Pemodelan Geoid Lokal D.I. Yogyakarta menggunakan Metode Fast Fourier Transformation dan Least Square Collocation Bagas TRIARAHMADHANA*, Leni S. HELIANI**, Nurrohmat WIDJAJANTI** *Program Pascasarjana Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada **Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Nilai undulasi dari model geoid lokal teliti dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang membutuhkan data tinggi fisis. Namun demikian, sampai saat ini model geoid lokal teliti di Indonesia belum terbentuk. Salah satu masalahnya adalah keterbatasan data gayaberat teristris. Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan penggunaan berbagai metode untuk mengestimasi nilai gayaberat. Penelitian dilakukan untuk mengetahui ketelitian model geoid lokal yang dihasilkan dari metode Fast Fourier Transformation (FFT) dan Least Square Collocation (LSC). Penelitian dilakukan di D.I. Yogyakarta, Indonesia. Model geoid lokal dihasilkan dari kombinasi data tinggi dari Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 sebagai komponen gelombang pendek dan EGM2008 sebagai komponen gelombang panjang. Model geoid lokal diuji dengan delapan Titik Tinggi Geodesi (TTG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode FFT menghasilkan model geoid lokal yang lebih teliti daripada metode LSC. Secara berurutan, nilai ketelitian model geoid lokal dengan metode FFT dan LSC adalah 0,127 m dan 0,174 m. Kata kunci: Model geoid lokal, FFT, LSC 1.
PENDAHULUAN Pemanfaatan teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS), yang salah satunya mencakup konstelasi satelit Global Positioning System (GPS), dapat dimanfaatkan untuk penentuan tinggi secara cepat dan mudah. Namun demikian, tinggi yang dihasilkan tidak mempunyai realisasi fisis karena menggunakan elipsoid sebagai bidang referensi. Di sisi lain, tinggi yang ideal untuk berbagai pekerjaan adalah tinggi yang mempunyai realisasi fisis dan didefinisikan melalui suatu bidang referensi dengan cakupan global. Oleh sebab itu, supaya dapat dimanfaatkan secara optimal, tinggi geometrik yang dihasilkan dari teknologi GNSS harus ditranformasikan menjadi tinggi yang berealisasi fisis, yang disebut tinggi ortometrik. Transformasi tinggi geometrik menjadi tinggi ortometrik memerlukan data undulasi yang dihasilkan dari model geoid di suatu wilayah (Fotopoulos dkk., 2003). Geoid merupakan bidang ekipotensial yang diasumsikan berimpit dengan muka laut rerata yang tidak terganggu dan merepresentasikan bentuk bumi yang sesungguhnya (Heiskanen dan Moritz, 1967). Kondisi saat ini menunjukkan bahwa di
Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
Indonesia belum terdapat model geoid yang mempunyai ketelitian yang cukup tinggi (Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2013 tentang Sistem referensi geospasial Indonesia 2013). Hal tersebut mendasari bahwa belum tersedianya model geoid sebagai bidang referensi tinggi yang ideal di Indonesia. Pemanfaatan data EGM2008 untuk pemodelan geoid di Indonesia hanya mampu menghasilkan geoid dengan ketelitian 0,441 m, padahal untuk keperluan geodetik, model geoid harus mempunyai ketelitian setara 0,100 m (Ramdani, 2008, Yun, 1999). Rendahnya ketelitian model geoid di Indonesia dapat disebabkan karena berbagai faktor, misalnya ketersediaan data gayaberat teristris yang terbatas. Ketelitian model geoid juga ditentukan dari metode pemodelan yang digunakan. Pemanfaatan fungsi Stokes untuk pemodelan geoid mensyaratkan tersedianya data gayaberat teristris yang cukup dan terdistribusi merata. Namun demikian, hal tersebut sulit diwujudkan karena beberapa kendala, misalnya keterbatasan sumberdaya manusia dan variasi topografi wilayah yang menyulitkan proses akuisisi data gayaberat. Oleh sebab itu, diperlukan estimasi nilai gayaberat yang setidaknya dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu Fast Fourier Transformation (FFT) dan Least Square Collocation (LSC) (Abd-Elmotaal, 2011, Łyszkowicz, 2010). Penelitian yang dilakukan di Polandia, Mesir, dan Semenanjung Korea menunjukkan bahwa penggunaan metode LSC menghasilkan ketelitian internal yang lebih tinggi, tetapi pada wilayah dengan jumlah gayaberat teristris yang relatif sedikit, metode FFT menghasilkan ketelitian eksternal yang lebih tinggi (Yun, 1999, Abd-Elmotaal, 2011, Łyszkowicz, 2010). Ketelitian model geoid dengan menggunakan metode FFT berada pada rentang 0,001 m sampai dengan 0,374 m, sedangkan metode LSC menghasilkan ketelitian geoid pada rentang 0,001 m sampai dengan 0,181 m. Berdasarkan hal tersebut, dengan pemanfaatan metode FFT dan LSC dalam pemodelan geoid di Indonesia diharapkan dapat menghasilkan model geoid yang teliti. Penelitian dilakukan untuk mengetahui ketelitian geoid yang dihasilkan dari metode FFT dan LSC. Studi kasus penelitian berada di wilayah D.I. Yogyakarta, Indonesia. Model geoid lokal D.I. Yogyakarta dihasilkan dari teknik remote compute restore (RCR) yang mengkombinasikan data EGM2008, data tinggi dari peta Rupabumi (RBI) skala 1:25.000, serta data anomali gayaberat free-air. Kontribusi terrain dari data tinggi dihitung dengan menggunakan metode residual terrain model (RTM) dengan interval grid sebesar 1’30”. Model geoid lokal yang dihasilkan selanjutnya dievaluasi dengan delapan titik tinggi geodesi (TTG) yang didefinisikan dari pengukuran co-site GPS/leveling. 2. METODOLOGI 2.1. Studi kasus: D.I. Yogyakarta Penelitian dilakukan di wilayah D.I. Yogyakarta dengan batasan koordinat antara 7°31’ LS sampai dengan 8°14 LS dan 110° BT sampai dengan 110°55” BT. D.I. Yogyakarta dinilai sebagai wilayah dengan tingkat variasi topografi wilayah yang cukup tinggi. Sebagian besar wilayah D.I. Yogyakarta mempunyai ketinggian lebih dari 150 m. Gunung Merapi, sebagai salah satu gunung aktif di dunia, terletak 30 km sebelah Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
utara dari pusat D.I. Yogyakarta. Selain itu, sebelah selatan D.I. Yogyakarta berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Secara administratif, D.I. Yogyakarta terbagi menjadi wilayah pemerintahan, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul. Gambar 1. menunjukkan wilayah studi kasus penelitian. Gunung Merapi
Gambar 1. Wilayah penelitian: D.I. Yogyakarta (Dimodifikasi dari Badan Informasi Geospastial, 2013) 2.2. Kombinasi data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga macam. Pertama, data EGM2008 yang digunakan sebagai komponen gelombang panjang yang menunjukkan model geoid global (MGG). EGM2008 dihasilkan dari kombinasi data satelit gayaberat GRACE, data gayaberat teristris, dan data tinggi dari satelit Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan data satelit atlimetri (Martin dkk., 2010). Walaupun EGM2008 menyedia data sampai dengan koefisien degree sebesar 2.190, namun penelitian ini hanya menggunakan degree sebesar 360 (Lee dan Kim, 2012). Hal tersebut didasarkan dari penelitian yang menunjukkan bahwa untuk wilayah dengan variasi topografi tinggi, EGM2008 dengan degree 360 menghasilkan ketelitian geoid yang lebih tinggi daripada degree 2.190, yakni 0,092 m dan 0,220 m (Dawod dkk., 2010, Martin dkk., 2010). Kedua, data tinggi yang berfungsi sebagai komponen gelombang pendek. Data tinggi digunakan untuk menghitung pengaruh efek topografi dalam model geoid lokal. Data tinggi yang digunakan dalam penelitian ini dihasilkan dari peta RBI dengan skala 1:25.000. Interval data tinggi sebesar 12,5 m. Data tinggi dari peta topografi dengan skala 1:50.000 mengandung bias sebesar 0,050 m sehingga dalam penelitian ini diprediksi data tinggi mengandung bias sebesar 0,100 m (Merry, 2003). Selain disebabkan karena adanya kesalahan dan bias saat proses akuisisi data, bias data tinggi dari peta RBI dapat disebabkan karena interpolasi data di wilayah yang tidak tersedia data tinggi. Ketiga, data gayaberat teristris yang berfungsi sebagai komponen gelombang menengah. Data gayaberat teristris yang tersedia telah direduksi dengan metode free-air dan digunakan untuk menghitung nilai anomali gayaberat sehingga menghasilkan data yang disebut anomali gayaberat free-air. Jumlah data anomali gayaberat free-air di wilayah D.I. Yogyakarta sekitar 400 titik dengan nilai anomali berada pada rentang -40 mgal sampai dengan 240 mgal. Gambar 2. (a) menunjukkan distribusi data anomali Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
gayaberat free-air dan (b) menunjukkan visualisasi anomali gayaberat free-air di D.I. Yogyakarta.
Gambar 2.a. Gambar 2.b. Gambar 2. (a) distribusi data anomali gayaberat free-air; (b) visualisasi anomali gayaberat free-air D.I. Yogyakarta 2.3. Pemodelan geoid lokal D.I. Yogyakarta Pemodelan geoid lokal D.I. Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Gravsoft berlisensi (Tscherning, 2014). Pemodelan geoid lokal secara umum mencakup tiga tahap, yaitu hitungan kontribusi EGM2008, hitungan kontribusi terrain, dan hitungan model geoid lokal yang disebut sebagai model geoid gravimetrik. Hitungan geoid gravimetrik menggunakan dua formula dasar, yaitu formula Bruns dan fungsi Stokes. Formula Bruns menunjukkan hubungan antara anomali potensial dan undulasi (Vanicek dan Krakiwsky, 1982). Nilai anomali potensial selanjutnya didefinisikan oleh Stokes sebagai fungsi yang dihasilkan dari nilai anomali gayaberat dan jarak spherikal antara suatu luasan terhadap titik yang diketahui nilai anomali potensianya (Heiskanen dan Moritz, 1967). Formula Bruns ditunjukkan melalui persamaan (1) dan (2) (Vanicek dan Krakiwsky, 1982). (1) ( )
∬
(2)
dalam hal ini, N merupakan nilai undulasi (m), T merupakan anomali potensial, merupakan gayaberat normal (mgal), R merupakan diameter bumi (≈ 6.371 km), dan ψ merupakan jarak spherikal antara suatu luasan dengan titik anomali potensial. Substitusi persamaan (1) dan (2) menghasilkan persamaan (3) yang disebut sebagai fungsi Stokes (Heiskanen dan Moritz, 1967). ∬
( )
(3)
2.3.1. Residual Terrain Model (RTM). Kontribusi terrain disebabkan karena adanya pengaruh topografi wilayah. Kontribusi terrain meliputi dua macam, yaitu koreksi terrain dan indirect effect. Besar nilai koreksi terrain selalu positif karena pengaruh topografi di atas maupun di bawah bidang referensi dianggap berkontribusi positi dalam proses reduksi gayaberat (Wellenhof dan Moritz, 2005). Indirect effect merupakan jarak antara bidang topografi dan geoid. Nilai indirect effect digunakan sebagai koreksi geoid Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
yang disebabkan karena adanya reduksi massa yang berpengaruh pada potensial geoid (Ewing dan Mitchell, 1970). Hitungan kontribusi terrain dengan metode RTM dengan membagi bidang topografi menjadi dua, yaitu bidang referensi dan bidang residual. Persamaan (4) dan (5) masing-masing menunjukkan formula untuk menghitung koreksi terrain (ΔgRTM) and indirect effect (NH) (Sideris, 1994). ∑ ( ) (4) RTM ( ) (
)
(
)
(5)
dalam hal ini, κ merupakan konstanta gravitasi Newton, ρ merupakan densitas massa bumi, H merupakan tinggi ortometrik titik pengukuran, Hp merupakan tinggi ortometrik titik yang dihitung, (Xp,Yp) merupakan koordinat titik yang dihitung, dan L merupakan operator defleksi verikal. 2.3.2. Hitungan kontribusi EGM2008. Hitungan kontribusi data EGM2008 dengan menggunakan koefisien spherikal harmonik yang merepresentasikan data gayaberat global. Terdapat dua macam kontribusi data EGM, yaitu anomali EGM dan undulasi EGM. Persamaan (6) dan (7) masing-masing digunakan untuk menghitung anomali ( ) dan undulation ( ) EGM (Sideris, 1994). M M
∑
(
)∑
∑
∑
[
[
] ]
(
( )
)
(6) (7)
dalam hal ini, g merupakan gayaberat rerata (mgal), Pnm merupakan konstanta terasosiasi penuh dengan fungsi Legendre, Cnm dan Snm merupakan spherikal harmonik yang ternormalisasi penuh, n dan m merupakan degree dan orde. 2.3.3. Teknik remote compute restore (RCR). Pemodelan geoid lokal dapat menggunakan teknik RCR (Serpas dan Jekeli, 2005). Prinsip teknik ini adalah membagi dua tahap hitungan geoid, yaitu tahap remove dan tahap restore (Ågren dan Sjöberg, 2004). Tahap remove yaitu menghilangkan pengaruh anomali EGM2008 pada hitungan residual anomali gayaberat, sedangkan tahap restore yaitu penggunaan undulasi MGG untuk hitungan geoid lokal. Tahap remove dan restore masing-masing ditunjukkan dengan persamaan (8) dan (9) (Sideris, 1994). M
(8)
g M
RTM
(9)
2.3.4. Fast Faourier Transformation (FFT) dan Least Square Collocation (LSC). Algorima FFT dapat digunakan untuk hitungan yang berkaitan dengan transformasi diskrit (Featherstone dkk., 2001). Pemanfaatan aloritma FFT untuk hitungan geoid lokal yaitu pada saat estimasi nilai anomali gayaberat sebagai data masukan dalam hitungan dengan formula Stokes. Penelitian menggunakan algoritma FFT dengan pendekatan bidang 2-dimensi untuk hitungan undulasi gravimetrik. Hitungan undulasi gravimetrik dengan metode LSC memanfaatkan algoritma numerik linier yang menggunakan berbagai data pengukuran (Migliaccio dkk., 2004). Hitungan metode LSC tidak memerlukan model bagian sistematik karena dalam hitungan yang menyangkut besaran
Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
gayaberat, nilai bagian sistematik dapat diperoleh dari data model geopotensial bumi, seperti EGM2008. Persamaan (10) dan (11) menunjukkan formula hitungan undulasi gravimeterik dengan metode 2D-FFT dalam bentuk grid dan metode LSC (AbdElmotaal, 2011). (
) N
∑ (
NN)
∑
( )
(
)
-1
(10) (11)
dalam hal ini, Ngra merupakan undulasi gravimetrik, M dan N masing-masing merupakan jumlah paralel dan meridian grid, ( ) merupakan koordinat geodetik titik pengukuran, N merupakan auto kovarian antara pengukuran dan undulasi. Nilai tersebut menunjukkan sinyal acak yang diakibatkan karena efek medan gayaberat. merupakan cross kovarian antara data pengukuran dan undulasi, NN merupakan noise kovarian pengukuran, dan X merupakan data gayaberat ukuran. 3. HASIL 3.1. Kontribusi EGM2008 EGM2008 menghasilkan rerata anomali sebesar 110,0 mgal dan rerata undulasi sebesar 25,0 m. Penggunaan EGM2008 menghasilkan tingkat kedetilan data baik anomali maupun undulasi yang tinggi. Hal tersebut karena EGM2008 mempunyai nilai degree yang besar dan dihasilkan dari kombinasi berbagai sumber data gayaberat sehingga distribusi dan jumlah data yang dihasilkan lebih banyak dan detil (Fitri dan Heliani, 2008, Arabelos dan Tscherning, 2010). Semakin besar degree MGG maka panjang gelombang semakin pendek sehingga tingkat kedetilan topografi yang dihasilkan lebih tinggi. Walaupun EGM2008 mempunyai panjang gelombang yang relatif pendek, yakni sekitar 18 km, tetapi kondisi tersebut belum mampu mengeliminasi kesalahan ommisi khususnya di wilayah pegunungan (Hirt dkk., 2010). Besarnya kesalahan ommisi dapat direduksi dari estimasi pengaruh kontribusi terrain dengan metode RTM. Nilai undulasi EGM2008 mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan lintang. Hal tersebut sesuai dengan persamaan (7) yang menunjukkan salah satu fungsi undulasi EGM2008 adalah nilai lintang, dalam hal ini semakin besar lintang maka undulasi semakin besar. Tabel 1. Kontribusi EGM2008 Kontribusi Minimum Maksimum Rerata Simpangan baku Anomali 32,8 137,4 110,0 19,9 Undulasi 21,4 26,2 25,0 0,9 Anomali unit dalam mgal; undulasi unit dalam meter 3.2. Kontribusi terrain Hitungan kontribusi terrain dengan metode RTM menghasilkan tiga bidang topografi, yaitu bidang referensi, bidang kasar, dan bidang detil yang masing-masing mempunyai interval grid sebesar 15’, 3’, dan 1’30”. Semakin kecil interval grid maka rentang data tinggi semakin besar dan tingkat kedetilan topografi yang dihasilkan semakin tinggi. Ketelitian kontribusi terrain dipengaruhi oleh kesalahan dan bias data tinggi yang disebabkan karena beberapa faktor, antara lain kesalahan saat proses Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
akuisisi data, ketinggian dan kemiringan suatu wilayah, dan kesalahan penggunaan parameter saat hitungan dengan metode RTM (Gerstenecker dkk., 2005). Kesalahan dan bias berbanding lurus dengan topografi wilayah, semakin tinggi variasi topografi maka kesalahan dan bias semakin tinggi pula (Heliani dkk., 2004). Kontribusi terrain dalam penelitian ini mengandung beberapa kesalahan sistematik pada saat hitungan dengan metode RTM. Beberapa kesalahan tersebut antara lain pemilihan interval grid bidang referensi yang tidak ideal dan penggunaan densitas massa bumi yang tidak optimal. Bidang referensi menggunakan interval grid sebesar 15’ dengan nilai densitas massa bumi sebesar 2,67 gr/cm3. Di sisi lain, Heliani dkk. (2004) menyebutkan bahwa interval grid bidang referensi yang ideal di Indonesia berkisar 25’ sampai dengan 27,5”. Densitas massa bumi yang optimal yaitu 2,0 gr/cm3 sampai dengan 2,2 gr/cm3. Anggapan bahwa nilai densitas massa bumi bersifat homogen di semua wilayah dinilai tidak tepat sebab berdasarkan teori reduksi Bougeur setiap kompartemen bidang dalam suatu wilayah mempunyai nilai densitas massa bumi yang berbeda-beda. Tabel 2. Kontribusi terrain Kontribusi Minimum Maksimum Rerata Simpangan baku Koreksi terrain -26,5 63,2 0,8 15,7 Indirect effect 0,2 1,4 0,7 0,2 Koreksi terrain dalam mgal; indirect effect dalam meter. 3.3. Evaluasi model geoid lokal D.I. Yogyakarta Persamaan (8) menunjukkan bahwa geoid lokal dipengaruhi oleh nilai residual geoid (NΔg), undulasi MGG (NGM), dan indirect effect (NH). Dari ketiga nilai tersebut, nilai undulasi MGG mempunyai pengaruh lebih besar terhadap geoid lokal daripada kedua nilai yang lain. Nilai residual geoid tergantung pada nilai residual anomali gayaberat yang dipengaruhi oleh nilai anomali gayaberat free-air yang digunakan. Pengaruh indirect effect tidak signifikan terhadap geoid lokal. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa dengan interval data tinggi sebesar 1 km x 1 km, indirect effect hanya berpengaruh terhadap ketelitian geoid lokal dalam fraksi ppm (Sideris, 1994). Padahal, dalam penelitian ini interval data tinggi sebesar 2,77 km x 2,77 km sehingga pengaruh indirect effect terhadap ketelitian geoid lokal dinilai tidak mencapai fraksi sentimeter. Koreksi kesalahan dan bias diperlukan untuk meningkatkan ketelitian geoid. Kesalahan dan bias pada geoid lokal disebabkan karena dua hal, yaitu kesalahan dan bias pada nilai undulasi geometrik dan undulasi gravimetrik. Undulasi geometrik mengandung kesalahan dan bias karena beberapa faktor, antara lain distribusi TTG yang tidak merata, kesalahan tinggi geometrik maupun tinggi ortometrik, serta karakteristik geoid di wilayah penelitian (Erol dan Çelik, 2004). Penggunaan TTG dalam penelitian ini dinilai tidak optimal sebab jumlahnya terbatas dan tidak terdistribusi merata di wilayah penelitian. Metadata undulasi geometrik di setiap TTG yang tidak diketahui mengakibatkan penelitian tidak mampu mengestimasi kesalahan dan bias yang disebabkan karena perbedaan sistem referensi antara tinggi geometrik dan tinggi ortometrik. Kesalahan dan bias undulasi gravimetrik disebabkan karena adanya perambatan kesalahan dari nilai undulasi MGG, residual geoid, dan indirect effect.
Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
Tabel 3. Hasil evaluasi model geoid lokal D.I. Yogyakarta (satuan meter) Model geoid Minimum Maksimum Rerata Simpangan baku EGM2008 1,148 2,120 1,750 0,342 Sebelum dikoreksi kesalahan dan bias Metode FFT 1,163 1,654 1,431 0,169 Metode LSC 1,066 1,686 1,431 0,221 Setelah dikoreksi kesalahan dan bias Metode FFT 0,004 0,268 0,127 0,100 Metode LSC 0,048 0,365 0,174 0,119 Ketelitian model geoid lokal ditunjukkan dari nilai rerata. Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa pemanfaatan data gayaberat teristris dan data tinggi dapat meningkatkan ketelitian geoid lokal jika dibandingkan hanya memanfaatan data MGG saja. Sebelum dikoreksi kesalahan dan bias, model geoid lokal yang dihasilkan dari metode FFT dan metode LSC mempunyai ketelitian yang sama, yaitu 1,431 m dengan simpangan baku masing-masing sebesar 0,169 m dan 0,221 m. Setelah dikoreksi kesalahan dan bias, metode FFT menghasilkan model geoid lokal yang lebih teliti daripada metode LSC. Ketelitian geoid lokal dari masing-masing metode tersebut secara berurutan sebesar 0,127 m dan 0,174 m. Ketelitian geoid lokal mengalami peningkatan sebelum dan sesudah dikoreksi dengan kesalahan dan bias. Peningkatan ketelitian geoid lokal dari metode FFT dan metode LSC masing-masing sebesar 91,13% dan 87,84%. Hasil penelitian sesuai dengan penilitan terhadulu yang menyatakan bahwa untuk wilayah dengan data gayaberat yang tersedia dalam jumlah banyak dan merata ketelitian model geoid yang paling tinggi dihasilkan dari metode FFT daripada metode LSC (Martin dkk., 2010). Berdasarkan uji signifikan parameter dengan derajat kepercayaan sebesar 95% diketahui bahwa ketelitian model geoid lokal yang dihasilkan dari metode FFT dan metode LSC tidak berbeda signifikan. FFT
EGM2008
LSC
Gambar 3. Visualisasi model geoid lokal D.I. Yogyakarta Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
4.
KESIMPULAN Penelitian menunjukkan bahwa pemodelan geoid lokal D.I. Yogyakarta dengan menggunakan metode FFT menghasilkan model geoid dengan ketelitian yang lebih tinggi daripada metode LSC. Secara berurutan, ketelitian model geoid yang dihasilkan dari metode FFT dan metode LSC adalah 0,127 m dan 0,174 m. Selisih ketelitian antara dua model geoid sebesar 0,047 m. Namun demikian, berdasarkan uji signifikansi parameter dengan fungsi distribusi-t pada derajat kepercayaan 95%, diketahui bahwa ketelitian model geoid lokal D.I. Yogyakarta dari metode FFT dan metode LSC tidak berbeda signifikan. 5.
REFERENSI
Abd-Elmotaal, H.A. 2011. "FFT versus least square collocation techniques for gravimetric geoid determination in Egypt". Journal of Applied Geophysics. 10, 121-133. Ågren, J. dan Sjöberg, L.E. 2004. Comparison of some methods for modifying Stoke's formula in the GOCE era. 2nd International GOCE User Workshop, 2004 Italy. Arabelos, D.N. dan Tscherning, C.C. 2010. "A comparison of recent Earth gravitational models with emphasis on their contributions in refining the gravity and geoid at continental or regional scale". Journal of Geodesy. 84, 643-660. Dawod, G.M., Mohamed, H.F. dan Ismail, S.S. 2010. "Evaluation and adaptation of the EGM2008 geopotential model along the Northern Nile Valley, Egypt: case study". Journal of Surveying Engineering. 136, 36-40. Erol, B. dan Çelik, R.N. Modelling local GPS/Levelling geoid with the assesstment of inverse distance weighting and geostatistical kringing methods. ISPRS Congress, July, 12-23 2004 Istanbul, Turkey. Ewing, C.E. dan Mitchell, M.M. 1970. Introduction to geodesy.New York, Elsevier. Featherstone, W.E., Kirby, J.F., Kearsley, A.H.W. dan Gilliland, J.R. 2001. "The AUSGeoid98 geoid model of Australia: data treatment, computations, and comparisons with GPSLevelling data". Journal of Geodesy. 75, 313-330. Fitri, L. dan Heliani, L.S. 2008. "Evaluasi model geoid global di Pulau Jawa". Media Teknik. 4, 448-452. Fotopoulos, G., Kotsakis, C. dan Sideris, M.G. 2003. "How accurately can we determine orthometric height differences from GPS and geoid data?". Journal of Surveying Engineering. 129, 1-10. Gerstenecker, C., Laufer, G., Steineck, D., Tiede, D. dan Wrobel, B. 2005. "Validation of Digital Elevation Model around Merapi Volcano, Java, Indonesia". Natural Hazards and Earth System Sciences. 5, 863-876. Heiskanen, W.A. dan Moritz, H. 1967. Physical geodesy.San Fransisco, USA, W.H. Freeman and Company. Heliani, L.S., Fukuda, Y. dan Takemoto, S. 2004. "Simulation of the Indonesia land gravity data using a digital terrain model data". Earth Planets Space. 56, 15-24. Hirt, C., Featherstone, W.E. dan Marti, U. 2010. "Combining EGM2008 and SRTM/DTM2006.0 residual terrain model data to improve quasigeoid computations in mountainous area devoid of gravity data". Journal of Geodesy. 84, 557-567. Lee, S.B. dan Kim, C.Y. 2012. "Development of regional gravimetric geoid model and comparison with EGM2008 gravity-field model over Korea". Scientific Research and Essays. 7(3), 387-397. Łyszkowicz, . 2010. "Quasigeoid for the area of Poland computed by least squares collocation". Journal of Technical Sciences. 13, 147-165. Martin, A., Anquela, A.B., Padin, J. dan Berne, J.L. 2010. "Ability of the EGM2008 high degree geopotential model to calculate a local geoid model in Valencia, Eastern Spain". Study Geophys. Geodesy. 54, 347-366.
Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014
Merry, C.L. 2003. "DEM-induced errors in developing a quasi-geoid model for Africa". Journal of Geodesy. 77, 537-542. Migliaccio, F., Reguzzoni, M. dan Sanso, F. 2004. "Space-wise approach to satellite gravity field determination in the presence of coloured noise". Journal of Geodesy. 78, 304313. Ramdani, D. 2008. "Earth Gravitational Model 2008 (EGM2008) di Indonesia". Jurnal Ilmiah Geomatika. 14, 1-8. Serpas, J.G. dan Jekeli, C. 2005. "Local geoid determination from airborne vector gravimetry". Journal of Geodesy. 78, 577-587. Sideris, M.G. 1994. Geoid and it's geophysical interpretation.In: Vanicek, P. dan Christou, N. T. (eds.) Regional geoid determination.USA: GRC Press. Tscherning, C.C. 2014. Geoid determination by least-squares collocation using GRAVSOFT. Copenhagen: University of Copenhagen. Vanicek, P. dan Krakiwsky, E.J. 1982. Geodesy: The Concepts.New York, North-Holland Publishing Company. Wellenhof, H. dan Moritz, H. 2005. Physical geodesy.Austria, Springer-Verlag Wien. Yun, H.-S. 1999. "Precision geoid determination by spherical FFT in and around the Korean peninsula". Earth Planets Space. 51, 13-18.
6.
BIOGRAFI Bagas Triarahmadhana, saat ini sedang menyelesaikan pendidikan S-2 di Magister Teknik Geomatika, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Penulis menyelesaikan pendidikan S-1 tahun 2013 dari Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Universitas Gadjah Mada. Leni S. Heliani, saat ini menjadi staf pengajar di Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Universitas Gadjah Mada. Penulis menyelesaikan pendidikan S-2 dan S-3 dari Graduate School of Earth Science, Kyoto University pada tahun 1997 dan 2003. Nurrohmat Widjajanti, saat ini menjadi staf pengajar di Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Universitas Gadjah Mada. Penulis menyelesaikan pendidikan S-2 di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1997 dan S-3 di University Teknologi Petronas pada tahun 2010.
Conference on Geospatial Information Science and Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014