1
PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL Uaies Qurnie Hafizh, Vita Ratnasari Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak— Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia, sebanyak 37.476.757 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 18.503.516 jiwa dan 18.973.241 jiwa untuk penduduk perempuan. Lebih banyak penduduk perempuan diharapkan lebih berpartisipasi dalam perekonomian. Indikator yang menunjukkan kesenjangan gender salah satunya adalah Indeks Pembangunan Gender. Sejalan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, IPG Jawa Timur juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2006-2011. Meskipun IPM dan IPG sama-sama mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, akan tetapi masih terdapat kesenjangan antara nilai IPG dan nilai IPM. Hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan pembangunan manusia antara lakilaki dan perempuan. Dinamika disparitas gender menunjukkan bahwa dari tahun 2010 ke tahun 2011 kualitas penduduk perempuan meningkat tetapi masih di bawah penduduk laki-laki. Berdasarkan hasil regresi probit, faktorfaktor yang mempengaruhi disparitas gender adalah angka partisipasi sekolah (APS) tingkat SMP penduduk perempuan, persentase penduduk perempuan dengan pendidikan terakhir yang ditamatkan setingkat SMP, dan persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal. Kata Kunci—Disparitas Gender, Indeks Pembangunan Gender, Regresi Probit Ordinal.
D
I. PENDAHULUAN ISPARITAS gender atau kesenjangan gender meru-
pakan salah satu masalah yang menjadi fokus pemerintah karena Indonesia bersama dengan 188 negara ikut menandatangani Millenium Development Goals (MDG) pada tahun 2000, dimana salah satu hal yang harus dicapai adalah kesetaraan dan pemberdayaan perempuan serta menghilangkan kesenjangan gender dalam pendidikan. Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk sebanyak 37.476.757 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 18.503.516 jiwa dan 18.973.241 jiwa untuk penduduk perempuan. Perbandingan jumlah penduduk perempuan dengan laki-laki di Jawa Timur yang tidak terlalu besar, seharusnya keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan juga diperhitungkan. Partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih rendah. Meskipun pemerintah telah membuat peraturan hukum untuk kuota gender sejak pemilu 2004, tetapi belum ada peningkatan signifikan dalam keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif [1]. Gambaran tersebut mengindikasikan masih adanya pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Bukti lain yang menunjukkan terjadinya kesenjangan gender dapat diketahui dari tingkat partisipasi angkatan kerja. Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur sebesar 18.637.791 orang, di mana sejumlah 97 persen diantaranya bekerja, sedangkan sisanya merupakan pencari kerja. Dari hasil Sensus Penduduk 2010, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi
Jawa Timur sebesar 66,44 persen, di mana TPAK laki-laki lebih tinggi daripada TPAK perempuan, yaitu masingmasing sebesar 82,35 persen dan 51,35 persen [2]. Akan tetapi, hal tersebut sangat wajar sebab pada umumnya lakilaki pencari nafkah terutama dalam keluarga, sedangkan perempuan mempunyai fungsi pokok sebagai istri dan ibu rumah tangga, melahirkan dan membesarkan anak[3]. Indikator yang menunjukkan kesenjangan gender salah satunya adalah Indeks Pembangunan Gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki‐laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPG sama dengan IPM. Berdasarkan data BPS, IPG dan IPM mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2006-2011. Meskipun IPM dan IPG samasama mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, akan tetapi masih terdapat kesenjangan antara nilai IPG dan nilai IPM. Hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. IPG Jawa Timur tahun 2009 yang sebesar 63,48 juga masih dibawa rata-rata nasional yaitu 65,8. Posisi ini menduduki peringkat 5 dari enam provinsi di Pulau Jawa. Rendahnya IPG Jawa Timur disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, rendahnya pendapatan, umur harapan hidup perempuan yang rendah, serta masih berkembangnya pemahaman di masyarakat khususnya masyarakat desa bahwa perempuan hanya bertugas mengurus keluarga dan tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas gender dengan menggunakan pendekatan model probit. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak memperhatikan faktor budaya dan kondisi ekonomi. II. TINJAUAN PUSTAKA A Regresi Probit Ordinal Regresi probit adalah model regresi yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang merupakan variabel diskrit berskala ordinal dengan variabel bebas yang terdiri dari variabel kontinu, diskrit atau campuran antara keduanya. Pemodelan regresi probit ordinal diawali dengan memperhatikan model sebagai berikut [6].
(1)
dimana Y* adalah variabel respon yang merupakan variabel kontinu, adalah vektor parameter koefisien dengan , x adalah vektor variabel dan adalah bebas, dengan error yang diasumsikan berdistribusi . Persamaan (1) ditransformasi ke dalam bentuk dimana . Selanjutnya, dilakukan pengate* gorian terhadap Y secara ordinal sehingga diperoleh model regresi probit ordinal sebagai berikut. (
)
(2)
2 (
)
(
(3)
)
Variabel A5
(
)
(
)
(
(4)
)
(5)
dimana Y = 0 untuk kategori terendah dan Y = j untuk kategori tertinggi. A.1 Penaksiran Parameter Regresi Probit Penaksiran parameter regresi probit biner menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). Penaksiran parameter regresi probit ordinal dengan metode maksimum likelihood diawali dengan membuat fungsi likelihood. Berdasarkan model regresi probit yang diperoleh, jika diambil sampel sebanyak n maka sampel randomnya adalah Y1, Y2, …, Yn dimana untuk u = 1, 2,…,n dan berdistribusi multinomial. |
|
|
∏
Variabel yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi disparitas gender di Jawa Timur tertera pada Tabel 2. Variabel-variabel ini akan dianalisis dengan menggunakan regresi probit ordinal untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh signifikan terhadap disparitas gender. Variabel
Y1
Y2
|
Sehingga fungsi likelihood yang dapat ditulis sebagai berikut |
A6
(6)
X1 X2 X3
∏
X4
dan fungsi log-natural likelihoodnya adalah sebagai berikut j 1 n j βT xu βT xu n ln L β y0u ln 1 1 yiu ln 1 u 1 u 1 i 0
T n j 1 i βT xu β xu yiu ln i 1 u 1 i 1
(7)
B Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki‐laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM sama dengan IPG[1]. III. METODELOGI PENELITIAN A. Sumber Data dan Variabel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari data Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Jawa Timur, dimana data yang digunakan merupakan data tahun 2010 dan 2011. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu variabel-variabel yang dapat menjelaskan dinamika disparitas gender yang terjadi dan variabel-variabel yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas gender.
Tabel 1 Variabel Dinamika Disparitas Gender Jawa Timur Variabel Keterangan A1 Indeks Pembangunan Gender (IPG) tahun 2009-2011 Angka buta huruf tiap kabupaten/kota untuk laki-laki dan A2 perempuan tahun 2010-2011 Rata-rata lama sekolah tiap kabupaten/kota untuk laki-laki A3 dan perempuan tahun 2011 Angka Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMP tahun 2010A4 2011
Keterangan Persentase penduduk laki-laki dan perempuan dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan tingkat SMP tahun 2009-2011 Persentase penduduk laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor formal tahun 2011
X5
Tabel 2 Variabel Regresi Probit Ordinal
Keterangan Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang dikategorikan menjadi skala ordinal berdasarkan skala IPG internasional : Y = 0, untuk IPG ≤ 50 (Bawah) Y = 1, untuk 50 < IPG ≤ 66 (Menengah Bawah) Y = 2, untuk 66 < IPG ≤ 88 (Menengah Atas) Y = 3, untuk IPG > 88(Atas) Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang dikategorikan menjadi skala ordinal dimana : Y = 0, untuk IPG ≤ 59,0 (Bawah) Y = 1, untuk 59,0 < IPG ≤ 64,5 (Menengah Bawah) Y = 2, untuk 64,5 < IPG ≤ 68,5 (Menengah Atas) Y = 3, untuk IPG > 68,5 (Atas) TPAK penduduk perempuan tahun 2011 Angka Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMP penduduk perempuan tahun 2011 Persentase penduduk perempuan dengan pendidikan terakhir yang ditamatkan tingkat SMP tahun 2011 Persentase penduduk perempuan yang putus sekolah pada tingkat SD dan SMP tahun 2011 Persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal tahun 2011
B. Langkah Analisis Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Melakukan analisis statistika deskriptif terhadap variabel A1 sampai dengan A6 untuk memberikan gambaran tentang dinamika kesenjangan gender yang terjadi di Jawa Timur. 2. Melakukan pemodelan dengan regresi probit ordinal untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas gender pada kabupaten/kota di Jawa Timur. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam regresi probit ordinal sebagai berikut : a. Menetukan model regresi probit dengan variabel respon (Y1) dan variabel prediktornya yang digunakan yaitu variabel X1 sampai X5. b. Melakukan pengujian secara serentak dan parsial terhadap model lengkap. c. Melakukan pengujian secara serentak dan parsial terhadap model terbaik. d. Melakukan uji kesesuaian model. e. Menginterpretasikan model regresi probit yang diperoleh. Begitu pula langkah regresi probit yang dilakukan antara varibel respon (Y2) dan variabel prediktor X1 sampai X5. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Dinamika Disparitas Gender yang Terjadi di Jawa Timur Dinamika disparitas gender merupakan gambaran tentang perubahan yang terjadi terhadap kesenjangan gender di Jawa Timur. Dinamika disparitas gender perlu diamati untuk melihat bagaimana perubahan disparitas gender, apakah terjadi penurunan atau makin terjadi peningkatan.
3 Untuk mengetahui disparitas gender digunakan analisis statistika deskriptif dengan membuat grafik terhadap variabel yang dapat menunjukkan adanya dinamika disparitas gender. Indeks yang dapat menunjukkan disparitas gender adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG). Ketika IPG menunjukkan perubahan positif dan nilainya mendekati IPM maka hal ini menunjukkan bahwa tingkat disparitas gender yang terjadi semakin rendah. Karena pada dasarnya, kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPG dan IPM setara. Gambar 1 menunjukkan perkembangan Indeks Pembangun Gender (IPG) tiap kabupaten/ kota di Jawa Timur pada tahun 2009 sampai 2011.
tahun 2010 dan 2011, untuk angka buta huruf penduduk perempuan pada tahun 2011 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2010 dimana penurunan angka buta huruf yang terjadi sekitar 2 persen. Sedangkan, angka buta huruf penduduk laki-laki pada tahun 2010 dan 2011 tidak menunjukkan adanya perubahan, jika pun terjadi penurunan angka buta huruf persentasenya sangat kecil. Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki dan perempuan untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2011 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3 memberikan informasi bahwa rata-rata lama sekolah penduduk perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki pada setiap kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Hal ini juga berlaku untuk rata-rata lama sekolah penduduk perempuan secara keselururhan di Jawa Timur. Rata-rata lama sekolah penduduk perempuan untuk provinsi Jawa Timur yaitu selama 7,07 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki yaitu selama 8,1 tahun.
Gambar 1 Perkembangan IPG Tahun 2009 - 2011
Gambar 1 menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai IPG terendah dan tertinggi pada tahun 2009 sampai 2011 adalah Kabupaten Probolinggo dan Kota Blitar dengan nilai IPG masing-masing sebesar 49,45 dan 73,14 pada tahun 2011. Untuk kabupaten/kota yang mempunyai perubahan nilai IPG yang cukup signifikan antara tahun 2009 dan 2011 adalah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Sampang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, Kota Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Lamongan. IPG dari Provinsi Jawa Timur juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan angka pertumbuhan sebesar 2,73 persen. Gambar 3 Rata-rata Lama Sekolah Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2011
Indikator yang juga dapat menunjukkan dinamika disparitas adalah faktor yang mempengaruhi perubahan angka IPG. Faktor tersebut antara lain persentase penduduk laki-laki maupun perempuan yang bekerja di sektor formal dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMP.
Gambar 2 Perkembangan Angka Buta Huruf (Persen) Tahun 2010 – 2011
Angka buta huruf merupakan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak dapat membaca maupun menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya. Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui bahwa angka buta huruf setiap kabupaten/kota di Jawa Timur untuk penduduk perempuan lebih tinggi baik pada tahun 2010 maupun tahun 2011. Angka buta huruf Provinsi Jawa Timur jika dibanding antara
Gambar 4 Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan yang Bekerja di Sektor Formal Tahun 2011
4 Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa mayoritas di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki persentase penduduk laki-laki yang bekerja di sektor formal lebih besar, kecuali Kota Malang dan Kota Kediri. Persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal di Kota Malang dan Kota Kediri lebih besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Beberapa daerah persentase penduduk laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor formal tidak menunjukkan perbedaan yang cukup besar meskipun persentase penduduk laki-laki tetap lebih tinggi. Daerah yang mengalami hal tersebut adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kota Blitar, Kota Batu, dan Kabupaten Kediri. Untuk daerah-daerah yang berbasis pertanian atau daerah yang bukan berbasis sektor industri, serta perdagangan hotel dan restoran memiliki persentase penduduk yang bekerja di sektor formal relatif rendah baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan.
Gambar 5 Perubahan APS Tingkat SMP Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2010 - 2011
Selisih antara APS tingkat SMP untuk penduduk perempuan dan laki-laki baik pada tahun 2010 maupun 2011 yang menunjukkan angka negatif (diagram mengarah ke bawah) pada Gambar 5 berarti APS tingkat SMP untuk penduduk laki-laki lebih tinggi dari penduduk perempuan. Ketika selisih menunjukkan angka positif atau diagram mengarah ke atas, berarti APS tingkat SMP untuk penduduk perempuan lebih tinggi dari penduduk laki-laki. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar selisih antara APS tingkat SMP penduduk perempuan dan laki-laki bernilai negatif untuk tahun 2010 maupun tahun 2011. Hal ini berarti pada sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur penduduk laki-laki yang menjalani pendidikan setingkat SMP lebih besar dari penduduk perempuan. B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Gender di Jawa Timur Berdasarkan Skala Internasional Analisis regresi probit digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas gender di provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil regresi probit akan diketahui variabel apa saja yang berpengaruh terhadap disparitas gender. B.1.1 Uji Signifikansi Parameter Serentak Model Terbaik Pengujian secara serentak terhadap variabel prediktor dilakukan dengan menggunakan Likelihood Ratio Test dengan nilai statistik uji G sebesar 29,133. Untuk mendapatkan keputusan nilai statistik uji G dibandingkan dengan sebesar 6,25. Hasil pengujian menunjukkan bahwa statistik uji G lebih dari , sehingga diperoleh keputusan tolak H0 yang berarti koefisien β secara serentak atau paling sedikit ada satu variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap disparitas gender.
B.2 Uji Signifikansi Parsial Hasil uji parsial terhadap variabel prediktor dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap disparitas gender adalah TPAK perempuan (X1), persentase perempuan dengan pendidikan terakhir SMP (X3), dan persentase perempuan yang putus sekolah (X4). Variabel-variabel tersebut berpengaruh signifikan karena mempunyai nilai Z lebih besar Z0,95 yang sebesar 1,645 atau lebih kecil dari -Z0,95 yang sebesar -1,645. Sehingga diperoleh estimasi parameter model probit terbaik yang sesuai untuk disparitas gender adalah
B.3 Uji Kesesuaian Model Uji kesesuaian model dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang terbentuk sudah sesuai atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah yang dibandingkan dengan nilai sebesar 86,635, Hasil uji kesesuaian model menyatakan tolak H0 karena nilai sebesar 70,126 lebih kecil dari tabel. Hal ini berarti model telah sesuai menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel prediktor terhadap disparitas gender atau tidak ada perbedaan antara observasi dengan kemungkinan hasil prediksi model. B.4 Interpretasi Model Berdasarkan model probit yang telah diperoleh, maka dapat dilakukan interpretasi model. Interpretasi model digunakan untuk melihat perubahan variabel prediktor terhadap probabilitas dari masing-masing kategori IPG, dengan melakukan permisalan. Jika sebuah kabupaten/kota mempunyai TPAK perempuan tingkat SMP sebesar 52 persen, persentase perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP sebesar 20 persen, serta persentase perempuan yang putus sekolah sebesar 10 persen maka diperoleh probabilitas untuk setiap kategori sebagai berikut.
Probabilitas yang diperoleh menunjukkan bahwa kabupaten/kota tersebut mempunyai peluang terbesar sebesar 99,96 % dalam kategori kabupaten/kota yang mempunya nilai IPG rendah atau disparitas gender tinggi. Pengaruh masing-masing variabel juga dapat dilihat melalui grafik probabilitas untuk kategori dengan nilai IPG tinggi atau tingkat disparitas gender rendah.
Gambar 6 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan TPAK
Gambar 6 menunjukkan bahwa probabilitas suatu kabupaten/kota memiliki nilai IPG rendah, atau tergolong dalam daerah dengan tingkat disparitas gender tinggi, akan semakin besar seiring dengan meningkatnya TPAK perempuan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan TPAK Laki-laki jauh lebih signifikan sehingga peran serta perempuan dalam ketenagakerjaan masih minim.
5
Gambar 7 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan Persentase Penduduk Perempuan Tamatan SMP
Suatu kabupaten/kota akan mempunyai probabilitas memiliki nilai IPG rendah atau tergolong dalam daerah dengan tingkat disparitas tinggi, semakin kecil apabila persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP di kabupaten/kota tersebut semakin tinggi. Dikarenakan ketika perempuan memiliki pendidikan yang lebih tinggi maka perempuan telah ikut meningkatkan taraf hidup.
Gambar 8 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan Persentase Penduduk Perempuan yang Putus sekolah
Seperti halnya pengaruh persentase TPAK perempuan, persentase penduduk perempuan yang putus sekolah yang semakin meningkat akan meningkatkan pula probabilitas suatu kabupaten/kota termasuk dalam kategori nilai IPG rendah atau daerah dengan tingkat disparitas gender tinggi. Interpretasi model probit untuk melihat efek perubahan variabel prediktor terhadap probabilitas variabel respon, dilakukan dengan mengukur efek marginal dari variabel prediktor. Jika ingin mengetahui efek perubahan variabel persentase perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP (X3) dengan mengasumsikan variabel prediktor yang lain konstan (TPAK perempuan sebesar 52% dan persentase penduduk perempuan yang putus sekolah sebesar 20%), maka efek perubahan persentase perempuan yang bekerja di sektor formal adalah
Efek marginal persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal terhadap P(Y=3) sebesar 0,048artinya perubahan nilai persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP sebesar satu unit akan menurunkankan probabilitas dengan nilai IPG tinggi atau kategori disparitas gender rendah sebesar 0,048. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Gender di Jawa Timur Klasifikasi IPG berdasarkan skala internasional menunjukkan bahwa hampir semua kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur terdapat di kategori menengah atas dan menengah bawah, kecuali Kabupaten Probolinggo yang masih berada di kategori bawah. Oleh karena itu, dibuat klasifikasi baru menjadi empat kategori dengan menggunakan kuartil sebagai batasan untuk tiap kategori.
C.1.1 Uji Signifikansi Parameter Serentak Model Terbaik Pengujian secara serentak terhadap variabel prediktor dilakukan dengan menggunakan Likelihood Ratio Test dengan nilai statistik uji G sebesar 35,127. Untuk mendapatkan keputusan nilai statistik uji G dibandingkan dengan sebesar 6,25. Hasil pengujian menunjukkan bahwa statistik uji G lebih dari , sehingga diperoleh keputusan tolak H0, berarti koefisien β secara serentak atau paling sedikit ada satu variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap disparitas gender. C.2 Uji Signifikansi Parsial Hasil uji parsial terhadap variabel prediktor menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap disparitas gender adalah APS SMP perempuan (X2), persentase perempuan dengan pendidikan terakhir SMP (X3), dan persentase perempuan bekerja di sektor formal (X5). Variabel-variabel tersebut berpengaruh signifikan karena mempunyai nilai Z lebih besar Z0,95 yang sebesar 1,645 atau lebih kecil dari -Z0,95 yang sebesar -1,645. Sehingga diperoleh estimasi parameter model probit terbaik yang sesuai untuk disparitas gender adalah
C.3 Uji Kesesuaian Model Uji kesesuaian model menggunakan statistik uji yang dibandingkan dengan nilai sebesar 127,211, dimana keputusan tolak H0 dapat diambil jika nilai lebih kecil dari 127,211. Hasil uji kesesuaian model menyatakan tolak H0 karena nilai sebesar 70,126 lebih kecil dari tabel. Hal ini berarti model telah sesuai menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel prediktor terhadap disparitas gender atau tidak ada perbedaan antara observasi dengan kemungkinan hasil prediksi model. C.4 Interpretasi Model Berdasarkan model probit yang telah diperoleh, maka dapat dilakukan interpretasi model. Interpretasi model digunakan untuk melihat perubahan variabel prediktor terhadap probabilitas dari masing-masing kategori IPG, dengan melakukan permisalan. Jika sebuah kabupaten/kota mempunyai angka partisipasi sekolah perempuan tingkat SMP sebesar 70 persen, persentase perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi ditamatkan setingkat SMP sebesar 20 persen, serta persentase perempuan yang bekerja di sektor formal sebesar 30 persen maka diperoleh probabilitas untuk setiap kategori sebagai berikut.
Probabilitas yang diperoleh menunjukkan bahwa kabupaten/kota tersebut mempunyai peluang terbesar sebesar 71 % dalam kategori kabupaten/kota yang mempunya nilai IPG rendah atau disparitas gender tinggi. Pengaruh masing-masing variabel juga dapat dilihat melalui grafik probabilitas untuk kategori dengan nilai IPG tinggi atau tingkat disparitas gender rendah. Gambar 10 menunjukkan bahwa probabilitas suatu kabupaten/kota memiliki nilai IPG rendah, atau tergolong dalam daerah dengan tingkat disparitas gender tinggi, akan
6 semakin kecil seiring dengan meningkatnya APS tingkat SMP untuk perempuan.
Gambar 10 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan APS
Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan salah satu komponen yang diukur dalam IPG, semakin tinggi partisipasi penduduk perempuan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi berarti disparitas gender dalam bidang pendidikan berkurang.
perubahan persentase perempuan yang bekerja di sektor formal adalah
Efek marginal persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal terhadap P(Y=3) sebesar -0,00395 artinya perubahan nilai persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal sebesar satu unit akan menurunkankan probabilitas dengan nilai IPG tinggi atau kategori disparitas gender rendah sebesar 0,0051. V.
Gambar 11 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan Persentase Penduduk Perempuan Tamatan SMP
Hal ini berarti pengaruh persentase penduduk perempuan dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP berbanding terbalik dengan probabilitas suatu kabupaten /kota tergolong dalam kategori daerah dengan nilai IPG rendah atau disparitas gender tinggi. Sehingga ketika perempuan memiliki pendidikan yang lebih tinggi maka perempuan telah ikut meningkatkan taraf hidup.
Gambar 12 Grafik Hubungan antara Probabilitas Kategori Bawah dengan Persentase Penduduk Perempuan yang Bekerja di Sektor Formal
Seperti halnya pengaruh APS perempuan tingkat SMP dan persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP, persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal yang semakin mening-kat akan meningkatkan pula probabilitas suatu kabupaten/kota termasuk dalam kategori nilai IPG tinggi atau daerah dengan tingkat disparitas gender rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor formal berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya disparitas gender. Semakin banyak tenaga kerja perempuan yang terserap di sektor formal berarti kedudukan antara perempuan dan lakilaki dalam dunia kerja dianggap sejajar. Selain itu, semakin banyak penduduk perempuan lebih tepatnya tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor formal menunjukkan bahwa perempuan mampu bersaing dengan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan. Interpretasi model probit untuk melihat efek perubahan variabel prediktor terhadap probabilitas variabel respon, dilakukan dengan mengukur efek marginal dari variabel prediktor. Jika ingin mengetahui efek perubahan variabel persentase perempuan yang bekerja di sektor formal (X5) dengan mengasumsikan variabel prediktor yang lain konstan (APS tingkat SMP sebesar 95% dan persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP sebesar 20%), maka efek
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Dinamika disparitas gender menunjukkan bahwa terjadi penurunan disparitas gender dari tahun 2010 ke tahun 2011 dengan meningkatnya angka IPG, angka buta huruf, rata-rata lama sekolah, serta persentase variabel pendukung lainnya.Akan tetapi, kualitas perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dan disparitas gender masih terjadi. 2. Klasifikasi berdasarkan skala internasional menghasilkan faktor yang mempengaruhi disparitas gender secara signifikan adalah persentase TPAK, persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP, dan persentase penduduk perempuan yang putus sekolah. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi disparitas gender di Jawa Timur secara signifikan berdasarkan kuartil yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMP penduduk perempuan, persentase penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan setingkat SMP, serta persentase penduduk perempuan yang bekerja di sektor formal. B. Saran Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan yaitu untuk kelanjutan penelitian mendatang sebaiknya menggunakan metode regresi spasial atau menggunakan klasifikasi berdasarkan kesamaan karakteristik daerah. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4]
[5]
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2012). Statistika Gender Jawa Timur 2011. Surabaya: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Gayatri, Fitri. (2008). Faktor dan Dampak Ketimpangan Pendidikan Perempuan dalam Kehidupan Perempuan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Greene, W.H. (2008). Econometric Analysis, Fouth Edition. New Jersey : Prentice Hall Inc. Agresti, A. (2007). An Introduction to Categorical Data Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Aldrich, J.H., dan Nelson, F.D. (1984). Linear Probability, Logit, and Probit Models. California : Sage. Hosmer, D., & Lemeshow. (2000). Applied Logistic Reggreaion. USA : John Wiley and Sons.