PEMODELAN DUA DIMENSI DATA GRAVITASI DI WILAYAH RIAU DENGAN METODE TALWANI
(STUDI KASUS LOKASI - X) TWO DIMENSIONAL MODELLING OF GRAVITY DATA IN RIAU USING TALWANIMETHOD (CASE STUDY LOCATION-X) Supriyanto Rohadi1*, Rudi Darsono2 1
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No.2 , Jakarta 10720 2 Balai Besar Wilayah III Bali, Jl. Raya Tuban - Denpasar 80362 *E-mail:
[email protected]
Naskah masuk: 27 Mei 2015; Naskah diperbaiki: 23 November 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015
ABSTRAK Observasi nilai percepatan gravitasi dilakukan di Riau (Lokasi - X). Data pengamatan yang didapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan nilai anomali gravitasi. Secara umum anomali gravitasi terdiri dari anomali Bouger, anomali regional, dan anomali residu. Anomali Bouguer dan anomali Residu di wilayah pengamatan menunjukkan area anomali gravitasi tinggi di bagian selatan, sedangkan anomali gravitasi rendah di bagian utara. Selanjutnya peta anomali tersebut dibuat permodelan dua dimensi berbasis metode Talwani. Dari hasil pemodelan menggunakan model poligon metode Talwani didindikasikan adanya patahan naik dengan penurunan massa pada bagian tengahnya (graben). Model patahan ini merupakan sistem pembentuk sedimen pada wilayah penelitian. Kata kunci: Gravitasi, Anomali, Patahan, Riau
ABSTRACT Observationof the gravity is conducted in Riau (Location - X). Observational data is processed in such a way to obtain the value of the gravity anomaly. In general, the gravity anomaly is composed of bougeranomaly, regional anomaly, and residualanomaly. High Bouguer anomaly and residual anomaly observed in the region the southarea, while the low gravity anomaly in the north area. Furthermore, the anomaly map generate by using two-dimensional modeling based on Talwani method. From two dimensiononal modeling (2-D)indicate that fault models due to the loss of mass in the middle (graben). This fault model is a system forming sediment in the study area. Keywords: Gravity, Anomaly, Fault, Riau
1.Pendahuluan Metode gravitasi merupakan metode pengamatan gaya yang disebabkan oleh tarikan massa di dalam bumi. Metode ini didasarkan pada variasi gravitasi bumi di tiap tempat yang dipengaruhi oleh letak geografis, ketinggian tempat, topografi, variasi rapat massa, dan pengaruh benda-benda langit. Pengaruh variasi kecil percepatan gravitasi selain material target perlu dikoreksi untuk memperoleh harga anomali gravitasi. Dari pengamatan gravitasi di Riau (Lokasi X) diperoleh data yang berupa nilai percepatan gravitasi secara umum yang masih dipengaruhi gaya-gaya luar ataupun drift, karena data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dilapangan itu merupakan data hasil bacaan dari alat. Oleh karena itu untuk mendapatkan harga percepatan gravitasi yang berasal dari batuan yang terdapat di dalam bumi itu, data hasil bacaan dari alat harus direduksi dengan koreksi gravitasi, antara lain: koreksi pasang surut bumi, koreksi drift, koreksi slab atau Bouger, koreksi medan, koreksi udara bebas dan koreksi lintang. Setelah data gravitasi direduksi, kemudian baru dapat ditentukan rapat massa batuan rata-rata yang ada di tempat itu. Dari rapat massa rata-rata itu diperoleh anomali Bouger yang kemudian bisa dipisahkan antara anomali regional dan lokal (Lampiran L2, 3). Anomali lokal inilah yang merupakan harga percepatan
PEMODELAN DUA DIMENSI DATA GRAVITASI DI WILAYAH RIAU.................................Supriyanto Rohadi dan Rudi Darsono
105
gravitasi yang sesungguhnya yang diakibatkan oleh bahan atau material di dalam bumi. Selanjutnya dibuat kontur anomali lokal untuk menentukan wilayah interpretasi model sesar yang terdapat di tempat itu. Dari kontur anomali residu tersebut dibuat lintasan yang melalui jalur patahan yang ada, kemudian dilanjutkan dengan metode interpretasi dua dimensi. Dari interpretasi hasil pemodelan gravitasi dua dimensi dengan metode Talwani akan dapat memberikan gambaran pola patahan di wilayah pengamatan. Pada penelitian ini difokuskan pada analisis data gravitasi di lokasi X di Riau dengan titik pengamatan sebanyak 245 titik yang sebarannya berupa grid teratur. Tahapan utama dari penelitian yang dilakukan antara lain; reduksi data pengamatan gravitasi, penentuan densitas rata-rata lingkungan, penentuan anomali gravitasi, pembuatan kontur anomali gravitasi (anomali bouguer, anomali regional, dan anomali residu). Permodelan dua dimensi dengan metode Talwani. Penelitian ini bertujuan untuk: menentukan harga anomali gravitasi di lapangan X, Riau dan mempelajari pola anomalinya, memahami penerapan konsep pemodelan gravitasi dua dimensi metode Talwani. Selain itu juga membuat model penampang dua dimensi dengan software pemodelan gravitasi berbasis metode Talwani (GRAV2DC). Beberapa penelitian gravitasi menggunakan metode Talwani telah dilakukan oleh peneliti terdahulu [1, 2, 3]. Pada struktur kerak bumi di California rift, Mexico telah dilakukan pemodelan gravitasi menggunakan metode Talwani [1]. Pemodelan untuk menentukan anomali gravitasi dari benda dua dimensi [2]. Pemanfaatan metode gravitasi menggunakan analisis poligon metode Talwani untuk identifikasi energi geothermal di pegunungan Arjuno-Welirang, Jawa Timur [3]. Pendugaan struktur patahan menggunakan metode Talwani juga dilakukan untuk identifikasi patahan, dimana ditunjukkan kontur anomali residual memperlihatkan keberadaan lipatan dan patahan secara kualitatif sedangkan interpretasi kuantitatif dengan pemodelan kedepan 2D memperlihatkan secara jelas lokasi patahan [4]. Metode Talwani juga digunakan untuk pendugaan lapisan reservoir panas bumi di kawasan Gunung Slamet [5].
lempeng Eurasia pada masa Paleogen mengakibatkan rotasi lempeng Eursia termasuk Sumatera. Perubahan posisi Sumatera yang sebelumnya berarah TimurBarat menjadi Tenggara-Barat Laut dimulai pada masa Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatera. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar sesar Sumatera menyebabkan kompleksitas regim stress dan pola strain di wilayah Sumatera[6]. Karakteristik Awal Tersier Sumatera ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan belakang busur di sepanjang Pulau Sumatera. Konfigurasi cekungan di wilayah Sumatera berhubungan dengan proses subduksi yang menghasilkan non-volcanic fore-arc dan volcanoplutonik back-arc[7]. Cekungan busur belakang (back-arc basin) di wilayah Sumatera (Gambar1) secara umum dibagi menjadi 3 cekungan besar, yaitu: Cekungan Sumatera Utara, Cekungan Sumatera Tengah, dan Cekungan Sumatera Selatan. Sebelah timur laut dengan arah barat laut tenggara. Cekungan-cekungan tersebut merupakan hasil rangkaian seri tektonik lempeng Pulau Sumatera, ketiga cekungan tersebut dipisahkan oleh adanya tinggian-tinggian: di antara Cekungan Sumatera Utara dengan Cekungan Sumatera Tengah di pisahkan Tinggian Asahan; Cekungan Sumatera Tengah dengan Cekungan Sumatera Selatan dibatasi Tinggian Tiga Puluh; disebelah barat daya ketiga cekungan tersebut dibatasi oleh Pegunungan Bukit Barisan dan juga oleh Sesar Sumatera yang memanjang dari Aceh hingga Lampung. Struktur wilayah penelitian termasuk di dalam Cekungan Sumatera Tengah. Struktur wilayah penelitian merupakan antiklin simetris dengan kemiringan lereng bagian timur laut yang curam, dibatasi oleh sesar-sesar normal berarah timur laut barat daya.
2.Metode Penelitian Tatanan Tektonik . Sumatera berada di baratdaya dari lempeng kontinen Eurasia dan merupakan jalur konvergensi antara lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng Eurasia. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi busur Sunda dan pergerakan lateral searah jarum jam dari Sesar Sumatera. Subduksi dari lempeng Indo-Australia di bawah
Gambar 1. Cekungan Busur Belakang di Pulau Sumatera [8].
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 105-112
106
Data Penelitian. Data yang digunakan adalah data pengamatan gravitasi yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BKMG) di wilayah Riau (Lokasi X) dengan menggunakan gravimeter Autograv Scyntrex CG-3. Titik pengamatan yang dianalisis sebanyak 245 titik yang sebaran titik pengamatan dibuat grid teratur (Gambar 2). Data yang diperoleh berupa data pembacaan langsung yang telah dikoreksi dengan koreksi drift dan koreksi pasang surut. Lokasi spesifik pengamatan tidak diterangkan untuk menjaga kerahasiaan data pengamatan gravitasi. Koreksi Pasang Surut. Koreksi pasang surut digunakan untuk menghilangkan efek gaya berat benda-benda di luar bumi, seperti bulan dan matahari. Gravimeter sangat sensitif terhadap perubahan harga gravitasi yang disebabkan oleh pasang surut bumi, besarnya ± 0.3 mGal. Pasang surut dapat dihitung dari kedudukan matahari dan bulan, variasinya sangat kecil dan perubahannya lambat. Koreksi Drift. Koreksi drift diberikan sebagai akibat adanya perbedaan pembacaan gaya berat dari titik pengamatan yang sama pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya guncangan pegas alat gravimeter selama proses transportasi dari satu titik pengamatan ke titik lainnya. Untuk menghilangkan efek ini, akuisisi data ditancang dalam suatu rangkaian tertutup, sehingga besar penyimpangan tersebut dapat diketahui dan diasumsikan linear pada selang waktu tertentu. Koreksi Udara Bebas. Koreksi udara bebas merupakan koreksi ketinggian terhadap medan gravitasi bumi, yang merupakan jarak titik grid pengamatan terhadap spheroid referensi.
Koreksi Lintang . Berdasarkan Hukum Newton dapat ditunjukkan bahwa harga potensial gravitasi tergantung pada jaraknya (fungsi jarak), makin besar jarak makin kecil percepatan gravitasi yang ditimbulkan. Karena bumi berbentuk spheroid, maka harga percepatan gravitasi bersesuaian dengan naiknya lintang tempat pengamatan, semakin ke kutub maka semakin besar percepatan gravitasinya. Koreksi Bouger. Koreksi Bouger adalah koreksi yang disebabkan adanya gaya tarik material diantara titik pengamatan dengan datum referensi, yang diabaikan pada perhitungan koreksi udara bebas. Koreksi Terrain. Koreksi Terrain diterapkan sebagai akibat dari pendekatan koreksi Bouger dengan slab horizontal tak berhingga, padahal dalam kenyataan bahwa permukaan bumi tidak datar, tetapi bergelombang sesuai dengan topografinya. Sehingga untuk wilayah dengan topografi kasar perlu dilakukan koreksi untuk menghilangkan efek topografi tersebut (Gambar 3).
Gambar 3. Kontur Topografi dan Distribusi Grid Pengamatan .
Gambar 2. Peta lokasi daerah penelitian dan sebaran titik pengamatan.
PEMODELAN DUA DIMENSI DATA GRAVITASI DI WILAYAH RIAU.................................Supriyanto Rohadi dan Rudi Darsono
107
Metode Nettleton. Dalam pengamatan gravitasi yang dicari adalah variasi rapat massa (densitas) untuk menggambarkan keadaan geologi bawah permukaan. Salah satu metode untuk mengestimasi rapat massa rata-rata permukaan suatu wilayah penelitian adalah metode Nettleton[9]. Metode ini dilakukan dengan cara membuat grafik anomali Bouguer dengan berbagai macam nilai densitas dan kemudian dibandingkan dengan topografinya (Gambar 4). Nilai densitas dengan varian minimum terhadap topografi merupakan densitas yang dianggap benar. Metode Nettleton didasarkan pada hubungan koreksi Bougeur dan koreksi medan, yaitu jika rapat massa yang digunakan sesuai dengan rapat massa permukaan maka penampang anomali gravitasi menjadi ”smooth” mulus. Contoh estimasi rapat massa metode Nettleton pada gambar 5.
Penggunaan morode Nettleton untuk estimasi densitas banyak lakukan peneliti terdahulu. Penelitian menggunakan metode ini misalnya digunakan untuk menentukan densitas batuan di lokasi geothermal Ulubelu, Lampung [10].Estimasi densitas Bouguer di wilayah vulkano menggunakan juga telah dilakukan menggunakan metode Nettleton di wilayah La Soufriere Volcano-Guadeloupe (Antilles Islands) [11]. Penggunaan metode ini juga dilakukan untuk identifikasi dan pemetaan sesar Opak [12].
3. Hasil dan Pembahasan Penentuan Nilai Rapat Massa Rata-Rata Lingkungan. Hasil perhitungan densitas lingkungan rata-rata dengan metode Nettleton dengan rentang nilai densitas yang diuji antara 1.9 hingga 2.9 gr/cm3, seperti pada Gambar 4. Untuk menghitung koreksi Bouguer diperlukan harga rapat massa rata-rata batuan wilayah penelitian.
Gambar 4 . Profil densitas terhadap topografi lokal (Nettleton, 1976). Beberapa profil gravitasi tereduksi oleh faktor elevasi terkait dengan densitasnya, densitas optimal adalah 2,2 g/cm3 yaitu profil yang memiliki korelasi minimum terhadap topografi .
Gambar 5. Grafik Estimasi Rapat Massa (Rho 1.9 - 2.9 gr/cm3)
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 105-112
108
Gambar 6. Tabel dan Grafik Nilai Korelasi Densitas Anomali Bouguer dan Ketinggian Tempat
Harga rapat massa batuan ini dapat didekati dengan berbagai cara antara lain metode sampel, metode parasnis dan metode Nettleton. Dalam penelitian ini digunakan metode Nettleton, karena wilayah pengamatan merupakan dataran tinggi dengan elevasi yang bervariasi. Secara kuantitatif, metoda ini menerapkan korelasi silang antara perubahan elevasi terhadap referensi tertentu dengan anomali gayaberatnya. Nilai korelasi silang yang terkecil merupakan rapat massa permukaan rata-rata yang terbaik (Gambar 5). Penentuan harga rapat massa rata-rata batuan dengan menggunakan metode ini diperoleh harga rapat massa batuan rata-rata terbaik 2,4 g/cm³. Harga ini berdasarkan nilai korelasi yang paling kecil yang berarti bahwa perubahan ketinggian tidak berpengaruh pada perubahan nilai anomali Bouguer. Nilai ini menggambarkan kondisi batuan disekitar wilayah pengamatan yang sebagian besar adalah batu pasir (sandstone). Oleh karena itu, dari harga rapat massa batuan ini dapat dihitung koreksi bouguer, anomali Bouguer dan juga anomali residu wilayah pengamatan. Penghitungan Anomali Bouger. Untuk menghasilkan harga anomali Bouger maka nilai pembacaan harus di reduksi dengan beberapa koreksi yaitu: koreksi drift, koreksi pasang surut, perhitungan gravitasi normal, koreksi udara bebas, koreksi Bouger dan koreksi medan (Koreksi Terrain). Persamaan anomali Bouguer dapat dituliskan sebagai: (1) dimana BA adalah anomali Bouger, gobs adalah harga gravitasi pengamatan yang sudah dikoreksi pasang surut dan drift, g adalah harga gravitasi teoritis ditempat pengamatan, h adalah elevasi, ρ adalah densitas. Data yang sudah direduksi menghasilkan harga anomali Bouger yang merupakan gabungan dari anomali yang bersifat regional dan anomali yang
bersifat lokal. Harga anomali Bouguer selanjutnya dipetakan untuk mendapatkan kontur anomali bouguer. Pemisahan Anomali Regional – Residual. Dalam penentuan anomali residu tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan anomali regional dengan metode pencocokan permukaan. Untuk menentukan orde polinomial dilakukan dengan cara mencari nilai variansi dari setiap orde. Orde polinomial ditentukan dari grafik variansi yang tidak menunjukkan perubahan baik kenaikan maupun penurunan harga yang berarti. Kriteria yang lain adalah menentukan harga R M. Harga M (orde) dipilih sesuai dengan harga RM pada saat RM tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Dari hasil perhitungan variansi didapat grafik seperti pada Gambar 5. Berdasarkan grafik pada Gambar 5 dan 6 di atas dapat disimpulkan bahwa laju penurunan variansi pada orde ke 1 - 3 bersamaan dengan penambahan orde, maka deret penambahan orde masih dapat dilanjutkan. Sedangkan pada deret 3 dan 6 deret relatif konstan. Sehingga orde yang dipakai untuk penentuan anomali regional adalah persamaan polynomial orde 3. Selanjutnya dilakukan penghitungan dengan menggunakan persamaan inversi sebagai berikut B = (A . AT)-1 AT C
(2)
dimana B adalah matrik kolom model, A adalah matrik kernel dan C adalah matrik kolom data. Penentuan Lintasan Pemodelan. Setelah mendapatkan nilai anomali residual kemudian ditentukan lintasan yang akan dibuatkan pemodelan penampang vertikalnya. Pemilihan lintasan didasarkan pada dua hal. Pertama adalah berdasarkan hipotesa indikasi struktur yang ada dari pola anomali Residual. Kedua adalah berdasarkan data penunjang yakni lintasan pemodelan mendekati lintasan-lintasan penampang struktur geologi di wilayah X, Riau. Pada program ploting dilakukan perintah digitize dan slice, maka didapatkan data koordinat titik-titik di sepanjang
PEMODELAN DUA DIMENSI DATA GRAVITASI DI WILAYAH RIAU.................................Supriyanto Rohadi dan Rudi Darsono
109
lintasan beserta nilai-nilai residualnya. Cara yang sama dilakukan juga terhadap peta elevasi untuk mendapatkan nilai elevasi pada titik-titik tersebut. Data koordinat titik-titik (jarak), elevasi, serta nilainilai residual ini akan menjadi data masukan dalam pemodelan GRAV2DC. Anomali Gravitasi. Nilai anomali Bouger pada wilayah pengamatan di Riau berkisar antara 8 - 15 mgal. Pada wilayah bagian utara memiliki nilai anomali Bouguer rendah yaitu antara 8 - 11 mgal, sementara bagian selatan memiliki nilai anomali Bouguer yang relatif tinggi yaitu antara 11 - 15 mgal. anomali residu yang merupakan hasil pengurangan dari anomali Bouguer dengan anomali regional. Nilai anomali residu di wilayah pengamatan memiliki rentang nilai -2.2 - 1.8 mgal. Peta ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan peta anomali Bouger. Nilai anomali residual relatif rendah berada di bagian utara dengan rentang nilai -2.2 hingga -0.2 mgal, sedangkan anomali relatif tinggi berada di sebelah timur dan selatan 0.2 - 1.8 mgal. Pemodelan Struktur Patahan. Berdasarkan tinjauan geologi wilayah penelitian dilalui oleh patahan yang berarah tenggara-barat laut yang searah dengan patahan Sumatera. Oleh karena itu cross section dibuat berarah tegak lurus dengan patahan tersebut (Lampiran L5). Selanjutnya data cross section tersebut diolah dengan metode Talwani menggunakan software GRAV2DC. Pada Gambar 7 ditunjukkan hasil permodelan GRAV2DC. Dari penampang hasil pemodelan GRAV2DC berdasarkan lintasan AB yang telah dibuat didapatkan model patahan naik dengan penurunan
massa pada bagian tengahnya (graben). Patahan ini merupakan sistem pembentuk sedimen pada wilayah penelitian. Berdasarkan peta anomali Bouguer dan anomali residual (Lampiran L1) dapat ditunjukkan adanya kelurusan pola kontur anomali yang berarah tenggara barat Laut dan barat daya - timur laut. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa terdapat sistem sesar pada wilayah penelitian, yaitu: Sesar utama dengan arah tenggara-barat daya yang diinterpretasikan sebagai patahan naik. Arah sesar ini sesuai dengan Sistem Sesar Sumatra; Sesar-sesar lain dengan arah barat daya-timur laut yang membentuk blok atau penurunan bidang atau graben. Pemodelan sesar mengunakan metode gravitasi telah dilakukan, hasil pemodelan yang dibuat dapat disimpulkan bahwa posisi sesar secara umum terletak antara nilai anomaly gravitasi minimum dan anomaly gravitasi maksimum [12]. Bila sesarnya jenis sesar normal maka posisi sesar berada pada nilai gradient horizontal gravitasi maksimumnya, sedangkan bila sesar miring berada disekitar nilai gradient horisontal maksimumnya. Hasil penelitian gravitasi untuk pemetaan sesar Opak menunjukkan bahwa adanya dua buah sesar, sesar Opak dan sesar lain di sebelah timur laut sesar Opak [12]. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pula bahwa sesar Opak merupakan sesar normal. Analisis data gravitasi mampu mengindikasikan keberadaan dan jenis sesar yang ada di suatu wilayah, sehingga penerapan metode ini perlu dikembangkan dengan didukung data sekunder untuk mereduksi ambiguitas dalam interpretasinya.
Gambar 7. Hasil pemodelan GRAV2DC
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 105-112
110
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data gravitasi di Riau (Lokasi-X), maka dapat disimpulkan bahwa anomali Bouguer dan anomali Residu di wilayah pengamatan menunjukkan area anomali gravitasi tinggi di bagian selatan, sedangkan anomali gravitasi rendah di bagian utara. Dari penampang hasil pemodelan GRAV2DC yang telah dibuat didapatkan model patahan naik dengan penurunan massa pada bagian tengahnya (graben). Patahan seperti ini merupakan sistem pembentuk sedimen pada wilayah penelitian. Saran. Untuk mendapatkan model yang valid masih perlu data pendukung untuk menghindari ambiguitas permodelan gravitasi, oleh karena itu dibutuhkan data sekunder yang lebih lengkap dan bersifat lokal di wilayah penelitian. Ucapan Terima Kasih. Ucapan terima kasih diberikan kepada Artadi atas bantuannya dan observer data gravitasi BMKG.
Daftar Pustaka [1] J. U . Fucugauchi, F.J.H. Ruiz, W.L. Bandy, andC. A. M. Gutiérrez, Crustal structure of the Colima rift, western Mexico: gravity models revisited, Geofísica Internacional , Vol., 38, Num. 4, pp. 205-216, 1999. [2] D.B. Rao, Gravity anomalies of two-dimensional bodies, J. Ind. Geophys. Union, Vol.17, No.2, pp. 129-137, 2013. [3] Sunaryo, Identification of Arjuno-Welirang Volcano-Geothermal Energy Zone by Means of Density and Susceptibility Contrast
Parameters, International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS Vol: 12 No: 01, pp. 9-20, 2012. [4] I. Sota, Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat, POSITRON, Vol. I, No. 1, hal. 25-30, 2012. [5] R.P.A. Ardhana dan Sehah (2014), Pendugaan Lapisan Reservoir Panas Bumi di Kawasan Gunung Api Slamet dengan Memanfaatkan Data Anomali Medan Gravitasi Citra Satelit, Berkala Fisika, Vol. 17, No. 2, April, hal 45-54, 2014. [6] H. Darman, and F.H. Sidi, An Outline of the Geology of Indonesia, Indonesian Association of Geologists, Jakarta, 192 pp, 2000. [7] A.J. Barber, M.J. Crow, andJ.S. Milsom, Sumatera: Geology, Resources and Tectonic Evolution. Geological Society, London, Memoirs, 31, 290 pp, 2005. [8] L.L.Nettleton, Gravity and magnetics in oil prospecting. McGraw-Hill Book Co., U.SA, 4C4 pp, 1976. [9] Suharno andD. Hernowo, Determination Rock Densities of Ulubelu Geothermal Lampung by Using Gravity Method Combined Borehole Method, Berkala Fisika ISSN: 1410 – 9662, Vol.9, No.2, , hal 85-91, 2006. [10]H. Gunawan, Micheldiament, and Valentin Mikhailov. Estimation of Bouguer Density Precision: Development of Method for Analysis of La Soufriere Volcano Gravity Data, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008: 151-159, 2008. [11] M.I. Nurwidyanto , T. Yulianto, and S. Widodo, Pemetaan Sesar Opak dengan Metode Garavity (Studi Kasus Daerah Parang-Tritis dan Sekitarnya, Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, hal. 77-83, 2010.
PEMODELAN DUA DIMENSI DATA GRAVITASI DI WILAYAH RIAU.................................Supriyanto Rohadi dan Rudi Darsono
111
Lampiran
L1. Peta kontur anomali Bouger
L4. Peta interpretasi arah patahan pada anomali Bouguer Keterangan: ----: Sesar Utama (tenggara-barat laut) ----: Sesar Lain (barat daya-timur laut)
L2. Peta kontur anomali regional
L5. Lintasan cross section AB
L3. Peta kontur anomali residual
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 105-112
112