permukaan (Kr) adalah rasio antara volume aliran permukaan dengan volume presipitasi. Dengan demikian, hujan neto dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : M
Ru = ∑ Pbm .Kr m =1
dimana : Ru : aliran permukaan total dari pengamatan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf (mm) Pbm : intensitas hujan bruto untuk interval m (mm) Nilai Kr dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Chow et al., 1988) : Kr = (Vr * 1000) / S * h
………………….........…….(3)
dimana : Kr Vr S h
= = = =
koefisien aliran permukaan volume aliran permukaan (m3) luas DAS (m2) kedalaman hujan dalam satu kejadian hujan (mm)
Curah hujan total dengan interval pengamatan dalam Y menit ( 30 menit) dikalikan dengan nilai Kr (koefisien aliran permukaan) sehingga diperoleh hasil seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Proses Perolehan Curah Hujan Netto Selang pengamatan ( t ) Curah hujan total (mm) Curah hujan netto (mm)
T1
T2
T3
Ty
P1
P2
P3
Py
P1*Kr = Pn1
P2*Kr = Pn2
P3*Kr = Pn3
Py * Kr = Pny
30
3.2.3. Metode Simulasi Debit ¾ Melalui model klasik (pdf isokron) Persamaan untuk memperoleh interval isokron Δ(L) adalah V . t , dimana
V = Kecepatan rata-rata aliran (m/dtk) & t = Selang waktu pengamatan (detik) (Llamas, 1993 dalam Kartiwa, 2004) menyatakan bahwa besaran V dapat juga diperoleh dari persamaan = 20 Sin 3/5 α, dimana α adalah a/b
a
c
α
b = jarak terpanjang sungai ordo1 sampai outlet c = beda tinggi antara titik ujung sungai ordo 1 yang terpanjang dengan outlet
b
DAS mempunyai ordo sungai maksimal = n , maka respon hidrologi (Pdf) berdasarkan nilai panjang sungai ordo 1 diperoleh berdasarkan fungsi : ρ i =
Ni
………………..................(4)
n
∑
Ni
i=1
dimana pi = pdf isokron ke-I, Ni = jumlah jaringan sungai ordo-1 yang terdapat pada isokron ke-i. Sehingga diperoleh nilai pdf dari setiap isokron.
Selanjutnya dilakukan proses
‘convolution’ sehingga diperoleh debit tertinggi (peak discharge) dan kapan terjadinya (time to peak), seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Metode Convolution Debit Aliran Permukaan Convolution (8)
Debit pada t ke-n Qt1
Pn1 ρ1 A
Qt2
Pn2 ρ1 A + Pn1 ρ2 A
Qt3
Pn3 ρ1 A + Pn2 ρ2 A + Pn1 ρ3 A
Qtn
Pny ρn A
Kemudian hasil analisis debit aliran permukaan hasil simulasi maupun debit aliran permukaan hasil pengamatan diplotkan membentuk suatu hidrograf aliran permukaan
31
¾ Melalui Model H2U Model H2U menghitung kurva pdf butir hujan berdasarkan dua parameter yang terdapat peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur aliran air, seperti persamaan berikut ini. n
n.VSungai .t n ⎛ n.VSungai ⎞ 2 1 −1 − 2 ⎜ ⎟ . .t .e 2. L pdf Sungai (t ) = ⎜ 2. L ⎟ n ⎛ ⎞ ⎝ ⎠ Γ⎜ ⎟ ⎝2⎠
n
L = ∑ li i =1
Pdf-sungai (t) V n L Γ T
: pdf panjang alur jaringan hidraulik/sungai sbg fungsi waktu : Kec. Aliran pada Sungai : order sungai : panjang rata-rata alur hidraulik : fungsi gamma : interval waktu pengamatan x
− 1 .xα −1.e β f ( x, α , β ) = α β Γ(α )
Distribusi Gamma dengan parameter a = n/2 b = 2 L/n
Selanjutnya dilakukan proses ‘convolution’ sehingga diperoleh debit aliran permukaan. Seluruh perhitungan pdf H2U ini dilakukan melalui program Excell.
3.2.4. Pengujian Hasil Debit Simulasi dengan Debit Pengukuran Debit hasil simulasi model akan dibandingkan dengan debit hasil pengukuran menggunakan Uji statistik Coefficient of Efficiency / CE dari Nash dan Sutcliffe (1970) dalam Kartiwa (2004), yaitu : n
CE = 1 −
∑ ( Qpi − Qsi) i =11 n
∑ ( Qpi − Qp)
2
……… ………….(5)
2
i =1
dimana Qp adalah debit rata-rata pengukuran, Qs adalah debit simulasi model dan Qp adalah debit pengukuran. Besarnya nilai CE berkisar antara -∞ hingga 1. Jika nilai F = 1 maka hasil simulasinya sempurna.
32
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Lokasi Objek Penelitian Lokasi objek penelitian bertempat di DAS Ciliwung Hulu berada dalam kawasan Kabupaten dan Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Secara Geografis daerah ini terletak pada 60.30’ Lintang Selatan - 1060.45’ Bujur Timur sampai 60.50’ Lintang Selatan - 1070.5’ Bujur Timur, dengan ketinggian berkisar antara 250 m sampai dengan 3.000 m dari permukaan laut (dpl), serta mempunyai luasan area ± 14.800 ha. Di sebelah barat berbatasan dengan DAS Cisadane dan di sebelah timur dibatasi oleh DAS Citarum. Hulu DAS ini berada di gunung Gede – Pangrango dan ujung hilirnya terletak di desa Katulampa dimana terdapat pintu air dan AWLR Katulampa. Wilayah ini meliputi sebagian kecamatan Cisarua, Cipayung, Megamendung, Ciawi dan Kedunghalang dan Bogor Selatan (Gambar 19). 4.2. Bentuk Wilayah Daerah penelitian terletak pada ketinggian antara 325 = 3000 m dari permukaan laut (dpl). Titik tertinggi terletak di puncak Gunung Pangrango dan terendah di desa Katulampa. Bentuk topografi bervariasi dari datar sampai sangat terjal, dengan kisaran lereng antara 1 s/d 60 % (Gambar 20). Daerah penetlitian dibedakan dalam 6 satuan bentuk wilayah seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 . Komposisi Bentuk Wilayah Daerah Penelitian Simbol
Bentuk Wilayah
Lereng (%)
Luas (ha)
L
Datar
1-3
1.033
U
Berombak
3-8
1.817
R
Bergelombang
8 - 15
2.366
H
Berbukit
15 - 25
2.846
H-M
Berbukit bergunung
25 - 45
885
ST
Sangat terjal
> 45
Jumlah Sumber : Puslittanak (1992)
5.853 14.800
34
Gambar 19. Peta Lokasi DAS
35
Gambar 20. Peta Bentuk Lahan DAS Ciliwung Hulu
4.3. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, daerah penelitian termasuk dalam tipe iklim Af, yakni iklim hujan tropis lembab tanpa bulan kering nyata, dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.807 – 4.407 mm. Berdasarkan klasifikasi zona agrokilimat Oldeman, daerah ini termasuk zona A dan B1, denghan sifat-sifat sebagai berikut : Zona A : daerah yang mempunyai periode bulan basah (bulan dengan curah hujan >
200 mm), selama 9 bulan dan bulan kering (bulan dengan curah
hujan < 100 mm) kurang dari dua bulan secara berturut-turut Zona B1: Daerah yang mempunyai periode bulan basah selama 7-9 bulan dan bulan kering < 2 bulan berturut-turut Bulan basah antara 8 – 10 bulan yaitu Agustus-Mei, bulan lembab antara 2 – 4 bulan yaitu Juni – September.
Suhu udara rata-rata 21oC sampai 33oC, dan
kelembaban udara berkisar antara 27% sampai 83% (PUSLITTANAK, 1992). Tabel 5. Frekuensi Hujan Harian DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 – 1998 Curah hujan harian (mm)
Frekuensi (%) Katulampa Cilember
Ciawi
Gunung Mas
Rata-rata
<10
67,6
70,9
69,1
67,7
63.3
11 – 20
11,3
12,4
11,2
12,8
20,1
21 – 30
7,7
7,3
7,0
8,5
9,3
31 - 40
4,4
4,1
4,9
4,7
3,8
41 - 50
2,4
2
2,8
2,8
1,8
> 50
6,6
3,3
5,1
3,5
1,6
Sumber : Hardjoamidjojo et al. (1998)
36
Tabel 6. Data Curah Hujan di Wilayah DAS Ciliwung Hulu Periode 1987-1999 No
Bulan
Curah hujan rata-rat bulanan tiap stasiun (mm) Katulampa
Cilember
Ciawi
Gunung Mas
1
Januari
446,9
438,0
543,0
607,7
2
Pebruari
397,3
433,5
450,0
518,1
3
Maret
422,6
395,6
442,4
384,0
4
April
117,1
340,3
353,4
317,2
5
Mei
325,0
242,2
291,2
230,6
6
Juni
210,0
131,4
158,9
157,8
7
Juli
108,0
127,7
137,8
128,8
8
Agustus
153,0
214,7
187,9
125,9
9
September
265,0
215,8
264,0
195,6
10
Oktober
337,6
333,0
370,2
257,6
11
Nopember
356,5
333,9
399,6
355,8
12
Desember
367,1
333,8
421,4
424,5
Jumlah
3.707,2
3.545,0
4.020,2
3.703,4
Rata-rata
308,9
295,4
335,0
308,6
Sumber : Hardjoamidjojo et al. (1998) dan BMG (1999) 4.4. Hidrologi dan Morfometri DAS DAS ini terbagi dalam 4 Sub-DAS utama yaitu Ciesek, Cisarua/Cibogo, Ciliwung hulu/Tugu dan Ciseuseupan/Cisukabirus (Gambar 19). Bentuk DAS secara keseluruhan menyerupai kipas, dan karena terbentuk dari bahan alluvium disebut sebagai kipas alluvium. Sungai yang mengalir masuk ke sungai utama (Ciliwung) yang kemudian menuju outlet Katulampa antara lain Cilember, Cimandala, Cimegamendung, Cisukabirus, Cikoneng, Citameang, Cisampay, Citeko, Cisarua, Cijulung, Cinangka, Ciesek, Ciguntur, Cigadog dan Ciseuseupan. Aliran air DAS Ciliwung hulu bersifat turbulen dan mengalir sepanjang tahun (perennial). 37
Tabel 7 . Debit Sungai Ciliwung pada AWLR Katulampa Periode 1981 s/d 2000 Tahun
Debit Minimum (m3/det)
Debit Maksimum (m3/det)
Tahun
Debit Minimum (m3/det)
Debit Maksimum (m3/det)
1981
7,10
143,20
1991
2,24
211,24
1982
4,00
140,00
1992
2,18
378,67
1983
4,70
162,07
1993
5,71
343,20
1984
4,08
107,96
1994
1.85
378,67
1985
6,33
115,02
1995
1,71
244,20
1986
6,72
137,36
1996
3,46
740,02
1987
2,34
147,25
1997
1,22
244,20
1988
3,16
91,74
1998
1,20
651,75
1989
2,74
144,37
1999
1,71
610,50
1990
4,75
132,47
2000
1,61
525,52
Sumber : Data Cabang Dinas Pengairan Ciawi
4.5. Vegetasi dan Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu secara umum dapat dibedakan dalam 6 jenis pemanfaatan lahan yaitu : (1) Taman Nasional Pangrango Gede, (2) Agro Wisata, (3) Hutan, (4) Perkebunan, (5) Pertanian dan (6) Pemukiman serta Industri seperti yang diperlihatkan pada Gambar 21. 4.6. Geologi Kondisi geologi DAS Ciliwung Hulu berdasarkan peta geologi lembar Bogor (1985) didominasi oleh endapan volkanik dari gunung salak dan gunung gede-pangrango (Gambar 22).
38
39
Gambar 21. Peta Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu
40
Gambar 22. Peta Geologi DAS Ciliwung Hulu
4.7. Tanah Berdasarkan peta tanah semi detil DAS Ciliwung Hulu skala 1 : 50.000 (Gambar 23) yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1992, daerah ini mempunyai jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis-jenis Tanah pada DAS Ciliwung Hulu No
Satuan peta Tanah
Area (ha)
1
Kompleks Typic Troporthents – Typic Fluvaquents
2
Konsosiasi Typic Hapludult, tuf andesit
1641
3
Asosiasi Andic Humitropepts – Typic Distropepts
2850
4
Konsosiasi Typic Distropepts
1879
5
Asosiasi Typic Humitropepts - Eutropepts
6
Konsosiasi Typic Humitropepts
7
Konsosiasi Typic Eutropepts
2206
8
Konsosiasi Typic Hapludands
2000
9
Asosiasi Typic Hapludands – Typic Topopsamments
3680
10
Kompleks Typic Topopsamments LithicTroporthents
27
Jumlah
282
41 194
14800
Daerah hulu DAS didominasi oleh Asosiasi Typic Hapludands terbentuk dari tuf dan abu volkan intermedier dan kaya bahan organic – Typic Topopsamments terbentuk dari endapan lahar terdiri dari abu dan pasir terdapat di lereng atas dan tengah G. Salak dan G. Pangrango dengan bentuk wilayah berombak sampai bergunung. Mudah sekali meresapkan air (porous) kecuali yang berpadas dan relatif peka erosi. Daerah hilir ke arah utara DAS didominasi oleh Konsosiasi Typic Hapludult terbentuk dari tuf volkan andesitik. Solum dalam, permeabilitas agak lambat dan nilai tanah rendah (0,07 sampai 0,12) .
41
42
Gambar 23. Peta Tanah DAS Ciliwung Hulu
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Parameter Curah Hujan 5.1.1. Curah Hujan Harian Data curah hujan (CH) harian maksimum diperoleh dari 4 stasiun hujan yang terletak di lingkungan DAS Ciliwung Hulu dengan masa pengamatan lebih dari 20 tahun yaitu : (1) Gunung Mas/Puncak, (2) Citeko, (3) Ciawi dan (4) Katulampa, yang dimulai dari tahun 1981 sampai 2002 (Tabel 9). Selanjutnya ditentukan nilai pembobot berdasarkan luas area yang diwakili dari setiap stasiun curah hujan menggunakan metode Thiessen memakai piranti lunak Arcview, yang kemudian nilai pembobot tersebut dipergunakan dalam analisis perataan curah hujan harian maksimum wilayah DAS ini. Tabel 9. Data Jeluk CH Harian Maksimum (mm) dari 4 Stasiun Hujan
Tahun 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Pembobot (Thiessen Method)
Stasiun CH Gunung Mas 162,0 129,0 67,0 90,0 61,0 72,0 61,0 116,0 81,0 59,0 108,0 130,0 100,0 70,0 27,0 127,0 162,0 97,0 109,0 113,0 116,0 147,0 0,3383
Stasiun CH Citeko 99,1 83,4 109,9 139,0 87,0 58,4 79,7 73,4 99,2 140,9 151,2 71,3 81,4 109,7 118,7 123,0 90,0 69,0 86,5 94,0 111,3 145,9
Stasiun CH Ciawi 90,0 120,0 100,0 74,0 90,0 138,0 135,0 141,0 136,0 106,0 227,0 150,0 144,0 131,0 150,0 158,0 100,0 95,0 101,0 79,0 81,0 123,0
Stasiun CH Katulampa 151,0 146,0 151,0 93,0 112,0 133,0 116,0 83,0 101,0 92,0 115,0 150,0 140,0 85,0 128,0 130,0 115,0 122,0 101,0 79,0 102,0 154,0
0,4676
0,1763
0,0178
Berdasarkan data tersebut diatas dihitung jeluk dan peluang hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung Hulu untuk periode ulang tahunan sampai 20 tahun dengan menggunakan metode Gumbell melalui paket program Rainbow. Hasil analisis tersebut tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Jeluk dan Peluang Kejadian Hujan Harian Maksimum Wilayah Periode ulang (tahun) 20 10 5 2 1,2 tahunan
Peluang Kejadian (%) 5 10 20 50 95 100
Jeluk CH24j maksimum Wilayah DAS (mm) 139,0 128,7 117,9 101,6 80,5 < 80
5.1.2. Episode Hujan Tunggal Terpilih Pemilihan data curah hujan tunggal yang menghasilkan hidrograf aliran dengan puncak tunggal dimulai pada bulan Desember 2000 sampai dengan Maret 2002. Dari 40 kejadian hujan terpilih 7 (tujuh) episode hujan tunggal yang diperoleh
datanya
dari
stasiun
curah
hujan
otomatis
Gadog
yang
pengoperasiannya mulai tahun 1995 dan Tugu yang mulai beroperasi pada akhir tahun 2000 (Lampiran 1). Sedangkan periode ulang dari CH harian maksimum dari 7 episode hari hujan terpilih yang disetarakan dengan Tabel 10, terlihat seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Peluang Hujan dari 7 Episode Hari Hujan Terpilih Episode hujan
Tanggal
CH24j Tugu ------------
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
01/10/01 06/11/01 14/11/01 18/01/02 03/02/02 07/02/02 12/02/02
40 88,8 17 43,8 30,6 37 118,4
CH24j Gadog (mm/24j) 51 5,0 115 127 55 37 29
CH24j Wilayah ------------43,6 61,1 49,3 71,3 38,7 37,0 88,9
Peluang hujan tahunan tahunan tahunan tahunan tahunan tahunan 1-2 tahun
44
Selanjutnya data curah hujan yang lebih detil dari stasiun Gadog dan Tugu yang masing-masing dengan intensitas 60 dan 6 menit dianalisis (akumulasi dan interpolasi) dengan metode Spline, sehingga diperoleh intensitas CH 30 menit dari ke dua stasiun hujan tersebut. Kemudian dilakukan analisis hujan wilayah intensitas 30 menit untuk mewakili homogenitas hujan di seluruh DAS. Hasil analisis hujan tunggal intensitas 30 menit untuk wilayah tersebut tertera pada Lampiran 2 sampai dengan 8. 5.2. Parameter Hidrograf Aliran Pengamatan 5.2.1. Debit dan Lengkung Kalibrasi Aliran Pengamatan Debit aliran sungai yang diamati dihitung berdasarkan hubungan data tinggi muka air dan lengkung kalibrasi aliran (rating curve). Data tinggi muka air diperoleh dari alat pencatat otomatis tinggi muka air (AWLR) yang terpasang di SPAS Katulampa. Adapun model persamaan regresi untuk debit (Q) terhadap tinggi muka air (H) yang menyatakan persamaan lengkung kalibrasi aliran adalah sebagai berikut : Q = 28,984 (H - 0,14)1,911
………………(7)
3
Q = debit aliran (m /det) dan H = tinggi muka air (m) Hasil analisis data tinggi muka air dengan persamaan regresi lengkung kalibrasi di atas, menghasilkan debit aliran yang disajikan pada Lampiran 2 hingga 8. 5.2.2. Pemisahan Aliran Permukaan dengan Aliran Dasar Berdasarkan hidrograf aliran pengamatan, aliran dasar dipisahkan dengan metode garis lurus (straight line method) sehingga diperoleh hidrograf aliran langsung (direct runoff/DRO). Chow et al. (1988) menyatakan bahwa volume hujan efektif harus sama dengan volume yang menyebabkan aliran permukaan. Kesalahan dalam separasi hidrograf (pemisahan aliran) mengakibatkan adanya perbedaan volume hujan efektif dengan aliran permukaan. Rumus kurva penurunan debit yang digunakan mengikuti persamaan : q t
= q e − kt 0
…………………………….(8)
q0 = debit dimulainya/ titik awal aliran limpasan
e = 2,718
qt = debit berakhirnya aliran limpasan
k = konstanta penurunan 45
Pemilihan besarnya nilai k (konstanta penurunan) berdasarkan nilai korelasi (R) fungsi debit penurunan terhadap waktu , dan dipilih yang paling besar ( > 90 %). Rincian hasil analisis pemisahan aliran dasar dan aliran permukaan tertera pada Lampiran 2 sampai dengan 8.
5.3.
Hujan Netto sebagai Masukan Model Prediksi Debit Aliran Hujan netto sebagai masukan untuk analisis prediksi debit aliran dengan
menggunakan model Klasik (pdf isokron) maupun model H2U diperoleh dari analisis nilai koefisien aliran permukaan (Kr) melalui persamaan : Kr = (Vr * 1000) / S * h dimana : Kr Vr S h
= koefisien aliran permukaan = volume aliran permukaan (m3) = luas DAS (m2) = kedalaman hujan dalam satu kejadian hujan (mm)
Rincian hasil analisis nilai koefisien aliran permukaan diperlihatkan
pada
Lampiran 2 s/d 8. Menurut Arsyad (2000) faktor utama yang mempengaruhi nilai Kr adalah laju infiltrasi tanah, penutup tanah (land cover) dan karakteristik hujan. Apabila faktor infiltrasi dan penutup tanah dianggap konstan dalam wilayah DAS maka besarnya C ditentukan oleh karakteristik hujan yang meliputi intensitas, durasi dan frekuensi kejadian. Semakin tinggi intensitas, semakin lama dan semakin sering hujan maka nilai C semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sedangkan koefisien aliran permukaan (Kr) adalah rasio antara volume aliran permukaan dengan volume presipitasi, maka hujan netto dapat diperoleh dari hasil perkalian intensitas curah hujan wilayah x koefisien aliran permukaan (C), seperti yang diperlihatkan pada Lampiran 2 hingga 8 pada kolom Pn.
5.4. Analisis Parameter Panjang Jalur Hidraulik dan Jumlah Isokron 5.4.1. Analisis Parameter Panjang Jalur Hidraulik Panjang jalur hidrolik merupakan penjumlahan jalur aliran dari segmen sungai yang paling awal dimasuki oleh titik air sampai ke outlet. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah menambah jalur aliran hidraulik/jaringan sungai yang ada. Hal ini diperlukan agar daerah atas (up land) yang tidak dilalui oleh sungai yang asli/ aspek hillslope, dapat terwakili oleh jaringan aliran buatan 46
tersebut. Diharapkan dengan terbentuknya aliran buatan tersebut, aspek panjang aliran yang merepresentasikan jarak tempuh (time lag) dari aliran permukaan dapat terwakili, seperti diperlihatkan pada Gambar 24.
A l1
B l2 l 1
l3 l2
l4
l3
Pada titik A, panjang total awal :
L
= l1 + l2 + l3
Pada titik A, panjang total simulasi :
L
= l1 + l2 + l3 + l4
Gambar 24. Ilustrasi Penambahan Jalur Aliran Hidraulik. Hasil penambahan jalur aliran hidraulik hasil analisis data DEM yang diperoleh dari berbagai skala peta dasar dan ukuran pixel dengan piranti lunak Digem pada DAS Ciliwung Hulu ini diperlihatkan pada Gambar 25.
47
Peta jaringan sungai asli pada skala 1 : 25.000 DAS Ciliwung Hulu
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1 : 25.000 dengan grid 50 x 50 m
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1 : 25.000 dengan grid 25 x 25 m
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1:25.000 dengan grid 100 x 100 m
Gambar 25. Gambar Jaringan Sungai DAS Ciliwung Hulu yang Asli & Artificial Hasil Analisis Simulasi pada Berbagai Skala dan Ukuran Grid
48
Peta jaringan sungai asli pada skala 1 : 50.000 DAS Ciliwung Hulu
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1 : 50.000 dengan grid 50 x 50 m
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1 : 50.000 dengan grid 25 x 25 m
Peta jaringan sungai hasil analisis data DEM pada skala 1:50.000 dengan grid 100 x 100 m
Gambar 25 (lanjutan).
49
Proses penggabungan jaringan sungai asli dan artifisial dilakukan secara semi manual dan cara menentukan ordo sungai gabungan dilakukan secara automatisasi memakai perangkat lunak Arcview dengan bantuan program script Avenue (AVX).
Selanjutnya dilakukan analisis jaringan untuk memperoleh panjang
seluruh anak sungai ordo1 dengan bantuan perangkat lunak ArcInfo. Pada proses ini dibutuhkan usaha yang cukup rumit dan waktu yang panjang.
Hal ini
disebabkan karena : 1. Data
dijital
peta
rupabumi
skala 1 : 25.000 BAKOSURTANAL
(Badan Koordinasi survei dan Pemetaan Nasional) dalam format DXF (data exchange format AutoCAD) bukan diperuntukkan bagi analisis morfologi DAS untuk hidrologi,
sehingga arah dijitasi aliran (layer sungai) tidak
seragam menuju titik outlet dan banyak pertigaan sungai yang tidak sinkron (snap). 2. Dalam analisis jaringan di ArcInfo khususnya dalam menentukan panjang ujung sungai ordo-1 sampai ke outlet, seluruh ruas-ruas (segmen) sungai harus mempunyai arah aliran (arah digitasi) searah menuju outlet .
5.4.2. Analisis Jumlah Isokron Panjang setiap interval isokron merupakan hasil perkalian antara interval waktu pengamatan curah hujan dalam hal ini 30 menit dikalikan kecepatan aliran. Kecepatan aliran menggunakan satu nilai tunggal untuk seluruh episode hujan, yang diperoleh melalui persamaan Llamas yaitu 20 Sin
3/5
α, dan sin α adalah
a/b. Dimana :
a
α
c
b = jarak dari ujung sungai ordo1 yang terpanjang sampai outlet dalam satu garis lurus c = beda tinggi antara titik ujung sungai ordo 1 yang terpanjang dengan outlet
b
Sehingga diperoleh nilai V = 1,95 m/det, dan selanjutnya panjang setiap interval isokron menjadi 3510 m. Wilayah DAS Ciliwung hulu ini memiliki sungai ordo1 yang terpanjang adalah 26240 m, sehingga DAS ini dapat dibagi menjadi 8 area yang dibatasi oleh 7 garis isokron seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 26.
50
Isokron I
Isokron 2
Isokron 3 Isokron 4
Isokron 5
Isokron 6 Isokron 7
Gambar 26. Pembagian Area DAS Berdasarkan Garis Batas Isokron
5.5. Analisis Parameter Aspek Morfologi DAS dan PDF 5.5.1. Masukan Data DEM Pada proses pemetaan dijital dewasa ini, data Digital Elevation Model (DEM) dapat diperoleh dengan menginterpretasi/mendijitasi photo udara atau citra stereoskopis secara 3 (tiga) dimensi melalui stereo plotter. Melalui data DEM tersebut dilakukan interpolasi (isohyet methode) yang kemudian menghasilkan garis kontur. Pada penelitian ini proses tersebut dibalik, sehingga melalui data garis kontur dan titk tinggi yang terdapat pada peta dasar rupabumi / topografi skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000 dianalisis, dan diperoleh titik-titik tinggi permukaan wilayah DAS. Selanjutnya titik-titik ketinggian tersebut diinterpolasi pada berbagai ukuran grid, yaitu 25 x 25 m, 50 x 50 m dan 100 x 100 m, dan diperoleh hasil seperti yang diperlihatkan pada Tabel 14.
51
Tabel 12. Jumlah Grid pada Berbagai Skala dan Ukuran. Peta dasar
Skala 1 : 25.000
Ukuran Grid (m) Σ Kolom (X) Σ baris (Y)
25 x 25 881 801
50 x 50 441 401
Skala 1 : 50.000
100x100 221 201
25 x 25 881 801
50 x 50 441 401
100x100 221 201
5.5.2. Analisis Luas DAS Delineasi wilayah DAS ditentukan melalui dua tehnik yaitu manual dan dijital. Berdasarkan interpretasi manual pada peta topografi skala 1: 50.000, tim Puslittanak (1992) memperoleh luasan wilayah DAS Ciliwung Hulu
sebesar
14.800 ha. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak Digem menganalisis data DEM, sehingga diperoleh hasil luasan DAS seperti pada Tabel 13. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil interpretasi luasan wilayah secara manual dan digital relatif mendekati hasil yang sama dengan mengikuti kriteria akurasi Soewarno(1995), seperti yang terlihat pada Tabel 14, Tabel 13. Hasil Data Simulasi Luas DAS pada Berbagai Skala dan Ukuran Grid Skala Peta Ukuran Grid (m) Luas DAS (ratusan m2)
Interpretasi Manual 1480000
Skala 1 : 25.000 25 x 25 1457618
50 x 50
Skala 1 : 50.000 100 x 100
1503664
1459612
25 x 25
50 x 50
100 x 100
1447270
1455849
1443012
Kriteria akurasi adalah 100% - PL , dimana PL = kriteria penyimpangan luasan seperti persamaan di bawah ini : PL =
Luas simulasi dijital − Luas pengukuran manual Luas pengukuran manual
x 100% …….(9)
Tabel 14. Kriteria Akurasi untuk Luasan DAS Interpretasi Manual
Luas DAS (ratusan m2) Kriteria (%) penyimpangan Kriteria (%) akurasi
1480000
Skala 1 : 25.000
Skala 1 : 50.000
Ukuran Grid (m)
Ukuran Grid (m)
25 x 25
50 x 50
100x100
25 x 25
50 x 50
100x100
1457618
1503664
1459612
1447270
1455849
1443012
1,5
1,6
1,4
2,2
1,6
2,5
98,5
98,4
98,6
97,8
98,4
97,5
52
5.5.3. Analisis Karakteristik Morfometri DAS dan PDF Berdasarkan pengolahan DEM
dan data layer
sungai dari peta
topografi/RBI yang diolah dengan SIG diperoleh data karakteristik morfologi DAS dan fungsi kerapatan peluang dari setiap data awal maupun simulasi yang berasal dari berbagai skala peta dan ukuran grid seperti yang ditunjukkan pada Tabel 15 dan 16. Selanjutnya dari hasil analisis sungai buatan melalui data DEM, terlihat bahwa :
•
Ordo sungai buatan hasil analisis pada berbagai skala bertambah satu kecuali pada skala 25.000 dengan ukuran grid 100 x 100 m sama dengan ordo sungai aslinya.
•
Jumlah anak sungai artifisial ordo ke-n menunjukkan kecendrungan bertambah banyak pada skala peta yang lebih detil dengan ukuran grid yang lebih kecil.
•
Panjang sungai rata-rata ordo ke-n menunjukkan kecenderungan bertambah panjang pada skala peta yang lebih detil dengan ukuran grid yang lebih kecil.
•
Nilai rasio percabangan sungai (RB) pada berbagai skala dan ukuran grid tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan kisaran antara 4,1 sampai 4,5, yang menurut Chow (1964) dan Seyhan (1993), DAS dengan bentuk seperti kipas dengan aliran anak sungai yang berpola radier serta nilai RB mendekati 4 akan mempunyai kenaikan dan penurunan muka air yang tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat (moderate), sedangkan bila nilai RB lebih kecil mencirikan bentuk hidrograf yang lebih ekstrim
•
Nilai ratio panjang sungai (RL) juga tidak menunujukkan perbedaan yang signifikan pada berbagai skala dan ukuran grid.dengan nilai kurang lebih 1.
53
Tabel Klasifikasi morfologi elemen-elemen perkerasan (hardscape) penyusun permukaan wilayah Kotamadya Jakarta Pusat Tahun 2005 DN/Band - R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
105469 146528 89032 56947 242115 3194 1965956 945845 432248 1023079 2582087 1845678 93589 2098695 128696 507470
-1901009153 1802611711 1701091839 -1782456577 -1 -40705 1969970943 1751158527 -673332225 -2106497025 1767332095 -2087806721 -2018849025 -1246184449 -1934701569 -2002992385
DN/Band - G 0.556863 0.419608 0.396078 0.584314 1 1 0.458824 0.407843 0.843137 0.509804 0.415686 0.517647 0.529412 0.709804 0.54902 0.533333
DN/Band - B
DN/Band - NIR
0.690196 0.447059 0.392157 0.756863 1 1 0.419608 0.376471 0.866667 0.443137 0.341176 0.556863 0.666667 0.721569 0.682353 0.611765
Keterangan: Klasifikasi didasarkan pada gradasi warna yang terdapat pada Citra Landsat Tahun 2005.
0.901960784 0.670588235 0.6 0.870588235 1 0.376470588 0.368627451 0.556862745 0.768627451 0.403921569 0.345098039 0.596078431 0.807843137 0.733333333 0.796078431 0.760784314
Klasifikasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Bangunan_1 Bangunan_2 Bangunan_3 Bangunan_4 Gedung_1 Kolam/Genangan_air Gedung_2 Gedung_3 Gedung_4 Jalan_Raya Gedung_5 Tanah_Terbuka Bangunan_5 Pedestrian Pemukiman_1 Pemukiman_2
Luasan (Ha) 10.5469 14.6528 8.9032 5.6947 24.2115 0.3194 196.5956 94.5845 43.2248 102.3079 258.2087 184.5678 9.3589 209.8695 12.8696 50.747
Adapun bentuk kurva pdf yang diperoleh dari berbagai skala peta dan
pdf
ukuran grid diperlihatkan pada Gambar 27. 0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000
Klasik H2U
0
1
2
3
4
5
6
7
Skala 1 : 25.000 kondisi awal
8
Isokron
0.2500
pdf
0.2000 0.1500
Klasik
0.1000
H2U
Skala 1 : 25.000 Grid 25 x 25 m
0.0500 0.0000 0
1
2
3
4 5 Isokron
6
7
8
0.2500
pdf
0.2000 0.1500
Klasik
0.1000
H2U
Skala 1 : 25.000 Grid 50 x 50 m
0.0500 0.0000 0
1
2
3
4 5 Isokron
6
7
8
0.3000
pdf
0.2500 0.2000
Klasik
0.1500 0.1000
H2U
Skala 1 : 25.000 Grid 100 x 100 m
0.0500 0.0000 0
1
2
3
4 5 Isokron
6
7
8
Gambar 27. Kurva Pdf Model Klasik dan H2U
59
pdf
0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000 -0.0500 0
Klasik H2U
1
2
3
4
5
6
7
Skala 1 : 50.000 kondisi awal
8
Isokron
0.2500
pdf
0.2000 Klasik
0.1500 0.1000
H2U
0.0500 0.0000 0
1
2
3
4
5
6
7
Skala 1 : 50.000 Grid 25 x 25 m
8
pdf
Isokron
0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000
Klasik H2U
0
1
2
3
4
5
6
7
Skala 1 : 50.000 Grid 50 x 50 m
8
Isokron
0.2500
pdf
0.2000 Klasik
0.1500
H2U
0.1000 0.0500
Skala 1 : 50.000 Grid 100 x 100 m
0.0000 0
1
2
3
4 5 Isokron
6
7
8
Gambar 27. (Lanjutan) Berdasarkan kurva diatas terlihat bahwa pada konsep pdf Klasik berorientasi kepada luasan area yang diwakili oleh jumlah anak sungai ordo-1 pada setiap daerah isodistance (antar garis isokron) sehingga ada kemungkinan kurfa pdfnya naik turun. Sedangkan model pdf H2U berorientasi pada rata-rata panjang jalur hidrolik dari setiap daerah isodistance yang mengikuti suatu keteraturan karakteristik morfologi DAS sehingga bentuk kurfa pdf nya lebih konstan/normal.
60
5.6. Uji Akurasi Hidrograf Aliran Permukaan 5.6.1. Uji Akurasi Hidrograf Aliran Permukaan dengan Model Klasik a. Analisis hidrograf aliran permukaan pengamatan & simulasi Grafik analisis hidrograf aliran permukaan (direct run-off) pengukuran dan simulasi dari ketujuh episode hujan terpilih dengan model Prediksi Debit Klasik, diperlihatkan pada Gambar 28.
Hidrograf DRO eps CH 01-10-2001 60
Pengamatan Awal 25000 50
Sim_1 Sim_2 Sim_3
Debit (m3/det)
40
Awal 50000 Sim_4 30
Sim_5 Sim_6
20
10
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
990 1080 1170
Waktu (menit)
Gambar 28. Grafik hasil analisis aliran permukaan pengukuran dan simulasi dari tujuh episode hujan terpilih dengan model Klasik Keterangan Legenda : Pengamatan Awal 25000 Sim_1 Sim_2 Sim_3 Awal 50000 Sim_4 Sim_5 Sim_6
= = = = = = = = =
Grafik hasil analisis aliran permukaan pengamatan Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi pada kondisi awal Peta RBI skala 1 : 25.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 25x25 m skala 1 : 25.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 50x50 m skala 1 : 25.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 100x100 m skala 1 : 25.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi pada kondisi awal Peta RBI skala 1 : 50.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 25x25 m skala 1 : 50.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 50x50 m skala 1 : 50.000 Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 100x100 m skala 1 : 50.000
61
Hidrograf DRO eps CH 06-11-2001 35
Pengamatan Awal 25000
30
Sim_1 Sim_2
Debit (m3/det)
25
Sim_3 Awal 50000
20
Sim_4 Sim_5
15
Sim_6 10
5
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 14-11-2001 50
Pengamatan 45
Awal 25000
40
Sim_1
Debit (m 3/det)
Sim_2 35
Sim_3
30
Awal 50000 Sim_4
25
Sim_5 Sim_6
20 15 10 5 0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
990
Waktu (menit)
Gambar 28. (Lanjutan)
62
Hirograf DRO eps CH 18-01-2002 110
Pengamatan 100
Awal 25000 Sim_1
90
Sim_2 80
Sim_3 Awal 50000
Debit (m3/det)
70
Sim_4 60
Sim_5 Sim_6
50 40 30 20 10 0 0
90
180 270 360 450 540 630
720 810 900 990 1080 1170 1260
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 03-02-2002 30
Pengamatan Awal 25000 Sim_1
25
Sim_2 Sim_3 Awal 50000
Debit (m3/det)
20
Sim_4 Sim_5 Sim_6
15
10
5
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
Waktu (menit)
Gambar 28. (Lanjutan)
63
Hidrograf DRO eps CH 07-02-2002 12
Pengamatan Awal 25000 Sim_1
10
Sim_2 Sim_3 Awal 50000
Debit (m3/det)
8
Sim_4 Sim_5 6
Sim_6
4
2
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 12-02-2002 80
Pengamatan Awal 25000 70
Sim_1 Sim_2 Sim_3
60
Awal 50000 Sim_4
Debit (m3/det)
50
Sim_5 Sim_6 40
30
20
10
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
990 1080 1170 1260
Waktu (menit)
Gambar 28. (Lanjutan)
64
Uji statistik untuk melihat besar penyimpangan aliran permukaan hasil pengukuran dengan hasil simulasi dari setiap episode hujan menggunakan Uji statistik Coefficient of Efficiency /CE. Hasil uji tersebut disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antara hasil pengukuran & simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model Klasik Skala 1 : 25.000
Skala 1 : 50.000
Tanggal Episode hujan
Awal
01/10/01
0,569
0,490
0,530
0,525
0,553
0,399
0,462
0,464
06/11/01
0,628
0,628
0,625
0,644
0,633
0,608
0,635
0,638
14/11/01
-0,520 -0,802 -0,703
-0,685
-0,552
-1,110
-0,909
-0,901
18/01/02
0,721
0,740
0,733
0,735
0,728
0,706
0,731
0,737
03/02/02
0,905
0,835
0,859
0,865
0,887
0,726
0,799
0,807
07/02/02
0,785
0,767
0,778
0,774
0,790
0,732
0,757
0,760
12/02/02
0,877
0,851
0,855
0,866
0,872
0,797
0,836
0,843
Ukuran Grid ( m ) 25 x 25 50 x 50 100 x 100
Awal
Ukuran Grid ( m ) 25 x 25 50 x 50 100 x 100
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan tersebut dapat disimpulkan bahwa : 1. Melalui bentuk grafik hidrograf aliran permukaan dan uji statistik diatas, pada episode hujan pada tanggal 03/02/02 dan 12/02/02, grafik aliran permukaan hasil pengukuran dan simulasi hampir berimpit dan hasil uji 0,87-0.90 ( nilai 1 dianggap sempurna atau simulasi persis dengan pengamatan) yang berarti perbedaan hidrograf pengamatan dan simulasi relatif kecil. Berdasarkan catatan hujan pada stasiun gadog dan tugu, curah hujan yang jatuh pada hari-hari sebelumnya cukup banyak yang mengakibatkan kadar lengas tanah cukup tinggi. Hujan netto yang sampai di tanah dan menjadi aliran permukaan dapat langsung memasuki jaringan sungai/aliran. Selain itu pada episode hujan tanggal 07/02/02 (nilai uji tertinggi) yang jatuh relatif cukup merata di seluruh DAS, terlihat dari total hujan harian pada stasiun curah hujan Gadog dan Tugu (Tabel 13). Asumsi hujan merata dalam satu areal DAS sangat menentukan, termasuk tehnik untuk memperoleh hal tersebut. 2. Pada episode hujan tanggal 14/11/01 nilai uji paling rendah (CE = -1,11). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tehnik penetapan hujan netto yang
65
berdasarkan koefisien aliran permukaan yang dioptimasi, yang akan menciptakan aliran permukaan pada setiap interval hujan, padahal dalam kenyataannnya tidak, apalagi pada kadar lengas tanah yang rendah. Hal ini diperkuat berdasarkan data pada hari-hari sebelumnya yang relatif tidak hujan sehingga kadar lengas tanah relatif rendah.
b. Analisis hidrograf aliran permukaan antar simulasi Untuk melihat keakuratan hidrograf aliran permukaan antar simulasi dari setiap episode hujan pada model Klasik ini, digunakan Uji statistik Coefficient of Efficiency (CE). Uji ini menggunakan hasil aliran permukaan simulasi pada skala peta dasar 1:25.000 dengan grid ukuran 25x25 m sebagai kontrol, kemudian dibandingkan dengan hasil aliran permukaan simulasi lainnya . Hasil uji tersebut diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 18. Uji statistik CE hidrograf aliran permukaan antar simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan dengan model Klasik Tanggal
Skala 1 : 25.000
Skala 1 : 50.000
Episode
Ukuran Grid ( m )
Ukuran Grid ( m )
hujan
25 x 25
01/10/01
Kontrol
50 x 50 100 x 100 25 x 25
50 x 50 100 x 100
0,996
0,989
0,971
0,993
0,995
06/11/01
0,996
0,989
0,965
0,992
0,995
14/11/01
0,997
0,993
0,973
0,995
0,996
18/01/02
0,997
0,996
0,988
0,998
0,998
03/02/02
0,996
0,994
0,982
0,996
0,997
07/02/02
0,996
0,995
0,982
0,997
0,997
12/02/02
0,997
0,996
0,984
0,997
0,998
Hasil uji menunjukkan bahwa pada kejadian hujan yang sama, simulasi model pada berbagai ukuran grid dan skala peta dasar yang telah ditentukan, tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti
(berkisar antara 0,98 sampai 0,99).
Begitu pula dari hasil grafik pada gambar 28 yang memperlihatkan grafik data analisis antar simulasi terlihat mendekati berimpit. Hal ini menunjukkan pada
66
model Klasik ini, penggunaan skala peta dan ukuran grid yang berbeda tersebut diatas tidak mempengaruhi hasil analisis model.
5.6.2. Uji Akurasi Hidrograf Aliran Permukaan dengan Model H2U a. Analisis hidrograf aliran permukaan pengamatan & simulasi Grafik analisis hidrograf aliran permukaan (direct run-off) pengukuran dan simulasi dari ketujuh episode hujan terpilih dengan model Prediksi Debit H2U, diperlihatkan pada Gambar 29. Hidrograf DRO eps CH 01-10-2001 40
Pengamatan awal 25000
35
sim_1 sim_2
30
Debit (m3/det)
sim_3 awal 50000
25
sim_4 20
sim_5 sim_6
15
10
5
0 0
90
180 270 360 450 540 630 720 810 900 990 1080 1170 1260
Waktu (menit)
Gambar 29. Grafik hasil analisis aliran permukaan pengukuran dan simulasi dari tujuh episode hujan terpilih dengan model H2U Keterangan Legenda : Pengamatan = Grafik hasil analisis aliran permukaan pengamatan Awal 25000 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi kondisi awal Peta RBI skala 1 : 25.000 Sim_1 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 25x25 m skala 1 : 25.000 Sim_2 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 50x50 m skala 1 : 25.000 Sim_3 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 100x100 m skala 1 : 25.000 Awal 50000 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi kondisi awal Peta RBI skala 1 : 50.000 Sim_4 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 25x25 m skala 1 : 50.000 Sim_5 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 50x50 m skala 1 : 50.000 Sim_6 = Grafik hasil analisis aliran permukaan simulasi dengan grid 100x100 m skala 1 : 50.000
67
Hidrograf DRO eps CH 06-11-2001 25
Pengamatan Awal 25000 Sim_1
20
Sim_2
Debit (m3/det)
Sim_3 Awal 50000 15
Sim_4 Sim_5 Sim_6
10
5
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 14-11-2001 50
Pengamatan 45
Awal 25000 Sim_1
40
Sim_2 Sim_3
Debit (m3/det)
35
Awal 50000 30
Sim_4 Sim_5
25
Sim_6 20 15 10 5 0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
Waktu (menit)
Gambar 29. (Lanjutan)
68
Hidrograf DRO eps CH 18-01-2002 110
Pengamatan Awal 25000
100
Sim_1 90
Sim_2 Sim_3
80
Awal 50000 Debit (m3/det)
70
Sim_4 Sim_5
60
Sim_6 50 40 30 20 10 0 0
90
180 270
360 450 540 630 720 810 900
990 1080 1170 1260
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 03-02-2002 30
Pengamatan Awal 25000 Sim_1
25
Sim_2 Sim_3 Debit (m3/det)
20
Awal 50000 Sim_4 Sim_5
15
Sim_6 10
5
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
900
Waktu (menit)
Gambar 29. (Lanjutan)
69
Hidrograf DRO eps CH 07-02-2002 10
Pengamatan Awal 25000 Sim_1
8
Sim_2
Debit (m3/det)
Sim_3 Awal 50000 6
Sim_4 Sim_5 Sim_6
4
2
0 0
90
180
270
360
450
540
630
720
810
Waktu (menit)
Hidrograf DRO eps CH 12-02-2002 80
Pengamatan Awal 25000 70
Sim_1 Sim_2
60
Sim_3
Debit (m3/det)
Awal 50000 Sim_4
50
Sim_5 Sim_6
40
30
20
10
0 0
90
180
270 360
450 540
630
720 810
900 990 1080 1170 1260
Waktu (menit)
Gambar 29. (Lanjutan) 70
Uji statistik untuk melihat besar penyimpangan aliran permukaan hasil pengukuran dengan hasil simulasi dari setiap episode hujan pada model H2U ini menggunakan Uji statistik Coefficient of Efficiency (CE) . Hasil uji tersebut diperlihatkan pada Tabel 19. Tabel 19. Uji statistik Coefficient of Efficiency/CE hidrograf aliran permukaan antara hasil pengukuran & simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan terpilih dengan model H2U Skala 1 : 25000
Episode
Skala 1 : 50000
Ukuran Gris (m)
Ukuran Gris (m)
hujan
Awal
01/10/01
0,628
0,628
0,625
0,644
0,633
0,608
0,635
0,638
06/11/01
0,515
0,510
0,522
0,487
0,450
0,392
0,437
0,445
14/11/01
-1,574
-1,603
-1,489
-1,654 -1,677
-1,751
-1,718
-1,739
18/01/02
0,623
0,625
0,640
0,603
0,575
0,547
0,573
0,576
03/02/02
0,289
0,272
0,314
0,252
0,235
0,175
0,208
0,205
07/02/02
0,453
0,441
0,483
0,408
0,371
0,296
0,346
0,347
12/02/02
0,633
0,630
0,643
0,609
0,578
0,531
0,568
0,573
25 x 25
50 x 50 100 x 100
Awal
25 x 25
50 x 50 100 x 100
Berdasarkan Tabel 17 dan 19 terlihat bahwa rata-rata nilai CE dengan model H2U lebih kecil dibandingkan dengan model Klasik. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan pada model H2U nilai pdf berorientasi pada rata-rata panjang jalur hidrolik dari setiap daerah isodistance. Aliran permukaan akan sampai di outlet setelah menempuh jalur hidrolik yang ada dengan kecepatan aliran air diseluruh DAS diasumsikan sama baik pada lereng (aliran artifisial) maupun pada sungai yang sebenarnya. Sedangkan kenyataanya tidak demikian. Kecepatan aliran pada lereng / aliran artifisial akan lebih lambat dibandingkan kecepatan di sungai, jadi perlu dibedakan analisis antara pdf di aliran sungai dengan pdf di lereng (aliran artifisial).
b. Analisis hidrograf aliran permukaan antar simulasi Untuk melihat besar penyimpangan debit aliran permukaan antar hasil simulasi dari setiap episode hujan pada model H2U ini, digunakan Uji statistik 71
Coefficient of Efficiency
/ CE. Uji ini menggunakan hasil aliran permukaan
simulasi pada skala peta dasar 1:25.000 dengan grid ukuran 25x25 m sebagai kontrol, kemudian dibandingkan dengan hasil aliran permukaan simulasi lainnya . Hasil uji tersebut diperlihatkan pada Tabel 20. Tabel 20. Uji statistik CE hidrograf aliran permukaan antar simulasi pada berbagai skala peta dan ukuran grid dari 7 episode hujan dengan model H2U. Skala 1 : 25.000
Skala 1 : 50.000
Tanggal Episode hujan
Ukuran Grid ( m ) Ukuran Grid ( m ) 25 x 25 50 x 50 100 x 100 25 x 25 50 x 50 100 x 100
01/10/01
Kontrol
0,996
0,999
0,983
0,993
0,994
06/11/01
0,997
0,999
0,981
0,992
0,993
14/11/01
0,998
0,999
0,984
0,993
0,994
18/01/02
0,999
0,999
0,992
0,997
0,997
03/02/02
0,998
0,999
0,990
0,996
0,996
07/02/02
0,998
0,999
0,989
0,995
0,995
12/02/02
0,999
0,999
0,990
0,995
0,996
Sama seperti pada model Klasik, pada model H2U ini hasil uji CE menunjukkan bahwa pada kejadian hujan yang sama, simulasi model pada berbagai ukuran grid (25x25 m, 50x50m dan 100x100m) dan pada skala peta dasar yang berbeda (1:25.000 dan 1:50.000), tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti (berkisar antara 0,98 sampai 0,99). Begitu pula dari hasil grafik pada gambar 29 yang memperlihatkan grafik data analisis antar simulasi terlihat mendekati berimpit. Hal ini menunjukkan pada model H2U ini, penggunaan skala peta dan ukuran grid yang berbeda tersebut diatas tidak mempengaruhi hasil analisis model.
72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penggunaan data DEM dengan SIG sangat baik dalam membuat jalur hidraulik artifisial wilayah berlereng dan menentukan batas DAS.
Analisis
panjang jalur hidrolik dengan modul network analyst sangat akurat, cepat dan objektif. Penggunaan peta dasar skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000 serta ukuran grid 25x25 m, 50x50m, 100x100m tidak memberikan perbedaan secara signifikan nilai parameter morfologi DAS yakni ratio percabangan sungai (RB), ratio panjang sungai (RL), nilai maksimum order jaringan hidraulik/sungai, luas dan perimeter DAS maupun nilai fungsi peluang kerapatan (pdf). Analisis model H2U yang berbasiskan parameter jaringan sungai yaitu n (order sungai maksimum) dan L rataan (panjang rata-rata jalur hidrolik) maupun model Klasik yang berbasiskan jumlah ordo-1 dari setiap isokron DAS, tidak terpengaruh oleh perbedaan penggunaan skala peta maupun ukuran grid yang diteliti. Model H2U dapat dikembangkan dan diterapkan dengan baik dan mudah, walaupun uji akurasi yang diperoleh belum terlalu bagus. 6.2. Saran Indonesia mempunyai DAS yang banyak dengan area yang besar sehingga penggunaan SIG sebagai tools dalam analisis pemodelan hidrologi sangat diperlukan. Selain itu perlu dikembangkan piranti lunak SIG yang sudah ada dan bersifat ‘open source’ untuk pengembangan di masa yang akan datang. Model H2U terus berkembang dan saat ini telah dikeluarkan modifikasi terbaru yang telah membedakan unsur kecepatan aliran air di lereng dan aliran di sungai sehingga diperoleh nilai pdf lereng maupun pdf sungai.
Semoga
penggunaan model H2U terbaru ini akan menghasilkan uji akurasi yang lebih baik. Perlu pengkajian penggunaan data spasial yang lebih beragam yaitu pada peta dasar 1 : 10.000 dan 1 : 100.000. Sehingga pengaruh kedetilan data spasial /DEM yang digunakan dalam menentukan parameter morfologi / karakteristik DAS dapat lebih diketahui.
DAFTAR PUSTAKA Antenucci, J. C. 1991. Geographic Information Systems – a guide to the technology, p.7. Chapman& Half, New York. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-3. IPB Press Bogor. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta. Band, L.E. 1999. Spatial hydrography and landforms. Geographical Information Systems, Principles and Tehnical Issues, p 527-542. Editor : Longley P.A., Goodchild M. and Rhind, D. John Wiley & Sons Inc. New York. Chow V.T., Maidment D. R. and Mays L. W., 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill. International Edition. 572 p. Conrad, O. 2001. Digitales Geloe Modell (DiGem) manual. Help menu – DiGem Software. Departement for Physical Geography, University of Gottingen - Germany. Conrad, O. 2005. SAGA – PROGRAM STRUCTURE AND CURRENT STATE OF IMPLEMENTATION. Abteilung Physische Geographie – Geographisches Institut - Universität Göttingen – Goldschmidtstr. Dooge, J.C.I. 1973. Linear Theory of Hydrologic Systems. Technical Bulletin No.1468. United States Departement of Agriculture. Washington, D.C. Hardjoamidjoyo, S., M.Y. Purwanto, and A. Heryansyah, 1998. The Effect of Soil Conservation on The Change of Unit Hidrograph in The Upper Ciliwung Watershed for Sustainable Agricultural Development. SEARCA Professorial Chair Grant, Research Report. Hutchinson, M.F. dan Gallant, J.C. 1999. Representation of terrrain. Geographical Information Systems, Principles and Tehnical Issues, hal 105-124. Editor : Longley P.A., Goodchild M. dan Rhind, D. John Wiley & Sons Inc. New York. Irianto G., Duchesne, J. dan Perez, P. 1997. H2U (hidrogramme unitaire universale) A Transfer function model using fractal characteristics of the hidrographic network. In McDonald, A. D. and McAleer M (Eds). Proceeding of Modsim 97 (Hobart, 8-11 December 1997) MSSA Camberra, pp 470-478. Irianto G., Perez, P dan Prasetyo T. 1999. Karakterisasi dan Analisis Biofisik Wilayah Rawan Kekeringan dan Banjir. Laporan Akhir Kali Garang Pilot Proyek. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat – CIRAD.
Jain, S. K., Chowdahary, H., Seth, S.M., Nema, R.K. 1997. Flood estimation using a GIUH based on a conceptual rainfall-runoff model and GIS. ITC Journal 1997-1, p.20-25 Kartiwa, B., 2004. Modelisation du Fonctionnement Hydrologique des Bassins Versants. These de Doctorat. No d’ordre : 612. Universite D’Angers, France. Kodoatie, R dan Roestam S. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi. Yogyakarta. Maidment, D. R. 1996. GIS and Hydrologic Modelling – an Assessment of Progress. The third International Converence on GIS and Environm,ental Modelling, 1996. Santa Fe, New Mexico. Nash, J.E. 1957. The form of the instantaneous unit hydrograph. C.R. and Reports, Assoc. Inter. Hydrol., IUGG. p.114-121. Toronto, Canada, Pawitan, H. dan. Daniel M. 1995. Monitoring dan Evaluasi Komponen Biofisik DAS. Makalah pada Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian dan Analisis Pengelolaan DAS , Prosiding Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslittanak, 1992. Penelitian Daya Dukung Pertanian Lahan Kering di DAS Ciliwung Hulu. Laporan Hasil Penelitian tahun anggaran 1991/1992. Rieger, W., 1992. Hydrologische Anwendungen des digitales Gelandemodelles. Heft 39. Technische Universitat Wien. Rodríguez-Iturbe, I., and Valdés, J. B. 1979. The Geomorphologic Structure of Hydrologic Response, Water Resources Research 15(6):1409-1420. Soewarno, 2000. Hidrologi Aplikasi Metode Statisitik untuk Analisa Data. Jilid 2. Penerbit NOVA, Bandung. Soil Conservation Service., 1972. National Engineering Handbook : Section 4, Hydrology. 2nd ed., US Departement of Agriculture, Washington. Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Strahler A. N., 1964. Quantitative Geomorphology of Drainage Basins and Channel Networks. Section 4-II. Handbook of Applied Hydrology. McGraw-Hill. New York. Viesman W., Knapp J., Lewis G., Harbaugh, T. Hydrology, Harper and Row, New York.
1972.
Introduction to
75
Lampiran 1. Data 40 hari hujan terbesar yang tercatat pada AWLR Katulampa dari Januari 2001 s/d April 2002 No. Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
01/01/01 04/01/01 05/01/01 08/01/01 10/01/01 11/01/01 12/01/01 23/01/01 30/01/01 13/02/01 15/02/01 16/02/01 17/02/01 24/02/01 28/02/01 11/03/01 24/03/01 28/03/01 29/03/01 01/10/01 02/11/01 04/11/01 06/11/01 09/11/01 14/11/01 16/11/01 18/01/02 03/02/02 06/02/02 07/02/02 10/02/02 12/02/02 13/02/02 15/02/02 23/02/02 03/02/02 11/03/02 17/03/02 19/03/02 22/03/02
CH_24j Tugu (mm) 16,8 0,6 0,4 0,2 0,2 0,0 0,0 23,6 11,8 76,8 31,2 31,2 36,2 20,2 72,2 20,0 34,8 32,2 37,6 40,0 22,2 12,2 88,8 36,6 17,0 23,2 43,8 30,6 49,8 37,0 47,4 118,4 13,2 20,0 0,4 0,2 71,6 77,6 15,6 3,8
CH_24j Gadog (mm) 53 28 9 25 20 24 4 15 16 20 16 22 19 8 6 77 27 34 19 51 36 18 5 40 115 32 127 55 36 37 29 29 47 61 1 10 52 42 8 99
Waktu Puncak (pukul/WIB)
TMA (m)
18:00 18:00 20:30 16:00 17,00 03:00 20:30 16:00 16:00 06:00 09:30 11:30 01:30 19:00 14:00 17:00 21:00 19:00 22:00 18:00 17:00 20:00 19:00 17:00 18:00 18:00 16:00 18:00 17:00 07:00 05:30 16,00 03:00 17:00 08:30 21:00 08:00 08:00 16:00 21:00
1,95 1,12 1,20 1,32 1,15 1,20 1,20 1,44 1,16 1,40 1,28 1,32 1,97 1,28 1,68 1,20 1,16 1,12 1,22 1,10 1,43 1,26 1,15 1,21 1,56 1,16 2,08 1,50 1,11 1,16 1,20 1,15 1,98 1,76 1,12 1,10 1,60 1,66 1,12 1,40
Catatan : No 20, 23,25,27,28,30 dan 32 adalah episode hujan terpilih yang berpasangan dengan data debit untuk dianalisis. Hasil analisis diperlihatkan pada Lampiran 2 s/d 8. 77
Lampiran 2. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 1 Oktober 2001 Tanggal 01/10/01
Jam
CH_tugu
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm) 0,0 0,0
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
0,0 0,0
30 menit 0,36 0,36
waktu/eps 0 30
30 menit-an 1,6052 1,6052
resesi
baseflow
DRO
Volume
phi
Pn_1
Pn_2
k=0.0014 1,67405 1,60520
y=0.0046x + 1.3293 1,3293 1,4673
(m3/det)
DRO (m3)
(mm)
(mm)
(mm)
60
1,6052
1,53917
1,6053
0,00
10.00
0,0 0,0
11.00
0,0
0,0
0,0
0,36
0,0
0,4
0,1
0,37
90
1,7475
1,60672
1,7433
0,00
0,0
0,8
0,3
0,38
120
1,8956
1,67117
1,8813
0,01
25,70
0,0
0,0
0,0
0,0
0,40
150
2,2089
1,86729
2,0193
0,19
341,25
0,0 0,0
12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00
0,0 0,0 0,0 0,0
0,0
0,0
0,0
0,44
180
2,9036
2,35361
2,1573
0,75
1343,34
0,0
0,0
0,0
0,47
210
3,4837
2,70767
2,2953
1,19
2139,09
0,0
0,0
0,0
0,0
0,50
240
4,1139
3,06598
2,4333
1,68
3025,06
0,0
0,0
14,1
4,6
0,55
270
5,2746
3,76934
2,5713
2,70
4865,91
6,0
28,1
13,3
0,60
300
6,5719
4,50324
2,7093
3,86
6952,61
16,8
3,0
12,3
0,70
330
9,5707
6,28843
2,8473
6,72
12102,20
0,4 11,0
2,3
1,0
1,2
1,0
1,6
0,5
1,2
0,80
360
13,1011
8,25397
2,9853
10,12
18208,39
0,1
5,8
1,7
4,4
0,90
390
17,1551
10,36355
3,1233
14,03
25257,23
0,3
1,0
1,6
1,2
1,00
420
21,7263
12,58520
3,2613
18,46
33236,92
0,1
1,6
1,1
1,4
1,05
450
24,2040
13,44378
3,3993
20,80
37448,39
0,1
1,6
0,9
1,4
1,10
480
26,8089
14,27819
3,5373
23,27
41888,84
0,1
1,4
0,8
1,2
1,05
510
24,2040
12,36063
3,6753
20,53
36951,59
0,1
1,4
0,8
1,2
1,00
540
21,7263
10,63895
3,8133
17,91
32243,32
0,1
1,4
0,2
1,0
0,95
570
19,3764
9,09801
3,9513
15,43
27765,19
0,1 0,0
0,6
0,0
0,4
0,90
600
17,1551
7,72371
4,0893
13,07
23518,43
0,6
0,0
0,4
0,88
630
16,3027
7,03806
4,2273
12,08
21735,76
0,0
0,2
0,0
0,1
0,86
660
15,4711
6,40432
4,3653
11,11
19990,41
0,0
0,0
0,0
0,0
0,83
690
14,2626
5,66123
4,5033
9,76
17566,75
0,0
0,0
0,0
0,0
0,80
720
13,1011
4,98630
4,6413
8,46
15227,59
0,0
0,0
0,0
0,79
750
12,7244
4,64373
4,7793
7,95
14301,10
0,0
0,0
0,0
0,78
780
12,3529
4,32274
4,9173
7,44
13384,05 Total =
0,0
0,0
0,0
0,77
810
11,9867
4,02206
5,0553
6,93
12476,44
0,0
0,0
0,0
0,76
840
11,6257
3,74049
5,1933
6,43
11578,31
3,5
3,5
01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 02 -10 -01
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00
0,0
0,0
0,0
0,75
870
11,2700
3,47691
5,3313
5,94
0,0
0,0
0,0
0,74
900
10,9196
3,23024
5,4693
5,45
10689,65 9810,48
0,0
0,0
0,0
0,74
930
10,9196
3,09738
5,6073
5,31
9562,08
0,0
0,0
0,0
0,74
960
10,9196
2,96998
5,7453
5,17
9313,68
0,0
0,0
0,0
0,73
990
10,5744
2,75781
5,8833
4,69
8444,01 7583,87
0,0
0,0
0,0
0,72
1020
10,2346
2,55939
6,0213
4,21
0,0
0,0
0,0
0,72
1050
10,2346
2,45413
6,1593
4,08
7335,47
0,0
0,0
0,0
0,72
1080
10,2346
2,35319
6,2973
3,94
7087,07
0,0
0,0
0,0
0,66
1110
8,3069
1,83142
6,4353
1,87
3368,94
0,0
0,0
0,0
0,60
1140
6,5719
1,38930
6,5733
0,00
0,0
0,0
0,0
0,60
1170
6,5719
1,33215
6,7113
-0,14
0,0
0,0
0,0
0,60
1200
6,5719
1,27736
6,8493
-0,28
0,0
0,0
0,0
0,60
1230
6,5719
1,22482
6,9873
-0,42 -0,55
0,0
0,0
0,0
0,60
1260
6,5719
1,17445
7,1253
0,0
0,0
0,0
0,59
1290
6,3016
1,07982
7,2633
0,0
0,0
0,0
0,58
1320
6,0367
0,99188
0,0
0,0
0,0
0,57
1350
5,7772
0,91021
0,0
0,0
0,0
0,56
1380
5,5232
0,83439
0,0
0,0
0,0
0,56
1410
5,5232
0,80008 0,76717
Total volume DRO (Vr)
= 506769,09 m3
0,0
0,0
0,0
0,56
1440
5,5232
0,0
0,0
0,0
0,55
1470
5,2746
Total CH-Wilayah = 44,70 mm
0,0
0,0
0,0
0,54
1500
5,0315
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
0,0779
0,0
0,0
0,0
0,54
1530
5,0315
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0,0755
0,0
0,1
0,0
0,54
1560
5,0315
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,0778
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0 Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,0784 0,0780
Kr = Vr*1000/S*h
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0 Stream line
Kedalaman DRO1 (mm) = 3,5
60
1,60520
Kedalaman DRO2 (mm) = 3,4
1140
6,57186
Kedalaman DRO3 (mm) = 3,5 Kedalaman DRO4 (mm) = 3,5 Kedalaman DRO5 (mm) = 3,5 Kedalaman DRO6 (mm) = 3,5
0,0786 Rata-rata
0,0777
Lampiran 3. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 6 Nopember 2001 Tanggal
Jam
CH_tugu
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm)
06/11/01
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
resesi
baseflow
DRO
Volume DRO
phi index
Pn1
Pn2
30 menit_an
waktu/eps
30 menit-an
k=0.0011
y=0.0089x + 4.4965
(m3/det))
(m3)
(mm)
(mm)
(mm)
12.00
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,54 0,54
0 30
5,0315 5,0315
13.00
0,0
0,0
0,0
0,54
60
0,0
0,1
0,0
0,55
90
0,0
0,2
0,1
0,56
120
5,5232
5,0026
5,5645
-0,04
0,0
0,0
0,0
0,0
0,56
150
5,5232
4,8402
5,8315
-0,31
0,0
0,8
0,0
0,5
0,58
180
6,0367
5,1184
6,0985
-0,06
0,0
0,0
0,6
0,2
0,59
210
6,1684
5,0604
6,3655
-0,20
0,0
14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00
5,2003 5,0315
4,4965 4,7635
0,0 0,0
5,0315
4,8681
5,0305
0,00
0,0
5,2746
4,9377
5,2975
-0,02
0,0
0,6
1,1
0,8
0,57
240
5,7772
4,5856
6,6325
-0,86
22,8
0,3
15,4
0,64
270
7,5605
5,8062
6,8995
0,66
0,0
31,6
0,2
21,2
0,70
300
9,5707
7,1115
7,1665
2,40
4327,64
17,4
14,4
1,3
10,1
0,80
330
12,9121
9,2828
7,4335
5,48
9861,40
14,9
8,0
2,2
6,1
0,89
360
16,7263
11,6346
7,7005
9,03
16246,48
0,2
7,0
0,5
4,9
1,02
390
22,7020
15,2786
7,9675
14,73
26522,16
0,2
1,0
0,2
0,7
1,15
420
29,5404
19,2355
8,2345
21,31
38350,63
0,0
0,0
0,0
0,0
1,09
450
26,0141
16,3895
8,5015
17,51
31522,65
0,0
1189,75
19,3
0,5 1,90
0,7 0,3
0,0
0,0
0,0
1,02
480
22,7020
13,8385
8,7685
13,93
25080,36
0,0
0,0
0,0
0,0
1,01
510
22,2116
13,1000
9,0355
13,18
23716,96
0,0
0,0
0,0
0,0
1,00
540
21,7263
12,3978
9,3025
12,42
22362,76
0,0
0,0
0,0
0,0
0,96
570
19,8361
10,9518
9,5695
10,27
18479,90
0,0
0,0
0,0
0,0
0,92
600
18,0281
9,6305
9,8365
8,19
14744,97
0,0
0,0
0,0
0,0
0,89
630
16,7263
8,6450
10,1035
6,62
11921,08
0,0
0,0
0,0
0,0
0,86
660
15,4711
7,7367
10,3705
5,10
9181,05
0,0
0,0
0,0
0,0
0,84
690
14,6602
7,0932
10,6375
4,02
7240,91
0,0
0,0
0,0
0,0
0,82
720
13,8702
6,4931
10,9045
2,97
5338,27
0,0
0,0
0,0
0,0
0,81
750
13,2914
6,0202
11,1715
2,12
3815,81
0,0
0,0
0,0
0,0
0,79
780
12,7244
5,5763
11,4385
1,29
2314,54
0,0
0,0
0,0
0,78
810
12,3529
5,2377
11,7055
0,65
1165,29
02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07/11/01
07.00 08.00 09.00 10.00
0,0
0,0
0,0
0,77
840
11,9867
4,9175
11,9725
0,01
0,0
0,0
0,0
0,76
870
11,6257
4,6146
12,2395
-0,61
0,0
0,0
0,0
0,75
900
11,2700
4,3282
12,5065
-1,24
0,0
0,0
0,0
0,75
930
11,0941
4,1223
12,7735
-1,68
25,48
0,0
0,0
0,0
0,74
960
10,9196
3,9257
13,0405
0,0
0,0
0,0
0,73
990
10,5744
3,6783
13,3075
0,0
0,1
0,0
0,72
1020
10,2346
3,4445
13,5745
0,0
0,0
0,0
0,72
1050
10,0666
3,2780
13,8415
0,0
0,0
0,0
0,71
1080
9,9000
3,1191
14,1085
0,0
0,0
0,0
0,71
1110
9,7347
2,9674
14,3755
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
0,0
0,0
0,0
0,70
1140
9,5707
2,8227
14,6425
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0,030
0,0
0,0
0,0
0,69
1170
9,2468
2,6387
14,9095
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,031
Total volume DRO = 273408,06 m3 Total CH-Wilayah = 60,00 mm Kr=Vr*1000/S*h
0,0
0,0
0,0
0,68
1200
8,9282
2,4651
15,1765
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0
0,031
0,2
0,0
0,1
0,68
1230
8,7709
2,3430
15,4435
Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,031
15,7105
0,0
0,0
0,0
0,67
1260
8,6149
2,2266
0,0
0,0
0,0
0,66
1290
8,3069
2,0773 1,9367
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0 Kedalaman DRO1 (mm) = 1,9
0,0
0,0
0,0
0,65
1320
8,0043
0,0
0,0
0,0
0,65
1350
7,8550
Kedalaman DRO3 (mm) = 1,9
0,0
0,0
0,0
0,64
1380
7,7071
Kedalaman DRO4 (mm) = 1,9
0,0
0,0
0,0
0,64
1410
7,5605
12.00
0,0
0,0
0,0
0,63
1440
7,4152
0,0
0,0
0,0
0,63
1470
7,2713
60,00
5,0315
13.00
0,0
0,0
0,0
0,62
1500
7,1287
840,00
11,9867
11.00
0,031
Kedalaman DRO2 (mm) = 1,8
Kedalaman DRO5 (mm) = 1,9 Str_line
Kedalaman DRO6 (mm) = 1,9
0,032 rata2
0,031
Lampiran 4. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 14 Nopember 2001 Tanggal 14/11/01
Jam
CH_tugu
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm) 0,0 0,0
Kumulatif waktu
Debit (m3/det)
Resesi
Baseflow
DRO
Volume DRO
phi
Pn_1
Pn_2
30 menit 0,53 0,53
30 menit-an/eps 0 30
30 menit-an 4,7938 4,7938
k=0.0017 5,04466 4,79383
y=0.0149x + 4.3473
(m3/det)
(m3)
(mm)
(mm)
(mm) 0,0 0,0
10.00
0,0 0,0
11.00
0,0
0,0
0,0
0,53
60
4,7938
4,55548
5,2413
0,0
0,2
0,1
0,53
90
4,6771
4,22353
5,6883
0,0
12.00
0,0
0,5
0,2
0,52
120
4,5617
3,91451
6,1353
0,0
0,0
1,6
0,5
0,52
150
4,5617
3,71988
6,5823
0,0
13.00
0,0
2,9
0,9
0,52
180
4,5617
3,53492
7,0293
0,0
0,0
24,0
7,9
0,52
210
4,4477
3,27520
7,4763
0,0
30,0
9,9
0,51
240
4,3350
3,03353
7,9233
0,0
25,5
8,4
0,51
270
4,3350
2,88270
8,3703
0,0
24,5
8,1
0,51
300
4,3350
2,73937
8,8173
12,4
5,8
10,2
0,51
330
4,3350
2,60316
9,2643
0,2
1,4
0,6
0,51
360
4,3350
2,47373
9,7113
0,0
0,0
0,0
0,76
390
11,4472
6,20741
10,1583
1,29
2319,99
0,0
0,0
0,0
0,0
1,00
420
21,7263
11,19561
10,6053
11,12
20017,72
0,0
0,0
0,0
0,0
1,28
450
37,2309
18,23128
11,0523
26,18
47121,47
0,0
0,0
0,0
0,0
1,56
480
56,6476
26,36004
11,4993
45,15
81266,90
0,0
0,0
0,0
0,0
1,46
510
49,2692
21,78667
11,9463
37,32
67181,14
0,0
0,0
0,0
0,0
1,36
540
42,3830
17,80978
12,3933
29,99
53981,51
0,0
0,2
0,4
0,3
1,22
570
33,5762
13,40753
12,8403
20,74
37324,56
0,0
20.00
0,4
0,7
0,5
1,08
600
25,7517
9,77179
13,2873
12,46
22435,89
0,0
0,4
0,3
0,4
1,01
630
21,9683
7,92165
13,7343
8,23
14821,17
0,0
21.00
0,2
0,1
0,2
0,93
660
18,4724
6,32986
14,1813
4,29
7724,01
0,0
0,2
0,0
0,1
0,89
690
16,7263
5,44656
14,6283
2,10
3776,44
0,0
0,0
0,0
0,0
0,85
720
15,0631
4,66107
15,0753
0,0
0,0
0,0
0,82
750
13,6760
4,02144
15,5223
0,0
0,0
0,0
0,78
780
12,3529
3,45178
15,9693
0,0
0,0
0,0
0,76
810
11,6257
3,08705
16,4163
0,0
0,0
0,0
0,74
840
10,9196
2,75538
16,8633
0,0
0,4
0,1
0,72
870
10,2346
2,45413
17,3103
14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00
22.00 23.00 24.00
0,0 0,0
Tinggi air (m)
0,0
8,8
0,4 1,1
0,5 0,4 0,4
1,4
0,5 0,0
0,0 Total
2,5
2,5
01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 15/11/01
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
0,0
0,9
0,3
0,70
900
9,5707
2,18084
17,7573
0,2
0,5
0,3
0,69
930
9,2468
2,00226
18,2043
0,0
0,4
0,1
0,68
960
8,9282
1,83714
18,6513
0,0
0,1
0,0
0,67
990
8,6149
1,68454
19,0983
0,0
0,0
0,0
0,66
1020
8,3069
1,54356
19,5453
0,2
0,4
0,3
0,66
1050
8,1550
1,43998
19,9923
2,0
0,8
1,6
0,65
1080
8,0043
1,34310
20,4393
0,6
0,7
0,6
0,65
1110
7,8550
1,25252
20,8863
0,0
0,8
0,3
0,64
1140
7,7071
1,16782
21,3333
0,0
0,0
0,0
0,64
1170
7,5605
1,08864
21,7803
0,0
0,0
0,0
0,63
1200
7,4152
1,01464
22,2273
0,0
0,0
0,0
0,63
1230
7,4152
0,96419
22,6743
0,0
0,0
0,0
0,63
1260
7,4152
0,91625
23,1213
0,0
0,0
0,0
0,65
1290
7,8550
0,92234
23,5683
0,0
0,0
0,0
0,66
1320
8,3069
0,92690
24,0153
0,0
0,0
0,0
0,66
1350
8,1550
0,0
0,0
0,0
0,65
1380
8,0043
Total volume DRO (m3) = 357970,79
0,2
0,2
0,2
0,64
1410
7,7071
Total CH wil (mm) = 46,85
0,8
0,5
0,7
0,63
1440
7,4152
0,2
0,0
0,1
0,63
1470
7,2713
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
0,0
0,0
0,0
0,62
1500
7,1287
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0,0508
0,0
0,0
0,0
0,61
1530
6,8476
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,0523
0,0
0,0
0,0
0,60
1560
6,5719
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0
0,0528
0,0
0,0
0,0
0,60
1590
6,5719
Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,0525
0,6
0,0
0,4
0,60
1620
6,5719
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0
0,0529
Str line
Kedalaman DRO2 (mm) = 2,4
Kr=Vr*1000/S*h
Kedalaman DRO1 (mm) = 2,5 30
4,7938
Kedalaman DRO3 (mm) = 2,5
720
15,0631
Kedalaman DRO4 (mm) = 2,5 Kedalaman DRO5 (mm) = 2,5 Kedalaman DRO6 (mm) = 2,5
0,0524
rata2
0,0523
Lampiran 5. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 18 Januari 2002 Tanggal 18/01/02
Jam 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00
CH_tugu 0,0 0,0 0,0 0,0
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm) 0,0 1,0 2,1 10,0
0,0 0,3 0,7 3,3
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
30 menit 0,40 0,40 0,40 0,40
waktu/eps 0 30 60 90
30 menit-an 2,2089 2,2089 2,2089 2,2089
Resesi
Baseflow
DRO
k=0.0013 2,29673 2,20888 2,12439 2,04314
y=0.0063x + 2.0201
(m3/det)
Volume DRO (m3/det)
phi index
Pn_1
Pn_2
(mm)
(mm)
(mm) 0,0 0,0 0,1 0,4
2,2091 2,3981 2,5871
0,0
18,0
5,9
0,40
120
2,2089
1,96499
2,7761
0,7
0,0
20,2
6,7
0,44
150
2,9036
2,48420
2,9651
0,8
0,0
24,8
8,2
0,48
180
3,6882
3,03478
3,1541
0,53
961,38
0,0
12,8
4,2
0,54
210
5,0315
3,98171
3,3431
1,69
3039,07
15,8
8,2
13,3
0,60
240
6,5719
5,00180
3,5321
3,04
5471,57
15,8
8,2
13,3
1,34
270
41,0652
30,05895
3,7211
37,34
67219,34
1,4
6,8
3,2
2,08
300
102,8365
72,39525
3,9101
98,93
178067,58
0,4
2,6
6,7
4,0
1,94
330
89,1218
60,34055
4,0991
85,02
153040,91
0,5
1,0 0,5 8,9
4,3
1,6
4,4
1,6
1,6
6,3
3,1
1,80
360
76,3458
49,71329
4,2881
72,06
129703,77
0,4
2,0
2,5
2,2
1,68
390
66,1470
41,42482
4,4771
61,67
111005,89
0,3
2,0
1,0
1,7
1,56
420
56,6476
34,11882
4,6661
51,98
93566,66
0,2
1,6
0,6
1,3
1,43
450
47,1515
27,31307
4,8551
42,30
76133,47
0,2
0,2
0,2
0,2
1,30
480
38,4891
21,44249
5,0441
33,44
60200,97
0,0
0,0
0,0
0,0
1,23
510
34,1728
18,30967
5,2331
28,94
52091,43
0,0
0,2
0,0
0,1
1,16
540
30,1019
15,51158
5,4221
24,68
44423,56
0,0
0,0
0,0
0,0
1,11
570
27,3451
13,55203
5,6111
21,73
39121,15
0,0
0,0
0,0
0,0
1,06
600
24,7148
11,77998
5,8001
18,91
34046,44
0,0
0,2
0,0
0,1
1,01
630
22,2116
10,18193
5,9891
16,22
29200,48
0,0
0,0
0,0
0,0
0,96
660
19,8361
8,74519
6,1781
13,66
24584,42
0,0
0,0
0,0
0,0
0,93
690
18,4724
7,83248
6,3671
12,11
21789,57
0,0
0,0
0,0
0,0
0,90
720
17,1551
6,99570
6,5561
10,60
19078,19
0,0
0,0
0,0
0,0
0,88
750
16,3027
6,39382
6,7451
9,56
17203,72
0,0 0,0
0,2
0,0
0,1
0,86
780
15,4711
5,83557
6,9341
8,54
15366,57
0,0
0,0
0,0
0,85
810
14,8610
5,39105
7,1231
7,74
13928,20
0,0
0,0
0,0
0,83
840
14,2626
4,97607
7,3121
6,95
12510,91
Total ERH =
8,7
03.00 04.00 05.00
0,0
0,0
0,82
870
13,6760
4,58890
7,5011
6,17
0,0
0,0
0,0
0,80
900
13,1011
4,22785
7,6901
5,41
11114,75 9739,75
0,0
0,0
0,0
0,79
930
12,7244
3,94922
7,8791
4,85
8721,46
0,2
0,1
0,2
0,78
960
12,3529
3,68728
8,0681
4,28
7712,61
0,0
0,0
0,0
0,77
990
11,9867
3,44111
8,2571
3,73
6713,20
0,0
0,0
0,0
0,76
1020
11,6257
3,20983
8,4461
3,18
5723,27
0,0
0,0
0,0
0,75
1050
11,2700
2,99260
8,6351
2,63
4742,81
0,0
0,0
0,0
0,74
1080
10,9196
2,78865
8,8241
2,10
3771,84
0,0
0,0
0,0
0,73
1110
10,5744
2,59721
9,0131
1,56
2810,37
0,0
0,0
0,0
0,72
1140
10,2346
2,41759
9,2021
1,03
1858,43
0,0
0,0
0,0
0,71
1170
9,9000
2,24911
9,3911
0,51
916,02
08.00
0,0
0,0
0,0
0,70
1200
9,5707
2,09114
9,5801
0,0
0,0
0,0
0,65
1230
8,0043
1,68200
9,7691
Total volume DRO = 1265579,75 m3
09.00
0,0
0,0
0,0
0,60
1260
6,5719
1,32816
9,9581
Total CH-Wilayah = 72,10 mm
0,0
0,0
0,0
0,63
1290
7,4152
1,44128
10,1471
10.00
0,0
0,1
0,0
0,66
1320
8,3069
1,55285
10,3361
0,0
0,0
0,0
0,65
1350
8,0043
1,43905
10,5251
11.00
0,0
0,0
0,0
0,64
1380
7,7071
1,33261
10,7141
06.00 07.00 19/01/02
0,0
Kr=Vr*1000/S*h
Str line 30
2,20888
Luas area DAS1 (m2) = 145761800
0,1209
1200
9,57074
Luas area DAS2 (m2) = 150366400
0,1172
Luas area DAS3 (m2) = 145961200
0,1208
Luas area DAS4 (m2) = 144727000
0,1218
Luas area DAS5 (m2) = 145584900
0,1211
Luas area DAS6 (m2) = 144301200 Kedalaman DRO_1 (mm) = 8,7 Kedalaman DRO_2 (mm) = 8,4 Kedalaman DRO_3 (mm) = 8,7 Kedalaman DRO_4 (mm) = 8,7 Kedalaman DRO_5 (mm) = 8,7 Kedalaman DRO_6 (mm) = 8,8
0,1222 rata2
0,1207
Lampiran 6. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 3 Pebruari 2002 Tanggal
Jam
CH_tugu
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm) 03/02/02
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
Resesi
Baseflow
DRO
Vol.DRO
phi
Pn_1
Pn_2
30 menit
waktu/eps
30 menit-an
k=0.0003
Y=0,007x + 19,857
(m3/det)
(m3)
(mm)
(mm)
(mm)
10.00
0 0
0,00 0,60
0,0 0,2
0,97 0,97
0 30
20,3010 20,0679
20,48449 20,06789
19,857 20,067
0,0 0,0
11.00
0
1,20
0,4
0,96
60
19,8361
19,65839
20,277
0,0
0
8,72
2,9
0,96
90
19,8361
19,48226
20,487
0
16,28
5,4
0,96
120
19,8361
19,30770
20,697
0
8,57
2,8
0,96
150
19,8361
19,13471
20,907
0,2
6,43
2,3
0,96
180
19,8361
18,96327
21,117
1,6
5,96
3,0
1,03
210
23,1976
21,97813
21,327
2,2
5,04
3,1
1,10
240
26,8089
25,17202
21,537
0,6
0,78
0,7
1,20
270
32,3980
30,14731
21,747
15.00
5,2
0,12
3,5
1,30
300
38,4891
35,49439
21,957
16,53
29757,75
1,8
0,00
1,2
1,33
330
40,4137
36,93534
22,167
18,25
32844,05
16.00
5,4
0,00
3,6
1,36
360
42,3830
38,38812
22,377
20,01
5,8
0,00
3,9
1,41
390
45,7643
41,07934
22,587
4
0,00
2,7
1,46
420
49,2692
43,82911
22,797
12.00 13.00 14.00
17.00
0,3 2,1
0,5 0,3
3,3 1,87
0,2
3367,04
0,3
5,27
9489,38
0,3
10,65
19171,75
0,1 0,3
0,3
36010,85
0,3
0,3
23,18
41719,22
0,6
0,3
26,47
47649,88
0,1
0,2
2,8
0,00
1,9
1,48
450
50,7056
44,70278
23,007
27,70
49857,41
0,2
18.00
0
0,00
0,0
1,50
480
52,1616
45,57445
23,217
28,94
52100,34
0,0
0
0,00
0,0
1,42
510
46,4554
40,22520
23,427
23,03
41451,19
0,0
19.00
0
0,00
0,0
1,34
540
41,0652
35,23925
23,637
17,43
31370,72
0,0
0
0,00
0,0
1,29
570
37,8575
32,19558
23,847
14,01
25218,89
0,0
20.00
0
0,00
0,0
1,24
600
34,7744
29,30862
24,057
10,72
19291,33
0,0
0
0,00
0,0
1,20
630
32,3980
27,06106
24,267
8,13
14635,75
0,0
21.00
0
0,00
0,0
1,16
660
30,1019
24,91791
24,477
5,62
10124,74
0,0
0
0,00
0,0
1,14
690
28,9840
23,77760
24,687
4,30
7734,60
0,0
22.00
0
0,00
0,0
1,12
720
27,8863
22,67213
24,897
2,99
5380,79
0,0
0
0,00
0,0
1,11
750
27,3451
22,03289
25,107
2,24
4028,53
23.00
0
0,00
0,0
1,10
780
26,8089
21,40732
25,317
1,49
2685,38
0
0,00
0,0
1,09
810
26,2777
20,79521
25,527
0,75
1351,35
0
0,00
0,0
1,08
840
25,7517
20,19631
25,737
0,01
26,43
24.00
Total =
3,3
3,3
04/02/02
0
0,00
0,0
1,07
870
25,2307
19,61043
25,947
01.00
0
0,00
0,0
1,06
900
24,7148
19,03733
26,157
0
0,00
0,0
1,06
930
24,7148
18,86676
26,367
02.00
0
0,00
0,0
1,06
960
24,7148
18,69772
26,577
0
0,00
0,0
1,05
990
24,2040
18,14720
26,787
03.00
0
0,00
0,0
1,04
1020
23,6982
17,60882
26,997
0
0,00
0,0
1,04
1050
23,6982
17,45105
27,207
04.00
0
0,00
0,0
1,04
1080
23,6982
17,29470
27,417
0
0,00
0,0
1,04
1110
23,4473
16,95824
27,627
05.00
0
0,00
0,0
1,03
1140
23,1976
16,62733
27,837
0
0,00
0,0
1,03
1170
23,1976
16,47836
28,047
06.00
0
0,00
0,0
1,03
1200
23,1976
16,33072
28,257
0
0,00
0,0
1,03
1230
22,9492
16,01109
28,467
Total volume DRO = 485267,36 m3
07.00
0
0,00
0,0
1,02
1260
22,7020
15,69676
28,677
Total CH-Wilayah = 37,55 mm
0
0,00
0,0
1,01
1290
22,2116
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
08.00
0
0,00
0,0
1,00
1320
21,7263
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0
0,00
0,0
1,00
1350
21,7263
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,0859
09.00
0
0,00
0,0
1,00
1380
21,7263
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0
0,0885
0
0,00
0,0
0,99
1410
21,2460
Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,0893
10.00
0
0,00
0,0
0,98
1440
20,7709
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0
0,0888
0
0,00
0,0
0,98
1470
20,7709
Kedalaman DRO1 (mm) = 3,3
11.00
0
0,00
0,0
0,98
1500
20,7709
Kedalaman DRO2 (mm) = 3,2
0
0,00
0,0
0,98
1530
20,7709
Kedalaman DRO3 (mm) = 3,3
12.00
0
0,00
0,0
0,98
1560
20,7709
Kedalaman DRO4 (mm) = 3,4
0
0,00
0,0
0,98
1590
20,5353
Kedalaman DRO5 (mm) = 3,3
0
0,00
0,0
0,97
1620
20,3010
Kedalaman DRO6 (mm) = 3,4
0
0,00
0,0
0,97
1650
20,3010
0
0,00
0,0
13.00 14.00
0,97 Str line
1680
20,3010
30
20,06789
840
25,75168
Kr= Vr*1000/S*h 0,0887
0,0896 rata2
0,0885
Lampiran 7. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 7 Pebruari 2002 Tanggal
Jam
CH_tugu
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm)
07/02/02
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
Resesi
Baseflow
DRO
Volume DRO
phi
Pn1
Pn2
30 menit
waktu/eps
30 menit-an
k=0.0004
y=0.0078x + 21.745
(m3/det)
(m3)
(mm)
(mm)
(mm)
12.00
0 0
0,00 0,00
0,0 0,0
1,05 1,03
0 30
24,2040 23,1976
24,4228 23,1976
21,7450 21,9790
0,0 0,0
13.00
0
0,50
0,2
1,01
60
22,2116
22,0126
22,2130
0,0
0
1,00
0,3
1,01
90
22,2116
21,8154
22,4470
0,0 0,0
14.00
0
1,39
0,5
1,01
120
22,2116
21,6199
22,6810
0,2
1,91
0,8
1,01
150
22,2116
21,4262
22,9150
0,0
15.00
1
3,04
1,7
1,01
180
22,2116
21,2342
23,1490
0,1
0
4,16
1,4
1,01
210
22,2116
21,0440
23,3830
0,1
16.00
0,6
2,75
1,3
1,01
240
22,2116
20,8554
23,6170
0,4
2,25
1,0
1,06
270
24,4587
22,7596
23,8510
4,4
1,96
3,6
1,10
300
26,8089
24,7230
24,0850
2,72
4902,98
0,1
2,6
1,64
2,3
1,11
330
27,3451
24,9915
24,3190
3,03
5446,93
0,1
18.00
4
1,72
3,2
1,12
360
27,8863
25,2578
24,5530
3,33
5999,99
0,1
2,6
1,68
2,3
1,15
390
29,5404
26,5163
24,7870
4,75
8556,13
19.00
6,4
0,74
4,5
1,18
420
31,2399
27,7905
25,0210
6,22
11193,94
2,8
0,36
2,0
1,21
450
32,9846
29,0797
25,2550
7,73
13913,21
0,1
20.00
0,8
0,39
0,7
1,24
480
34,7744
30,3830
25,4890
9,29
16713,73
0,0
0,2
0,31
0,2
1,25
510
35,3810
30,6360
25,7230
9,66
17384,46
0,0
21.00
0,2
0,00
0,1
1,24
540
34,7744
29,8410
25,9570
8,82
15871,33
0,0
0
0,00
0,0
1,23
570
34,1728
29,0619
26,1910
7,98
14367,21
0,0
22.00
0
0,00
0,0
1,22
600
33,5762
28,2987
26,4250
7,15
12872,10
0,0
0
0,00
0,0
1,19
630
31,8164
26,5753
26,6590
5,16
9283,32
0,0
0
0,00
0,0
1,16
660
30,1019
24,9179
26,8930
3,21
5775,94
0,0
0
0,00
0,0
1,14
690
28,7077
23,5509
27,1270
1,58
2845,24
24.00
0
0,0
0,0
1,11
720
27,3451
22,2321
27,3610
-0,02
0,2
1,1
0,5
1,11
750
27,0763
21,8164
27,5950
01.00
2,6
2,2
2,5
1,10
780
26,8089
21,4073
27,8290
3
0,5
2,2
1,10
810
26,5427
21,0049
28,0630
17.00
23.00
0,1 0,61
1093,93
0,0
0,1 3,6
1,0
0,2
0,0 0,0
08/02/02
02.00
1,8 0,6
0,5
0,6
1,11
870
27,0763
03.00
0,4
0,6
0,5
1,12
900
27,8863
0,2
0,0
0,1
1,13
930
28,4326
21,7049
28,9990
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
0,038
04.00
0,2
0,0
0,1
1,14
960
28,9840
21,9276
29,2330
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0,037
0
0,0
0,0
1,14
990
28,9840
21,7311
29,4670
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,038
05.00
0
0,0
0,0
1,14
1020
28,9840
21,5364
29,7010
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0
0,039
0
0,0
0,0
1,12
1050
27,8863
20,5351
29,9350
Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,038
06.00
0
0,0
0,0
1,10
1080
26,8089
19,5648
30,1690
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0
0,039
0
0,0
0,0
1,09
1110
26,2777
19,0054
30,4030
Kedalaman DRO1 (mm) = 1,0
07.00
0
0,0
0,0
1,08
1140
25,7517
18,4580
30,6370
Kedalaman DRO2 (mm) = 1,0
0
0,0
0,0
1,07
1170
25,2307
17,9226
30,8710
Kedalaman DRO3 (mm) = 1,0
08.00
0
0,0
0,0
1,06
1200
24,7148
17,3988
31,1050
Kedalaman DRO4 (mm) = 1,0
0
0,0
0,0
1,06
1230
24,4587
17,0643
31,3390
Kedalaman DRO5 (mm) = 1,0
09.00
0
0,0
0,0
1,05
1260
24,2040
16,7352
31,5730
Kedalaman DRO6 (mm) = 1,0
0
0,0
0,0
1,05
1290
23,9505
10.00
0
0,0
0,0
1,04
1320
23,6982
0
0,0
0,0
1,04
1350
23,4473
11.00
0
0,0
0,0
1,03
1380
23,1976
0
0,0
0,0
1,03
1410
22,9492
12.00
0
0,0
0,0
1,02
1440
22,7020
0
0,0
0,0
1,02
1470
22,7020
0
0,0
0,0
1,02
1500
22,7020
0
0,0
0,0
1,02
1530
22,4562
0
0,0
0,0
1,01
1560
22,2116
13.00 14.00
0,2
1,3
1,09
Str_line
840
26,2777
60
22,2116
720
27,3451
20,6089
28,2970
Total volume DRO = 146220,46 m3
21,0449
28,5310
Total CH-Wilayah = 33,80 mm
21,4803
28,7650
Kr=Vr*1000/S*h
rata2
0,038
Lampiran 8. Data Curah hujan , debit sungai dan hasil analisis DRO pengamatan serta hujan netto tanggal 12 Pebruari 2002 Tanggal
Jam
CH_tugu
12/02/02
22.00
0,0 0,0
23.00
8,8 1,2
7,2
3,2
1,05
90
24,2040
23,7722
21,4770
2,73
4908,53
24.00
7,8
11,6
9,1
1,10
120
26,8089
26,0947
21,7110
5,10
9176,18
8,4
13,0
9,9
1,15
150
29,5404
28,4959
21,9450
7,60
13671,73
01.00
6,2
12,0
8,1
1,20
180
32,3980
30,9724
22,1790
10,22
18394,15
12,2
10,8
11,7
1,35
210
41,7216
39,5284
22,4130
19,31
34755,52
2,9
1,0
02.00
14,8
9,7
13,1
1,50
240
52,1616
48,9768
22,6470
29,51
53126,34
4,3
1,1
11,4
1,7
8,2
1,74
270
71,1593
66,2159
22,8810
48,28
86900,92
10,8
0,3
7,3
1,98
300
92,9448
85,7131
23,1150
69,83
125693,67
0,6
3,0
0,6
2,2
1,94
330
89,1218
81,4512
23,3490
65,77
118391,09
0,2
3,0
0,5
2,2
1,90
360
85,3755
77,3282
23,5830
61,79
111226,42
0,2
0,2
0,5
0,3
1,80
390
76,3458
68,5301
23,8170
52,53
94551,75
0,0
05.00
0,2
0,4
0,3
1,70
420
67,7984
60,3125
24,0510
43,75
78745,32
0,0
4,2
0,4
3,0
1,60
450
59,7361
52,6642
24,2850
35,45
63811,92
0,3
06.00
5,0
0,4
3,5
1,50
480
52,1616
45,5744
24,5190
27,64
49756,74
0,3
0,2
0,1
0,2
1,46
510
49,2692
42,6616
24,7530
24,52
44129,08
0,0
07.00
0,2
0,0
0,1
1,42
540
46,4554
39,8648
24,9870
21,47
38643,19
0,0
0,0
0,0
0,0
1,40
570
45,0782
38,3363
25,2210
19,86
35742,94
0,0
0,0
0,0
0,0
1,38
600
43,7207
36,8488
25,4550
18,27
32878,27
0,0
0,0
0,0
0,0
1,35
630
41,7216
34,8488
25,6890
16,03
28858,72
0,0
09.00
0,0
0,0
0,0
1,32
660
39,7672
32,9187
25,9230
13,84
24919,53
0,0
0,0
0,0
0,0
1,30
690
38,4891
31,5753
26,1570
12,33
22197,75
0,0
10.00
0,0
0,0
0,0
1,28
720
37,2309
30,2695
26,3910
10,84
19511,81
0,2
0,0
0,1
1,26
750
35,9927
29,0006
26,6250
9,37
16861,79
0,2
0,0
0,1
1,24
780
34,7744
27,7679
26,8590
7,92
14247,73
0,0
0,2
0,1
1,23
810
34,1728
27,0430
27,0930
7,08
12743,61
0,0
0,6
0,3
0,5
1,22
840
33,5762
26,3328
27,3270
6,25
11248,50
0,0
03.00 04.00
13/02/02
08.00
11.00 12.00
CH_gadog
CH-wilayah
30 menit-an (mm) 0,0 1,5 3,1
Tinggi air (m)
Kumulatif
Debit (m3/det)
Resesi
Baseflow
DRO
Volume
phi
Pn1
0,0 0,5
30 menit_an 0,97 0,99
waktu /eps 0 30
30 menit-an 20,3010 21,0078
k=0.0003 20,4845 21,0078
y=0.0078x + 20.775 20,7750 21,0090
(m3/det)
DRO (m3)
(mm)
(mm)
6,9
1,00
60
21,7263
21,5316
21,2430
0,00 0,48
869,86
Pn2 (mm ) 0,0 0,0 0,6 0,3
0,2 8,9
1,0
0,8 0,9 0,7
0,7
0,0 Total ERH (mm)
0,0 8,4
0,0
0,2
0,1
0,2
1,21
870
32,9846
25,6371
27,5610
5,42
9762,41
0,0
13.00
0,0
0,0
0,0
1,20
900
32,3980
24,9555
27,7950
4,60
8285,35
0,0
0,8
0,2
0,6
1,20
930
32,1066
24,5095
28,0290
4,08
7339,61
0,1
14.00
0,2
0,4
0,3
1,19
960
31,8164
24,0704
28,2630
3,55
6396,12
0,0
0,2
0,0
0,1
1,19
990
31,8164
23,8547
28,4970
3,32
5974,92
0,0
6,4
0,0
4,3
1,19
1020
31,8164
23,6410
28,7310
3,09
5553,72
0,4
0,6
0,0
0,4
1,19
1050
31,5275
23,2164
28,9650
2,56
4612,50
0,0
16.00
0,0
0,0
0,0
1,18
1080
31,2399
22,7985
29,1990
2,04
3673,54
0,0
0,0
0,0
0,0
1,18
1110
31,2399
22,5942
29,4330
1,81
3252,34
0,0
17.00
0,0
0,0
0,0
1,18
1140
31,2399
22,3918
29,6670
1,57
2831,14
0,0
0,0
0,0
0,0
1,17
1170
30,6683
21,7852
29,9010
0,77
1381,21
0,0
18.00
0,0
0,1
0,0
1,16
1200
30,1019
21,1912
30,1350
-0,03
0,0
0,0
0,0
1,15
1230
29,5404
20,6096
30,3690
-0,83
0,2
0,0
0,1
1,14
1260
28,9840
20,0403
30,6030
-1,62
0,4
0,0
0,3
1,14
1290
28,9840
19,8607
30,8370
-1,85
0,0
0,0
0,0
1,14
1320
28,9840
19,6828
31,0710
-2,09
0,0
0,0
0,0
1,14
1350
28,9840
19,5064
15.00
19.00 20.00
96,9
31,3050 -2,32 Total volume DRO = 1225025,93 m3 Total CH-Wilayah = 96,9 mm
40 35
0,087
35
Luas area DAS2 (m2) = 150366400,0
0,084
30
Luas area DAS3 (m2) = 145961200,0
0,087
Luas area DAS4 (m2) = 144727000,0
0,088
30
25
25
20
y = 43.3e
20
-0.0003x
str line y = 0.0078x + 20.775 R2 = 1
15
2
R = 0.9562
15
10
10
5
5
0 0
500
1000
1500
30
21,0078
1200
30,1019
Luas area DAS5 (m2) = 145584900,0
0,087
Luas area DAS6 (m2) = 144301200,0
0,088
Kedalaman DRO1 (mm) = 8,4 Kedalaman DRO2 (mm) = 8,1 Kedalaman DRO3 (mm) = 8,4
0
0
Kr=Vr*1000/S*h
Luas area DAS1 (m2) = 145761800,0
500
1000
1500
Kedalaman DRO4 (mm) = 8,5 Kedalaman DRO5 (mm) = 8,4 Kedalaman DRO6 (mm) = 8,5
rata2
0,087